Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat suatu sistem yang mengatur tentang tata cara manusia bergaul. Tata cara pergaulan untuk saling menghormati biasa kita kenal dengan sebutan sopan tata krama, protokoler, dan lain-lain. Tata cara pergaulan bertujuan untuk menjaga kepentingan komunikator dengan komunikan agar m senang, tentram, terlindungi tanpa ada pihak yang dirugikan kepentingannya dan perbuatan ya dilakukan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku serta tidak bertentangan dengan hak asa manusia secara umum. Tata cara pergaulan, aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam bermasyarakat dan menent nilai baik dan nilai tidak baik, dinamakan etika. Istilah etika berasal dari kata ethikus (latin) dan dalam bahasa Yunani disebut ethicos yan kebiasaan norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran baik dan buruk tingkah manusia. Jadi, etika komunikasi adalah norma, nilai, atau ukuran tingkah laku baik dalam kegiatan ko suatu masyarakat. Beberapa pendpat para ahli mengenai pengertian etika antara lain sebagai berikut: a. Pendapat Drs. D.P. Simorangkir Etika atau etik adalah pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan nilai yang ba b. Pendapat Drs. Sidi Cjajalba Etika ialah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk dapat ditentukan oleh akal. c. Pendapat Dr. A. Voemans Etika dan etik terdapat hubungan yang erat dengan masalah pendidikan. B. Etiket Istilah etika dan etiket ada kalanya digunakan untuk pengertian yang sama dalam kehidupan s Etika lebih luas pengertian dan penggunaannya daripada etiket.
Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat suatu sistem yang mengatur
tentang tata cara manusia
bergaul. Tata cara pergaulan untuk saling menghormati biasa kita
kenal dengan sebutan sopan santun,
tata krama, protokoler, dan lain-lain.
Tata cara pergaulan bertujuan untuk menjaga kepentingan komunikator
dengan komunikan agar merasa
senang, tentram, terlindungi tanpa ada pihak yang dirugikan
kepentingannya dan perbuatan yang
dilakukan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku serta tidak
bertentangan dengan hak asasi
manusia secara umum.
Tata cara pergaulan, aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam
bermasyarakat dan menentukan
nilai baik dan nilai tidak baik, dinamakan etika.
Istilah etika berasal dari kata ethikus (latin) dan dalam bahasa
Yunani disebut ethicos yang berarti
kebiasaan norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran
baik dan buruk tingkah laku
manusia.
Jadi, etika komunikasi adalah norma, nilai, atau ukuran tingkah
laku baik dalam kegiatan komunikasi di
suatu masyarakat.
Beberapa pendpat para ahli mengenai pengertian etika antara lain
sebagai berikut:
a. Pendapat Drs. D.P. Simorangkir
Etika atau etik adalah pandangan manusia dalam berperilaku menurut
ukuran dan nilai yang baik.
b. Pendapat Drs. Sidi Cjajalba
Etika ialah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang
dari segi baik dan buruk sejauh yang
dapat ditentukan oleh akal.
Etika dan etik terdapat hubungan yang erat dengan masalah
pendidikan.
B. Etiket
Istilah etika dan etiket ada kalanya digunakan untuk pengertian
yang sama dalam kehidupan sehari-hari.
Etika lebih luas pengertian dan penggunaannya daripada
etiket.
Istilah etiket, berasal dari kata etiquette (Perancis), yang
berarti kartu undangan, yang biasa digunakan
oleh raja-raja Perancis ketika menyelenggarakan pesta.Dalam
perkembangan selanjutnya istilah etiket
tidak lagi berarti kartu undangan. Etiket artinya lebih
menitikberatkan pada cara-cara berbicara yang
sopan, cara berpakaian, cara duduk, cara menerima tamu di rumah/di
kantor dan sopan santun lainnya.
Etiket ini sering disebut pula tata krama.Maksudnya kebiasaan sopan
santun yang disepakati dalam
lingkungan pergaulan setempat. Tata mempunyai arti adat, aturan,
norma, peraturan, sedangkan krama
berarti tindakan, perbuatan. Dengan demikian tata krama berarti
sopan santun, kebiasaan sopan santun
atau tata sopan santun.Kesadaran manusia mengenai baik buruk
disebut kesadaran etis atau kesadaran
moral.
Etiket merupakan sejumlah peraturan kesopanan yang tidak tertulis,
namun harus diketahui,
diperhatikan dan ditaati dalam kehidupan bermasyarakat. Etiket juga
berisi sejumlah aturan yang lama
mengenai tingkah laku perorangan dalam masyarakat beradab berupa
tata cara formal atau tata krama
lahiriah untuk mengatur hubungan antar pribadi sesuai dengan status
sosialnya.
Etiket didukung oleh nilai-nilai berikut:
a. Nilai-nilai kepentingan umum.
c. Nilai-nilai kesejahteraan
e. Nilai-nilai pertimbangan rasional, mampu membedakan sesuatu yang
bersifat rahasia dan yang
bukan rahasia.
a. Etiket menyangkut cara melakukan perbuatan manusia.
Etiket menunjukkan cara yang tepat artinya cara yang diharapkan
serta ditentukan dalamsebuah
kalangan tertentu. Etika tidak terbatas pada cara melakukan sebuah
perbuatan, etika memberi norma
tentang perbuatan itu sendiri. Etika menyangkut masalah apakah
sebuah perbuatan boleh dilakukan
atau tidak boleh dilakukan.
b. Etiket hanya berlaku untuk pergaulan.
Etika selalu berlaku walaupun tidak ada orang lain. Barang yang
dipinjamharus dikembalikan walaupun
pemiliknya sudah lupa.
Yang dianggap tidak sopan dalam sebuahkebudayaan, dapat saja
dianggap sopan dalam kebudayaan
lain. Etika jauh lebih absolut.Perintah seperti “jangan berbohong”,
“jangan mencuri” merupakan prinsip
etika yang tidak dapat ditawar-tawar.
d. Etiket hanya memadang manusia dari segi lahiriah saja sedangkan
etika memandang manusia dari
segi dalam.
seandainya dia munafik maka dia tidak bersikapetis.Orang yang
bersikap etis adalah orang yang
sungguh-sungguh baik.
D. Penggolongan Etika
Dalam menelaah ukuran baik dan buruk suatu tingkah laku yang ada
dalam masyarakat kita bisa
melakukan penggolongan etika menjadi dua kategori yaitu:
1. Etika Deskriptif
Merupakan usaha menilai tindakan atau perilaku berdasarkan pada
ketentuan atau norma baik buruk
yang tumbuh dalam kehidupan bersama di dalam masyarakat. Kerangka
etika ini pada hakikatnya
menempatkan kebiasaan yang sudah ada di dalam masyarakat sebagai
acuan etis.Suatu tindakan
seseorang disebut etis atau tidak, tergantung pada kesesuaiannya
dengan yang dilakukan kebanyakan
orang.
2. Etika Normatif
Etika yang berusaha menelaah dan memberikan penilaian suatu
tindakan etis atau tidak, tergantung
dengan kesesuaiannya terhadap norma-norma yang sudah dibakukan
dalam suatu masyarakat.
Norma rujukan yang digunakan untuk menilai tindakan wujudnya bisa
berupa tata tertib, dan juga kode
etik profesi.
Menurut John C. Merill (1975:79-88) menguraikan adanya berbagai
aliran etika yang dapat digunakan
sebagai standar menilai tindakan etis, antara lain sebagai
berikut:
1. Aliran Deontologis
Deon berasal dari bahasa Yunani yaitu “yang harus atau wajib”
melakukan penilaian atas tindakan
dengan melihat tindakan itu sendiri, artinya suatu tindakan secara
hakiki mengandung nilai sendiri
apakah baik atau buruk.Kriteria etis ditetapkan langsung pada jenis
tindakan itu sendiri ada tindakan
atau perilaku yang langsung dikategorikan baik, tetapi juga ada
perilaku yang langsung dinilai
buruk.Misalnya perbuatan mencuri, memfitnal, mengingkari
janji.Adapun alasannya perbuatan itu tetap
dinilai sebagai perbuatan yang tidak etis dengan demikian ukuran
dari tindakan ada didalam tindakan itu
sendiri.
2. Aliran Teologis
Aliran ini melihat nilai etis bukan pada tindakan itu sendiri,
tetapi dilihat dari tujuan atas tindakan itu.
Jika tujuannya baik, dalam arti sesuai dengan norma moral, maka
tindakan itu digolongkan sebagai
tindakan etis.
3. Aliran Etika Egoisme
Aliran ini menetapkan norma moral pada akibat yang diperoleh oleh
pelakunya sendiri. Artinya, tindakan
diketegorikan etis atau baik, apabila menghasilkan yang terbaik
bagi diri sendiri.
4. Aliran Etika Utilitarisme
Aliran yang memandang suatu tindakan itu baik jika akibatnya baik
bagi orang banyak.Dengan demikian,
tindakan itu tidak diukur dariv kepentingan subyektif individu,
melainkan secara obyektif pada
masyarakat umum.Semakin universal akibat baik dari tindakan itu,
maka dipandang semakin etis.
F. Etika Dan Etiket Yang Baik Dalam Komunikasi
Berikut di bawah ini adalah beberapa etika dan etiket dalam
berkomunikasi antar manusia dalam
kehidupan sehari-hari :
4. Menggunakan panggilan / sebutan orang yang baik
5. Menggunakan pesan bahasa yang efektif dan efisien
6. Tidak mudah emosi / emosional
7. Berinisiatif sebagai pembuka dialog
8. Berbahasa yang baik, ramah dan sopan
9. Menggunakan pakaian yang pantas sesuai keadaan
10. Bertingkahlaku yang baik
1. Menggunakan kata dan kalimat yang baik menyesuaikan dengan
lingkungan.
