9
Status Epilepsi A. DEFENISI Menurut Hippocrates, epilepsy didefenisikan sebagai masalah yang ada kaitannya dengan otak (Sylvia & Lorraine, Patofisiologi). Epilepsy ialah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala- gejala yang datang dalam serangan berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversible dengan berbagai etiologi. Serangan kejang yang merupakan gejala atau manifestasi utama epilepsi dapat diakibatkan karena kelainan fungsional (motorik dan sensorik/psikis). Serangan tersebut tidak lama, tidak terkontrol serta timbul secara episodic dan berkaitan dengan pengeluaran impuls oleh serebral yang berlebihan dan berlangsung lokal. Status epilepsi adalah aktivitas kejang yang berlangsung terus- menerus lebih dari 30 menit tanpa pulihnya kesadaran. Dalam praktek klinis lebih mendefenisikannya sebagai setiap aktivitas serangan kejang yang menetap selama lebih dari 10 menit (Kapita Selekta jilid 2, edisi ketiga). Status epilepsy menyatakan suatu keadaan dimana terjadi serangan yang berturut-turut tanpa jeda pemulihan antara kejang yang satu dengan kejang yang lainnya (Sylvia & Lorraine, Patofisiologi). Status epilepsy merupakan keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihankesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang berlangsunglebih dari 30 menit ( Konvensi Epilepsi Foundation of Amerika (EFA)). Status epilepticus kejang umum didefinisikan sebagai 30 menit aktivitas kejang terus menerus atau serangkaian serangan tanpa kembali ke kesadaran penuh antara kejang. B. ETIOLOGI Secara umum penyebab epilepsi belum diketahui dengan jelas (idiopatik). Penelitian yang dilakukan oleh para ahli belum mampu menjawab secara pasti penyebab terjadinya epilepsi. Namun ada beberapa faktor yang sering mengakibatkan terjadinya kejang serangan epilepsi yaitu; beberapa penyakit herediter (seperti sklerosis tuberosa, neurofibromatosis, angiomatosis ensefalotrigeminal) cedera kepala, beberapa penyakit infeksi yang disebabkan bakteri dan virus pada otak,

Status Epilepsi

Embed Size (px)

Citation preview

Status Epilepsi

A.DEFENISIMenurut Hippocrates, epilepsy didefenisikan sebagai masalah yang ada kaitannya dengan otak (Sylvia & Lorraine, Patofisiologi).Epilepsy ialah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversible dengan berbagai etiologi. Serangan kejang yang merupakan gejala atau manifestasi utama epilepsi dapat diakibatkan karena kelainan fungsional (motorik dan sensorik/psikis). Serangan tersebut tidak lama, tidak terkontrol serta timbul secara episodic dan berkaitan dengan pengeluaran impuls oleh serebral yang berlebihan dan berlangsung lokal.Status epilepsi adalah aktivitas kejang yang berlangsung terus-menerus lebih dari 30 menit tanpa pulihnya kesadaran. Dalam praktek klinis lebih mendefenisikannya sebagai setiap aktivitas serangan kejang yang menetap selama lebih dari 10 menit (Kapita Selekta jilid 2, edisi ketiga).Status epilepsy menyatakan suatu keadaan dimana terjadi serangan yang berturut-turut tanpa jeda pemulihan antara kejang yang satu dengan kejang yang lainnya (Sylvia & Lorraine, Patofisiologi).Status epilepsy merupakan keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihankesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang berlangsunglebih dari 30 menit ( Konvensi Epilepsi Foundation of Amerika (EFA)).Status epilepticus kejang umum didefinisikan sebagai 30 menit aktivitas kejang terus menerus atau serangkaian serangan tanpa kembali ke kesadaran penuh antara kejang.

B.ETIOLOGISecara umum penyebab epilepsi belum diketahui dengan jelas (idiopatik). Penelitian yang dilakukan oleh para ahli belum mampu menjawab secara pasti penyebab terjadinya epilepsi. Namun ada beberapa faktor yang sering mengakibatkan terjadinya kejang serangan epilepsi yaitu; beberapa penyakit herediter (seperti sklerosis tuberosa, neurofibromatosis, angiomatosis ensefalotrigeminal) cedera kepala, beberapa penyakit infeksi yang disebabkan bakteri dan virus pada otak, kelainan pembuluh darah, dan intoksikasi (mis: timbal, kamper, fenotiazin).

