Upload
lyhanh
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
FUNGSI PENGAWASAN DPRD
(Studi Terhadap Tatakelola Keuangan Pemerintah
Daerah Kota Tangerang Tahun Anggaran 2015)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Romlih
1111112000066
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
FUNGSI PENGAWASAN DPRI)
(Studi Terhadap Tatakelola Keuangan Pemerintah
Daerah Kota Tangerang Tahun Anggaran 2015)
Skripsi
Oleh:
Romlih
11r1112000066
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIYERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
NrP. 19631 02419990321001
i. _.-
PER}TYATAAI\I BEBAS PLAGIARISME
FI.JNGSI PENGAWASAN DPRD:Studi Terhadap Tatakelola Keuangan Pemerintah Daerah Kota Tangerang Tahun
Anggaran 2015
Judul skripsi yang berjudul:
Dengan ini penulis menyatakan bahwa:
l. Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini telah
penulis cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jah,ana
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli penulis
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1111112000066
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pernbimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama
NIMProgram Studi
: Romlih:1111112000066: Ilmu Politik
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul
FUNGSI PENGAWASAN DPRD: STUDI TERHADAP TATAKELOLAKEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KOTA TANGERANG TAHUNANGGRAN 2015
dan telah diuji pada 24 Jarruai2Ol7.
Jakarta, 24 Januai2DlT
Mengetatrui,
Ketua Program Studi
JWDr. Idine Rosvidin. MANrP.19701013200501 I 003
Dra. Gefarina Diohan. MANIP. 1963 10241999032 1 00 1
Mengetahui,
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
FT]NGSI PENGAWASAN DPRD: STUDI TERIIADAP TATAKELOLAKEUAIYGAII PEMERINTAH DAERAH KOTA TANGERANG TAHUN
AT\GGRAN 2015
Oleh:Romlih
1111112000066
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan IlmuPolitik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal. Skripsiini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial(S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik.
Ketua Program Studi, Sekretaris Program Studi,ryDr. Iding Roslzidin Hasan
NIP. 19701013 200501 I 003
Suryani. M.Si
NrP. 19770424 200710 2 003
Penguji II,
NIP. 1961052400003 2 002
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal24 Januai2}lT
Ketua Program StudiFISIP UIN Jakarta
VT,Dr. Iding Rosyidin Hasan
NIP. 19701013 200501 1 00
ill
iv
ABSTRAKSI
Penyelenggaran otonomi daerah telah memberikan kebebasan bagi
pemerintah daerah untuk mengatur dan mengembangkan segala potensi di daerah-
daerah. Bentuk otonomi daerah terealisasikan dalam bentuk desentralisasi dan
dekonsentrasi yang diberikan pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah.
Kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah ini harus diimbangi
dengan kekuatan yang berlandaskan pada kepntingan masyarkat. DPRD sebagai
lembaga perwakilan rakyat di daerah merupakan lembaga yang berfungsi sebagai
reprensentasi kekuatan rakyat. Selain itu, fungsi dari DPRD sebagai check and
balances dari kekuasaan eksekutif tercermin melalui ketiga fungsinya yakni
fungsi legislatif, anggaran, dan pengawasansebagaimana diatur oleh undang-
undang dan peraturan DPRD yang sudah ditetapkan.
Ketiga fungsi DPRD menjadi menyimbang kekuasaan eksekutif dalam
melaksanakan berbagai kebijakan terutama yang berkaitan dengan keuangan yang
bersumber pada APBD. Tatakelola keuangan yang baik hanya bisa dinilai jika ada
mekanisme yang transparan dan akuntabel. Oleh karena itu, proses pengawasan
menjadi penting untuk melihat proses tatakelola keuangan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah. Pengawasan yang dilakukan DPRD terhadap tatakelola
keuangan merupakan bentuk dari usahanya untuk menjamin bahwa uang rakyat
yang terkumpul dalam APBD terealisasikan dengan efektif dan efesien. Bentuk
pengawasan yang dilakukan DPRD terhadap tatakelola keuangan dilakukan
melalui mekanisme hearing, sidak, kunjungan kerja, dan rapat-rapat yang
dilakukan DPRD baik dengan pemerintah ataupun dengan SKPD /OPD sebagai
pelaksana dan pengguna anggaran. Kerjasama yang baik antar anggota dewan dan
dengan pemerintah sangat penting dalam mencipatakan tatakelola yang baik
sehingga dapat tercapai tujuan pemerintah daerah yang Good and Clean
Governance.
Kata Kunci: Otonomi Daerah, DPRD, Pengawasan, Tatakelola Keuangan
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji syukur penulis panjatkan ke haribaan Allah SWT. yang berkat
rahmat dan inayah-Nya, penulis diberi kemampuan untuk menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Penelitian ini merupakan manifestasi ikhtiar intelektual
penulis atas khazanah pemikiran Ilmu Sosial dan Politik yang penulis dapat
selama belajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), khususnya Prodi
Ilmu Politik di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Di samping itu, penelitian ini
sebagai prasyarat kelulusan pendidikan sarjana di FISIP UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Sejak awal mula skripsi ini ditulis, hingga selesai, penulis telah melibatkan
banyak pihak yang secara langsung maupun tak langsung, baik materiil maupun
moril, telah menyumbangkan kontribusinya yang begitu berharga. Untuk itu, tak
lupa penulis haturkan ucapan terimakasih yang begitu mendalam kepada:
1. Prof. Dr. Zulkifli, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Jakarta).
2. Dr. Iding Rosyidin, MA selaku Ketua Prodi Ilmu Politik UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Suryani, M.Si selaku Sekretaris Prodi Ilmu Politik
4. Dra. Gefarina Djohan, MA selaku dosen pembimbing yang selalu
memberikan masukan, kritik, dan saran kepada penulis dari awal hingga
akhir penulisan skripsi ini.
vi
5. Kepada seluruh Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan ilmunya
kepada penulis serta dengan sabar telah mendidik dengan baik.
6. Kepada seluruh staff dan karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Kepada kedua Orangtuaku, Ibu dan Alm. Bapak dan juga kakak dan adik-
adikku yang selalu memberikan do’a serta nasihat kepada penulis. Serta
menjadi inspirasi bagi penulis untuk terus berusaha memberikan dan
melakukan yang terbaik. Terimakasih untuk semua doa dan dukungan baik
moral dan moril kepada penulis.
8. Untuk Sahabat-sahatbatku, Akhmad Baizuri S,Sos, Febri Darmawan
S.Kom, Shohibul Hilmi S,Hum, Lail Fajri, Taufik Akbar, A.
Fathurrahman, Jaka Firmansyah S,Kom.I, yang selalu memberikan saran
dan masukan ketika penulis merasa lelah. Serta menjadi sumber semangat
bagi penulis untuk tetap melanjutkan skripsi ini.
9. Untuk keluarga besarku, Ilmu Politik B 2011 UIN Jakarta, Khsusunya A.
Sidik Wibowo, Koento Pinandito, Roni Yuliansyah, Azim Ponto, M.
Jordan, Fadlyansyah, dan Ken Anggara C. Terima kasih telah membantu
dan menjadi keluarga yang hangat selama empat tahun ini, serta
memberikan keceriaan yang tidak terputus.
10. Untuk Annisa Kholis, wanita yang selalu memberikan suportnya disaat
penulis berada dititik jenuh, dengan senyum dan kata-kata
penyemangatnya.
vii
11. Kepada keluarga besar KKN LASKAR MATAHARI Kalian telah
memberikan warna serta pengalaman yang sangat berharga.
12. Kepada keluarga besar BAZNAS Kota Tangerang, yang telah memberikan
penulis kesempatan untuk berkarir dan berkarya.
13. Kepada KNPI dan BKPRMI Kec.Cipondoh yang memberikan ruang
kepada penulis untuk bisa mengabdi kepada masyarakat melalui kegiatan-
kegiatan yang dilaksanakan.
14. Terima kasih pula dari penulis kepada semua pihak yang telah banyak
membantu hingga skripsi ini terselesaikan.
Penulis memohon agar segala jerih payah dan dukungan mereka akan
dicatat sebagai amal baik dan mendapat balasan pahala dari Allah SWT. Besar
harapan penulis agar skripsi ini dapat memberikan manfaat yang begitu besar bagi
banyak orang khususnya bagi para akademisi yang bergelut dengan ilmu-ilmu
politik.
Jakarta, 10 Januari 2017
Romlih
viii
DAFTAR TABEL
Tabel III.A.1. Visi Kota Tangerang……………………….......………….43
Tabel III.A.2. Misi Kota Tangerang ......................................................... 44
Tabel III.B.1. Daftar Nama Anggota DPRD Kota Tangerang .................. 48
Tabel III.B.1. Lanjutan Tabel Daftar Anggota DPRD .............................. 49
Tabel III.1.1 Daftar Nama Pimpinan DPRD ............................................. 49
Tabel III.1.2 Daftra Nama Komisi I DPRD Kota Tangerang ................... 50
Tabel III.1.3. Daftra Nama Komisi II DPRD Kota Tangerang ................. 51
Tabel III.1.4. Daftra Nama Komisi III DPRD Kota Tangerang ............... 52
Tabel III.1.5.Daftra Nama Komisi IV DPRD Kota Tangerang ................ 53
Tabel III.3.1. APBD Kota Tangerang Tahun 2014 ................................... 59
Tabel III.3.1. Lanjutan Tabel APBD Kota Tangerang Tahun 2014......... 60
Tabel III.3.2. APBD Kota Tangerang Tahun 2015 ................................... 61
Tabel III.3.2. Lanjutan Tabel APBD Kota Tangerang Tahun 2015.......... 62
1
ix
DAFTAR SINGKATAN
UUD = Undang Undang Dasar
DPRD =Dewan Perwakilan Rakyta Daerah
PERDA = Peraturan Daerah
DPR =Dewan Perwakilan Rakyat
APBN = Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
APBD =Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
GBHN = Garis – Garis Besar Haluan Negara
KPU = Komisi Pemilihan Umum
DCT = Daftar Caleg Tetap
SKPD =Satuan Kerja Perangkat Daerah
OPD =Organisasi Perangkat Daerah
BPK =Badan Pemeriksa Keuangan
LHP =Laporan Hasil Pemeriksaan
KUA =Kebijakan Umum APBD
PPAS =Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
BLUD =Badan Layanan Umum Daerah
RKPD =Rencana Kerja Pembangunan Daerah
LPJ =Laporan Pertanggungjawaban
LKPJ =Laporan Keterangan Pertanggungjawaban
BUMD =Badan Usaha Milik Daerah
IMB =Ijin Mendirikan Bangunan
BPMP2T =Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan Terpadu
RSUD =Rumah Sakit Umum Daerah
x
PBB = Pajak Bumi dan Bangunan
BPHTB = Bea Per-Olehan Hak atas Tanah dan Bangunan
PDN = Penerimaan Dalam Neeri
LSM =Lembaga Swadaya Masyarakat
KUNKER =Kunjungan Kerja
SIDAK = Inpeksi Mendadak
PAD =Pendapatan Asli Daerah
DAU =Dana Alokasi Umum
DAK =Dana Alokasi Khusus
xi
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME...............................................i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI……………………...........ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI…………………………iii
ABSTRAKSI…………………………………………………………….iv
KATA PENGANTAR ............................................................................... v
DAFTAR ISI ............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL .................................................................................. viii
DAFTAR SINGKATAN...........................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah ............................................................. 1
B. Pertanyaan Penelitian ........................................................ 11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................... 11
D. Tinjauan Pustaka ............................................................... 12
E. Metode Penelitian .............................................................. 13
F. Sistematika Penulisan ....................................................... 15
BAB II LANDASAN TEORI
A. Teori Trias Politica................................................................18
B. Teori Legislatif......................................................................24
1. Fungsi Legislasi..............................................................24
2. Fungsi Anggaran............................................................25
3. Fungsi Pengawasa..........................................................27
C. Teori Pemerintahan Daerah...................................................29
a). Dekonsentrasi ..................................................................37
b). Delegasi Kepada Penguasa Otorita..................................38
c). Devolusi Kepada Pemerintah Daerah..............................38
d). Pemindahan Fungsi dari Pemerintah Kepada Swasta…..38
BAB III Gambaran Umum DPRD dan APBD Kota Tangerang
A. Gambaran Umum Kota Tangerang.......................................40
1.Visi dan Misi Kota Tangerang............................................42
a). Visi Kota Tangerang.....................................................42
b). Misi Kota Tangerang....................................................43
B. Gambaran Umum DPRD Kota Tangerang............................45
1. Komisi-Komisi DPRD Kota Tangerang............................49
a). Komisi I Bidang Pemerintahan......................................50
b). Komisi II Bidang Kesra.................................................51
c). Komisi III Bidang Ekonomi dan Keuangan..................52
d). Komisi IV Bidang Pembangunan..................................53
C. APBD Kota Tangerang..........................................................54
1. Pendapatan Daerah.............................................................64
xii
a). Pajak Daerah.....................................................................65
b). Retribusi Daerah............................................................66
c). Bagian Laba Pengelolaan Aset Daerah.........................67
d). Lain - Lain PAD yang Sah............................................68
2. Dana Perimbangan.............................................................68
a). Dana Bagi Hasil...........................................................69
b). Dana Alokasi Umum...................................................69
c). Dana Alokasi Khusus.............................................…..71
d). Dana Lain-Lain yang Sah............................................72
BAB IV Pelaksanaan Fungsi PengawasanDPRD Kota Tangerang Pada
Tatakelola Keuangan Daerah
(APBD) Tahun Anggaran 2015
A. Ruang Lingkup Pengawasan………..………………….....74
B. Mekanisme Pengawasan dan Strategi Pengawasan............81
1. Proses Pengawasan…………………………………...81
a. Tahap Perencanaan………………………………...83
b. Tahap Pelaksanaan………………………………...85
c. Tahap Pertanggungjawaban……………………….87
2. Bentuk Pengawasan .................................................... 89
a. Kunker…………………………………………….89
b. Hearing……………………………………………90
c. Sidak………………………………………………90
d. Rapat Kerja dengan Mitra Kerja………………….91
C. Tantangan dan Hambatan dalam Proses Pengawasan……92
1. Kemampuan Anggota Dewan dalam menjalankan
Fungsi dan Perannya .................................................. 92
2. Sulitanya Koordinasi antar Anggota ...................... ....93
3. Banyak Kepentingan antar Fraksi.... ..................... .....94
D. Analisis Kritis Terhadap Pola Penanganan Kaitannya
dengan Fungsi Pengawasan.................................................95
1. Tidak Transparans.…………………………………….95
2. Mekanisme Pelaporan Kinerja Tidak Jelas…....……....96
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................ 98
B. Saran ................................................................................ 100
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 102
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Tumbangnya Orde Baru pada tahun 1998 membawa banyak perubahan
terhadap pelaksanaan check and balances di Indoensia. Salah satu betuk
perubahan itu tersebut adalah penataan kembali peran dan fungsi lembaga-
lembaga eksekutif, legislatif, dan yudukatif. Empat amademen UUD 1945 yang
telah dilakukan tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002 merupakan dasar hukum bagi
pengembalian fungsi kekuasaan Trias Politika dan pelaksanaan check and
balances tersebut.1
Perubahan pemerintahan di Indonesia dari sentralisasi menjadi desentralisasi
pasca runtuhnya rezim Orde Baru, memberikan keleluasaan bagi pemerintah
daerah untuk mengatur dan mengelola pemerintahannya secara otonom. Bentuk
dari otonomi dilihat pembagian kekuasaan negara (secara vertikal) dibentuk
daerah daerah yang bersifat otonom dengan bentuk dan susunan pemerintahannya
diatur dalam undang-undang. Adapaun tugas keduanya tetap terbingkai dalam
satu kesatuan dengan Pemerintah Pusat menyelenggarakan pemerintahan nasional
dan pemerintah daerah menyelenggarakan pemerintahan di daerah.2
Dalam bentuk hubungan inilah kemudian pemerintah perlu melaksanakan
pembagian kekuasaaan kepada pemerintah daerah yang dikenal dengan istilah
desentralisasi, yang bentuk dan tata cara penyelenggaraanya berdasarkan
1 Miriam Budiardjo, Dasar- Dasar Ilmu Politik, edisi revisi, (Jakarta:Gramedia Pustaka
Utama, 2007), h. 290 2 Bambang Yudhoyono, Otonomu Daerah : Desentralisasi dan Pengembangan SDM
Aparatur Pemda dan Anggota DPRD, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), h.20
2
ketentuan-ketentuan di dalam undang-undang. Sebagaimana telah ditetapkan oleh
Undang – Undang Dasar 1945 yang diatur dalam Undang – Undang Nomor 22
Tahun 1999 yang kemudian mengalami pergantian perubahan menjadi Undang –
Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan mengalami perubahan menjadi Undang-
Undang 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah yang menjadi landasan
hukum dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah. 3
Otonomi daerah dan desentralisasi dalam konteks bahasa sistem
penyelenggaraan pemerintahan sering digunakan secara campur aduk. Kedua
istilah tersebut secara akademik bisa dibedakan, namun secara praktis dalam
penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dipisahkan. Bahkan menurut sebagian
kalangan otonomi merupakan desentralisasi itu sendiri. Desentralisasi adalah
pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah.4
Dalam makna yang lebih sempit otonomi dapat diartikan sebagai “mandiri”,
sedangan dalam pengertian yang lebih luas diartikan sebagai “berdaya”. Dengan
demikian otonomi daerah diartikan sebagai bentuk kemandirian suatu daerah
dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan
daerahnya.5 Tujuannya jelas agar daerah dapat mempercepat pembangunan daerah
berdasarkan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah.
3 Haw Widjaja, “Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia, Dalam Rangka Sosialisasi UU
No. 23Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h., 16. 4 Dede Rosyada, dkk., Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi, Hak
Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN syarif HIdayatullah Jakarta, 2003),
Edisi Revisi, h. 149. 5 Dede Rosyada, dkk., Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi, Hak
Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN syarif HIdayatullah Jakarta, 2003),
Edisi Revisi,h., 150.
3
Otonomi daerah diberikan melalui desentralisasi politik dan desentralisasi
administratif.6 Desentralisasi politik dimuat dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD)7, yang salah satu disebutkan mengenai kepala daerah dan DPRD secara
demokratis melalui pemilu langsung. Sementara itu desentralisasi administrasi
atau yang disebut dengan istlah dekonsentrasi yaitu pelimpahan wewenang
administrasi dari pemerintah pusat kepada pejabat daerah gubernur/walikota atau
instansi vertikal diwilayah tertentu sebagai perwakilan kekuasaan pemerintah
pusat. Hal ini bertujuan untuk mendekatakan masyarakat dengan pelayanan
pemerintah .8
Dari sisi pemerintahan daerah, satu perubahan fundamental dibandingkan,
sistem yang berlaku sebelumnya adalah dipisahkannya lembaga eksekutif yaitu
Kepala Dearah beserta perangkat Daerah yang kemudian disebut Pemerintahan
Daerah, dan lembaga legislatif daerah yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Dearah
(DPRD) dalam kerangka pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata dan
bertanggung jawab. Selain itu, pelaksanaan otonomi daerah harus didasari atas
kebutuhan-kebutuhan masyarakat di daerah serta berdasarkan nilai-nilai kearipan
lokal yang ada di derah tersebut.
Perubahan ini dimaksud sebagai upaya mewujudkan demokrasi dan
demokratisasi yang merupakan saripati dari agenda reformasi. Kepada pemerintah
daerah diberikan fungsi-fungsi implementasi kebijakan publik yang meliputi
6 Willy R. Tjandra, Praktis Good Governance, (Sewon Bantul: Pondok Edukasi, 2006),
h., 6. 7 Selanjutnya disebut dengan DPRD
8 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
4
aspek pelayanan, perlindungan, dan pemberdayaan masyarakat. Sedangkan,
DPRD diberikan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan terhadap pelaksanaan
fungsi-fungsi Pemerintahan Daeah dan institusi politik diharapkan dapat
berlangsung secara transparan dan akuntabel.9
Optimalisasi kinerja DPRD semakin ditunjukan melalui perubahan undang-
undang yang berkaitan dengan peran dari DPRD itu sendiri. Hal ini yang
tercermin dari UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diganti
oleh UU No. 32 Tahun 2004, kemudian diperbaharui oleh UU No.12 Tahun
2008, dan yang terkahir UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan
DPRD10
, selaku penyelenggara pemerintahan daerah. Sebagai unsur pemerintahan
daerah pada dasarnya kedudukan Pemerintah Daerah (eksekutif) dan DPRD
(legisilatif) adalah sama, yang membedakan adalah fungsi, tugas, dan wewenang
serta hak dan kewajibannya. Karena itu hubungan yang harus dibangun antara
Pemerintah Daerah dan DPRD adalah hubungan kemitraan dalam rangka
mewujudkan Pemerintahan Daerah yang baik (good local governance).11
Melihat eksistensi lembaga DPRD di era otonomi daerah, maka sudah
sepantasnya DPRD dapat melaksanakan fungsi-fungsi yang dimilikinya secara
lebih optimal. Beberapa fungsi yang dimiliki oleh DPRD, pertama fungsi legislasi,
tugas utama legislatif terletak di bidang perundang-undangan, untuk membahas
9 Bambang Yudhoyono, Otonomu Daerah: Desentralisasi dan Pengembangan SDM
Aparatur Pemda dan Anggota DPRD, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), h. 50 10
Otong Rosadi, “ Opimaslisasi Peran DPRD Dalam Bidang Pengawasan, Menurut
Undang Undang Nomor 23 Tahun2014 Tentang Pemerintah Daerah”, makalah diakses pada 1
september 2014 dari http://otongrosadi.com/read-157-optimalisasi-fungsi-pengawasan-dprd-
menurut-uu-no-23-tahun-2014.html. 11
Nurul, Uswatun Hasanah, Fungsi Pengawasan DPRD Provinsi DIY Terhadap Laporan
Keterangan Pertangungjawaban Gubernur Atas APBD Tahun Anggaran 2009-2011, (Skripsi S1
Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), h., 2.
