Studi kelayakan bisnis

Embed Size (px)

Citation preview

Studi kelayakan bisnisDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebasBelum Diperiksa

Artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar WikipediaMerapikan artikel bisa berupa membagi artikel ke dalam paragraf atau wikifikasi artikel. Setelah dirapikan, tolong hapus pesan ini.

Studi kelayakan sangat diperlukan oleh banyak kalangan, khususnya terutama bagi para investor yang selaku pemrakarsa, bank selaku pemberi kredit, dan pemerintah yang memberikan fasilitas tata peraturan hukum dan perundang-undangan, yang tentunya kepentingan semuanya itu berbeda satu sama lainya. Investor berkepentingan dalam rangka untuk mengetahui tingkat keuntungan dari investasi, bank berkepentingan untuk mengetahui tingkat keamanan kredit yang diberikan dan kelancaran pengembaliannya, pemerintah lebih menitik-beratkan manfaat dari investasi tersebut secara makro baik bagi perekonomian, pemerataan kesempatan kerja, dll.

Mengingat bahwa kondisi yang akan datang dipenuhi dengan ketidakpastian, maka diperlukan pertimbangan-pertimbangan tertentu karena di dalam studi kelayakan terdapat berbagai aspek yang harus dikaji dan diteliti kelayakannya sehingga hasil daripada studi tersebut digunakan untuk memutuskan apakah sebaiknya proyek atau bisnis layak dikerjakan atau ditunda atau bahkan dibatalkan. Hal tersebut diatas adalah menunjukan bahwa dalam studi kelayakan akan melibatkan banyak tim dari berbagai ahli yang sesuai dengan bidang atau aspek masing-masing seperti ekonom, hukum, psikolog, akuntan, perekayasa teknologi dan lain sebagainya. Dan studi kelayakan biasanya digolongkan menjadi dua bagian yang berdasarkan pada orientasi yang diharapkan oleh suatu perusahaan yaitu berdasarkan orientasi laba, yang dimaksud adalah studi yang menitik-beratkan pada keuntungan yang secara ekonomis, dan orientasi tidak pada laba (social), yang dimaksud adalah studi yang menitik-beratkan suatu proyek tersebut bisa dijalankan dan dilaksanakan tanpa memikirkan nilai atau keuntungan ekonomis.

PENGERTIAN Jadi pengertian studi kelayakan peroyek atau bisnis adalah penelitihan yang menyangkut berbagai aspek baik itu dari aspek hukum, sosial ekonomi dan budaya, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologi sampai dengan aspek manajemen dan keuangannya, dimana itu semua digunakan untuk dasar penelitian studi kelayakan dan hasilnya digunakan untuk mengambil keputusan apakah suatu proyek atau bisnis dapat dikerjakan atau ditunda dan bahkan ditadak dijalankan.

RUANG LINGKUP Aspek yang terdapat pada studi kelayakan proyek atau bisnis yang terdiri dari berbagai aspek yang sudah disebutkan di atas antara lain :

1. Aspek hukum Berkaitan dengan keberadaan secara legal dimana proyek akan dibangun yang meliputi ketentuan hukum yang berlaku termasuk : a. Perijinan : i) Izin lokasi : sertifikat (akte tanah), bukti pembayaran PBB yang terakhir, rekomendasi dari RT / RW / Kecamatan ii) Izin usaha : Akte pendirian perusahaan dari notaris setempat PT/CV atau berbentuk badan hukum lainnya. NPWP (nomor pokok wajib pajak) Surat tanda daftar perusahaan Surat izin tempat usaha dari pemda setempat Surat tanda rekanan dari pemda setempat SIUP setempat Surat tanda terbit yang dikeluarkan oleh Kanwil Departemen Penerangan

2. Aspek sosial ekonomi dan budaya Berkaitan dengan dampak yang diberikan kepada masyarakat karena adanya suatu proyek tersebut : a. Dari sisi budaya Mengkaji tentang dampak keberadaan peroyek terhadap kehidupan masyarakat setempat, kebiasaan adat setempat. b. Dari sudut ekonomi Apakah proyek dapat mengubah atau justru mengurangi income per capita panduduk setempat. Seperti seberapa besar tingkat pendapatan per kapita penduduk, pendapatan nasional atau upah rata-rata tenaga kerja setempat atau UMR, dll.

c. Dan dari segi sosial Apakah dengan keberadaan proyek wilayah menjadi semakin ramai, lalulintas semakin lancar, adanya jalur komunikasi, penerangan listrik dan lainnya, pendidikan masyarakat setempat.

