71
BAB I STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. T.S Umur : 81 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Status : Sudah menikah Alamat : Jl. Pangeran Jaya Karta Dalam Karawang Pendidikan : SLTA Pekerjaan : Tidak Bekerja No. RM : 0000324103 Tanggal Masuk : 21 Januari 2015 II. ANAMNESIS Autoanamnesis tanggal 21 Januari 2015 Keluhan Utama : Diare berwarna kehitaman selama ± 7 hari. 1

status pasien.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: status pasien.docx

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. T.S

Umur : 81 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Sudah menikah

Alamat : Jl. Pangeran Jaya Karta Dalam Karawang

Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : Tidak Bekerja

No. RM : 0000324103

Tanggal Masuk : 21 Januari 2015

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis tanggal 21 Januari 2015

Keluhan Utama : Diare berwarna kehitaman selama ± 7 hari.

Keluhan Tambahan : nyeri perut di seluruh lapang abdomen terutama di bagian kanan

atas, perut membesar, kaki kanan bengkak disertai dengan

kemerahan dan nyeri, tidak nafsu makan, lemas

1

Page 2: status pasien.docx

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Poliklinik Penyakit Dalam RS. M. Ridwan Meuraksa dengan

keluhan utama diare berwarna kehitaman dengan frekuensi BAB 5 kali/hari selama ± 7

hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut sejak ± 3 bulan SMRS, nyeri perut

dirasakan di seluruh lapang abdomen tetapi bagian perut yang paling nyeri di sebelah

kanan atas. Pasien mengatakan bahwa perutnya semakin lama semakin membesar,

keluhan ini sudah dirasakan ± 3 bulan SMRS. Pasien juga mengatakan tungkai kanan

bengkak ± 1 bulan SMRS, selain bengkak pasien juga merasakan tungkai kanan berwarna

kemerahan dan nyeri. Karena adanya bengkak dan nyeri pada tungkai kanan membuat

pasien kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Pasien juga merasakan lemas,

lemas dirasakan ± 3 bulan SMRS. Dan pasien juga kehilangan nafsu makan. Mual dan

muntah disangkal oleh pasien. BAK tidak ada kelainan.

Pasien pernah dirawat di RS dengan keluhan nyeri perut. Menurut pengakuan

keluarga pasien, dahulu pasien dirawat dan di diagnosis oleh dokter yaitu gastritis kronis.

Menurut penjelasan keluarga pasien, dahulu makan pasien tidak teratur. Dalam 1 hari

pasien hanya bisa makan hanya 1 kali, dan kebiasaan makan yang tidak teratur terjadi

sangat lama. Pasien mengatakan bahwa pasien sering mengkonsumsi dengan rutin obat

maag dari umur 12 tahun. Pasien juga mengatakan mengkonsumsi obat-obatan cina untuk

menghilangkan sakit maag selama 12 tahun terakhir, dan dalam 1 minggu bisa

menghabiskan 13 bungkus obat cina. Pasien menyangkal minum-minuman beralkohol.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat Penyaki Paru : disangkal

Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal

Riwayat Alergi : disangkal

Riwayat Penyakit Kuning : disangkal

Riwayat Batu Ginjal : disangkal

2

Page 3: status pasien.docx

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat Penyaki Paru : disangkal

Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal

Riwayat Alergi : disangkal

Riwayat Penyakit Kuning : disangkal

Riwayat Batu Ginjal : disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 21 Januari 2015 :

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tanda – tanda Vital : Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 92x/menit, reguler,

Pernapasan : 20 kali/menit

Suhu : 36,4oC

Kepala : Normocephal, distribusi rambut merata, warna rambut putih

Mata : konjuntiva pucat +/+, sklera ikterik -/-

Telinga : Bentuk normal, serumen -/-, sekret -/-

Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-), darah (-)

Mulut : Bibir tidak sianosis, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tidak

hiperemis.

Leher : KGB tidak teraba, kelenjar tiroid tidak membesar.

Thoraks :

Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas pinggang jantung ICS III parasternal sinistra

Batas kiri jantung : ICS IV linea midklavikularis

sinistra

3

Page 4: status pasien.docx

Batas kanan jantung : ICS V linea midstrenalis

dextra

Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Paru : Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi interkostal (-).

Palpasi : Vokal fremitus +/+, nyeri tekan (-).

Perkusi : sonor kedua lapang paru +/+

Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+, Rh -/-, wheezing -/-.

Abdomen : Inspeksi : Cembung

Aukultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Nyeri tekan diseluruh abdomen terutama di

kuadran kanan atas, terdapat pembesaran hepar

dan lien.

Perkusi : Timpani dan pekak beralih (+), nyeri ketok

kostovertebrae (-/-), shifting dullness (+), acites

(+)

Ekstremitas : Akral hangat, edema (+) di tungkai kanan , eritema (+) dan nyeri

tekan (+) pada tungkai kanan, sianosis (-), perfusi

perifer < 2 detik.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium ( 21 Januari 2015 )

Parameter Hasil Nilai Normal

Hemoglobin 6,2 L 14 – 18 P 12 – 16 g/dl

Leukosit 7100 4.800 – 10.800 /μL

Hematokrit 21 L 40 – 54 P 35 – 47 %

Trombosit 413.000 150.000 – 400.000 jt/μL

LED 75 L 0 – 15 P 0 – 20 mm/jam

Hitung jenis BasofilEosinofilBatangSegmen

00079

< 1 %< 3 %< 6 %

50 – 70 %

4

Page 5: status pasien.docx

LimfositMonosit

210

20 – 40 %< 8 %

Kimia Darah

Fungsi hati :Protein totalAlbuminGlobulinSGOTSGPT

5,92,83,15633

6 – 88 g/dl3,5 – 5,3 g/dl1,3 – 2,7 g/dl

< 25 U/L< 31 U/L

Fungsi Gijal :UreumKreatinin

270.95

10 – 50 mg/dl0.6 – 1.1 mg/dl

Glukosa Darah Sewaktu 96 ≤ 200 mg/dl

Elektrolit :KaliumNatriumChlorida

3,2137104

3,5 – 5 mmol/L135 – 145 mmol/L98 – 106 mmol/L

V. RESUME

Pasien seorang wanita, usia 81 tahun datang dengan keluhan diare berwarna

kehitaman dengan frekuensi BAB 5 kali/hari selama ± 7 hari SMRS. Pasien juga

mengeluhkan nyeri perut dan perut membesar sejak ± 3 bulan SMRS. Pasien juga

mengatakan tungkai kanan bengkak ± 1 bulan SMRS, selain bengkak pasien juga

merasakan tungkai kanan berwarna kemerahan dan nyeri, lemas yang sudah dirasakan ± 3

bulan SMRS, nafsu makan menurun. Mual dan muntah disangkal oleh pasien. BAK tidak

ada kelainan.

Pada pemeriksaan fisik tanda-tanda vital TD 110/70 mmHg, Nadi 92x/menit,

reguler, Pernapasan 20 kali/menit, Suhu 36,4oC. Pada pemeriksaan mata ditemukan

konjungtiva anemis (+/+), pemeriksaan abdomen inspeksi cembung, palpasi ditemukan

nyeri tekan diseluruh abdomen terutama di kuadran kanan atas, terdapat pembesaran

hepar dan lien, perkusi timpani dan pekak beralih (+), shifting dullness (+), ascites (+),

auskultasi bising usus (+) normal. Pemeriksaan ekstremitas inferior terdapat edema pada

tungkai kanan (+) disertai dengan eritema dan nyeri tekan. Pada pemeriksaan

5

Page 6: status pasien.docx

laboratorium ditemukan Hb rendah, hematokrit rendah, LED meningkat, SGOT dan

SGPT meningkat, protein total rendah, albumin dan globulin rendah, dan kalium rendah.