2. Gunakan bahawa yang mudah dimengerti oleh lawan bicara.
3. Menatap mata lawan bicara dengan lembut.
4. Memberikan ekspresi wajah yang ramah dan murah senyum.
5. Gunakan gerakan tubuh / gesture yang sopan dan wajar.
6. Bertingkah laku yang baik dan ramah terhadap lawan bicara.
7. Memakai pakaian yang rapi, menutup aurat dan sesuai sikon.
8. Tidak mudah terpancing emosi lawan bicara.
9. Menerima segala perbedaan pendapat atau perselisihan yang
terjadi.
10. Mampu menempatkan diri dan menyesuaikan gaya komunikasi sesuai
dengan karakteristik lawan
bicara.
1. Membuka Pintu Komunikasi
Hubungan antar manusia didalam masyarakat dibina atas dasar hal-hal
kecil yang mengakrabkan
persahabatan yang terbit dari kata hati yang tulus ikhlas. Etika
menyimpan segudang pemikat untuk
menyatakan perhatian kepada orang lain sekaligus untuk dapat
membuka pintu komunikasi. Jadilah
seseorang yang apabila ada kesempatan untuk membuka pintu
komunikasi, maka lakukanlah.Sebabb hal
tersebut mudah untuk dilakukan selama seseorang memilki kemauan dan
keikhlasan.
Berikut ini contoh membuka pintu komunikasi yang lazimnya dilakukan
:
a. Lambaikan tangan
c. Ucapkan kata sapaan : Hei! Hallo! Selamat Pagi,
Assalamu’alaikum,dll.
d. Cobalah mengajak berjabat tangan. Kebiasaan ini sudah cukup
lazim di masyarakat kita. Cara
berjabat tanganpun bervariasi. Ada yang berjabat tangan sambil
menepuk bahu.Di Jepang pada
umumnya orang yang berkenalan atau berjumpa tidak saling berjabat
tangan, rmemeluk dan
menempelkan pipi atau saling mencium.Ada yang saling merapatkan
tangan tangan dan menaruhnya di
dada.Ada yang saling menyentuhkan ujung jari kemudian menariknya ke
arah hidung dan sebagainya.
Ada banyak kebiasaan, tetapi tujuannya sama, membuka
komunikasi.
e. Tanyakan keadaannya ; apa kabar ? Berapa anakmu?Sehat
bukan?
f. Mintalah maaf dan permisi ; Maaf nama saya Agus, siapa nama anda
? Bolehkah aku tahu
alamatmu?
Demikianlah, ada berbagai cara untuk mengawali komunikasi. Memang
kelihatannya sepele, tetapi
manfaatnya sungguh sangat besar. Kita akan mendapat penilaian yang
baik dari orang lain dalam kantor
kita.
Norma etika mesti kita perhatikan, karena apabila kita melakukan
kesalahan meskipun tidak disengaja,
sangat mungkin menyebabkan orang lain sakit hati. Pepatah kita
mengatakan, “berkata peliharalah
lidah.”Hati-hatilah dalam berbicara dengan siapapun, terutama
dengan orang yang lebih senior, agar
tidak mendatangkan akibat kurang menyenangkan di kemudian
hari.Memang lidah tidah bertulang.
Sekali terlontar kata-kata yang tidak berkenaan bagi orang lain,
dengan apa kita menangkapnya
kembali? Baiklah, disini di sampaikan beberapa hal yang perlu
diperhatikan ketika kita berkomunikasi
secara tatap muka :
a. Waktu berbicara hendaklah kita tenang, sekali-kali boleh saja
menegaskan pembicaraan dengan
gerak tangan secara halus dan sopan. Gerak tangan hendaklah tidak
terlalu banyak, dan janganlah
menggunakan telunjuk untuk menunjuk lawan bicara.
b. Janganlah kita bicarakan sesuatu yang ingin dilupakan orang
lain.
c. Janganlah mempergunjingkan orang lain.
d. Janganlah memborong seluruh pembicaraan. Biasakanlah
mendengarkan orang lain, dan jangan
memotong pembicaraan orang lain.
e. Hendaklah kita berdiam dan memperhatikan ketika kita pimpinan
atau atasan sedang berbicara.
f. Waktu berbicara hendaknya kita mengambil jarak yang sesuai
dengan orang yang kita ajak bicara,
dalam arti tidak terlalu dekat agar lawan bicara tidak terganggu
dengan bau mulut.
g. Suara hendaklah disesuaikan, jangan terlalu keras.
h. Kalau hendak batuk, bersin, atau menguap, hendaklah mulut
ditutup dengan tangan.
i. Kalau pembicaraan selesai hendaklah mengucapkan
terimakasih.
3. Etika Berkomunikasi dengan Media Telepon
Dewasa ini telepon, baik telepon kabel maupun seluler sudah menjadi
media komunikasi yang sangat
diperlukan untuk efisiensi penerimaan dan penyampaian informasi.
Jika cara menelepon maupun
menerima telepon tidak mengikuti tata karma maka nama baik diri
kita atau perkantoran kita akan
dinilai kurang baik. Oleh karena itu sejumlah perinsip etika
berkomunikasi dengan telepon sangat perlu
dipahami dan dilaksanakan. Menelepon pada hakikatnya sama dengan
bertamu ke rumah orang lain,
dan menerima telepon sama dengan menerima tamu. Apabila hendak
menelepon hendaklah
mempertimbangakan waktu yang tepat, jangan menelepon pada saat
orang sedang istirahat (malam
hari), atau sedang jam makan, kecuali pesan yang hendak kita
sampaikan benar-benar sangat penting
dan tidak bisa ditunda.Beberapa perinsip di bawah ini perlu
diperhatikan.
b. Ketika sedang berbicara, berilah perhatian sepenuhnya kepada
lawan bicara.
c. Janganlah berbicara dengan orang lain yang berada di dekat kita,
berilah isyarat secara halus kalau
ada orang lain sedang mengajak bicara.
d. Siapkanlah kertas dan pensil untuk mencatat seperlunya.
e. Pada akhir pembicaraan hendaklah mengucapkan terimakasih.
f. Setelah mengakhiri pembicaraan janganlah membanting gagang
telepon.
g. Kalau telepon di kantor kita bordering, segera kita angkat
gagang pesawat karena dering telepon
akan mengganggu ketenangan dan menandakan kurangnya
perhatian.
h. Kalau kita menerima telepon sebaiknya langsung menyebutkan
instansi atau perkantoran kita agar
segera diketahui betul tidaknya sambungan/
i. Cara mudah untuk menghindari pembicaraan telepon yang menyalahi
etika, ialah dengan
membayangkan seolah-olah lawan berbicara bertatap muka dengan
kita.
4. Etika Menyambut Tamu
Ada berbagai cara yang ditunjukkan oleh sebuah perkantoran untuk
menunjukkan tindakan
menghormat tamu. Kemampuan menerima dan menyambut tamu dengan baik,
akan berhubungan
dengan penilaian si tamu terhadap perkantoran itu. Dengan demikian,
cara menyambut tamu
perkantoran akan mempengaruhi citra perkantoran. Ada berbagai cara
unik yang dilakukan oleh
perkantoran dalam menyambut tamu, antara lain :
a. Menjemput tamunya di bandara, atau di tempat kedatangan
lainnya.
b. Menyediakan akomodasi dan transportasi.
c. Berjabat tangan dan/atau saling memeluk.
d. Mengalungkan bunga kepada tamu.
e. Mengadakan jamuan penghormatan disertai toast atau angkat
gelas.
f. Mengkomunikasikan dam memgkompromikan jadwal acara.
Demikian cukup banyak alternative untuk menyambut dan menghormati
tamu kantor. Kita mesti
berkeyakinan bahwa ketika kantor kita menghormati tamu, maka para
tamu pun akan menghormati
kantor kita.
dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses
berpikir itu harus dilakukan suatu
cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap shahih
(valid) kalau proses penarikan
kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara
penarikan kesimpulan tersebut
dinamakan logika, dimana logika secara luas dapat didefinisikan
sebagai pengkajian untuk berpikir
secara shahih.
Oleh karena itu cukup jelas bahwa logika merupakan pengetahuan
tentang kaidah berpikir dengan jalan
pikiran yang masuk akal , dan logika merupakan suatu penalaran
dimana setelah itu akan muncul suatu
metafisis “benar atau salah.”
Etika
Adalah perilaku terhadap kesantunan atau tata krama yang terikat
oleh hukum sosial. Sesuatu yang
dianggap baik atau buruk didalam etika sangat bergantung pada
budaya masing-masing individu atau
bisa dikatakan bahwa etika selalu bersikap normatif (sesuai dengan
norma yang berlaku). Etika juga
menjelaskan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
Estetika
Cabang dari filsafat yang membahas dan menelaah tentang
seni dan keindahan serta tanggapan
manusia terhadapnya dalam kata lain yang indah atau yang jelek.
Estetika berhubungan erat dengan
proses timbal balik antara subyek dan obyek untuk memperoleh
kesenangan. Estetika (keindahan)
merupakan proses diakteki yang serasi antara beberapa unsur, yaitu
diri kita, manusia lain, lingkungan
dan alam. Untuk dapat memperoleh estetika yang dianggap benar
ketiga unsur tersebut tidak dapat
dilupakan.
Dari ketiga definisi tersebut dapat kita simpulkan bahwa logika,
etika, dan estetika saling berhubungan
erat dalam pembentukan ide yang dituangkan dan dikelola berdasarkan
logika .Dalam mempelajari ilmu-
ilmu untuk mendapatkan kejelasan dan tidak ada keraguan landasan,
logika harus diterapkan untuk
dijadikan sebagai pedoman. Jika memang ilmu itu benar maka benar
dan jika salah maka kita gunakan
ilmu yang benar. Sehingga dalam prosesnya kita dapat memahami dan
menerapkannya dengan baik.
Yang kedua etika dlam proses mempelajari ilmu unsur etika sangat
mendukung sebab etika
berhubungan langsung dengan norma dan budaya .
Dalam mempelajari ilmu kita harus memperhatikan perilaku kita dan
jangan sampai ilmu yang kita miliki
merugikan dan bahkan merusak norma dan kebudayaan yang kita miliki.
