Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
STRATEGI PUBLIC RELATIONS WILAYATUL HISBAH DALAM
MENSOSIALISASI BUSANA ISLAMI (Studi Kasus Gampong Ujong Baroh Kecamatan Johan Pahlawan
Kabupaten Aceh Barat)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
OLEH :
DEWI YULIANA
NIM : 08C20220006
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH - ACEH BARAT
2013
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penyampaian pesan komunikasi yang baik tergantung pada keseluruhan
aspek komunikasi yang ada. Aspek komunikasi sangat berperan dan berpengaruh
agar pesan yang disampaikan dapat diterima, apalagi pesan yang disampaikan
memiliki muatan persuasif yang sarat sekali. Faktor lain adalah mengenai
pemilihan media yang digunakan dan komunikan itu sendiri. Pemilihan media
yang tidak tepat akan menimbulkan banyak hambatan dalam berkomunikasi yang
akan dijadikan sasaran dari strategi komunikasi yang dilakukan, seperti strategi
komunikasi Public Relation.
Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen
(management) untuk mencapai tujuan. Akan tetapi, untuk mencapai tujuan
tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukan arah
saja, melainkan harus menunjukan bagaimana taktik oprasionalnya. (Effendy,
2009, h. 32). Demikian pula dengan strategi Hubungan Masyarakat (Humas) atau
Public Relation yaitu bagaimana merancang mengatasi kendala-kendala yang
akan dihadapi oleh masyarakat maupun instansi. Tujuan sentral Humas adalah
mengacu kepada kepentingan pencapaian sasaran (target) yaitu masyarakat.
Strategi komunikasi Public Relation sangat membantu dalam proses
memperoleh good will (kemauan yang baik) atau kesan positif dari masyarakat
luas. Hubungan masyarakat (Public Relation) mempunyai ruang lingkup kegiatan
2
2
yang menyangkut banyak manusia (publik, masyarakat, khalayak), baik di dalam
(public intern) dan luar (public ektern) (H.A.W. Widjaja, 2010, h. 2).
Menurut Effendy (2009, h. 131) dalam bukunya Ilmu Komunikasi Teori
Dan Praktek istilah hubungan masyarakat yang disingkat Humas sebagai
terjemahan dari istilah Public Relation dengan pengertian bahwa sasaran
kegiatannya adalah khalayak dalam (Internal Public) dan khalayak keluar
(Eksternal Public) yang merupakan sasaran kegiatan Public Relation. Dengan
demikian di dalam suatu instansi dibutuhkan Public Relation atau hubungan
masyarakat (Humas) yang mempunyai fungsi menjembatani antara suatu instansi
dengan publiknya.
Sebagai sebuah profesi seorang Humas bertanggung jawab untuk
memberikan informasi, mendidik, meyakinkan, meraih simpati, dan
membangkitkan ketertarikan masyarakat akan sesuatu atau membuat masyarakat
mengerti dan menerima sebuah situasi. Seorang humas selanjutnya diharapkan
untuk membuat program-program dalam mengambil tindakan secara sengaja dan
terencana dalam upaya-upayanya mempertahankan, menciptakan, dan memelihara
pengertian bersama antara organisasi dan masyarakatnya.
Kegiatan komunikasi dalam Humas di Dinas Syariat Islam Kabupaten
Aceh Barat ditunjukkan oleh jajaran Wilayatul Hisbah (polisi syariat/WH) kepada
masyarakat yang ada dalam organisasi (internal) dan masyarakat luar organisasi
(eksternal). Komunikasi internal meliputi berbagai cara yang dapat
diklasifikasikan ke dalam dua jenis, yaitu komunikasi personal atau pribadi dan
komunikasi kelompok. Yang penting untuk memberi pengertian bahwa
3
3
komunikasi dalam Humas, sentral dan mempunyai peranan penting dalam
pencapaian tujuan yang telah ditentukan.
Salah satu tugas humas Wilayatul Hisbah Kabupaten Aceh Barat yaitu
melakukan dan memberikan penyuluhan atau sosialisasi ke daerah-daerah atau
sekolah- sekolah untuk membimbing masyarakat taat kepada Peraturan Bupati
Nomor 5 tahun 2010 tentang Penegakan Syariat Islam dalam pemakaian busana
Islami di Kabupaten Aceh Barat. Penyuluhan hukum atau sosialisasi merupakan
salah satu instrument pembangunan yang sangat penting dan menjadi prasyarat
untuk menumbuhkan kesadaran, perubahan sikap dan perilaku masyarakat dalam
rangka penegakan syariat Islam di Aceh, khususnya di Aceh Barat.
Namun dilain hal perlu juga disadari bahwa upaya untuk menciptakan
kesadaran akan peraturan yang dikeluarkan tentang syariat islam bukan suatu hal
yang sederhana, sebab hukum syariat islam sebagai suatu produk sosial yang tidak
nyata (intangible product) tidak semudah memasarkan produk-produk nyata
(tangible product) yang bisa digunakan dan dinikmati hasilnya dalam waktu yang
relatif singkat. Untuk itu format perencanaan komunikasi yang selama ini banyak
dikaji dan dikembangkan oleh studi komunikasi pembangunan dapat diaplikasikan
dalam penyuluhan atau sosialisasi terhadap Peraturan Bupati No.5 tahun 2010
tentang penegakan Syari’at Islam dalam pemakaian busana Islami di Kabupaten
Aceh Barat, untuk masyarakat khususnya perempuan yang kurang memahami
tentang Perbup tersebut.
Dalam hal ini sosialisasi sangat diperlukan Humas di Dinas Syariat Islam
Kabupaten Aceh Barat dalam menjalankan tugasnya salah satunya untuk membina
hubungan kerjasama dengan masyarakat dan memberikan penyuluhan atau arahan
4
4
mengenai Peraturan Bupati No.5 tahun 2010 tentang penegakan syariat Islam
dalam pemakaian busana Islami. Inti dari sosialisasi dalam pemakaian busana
Islami di Kabupaten Aceh Barat dalah proses pembelajaran kepada masyarakat
mengenai sesuatu hal yang belum diketahui untuk dapat diterima dan dapat
dilaksanakan dengan baik. Kegiatan penyuluhan atau sosialisasi busana Islami
yang dilakukan oleh humas Dinas Syariat Islam Kabupaten Aceh Barat atau
Wilayatul Hisbah (polisi syariat/WH) bertempat di Gampong Ujong Baroh
Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.
Kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh Humas Wilayatul Hisbah
Kabupaten Aceh Barat pada perempuan yang usia dewasa hingga usia remaja di
Gampong Ujong Baroh. Pelaksanaan razia tersebut dilaksanakan karena Gampong
Ujong Baroh adalah gampong yang berada di kota Meulaboh yang merupakan
tempat yang sering dilaksanakan razia. Proses sosialisasi tersebut mengenai
pelanggaran syariat Islam dan menggunakan busana Islami, strategi yang
digunakan ialah dengan cara merazia di jalan-jalan untuk menjaring sejumlah
perempuan yang menggunakan pakaian yang melanggar syariat. Setelah
mengadakan razia oleh Wilayatul Hisbah, maka akan diberi penyuluhan atau
proses sosialisasi.
Razia juga melibatkan personil satuan polisi pamong praja dan aparat
kepolisian itu dilaksanakan di seluruh kota Meulaboh khususnya Gampong Ujong
Baroh. Dengan dikeluarkan Perbup No.5 tahun 2010 tentang Penegakan Syariat
Islam dalam pemakaian busana Islami pasal 15 ayat 1 (c) disebutkan, bagi
pelanggar dikenakan sanksi moral, etika dan sanksi sosial yang penerapannya
diserahkan kepada perangkat mukim/gampong yang berwenang.
5
5
Uraian yang telah penulis ungkapkan dalam latar belakang peneliian di
atas, maka penulis judul penelitian yaitu” Strategi Public Relations Wilayatul
Hisbah dalam Mensosialisasi Busana Islami (Studi Kasus Gampong Ujong
Baroh Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah sebelumnya, maka rumusan
masalah dalam penelitian ialah :
1. Bagaimana Strategi public relations Wilayatul Hisbah dalam
mensosialisasi busana Islami di Gampong Ujong Baroh Kecamatan Johan
Pahlawan Kabupaten Aceh Barat?
2. Bagaimana Pelaksanaan Kegiatan Humas Wilayatul Hisbah kabupaten
Aceh Barat dalam mensosialisasi busana Islami di Gampong Ujong Baroh
Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ialah:
1. Untuk mengetahui strategi public relations Wilayatul Hisbah dalam
mensosialisasi busana Islami di Gampong Ujong Baroh Kecamatan Johan
Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.
2. Untuk mengetahui Pelaksanaan Kegiatan Humas Wilayatul Hisbah
kabupaten Aceh Barat dalam mensosialisasi busana Islami di Gampong
Ujong Baroh Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.
6
6
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan informasi
ilmiah untuk mengembangkan wacana keilmuan komunikasi khususnya
Hubungan Masyarakat (Humas) yang dapat dimanfaatkan oleh pihak lain
dalam penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
a) Kegunaan untuk peneliti, Penelitian ini dapat berguna secara praktis
bagi penelitian sebagai pengaplikasian ilmu atau teori yang sudah
peneliti dapatkan selama mengikuti perkuliahan.
b) Penelitian ini dapat berguna bagi Mahasiswa Universitas Teuku Umar
secara umum dan program studi ilmu komunikasi secara khusus sebagai
bahan literatur terutama bagi peneliti selanjutnya yang melakukan
penelitian pada bahan kajian penelitian yang sama.
c) Penelitian ini dapat berguna bagi instansi Dinas Syariat Islam
Kabupaten Aceh Barat sebagai bahan evaluasi untuk mengukur tentang
strategi yang telah dilakukan Humas dalam mensosialisasi Peraturan
Bupati No. 5 tahun 2010 tentang penegakan syariat Islam dalam
pemakaian busana Islami di Kabupaten Aceh Barat.
7
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Public Relations
Public Relations yang biasa ditulis dengan singkat PR atau yang juga
lazim disebut Purel atau Hubungan Masyarakat, masih merupakan bidang baru
terutama di Indonesia. Berhubung dengan meningkatnya perhatian terhadap public
relations, terutama dari perusahaan-perusahaan besar, timbul kebutuhan akan
orang-orang yang memiliki pengetahuan khusus dalam bidang itu.
Istilah Public Relations diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, istilah
itu mengandung arti hubungan dengan publik. Pengertian “Publik” adalah
sekelompok orang yang menaruh perhatian pada sesuatu hal yang sama,
mempunyai minat dan kepentingan yang sama. Sedangkan istilah “relations”
(dengan istilah jamak) penting sekali jika dilihat dalam hubungannya dengan
pengertian : Public Relations. Istilah “relations” merupakan prinsip dari pada
Public Relations. Penggunaan istilah “relations” mengandung arti adanya
hubungan yang timbal balik atau two-way-communication.
Dengan pengertian di atas tadi, maka public relations pada dasarnya
berfungsi untuk menghubungkan publik-publik atau pihak-pihak yang
berkepentingan di dalam suatu instansi atau perusahaan. Hubungan yang efektif
antara pihak-pihak yang berkepentingan itu adalah penting sekali demi
tercapainya kepentingan dan kepuasan bersama.