5
rancangan undang – undang daerah (Perda). Kedua, fungsi pengawasan badan
legislatif berkewajiban untuk mengawasi aktivitas badan eksekutif, agar sesuai
dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Pengawasan dilakukan melalui sidang
dan melalui hak-hak kontrol yang khusus, seperti hak bertanya, interpelasi, hak
angket dan mosi tidak percaya.12
Fungsi terakhir dari DPRD adalah fungsi anggaran, yaitu menyusun dan
menetapkan APBD yang didalamnya termasuk anggaran untuk pelaksanaa fungsi
DPRD. Peran Pemerintah daerah dan DPRD dalam mengelola keuangan sangat
penting untuk mewujudkan pemerintahan yang efektif, efesien, transparan dalam
rangka memberikan pelayanan terbaik bagi maskyarakat.13
Tatakelola keuangan daerah merupakan implementasi dari otonomi daerah.
Sumber-sumber dari keuangan daerah meliputi: Pendapatan Asli Daerah (PAD),
yang bersumber dari penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan
daerah, dan lain-lain yang sah. Adapula dana perimbangan, pinjaman, hasil
pengelolaan kekayaan daerah, dana hibah, dana darurat dan penerimaan lainnya,
dana pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Sumber keuangan daerah
yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara, seperti Dana Alokasi
Khusus (DAK), dan Dana Alokasi Umum (DAU), keduanya berasal dari APBN
untuk membantu membiayai kebutuhan daerah.14
12
Miriam Budiardjo, Dasar- Dasar Ilmu Politik, edisi revisi, (Jakarta:Gramedia Pustaka
Utama, 2007), h. 323-326 13
Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI), Lembaga Perwakilan
Rakyat Di Indonesia : Studi dan Analisis Sebelum dan Setelah Perubahan UUD 1945, (Jakarta:
FORMAPPI, 2005), h. 241. 14
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, (Jakarta:
Grasindo, 2007),h., 182 dan 194-195.
6
Keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang
dapat dinilai dengan uang, juga segala sesuatu baik berupa uang maupun barang
yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki dan atau dikuasai
oleh daerah atau Negara yang lebih tinggi, serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan
perundang-undangan.15
PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah pada pasal 1 ayat (5) menegaskan bahwa: Keuangan Daerah adalah semua
hak dan kewajiban daerah rangka penyelenggaran pemerintah daerah yang dapat
dinilai uang, termasuk di dalamnya semua bentuk kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam rangka Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD).16
Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya harus ada pihak-pihak yang dapat
mengawasi proses dari kegiatan APBD17
, dan DPRD sebagai pihak yang
berwenang dalam melakukan pengawasan menjadi bagian yang tak dapat
dipisahkan mengingat fungsi pengawasan merupakan salah satu fungsi yang
melekat pada DPRD .
Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, pinata usahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan
pengawasan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 20013 pasal 3 meliputi
kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, azas umum dan struktur APBD,
penyusunan rancangan APBD, penetapan APBD, penyusunan dan penetapan
15
Hendra Karinga, Politik Hukum: Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, (Jakarta:
Kencana, 2013), h. 143 16
Peraturan Pemerintah No. 5 ayat 1 pasal 5 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah 17
Selanjutnya disebut dengan APBD
7
APBD bagi daerah yang belum memiliki DPRD, pelaksanaan APBD, perubahan
APBD, pengelolaan kas, penatausahaan keuangan daerah, akuntansi keuangan
daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pembinaan dan pengawasan
pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah, dan pengelolaan keuangan
BLUD.18
Pengawasan pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan DPRD bersifat
pengawasan terhadap sejauhmana sasaran yang ditetapkan APBD bisa tercapai. Di
tahap pengawasan ini, berbagai laporan pelaksanaan APBD diproses dengan
melakukan evaluasi terhadap laporan tersebut, yang sekaligus dapat dipergunakan
sebagai penilaian pertanggungjawaban kepala daerah. DPRD dapat
mempergunakan keuangan ini sebagai salah satu indikator untuk menerima dan
menolak laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah.19
Mekanisme pengendalian atau pengawasan atas pengelolaan keuangan
daerah oleh DPRD kepada Pemerintah Daerah pada hakekatnya merupakan
pertanggungjawaban (akuntabilitas) Pemerintah Daerah kepada masyarakat.
Fungsi pengawasan terhadap alokasi APBD dilakukan lembaga legislatif terhadap
berbagai penggunaan dana daerah pada setiap kesempatanya. Meskipun secara
formal laporan pemerintahan daerah dituangkan dalam bentuk laporan triwulan
dan tahunan, namun lembaga legislatif dapat menggunakan berbagai media,
masyarakat, ataupun informal dari pemeritahan daerah untuk mengawasi berbagai
implementasi APBD oleh Pemerintah Daerah.
18
BPKAD, Pengelolaan Anggaran Daerah, diakses pada 1 September 2015. http://bpkad.natunakab.go.id/index.php/2014-05-21-00-44-45/64-anggaran/87-pengelolaan-keuangan-daerah-dan-apbd.
19 Hanif Nurcholis, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, (Jakarta:
Grasindo, 2007),h., 208.
8
Pertanggungjwaban penggunaan dana publik pada dasarnya
mempertimbangkan dua aspek; (1) Aspek legalitas anggaran daerah, setiap
transaksi yang dilakukan dalam APBD harus dapat dilacak otoritas legalnya, dan
(2) Aspek pengelolaan dan pertanggungjawaban, pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan daerah dilaksanakan secara baik, termasuk
perlindungan aset fisik dan finansial, mencegah terjadinya pemborosan dan salah
urusan.20
APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan
bedasarkan peraturan pemerintah tentang APBD.21
APBD merupakan salah satu
aspek penting yang akan menentukan keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah
dan desentralisasi. Untuk mewujudkan otonomi daerah dan desentarlisasi yang
luas, nyata dan bertanggung jawab diperlukan manajemen keuangan daerah yang
mampu mengontrol kebijakan keuangan daerah secara ekonomis, efesien, efektif,
transparan, dan akuntabel. Sehinga tujuan dari penyelenggaran otonomi daerah itu
visa tercapai secara maksimal.
Kelancaran proses penyusunan dan pelaksanaan APBD serta pelaporan
pertanggungjwaban atas APBD yang Pemerintah Daerah lakukan, harus
berpedoman kepada prinsip-prinsip penyusunan APBD yang telah ditetapkan.
Seperti, disiplin anggaran, kebijaksanaan anggaran berimbang yang dinamis, tertib
anggaran, dan pelaksanaan yang makin terarah dengan pola rencana yang jelas.
Hal ini dilakukan karena pengelolaan anggaran yang baik, memainkan peranan
20
H.A Kartiwa, “Proses Penyusnan Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
dan Arah Kebijakan Umum”, dokumen di unduh pada 1 September 2015 dari
http//pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/05/proses_penyusunan_anggaran_apbd2.pdf. 21
Haw Widjaja,Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2007), h., 147
9
penting dalam meningkatkan dan mewujudkan aktivitas untuk pelayanan publik.
22
Semenjak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia, banyak daerah
mengalami perkembangan baik dari segi ekonomi, politik, sosial dan budaya.
Inisiatif, kreativitas serta kerja sama yang baik antar Pemerintah Daerah, DPRD
dan partisipasi aktif masyarakat menjadi hal penting dalam mencapai keberhasilan
otonomi daerah.
Kota Tangerang sebagai salah satu kota diprovinsi Banten dan kota
penyangga ibu kota di Indonesia, telah memaksimalkan penyelenggaraan otonomi
daerah dalam rangka membangun wilayahnya melalui pemerintahan yang efektif,
efesien, transparan dan akuntabel. Semua pencapaian itu merupakan hasil kerja
sama yang baik antara Pemerintah Daerah dan DPRD di Kota Tangerang. Melalui
visi Kota Tangerang, yakni terwujudnya Kota Tangerang Maju, Mandiri, Dinamis,
Sejahtera, dan Berakhlakul Karimah. Dan misi Kota Tangerang yang diantaranya,
Mewujudkan tata pemerintahan yang baik, akuntabel, dan transparan dengan
dukungan birokrasi yang berintegritas, kompeten, dan profesional. Serta
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berdaya saing tinggi.23
Demi tercapainya visi misi Kota Tangerang, penyelenggaran dan perbaikan
selalu dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD Kota Tangerang dalam
segala bidang, termasuk di dalamnya tata kelola keuangan daerah. Keuangan
daerah memiliki peran yang fundamental dalam pembangunan suatu daerah. Oleh
22
Rahardjo Adisasmita, Pengelolaan Pendapatan dan Anggran Daerah, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2011), h. 9 23
Visi Misi Pemerintah Kota Tangerang, dokumen di unduh pada 1 September 2015 dari
http://www.tangerangkota.go.id/profil-kota-tangerang
10
karena itu, keberadaan keuangan daerah harus dikelola dan diawasi pengunaannya
dengan baik dan transparan. DPRD sebagai perangkat pemerintahan memiliki
peranan khusus dalam proses pengawasn keuangan daerah (APBD) agar
penggunaannya tepat sasaran dan sesuai dengan perencanaan.
Pencapaian dari kinerja Pemerintah Daerah dan DPRD Kota Tangerang,
dapat dilihat dari penghargaan yang diperolehnya dalam bidang Keuangan, seperti
penghargaan pengelolaan keuangan terbaik, Wajar Tanpa Pengecualian (WTP),
sebanyak delapan kali berturut-turut dari Pemerintah Republik Indonesia.
Penghargaan ini menunjukan bahwa pemerintahan Kota Tangerang berhasil
mengelola keuangan daerahnya dengan baik. Melalui kerjasama Pemerintah
Daerah dan DPRD Kota Tangerang dari mulai perencanaan, pelaksanaan, serta
pengawasan yang dilakukan dan terakhir laporan keuangan daerah.24
Selain alasan obejektifitas diatas, alasan subjektifnya adalah penulis lahir
dan besar di Kota Tangerang, dengan adanya penelitian ini penulis berharap dapat
berguna dan bermanfaat bagi masyarakat Kota Tangerang dan khususnya bagi
Pemerintahan Kota Tangerang dalam menjalakan roda pemerintahan. Berdasarkan
uraian di atas, maka penulis ingin membahas lebih lanjut melalui penelitian
dengan memilih judul : “Fungsi Pengawasan DPRD Studi Peran Terhadap
Tata Kelola Keuangan Pemerintah Daerah Kota Tangerang Tahun
Anggaran 2015”.
24
Profil Pemerintah Kota Tangerang, dokumen di unduh pada 1 September 2015 dari
http://www.tangerangkota.go.id/profil-kota-tangerang.
11
B. Rumusan Masalah
Luasnya pembahasan mengenai DPRD Kota Tangerang dalam mengawasi
tata kelola keuangan pemerintah, maka peneliti memberikan batasan masalah
agar pembahasannya lebih terarah. Adapun perumusan masalah dalam skripsi
ini dikemas kedalam beberapa pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana mekanisme implementasi fungsi pengawasan yang
dilakukan DPRD Kota Tangerang terhadap tata kelola keuangan
pemerintah daerah?
2. Langkah-langkah apa saja yang dilakukan DPRD Kota Tangerang
dalam melakukan pengawasan Keuangan Daerah Kota Tangerang?
C. Tujuan dan Manfaat Masalah
1 Tujuan Penelitian
Merujuk pada latar belakang yang telah dijabarkan dalam penelitian ini,
peneliti memiliki dua tujuan. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian
ini adalah :
1. Untuk mendeskripsikan implementasi dari peran dan fungsi pengawasan
DPRD di Pemerintahan Kota Tangerang.
2. Untuk menjelaskan langkah-langkah DPRD Kota Tangerang dalam
pengawasan penyusun laporan keuangan Pemerintahan Daerah.
2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapakn mampu menambah khazanah pengetahuan yang
ada. Selain itu, tentu menjadi sebuah literatur untuk mengetahui implementasi
fungsi DPRD dalam proses pengawasan penyusunan dan laporan keuangan
daerah.
12
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan skripsi ini penulis merujuk pada skripsi-skripsi ataupun
penelitian-penelitian sebelumnya yang pernah membahas seputar DPRD. Berikut
beberapa review yang menyinggung mengenai bahasan DPRD:
1. Ilham Fahma Setiawan dari UIN Jakarta 2014, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Program Studi Ilmu Hukum, dengan judul skirpsi “Pelaksanaan Fungsi
Pengawasan DPRD Periode 2009-2014 Terhadap Pengelolaan Anggaran
Pendapatan Dan Belaja Daerah Kabupaten Subang. Dalam skripsi ini,
pembahasan terfokus pada pelaksanaan pengawasan DPRD mengacu pada
undang-undang yang mengatur mengenai fungsi dari pengawasan oleh DPRD
dan melihat kesesuaian dalam proses pengawasan dengan hukum yang
berlaku.
Selain itu, skripi ini juga membahas kinerja dari DPRD yang masih kurang
efektif karena beberapa hambatan di antaranya, masih adanya kepentingan politik
di kalangan DPRD Kabupaten Subang, kurangnya teknologi dalam melakukan
pengawasan, serta kemampuan teknik anggota DPRD Kabupaten Subang dalam
pengawasan pengelolaan anggaran menjadi hasil temuan akhir dalam skripsi ini.
Berbeda dengan penelitian skripsi ini, penulis berkonsentrasi pada
implementasi fungsi dan peran pengawasan DPRD pada proses tata kelola
keuangan Pemerintah Daerah Kota Tangerang untuk melihat langkah-langkah
yang dilakukan DPRD Kota Tangerang dalam melakukan fungsi pengawasannya.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Sahlawati, UIN Jakarta 2010, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Politik, dengan Judul :”DPRD
Dalam Otonomi Daerah Studi Analisis Terhadap Peran DPRD Kota Bekasi
13
dalam Penyusunan dan Pengawasan Peraturan Daerah Tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Publik”.
Skripsi Sri Sahlawati memfokuskan pembahas tentang bagaimana peran
DPRD Kota Bekasi dalam penyusunan dan pengawasan Peraturan Daerah tentang
pelayanan publik. Hasil dari penelitian ini berusahan melihat efektivitas dari
fungsi DPRD Kota Bekasi dalam melakukan pengawasan terhadap peraturan-
peraturan daerah yang dihasilkan yang terkait dengan pelayanan publik.
Beradasarkan telaah pustaka yang dipaparkan di atas, penulis melihat ada
beberapa kajian yang mengupas tentang DPRD. Beberapa kajian tersebut meneliti
DPRD berdasarkan optimalisasi, peran dan dasar hukum pengawasan yang
dilakukan oleh DPRD. Berbeda dari penelitian sebelumnya yang mengakaji fungsi
DPRD Kota Bekasi dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap tentang
pelayanan publik, skripsi yang penulis susun ini lebih fokus secara spesifik
terhadap permasalahan Implementasi fungsi Pengawasan DPRD Kota Tangerang
terhada tatakelola keuangan daerah di Kota Tangerang Tahun 2014 merupakan
tema yang lebih khusus yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan di
bidang tata kelola keuangan.
E. Metode Penelitian
Pada bagian ini penulis menjelaskan secara rinci tentang hal-hal yang terkait
dengan metode penelitian dari skripsi ini, yaitu :
1. Jenis Penelitian
Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang
dalam mengumpulkan datanya menggunakan tekhnik menganalisa buku-buku
14
untuk mendapatkan data-data teoritis yang terkait dengan bahasan pokok seperti
teori legislatif, pemerintahan daerah, otonomi daerah, dan yang berkaitan dengan
keuangan daerah. Oleh karenanya dalam menggali data-data teoritis tekhnik yang
digunakan adalah studi pustaka (library reseach) yaitu dengan mengumpulkan
bahan bacaan berupa buku-buku primer dan sekunder yang secara langsung
terkait dengan bahasan penelitian.
Penelitian ini termasuk salah satu jenis penelitian deskriptif analitis dengan
menggunakan metode deskriftik analaitik, yaitu suatu pendekatan yang
mendeskripsikan atau mengurai unsur-unsur yang berkaitan dengan tema
penelitian kemudian menganalisanya sehingga diperolah data yang pasti. Dengan
mengolah data, subjektif, melakukan wawancara dan menggunakan teori.
2. Teknik Pengumpulan Data.
Untuk mengumpulkan data-data dalam penelitian skripsi ini, peneliti
menggunakan penelitian perpustakaan (library research), yaitu mengumpulkan
data-data karya ilmiah, buku – buku, media masa, jurnal, dan menggunakan
metode wawancara kepada narasumber yang berkaitan langsung dengan penelitian
ini, sebagai bahan referensi penulis dalam menelaah pembahasan. Observasi objek
penelitian secara langsung juga dilakukan untuk mendapatkan data yang akurat
dalam pembahasan penelitian ini.
3. Pengelolahan Data
Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan
data dengan cara memeriksa informasi yang diperoleh dari sumber-sumber yang
15
berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian. Kemudian menghubungkan
data-data tersebut sehingga dapat memperoleh hasil yang valid.
4. Teknik Analisis Data
Dari hasil penelitian yang telah dikumpulkan sepenuhnya dianalisis secara
kuanlitatif. Analisis data dilakukan secara berkesinambungan, diawali dengan
proses klarifikasi data agar tercapai konsistensi dilapangan dengan landasan
teoritis terhadapa informasi dilapangan, dengan mempertimbangkan pertanyaan-
pertanyaan yang sangat memungkinkan dianggap mendasar dan universal.
Kemudian peneliti dalam menganalisis berkeinginan untuk memberikan
gambaran atau pemamparan atas subjek dan objek penelitian sebagaimana
penelitian yang dilakukan dan menarik kesimpulan terhadap hasil penelitian.
5. Teknik Penulisan
Secara umum, teknik penulisan skripsi ini mengacu pada buku Panduan
Penulisan Proposal dan Penulisan Skripsi yang disusun oleh Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada penelitian ini terbagi menjadi beberapa bab. Dan
disetiap bab tedapat beberapa sub bab.
BAB I dibagi menjadi beberapa sub bab, yakni pertanyaan penelitian, maksud dan
tujuan, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoritis, metode penelitian,
dan yang tekahir adalah sistematika penelitian.
BAB II berisikan kerangka teoritis mengenai pembagian kekuasaan antara
legislatif dan eksekutif, kemudian diperdalam dengan teori legislatif dan secara
16
terperinci membahas teori fungsi pengawasan. Selain itu teori otonomi daerah
dimaksudkan untuk melihat pola hubungan, sturktur, fungsi dan peran antara
pemerintahan pusat dan derah.
BAB III merupakan analisis dan tinjauan terhadap anggran daerah, diawali
dengan gambaran umum mengenai Kota Tangerang, yang meliputi sejarah, profil
(visi misi), profil DPRD Kota Tangerang, kemudian tinjauan anggaran daerah
(APBD) berdasarkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan,
pinjaman, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah, dan lain-lain. Serta Sumber
Keuangan Daerah yang berasal dari Dana Alokasi umum (DAU) dan Dana
Alokasi Khusus (DAK).
BAB IV merupakan pembahasan inti penelitian ini, menjawab permasalahan
dalam penelitian, dengan memberikan deskripsi dari bentuk dari fungsi DPRD
Kota Tangerang pada tataran pengawasan tata kelola keuangan di Kota
Tangerang tahun 2015, dimulai pada proses penyusuan keuangan daerah,
pelaksanaan keuangan daerah, dan laporan pertanggungjawaban keuangan daerah.
Pembahasan selanjutnya melihat langkah-langkah dan bentuk pengawasan yang
dilakukan oleh DPRD Kota Tangerang, serta melihat tantangan dan hambatan
yang dialami DPRD Kota Tangerang dalam menjalankan fungsi pengawasan.
