Upload
aslesa-wangpathi-pagehgiri
View
36
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Struma termasuk kasus yang sering dijumpai di poliklinik bedah sehari –
hari. Diagnosa klinis merupakan dasar dalam menentukikan rencana pemeriksaan
lebih lanjut serta pengobatan dari penyakitnya. Penderita yang datang ke dokter
pada umumnya adalah untuk berobat yang artinya ingin disembukan dari
penyakitnya tidak sekedar ingin di “diagnosa” saja.
Modal terapi yang kita punyai pada dasarnya adalah 1) dengan obat –
obatan ( medikamentosa ); 2) dengan operasi; 3) dengan radioterapi. Dalam
menentukan modal terapi mana yang akan dipiih sangat perlu mengetahui
diagnosis dari penyakitnya secara klinis dan histopatologinya, sebab tidak semua
struma harus dioperasi.
Pemeriksaan fisik penderita harus dilakukan dengan teliti dan seksama,
lebih – lebih pada saat dokter pertama kali memeriksa penderita tersebut, oleh
karena sampai saat ini belum ada hal yang bisa menggantikan gambaran yang
sedetail anamnesa dan gejala klinis.
Perlu diketahui juga tentang indikasi serta kontraindikasi operasi pada
penderita dengan struma, macam operasi, komplikasi yang mungkin akan timbul
dari penyakitnya maupun tindakan pengobatannya serta pencegahan dan
penanganannya apabila terjadi. Persiapan serta perawatan pasca operasi serta
follow-up penderita juga mendapat perhatian dan tidak kalah pentingnya adalah
usaha pencegahan sehingga tidak kambuh lagi.
1
BAB II
KELENJAR THYROID
2.1 ANATOMI
Kelenjar thyroid terletak pada regio colli setinggi vertebra cervicalis 5-6-7,
yang terdiri atas lobus dekstra dan sinistra yang terhubung oleh isthmus yang
melekat pada trachea ring 2-3-4 dan lobus pyramidalis yang digantung oleh M.
Levator Glandula Thyroidea pada os. Hyoideum. Kelenjar thyroid dibungkus
capsula interna yang berupa capsula fibrosa yang langsung melekat pada kelenjar
thyroid dan capsula eksternal yang berasal dari ari fascia regio colli media. Berat
kelenjar thyroid pada orang dewasa biasanya sekitar 25 gram. Pada bagian
ventrolateral tertutup oleh Musculus Sternohyoid, Musculus Sternothyroid dan
Musculus Omohyoid. Pada bagian dorsalnya terdapat carotid sheath ( yang
membungkus A. Carotis communis, V. Jugularis interna dan N. Vagus ) dan
glandula parathyroid. Glandula Parathyroid terletak dorsal dan diantara capsula
interna dan capsula eksterna, jumlahnya 4-6 buah dan mungkin sangat bervariasi.
Sedangkan medial thyroid terdapat trachea, esofagus dan N. Laryngeus recurrent
yang melayani otot – otot instrinsik laring.
Thyroid terfiksasi jaringan ikat yang menghubungkan capsula interna dan
eksterna, jaringan ikat pembungkus A. Thyoidea superior dan inferior dan
jaringan ikat penghubung capsula eksterna dan trakea, cartilago thyroid dan
cricoid dan juga terfiksasi oleh isthmus.
N.Recurrent terletak dorsal dari thyroid sebelum memasuki laring. N.Phrenicus
dan truncus simpatik tidak masuk dalam ruang antar fascia media dan
prevertebralis.
2.2 VASKULARISASI DAN INERVASI
Vaskularisasi thyroid berasal dari empat sumber yaitu kedua A. Thyroidea
superior ( cabang A. Carotis eksterna ) dan kedua A. Thyroidea inferior ( cabang
dari A. Subclavia ).
2
Terdapat dua saraf yang mensyarafi laring dengan pita suara yaitu N. Laringeus
recurrent dan cabang dari N. Laringeus superior.
