Upload
letuyen
View
237
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
STRATEGI BUDAYA, TERAPAN PSIKOLOGI, DAN FALSAFAH MANAJEMEN MENJADI LANDASAN
KARAKTERISTIK KEBIJAKAN PROSES INDUSTRIALISASI NEGARANEGARA INDUSTRI BARU
Dr. Ir. Sutrisno, MSMEDosen Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik UGM
Jl. Grafika 2, Yogyakarta 52281, [email protected]
Abstrak
Penyelesaian krisis ekonomi Indonesia tidak kunjung tuntas hingga kini, bahkan cenderung makin tidak menentu arahnya. Hal ini besar kemungkinan disebabkan pemahaman tentang krisis multi dimensi yang belum memadai untuk menentukan resep penanggulangannya. Dalam makalah ini dibahas cara pemahaman kebijakankebijakan proses industrialisasi Amerika Serikat dan negaranegara industri baru, seperti Jepang dan Korea Selatan. Kebijakankebijakan proses industrialisasi yang dipilih umumnya merupakan strategi yang dilandasi oleh pemahaman psikologi terapan otak kiri dan otak kanan yang membentuk konsepsi budaya Barat seperti Amerika Serikat dan budaya Timur seperti Jepang dan Korea Selatan.
Amerika pada tahun 1950an telah mencapai kejayaan industri mobil, disusul kekalahan Jepang dalam perang dunia kedua, akibat bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Akan tetapi 23 tahun kemudian, industri Amerika dipencundangi Jepang dengan manajemen industri barunya. Pemahaman perkembangan industri Jepang yang mengagumkan tahun 1973an harus dimulai dari pemahaman mendalam manajemen industri yang diserap Jepang hasil gabungan dari derivasi scientific management FW Taylor, milik Amerika sendiri, dengan kebiasaan positif budaya Timur Jepang.
Demikian pula Korea Selatan yang merupakan bekas jajahan Jepang, pemahaman Korea yang mendalam tentang proses industrialisasi, membuat Korea menyadari untuk memiliki fasafah manajemen dan pola pikir sendiri. Pemahaman kultural historis, ciri khas masyarakat dan keunikan sumber daya alam yang dimilikinya membawa Korea Selatan membentuk konsep manajemen teknologi yang sukses gemilang menghadapi dominasi industri Amerika dan Jepang.
Dalam makalah ini teori industrialisasi dirumuskan, yang mempersyaratkan kestabilan politik, dan keberhasilan industrialisasi tergantung pada tingkat sinergi sistem dalam membangun teknologi, derajad fleksibilitas dan sistematika proses industrialisasi serta besar tingkat hambatan yang dihadapi dalam meningkatkan potensi produksi. Kemudian disampaikan pula komentar tentang industrialisasi di Malaysia dan Thailand, serta rekomendasi bagi negaranegara dunia ketiga. Kriteria keberhasilan pembangunan, yang selama ini menggunakan kriteria pertumbuhan ekonomi, diusulkan agar direvisi dengan menambahkan beberapa kriteria berkaitan dengan potensi produksi dan angka penyerapan pengangguran.
Kata kunci: teori industrialisasi, strategi budaya, psikologi, otak, falsafah, manajemen, industri, teknologi, potensi produksi, pengangguran, krisis.
Latar BelakangSejak permulaan krisis ekonomi atau krisis multi dimensi Indonesia 1998 hingga
kini masih belum dirumuskan dengan jelas dan tuntas penyebab dan mekanisme proses krisis tersebut terjadi. Penjelasan yang ada hanyalah sepotongsepotong yang sangat keras warna spesialisasinya, sehingga terkesan saling menyalahkan antara bidang satu dan lainnya. Akibatnya resep penyelesaiannya terkesan mengambang, dan saling tergantung atau malahan saling menunggu. Bahkan hingga sekarang belum didapatkan
1
alasan yang jelas kenapa negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand, Vietnam telah pulih dari krisis, sedangkan Indonesia masih dalam tenggelam di dalamnya.
Perkembangan menuju kejayaan industri Amerika 1950an, antara lain diawali dengan pemahaman the Wealth of Nation karya Adam Smith tahun 1776, yang menekankan peran penting spesialisasi dalam peningkatan produktivitas perusahaan (Hicks, 1994). Industri Barat kemudian maju pesat sejak revolusi industri terjadi, disusul pengenalan konsep manajemen perbengkelan dari FW Taylor tahun 1895, seorang anggota American Society of Mechanical Engineers, yang menyampaikan rumusan tentang Scientific Management. Terapan konsep ini kemudian makin diperluas, misal sebagai sistem manajemen rasional ilmiah di perusahaan, di industri sampai dunia birokrasi (Sutrisno, 2003b).
Perkembangan pemikiran manajemen rasional ilmiah ini kemudian diperkaya dengan konsep motivasi seperti teori X dan teori Y, konsep perancangan perusahaan berdasar pada designbased industry, dan dilengkapi dengan perlengkapan perangkat lunak seperti MRP (Material Requirement Planing dan Manufacturing Resource Planning) hingga CIM. Konsep spesialisasi makin berkembang dan mencapai puncaknya saat ditemukannya konsep produksi masal Assembly Line dari Ford. Pada tahun 1950an, manajemen rasional ilmiah ini membawa Amerika ke puncak kejayaan industri mobilnya. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah tentang strategi yang dipakai sehingga kejayaan ini bisa diungguli oleh industri Jepang 23 tahun kemudian (Sutrisno, 2003a & 2003b).
Sejak selesai perang dunia kedua, Jepang berusaha bangkit kembali. Jepang menyadari bahwa memajukan teknologi berarti menciptakan ketergantungan. Oleh sebab itu, Jepang lebih mengandalkan pada pengembangan industri lokal, yaitu mobil yang memiliki pendukung kuat, sehingga 8 tahun kemudian, kemampuan meniru telah dikuasai oleh Nissan, Isuzu, Hino dan Mitsubishi dengan menggunakan 100% komponen lokal, tanpa campur tangan perusahaan induk, yaitu Austin, Rootes, Renault dan Willys (Chalmers, 1996).