VI. DIAGNOSIS KERJA

GEA

Anemia

Sirosis hepatis

Selulitis

VII. DIAGNOSIS BANDING

Hepatoma

VIII. RENCANA PEMERIKSAAN

Pemeriksaan USG abdomen

IX. PENATALAKSANAAN

Non farmakologi :

Bed rest

Diet tinggi protein 1500-2000 kalori sekurang-kurangnya 1 gr/kgBB tiap hari

Pembatasan minum 1-1,5 liter tiap harinya

Farmakologi :

Infus RL 20 tpm

Ceftriaxon 1x2 gr

Omeprazol 2x1 tab

Diatab 3x2 tab

Sanmag 3x1 tab

X. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad malam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

6

Page 7: status pasien.docx

XI. FOLLOW UP

S O A P

22/1/15

BAB cair berwarna kehitaman dengan frekuensi 5x/hari, kaki kanan bengkak (+) disertai nyeri dan kemerahan, demam (-)

KU/KES: Tampak sakit sedang, CMTD: 120/90 mmHgN: 80 x/menitRR: 20 x/menitS: 36,70C Kepala :

- Mata : konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-- Hidung : sekret -/-- Mulut: bibir lembab, selaput lendir basah, lidah tidak kotor- Tenggorokkan: faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1

Leher: tidak ada pembesaran KGB

Thorax :Pulmo: bunyi vesikuler +/+, wheezing & ronkhi -/-Cor: BJ I-II reguler, murmur & gallop (-)

Abdomen : cembung, supel, NT (+) kuadran kanan atas, BU (+)N, acites (+), hepar dan lien membesar

Ekstremitas : akral hangat +/+, CRT < 2 detik, Edema pada tungkai kanan, kemerahan dan nyeri tekan (+), sianosis -/-

- GEA- Anemia- Sirosis

hepatis- Selulitis

- Rl 2 kolf/hari = 20 tpm- Ceftriaxone inj. 1x2 gr- Omeprazol 2x1 tab- Sanmag 3x1 tab- Diatab 3x2 tab- Transfusi PRC 213ml

7

Page 8: status pasien.docx

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 22 januari 2015 Pukul 07.00 WIB

Parameter Hasil Nilai Normal

Hemoglobin 6,2 L 14 – 18 P 12 – 16 g/dl

Leukosit 7100 3.600 – 10.800 /μL

Hematokrit 21 L 40 – 54 P 35 – 47 %

Trombosit 413.000 150.000 – 400.000 jt/μL

Eritrosit 2,5 3,8 – 5,8 juta/µL

MCVMCHMCHCRDW

84,424,829,420,4

82 – 92 fl27 – 32 pg

32 – 36 g/dl11,5 – 14,5 %

Morfologi darah tepi :

Eritrosit : Normositik normokrom, anisositosis, eritrosit polikromasi (+)

Leukosit : kesan jumlah dan morfologi normal

Trombosit : kesan jumlah dan morfologi normal

Kesimpulan : anemia normositik normokrom, anisositosis, eritrosit polikromasi (+)

Kemungkinan anemia karena perdarahan

Saran : - Periksa retikulosit

- Tes darah samar (urine, feses)

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 22 januari 2015 pukul 17.53 WIB

Parameter Hasil Nilai Normal

Hemoglobin 7,4 L 14 – 18 P 12 – 16 g/dl

Leukosit 3800 3.600 – 10.800 /μL

Hematokrit 23 L 40 – 54 P 35 – 47 %

Trombosit 117.000 150.000 – 400.000 jt/μL

8

Page 9: status pasien.docx

S O A P

23/1/15

BAB cair berwarna kuning, kaki kanan bengkak (+) disertai nyeri dan kemerahan, pusing (+)

LP = 129 cm

KU/KES: Tampak sakit sedang, CMTD: 110/80 mmHgN: 81 x/menitRR: 21 x/menitS: 36,50C Kepala :

- Mata : konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-- Hidung : sekret -/-- Mulut: bibir lembab, selaput lendir basah, lidah tidak kotor- Tenggorokkan: faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1

Leher: tidak ada pembesaran KGB

Thorax :Pulmo: bunyi vesikuler +/+, wheezing & ronkhi -/-Cor: BJ I-II reguler, murmur & gallop (-)

Abdomen : cembung, supel, NT (+) kuadran kanan atas, BU (+)N, acites (+), hepar dan lien membesar

Ekstremitas : akral hangat +/+, CRT < 2 detik, Edema pada tungkai kanan, kemerahan dan nyeri tekan (+), sianosis -/-

- GEA- Anemia- Sirosis

hepatis- Selulitis

- Rl 2 kolf/hari = 20 tpm- Ceftriaxone inj. 1x2 gr- Omeprazol 2x1 tab- Sanmag 3x1 tab- Diatab 3x2 tab- Transfusi PRC 206 ml dan 208 ml

9

Page 10: status pasien.docx

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 23 Januari 2015 pukul 17.03 WIB

Parameter Hasil Nilai Normal

Feses

Makroskopis :WarnaKonsistensiLendirDarah

KuningLembekNegatifNegatif

NegatifNegatif

Mikroskopis :LeukositEritrositEntamoeba coliEntamoeba histolitikaTelur cacingLemakAmilumSeratBenzidin

0 – 21 – 2

Tidak ditemukanTidak ditemukanTidak ditemukan

NegatifNegatifPositifNegatif

Tidak ditemukanTidak ditemukanTidak ditemukan

NegativeNegativePositifnegatif

10

Page 11: status pasien.docx

S O A P

24/1/15

BAB cair berwarna kuning dengan frekuensi 3x, kaki kanan bengkak (+) disertai nyeri dan kemerahan, pusing (+)

LP = 114 cm

KU/KES: Tampak sakit sedang, CMTD: 120/80 mmHgN: 79 x/menitRR: 20 x/menitS: 36,60C Kepala :

- Mata : konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-- Hidung : sekret -/-- Mulut: bibir lembab, selaput lendir basah, lidah tidak kotor- Tenggorokkan: faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1

Leher: tidak ada pembesaran KGB

Thorax :Pulmo: bunyi vesikuler +/+, wheezing & ronkhi -/-Cor: BJ I-II reguler, murmur & gallop (-)

Abdomen : cembung, supel, NT (+) kuadran kanan atas, BU (+)N, acites (+), hepar dan lien membesar

Ekstremitas : akral hangat +/+, CRT < 2 detik, Edema pada tungkai kanan, kemerahan dan nyeri tekan (+), sianosis -/-

- GEA- Anemia- Sirosis

hepatis- Selulitis

- Rl 2 kolf/hari = 20 tpm- Ceftriaxone inj. 1x2 gr- Omeprazol 2x1 tab- Sanmag 3x1 tab- Diatab 3x2 tab- Lasix inj. 1x1

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 24 Januari 2015 puul 18.34

Parameter Hasil Nilai Normal

Hemoglobin 12.5 L 14 – 18 P 12 – 16 g/dl

Leukosit 7200 3.600 – 10.800 /μL

Hematokrit 39 L 40 – 54 P 35 – 47 %

Trombosit 153.000 150.000 – 400.000 jt/μL

S O A P

11

Page 12: status pasien.docx

25/1/15

BAB cair berwarna kuning, kaki kanan bengkak (+) disertai nyeri dan kemerahan, pusing (+), nyeri perut

LP = 111 cm

KU/KES: Tampak sakit sedang, CMTD: 120/80 mmHgN: 80 x/menitRR: 20 x/menitS: 36,50C Kepala :

- Mata : konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-- Hidung : sekret -/-- Mulut: bibir lembab, selaput lendir basah, lidah tidak kotor- Tenggorokkan: faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1

Leher: tidak ada pembesaran KGB

Thorax :Pulmo: bunyi vesikuler +/+, wheezing & ronkhi -/-Cor: BJ I-II reguler, murmur & gallop (-)

Abdomen : cembung, supel, NT (+) kuadran kanan atas, BU (+)N, acites (+), hepar dan lien membesar

Ekstremitas : akral hangat +/+, CRT < 2 detik, Edema pada tungkai kanan, kemerahan dan nyeri tekan (+), sianosis -/-

- GEA- Anemia- Sirosis

hepatis- Selulitis

- Rl 2 kolf/hari = 20 tpm- Ceftriaxone inj. 1x2 gr- Omeprazol 2x1 tab- Sanmag 3x1 tab- Diatab 3x2 tab- Lasix inj. 1x1

12

Page 13: status pasien.docx

S O A P

26/1/15

BAB cair berwarna hitam dengan frekuensi 7x, kaki kanan bengkak (+) disertai nyeri dan kemerahan, pusing (+), nyeri perut (+)

LP = 109 cm

Urin 750 ml

KU/KES: Tampak sakit sedang, CMTD: 120/80 mmHgN: 96 x/menitRR: 20 x/menitS: 36,70C Kepala :

- Mata : konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-- Hidung : sekret -/-- Mulut: bibir lembab, selaput lendir basah, lidah tidak kotor- Tenggorokkan: faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1

Leher: tidak ada pembesaran KGB

Thorax :Pulmo: bunyi vesikuler +/+, wheezing & ronkhi -/-Cor: BJ I-II reguler, murmur & gallop (-)

Abdomen : cembung, supel, NT (+) kuadran kanan atas, BU (+)N, acites (+), hepar dan lien membesar

Ekstremitas : akral hangat +/+, CRT < 2 detik, Edema pada tungkai kanan, kemerahan dan nyeri tekan (+), sianosis -/-

- GEA- Anemia- Sirosis

hepatis- Selulitis

- Rl + KCL 25meq/24 jam- Omeprazol 2x1 tab- Sanmag 3x1 tab- Diatab 3x2 tab- Lasix 2x1 tab- Levofloksasin 1x500 mg- Amoxicillin 3x500 mg- Aldacton 1x100 mg- Kalmicetin salep

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 26 Januari 2015 pukul 07.00 WIB

Parameter Hasil Nilai Normal

KIMIA DARAH

Elektrolit :KaliumNatriumChlorida

2,4140110

3,5 – 5 mmol/L135 – 145 mmol/L98 – 106 mmol/L

13

Page 14: status pasien.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. GASTROENTERITISII.1.1. Definisi

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah

cair setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau

200 ml/24 jam. Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih

dari tiga kali sehari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.1

II.1.2. Etiologi

Lebih dari 90% diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10%

karena sebab-sebab lain antara lain obat-obatan, bahan-bahan toksik, iskemik dan

sebagainya :

Diare akut karena infeksi dapat ditimbulkan oleh:1

1. Bakteri

Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A/B/C,

Salmonella spp, Shigella dysentriae, Shigella flexneri, Vibrio cholerae 01 dan

0139, Vibrio cholera non 01, Vibrio parachemolyticus, Clostridium perfringens,

Campylobacter (Helicobacter) jejuni, Staphlyllococcus spp, Streptococcus spp,

Yersinia intestinalis, Coccidosis.