2.3 FISIOLOGI HORMON THYROID
Kelenjar thyroid terdiri dari folikel – folikel yang dibatasi oleh sel epitel
dan berisi zat koloid tiroglobulin, tempat untuk mensintesa dan menyimpan
hormon thyroid yaitu T4 ( tiroksin ) sebagai hormon utama yang memiliki bentuk
aktif T3 ( triiodotironin ) yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di
perifer dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar thyroid. Bahan baku
dari hormon thyroid berasal dari yodida anorganik yang diserap dari saluran
cerna. Sedangkan yodida anorganik akan mengalami reaksi oksidasi menjadi
bentuk organik yang selanjutny menjadi bagian dari tiroksin yang terdapat dalam
tiroglobulin menjadi monoiodotirosin ( MIT ) atau diyodotirosin ( DIT ). Senyawa
DIT yang berbentuk dari MIT hasilkan T3 dan T4 dan tersimpan dalam koloid
kelenjar thyroid. Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi sedang sisanya tetap
dalam kelenjar yang kemudian akan secara alami mengalami deyodinasi dan
3
selanjutnya alami daur ulang. Dalam sirkulasi, hormon thyroid terikat pada
globulin pengikat thyroid ( Thyroid Binding Globulin , TBG ) atau prealbumin
pengikat tiroksin ( Thyroxine Binding Prealbumin, TBPA ).
Lobus anterior dari kelenjar hipofise berperan sebagai pengatur sekresi
hormon thyroid yaitu melalui hormon perangsang thyroid ( Thyroid Simulating
Hormone, TSH ) yang dihasilkannya. Kelenjar ini secara langsung dipengaruhi
dan diatur aktivitasnya oleh kadar hormon thyroid dalam sirkulasi, dan bertindak
sebagai umpan balik negatif terhadap lobus anterior hipofise dan terhadap sekresi
hormon pelepas tirotropin ( Thyrotropine Releasing Hormone, TRH ) dari
hypotalamus. Hormon thyroid mempunyai pengaruh yang bermacam – macam
terhadap jaringan tubuh yang berhubungan dengan metabolisme sel.
Kelenjar thyroid juga mengeluarkan kalsitosin dari sel parafolikuler yang
merupakan peptida yang menurunkan kadar kalsium serum, yang berpengaruh
terhadap tulang.
4
BAB III
STRUMA
3.1 PENGERTIAN
Struma adalah pembesaran kelenjar thyroid. Dapat disebabkan oleh
hipertrofi dan hiperplasi kelenjar thyroid, inflamasi dan neoplasma. Biasanya
dianggap membesar bila kelenjar thyroid berukuran dua kali ukuran normal.
3.2 KLASIFIKASI
Secara klinik nodul pada thyroid dibagi menjadi tunggal ( soliter ) dan
multiple sedangkan berdasarkan fungsinya bisa didapatkan nodul hiperfungsi,
hipofungsi atau berfungsi normal.
A. Berdasarkan aspek morfologinya :
1. Struma diffusa, adalah struma dengan pembesaran yang merata,
mengenai seluruh kelenjar, batas tidak jelas dengan konsistensi lunak
pada seluruh kelenjar thyroid.
2. Struma nodusa, adalah struma yang berupa nodul dengan konsistensi
kenyal sampai dengan keras, dan berbatas tegas, dapat terjadi pada
sebagian atau seluruh kelenjar thyroid.
● Apabila nodulnya hanya satu maka disebut uninodusa
● Dan apabila lebih dari satu baik terletak pada satu sisi lobus saja
maupun pada kedua lobus maka disebut multinodusa
3. Struma kistika, adalah suatu bentuk / varian diantara kedua struma
diatas.
