42
BAB II LANDASAN TEORI A. Sosialisasi A.1. Pengertian Sosialisasi Brim (dalam Brice, 1994) mendefinisikan sosialisasi sebagai proses dimana seseorang memperoleh pengetahuan, kemampuan dan dasar yang membuat mereka mampu atau tidak mampu menjadi anggota dari suatu kelompok. Pengertian ini memandang sosialisasi sebagai suatu proses belajar dimana individu belajar dan mendapatkan nilai dari kelompok-kelompok yang dimasukinya. Pengertian tersebut juga sejalan dengan pengertian dari Zigler dan Child (dalam Brice, 1994) yang menyatakan bahwa sosialisasi adalah keseluruhan proses dimana individu mengembangkan, melalui proses transaksi dengan orang lain, bentuk-bentuk khusus dari perilaku dan pengalaman yang berhubungan dengan sosialnya. Pengertian ini menekankan pada hubungan dengan orang lain dalam pembentukan sosialisasi bukan hanya pada proses perkembangan saja.

sosiologi untuk paud

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: sosiologi untuk paud

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Sosialisasi

A.1. Pengertian Sosialisasi

Brim (dalam Brice, 1994) mendefinisikan sosialisasi sebagai proses

dimana seseorang memperoleh pengetahuan, kemampuan dan dasar yang

membuat mereka mampu atau tidak mampu menjadi anggota dari suatu kelompok.

Pengertian ini memandang sosialisasi sebagai suatu proses belajar dimana

individu belajar dan mendapatkan nilai dari kelompok-kelompok yang

dimasukinya.

Pengertian tersebut juga sejalan dengan pengertian dari Zigler dan Child

(dalam Brice, 1994) yang menyatakan bahwa sosialisasi adalah keseluruhan

proses dimana individu mengembangkan, melalui proses transaksi dengan orang

lain, bentuk-bentuk khusus dari perilaku dan pengalaman yang berhubungan

dengan sosialnya. Pengertian ini menekankan pada hubungan dengan orang lain

dalam pembentukan sosialisasi bukan hanya pada proses perkembangan saja.

Sosialisasi merupakan suatu proses dari perkembangan individu yaitu disposisi

perilaku dan hubungan dengan orang lain, bukan hanya keluarga tetapi juga

semua orang yang bertransaksi dengan orang tersebut.

Menurut Hurlock (1998), sosialisasi adalah suatu proses dimana seseorang

memperoleh kemampuan sosial untuk dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan

Universitas Sumatera Utara15

sosial. Kemampuan sosial ini sangat erat kaitannya dengan perkembangan sosial

anak.

Sosialisasi adalah suatu proses pembentukan standar individu tentang

keterampilan, dorongan sikap dan perilaku agar dapat berjalan sesuai dengan

tuntutan dan harapan masyarakat (Hetherington dan Parke, 1999). Pembentukan

Page 2: sosiologi untuk paud

standar individu tersebut didapatkan dari orangtua sejak dari lahir sampai dewasa.

Sosialisasi merupakan suatu proses sepanjang hidup sejak dari lahir sampai akhir

hidup.

Papalia (2003) menyatakan bahwa sosialisasi adalah proses

mengembangkan kebiasaan, nilai-nilai, perilaku dan motif untuk dapat menjadi

anggota masyarakat. Proses tersebut bermula dari keluarga sebagai tempat anak

melakukan kontak pertama dan berkembang terus selama kehidupan anak.

Pengertian ini juga mencakup mengenai proses transaksi dengan orang lain dalam

lingkungan sekolah, maupun dengan teman sebayanya. Sosialisasi bergantung

pada proses internalisasi standar-standar sosial yang berlaku dalam kelompok.

Anak-anak menerima standar sosial tersebut atau tidak tergantung pada rasa aman

yang dirasakan oleh anak tersebut di dalam kelompoknya (Papalia, 2003).

Ambron (dalam Yusuf, 2005) mengatakan bahwa sosialisasi adalah suatu

proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian sosial

sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sosialisasi adalah

suatu kemampuan individu untuk dapat berinteraksi secara baik dengan

Universitas Sumatera Utara16

lingkungan dan memperoleh nilai-nilai yang sesuai dengan lingkungannya.

Sosialisasi ini dipengaruhi oleh lingkungan dimana seseorang itu berada.

A.2. Agen Sosialisasi

Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya,

baik orangtua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya atau teman sebayanya.

Apabila lingkungan sosial tersebut memfasilitasi atau memberikan peluang

terhadap perkembangan anak secara positif, maka anak akan dapat mencapai

perkembangan sosialnya secara matang. Apabila lingkungan sosial itu kurang

kondusif, seperti perlakuan orang tua yang kasar, maka anak cenderung

Page 3: sosiologi untuk paud

menampilkan perilaku maladjustment (Yusuf, 2005).

Elkin (dalam Brice, 1994), megemukakan bahwa agen sosialisasi adalah

kelompok-kelompok dimana suatu individu mendapatkan proses belajar

sosialisasi. Agen-agen sosialisasi tersebut adalah: (1) Keluarga, (2) Teman sebaya,

(3) Sekolah, dan (4) Media. Setiap agen sosialisasi memiliki bentuk dan nilai yang

berbeda bagi proses sosialisasi anak.

A.2.a. Keluarga

Keluarga merupakan agen sosialisasi anak yang paling awal, dimana

keluarga merupakan tempat pertama anak melakukan hubungan sosial. Anak akan

membawa ingatan mengenai hubungan keluarganya dalam melakukan kontak

sosial dengan sahabat, guru, tetangga dan lainnya (Hetherington dan Parke, 1999).

Universitas Sumatera Utara17

Wahini (2002) mengemukakan bahwa keluarga merupakan tempat

pertama dan utama terjadinya sosialisasi pada anak. Pengaruh paling besar

selama perkembangan anak pada lima tahun pertama kehidupannya terjadi dalam

keluarga. Orangtua, khususnya ibu mempunyai peranan penting dalam

pembentukan kepribadian anak, walaupun kualitas kodrati dan kemauan anak

akan ikut menentukan proses perkembangannya. Kepribadian orangtua sangat

besar pengaruhnya pada pembentukan pribadi anak.

Anggota keluarga yang pertama yang paling berpengaruh dalam proses

sosialisasi adalah orangtua. Bentuk pengasuhan, sikap orangtua terhadap anak

semuanya dapat mempengaruhi proses sosialisasi anak kedepannya (Hethrington

& Parke, 1999).