BAB V berisi tentang kesimpulan dari penelitian yang dilakukan. Penulis akan
menyimpulkan gambaran besar dari penelitian yang ada. Setelah kesimpulan, akan
ditulis daftar pustaka dari referensi-referensi yang dipakai oleh penulis sebagai
sumber untuk menambah data dari penelitian yang sedang dilakukan.
17
18
BAB II
KERANGKA TEORITIS
A. Teori Trias Politika
Kemunculan teori pemisahan kekuasaan merupakan antitesa dari monarki
absolut yang ada sejak abad pertengahan. Monarki absolut merupakan bentuk
kekuasaan yang didasarkan pada kekuasaan raja yang bersifat ilahiah, karena
itulah kekuasaan raja dianggap suci dan sakral, sehinga melawan kekuasaan raja
berarti melawan terhadap ajaran agama (Tuhan). Bentuk kekuasaan yang absolut
mengakibtkan terjadinya kekejaman serta tindakan kesewang-wenangan dari para
raja dan penguasa (negara). Kondisi tersebut menjadi pemicu pertentangan antara
penguasa atau raja dengan rakyat sehingga konflik sosial akan terus ada selama
bentuk kekuasaan monarki absolut masih berlangsung. Hal ini sudah menjadi
perdebatan di kalangan filosof, ada yang mendukung bentuk kekuasaan yang
absolut dan ada pula yang menentangnya seperti Jhon Locke dan Montesque.25
Jhon Locke (1632-1704) merupakan salah satu filsuf bekebangsaan Inggris
yang menentang kekuasaan monarki absolut karena dianggap betentangan dengan
prinsip-prinsip civil society (masyarakat madani). Karyanya yang berjudul Two
Treatises of Goverment, menjadi bukti perlawannannya terhadap monarki absolut.
Menurut Locke, kekuasaan merupakan produk perjanjian sosial (kontrak sosial)
antara warga masyarakat dengan penguasa negara. Hal ini terjadi agar manusia
dapat hidup dalam keadaan alamiah dimana kedamaian, kebajikan, saling
25
Miriam Budiardjo, Dasar- Dasar Ilmu Politik, edisi revisi, (Jakarta:Gramedia Pustaka
Utama, 2007), h. 111
19
melindungi, penuh kebebasan, serta tidak adanya rasa takut dan penuh kesetaraan
dalam menjalankan kehidupannya dapat dirasakan.26
Salah satu asas dari dari ide kemunculan kontrak sosial adalah pemikiran
bahwa dunia dikuasai oleh hukum yang berasal dari alam (nature) yang
mengandung prinsip-prinsip keadilan yang universal: artinya berlaku untuk semua
manusia tanpa melihat status sosial manusia tersebut. Hukum ini dinamakan
Hukum Alam (Nature Law).27
Keberadaan negara diperlukan untuk mewujudkan keinginan dari
masyarakat tersebut. Pemikiran Locke tentang terbentuknya negara merupakan
hasil dari kepercayaan rakyat kepada penguasa untuk memerintah mereka dan
melindungi keadaan alamiah mereka melalui kontrak sosial, dimana rakyat
menyerahkan hak-hak alamiah, melindungi harta dan jiwa setiap individu sebagai
usaha melindungi keberlangsungan hidup, kebebasan dan kekayaan. Atas dasai ini
kekuasaan yang terbentuk akan mendapatkan legitimasi langsung dari rakyat.28
Dalam pemikiran Barat, Locke adalah peletak dasar liberalisme. Di Prancis,
gagasan liberal Locke dipertahankan oleh Volteire melalui karyanya Letters
Philosophique (surat-surat filsafat). Gagasan juga mempengaruhi pandangan
Montesque, sedangkan di mata Hegel, Marx dan Rousseu pandangan Locke
menjadi perhatian pemikiran dalam sikap sangat kritis dan tajam. Sejumlah
pandangan politiknya meliputi masalah supreme power (kekuasaan politik), civil
26
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat :Kajian Sejarah, Perkembangan Pemikiran
Negara, masyarakat dan Kekuasaan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), h., 186-190 27
Miriam Budiardjo, Dasar- Dasar Ilmu Politik, edisi revisi, (Jakarta:Gramedia Pustaka
Utama, 2007), h. 111 28
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat :Kajian Sejarah, Perkembangan Pemikiran
Negara, masyarakat dan Kekuasaan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), h., 196
20
society (masyarakat sipil), property right (hak kepemilikan) serta religious
tolerance (toleransi agama).29
Locke berbicara peran strategis konstitusi dalam membatasi kekuasaan
negara, karena di dalamnya terdapat aturan-aturan dasar pembatasan kekuasaan
dan hak asasi warga negara. hal ini merupakan upaya untuk mencegah timbulnya
negara yang absolut serta kekuasaan yang sentralistik. Oleh karena itu, Locke
merumuskan teori pemisahan kekuasaan politik pada tiga bentuk, pertama
eksekutif hanya terbatas dalam melaksakan undang-undang. Kedua, kekuasaan
legislatif yang berfungsi sebagai perumus undang-undang dan peraturan-peraturan
hukum fundamental negara. Legislatif merupakan manifestasi dari kekuasaan
rakyat, representasi dari semua kelas sosial. sebagai Contoh, di Inggris
menggunakan sistem bikameral yakni House of Commons dan House of Lord
dengan prinsip mayoritas lah yang menjadi penentu hasil kebijakan.30
Peraturan-peraturan atau undang-undang yang dibuat oleh legislatif
memiliki sifat mengikat terhadap eksekutif. Sehingga legislatif memiliki posisi
yang lebih tinggi dari eksekutif. Walawpun demikian, eksekutif memiliki hak
preogratif untuk melakukan preservation of all untuk kebajikan orang banyak. Hal
ini bisa terjadi karena legislatif tidak selalu dapat merumuskan peraturan secara
cepat.31
29
Firdaus Syam, Pemikiran Politik Barat; Sejarah, Filsafat, Ideologi, dan Pengaruhnya
Terhadap Dunia Ke-3, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007), h. 129 30
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat :Kajian Sejarah, Perkembangan Pemikiran
Negara, masyarakat dan Kekuasaan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), h.,200. 31
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat :Kajian Sejarah, Perkembangan Pemikiran
Negara, masyarakat dan Kekuasaan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), h.,200.
21
Ketiga, adalah kekuasaan federatif yang berkaitan dengan hubungan luar
negeri seperti perang, perdamaian, liga dan aliansi antar negara. Kekuasaan
federatif dalam pemikiran Locke masuk kedalam tataran eskekutif hanya saja
dipegang oleh orang berbeda. Bentuk hubungan yang independen antar- lembaga
kekuasaan negara betujuan untuk terbentuk check dan balances, yang intinya
untuk membentuk suatu sistem saling kontrol antar lembaga kekuasaan agar tidak
terjadi penyimpangan kekuasaan.32
Jika diperhatikan konsep Locke mengenai tiga kekuasaan, maka kelihatan
dalam konsep yang dirumuskannya belum sempurna. Kekuasaan federatif
sekarang dianggap satu dengan kekuasaan eksekutif, sedangkan lembaga yudikatif
belum disebut, betapapun ada satu pandangan dalam mengatur pemerintahan,
bahwa kekuasaan tidak lagi dalam satu tangan melainkan telah terbentuk pola
kekuasaan yang berimbang. Hal ini yang dapat memberikan penilaian bahwa
gagasan Locke berkesesuaian dengan konsep politik modern. Cita-cita
konstitusional Locke dapat disebut moderated monarchy (monarki moderat).33
Pada tahun 1748, filsuf Perancis, Montesqueiu mengembangkan lebih lanjut
pemikiran Locke dalam bukunya The Spirit of The Law. Karena melihat sifat
sewenang-wenang dari raja-raja Bourbon, Montesqueiu ingin menyusun suatu
sistem pemerintahan di mana warga negaranya merasa lebih terjamin hak-haknya.
32
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat :Kajian Sejarah, Perkembangan Pemikiran
Negara, masyarakat dan Kekuasaan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), h.,200 33
Firdaus Syam, Pemikiran Politik Barat; Sejarah, Filsafat, Ideologi, dan Pengaruhnya
Terhadap Dunia Ke-3, h. 137
22
Atas dasar hal tersebut kemudian Montesqueiu ingin memisahkan kekuasaan
pemerintah.34
Sedikit berbeda dengan Locke, Montesquieu (1689-1755) memisahkan
kekuasaan pada tiga bentuk kekuasaan politik, yaiu legislatif, eksekutif dan
yudikatif atau yang lebih dikenal dengan “Trias Politica”. Muncul pemisahan ini
bertujuan untuk menjamin kebebasan politik rakyat serta memberi pembatasan
kekuasan agar tidak terjadi kekuasaan mutlak.35
Kekuasaan legislatif menurut Montesquieu, merupakan lembaga yang
merumuskan undang-undang atau peraturan negara. Legislatif merupkan refleksi
kekuasaan rakyat berupa dewan rakyat, tetapi bukan orang-orang yang mewakili
rakyat yang ada pada zaman Yunani dan Romawi. Dewan rakyat dalam pemikiran
Montesquieu berperan sebagai mediator rakyat, komikator, agregator aspirasi, dan
kepentingan rakyat. Perbedaan konsep legislatif Locke dan Montesquieu terlihat
dari keduduakan legislatif yang berbeda, Locke beranggapan bahwa Legislatif
memiliki posisi lebih tinggi dibandingkan ekskutif. Sementara dalam pandangan
Montesquieu legislatif dan eksekutif berdiri pada posisi yang setara. 36
Kekuasaan eksekutif, berfungsi untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan
yang telah ditetapkan dalam badan legislatif dan menyelenggarakan undang-
undang yang telah dibuat oleh badan legislatif. Kekuasan politik ketiga menurut
Montesquieu adalah kekuasaan yudikatif, berfungsi untuk melakukan penindakan
34
Hendra Karianga, Politik Hukum: dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, ( Jakarta:
Kencana, 2013), h., 316 35
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat :Kajian Sejarah, Perkembangan Pemikiran
Negara, masyarakat dan Kekuasaan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), h.,228 36
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat :Kajian Sejarah, Perkembangan Pemikiran
Negara, masyarakat dan Kekuasaan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), h.,229
23
bagi pelanggar peraturan atau undang-undang. Prinsip yang harus dipegang dalam
kekuasaan yudikatif adalah bahwa dalam tiap negara hukum bdan yudikatif
haruslah bebas dari campur tangan badan eksekutif. hal ini bertujuan agar badan
yudikatif dapat berfungsi sebagimana seharusnya demi terciptakan penegakan
hukum dan keadalian serta menjamin hak-hak asasi manusia.37
Terlepas dari adanya sedikit perbedaan antara kedua teori pemisahan
kekuasaan menurut Locke dan Montesquieu, inti dari perlunya dilakukan
pemisahan kekuasaan adalah agar tidak terjadinya pemusatan kekuasaan dan
terbentuknya kekuasaan yang mutlak serta bersifat sentralistik. Sehingga tidak
terjadi tindakan kesewang-wenangan yang dilakukan penguasa (negara) terhadap
rakyat. Terciptanya kebebasan politik individu menjadi salah satu faktor
pendukung perlu adanya pembagian kekuasaan disuatu negara.
Konsep pemisahan kekuasaan yang kemukakan oleh Locke dan Mostequieu
banyak digunakan oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat termasuk
Indonesia sebagai negara berkembang. Indoneisa menggunakan Trias Politica
Montesquieu dalam pemisahan kekuasaan dengan mengunakan tiga bentuk
kekuasaan, yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Di era modernisasi dan demokratisasi sekarang ini, peranan ketiga lembaga
ini menjadi sangat penting untuk membentuk suatu negara yang diidamkan oleh
rakyat. Partisipasi rakyat yang dalam sistem demokrasi menjadi pemegang penuh
kekuasaan berhak menentukan para wakil-wakil mereka dalam proses pemilihan
umum. Melalui mekanisme pemilihan (pemilu) inilah kemudian meraka yang
37
Miriam Budiardjo, Dasar- Dasar Ilmu Politik, edisi revisi, (Jakarta:Gramedia Pustaka
Utama, 2007), h. 356
24
mendapatkan kepercayaan (suara terbanyak) berhak menempati posisi di lembaga
kekuasaan baik menjadi eksekutif ataupun legislatif.
B. Teori Legislatif
1. Fungsi Legislasi
Istilah legislatif muncul pada sistem demokrasi, atau biasa disebut dengan
parliament (parlement). Lembaga lgislatif dalam pandangan hukum demokrasi
adalah lembaga pembuat undang-undang sekaligus melekat fungsi pengawasan
dalam rangka checks and balances. Jika legislatif kuat dalam pelaksanaann
fungsi-fungsinya maka dapat melahirkan pemerintahan yang kuat dan efektif,
tetap jika terjadi sebaliknya, maka melahirkan pemerintahan buruk.38
Di Indonesia badan legislatif biasa disebut dengan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), badan ini merupakan simbol dari rakyat yang berdaulat yang
berarti kekuasaan berada ditangan rakyat. Keberadaan badan legislatif menjadi hal
yang sangat penting dalam sistem kenegaraan karena menjadi representasi dari
betuk kehendak rakyat.39
Fungsi utama legislatif terletak di bidang perundang-undangan, dalam
proses pembuatan undang-undang sering dibentuk pantia-panitia yang berwenang
untuk memanggil menteri atau pejabat lainnya untuk dimintai keterangan dan
pendapat dalam proses penyusunan, pembuatan, dan penetapan undang-undang
(perda). Melalui fungsi ini, Parlemen menunjukan bahwa dirinya adalah wakil
rakyat dengan memasukan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang
38
Hendra Karianga, Politik Hukum: dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, ( Jakarta:
Kencana, 2013), h., 311 39
Miriam Budiardjo, Dasar- Dasar Ilmu Politik, edisi revisi, (Jakarta:Gramedia Pustaka
Utama, 2007), h. 315.
25
diwakilinya dalam undang-undang ataupun peraturan daerah. Dalam waktu yang
bersamaan, parlemen berperan pula sebagai unsur pemerintah yang memberikan
dukungan kepada eksekutif dan yudikatif sebagai lembaga Negara selain dirinya
sendiri melalui kewenangan mengatur masyarkat yang dikandung oleh pasal-
pasal undang-undang yang sama.40
Kecondongan Parlemen kepada salah satu dari kedua pihak itu, memberikan
gambaran tentang tingkat keterwakilan politik masyarkat disatu pihak dan
menggambarkan imbangan kekuatan eksekutif dan badan peradilan dipihak yang
lain. Sekalipun demikian kemampuan mengatur kedua lembaga Negara ini
tidaklah sepenuhnya ditentukan oleh undang-undang yang dihasilkan oleh badan
perwakilan meskipun parlemen adalah badan pembuat hukum yang dominan.
Dengan kata lain, badan perwakilan rakyat bukanlah satu-satunya lembaga
pembuat hukum, tetapi jelas bahwa lembaga ini berwenang membuat undang-
undang.41
2. Fungsi Anggaran (Budgeting)
Fungsi kedua yakni, fungsi anggaran, legislatif berwenang menentukan
pemasukan dan pegeluaran uang Negara yang pada hakikatnya adalah uang
rakyat. Baik pembelanjaan Negara yang diambil dari pajak sebagai sumbernya,
maupun yang berasal bantuan atau pinjaman luar negeri, semuanya tentu jadi
beban rakyat. Oleh karena itu, menetapkan kebijaksanaan perpajakan menjadi
40
Paimin Napitupulu, Menuju Pemerintahan Perwakilan, (Bandung: Alumni, 2007), h.,
53.
41
Paimin Napitupulu, Menuju Pemerintahan Perwakilan, (Bandung: Alumni, 2007), h.,
54.
26
penting karena pajak adalah iuran masyarakat untuk menyelenggarakan kehidupan
bersama di dalam Negara.42
Iuran dari masyarakat serta pemasukan dari beberapa sumber inilah
kemudian menjadi anggaran untuk proses penyelenggaraan dan pembangunan
negara/daerah. Keberadaan sebuah anggaran sangat menentukan sebuah program
atau kebijakan-kebijakan pemerintah itu dapat terealisasi atau tidak. DPR/DPRD
sebagai salah satu penentu kebijakan, sekaligus memiliki peran dalam proses
menentukan dan menetapkan anggaran tentu harus dapat memastikan anggaran
tersebut berjalan efektif, efesien, serta terdapat kesesuaian yang logis antara
kondisi kemampuan keuangan negara/daerah dan keluaran (output) kinerja
pelayanan masyarakat.43
Prosesnya penganggaran berawal dari, rancangan anggran dan besaran
pengeluaran (belanja) yang dibuat pemerintah (eksekutif) kemudian akan
diungkap dalam anggaran pertahun. Setelah itu, rancangan di ajuakan kepada
dewan perwakilan rakyat (DPR/DPRD). Kemudian pengajuan ini dikaji dalam
rapat-rapat, untuk direvisi atau bahkan diubah (jika perlu) sebelum rancangan
anggaran tersebut disahkan. Hal yang harus menjadi tolak ukur dalam proses
pengesahan oleh DPR/DPRD adalah harus menunjuk dan keberpihakan kepada
rakyat agar dapat diterima dan tidak membebani rakyat, baik dalam bentuk pajak
atau retribusi yang selama ini banyak dikeluhkan oleh masyarakat.44
42
Paimin Napitupulu, Menuju Pemerintahan Perwakilan, (Bandung: Alumni, 2007), h.,
55. 43
Utang Rasidin, Otonomi Daerah dan Desentralisasi dilengkapi Undang-undang Nomor
32 Tahun 2004 dengan Perubahan-Perubahannya,(Bandung: Pustaka Setia,2010), h., 95. 44
I Gede Panjta Astawa, Problematika Hukum Otonomi Daerah di Indonesia, (Bandung:
PT.Alumi, 2013), h.,178
27
Secara sederhana, fungsi anggran dimaksudkan sebagai fungsi DPR/DPRD
bersama-sama dengan Pemerintah Pusat/Daerah untuk menyusun dan menetapkan
APBN/APBD yang didalamnya termasuk anggaran untuk pelaksanaan fungsi,
tugas, dan wewenang dari DPR/DPRD itu sendiri.45
3. Fungsi Pengawasan (Controling)
Fungsi terakhir yang dimiliki legislatif yakni fungsi pengawasan. Badan
legislatif berkewajiban untuk mengawasi aktivitas badan eksekutif, agar sesuai
dengan kebijakan yang telah ditetapkannya. Pengawasan dilakukan melalui sidang
panitia-panitia legislatif dan melalui hak-hak kontrol yang khusus, seperti hak
bertanya, interpelasi dan sebagiannya.46
Dalam kualifikasinya sebagai wakil rakyat sesunguhnya pengawasan yang
dilakukan oleh legislatif pertama-tama berkenaan dengan keputusan yang telah
dikeluarkannya dalam bentuk undang-undang. Eksekutif dan yudikatif yang
bertindak sebagai pelaksana perlu dinilai apakah telah melaksanakan keputusan
tersebut. Kedua pengawasan itu merupakan konsekuensi dari kekuasaan rakyat
yang dioperasikannya. Sebagai pemegang mandat kekuasaan, badan perwakilan
bertanggung jawab atas pemanfaatan mandat tersebut kepada pemberinya.
Adapun bentuk pengawasan yang dapat dilakukan oleh legislatif diantaranya
meliputi, hak bertanya, hak angket, hak interpelasi, dan mosi.47
45
I Gede Panjta Astawa, Problematika Hukum Otonomi Daerah di Indonesia, (Bandung:
PT.Alumi, 2013), h.,178 46
Miriam Budiardjo, Dasar- Dasar Ilmu Politik, edisi revisi, (Jakarta:Gramedia Pustaka
Utama, 2007), h. 324. 47
Paimin Napitupulu, Menuju Pemerintahan Perwakilan, (Bandung: Alumni, 2007), h.,
56.
28
Pengawasan adalah seperangkat kegiatan atau tindakan untuk menjamin
agar penyelengaraan suatu kegiatan tidak menyimpang dari tujuan serta rencana
yang telah ditetapkan.48
Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD melalui sidang
panitia-panitia legislatif dan melalui hak-hak kontrol yang khusus, seperti hak
bertanya, interpelasi, hak angket dan hak mosi tidak percaya.
Pengawasan yang dilakukan oleh DPR/DPRD dapat dilakukan baik secara
preventif maupun represif. Pengawasan preventif adalah dengan dibuatnya
undang-undang yang meliputi bidang politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan
dimana kegiatan administrasi negara/daerah tidak menyimpang dari undang-
undang-undang yang dibuat. Jadi undang-undang merupakan batasan wewenang
dan batas-batas pelaksaan kerja Pemerintah atau administrasi negara/daerah.