Jepang memang memiliki Japan Productivity Centre di Washington, yang melayani profesor dan pengusaha Jepang mempelajari rahasia sukses Amerika, dan bahkan Jepang mengundang pakar industri Amerika seperti J.M. Juran dan W.E. Deming untuk menerangkan Quality Control dan resepresep keunggulan lainnya. Akan tetapi Jepang tidak dengan serta merta meniru strategi, langkahlangkah, dan falsafah pengembangan Amerika dan Eropa, negara induk teknologi tersebut. Jepang cenderung mengembangkan konsep dan falsafah sendiri, seperti konsep perancangan yang berdasar pada continuallyimprovedbased industry, yang dilengkapi dengan “konsep peningkatan level sinergi dalam membangun teknologi, tingkat fleksibilitas dan sistematika”, sehingga mulailah terbangun konsep kaizen, JustInTime, Total Quality Control dan Total Quality Management yang berprinsip “memanusiakan manusia”, 5R, sistem saran, gugus kendali mutu, perubahan proses berpikir, produksi berorientasi proses, berbicara dengan data, dan proses berikut adalah konsumen dengan benchmarking dan kriteria keberhasilan yang makin meningkat ketat terhadap kinerja setiap elemen sistem. Bahkan filosofi manajemen Timur nya makin nampak, seperti konsep kekeluargaan (Marshall, 1988), percaya masa depan (Kunio, 1992), menjunjung harga diri (Hicks, 1994), dan lebih menonjol lagi ialah pendefinisian kembali tentang saingan, membangun sistem nilai, kohesi sosial, dan mengenalkan teori Z sebagai
2
pengganti teori X dan teori Y (Sutrisno, 2003b). Kemudian pada tahun 1973 industri Jepang berhasil menjadi produsen serat sintetis, karet, besi dan mobil terbesar dunia. Jepang telah mempecundangi industri Amerika, tanpa menciptakan teknologi tandingan, tetapi lebih mengutamakan peningkatan sinergi, sistematika dan fleksibilitas struktur sistem industrialisasi dan menghilangkan hambatanhambatan, termasuk pemborosan (Ohno, 1995).
Perkembangan industri Korea Selatan, negara bekas jajahan Jepang, banyak mendapat sorotan dunia. Industrialisasi Korea ini sangat terkenal dengan konsep produk HiTouch dan pengembangan teori W (Lee, 1996). Korea sangat yakin bahwa teknologi harus dicari atau direbut, dan tidak mungkin teknologi akan diberikan begitu saja, seperti yang banyak disebut sebagai technology transfer. Program HiTouch menciptakan teknologiteknologi baru yang bernilai tambah tinggi dan ratusan buah patent.
Kebangkitan kembali industri Amerika merupakan fenomena menarik, setelah lama industri ini terpuruk, bahkan birokrasi Amerika mengalami defisit anggaran sampai US $ 385 milyar (Osbornne & Gaebler, 1999). Pelajaran saat Motorola diambil alih Jepang merupakan pengalaman sangat berharga Amerika. Di bawah manajemen Jepang, jumlah kerusakan produksi televisi Motorola menurun tajam menjadi satu dibanding dua puluh dari kerusakan di bawah manajemen Motorola. Sejak saat itu Motorola memutuskan komitmennya pada kualitas. Motorola memutuskan penerapan “kualitas six sigma” yang diantaranya berupa penurunan cacat kurang dari 3,4 per juta produk, pengurangan siklus waktu total, dan paradoks manajemen yaitu dengan cara membangun kemampuan fleksibilitas yang mampu mengakomodasi ketidakpastian.
Strategi kebijakan industrialisasi yang dilakukan Amerika 1950an, disusul Jepang dan Korea Selatan dan kemudian Amerika 1990an, nampaknya seperti tidak saling berhubungan. Akan tetapi, belajar dari filosofi yang dituangkan oleh Prof. Myun W. Lee dalam teori W, dan dengan keluar dari konsep berpikir spesialisasi, diperoleh suatu hubungan pola yang mengkaitkan antara konsep terapan psikologi, strategi budaya dengan falsafah manajemen industrialisasi dan teknologi. Dengan pijakan bidangbidang di atas akan dikonstruksi teori industrialisasi dan disusun formulasi dari modelnya.
A. Teori Industrialisasi
Strategi kebijakan proses industrialisasi yang dilakukan New Industrial Countries (NIC), sebenarnya memiliki pola yang sangat rasional dan konsisten, apabila kita menyadari bahwa kebijakan tersebut ditujukan untuk manusia, dan dengan tujuan untuk kesejahteraan manusia. Dengan dicapainya kesejahteraan manusia, yang termasuk didalamnya “memanusiakan manusia”, pengangguran akan lambat laun berkurang, potensi produksi meningkat, dan kemakmuran atau besar kapital dan investasi akan terakumulasi. Dengan demikian kriteria keberhasilan industrialisasi sebenarnya adalah dimulai dari keberhasilan mengurangi pengangguran, kemudian diikuti peningkatan potensi produksi, dan kemudian akumulasi kapital dan investasi. Urutan tersebut demikian jelas, dan bukan sebaliknya.
Untuk menyusun mekanisme proses industrialisasi, harus dimulai dengan pemahaman psikologi manusia dan karakter masyarakat. Dengan melestarikan karakter yang positif, dan diikuti strategi budaya, proses sinergi sistem menuju pengembangan teknologi akan memerlukan biaya minimal, dan falsafah manajemen industri dan manajemen teknologipun dapat diciptakan.