Kehangatan dari orang tua dalam mengasuh anak sangat penting dalam

proses sosialisasi. Orangtua yang hangat dan penuh kasih, akan membuat anak

merasa aman dan berusaha untuk mempertahankan hubungan tersebut. Anak juga

akan merasa nyaman dan mengurangi nilai stres dari anak sehingga anak mampu

Page 4: sosiologi untuk paud

bersosialisasi dengan baik (Baumrind dalam Hetherington & Parke, 1999).

Tujuan dari sosialisasi adalah membuat anak mampu untuk mengatur dan

memilih perilaku yang tepat dalam berhubungan sosial. Peran kontrol keluarga

juga sangat berperan dalam menjaga hubungan sosial anak. Apabila orang tua

konsisten dalam menerapkan disiplin keluarga maka anak juga akan menerima

dan menginternalisasi aturan keluarga dengan baik (Crockenberg & Litman dalam

Hetherington & Parke, 1999).

Universitas Sumatera Utara18

Menurut Kopp (dalam Hetherington & Parke, 1999), tantangan dalam

mendidik sosialisasi anak adalah bukan suatu uji coba, orangtua perlu untuk

membimbing anaknya agar dapat menyesuaikan diri dengan keluarga dan

lingkungan. Kemampuan anak dalam sosialisasi tidak hanya berpengaruh dalam

hubungan keluarga dengan interaksi sosial lainnya tetapi merupakan suatu

kemampuan sosial sepanjang hidup dan berperan dalam perkembangan emosional

dan perkembangan lainnya.

Hubungan dengan para anggota keluarga tidak hanya semata-mata dengan

orang tua saja, tetapi juga dengan saudara. Tidak hanya satu anggota keluarga

yang mempengaruhi sosialisasi pada anak. Cicirelli (dalam Santrock, 1997)

mengemukakan bahwa ada bukti yang menyatakan bahwa hubungan saudara

mungkin lebih kuat pengaruhnya pada sosialisasi anak daripada hubungan anak

dengan orang tua.

Menurut Katz (dalam Hetherington & Parke, 1999), hubungan saudara

mungkin merupakan konteks utama bagi anak dalam mempelajari bagaimana

bersaing dengan orang lain, bagaimana bertoleransi dengan orang lain. Persaingan

dalam hubungan tidak akan menghilangkan hubungan sehingga merupakan awal

dalam belajar berhubungan dengan orang lain.

Keluarga besar juga menjadi salah satu pengaruh besar dalam sosialisasi

Page 5: sosiologi untuk paud

anak. Keluarga besar yang terdiri dari kakek, nenek dan keluarga inti, interaksi

yang terjadi dalam keluarga semakin tinggi. Santrock (1997) menyatakan bahwa

keluarga besar dapat mengurangi kadar stres yang terjadi pada anak-anak.

Universitas Sumatera Utara19

Interaksi dalam keluarga besar khususnya kakek dan nenek kepada anak-anak

menyebabkan rasa aman bagi anak dan mengurangi kadar stres bagi anak.

Keluarga besar juga memberikan dorongan emosional bagi anak-anak

sehingga dapat memaksimalkan perkembangan emosional anak. Kehadiran nenek

juga memberikan dorongan emosional kepada orangtua melalui nasehat dan

bimbingan (Santrock, 1997).

Berdasarkan uraian di atas, keluarga merupakan agen sosialisasi yang

paling awal dalam perkembangan anak-anak, dimana pihak yang berpengaruh

adalah orangtua, saudara kandung, dan juga keluarga besar lainnya.

A.2.b. Teman Sebaya

Teman sebaya memainkan peranan yang khusus dalam perkembangan

anak. Hubungan anak dengan orangtuanya lebih sering, walaupun demikian

interaksi diantara teman sebaya lebih bebas dan egaliter. Hubungan dengan teman

sebaya menawarkan kesempatan kepada anak-anak untuk mengeksplorasi

hubungan interpersonal yang baru. Hubungan itu menjadi dasar bagi anak dalam

perkembangan kemampuan sosialnya (Hetehrington & Parke, 1999).

Teman sebaya adalah anak-anak yang memiliki usia yang setara dan tahap

kematangan yang sama (Santrock, 1997). Salah satu fungsi yang utama dari teman

sebaya adalah menyediakan informasi dan perbandingan mengenai dunia di luar

lingkungan keluarga bagi anak. Anak-anak menerima masukan mengenai

kemampuan mereka dari teman sebayanya. Anak-anak mengevaluasi apa yang

mereka lakukan berdasarkan nilai dari teman sebayanya.

Universitas Sumatera Utara20

Page 6: sosiologi untuk paud

Menurut Havighurts (dalam Hurlock, 1998), teman sebaya adalah

kumpulan orang-orang yang kurang lebih berusia sama yang berpikir dan

bertindak bersama-sama. Kelompok teman sebaya ini disebut Havighurts sebagai

geng. Anak-anak menjadi anggota suatu kelompok teman sebaya yang secara

bertahap menggantikan keluarga dalam mempengaruhi perilakunya.

Hubungan teman sebaya yang baik sangat penting bagi perkembangan

sosial anak-anak. Isolasi sosial, sangat berperan kuat dalam berbagai masalahmasalah sosialisasi anak (Santrock, 1997). Suatu studi yang dilakukan oleh Roff,

Sells, & Golden (dalam Santrock, 1997) menyatakan bahwa hubungan dengan

teman sebaya yang kurang baik berhubungan dengan kecenderungan untuk keluar

dari sekolah, perilaku delinkuen ketika masa dewasa.

Seiring dengan perkembangan anak dan hubungannya dengan teman

sebaya, pertukaran negatif dan konflik juga semakin meningkat (Hay & Ross

dalam Hetherington & Parke, 1999). Menjadi sociable dan mendapatkan konflik

selalu berjalan beriringan. Anak-anak yang sering mengalami konflik dengan

teman sebaya biasanya lebih mudah berinteraksi dengan orang lain (Brown &

Brownell dalam Hetherington & Parke, 1999).

Sebagaimana yang dikemukakan di atas bahwa teman sebaya merupakan

sumber informasi bagi anak-anak dalam berhubungan dengan orang lain. Teman

sebaya dalam perannya sebagai sumber informasi dapat menjadi reinforcer, model

dan juga pembanding yang menyediakan kesempatan bagi anak-anak untuk

bersosialisasi dan belajar.