Sedangkan, pengawasan represif dilakukan dengan cara interpelasi dan angket
dari DPR/DPRD terhadap pemerintah apabila dikonstatir adanya ketidakberesan
dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan.49
Anggota legislatif berhak mengajukan pertanyaan kepada pemerintah
mengenai suatu masalah. Pertanyaan biasanya diajukan secara tertulis dan dijawab
pula secara tertulis oleh pemerintah atau pihak yang bersangkutan. Selanjutnya,
hak interpelasi yaitu hak untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai
kebijakan di suatu bidang. Badan eksekutif wajib memberi penjelasan dalam
sidang pleno, dan dibahas oleh anggota-anggota dan diakhiri dengan pemungutan
48
Chabib Soleh dan Heru Rochmansjah, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah:
Sebuah Pendekatan Sturktural Menuju Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik, (Bandung:
FOKUSMEDIA, 2010), h.128. 49
Rahardjo Adisasmita, Pengelolaan Pendapatan dan Anggaran Daerah, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2011), h., 141.
29
suara mengenai apakah keterangan pemerintah memuaskan atau tidak. Jika hasil
pemungutan suara bersifat negatif, hal ini merupakan tanda peringatan bagi
pemerintah bahwa kebijakannya diragukan. Dalam hal terjadi perselisihan antara
badan legislatif dan badan eksekutif, interpleasi dapat dijadikan batu loncatan
untuk mosi tidak percaya.50
Pengawasan berikutnya berupa hak angket yang dimiliki oleh DPRD untuk
mengadakan penyelidikan sendiri. Untuk keperluan ini dapat dibentuk suatu
panitia angket yang melaporkan hasil penyelidikan kepada anggota badan
legislatif lainnya, yang selanjutnya merumuskan pendapatnya mengenai soal ini
dengan harapan agar diperhatikan oleh pemerintah. Terakhir, hak mosi,
merupakan kontrol yang paling ampuh. Jika badan legislatif menerima suatu mosi
tidak percaya, maka dalam sistem parlementer kabinet harus mengundurkan diri
dan terjadi suatu krisis kabinet.51
Dalam pelaksanaan ketiga fungsi tersebut, para legislator atau anggota
dewan harus menunjukan keberpihakan mereka terhadap aspirasi, tuntutan,
kepentingan, keinginan dan harapan dari rakyat yang diwakilinya. Sehingga
keberadaan legislatif benar-benar menjadi representasi dari kedaulatan rakyat.
C. Teori Pemerintahan Daerah
Secara histori pemerintahan lokal/daerah yang kita kenal pada saat ini
berasal dari perkembang praktik pemerintahan di Eropa pada abad ke- 11 dan 12.
50
Miriam Budiardjo, Dasar- Dasar Ilmu Politik, edisi revisi, (Jakarta:Gramedia Pustaka
Utama, 2007), h. 324-326 51
Miriam Budiardjo, Dasar- Dasar Ilmu Politik, h. 324-326
30
Pada saat itu muncul satuan-satuan wilayah di tingkat dasar yang secara alamiah
membentuk suatu lembaga pemerintahan. Awalnya satuan-satuan wilayah tersebut
merupakan suatu komunitas swakelola dari sekompok penduduk. Satuan-satuan
tersebut selanjutnya diberi nama municipal (kota), county (kabupaten),
commune/gementee (desa) yang pada saat ini dikenal.52
Dalam perkembangan berikutnya satuan-satuan komunitas tersebut
dimasukan ke dalam administrasi Negara dari suatu Negara yang berdaulat. Untuk
kepentingan administrasi, satuan-satuan komunitas tersebut lalu ditentukan
kategori-kategorinya, batas-batas geografinya, kewenangannya, dan bentuk
kelembagaannya. Melalui keputusan politik, satuan komunitas tersebut lalu
dibentuk menjadi unit organisasi formal dalam system administrasi Negara pada
tingkat lokal. Sesuai dengan kepentingan politik Negara yang bersangkutan,
organisasi pemerintahan lokal diplih menjadi dua: satuan organisasi perantara dan
satuan organisasi dasar. Misal di Perancis satuan organisasi perantara adalah
department dan satuan dasarnya adalah commune. Di Indonesia, organisasi
perantara disebut Provinsi yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat
dan organisasi dasarnya dikenal dengan sebutan Kota, Kabupaten dan Desa.53
Tuntutan global menempatkan isu demokratisasi dalam pemerintahan,
dimana rakyat ditempatkan pada kedudukan yang penting (putting people first).
Oleh karena itu, mencari cara terbaik untuk mensejahterakan warganya, karena
tugas pemerintah pada hakikatnya adalah pelayanan masyarakat. Modernisasi
52
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, (Jakarta:
Grasindo, 2007), h., 1-2. 53
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, (Jakarta:
Grasindo, 2007), h., 1-2.
31
dunia yang bersifat global dan mencakup beragai aspek kehidupan masyarakat
secara universal telah berimplikasi terhadap kompleksitas kehidupann masyarakat,
sekaligus menjadi tantangan pemerintah di berbagai negara dunia,54
Menurut Stoker (1991:1) dalam Hanif Nurcholis, munculnya Pemerintahan
Daerah modern berkaitan erat dengan fenomena industrialisasi yang melanda
Inggris pada pertengahan abad ke-18. Industrialisasi menyebabkan perpindahan
penduduk dari desa ke kota secara besaran-besaran. Urbanisasi tersebut
mengakibatkan berubahnya corak wilayah. Muncul wilayah-wilayah baru
terutama di kota-kota dan pinggiran kota yang sangat padat dengan cirri khas
perkotaan. Kondisi tersebut memunculkan masalah baru dibidang sosial, politik,
dan hukum. Oleh karena itu, untuk merespon hal tersebut perlu pengaturan
kembali sistem kemasyarakatan yang baru tumbuh tersebut.55
Dalam merespon kondisi tersebut, semula dibentuk badan-badan ad-hoc
untuk menangani suatu masalah yang masih dikendalikan oleh pemerintah pusat.
Dalam perkembangan berikutnya, di dalam suatu administrasi lokal dibentuk
Dewan Kota yng dipilih oleh penduduk setempatanya. Dewan Kota tersebut diberi
wewenang untuk mengatur dan mengurus urusannya sendiri. Dari sinilah mulai
berkembang praktik pemerintahan daerah sebagaimana dikenal pada saat ini atau
yang lebih dikenal sebagai otonomi daerah.56
54
S.H Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2002), h. 2 55
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, (Jakarta:
Grasindo, 2007), h., 1-2. 56
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, (Jakarta:
Grasindo, 2007), h., 8.
32
Secara etomologis, otonomi berarti pemerintahan sendiri yang merupakan
kesatuan dari dua kata yaitu auto yang berarti sendiri dan nomes yang berarti
pemerintahan. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari autos yang berarti
sendiri dan nemein yang berarti kekuatan mengatur sendri. Dengan demikian,
secara maknawi (begrif) otonomi mengandug makna mandiri dan kebebasan
daerah dalam menentukan langkah-langkah sendiri.57
Dapat diartikan bahwa otonomi daerah adalah “hak wewenang dan
kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Sedangkan daerah otonom
adalah “kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batasan wilayah terntetu
yang berhak, wewenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku”.58
Otonomi dapat diartikan sebagai “mandiri”, sedangan dalam pengertian
yang lebih luas diartikan sebagai “berdaya”. Dengan demikian otonomi daerah
diartikan sebagai bentuk kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan
pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya.59
Ada beberapa alasan
mengapa pemerintah perlu melaksanakan desentralisasi kekuasaan kepada
pemerintah daerah. Alasan-alasan ini didasarkan pada kondisi ideal yang
57
Hendra Karianga, Politik Hukum: dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, ( Jakarta:
Kencana, 2013), h., 76 58
S.H sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2002), h. 26-27 59
Dede Rosyada, dkk., Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi, Hak
Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN syarif HIdayatullah Jakarta, 2003),
Edisi Revisi,h., 150
33
diinginkan, sekaligus memberikan landasan filosofis bagi penyelenggaraan
pemerintahanan daerah sesuai sistem pemerintahan yang dianut oleh negara.
Mengenai alasan-alasan ini, Joseph Riwo Kaho dalam Bambang Yudhoyono,
menyatakan sebagai berikut60
:
1. Dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan (game teori),
desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpakan kekuasaan pada
satu pihak saja pada akhirnya dapat menibulkan tirani.
2. Dalam bidang politik, penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagi
tindakan pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam
pemerintahan dan melihat diri dalam memepergunakan hka-hak
demokrasian.
3. Dari sudut teknik organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan
pemerintahan daerah (desentralisasi) adalah semata mata untuk mencapai
suatu pemerintahan yang efesien. Apa yang dianggap lebih utama untuk
diurus oleh Pemerintahan setempat, pengurusannya diserakan kepada
daerah.
4. Dari sudut kultural, desentralisasi perlu diadakan supaya perhatian dapat
sepunuhnya ditumpukan kepada kekhususan sesuatu daerah, seperti
geografi, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan atau
latar belakang sejarahnya.
60
Bambang Yudhoyono, Otonomu Daerah : Desentralisasi dan Pengembangan SDM
Aparatur Pemda dan Anggota DPRD, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), h. 20
34
5. Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan
karena Pemerintahan daerah dapat lebih banyak dan secara langsung
membantu pembangunan tersebut.
Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
menjelaskan bagaimana bentuk Pemerintah Daerah. Dalam Bab I Pasal 1 no. 3
dan 4 dijelaskan bahwa Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan
rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Daerah.
Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara
sederhana dapar diartikan sebagai penyerahan kewenangan. Desentralisasi suatu
istilah yang luas dan selalu menyangkut persoalan kekuatan (power), biasanya
dihubungkan dengan pendelegasian atau penyerahan wewenang dari pemerintah
pusat kepada penjabatnya didaerah di daerah atau lembaga-lembaga pemerintahan
di daerah untuk menjalankan urusan-urusan pemerintahan didaerah.61
Desentralisasi di bidang pemerintahan adalah pelimpahan wewenang dari
pusat kepada satuan organisasi pemerintahan di wilayah untuk menyelenggarakan
segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami
wilayah tersebut. Penyerehan urusan pemerintah berupa pengalihan
tanggungjawab, kewenangan, dan sumber daya (dana, manusia, dll) dari P
61
Dadang Suwanda, Strategi Mendapatkan Opini WTP: Laporan Keuangan Pemda,
(Jakarta: PPM, 2013), h., 18
35
emerintah Pusat ke Pemerintah Daerah. Sehingga segala sesuatunya menjadi
tanggung jawab daerah, baik mengenai perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan
pertanggungjawabannya, maupun segi pembiayaannya. Adapun perangkat
pelaksananya adalah perangkat daerah itu sendiri62
Pengertian desentralisasi menurut Litvack dalam Isman Kaputra,
menyatakan desentralisasi adalah transfer kewenangan dan tanggup jawab fungsi-
fungsi pubik. Transfer ini dilakukan dari pemerintah pusat kepada pihak lain, baik
kepada daerah bawahan, organisasi pemerintahan yang semibebas ataupun kepada
sektor swasta. Lebih lanjut dikemukan desentralisasi terbagi menjadi tipe, yaiut 1.
desentralisasi politik, 2. desentralisasi administrasi (memiliki tiga bentuk utama,
dekonsentrasi, delegasi, devolusi), 3. Desentralisasi fiskal, dan 4. Desentralisasi
ekonomi atau pasar.63
Otonomi daerah, sebagai salah satu bentuk “desentralisasi” pemerintahan,
pada hakekatnya ditujukan untuk memnuhi kepentingan bangsa secara
keseluruhan, yaitu upaya untuk lebih mendekati tujuan-tujuan penyelenggaraan
pemerintahan untuk mewujudkan cita-cita masyarkat lebih adil dan makmur.
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah menggariskan secara tegas
maksud dan tujua dari pemberian otonomi daerah adalah berorientasi pada
pembangunan yang meliputi segala segi kehidupan dan penghidupan. Pemerintah
Daerah berkewajiban melancarkan proses pembangunan sebagai upaya
62
Dadang Suwanda, Strategi Mendapatkan Opini WTP , h., 18 63
Iswan, dkk, editor Bungaran Antonius Simanjuntak, Dampak Otonomi Darah di
Indonesia: Merangkai Sejarah Politik dan Pemerintahan Indonesia, (Jakarta: Pustaka Obor
Indonesia, 2013), h.,69.
36
mensejahterakan rakyat yang diterima dan dilaksanakan dengan penuh rasa
tanggung jawab.64
Menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Pasal 1 ayat (7),
desentralisasi adalah penyerahan wewenang Pemerintahan oleh Pemerintahan
kepada Daerah Otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, wewenang
pemerintahan pusat saja, sedangkan pemerintahan pusat sesuai dengan aspirasi
masyarakat d aerahnya, walaupun sebenarnya daerah diberikan kewenangan untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya secara luas, nyata dan bertanggung
jawab.65
Desentralisasi ketatanegaraan atau staatkundige decentralisatie yang sering
juga disebut sebagai desentralisasi politik pelimpahan kekuasaan perundangan dan
pemerintahan (regelende en bestruurende bevoerheid) kepada daerah-daerah
otonom didalam lingkungannya. Di dalam desentralisasi politik secamam ini,
rakyat dengan mengggunakan dann memanfaatkan saluran-saluran tertentu
(perwakilan) ikut serta di dalam pemerintahan, dengan batas wilayah daerah
masing-masing.66
Desentralisasi ketatanegaraan ini dibedakan menjadi dua yakni,
Desentralisasi teritorial (territorial decentralisatie) yaitu penyerahan kekuasaan
untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (autonomi), batas
pengaturannya adalah daerah. Desentralisasi teritorial mengakibatkan adanya
64
S.H Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2002), h. 35 65
Undang – Undang Nomor 32 tahun 2004 pasal 1 ayat (7) 66
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, (Jakarta:
Grasindo, 2007), h., 4.
37
otonomi pada daerah yang menerima penyerahan. Desentaralisasi fungsional
(funcionale decentralisatie) yaitu pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan
mengurus suatu atau beberapa fungsi tertentu. Dalam desentralisas semacam ini
dikehendaki agar kepentingan-kepentingan tententu diselenggarakan oleh
golongan-golongan yang bersangkutan sendiri. Kewajiban pemerintah dalam
hubungan ini hanyalah memberikan pengesahan atas segala sesuatu yang telah
ditetapkan oleh golongan-golongan kepentingan tersebut.67
Pada dasarnya, desentralisasi dapat dilakukan melalui empat bentuk
kegiatan utama, yaitu:68
a. Dekonsentrasi
Pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah mempunyai hubungan yang
sangat erat. Dalam hubungannya dengan tugas pemerintahan, pemerintah pusat
dapat menyerahkan urusan-urusan pemerintahannya kepada daerah secara
dekonsentrasi dan tetap menjadi tanggung jawab pemerintahan pusat, sedangkan
daerah yang diberi kewenangan hanya sebagai pelaksana kegiatan saja. Undang-
undang No. 32 Tahun 2014 Bab I bagian umum pasal 1 no. 8 menjelaskan bahwa
dekonsentrasi adalah pelimphan wewenang Pemerintah dari Pemerintah kepada
Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal diwilayah
tertentu.
Sebagai contoh, dalam penetapan pejabat sementara disuatu daerah
pemerintahan, baik di tingkat provinsi atau di kabupaten/kota sebelum proses
67
S.H sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2002), h. 26-27 68
Dadang Suwanda, Strategi Mendapatkan Opini WTP: Laporan Keuangan Pemda,
(Jakarta: PPM, 2013), h., 18
38
pengangkatan pimpinan secara definitif. Kemudian administrasi lokal yang tidak
terpadu yaitu tenaga-tenaga yang diangkat oleh pusat yang berada didaerah dan
kepala daerah masing-masing hanya bertangungjawab sendiri dan meraka hanya
bertanggung jawab kepada masing-masing departemen.69
Latar belakang diadakannya sistem dekonsentarasi ialah tidak semua urusan
pemerintah pusat dapat diserahkan kepada pemerintahn daerah menurut asas
desentralisasi. Dengan demikian, dekonsentrasi merupakan tanggung jawab
pemerintahan pusat, sedangkan daerah, dalam hal ini provinsi hanya diberi
wewenang karena kedudukannya sebagai perwakilan pemerintah pusat yang
berkedudukan di daerah.70
b. Delegasi kepada penguasa otorita
Delegasi adalah pelimpahan pengambilan kepetusan dan kewenangan
manajerial untuk melakukan tugas-tugas khusus kepada suatu organisasi yang
secara langsung berada di bawah pengwasan pusat.
c. Devolusi kepada pemerintah daerah
Devolusi adalah kondisi dimana pemerintah pusat membentuk unit-unit
pemerintahan diluar pemerintah pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-
fungsi tertenrtu kepada unit-unit itu untuk dilaksanakan secara mandiri.
Devolusi adalah bentuk desentralisasi yang lebih eksekutif untuk merujuk pada
69
Bungaran Antonius Saimanjuntak, ed., Otonomi Daerah, Etnonasioanalisme, dan
Masa Depan Indonesia: Beberapa Persen lagi Tanah Air Nusantara Milik Rakyat?, (Jakarta:
Yayasan Pusaka Obor Indonesia, 2010), h., 78
70
Utang Rasidin, Otonomi Daerah dan Desentralisasi dilengkapi Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 dengan Perubahan-Perubahannya,(Bandung: Pustaka Setia,2010), h., 88-
89.
39
situasi di mana pemerintah pusat mentransfer kewenangan kepada pemerintah
daerah dalam hal pengembilan keputusan, keuangan, dan manajemen.
d. Pemindahan fungsi dari pemerintah kepada swasta
Yang disebut sebagai pemindahan fungsi dari pemerintahan kepada swasta
atau privatisasi adalah menyerahkan beberapa otoritas dalam perencanaan dan
tanggung jawab administrasi tertentu kepada organisasi swasta.
40
41
BAB III
GAMBARAN UMUM DPRD DAN APBD KOTA TANGERABG
A. Gambaran Umum Kota Tangerang
Kota Tangerang secara sejarah terbentuk tanggal 28 Februari 1993
berdasarkan Undang-Undang no. 2 Tahun 1993. Berada di bagian Timur Provinsi
Banten, menjadi kota terbesara Proivinsi Banten, dan menjadi kota terbesar ketiga
dikawasan Jabodetabek. Luas Kota Tangerang adalah ± 184.24 km . (termasuk
Bandara Udara Internasioanal Soekarno – Hatta seluas, ± 19.96 km persegi). 71
Secara administratif luas wilayah Kota Tangerang dibagi dalam 13
kecamatan, yaitu Ciledug (8,769 Km²), Larangan (9,611 Km²), Karang Tengah
(10,474Km²), Cipondoh ((17,91 Km²), Pinang (21,59 Km²), Tangerang (15,785
Km²), Karawaci (13,475 Km²), Jatiuwung (14,406 Km²), Cibodas (9,611 Km²),
Periuk (9,543 Km²), Batuceper (11,583 Km²), Neglasari (16,077 Km²) dan Benda
(5,919 Km²), serta meliputi 104 kelurahan dengan 981 rukun warga (RW) dan
4.900 rukun tetangga (RT). 72
Kota Tangerang merupakan daerah di Provinsi Banten yang langsung
terintegrasi dengan Ibu Kota Indonesia DKI Jakarta. Secara geografis letak Kota
Tangerang berada pada posisi 106° 36° - 106° 42° Bujur Timur (BT) dan 66° - 6°²
Lintang Selatan (LS). Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Teluk Naga
dan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang, sebelah Selatan berbatasan dengan
71
Sejarah Kota Tangerang, artikel diakses pada 20 Maret 2016 dari,
http://www.tangerangkota.go.id/sejarah-kota-tangerang 72
“Geografis Kota Tangerang” , aretikel diakses pada 20 Maret 2016 dari Geografis
Kota Tangerang http://www.tangerangkota.go.id/geografi
42
Kecamatan Curug, Kecamatan Serpong dengan DKI Jakarta, sedangkan sebelah
Barat berbatasan dengan Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.73
Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1976 tentang
Pengembangan Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi). Kota Tangerang
merupakan salah satu daerah penyangga Ibukota Negara DKI Jakarta. Pada satu
sisi wilayah Kota Tangerang menjadi daerah limpahan berbagai kegiatan di
Ibukota Negara DKI Jakarta. Di sisi lain Kota Tangerang dapat menjadi daerah
kolektor pengembangan wilayah Kabupaten Tangerang sebagai daerah dengan
sumber daya alam yang produktif.74
Ditinjau dari pembangunan ekonomi, Kota Tangerang memiliki
pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat. Tersedianya transportasi yang
terpadapat dikawasan Jabodetabek seperti kereta api dan bus yang terintegrasi
dengan transportasi ibu kota, serta memiliki aksesbilitas yang baik terhadap
simpul transportasi berskala nasional dan Internasional, seperti Bandara
Internasioanl Soekarno-Hatta. Letak geografis Kota Tangerang yang strategis
tersebut telah mendorong pertumbuhan aktivitas industri, perdagangan dan jasa
yang merupakan basis perekonomian Kota Tangerang. Sehingga hal ini jika
dikelola dengan baik oleh pemerintah daerah akan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan peningkatan sumber pendapatan Kota Tangerang.75
73
Sejarah Kota Tangerang, artikel diakses pada 20 Maret 2016 dari,
http://www.tangerangkota.go.id/sejarah-kota-tangerang
74
Intruksi Presiden Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1976 tentang Pengembangan
Wilayah Jabotabek
75
Pemkot Tangerang, “Informasi Laporan Pemerintah 2016 Daerah (ILPDD) Akhir
Masa Jabatan Walikota Tangerang Tahun 2013”, artikel di download pada tanggal 5 Mei dari
http://www.tangerangkota.go.id/news/download/a67cf549d95842c1d5b88d0000267669
43
1. Visi dan Misi Kota Tangerang
. Kemajuan Kota Tangerang sebagai daerah penyangga ibu kota tidak
lepas dari peran pemerintah. Kerjasama antara eksekutif maupun legislatif serta
unsur dari penyelenggara pemerintah daerah dalam melaksanakan berbagai
kebijakan dan program-program untuk menjadikan Kota Tangerang sebagai
daerah maju. Pentingnya sebuah landasan bagi Pemerintah Kota Tangerang dalam
menjalankan program-program tersebut merupakan hal mutlak agar terlaksana
dengan baik. Oleh karena itu, visi dan misi Kota Tangerang yang sudah dibentuk
oleh pemerintah sebagai pedoman atau landasan dalam melaksanakan proses
pembanguna daerah agar lebih terarah dan tepat sasarah.