3
1. Terapan Psikologi: Konsep Otak Kiri dan Otak Kanan
Untuk membentuk sistem masyarakat atau daerah yang kondusif untuk industrialisasi yang memberi manfaat sebesarbesarnya bagi kesejahteraan manusia dipersyaratkan untuk memahami karakter manusianya. Memahami proses industrialisasi sebenarnya berarti memahami karakter anggota masyarakat. Pemahaman tersebut akan meminimalkan biaya proses industrialisasi, karena selain meminimalkan biaya teknis dan ekonomis, hal ini juga akan meminimalkan biaya politik, biaya sosial dan budaya. Pemahaman psikologis kerja otak kiri dan otak kanan dari neokorteks (DePorter & Hernacki, 1999), bisa dikembangkan menjadi penjelasan rasional terkelompokkannya watak manusia dan budaya masyarakat yang terbentuk dalam dua golongan besar, seperti disajikan dalam Tabel 1.
4
Tabel 1. Hubungan Dominasi Berpikir Otak Kiri dan Kanan dengan Ciri Budaya Masyarakat
Otak kiri Otak kanan
Karakter dan Ciri
Berpikir sekuensial, terstruktur, rinci, sebabakibat, rasional, mencirikan kekuatan matematika, bahasa
Berpikir lebih mendasarkan pada empirik, random, holistik/totalitas, kulit, bersifat emosional “roso”, ciri kreatif dan seni
Risk takerSuka Menulis Malas Bicara Mudah menjadi Profesional, Industrial
Risk Avoider Suka Bicara Malas Menulis Mudah membangkitkan Budaya Berunding
Contoh Khas Pedagang / Entrepreneur ( asli ) Petani, Pegawai, Pegawai Negeri (asli)
Implikasi Masyarakat Budaya Pelabuhan Dagang Budaya cenderung Persaingan Budaya Masyarakat Barat (Amerika)*
Masyarakat Budaya Pertanian Budaya cenderung Paguyuban Budaya Masyarakat Timur (Jepang)*
Fenomena pergeseran*
Pegawai, pegawai negeri (modern) makin bersaing dalam karier, tetapi masih risk avoider & malas menulis
Entrepreneur, investor (modern) makin memerlukan leadership tetapi tetap risktaker dan rajin mencatat
Sumber : Sutrisno, 2003b (dimodifikasi)
Pengelompokan masyarakat itu dibuat ekstrim menjadi dua kelompok, yaitu masyarakat dengan dominasi karakter individual, seperti pedagang atau anggota masyarakat umumnya di Amerika, dan masyarakat yang didominasi karakter sosial, misal seperti petani di daerah pertanian atau pegunungan yang jauh dari kemajuan teknologi. Karakter kedua masyarakat tersebut sangat kontras perbedaannya. Dominasi kerja otak kiri membentuk budaya masyarakat Barat dan dominasi otak kanan membentuk budaya masyarakat Timur.
Dalam makalah ini tinjauan awal dimulai dengan perbandingan kontras antara industrialisasi Amerika hingga perang dunia kedua dengan industrialisasi di Jepang sesudah perang dunia kedua. Untuk mewakili dunia dan budaya Barat di pilih Amerika Serikat, karena negara tersebut dalam proses industrialisasi dan seterusnya tidak mengikut sertakan penduduk asli, yaitu Indian. Dengan demikian Amerika Serikat bisa dianggap negara yang tidak memiliki pengaruh penduduk asli, sehingga merupakan representasi terbaik dari negara Barat atau budaya Barat. Di lain pihak Jepang adalah negara yang tidak pernah dijajah, sehingga merupakan negara dengan pengaruh dominan dari budaya tradisional dan budaya leluhur. Dengan demikian Jepang merupakan representasi terbaik dari negara Timur atau budaya Timur.
Tabel 2. Paradigma, kebijakan, konsep dan norma pendukung menuju kemajuan industrialisasi Barat seperti Amerika dan kemajuan industrialisasi Timur seperti Jepang
Faktor Pendukung menuju Kejayaan Industri Mobil Amerika 1950an
Faktor Pendukung menuju Kejayaan Industrialisasi Jepang 1973an
Penerapan kebijakan, konsep & teori kreasi otak kiri ke dalam bentuk manajemen Barat
• teori X dan teori Y• design based industry• dari MRP hingga CIM
• konsep assembly line dari Ford• spesialisasi• manajemen birokrasi
Penggabungan kemajuan terapan manajemen Barat kreasi otak kiri dengan kebiasaan, tatanilai hasil budaya Timur olahan otak kanan
• perubahan proses berpikir
• total productive maintenance atau TPM• TQC dan TQM untuk mengejar amerika• sistem saran dan gugus kendali mutu• JIT, filosofi orijinal industri jepang
• kaizen dengan teknologi yang ada
5
• produksi berorientasi proses• berbicara dengan data. • proses berikut adalah konsumen
Sumber : Sutrisno, 2003b (dimodifikasi)
Dalam Tabel 2 secara cukup konsisten bisa diterangkan bahwa perkembangan pemikiran manajemen rasional ilmiah, seperti konsep motivasi teori X dan teori Y, konsep perancangan perusahaan berdasar pada designbased industry, yang dilengkapi dengan perlengkapan perangkat lunak seperti MRP (Material Requirement Planing dan Manufacturing Resource Planning) hingga CIM dan konsep produksi masal Assembly Line dari Ford, merupakan karya dan terapan hasil kreasi pemikiran otak kiri dari masyarakat Barat, seperti masyarakat industri Amerika, yang akhirnya membawa Amerika ke jaman keemasan industri mobil Amerika tahun 1950an. Terapan strategi seperti ini tentu saja sulit untuk ditiru dan diterapkan di masyarakat Jepang.
Pengkajian mendalam dan bertahap tentang proses industrialisasi, membuat industri Jepang memutuskan untuk mengadopsi kemajuan terapan dari derivasi scientific management Amerika tersebut bagian demi bagian, bertahap, yang dengan atau tanpa disadari Jepang telah menggabungkannya dengan kebiasaan dan tata nilai positip hasil budaya Timur, yang merupakan hasil olahan otak belahan kanan. Seperti disajikan dalam Tabel 2, strategi kebijakan proses industrialisasi Jepang yang dipilih menekankan pada perubahan proses berpikir, konsep TPM, TQC, TQM, JIT, menjunjung tinggi hasil sistem saran dan pola pikir kaizen. Pemikiran kreatif makin dikembangkan, seperti produksi berorientasi proses, berbicara dengan data, dan proses berikut adalah konsumen.