Universitas Sumatera Utara21

Adapun fungsi teman sebaya dalam sosialisasi anak menurut Hetherington

& Parke (1999) adalah:

1. Teman Sebaya sebagai Reinforcer

Anak-anak cenderung untuk berbagi dengan teman sebaya daripada

Page 7: sosiologi untuk paud

dengan orang tuanya (Chalesworth & Hartup dalam Hetherington & Parke, 1999).

Banyak orangtua yang menemukan bahwa anak-anak lebih mendengarkan nasehat

teman sebaya daripada nasehat orang tuanya.

Tidak diragukan lagi bahwa dorongan teman sebaya dalam bentuk

penerimaan dan perhatian mempengaruhi sosialisasi anak. Berbagai studi

membuktikan bahwa peranan teman sebaya dalam membentuk tingkah laku anakanak apakah ke arah positif ataupun negatif sangat besar (Hetherington & Parke,

1999).

2. Teman Sebaya sebagai Model

Teman sebaya juga mempengaruhi anak-anak dengan berperan sebagai

model. Anak-anak mendapatkan pengetahuan yang luas mengenai berbagai jenis

respon melalui pengamatannya terhadap perilaku anak-anak lainnya (Papalia,

2003). Anak-anak juga belajar kemampuan sosial melalui imitasi, modeling

terhadap anggota kelompok yang lebih dominan (Hetherington & Parke, 1999).

3. Teman Sebaya sebagai Pemandu dan Instruktur

Teman sebaya menyediakan kesempatan untuk bersosialisasi dan

mengembangkan hubungan dan rasa memiliki (Zarbatany et al. dalam

Hetehrington & Parke, 1999). Teman sebaya berperan dalam memberikan

informasi dan masukan bagi teman sebaya lainnya. Hubungan ini bersifat dua arah

Universitas Sumatera Utara22

dimana teman sebaya saling memberi informasi dan masukan serta panduan bagi

teman sebaya lainnya.

A.2.c. Sekolah

Tujuan utama dari sekolah adalah untuk mengembangkan dan

mempengaruhi perkembangan kognitif anak. Sekolah membantu anak

mendapatkan orientasi abstrak simbolis mengenai dunia, yang membuat anakanak mampu mengembangkan kemampuan berpikir mengenai konsep umum,

peraturan, dan situasi tertentu.

Page 8: sosiologi untuk paud

Sekolah tidak hanya mengajarkan pengetahuan umum saja, sekolah juga

mengajarkan anak-anak untuk berpikir mengenai dunia dalam berbagai cara. Hal

ini membuat fungsi sekolah bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif

anak tetapi juga kemampuan sosial anak (Hetherington & Parke, 1999).

Sekolah khususnya TK dan RA difokuskan pada peletakan dasar-dasar

pengembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta sesuai dengan

pertumbuhan dan perkembangannya. Penyelenggaraan TK dan RA secara khusus

bertujuan untuk memantapkan perkembangan fisik, emosi, dan sosial untuk siap

mengikuti pendidikan berikutnya (Megawangi, Latifah, & Dina, 2005).

Menurut Megawangi dkk (2005), kemampuan sosialisasi merupakan salah

satu yang difokuskan dalam pendidikan anak usia dini. Anak-anak diharapkan

mampu berinteraksi dengan orang lain dan berkomunikasi secara efektif.

Penelitian oleh Epstein (dalam Hetherington & Parke, 1999) membuktikan

bahwa sekolah bersama dengan keluarga dan teman sebaya mempengaruhi anak

Universitas Sumatera Utara23

dalam perkembangan orrientasi nilai anak, perkembangan jiwa politik dan

motivasi anak.

A.2.d. Media

Media meliputi Koran, majalah, buku, radio, televisi dan berbagai jenis

alat komunikasi lainnya yang mencapai jumlah pendengar yang besar yang

disampaikan melalui medium impersonal antara pengirim dan penerima. Media

tidak langsung mempengaruhi interaksi seperti halnya agen sosialisasi yang lain,

walaupun begitu media tetap merupakan agen sosialisasi karena mengungkapkan

berbagai aspek mengenai masyarakat dan mempengaruhi anak-anak dalam

pengertiannya mengenai dunia (Berns, 2004).

Anak-anak, karena kemampuan kognitif yang belum sepenuhnya matang

sangat dipengaruhi oleh media massa (Huston, Zilman & Bryant dalam Berns,

Page 9: sosiologi untuk paud

2004). Mereka memproses apa yang dilihat dan didengar dan menjadikan itu

sebagai sesuatu yang berarti bagi mereka.

Televisi merupakan salah satu media yang paling mempengaruhi anakanak (Hetherington & Parke, 1999). Anak-anak biasanya meniru karakter-karakter

yang ada di dalam televisi, terutama yang aktif dan terkenal. Mereka bertindak

dan bertingkah laku sesuai dengan tokoh televisi yang mereka lihat dan hal itu

mereka bawa dalam pergaulan sehari-hari dan biasanya dilakukan ketika bersama

dengan teman-teman sebaya mereka (Berns, 2004).

Televisi dan film menimbulkan banyak perhatian terhadap perkembangan

anak, khususnya efeknya terhadap sosialisasi anak. Televisi memiliki efek yang

Universitas Sumatera Utara24

membedakannya dari media lain, khususnya karena televisi lebih diminati

daripada media lain (Singer, Singer & Zuckerman dalam Berns, 2004).

Anak-anak adalah pendengar khusus dalam kaitannya dengan televisi

(Dorr dalam Berns, 2004). Anak-anak memandang images yang mereka lihat di

dalam televisi adalah nyata seperti bahwa kekerasan adalah jalan untuk

menyelesaikan masalah (Huston, Zillman, & Bryant dalam Berns, 2004).

Media sebagai salah satu agen sosialisasi tidak dapat dilepaskan dari anakanak dan harus diperhatikan karena sangat berpengaruh pada perkembangan anak,

khususnya pada masa kanak-kanak awal karena belum mampu menyaring

informasi secara baik.

A.3. Aspek Sosialisasi

Menurut Hurlock (1998), sosialisasi terdiri dari tiga aspek yaitu

penyesuaian sosial, penerimaan sosial dan keterampilan sosial. Keberhasilan

seorang anak dalam sosialisasi dapat dilihat dari keberhasilannya dalam ketiga

faktor tersebut.