Dapat diuraikan di sini beberapa definisi Public Relations yang
dikemukakan oleh pakar komunikasi. Public Relations, yang didefinisikan oleh
8
8
Frank Jefkins ( 2003, h. 10) adalah : “semua bentuk komunikasi yang terencana,
baik itu ke dalam maupun ke luar, antara suatu organisasi dengan semua
khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan
pada saling pengertian.”
Definisi Public Relations menurut J. C., Seidel dalam (Abdurrachman,
2001:24) Public Relations adalah :
“Public relations is the continuing process by which management
endeavors to obtain goodwill and understanding of its customers, its employees and the public at large, inwardly through self analysis and correction, outwardly through all means of
expression”.(proses yang kontinu dari usaha-usaha management untuk memperoleh good will dan pengertian dari para
langganannya, pegawainya dan publik umumnya; kedalam dengan mengadakan analisa dan perbaikan-perbaikan terhadap diri sendiri, keluar dengan mengadakan pernyataan-pernyataan.)”
Public Relation menurut Cutlip & Center (dalam Suhandang, 2004, h. 89)
adalah :
“Suatu kegiatan komunikasi dan penafsiran, serta komunikasi-komunikasi dan gagasan-gagasan dari suatu lembaga kepada
publiknya, dan pengkomunikasian informasi, gagasan-gagasan, serta pendapat dari publiknya itu kepada lembaga tadi dalam usaha yang jujur untuk menumbuhkan kepentingan bersama sehingga
dapat tercipta suatu persesuaian yang harmonis dari lembaga itu dengan masyarakatnya”.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa public
relations itu suatu kegiatan untuk menanamkan dan memperoleh pengertian,
good-will, kepercayaan, penghargaan pada dan dari publik sesuatu badan
khususnya dan masyarakat umumnya. Dalam public relations terdapat suatu usaha
untuk mewujudkan hubungan yang harmonis antara sesuatu badan dengan
publiknya, usaha untuk memberikan atau menanamkan kesan yang
9
9
menyenangkan; sehingga akan timbul opini public yang menguntungkan bagi
kelangsungan hidup badan itu.
2.1.1 Ciri-ciri Public Relations
Ciri dan fungsi sangat erat kaitannya, fungsi atau dalam Inggris fuction,
bersumber pada perkataan bahasa latin, factio yang berarti penampilan, perbuatan
pelaksanaan atau kegiatan. Dalam kaitannya dengan humas dalam suatu insta nsi
berfungsi apabila humas itu menunjukkan kegiatan yang jelas, yang dapat
dibebaskan dari kegiatan lainnya. Berfungsi tidaknya humas dalam organisasi
dapat diketahui dari ada tidaknya yang menunjunkkan ciri-cirinya. Ciri-ciri humas
adalah :
a. Humas adalah kegiatan komunikasi dalam suatu organisasi yang
berlangsung dua arah secara timbal balik;
b. Humas merupakan penunjang tercapainya tujuan yang ditetapkan o leh
manajemen suatu organisasi;
c. Publik yang menjadi sasaran kegiatan humas adalah Publik eksternal dan
Publik Internal (Effendy, 2009, h. 31);
Operasional humas adalah membina hubungan yang harmonis antara
organisasi dengan Publik mencegah terjadinya rintangan psikologi, baik yang
timbul dari pihak organisasi maupun dari pihak publik.
2.1.2 Fungsi Public Relations
Fungsi Public Relations menurut Cutlip & centre and Candflield dalam
Ruslan (2006, h. 19) pada bukunya “Manajemen Humas dan Manajemen
Komunikasi (konsepsi dan aplikasi)” fungsi Public Relations yaitu :
10
10
a. Menunjang aktivitas utama manajemen dalam mencapai tujuan bersama
(fungsi melekat pada manajemen organisasi);
b. Membina hubungan yang harmonis antara organisasi dengan publiknya
yang merupakan khalayak sasaran;
c. Mengidentifikasikan segala sesuatu yang berkaitan dengan opini,
persepsi dan tanggapan masyarakat terhadap organisasi yang
diwakilinya, atau sebaliknya;
d. Melayani keinginan publik dan memberikan sumbang saran kepada
pemimpin organisasi demi tujuan dan manfaat bersama;
e. Menciptakan komunikasi dua arah atau timbal balik, dan mengatur arus
informasi, publikasi serta pesan dari organisasi ke publiknya atau
sebaliknya, demi tercapainya citra positif bagi kedua belah pihak;
Sedangkan menurut Ruslan (2006, h. 10) menyebutkan ada empat fungsi
Public Relations, yaitu :
1. Sebagai communicator atau penghubung antara organisasi atau lembaga
yang diwakili dengan publiknya;
2. Membina relationship, yakni berupaya membina hubungan yang positif
dan saling menguntungkan dengan pihak publiknya;
3. Peranan Back Up Management, yakni sebagai pendukung dalam fungsi
manajemen organisasi atau perusahaan;
4. Membentuk Corporate Image, artinya peran Public Relations berupaya
menciptakan citra bagi organisasi atau perusahaan;
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa Public
Relations memiliki fungsi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat,
11
11
menciptakan iklim yang kondusif sebagai penghubung antara kepentingan
perusahaan dengan masyarakat, serta membantu opini publik sebagai
pembentukan citra organisasi.
2.1.3 Tujuan Public Relations
Adapun tujuan dari Public Relations menurut Oemi Abdurrachman adalah
mengembangkan good will dan memperoleh opini publik yang favorable atau
menciptakan kerjasama berdasarkan hubungan yang harmonis dengan berbagai
publik, kegiatan public Relations harus dikerahkan ke dalam dan keluar.”
(Abdurrachman, 2001,h. 34).
Tujuan kegiatan public relations (Nova, 2009, h. 40) dapat dikelompok
sebagai berikut :
1. Performance Objectife
Public relations merupakan kegiatan komunikasi yang mempersentasikan
citra perusahaan kepada publiknya (stakholders).
2. Support of Consumer Market Objective
Kegiatan Public relations dapat digunakan untuk mengindentifikasikan
permasalahan yang timbul sehubungan dengan kegiatan komunikasi yang
dilaksanakan oleh perusahaan dengan menitikberatkan pembahasan pada
indentifikasi tingkat kesadaran komsumen, sikap dan persepsi konsumen
terhadap produk dan layanan yang ditawarkan perusahaan.
Dari sekian banyak tugas yang diemban oleh seorang Public relations,
tujuan yang ingin dicapai dalam bidang Public relations adalah komunikasi
internal dan komunikasi eksternal (Nova, 2009, h. 41) :
12
12
1. Komunikasi internal (personil/anggota institusi)
a) Memberikan informasi dan sebanyak dan segala mungkin mengenai
institusi;
b) Menciptakan kesadaran anggota/personil mengenai peranan institusi
dalam masyarakat;
c) Menyediakan sarana untuk memperoleh umpan balik dari anggotanya;
2. Komunikasi Eksternal (masyarakat)
a) Informasi yang benar dan wajar mengenai institusi;
b) Kesadaran mengenai peran institusi dalam tata kehidupan umumnya;
c) Motivasi untuk menyampaikan citra baik;
Menurut Ruslan (2006, h. 52-53) menjadi seorang Public relations secara
umum memiliki ciri sebagai berikut :
1. Memiliki skill dan pengetahuan yang tinggi;
2. Mempunyai kode etik dan merupakan standar moral yang dituangkan
formal atau normative;
3. Memiliki integritas pribadi dan tanggung jawab profesi terhadap publik,
pimpinan, dan lain- lain;
4. Memiliki jiwa pengabdian kepada publik;
5. Otonomisasi organisasi professional, yaitu memiliki kemampuan untuk
mengelola organisasi Public relations;
6. Menjadi anggota salah satu organisasi profesi untuk menjaga
esksistensinya;
13
13
Menurut Rumanti (2002, h. 36) dalam menjalankan tugas dan fungsinya,
seorang Public relations harus memperhatikan langkah- langkah berikut agar
tujuan tercapai, diantaranya adalah :
1. Tujuan organisasi harus jelas, dan perlu diperhatikan perbedaan antara
teori dan praktek;
2. Perlu adanya kerjasama antar direksi demi tercapainya tujuan untuk
keuntungan semua pihak;
3. Membuat konsep yang akan direalisasikan;
4. Memperhatikan kualitas dari produk atau jasa apakan sudah sesuai dengan
kebutuhan publik;
5. Perlu adannya pengarahan kepada direksi, agar satu visi dan misi;
6. Member kesempatan kepada direksi lain untuk memberikan saran dan
kritiknya. Karena saran dan kritik merupakan input yang sangat penting
untuk mengadakan perbaikan, perubahan sesuai dengan kebutuhan;
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa tugas
Public relations adalah menentukan langkah-langkah untuk perusahaan dalam
upaya menghadapi kemungkinan kesulitan yang akan muncul terhadap
perusahaan, sehingga dapat berperan sebagai komunikator dan penasehat yang
bertanggung jawab dalam perusahaan untuk mengatasinya dengan didasari teknik
berkomunikasi yang baik, sehingga menimbulkan sebuah pemahaman atau
penerimaan baik itu dari pihak internal maupun eksternal.
2.1.4 Sasaran Public relations
Menurut H. Fayol (dalam Nova, 2009, h. 43) beberapa sasaran kegiatan
Public relations adalah sebagai berikut :
14
14
1. Membangun indentitas dan citra perusahaan (Building corporate indentity
and image) :
a. Menciptakan indentitas dan citra perusahaan yang positif;
b. Mendukung kegiatan komunikasi timbal balik dua arah dengan berbagai
pihak;
2. Menghadapi krisis (facting of Crisis)
Menangani keluhan (complaint) dan menghadapi krisis yang terjadi
dengan membentuk manajemen krisis dan Public relations recovery of
image yang bertugas memperbaiki lost of image and damage.
3. Mempromosikan aspek kemasyarakatan (promotion public causes).
Mempromosikan hal-hal yang menyangkut kepentingan publik.
Mendukung kegiatan kampanye sosial, seperti anti merokok dan
menghindari obatan-obatan terlarang.
2.1.5 Kegiatan Public Relations
Adapun seperti yang dikatakan ahli Public Relations, Cutlip dan Center
(dalam Kasali dan Abdurachman) proses Public Relations sepenuhnya mengacu
pendekatan manajerial bahwa Public Relations adalah kegiatan dimana proses
kegiatannya melalui 4 tahap (Abduracman, 2001, h. 31) yakni :
1. Fact finding (Pengumpulan Data)
Mencari dan mengumpulkan fakta/data sebelum melakukan tindakan.
Misalnya Public Relations sebelum melakukan suatu kegiatan harus terlebih
dahulu mengetahui, misalnya apa yang diperlukan Publik, siapa saja yang
termasuk ke dalam publik dan bagaimana keadaan Publik dipandang dari
berbagai faktor.