Jika hal tersebut terjadi maka
sanksi sosial lah yang akan kita terima. Dan yang terakhir adalah
nilai estetika (keindahan). Ilmu akan
lebih bermanfaat , jika bisa disebut ilmu itu indah, maksudnya ilmu
dapat diterima dari beberapa unsur
keindahan diri kita sendiri, manusia lain, dan alam serta
lingkungan sekitar. Wallahu a'lam bissawaab.
Ujian Akhir Semester
Dosen: Prof. Dr. Hj. Nina Winangsih Syam, M.S.
SOAL:
1. Bagaimana anda mampu menguraikan Sejarah Perkembangan
Filsafat Komunikasi melalui
pendekatan filsafat sebagai salah satu landasan ilmiah Ilmu
Komunikasi
2. Apabila Filsafat Ilmu mampu dibedakan dengan Filsafat,
maka bagaimana halnya dengan Filsafat
Komunikasi. Uraikan secara sistematis dan teoritik!
3. Filsafat Komunikasi sangat erat kaitannya dengan
metodologi penelitian. Coba saudara uraikan
melalui faham-faham:
a. Positive,
b. Post-Positive,
c. Kritis
seperti ontologis, epistemologis, aksiologis, dan perspektif ke
dalam Ilmu Komunikasi;
b. Berikan contoh melalui fenomena-fenomena yang aktual di
masing-masing komponen di atas!
4. Perkembangan teori komunikasi sekarang sangat dipengaruhi
oleh perkembangan
teknologi, sehingga mampu menggeser teori-teori Komunikasi
Antar Persona dan Teori-teori
Komunikasi Massa menjadi baur. Bagaimana pendapat Anda?
Uraikan secara sistematis dan
melalui pendekatan komunikasi dengan media.
5. Bagaimana anda mampu mengaitkan antara tugas-tugas "book
reading" dengan materi Filsafat
Komunikasi.
Filsafat Komunikasi tidak bisa dilepaskan dari tiga kompenen
filsafat ilmu sebagai salah satu cabang
filsafat.Tiga komponen itu adalah Ontologi, epistemologi, dan
axiologi. Pada soal berikutnya, akan diulas
lebih lengkap mengenai pengertian dan fungsi-fungsi tiga komponen
filsafat ilmu tersebut. Untuk
kesempan ini, kita hanya mencuplik sekilas pengertian tiga komonen
itu: ontologi menyangkut hakikat
obyek kajian ilmu dan teori-teorinya; epistemologi menyangkut
prosedur dan metode mendapatkan
pengetahuan; dan axiologi menyangkut nilai kegunaan suatu ilmu
pengetahuan bagi kehidupan
manusia. Ketiga komponen ini merupakan pijakan ilmu komunikasi
sejak disiplin ini menjadi
pengetahuan ilmiah.
dimensi moral dan etika ilmu komunikasi, berarti kita melakukan
pengkajian mengenai jejak-jejak
epistemologi dan axiologi ilmu komunikasi.
Ilmuan-ilmuan yang sejak awal melibatkan diri dalam pemikiran
ontologis ilmu komunikasi antara lain:
Wilbur Schramm, Kurt Lewin, Paul Lazarsfeld, dan Carl I. Hovland.
Mereka inilah melahirkan berbagai
teori dan penegasan tentang komunikasi sebagai pengetahuan
ilmiah.
Metode-metode dan model yang dikembangkan dalam ilmu komunikasi
sebenarnya berasal dari
sejumlah perspektif dan teori di luar khazanah disiplin komunikasi
itu sendiri.Kita bisa melihat
pendekatan struktural-fungsional dari sosiologi, teori sistem dan
informasi dari matematika, perspektif
mekanistis dari fisika, perspektif psikologis dari psikologi
sosial, dan lain-lain.Itulah hasil-hasil dari
pengembangan ilmu komunikasi dari komponen filsafat ilmu, yakni
epistemologi.
[Apabila Filsafat Ilmu mampu dibedakan dengan Filsafat, maka
bagaimana halnya dengan Filsafat
Komunikasi.Uraikan secara sistematis dan teoritik!]
Untuk membedakan Filsafat Ilmu dan Filsafat (Filsafat Umum), maka
mengulas, paling tidak secara
singkat, pengertian kedua bidang ini adalah hal yang niscaya.Salah
satu dari kedua bidang ini adalah asal
usul dan yang satunya adalah ekspansi (pengembangan).Penjelasan
singkat berikut ini, disertai dengan
ulasan pengertian yang singkat pula, pada akhirnya juga dapat
memetakan posis Filsafat Komunikasi,
baik pada segi pengertian masing-masing maupun pada
perbedaannya.
FILSAFAT, secara etimologi, berasal dari bahasa Yunani,
Philosophia. Philos berarti suka, cinta, atau
kecenderungan akan sesuatu. Sophia berarti kebijaksanaan
(sebagaian besar ilmuan memahami
kebijaksanaan disepadankan dengan "kebenaran sejati"). Dengan
demikian, secara sederhana, filsafat
diartikan cinta atau kecenderungan pada kebijaksanaan (Nina
Winangsih Syam, 2002: 19)
Ada definisi tentang filsafat yang lebih ofensif, yakni yang dibuat
oleh G.E. Moore, "Filsafat adalah
tentang semua." Baggini menganggap cara ofensif ini sukar dan
karena itu ia menawarkan bantuan
untuk mendefinisikan filsafat dengan cara membedakan filsafat
dengan metodenya (Julian Baggini,
2003: xv – xvi).
Dalam bukunya "Filsafat Ilmu, sebuah pengantar populer", Jujun S.
Suriasumantri tidak dengan tegas
mendefinisikan apakah itu filsafat. Namun ia tetap memberikan tiga
karakteristik berpikir
filsafat: menyeluruh, mendasar , dan
spekulatif (Jujun S. Suriasumantri, 1984: 20). Tetapi
pada kata
pengantar yang ia tulis untuk buku "Ilmu Dalam Perspektif", Jujun
mengartikan filsafat sebagai suatu
cara berpikir yang radikal dan menyeluruh, suatu cara berpikir yang
mengupas sesuatu sedalam-
dalamnya (Jujun, 1997: 4).
Hal penting yang dapat dicatat dari beberapa pengertian di atas
adalah bahwa filsafat adalah suatu
kegiatan mental (berpikir dengan kesadaran) untuk mencapai
kebenaran hakiki.Filsafat dalam hal ini
bertugas mengungkap hakikat (eksistensi dan esensi) suatu fenomena.
Bagaimana fenomena itu secara
detail atau kaitannya dengan kehidupan manusia yang bermanfaat,
adalah hal-hal yang berada di luar
jangkuan filsafat.
(etika/filsafat moral), dan indah-jelek (estetika/filsafat seni).
Secara keseluruhan, bidang-bidang yang
dikaji oleh filsafat adalah sebagai berikut (Jujun, 1984:
32-33):
Epistemologi (Filsafat Pengetahuan)
Etika (Filsafat Moral)
Estetika (Filsafat Seni)
Politik (Fisafat pemerintahan),
Dengan pengembangan bidang pokok kajian ini, maka jumlah
keseluruhan bidang kajian filsafat (filsafat
umum) menjadi 11 bidang. n
FILSAFAT ILMU merupakan bagian dari epistemologi (filsafat
pengetahuan) yang secara spesifik
mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah).Sementara ilmu merupakan
cabang pengetahuan yang
mempunyai ciri-ciri tertentu.
Filsafat ilmu merupakan telaah secara filsafat yang ingin menjawab
beberapa pertanyaan mengenai
hakikat ilmu yang selanjutnya menjadi tiga landasan filsafat
ilmu.Tiga landasan itu adalah ontologis,
epistemologis, dan axiologis. Ontologi membahas mengenai obyek apa
yang ditelaah oleh suatu ilmu,
bagaimana wujud hakekatnya, hubungan dengan daya tangkap manusia
(berpikir, merasa dan
mengindera). Epistemologi membahas tentang proses pengetahuan
didapatkan menjadi suatu ilmu,
kaidah-kaidah moral, obyek yang ditelaah menurut pilihan secara
moral, bagaimana kaitan metode
operasional ilmu dengan norma-norma moral, dan sebagainya (Jujun,
1984: 34 – 35).
Demikianlah filsafat ilmu yang mengkaji tiga aspek hakikat ilmu itu
sebagai pengetahuan ilmiah. Jadi,
bukan hanya hakekat keilmuan itu yang dibahas oleh filsafat ilmu,
melainkan juga nilai-nilai kepatutan
dalam kaitan dengan ranah moral dan agama.n
FILSAFAT KOMUNIKASI dapat juga disebut sebagai penjabaran dari
filsafat ilmu melalui tiga hakikatnya
sebagai landasan filosofisnya. Aspek-apsek komunikasi sebagai ilmu
pengetahuan, seperti fenomena
komunikasi manusia (sebagai suatu obyek), bagaimana mendapatkan
pengetahuan tentang komunikasi
manusia sebagai ilmu secara benar atau berdasarkan cara-cara
tertentu, dan untuk apa komunikasi
manusia sebagai ilmu pengetahuan digunakan, dan berbagai ragam
pertanyaan filsafat ilmu lainnya
tentang komunikasi manusia sebagai sebuah obyek adalah merupakan
ruang lingkup dan lokus filsafat
komunikasi.
Uraian sebagai penjabaran dapat dilihat dengan memulai pertanyaan:
apa yang menjadi obyek telaah
ilmu komunikasi? Pertanyaan ontologis ini tentu harus menjawab
sejumlah pertanyaan yang merupakan
pertanyaan-pertanyaan ontologis seperti wujud dari obyek itu.
Katakanlah pesan antar manusia sebagai
obyek telaah ilmu komunikasi, apa hakikat pesan-pesan itu,
bagaimana wujud pesan-pesan itu. Secara
epistemologis, dalam cara tertentu yang memenuhi unsur-unsur
ilmiah, pesan-pesan antar menusia ini
disusun hingga menjadi sebuah ilmu pengetahuan. Lalu terakhir,
apa-apa saja manfaat dan kegunaan
ilmu komunikasi itu bagi kehidupan manusia.