B. Berdasarkan aspek fungsionalnya :
1. Struma toksika, adalah struma dengan tanda-tanda klinis hyperthyroid
yang meliputi antara lain :
- palpitasi
- tachicardia
5
- palmar hiperhidrosis
- exopthalmus
- tremor halus (terutama pada jari-jari dan lidah)
2. Struma non toksika, adalah struma tanpa disertai tanda-tanda klinis
hyperthyroid.
C. Berdasarkan aspek patofisiologi :
1. Hipertrofi dan hiperplasi
a. Toxic : Difusa : Grave’s disease ( Morbus basedow )
Multinodular : Plummer’s disease
b. Non toxic : Difusa : Struma adolescence
( pada masa pertumbuhan )
Struma gravidarum ( pada kehamilan )
Nodusa : Struma endemis ( goiter )
2. Infeksi
a. Akut : Streptococcus tiroiditis dan Staphylococcus tiroiditis
b. Subakut : De Quervain’s tiroiditis ( virus )
c. Kronis : Tiroiditis Hashimoto
Riedel’s Struma
3. Neoplasma
a. Jinak : 1. Folicular adenoma : - Fetal adenoma
- Embrional adenoma
- Simple adenoma
- Hurtle cell adenoma
- Colloid adenoma
2. Adenoma papiler
3. Adenoma parafolikuler
b. Ganas : 1. Well differentiated Ca : - Adeno Ca papiler
- Adeno Ca folikuler
- Ca medulare
6
2. Undifferentiated Ca ( anaplastik ) : - Small cell Ca
- Spindle cell Ca
- Giant cell Ca
3. Ca epidermoid ( jarang )
4. Ca thyroid sekunder ( jarang )
3.3. GAMBARAN KLINIS
Beberapa struma yang sering dijumpai antara lain :
1. Grave’s Disease : Penyakit Basedow
Merupakan penyakit hyperthyroid yang sering dijumpai pada semua usia
terutama 20 – 30 tahun.
Etiologi : tidak diketahui namun diduga proses autoimun.
Adanya antibody yang ditangkap oleh reseptor TSH, yang
merangsang terjadinya peningkatan produksi hormon thyroid.
Secara klinis dikenal TRIAS BASEDOW yaitu : Struma diffusa, hiperthyroid
dan exophtalmus
Pada pemeriksaan klinis didapat :
a. Umum : tanda – tanda hiperthyroid, antara lain tremor,
palpitasi, hiperhidrosis, exophtalmus, BMR
meningkat
b. Status lokalis : umumnya struma ( multi ) diffusa, konsistensi lunak,
batas tidak jelas.
7
Pemeriksaan penunjang : BMR meningkat, fungsi thyroid ( T3, T4 dan TSH )
Penanganan : a. Medikamentosa : pengendalian hiperthyroid menjadi
euthyroid
b. Operasi : subtotal thyroidektomi
2. Struma Nodosa
Struma nodosa atau struma endemis banyak ditemukan di daerah pegunungan
yang airnya kurang mengandung yodium. Struma endemik ini dapat dicegah
dengan substitusi yodium. Di luar daerah endemik, struma nodosa ditemukan
pada keluarga tertentu. Etiologinya multifaktor. Tingginya angka keganasan
pada struma nodosa ( lebih – lebih uninodosa ) hingga mencapai 20% maka
perlu pemeriksaan Vries coup pada penanganannya.
Pada pemeriksaan klinis didapatkan :
Umum : benjolan di leher yang tumbuh lambat tanpa disertai
keluhan. Walaupun sebagian besar struma nodosa tidak
mengganggu pernapasan namun sebagian lain
menyebabkan penyempitan trakea.
Status lokalis : struma nodosa ( uni maupun multi nodosa ), konsistensi
padat lunak, batas jelas.
8
Pemeriksaan tambahan : Foto Rontgen leher
Foto Rontgen thorax : Jika dicurigai struma telah
meluas di retrosternal
Penanganan : Subtotal lobektomi dengan vries coup.
3. Infeksi
Thyroiditis dibagi menjadi 3 yaitu Thyroiditis akut, subakut dan kronis.