A.3.a. Penyesuaian Sosial

Penyesuaian sosial diartikan sebagai keberhasilan seseorang untuk

Page 10: sosiologi untuk paud

menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompoknya

pada khususnya (Hurlock, 1998).

Universitas Sumatera Utara25

Orang-orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik mempelajari

berbagai keterampilan sosial seperti kemampuan untuk menjalin hubungan

dengan orang lain sehingga sikap orang lain terhadap mereka menyenangkan.

Anak-anak diharapkan agar semakin lama dapat semakin menyesuaikan

diri terhadap kehidupan sosial dan dapat memenuhi harapan sosial sesuai dengan

usia mereka. Tidak ada seorangpun yang mengharapkan seorang bayi untuk dapat

menyesuaikan diri dengan baik, namun semakin besar seseorang diharapkan untuk

dapat menyesuaikan diri (Hurlock, 1998).

Hurlock (1998) mengungkapkan beberapa kriteria penyesuaian sosial

untuk menentukan sejauh mana penyesuaian diri anak secara sosial.

1. Penampilan nyata. Perilaku sosial anak yang dinilai berdasarkan standar

kelompoknya, memenuhi harapan kelompok, akan diterima menjadi anggota

kelompok.

2. Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok. Anak yang dapat

menyesuaikan diri dengan baik terhadap berbagai kelompok, baik kelompok

teman sebaya maupun kelompok orang dewasa, secara sosial dianggap

sebagai orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik.

3. Sikap sosial. Anak harus menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap

orang lain, terhadap partisipasi sosial, bila ingin dinilai sebagai orang yang

dapat menyesuaikan diri dengan baik.

4. Kepuasan pribadi. Anak harus merasa puas terhadap kontak sosialnya dan

terhadap peran yang dimainkan dalam situasi sosial, baik sebagai pemimpin

maupun sebagai anggota. Agar dapat menyesuaikan diri dengan baik.

Universitas Sumatera Utara26

Page 11: sosiologi untuk paud

A.3.b. Penerimaan Sosial

Penerimaan sosial berarti dipilih sebagai teman untuk suatu aktivitas

dalam kelompok di mana seorang menjadi anggota. Penerimaan sosial ini

merupakan indeks keberhasilan yang digunakan anak untuk berperan dalam

kelompok sosial dan menunjukkan derajat rasa suka anggota kelompok yang lain

untuk bekerja atau bermain dengannya (Hurlock, 1998).

Hurlock (1998) mengkategorikan penerimaan sosial ke dalam 6 kategori

yaitu :

1. Star. Hampir semua orang dalam kelompok menganggap “star” sebagai

sahabat karib, meskipun “star” tidak banyak membalas uluran persahabatan

ini. Setiap orang mengagumi “star” karena adanya beberapa sifat yang

menonjol. Hanya sedikit sekali anak-anak yang termasuk dalam kategori ini.

2. Accepted. Anak yang “accepted” disukai oleh sebagian besar anggota

kelompok. Statusnya kurang terjamin dibandingkan dengan status “star”,

dan dia dapat kehilangan status tersebut bila dia terus-menerus melakukan

atau mengatakan sesuatu yang menentang anggota kelompok.

3. Isolate. “Isolate” tidak mempunyai sahabat diantara teman sebayanya.

Hanya sedikit sekali anak yang termasuk dalam kategori ini. Ada dua jenis

“isolate” : “voluntary isolate” yang menarik diri dari kelompok karena

kurang memiliki minat untuk menjadi anggota kelompok atau untuk

mengikuti aktivitas kelompok; “involuntary isolate” yang ditolak oleh

kelompok meskipun dia ingin menjadi anggota kelompok tersebut.

“Involuntary isolate” yang “subjektif” mungkin beranggapan bahwa ia tidak

Universitas Sumatera Utara27

dibutuhkan dan menjauhkan diri dari kelompok “involuntary isolate” yang

“objektif,” sebaliknya, benar-benar ditolak oleh kelompok.

4. Fringer. “Fringer” adalah orang yang terletak pada garis batas penerimaan.

Page 12: sosiologi untuk paud

Seperti “climber,” dia berada pada posisi yang genting karena dia bisa

kehilangan penerimaan yang dia peroleh melalui tindakan atau ucapan

tentang sesuatu yang dapat menyebabkan kelompok berbalik menentang dia.

5. Climber. “Climber” diterima dalam suatu kelompok tetapi ingin

memperoleh penerimaan dalam kelompok yang secara sosial lebih disukai.

Posisinya genting karena dia mudah kehilangan penerimaan yang telah

diperolehnya dalam kelompok semula dan mudah mengalami kegagalan

untuk memperoleh penerimaan dalam kelompok yang baru bila dia

melakukan atau mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan anggota

kelompok tersebut.

6. Neglectee. “Neglectee” adalah orang yang tidak disukai tetapi juga tidak

dibenci. Dia diabaikan karena dia pemalu, pendiam, dan tidak termasuk

kategori tertentu. Dia hampir tidak dapat memberikan apa-apa sehingga

anggota kelompok mengabaikannya.

Hurlock (1998), juga memberikan beberapa sumber umum penilaian

tingkat penerimaan sosial, yaitu:

1. Ekspresi wajah atau nada suara seseorang. Anak memperoleh isyarat tentang

bagaimana perasaan orang lain terhadap mereka melalui ekspresi wajah

yang diberikan kepada mereka.

Universitas Sumatera Utara28

2. Perlakuan yang diterima anak dari orang lain. Perlakuan teman sebaya atau

orang dewasa lain dapat mengungkapkan dengan cukup akurat apakah

seorang anak disukai atau tidak.

3. Kesediaan. Kepastian bahwa anak disukai adalah juga melalui kesediaan

orang lain dalam melakukan apa yang diinginkan oleh si anak. Anak akan

memperoleh kepastian bahwa dia disukai bila anak lain dengan sukarela

meniru cara bicara, perilaku, ataupun pakaiannya.

Page 13: sosiologi untuk paud

4. Jumlah teman. Anak yang memiliki banyak teman bermain atau sahabat

mengetahui bahwa mereka diterima dengan lebih baik daripada anak yang

hanya memiliki sedikit teman bermain atau sahabat.