15
15
2. Planning (Perencanaan)
Berdasarkan fakta membuat rencana tentang apa yang harus dilakukan dalam
menghadapi berbagai masalah. Dalan tahap ini Public Relations melakukan
penyusunan daftar masalah (Problem). Dengan adanya daftar tersebut akan
dapat dilakukan pemikiran dengan cepat untuk mengatasinya dan sekaligus
menentukan orang-orangnya yang akan menggarap pelaksanaannya nanti.
Perencanaan ini perlu dipikirkan dengan matang, oleh karena itu kegiatan ini
merupakan salah satu tahap yang turut menentukan suksesnya pekerjaan
Public Relations keseluruhan.
3. Action and Communicating (Tindakan dan Kegiatan Komunikasi)
Public Relations melakukan Action and Communicating, berdasarkan rencana
yang disusun dengan baik sebagai hasil pemikiran yang matang berdasarkan
fakta/data tadi, kemudian dikomunikasikan atau dilakukan kegiatan
operasional contohnya mengadakan Conference Pers. Semua member dari
semua media diundang, kepada mereka diberikan informasi sejelas-jelasnya.
Public Relations tadi telah melakukan kegiatan sebaik-baiknya. Nyata sekali
ia telah melakukan banyak komunikasi: komunikasi antar personal,
komunikasi kelompok dan komunikasi melalui media massa.
4. Evaluation (Penilaian)
Tahap-tahap Public Relations berlangsung secara berkesinambungan dalam
bentuk hubungan yang terdiri dari program kegiatan dan frekuensi. Penilaian
adalah tahap terakhir setelah tahap-tahap penelitian, perencanaan dan
penggiatan. Dimuka telah dijelaskan bahwa pentahapan proses Public
Relations itu dalam prakteknya berlangsung secara berkesinambungan,
sehingga tidak tampak kapan dimulainya perencanaan, kapan dimulainya
16
16
penilaian, sebab sebelum penilaian berakhir telah dimulai pula dengan
penelitian untuk mencari fakta. Tidak jarang terjadi perubahan suatu program
yang telah direncanakan, dan memang setiap program dalam tahap
perencanaan fleksibel, tidak kaku demi kelancaran kegiatan yang dilakukan.
2.2 Pengertian Strategi
Istilah strategi berasal dari kata Yunani Strategeia (stratos = militer; dan
ag = memimpin), yang artinya seni atau ilmu untuk menjadi seorang jenderal.
Konsep ini relevan dengan situasi jaman dulu yang sering diwarnai perang, di
mana jenderal dibutuhkan untuk memimpin suatu angkatan perang agar dapat
selalu memenangkan perang. Strategi juga bisa dapat diartikan sebagai suatu
rencana untuk pembagian dan penggunaan kekuatan militer dan material pada
daerah-daerah tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Stra tegi militer didasarkan
pada pemahaman akan kekuatan dan penempatan posisi lawan, karakteristik fisik
medan perang, kekuatan dan karakter sumber daya yang tersedia, sikap orang-
orang yang menempati teritorial tertentu, serta antisipasi terhadap setiap
perubahan yang mungkin terjadi. Konsep strategi militer seringkali diadaptasi dan
diterapkan dalam dunia bisnis, misalnya konsep Sun Tzu, Hannibal, dan Carl von
Clausewitz. Dalam konteks bisnis, strategi menggambarkan arah bisnis yang
mengikuti lingkungan yang dipilih dan merupakan pedoman untuk
mengalokasikan sumber daya dan usaha suatu organisasi.
Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen
(management) untuk mencapai tujuan. Akan tetapi, untuk mencapai tujuan tersebut,
strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukan arah saja,
melainkan harus menunjukan bagaimana taktik oprasionalnya (Effendy, 2009, h. 32).
17
17
Setiap organisasi membutuhkan strategi manakala menghadapi situasi
berikut (Jain, dalam Tjiptono, 1997, h. 3) :
1. Sumber daya yang dimiliki terbatas;
2. Ada ketidakpastian mengenai kekuatan bersaing organisasi;
3. Komitmen terhadap sumber daya tidak dapat diubah lagi;
4. Keputusan-keputusan harus dikoordinasikan antar bagian sepanjang
waktu;
5. Ada ketidakpastian mengenai pengendalian inisiatif;
Menurut Stoner, Freeman, dan Gilbert, Jr. (dalam Tjiptono 1997, h. 3),
konsep strategi dapat didefinisikan berdasarkan dua perspektif yang berbeda,
yaitu:
1. Dari perspektif apa yang suatu organisasi ingin lakukan ( intends to do);
2. Dari perspektif apa yang organisasi akhirnya lakukan (eventually does);
Berdasarkan perspektif yang pertama, strategi dapat didefinisikan sebagai
program untuk menentukan dan mencapai tujuan organisasi dan
mengimplimentasikan misinya. Makna yang terkandung dari strategi ini adalah
bahwa para manajer memainkan peranan yang aktif, sadar dan rasional dalam
merumuskan strategi organisasi. Dalam lingkungan yang turbulen dan selalu
mengalami perubahan, pandangan ini lebih banyak diterapkan.
Sedangkan pada perspektif kedua, strategi didefinisikan sebagai pola
tanggapan atau respon organisasi terhadap lingkungannya sepanjang waktu. Pada
definisi ini, setiap organisasi pasti memiliki strategi, meskipun strategi tersebut
tidak pernah dirumuskan secara eksplisit. Pandangan ini diterapkan bagi para
manajer yang bersifat reaktif, yaitu hanya menanggapi dan menyesuaikan diri
18
18
terhadap lingkungan secara pasif manakala dibutuhkan. Pernyataan strategi secara
eksplisit merupakan kunci keberhasilan dalam menghadapi perubahan lingkungan
bisnis. Strategi memberikan kesatuan arah bagi semua anggota organisasi. Bila
konsep strategi tidak jelas, maka keputusan yang diambil akan berrsifat subjektif
atau berdasarkan intuisi belaka dan mengabaikan keputusan yang lain. Dalam
suatu perusahaan terdapat tiga level strategi, yaitu : level korporasi, level unit
bisnis atau lini bisnis, dan level fungsional (Hayes dan Wheel wright, 1984 dalam
Tjiptono, 1997, h. 4).
2.3 Strategi Public Relations
Menurut Rangkuti (2005, h. 25) strategi adalah formula berbasis luas
mengenai cara bisnis bersaing, tujuan apa yang ingin dicapai dan kebijakan apa
yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Sedangkan Ahmad S.
Adnanputra pakar humas mengatakan bahwa strategi adalah bagian dari suatu
rencana (Plan), sedangkan rencana merupakan produk dari suatu perencanaan
(planning), yang pada akhirnya perencanaan adalah salah satu fungsi dasar dari
proses manajemen. Mengacu pada pola strategi Public Relations tersebut, maka
menurut Ahmad S. Adnanputra (dalam Rangkuti, 2005, h. 27) memberikan
batasan pengertian tentang strategi Public Relations, antara lain “alternatif optimal
yang dipilih untuk ditempuh guna mencapai tujuan Public Relations dalam
kerangka suatu rencana Public Relations (Public Relations Plan)”.
Ruslan (2006, h. 101) strategi Public Relations adalah bagaimana seorang
Public Relations officer dapat menganalisa lingkungan, strategi,
mengimplementasikan startegi, mengendalikan strategi. Robinson (dalam
Soemirat, 2004, h. 9) bahwa startegi Public Relations ialah suatu proses kegiatan
19
19
dengan melakukan pembersihan lingkungan, formulasi strategi, Implementasi
strategi, evaluasi dan control. Public Relations memberikan suatu fungsi
manajemen yang melakukan komunikasi untuk menimbulkan pemahaman dan
penerimaan. Public Relations dalam tujuan strategi, yaitu untuk membaca
rintangan yang muncul dari luar serta dapat mengatasinya agar sasaran perusahaan
dapat tercapai. Public Relations memberikan sumbangan yang sangat besar bagi
perusahaan dengan mengembangkan hubungan-hubungan harmonis dengan
sasaran publiknya. Peace dan Robinson yang dikutip oleh Rhenald Kasali
mengembangkan langkah- langkah strategi Public Relations, sebagai berikut :
1. Menentukan misi perusahaan, termasuk pernyataan yang umum mengenai
maksud pendirian, filosofi dan sasaran perusahaan;
2. Mengembangkan profil perusahaan (Company Profile) yang
mencerminkan kondisi internal perusahaan dan kemampuan perusahaan
yang dimilikinya;
3. Penilaian terhadap lingkungan eksternal Perusahaan, baik dari segi
semangat kompetitif maupun secara umum;
4. Analisa terhadap peluang yang tersedia pada lingkungan;
5. Identifikasi atas pilihan yang dikehendaki yang tidak dapat dilengkapi
untuk memenuhi tuntutan misi perusahaan;
6. Pemilihan strategi atas objektif jangka panjang dan garis besar strategi
yang dibutuhkan untuk mencapai objektif tertentu;
7. Objektif tahunan dan rencana jangka pendek yang selaras dengan objektif
jangka panjang dan garis besar objektif;
20
20
8. Implementasi atas hal-hal di atas dengan menggunakan sumber yang
tercantum pada anggaran dan mengawinkan rencana tersebut dengan
sumber daya manusia, struktur teknologi dan sistem balas jasa yang
memungkinkan;
9. Review dan evaluasi atas hal-hal yang telah dicapai dalam setiap jangka
pendek sebagai masukan begi pengambilan keputusan d i masa yang akan
datang (Ruslan, 2006, h. 43);
2.4 Pengertian sosialisasi
Sosialisasi (permasyarakatan) adalah penyediaan sumber ilmu
pengetahuan yang memungkinkan orang lain bersikap dan bertindak sebagai
anggota masyarakat yang efektif yang menyebabkan ia sadar akan fungsi
sosialnya sehingga ia dapat aktif di dalam masyarakat (Effendy, 2002, h. 27).
Sosialisasi adalah menyediakan dan mengajarkan ilmu pengetahuan
bagaimana orang bersikap sesuai nilai-nilai yang ada, serta bertindak sebagai
anggota masyarakat secara efektif (Cangara, 2007, h. 62). Menurut Mead dalam
Elly M. Setiadi (2007, h. 70) “sosialisasi merupakan suatu proses di mana di
dalamnya terjadi pengambilan perananan (rele talking) dalam beradaptasi proses
ini seseorang belajar untuk mengetahui peranan yang harus dijalankannya serta
peranan yang harus dijalankan orang lain melalui penguasaan peranan yang ada
dalam masyarakat ini seseorang dapa t berinteraksi dengan orang lain”. Menurut
Addullah (2006, h. 31) mengatakan bahwa :
“Sosialisasi merupakan aktivitas manusia dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku dalam menjalin hubungan sosial di antara sesamanya. Sosialisasi dalam arti luas merupakan suatau usaha
masyarakat yang menghantar warganya masuk ke dalam kebudayaan. Dengan kata lain masyarakat melakukan suatu
21
21
rangkaian kegiatan tertentu untuk menyeraterimakan kebudayaan
dari satu generasi ke generasi berikutnya”.
Sedangkan menurut Robbins (dalam Effendy, 2002, h. 35) menyatakan
bahwa: “sosialisasi merupakan salah satu fungsi dari komunikasi di samping
sebagai produksi dan pengetahuan dalam hal ini komunikasi bertindak untuk
mengendalikan perilaku anggota masyarakat agar tetap sesuai dengan apa yang
menjadi perilaku kelompok. Jadi dalam hal ini sosialisasi dilakukan dengan cara
mengkomunikasikan kepada publiknya”.