Penyebabnya sebagian besar karena infeksi Staphylococcus aureus, virus yang
menginfeksi saluran napas atas dan gangguan imunologis.
Gejala klinisnya secara umum ditemukan :
- thyroid yang membesar dan terasa nyeri
- panas badan
- nyeri telan
a. Thyroiditis Akut
Thyroiditis akut jarang terjadi. Penyebab tersering adalah infeksi
Staphylococcus aureus.
Pada pemeriksaan klinis didapat :
Umum : panas, malaise, nyeri
Status lokalis : benjolan di leher biasanya asimetris, konsistensi
kenyal / padat, batas jelas, dan ada nyeri tekan.
Penanganan : pemberian antibiotik sesuai kuman, bila terjadi abses
dilakukan drainase.
b. Thyroiditis Subakut ( de Quervain’s )
Sering timbul sebagai self limiting disease, dapat sembuh hanya dengan obat
simtomatis hanya dalam beberapa hari. Sering terjadi pada dewasa, terutama
pada wanita. Sebab tidak jelas, sering mengikuti infeksi virus pada saluran
napas bagian atas.
9
Pada pemeriksaan klinis didapatkan :
Umum : sangat nyeri, nyeri telan
Status lokalis : thyroid agak membesar, konsistensi padat, dan
berbatas jelas
Penanganan : analgetik dan NSAID terutama saat akut
c. Thyroiditis Kronis
● Hashimoto disease
Penyebab : gangguan imunologis. Sering menyebabkan hipothyroid
yang memerlukan terapi suntikan hormon thyroid.
Pemeriksaan klinis didapatkan :
Umum : nyeri, berat badan turun, tidak panas, gejala
hipothyroid
Status lokalis : benjolan di leher yang simetris, jika asimetris harus
dipikirkan karsinoma, konsistensi padat.
Penunjang : antibodi thyroid, FNAB
Penanganan : sub total thyroidektomi
● Riedel’s Struma
Suatu proses keradangan yang jarang ditemui. Sering terjadi pada
wanita. Penyebab : reaksi autoimun.
Pemeriksaan klinis didapatkan :
Umum : pembesaran kelenjar di leher yang tumbuh cepat, sesak,
disfagi, tidak nyeri
Status lokalis : benjolan di leher dengan konsistensi padat keras
seperti kayu dan irreguler
Penunjang : FNAB karena sulit dibedakan dengan Adeno Ca anaplastik
Penanganan : sub total thyroidektomi
10
4. Neoplasma
a. Neoplasma Jinak
Klinis sukar dibedakan apakah nodul pada thyroid tersebut akibat neoplasma
thyroid atau nodul goiter biasa. Neoplasma jinak lebih sering timbul pada
perempuan usia > 40 tahun. Kebanyakan progresivitas dan pertumbuhan
neoplasma jinak ini terjadi lambat. Pada pemeriksaan sering didapatkan
tumor berupa multiple nodul, diffusa atau kistik.
b. Neoplasma Ganas
Karsinoma thyroid jarang terjadi, hanya sekitar 3-5% dari semua keganasan.
Pada pemeriksaan, gejala yang harus dicurigai kemungkinan keganasan
adalah : suara parau, disfagia, sesak napas.
Karsinoma thyroid sering menyebabkan kesulitan bernafas karena infiltrasi
ke trakea sehingga terjadi stenosis yang mengakibatkan dyspnue dengan
stridor inspirator.
Pada status lokalis : benjolan di leher yang ikut gerakan menelan tetapi pada
stadium lanjut akan menginfiltrasi jaringan sekitar menjadi fixed,
konsistensi padat hingga keras.
Penunjang : FNAB, USG, Rontgen thorax, rontgen leher, radioisotop I 131
Metastase limfogen dapat meliputi semua regio leher, sedangkan metastase
hematogen ditemukan terutama di paru, tulang, otak dan hati.