Jadi, filsafat komunikasi memberikan petunjuk-petunjuk mengenai
bagaimana pengetahuan tentang
pesan-pesan antar manusia itu dapat diwujudkan sebagai pengetahuan
ilmiah.Sampai di sinilah batas
kewenangan filsafat komunikasi.Selanjutnya, bagaimana komunikasi
itu berkembang dan
perkembangannya mengarah ke mana, itu menjadi tugas ilmu
pengetahuan, alias tugas ilmu komunikasi
itu sendiri.
eksistensi ilmu komunikasi sebagai disiplin ilmu tersendiri yang
dapat dibedakan dari ilmu-ilmu
lainnya.Fenomena komunikasi manusia merupakan sentra bagi ilmu-ilmu
tentang prilaku manusia.Oleh
karena itu, kajian filsafat tentang komunikasi manusia juga
sekaligus menjadi petunjuk bagi ilmu-ilmu
lain yang menelaah perilaku manusia.
[back to top]
faham-faham:
Metode (metodologi) ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan
pengetahuan yang disebut
ilmu.Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode
ilmiah. Metodologi ini secara
filsafati termasuk dalam apa yang dinamakan epistemologi.
Epistemologi membahas mengenai: Apakah
sumber pengetahuan? Apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup
pengetahuan?Apakah manusia
dimungkinkan untuk mendapatkan pengetahuan?Sejauh mana manusia
mampu menangkap
pengetahuan? (Jujun S. Suriasumantri, 1984: 119)
Melalui filsafat komunikasi, dari komponen epistemologi, kita telah
mengenal sejumlah metode dan
model penelitian komunikasi selain teori-teori yang dilahirkan
secara ontologis.Metode-metode
tersebut dapat dipahami dengan menyimak tiga kelompok paham yang
mengembangkan komunikasi
secara falsafati.
Asumsi dasar positivisme tentang realitas adalah tunggal, dalam
artian bahwa fenomena alam dan
tingkah laku manusia itu terikat oleh tertib hukum.Fokus
kajian-kajian positivis adalah peristiwa sebab-
akibat (Deddy Mulyana, 2001: 25). Dalam hal ini, positivisme
menyebutkan, hanya ada dua jalan untuk
mengetahui: pertama, verifikasi langsung melalui data pengindera
(empirikal); dan kedua, penemuan
lewat logika (rasional).
struktural, fungsionalisme, mekanistik, deterministik, reduksionis,
sistemik, dan lain-lain. Para penggagas
dan pengasuh metode positive ini antara lain Paul F. Lazarsfeld,
Bernard Berelson, Robert K. Merton,
Wilbur Schramm, Shannon dan Weaver, dan lain-lain. Mereka-mereka
itulah yang komunitasnya dikenal
dengan nama Mazhab Chicago.
Metode peneltian komunikasi yang tercakup dalam paham antara lain:
model mekanistis, model
komunikasi Shannon dan Weaver, pendekatan behaviorisme, analisis
isi klasik-kuantitatif, dan lain-lain.
Komponen-komponen pokok teori dan metodologi positivis adalah
sebagai berikut:
- Metode penelitian: kuantitatif
- Penalaran: deduktif.
sebagai ekspresi dari sebuah keputusan.
Pendekatan metodologi penelitian kualitatif: interaksionisme
simbolik, fenomenologi, etnometodologi,
dramaturgi, hermeneutika, semiotika, teori feminisme, marxisme
sartrian, teori kritis, pasca-
strukturalisme, dekonstruktivisme, teori paska-kolonialis, dan
sebagainya (Deddy Mulyana dalam
Eriyanto, 2002: IV). Aliran pemahanan ini berasal dari sejumlah
ilmuan, antara lain: Max Weber, Charles
Horton Cooley, George Hebert Mead, William I. Thomas, Ervin
Goffman, dan lain-lain.
Metode penelitian komunikasi yang tercakup dalam paham antara lain
interaksionisme simbolik, analisis
framing, analisis wacana, analisis semiotika, dan lain-lain.
Komponen-komponen pokok teori dan metodologi post-positivis adalah
sebagai berikut:
Metode penelitian: kualitatif
Asumsi dasar paham kritisme adalah realitas didominasi oleh status
quo.Maksdunya adalah, tidak ada
aspek kehidupan yang bebas dari kepentingan, termasuk ilmu
pengetahuan.Kesemuanya berada dalam
dominasi status quo.Aliran pemahaman kritis diinspirasi oleh
pemikiran Karl Marx.Namun paham
kritisme ini hanya sedikit berbicara tentang Marxisme (Sasa Djuarsa
S., 1994: 392-396). Faham kritisme
merupakan merupakan pilar utama mazhab frankfurt. Selanjutnya
ditindaklanjuti oleh Juergen
Habermas (John B. Thompson, 2004: 487).Fokus kajian mazhab
Frankfurt ini adalah sistem tindakan
komunikasi manusia (teori tindakan komunikasi).
Tokoh aliran ini antara lain: Max Horkheimer, Theodore Adorno,
Hebert Markuz, Juergen Habermas, dan
lain-lain.
Metode penelitian dalam paham ini belum populer penggunaannya dalam
penelitian komunikasi.
Seperti dikemukakan oleh Habermas sendiri, diskusi tentang metode
dan teori tindakan komunikasi
adalah proses yang tidak pernah berakhir dan sama sekali belum
sampai pada suatu konsensus (Juergen
Habermas, 2004: vii).
- Sifat metodologi: kritis
dan perspektif ke dalam Ilmu Komunikasi; Berikan contoh melalui
fenomena-fenomena yang aktual di
masing-masing komponen di atas!]
ONTOLOGI atau metafisika umum adalah cabang filsafat ilmu yang
mempelajari hakikat sesuatu (obyek)
yang dipelajari ilmu tertentu.Cabang ini dijalankan untuk
menghasilkan definisi, ruang lingkup, dan teori-
teori tentang ilmu yang bersangkutan.Ontologi mempelajari hal-hal
yang abstrak yang berkaitan dengan
realitas (materi) yang ditelaah oleh ilmu pengetahuan sebagai
obyek.
Komunikasi (komunikasi manusia) merupakan realitas abstrak, yang
dapat ditelaah dengan metode-
metode postivistis tertentu.Dengan demikian, maka komunikasi dapat
merupakan obyek dari
pengalaman inderawi manusia.Hal ini berarti bahwa komunikasi adalah
suatu pengetahuan yang
dipelajari sebagai sebuah ilmu pengetahuan. Hal-hal yang tercakup
dalam komunikasi sebagai ilmu
pengetahuan antara lain pesan-pesan (messages) antar manusia yang
bersifat transmisional,
transaksional, behavioris, dan interaksional.
ilmu komunikasi.Dari definisi ini pula yang sekaligus mempertegas
batas-batas pembeda ilmu
komunikasi dengan ilmu-ilmu lainnya.Misalnya, secara etimologi,
peristiwa di mana satu mesin saling
berhubungan pesan dengan mesin-mesin lainnya melaui media kabel
atau frekuensi dianggap bukan
termasuk dalam lingkup kajian ilmu komunikasi karena tidak ada
unsur manusia di dalamnya.Peristiwa
ini dimasukkan ke dalam wilayah ilmu tentang gejala alam (fisika).
Ada juga yang namanya komunikasi
dengan tuhan dalam bentuk doa atau kegiatan ritual (sembahyang),
tetapi hal ini tidak dicakup dalam
obyek kajian komunikasi sebagai ilmu pengetahuan karena tiadanya
instrumen penginderaan untuk
membuktikan peristiwa itu. Kejadian ini lebih sebagai kejadian
ilahiyah ketimbang sebagai kejadian ilmu
pengatahuan.
Pesan-pesan manusia sebagai realitas dapat dikenali menurut
sifat-sifatnya.Salah satu sifat yang utama
adalah realitas itu dapat dicerap oleh panca indera manusia (Onong
1993: 323).Dalam realitas ini,
komunikasi akhirnya dapat menjeneralisasi realitas komunikasi
sehingga realitas itu dapat dikonsepsi
menjadi suatu teori tentang komunikasi manusia yang dapat
menjelaskan berbagai fenomena (Nina
Winangsih Syam, 2002).
Di luar konteks realitas komunikasi manusia, realitas lain pun akan
diperlakukan sama oleh cabang
filsafat ini. Misalnya, kecenderungan perilaku manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya menurut
cara-cara tertentu adalah sebuah realitas (realitas
sosial).Realitas ini dapat dijangkau oleh pengalaman
manusia sehingga dapat dibuktikan keberadaannya (being). Ketika
kegiatan berpikir manusia
menemukan hukum-hukum yang membingkai realitas itu bagaimana ia
berkerja, maka itulah yang
disebut pengetahuan Ekonomi. Materi dari realitas inilah yang
kemudian mendasari pembuatan teori-
teori dalam ilmu ekonomi, definisi tentang ilmu ekonomi itu sendiri
sehingga dapat dibedakan dari ilmu-
ilmu lainnya.
Hal yang dapat dicatat dalam penjelasan tentan ontologi adalah
bahwa cabang filsafat ini
memungkinkan kegiatan mental manusia berpikir dapat menghasilkan
pengetahuan, pengetahuan
tentang sesuatu (being).n
EPISTEMOLOGI adalah cabang filsafat ilmu yang menyelidiki asal,
sifat, metode, dan gagasan
pengetahuan manusia. Singkatnya, cabang filsafat ilmu ini menjawab
pertanyaan mengenai cara
mendapatkan atau mencapai suatu pengetahuan tentang realitas
sebagai sebuah ilmu.