2. Parasit

Protozoa: Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis,

Isospora sp. Cacing: A. lumbricoides, A. duodenale, N. americanus, T. trichiura,

O. vermicularis, T. saginata, T. sollium.

3. Virus

Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus.

Pola mikro organisme penyebab diare akut berbeda-beda berdasarkan umur,

tempat dan waktu. Di negara maju penyebab paling sering Norwalk virus, Helicobacter

jejuni, Salmonella sp, Clostridium difficile, sedangkan penyebab paling sering di negara

berkembang adalah Enterotoxicgenic Escherichia coli (ETEC), Rota virus dan V.

cholerae.1

14

Page 15: status pasien.docx

II.1.3. Patofisiologi

Sebanyak sekitar 9-10 liter cairan memasuki saluran cerna setiap harinya, berasal

dari luar (diet) dan dari dalam tubuh kita (sekresi cairan lambung, empedu dan

sebagainya). Sebagian besar (75-85%) dari jumlah tersebut akan diresorbsi kembali di

usus halus dan sisanya sebanyak 1500 ml akan memasuki usus besar. Sejumlah 90% dari

cairan tersebut di usus besar akan diresorbsi, sehingga tersisa jumlah 150-250 ml cairan

yang akan ikut membentuk tinja.1

Faktor-faktor faali yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu sama

lain, misalnya saja, cairan intra luminal yang meningkat menyebabkan terangsangnya

usus secara mekanisme meningkatnya volume, sehingga motilitas usus meningkat.

Sebaliknya bila waktu henti makanan di usus terlalu cepat akan menyebabkan gangguan

waktu penyentuhan makanan dengan mukosa usus sehingga waktu penyerapan elektrolit,

air dan zat-zat lain terganggu.1

II.1.4. Diagnosis

Diare akut karena infeksi dapat ditegakkan diagnostik etiologi bila anamnesis,

manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang menyokongya.

Beberapa petunjuk anamnesis yang mungkin dapat membantu diagnosis:1

1. Bentuk feses (watery diarrhea atau inflammatory diare)

2. Makanan dan minuman 6-24 jam terakhir yang dimakan/minum oleh penderita.

3. Adakah orang lain sekitarnya menderita hal serupa, yang mungkin oleh karena

keracunan makanan atau pencemaran sumber air.

4. Dimana tempat tinggal penderita.

5. Pola kehidupan seksual.

Umumnya diare akut besifat ringan dan merupakan self-limited disease. Indikasi

untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu diare berat disertai dehidrasi, tampak

darah pada feses, panas > 38,5o C diare > 48 jam tanpa tanda-tanda perbaikan, kejadian

15

Page 16: status pasien.docx

luar biasa (KLB). Nyeri perut hebat pada penderita berusia > 50 tahun, penderita usia

lanjut > 70 tahun, dan pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah.1

II.1.5. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas:1

1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan

2. Memberikan terapi simptomatik

3. Memberikan terapi definitive

II.2. SIROSIS HEPATISII.2.1. Definisi

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir

fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur

hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis

hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi

jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati.

Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti

belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai

gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan

dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara

klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati.2

Gambar 1. Liver normal dan liver dengan sirosis

16

Page 17: status pasien.docx

2.2.2 Klasifikasi dan etiologi

Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar nodul

lebih dari 3 mm) atau mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm) atau campuran mikro

dan makronodular. Selain itu juga diklasifikasikan berdasarkan etiologi, fungsional

namun hal ini juga kurang memuaskan.

Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan

morfologis menjadi:2

1. Alkoholik.

2. Kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrotik).

3. Biliaris .

4. Kardiak.

5. Metabolik.

6. Keturunan

7. Terkait obat.

Tabel 2. Sebab – sebab sirosis dan /atau penyakit hati kronik.

17

Penyakit Infeksi

BruselosisEkinokokusSkistosomiasisToxoplasmosisHepatitis virus (hepatitis B, C, D, sitomegalovirus)Penyakit Keturunan dan MetabolikDefisiensi α1-antitripsinSindrom fanconiGalaktosemiaPenyakit GaucherPenyakit simpanan glikogenHemokromatosisIntoleransi fluktosa herediterTirosinemia herediterPenyakit wilsonObat dan ToksinAlkohol AmiodaronArsenikObstruksi bilierPenyakit perlemakan hati non alkoholikSirosis bilier primerKolangitis sklerosis primer

Page 18: status pasien.docx

Di negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di indonesia terutama

akibat infeksi virus hepatitis B msupun C. Hasil penelitian menyebutkan virus hepatitis B

menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20%

penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C. Alkohol

sebagai penyebab sirosis di indonesia mungkin penyebab sirosis di indonesia mungkin

frekuensinya kecil.2

2.2.3 Patologi dan Patogenesis

Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis laenec ditandai oleh

pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform, dan sedikit

nodul regeneratif. Sehingga kadang-kadang disebut sirosis mikronodular. Sirosis

mikronodular dapat diakibatkan oleh cedera hati lainnya.

Tiga lesi hati utama akibat induksi alkohol adalah 1). Perlemakan hati alkoholik,

2).Hepatitis alkoholik, dan 3). Sirosis alkoholik.

1) Perlemakan Hati Alkoholik

Steatosis atau perlemakan hati, hepatosit teregang oleh vakuola lunak dalam

sitoplasma berbentuk makrovesikel yang mendorong inti hepatosit ke membran sel.

2) Hepatitis Alkoholik

Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat masukan

alkohol dan destruksi hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang terjadi dapat

berkontraksi di tempat cedera dan merangsang pembentukan kolagen. Di daerah

peniportal dan perisental timbul septa jaringan ikat seperti jaring yang akhirnya

menghubungkan triad portal dengan vena sentralis. Jalinan jaringan ikat halus ini

mengelilingi massa kecil sel hati yang masih ada yang kemudian mengalami

regenerasi dan membentuk nodulus. Namun demikian kerusakan sel yang terjadi

melebihi perbaikannya. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil

berbenjol-benjol (nodular) menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik.

Mekanisme cedera hati alkoholik masih belum pasti. Diperkirakan

mekanismenya sebagai berikut: 1). Hipoksia sentrilobular, metabolisme asetaldehid

etanol meningkatkan konsumsi oksigen lobular, terjadi hipoksemia relatif dan cedera

18

Page 19: status pasien.docx

sel di daerah yang jauh dari aliran darah yang teroksigenasi (misal daerah

perisentral); 2). Infiltrasi/aktivitas neutrofil, terjadi pelepasan chemoattractants

neutrofil oleh hepatosit yang memetabolisme etanol. Cedera jaringan dapat terjadi

dan neutrofil dan hepatosit yang melepaskan intermediet oksigen reaktif, proteasa,

dan sitokin; 3). Formasi acetaldehyde-protein adducts berperan sebagai neoantigen,

dan menghasilkan limfosit yang tersensitisasi serta antibodi spesifik yang menyerang

hepatosit pembawa antigen ini; 4). Pembentukan radikal bebas oleh jalur alternatif

dan metabolisme etanol, disebut sistem yang mengoksidasi enzim mikrosomal.

Patogenesis fibrosis alkoholik meliputi banyak sitokin, antara lain faktor nekrosis

tumor, interleukin-1, FDGF, dan TGF-beta. Asetaldehid kemungkinan mengaktifasi

sel stelata tetapi bukan suatu faktor patogenik utama pada fibrosis alkoholik.

3) Sirosis Hati Pasca Nekrosis.

Gambaran patologi hati biasanya menngkerut, berbentuk tidak teratur, dan

terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar.

Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus

sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim

regenerasi yang susunannya tidak teratur.

Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya

peranan sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran

dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses degradasi.

Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar

faktor tertentu yang berlangsung secara terus menerus (misal: hepatitis virus, bahan-

bahan hepatotokaik). Maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen.

Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan

jaringan yang normal akan diganti oleh jaringan ikat.2

19

Page 20: status pasien.docx

Gambar 3. Patologi Sirosis Hepatis.

2.2.4. Manifestasi klinis

Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu

pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena penyakit lain. Gejala awal

sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang,

perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul

impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila

sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul

komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan,

gangguan tidur, dan demam yang tidak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan

siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau

melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi,

sampai koma.

Temuan Klinis Sirosis Hepatis

Temuan klinis sirosis meliputi spider angio maspiderangiomata (atau spider

telangiektasi), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini

sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui,

ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas. Tanda ini

juga bisa selama hamil, malnutrisi berat, bahkan ditemukan pula pada orang sehat,

walaupun ukuran lesi kecil.