2. Strategi BudayaTinjauan rasionalisasi proses industrialisasi Amerika hingga tahun 1950an
digambarkan seperti dalam Tabel 3. Cara berpikir masyarakat industri Amerika yang rasional, sekuensial, terstruktur, dan ketrampilan dan kebiasaan menulis membuat konsepkonsep yang dikembangkan tumbuh pesat, apalagi didukung dengan konsep spesialisasi. Konsep “ceteris paribus” yang digunakan dalam teori ekonomi, yang diduga unruk menandingi kemajuan ilmu fisika yang telah berhasil menformulasikan hukum Newton di jaman Napoleon (Prigogine & Stengers, 1984), membuat perkembangan pesat teori Neo Klasik dalam membantu proses industrialisasi dunia.
Tabel 3. Faktor budaya Barat yang mempengaruhi kejayaan industri mobil Amerika, dan faktor budaya Timur yang mempengaruhi pencapaian kejayaan industrialisasi Jepang
Faktor budaya yang mempengaruhi kejayaan industri mobil Amerika 1950an
Faktor budaya yang mempengaruhi pencapaian kejayaan industrialisasi Jepang 1973an
Faktor budaya Barat yang merupakan ciri dan karakter otak kiri
• Rasional, berpikir sequensial, terstruktur, rinci, berorientasi sebabakibat
• Suka menulis, meskipun malas bicara
• Sangat mengutamakan teori, sehingga membentuk konsep design based industry, teknologi MRP hingga CIM
• Muncul konsep spesialisasi
Penggabungan kemajuan scientific management Barat kreasi otak kiri dengan tradisi dan kebiasaan positif kreasi otak kanan yang hasilnya dalam bentuk sintesa manajemen industri Barat dengan budaya Timur• suka berbicara, berbincang, berdiskusi
• keajaiban solusi commonsense dengan minimalisasi kecanggihan teknologi
• teori X dan X diganti dengan teori Z
• manajemen otot yang sangat terbiasa kerja keras
6
• Karena pengaruh teori sangat kuat pada era tersebut, asumsi ceteris paribus digunakan secara meluas, sehingga muncul aliran “NeoKeynessian” yang sekarang mendominasi pemikiran ekonom dan sangat kuat berpengaruh dalam ekonomi industri
• kekeluargaan, percaya masa depan, harga diri
• mendefinisikan kembali saingan• memanusiakan manusia• kohesi sosial • membangun sistem nilai• mampu menyelesaikan problemaproblema
manajemen nonlinier seperti, industri tanpa serikat pekerja, hubungan manajer – karyawan yang sangat harmonis.
Sumber : Sutrisno, 2003b (dimodifikasi)
Tahun 1950an, melalui Japan Productivity Centre, Jepang mulai melihat fenomena negatif industrialisasi di Amerika saat itu, seperti kekakuan sistem dan birokrasi, desakan pekerja yang tertekan kesejahteraannya. Kebangkitan Jepang tentu saja hanya mengadopsi sebagian dari scientific management modern, akibat kemampuan biaya Jepang terbatas, sehinga terpaksa diimplentasikan secara bertahap. Dengan bertahap, tentu saja budaya Timur akan mewarnai perkembangannya. Seperti dalam Tabel 3, sintesa manajemen industri Barat dengan budaya Timur membentuk budaya manjemen industri Jepang yang sangat kental diwarnai budaya Timur yang berciri masyarakat sosial.
3. Falsafah Manajemen Industri dan Teknologi Pemahaman strategi kebijakan industrialisasi Jepang memberikan wawasan
baru tentang peran falsafah manajemen industri.
Tabel 4. Faktor falsafah manajemen Barat yang mempengaruhi kejayaan industri mobil Amerika, dan falsafah manajemen Timur yang mempengaruhi pencapaian kejayaan industrialisasi Jepang
Filosofi manajemen industri yang mempengaruhi kejayaan industri mobil Amerika 1950an
Filosofi manajemen industri yang mempengaruhi pencapaian kejayaan industrialisasi Jepang 1973an
Filosofi manajemen Barat memiliki ciri dan karakter otak kiri yang rasional, berpikir sequensial, terstruktur, rinci, sebabakibat memiliki dampak positip• Akumulasi karya ilmu pengetahuan dan
teknologi yang terarsip, mudah diakses dan berkembang dengan pesat, dilain pihak budaya Timur yang verbal tidak terarsip, sulit dikembangkan
• Konsep spesialisasi memungkinkan tinjauan dan bahasan yang sangat mendalam sehingga kemajuan makin pesat
Kelemahan Filosofi Manajemen Industri Barat• sinergi, integrasi dan sistematisasi belum
diperhatikan
• produk mahal, boros, rumit sehingga menimbulkan banyak complaint
• kebijakan makin menghimpit kesejahteraan buruh dan menumbuhkan serikat pekerja dengan pesat
• serikat pekerja terlalu kuat, gaji buruh makin
Penggabungan kemajuan terapan manajemen Barat kreasi otak kiri dengan kebiasaan hasil budaya Timur olahan otak kanan, menghasilkan falsafah baru
Manajemen Industri Timur Jepang• Menuju Total Quality Management yang secara
bertahap melaksanakan Employee empowerment dan continuous improvement, yang berusaha mendapatkan: solusi sederhana, bisa menghindari dan meminimalkan peran kecanggihan teknologi
• dalam pengalaman Jepang, kualitas SDM di artikan bukan sebagai kualitas tingkat pendidikan, tetapi lebih sebagai kemampuan membentuk sistem SDM yang terorganisasi secara sinergi, fleksibel dan sistematis
• sebagai akibatnya filosofi pengembangan manajemen industrialisasi Jepang lebih bercirikan memanusiakan manusia menuju “employee empowerment” dan melaksanakan “continuous improvement” , menuju sistem yang sinergi, sistematik dan fleksibel, mudah mengadaptasi perkembangan dan dengan sistem sarannya (Imai, 1994) memungkinkan perbaikanperbaikan dengan kecepatan perkembangan luar
7