Menurut Herbert H. Heyman (dalam Susanto, 2004, h. 164)
mendefinisikan sosialisasi merupakan suatu proses mengajar individu menjadi
anggota masyarakat dan berfungsi dalam masyarakat tersebut.
Dari pengertian sosialisasi yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan
bahwa sosialisasi adalah usaha yang dilakukan seseorang, masyarakat atau
lembaga untuk memberikan pengajaran dan pendidikan kepada publik agar
bertindak sesuai dengan masyarakat di mana ia tinggal dan dapat berfungsi dalam
masyarakat tersebut.
2.4.1 Tujuan Sosialisasi
Menurut Susanto (2004, h. 160) sosialisasi mempunyai tujuan sebagai
berikut:
1. Memberikan keterampilan kepada seseorang untuk dapat hidup
bermasyarakat;
2. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi secara efektif;
3. Membantu mengendalikan fungsi- fungsi organik yang dipelajari melalui
latihan-latihan mawas diri yang tepat;
22
22
4. Membiasakan diri berprilaku sesuai dengan nilai-nilai dan kepercayaan
pokok yang ada di masyarakat;
2.4.2 Tipe sosialisasi
Setiap kelompok masyarakat mempunyai standard dan nilai yang berbeda.
Perbedaan standar dan nilai tidak terlepas dari tipe sosialisasi yang ada. Menurut
Addullah (2006, h. 31) Ada dua tipe sosialisasi yaitu sebagai berikut :
1. Sosialisasi formal
Sosialisasi tipe ini terjadi melalui kegiatan lembaga- lembaga yang
berwenang menurut ketentuan yang berlaku di dalam Negara, seperti
pendidikan di sekolah dan pendidikan militer.
2. Sosialisasi Informal
Sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang
bersifat kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat sesama anggota klub,
dan kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat.
2.5 Peraturan Bupati No. 5 Tahun 2010 Tentang Syariat Islam dalam
Pemakaian Busana Islami
Bab I Pasal I. Dalam pengaturan ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah kabupaten Aceh Barat;
2. Pemerintah daerah adalah bupati beserta perangkat daerah otonom yang lain
sebagai badan eksekutif daerah;
3. Bupati adalah bupati Aceh Barat;
4. Sekretaris daerah adalah seketaris daerah Kabupaten Aceh Barat;
5. Satuan perangkat daerah selanjutnya disebut SKPD adalah perangkat daerah
pemerintah Kabupaten Aceh Barat;
23
23
6. Dinas syari’at Islam adalah Dinas syari’at Islam Kabupaten Aceh Barat;
7. Wilayatul hisbah adalah Wilayatul Hisbah pada satuan polisi pamong praja
dan Wilayatul hisbah Kabupaten Aceh Barat;
8. Muhtasib adalah petugas Wilayatul Hisbah;
9. Imuem Mukim adalah kepala pemerintah mukim dalam kabupaten Aceh
Barat;
10. Keuchik adalah kepala pemerintah gampong dalam Kabupaten Aceh Barat;
11. Syari’at Islam adalah tuntutan ajaran Islam dalam semua aspek kehidupan;
12. Muslimah adalah perempuan beragama Islam yang sudah baligh atau
berusia sekurang kurangnya 9 tahun;
13. Muslim adalah laki- laki beragama Islam yang sudah baligh atau telah
berusia sekurang-kurangnya13 tahun;
14. Busana Islam adalah busana yang dipakai oleh perempuan dan laki- laki
beragama Islam berdasarkan ketentuan syari’at Islam;
15. Sanksi adalah ganjaran yang dikenakan kepada seseorang atau kelompok
orang atas pelanggaran terhadap aturan yang telah ditetapkan;
16. Sanksi administrasi adalah sanksi yang diberikan oleh pemerintah yang
berwenang terhadap seseorang atau kelompok orang khususnya bagi
aparatur yang melanggar disiplin dan aturan yang berlaku yang ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang;
17. Sanksi moral adalah sanksi yang diberikan oleh masyarakat terhadap
seorang atau sekelompok orang yang melanggar etika moral, etika sosial
dan etika kepatutan dalam berbusana Islam;
24
24
18. Sanksi sosial budaya adalah sanksi yang diberikan oleh lembaga adat
terhadap seseorang atau sekelompok orang yang melanggar etika moral,
etika sosial dan etika kepatuhan dalam berbusana Islami.
Bab II. Pasal 2. Pemakaian Islami ditetapkan berdasarkan azas yang diatur
dalam Al-Qur’an dan Hadist. Pasal 3. Tujuan ditetapkan pemakaian busana Islami
di Kabupaten Aceh Barat adalah dalam rangka menegakkan syari’at Islam secara
kaffah khusus nya dalam berbusana berdasarkan kepada tuntunan ajaran Islam.
Bab III. Pasal 4. Penjabaran pemakaian busana Islami sebagaimana
dimaksud pada pasal 2 haruslah memenuhi norma-norma sebagai berikut :
a. Bagi muslimah
1) Menutupi aurat yaitu seluruh anggota badan, kecuali muka, telapak
tangan sampai pegelangan dan kaki sampai mata kaki;
2) Tidak menyerupai pakaian kaum laki- laki;
3) Longgar agar tidak nampak bentuk dan lekuk tubuh;
4) Dari bahan atau jenis kain yang halal dipakai dan tidak terlalu tipis
yang menyebabkan warna kulit pemakai nampak dari luar;
5) Berbeda atau tidak menyerupai dengan pakaian khas pemeluk agama
lain;
6) Tidak merupakan pakaian untuk dibangga-banggakan atau tidak
bermegah-megahan;
7) Tidak merupakan hiasan yang mempesona;
b. Bagi muslim
1) Menutupi aurat;
2) Tidak menyerupai pakaian wanita;
25
25
3) Longgar dan sopan serta leluasa dalam gerakan sholat;
4) Dari bahan atau jenis kain yang halal dipakai dan tidak terlalu tipis yang
menyebabkan warna kulit terlihat dari luar;
5) Tidak menyerupai pakaian khas agama lain;
6) Tidak merupakan pakaian untuk berbangga-bangga atau tidak
bermegah-megahan
7) Tidak merupakan hiasan yang mempesona
Pemakaian busana Islami juga harus memperlihatkan nilai-nilai etika
dengan tanpa mengabaikan nilai-nilai etika, yaitu busana yang dikenakan
dianjurkan sesuai dengan kondisi waktu dan tempat.
Bab IV. Pasal 5. Pemakaian busana Islami ini berlaku bagi masyarakat
muslim di Kabupaten Aceh Barat termasuk masyarakat muslim yang memasuki
wilayah Kabupaten Aceh Barat.
Bab V. Pasal 6. Busana bagi masyarakat umum yang dipergunakan baik
dalam lingkup perkarangan rumah/ santai/ pengajian/ ibadah dan berbusana pesta
terdiri dari :
a. Busana Islami bagi perempuan, seperti :
1) Baju model terusan yang longgar/gamis;
2) Baju blus/ jas dengan rok panjang tanpa belahan;
3) Baju kurung dengan rok panjang tanpa belahan;
4) Baju kurung dengan kain sarung;
5) Baju kebaya dengan kain sarung;
6) Baju blus panjang selutut dengan celana panjang yang longgar;
26
26
7) Baju blus/ kaus panjang selutut dengan celana panjang yang longgar dan
serasi;
8) Semua alternatif busana baju perempuan di atas tetap disertai dengan
menggunakan kerudung / jilbab;
b. Busana Islami bagi laki- laki seperti :
1) Baju kemeja dengan celana panjang yang longgar;
2) Baju koko (teluk belanga) dengan celana panjang yang longgar;
3) Setelan jas dengan celana panjang yang longgar;
4) Baju safari yang longgar dengan celana panjang yang longgar;
5) Baju kaus yang longgar dengan celana panjang yang longgar. ;
Bab VI. Pasal 10. Bentuk- bentuk besana yang dilarang:
1) Pemakai
a. Bagi perempuan dilarang memakai busana seperti:
1. Baju blus ketat dan celana ketat;
2. Baju terusan ketat;
3. Baju transparan tanpa pelapis;
4. Baju model jilbab seperti biarawati;
2) Pedagang.
a. Bagi pedagang tidak menjual pakaian sebagaimana dimaksud pada pasal
10 ayat 1 huruf a, khususnya kepada perempuan muslim.
b. Pedagang harus mengatur tata letak yang terpisah antara busana laki laki
dan perempuan.
27
27
3) Penjahit.
Tidak menjahit pakaian sebagaimana yang dimaksud pada pasal 10 ayat 1
huruf a, khususnya kepada perempuan muslim
4) Pengusaha konvensi.
Tidak memproduksi pakaian sebagaimana yang maksud pada pasal 10 ayat 1,
huruf a,
28
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metodelogi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moloeng, 2002, h.
3).
Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan
sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Sedangkan tipe
penelitian ini menggunakan tipe studi kasus, dimana penelitian ini
mendeskripsikan wawancara mendalam dan survei terhadap subjek penelitian.
Dengan dasar tersebut, maka penelitian ini diharapkan mampu
memberikan gambaran tentang strategi public relation wilayatul hisbah dalam
mensosialisikan busana Islami dengan cara mengumpulkan data lapangan berupa
hasil wawancara, pengamatan dan dokumentasi
3.2 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
3.2.1 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Sumber primer
Data primer merupakan data yang didapat di lapangan, Data primer dalam
penelitian ini dikumpulkan melalui penelitian langsung di lapangan yang
bersumber pada hasil penelitian dan wawancara.
29
29
2. Data sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari data dokumentasi dan
bahan-bahan yang diperoleh dari literatur-literatur perpustakaan (Library
reseach) koran internet untuk menunjang penulisan dan penellitian.
3.2.2 Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini
menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Observasi
Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik
terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Pengamatan dan pencatatan
yang dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa,
sehingga obsirver berada bersama yang diselidiki disebut observasi langsung.
Sedangkan observasi tidak langsung adalah pengamatan yang dilakukan tidak
pada saat berlangsungnya suatu peristiwa yang akan diselidiki (Maman Rahman,
1999, h. 77).
Dalam kegiatan pengumpulan data metode observasi merupakan salah satu
metode utama disamping metode wawancara. Dalam hal ini pengamatan yang
dilakukan melalui dua cara :
a. Pengamatan berperan serta adalah di mana pengamat melakukan dua peran
sekaligus sebagai pengamat dan menjadi anggota resmi dari kelompok
yang diamati.
b. Pengamat tanpa berperan serta yaitu pengamat hanya berfungsi untuk
mengadakan pengamatan.
30
30
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) atau yang mengajukan
pertanyaan, dan yang diwawancarai (Interview) atau yang memberikan jawaban
atas pertanyaan itu (Moleong, 2002, h. 137).