20

Page 21: status pasien.docx

Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan.

Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon esterogen. Tanda ini

juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artritis reumatoid,

hipertiroidisme dan keganasan hematologi.

Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horisontal dipisahkan dengan

warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat

hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia

yang lain seperti sindrom nefrotik.

Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartropati gipertrofi suatu

periostitis proliferatif kronik, menimbulkan nyeri.

Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur

fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan

dengan sirosis. Tanda ini juga bisa ditemukan pada pasien diabetes melitus, distrofi

refleks simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol.

Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula

mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu,

ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki

mengalami perubahan ke arah feniminisme. Kebalikannya pada perempuan

menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase menopause.

Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini

menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.

Hepatomegali-ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal atau mengecil.

Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.

Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya

nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi

porta.

Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta dan

hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. Fetor

hepatikum, bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan

konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat.

21

Page 22: status pasien.docx

Ikterus-pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi

bilirubin kurang dari 2-3mg/dl tidak terlihat. Warna urin terlihat gelap seperti air

teh.

Asterixis-bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak dari

tangan, dorsofleksi tangan.2

Tabel 1. Gejala kegagalan fungsi hati dan hipertensi portal3

Gejala / tanda kegagalan fungsi hati Gejala/ tanda hipertensi portal

Ikterus Varises esofagus/ cardia

Spider navi Splenomegali

Ginekomasti Pelebaran vena kolateral

Hipoalbumin dan malnutrisi kalori protein Ascites

Bulu ketiak rontok Hemoroid

Ascites Caput medusae

Eritema palmaris

“white nail”

22

Page 23: status pasien.docx

Gambar 4. Gambaran sirosis (hipertensi portal

2.2.5. Gambaran Laboratoris

Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu

seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi keluhan

spesifik. Tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil

transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu protrombin.

Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT) dan

alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT)

meningkat tapi tak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila

transaminase normal tidak mengenyampingkan adanya sirosis.

Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.

Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis dan sirosis

bilier primer.

23

Page 24: status pasien.docx

Gamma glutamil transfpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali

fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasi tinggi pada penyakit hati alkoholik karena

alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan

bocornya GGT dari hepatosit.

Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasi menurun sesuai dengan

perburukan sirosis.

Globulin konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan,

antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi

produksi imunoglobulin.

Waktu protrombin mencerminkan derajat/tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga

pada sirosis memanjang.

Natrium serum-menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan

ketidakmampuan ekskresi air bebas.

Kelainan hematologi-anemia penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia

monokrom, normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia

dengan trombositopenia, lekopenia, dan netropenia akibat splenomegali kongestif

yang berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.

PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA

Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya

hipertensi porta.

Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya non

invasif dan mudah digunakan, namun sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang

bisa dinilai dengan USG meliputi sudut hari, permukaan hati, ukuran, homogenitas,

dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan

irregular, dan adanya peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga

bisa untuk melihat asites, splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena

porta, serta skrening adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.

Tomografi komputerisasi (Computerized Axial Tomography) informasinya sama

dengan USG, tidak rutin digunakan karena biayanya relatif mahal.

24

Page 25: status pasien.docx

Magnetic resonance imaging-peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis sirosis

selain mahal biayanya.

Biopsi hati untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Untuk biopsi, digunakan jarum

yang kecil untuk memeriksa jaringan parut dan tanda-tanda lainnya dibawah

mikroskop.

Gambar 5. Histopatologi sirosis hati.

2.2.6. Diagnosis

Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakan

diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mengkin bisa

ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium

biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini penegakan diagnosis

sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu

diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan

hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini.

Pada stadium dekompensata diagnosis kadangkala tidak sulit karena gejala dan

tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.

25

Page 26: status pasien.docx

2.2.7. Komplikasi

Komplikasi yang dapat dijumpai adalah:

1. Anemia.

2. Hematemesis/ melena, oleh karena varises esofagus/ kardia pecah

3. Ensefalopathy hepatic

4. Ascites permagna

5. Peritonitis bakterial spontan

6. Sindrom hepatorenal.

2.2.8. Prognosis

Prognosis dari sirosis hati tergantung dari beberapa hal dan tidak selamanya

buruk. Sampai saat ini yang paling populer dipakai sebagai parameter dalam upaya

menentukan prognostik sirosis hati adalah kriteria Child yang dikaitkan dengan

kemungkinan menghadapi operasi. Kriteria tersebut sederhana dan dapat dimengerti,

walaupun bila diteliti akan mungkin terjadi tumpang tindih pada tiap faktor pada kasus

yang sama. Angka kematian Child A pada operasi berkisar 10-15 %, Child B 30% dan

Child C diatas 60%2. Kriteria/klasifikasi Child ini tidak hanya digunakan untuk persiapan

operasi, tetapi dapat dimanfaatkan untuk terapi konservatif lain1-3,9 . Oleh Pugh dan

kawan-kawan, nutrisi pada kriteria Child ini diganti dengan pemanjangan masa

protrombin19. Parameter yang diukur pada kriteria Child Pugh dapat dilihat pada tabel

dibawah.

Tabel 2. Klasifikasi Child-Turcotte-Pugh.

26

Page 27: status pasien.docx

II.3. ANEMIA PADA SIROSIS HEPATIS

II.3.1. Definisi

Belum ada definisi yang memuaskan untuk menggambarkan tentang anemia

pada penyakit hati. Pada sirosis hati anemia dijumpai merupakan kombinasi dari

hipervolemia, masa hidup eritrosit yang memendek, perdarahan dan berkurangnya

kemampuan sumsum tulang untuk membentuk eritrosit.4

Gambar 6. Gambaran Anemia Pada Sirosis Hati.

II.3.1 Etiologi/pathogenesis

Anemia timbul apabila pemecahan/ pengeluaran eritrosit lebih besar daripada

pembentukan atau pembentukannya sendiri yang menurun. Oleh karenanya anemia

dapat terjadi melalui mekanisme sebagai berikut:

1. Perdarahan (pengeluaran eritrosit yang berlebihan).

2. Pemecahan eritrosit yang berlebihan (hemolisis)

3. Pembentukan eritrosit yang berkurang.3

Patogenesis anemia pada sirosis hati sepenuhnya belum dimengerti. Walaupun

itu sehubungan dengan kelemahan fungsi hati, tidak nampak hubungan paralel antara

derajat anemia dengan derajat kerusakan dan lamanya penyakit hati. Biasanya berbagai

faktor dapat menimbulkan anemia dimana faktor-faktor ini bisa bekerja sendiri-sendiri

atau berkombinasi. Faktor-faktor itu adalah :4

a. Penyakit kronis hatinya sendiri.

27

Page 28: status pasien.docx

b. Hipervolemia.

c. Kehilangan darah.

d. Defisiensi zat besi.

e. Defisiensi asam folat.

f. Hipersplenisme

g. Hemolitik

a). Peranan dari penyakit kronis hatinya sendiri

Hati merupakan organ yang penting untuk menghasilkan asam amino

esensial yang diperlukan untuk hemopoesis. Pada penyakit hati kronis, kemampuan

ini akan berkurang sehingga berakibat proses hemopoesis akan terganggu dan dapat

menyebabkan terjadinya anemia. Walaupun demikian hemoglobin mempunyai

prioritas yang tinggi untuk menggunakan protein sehingga hanya pada keadaan

malnutrisi berat gangguan hemopoesis oleh karena kekurangan/ketiadaan protein

bisa terjadi.5

Pada sirosis hati bisa dijumpai anemia defisiensi besi yang biasanya

sekunder terhadap adanya perdarahan, misalnya dari varises esofagus yang pecah.

Walaupun demikian kadar besi plasma dan derajat saturasi diatur oleh hati yang

selain tempat penyimpanan besi, juga merupakan organ yang menghasilkan

transferin.4

Pada sirosis hati, dimana alkohol merupakan penyebab kerusakan hati, maka

alkohol juga memiliki efek toksik langsung terhadap sumsum tulang.4

b). Hipervolemia

Volume darah sering meningkat pada penderita sirosis hati, terutama dengan

asites. Volume darah rata-rata meningkat 15% lebih tinggi dari normal dan ini

cenderung memperbesar prevalensi dan derajat anemia. Hipervolemia ini bisa

parsial dan kadang-kadang total dihitung dari rendahnya Hb dan eritrosit pada darah

tepi 5-7. Besarnya hipervolemia dihubungkan dengan hipertensi portal, bukan

berdasarkan ada atau tidaknya asites.6

28

Page 29: status pasien.docx

c). Kehilangan darah

Perdarahan pada sirosis hati sering disebabkan pecahnya varises esofagus.