menghimpit perusahaan dan ancaman mogok memberatkan industri dan membunuh arus investasi
• banyak industri bangkrut dan makin banyak investasi terusir keluar
• kelemahan manajemen rasional linier barat derivasi dari FW Taylor ini pada akhirnya membuat kebangkrutan manajemen birokrasi Amerika pada 1990an
biasa• efek akumulasi dalam 23 tahun membuat industri
Jepang mengalahkan kemajuan industri dunia, meskipun industrialisasi Jepang hanya dilakukan secara bertahap, berangsurangsur, dengan langkahlangkah kecil, sinergi sistematik, yang melibatkan semua orang
Keunggulan Filosofi Manajemen Industri Jepang diumpamakan dalam :• Perlombaan antara Kelinci dan Kurakura versi lama
dari Prof. Myun W. Lee (Lee, 1996)
Sumber : Sutrisno, 2003b (dimodifikasi)
Filosofi manajemen Barat yang berkarakter otak kiri, rasional, dan bersandar hampir sepenuhnya pada konsep dan teori linier, memang mempunyai keunggulan pada awalnya, seperti akumulasi karya ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung pesat, demikian pula kemajuan industrialisasi. Akan tetapi sinergi, integrasi dan sistematisasi sistem belum diperhatikan, sehingga hasil produknya mahal, boros, rumit dan banyak menghasilkan complaint. Falsafah yang bersandar pada teori linier ini cenderung mengarah kepada “dehumanisasi” (Prigogine & Stengers, 1984), dan kelemahan selanjutnya adalah, himpitan kebijakan pada kesejahteraan buruh menyebabkan serikat pekerja makin menguat, ancaman mogok membuat gaji buruh makin meroket dengan benefit yang makin kelewatan. Hal ini menjadi ancaman balik yang mematikan proses industrialisasi.
Pengembangan falsafah manajemen industrialisasi Jepang mensintesakan budaya Timur ke dalam manajemen serapannya, sehingga terapannya cenderung manusiawi, berpedoman bahwa karyawan adalah aset sehingga perlu diberdayakan. Sifat nonlinear manusia dalam bentuk interaksi, saling percaya, bekerjasama saling membantu dan bernetworking dipupuk, sehingga akumulasinya selama 23 tahun membuat Jepang menjadi produsen serat sintetis, karet, besi dan mobil terbesar dunia.
Pemahaman strategi kebijakan industrialisasi Korea Selatan memberikan wawasan baru tentang peran falsafah manajemen industri dan teknologi. Bagi Korea Selatan tidak mungkin mengharapkan technology transfer dari Jepang, mengingat Korea bekas jajahannya. Oleh sebab itu teknologi harus dicari atau direbut. Menurut Lee (1996) filosofi manajemen industri Jepang tahun 1973an diumpamakan perlombaan antara kelinci dan kurakura. Itulah sebabnya Taichi Ohno, wakil presiden Toyota Motor Company berpendapat bahwa Sistem produksi Toyota hanya bisa dicapai bila semua karyawan bekerja seperti kurakura (Ohno, 1995).
Falsafah manajemen teknologi Korea Selatan diformulasikan dalam teori W oleh Prof. Lee, seperti disajikan pada Tabel 5. Suatu negara dipersyaratkan memiliki falsafah manajemen sendiri, pola pikir sendiri, pola perkembangan industri yang berdasar pada latar belakang kultural, historis, ciri khas masyarakat dan keunikan sumberdaya alam. Dalam gambaran simbolik “perlombaan antara kelinci dan kurakura” (Sutrisno, 2003b), Korea harus memiliki solusi kreatif, menciptakan teknologi yang sekarang menjadi andalan merek Korea seperti Samsung, LG dan sebagainya. Selanjutnya dalam “perlombaan antara sapi, tikus dan lebah” (Lee, 1996 dan Sutrisno, 2003b) memberikan
8
solusi kreatif berupa pengembangan produk HiTouch, yang membawa Korea diperhitungkan dalam percaturan industri dunia saat ini.
Kebangkitan kembali industri Amerika 1995an tetap konsisten dengan falsafah manajemen industri dan teknologinya, seperti manajemen berbasis Six Sigma, yang bergaya pikir Barat ciri otak kiri, rasional, sekuensial, terstruktur, berlandaskan pada ciri masyarakat yang didominasi pemikiran individual, dengan mengandalkan data dan analisis rasional. Perkembangan mencoloknya terletak pada pengadopsian pemahaman nonlinieritas hubungan antar manusia, pengembangan teknologi dan tuntutan kualitas yang memerlukan kemampuan kerja tim dan leadership.
Secara keseluruhan strategi terapan psikologi, budaya dan falsafah manajemen industri dan teknologi digambarkan secara skematis dalam Gambar 1. Termasuk di dalamnya pengembangan sistem manajemen mutu industri Amerika dalam bentuk Malcolm Balridge National Quality Awards (MBNQA) dan dan Sistem ISO 9000 yang dikembangkan di Eropa (Sutrisno & Zuhdi, 2004).
9
Tabel 5. Faktor falsafah manajemen teknologi Korea yang mempengaruhi kemajuan industri Korea, dan falsafah manajemen teknologi Barat yang mengembalikan kebangkitan Industri Amerika kedua
Manajemen teknologi Korea agar dapat muncul ditengah kejayaan industri Jepang dan Amerika
Manajemen industri Barat baru untuk kebangkitan kembali industri Amerika setelah
terpuruk oleh dominasi industrialisasi Jepang
Korea belajar dari kegagalan tahun 1970an, yang membagi penelitian dasar di universitas, penelitian terapan pada lembaga pemerintah, dan penelitian pengembangan bagi industri tidak cocok dengan budaya Timur yang didominanasi pengaruh kreasi otak kanan, yaitu rational expectation. Pemerintah Korea harus memiliki Kebijakan IPTEK yang baik. Diperlukan persamaan persepsi dan inspirasi untuk bekerjasama bagi perguruan tinggi, lembaga pemerintah dan industri.