Teknik wawancara adalah melakukan komunikasi secara langsung atau
wawancara secara mendalam serta mengajukan pertanyaan yang telah penulis
siapkan kepada informan
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah suatu cara untuk memperoleh data melalui
peninggalan tertulis seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang
pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum dan lain- lain yang berhubungan dengan
masalah penelitian (Rachman Maman, 1999, h. 96).
Pada dasarnya proses studi dokumentasi bukan merupakan kegiatan yang
berdiri sendiri, akan tetapi sering kali bersamaan dengan penggunaan teknik
pengumpulan data yang lainnya. Di mana kita mempelajari dokumentasi pasti
diawali dengan wawancara terutama yang menyangkut pembicaraan yang ada
kaitannya dengan dokumen yang akan dipelajari.
4. Teknik Penentuan Informan
Dalam penelitian ini pihak yang dijadikan informan adalah yang dianggap
mempunyai informasi (Key- informam) yang dibutuhkan di wilayah penelitian.
Cara yang digunakan untuk menentukan informasi kunci tersebut maka penulis
menggunakan “purposive sampling” atau sampling bertujuan, yaitu teknik
31
31
sampling yang digunakan oleh peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-
pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya (Arikunto, 2009, h. 128).
Untuk pengecekan tentang kebenaran hasil wawancara yang didapat dari
informan, maka yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Kepala dinas Syariat Islam 1 orang
2. Kepala Satpol PP dan WH 1 orang
3. Kepala desa 1 orang
4. Imum Gampong 1 orang
5. Masyarakat Desa 3 orang
Jadi, yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 7 orang.
Penentuan informan berdasarkan maksud dan tujuan penulis. Kemudian di dalam
penelitian ini yang akan menjadi subjek penelitian adalah komponen Dinas
Syariat Islam dan masyarakat.
5. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat di mana penelitian dilakukan. Dengan
ditetapkan lokasi dalam penelitian, maka akan lebih mudah untuk mengetahui
tempat di mana suatu penelitian dilakukan. Penelitian ini dilaksankan di Gampong
Ujong Baroh Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.
3.3 Instrumen Penelitian
Dengan penelitian dengan metode kualitatif, suatu metode penelitian yang
digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alami, maka peneliti adalah
sebagai instrumen kunci (Moleong, 2002, h. 4). Peneliti merupakan instrumen
kunci utama, karena peneliti sendirilah yang menentukan keseluruhan skenario
32
32
penelitian serta langsung turun ke lapangan melakukan pengamatan dan wawacara
dengan informan.
Penggunaan peneliti sebagai intrumen penelitian untuk mendapatkan data
yang valid dan realible. Namun, untuk membantu kelancaran dalam
melaksanakannya, penelitian ini juga didukung oleh intrumen pembantu sebagai
paduan wawancara. Oleh karena itu sebelum turun ke lapangan, maka peneliti
akan membuat panduan wawancara untuk memudahkan pelaksanaan penelitian di
lapangan. Alat bantu yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu : dokumen
seperti data gambaran lokasi penelitian dan lain sebagainya.
3.4 Teknik Analisa Data
Analisa data dalam penelitian secara teknis dilaksanakan secara induktif
yaitu analisa yang dimulai dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data
dan verifikasi data. (Miles dan Huberman, 1992, h. 20). Adapun teknik analisa
data sebagai berikut :
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan data-data yang diperoleh di
lapangan baik berupa catatan dilapangan, gambar, dokumen dan lainnya diperiksa
kembali, diatur dan kemudian diurutkan
2. Reduksi Data
Hasil penelitian dari lapangan sebagai bahan mentah dirangkum direduksi
kemudian disusun supaya lebih sistematis, yang difokuskan pada fokus-fokus dari
hasil-hasil penelitian yang disusun secara sistematis untuk mempermudah peneliti
di dalam mencari kembali data yang diperoleh apabila diperlukan kembali. Dari
33
33
data-data tersebut peneliti membuat catatan atau rangkuman yang disusun secara
sistematis.
3. Sajian data
Sajian data ini membantu peneliti untuk melihat gambaran keseluruhan
atau bagian-bagian tertentu dari hasil penelitian. Untuk memudahkan hal ini
peneliti membuat metrik untuk data, agar peneliti dapat menguasai data.
4. Verifikasi data
Dari data-data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi,
dokumentasi kemudian peneliti mencari makna dari hasil penelitian atau dari hasil
yang terkumpul. Peneliti berusaha untuk mencari pola hubungan serta hal-hal
yang sering timbul. Dari hasil penelitian atau data yang diperoleh peneliti
membuat kesimpulan-kesimpulan kemudian diverifikasi.
3.5 Pengujian Kredibilitas Data
1) Kredibilitas (Validitas Internal)
Keabsahan atas hasil-hasil penelitian dilakukan melalui :
1. Meningkatkan kualitas keterlibatan peneliti dalam kegiatan di lapangan.
2. Pengamatan secara terus menerus.
3. Pelibatan teman sejawat untuk berdiskusi, memberikan masukan dan kritik
dalam proses penelitian; menggunakan bahan referensi untuk
meningkatkan nilai kepercayaan akan kebenaran data yang diperoleh,
dalam bentuk rekaman, tulisan, copy-an , dan lain- lain.
4. Member check, pengecekan terhadap hasil-hasil yang diperoleh guna
perbaikan dan tambahan dengan kemungkinan kekeliruan atau kesalahan
dalam memberikan data yang dibutuhkan peneliti.
34
34
5. Trianggulasi, baik metode, dan sumber untuk mencek kebenaran data
dengan membandingkannya dengan data yang diperoleh sumber lain,
dilakukan, untuk mempertajam tilikan kita terhadap hubungan sejumlah
data.
Triangulasi merupakan suatu metode analisis untuk mengatasi masalah
akibat dari kajian mengandalkan satu teori saja, satu macam data atau satu metode
penelitian saja. (Sugiyono, 2007, h. 225). Triangulasi dapat diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara. Menurut Sugiyono
(2007, h. 273) terdapat minimal tiga macam triangulasi, yaitu :
a. Triangulasi sumber data
Pada triangulasi sumber data, data dicek kredibilitasnya dari berbagai
sumber data yang berbeda dengan teknik yang sama misalnya, mengecek sumber
data antara bawahan, atasan dan teman.
b. Triangulasi teknik pengumpulan data
Pada triangulasi teknik pengumpulan data, data dicek kredibilitasnya
dengan menggunakan berbagai teknik yang berbeda dengan sumber data yang
sama.
c. Triangulasi waktu pengumpulan data
Pada triangulasi waktu pengumpulan data, data dicek kredibilitasnya
dengan waktu yang berbeda-beda namun dengan sumber data dan teknik yang
sama.
35
35
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang diambil penulis adalah di Gampong Ujong Baroh
Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat. Sehubungan dengan
penelitian ini, maka yang perlu diketahui oleh peneliti adalah Kondisi geografis,
Kondisi Demografis, keadaaan sosial dan ekonomi.
4.1.1 Kondisi geografis
1. Letak Gampong
Gampong Ujong Baroh adalah salah satu gampong yang berada di
Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat, terletak dekat dengan Ibu
Kota Kabupaten Aceh Barat yaitu Meulaboh.
Gampong Ujong Baroh terbagi atas lima Dusun/Jurong yaitu :
1. Dusun/Jurong I
2. Dusun/Jurong II
3. Dusun/Jurong III
4. Dusun/Jurong IV
5. Dusun/Jurong V
Ditinjau dari segi geografis Gampong Ujong Baroh, Kecamatan Johan
Pahlawan Kabupaten Aceh Barat merupakan Gampong yang berdekatan dengan
Gampong Seuneubok, Padang Seurahet, Rundeng dan Kuta Padang.
36
36
1. Batas Gampong
Gampong Ujong Baroh merupakan salah satu Gampong di Kecamatan
Johan Pahlawan yang berbatasan dengan desa lain yang masih dalam satu
kecamatan. Adapun batas Gampong Ujong Baroh adalah:
Sebelah Utara : Gampong Seuneubok
Sebelah Selatan : Gampong Padang Seurahet
Sebelah Barat : Kuta Padang
Sebelah Timur : Gampong Rundeng
2. Luas Gampong
Gampong Ujong Baroh mempunyai luas tanah secara keseluruhan
mencapai ± 105,28 ha/M2, yang terbagi menjadi :
Luas Pemukiman ± 83,78 ha/M2
Luas Perkebunan ± 04,50 ha/M2
Luas Prasarana Umum Lainnya ± 17 ha/M2
3. Pembagian Wilayah
Gampong Ujong Baroh dipimpin oleh seorang keuchik yang bernama T.
Jasmi Alian. Dalam menjalankan pemerintahan, Keuchik dibantu oleh perangkat
gampong lainnya yaitu seorang sekretaris gampong dan 6 orang perangkat
gampong lainnya. Adapun pembagian tugas pemerintahan gampong yaitu sebagai
berikut :
Keuchik : T. Jasmi Alian
Sekretaris gampong : Mhd. Arsyad
Kaur Pembangunan : Daswin, SH
Kaur Kesra : Syamsuddin
37
37
Kaur Pemerintahan : Agus Vailani
Dalam menjalankan roda pemerintahannya aparat gampong selalu bekerja
sama dengan Tuha Peut atau Badan Perwakilan Desa yang diketuai oleh Drs. H.
Mustafa A.Rahman. Gampong Ujong Baroh terbagi menjadi 5 dusun, yaitu
dusun/jurong I, II, III, IV dan V. Agar labih jelas dapat diuraikan sebagai berikut :
Kepala dusun/jurong Mangga : Said Taufiq
Kepala dusun/jurong Manggis : Abdul Manaf
Kepala dusun/jurong Jambu : M. Rahmat
Kepala dusun/jurong Anggur : Zuardi
Kepala dusun/jurong Kuini : Amir Nyak Leman
4.1.2 Kondisi Demografis
1. Penduduk
Jumlah penduduk Gampong Ujong Baroh berdasarkan data dinamis akhir
tahun 2012 berjumlah 1.779 kepala keluarga dengan keseluruhan jumlah
penduduknya adalah 6726 jiwa, dengan perincian 3.562 jiwa penduduk laki- laki
dan 3.164 jiwa penduduk perempuan. Jumlah penduduk Gampong Ujong Baroh
berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel : 4.1
Klasifikasi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Laki- laki
No Umur Jumlah Persentase
1 0 – 12 bulan 135 3,79
2 >1- 56 tahun 484 13,59
Total 3.562 100% Sumber : Profil Gampong Ujong Baroh Tahun 2012
38
38
Berdasarkan tabel 4.1 di atas, bahwa jumlah penduduk jenis kelamin laki-
laki yang paling dominan adalah umur >15 - 56 tahun dengan jumlah 1.933 orang
atau 54,27 %. Berdasarkan data profil Gampong Ujong Baroh bahwa jumlah jenis
kelamin laki- laki yang umurnya paling sedikit jumlahnya adalah 12 bulan dengan
jumlah 135 orang atau 3,79%.