Perdarahan dapat juga disebabkan oleh ulkus peptikum atau hemoroid, sintesis

faktor pembekuan yang menurun, trombositopenia akibat hiperplenisme,

meningkatnya aktifitas fibrinolisis, DIC dan pembentukan yang abnormal

fibrinogen (disfibrinogenemia). Perdarahan dapat bersifat akut dengan gambaran

morfologi darah normokrom, normositik. Tidak dapat dikesampingkan adanya

faktor-faktor perdarahan yang tersembunyi yang dapat menyebabkan penurunan

besi total dalam tubuh, maka cadangan besi yang ada pada hati akan

dimanfaatkan secara maksimal sampai suatu saat cadangan besi akan habis,

maka secara klinis baru tampak penderita pucat oleh karena defisiensi besi.4

d). Defisiensi asam folat

Salah satu fungsi hati adalah tempat penyimpanan asam folat. Asam folat

ini akan dimetabolime menjadi bentuk aktif sebagai tetrahidrofolat. Asam folat

yang aktif berfungsi sebagai Co-enzim dalam proses pendewasaan sel eritrosit di

sumsum tulang. Pada sirosis yang disebabkan oleh alkohol dapat terjadi

gangguan intake asam folat yang berlama-lama dan diikuti oleh keadaan

kerusakan jaringan hati. Maka metabolisme asam folat akan terganggu sehingga

timbul anemia megaloblastik. Pada sirosis hati, kebutuhan asam folat meningkat,

sedangkan kemampuan metabolisme asam folat menurun dan peningkatan

pengeluaran asam folat melalui urin meningkat. Disisi lain intake asam folat

sendiri tidak mencukupi dari makanan sehari-hari pada penderita sirosis hati.

Megabloblastik anemia dijumpai 10-20% penderita sirosis hati terutama yang

alkoholik.4

e). Hipersplenisme

Pada sirosis hati dengan hipertensi portal, selalu terjadi splenomegali.

Jandl. dkk menduga limpa yang membesar memegang peranan yang penting

dalam penangkapan dan penghancuran eritrosit. Ini terbukti dengan lebih

pendeknya masa hidup eritrosit pada penderita dengan splenomegali dari pada

29

Page 30: status pasien.docx

yang tidak mengalami splenomegali. Dengan memakai 51Cr red cell survival

telah dibuktikan adanya penangkapan eritrosit yang berlebihan oleh limpa pada

beberapa penderita. Tetapi pada umumnya penangkapan oleh limpa adalah

normal walaupun masa hidup eritrosit memendek. Pada beberapa penderita,

splenektomi akan diikuti oleh perbaikan proses hemolitik, tetapi pada penderita

yang lain, splenektomi hanya memberikan efek yang sedikit. Ga mbaran darah

tepi dari hipersplenisme bisa dijumpai salah satu atau kombinasi anemia,

lekopenia dan trombositopenia.4

f). Hemolitik

Masa hidup eritrosit bervariasi antara 100-120 hari. Pada penyakit hati

alkoholik, masa hidup eritrosit cenderung menurun. Alasan mengapa terjadi

penurunan umur eritrosit ini, belum sepenuhnya dimengerti. Penelitian telah

membuktikan bahwa dijumpai perbaikan masa hidup eritrosit, jika

ditansfusikan ke orang normal, sehingga diduga faktor hemolitik berada di

ekstrakorpuskular. Walaupun unsur hemolitik ekstrakorpuskular berperanan

pada anemia oleh karena penyakit hati, tetapi gambaran klinis yang khas dan

gambaran hematologis dari anemia hemolitik tidak selalu dijumpai. Pada

sirosis hati dijumpai perubahan yang khas dari membran lipid eritrosit.

Dimana rasio kolesterol dan fosfolipid (CP ratio) membran eritrosit berubah

dan sebagai akibatnya dijumpai berbagai kelainan morfologi eritrosit, seperti

makrosit tipis, target sel dan spur sel. Tidak ada bukti bahwa kelainan itu

menyebabkan pemendekan umur eritrosit. Pada kegagalan fungsi hati berat,

penimbunan kolesterol dalam membran eritrosit tanpa penimbunan lesitin,

mengakibatkan terbentuknya spur sel. Spur sel (akantosit) berhubungan

dengan hemolisis, masa hidup eritrosit memendek dan menandakan penyakit

hati yang berat serta mempunyai prognosa yang buruk. Pada sirosis hati

dengan peningkatan asam empedu, dijumpai aktivitas enzim lesitin

cholesterol acyl transferase (LCAT) terganggu. Ini menyebabkan rasio

kolesterol dan lesitin membran eritrosit berubah, sehingga kekenyalan

30

Page 31: status pasien.docx

membran eritrosit menjadi kaku, mudah terjadi skuesterisasi di limpa dan

terjadi hemolisis.7

Pada sirosis hati dapat dijumpai abnormalitas metabolisme eritrosit,

yang menyebabkan umur eritrosit lebih pendek. Stimulasi aktivitas pentosa

fosfat menurun. Ini menyebabkan glutation tidak stabil dan cenderung

membentuk Heinz-bodies. Abnormalitas metabolisme ini, membuat sel

sensitif terhadap oksidasi hemolisa. Kelainan metabolisme eritrosit lain yang

dijumpai pada sirosis adalah hipofosfatemia dengan penurunan ATP eritrosit

dan sebagai akibat terjadi hemolisis.7

g).Gangguan Homeostasis

Pada sirosis hati terjadi penurunan fungsi hati yang dapat

menyebabkan penurunan sintesis protein anti koagulan darah, baik yang

dipengaruhi oleh vitamin K atau tanpa dipengaruhi oleh vitamin K dan juga

terjadi gangguan sintesis protein yang bersifat fibrinolisis (plasminogen,

antitrombin III (AT III), alfa 2 antiplasmin serta protein C) Seluruh proses

yang kompleks diatas, secara garis besar akan menyebabkan terjadinya

gangguan homeostasis pada sirosis hati, dengan mekanisme sebagai berikut:4

a. Gangguan sintesis faktor pembekuan dan antikoagulan.

b. Penurunan kemampuan klirens hati.

DIC

Fibrinolisis primer

c. Trombositopenia akibat hipersplenisme.

d. Pembentukan faktor pembekuan abnormal.

h). Gangguan sintesis faktor pembekuan.

Vitamin K berfungsi sebagai Co-enzim pada tahap akhir, pada tahap

karboksilase gugus gama glutamil. Bila terjadi defisiensi vitamin K, maka

pembentukan faktor pembekuan tersebut tidak sempurna, yang dilihat dengan

masa protrombin memanjang.4

31

Page 32: status pasien.docx

i). Penurunan kemampuan klirens hati.

Faktor pembekuan dapat digolongkan dalam :

a) Yang memerlukan vitamin K untuk pembentukan F(II, VII, IX, X).

b) Yang tidak memerlukan vitamin K untuk pembentukan F(I, V, XI, XII,

XIII).

j). Penurunan kemampuan klirens hati.

Pembersihan aktivator pembekuan dan aktivator plasminogen

berlangsung di hati. Bila fungsi hati terganggu, maka kemampuan klirens

akan menurun, akan terjadi DIC dan fibrinolisis primer. Sistim fibrinolisis

normal penting artinya untuk menjaga supaya pembuluh darah bebas dari

endapan fibrin. Di hati sendiri di sintesis plasminogen dan antiplasmin yang

berfungsi pada proses fibrinolis. Pada keadaan sirosis hati timbul gangguan

ini, dimana terdapat gangguan klirens aktivator plasminogen serta

menurunnya sintesis anti plasmin. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya

fibrinolisis.4

k). DIC (koagulasi intravaskular diseminata).

DIC atau koagulasi intravaskular diseminata disebabkan teraktivasinya

faktor-faktor prokoagulasi misalnya sel-sel endotel pembuluh darah, aktivasi

faktor-faktor Hageman dan aktivasi komplemen, yang mengakibatkan

penumpukan fibrinogen serta trombosit di dalam mikro sirkulasi secara difus.

Sebagai akibatnya akan terjadi konsumsi abnormal dari faktor-faktor

koagulasi dan trombosit yang menyebabkan Nekrosis sel hati Peningkatan

pemakaian dari platelet, fibrinogen Gangguan penjernihan faktor aktifasi pada

Perdarahan Gangguan sintesis faktor II, V, VII, DIC Peningkatan fibrinolisis

Peningkatan FDP timbulnya perdarahan-perdarahan dan koagulasi abnormal

secara bersama-sama serta gangguan faal organ-organ vital sebagai akibat

penyumbatan dalam sirkulasi.4 Pada sirosis hati, DIC dapat disebabkan:4

a. Kenaikan zat aktivator pembekuan (tromboplastin) yang berasal dari sel

hati yang mengalami lisis dan hemolisis eritrosit.