Untuk mendapatkan itu semua dengan cara wawancara, kuesioner, dokumen, dll. Untuk melihat apakah suatu proyek layak atau tidak dilakukan dengan membandingkan keinginan investor atau pihak yang terkait dengan sumber data yang terkumpul.

3. Aspek pasar dan pemasaran Berkaitan dengan adanya peluang pasar untuk suatu produk yang akan di tawarkan oleh suatu proyek tersebut : Potensi pasar Jumlah konsumen potensial, konsumen yang mempunyai keinginan atau hasrat untuk membeli. Tentang perkembangan/pertumbuhan penduduk : Daya beli, kemampuan konsumen dalam rangka membeli barang mencakup tentang perilaku, kebiasaan, preferensi konsumen, kecenderungan permintaan masa lalu, dll. Pemasaran, menyangkut tentang starategi yang digunakan untuk meraih sebagian pasar potensial atau pelung pasar atau seberapa besar pengaruh strategi tersebut dalam meraih besarnya market share.

4. Aspek teknis dan teknologi Berkaitan dengan pemilihan lokasi peroyek, jenis mesin, atau peralatan lainnya yang sesuai dengan kapasitas produksi, lay out, dan pemilihan teknologi yang sesuai.

5. Aspek manajemen Berkaitan dengan manajemen pembangunan proyek dan operasionalnya.

6. Aspek keuangan Berkaitan dengan sumber dana yang akan diperoleh dan proyeksi pengembaliannya dengan tingkat biaya modal dan sumber dana yang bersangkutan.

ASPEK KEUANGAN, USAHA PEMBIBITAN TANAMAN BUAHJanuari 27, 2009 oleh plantus

Pemilihan Pola UsahaPola usaha yang dipilih adalah pola usaha polikultur sesuai dengan pola usaha di daerah survei dengan menggunakan teknik konvensional yakni pembibitan di lahan sawah. Usaha pembibitan tanaman buah-buahan harus memperhatikan ketersediaan air sepanjang tahun, pohon induk penghasil mata tempel dan biji untuk batang bawah. Tanaman yang ditangkar yakni durian Kani, mangga Arumanis dan Lalijiwa, rambutan Binjai, Lebak Bulus dan Rapiah. Produk dari usaha ini adalah bibit yang berlabel dengan tinggi 30-40 cm. Ukuran ini adalah ukuran untuk partai besar/borongan. Bibit yang tidak laku terjual akan ditanam kembali dan dapat dijual kembali bila sewaktu-waktu ada yang memerlukannya Asumsi Analisis keuangan usaha pembibitan tanaman buah-buahan perlu dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai pendapatan dan pengeluaran/biaya, kemampuan melunasi kredit, serta kelayakan usaha ditinjau dari beberapa kriteria kelayakan finansial seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Pay back Period (PBP) dan Net Benefit/Cost Ratio (Net B/C). Untuk melakukan analisis keuangan tersebut digunakan beberapa asumsi dan parameter keuangan yang didasarkan pada hasil pengamatan di lapangan, masukan dari instansi terkait dan pustaka yang mendukung sehingga akan diperoleh gambaran secara utuh tentang aspek keuangan usaha pembibitan tanaman buah-buahan. Asumsi-asumsi yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 5.1 Pemilihan periode proyek 3 tahun disebabkan oleh umur ekonomis peralatan yang digunakan rata-rata mencapai 3 tahun. Luas lahan pembibitan tanaman buah-buahan adalah 1 ha terdiri dari 0,35 ha pembibitan durian; 0,20 ha pembibitan mangga terdiri dari 2/3 mangga Arumanis dan 1/3 mangga Lalijiwa dan 0,45 ha pembibitan rambutan (untuk Binjai, Lebak Bulus dan Rapiah masing-masing 0,15 ha). Biaya dalam analisis keuangan berdasarkan harga bahan baku, sarana produksi dan upah tenaga kerja pada tahun 2004/2005 (musim tanam 2004). Harga jual bibit berdasarkan harga jual tahun 2005 (Tabel 3.3) dan diasumsikan harga sama pada tahun berikutnya. Mata tempel dan biji untuk batang bawah dibeli dari petani buah. Jenis kredit yang digunakan adalah Kredit Modal Kerja (KMK) dengan jangka waktu pengembalian kredit adalah 12 bulan (1 tahun). Proses pembibitan tanaman buah-buahan mulai dari pengolahan tanah sampai dengan panen mencapai 14 bulan (1 musim tanam). Asumsi total kehilangan hasil sebesar 30%