Tabel : 4.2
Klasifikasi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Perempuan
No Umur Jumlah Persentase
1 0 – 12 bulan 119 3.77
2 >1- 56 tahun 480 1,52
Total 3.164 100% Sumber : Profil Gampong Ujong Baroh Tahun 2012
Berdasarkan tabel 4.2 di atas, bahwa jumlah penduduk jenis kelamin
perempuan yang paling dominan adalah umur >15 - 56 tahun dengan jumlah
1.862 orang atau 58,85 %. Berdasarkan data profil Gampong Ujong Baroh bahwa
jumlah jenis kelamin perempuan yang umurnya paling sedikit jumlahnya adalah
>1-
39
39
agama adalah 36 orang atau 0,53 %. Penduduk yang beragama khatolik berjumlah
3 orang atau 0,044 %. Sedangkan penduduk yang beragama budha sebanyak 44
orang atau 0,66 %. Sedangkan yang beragama khonghucu berjumlah 16 orang
atau 0,24 %. Jumlah penduduk yang paling dominan adalah beragama islam
dengan jumlah sebanyak 6623 orang atau 98,53%.
4.1.3 Kondisi Sosial Ekonomi
Mengetahui keadaan sosial ekonomi suatu wilayah sangat penting, agar
kita mengetahui berbagai potensi yang dimiliki wilayah tersebut. Selain itu bagi
pihak pemerintah dengan sendirinya dapat dijadikan dasar guna menyusun
kebijaksanaan pemerintah setempat. Masing-masing aspek sosial dan ekonomi
suatu daerah pada hakikatnya menunjukkan tingkat keberhasilan dan kemajuan
daerahnya di dalam melaksanakan pembangunan.
Adapun keadaan sosial dan ekonomi di wilayah Gampong Ujong Baroh
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Bidang ekonomi
Untuk mengetahui aktivitas yang dijalani sehari-hari oleh suatu wilayah
dalam bidang ekonomi umumnya dapat ditunjukkan melalui mata pencaharian
penduduknya. Disamping itu dengan melihat mata pencaharian penduduk tersebut
kita dapat mengetahui pula tingkat tinggi rendahnya taraf hidup masyarakat.
Masyarakat Gampong Ujong Baroh secara keseluruhan memiliki mata
pencaharian yang beragam, tetapi yang terbesar di sektor jasa dan Sektor Industri
Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga.
40
40
Untuk lebih jelasnya dibawah ini disajikan tabel mengenai penduduk
Gampong Ujong Baroh menurut mata pencaharian:
Tabel : 4.4
Mata Pencaharian Penduduk di Gampong Ujong Baroh
No Mata Pencaharian Penduduk Jumlah Pesrsentase
1 Sektor Pertanian 596 8,87
2 Sektor Perkebunan 29 0,44
3 Sektor Perikanan 399 5,93
4 Sektor industri kecil dan kerajinan rumah tangga 1531 22,76
5 Sektor industri menengah dan besar 589 8,76
6 Sektor jasa 3582 53,26
Jumlah 6726 100%
Sumber : Profil Gampong Ujong Baroh Tahun 2012
2. Bidang Pendidikan
Pendidikan adalah wajib bagi setiap manusia. Melalui pendidikan akan
merubah nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, yaitu merubah nilai-nilai yang
tidak baik menuju ke arah yang lebih baik. Berikut adalah data mengenai tingkat
pendidikan warga Gampong Ujong Baroh :
Tabel : 4.5
Jumlah Penduduk Gampong Ujong Baroh berdasarkan Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase
1 S1 197 2,93
2 S 2 75 1,12
3 S3 0 0
4 SMA 1.979 29,43
5 SMP 1.739 25,85
6 SD 1.529 22,74
7 D III 285 4,24
8 D II 265 3,94
9 Tidak tamat SD/MIN 592 8,81
10 Buta Huruf 65 0,97
Jumlah 6726 100%
Sumber : Profil Gampong Ujong Baroh Tahun 2012
41
41
Berdasarkan tabel di atas maka dapat diklasifikasikan jumlah penduduk
Gampong Ujong Baroh berdasarkan jenjang pendidikan yaitu : 197 orang pada
tingkat Sarjana (S1) atau 2,93%, 75 orang Tingkat S2 atau 1,12%; 0 orang
Tingkat S3 atau 0%, 1.979 orang pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA)
atau 29,43%, dan 1.739 orang Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau 25,85 %.
1.529 orang Sekolah Dasar atau 22,74%, tingkat DIII 285 orang atau 4,24 %, DII
265 orang atau 3,94 %, tidak tamat SD/MIN 592 orang atau 8,81% dan buta huruf
65 orang atau 0,97%. Berdasarkan data di atas yang paling banyak jumlah
penduduk menurut jenjang pendidikan adalah Sekolah Menengah Atas yaitu
sebesar 29,43%.
3. Sarana dan prasarana umum
Saran dan prasarana umum sangat diperlukan oleh masyarakat gampong,
oleh sebab itu pemerintah membangunnya. agar lebih jelas dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tebel : 4.6
Sarana dan Prasarana umum
No Sarana dan prasarana Tersedia
1 Kantor Geuchik/Kepala Desa Ada
3 Balai Musyawarah Gampong Ada
4 Mesjid Ada
5 Air Bersih Ada
6 Telepon Ada
7 Listrik Ada
9 Puskesmas Ada
11 Toko Ada
13 Posyandu Ada
14 Poliklinik Ada
15 Rumah Bersalin Ada
16 Balai kesehatan ibu dan anak Ada
Sumber : Profil Gampong Ujong Baroh Tahun 2012
42
42
4.3 Sejarah Singkat Wilayatul Hisbah
Wilayatul Hisbah adalah sebuah lembaga yang berfungsi melakukan
sosialisasi, pengawasan, pembinaan, penyelidikan dan membantu pelaksanaan
hukuman dalam lingkup pelaksanaan Qanun dan peraturan perundang-undangan
bidang syari’at Islam dalam rangka melaksanakan amar’ruf nahi mungkar.
Wilayatul Hisbah dibentuk berdasarkan Keputusan Gubernur Aceh Nomor
01 Tahun 2004, mempunyai susunan organisasi yang terdiri atas, Wilayatul
Hisbah Provinsi, Wilayatul Hisbah Tingkat Kabupaten/Kota, Wilayatul Hisbah
Tingkat Kecamataan dan Wilayatul Hisbah Kemukiman, bahkan memungkinkan
dibentuk di Gampong dan lingkungan– lingkungan lainnya (Qanun NAD Nomor
11 Bab VI, Pasal 14 ayat (2).
4.2.1 Dasar Hukum Wilayatul Hisbah
Adapun dasar hukum Wilayatul Hisbah adalah sebagai berikut :
1. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah;
2. Undang-undang Nomor 18 tahun 2001, yang menetapkan qanun Provinsi
sebagai wadah peraturan syariat islam di Aceh;
3. Peraturan Daerah (Qanun) Nomor 5 Tahun 2006 tentang pelaksanaan
Syariat Islam;
4. Qanun Nomor 11 tahun 2002 tentang pelaksanaan syariat islam di bindang
aqidah dan syi’ar Islam;
5. Qanun Nomor 12 tahun 2003 tentang minuman khamar dan sejenisnya.
6. Qanun Nomor 13 tahun 2003 tentang Maisir (Perjudian);
7. Qanun Nomor 14 tahun 2003 tentang khalwat (Mesum);
43
43
4.2.2 Visi dan Misi Hukum Wilayatul Hisbah
1. Visi
Terwujudnya ketentraman, ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
dan pelaksanaan syari’at Islam dengan semangat pengayoman kepada masyarakat
2. Misi
a. Meningkatkan kemitraan dengan alim ulama, tokoh masyarakat,
aparatur pemerintah dan masyarakat pada umumnya dalam proses
penertiban dan implementasi syari’at Islam;
b. Meningkatkan keberadaan Qanun/Perda dan keputusan kepala daerah
tentang penertiban dan syari’at Islam;
c. Meningkatkan operasional penertiban Qanun/ Perda dan
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. Meningkatkan mutu dan citra sumber daya manusia di bidang Satpol
PP/ dan WH;
e. Meningkatkan sarana dan pengembangan prasarana Satpol PP dan WH
4.2.3 Fungsi Wilayatul Hisbah
Fungsi Wilayatul Hisbah yaitu antara lain :
a. Menerima laporan pengaduan dari masyarakat;
b. Menyuruh berhenti seseorang yang patut diduga sebagai pelaku
pelanggaran;
c. Meminta keterangan identitas setiap orang yang patut diduga telah dan
sedang melakukan pelanggaran;
d. Menghentikan kegiatan yang patut diduga melanggar peraturan
perundang-undangan;
44
44
Untuk kelancaran dalam pelaksanaan tugas-tugas dan wewenangnya para
Muhtasib dikoordinir oleh pejabat kepolisian setempat, untuk tingkat Provinsi
dibawah Koordinasi Pejabat Polisi Polda, untuk tingkat Kabupaten/Kota para
Muhtasib dikoordinir oleh pejabat Polres dan untuk tingkat Kecamatan
dikoordinir oleh sektor setempat.
4.2.4 Tugas-tugas Wilayatul Hisbah
Sebagai salah satu badan pengawas yang bertindak sebagai polisi Syariah
Waliyatul Hisbah mempunyai tugas yaitu :
a. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan dan pelanggaran peraturan
perundang undangan di bidang Syariat Islam;
b. Melakukan pembinaan dan advokasi spritual terhadap setiap orang yang
berdasarkan bukti permulaan patut diduga telah melakukan pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan di bidang Syariat Islam;
c. Pada saat tugas pembinaan mulai dilakukan Muhtasib (sebutan WH) perlu
memberitahukan hal itu kepada penyidik terdekat atau kepada
keuchik/Kepala Gampong dan keluarga pelaku;
d. Melimpahkan perkara pelanggaran peraturan perundang-undangan di
bidang Syariat Islam kepada penyidik;
4.3 Hasil Penelitian
4.3.1 Strategi Public Relations Wilayatul Hisbah dalam Mensosialisasi
Busana Islami di Gampong Ujong Baroh.
Strategi merupakan sebuah perencanaan dan manajemen untuk mencapai
suatu tujuan. Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan organisasi dalam
kaitannya dengan tujuan jangka panjang program tindaklanjut, serta prioritas
45
45
alokasi sumber daya. sedangkan Public relations merupakan suatu kegiatan untuk
menanamkan dan memperoleh pengertian, kepercayaan, penghargaan dari publik
sesuatu badan atau lembaga khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Kegiatan public relations Wilayatul Hisbah dalam mensosialisasi busana
Islami di Kabupaten Aceh Barat dan khususnya di Gampong Ujong Baroh dan di
sekitar Jalan Nasional, telah direncanakan sebelumnya. Lebih jelasnya dapat
dilihat dari kutipan hasil wawancara dengan Jhon Aswir selaku DANSAT POL
WH, mengatakan :
“Strategi yang kami gunakan dalam mensosialisasi wajib berbusana Islami di Gampong Ujong Baroh sesuai dengan misi yang kami
jalankan yaitu salah satunya adalah meningkatkan keberadaan Qanun atau peraturan daerah dan keputusan kepala daerah tentang penertiban Syariat Islam dengan pendekatan sosial dengan
masyarakat yaitu melakukan pembinaan terhadap orang yang melanggar syariat. Dalam mensosialisakan busana Islami, kami
juga dibantu oleh pihak Polisi Pamong Praja atau Satpol PP”(wawancara, selasa, 20 November 2012).