32

Page 33: status pasien.docx

b. Penurunan kemampuan klirens oleh hati.

c. Zat toksis dari usus akan masuk sampai vena porta dan kadarnya akan

meningkat, yang dapat mengaktivasi proses pembekuan.

d. Penurunan kadar antikoagulan seperti AT III, protein C, protein S.

e. Stasis sistim porta, menyebabkan terbentuknya vena kolateral yang dapat

menimbulkan gangguan sirkulasi, sehingga oksigenase jaringan endotel

menjadi jelek yang mengakibatkan dilepasnya pembekuan ke dalam

aliran darah.

l). Trombositopenia akibat hipersplenisme

Pada penderita sirosis hati dapat terjadi gangguan kwantitatif maupun

kwalitatif dari trombosit. Penghancuran trombosit dilakukan di limpa yang

memerlukan waktu 3-4 hari. Pada keadaan normal kira-kira 30% trombosit

berada dalam limpa, tetapi pada sirosis hati dengan splenomegali, jumlah

trombosit yang menumpuk di limpa ? 80%, sehingga pada pemeriksaan di

perifer didapati keadaan trombositopenia 5,52-53. Pada sirosis hati sering

terjadi hipersplenisme dengan akibat limpa memfagositosis sel-sel darah

secara berlebihan, pada penderita tersebut juga terjadi trombositopatia yaitu

suatu keadaan terganggunya faal trombosit.4

II.3.3. GAMBARAN LABORATORIUM

A. Pemeriksaan darah tepi

Derajat anemia pada sirosis hati tak berkomplikasi biasanya ringan sampai

sedang, dengan kadar Hb rata-rata 9-10 gr/dl, kadang-kadang bisa berat dimana Hb 5-6

gr/dl bila diikuti dengan komplikasi perdarahan, hemolitik atau nutrisi megaloblastik.7

Gambaran morfologi eritrosit pada sirosis hati tak berkomplikasi biasanya

normokrom, normositik. Tapi bisa dijumpai makrositik ringan walaupun MCV jarang

lebih dari 115 fl kalau tidak ada perubahan megaloblastik pada sumsum tulang. Jika

terjadi perdarahan kronis dan ada defisiensi besi, gambaran darah tepinya berupa

hipokrom mikrositik atau normositik. Terjadinya normositik merupakan kombinasi

33

Page 34: status pasien.docx

mikrositik pada perdarahan kronis dan sifat makrositik yang dipunyai penyakit hati

sendiri.4

Bentuk makrositik ada 3 yaitu makrositik tipis, target sel dan makrositik tebal.

Yang sering dijumpai adalah makrositik tipis yang berhubungan dengan makro

normoblastik sumsum tulang dan dianggap merupakan respon yang tidak spesifik

terhadap kerusakan parenkim hati. Makrositik tipis ini adalah sel eritrosit dimana

diameter rata-rata lebih besar, tetapi volume rata-rata normal. Karena makrositik tipis

sering dijumpai, MCV sering normal, walaupun terlihat makrosit dalam hapusan darah.

Jika MCV meninggi, derajat peninggian biasanya sedang, dimana MCV mencapai 110

fl walaupun kadang-kadang MCV bisa sampai 130 fl. Peningkatan MCV bervariasi dari

33%-65%. Target sel yang dijumpai adalah merupakan makrosit tipis yang bentuknya

flat, tapi mempunyai luas permukaan yang lebih besar dan mempunyai tahanan yang

tinggi terhadap lisis osmotik. Pada penyakit sirosis hati yang berat bisa dijumpai spur

sel (burr sel = akantosit = sel taji). Adanya sel ini menandakan terjadinya proses

hemolisa dan mempunyai prognose yang jelek.4

Bisa dijumpai retikulositosis sampai dengan 5% atau lebih bersama dengan

polikromasi sedang dan bintik-bintik basofil. Lekopenia sering didapat pada sirosis hati

yang juga diikuti jumlah trombosit yang menurun dengan nilai lekosit sekitar 1500-

3000/mm3 dan trombosit sekitar 60.000-120.000/mm3 menunjukkan adanya

hipersplenisme.4

a. Penentuan indeks eritrosit

Kadar hemoglobin, hematokrit dan hitung eritrosit untuk menentukan

morfologi volumetrik eritrosit seperti rerata volume eritrosit (VER/MCV), normal :

80-100 fl, rata-rata kadar hemoglobin eritrosit (HER/MCH), normal 27-31 pg, rata-

rata konsentrasi hemoglobin eritrosit (KHER/MCHC), normal : 32-36 gr/dl. Indeks

eritrosit meliputi MCV, MCH, MCHC. Penentuan indeks eritrosit secara tidak

langsung dengan flowcytometri atau menggunakan rumus:8

34

Page 35: status pasien.docx

Volume eritrosit rata-rata (MCV =mean corpuscular volume)

MCV menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada

saat anemia mulai berkembang. Merupakan indikator kekurangan zat besi

spesifik setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung

dengan membagi hematokrit dengan jumlah sel darah merah.8

Berat hemoglobin rata-rata dalam 1 eritrosit (MCH= mean corpuscular

hemoglobin).

MCH sering tersedia bersama dengan MCV dan keduanya

menunjukkan korelasi yang erat. Dihitung dengan membagi hemoglobin

dengan jumlah sel darah merah. Hipokrom bila MCH < 27 pg.8

Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata (MCHC = mean corpuscular

hemoglobin consentration)

MCHC berguna untuk menunjukkan adanya hipokrom tetapi jarang

abnormal, bila MCV dan MCH menunjukkan angka normal. MCHC menurun

bila penurunan zat besi lebih lama dan lebih berat dan lebih sering

dihubungkan dengan anemia defisiensi besi. Dihitung dengan membagi

hemoglobin dan hematokrit.8

b. Hitung retikulosit

Untuk memperkirakan aktivitas eritropoesis dengan menentukan indeks

retikulosit dari rasio retikulosit. Rasio retikulosit = hitung retikulosit / hitung

eritrosit x 1000% Indeks retikulosit

Pria = Ht/46 x rasio retikulosit, Wanita = Ht/41 x rasio retikulosit. Rata-rata

normal indeks retikulosit 1. Bila indeks retikulosit meningkat melebihi 3, aktivitas

eritropoesis meningkat dan kemungkinan anemia hemolitik.9

B. Besi serum (SI = serum iron)

Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah

cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin menurun. Keterbatasan besi

serum karena variasi diurnal yang luas dan spesifisitas yang kurang. Besi serum

35

Page 36: status pasien.docx

yang rendah ditemukan pada keadaan setelah kehilangan darah, donor, kehamilan,

infeksi kronis, syok, pireksia, arthritis rheumatoid dan malignansi. Variasi diurnal

ditentukan berbeda 100% selama interval 24 jam pada orang sehat. Besi serum

dipakai berkombinasi dengan parameter lain dan bukan ukuran mutlak status besi

yang spesifik.9

C. Serum transferin

Transferin adalah protein transport besi yang diukur serempak dengan besi =

serum. Transferin diukur secara tidak langsung dengan mengukur kapasitas total

ikatan besi (TIBC). Pada anemia defisiensi besi, nilai TIBC meninggi dan

menurun pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit renal dan keganasan.

Serum transferin kurang dipengaruhi variasi diurnal.10

D. Jenuh transferin (saturation transferin = ST)

Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan mampu ikat besi total

(TIBC), merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum

tulang. Penurunan jenuh transferin dibawah 16% adalah indeks yang dapat

dipercaya bahwa adanya suplai besi ke sumsum tulang untuk eritropoesis

berkurang. Keterbatasan pemakaian jenuh transferin mencerminkan keterbatasan

besi serum, disebabkan oleh luasnya variasi diurnal dan spesifisitas yang rendah.

Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit peradangan. Jenuh transferin

umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai dengan indikator status besi

lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin sering dipakai

untuk mengartikan kekurangan zat besi. Rentang normal : 20-45%.10

E. Serum feritin

Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk

menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam

praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ng/ml sangat spesifik

untuk kekurangan zat besi. Rendahnya serum feritin menunjukkan pertanda dini

kekurangan besi karena variabilitas yang tinggi. Penafsiran yang benar dari serum

36

Page 37: status pasien.docx

feritin terletak pada pemakaian referensi yang tepat dan spesifik untuk usia dan

jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita dari

pada pria, yang menunjukkan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum

feritin pria meningkat pada dekade kedua dan tetap stabil atau naik secara lambat

sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45 tahun dan

mulai meningkat sampai sama seperti pria yang berusia 60-70 tahun, keadaan ini

menunjukkan terjadinya penghentian menstruasi dan melahirkan anak.

Feritin adalah cadangan besi terutama disimpan di hati dan sistem RE.

Feritin utamanya terbanyak di dapat dicadangan besi intraseluler, hanya sejumlah

kecil dijumpai di plasma darah. 1 ng/ml feritin mengikat 8-10 mg cadangan besi

atau kira-kira 120-140 ?g/kg berat badan.

Serum feritin adalah pengukuran secara tak langsung menilai cadangan besi,

seakurat metode invasif, tidak mahal, metode pilihan dan dapat diterima pasien.