Secara etimologi, epistemologi berarti teori
pengetahuan.Pengetahuan yang dimiliki manusia, seperti
disebutkan sebelumnya, belumlah serta-merta menjadi ilmu
(ilmiah).Sebab untuk menjadi ilmu,
pengetahuan itu harus disusun secara benar, tidak serampangan atau
spekulatif saja.Ketika kita
bertanya bagaimana menyusun pengetahuan itu secara benar, maka kita
telah mencoba bergerak di
wilayah cabang filsafat ilmu yang disebut epistemologi.Landasan
epistemologi ilmu adalah metode
ilmiah (Suriasumantri, 1984: 105).
diperoleh dari kegiatan mental manusia (kesadaran) berpikir dan
berkontemplasi tentang realitas
itu.Agar dapat disebut sebagai pengetahuan ilmiah (ilmu
pengetahuan), maka realitas ini sebagai
pengetahuan harus disusun secara benar menurut metode
tertentu.Dalam ilmu komunikasi, terdapat
dua jenis metode **
linear. Perspektif behaviorisme dalam psikologi komunikasi sangat
kental dengan pendekatan linear ini,
dikenal dengan nama "S-R" (Sources and Receive). Paradigma
postivistik inilah yang mendominasi
metode riset ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, termasuk secara
institusional masih mayoritas dalam
penyusunan skripsi, tesis dan disertasi mahasiswa dan dosen ilmu
komunikasi di tanah air (Deddy
Mulyana, 2002). Inilah metode penelitian obyektif, atau dalam ilmu
komunikasi disebut Perspektif
Hukum Peliput (covering-law perspective).Banyak model dalam
komunikasi yang dihasilkan oleh
perspektif ini seperti teori informasi, teori jarum hipodermik,
teori belajar sosial Albert Bandura, teori
kultivasi, dan sebagainya.
(intepretif).Contoh metode ini dalam ilmu komunikasi adalah
interaksionisme simbolik, analisis wacana,
analisis framing, dan sebagainya.
Hingga belakangan ini, pengembangan ilmu komunikasi masih
didominasi oleh metode postivistik-
obyektif.Oleh karena itu, realitas komunikasi manusia tetap
ditelaah secara kuantitatif dengan
pendekatan linear-obyektif.
Pada intinya, cabang kedua filsafat ilmu ini memungkinkan
pengetahuan manusia menyangkut realitas
komunikasi manusia dapat dipelajari sebagai sebuah ilmu
pengetahuan.Pada kenyataannya, memang
teori umum (grand teori) yang dapat menjadi payung terhadap semua
model dan motode dalam
pendekatan komunikasi (Nina Winangsih Syam, 2002: 6).
AKSIOLOGI adalah cabang filsafat ilmu yang mempelajari
nilai-nilai.Nilai-nilai yang dipelajari oleh axiologi
sebagai cabang filsafat ilmu adalah yang berkaitan dengan
pengembangan dan kegunaan dari ilmu-ilmu
itu.Materi pokok dalam axiologi adalah Apakah ilmu (ilmu
pengetahuan) itu bebas nilai?Tesis umumnya
adalah ilmu itu bebas nilai, bersifat netral, ilmu tidak mengenal
sifat baik atau buruk, dan si pemilik
pengetahuan itulah yang harus mempunyai sikap.
Menurut Jujun S. Suriasumantri, pemanfaatan kekuasaan terbesar itu
terletak pada sistem nilai si
pemilik pengetahuan. Atau dengan perkataan lain, netralitas ilmu
hanya terletak pada dasar
epistemologisnya saja: alias, jika hitam maka hitam, dan jika
putih maka putih; tanpa berpihak kepada
siapapun juga selain kepada kebenaran yang nyata. Sedangkan secara
ontologis dan axiologis, ilmuan
harus mampu menilai antara yang baik dan yang buruk, yang pada
hakekatnya mengharuskan mereka
menentukan sikap (Jujun S. Suriasumantri, 1992: 35).
Pada situasi inilah, filsafat ilmu dengan aspek axiologisnya lalu
mengembangkan kajian tentang nilai-nilai
moral (agama dan kemanusiaan) dan etika (etika dan estetika)
terhadap maksud dan tujuan serta suatu
ilmu bagi kelangsungan hidup manusia.Tak dapat dipungkiri bahwa
sumbangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (science and technology ) bagi kehidupan umat
manusia sangat besar.Contoh adalah
pemanfaatan teknologi atom untuk menghasilkan energi listrik.
Namun, selain manfaat untuk
perdamaian itu, juga ilmuan dihadapkan pada realitas terbalik:
bahwa tenaga atom itu juga dapat
digunakan untuk membuat teknologi perang dengan daya penghacur yang
massal (destruktif). Konteks
penggunaan energi atom yang bermanfaat ganda tadi adalah
pilihan-pilihan yang bernuansa moral bagi
kalangan ilmuan.
Dalam perkembangan ilmu komunikasi, kenyataan seperti itu pun juga
dapat disaksikan dalam beberapa
peristiwa dunia. Dalam Perang Dunia II, kajian komunikasi massa dan
psikologi komunikasi sangat besar
kontribusinya dalam program propaganda perang yang dijalankan oleh
Nazi Jerman dan AS selaku
pimpinan pasukan sekutu. Kedua pihak melakukan kontrol dan sensor
terhadap berita-berita aktual
tentang kenyataan obyektif di medan perang di Perancis (Normandia).
Demikian juga, teknik retorika
dan opini umum dimanfaatkan oleh penguasa sekutu untuk memanipulasi
dukungan dari publik
(rakyatnya) untuk meneruskan perang yang akan terus menambah jumlah
korban manusia dan
peradaban dalam Perang Dunia II (Walter Lippman, 1991:
236-237).n
PERSPEKTIF adalah sebuah titik pandang, suatu cara
mengkonseptualisasikan sebuah bidang studi.
Konfigurasi suatu teori bergantung pada perspektif seorang
teoritikus. Perspektif ini memandu seorang
teoritkus dalam memilih apa yang akan dijadikan fokus dan apa yang
akan ditinggalkan, bagaimana
menerangkan prosesnya, dan bagaimana mengkonseptualisasikan apa
yang diamati. Walaupun
perspektif teoritikal dapat dikonseptualisasikan dalam berbagai
cara, Littlejohn menyajikan empat jenis
cara yang dinilainya memadai dalam pembahasan masalah kita ini
(Dikutip dari Onong Uchjana Effendy,
1993: 333).
Perspektif Behaviorisme
Perspektif ini yang timbul dari psikologi mazhab perilaku atau
mazhab behavioral, menakankan pada
rangsangan dan tanggapan (stimulus dan response). Teori komunikasi
yang menggunakan perspektif ini
cenderung untuk menakankan pada cara bahwa seseorang dipengaruhi
oleh pesan. Teori seperti ini
cenderung untuk menyesuaikan diri kepada asumsi-asumsi Pandangan
Dunia I tadi, dan biasanya
bersifat non aksional.
Teori transmisional memandang komunikasi sebagai pengimiriman
informasi dari sumber kepada
penerima. Mereka menggunakan gerakan model linear dari suatu lokasi
ke lokasi lain. Perspektif ini
menekankan pada media komunikasi, waktu, dan unsur-unsur
konsekuensional.Umumnya ini
berdasarkan Pandangan Dunia I dengan asumsi non aksional.
Perspektif Interaksional
Perspektif ini mengakui bahwa para pelaku komunikasi secara timbal
balik menanggapi satu sama lain.
Apabila perspektif transmisional bersifat linear, perspektif
interaksional bersifat sirkular.Umpan balik
dan efek bersama merupakan kunci konsep.Teori seperti itu
berdasarkan Pandangan dunia II yang
mungkin aksional atau non aksional, bergantung pada derajat pikiran
para pelaku komunikasi dalam
peranannya sebagai pemilih aktif.
terlibat secara aktif. Teori perspektif transsaksional menakankan
konteks. Dengan lain perkataan
komunikasi dipandang situasional dan sebagai proses dinamis yang
memenuhi fungsi-fungsi individual
dan sosial. Perspektif ini menakankan holisme, yang membayangkan
komunikasi sebagai proses saling
menyampaikan makna. Teori transaksional cenderung menampilkan
pandangan dunia II, dan
menggunakan eksplanasi aksional.n
[back to top]
media.]
Teori-teori komunikasi dapat dibedakan ke dalam berbagai jenis
menurut tujuan terntentu.Dalam ilmu-
ilmu sosial, tujuan teori sosial adalah memprediksikan dan
mengontrol fenomena sehingga dapat diukur
kecenderungannya. Jenis-jenis teori yang diulas berikut ini sebelum
berbicara tentang perkembangan
teori komunikasi (massa), maka akan dikemukakan terlebih dahulu
jenis-jenis teori komunikasi menurut
tujuannya (Nurudin, 2003: 155 – 190), yakni:
Audiens (Receiver/R) dalam teori ini dipandang bersikap pasif dan
segala informasi yang diterima,
dengan sendirinya juga audiens terpengaruhi sikapnya.Makanya teori
ini disebut teori jaum hipodermik,
karena daya serap audiens yang efektif seperti sedang menerima
suntikan.
Cultivation Theory
Teori ini melihat masyarakat mempelajari budaya dan dunia kehidupan
melalui layar televisi.Dari
televisilah masyarakat mengembangkan norma-normanya.
mendominasi media di seluruh dunia.Dengan alasan tambahan bahwa
media barat memilik potensi efek
yang sangat besar.
Media Equation Theory
demikian juga sebaliknya.
Teori memandang adanya kecenderungan minoritas mengambil sikap diam
di tengah situasi yang
didominasi mayoritas.Diam dapat berarti, menyesuaikan pendapat
dengan mayoritas atau
menyembunyikan pendapat agar tidak terisolasi dalam kepungan
mayoritas.
Technological Determinism Theory
mempengaruhi cara-cara manusia berkomunikasi.Tingkat kehidupan
manusia menentukan teknologi
yang dapat dicapainya.
Diffusion of Innovation Theory
Teori ini menempatkan orang yang memiliki informasi atau penemuan
sebagai orang yang memiliki
potensi mempengaruhi secara massal.