Adapun beberapa faktor yang menjadi faktor prepitasi adalah; (1) faktor sensoris (seperti cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi yang mengejutkan, air panas), (2) faktor sistemis (seperti demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu), dan (3) faktor mental (seperti stress dan gangguan emosi).

Status epilepsy biasa disebabkan infark otak mendadak, anoksia otak, tumor otak, atau menghentikan obat anti kejang. Pada penderita yang sebelumnya tidak mempunyai riwayat epilepsy mungkin mempunyai riwayat trauma kepala, radang otak, tumor otak terutama pada lobus frontalis.

Pada pasien yang mempunyai riwayat epilepsy mempunyai faktor pencetus yang umumnya karena menghentikan obat sekehendak hatinya.

C.KLASIFIKASIStatus epilepsy ada dua jenis yaitu:a)Status motorik mayorStatus motorik mayor merupakan status epilepsy dimana suatu serangan tonik-klonik diikuti oleh serangan yang lain.b)Absence berlanjutStatus epilepsy dimana terjadi serangkaian Absence (Petit Mal) atau serangan epileptic yang berupa hilangnya kesadaran sejenak.

D.PATOFISIOLOGISecara umum, epilepsy terjadi karena menurunnya potensial membrane sel saraf akibat proses patologik dalam otak yang selanjutnya menyebabkan terlepasnya muatan listrik dari sel saraf tersebut.Gejala-gejala yang ditimbulkan akibat serangan epilepsi sebagian karena serangan epilepsi, sebagian karena otak mengalami kerusakan dan berat atau ringannya gangguan tersebut tergantung dari lokasi dan keadaan pathologinya. Bila terjadi lesi pada bagian otak tengah, thalamus dan korteks serebri kemungkinan bersifat epileptogenik. Sedangkan lesi pada serebelum dan batang otak biasanya tidak meyebabkan serangan epileptik.Serangan epilepsi terjadi karena adanya lepasan muatan listrik yang berlebihan dari neuron-neuron di susunan syaraf pusat yang terlokalisir pada neuron-neuron tersebut. Gangguan abnormal dari lepasnya muatan listrik ini terjadi karena adanya gangguan keseimbangan antara proses eksesif/eksitasi dan inhibisi pada interaksi neuron. Selain itu hal tersebut diatas juga dapat disebabkan karena gangguan pada sel neuronnya sendiri atau transmisi sinaptiknya. Transmisi sinaptik oleh neurotransmitter yang bersifat eksitasi atau inhibitor dalam keadaan gangguan keseimbangan akan mempengaruhi polarisasi membran sel, sehingga jika sampai pada tingkat membran sel maka neuron epileptik ditandai oleh proses biokimia tertentu yaitu; (1) ketidakstabilan membran sel syaraf sehingga sel mudah diaktifkan, (2) neuron yang hipersensitivitas dengan ambang yang menurun sehingga mudah terangsang secara berturut-turut, (3) kemungkinan terjadi polarisasi yang berlebihan, hyperpolarisasi atau terhentinya repolarisasi, karena terjadi perbedaan potensial listrik lapisan intra sel dan ekstra sel dimana lapisan intra sel lebih rendah, (4) adanya ketidakseimbangan ion yang mengubah lingkungan kimia dari neuron yang menyebabkan membran neuron mengalami depolarisasi.Neurotransmiter yang bersifat inhibisi akan menimbulkan keadaan depolarisasi yang akan melepaskan muatan listrik secara berlebihan yaitu asetikolin, noradrenalin, dopamine dan hidroksitriptamin.Penyebaran epileptik dari neuron-neuron kebagian otak lain dapat terjadi oleh gangguan pada kelompok neuron inhibitor yang berfungsi menahan pengaruh neuron lain sehingga terjadi sinkronisasi dan aktivasi yang berulang-ulang sehingga terjadi perluasan sirkuit kortikokortikal melalui serabut asosiasi atau ke kontralateral melalui korpus kalosum, projeksi thallamokortikal difusi sehingga klien kehilangan kesadaran atau gangguan pada formatio retikularis sehingga sistem motoris kehilangan kontrol normalnya, dan menimbulkan kontraksi otot polos.