Hasil wawancara dengan Muthawanil KASI PKD dan S yariat Islam
menyatakan bahwa :
“Dalam melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat tentang wajib
berbusana Islami di Kota Meulaboh dan daerah target operasi kami adalah di jalan-jalan Nasional, di sekitaran kota Meulaboh.
Sebelum melaksanakan operasi di jalan-jalan pihak WH dan pemerintah kabupaten sebelumnya telah memberitahukan peraturan tersebut melalui media, baik itu melalui mediat cetak atau Koran
maupun Radio dan spanduk" (wawancara, selasa, 20 November 2012).
Jhon Aswir selaku DANSAT POL WH, menambahkan bahwa :
”Iya, benar apa yang diungkapkan oleh Pak Muthawanil, bahwa sebelum melaksanakan operasi di jalan-jalan maupun di pantai-
pantai, masyarakat diberitahukan dulu, bahwa peraturan daerah Qanun sudah mulai berlaku di Aceh khususnya Aceh Barat. Pemberitahuan tersebut melalui media radio maupun media cetak.
Sosialisasi tersebut tidak hanya melalui Radio dan Media cetak akan tetapi juga melalui kegiatan-kegiatan keagamaan dan
46
46
pemberitahuan kepada setiap kepala desa” (wawancara, Selasa, 20
November 2012).
Hal yang senada juga diungkapkan oleh oleh T. Abdul Razak selaku OPS
POL WH, menyatakan bahwa :
”Sebelum melaksanakan sosialisasikan tentang peraturan syari’at
Islam atau sosialisasi wajib berpakaian busana Islami terhadap masyarakat di Gampong Ujong Baroh, maka sebelumnya ada pemberitahuan. Pemberitahuannya melalui media cetak dan radio
agar masyarakat tau bahwa peraturan atau Qanun sudah berlaku di seluruh Aceh, khususnya Aceh Barat. Kemudian dalam strategi
Humas WH dan Satpol PP berkerja sama di lapangan guna melancarkan kegiatan Razia bagi yang melanggar. Mereka yang terjaring razia diberi pemahaman tentang syari’at islam supaya mau
memakain pakaian yang layak dan sesuai dengan Syari’at Islam” ”(wawancara, Rabu, 21 November 2012).
Hasil wawancara dengan Tgk. Jamaluddin. S selaku imum Gampong
Ujong Baroh, menyatakan bahwa :
“Pihak Humas Syari’at Islam perlu melakukan pemberitahuan dahulu melalui media cetak seperti Radio dan Koran mengenai Qanun tentang Syari’at Islam di Kabupaten Aceh Barat, agar
masyarakat tahu bahwa peraturan tersebut telah berlaku. Kemudian sosialisasi yang seharusnya dilaksanakan oleh pihak Humas WH
dan Satpol tidak hanya di seputaran Jalan Raya, akan tetapi sebaiknya, memberikan sosialisasi-sosialisasi di gampong-gampong yang penduduknya jauh dari kota”. ”(wawancara, Rabu,
21 November 2012).
Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat dipahami bahwa
sosialisasi yang dilaksanakan oleh Humas Wilayatul Hisbah bersama satuan
Satpol PP tentang sosialisasi wajib berbusana Islami di kota Meulaboh khususnya
di Gampong Ujong Baroh. Strategi sosialisasi yang pertama kali dilaksanakan
secara tidak langsung yaitu pemberitahuan melalui radio dan media cetak serta
memberitahukan kepada pemerintah gampong tentang Qanun syariat Islam yang
telah berlaku. Salah satu sosialisasi busana Islami yang perlu dilakukan pihak WH
adalah memberikan penyuluhan kepada masyarakat dengan meminta pihak aparat
47
47
gampong Khususnya Keuchik. Dalam melaksanakan sosialisasi busana Islami di
Gampong Ujong Baroh juga perlu diberitahukan kepada Keuchik.
Hal tersebut sesuai hasil wawancara dengan Jasmi Alian Selaku Keuchik
Gampong Ujong Baroh, menyatakan bahwa :
“Sosialisasi yang dilaksanakan oleh pihak Humas WH, perlu memberitahukan kepada keuchik tentang pelaksanaan wajib berbusana Islami agar kepala desa bisa memberitahukan kepada
warga bahwa peraturan atau qanun tersebut sudah berlaku”. ”(wawancara, Rabu, 21 November 2012).
Hasil wawancara juga dengan Arlan selaku masyarakat menyatakan
bahwa:
“Menurut saya pihak Dinas syariat Islam tidak memberitahukan terlebih dulu tentang peraturan Syariat Islam, tapi mereka main hakim sendiri. Saran saya sebagai masyarakat, untuk WH, buatlah
acara di desa-desa agar masyarakat tahu tujuan yang akan dijalankan oleh Wilayatul Hisbah. Upayakan masyarakat tidak
melawan dengan pihak WH. Lakukan pendekatan dengan masyarakat, tetapi jangan ditekan dengan razia-razia di jalan, sehingga membuat kaum hawa terkejut dengan keberadaan pihak
wh di jalan. ”(wawancara, Rabu, 21 November 2012).
Hasil wawancara dengan Rani selaku masyarakat, menyatakan bahwa :
“Tidak salahnya pihak WH melakukan sosialisasi tentang busana
Islami, karena pada hakekatnya, dalam agama Islam setiap orang yang beragama Islam diwajibkan bagi wanita untuk menutup
auratnya, menjaga kaum wanita dari perbuatan yang tak dinginkan. Kemudian kalau berbicara dari masyarakat, mungkin ada sebagian masyarakat bisa menerima tentang peraturan syariat islam, ada juga
yang menolak karena dengan alasan sosialisasi yang dilaksanakan ada unsur pemaksaan. ”(wawancara, Rabu, 21 November 2012).
Hasil wawancara dengan Mustafa selaku masyarakat Gampong Ujong
Baroh menyatakan bahwa :
“Menurut saya ,pihak Humas WH dan Satpol PP, seharusnya pihak WH tidak perlu memaksa untuk menggunakan busana Islami, tetapi untuk menghimbau menggunakan busana Islami. Sebaiknya
cobalah dating ke gampong-gampong, kemudian adakan acara
48
48
ceramah dan ajak masyarakat secara perlahan, pasti bisa
terlaksana”. (wawancara, Kamis, 22 November 2012).
Kemudian Rani selaku masyarakat menambahkan :
“Sebaiknya lakukan dulu pendekatan dengan masyarakat dengan
cara mensosialisasikan busana Islami bagi anak-anak remaja dan memberikan pehaman kepada orang tua anak, supaya orang tersebut bisa mengajarkan anaknya untuk menggunakan busana
Islami. Kemudian pendekatan yang dilakukan oleh Humas Syari’at Islam dan Satpol PP juga perlu adanya dukungan dari semua pihak.
Jgan langsung lakukan razia dulu di jalan-jalan, berikan dulu pemahaman terhadap masyarakat baru lakukan razia” .(wawancara, Kamis, 22 November 2012).
Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat dipahami bahwa
sosialisasi yang dilaksanakan oleh pihak Humas Syariat Islam atau WH, perlu
melakukan pendekatan dengan masyarakat dengan memberikan pemahaman
kepada masyarakat tentang peraturan atau Qanun tentang syari’at Islam. Penulis
menyimpulkan bahwa strategi Public Relations WH dan Satpol PP tentang
sosialisasi busana Islami di Gampong Ujong Baroh, hanya sebatas dilaksanakan di
jalan Nasional yang juga masih kawasan Gampong Ujong Baroh tanpa melakukan
pendekatan-pendekatan dengan masyarakat. Sebuah proses komunikasi sangat
ditentukan oleh strategi komunikasi yang baik. Hal inilah yang perlu dilakukan
oleh oleh Humas WH dalam menjalankan sosialisasi busana Islami di Gampong
Ujong Baroh.
Menurut pengamatan penulis melalui observasi secara langsung, bahwa
strategi PR yang dilakukan WH dan Satpol PP dalam mensosialisasi busana
Islami hanya sebatas di jalan raya, tanpa adanya pendekatan terhadap masyarakat,
hal ini dibuktikan bahwa melalui strategi komunikasi yang di lakukan oleh WH
dan Satpol PP sesuai dengan tugas dan kawajibannya dalam mensosialisasikan
busana Islami.
49
49
Dalam hal tersebut seorang public relations dapat membentuk suatu
kegiatan yang terencana serta dapat membentuk sebuah citra yang positif bagi
lembaga itu sendiri. public relations merupakan fungsi manajemen yang
didasarkan pada analisis terhadap pengaruh yang sangat kuat dari lingkungan
sekitar, dampak apa yang terlihat terhadap publik eksternal dan internal.
Semuanya itu harus direalisasikan dan direncanakan demi menjaga hubungan baik
kedua belah pihak.
4.3.2 Pelaksanaan Kegiatan Humas Wilayatul Hisbah Kabupaten Aceh
Barat dalam Mensosialisasi Busana Islami di Gampong Ujong Baroh
Pekerjaan seorang Humas merupakan sebuah proses yang terus menerus
dikerjakan dari usaha-usaha manajemen untuk memperoleh kemauan yang baik,
dan kemauan publik yang lebih luas. Dalam pekerjaannya, seorang humas
membuat analisis ke dalam dan perbaikan diri, serta membuat pernyataan-
pernyataan keluar.
Seorang Humas selanjutnya diharapkan untuk membuat program-program
dalam mengambil tindakan secara sengaja dan terencana dalam upaya-upayanya
mempertahankan, menciptakan, dan memelihara bersama antara organisasi dan
masyarakatnya.
Demikian penjelasan mengenai Humas untuk menarik masyarakat dengan
malalui suatu kegiatan. Humas merupakan penunjang tercapainya tujuan yang
ditetapkan oleh suatu manajemen organisasi. Sasaran Humas adalah publik
internal dan eksternal, di mana secara operasional Humas bertugas membina
hubungan harmonis antara organisasi dengan publiknya dan mencegah timbulnya
rintangan psikologis yang mungkin terjadi di antara keduanya, sama halnya
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pengertian_bersama&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi
50
50
dengan Humas Wilayatul Hisbah yang menjalin hubungan dengan masyarakat
dengan membuat kegiata-kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan syari’at
Islam di Kabupaten Aceh Barat khususnya di Gampong Ujong Baroh, hal ini
dipertegas oleh Jhon Aswir selaku DANSAT POL WH, bahwa :
“Kegiatan Humas atau Publik Relations WH dan Satpol PP ialah memberikan keterangan kepada seseorang atau kelompok orang tentang aspek-aspek pelaksanaan Syariat Islam. Kemudian
memberitahukan kepada seseorang atau kelompok orang tentang adanya Qanun dan peraturan perundang-undangan di bindang
Syariat Islam”. (wawancara, Senin 25 November 2012).
Hasil wawancara dengan kepala Dinas Syari’at Islam yaitu Muthawanil,
menyatakan bahwa :
“Kegiatan Humas Syari’at Islam atau WH yaitu melakukan ceramah, penyuluhan kepada masyarakat atau kepada sekelompok
orang yang berada di dalam ruangan yang sengaja dikumpulkan untuk maksud memberikan pemahaman tentang berbusana Islami.