Adapun visi misi yang dimiliki Pemerintah Kota Tangerang berbunyi seperti
dibawah ini :
“ Terwudujnya Kota Tangerang yang Maju, Mandiri, Dinamis, dan
Sejahtera dengan Masyarakat yang Berakhlakul Karimah”. Merupakan visi dan
misi dari Kota Tangerang. Melalui visi dan misi yang telah dibentuk ini, menjadi
landasan bagi Pemerintah Kota Tangerang dalam mewujudkan daerah yang
berkembang dalam berbagai aspek pembangunan. 76
a. Visi Kota Tangerang
Penjelasan dari visi Kota Tangerang tersebut dapat dilihat dari tabel
berikut ini :
76
Visi Misi Kota Tangerang, diakses pada 20 Januari 2016 dari,
http://www.tangerangkota.go.id/profil-kota-tangerang
44
Tabel III.A.1 Visi Kota Tangerang
Pokok-pokok
Visi Penjelasan Visi
Terwujudnya Kota
Tangerang yang Maju
Terwujudnya Kota Tangerang yang maju dalam hal, pemberian
pelayanan terbaik dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat
seperti pendidikan, dan kesehatan, serta pembangunan tata kelola
perkotaan yang berorientasi lingkungan sejajar dengan kota-kota maju
dikawasan Asia Tenggara
Terwujudnya Kota
Tangerang yang
Mandiri
Terwujudnya Kota Tangerang yang mandiri, melalui pembangunan
yang dilakukan dengan memaksimakan segenap potensi daerah yang
dimiliki untk mendorong tumbuhnya rasa percaya diri dalam diri
segenap masyarakat dan seluruh stakeholder untuk bersama-sama dan
ikut bertanggung jawab dalam kelangsungan pelaksanaan
pembangunan sehingga terbentuk kemandirian daerah.
Terwujudnya Kota
Tangerang yang
Dinamis
Terwujudnya Kota Tangerang yang dinamis yaitu kehidupan yang
berkesinambungan dengan mengikuti era perkembangan zaman
dengan tetap menjaga mencerminkan kehidupan masyarakat Kota
Tangerang yang meskipun berbeda latar belakang etnis dan budaya,
namum memliki semangat kebersamaan dan nasionalisme berbasis
kedaerahan, tenggang rasa dan tanggung jawab, sikap toleransi yang
universal, dalam membangun Kota Tangerang.
Terwujudnya Kota Tangerang yang dinamis yatu kehiudpan
masyarakat yang memiliki dinamika sosial yang mencerminkan
masyarakat dengan memiliki kebersamaan nasionalisme yang berbasis
pada kedaerahan.
Terwujudnya Kota
Tangerang yang
Sejahtera
Terwujudnya Kota Tangerang yang sejahtera, memlalui perwujudan
masyarakat Kota Tangerang yang sejahtera yaitu memiliki tatanan
kehidupan yang baik berkualitas sehingga terbentuk kehidupan
masyarakat yang makmur dan berkeadilam, menjadikan masyarakat
sebagai subjek dalam p embangunan darah.
Terwujudnya
Masyarakat Akhlakul
Karimah
Terwujudnya Kota Tangerang yang memilikik akhlakul karimah, yaitu
terwujudnya masyarakat yang memiliki sikap dan prilaku akhlak mulia
yang dicerminkan melalui kualitas hubungan antar manusia dengan
Tuhan dan hubungan antar manusia itu sendiri, dan menjadi landasan
moral dan etika dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pemahan dan pengamalan agama secara benar diharapkan dapat
mendukung terwujudnya masyarakat yang religius, demokratis,
mandiri, berkualitas, sehat rohani dan jasmani, serta tercukupi
kebutuhan material spiritual, sehingga mampu mewujudkan sebuah
masyarakat madani madaniyyah dan hidup menuju negeri yang adil,
makmur, dan diberkati (baidatun toyibatun warabun ghafur)
sumber : Website Pemerintah Kota Tangerang
45
b. Misi Kota Tangerang
Selanjutnya penjelasa dari Misi Kota Tangerang dapat dilihat dalam tabel
diberikut ini :
Tabel III.A.2 Misi Kota Tangerang
Misi Penjelasan Misi
Mewujudkan tata
pemerintahan yang baik,
akuntabel, dan transparan
didukung dengan sturktur
birokrasi yang
berintegritas, kompeten,
dan profesional.
Pelaksanaa pembangunan akan berjalan dengan optimal apabila
ditunjang oleh tata pemerintahan yang baik, akuntabel, dan
transparan didukung dengan sturktur birokrasi aparatur yang
mengedepakan profesionalisme, kompetensi, kualitas, transparansi,
objektifitas, dan bebas dari intervensi politik dan korupsi, kolusi,
dan nepotisme (KKN), berintegritas, kompeten, dan profeisonal
Meningkatkan
pertumbuhan ekonomi
yang berdaya saing tinggi
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yng berdaya saing tinggi
merupakan salah satu upaya untuk mempercepat kemajuan Kota
Tangerang. Peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berdaya saing
tinggi tersebut dilakukan dengan memajukan kegiatan ekonomi
yang menjadi sektor unggulan, seperti perdagangan dan jasa,
industri, dan memberdayakan usaha mikro, kecil, menengah, dan
koperasi (UMKMK) sehingga mampu bersaing, serta memeperluas
kesempatan kerja, mengurangi pengangguran, dan mengentaskan
kemiskinan.
Mengembangkan kualitas
pendidikan, kesehatan,
dan kesejahteraan sosial
demi terwujudnya
masyarakat yang berdaya
saing d era globalisasi
Pengembangan kualitas pendidikan dan kesehatan ditunjukan
untuk meningkatkan masyarakat yang berdaya saing, kualitas
kehiudpan masyarakat Kota Tangerang, yang ditunjang dengan
upaya peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat. Demi
terwujudnya masyarakat yang berdaya saing di era globalisasi. Hal
ini dilakukan melalui peningkatan kualitas pelayanan sumber daya
manusia, kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pelayanan,
serta faktor pendukung lainnya.
Meningkatkan
pembangunan sarana
perkotaan yang memadai
dan berkualitas
Penyediaan dan peningkatan pembangunan sarana perkotaan yang
memadai dan berkualitas, mutlak diperlakukan sekaligus dapat
untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar
masyarakat dalam rangka mendukung berlangsungnya kegiatan
ekonomi dari investasi secara produktif. Sarana perkotaan
merupakan faktor penunjang bagi kegiatan ekonomi Kota
Tangerang.
Mewujudkan
pembangunan yang
berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan
yang bersih, sehatm dan
nyaman.
Peningkatan kualitas dan daya dukung untuk mendukung dalam
rangka melaksanakan merupakan salah satu pilar pembangunan
berkelanjutan. Pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan yang bersih, sehat, dan nyaman, serta seimbang antara
peningkatan aspek sosial dan ekonomi dengan kelestarian
lingkungan hidup.
Sumber : website Pemerintah Kota Tangerang
46
B. Gambaran Umum DPRD Kota Tangerang
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan bentuk dari kekuasaan
rakyat ditingkat daerah. Mengacu pada pasal 14 dan 16 UU nomor 22 tahun 1999,
maka disetiap daerah dibentuk DPRD sebagai badan legislatif daerah. lembaga
perwakian rakyat didaerah ini meupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi
berdasarkan Pancasila lembaga ini berkedudukan sejajar dan menjadi mitra
dengan pemerintahan daerah.77
Secara umum peran DPRD diwujudkan dari 3 fungsi :78
1. Regulator, mengatur seluruh kepentingan daerah, baik yang termasuk
urusan rumah tangga daerah (otonomi) maupun urusan pemerintah pusat
yang diserahkan ke daerah (tugas pembantuan). Hal ini sesuai dengan asas
otonomi daerah.
2. Policy making, merumuuskan kebijkan pembangunan dan perencanaan
program-program pembangunan di daerahnya
3. Budgeting, perencanaan anggran daerah.
Perannya sebagai badan perwakilan daerah, DPRD menempatkan diri
selaku kekuasaan penyeimbang (balanced power) yang mengimbangi dan
melakukan kontrol yang efektif terhadap kepala daerah (esksekutif) dan seluruh
jajaran pemerintah daerah. Peran ini diwujudkan DPRD melalui fungsi-fungsi
sebagai berikut: 79
77
Ishak, Posisi Politik Masyarakat Dalam Era Otonomi Daerah, (Jakarta: Penaku, 2010),
h., 66 78
Utang Rosidin, Otonomi Daerah dan Desentraslisasi Dilengakapi Undang-Undang
Nomor 32 tahun 2004, (Bandung : Pustaka Setia , 2010), h., 94 79
Utang Rosidin, Otonomi Daerah dan Desentraslisasi, (Bandung : Pustaka Setia , 2010),
h., 94
47
a. Representation : mengartikulasi keprihatinan tuntutan, harapan dan
melindungi kepentingan rakyat saat kebijkan dibuat sehingga DPRD
senantiasi berbicara atas nama rakyat
b. Advokasi : agregasi aspirasi yang komperhansif dan memperjuangkan
melalui negoisasi yang kompleks dn sering alot, sertaterjadi tawar-
menawar poliik yang sangat kuat. Hal ini wajar mengingat aspirasi
masyarakat mengandung banyak kepentingan dan tuntutan yang
kadang berbenturan satu sama lain
c. Administrative oversight : menilai atau menguji dan, apabila perlu
berusaha mengubah tindakan-tindakan dari badan eksekutif. oleh
karena itu DPRD tidak diperbolehkan “lepas Tangan” dalam setiap
masalah yang dipersoalkan oleh masyarakat.
Diantara fungsi badan legislatif yang paling penting adalah, pertama
fungsi menentukan kebijakan dan membuat undang-undang (perda). Guna
menjadi landasan dalam menyelaraskan dengan program-program yang akan
dilaksanakan pemerintah. Kedua, fungsi pengawasan yang dilakukan terhadap
eksekutif agar terciptanya checks and balances dalam melaksanakan roda
pemerintahan. 80
Pengawasan dalam bidang anggran oleh DPRD dijalankan berdasarkan
komisi masing-masing. Pengawasan yang dilakuaka oleh DPRD dapat dibedakan
antara lain, pertama, pengawasan terhadap penerimaan dan penggunaan anggaran
tahun berjalan. Dapat dilakukan secara berkala melalui pertemuan (rapat) dengan
80
Miriam Budiarjo, h.33
48
eksekutif dan dinas-dinas yang terkait. Tujuannya untuk mengetahui hubungan
antara target dengan realisasi anggaran. Kedua, pengawasan terhadap penerimaan
dan penggunaan anggaran pada akhir tahun anggaran yang dilakukan pada saat
penyampaian laporan pertanggungjawaban oleh eksekutif.81
Dilihat dari hasil pemilu legislatif di Kota Tangerang , Komisi Pemilihan
Umum (KPU) Kota Tangerang, Minggu (11/05/2014), menetapkan sebanyak 50
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) hasil Pemilu Legislatif (Pileg)
yang digelar 09 April 2014 lalu. Penetapan tersebut merupakan hasil dari
rekapitulasi penghitungan suara Pileg tingkat Kota Tangerang pada 20-21 April
2014 lalu.82
Dari 500 lebih DCT (Daftar Caleg Tetap) DPRD Kota Tangerang ada 50
orang terpilih yang berasal dari 5 daerah pemilihan (dapil) di Kota Tangerang. Ke
50 anggota DPRD terpilih tersebut masing-masing berasal dari PDIP 10 kursi,
Golkar dan Gerindra masing-masing 6 kursi, Demokrat, PKB dan PPP masing-
masing 5 kursi, PKS dan PAN masing-masing 4 kursi, Hanura 3 kursi serta
Nasdem 2 kursi. Hasil penetapan ini akan diserahkan ke masing-masing parpol.
Selanjutnya tinggal menunggu pelantikan pada bulan Agustus 2014. Berikut ini
merupakan tabel dari pemenang pemilu legislatif kota Tangerang pada tahun
2014:83
81
Peni Chalid, Keuangan Daerah Invesatasi, dan Desentralisasi: Tantanan dan Hambatan,
(Jakarta: Kemitraan, 2005), h., 14 82
Juara Simanjuntak, “KPU Kota Tangerang Tetapkan 50 Anggota DPRD Hasil Pileg",
berita diakses pada 20 Maret 2016 pada http://radaronline.co.id/2014/05/12/kpu-kota-tangerang-
tetapkan-50-anggota-dprd-hasil-pileg/ 83
Juara Simanjuntak, “KPU Kota Tangerang Tetapkan 50 Anggota DPRD Hasil Pileg",
berita diakses pada 20 Maret 2016 pada http://radaronline.co.id/2014/05/12/kpu-kota-tangerang-
tetapkan-50-anggota-dprd-hasil-pileg/
49
Tabel. III.B.1 Nama-nama Anggota DPRD Kota Tangerang Provinsi Banten
No. Nama Asal
Partai No. Nama
Asal
Partai
1. H. TB. Mansyur
Abubakar BA
PKB 26. Ade Suryadi Demokrat
2. Sugianto PDIP 27. Sahabudin H.
Tamami
PAN
3. Agus Setiawan SE PDIP 28. H. Muyadi H.
Muslih
PPP
4. Kusmarsa S.Sos Golkar 29. Minarto NasDem
5. Pontio Prayogo Gerindra 30. Misbahuddin,
S.Ag
PKB
6. Tati Rahmawati S.Ip Demokrat 31. Hilmi Fuad, ST,
M.Kom
PKS
7. Dedi Hasbullah, SE PAN 32. Drs. M. Johan
Saragih
PDIP
8. Dra Yanti Rohayati,
MM
PPP 33. Muhamad Rijal
SE
PDIP
9. Wawan Anwar, SE Hanura 34. Hapipi, S.Sos Golkar
10. Anggiat Sitohang NasDem 35. H. Kosasih SE,
MM
Golkar
11. Kemal Fasya Madjid,
S.Ag M.Si
PKB 36. Ir Turidi Susanto Gerindra
12. Ahmad Dede Fauzi
ST
PKS 37. Drs. H. Gatot
Purwanto
Demokrat
13. Sumarti PDIP 38. Riyanto SE PPP
14. Suparmi, ST PDIP 39. H. Syahroni S.Pd PKB
15. Wawan Setiawan Golkar 40. Yatmin. S.Pd.I PKS
16. Nurhadi, ST Gerindra 41. Anggraini J.
Ningsih
PDIP
17 Siti Hayani, SH,
MH/Yuyun
Demokrat 42. Hartato PDIP
18. Ir H. M. Sjaifudin Z.
Hamadin, MM
PAN 43. Hj. Kartini Golkar
19. H. Dede Candra
Wijaya
PPP 44. M. Solihin SE Gerindra
20. M. Haris Supratman Hanura 45. Amarno Gerindra
Sumber:Arsip KPUD Kota Tangerang
50
Lanjutan Tabel
Tabel. III.B.1 Nama-nama Anggota DPRD Kota Tangerang Provinsi Banten
No. Nama Asal
Partai No. Nama
Asal
Partai
21. H. Mustaya Hasyim
S.Sos
PKB 46. Eddy Ham, SE,
MM
Demokrat
22. Pabuadi PDIP 47. Ella Silvia SH,
MH
PAN
23. Supardi PDIP 48. Drs. Sholihin PPP
24. H. Mulyadi Golkar 49. Sainah S,Sos Hanura
25. Apanudin ST Gerindra 50. Tengku Iwan, J.
ST
PKS
Sumber:Arsip KPUD Kota Tangerang
1. Komisi –Komisi DPRD Kota Tangerang
Setelah melalui proses panjang pemilu 2014, dari hasil pemilihan diatas
kemudian di masukan kedalam komisi-komisi dalam DPRD yang masing-masing
membidangi bidang-bidang yang sudah ditentukan. Adapun susunan komisi
DPRD Kota Tangerang adalah sebagai berikut :84
Tabel III.1.1
Nama-Nama Pimpinan DPRD Kota Tangerang 2014-2018
No. Nama Jabatan Fraksi
1. Suparmi Ketua PDIP
2 Hapipi Wakil Ketua I Golkar
3 Nurhandi Wakil Ketua II Gerindra
4 Dedi Candra Wijaya Wakil Ketua III Golkar
Sumber :Arsip KPUD Kota Tangerang
84
“Susunan Komisi DPRD Kota Tangerang”, di dapat dari Arsip KPUD Kota Tangerang ,
15 Juli 2016.
51
a. Komisi I Bidang Pemerintah, meliputi bidang:
1). Pemerintahan umum;
2). Kepegawaian/Aparatur Hukum;
3). Keamanan dan ketertiban, Hubungan Masyarakat;
4). Komunikasi /Pers;
5). Hukum, Perundang-undangan, dan Hak Asasi Manusia;
6). Perizinan;
7). Pertahanan;
8). Kependudukan dan Catatan Sipil;
9). Sosial Politik;
10). Organisasi Masyarakat.
Tabel III.1.2 Nama-nama Komisi I DPRD Kota Tangerang
No. Nama Jabatan F. Partai
1 Supardi Ketua PDIP
2 Drs. H Gatot Purwanto, MBA Wakil Demokrat
3 Kuswarsa, S.Sos Sekretaris Golkar
4 Agus Setiawan, SE Anggota PDIP
5 H. Mulayadi Anggota Golkar
6 Pontio Prayogo, SP Anggota Gerindra
7 Riyanto, SE Anggota PPP
8 Siti Hayani, SH, MH Anggota PAN
9 H. Mustaya Hasyim, S Sos Anggota PKB
10 TB. Mansyur Abu Bakar, BA Anggota PKB
11 Tengku Iwan Jayasyahputra, ST Anggota PKS
12 Ela Silvia, SH, MH Anggota PAN
13 H. Minarto Anggota Nasdedm
Sumber : Arsip KPUD Kota Tangerang
52
b. Komisi II Bidang Kesra, meliputi bidang:
1). Ketenagakerjaan;
2). Pendidikan;
3). Ilmu Pengetahuan Teknologi;
4). Pemuda dan Olah Raga;
5). Agama;
6). Kebudayaan;
7). Kesejahteraan Sosial;
8). Kesehatan dan Keluarga Berencana;
9). Pemberdayaan Perempuaan dan Perlindungan Anak;
10). Muslim dan Cagar Alam.