Uses and Gratifications Theory
Teori kegunaan dan kepuasan memandang pengguna media mempunyai
kesempatan untuk
menentukan pilihan-pilihan media sumber beritanya.Dalam hal ini,
pengguna media berperan aktif
dalam kegiatan komunikasi untuk memenuhi kepuasannya.
Agenda Setting Theory
Teori ini menetapkan titik temu antara asumsi media tentang
kebutuhan publik akan informasi dan
harapan publik terhadap informasi yang disajikan oleh media. Tetapi
ini tidak selalu berhasil, dan yang
kerap teradi adalah media mensetting pikiran khalayak.
Media Critical Theory
Teori ini seperti sejatinya teori kritis tetap konsisten dalam
melihat media massa sebagai instrumen
sosial. Media massa dianggap ikut melindungi status quo yang
menyebabkan ketidakadilan sosial.
Praktisi media membuat dirinya sengaja terbatas untuk melawan
status quo.
Itulah jenis-jenis media yang dirangkum oleh Nurudin (2003) dari
sejumlah sumber.Merujuk pada materi
soal di atas, kemungkinan yang dimaksukan oleh soal tersebut
mengenai pengaruh perkembangan
teknologi terhadap perkembangan teori komunikasi adalah kontek
Technological Determinism Theory
atau teori determinisme teknologi.
Teori determinisme teknologi mempunyai ide dasar, yakni bahwa
perubahan yang terjadi pada berbagai
macam cara berkomunikasi akan membentuk pula keberadaan manusia itu
sendiri. Teknologi
membentuk individu bagaimana cara berpikir, berperilaku dalam
masyarakat. Dan teknologi tersebut
akhirnya mengarahkan manusia untuk bergerak dari satu abad
teknologi ke abad teknologi yang lain.
Teori ini digagas oleh Marshall McLuhan pertama kali tahun 1962
dalam bukunya: "The Guttenberg
Galaxy: The Making of Typographic Man". McLuhan berpikir bahwa
budaya kita dibentuk oleh
bagaimana cara kita berkomunikasi. Paling tidak, ada beberapa
tahapan yang layak disimak untuk hal ini.
Pertama, penemuan dalam teknologi komunikasi menyebabkan perubahan
budaya; kedua, perubahan
dalam jenis-jenis komunikasi akhirnya membentuk kehidupan manusia;
dan ketiga, sebagaimana
dikatakan McLuhan bahwa kita membentuk peralatan untuk
berkomunikasi, dan akhirnya peralatan
untuk berkomunikasi yang kita gunakan itu akhirnya membentuk atau
mempengaruhi kehidupan kita
sendiri" (Nurudin: 2003: 174).
KOMUNIKASI MASSA adalah komunikasi antara komunikator dengan publik
dengan empat tanda pokok:
1) bersifat tidak langsung, alias melalui media/channel, 2)
Bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi
antara komunikator dan komunikan, 3) Bersifat terbuka, artinya
ditujukan kepada publik yang tidak
terbatas dan anonim, dan 4) mempunyai publik yang secara geografis
tersebar (Elizabeth-Noelle
Neuman, 1973: 92).
mempunyai karakteristik psikologis yang khas dibandingkan dengan
sistem komunikasi interpesonal. Ini
tampak pada pengendalian arus informasi, umpan balik, simulasi alat
indera, dan proporsi unsur isi
dengan hubungan.
Tanda-tanda pokok dan karakter psikologis komunikasi massa akan
ditinjau menurut perkembangan
teknologi mutakhir dengan implikasi teoritis terhadap teori
komunikasi antar persona dan komunikasi
massa menjadi baur.
Tanda pokok pertama adalah komunikasi bersifat tidak langsung atau
dengan kata lain bermedia.
Artinya proses komunikasi harus melalui mekanisme teknis, yakni
media atau channel . Teknologi
informasi sekarang memperkaya variasi media secara teknis dan kian
menciptakan ketergantungan
dalam proses komunikasi massa. Secara tegas, ruang pertemuan,
lapangan, alat pengeras suara
(microfon dan speaker) tidak dimaksudkan sebagai media atau channel
dalam hal ini. Tentang varian
media terhadap pilihan-pilihan pengunderaan akan dibahas secara
terpisah.
Perkembangan teknologi ini sekaligus berdampak pula pada tanda
pokok kedua komunikasi massa, yaitu
bersifat satu arah. Komunikasi massa yang berbasis cybernet
(internet) memungkinkan terjalinnya
komunikasi berlangsung dua arah antara komunikan dan komunikator.
Pengaruh teknologi dalam hal ini
sangat signifikan. Media komunikasi massa seperti ensiklopedia
telah tersedia dalam format web
browser dengan fasilitas akses langsung oleh pembaca sehingga dapat
mengedit atau menambahkan
salah satu naskah dalam eksiklopedia tersebut (misalnya
http://www.wikipedia.org). Bandingkan
dengan ensiklopedia yang kemas dalam bentuk cetak seperti yang ada
selama ini. Proses sejenis ini
dapat pula kita lihat pada fasilitas linking (hyperlink )
dialog pada web browser internet yang telah
dimiliki hampir semua media massa cetak (majalah dan surat
kabar).
Tanda pokok komunikasi massa yang ketiga dan keempat—seperti juga
tanda pokok pertama—tidak
mengalami pergeseran paradigma secara subtansial oleh kemajuan
teknologi informasi.
Justru information technology memperkuat dua tanda pokok
komunikasi yang terakhir ini. Media massa
yang berbasis media internet mempunyai komunikan yang jauh lebih
anonim ketimbang publikasi yang
berbasis cetak.
paradigmatik-teoritik dalam komunikasi massa itu sendiri. Misalnya,
pengendalian arus informasi
Audiens (komunikan) tidak dapat mengintervensi komunikan dalam
menata informasi yang dikirimkan.
Alasan keterbatasan untuk intervensi adalah karena komunikasi ini
berlangsung melalui media, di mana
media itu sendiri terikat oleh ruang dan waktu untuk mengikutkan
komunikan berpartisipasi dalam
proses produksi pesan bersama komunikator.
Dengan adanya teknologi informasi seperti komputer yang berjaringan
internet atau program interaktif
televisi, maka audiens (komunikan) dapat terlibat secara langsung
berkomunikasi dengan komunikator
yang memproduksi pesan-pesan.Pembukaan akses telepon bagi pemirsa
ke studio, memungkinkan
komunikan dapat menentukan frekuensi isi suatu pemberitaan media
televisi. Bahkan lebih dari itu;
pemirsas (komunikan) pun dapat menyertakan liputannya sendiri
misalnya dengan mengirimkan video
cassette untuk disiarkan oleh stasiun. Hal ini pula menandai
tradisi baru dalam feed-back antara
komunitor dan komunikan dalam komunikasi massa akibat perkembangan
teknologi yang berlangsung
terus menerus.
Pada awal hadirnya media cetak, komunikasi massa hanya memungkinkan
komunikan menggunakan
alat indera penglihatan saja, yakni membaca (komunikasi tertulis)
dan melihat foto-foto yang disisipkan
di tengah naskah. Perkembangan teknologi selanjutnya menghadirkan
teknologi audio record , di mana
komunikan dimungkinkan memfungsikan indera pendengaran untuk
memperoleh informasi dari
massa Televisi yang memungkinkan komunikan menggunakan indera
pendengaran sekaligus indera
penglihatan (menyimak gambar bergerak). Pencapaian teknologi
informasi yang terakhir memungkinkan
penghilatan tidak hanya untuk baca naskah belaka atau hanya untuk
menyimak gambar bergerak, tetapi
kedua-duanya sekaligus indera pendengaran.Perangkat komputer dengan
berbagai macam software
telah memfasilitasi pengideraan yang sudah hampir menyamai
penginderaan dalam komunikasi
interpersonal.
Karakteristik psikologis yang khas dari komunikasi massa adalah
proporsi unsur isi dengan hubungan.
Sistem komunikasi massa mementingkan struktur unsur isi ketimbang
unsur hubungan, berbeda terbalik
dengan sistem komunikasi interpersonal. Pengaruh perkembangan
teknologi hanya meningkatkan
kapasitas storage isi komunikasi massa.
KOMUNIKASI INTERPERSONAL dapat ditunjukkan dalam tujuh ciri (Alo
Liliweri: 1991: 58): 1) Melibatkan
perilaku melalui pesan verbal dan nonverbal; 2) Melibatkan
pernyataan/ungkapan yang spontan,
sripted, dan contrived, 3) bersifat dinamis, bukan statis, 4)
Melibatkan umpan balik pribadi, hubungan
interaksi, dan koherensi (pernyataan pesan yang harus berkaitan),
5) dipandu oleh tata aturan yang
bersifat intrinsik dan ekstrinsik, 6) Meliputi kegiatan dan
tindakan, dan 7) Komunikasi antar pribadi
melibatkan persuasi.
alias tatap muka. Komunikasi interpersonal bermedia antara lain
melalui telepon, e-mail, surat pos, dan
lain-lain. Komunikasi interpersonal yang tidak bermedia melibatkan
seluruh instrumen penginderaan:
mata untuk melihat, telinga untuk mendengar; hidung untuk membaui,
tangan (kulit) untuk meraba,
dan lida untuk merasa. Komunikasi antara pribadi yang berlangsung
tanpa media jauh lebih komplit
ketimbang yang berlangsung dengan media.
Kaitan antara komunikasi interpesonal dengan kemajuan teknologi
(khususnya teknologi informasi
seperti komputer, internet, multimedia electronic device, dan
sebagainya) dapat ditelusuri pada tujuh
ciri komunikasi interpersonal itu sendiri.Sebagian besar dari tujuh
ciri itu tidak mengalami pergeseran
teoritis dan paradigmatik.Kecuali pada ciri keempat, melibatkan
umpan balik pribadi, hubungan
interaktif, dan koheren (pernyataan pesan berkait dan
berkesinambungan).Komunikasi antarpribadi
yang bermedia dapat menjelaskan ciri keempat ini, di mana media itu
sendiri semi-inheren dengan
perkembangan teknologi.
informasi.Kecenderungan menunjukkan bahwa karena teknologi
informasi telah memangkas jarak dan
waktu, akhirnya komunikasi interpersonal pun cerderung lebih
berlangsung melalui media.Akibatnya
pada umpan balik, sangat tergantung pada sifat media yang
digunakan.