• pengembangan manajemen industri harus berbasis budaya
• teknologi harus dicari atau direbut, tahun 1987 Korea membentuk Tim HiTouch beranggota 25 orang teknisi dari berbagai perusahaan dan ditraining dengan program universitas, yang dalam 2 tahun menghasilkan 12 macam produk bernilai tambah tinggi dan 180 paten
• Korea menggunakan teknologi dan budaya sebagai daya saing, prestasinya mengagetkan dunia
Teori W Prof. Myun W.Lee yang menyatakan bahwa agar suatu negara dapat berkembang dan tumbuh terus menerus, maka negara tersebut harus memiliki falsafah manajemen sendiri dan memiliki pola pikir yang dapat bersaing dengan negara lain. Negara harus menentukan pola perkembangan industri yang berdasarkan latar belakang kultural, historis, ciri khas masyarakat dan sumber daya alam yang unik, agar menjadi negara yang mandiri.
Strategi pengembangan industri Korea Selatan menghadapi dominasi industrialisasi Amerika dan Jepang dilukiskan sebagai: • Perlombaan antara Kelinci dan KuraKura• Perlombaan antara Sapi, Tikus dan Lebah
Tahun 1980an, pukulan kemajuan industri Jepang dengan filosofi JustInTime, mematikan pasar industri Amerika. Penerapan JIT di Amerika memang membuat perubahan cukup spektakuler (Dilworth, 1989 dan Imai, 1997), tetapi manajemen bercorak budaya Timur ini tidak mudah diterima masyarakat Barat.
Industriindustri Amerika yang bercirikan high risk seperti ruang angkasa diwarnai dengan kecelakaan tragis seperti space shuttle Challenger, Appolo 13, memunculkan konsep kehandalan atau reliability (Cox &Tait, 1993) yang sangat mengandalkan pada data processing .
Konsep kehandalan dipakai untuk menelusuri langkah proses penyebab cacat produk, dan menurunkannya hingga tingkat dikehendaki, demi costumer satisfaction. Motorola berkonsentrasi pada “kualitas six sigma”, yang menurunkan kemungkinan cacat produk dari 2 per seribu, menjadi 3 cacat per sejuta produk, dan muncul sebagai definisi baru “world class company”.
Manajemen berbasis Six Sigma dari Motorola, adalah gaya berfikir Barat ciri otak kiri, yaitu rasional, sequensial, terstruktur, rinci, sebabakibat, yang mengandalkan data dan analisis rasional, akan tetapi tim sering bertemu menilai kemajuan kualitas, yang harus konsisten melebihi pesaingnya, dan mengadopsi berlakunya Manajemen Paradoks. Tim dan individu diperbolehkan mencoba hal baru, yang sebelumnya dilarang karena dinilai sebagai pemborosan. Kini dipercaya, bahwa pemborosan harus dikurangi dan teknologi dikembangkan, dengan jalan mencoba hal baru.
Motorola memahami nonlinieritas hubungan antar manusia dan pengembangan teknologi, dan juga tuntutan kualitas yang memerlukan kemampuan tim dan individual memahami gabungan konsep otak kiri dan otak kanan. Hal ini sebenarnya mirip dengan kerangka dasar manajemen industri Jepang dan manajemen teknologi Korea.
Motorola dapat menerima pesanan produksi dari hanya satu unit hingga ratusan ribu unit (Pyzdek, 2002). Dan tingkatan kemampuan manajemen ditandai dengan ban coklat, ban hitam, dan master ban hitam seperti dalam dunia bela diri.
10
Sumber : Sutrisno, 2003b (dimodifikasi)
MASYARAKAT PATEMBAYAN
MASYARAKAT PAGUYUBAN
Budaya Barat (Amerika)
Budaya Timur (Jepang)
Kejayaan Industri Mobil Amerika
Atomic Bomb HiroshimaNagasaki
Scientific Management
Assembly Line (Ford)
FW Taylor
1950
Kebangkrutan Manajemen Birokrasi Amerika
1990
Kejayaan Industri JEPANG
1950 Deming, Juran
Manajemen Rasional TQC, TQM
Kayzen, Sistem Saran JIT, Kanban, 5R TEORIZ
1973
1984 JIT
MRP MRP II
Manajemen SIX SIGMA Kemerosotan
Industri JEPANG
Toshiba Motorola
GE
P200
Perlom. Kelinci Kura2
Perlom. SapiTikusLebah
KOREA SEL
Manaj Industri
Manaj Teknologi
TEORIW
1995 1995
EROPA
ISO9000
TEORI X & Y
INDONESIA
TEORI U & TEORI V
Costumer Satisfaction Continuous Improvement Employ Empowerment
TQM
manajemen nonlinier
manajemen linier
Konsep MIKRO
Budaya PERTANIAN RISK AVOIDER Pegawai Negeri
Suka NGOMONG Tidak Suka MENULIS JAGONGAN
Budaya PESISIRAN RISK TAKER Entrepreneurshp PEDAGANG
Suka MENULIS Tidak Suka NGOMONG mudah Profesnal
Harley Davidson
Proyek Apollo Reliability
Kejayaan Program Ruang Angkasa
Kejayaan Program Komunikasi Komputer
1970 1980
OTAK KIRI sekuensial terstruktur detail/ rinci
rasional matematika
bahasa
OTAK KANAN empiris random menyeluruh/ kulit emosional/ kreatif kreativitas / ide seni / hobi
MBNQA
Gambar 1. Teori Perkembangan Manajemen Industri dan Manajemen Teknologi (Sutrisno, 2000)