(saat okulasi 20% ditambah 10% setelah okulasi). Produksi bibit buah ditentukan oleh jumlah order/pesanan dan ketersediaan pohon induk penghasil mata tempel dengan produksi bibit setiap tahun adalah sama yaitu 70.000 bibit. Bibit yang berhasil dijual tiap tahun sebesar 80 % dari total produksi bibit tiap tahun. Bibit yang tidak laku terjual dapat dijual kembali pada tahun berikutnya. Tenaga kerja tetap, termasuk didalamnya tenaga kerja manajerial berjumlah 8 orang dengan upah Rp 500.000 per orang per bulan. Dari hasil survei, pemilik usaha pembibitan tanaman buahbuahan sekaligus bertindak sebagai tenaga kerja manajerial yang gajinya sama dengan tenaga kerja tetap. Asumsi dan parameter yang digunakan dalam analisis keuangan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1 Tabel 5.1. Asumsi Analisis Keuangan

No

Asumsi

Satuan Hari Bulan

Jumlah 25 12

8 Hari kerja per bulan Bulan kerja per tahun 9 Penggunaan tenaga kerja Tenaga manajerial Tenaga kerja tetap Tenaga kerja borongan 10 Upah tenaga kerja Tenaga kerja tetap Tenaga kerja borongan 11 Sarana produksi Plastik Karung/keranjang Pestisida Pupuk urea Pupuk kandang 12 Harga sarana produksi Biji batang bawah durian,

Orang Orang Orang 8 15

Rp/orang/hari 20.000 Rp/bibit 100

Bal Buah Liter Kg Ton

33 70.000 40 400 20

Rp/buah

150

mangga dan rambutan Mata tempel a. Durian b. Mangga c. Rambutan Plastik Karung/keranjang Pestisida Pupuk urea Pupuk kandang 13 Biaya sertifikasi bibit 14 Bunga Kredit Modal Kerja 15 Proporsi kredit dan dana sendiri untuk Modal Kerja Kredit Dana sendiri 16 Jangka waktu pinjamanSumber: Lampiran 1 Jadwal kegiatan usaha pembibitan tanaman buah-buahan seluas 1 hektar dengan pola usaha polikultur (durian, mangga dan rambutan) mulai dari pengolahan tanah, pembuatan bedengan hingga panen berlangsung selama 14 bulan untuk satu musim tanam. Secara rinci jadwal kegiatan usaha pembibitan tanaman buah-buahan dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. Jadwal Kegiatan Usaha Pembibitan Tanaman Buah-buahan

Rp/buah Rp/buah Rp/buah Rp/bal Rp/buah Rp/liter Rp/kg Rp/ton Rp/bibit Persen

70 125 70 4.000 100 60.000 1.100 200.000 165 15,75

Persen Persen Tahun

35 65 1

No

Bulan

Uraian Kegiatan

1 Desember Pengolahan tanah 2 Januari 3 Februari Pembuatan bedengan Penyemaian biji untuk batang bawah sebanyak 100.000 biji

4 Maret-Juni Pemeliharaan batang bawah Okulasi tahap I sebanyak 100.000 mata tempel untuk 100.000batang bawah. Dengan tingkat keberhasilan 60% maka jumlah bibit yangberhasil hidup setelah okulasi sebanyak 60.000 bibit Okulasi tahap II sebanyak 40.000 mata tempel untuk 40.000batang bawah. Dengan tingkat keberhasilan 50% maka jumlah bibit yangberhasil hidup setelah okulasi sebanyak 20.000 bibit. Jumlah bibit yangberhasil hidup setelah okulasi tahap I dan II yaitu 80.000 bibit

5 Juli

6 Agustus

Pemeliharaan bibit hasil okulasi. Pada September7 tahap ini diperkirakanjumlah kematian Desember bibit sebanyak 10.000 bibit Panen terdiri dari pendongkeran dan pengangkutan bibit hasilokulasi sebanyak 70.000 bibit (tingkat keberhasilan sampai dengan panensebesar 70%)

8 Januari

Biaya Investasi dan Operasional Struktur biaya yang diperlukan untuk usaha pembibitan tanaman buah-buahanterdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasiadalah biaya awal yang diperlukan sebelum kegiatan operasionaldilakukan. Sedangkan biaya operasional diperlukan pada saaat prosesproduksi mulai dilakukan Biaya Investasi Biaya investasi diperlukan untuk memulai usaha pembibitan tanaman buah-buahan meliputi biaya perizinan, sewa lahan, bangunan dan peralatan. Biaya investasi ini bersifat tetap (fixed) dan harus dikeluarkan pada tahun ke-0 sebelum melakukan usaha. Jumlah investasi yang dibutuhkan untuk usaha pembibitan tanaman buah-buahan adalah Rp 65.620.000 Secara rinci jenis investasi dan kebutuhan biaya masing-masing investasi dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut.