Karena adanya sifat acute phase reactan, serum feritin sering meningkat pada

proses inflamasi, penyakit hati, keganasan dan alkohol.10

Peninggian serum feritin pada penyakit hati sebagian besar berasal dari sel

hati yang mengalami cedera. Pada berbagai penelitian serum feritin ini sering

dijumpai meninggi. Kadar serum feritin tergantung pada derajat kerusakan sel hati

dan penyimpanan cadangan besi hati. Kadar feritin paling tinggi dijumpai pada

nekrosis hati masif seperti halnya kadar serum transaminase dan adanya cadangan

besi. Nilai serum feritin meninggi umumnya pada sirosis hati, dianggap,

dipertimbangkan sebagai halnya sebagai kadar serum transaminase dan bukan dari

cadangan besi hati68. Guyatt, dkk mendapatkan pada pasien-pasien dengan

penyakit tanpa adanya proses inflamasi, pemeriksaan serum feritin adalah

merupakan test yang paling diandalkan untuk menunjukkan ada atau tidaknya

cadangan besi sumsum tulang. Rentang normal : Pria 20-250 ng/ml, Wanita : 10-

200 ng/ml.8

F. Pemeriksaan sumsum tulang

37

Page 38: status pasien.docx

Pemeriksaan sumsum tulang sangat penting untuk menentukan aktifitas

seluler sumsum tulang dan menaksir cadangan besi dalam tubuh. Seluler sumsum

tulang biasanya normal atau meningkat, walaupun kadang-kadang bisa sedikit

hiposeluler. Ada suatu saat dimana prekursor eritrosit dinyatakan sebagai

makronormoblas yakni istilah yang menyatakan ukurannya meningkat, tapi

struktur kromatin inti normal

Penilaian histologis sumsum tulang dilakukan untuk menilai jumlah

hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi

adalah besi retikuler tidak ada dan pemeriksaan ini masih dianggap sebagai baku

emas untuk penilaian cadangan besi, walaupun mempunyai beberapa

keterbatasan. Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifitasnya, sehingga

tergantung keahlian pemeriksa, jumlah stroma sumsum yang memadai dan teknik

yang dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif,

sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi

umum.8

II.3.4. Diagnosa

Diagnosa ditegakkan dengan dijumpainya gejala-gejala dan tanda-tanda

anemia, disamping gejala dan tanda sirosis hati. Dengan pemeriksaan darah tepi, serum

darah dan sumsum tulang, maka dapat ditentukan jenis anemia yang didapat.4

II.3.5. Pengobatan

Pada penyakit sirosis hati tanpa komplikasi dengan anemia yang ringan dan

sedang, pada dasarnya penatalaksanaannya adalah mempertahankan fungsi hati dengan

memperbaiki fungsi hati dan mencegah kerusakan sel-sel hati berlanjut, misalnya

dengan memberhentikan alkohol, memberi nutrisi yang baik dan sebagainya. Bila

anemia diputuskan untuk dikoreksi, maka jenis anemia perlu diketahui. Bila ditemukan

defisiensi besi maka dapat disubsitusi dengan preparat besi, begitu pula bila anemianya

karena defisiensi asam folat, maka subsitusi dengan asam folat dapat diberikan.

Penderita dengan perdarahan sering memerlukan transfusi, biasanya diberikan PRC.

Bila diberikan darah segar dapat mencetuskan perdarahan baru oleh karena kelebihan

38

Page 39: status pasien.docx

beban pada vena yang membesar yang sebelumnya sudah terjadi seperti keadaan

peninggian tekanan vena porta. Penderita sirosis hati dengan defek koagulasi, dapat

dianjurkan pemberian vitamin K, bila disertai perdarahan untuk mencukupi kebutuhan

faktor pembekuan dapat ditransfusikan darah plasma segar beku. Bila DIC merupakan

penyebab perdarahan, maka tindakan suportif dengan menjaga keseimbangan cairan dan

elektrolit. Pada kasus ini, bila memerlukan transfusi darah, maka pilihan adalah fresh

whole blood oleh karena adanya faktor-faktor pembekuan yang segar, dalam sediaan

darah yang diberikan. Pemberian antikoagulan heparin juga bermanfaat dengan catatan

pemeriksaan masa bekuan atau APTT untuk mengkontrol pemberian obat.4

II.4 SELULITIS

II.4.I PENDAHULUAN

Penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau oleh

keduanya disebut pioderma. Penyebab utamanya ialah Staphylococcus aureus dan

Streptococcus B hemolyticus, sedangkan Staphylococcus epidermidis merupakan

penghuni normal di kulit dan jarang menyerang infeksi. Faktor predisposisi pioderma

adalah higiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh, dan telah ada penyakit lain

di kulit.

Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan dermis dan subkutis.

Faktor risiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan kulit), luka

terbuka di kulit atau gangguan pembuluh vena maupun pembuluh getah bening. 2 Lebih

dari 40% penderita selulitis memiliki penyakit sistemik.(3) Penyakit ini biasanya

didahului trauma, karena itu tempat predileksinya di tungkai bawah.1 Gejala prodormal

selulitis adalah demam dan malaise, kemudian diikuti tanda-tanda peradangan yaitu

bengkak (tumor), nyeri (dolor), kemerahan (rubor), dan teraba hangat (kalor) pada area

tersebut.

II.4.2 DEFINISI

39

Page 40: status pasien.docx

Selulitis merupakan infeksi bakterial akut pada kulit. Infeksi yang terjadi

menyebar ke dalam hingga ke lapisan dermis dan sub kutis.1 Infeksi ini biasanya

didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering Streptococcus beta hemolitikus

dan Staphylococcus aureus. Pada anak usia di bawah 2 tahun dapat disebabkan oleh

Haemophilus influenza, keadaan anak akan tampak sakit berat, sering disertai gangguan

pernapasan bagian atas, dapat pula diikuti bakterimia dan septikemia. 3 Terdapat tanda-

tanda peradangan lokal pada lokasi infeksi seperti eritema, teraba hangat, dan nyeri

serta terjadi limfangitis dan sering bergejala sistemik seperti demam dan peningkatan

hitungan sel darah putih.4 Selulitis yang mengalami supurasi disebut flegmon,

sedangkan bentuk selulitis superfisial yang mengenai pembuluh limfe yang disebabkan

oleh Streptokokus beta hemolitikus grup A disebut erisepelas. Tidak ada perbedaan

yang bersifat absolut antara selulitis dan erisepelas yang disebabkan oleh Streptokokus.

Gambar 1: Anatomy of Skin and Soft Tissues and Different Types of Skin

and Soft-Tissue Infection (B)

II.4.3 ETIOLOGI

40

Page 41: status pasien.docx

Penyebab selulitis paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus aureus

dan Streptokokus beta hemolitikus grup A sedangkan penyebab selulitis pada anak adalah

Haemophilus influenza tipe b (Hib), Streptokokus beta hemolitikus grup A, dan

Staphylococcus aureus. Streptococcuss beta hemolitikus group B adalah penyebab yang

jarang pada selulitis.6 Selulitis pada orang dewasa imunokompeten banyak disebabkan

oleh Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus sedangkan pada ulkus

diabetikum dan ulkus dekubitus biasanya disebabkan oleh organisme campuran antara

kokus gram positif dan gram negatif aerob maupun anaerob. Bakteri mencapai dermis

melalui jalur eksternal maupun hematogen. Pada imunokompeten perlu ada kerusakan

barrier kulit, sedangkan pada imunokopromais lebih sering melalui aliran darah (buku

kuning). Onset timbulnya penyakit ini pada semua usia.

II.4.4 GEJALA KLINIS

Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua bentuk

ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak. Penyebaran

perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau ulkus disertai dengan

demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul bula. Dapat dijumpai

limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif dapat terjadi supurasi lokal

(flegmon, nekrosis atau gangren) (6).

Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil, dan

malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan yaitu rubor (eritema), color

(hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi tampak merah gelap, tidak

berbatas tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak meninggi. Pada infeksi yang

berat dapat ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau jaringan neurotik. Ditemukan

pembesaran kelenjar getah bening regional dan limfangitis ascenden. Pada pemeriksaan

darah tepi biasanya ditemukan leukositosis.

Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal berupa:

malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang dengan cepat, sebelum

menimbulkan gejala-gejala khasnya. Pasien imunokompromais rentan mengalami infeksi

walau dengan patogen yang patogenisitas rendah. Terdapat gejala berupa nyeri yang

41

Page 42: status pasien.docx

terlokalisasi dan nyeri tekan. Jika tidak diobati, gejala akan menjalar ke sekitar lesi

terutama ke proksimal. Kalau sering residif di tempat yang sama dapat terjadi elefantiasis.

Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada orang dewasa

paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat seringnya trauma di

ekstremitas. Pada penggunaan salah obat, sering berlokasi di lengan atas. Komplikasi

jarang ditemukan, tetapi termasuk glomerulonefritis akut (jika disebabkan oleh strain

nefritogenik streptococcus, limfadenitis, endokarditis bakterial subakut). Kerusakan

pembuluh limfe dapat menyebabkan selulitis rekurens.

II.4.5 PATOGENESIS

Bakteri patogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada permukaan kulit

atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering berjangkit pada orang gemuk,

rendah gizi, kejemuan atau orang tua pikun dan pada orang yang menderita diabetes

mellitus yang pengobatannya tidak adekuat (D).

Setelah menembus lapisan luar kulit, infeksi akan menyebar ke jaringan-jaringan dan

menghancurkannya, hyaluronidase memecah substansi polisakarida, fibrinolysin mencerna

barrier fibrin, dan lecithinase menghancurkan membran sel (2).