Atau aturan yang berkenaan dengan syari’at Islam (wawancara, Senin 25 November 2012).
Hasil wawancara dengan kepala Dinas Syari’at Islam yaitu Muthawanil,
menyatakan bahwa :
“Wewenang WH yakni mengawasi, membina dan menyidik,
sehingga jika dalam 24 jam setelah tersangka ditahan, WH terpaksa mencari penjamin agar bisa menahan lebih dari 24 jam, nah dengan
adanya wewenang tersebut maka kegiatan yang dilaksanakan Humas WH dalam melaksanakan sosialisasi lebih banyak, dengan cara melaksanakan razia di jalan-jalan. (wawancara, Senin 25
November 2012)”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat dipahami bahwa
kegiatan yang dilaksanakan Humas Wilayatul Hisbah dalam mensosialisasikan
busana Islami adalah kegiatan yang meliputi kegiatan memberikan penerangan
kepada seseorang atau kelompok orang tentang aspek-aspek pelaksanaan syariat
51
51
Islam serta memberikan pemahaman melalui sosialisasi Peraturan Bupati
No.5/2010 tentang penegakan syariat Islam.
Dari keterangan yang diperoleh oleh penulis bahwa petugas wilayatul
hisbah akan menertibkan mereka yang melanggar syariat Islam, tak hanya soal
berpakaian tapi juga yang melakukan perjudian, mengkonsumsi minuman keras,
melakukan perbuatan mesum. Yang pakaiannya tak islami, berpakaian ketat dan
menampakkan aurat, tentu yang paling mudah ditindak.
Bagi masyarakat Gampong Ujong Baroh sendiri, sesuai dengan hasil
observasi peneliti menemukan adanya bentuk stagnan dalam kinerja Institusi
Wilayatul Hisbah dimata masyarakat Gampong Ujong Baroh. Keberadaan
Institusi Wilayatul Hisbah dalam menegakkan Syari’at Islam khususnya di
Gampong Ujong Baroh, belum menunjukkan hasil yang optimal, terlihat dari
masih banyaknya perilaku-perilaku yang menyimpang dari Syari’at Islam.
Perilaku menyimpang yang sering menjadi masalah di Gampong Ujong
Baroh, misalnya minuman keras, berpakaian yang kurang sopan, penyalahgunaan
obat-obatan terlarang, membuang-buang waktu, berjudi dan sebagainya. Prilaku
tersebut merupakan bahagian dari penyimpangan dan di luar ketentuan yang telah
digariskan baik sekolah maupun agama.
Hal ini tentu menjadi nilai dan kesan yang kontraversial bagi pandangan
masyarakat serta tentang keberadaan Institusi Wilayatul Hisbah. Bagi masyarakat
Gampong Ujong Baroh, kegiatan sosialisasi yang dilakukan pihak Humas
Wilayatul Hisbah kurang gencar, hal ini dapat dilihat dari bentuk pelanggaran
yang dilakukan oleh masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan kutipan wawancara
dengan Rani selaku masyarakat Gampong Ujong Baroh menyatakan bahwa :
52
52
“Menurut saya, pihak Humas WH kurang gencar melakukan
sosialisasi atau razia, karena terlihat bahwa masih ada pelanggaran yang dilakukan masyarakat, seperti menggunakan pakaian ketat
bagi wanita, berjudi dan sebagainya. Menurut saya tanpa adanya kesadaran dari masyarakat, pihak Humas WH agak susah melaksanakan sosialisasi, bagaimanapun strategi komunikasi yang
digunakan oleh pihak WH, namun tetap saja ada pelanggaran dari masyarakat” (wawancara, Rabu 27 November 2012).
Hal yang senada juga diungkapkan oleh Imum Meunasah Gampong Ujong
Baroh yaitu Tgk. Jamaluddin, menyatakan bahwa :
“Sosialisasi atau razia kurang gencar dilaksanakan oleh pihak Humas WH dan Satpol, kenapa saya katakana begitu karena masih banyak pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat, khususnya
masyarakat Gampong Ujong Baroh. Menurut saya Humas WH sebaiknya melakukan komunikasi dengan baik dengan masyarakat,
jangan hanya merazia di jalan-jalan akan tetapi masuk ke gampong dengan cara memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang Qanun atau Perda” (wawancara, Rabu 27 November 2012).
Hasil wawancara dengan Arlan selaku masyarakat Gampong Ujong Baroh,
menyatakan bahwa :
“Selama ini, saya melihat di lapangan bahwa, bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat, sangat beragama, hal ini karena
kesadaran masyarakat dalam mentaati peraturan sangat minim, walau bagaimanapun strategi sosialisasi yang dilaksanakan oleh Humas WH, tetap saja ada pelanggaran yang dilakukan.
(wawancara, Rabu 27 November 2012).
Kemudian hasil wawancara Jhon Aswir selaku DANSAT POL WH,
menyatakan bahwa:
“Iya, memang benar, masih banyak pelanggaran yang dilakukan
masyarakat, walaupun pihak kami telah melakukan kegiatan sosialisasi dan razia, namun pelanggaran itu tetap ada. Saya kurang tahu dimana letak kesalahannya, apakah kami salah strategi atau
memang masyarakat tidak kesadaran untuk menaatinya. (wawancara, Kamis 28 November 2012).
53
53
Hal tersebut dibenarkan oleh kepala Dinas Syari’at Islam yaitu
Muthawanil, mengungkapkan bahwa :
“Sosialisasi sering dilakukan oleh pihak WH dan Humas Dinas Syari’at Islam, sosialisasi tersebut dilakukan secara umum dengan
cara member pengarahan kepada masyarakat yang melanggarnya, tapi kenyataan yang terlihat di lapangan masih ada juga
pelanggarannya (wawancara, Kamis 28 November 2012). Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat dipahami bahwa
kegiatan Humas dalam melaksanakan sosialisasi busana Islami di Gampong
Ujong Baroh, masih kurang gencar dilaksanakan hal ini terlihat dari masih
banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat. Dari keterangan yang
diperoleh oleh penulis bahwa WH kurang menjalin komunikasi dengan baik
antara masyarakat Gampong Ujong Baroh, seharusnya sosialisasi yang dilakukan
oleh pihak WH di gampong- gampong, bukan di jalan raya.
Dapat dipahami bahwa Wilayatul Hisbah adalah penegak hukum yang di
bentuk untuk mengawasi penerapan Qanun di Aceh, di Aceh Barat sendiri WH
berada satu naungan dengan Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP). Memang
dalam penempatanya tidak harus satu naungan dengan Dinas Syariat Islam, karena
hal itu tergantung kepada kebijakan dari pemerintah kabupaten/ kota di Aceh.
Dari hasil wawancara dan observasi maka dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan kegiatan Humas Wilayatul Hisbah kabupaten Aceh Barat dalam
mensosialisasikan busana Islami diantaranya adalah mengadakan penyuluhan
kepada seseorang atau kelompok orang untuk menambah wawasan dan
pemahaman terhadap ketentuan qanun dan peraturan perundang-undangan di
bidang Syariat Islam, mengadakan kegiatan sosial keagamaan dan sosial
kemasyarakatan guna meningkatkan motivasi masyarakat dalam mengamalkan
54
54
Syariat Islam, memanfaatkan segala jenis media yang dapat digunakan untuk
menyebarkanluaskan informasi tentang qanun dan peraturan perundang-undangan
di bidang Syariat Islam dan mengadakan koordinasi dengan setiap instansi
pemerintah dan non pemerintah untuk kepentingan sosialisasi.
4.4 Pembahasan
4.4.1 Strategi Public Relations Wilayatul Hisbah dalam Mensosialisasi
Busana Islami di Gampong Ujong Baroh.
a. Strategi Wilayatul Hisbah
Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen
(management) untuk mencapai tujuan. Akan tetapi, untuk mencapai tujuan
tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukan arah
saja, melainkan harus menunjukan bagaimana taktik oprasionalnya. Demikian
halnya Kegiatan strategi Public Relations Wilayatul Hisbah dalam
mensosialisasikan busana Islami di Gampong Ujong Baroh, ditunjukan kepada
masyarakat yang ada dalam organisasi (internal) dan masyarakat luar organisasi
(eksternal). Adapun strategi yang dilakukan Wilayatul Hisbah dalam
melaksanakan sosialisasi busana Islami adalah sebagai berikut :
1. Melakukan pemantauan atas kegiatan yang dilakukan di tempat umum
untuk memastikan efektivitas penerapan qanun atau peraturan perundang-
undangan di bidang Syariat Islam;
2. Mencegah segala analisis yang berpotensi kepada timbulnya pelanggaran
qanun atau peraturan perundang-undangan di bidang Syariat Islam;
3. Memberitahu instansi terkait bahwa perizinan yang mereka berikan dapat
atau telah disalah gunakan oleh penerima sehingga terjadi pelanggaran
55
55
atau ketentuan dalam qanun atau peraturan perundang-undangan di bidang
Syariat Islam;
4. Memberitahu, menegur, dan atau memperingati seseorang atau badang
bahwa kegiatan yang akan, sedang atau telah dilaksanakan dapat mengarah
kepada pelanggaran qanun atau peraturan perundang-undangan di bidang
Syariat Islam;
b. Strategi Komunikasi Wilayatul Hisbah
Strategi komunikasi internal meliputi berbagai cara yang dapat
diklasifikasikan ke dalam dua jenis, yaitu komunikasi personal atau pribadi dan
komunikasi kelompok, yang penting untuk memberi pengertian bahwa
komunikasi dalam Public Relations mempunyai peranan penting dalam pencapain
tujuan yang telah ditentukan.
Menurut Effendy (2009, h. 131), bahwa sasaran Public Relations dalam
kegiatannya adalah khalayak dalam (Internal Public) dan Khalayak keluar
(Eksternal Public) yang merupakan sasaran kegiatan Public Relation. Dengan
demikian di dalam suatu instansi dibutuhkan Public Relations atau hubungan
masyarakat (Humas) yang mempunyai fungsi menjembatani antara suatu instansi
dengan publiknya.
Dalam hal ini sosialisasi sangat diperlukan Public Relations wilayatul
Hisbah dan Satpol PP kabupaten Aceh Barat dalam menjalankan tugasnya salah
satunya untuk membina hubungan dengan masyarakat dan memberikan
penyuluhan atau arahan mengenai sosialisasi Peraturan Bupati Nomor 5 tahun
2010 tentang Penegakan Syariat Islam dalam pemakaian busana Islami dan
sosialisasi tentang wajib berbusana Islami di daerah kota Meulaboh. Inti dari
56
56
sosialisasi tersebut adalah proses pembelajaran kepada masyarakat mengenai
sesuatu hal yang belum diketahui untuk dapat diterima dan dapat dilaksanakan
dengan baik.
Dalam melaksanakan tugas Wilayataul Hisbah di bidang sosialisasi adalah
sebagai berikut :
1. Mengadakan penyuluhan kepada seseorang atau kelompok orang untuk
menambah wawasan dan pemahaman terhadap ketentuan qanun dan
peraturan perundang-undangan di bidang Syariat Islam;
2. Men