Selama periode proyek, terdapat komponen investasi yang harus melakukan reinvestasi pada tahun-tahun berikutnya yakni sewa lahan sedangkan biaya perizinan dikeluarkan sekali saja pada awal usaha. Biaya perizinan meliputi Tanda Daftar Pedagang (TDP), NPWP dan SIUP. Komponen biaya investasi usaha pembibitan tanaman buah-buahan secara rinci terdapat pada Lampiran 2. Tabel 5.3. Kebutuhan Biaya Investasi Usaha Pembibitan Tanaman Buah-buahan

No 1 Perijinan

Uraian

Jumlah Biaya (Rp) 1.000.000 36.000.000

2 Sewa Lahan 1 Hektar 3 Bangunan dan Peralatan a. Bangunan b. Peratalan JumlahBiaya Operasional

25.620.000 3.000000 62.620.000

Biaya operasional merupakan biaya yang diperlukan dalam memproduksi bibit tanaman buah-buahan. Besarnya biaya operasional ini tergantung pada luas areal tanah. Semakin luas areal tanam maka biaya operasional semakin tinggi. Biaya operasional umumnya merupakan biaya tidak tetap (variabel cost) yang terdiri dari biaya bahan baku, sarana produksi, tenaga kerja borongan dan biaya sertifikasi bibit. Selain biaya tidak tetap, biaya operasional juga meliputi juga biaya overhead yang merupakan biaya tetap yang harus dikeluarkan setiap bulannya dan sifatnya tidak langsung. Biaya overhead meliputi biaya listrik, biaya telepon dan tenaga kerja tetap. Total biaya operasional yang dibutuhkan pada tahun pertama sejumlah Rp 131.162.000 dan pada tahun selanjutnya diasumsikan konstan karena luas areal tanam tetap, jumlah bahan baku, sarana produksi dan biaya sertifkasi bibit juga tetap. Biaya operasional usaha pembibitan tanaman buah-buahan dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut ini. Tabel 5.4. Kebutuhan Biaya Operasional per Tahun

No

Uraian

Jumlah Biaya (Rp)

1 Biaya Variabel a. Biaya bahan baku b. Biaya saprotan c. Tenaga kerja borongan d. Biaya sertifikasi bibit 2 Biaya Overhead a. Biaya listrik b. Biaya telepon c. Biaya tenaga kerja tetap Jumlah 600.000 1.200.000 48.000.000 131.162.000 44.340.000 13.972.000 26.000.000 11.550.000

Upah tenaga kerja tetap yang terlibat dalam usaha ini tidak mengalami kenaikan karena menyesuaikan dengan upah minimum provinsi. Tenaga kerja borongan bersifat tidak tetap yang diupah Rp 100 untuk setiap bibit sehingga besarnya upah tidak tergantung jumlah tenaga kerja yang digunakan. Kegiatan yang dilakukan tenaga kerja borongan meliputi okulasi, pendongkeran dan pengangkutan bibit ke showroom. Tenaga kerja borongan tergantung pada jumlah produksi bibit. Biaya listrik dan telepon juga diasumsikan tetap tiap tahunnya. Kebutuhan biaya operasional yang dibutuhkan dalam usaha pembibitan tanaman buah-buahan per tahun secara rinci dapat dilihat padaLampiran 3. Kebutuhan Investasi dan Modal Kerja Sumber dana untuk usaha pembibitan tanaman buah-buahan berasal dari dana sendiri dan kredit perbankan. Dana investasi seluruhnya berasal dari dana sendiri, sedangkan dana modal kerja berasal dari kredit bank dan dana sendiri dengan perbandingan 35% kredit bank dan 65% dari dana sendiri. Untuk mendapatkan kredit, pihak bank mensyaratkan bahwa penangkar harus mempunyai dana investasi sendiri. Secara keseluruhan besarnya dana untuk investasi dan modal kerja usaha pembibitan tanaman buah-buahan mencapai Rp 196.782.000. Dari tabel 5.5. dapat diketahui bahwa untuk kebutuhan investasi dibutuhkan dana sebesar Rp 65.620.000 sedangkan untuk kebutuhan modal kerja dibutuhkan dana sebesar Rp 131.162.000terdiri dari kredit modal kerja sebesar Rp 45.906.700 atau 35% dan dana sendiri sebesar Rp 85.255.300 atau 65%.