Tabel III.1.3 Nama-nama Komisi II DPRD Kota Tangerang
No. Nama Jabatan F. Partai
1 Hj. Kartini, SH Ketua Golkar
2 Sahabudin H Tamami Wakil PAN
3 Amarno Sekretaris Gerindra
4 Sumarti, S. Ip Anggota PDIP
5 Anggraini Jatmika Ningsih, SE Anggota PDIP
6 Dra. Yati Rohayati, MM Anggota PPP
7 Ade Suryadi Anggota Demokrat
8 Misbahudin, S Ag Anggota PKB
9 Yatmi, S Pd Anggota PKS
10 Sainah, S. Sos Anggota Hanura
Sumber : Arsip KPUD Kota Tangerang
53
c. Komisi III Bidang Ekonomi Keuangan dan Perekonomian, meliputi
bidang:
1). Perdagangan dan Perindustrian;
2). Pertanian (Tanaman Pangan, Perikanan, dan Peternakan);
3). Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;
4). Pariwisata;
5). Keuangan Daerah, Pendapatan Asli Daerah;
6). Perbankan;
7). Aset Daerah/ Aset milik Daerah ;
8). Perusahaan Daerah;
9). Perusahaan dan Patungan Daerah
10). Penanaman Modal
Tabel III.1.4 Nama-nama Komisi III DPRD Kota Tangerang
No. Nama Jabatan F. Partai
1 Drs. Solihin, M. Si Ketua PPP
2 Hilmi Fuad Wakil PKS
3 Wawan Anwar, SE Sekretaris Hanura
4 Sugianto, S Ip Anggota PDIP
5 Muhammad Rizal, SE Anggota PDIP
6 H. Kosasih, SE, MM Anggota Golkar
7 M. Solihin, SE Anggota Gerindra
8 Tati Rahmawati, S Ip Anggota Demokrat
9 H. Syahroni, S Pd I Anggota PKB
10 Dedi Hasbullah, SE, MM Anggota PAN
Sumber :Arsip KPUD Kota Tangerang
54
d. Komisi IV Bidang Pembangunan, meliputi bidang:
1). Pekerjaan Umum;
2). Pemenataan dan Tata Ruang Wilayah;
3). Penataan dan Pengawasan Bangunan;
4). Pertamanan;
5). Kebersihan;
6). Perhubungan/Transportasi;
7). Pos dan Telekomunikasi;
8). Pertambangan dan Energi;
9). Perumahan Rakyat ;
10). Lingkungan Hidup;
11). Penerangan Jalan Umum dan Sarana Jaringan Utilitas
Tabel III.1.5 Nama-nama Komisi I DPRD Kota Tangerang
No. Nama Jabatan F. Partai
1 Apanudin, ST Ketua Gerindra
2 Kemal Fasya Madjid S. Ag, ST Wakil PKB
3 Drs. Johan Saragih Sekretaris PDIP
4 Hartato Anggota PDIP
5 Pabuadi Anggota PDIP
6 Wawan Setiawan Anggota Golkar
7 Ir.Turidi, ST Anggota Gerindra
8 Eddy Ham, SE, MM Anggota Demokrat
9 M Haris Supratman Anggota Hanura
10 Ir. H. M Sjaifuddin Z Hamadin, MM Anggota PAN
11 H. Mulyadi H Muslih Anggota PPP
12 Anggiat Sitohang Anggota NasDem
13 Ahmad Deden Fauzi Anggota PKS
Sumber : Arsip KPUD Kota Tangerang
55
Berdasarkan pembentukan komisi-komisi DPRD Kota Tangerang diatas,
diharapkan dapat memberikan output berupa Peraturan Daerah (Perda) yang
mengakomidir kebutuhan, tuntuan dan harapan masyarakat di Kota Tangerang.
Berjalannya fungsi dari legislatif serta pengawasan terhadap kinerja pemerintah
daerah merupakan hal penting demi berlangsungnya pemerintahan yang akuntabel
dan transparan.
Dalam proses kerjanya DPRD dibantu oleh Sekretariat DPRD yang
berperan sebagai suporting unit dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai
legislatif. Sehingga anggota DPRD dapat bekerja secara maksimal, efektif dan
efesien. Sekretariat DPRD Kabupaten/Kota merupakan unsur pelayanan terhadap
DPRD, dipimpinan oleh seorang sekretaris yang bertanggung jawab kepada
pimpinan DPRD dan secara administratif dibina oleh sekretaris daerah
kapubaten/kota.
Sekretaris DPRD Kabupaten/Kota mempunyai tugas memberikan pelayanan
administratif kepada anggota DPRD Kabupaten/Kota. Secara umum sekretariat
DPRD Kabupaten/Kota mempunyai fungsi untuk memfasilitasi rapat anggota
DPRD, sebagai pelaksanaan urusan rumah tangga dan perjalanan dina dinas
anggota DPRD, dan pengelolaan tata usaha DPRD.85
C. APBD Kota Tangerang
Keuangan adalah hal penting dalam pelaksanaan suatu pembangunan
disebuah daerah. Tatakelola keuangan yang baik dan tepat sasaran merupakan
kunci dari keberhasilan proses pembangunan tersebut. Oleh karena itu,
85
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, (Jakarta:
Grasindo, 2007), h., 228.
56
perencanaan penganggaran menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam rangka
mewujudkan pembangunan daerah.
Anggaran adalah suatu rencana yang terperinci yang dinyatakan secara
formal dalam ukuran kuantitatif, dengan kata lan dapat dinilai dengan uang
(perencanaan keuangan). Menurut Edwards dalam Sony Yuwono,dkk, mejelaskan
istilah anggaran yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan kata budget berasal
dari kata Perancis “bougette” yang berarti tas kecil”. Secara historis istilah ini
muncul pada peristiwa tahun 1733 ketika Menteri Keuangan Inggris menyimpan
proposal keuangan pada tas kulit kecil. Anggaran umumnya dibuat dalam jangka
pendek, yaitu durasi waktu satu tahunan atau kurang.86
Dengan kata lain, keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan
kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, juga segala sesuatu baik berupa uang
maupun bareng yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki
dan atau dikuasi oleh daerah atau Negara yang lebih tinggi, serta pihak-pihak lain
sesuai ketentuan perundang-undangan.87
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah pada pasal 1 ayat (5) menegaskan bahwa yang dimaksud
dengan Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah rangka
penyelenggaran pemerintah daerah yang dapat dinilai uang, termasuk didalamnya
86 Sony Yuwono, dkk, Pengganggaran Sektor Publik: Pedoman Praktis Peyusunan,
Pelaksanaan, dan Pertanggungjawaban APBD (Berbasis Kinerja), (Malang: Bayu Media, 2005),
h,27. 87
Hendra Karianga, Politik Hukum: Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, (Jakarta:
Kencana, 2013), h. 143
57
semua bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah
tersebut, dalam rangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).88
APBD merupakan suatu rencana operasional keuangan daerah, di satu pihak
yang menggambarkan penerimaan pendapatan daerah dan di lain pihak
merupakan pengeluran daerah untuk membiayai pengeluaran rutin dan
pengeluaran pembangunan dalam satu tahun anggaran. Pengeluaran pembangunan
untuk membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek pembangunan daerah.
Berkaitan dengan pengeluaran pembangunan, yang harus diperhatikan adalah
penentuan komposisinya dan fungsi alokasi anggaran.89
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu rencana
keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang
APBD yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dalam
satu tahun anggran APBD meliputi:90
a. Hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan
bersih.
b. Kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebgai pengurang nillai
kekayaan bersih.
c. Penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan
diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun
pada tahun-tahun berikutnya.
88
Peraturan Pemerintah No. 5 ayat 1 pasal 5 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah 89
Rahardjo Adisasmita, Pengelolaan Pendapatan dan Anggran Daerah, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2011), h. 3 90
Sony Yuwono, dkk, Pengganggaran Sektor Publik: Pedoman Praktis Peyusunan,
Pelaksanaan, dan Pertanggungjawaban APBD (Berbasis Kinerja), (Malang: Bayu Media, 2005),
h, 92.
58
Menurut Pasal 23 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah, hak dan kewajiban daerah diwujudkan dalam bentuk rencana kerja
pemerintah daerah yang dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan
pembiayaan daerah (APBD) yang dikelola dalam sistem keuangan daerah.91
Selanjutnya, yang dimaksud dengan hak daerah sesuai dengan Pasal 21 UU
Nomor 32 Tahun 2004 meliputi beberapa hal berikut:92
a. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
b. Memilih pimpinan daerah
c. Mengelola aparatur daerah
d. Mengelola kekayaan daerah
e. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah
f. Mendapatkan bagian dari hasil pengelola sumber daya alam dan sumber
daya lain yang berada di daerah
g. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah
h. Mendapatkan hal lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
Sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban daerah sesuai Pasal 22 Nomor
32 Tahun 2004 meliputi beberapa hal berikut93
:
a. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan, dan kerukunan
nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
b. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat
c. Mengembangkan kehidupan demokrasi
91
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 23 ayat (1) Tentang Pemerintah Daerah. 92
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 21 Tentang Hak Pemerintah Daerah
93
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 22, Tentang Kewajiban Pemerintah
Daerah
59
d. Mewujudkan keadalan dan pemerataan
e. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan
f. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan
g. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak
h. Mengembangkan sistem jaminan sosila
i. Menyusun perencanaan tata ruang daerah
j. Mengembangkan sumber daya produktif daerah
k. Melestarikan lingkungan hidup
l. Mengelola administrasi kependudukan
m. Melestarikan nilai sosial
n. Membentuk dan menerapkan persatuan perundang-undangan sesuai
dengan kewenangan
o. Kewajiban lain yang diatur dalam perundang-undangan
Sumber pendapatan pemerintah daerah relatif terprediksi dan lebih stabil
sebab pendapatan tersebut diatur oleh undang-undang dan peraturan daerah yang
bersifat mengikat dan dapat dipaksakan. Agar pemerintah daerah dapat melakukan
manajemen pendapatan secara optimal, hal pertama yang perlu dilakukan adalah
mengenali sumber-sumber pendapatan daerah.94
Kota Tangerang sebagai salah satu kota di Indonesia berhasil mengelola
keuangan daerahnya (APBD) dengan baik. Hal ini dapat dilihat pada penyerapann
pendapatan daerah yang terus meningkat setiap tahunnya. Terbukti pada tahun
2014 APBD Kota Tangerang hanya sebesar 2,837,381,637,290.00 dan pada tahun
94
Mahmudi, Manajemen Keuangan Daerah , ( Yogyakarta: Erlangga, 2010), h., 16.
60
2015 naik sebesar 3,294,192,110,809.00 (setelah mengalami perubahan dari
3,157,475,214,600.00).95
Peningkatkan pendapatan daerah menjadi salah satu
indikator penting untuk menilai keberhasailan keuangan suatu daerah. Adapun
perinciannya ABPD Kota Tangerang dapat dilihat dari tabel diberikut ini:96
Tabel III.3.1 APBD Kota Tangerang Tahun 2014
PEMERINTAH KOTA TANGERANG
RINGKASAN APBD KOTA TANGERANG
TAHUN ANGGARAN 2014
NO.
URUT URAIAN JUMLAH
1 2 3
1 PENDAPATAN DAERAH 2,837,381,637,290.00
1.1 Pendapatan Asli Daerah 1,084,022,001,062.00
1.1.1. Hasil Pajak Daerah 909,500,000,000.00
1.1.2. Hasil Retribusi Daerah 113,282,877,062.00
1.1.3. Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan 13,255,000,000.00
1.1.4. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 48,014.124,000.00
1.2 Dana Perimbangan 1,141,393,679,973.00
1.2.1. Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 213,114,058,973.00
1.2.2. Dana Alokasi Umum 890,213,131,000.00
1.2.3. Dana Alokasi Khusu 38,067,490,000.00
1.3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 611,965,956,255.00
1.3.3. Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Lainnya 380,219,135,255.00
1.3.4. Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 221,028,039,000.00
1.3.5. Bantuan Keuangan dari Provinsi atau pemerintah daerah lainnya 10,718,728,000.00
Sumber: Arsip Pemerintah Kota Tangerang
95
ABPD Kota Tangerang, diakses pada 25 Jui 2016 dari
http://www.tangerangkota.go.id/sejarah-kota-tangerang 96
ABPD Kota Tangerang, diakses pada 25 Jui 2016 dari
http://www.tangerangkota.go.id/sejarah-kota-tangerang
61
Lanjutan tabel III.3.1 APBD Kota Tangerang Tahun 201
1.9 JUMLAH PENDAPATAN 2,837,381,637,290.00
2. BELANJA DAERAH 3,370,438,015,338.00
2.1 BELANJA TIDAK LANGSUNG 1,091,624,563,346.06
2.1.1. BELANJA PEGAWAI 1,061,551,313,346.06
2.1.4. BELANJA HIBAH 24,469,000,000.00
2.1.5. BELANJA BANTUAN SOSIAL 616,250,000.00
1.1.7. BELANJA BANTUAN KEUANGAN KEPADA PROV./KAB./KOTA
988,000,000.00
Dan PEMERINTAH DESA DAN PARPOL
2.1.8. BELANJA TAK TERDUGA 4,000,000,000.00
2.2. BELANJA LANGSUNG 2,278,813,451,991,94
2.2.1. BELANJA PEGAWAI 263,840,493,599.00
2.2.2. BELANJA BARANG DAN JASA 1,114,623,946,716.00
2.2.3. BELANJA MODAL 900,349,011,979.94
2.8 JUMLAH BELANJA 3,370,438,015,338.00
2.9 SURPLUSI (DEFISIT ) 533,056,378,048.00
3. PEMBIAYAAN DAERAH 533,056,378,048.00
3.1 Penerimaan Pembiayaan Daerah 533,056,378,048.00
3.1.1 Sisa Lebih Perhitungan Tahun Sebelumnya 533,056,378,048.00
3.19 JUMLAH PENERIMAAN PEMBIYAAN 533,056,378,048.00
3.29 JUMLAH PENGELUARAN PEMBIYAAN 0,00
3.299 PEMBIYAAN NETO 533,056,378,048.00
3.3 SISA LEBIH PEMBIYAAN ANGGARAN TAHUN BERKENAAN (SILPA)
Sumber: Arsip Pemerintah Kota Tangerang
62
Tabel III.3.2 APBD Kota Tangerang Tahun 2015
PEMERINTAH KOTA TANGERANG
RINGKASAN APBD KOTA TANGERANG
TAHUN ANGGARAN 2015
NO.
URUT URAIAN JUMLAH
1 2 3
1 PENDAPATAN DAERAH 3,157,475,214,600.00
1.1 Pendapatan Asli Daerah 1,313,553,703,195.00
1.1.1. Hasil Pajak Daerah 1,066,350,000,000.00
1.1.2. Hasil Retribusi Daerah 77,716,510,273.00
1.1.3. Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan 13,361,228,922.00
1.1.4. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 156,125,964,000.00
1.2 Dana Perimbangan 1,126,190,130,000.00
1.2.1. Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 204,089,198,000.00
1.2.2. Dana Alokasi Umum 887,033,912,000.00
1.2.3. Dana Alokasi Khusu 35,067,020,000.00
1.3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 717,731,381,405.00
1.3.3. Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Lainnya 438,162,055,155.00
1.3.4. Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 241,676,189,000.00
1.3.5. Bantuan Keuangan dari Provinsi atau pemerintah daerah lainnya 37,893,137,250.00
1.9 JUMLAH PENDAPATAN 3,157,574,214,600.00
2. BELANJA DAERAH 3,838,435,826,042.64
2.1 BELANJA TIDAK LANGSUNG 1,242,950,636,707.75
2.1.1. BELANJA PEGAWAI 1,213,196,733,893.94
2.1.4. BELANJA HIBAH 24,415,500,000.00
1.1.7. BELANJA BANTUAN KEUANGAN KEPADA PROV./KAB./KOTA
138,402,813.81
Dan PEMERINTAH DESA DAN PARPOL
2.1.8. BELANJA TAK TERDUGA 4,000,000,000.00
2.2. BELANJA LANGSUNG 2,595,485,189,334,89
Sumber: Arsip Pemerintah Kota Tangerang
63
Lanjutan Tabel III.3.2 APBD Kota Tangerang Tahun 2015
2.2.1. BELANJA PEGAWAI 264,542,604,370.00
2.2.2. BELANJA BARANG DAN JASA 1,388,675,926,000.02
2.2.3. BELANJA MODAL 942,266,658,964.87
2.8 JUMLAH BELANJA 3,838,435,826,042.64
2.9 SURPLUSI (DEFISIT ) 680,960,611,442.64
3. PEMBIAYAAN DAERAH 680,960,611,442.64
3.1 Penerimaan Pembiayaan Daerah 680,960,611,442.64
3.1.1 Sisa Lebih Perhitungan Tahun Sebelumnya 680,960,611,442.64
3.19 JUMLAH PENERIMAAN PEMBIYAAN 680,960,611,442.64
3.29 JUMLAH PENGELUARAN PEMBIYAAN 0,00
3.299 PEMBIYAAN NETO 680,960,611,442.64
3.3
SISA LEBIH PEMBIYAAN ANGGARAN TAHUN BERKENAAN
(SILPA) 0,00
Sumber: Arsip Pemerintah Kota Tangerang
Berdasarkan rincian dua tabel, dapat terlihat peningkatan pemasukan PAD
Kota Tangerang yang pada Tahun 2014 2,837,381,637,290.00 naik pada 2015
menjadi 3,157,475,214,600.00. Umumnya, sumber pendapatan daerah pada
dasarnya dapat dibedakan menjadi dua: pertama, sumber pendapatan yang saat ini
ada dan sudah ditetapkan dengan peraturan perundangan. Kedua, sumber
pendapatan di masa datang yang masih potensial atau tersembunyi dan baru akan
diperoleh apabila sudah dilakukan upaya-upaya terntentu.
Sumber pendapatan baru dapat diperoleh misalnya melalui inovasi program
ekonomi daerah, program kemitraan pemerintah daerah dengan pihak swasta, dan
sebagainya. Dalam hal sumber penerimaan yang menjadi hak pemerintah daerah,
Undang-Undangan No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah: dan Undang-
64
Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Daerah telah menetapkan sumber-sumber penerimaan daerah.97
Berdasarkan rincian anggaran APBD Kota Tangerang pada tabel diatas
dapat dilihat bahwa, memaksimalkan potensi berbagai sumber daya yang tedapat
didaerah merupakan kunci dari peningkatan penyerapan anggaran tersebut.
Sebagai contoh, potensi pajak Kota Tangerang yang pada tahun 2014 hanya
909,500,000,000.00 seiring dengan banyaknya investasi yang masuk ke daerah
Kota Tangerang dalam kurun waktu satu tahun meningkat menjadi
1,006,350,000,000.00. Iklim sosial-politik lokal yang kondusif di Kota Tangerang
menjadi faktor pendukung peningkatan penyarapan pendapatan asli bagi daerah.
Meskipun disisi lain APBD Kota Tangerang mengalami defisit dan surplus
dari belanja daerah, tetapi dengan tatakelola keuangan yang baik ini akan menjadi
bahan evaluasi dan perbaikan bagi Pemerintah Kota Tangerang dan DPRD Kota
Tangerang untuk tahun anggaran berikutnya.
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu modal dasar
pemerintahan daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi
belanja daerah. Pendapatan Asli Daerah merupakan usaha daerah guna
memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana dari pemerintah tingkat
atas (subsidi). Pada dasarnya pendapatan asli daerah seyogyanya ditunjang oleh
dari hasil-hasil perusahaan daerah, perusahaan pajak, perusahaan pasar, pajak
reklame, pajak tontonan, retribusi kendaraan dan kebersihan, pajak bumi dan
97
Mahmudi, Manajemen Keuangan Daerah ( Yogyakarta: Erlangga, 2010), h., 16.
65
bangunan serta usaha lainnya. Kondisi setiap daerah berbeda-beda, baik letak
geografis, cuaca, luas wilayah, kepadatan penduduk, serta kondisi sosial-politik
dan potensi kekayaan disetiap daerah. Sumber pendapatan daerah terutama
pendapatan derah yang potensial diserahkan kepada daerah otonomi tersebut
untuk digunakan dakan proses pembanguan dan kepentingan masyarakat
didaerah.98
Dalam hal pendapatan asli daerah (PAD), pemerintah daerah memiliki
kewenangan penuh untuk menggali meningkatkan potensi daerah dari sumber-
sumber yang ada di daerahnya. Termasuk didalamnya membuat peraturan daerah
guna menopang pengoptimalisasian dan landasan hukum bagi daerah untuk
meningkatkan pendapatan bagi daerah sekaligus. Dengan begitu, diharapakan
pemasukan yang diterima oleh daerah bisa dalam jumlah yang besar.99
Adapun sumber-sumber pendapatan asli daerah adalah sebagai berikut :
a). Pajak Daerah
Secara sederhana pajak dapat diartikan sebagai iuran berupa uang, yang
rakyat berikan kepada negara. Adapun besaran uang atau pajak yang rakyat
berikan ditentukan oleh negara. Pemberian pajak ini gunakan untuk membiayai
rumah tangga negara, agar negara dapat memberikan manfaat melalui
pembangunan fasilitas bagi masyarakat secara luas.100
98
HAW Widjaja, Titik Berat Otonomi Daerah Pada Daerah Tingkat II (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2003), h.,42. 99
Peni Chalid, Keuangan Daerah Invesatasi, dan Desentralisasi: Tantanan dan Hambatan,
(Jakarta: Kemitraan, 2005), h., 16 100
Rahardjo Adisasmita, Pengelolaan Pendapatan dan Anggran Daerah, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2011), h. 95
66
Menurut UU No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah, yang selanjutnya
disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan UU nomor 28
tahun 2009 pajak kabupaten/kota dibagi menjadi beberapa sebagai berikut, Pajak
Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan,
Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak
Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan
Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Seperti halnya dengan pajak
pada umumnya, pajak daerah mempunyai peranan ganda yaitu, sebagai sumber
pendapatan daerah (budegtary), dan sebagai alat pengatur (regulatory).101
b). Retribusi Daerah
Retribusi adalah pungutan yang dilakukan berhubungan dengan jasa
fasilitas yang diberikan pemerintah secara langsung dan nyata kepada masyarakat.