Gambaran umum ( klinis ) Karsinoma Thyroid :
Papiler Folikuler Meduler Anaplastik
Umur < 40 th 40 th 30 th Dewasa tua
L : P 1 : 3 1 : 3 Jarang 1 : 1,3
Tumbuh Lambat Lebih cepat Cepat Sangat cepat
Metastase Limfogen Hematogen Limfogen 80% Limfogen dan
hematogen
Prognosa
( 10 YSR )
Baik
(80% )
Lebih jelek
(60% )
Jelek
(50% )
Sangat jelek
( 1% )
Penanganan Lobektomi Lobektomi Thyroidektomi Radioterapi
11
DIAGNOSA
4.1 GEJALA KLINIS
Keluhan utama : adanya benjolan di leher bagian depan
Perlu diketahui awal mula timbul benjolan tersebut dan kecepatan
pertumbuhannya. Sebagian besar penderita tidak mengeluh adanya perubahan
gejala apapun, selain pembesaran di leher. Ini mungkin suatu gondok endemik.
Yang perlu diketahui adalah daerah tempat tinggal penderita dan riwayat anggota
keluarga lain yang menderita hal yang sama.
Beberapa penderita datang karena sesak, susah menelan dan suara menjadi
parau. Ini harus dicurigai suatu proses keganasan dari kelenjar thyroid.
Hal – hal lain yang perlu diketahui oleh pemeriksa berkaitan dengan
keganasan kelenjar thyroid adalah ;
- Riwayat terpapar radiasi terutama anak – anak, riwayat Ca pada keluarga.
- Benjolan yang terasa nyeri disertai panas badan mungkin suatu radang.
- Mata menonjol, tremor, telapak tangan dan kaki basah, nadi cepat, jantung
berdebar, gelisah, diare, menstruasi yang tidak teratur, berat badan
menurun walaupun makan banyak, merupakan gejala hiperthyroid yaitu
telah terjadi perubahan fungsi thyroid yang meningkat.
13
- Sedangkan gejala hipothyroid yang sering adalah : kulit kering, ngantuk,
wajah sembab, lamban, susah buang air besar, berat badan naik, depresi
dan rambut rontok.
4.2. PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Keadaan umum, vital sign dan kondisi per bagian tubuh.
Status lokalis :
Inspeksi
● Nampak benjolan pada leher bagian depan bawah yang bergerak ke atas
saat penderita menelan ludah.
● Perhatikan kulit diatasnya : hiperemi, ada tarikan / seperti kulit jeruk,
ulserasi.
Palpasi
Dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk
penderita dan jari – jari lain meraba benjolan pada leher penderita.
Kelenjar thyroid yang normal teraba sebagai bentukan yang lunak dan ikut
bergerak saat menelan. Biasanya struma masih bisa digerakkan ke lateral
tapi susah digerakkan secara vertikal. Bila terdapat benjolan, yang harus
dideskripsikan adalah :
1. Lokasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau
keduanya).
2. Ukuran (diameter terbesar dari benjolan, dalam sentimeter).
3. Jumlah nodul (uni atau multinodusa).
4. Konsistensi (kistik, lunak, kenyal, keras).
5. Nyeri tekan.
6. Mobilitas (ada / tidak perlekatan dengan trakea, m.
Sternocleidomastoideus).
7. Pembesaran kelenjar getah bening.
Apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin ada
bagian yang masuk ke retrosternal).
14
Harus diraba juga kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher,
umumnya metastase karsinoma thyroid pada rantai juguler.
Auskultasi
- Ada atau tidaknya bruit
4.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
a. Tes fungsi thyroid
Mengukur T4, T3, TBG, TSH dalam plasma. Kadar T4 total dalam
serum adalah refleksi tepat fungsi kelenjar thyroid. Kadar T3 total dalam
serum selalu tinggi pada penderita tirotoksikosis.