Tabel 5.5. Kebutuhan Modal Investasi dan Modal Kerja

No

Uraian

Persentase

Total Biaya (Rp)

1 Dana Investasi a. Kredit b. Dana Sendiri Jumlah Dana Investasi 2 Dana Modal Kerja a. Kredit b. Dana Sendiri Jumlah Dana Modal Kerja 3 Total Dana Proyek a. Kredit b. Dana Sendiri Jumlah Dana Proyek 23,33% 76,67% 45.906.700 150.875.300 196.782.000 35% 65% 45.906.700 85.255.300 131.162.000 0% 100% 0 65.620.000 65.620.000

Dana yang berasal dari bank yaitu KreditModal Kerja akan dikembalikan dalam jangka waktu 1 tahun dengan bunga15,75% dengan angsuran dibayarkan setiap bulan (Tabel 5.6.) Tabel 5.6. Angsuran Pokok dan Angsuran Bunga.

Angsuran Angsuran Total Periode Pokok Bunga Angsuran

Saldo Akhir

45.906.700Bulan 1 3.825.558 Bulan 2 3.825.558 Bulan 3 3.825.558

602.525 4.428.08442.081.142 552.315 4.377.87338.255.583 502.105 4.327.66334.430.025

Bulan 4 3.825.558 Bulan 5 3.825.558 Bulan 6 3.825.558 Bulan 7 3.825.558 Bulan 8 3.825.558 Bulan 9 3.825.558 Bulan 10 Bulan 11 Bulan 12 3.825.558 3.825.558 3.825.558

451.894 4.277.45230.604.467 401.684 4.227.24226.778.908 351.476 4.177.03222.953.350 301.263 4.126.82119.127.792 251.052 4.076.61115.302.233 200.842 4.026.61111.476.675 150.631 3.976.190 7.651.117 100.210 3.925.979 3.825.558 50.210 3.875.769 0

Total 1 45.906.700 Tahun 3.916.41549.823.115Produksi dan Pendapatan Bibit tanaman durian, mangga dan rambutan diproduksi setahun sekali. Total kehilangan hasil pembibitan diasumsikan 30% dan sama setiap tahunnya sehingga jumlah total produksi bibit tiap tahun 70.000 bibit terdiri dari durian Kani 24.500 bibit, mangga 14.000 bibit terdiri dari Arumanis 10.500 bibit dan Lalijiwa 3.500 bibit, rambutan Binjai, Lebak Bulus dan Rapiah masing-masing 10.500 bibit sebagaimana terlihat pada Tabel 5.7. Bibit yang dihasilkan berukuran 30-40 cm dan dijual secara borongan dengan harga jual bibit durian Kani Rp 4000/bibit, mangga Arumanis Rp 2500/bibit dan mangga Lalijiwa Rp 3000/bibit. Sedangkan untuk rambutan baik itu rambutan Binjai, Lebak Bulus maupun Rapiah dijual dengan harga Rp 2000/bibit. Jumlah bibit terjual diasumsikan 80% dari total produksi bibit dan bibit yang tidak terjual dapat dijual kembali pada tahun berikutnya. Pada tahun ke-1, bibit yang terjual adalah 56.000 dari produksi 70.000 bibit

sehingga diperoleh pendapatan sebesar Rp 158.200.000. Pada tahun ke-2, bibit yang terjual adalah 67.200 bibit dari produksi 70.000 bibit ditambah sisa produksi bibit tahun pertama sehingga diperoleh pendapatan Rp 189.840.000. Pada tahun ke-3, bibit yang terjual adalah 69.440 bibit dari produksi 70.000 bibit ditambah sisa produksi bibit tahun kedua sehingga diperoleh pendapatan Rp 196.168.000. Secara rinci proyeksi produksi dan pendapatan dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 6. Tabel 5.7. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Usaha Pembibitan Tanaman Buah-buahan

Uraian Produksi (bibit) a. Durian Kani b. Mangga Arumanis dan Lalijiwa c. Rambutan Binjai, Lebak Bulus dan Rapiah Jumlah Pendapatan Bibit : a. Durian Kani b. Mangga Arumanis dan Lalijiwa c. Rambutan Binjai, Lebak Bulus dan Rapiah Jumlah Nilai (Rupiah) a. Durian Kani b. Mangga Arumanis dan Lalijiwa