Dari pemaparan tentang pengaruh signifikan perkembangan teknologi
terhadap komunikasi
menjadi interaktif dengan komunikan (khalayak). Kedua, sebaliknya
pada komunikasi interpersonal yang
bermedia, umpan balik yang sifatnya pribadi bergeser menjadi lebih
terbuka dan umpan balik dan
efektivitasnya sangat tergantung jenis teknologi media yang
digunakan.
[back to top]
[Bagaimana anda mampu mengaitkan antara tugas-tugas "book reading"
dengan materi Filsafat
Komunikasi?]
Seperti telah dikemukakan sebelumnya—dengan salah satu definisi
filsafat oleh G.E. Moore bahwa
filsafat adalah tentang segala hal, maka untuk kebutuhan menjawab
pertanyaan yang terakhir ini, fokus
pada kajian filsafat ilmu menjadi latar belakang.Maksudnya adalah
bahwa berlajar tentang Filsafat
Komunikasi berarti kita belajar tentang segala hal yang menyangkut
seluruh ruang lingkup komunikasi
manusia secara menyeluruh, mendalam (vestehen), dan
spekulatif.
"Book reading" merupakan lapangan yang sangat luas untuk
mengembangkan khazanan keilmuan dalam
mengembangkan ilmu komunikasi. Pertimbangannya adalah fenomena
komunikasi merupakan sentra
bagi ilmu-ilmu tentang perilaku manusia (Nina Winangsih Syam, 2002:
23).Willbur Schramm
mengibaratkan komunikasi dengan kampung Bab elh-Dhra pada lebih
kurang 5000 tahun silam.Tempat
itu dikunjungi oleh setiap musafir karena kandungan air tawar yang
dimiliki kampung itu.Demikian pula
halnya komunikasi yang telah ditelaah dari berbagai ilmu
(Jalaluddin Rakhmat, 1985: 6 – 7).
Secara falsafati, ilmu komunikasi dapat ditelusuri awal muawal atau
asalnya dari sejumlah akar ilmu
pengetahuan. Ilmu-ilmu yang ikut memberi kontribusi atau yang telah
mengkaji fenomena komunikasi
antara lain: antropologi, biologi, ekonomi, sosiologi, linguistik,
psikologi, politik, matematik, engineering,
neurofisiologi, filsafat, dan sebagainya (Jalaluddin Rakhmat, 1985:
7). Nina Winangsih Syam
menambahkan akar ilmu komunikasi tersebut melalui perspektif pohon
komunikasi: Fisika dan Psikologi
Sosial (Nina Winangsih Syam, 2002: 18).
Mempelajari ilmu komunikasi secara menyeluruh, mendalam dan
spekulatif, berarti mempelajari filsafat
komunikasi.Karena sifatnya yang luas itulah, maka kajian filsafat
komunikasi sebagai langkah
penelusuran akar ilmu komunikasi membutuhkan referensi dalam
berbagai varian dan jenisnya menurut
ruang lingkup akar komunikasi itu sendiri.Ketersediaan buku-buku
referensi tentang akar-akar ilmu
komunikasi adalah hal yang mesti.
Secara filosofis dan teoritis, misalnya, untuk mendalami psikologi
sebagai akar ilmu komunikasi, maka
penelaahan tentang perspektif-perspektif psikologi dan psikologi
sosial misalnya, harus didukung oleh
sejumlah hasil penelitian lapangan dan uji teoritis secara
keilmuan. "Book reading" menyiapkan hampir
Perbedaan ilmu pengetahuan, filsafat dan agama dapat dilihat antara
lain:
1. Dalam hal pembuktian : I lmu pengetahuan dan filsafat
memerlukan pembuktian/empiris untuk
membangun keyakinan, sementara agama berawal dari yakin / keyakinan
baru tersingkap
hikmah/tabir rahasia dari kebenaran Haq yang bersumber dari wahyu
Allah yaitu Al Quran dan
teladan Rasul melalui Assunah.
2. Dalam hal kapasitas: Ilmu pengetahuan dan filsafat
membutuhkan kecerdasan dan kepandaian
untuk dapat mencapainya dan membutuhkan pengakuan manusia lainnya
(lebih pada kapasitas
otak dan logika manusia). Sementara belajar agama tidak banyak
memerlukan kepandaian,
namun hanya cukup menegakkan kesadaran yang membangun keinsyafan
diri.(lebih merupakan
pada kapasitas akal dan hati)
3. Dalam hal fokus/orientasi: Ilmu pengetahuan dan filsafat
akan fokus pada objek dan kejadian
dan membuat kaitannya antar objek dan kejadian menjadi suatu dalil
melalui sistematika dan
metodologinya yang rumit dan kadang sukar dipahami. Sementara ilmu
agama tidak fokus itu
saja tetapi lebih jauh fokus pada apa yang mendasari dibalik
terciptanya atau bergeraknya
objek/kejadian atau bagaimana hikmah di balik penciptaan atau
terjadinya sesuatu. Dengan
agama orang yang beriman tidak akan terjebak dengan dalil dalil
apalagi berdebat panjang
karena tuntunan Allah lewat Al Quran dan Sunnah sudah sangat terang
dan segera meyakini
bahwa Allahlah dibalik semua ciptaan dan kejadian yang dihamparkan
itu baik di langit, bumi
dan seisinya.
4. Dalam hal sangsi : Belajar ilmu pengetahuan,.jikalau sudah
didapat, tidak masalah kapan untuk
diamalkannya dan tidak berpengaruh/ berakibat langsung terhadap
diri. Belajar Filsafat, bila
tidak dipakai, paling hanya menimbulkan kepincangan dan
ketidakstabilan dalam hidupnya.
Sedangkan agama bila tidak diamalkan, berlaku sangsi Tuhan.
Lalu bagaimana keterkaitannya?.
Islam tidak meniadakan keberadaan ilmu pengetahuan dan filsafat
dengan produknya teknologi
sepanjang dengan itu, manusia tidak mendewa2kan hasil temuannya,
namun menggunakannya hanya
sebagai alat / sarana untuk mendapatkan kemudahan dalam
mempelajari, menelaah dan memahami
kebesaran dan keagungan Tuhan dalam rangka memperkuat aqidah,
ibadat dan muamalat.
Islam tidak menafikan akan kemanfaatan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang memudahkan
kehidupan dan penghidupan itu dan itu harus disikapi dengan penuh
kesyukuran. Keyakinan juga
bertambah terang karena lambat laun ilmu pengetahuan dan teknologi
kemudian mengakui keilmiahan
Al Quran, bahwa sesungguhnya tidak ada sesuatu yang diciptakan
manusia yang ada hanyalah manusia
menemukan / inovasi, mengambil kesimpulan dengan
menghubung-hubungkan fakta dari apa apa yang
disediakan Allah di muka bumi beserta langit dan seisinya.
Karena itu ilmu pengetahuan, filsafat dan agama sesungguhnya adalah
satu kesatuan, bila ilmu
pengetahuan atau fisafat yang dibangun tanpa dasar agama akan
pincang dan dipastikan akan
menimbulkan kesesatan. (Maghfirotul Qulub 1).
Etika komunikasi adalah bagian dari aksi komunikasi.Aspek etisnya
ditunjukan pada kehendak baik untuk
bertanggungjawab. Kehendak ini diungkapkan dalam etika profesi
dengan maksud agar ada norma
intern yang mengatur profesi. Aturan semacam ini terumus dalam
misalnua deontology jurnalisme.
(Haryatmoko)
Menurut B Libois : 1994) adalah,
Hormat dan perlindungan atas hak warga negara akan informasi dans
arana sarana yang perlu
mendapatkannya. Hormat dan perlindungan atas hak individual lain
dari warga negara dan ajakan
menjaga harmonisasi masyarakat atau melarang bentuk provokasi yang
membangkitkan kebencian atau
pembangkangan warga sipil.
Etika tak lain adalah seni hidup, yang kalau dipraktikan akan
mendatangkan kebahagiaan sebagai tujuan
utama dipraktikkan akan mendatangkan kebahagiaan sebagai tujuan
utama dicitakannya etika (filsafat
moral) oleh pemikir muslim. Lebih dari itu etika juga berperan
sebagai pengobatan rohani (spiritual)
yang sangat dibutuhkan manusia modern yang memang banyak terjangkit
penyakit mental.
Juga menegaskan bahwa dalam pandangan etikawan Muslim, akal atau
rasionalitas merupakan factor
penting bahkan disebut sebagai manager (mudabbir) yang bertugas
mengelola dorongan-dorongan jiwa
yang disebut nafsu, agar tercapai keseimbangan jiwa yang pada
gilirannya merupakan syarat bagi
tercapainya kebahagiaan. (Mulyadhi Kartanegara dan Halid Alkaf
dalam Nalar Religius: Memahami
Hakikat Tuhan, Alam dan Manusia)
SKI dan pancasila
efinisi dan Ruang Lingkup
SKI adalah suatu bidang kajian yang membahas tidak hanya proses
komunikasi saja, tetapi juga unsur-
unsur di dalamnya, dan hubungan antara sistem komunikasi dengan
sistem lainnya, serta bagaimana
gambaran berlangsungnya sistem komunikasi di Indonesia. Nurudin, di
dalam bukunya yang berjudul
Sistem Komunikasi Indonesia, mengelompokkan SKI menjadi beberapa
bagian sebagai berikut:
Jika ditinjau dari segi wilayah geografisnya, sistem komunikasi
bisa dibagi menjadi dua, yakni sistem
komunikasi di pedesaan dan perkotaan. Di Indonesia realitas
komunikasi di perkotaan dengan di
pedesaan sangat berbeda jauh. Di desa, sistem komunikasi sangat
dipengaruhi oleh keberadaan opinion
leader (pemimpin opini, pemuka pendapat) sebagai pihak penerjemah
pesan, interpretator karena
sangat dipengaruhi oleh keberadaan media massa mengingat ciri
masyarakat kota lebih individualistis
dibandingkan masyarakat desa. Ini juga sejalan dengan tingkat
perkembangan pendidikan warga kota
yang memungkinkan mereka lebih bergantung pada media massa.