Penentuan kadar TBG untuk interpretasi kadar T4 dan sampai
tingkat tertentu berlaku untuk kadar T3. Kadar TBG dapat berubah pada
kehamilan atau pengobatan dengan estrogen. Kadar TSH dalam serum
merupakan pemeriksaan penyaring yang peka untuk hipothyroidisme oleh
karena kadar ini meningkat sebelum ada pengurangan kadar T4.
b. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan fungsi thyroid, yaitu
dengan memeriksa antibodi antityhroid.
Antibodi ini ditemukan pada serum penderita dengan penyakit tyhroid
autoimun. 5 macam sistem antigen – antibodi yang spesifik pada thyroid :
antibodi tiroglobulin, antibodi mikrosomal, antibodi antigen koloid kedua
CA2 antibodies, antibodi permukaan sel dan thyroid stimulating
antibodies.
Laboratorium
a. X-foto leher AP / lateral
- Untuk mengetahui kalsifikasi pada struma (mungkin keganasan),
penyempitan atau pendorongan trakea oleh struma yang besar.
b. USG
15
- Untuk membedakan yang kistik atau padat, dan dapat menentukan
jumlah dan ukuran nodul.
- Pemeriksaan ini terbatas nilainya dalam menyingkirkan
kemungkinan keganasan dan hanya bisa mendeteksi nodul yang
berpenampang lebih dari 0.5 cm.
c. CT scan dan MRI
- Tidak rutin digunakan
- Untuk mengetahui posisi anatomi nodul terhadap organ sekitar.
d. Isotop scan I131 dan Tc99m
- Untuk menunjukkan gambaran fungsi kelenjar thyroid.
- Untuk mendeteksi jaringan residif Ca thyroid pasca thyroidektomi.
Patologi Anatomi (FNAB)
Untuk mendiagnosa Ca thyroid atau thyroiditis, lebih akurat dibandingkan
pemeriksaan radioaktif atau USG.
Basal Metabolic Rate (BMR)
Rumus REED : 0.75 x ( 0.74 x (sistole – diastole) + nadi ) – 72%
Nilai normal : -10 sampai +10
Hipothyroid : <-10
Hiperthyroid : >+10
BAB V
16
PENATALAKSANAAN
5.1. OPERATIF
Indikasi operasi yaitu :
1. Struma diffusa toxic ( setelah euthyroid )
2. Struma uni atau multinodusa
3. Struma multinodusa dengan gangguan tekanan
4. Struma residif
5. Kosmetik
Kontraindikasi operasi struma yaitu :
1. Struma toxic yang belum dipersiapkan sebelumnya
2. Struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik yang lain
yang belum terkontrol (diabetes melitus, hipertensi, dsb.)
3. Struma besar yang melekat erat ke jaringan leher, sehingga sulit
digerakkan (biasanya karena carsinoma).
4. Struma ( biasanya carsinoma Thyroid ) yang disertai dengan vena cava
superior syndrome.
Macam-macam operasi kelenjar thyroid
Ada 6 macam operasi kelenjar thyroid ( tergantung jenis patologinya ), yaitu :
1. Subtotal lobektomi
Pengangkatan nodul thyroid beserta jaringan thyroid sekitar pada 1
sisi dengan meninggalkan sebanyak kurang lebih 5 gram jaringan thyroid
normal di bagian posteroir dekat tempat masuk N.Reccurent ke dalam
laring. Operasi ini dilakukan pada tonjolan jinak thyroid.
2. Total Lobektomi (=Hemithyroidektomi = ismolobektomi)
Pengangkatan nodul thyroid beserta jaringan thyroid seluruhnya
pada 1 sisi. Operasi ini dilakukan pada tonjolan jinak thyroid yang
mengenai seluruh jaringan thyroid 1 lobus atau pada tonjolan thyroid
dengan hasil pemeriksaan FNA menunjukkan suatu neoplasma folikuler.