5. Perkataan orang lain. Melalui perkataan orang lain terhadap anak, anak

dapat mengetahui dengan mudah bagaimana perasaan orang lain terhadap

mereka.

6. Sebutan. Isyarat yang paling akurat tentang tingkat penerimaan sosial yang

diperoleh anak adalah melalui sebutan yang mereka terima. Ejekan yang

diterima dapat menjadi ungkapan bahwa anak tersebut kurang diterima

daripada sebutan yang lebih menyenangkan, seperti “Kawan”.

A.3.c. Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial diartikan sebagai kemampuan sosial dalam membina

hubungan dengan orang lain dan lingkungan. Individu harus menjadi anggota

yang kooperatif untuk menjadi anggota kelompok sosial yang diterima oleh

Universitas Sumatera Utara29

lingkungan, dan untuk mendapatkan penerimaan tersebut diperlukan keterampilan

sosial tertentu (Hurlock, 1998).

Hetherington & Parke (1999) mengemukakan bahwa bentuk-bentuk

keterampilan sosial pada anak-anak meliputi: dapat menyemangati orang alin,

dapat memulai interaksi dengan orang lain, dapat berkomunikasi dengan baik,

mampu mengikuti aturan yang telah diberitahukan dengan baik, dan mencoba

mengajak anak lain untuk ikut berpartisipasi.

National Association of School Psychologists (2002) mengemukakan hasil

positif dari anak-anak yang mempunyai keterampilan sosial yang baik, yaitu

dengan keterampilan sosial yang tinggi anak-anak akan memiliki kemampuan

untuk membuat keputusan sosial yang akan menguatkan hubungan interpersonal

mereka dan memudahkan kesuksesan disekolah.

Page 14: sosiologi untuk paud

B. Pendidikan Anak Usia Dini

B.1. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang

ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan

melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan

perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki

pendidikan lebih lanjut (Pasal 1 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20,

2003).

Menurut Semlok PADU, pengertian PAUD adalah usaha sadar dalam

memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak sejak

Universitas Sumatera Utara30

lahir sampai dengan usia enam tahun. Pendidikan ini dilakukan melalui

penyediaan pengalaman dan stimulasi yang kaya dan bersifat megembangkan

secara terpadu dan menyeluruh agar anak dapat tumbuh kembang secara sehat dan

optimal sesuai dengan nilai, norma, dan harapan masyarakat.

Istilah lain yang sering digunakan untuk diskusi tentang pendidikan anak

usia dini adalah “nursery school” atau “preschool” (prasekolah). Nursery school

adalah program pendidikan anak usia dua, tiga dan empat tahun (Patmonodewo,

2000).

Undang-Undang RI Nomor 2 tahun 1989 (dalam Patmonodewo, 2000)

tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 12 Ayat (2) menyebutkan “Selain

jenjang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diselenggarakan

pendidikan prasekolah.” Pendidikan prasekolah adalah pendidikan yang

diselenggarakan untuk mengembangkan pribadi, pengetahuan, dan ketrampilan

yang melandasi pendidikan dasar serta mengembangkan diri secara utuh sesuai

dengan asas pendidikan sedini mungkin dan seumur hidup.

PP RI No. 27 Tahun 1990 (dalam Patmonodewo, 2000) tentang

Page 15: sosiologi untuk paud

Pendidikan Prasekolah. Bab I Pasal 1 Ayat (2) dinyatakan bahwa yang dimaksud

dengan Taman Kanak-kanak (TK) adalah salah satu bentuk pendidikan prasekolah

yang menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia empat tahun sampai

memasuki pendidikan dasar. Lebih lanjut dijelaskan bahwa satuan pendidikan

prasekolah meliputi Taman Kanak-kanak, Kelompok Bermain dan Penitipan Anak.

Universitas Sumatera Utara31

B.2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Anak Usia Dini

PAUD dimaksudkan untuk menfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan

jasmani dan rohani anak usia dini agar ia dapat tumbuh kembang secara sehat dan

optimal sesuai dengan nilai, norma dan harapan masyarakat.

Sesuai dengan aspek perkembangan dan keperluan kehidupan anak

selanjutnya, PAUD memiliki fungsi-fungsi (Abdulhak, 2003) sebagai berikut:

a. Pengembangan segenap potensi anak,

b. Penanaman nilai-nilai dan norma-norma kehidupan,

c. Pembentukan dan pembiasaan perilaku-perilaku yang diharapkan,

d. Pengembangan pengetahuan dan keterampilan dasar,

e. Pengembangan motivasi dan sikap belajar yang positif.

B.3. Prinsip-Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini

Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyelengaraan PAUD

(Abdulhak, 2003) adalah sebagai berikut:

a. Holistik dan terpadu; PAUD dilakukan dengan terarah ke pengembangan

segenap aspek pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak

serta dilaksanakan secara terintegrasi dalam suatu kesatuan program utuh

dan proporsional. Secara makro, prinsip holistic dan terpadu ini juga

mengandung makna bahwa penyelenggaraan PAUD dilakukan secara

terintegrasi dengan sistem sosial yang ada di masyarakat dan menyertakan

segenap komponen masyarakat sesuai dengan tanggung jawab dan

Page 16: sosiologi untuk paud

kewenangannya. Dalam hal ini perlu ada keselarasan antara pendidikan

Universitas Sumatera Utara32

yang dilakukan dalam berbagai unit pendidikan – keluarga, sekolah dan

masyarakat.

b. Berbasis keilmuan; Prinsip ini mengandung arti bahwa praktek pendidikan

anak usia dini yang tepat perlu dikembangkan berdasarkan temuan-temuan

muktahir dalam bidang keilmuan yang relevan. Dalam hal ini, para ahli

PAUD perlu senantiasa menyebarluaskan temuan-temuan ilmiahnya di

bidang PAUD sehingga dapat diaplikasikan oleh para praktisi PAUD baik

oleh tenaga professional di lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini

maupun oleh tenaga-tenaga non-profesional di masyarakat dan keluarga.

c. Berorientasi pada perkembangan anak; PAUD dilaksanakan sesuai dengan

karakteristik dan tingkat perkembangan anak sehingga proses

pendidikannya bersifat tidak terstruktur, informal, emergen dan responsive

terhadap perbedaan individual anak, serta melalui aktivitas langsung dalam

suasana bermain.

d. Berorientasi masyarakat; Anak adalah bagian dari masyarakat dan

sekaligus sebagai genarasi penerus dari masyarakat yang bersangkutan.