Jika ditinjau dari media yang digunakan, ada sistem media cetak
(surat kabar, majalah, tabloid), sistem
media elektronik (televisi, radio), dan sistem media online atau
internet. Di samping itu ada pula sistem
media tradisional, misalnya saja wayang, ketoprak, ludruk, atau
bentuk folklor antara lain: (1) cerita
prosa rakyat (mite, legenda, dongeng), (2) ungkapan rakyat
(peribahasa, pepatah), (3) puisi rakyat, (4)
nyanyian rakyat, (5) teater rakyat, (6) gerak isyarat, (7) alat
pengingat, dan (8) alat bunyi.
Jika ditinjau dari pola komunikasinya ada sistem komunikasi dengan
diri sendiri (intrapersonal
communication system), sistem komunikasi antarpersona
(interpersonal communication system), sistem
komunikasi kelompok (small group communication system), dan sistem
komunikasi massa (mass
communication system).
Merujuk pada klasifikasi Sistem Komunikasi Indonesia di atas,
semakin jelas kiranya peta SKI sebagai
bagian yang sangat penting dalam kajian ilmu komunikasi selain
sebagai mata kuliah. SKI menunjukkan
kekhasannya tersendiri yang perlu dibahas secara mendalam. Namun,
mengapa SKI perlu dipelajari?
Jawaban dari pertanyaan tersebut sekiranya bisa dijawab dari
beberapa poin di bawah ini:
Alasan pertama ialah perkembangan teknologi komunikasi yang kian
pesat di Indonesia (dan bahkan
terus berkembang di masa yang akan datang) sehingga akan mengubah
pola arus informasi yang akan
berkembang. Perkembangan yang cepat tersebut jelas membutuhkan
kajian khusus dan mendalam.
Alasan kedua adalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang
multietnis. Dengan kata lain,
Indonesia ialah negara yang mempunyai heterogenitas keadaal wsuku,
agama, dan ras. Hal ini
memungkinkan masing-masing daerah di Indonesia memiliki ciri khas
tersendiri, sehingga berbeda pula
konteks sistem komunikasinya.
masyarakat Indonesia masih tinggal di pedesaan. Hal ini
mengakibatkan perkembangan media massa
tidak selamanya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat desa. Oleh karena
itu, ciri komunikasi yang
berkembang di desa jelas berbeda dengan yang di kota. Dan
membutuhkan kajian para pemimpin opini
(opinion leader), para penyuluh pembangunan, dan juru penerang desa
sebagai pihak-pihak yang sangat
berpengaruh dalam sistem komunikasi pedesaan.
Alasan keempat ialah SKI merupakan pembahasan yang kompleks dan
melibatkan banyak unsur serta
hal di dalamnya.Maka, SKI tidak bisa dibahas secara sekilas dan
dimasukkan dalam pembahasan mata
kuliah tertentu. SKI harus dijelaskan secara menyeluruh atau
komprehensif.
Alasan terakhir adalah SKI jelas berbeda dengan sistem komunikasi
di negara lain. Perbedaan tersebut
sistem politik, sosial, dan budaya masyarakat Indonesia juga akan
memberi warna dan corak terhadap
sistem komunikasinya.
B. Kaitan SKI dengan Sistem Lainnya
SKI merupakan sebuah sistem yang tidak bisa berdiri sendiri dan
tentunya berkaitan dengan sistem-
sistem lainnya. Tidak bisa dipungkiri bahwa sistem-sistem lainnya
berpengaruh langsung terhadap SKI.
Begitu juga dengan sistem lain, tidak akan lengkap keberadaaannya
tanpa adanya SKI. Secara umum,
hubungan antara sistem komunikasi dengan sistem lainnya adalah
sebagai berikut:
Sistem komunikasi dipengaruhi oleh sistem sosial
Jika dikatakan secara ringkas, sistem komunikasi berada di bawah
subordinate sistem sosial. Sistem
sosial adalah sebuah bangunan sistem yang besar yang didalamnya
mempunyai subsistem, termasuk
sistem komunikasi itu sendiri. Sedangkan sistem komunikasi bersama
sistem lain yang juga merupakan
bagian dari sistem sosial mendukung eksistensi atau keberadaannya
secara bersama-sama. Misalnya
sistem ekonomi, sistem budaya, sistem politik mendukung dan memberi
arti keberadaan sistem
sosialnya.
komunikasi. Ini juga berlaku pada sistem sosial yang mengedepankan
sistem kepercayaan. Sistem kasta
dalam masyarakat pun akan memberi andil besar dalam proses
komunikasi. Ditinjau dari segi
komunikasi, mereka yang berasal dari kasta sudra (golongan rendah)
akan sangat kesulitan
berkomunikasi dengan mereka yang berkasta ksatria. Artinya, sistem
kasta sebagai sistem kepercayaan
dalam sistem sosial mempengaruhi sistem komunikasi.
Di Indonesia tak bisa dipungkiri bahwa sistem sosial Jawa masih
sangat menentukan sistem
komunikasinya.Dalam budaya Jawa dikenal nilai ewuh pakewuh atau
sungkan.Kenyataan ini juga
termanifestasikan dalam sistem komunikasi. Bentuknya, orang akan
merasa “tidak enak untuk
mendahului atasan” apalagi bila harus mengkritiknya.
Sistem sosial di sini jika lebih dioperasionalisasikan memasukkan
sistem kepercayaan masyarakat. Dapat
dikatakan bahwa sistem kepercayaan yang berkembang dalam masyarakat
akan ikut memberikan
“warna” proses dan bentuk komunikasinya. Kita bisa mengambil contoh
dalam sistem “kasta” pada
masyarakat Hindu-Bali.Meskipun sistem kasta banyak dikritik dan
bahkan ada yang sudah meninggalkan
sistem tersebut seiring perkembangan zaman, tetapi ada sebagian
masyarakat yang masih mempercayai
dan menerapkannya. Masyarakat yang mempercayai sistem kasta sebagai
kepercayaan utama akan
mempengaruhi proses komunikasi yang dilakukannya. Jadi, golongan
“kelas bawah” bisa berbicara atau
menentukan jodoh dengan “kelas atas” dalam sistem yang demokratis,
tetapi dalam sistem kepercayaan
kasta, hal ini sulit dilakukan. Artinya, sistem kepercayaan
memiliki andil besar bagi proses komunikasi.
Dengan kata lain, sistem kepercayaan sebagai operasionalisasi
sistem sosial mempengaruhi sistem
komunikasi.
Studi penelitian mengenai hubungan antara sistem pers dengan sistem
politik telah banyak dilakukan
oleh para ahli.Namun hubungan antara sistem komunikasi dengan
sistem politik belum banyak dikaji.
Dalam praktik politik, sistem komunikasi akan dipengaruhi pula oleh
keberadaan sistem politik. Sistem
politik yang demokratis, misalnya, akan memberi peluang proses
komunikasi (dalam sistem komunikasi)
yang demokratis pula. Sebaliknya sistem politik otoriter akan
membuat sistem komunikasi yang otoriter
pula. Sebab, proses komunikasi yang dikembangkan jelas hanya
ditentukan oleh penguasa dan berjalan
dari atas ke bawah.Hal ini mengakibatkan terjadinya pengaruh sistem
politik yang memfungsikan pola
seperti itu.
Kita bisa membandingkan antara sistem politik pemerintahan Era Orde
Baru dan Era Reformasi. Pada
Era Orde Baru, sistem politik hanya ditentukan oleh pemerintah
dengan mengebiri otonomi masyarakat,
sedangkan Era Reformasi sistemnya lebih demokratis. Terbukti dengan
dibukanya kran keterbukaan dan
semua pihak boleh menyuarakan pendapatnya, asalkan masih dalam
rambu kontitusi.Kenyataan di atas
sangat berpengaruh terhadap berjalannya sistem komunikasi. Bagian
sistem komunikasi misalnya adalah
sistem pers pun sangat lain. Pers Era Orde Baru penuh kekangan,
dihambat kebebasan persnya, dihantui
pembatalan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), dan adanya
budaya peringatan.Sedangkan pada
Era Reformasi, semua itu dihapus, mulai dari dihapusnya SIUPP
sampai pembubaran Deppen.Kenyataan
sistem politik tersebut memberikan andil dan berpengaruh secara
langsung bagi kebebasan sistem
komunikasi.
Pancasila sebagai falsafah negara yang mewarnai pola pikir
penyelenggara NKRI dan falsafah bangsa
yang berasaskan Pancaasila dengan butir nilai yang terkandung
didalamnya akan memandu keseluruhan
komponen bangsa dalam menyelenggara kegiatan komunikasinya baik
dalam komunikasi langsung
maupun dengan menggunakan berbagai media massa baik cetak maupun
elektronik, baik secara lisan,
tulisan maupun audio-visual. Nilai-nilai Pancasila yang akan
menjadi landasan dalam pembuatan dan
pelaksaanaan Perundangan yang berlaku di segenap wilayah Negara
Kesatuan republik Indonesia. Nilai-
nilai Pancasila yang akan membingkai berbagai norma adat maupun
modern menjadi pranata
institusional yang dinamis dalam Sistem Komunikasi Nasional dalam
mewujudkan cita-cita nasional yang
tertuang dalam tujuan negara Indonesia dan termaktub dalam Preambul
UUD1945.
Daftar Pustaka
Panuju, Redi. 1997. Sistem Komunikasi Indonesia. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
D