Retribusi ini bersifat imbalan yang berikan rakyat kepada pemerintah aerah atas
jasa fasilitas yang telat diberikan pemerintah daerah. Hasil dari retribusi kemudian
masuk kedalam kas pemerintah daerah, yang kemudian digunakan kembali bagi
peningkatkan jasa dan fasilitas umum.102
Pemerintah pusat kembali mengeluarkan regulasi tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, melalui Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. Dengan UU ini
101
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Jakarta 102
Rahardjo Adisasmita, Pengelolaan Pendapatan dan Anggran Daerah, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2011), h. 110.
67
dicabut UU Nomor 18 Tahun 1997, sebagaimana sudah diubah dengan UU
Nomor 34 Tahun 2000. Berlakunya UU pajak dan retribusi daerah yang baru di
satu sisi memberikan keuntungan daerah dengan adanya sumber-sumber
pendapatan baru, namun disisi lain ada beberapa sumber pendapatan asli daerah
yang harus dihapus karena tidak boleh lagi dipungut oleh daerah, terutama berasal
dari retribusi daerah. Menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 secara keseluruhan
terdapat 30 jenis retribusi yang dapat dipungut oleh daerah yang dikelompokkan
kedalam tiga golongan retribusi, yaitu103
:
a). Retribusi Jasa Umum yaitu pelayanan yang disediakan atau diberikan
pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta
dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
b). Retribusi Jasa Usaha adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa
usaha yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah
untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
c). Retribusi Perizinan Tertentu adalah pungutan daerah sebagai pembayarann
atas pemberian izin tertentu yang khusus diberikan oleh pemerintah daerah
untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
c). Bagian Laba Pengelolaan Aset Daerah yang dipisahkan
Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan
penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Undang-undang nomor 33 tahun 2004 mengklasifikasikan jenis hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut menurut objek
103
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
68
pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan
milik daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
negara/BUMN dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
swasta maupun kelompok masyarakat.104
d). Lain-lain PAD yang sah
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menjelaskan Pendapatan Asli
Daerah yang sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak
termasuk dalam jenis pajak dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Pendapatan ini juga merupakan penerimaan daerah yang berasal dari
lain-lain milik pemerintah daerah. Undang-undang nomor 33 tahun 2004
mengklasifikasikan yang termasuk dalam pendapatan asli daerah yang sah
meliputi:105
1. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan.
2. Jasa giro.
3. Pendapatan bunga.
4. Keuntungan adalah nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
5. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan, pengadaaan barang ataupun jasa oleh pemerintah.
2. Dana Perimbangan
Dana perimbangan dana yang merupakan bagian daerah berasal dari
beberapa sumber dibawah ini :
104
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.. 105
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menjelaskan Pendapatan Asli Daerah
69
a. Dana Bagi Hasil
Dana yang merupakan hasil pajak terdiri dari Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), Bea Per-Olehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan penerimaan
sumber daya alam. Adapapun penerimaan sumber daya alam terdapat dari
berbagai sektor seperti, sektor pertanian, perhutanan, perikanan, dan sektro
pertambangan.106
Tujuan dari pelaksanaan bagi ini adalah agar terciptanya
kesetaraan kemakmuran, hal ini berkaca pada pengalaman Orde Baru yang
mengekspolitasi sumber daya alam secara terspusat.
Perimbangan keuangan berdasarkan asas desentralisasi ditentukan
berdasarkan proporsi pendelegasian kewenangan yang besar pada pemerintahan
daerah sehingga memiliki tanggungjawab yang besar pula. Sejalan dengan hal
tersebut maka konsekuensinya adalah proporsi perimbangan keungan lebih besar
diterima daerah dari pada pusat.107
b. Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan salah satu bentuk dana penerimaan
daerah yang bersumber dari dana perimbangan antara pemerintah pusat dan
daerah. Besaran alokasi dana yang diberikan disesuaikan dengan kondisi dan
potensi pendapatan daerah tersebut. Hal ini bertujuan agar terjadi pemerataan
antar daerah, terutama bagi daerah-daerah yang sedikit potensi sumber
pendapatannya. Baik yang bersumber dari pajak, ataupun hasil buminya.108
106
HAW Widjaja, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2007), h.,110 107
Peni Chalid, Keuangan Daerah Invesatasi, dan Desentralisasi: Tantanan dan
Hambatan, (Jakarta: Kemitraan, 2005), h., 14 108
Peni Chalid, Keuangan Daerah Invesatasi, dan Desentralisasi: Tantanan dan
Hambatan, (Jakarta: Kemitraan, 2005), h., 16
70
Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan transfer dari pusat kepada daerah
yang bersifat block grant yang kewenangan pengaturan dan penggunaannya
diserahkankepada pemerintah daerah dalam rangka penyelenggraan pemerintah
daerah. Besarnya Dana Alokasi Umum yang ditetapkan 25% dari Penerimaan
Dalam Negeri (PDN). PDN yang akan dibagi hasilkan kepada daerah adalah PDN
Netto, yaitu PDN bruto yang dikurangi dengan penerimaan yang telah dihasilkan
termasuk dana reboisasi109
. DAU merupakan komponen terbesar dalam dana
perimbangan dan peranannya sangat strategis dalam menciptakan pemerataan dan
keadilan antara daerah. Proporsinya yang cukup besar dan kewenangan
pemanfaatan yang luas sekaligus akan memberikan makna otonomi yang lebih
nyata bagi pelaksanaan pemerintahan didaerah.
Tujuan pengalokasian DAU adalah dalam kerangka pemerataan kemampuan
penyediaan pelayanan publik diantara pemerintah daerah di Indonesia. Indonesia
adalah negara yang kaya akan sumber daya alamnya, potensi SDA yang dimiliki
oleh setiap daerah antara provinsi, kabupaten, kota tidaklah sama. Oleh karen itu,
sumber perimbangan dana pusat-daerah yang berasal dari sumber daya alam juga
akan menimbulkan ketidakmerataan antar-daerah. dalam konteks ini, DAU
dimaksudkan untuk dapat memperbaiki pemerataan perimbangan keuangan yang
ditimbukan oleh bagi hasil sumber daya alam tersebut.110
Varibel-varibel yang digunakan sebagai standar pengukuran kebutuhan
suatu daerah adalah, Pertama, jumlah dan kepadatan penduduk yang
109
HAW Widjaja, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom , (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2007), h.,47 110
Macfud sidik, ed., DAU Konsep, Hambatan, dan Prospek di Era Otonomi Daerah,
(Jakarta: Kompas 2002), h., 53.
71
mencerminkan kompleksitas dan kebutuhan pelayanan yang diperlukan. Kedua,
luas wilayah semakin luas maka semakin besar pula biaya yang dibutuhkan.
Ketiga, indeks harga bangunan mereflesikan kondisi geografis suatu daerah.
Keempat, jumlah penduduk miskin yang merupakan target dari pelayan publik
yang bertujuan meningkatkan taraf hidup masyarakt. Keenam, pengeluaraan rata-
rata daerah yang digunakan untuk pengadaan pelayanan publik.111
Dalam rangka objektivitas dan keadilan dalam pembagian DAU kepada
daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota, maka penetapan formula distribusi
DAU ditetapkan oleh Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) yang
anggotanya terdiri dari dari Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Menteri
Keungan dan Pembinaan BUMN, Sekretaris Negara, Menteri lain sesuai
kebutuhan, perwakilan asosiasi pemerintah daerah dan wakil-wakil daerah yang
dipilih oleh DPRD.112
c. Dana Alokasi Khusus
Dan Alokasi Khusus (DAK) dialokasikan kepada daerah tertemntu untuk
membiayai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah yang telah ditetapkan
oleh APBN. Pengukuran besaran DAK dilakuakan oleh pemerintah dengan
mempertimbangkan beberapa kriteria, umum, khusus dan teknis yang menjadi
tolak ukur dalam memformulasikan DAK yang akan diberikan kepada daerah.113
111
Peni Chalid, Keuangan Daerah Invesatasi, dan Desentralisasi: Tantanan dan
Hambatan, (Jakarta: Kemitraan, 2005), h., 16 112
HAW Widjaja, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2007), h., 48
113
Peni Chalid, Keuangan Daerah Invesatasi, dan Desentralisasi: Tantanan dan
Hambatan, (Jakarta: Kemitraan, 2005), h., 23
72
DAK termasuk didalamnya 40% penerimaan negara dari dana reboisasi.
Berbeda dengan dengan dana bagi hasil dan DAU, kewenangan dalam
pengalokasian DAK relatif karena dana tersebut pada dasarnya dikaitkan dengan
pembiayaan kegiatan tersebut (earmarking) termasuk kegiatan reboisasi. Dana
tersebut dimaksudkan untuk membiayai kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan
sebelumnya dengan menggunakan rumus DAU, serta pembiayaan proyek yang
merupakan komitmen atau prioritas nasional. 114
DAK dialokasikan kepada daerah tertentu berdasarkan usul kegiatan dan
sumber-sumber pembiayaan yang diajukan oleh daerah kepada Menteri
Teknis/Instansi, sedangkan pengalokasiannya DAK ditetapkan oleh Menteri
Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan Menteri Teknis/Instansi yang
terkait yang membidangi perencanaan pembangunan nasional. Untuk
memperolah DAK, daerah wajib untuk menyiadakan dana pendamping minimal
10% dari total dana yang diajukan yang di sediakan dari APBD. 115
d. Dana lain-lain yang sah: Dana Hibah, Dana Darurat, Penerimaan yang
sah
Selain dana yang sudah disebutkan diatas, terdapat sumber pemasukan yang
lain bagi daerah. Pertama dana hibah, dana hibah merupakan dana yang diberikan
dari pihak ketiga kepada pemerintah daerah untuk melakukan program-program
tertentu. Kedua dana darurat, dana yang sifatnya mendesak dan harus ada dalam
waktu singakt untuk dipergunakan dalam keadaan tertentu seperti bencana alam.
114
HAW Widjaja, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2007), h., 48 115
HAW Widjaja, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, h., 48
73
74
BAB IV
PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN DPRD KOTA TANGERANG
PADA TATAKELOLA KEUANGAN DAERAH(APBD) TAHUN
ANGGARAN 2015
A. Ruang Lingkup Pengawasan
Munculnya Trias Politika telah menciptakan pemisahan pada struktural
politik antara kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Melalui pemisahan itu
kemudian muncul fungsi dari masing-masing bidang pemerintahan tersebut.
Pengawasan merupakan fungsi yang muncul dari hasil pembagian kekuasaan
tersebut yang melekat pada aparatur pemerintah untuk mewujudkan suatu
pemerintahan yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat.116
Keberadaan Badan Legislatif didaerah (DPRD) merupakan bentuk
terwujudnya demokrasi secara universal. Peran dan fungsi DPRD sebagai
penyeimbang kekuasaan pemerintah terdapat pada ketiga fungsinya yakni, fungsi
legislasi, budgeting (anggran), dan controling (pengawasan). DPRD sebagai
bentuk dari reprensentasi kekuasaan rakyat dalam membuat Undang-Undang serta
menjalakan semua fungsinya harus mencerminkan keberpihakannya kepada
rakyat. Sehingga fungsi pengawasan yang dilakukannya menjadi sangat penting
dalam proses pelaksanaan Undang-Undang (perda) dan pengelolaan anggaran.117
Dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Bab I dijelaskan
bahwa DRPD merupakan bagian dari unsur penyelenggara Pemerintah Daerah.
116
Mardiasmo, Pengawasan, Pengendalian, dan Pemeriksaan Kinerja Pemerintah
Daerahdalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, (Yogyakarta: Andi, 2001), h., 205. 117
Sadu, Wasistono, dan Ondo Riyani, Etika Hubungan Legislatif dalam Pelaksanaan
Otonomi Daerah, (Bandung: Fokus Media, 2003), h., 93
75
Sehingga dengan posisi demikian DPRD harus membantu mendukung program
dari Pemerintah Daerah. Melalui fungsi dan tugas yang sudah melekatlah DPRD
menjalankan fungsinya sebagai unsur dari penyelengara Pemerintah Daerah.
Dalam menjalankan ketiga fungsinya DPRD diatur oleh berbagai peraturan.
Hal Ini sesuai dengan pernyataan ketua DPRD Kota Tangerang, bahwa payung
hukum dalam melakukan fungsi terutama pengawasan ialah Undang-Undang 23
Tahun 2014, Perturan Menteri Dalam Negeri, Peraturan Pemerintah Nomor 16
Tahun 2010 dan Tata Tertib DPRD .118
Pentingnya berbagai peraturan tersebut
bertujuan agar segala tindakan yang dilakukan DPRD tidak bertentangan dengan
hukum negara. Selain itu, bertujuan untuk mengatur tata kerja dan hasil kebijakan-
kebijakan sehingga tidak bertentangan dengan harapan publik.
Pengawasan merupakan salah satu fungsi pokok yang harus dilaksanakan
dalam suatu kerja sama agar kesinambungan di suatu kegiatan dapat terjaga
sehingga sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Selain itu
pengawasan dilaksanakan untuk mengetahui adanya penyimpangan dalam suatu
pekerjaan. Pengawasan adalah tugas dan wewenang DPRD yang bersifat politis
(terhadap kebijakan) dan bukan merupakan pemeriksaan, sedangkan pemeriksaan
merupakan fungsi dan tugas aparat pengawasan fungsional pemerintah119
.
Pengawasan merupakan seperangkat kegiatan atau tindakan untuk menjamin
agar penyelengaraan suatu kegiatan tidak menyimpang dari tujuan serta rencana
118
Wawancara Pribadi dengan Suparmi ST DPRD Kota Tangerang, 13 Oktober 2016 119
Djumhana, Muhamad, Pengantar Hukum Keuangan Daerah dan Himpunan peraturan
Perundang-undangan di Bidang Keungan Daerah, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007), h.,
45.
76
yang telah ditetapkan.120
Sebagai wakil rakyat pengawasan yang dilakukan oleh
legislatif pertama-tama berkenaan dengan keputusan yang telah dikeluarkannya
dalam bentuk undang-undang. Eksekutif dan yudikatif yang bertindak sebagai
pelaksana perlu dinilai apakah telah melaksanakan keputusan tersebut. Kedua
pengawasan itu merupakan konsekuensi dari kekuasaan rakyat yang
dioperasikannya. Sebagai pemegang mandat kekuasaan, badan perwakilan
bertanggung jawab atas pemanfaatan mandat tersebut kepada pemberinya.
Adapun bentuk pengawasan yang dapat dilakukan oleh legislatif melaui hak-hak
yang dimiliki DPRD Kota Tangerang diantaranya meliputi, hak bertanya, hak
angket, hak interpelasi, dan mosi.121
Hal ini sesuai dengan pendapat yang
diungkapkan oleh Wakil Ketua 1, bahwa:
Bentuk mekanisme itukan sudah diatur melalui hak-hak yang ada,
hak-hak yang kita punya, misalnya hak angket, hak meminta
keterangan, hak macam-macamlah, hak bertanya. Bentuk
pengawasan itukan tadi ita lewat hearing, atau rapat-rapat yang kita
lakukan. Mulai dari proses perencanaan terus pelaksanaan sampai
nanti pelaporan.122
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa pengawasan yang
dilakukan DPRD Kota Tangerang dilakukan menggunakan hak-hak yang telah
dimiliki. Hak-hak itu yang mendasari DPRD dalam melakukan hearing atau
dengar pendapat, rapat dengan mitra komisi, bahkan pemanggilan terhadap mitra
kerja komisi DPRD jika dalam pengawasan terdapat temuan atau pelanggaran.
120
Chabib Soleh dan Heru Rochmansjah, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah:
Sebuah Pendekatan Sturktural Menuju Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik, (Bandung:
FOKUSMEDIA, 2010), h.128. 121
Paimin Napitupulu, Menuju Pemerintahan Perwakilan, (Bandung: Alumni, 2007), h., 56. 122
Wawancara Pribadi dengan Hapipi Wakil Ketua I DPRD Kota Tangerang, 13 Oktober
2016
77
Fungsi, tugas, wewenang dan hak yang dimiliki DPRD Kota Tangerang
haruslah dijalankan dengan optimal, terutama fungsi pengawasan terhadap
tatakelola keuangan daerah. Hal ini agar terwujudnya pemerintahan daerah yang
efektif, efesien, transparan dan akuntabel sehingga terciptanya Good and Clean
Governance.
Fungsi pengawasan DPRD telah di atur oleh Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang menjelaskan bahwa Dalam
melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan
laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana dimaksud pada
(1), DPRD kabupaten/kota berhak mendapatkan laporan hasil pemeriksaan
keuangan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Selain itu, Peraturan
Pemerintah No. 6 tahun 2010 dan Tata Tertib DPRD Kota Tangerang. Hal diatas
dipertegas oleh pendapat Wakil Ketua I DPRD Kota Tangerang, yang mengakatan
bahwa fungsi DPRD tebagi tiga yakni, fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan
yang semuanya di atur dalam Undang-Undang MD3 tentang Susduk dan Undang-
undang 23 tahun 2014.123
Tata Tertib DPRD Kota Tangerang BAB II Pasal 3 ayat 1 Huruf C
menjelaskan bahwa fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan
Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Peraturan Walikota dan
kebijakan yang ditetapkan oleh Walikota.124
123
Wawancara Pribadi dengan Hapipi Wakil Ketua I DPRD Kota Tangerang, 13 Oktober
2016 124
Peraturan DPRD Kota Tangerang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPRD Kota
Tangerang Bab III Pasal 3 ayat 1 huruf c.
78
Di Kota Tangerang hubungan antara legislatif dengan eksekutif dapat
dikatakan cukup baik. Menurut Ketua DPRD Kota Tangerang, hubungannya
cukup baik karena dalam undang-undang dijelaskan bahwa DPRD dan Pemerintah
Daerah sebagai penyelenggraan urusan pemerintah. Pada dasarnya baik DPRD
atau Pemerintah Kota Tangerang memiliki visi untuk melakukan perubahan dan
menjadikan Kota Tangerang menjadi lebih baik lagi, tentu dengan meningkatkan
pelayanan publik, pembangunan stuktur dan infrasturktur. Sehingga dalam
prosesnya saling memberi masukan dan saran agar checks and balances dapat
berjalan dengan dasar kerjasama yang baik.125
Pernyataan diatas menggambarkan bahwa hubungan kemitraan yang cukup
baik yang dibangun antara legisatif dan eksekutif menjadi faktor yang membantu
terciptanya lingkungan sosial politik yang kondusif. Dengan demikan keputusan
dan kebijakan yang diambil pemerintah dapat langsung diimplementasikan kepada
masyarakat Kota Tangerang.
Melalui fungsi pengawasan yang dilakukan DPRD Kota Tangerang
khususnya dalam hal tatakelola keuangan APBD, maka sudah menjadi kewajiban
DPRD Kota Tangerang selalu memberikan saran, teguran serta tindakan pada
temuan-temuan yang diperoleh dalam proses pengawasan baik pada saat
perencanaan, pelaksanaan dan pertanggung jawaban dana APBD Kota Tangerang
agar dana APBD dapat tepat sasaran dan tidak terjadi penyimpangan.
Pengawasan terhadap proses penggunanaan APBD bukan hanya dilakukan
oleh DPRD Kota Tangerang. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan
125
Wawancara Pribadi dengan Suparmi ST Ketua DPRD Kota Tangerang, 13 Oktober 2016
79
Provinsi Banten juga memiliki kewenangan dalam proses pengawasan. Hal ini
dilakukan untuk menjamin bahwa proses pelaksanaan APBD berjalan sesuai
perencanaan. Selain itu, membantu DPRD dalam memberikan laporan
penggunaan APBD, termasuk memberikan catatan kepada DPRD Kota Tangerang
jika terdapat temuan-temuan penyalahgunaan anggaran. Hal tersebut dipertegas
oleh Ketua DPRD Kota Tangerang Suparmi ST :
Hasil laporan BPK, atau LHP-BPK itukan biasanya dilaporkan ke
kita ada yang pertriwulan ada yang pertahun, dari hasil itu nanti
disampaikan ke kita ke DPRD oleh BPK, kita kan diundang kesana.