Dengan demikian, PAUD hendaknya berlandaskan dan sekaligus turut

mengembangkan nilai-nilai sosio-kultural yang berkembang pada

masyarakat yang bersangkutan. Lebih lanjut, prinsip ini juga mensyaratkan

perlunya PAUD untuk memanfaatkan potensi lokal baik itu berupa

keragaman sosial-budaya maupun berupa sumber-sumber daya potensial

yang ada di masyarakat setempat.

Universitas Sumatera Utara33

B.4. Kurikulum PAUD

Rosegrant (dalam Suyanto, 2005) menyarankan agar pengembangan

Page 17: sosiologi untuk paud

kurikulum untuk PAUD mengikuti pola sebagai berikut:

1. Berdasarkan keilmuan PAUD

Kurikulum PAUD didasarkan atas ilmu terkini dari PAUD dan hasil-hasil

penelitian tentang belajar dan pembelajaran. Kajian keilmuan secara komprehensif

hendaknya menjadi landasan pengembangan kurikulum. Pengetahuan.

Keterampilan, serta sikap merupakan satu kesatuan. Cara memperoleh

pengetahuan dan keterampilan akan mempengaruhi sikap anak, begitu juga

sebaliknya.

2. Mengembangkan Anak secara Menyeluruh

Tujuan kurikuler hendaknya ditujukan untuk mengembangkan anak secara

menyeluruh, yang meliputi aspek fisik-motorik, sosial, moral, emosional, dan

kognitif. Isi kkurikulum hendaknya mencerminkan sofat demokratis, adanya

kebebasan untuk menentukan pilihan, keadilan, persamaan hak dan kewajiban,

serta keterbukaan. Tujuan kurikuler juga hendaknya disesuaikan dengan tingkat

perkembangan anak.

3. Relevan, Menarik dan Menantang

Isi kurikulum hendaknya relevan, menarik dan menantang anak untuk

melakukan eksplorasi, memecahkan masalah, mencoba, dan berpikir. Kurikulum

yang efektif dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dari

konteks yang berarti dalam kehidupan anak.

4. Mempertimbangkan Kebutuhan Anak

Universitas Sumatera Utara34

Perencanaan kurikulum hendaknya mempertimbangkan kebutuhan anak,

perkembangan anak, kebutuhan masyarakat, dan ideology bangsa secara nasional.

Keurikulum hendaknya realistis dan dapat dicapai oleh anak. Apa yang dipelajari

anak hendaknya sesuai dengan apa yang diinginkan anak, masyarakat dan negara.

Nasionalisme, kebudayaan, nilai-nilai susila dan norma hendaknya diperhatikan

Page 18: sosiologi untuk paud

dalam penyusunan kurikulum.

5. Mengembangkan Kecerdasan

Kurikulum hendaknya mengembangkan kemampuan anak untuk berpikir,

menalar, mengambil keputusan, dan memecahkan masalah. Pembelajaran pada

anak usia dini hendaknya tidak bersifat hafalan, tetapi mengembangkan

kecerdasan dengan cara melatih anak berpikir, bernalar, mengambil keputusan,

dan memecahkan masalah.

6. Menyenangkan

Kurikulum disesuaikan dengan kondisi psikologis anak sehingga anak

merasa mampu, senang, rileks, dan nyaman belajar di TK. Anak usia dini suka

bermain, aktif dan selalu ingin tahu. Oleh karena itu, kegiatan kurikuler dirancang

agar anak dapat belajar sambil bermain, aktif secara fisik dan mental untuk

memuaskan rasa ingin tahunya.

7. Fleksibel

Kurikulum sebaiknya bersifat fleksibel, baik tentang isi maupun waktu

agar dapat disesuaikan dengan perkembangan, minat dan kebutuhan setiap anak.

Kurikulum TK fiharapkan bisa mengakomodasi hal-hal baru, menyediakan

Universitas Sumatera Utara35

alternatif, dan memungkinkan anak untuk memilih kegiatan. Selain itu, dalam

pelaksanaannya tidak terlalu dibatasi oleh waktu.

8. Menyatu dan Padu

Kurikulum untuk TK bersifat menyatu dan padu (unified and integrated),

artinya tidak mengajarkan bidang studi sendiri-sendiri atau secara terpisah, tetapi

secara terpadu dan terintegrasi melalui tematik unit.

C. Anak Usia Dini

Anak usia dini merupakan anak yang berusia 0-6 tahun atau dalam bahasa

perkembangannya disebut sebagai masa kanak-kanak awal. Masa kanak-kanak

Page 19: sosiologi untuk paud

awal merupakan masa emas pertumbuhan karena mengalami pertumbuhan yang

pesat dalam fisik dan kognitifnya. Perkembangan anak pada masa kanak-kanak

awal ini akan sangat mempengaruhi perkembangan selanjutnya (Hurlock, 1999).

Masa kanak-kanak awal sering disebut “usia prageng”. Pada masa ini

sejumlah hubungan yang dilakukan anak dengan anak-anak lain meningkat dan ini

sebagian menentukan bagaimana gerak maju perkembangan sosial mereka. Anakanak yang mengikuti pendidikan prasekolah, biasanya mempunyai sejumlah besar

hubungan sosial yang telah ditentukan dengan anak-anak yang umurnya sebaya.

Anak yang mengikuti pendidikan prasekolah melakukan penyesuaian sosial yang

lebih baik dibandingkan anak-anak yang tidak mengikuti pendidikan prasekolah.

Alasannya adalah mereka dipersiapkan secara lebih baik untuk melakukan

partisipasi yang aktif dalam kelompok dibandingkan dengan anak-anak yang

Universitas Sumatera Utara36

aktivitas sosialnya terbatas dengan anggota keluarga dan anak-anak dari

lingkungan tetangga dekat (Hurlock, 1998).

Keuntungan pendidikan prasekolah adalah bahwa pusat pendidikan

tersebut memberikan pengalaman sosial di bawah bimbingan para guru yang

terlatih yang membantu mengembangkan hubungan yang menyenangkan dan

berusaha agar anak-anak tidak mendapat perlakuan yang mungkin menyebabkan

mereka menghindari hubungan sosial. Akibatnya semua reaksi negatif kepada

anak lain berkurang. Walaupun demikian, reaksi negatif terhadap guru kadangkadang meningkat sedikit setelah anak lebih suka bergaul dengan teman sebaya

daripada dengan orang dewasa (Hurlock, 1998).

Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan perkembangan

berikutnya. Perkembangan fisik pada masa kanak-kanak awal mengalami

kemajuan yang sangat pesat. Perkembangan motorik halus megalami kemajuan

yang sangat pesat sehingga anak-anak pada masa ini dapat melakukan kegiatan

menulis, dan gerakan motorik halus lainnya. Hal ini menyebabkan anak-anak pada

Page 20: sosiologi untuk paud

masa ini dapat belajar banyak dan menyerap banyak hal (Yusuf, 2005).

Sejalan dengan perkembangan fisiknya, anak juga harus menjalani

perkembangan sosialnya. perkembangan sosial anak dimulai dari sifat egosentris,

individual ke arah interaksi sosial. Anak bersifat egosentris pada mulanya,

memandang segala sesuatu dari sisi dirinya sendiri sehingga pada usia 2-3 tahun

anak masih suka bermain sendiri sampai akhirnya ia mulai berintaraksi dengan

orang lain (Suyanto, 2005).

Universitas Sumatera Utara37

C.1. Perkembangan Sosial Anak Usia Dini

Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang

sesuai dengan tuntutan sosialnya. Menurut Hurlock (1998), untuk menjadi orang

yang mampu bermasyarakat memerlukan tiga proses yaitu:

1. belajar berperilaku yang dapat diterima sosial,

2. memainkan peran sosial yang dapat diterima, dan

3. perkembangan sikap sosial.

Yusuf (2005) mengatakan bahwa perkembangan sosial anak sudah tampak

jelas pada usia prasekolah (terutama mulai usia 4 tahun), karena mereka sudah

mulai aktif berhubungan dengan teman sebayanya. Tanda-tanda perkembangan

sosial pada tahap ini adalah:

a. Anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik di lingkungan keluarga maupun

dalam lingkungan bermain.

b. Sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk pada peraturan.

c. Anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain.

d. Anak mulai dapat bermain bersama anak-anak lain, atau teman sebaya (peer

group).

Sikap anak-anak terhadap orang lain dan pengalaman sosial dan seberapa

baik mereka dapat bergaul dengan orang lain sebagian besar tergantung pada

Page 21: sosiologi untuk paud

pengalaman belajar selama tahun-tahun awal kehidupan yang merupakan masa

pembentukan. Menurut Hurlock (1998), ada empat faktor yang menentukan

apakah mereka dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial dan menjadi

pribadi yang dapat bermasyarakat:

Universitas Sumatera Utara38

1. Kesempatan yang penuh untuk sosialisasi. Hal ini sangatlah penting karena

anak-anak tidak dapat belajar hidup bermasyarakat dengan orang lain jika

sebagian besar waktu mereka dipergunakan seorang diri. Anak perlu untuk

bergaul tidak hanya dengan anak yang seumur tetapi juga dengan orang

dewasa yang umur dan lingkungannga berbeda.

2. Anak-anak tidak hanya harus mampu berkomunikasi dalam kata-kata yang

dapat dimengerti orang lain, tetapi juga harus mampu berbicara tentang topik

yang dapat dipahami dan menarik bagi orang lain. Pembicaraan yang bersifat

sosial, merupakan penunjang yang penting bagi sosialisasi, tetapi pembicaraan

yang egosentrik menghalangi sosialisasi.

3. Anak hanya akan belajar sosialisasi hanya apabila mereka mempunyai

motivasi untuk melakukannya. Motivasi sebagian besar bergantung kepada

tingkat kepuasan yang dapat diberikan oleh aktivitas sosial kepada anak. Jika

mereka mendapatkan kesenangan melalui hubungan dengan orang lain,

mereka akan mengulangi hubungan tersebut dan sebaliknya, jika hubungan

sosial hanya memberikan kegembiraan sedikit, mereka akan menghindarinya.

4. Metode belajar yang efektif dengan bimbingan adalah penting. Anak

mempelajari beberapa pola perilaku yang penting bagi penyesuaian sosial

yang baik melakui metode coba-coba. Mereka juga belajar mempraktekkan

peran, yaitu dengan menirukan orang lain yang dijadikan tujuan

identifikasinya. Mereka akan belajar lebih cepat jika diajar oleh seseorang

yang dapat membimbing dan megarahkan kegiatan belajar dan memilihkan

Page 22: sosiologi untuk paud

Universitas Sumatera Utara39

teman sejawat sehingga mereka akan mempunyai contoh yang baik untuk

ditiru.

C.2. Pola Perilaku Pada Anak Usia Dini

Anak-anak pada masa awal biasanya mengembangkan bentuk-bentuk

tingkah laku sosial melalui hubungan dan pergaulan sosial baik dengan orangtua,

anggota keluarga, orang dewasa lainnya maupun teman bermainnya (Yusuf, 2005).

Pola-pola perilaku anak-anak tersebut menurut Hurlock (1998) terbagi dua

yaitu pola perilaku sosial dan pola perilaku yang tidak sosial. Pola perilaku sosial

adalah sebagai berikut:

1. Kerja sama. Sejumlah kecil anak belajar bermain atau bekerja sama dengan

anak lain sampai mereka berumur 4 tahun. Semakin banyak kesempatan yang

mereka miliki untuk melakukan sesuatu bersama-sama, semakin cepat mereka

belajar melakukannya dengan cara bekerja sama.

2. Persaingan. Jika persaingan merupakan dorongan bagi anak-anak untuk

berusaha sebaik-baiknya, hal itu akan menambah sosialisasi mereka. Jika hal

itu diekspresikan dalam pertengkaran dan kesombongan, akan menyebabkan

timbulnya sosialisasi yang buruk.

3. Kemurahan hati. Kemurahan hari sebagaimana terlihat pada kesediaan untuk

berbagi sesuatu dengan anak lain, meningkat dan sikap mementingkan diri

sendiri semakin berkurang setelah anak belajar bahwa kemurahan hati

menghasilkan penerimaan sosial.

Universitas Sumatera Utara40

4. Simpati. Anak kecil tidak mampu berperilaku simpatik sampai mereka pernah

mengalami situasi yang mirip dengan dukacita. Mereka mengekspresikan

simpati dengan berusaha menolong atau menghibur seseorang yang sedang

bersedih.