11
B. Rumusan teori industrialisasi.
Dari uraian teori industrialisasi di atas dapat disimpulkan bahwa kriteria mampu tumbuh industrialisasi dari suatu negara adalah kestabilan politik dan kemampuan meningkatkan “potensi produksi”, P, yang dapat menghasilkan produk yang bisa dialirkan ke negaranegara sekitar, sehingga “laju peningkatan potensi produksi”, dP/dt, makin besar dan tumbuh berkembang. Potensi aliran produksi makin kuat bila sistem industrialisasi makin meningkat tingkat sinergi dalam membangun teknologi, tingkat fleksibilitas, dan derajad sistematik, yang disimbulkan sebagai S dan mampu membuat dinamika aliran sistem dengan tingkat hambatan, olakan dan gangguan, H, minimal. Dengan demikian laju peningkatan potensi produksi dapat dilukiskan dengan model sederhana; dP/dt = S – H ; dP/dt = (ΔPt – ΔP0) / Δt ; ΔPt = P P∞ dan ΔP0 = P0 P∞
yang menyatakan bahwa “laju peningkatan potensi produksi”, dP/dt, makin besar bila S, yaitu tingkat sinergi dalam membangun teknologi, tingkat fleksibilitas, dan derajad sistematik, dan H, yaitu tingkat hambatan, olakan dan gangguan, memberikan selisih S – H positip, sehingga mampu membuat dinamika aliran sistem melaju lancar, terarah.
C. Komentar untuk industrialisasi Malaysia dan Thailand.
Pertumbuhan industrialisasi Malaysia dan Thailand, yang cepat pulih, diduga karena optimasi komponen S – H tersebut berhasil. Dalam proses pertumbuhan ini terdapat indikasi kuat bahwa karakter sistem dan moral sumber daya manusia Malaysia dan Thailand lebih mudah menciptakan sistem yang bebas hambatan, bebas olakan dan gangguan, yaitu tuntutan serikat pekerja, demonstrasi pekerja dan rakyat termarjinalkan masih belum menunjukkan gangguan yang berarti, sehingga H sangat rendah.
Komponen S, menurut Lee (1996), adalah persyaratan bahwa negara tersebut harus memiliki falsafah manajemen sendiri dan memiliki pola pikir yang dapat bersaing dengan negara lain. Negara harus menentukan pola perkembangan industri yang berdasarkan latar belakang kultural, historis, ciri khas masyarakat dan sumber daya alam yang unik, agar menjadi negara yang mandiri. Komponen S untuk Malaysia dan Thailand belum tumbuh baik. Di Malaysia, program untuk peningkatan sinergi dalam membangun teknologi, fleksibilitas, dan derajat sistematik baru saja dimulai dan belum berjalan dengan baik. Kemajuan industrialisasi saat ini disebabkan tingkat hambatan, H, yang sedemikian rendah sehingga dP/dt ≥ nol, dan terus tumbuh.
Malaysia memanfaatkan trend global 1980an ketika angin investasi industri elektronik bergeser ke Asia Timur. Penang disiapkan untuk mengembangkan klaster elektronik, dibuat pula Multimedia Super Corridor yang mendorong dunia berinvestasi di Malaysia. Sejak 1960an tercatat lebih dari 3000 proyek Foreign Direct Investment masuk Malaysia dari lebih dari 40 negara (Hartarto, 2004), dalam bentuk assembly dan global manufacturing. Industrialisasi di Thailand demikian pula, industri otomotif cukup berkembang, misalnya sepeda motor Honda Tiger, sejak 2003 telah 100% persen komponen telah di produksi dalam negeri, meskipun merek tetap Honda.
D. Proposal Industrialisasi Dunia Ketiga
12
Gambar 1. Teori Perkembangan Manajemen Industri dan Manajemen Teknologi (Sutrisno,2000).
Berdasarkan uraian teori industrialisasi di atas, proses industrialisasi dunia ketiga harus mempertimbangkan pemahaman psikologi masyarakat, strategi budaya dan falsafah manajemen industri dan teknologi. Dalam rumusan industrialisasi dilukiskan bahwa laju peningkatan potensi produksi makin meningkat dengan peningkatan komponen S, tingkat sinergi dalam membangun teknologi, tingkat fleksibilitas, dan derajad sistematik dan berusaha sekuat tenaga menurunkan sampai minimal komponen H, yaitu tingkat hambatan, olakan dan gangguan yang meningkatkan “resistansi” dinamika aliran sistem.
Perbaikan kualitas struktur industrialisasi daerah ataupun tingkat nasional harus ditingkatkan, dengan menggunakan pirantipiranti quality improvement mikro ke dalam sistem yang bersifat makro mulai dari tingkat daerah hingga ke pusat. Resistansiresistansi harus dikurangi untuk meningkatkan laju peningkatan potensi produksi. Strategi filosofis, yang telah diwariskan oleh generasi terdahulu dalam bentuk budaya harus digali untuk diterapkan dalam proses. Teori Catur (Sutrisno, 2000) sangat bermanfaat untuk diterapkan seperti halnya telah diterapkan di supermarket Jepang (Imai, 1996). Meninjau kembali teori X dan Y Amerika, teori Z Jepang , serta teori W Korea, perlu dikembangkan teori U dan V guna mendukung pertumbuhan industrialisasi. Teori U untuk masyarakat yang kuat karakter sosialnya, akan digunakan manajemen mirip dengan teori Z, sedangkan untuk teori V bagi masyarakat yang kuat karakter individualnya akan digunakan manajemen mirip six sigma, keduanya tentu saja akan diwarnai oleh kultural historis dan ciri masyarakat setempat. Teori U dan V tersebut, Gambar 1, makin lama akan mendekat dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat.
Dampak teori ini dalam dunia pendidikan, diperlukan kajian yang lebih mendalam perbedaan antara tujuan pendidikan jangka panjang praktisi lapangan (Soepangkat, 2004) dan rumusan kebijakan High Education Long Time Strategy (HELTS) 20032010 (Sudjarwadi, 2004), yang dalam HELTS, faktor leadership tidak diperlukan, yang muncul hanya konsep jati diri yang tidak jelas implementasi penggarapannya.