E.MANIFESTASI KLINIKAdapun manifestasi klinik dari status epilepsy yaitu:Kejang-kejang ( tonik klonik, Absence)HipertensiMulut berbuihMenggigit lidahKekuatan Otot menurunCyanosisInkontinensia urinDenyut nadi meningkathipersalivasi

F.PENATALAKSANAAN

Tujuan dari penatalaksanaan adalah untuk menghentikan kejang sesegera mungkin, untuk menjamin oksigenasi serebral yang adekuat, dan untuk mempertahankan klien dalam status bebas kejang.

Prinsip penatalaksanaan penderita dengan status epileptikus adalah sebagai berikut:1.Tindakan suportif (Stabilisasi Pasien)Merupakan tindakan awal yang bertujuan menstabilisasi penderita (harus tercapai dalam 10 menit pertama), yaitu ABC:Airway: Bebaskan jalan nafasBreathing: Pemberian pernafasan buatan/bantuan nafasCirculation: Pertahankan/perbaiki sirkulasi, bila perlu pemberian infus atau transfusi jika terjadi renjatan2.Terapi farmakologisPenatalaksanaan primer untuk pasien kejang adalah terapi obat untuk mencegah timbulnya kejang atau mengurangi frekuensinya sehingga pasien dapat hidup normal. Sekitar 70% sampai 80% pasien memperoleh manfaat dari pemberian obat anti kejang.Dengan memberikan obat anti kejang, dengan urutan pilihan sebagai berikut (harus tercapai dalam 30 menit pertama):a)Pilihan I: Golongan Benzodiazepin, seperti:Lorazepam (Ativan): dewasa : 2-10 mg, anak: 0,1 mg/kgDiazepam (Valium): dewasa : 5-10 mg, anak: 1 mg setiap 2-5 menit sampai dosis total 10 mg.b)Pilihan II : fenitoin (Cerebyx): 15-20 mg PE/kgc)Pilihan III : fenobarbital : 20 mg/kgBB

Diazepam diberikan 15 menit pertama, jika masih kejang berikan fenitoin bila kejang masih berlanjut lebih dari 20 menit segera intubasi lalu berikan fenobarbital sampai kejang berhenti atau dosis seluruhx 20 mg/kgbb jika belum berhasil maka ahli saraf harus memikirkan resusitasi otak melalui anastesi dengan pemberian pentobarbital atau amobarbital, diberikan sampai aktivitas otak tercapai yang dikenal denganOutburst Suppression Patternpada rekaman EEG dosis ini dipertahankan selama 3 jam agar otak mempunyai waktu yang cukup untuk membangkitkan homeostasis dan melawan kejang berkelanjutan. Untuk tempat yang tidak mempunyai fasilitas untuk resusitasi maka diberikan pertolongan pertama dengan pemberian paraldehid kedalam otot atau rectum 5 mg kedalam kedua otot bokong setiap 3 jam atau larutkan 10% dalam larutan garam fisiologis sebanyak 5 ml.

3.Pembedahan.Diindikasikan bila epilepsy diakibatkan oleh tumuor intrakranial, abses, kista, atau anomaly vaskuler.Pengangkatan secara pembedahan pada focus epileptogenik dilakukan untuk kejang yang berasal dari area otak yang terkelilingi dengan baik yang dapat dieksisi tanpa menghasilkan kelainan neurologis yang signifikan.

G.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIKPengkajian diagnostik bertujuan dalam menentukan tipe kejang, frekuensi, beratnya dan faktor-faktor pencetus. Sebuah penelitian dilakukan untuk penyakit atau cedera kepala yang dapat mempengaruhi otak. Selain itu dapat pula dilakukan pengkajian fisik dan neurologik, haematologi, dan serologic. Pencitraan CT digunakan untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebro-vasculer abnormal, dan perubahan degeneratif serebral.

Elektroenchefalogram (EEG) melengkapi bukti diagnostik dalam proporsi substansial dari pasien epilepsi dan membantu mengklasifikasi tipe kejang. Rekaman EEG digunakan untuk mengidentifikasi daerah-daerah otak spesifik yang terlibat dalam lepas muatan abnormal dan data ini di korelasikan dengan rekaman video.

Selain menggunakan EEG dan CT Scan, dalam menentukan diagnosa epilepsy dapat pula dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan kadar elektrolit, glukosa, ureum/kratinin dan sel darah merah. Selain itu dapat pula dilakukan foto rontgen untuk mengidentifikasi adanya fraktur.