Tahun 1

Tahun 2

Tahun 3

24.500 14.000

24.500 14.000

24.500 14.000

31.500 70.000

31.500 70.000

31.500 70.000

19.600 11.200

23.520 13.440

24.304 13.888

25.200 56.000

30.240 67.200

31.248 69.440

78.400.000 94.080.000 97.216.000 29.400.000 35.250.000 36.456.000

c. Rambutan Binjai, 50.400.000 60.480.000 62.946.000

Lebak Bulus dan Rapiah Jumlah 158.200.000189.840.000196.168.000

Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point Proyeksi laba rugi merupakan suatu gambaran potensi keuntungan atau kerugian yang akan diperoleh dari suatu usaha atau proyek. Perhitungan proyeksi laba dan rugi menunjukkan bahwa pada tahun pertama usaha pembibitan tanaman buah-buahan memperoleh keuntungan sebesar Rp 1.633.347 dengan profit on sales sebesar 1,03% dan Break Even Point (BEP) dalam rupiah adalah Rp 154.243.693. Potensi keuntungan tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun hingga tahun ketiga memperoleh keuntungan bersih Rp 37.235.100 dengan profit on sales sebesar 18,98% dan BEPRp 121.317.074 (Tabel 5.8.) Tabel 5.8. Proyeksi Laba Rugi Usaha dan Break Even Point per Tahun

No A B C

Uraian Total Pendapatan Total Pengeluaran L/R Sebelum Pajak

Tahun 1

Tahun 2

Tahun 3

158.200.000 189.840.000198.168.000 156.278.415 152.362.000152.362.000 1.921.585 37.478.000 43.806.000 288.238 5.621.700 6.570.900

D Pajak (15%) E F Laba Setelah Pajak Profit on Sales

1.633.347 31.856.300 37.235.100 1,03% 16,78% 18,98%

G BEP : Rupiah 154.243.693 124.252.291121.317.074Rata-rata keuntungan bersih selama 3 tahun mencapai Rp 23.030.467 per tahun sedangkan profit on sales rata-rata mencapai 12,26% per tahun. Sementara rata-rata Break Even Point (BEP) dalam rupiah selama 3 tahun mencapai Rp 133.271.019 per tahun. Secara rinci ptoyeksi laba dan rugi dan BEP dapat dilihat pada Lampiran 7. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek Proyeksi arus kas dilakukan untuk mengetahui kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya ke pihak lain dan tetap mendapatkan keuntungan

(proyeksi arus kas masuk dan arus kas keluar). Dalam analisis arus kas juga dilakukan perhitungan kelayakan usaha yaitu Net Benefit/Cost Ratio (Net B/C Ratio), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Pay Back Period (PBP). Proyeksi arus kas secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasilperhitungan menunjukkan bahwa usaha pembibitan tanaman buahbuahanmerupakan usaha yang menguntungkan secara finansial karena pada tingkatsuku bunga 15,75% per tahun memiliki NPV positif yaitu sebesar Rp34.769.916, IRR yang lebih tinggi dari tingkat suku bunga yaitusebesar 41,93% dan Net B/C ratio lebih besar dari 1 yaitu 1,53.Sementara PBP adalah 2,08 tahun yang menunjukkan investasi usahaPembibitan Tanaman Buah-buahan yang besarnya mencapai Rp 65.620.000dapat tertutup kembali selama 2 tahun usaha berjalan. Dengan demikianusaha Pembibitan Tanaman Buah-buahan layak dilaksanakan sampai tingkatsuku bunga 41,93%. Secara ringkas, kriteria kelayakan dan nilainyadapat dilihat pada Tabel 5.9. Tabel 5.9. Kelayakan Usaha Pembibitan Tanaman Buah-buahan

No

KriteriaKelayaka n

Nilai Rp 34.769.91 6 41,93% 1,53 2,08

JustifikasiKelayaka n >0 > 15,75% > 1,00 2. Perlu diadakannya diversifikasi bibit mengingat beragamnya buah unggulan Indonesia. 3. >Usaha pembibitan tanaman buah-buahan perlu menggunakan alternatif teknik budidaya yang baru dan lebih menguntungkan seperti kultur jaringan 4. Pihak-pihak yang terkait usaha ini perlu untuk mengambil inisiatif agar bibit dari Indonesia dapat menembus pasar luar negeri.

5. Meskipun usaha ini layak dibiayai oleh bank, namun bank perlu untuk melakukan analisis kredit yang lebih komprehensif berdasarkan prinsip kehatihatian bank.

STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIAPosted on Februari 25, 2011 by tarymagetan| Tinggalkan komentar

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara dengan luas wilayah hampir 2 juta km2 dan berpenduduk lebih 206 juta jiwa pada tahun 2000, memiliki potensi sumberdaya alam baik di laut (marine natural resources) dan di darat (land natural resources) yang sangat besar. Di laut, Indonesia memiliki 18.110 pulau dengan garis pantai sepanjang 108.000 km.Berdasarkan Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) 1982, Indonesia memiliki kedaulatan atas wilayah perairan seluas 3,2 juta km2 yang terdiri dari perairan kepulauan seluas 2,9 juta km2 dan laut teritorial seluas 0,3 juta km2 Selain itu .Indonesia juga mempunyai hak eksklusif untuk memanfaatkan sumber daya kelautan dan berbagai kepentingan terkait seluas 2,7 km2 pada perairan ZEE (sampai dengan 200 mil dari garis pangkal). Di darat, memiliki lahan kehutanan 113 juta ha, lahan sawah produktif 9,9 juta ha, lahan perkebunan produktif 15,5 juta, 60 cekungan prospektif sumber mineral dan migas. Kenyataan bahwa sumberdaya yang berlimpah tersebut tidak merata beradadi seluruh daerah. Hal yang sama terjadi dengan sebaran sumberdaya manusia yang merupakan aktor pembangunan tersebar juga tidak merata. Implikasi dari ketidak-merataan keberadaan kedua sumberdaya tersebut adalah belum baiknya tingkat pelayanan infrastruktur wilayah melayani kebutuhan wilayah dan masyarakat, terutama daerah-daerah terisolir dan tertinggal. Untuk mengoptimalkan nilai manfaat sumberdaya yang berlimpah tetapi tidak merata tersebut bagi pengembangan wilayah nasional secara berkelanjutan dan menjamin kesejahteraan umum secara luas (public interest), diperlukan intervensi kebijakan dan penanganan khusus oleh Pemerintah untuk pengelolaan wilayah yang tertinggal. Hal ini seiring dengan agenda Kabinet

Gotong Royong untuk menormalisasi kehidupan ekonomi dan memperkuat dasar bagi kehidupan perekonomian rakyat melalui upaya pembangunan yang didasarkan atas sumber daya setempat (resource-based development), dimana baik sumberdaya lautan dan daratan saat ini didorong pemanfaatannya, sebagai salah satu andalan bagi pemulihan perekonomian nasional. Secara sederhana, pembangunan ekonomi dapat dipahami sebagai upaya melakukan perubahan yang lebih baik dari sebelumnya yang ditandai oleh 3membaiknya faktor-faktor produksi. Faktor-faktor produksi tersebut adalah kesempatan kerja, investasi, dan teknologi yang dipergunakan dalam proses produksi. Lebih lanjut, wujud dari membaiknya ekonomi suatu wilayah diperlihatkan dengan membaiknya tingkat konsumsi masyarakat, investasi swasta, investasi publik, ekspor dan impor yang dihasilkan oleh suatu negara. Secara mudah, perekonomian wilayah yang meningkat dapat diindikasikan dengan meningkatnya pergerakan barang dan masyarakat antar wilayah. Dalam konteks tersebut, pembangunan ekonomi merupakan pembangunan yang a-spasial, yang berarti bahwa pembangunan ekonomi memandang wilayah nasional tersebut sebagai satu entity. Meningkatnya kinerja ekonomi nasional sering diterjemahkan dengan meningkatnya kinerja ekonomi seluruh wilayah/daerah. Hal ini memberikan pengertian yang bias, karena hanya beberapa wilayah/daerah yang dapat berkembang seperti nasional dan banyak daerah yang tidak dapat berlaku seperti wilayah nasional. Wilayah Indonesia terdirid ari 33 propinsi dengan 400an kabupaten/kota yang secara sosial ekonomi dan budaya sangat beragam. Keberagaman ini memberikan perbedaan dalam karakteristik faktor-faktor produksi yang dimiliki. Seringkali kebijakan nasional pembangunan ekonomi yang disepakati sulit mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan pada semua daerah-daerah yang memiliki karakteristik sangat berbeda. Contoh, kebijakan nasional untuk industrialisasi, di daerah yang berkarateristik wilayah kepulauan dan laut diantisipasi dengan pembangunan industri perikanan, sedangkan daerah yang berkarakteristik darat dikembangkan melalui pembangunan kawasan industri, serta daerah yang tertinggal merencanakan pembangunan industri tetapi sulit merealisasikannya akibat rendahnya SDM, SDA, dan infrastruktur yang dibutuhkan oleh pengembangan Industri. Pendekatan ini dikenal dengan pembangunan ekonomi wilayah. Pembangunan ekonomi wilayah memberikan perhatian yang luas terhadap keunikan karakteristik wilayah (ruang). Pemahaman terhadap sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya buatan/infrastruktur dan kondisi kegiatan usaha dari masing-masing daerah di Indonesia serta interaksi antar daerah (termasuk diantara faktor-faktor produksi yang dimiliki) merupakan acuan dasar bagi perumusan upaya pembangunan ekonomi nasional ke depan. 7. UU 24/1992 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa ruang dipahami sebagai suatu wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan

dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Dalam konteks ini, sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya buatan/infrastruktur wilayah dan kegiatan usaha merupakan unsur pembentuk ruang wilayah dan sekaligus unsur bagi pembangunan ekonomi nasional yang lebih merata dan adil. Penataan ruang tidak terbatas pada proses perencanaan tata ruang saja, namun lebih dari itu termasuk proses pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. proses perencanaan tata ruang wilayah, yang menghasilkan rencana tata ruang wilayah. Disamping sebagai guidance of future actions rencana tata ruang wilayah pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk hidup serta kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan (development sustainability) proses pemanfaatan ruang, yang merupakan wujud operasionaliasirencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri, dan proses pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas mekanisme pengawasan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan tujuan penataan ruang wilayahnya. Selain merupakan proses untuk mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan, penataan ruang sekaligus juga merupakan instrumen yang memiliki landasan hukum untuk mewujudkan tujuan pengembangan wilayah. TANTANGAN PEMBANGUNAN INDONESIA KE DEPAN Tantangan pembangunan Indonesia ke depan sangat berat dan berbeda dengan yang sebelumnya. Paling tidak ada 4 (empat) tantangan yang dihadapi Indonesia, yaitu: (i) (ii) (iii) Otonomi daerah, Pergeseran orientasi pembangunansebagai negara maritim, Ancaman dan sekaligus peluang globalisasi, serta

(iv)

Kondisi objektif akibat krisis ekonomi.

Pertama, Undang-undang No. 22 tahun 1999 secara tegas meletakkan otonomi daerah di daerah kabupaten/kota. Hal ini berarti telah terjadi penguatan yang nyata dan legal terhadap kabupaten/kota dalam menetapkan arah dan target pembangunannya sendiri. Di satu sisi, penguatan ini sangat penting karena secara langsung permasalahaan yang dirasakan masyarakat di kabupaten/kota langsung diupayakan diselesaikan melalui mekanisme yang ada di kabupaten/kota tersebut. Tetapi, di sisi lain, otonomi ini justru menciptakan ego daerah yang lebih besar dan bahkan telah menciptakan konflik antar daerah yang bertetangga dan ancaman terhadap kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kedua, reorientasi pembangunan Indonesia ke depan adalah keunggulan sebagai negara maritim. Wilayah kelautan dan pesisir beserta sumberdaya alamnya memiliki makna strategis bagi pembangunan ekonomi Indonesia, karena dapat diandalkan sebagai salah satu pilar ekonomi nasional. Ketiga, ancaman dan peluang dari globalisasi ekonomi terhadap Indonesia yang terutama diindikasikan dengan hilangnya batas-batas negara dalam suatu proses ekonomi global. Proses ekonomi global cenderung melibatkan banyak negara sesuai dengan keunggulan kompetitifnya seperti sumberdaya manusia, sumberdaya buatan/infrastruktur, penguasaan teknologi, inovasi proses produksi dan produk, kebijakan pemerintah, keamanan, ketersediaan modal, jaringan bisnis global, kemampuan dalam pemasaran dan distribusi global. Ada empat manfaat yang dirasakan dari globalisasi ekonomi, yaitu (i) Spesialisasi produk yang didasarkan pada keunggulan absolut atau komparatif, (ii) Potensi pasar yang besar bagi produk masal,

(iii) Kerjasama pemasaran bagi hasil bumi dan tambang untuk memperkuat posisi tawar, (iv) Adanya pasar bersama 6untuk produk-produk ekspor yang sama ke pasar Asia Pasifik yang memiliki 70% pasar dunia. Di sisi lain, globalisasi juga memberikan ancaman terhadap ekonomi nasional dan daerah berupa membanjirnya produk-produk asing yang menyerbu pasar-pasar domestik akibat tidak kompetitifnya harga produk lokal.

Terakhir, kondisi objektif akibat krisis ekonomi (jatuhnya kinerja makro ekonomi menjadi 13% dan kurs rupiah yang terkontraksi sebesar 5-6 kali lipat) dan multi dimensi yang dialami Indonesia telah menyebabkan tingginya angka penduduk miskin menjadi 49,5 juta atau 24,2% dari total penduduk Indonesia pada tahun 1997/1998 dan mulai membaik pada tahun 1999 menjadi 23,4% atau 47,97 juta jiwa. Di sisi lain, krisis ekonomi ini menjadi pemacu krisis multidimensi, seperti krisis sosial, dan krisis kepercayaan terhadap pemerintah