17
Bila hasil pemeriksaan histoPA dari spesimen menunjukkan Ca thyroid
maka tindakan lobektomi total tersebut sudah dianggap cukup pada
penderita dengan faktor prognostik yang baik.
3. Subtotal strumectomi (thyroidectomi)
Pengangkatan nodul thyroid beserta jaringan thyroid sekitarnya
pada ke-2 sisi dengan meninggalkan sebanyak kurang lebih 5 gram
jaringan tyhroid normal di bagian posterior dekat tempat masuknya
N.Reccurent ke dalam laring tiap sisi. Operasi ini dilakukan pada tonjolan
jinak thyroid yang mengenai ke-2 sisi, juga pada penyakit Grave dan
Hashimoto.
4. Near Total Thyroidectomi
Pengangkatan nodul thyroid beserta seluruh jaringan thyroid pada
1 sisi disertai pengangkatan sebagian besar jaringan thyroid sisi
kontralateral dengan menyisakan sekitar 5 gram saja pada sisi tersebut.
Operasi ini dilakukan pada tonjolan jinak thyroid yang mengenai seluruh
jaringan thyroid 1 lobus dan sebagian jaringan thyroid kontralateral. Juga
pada Ca thyroid dengan deferensiasi baik pada 1 lobus dan belum
melewati garis tengah, untuk menghindari lesi N.Reccurent atau kelenjar
parathyroid bilateral. Penderita Ca thyroid yang dilakukan prosedur ini
harus dilanjutkan pemberian ablasi sisa jaringan thyroid menggunakan
yodium radioaktif.
5. Total Thyroidectomi
Pengangkatan nodul thyroid beserta seluruh jaringan thyroid.
Operasi ini dikerjakan pada Ca Thyroid dengan deferensiasi buruk
terutama bila disertai adanya faktor prognostik yang jelek ( Ca tipe
medullar dan tipe anaplastik yang masih operable ).
6. Operasi – operasi yang sifatnya “extended” yaitu :
1) Total thyroidectomi + total laryngectomi
2) Total thyroidectomi + reseksi trakea
3) Total thyroidectomi + sternotomi
18
4) Total thyroidectomi + FND (Functional Neck Dissection) atau RND
(Radical Neck Dissection)
Komplikasi operasi :
1. Perdarahan
2. Cedera pada N.Reccurent laryngeus unilateral / bilateral
3. Terangkatnya seluruh kelenjar parathyroid
4. Oedem laring
5. Krisis thyroid / tirotoksikosis
6. Hematom
7. Hipothyroid
Perawatan pasca operasi :
1. Infus Ringer Laktat : Dextrose 5 % = 1 : 4 per hari
2. Observasi respirasi, tensi, nadi, produksi drain penderita setiap ½ jam
sampai penderita sadar.
Bila drain dalam 1 jam pertama >100 cc, lapor operator ( karena
kemungkinan perdarahan ).
3. Bila 8 jam tidak ada gangguan, boleh minum bebas
4. Sebaiknya penderita dalam posisi Head Up
5. Bila timbul gangguan pernafasan, evaluasi penyebabnya sambil
dipasang oksigenasi 8 L / menit. Bila akibat hematom di leher maka
jahitan luka operasi dibuka dulu kemudian evakuasi hematom.
6. Drain dilepas setelah produksi drain minimal (< / = 10 cc / hari)
7. Apabila terjadi hipokalsemi akut, berikan Ca glukonas 10 % i.v. atau
Ca glukonas 5 % 25 cc
8. Rawat luka pada hari ke-3 pasca operasi, evaluasi luka apakah ada
tanda infeksi / hematoma
9. Pnderita boleh pulang sehari setelah drain dilepas
10. Angkat jahitan pada hari ke-7, evaluasi apakah ada tanda infeksi atau
komplikasi lebih lanjut, bila ada dicatat dan diterapi
19
11. Follow up mengenai penyakitnya sesuai dengan kelainan / hasil PA-
nya
5.2. NON-OPERATIF
1. Obat-obatan antithyroid
Dikenal ada 4 jenis antithyroid yang sering dipakai :
a) Methylthiouracil dosis 200 mg / hari
b) Propilthiouracil (PTU) dosis 300 – 600 mg / hari
(sediaan 50 mg dan 100 mg)
c) Thiamazole (methimazole) dosis 15 - 30 mg / hari
(sediaan 5 mg dan 10 mg)
d) Carbimazole dosis 15 – 30 mg / hari
(sediaan 5 mg dan 10 mg)
Dapat pula dipakai obat yang dapat menekan efek perifer dari
hiperthyroid yaitu propanolol.