H.KOMPLIKASIAsidosis respiratorikHipoglikemiaHipertensi pulmonalEdema paru

A.PENGKAJIAN1.SURVEY PRIMERa)AirwayPeriksa kepatenan jalan nafas oleh karena kegiatan lepas muatan saraf otonom menyebabkan sekresi bronkus berlebihan, adanya aspirasi isi lambung dan air liur serta mencegah lidah jatuh kebelakang.Disamping itu kegiatan lepas muatan saraf otonom menyebabkan sekresi bronkus berlebihan dan aspirasi, mengakibatkan gangguan difusi oksigen melalui dinding alveolus

b)BreathingAktivitas kejang yang dialami pasien yang berlangsung dalam beberapa menit mengakibatkan kelelahan otot-otot pernapasan karena berusaha memenuhi kebutuhan oksigen.Kejang otot pernapasan selain mengganggu pernapasan secara mekanik juga menyebabkan inhibisi pada pusat pernapasan di medulla oblongata mengakibatkan gangguan difusi oksigen melalui dinding alveolus.

c)CirculationPada status epilepsy terjadi kekurangan oksigen karena kelemahan otot-otot pernapasan sebagai akibat dari kejang yang berlangsung lama sehingga jantung akan memompa dengan kuat untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang ditandai dengan peningkatan denyut nadi.

d)DisabilityTerjadi penurunan kesadaran oleh karena gangguan perfusi jaringan serebral akibat kekurangan suplay oksigen ke otak, hal ini disebabkan kejang generalisata yang melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon dimana lepasnya muatan listrik dari neuron-neuron sel saraf. Pantau GCS, evaluasi reflex pupil.

e)ExposureAkhir dari primary survey Control paparan lingkungan atau pindahkah pasien pada tempat yang memadai untuk pemeriksaan selanjutnya.

2.SURVEY SEKUNDERPemasangan NGTPemeriksaan head to toeKaji penyebab riwayat penyakit pasienKaji penyebab pnyakit pasien

B.DIAGNOSA DAN INTERVENSIa)AirwayDiagnose keperawatan: ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d sumbatan benda asing.

Intervensi:Singkirkan benda-benda yang membahayakan di sekitar pasienR/ menghindari resiko cederaKaji bersihan jalan nafas dari adanya sumbatan benda asingR/ mengetahui kelancaran dan keefektifan jalan nafasMiringkan pasienR/ menghindari risiko aspirasi isi lambungBebaskan sumbatan jalan nafas dengan melakukan cross finger atau suctionR/ cara untuk mengeluarkan cairan dari jalan nafasPasang spatel lidah selama kejangR/ menghindari lidah jatuh ke belakang

b)BreathingDiagnose keperawatan : ketidakefektifan pola nafas b/d kelelahan otot-otot respirasi

Intervensi:Longgarkan pakaian yang sempitR/ untuk mempermudah ekspansi dadaKaji frekuensi dan kedalaman pernapasan pasienR/ frekuensi dan kedalaman pernapasan menunjukkan usaha klien dalam memenuhi kebutuhan oksigenasinya.Kaji adanya perubahan gerakan dadaR/ mengetahui maksimalnya ekspansi paruBerikan O2R/ untuk membantu memenuhi kebutuhan O2Kolaborasi dalam pemasangan ventilatorR/ membantu kebutuhan oksigenasi

c)CirculationDiagnose keperawatan : ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d hipoventilasi

Intervensi:Observasi TTV ( nadi, warna kulit)R/ mengetahui tingkat dehidrasiMonitor pernapasan terus menerusR/ memastikan kebutuhan O2ke jaringan terpenuhiBerikan infuse dextrose 5% dan NaClR/ untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolitKolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat (diazepam, fenitoin, fenobarbital)R/ membantu menghentikan kejang pasien

C.EVALUASIDengan melakukan berbagai intervensi diharapkan:Kejang pasien berhentiNafas kembali efektifNadi kembali normalTekanan Darah NormalKesadaran kembali sepenuhnya

DAFTAR PUSTAKA

Mansoer, Arief, dkk (2000),Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius.Price & Wilson (2005),Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta : EGC.Shidarta, priguna (2004),Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum, Jakarta : Dian Rakyat