Page 23: sosiologi untuk paud

5. Empati. Empati kemampuan meletakkan diri sendiri dalam posisi orang lain

dan menghayati pengalaman orang tersebut. Hal ini hanya berkembang jika

anak dapat memahami ekspresi wajah atau maksud pembicaraan orang lain.

6. Ketergantungan. Ketergantungan terhadap orang lain dalam hal bantuan,

perhatian, dan kasih sayang mendorong anak untuk berperilaku dalam cara

yang diterima secara sosial. Anak berjiwa bebas kekurangan motivasi ini.

7. Sikap ramah. Anak kecil memperlihatkan sikap ramah melalui kesediaan

melakukan sesuatu untuk atau bersama anak/orang lain dan dengan

mengekspresikan kasih sayang kepada mereka.

8. Sikap tidak mementingkan diri sendiri. Anak yang mempunyai kesempatan

dan mendapat dorongan untuk membagi apa yang mereka milliki dan yang

tidak terus-menerus menjadi pusat perhatian keluarga, belajar memikirkan

orang lain dan berbuat untuk orang lain dan bukannya hanya memusatkan

perhatian pada kepentingan dan milik mereka sendiri.

9. Meniru. Meniru seseorang yang diterima baik oleh kelompok sosial, anakanak mengembangkan sifat yang menambah penerimaan kelompok terhadap

diri mereka.

10. Perilaku kelekatan. Landasan yang diletakkan pada masa bayi, yaitu tatkala

bayi mengembangkan suatu kelekatan yang hangat dan penuh cinta kasih

Universitas Sumatera Utara41

kepada ibu atau pengganti ibu, anak kecil mengalihkan pola perilaku ini

kepada anak/orang lain dan belajar membina persahabatan dengan mereka.

Pola perilaku yang tidak sosial adalah sebagai berikut:

1. Negativisme. Neativisme adalah perlawanan terhadap tekanan dari pihak lain

untuk berperilaku tertentu. Biasanya hal itu dimulai pada usia dua tahun dan

mencapai puncaknya antara umur 3 dan 6 tahun. Ekspresi fisiknya mirip

dengan ledakan kemarahan, tetapi secara setahap demi setahap diganti dengan

Page 24: sosiologi untuk paud

penolakan lisan untuk menuruti perintah.

2. Agresi. Agresi adalah tindakan permusuhan yang nyata atau ancaman

permusuhan, biasanya tidak ditimbulkan oleh orang lain. Anak-anak mungkin

mengekspresikan sikap agresif mereka berupa penyerangan secara fisik atau

lisan terhadap anak lain, biasanya terhadap anak yang lebih kecil.

3. Pertengkaran. Pertengkaran merupakan perselisihan pendapat yang

mengandung kemarahan yang umumnya dimulai apabila seseorang melakukan

penyerangan yang tidak beralasan. Pertengkaran berbeda dari agresi; pertama

karena pertengkaran melibatkan dua orang atau lebih sedangkan agresi

merupakan tindakan individu, dan kedua karena salah seorang yang terlibat di

dalam peterngkaran memainkan peran bertahan sedangkan dalam agresi peran

selalu agresif.

4. Mengejek atau menggertak. Mengejek merupakan serangan secara lisan

terhadap orang lain, tetapi menggertak merupakan serangan yang bersifat fisik.

Universitas Sumatera Utara42

5. Perilaku yang sok kuasa. Perilaku sok kuasa adalah kecenderungan untuk

mendominasi orang lain atau menjadi ”majikan”. Jika diarahkan secara tepat

hal ini dapat menjadi sifat kepemimpinan.

6. Egosentrisme. Hampir semua anak kecil bersifat egosentrik dalam arti bahwa

mereka cenderung berpikir dan berbicara tentang diri mereka sendiri. Apakah

kecenderungan ini akan hilang, menetap atau berkembang semakin kuat,

sebagian bergantung pada kesadaran anak bahwa hal itu membuat mereka

tidak popular dan sebagian lagi bergantung pada kuat lemahnya keinginan

mereka untuk menjadi populer.

7. Prasangka. Landasan prasangka terbentuk pada masa kanak-kanak awal yaitu

tatkala anak menyadari bahwa sebagian orang berbeda dari mereka dalam hal

penampilan dan perilaku dan bahwa perbedaan ini oleh kelompok sosial

Page 25: sosiologi untuk paud

dianggap sebagai tanda kerendahan.

8. Antagonisme jenis kelamin. Ketika masa kanak-kanak berakhir, banyak anak

laki-laki ditekan oleh keluarga laki-laki dan teman sebaya untuk menghindari

pergaulan dengan anak perempuan atau memainkan “permainan anak

perempuan”. Mereka juga mengetahui bahwa kelompok sosial memandang

laki-laki lebih tingga derajatnya daripada perempuan. Walaupun demikian,

pada umur ini anak laki-laki tidak melakukan pembedaan terhadap anak

perempuan, tetapi menghindari mereka dan menghindari aktivitas yang

dianggap sebagai aktivitas anak perempuan.

Universitas Sumatera Utara43

Sebagian dari bentuk perilaku sosial yang berkembang pada masa kanakkanak merupakan landasan yang diletakkan pada masa bayi, tetapi banyak juga

diantaranya yang merupakan landasan baru yang dibina oleh hubungan sosial

dengan teman sebaya di luar rumah dan hal-hal yang ditonton dari televisi,

ataupun buku komik (Berns, 2004).

Peningkatan perilaku sosial cenderung paling menyolok pada masa kanakkanak awal. Hal ini disebabkan oleh pengalaman sosial yang semakin bertambah

dan anak-anak mempelajari pandangan pihak lain terhadap perilaku mereka dan

bagaimana pandangan tersebut mempengaruhi tingkat penerimaan dari kelompok

teman sebaya (Hurlock, 1998).

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa masa kanakkanak awal (anak usia dini) merupakan masa yang sangat penting dalam

menentukan perkembangan sosialisasi anak di kemudian hari sehingga sangat

perlu untuk diperhatikan. Khususnya perkembangan sosialnya sehingga perlu

diperhatikan agar anak dapat berkembang menjadi anak-anak yang dapat

menyesuaikan diri dengan lingkungan dan masyarakatnya karena pada masa

kanak-kanak awal peningkatan perilaku sosial sangat penting dan menentukan

bagaimana perilaku sosial anak pada tahap berikutnya.

Page 26: sosiologi untuk paud

Universitas Sumatera Utara