E. Kesimpulan
Dari uraian dan teori industrialisasi di atas dapat disimpulkan bahwa1. Keberhasilan strategi pengembangan proses industrialisasi di NIC sangat
dipengaruhi oleh pemahaman negara dan pakarpakarnya terhadap ciriciri, karakter budaya dan pemanfaatan keunggulan budaya masingmasing negara.
2. Budaya Barat yang sangat kental dengan sifat individual, dan lebih mengutamakan keunggulan psikologi otak kiri, berhasil membawa kejayaan Amerika serikat pada industri mobil tahun 1950an. Sedangkan budaya Timur, yang sangat kental dengan hubungan sosial dan pemberdayaan keunggulan otak kanan telah berhasil disintesakan Jepang dengan kemajuan manajemen Barat, dan telah membawa Jepang sebagai produsen serat sintetis, karet, besi dan mobil terbesar dunia tahun 1973an, 23 tahun kemudian.
3. Budaya Barat yang sangat kental dengan sifat individual, budaya tulis, olah data dan lebih mengutamakan keunggulan otak kiri, diangkat kembali dalam membangun filosopi manajemen industri Amerika yang baru, yang banyak menerapkan keunggulan kualitas berbasis six sigma, akan tetapi secara mencolok, telah mengadopsi pemahaman nonlinieritas hubungan antar
13
manusia, pengembangan teknologi dan tuntutan kualitas yang memerlukan kemampuan kerja tim dan leadership.
4. Falsafah pengembangan Manajemen Teknologi dan teori W yang dikembangkan Korea Selatan mempersyaratkan negara memiliki falsafah manajemen sendiri, pola pikir sendiri, pola perkembangan industri yang berdasar pada latar belakang kultural, historis, ciri khas masyarakat dan keunikan sumberdaya alam. Negara harus memiliki solusi kreatif, menciptakan teknologi yang kelak menjadi andalan industri.
5. Kesimpulan ini sangat bermanfaat dalam merumuskan strategi pengembangan industrialisasi di dunia ketiga, termasuk pula dalam pengembangan kualitas sumberdaya manusia.
F. Daftar Simbul
P = potensi produksi dP/dt = laju peningkatan potensi produksiS = tingkat sinergi dalam membangun teknologi, tingkat fleksibilitas, dan
derajat sistematik H = tingkat hambatan, olakan dan gangguan pada dinamika proses produksi
dan aliran produkPt = potensi produksi pada saat ini (t)P0 = potensi produksi pada referensi waktu (t=0)P∞ = potensi produksi pada referensi daerah sekitarΔPt = beda potensi produksi dengan daerah sekitar pada saat ini (t)ΔP0 = beda potensi produksi dengan daerah sekitar pada referensi waktu (t=0)Δt = beda waktu dari referensi waktu
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua rekanrekan, sulit penulis sebutkan satu per satu, baik langsung atau pun tidak langsung berinteraksi, berdiskusi, bertukar pemahaman, sehingga terkristalisasinya makalah ini. Penghargaan setinggitingginya kami sampaikan kepada almarhum Prof. Dr. Arief Ramelan Karseno, yang mengenalkan penulis kedalam bidangbidang kajian noneksakta, terutama ekonomi makro sejak tahun 1987an dan terus penulis kembangkan hingga saat ini. Makalah ini penulis dedikasikan untuk beliau.
Daftar Pustaka:
Airlangga Hartarto (2004) Strstegi clustering dalam industrialisasi Indonesia, Andi, Yogyakarta. B. DePorter & M. Hernacki (1999) Quantum Business, Penerbit Kaifa, BandungDavid Marshall (1998) Kisah Sukses Bisnis: Akio Morita dan Sony, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.David Osborne, Ted Gaebler (1999) Mewirausahakan Birokrasi (Reinventing Government):
Mentransformasikan semangat wiraisaha ke dalam sektor publik, LPPM, JakartaHariyadi P. Soepangkat (2004) Kiat meningkatkan kualitas pembelajaran diperguruan tinggi, Workshop Due
Like Batch 4 UGM, YogyaIan Chalmers (1996) KONGLOMERASI: Negara dan Modal dalam Industri Otomotif Indonesia, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.Ilya Prigogine & Isabelle Stengers (1984) Order Out of Chaos: Man's New Dialogue with Nature, Bantam
Books, Toronto.James B. Dilworth (1989) Production and Operations Management: Manufacturing and Nonmanufacturing,
Random House, New York.
14
Masaaki Imai (1994) Kaizen: Kunci sukses Jepang dalam Persaingan, LPPM, JakartaMasaaki Imai (1997) Gemba Kaizen: Pendekatan akal sehat, biaya rendah pada manajemen, PPM, Jakarta.Myun W. Lee (1996) Teori W: Gaya Manajemen Korea. Penerbit Andi, Yogyakarta.Philip E. Hicks (1994) Industrial Engineering and Management: A new perspective, McGraw Hill, New YorkS.J. Cox & N.R.S. Tait (1993) Reliability, Safety and Risk Management: An integrated approach, Butterworth
Heinemann, Oxford.Sutrisno (2003a) Memperkokoh tekad mengembangkan Ilmu, Teknologi dan Manajemen untuk Indonesia,
Jurnal Teknologi 2004, BEMFTUGM, Yogyakarta, pp. 1726. Sutrisno (2003b) Industri Manufaktur Jepang dan Proses Transfer Teknologi dalam Bob Widyahartono, ed.
Belajar dari Jepang, Salemba Empat, Jakarta.Sutrisno dan Aliq Zuhdi (2004) Modeling dan Simulasi untuk Industrialisasi, Industri Proses dan Manufaktur,
Proceeding Seminar Nasional Teknologi Simulasi dan aplikasinya, JTMIFTUGM, Yogya, pp. 210.Sudjarwadi (2004) Sepuluh butir informasi dari HELTS, Workshop DueLike Batch 4 UGM, YogyaTaiichi Ohno (1995) JustInTime dalam Sistem Produksi Toyota, PPM, Jakarta.Thomas Pyzdek (2002) The Six Sigma Handbook, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.Yoshihara Kunio (1992) Pembangunan Ekonomi Jepang, UIPress, Jakarta
15