II.4.6 DIAGNOSIS BANDING

Deep thrombophlebitis, dermatitits statis, dermatitis kontak, giant urticaria, insect

bite (respons hipersensitifitas), erupsi obat, eritema nodosum, eritema migran (Lyme

borreliosis), perivascular herpes zooster, acute Gout, Wells syndrome (selulitis

eosinofilik), Familial Mediterranean fever-associated cellulitis like erythema, cutaneous

anthrax, pyoderma gangrenosum, sweet syndrome (acute febrile neutrophilic dermatosis),

Kawasaki disease, carcinoma erysipeloides.

II.4.7 DIAGNOSIS

Diagnosis selulitis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pada

pemeriksaan klinis selulitis ditemukan makula eritematous, tepi tidak meninggi, batas

42

Page 43: status pasien.docx

tidak jelas, edema, infiltrat dan teraba panas, dapat disertai limfangitis dan limfadenitis.

Penderita biasanya demam dan dapat menjadi septikemia.(7)

Selulitis yang disebabkan oleh H. Influenza tampak sakit berat, toksik dan sering disertai

gejala infeksi traktus respiratorius bagian atas bakteriemia dan septikemia.(6) Lesi kulit

berwarna merah keabu-abuan, merah kebiru-biruan atau merah keunguan. Lesi kebiru-

biruan dapat juga ditemukan pada selulitis yang disebabkan oleh Streptokokus pneumonia

Pada pemeriksaan darah tepi selulitis terdapat leukositosis (15.000-400.000) dengan

hitung jenis bergeser ke kiri.

Gejala dan tanda SelulitisGejala prodormal : Demam, malaise, nyeri sendi dan menggigilDaerah predileksi : Ekstremitas atas dan bawah, wajah, badan dan

genitaliaMakula eritematous : Eritema cerahTepi : Batas tidak tegasPenonjolan : Tidak terlalu menonjolVesikel atau bula : Biasanya disertai dengan vesikel atau bulaEdema : EdemaHangat : Tidak terlalu hangatFluktuasi : Fluktuasi

Pemeriksaan laboratorium sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan pada sebagian besar pasien

dengan selulitis. Seperti halnya pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan pencitraan juga

tidak terlalu dibutuhkan. Pada pemeriksaan darah lengkap, ditemukan leukositosis pada

selulitis penyerta penyakit berat, leukopenia juga bisa ditemukan pada toxin-mediated

cellulitis. ESR dan C-reactive protein (CRP) juga sering meningkat terutama penyakit

yang membutuhkan perawatan rumah sakit dalam waktu lama. Pada banyak kasus,

pemeriksaan Gram dan kultur darah tidak terlalu penting dan efektif.

II.4.8 PENGOBATAN

Selulitis karena streptokokus diberi penisilin prokain G 600.000-2.000.000 IU IM

selama 6 hari atau dengan pengobatan secara oral dengan penisilin V 500 mg setiap 6 jam,

43

Page 44: status pasien.docx

selama 10-14 hari. Pada selulitis karena H. Influenza diberikan Ampicilin untuk anak (3

bulan sampai 12 tahun) 100-200 mg/kg/d (150-300 mg), >12 tahun seperti dosis dewasa.

Pada selulitis yang ternyata penyebabnya bukan staphylococcus aureus penghasil

penisilinase (non SAPP) dapat diberi penisilin. Pada yang alergi terhadap penisilin,

sebagai alternatif digunakan eritromisin (dewasa: 250-500 gram peroral; anak-anak: 30-50

mg/kgbb/hari) tiap 6 jam selama 10 hari. Dapat juga digunakan klindamisin (dewasa 300-

450 mg/hari PO; anak-anak 16-20 mg/kgbb/hari). Pada yang penyebabnya SAPP selain

eritromisin dan klindamisin, juga dapat diberikan dikloksasilin 500 mg/hari secara oral

selama 7-10 hari.

44

Page 45: status pasien.docx

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

Pada saat pasien datang, pasien mempunyai keluhan diare dengan frekuensi 5 kali/hari

selama 7 hari. Disini pasien bisa didiagnosis gastroenteritis karena dilihat dari keluhan pada

pasien dan pada pasien onsetnya masih akut karena kurang dari 14 hari. Pasien juga

mengeluhkan BAB nya berwarna hitam. BAB berwarna hitam bisa terjadi karena adanya

perdarahan pada saluran pencernaan bagian atas dan dilihat dari riwayat pengobatannya, pasien

sudah mengkonsumsi obat maag sejak pasien berumur 12 tahun.

Pada pasien ini juga didiagnosis sirosis hepatis karena ditemukannya gejala seperti perut

terasa membesar, ascites, edema pada kaki. Pada pasien ini juga terjadi penurunan nafsu makan

dan lemas.

Hepar meruakan pusat dari metabolism seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh

sebanyak 20% serta menggunakan 20-25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hepar yaitu

sebagai metabolism karbohidrat, metabolism lemak, metabolism protein, hemodinamik,

detoksifikasi dan metabolism bilirubin. Kegagalan fungsi hepar menimbulkan keluhan seperti

rasa lemas, turunnya berat badan, kembung dan mual. Kulit tubuh dibagian atas, muka, lengan

atas akan timbul bercak mirip laba-laba (spider nevi) tetapi pada pasien ini tidak ada. Telapak

tangan berwarna merah (eritea palmaris) tetapi pada pasien ini tdak ada. Perut buncit akibat

penimbunan cairan secara abnormal di rongga perut (ascites), pada pasien ini terdapat ascites.

Pada pasien ini juga terdapat hipoalbuminemia dan edema pada tungkai bawah karena kegagalan

dari fungsi hepar. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya ascites pada pasien sirosis hepatis

yaitu :

Tekanan kolod plasma yang biasa bergantung pada albumin didalam serum. Pada

keadaan normal albumin dibentuk oleh hepar. Bilamana hepar terganggu fungsinya, maka

pembentukan albumin juga terganggu dan kadarnya menurun sehingga tekanan koloid

osmotic juga berkurang. Terdapatnya kadar albumin kurang dari 3gr% sudah dapat

merupakan tanda kritis untuk timbulnya ascites.

Tekanan vena porta. Bila terjai perdarahan karena varises esophagus, maka kadar plasma

protein menurun, sehingga tekanan koloid osmotic menurun juga, kemudian terjadilah

45

Page 46: status pasien.docx

ascites. Sebaliknya bila kadarr plasma protein kembali normal, maka ascites akan

menghilang walaupun hipertensi portal tetap ada.

Tekanan portal yang normal antara 5-10 mmHg. Pada hipertensi portal terjadi kenaikan

tekanan dalam sistem portal yang lebih dari 15 mmHg dan bersifat menetap. Keadaan ini akan

menyebabkan limpa membesar (splenomegali) seperti pada pasien ini.

Pada pasien juga mengeluhkan bengkak pada kai kanan disertai dengan kemerahan dan

nyeri tekan. Kemungkinan diagnose pada pasien yaitu pasien terkena selulitis.

Dari hasil laboratorium, pasien terdapat anemia. Anemia pada pasien yang diduga

karena sirosis hepatis di dapatkan karena terjadi hypovolemia, masa hidup eritrosit yang

memendek, perdarahan dan berkurangnya kemampuan sumsum tulang untuk membentuk

eritrosit.

46

Page 47: status pasien.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Ahlquist David A, Camilleri M. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 15th edition.

Braunwald, Fauci, Kasper et all (Editor). 2001.

2. Sudoyo, aru et all. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid 1 dan 2. Jakarta Pusat :

Interna Publishing.

3. Tjikroprawito, askandar et all. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga

University Press.

4. Lee GR. The anemias associated with renal disease, liver disease, endocrine disease, and

pregnancy. In : Lee GR et al eds. Wintrobe’s clinical hematology.10thed. Philadelphia.

Lippincott Williams & Wilkins. 1999; 1503-6.

5. Sherlock S, Dooley J.The haematology of liver disease. In : Disease of the liver and billiary

system.10th ed. 1997; 43-47.

6. Supandiman I. Anemia pada penyakit hati. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. edisi ketiga.2001;

517-18.

7. Firkin F, Penington D, Chesterman C, Rush B. Liver diseases. Anaemia in systemic disorders;

diagnosis in normochromic normocytic anaemias. In : de Gruchy?s clinical haematology in

medical practice.5th ed. Delhi, Oxford University Press. 1990; 110-12.

8. Lee GR.Anemia : A diagnostic strategy. In : Lee GR et al eds. Wintrobe’s clinical

hematology.10th ed. Philadelphia.Lippincott Williams & Wilkins 1999; 1908-34.

9. Lee GR.Anemis : general aspects. In : Lee GR et al eds. Wintrobe?s Clinical hematology.10th

ed. Philadelphia.Lippincott Williams and Wilkins. 1999; 897-905.

10. Lee GR. Microcytic anemia. In : Lee GR.et al eds. Wintrobe’s clinical hematology.10th ed.

Philadelphia. Lippincott Williams and Wilkins. 1999; 1109-28.

47