2. Terapi Iodium Radioaktif (I131)
Terapi dengan iodium radioaktif dilakukan pada nodul thyroid
autonom atau nodul panas (fungsional) baik dalam keadaan euthyroid
maupun hiperthyroid, juga pada penderita struma multinodusa nontoksik
terutama yang tidak bersedia dioperasi atau yang beresiko tinggi operasi.
I131 mengurangi volume nodul, memperbaiki keluhan dan gejala
penekanan. Yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan thyroiditis
radiasi (jarang) dan disfungsi thyroid pasca radiasi.
3. Terapi supresi dengan I-tiroksin
Terapi supresi dengan hormon thyroid (Levotiroksin) sering dan
mudah dilakukan. Terapi ini dapat menghambat pertumbuhan nodul serta
mungkin bermanfaat pada nodul yang kecil. Karena hanya sekitar 20%
nodul yang responsif, maka perlu dilakukan seleksi terhadap penderita
yang akan diberikan terapi, berapa lama dan sampai berapa kadar TSH
yang diinginkan. Bila kadar TSH sudah dalam keadaan tersupresi, terapi
I-tiroksin tidak diberikan. Terapi supresi dilakukan dengan memberi I-
20
tiroksin dengan dosis supresi dengan sasaran kadar TSH sekitar 1.0 – 0.3
mIU / ml, biasanya selama 6 – 12 bulan, bila dalam waktu tersebut nodul
tidak mengecil atau bertambah besar perlu dilakukan biopsi ulang atau
disarankan operasi. Bila setelah 1 tahun nodul mengecil terapi supresi
dapat dilanjutkan. Yang perlu diwaspadai dalam terapi hormonal jangka
panjang yaitu dapat menimbulkan keadaan hiperthyroidisme subklinis
dengan efek samping berupa osteoporosis atau gangguan jantung
terutama pada wanita pasca menopause.
DAFTAR PUSTAKA
21
1. Hafid Abdul, dkk. Pedoman Diagnostik dan Terapi. Surabaya : Lab / UPF
Ilmu Bedah. 1994.
2. Hendry M, Thompson. Clinical Surgery, Second Edition. London : Elsevier
Saunders. 2005.
3. Murtedjo, Urip, dkk. Diktat Kuliah Ilmu Bedah. Surabaya, Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. 1994.
4. Sabiston, Buku Ajar Bedah, Bagian I. Jakarta : EGC. 1995: 415- 430.
5. Syamsuhidayat, R et Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed Revisi. Jakrta :
EGC. 2005: 682-695.
6. Putz R., Pabst R., Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 1, Edisi 21, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2003
7. Graves Disease (http://www.wrongdiagnosis.com/g/graves_disease/intro.htm)
8. The Free Dictionary by Farflex ( http://medical-dictionary. thefreedictionary.
com/long-acting+thyroid+stimulator )
9. Garber J., Ask The Doctor : Thyroid Lobectomy vs Total Thyroidectomy.
2007.(http://www.healthline.com/sw/hr-ad-ask-the-doctor-thyroid-
lobectomy-vs-total-thyroidectomi)
10. Heisler J., Thyroidectomy : Surgery to Remove the Thyroid Gland. 2009.
(http://surgery.about.com/od/proceduresaz/ss/ThyroidSurgery.htm)
22