Nah jadi hasil laporan itu apakah ada temuan atau tidak. Kalau
tidak ada berarti kan bagus. Ketika ada temuan kita akan
selesaikan. Karena gini, nantikan BPK itu akan memberikan
catatan, misalnya temuan ini harus ditindak lanjuti 60 hari kedepan
harus selesai,misalnya.126
Pernyataan diatas menjelaskan bahwa perlu adanya pengawasan diluar
DPRD untuk menjamin bahwa tidak ada proses negosiasi yang dilakukan pihak
eksekutif dan legislatif, serta memperkuat temuan dalam proses pengerencanaan,
pelaksanaan dan pelaporan anggaran pendapatan dan belanja daerah. Pada
kenyataanya hal ini ternyata berlangsung sebagaimana aktifitas yang dilakukan
oleh BPK, pada kasus pengeluaran dana diklat dan reses tahun anggaran 2014
yang dilakukan oleh anggota DPRD Kota Tangerang. Hal ini membuktikan bahwa
proses pengawasan DPRD Kota Tangerang terhadap eksekutif berlangsung
transparan.
Berbeda dari fungsi legislasi yang menghasilkan undang-undang atau Perda,
dan anggaran yang menghasilkan pengesahan APBD. Fungsi pengawasan dapat
126
Wawancara Pribadi dengan Suparmi ST DPRD Kota Tangerang, 13 Oktober 2016
80
dinilai hanya melalui temuan-temuan dari apa yang menjadi objek pengawasan.
Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua I :
Pengawasan kan tidak sama seperti fungsi membuat undang-
undang yang menghasilkan perda atau anggaran yang
menghasilkan kesepakatan penggunaan anggaran. Kalau hasil dari
pengawasan itu ya berdasarkan temuan saja dari pembuatan perda
itu dan penggunaan anggaran APBD itu. Kalau ada ya kita tindak
melalui mekanisme yang ada. Jika tidak berarti kan bagus tuh, itu
saja.127
Sebagai contoh, pada tahun anggaran 2014 terdapat temuan BPK terkait
dengan penggunaan anggaran APBD sebanyak delapan temuan. Salah satu
temuan penyimpangan anggarantersebut, dilakuan oleh anggota dewan pada
kegiatan diklat dan reses TA 2014. Jumlah anggota dewan yang terlibat sebanyak
15 anggota dewan untuk diklat dengan total anggaran sebesar Rp. 209.195.000,
termasuk Ketua DPRD Kota Tangerang. Sedangkan untuk kegiatan reses
melibatkan 5 anggota dewan dengan total anggaran mencapai Rp. 91.002.725,00.
Meskipun pada akhirnya DPRD Kota Tangerang mengembalikan uang sejumlah
temuan kepada Kas Daerah.128
Adanya temuan menjadi indikator penting untuk melihat keberhasilan
pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Kota Tangerang. Temuan BPK
membuktikan bahwa fungsi pengawasan DPRD Kota Tangerang belum berjalan
dengan baik. Jika sebagai lembaga yang memiliki fungsi pengawasan sudah
melakukan pelanggaran bagaimana dengan lembaga yang diawasi.
127
Wawancara Pribadi dengan Hapipi Wakil Ketua I DPRD Kota Tangerang, 13 Oktober
2016 128
Berita Online. “ Waduh Ada Temuan BPK pada di Anggran Pemkota Tangerag” diakses
dari http://www.Kabar6.com/tangerang/kota/16003-waduh-ada-temuan-bpk-di-anggran-pemkot-
tangerang-2014, pada 20 Oktober 2016
81
B. Mekanisme Pengawasan dan Stategi Pengawasan
1. Proses Pengawasan
Pengawasan yang dilakukan DPRD merupakan yang ditetapkan oleh
Undang-Undang, pengawasan dimaksudkan agar dalam pelaksanaan APBD yang
dilakukan oleh eksekutif tidak terjadi penyimpangan dan penyalahgunaan dana
APBD. Pengawasan DPRD merupakan tindakan pencegahan, tindakan korektif,
serta tindakan evaluasi. Pengawasan ini dilakukan DPRD Kota Tangerang sejak
para anggota dewan dilantik. Hal ini diungkapkan oleh Ketua DPRD Kota
Tangerang:
Fungsi Pengawasan itu kita lakukan saat kita menjadi anggota
dewan. Kan ada tuh fungsi pengawasan dalam proses perencanaan,
pelaksanaan, sama saat laporan pertanggung jawaban, semua kita
awasi. Biar ga terjadi kesalahan dalam proses penggunaan
anggaran APBD gtu kan.129
Kegiatan-kegiatan DPRD dalam kerangka pengawasan daerah mengikut
berbagai mekanisme. Pertama, jenis-jenis rencana daerah yang meliputi
pengawasan terhadap APBD pada akhir tahun anggaran, dan pengawasan
terhadap RENSTRA unit kerja dijalankan hanya pada kegiatan atau program yang
dananya bersumber pada APBD. Kedua, macam kegiatan daerah yang
pengawasannya ditunjuka pada kegiatan-kegiatan dalam kerangka desentralisasi.
Selain itu, pengawaan DPRD pada kegiatan-kegiatan dalam kerangka pelaksanaan
desentralisasi.
Ketiga,periode pengawasan yang terbagi menjadi pengwasan periodik yang
dijalankan pada setiap akhir tahun masa jabatan, dan pengawasn isidentil yang
129
Wawancara Pribadi dengan Suparmi ST DPRD Kota Tangerang, 13 Oktober 2016
82
dijalankan dalam kerangka fungsi monitoring. Keempat, sumber informasi bagi
pengawasan yang dijalankan berdasarkan masukan dari media masa, laporan
pribadi, masyarakat, LSM dan organisasi kemasyarakat serta laporan dari
lingkungan masyarakat.130
Pembagian tugas anggota dewan dalam melakukan fungsinya dijelaskan
dalam tata tertib DPRD BAB VII tentang kelengkapan dewan. Pasal 42
menjelaskan tentang kelengkapan DPRD yang terdiri dari pimpinan, badan
musyawarah, komisi, badan pembentukan perda, badan anggaran, badan
kehormatan, dan alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat
paripurna. Alat kelengkapan DPRD ini dibentuk untuk memastikan pembagian
kerja dan optimalisasi kinerja DPRD agar terlaksana dengan baik dan sesuai
dengan peraturan yang ada. Adapun kepimpinan alat kelengkapan DPRD dalam
hal ini bersifat kolektif dan kolegial.131
Proses pengawasan yang dilakukan DPRD Kota Tangerang dilakukan
dengan berdasarkan tahapan-tahapan, Hal ini juga diungkapkan oleh Wakil Ketua
I DPRD KotaTangerang, bahwa pengawasan yang dimulai sejak perencanaan
APBD, pelaksanaannya, hingga laporan pertanggungjawaban. 132
Langkah-
langkah ini dilakukan untuk memastikan kesesuaian antara proses-proses yang
sudah direncanakan dalam penetapan ABPD. Sebagai lembaga yang ikut dalam
proses pengesahan dan penetepan DPRD bertanggungjwab pula terhadap APBD.
130
Wawancara Pribadi dengan Hapipi Wakil Ketua I DPRD Kota Tangerang, 13 Oktober
2016 131
Tata Tertib DPRD Kota Tangerang Bab VII Pasal 41 ayat 1. 132
Wawancara Pribadi dengan Hapipi Wakil Ketua I DPRD Kota Tangerang, 13 Oktober
2016
83
a. Tahapan Perencanaan
Penguatan tugas dan fungsi DPRD merupakan salah satu agenda pemerintah
untuk dapat mewujudkan desentralisasi. Semenjak adanya otonomi daerah, maka
tanggungjawab yang dibebankan kepada daerah atas keberlangsungan kehidupan
di setiap daerah menjadi lebih besar, sehingga diharapkan DPRD dapat lebih
berperan yang sebelum adanya otonomi peran DPRD sangat terbatas. Sekretariat
DPRD merupakan SKPD yang berperan dan membantu DPRD dalam
menjalankan tanggung jawab dan fungsinya tersebut. Oleh sebab itu, sekretariat
DPRD dalam menentukan perencanaan program pun harus dapat menyesuaikan
dengan kebutuhan DPRD.
Pengawasan pada tahap ini dilakukan DPRD Kota Tangerang melalui
mekanisme rapat paripurna dengan memastikan kesesuain perencanaan belanja
dengan besaran anggaran belanja yang direncanakan. Hal ini selaras dengan
pendapat Ketua Komisi III menurutnya,
Ini kepala daerah ada walikota, akil walikota, dan Sekda ini tiga
serangkai. Kemudian disini ada Pimpinan Dewan, ketua dan wakil
ketua empat orang. Naaah ketika ingin melakukan perubahan
anggran mereka kongkoh dulu, apa-apa saja yang perlu dirubah,
kalau ok jalan, ah itu “mesra namanya. Kalau ketidak mesraan itu
terjadi manakala, mau ada perubahan anggaran dewan tidak diajak,
kemudian tau-tau dikirim pembahasan, kalau mentok pembahasa,
ini yang bahaya. Makanya kalau disini cukup baik.133
Sebagaimana diatur dalam undang-udang Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 152
mengenai fungsi anggaran yang berbunyi Fungsi anggaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 149 ayat (1) huruf b diwujudkan dalam bentuk pembahasan untuk
133
Wawancara Pribadi dengan Drs. Sholihin Msi Ketua Komisi III DPRD Kota Tangerang
Bidang Keuangan dan Perekonomian, 6 Oktober 2016
84
persetujuan bersama terhadap Rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang APBD
Kabupaten/Kota yang diajukan oleh bupati/wali kota. Ayat ke (2) Fungsi anggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilaksanakan dengan cara:
a. membahas KUA dan PPAS yang disusun oleh bupati/wali kota
berdasarkan RKPD;
b. membahas rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang APBD
kabupaten/kota;
c. membahas rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang perubahan
APBD kabupaten/kota; dan
d. membahas rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kabupaten/kota
Sebagaimana dikatakan oleh Ketua DPRD Kota Tangerang :
Kalau untuk mekanisme tatakelola keuangan, jadi gini ada yang
namanya laporan pertanggung jawaban walikota, ada LHPBK, ada
juga kita evaluasi dengan mitra kerja. Jadi kan kalau DPRD itu kan
ada komisi, ada alat kelengkapan dewan salah satunya komisi, jadi
evaluasi mitra itu melalui komisi. Kalau pimpinan, masing-masing
pimpinan membawahi koordinator masing-masing komisi, nah itu
salah satu mekanismenya melalui mitra kerjanya melalui alat
kelengkapan dewan.134
Berdasarkan pernyataan diatas dapat dilihat bahwa proses mekanisme
pengawasan yang dilakukan DPRD Kota Tangerang dilakukan melalui alat-alat
kelengkapan yang sudah ditetapkan oleh DPRD. Kerjasama yang dilakukan oleh
komisi dengan mitra kerja merupakan bentuk dari pengawasan DPRD dalam
memastikan penggunaan anggaran berjalan dengan baik dan tepat sasaran.
134
Wawancara Pribadi dengan Suparmi ST DPRD Kota Tangerang, 13 Oktober 2016
85
b. Tahapan Pelaksanaan
Pelaksanaan anggaran sepenuhnya menjadi tanggungjawab kepala SKPD
untuk dapat mempertanggungjawabkan kepada Kepala Daerah. Permendagri no.
21 tahun 2011 tentang perubahan kedua atas permendagri no. 13 tahun 2006
tentang pedoman pelaksanaan keuangan daerah Pasal 122 Ayat 5 disebutkan
bahwa jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi
untuk setiap pengeluaran belanja daerah.135
Dalam hal ini, Pemerintah Daerah
hanya bisa melaksanakan anggaran yang sudah ditetapkan bersama dengan
DPRD. Ketua DPRD Kota Tangerang mempertegas dengan pernytaannya berikut
ini;
Jadi gini, misalkan anggaran APBD tahun 2016 sebesar 3,4 triliun
ya kan, untuk belanja langsung berapa, untuk belanja tidak
langsung berapa. Nah setelah itu kan dikaitkan, sepanjang tahun itu
dia harus habis, sejauh itu juga DPRD dalam melakukan
pengawasannya. Lalu ada hasil laporan BPK, jadi LHP-BPK
itukan biasanya dilaporkan ke kita ada yang pertriwulan ada yang
pertahun, dari hasil itu nanti disampaikan ke kita ke DPRD oleh
BPK, kita kan diundang kesana. Nah jadi hasil laporan itu apakah
ada temuan atau tidak. Kalau tidak ada berarti kan bagus. Ketika
ada temuan kita akan selesaikan. Karena gini, nantikan BPK itu
akan memberikan catatan, misalnya temuan ini harus ditindak
lanjuti 60 hari kedepan harus selesai,misalnya. 136
Pernyataan ini membuktikan bahwa proses pelaksanaan APBD dilakukan
oleh SKPD, sedangkan DPRD bertugas fokus untuk mengawasi jalannya
penggunaan anggaran APBD yang dilakukan oleh setiap SKPD. Kegiatan-
kegiatan itu akan disampaikan kepada DPRD jika sudah diprogramkan dan
dijalankan.
135
Peraturan Menteri dalam Negeri tentang Pemerintah Daerah No 21 Tahun 2011 136
Wawancara Pribadi dengan Suparmi ST DPRD Kota Tangerang, 13 Oktober 2016
86
Proses pelaksanaan pengawasan anggaran setelah semester awal biasanya
dilakukan perubahan APBD untuk memaksimalkan pencapaian penggunaan target
dana APBD. Hal ini dilakukan DPRD Kota Tangerang melalui penetepan Raperda
menjadi Perda Kota Tangerang tentang Perubahan ABPD Tahun Anggaran
2015.137
Kegiatan ini dilakukan bersama dengan Pemerintah Kota Tangerang. Hal
ini selaras dengan pendapat Ketua Komisi III menurutnya,
Ini kepala daerah ada walikota, akil walikota, dan Sekda ini tiga
serangkai. Kemudian disini ada Pimpinan Dewan, ketua dan wakil
ketua empat orang. Naaah ketika ingin melakukan perubahan
anggran mereka kongkoh dulu, apa-apa saja yang perlu dirubah,
kalau ok jalan, ah itu “mesra namanya. Kalau ketidak mesraan itu
terjadi manakala, mau ada perubahan anggaran dewan tidak diajak,
kemudian tau-tau dikirim pembahasan, kalau mentok pembahasa,
ini yang bahaya. Makanya kalau disini cukup baik.138
Sesuai pernyataan tersebut dapat disampilkan bahwa setiap pembahsan
keuangan terutama yang bersumber pada APBD harus dilakukan bersama antara
eksekutf dan legislatif dengan memperhatikan asas check and balances. Atas
dasar itulah hubungan antara eksekutif dan legislatif dapat berjalan baik dan
proporsional sesuai dengan konsep tujuan pemisahan kekuasaan. Pernyataan dari
Ketua Komisi III dipertegas oleh Wakil Ketua I bahwa, APBD yang telah
dirapatkan bersama dengan Walikota dan SKPD terkait besaran dan rencana
alokasi anggrannya tersebut harus dilakukan pengawasan agar teralokasikan
dengan baik dam tepat sasaran.139
137
Risalah Tahunan DPRD Kota Tangerang, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Kota
Tangerang Tahun2015 138
Wawancara Pribadi dengan Drs. Sholihin Msi Ketua Komisi III DPRD Kota Tangerang
Bidang Keuangan dan Perekonomian, 6 Oktober 2016 139
Wawancara Pribadi dengan Hapipi Wakil Ketua I DPRD Kota Tangerang, 13 Oktober
2016
87
c. Tahapan Pertangungjawaban
Pertanggungjawaban merupakan tahapan akhir dari proses pengawasan.
Bagian ini menjadi bagian paling penting dari penggunaan anggaran karena pada
tahap ini dapat diketahui tingkat keberhasilan, dan tercapai tidaknya seluruh
program yang telah direncanakan. Salah satu bentuk pertanggungjawaban adalah
berupa catatan-catatan pelaksanaan anggaran baik dari hasil temuan DPRD
ataupun Badan Pemeriksa Keuangan. Hal ini diungkapkan Ketua DPRD Kota
Tangerang berikut ini:
Nah itu setelah kita terima langsung kita evaluasi bersama antara
tim anggaran dengan tim TAPD kalaupun ada waktu bersamaan
dengan pembahasan anggran kita undang semua SKPD yang
memang ada temuan. Itupun, melalui LHP BPK. Kalau melalui LPJ
Walikota, dari itu per enam bulan LPJ dilaporkan ke kita. LPJ sama
LKJP, jadi dua. Kalau LKPJ laporan, laporan kerja
pertanggungjawaban, kalau LPJ laporan pertanggung jawab dari
sisi keuangannya, dari situ nanti baru disampaikan ke kita baru kita
bikin pansus.140
Berakhirnya tahun anggaran pelaksanaan APBD, pemimpin daerah
termasuk Walikota melakukan kegiatan yakni Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban (LKPJ) kepada DPRD yang dilakukan dalam sidang
paripurna DPRD. Kegiatan ini sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan dipertegas oleh
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Laporan Penyelenggaraan
140
Wawancara Pribadi dengan Suparmi ST DPRD Kota Tangerang, 13 Oktober 2016
88
Pemerintah Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada masyarakat. 141
Walikota menyampaikan Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan
APBD kepada DPRD berupa Laporan Keuangan yang telah diperiksa oleh Badan
Pemeriksa Keuangan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran
berakhir. Adapun laporan keuangan yang harus meliputi realisasi APBD, Neraca,
Laporan Arus Kas, dan Catatan Atas Laporan Keuangan yang dilampiri dengan
Laporan kinerja dan ikhtisar laporan keuangan BUMD atau perusahaan Daerah.142
Selanjutnya, DPRD selaku badan legislatif berkewajiban untuk menanggapi
laporan pertanggungjawaban yang disampaikan kepada walikota sebagai bentuk
pengawasan yang bersifa evaluasi. Dalam laporan Hasil Pembahasan DPRD Kota
Tangeranatas LKPJ Walikota, DPRD Kota Tangerang merekomendasikan
beberapa saran, masukan dan kritik atas pelaksanaan APBD agar dapat menjadi
bahan evaluasi untuk pelaksanaan APBD yang akan datang.
Hal ini sesuai dengan saran DPRD Kota Tangerang pada Walikota
mengedapkan penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang bersih, transparan, dan
akuntabel harus selalu dikedepankan. DPRD merekomendasian kepada Walikota
agar untuk terus meningkatkan pengawasan dan pengendalian terhadap
aparaturnya dalam pelaksanaan dan penyerapan anggaran yang telah ditetapkan
sehingga alokasi anggaran yang disediakan dapat dimanfaatkan untuk
141
Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007 Tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah
Daerah kepada DPRD, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada
masyarakat, Penjelasan Umum 142
Tata Tertib DPRD Kota Tangerang Bagian Ketiga Penetapan RAPBD Pasal 156 ayat (1)
dan (2).
89
pembangunan Kota Tangeran dan mendorong pertumbuhan ekonomi Kota
Tanegrang.
2. Bentuk Pengawasan
Perwujudan dari hak-hak yang dimiliki DPRD seperti hak angket, hak
bertanya, interpelasi dan mosi dapat di lihat dari beberapa bentuk. Beberapa hal
yang dilakukan DPRD Kota Tangerang dalam menjalankan fungsi
pengawasannya dilakukan melalui kegiatan-kegiatan seperti dibawah ini;
a. Kunjungan Kerja (Kunker)
Kunker atau kunjungan kerja merupakan bentuk rangkaian kerja yang
dilakukan DPRD Kota Tangerang dalam rangka peningkatan kualitas kerja
anggota dewan. Kunker bertujuan mencari solusi terkait dengan permasalahan
yang sedang dihadapi. Misalnya pada 12 Maret 2015 Komisi II DPRD Kota
Tangerang melakukan kunker ke Dinas Pendidikan Kota Tangerang dalam
rangka mencari masukan dan tukar pendapat terkait mekanisme penyaluran dana
Bosda untuk sekolah swasta di Kota Tangerang. Kukner dalam hal ini dilakukan
dengan mitra kerja terkait. 143
Selain itu, ada pula kujungan kerja yang sifatnya keluar daerah seperti yang
dilakukan Komisi III pada 3 maret 2015, saat berkunjung ke BPMP2T Kota
Depok untuk berkoordinasi terkait dengan IMB dan retribusi di kota depok.144
Melalui kunjungan kerja ini DPRD Kota Tangerang berusaha melihat langkah-
langkah startegis DPRD Kota Depok dalam menjalankan program yang berkaitan
143
Arsip Berita DPRD Kota Tangerang Komisi II 144
Arsip Berita DPRD Kota Tangerang Komisi III
90
dengan BPMP2T. Selain itu, kunjungan ini juga langkah meningkatkan kualitas
kerja DPRD, serta mencari masukan-masukan terkait dengan program pemerintah
Kota Tangerang. Hasil dari kunker ini yang akan menjadi bentuk pembelajaran
dan pembahasan dengan mitra setiap komisi.
b. Hearing
Dalam melakukan pengawasan DPRD melalui komisi juga melakukan
hearing atau dengar pendapat berupa pengaduan dari masyarakat baik yang
terorganisir seperti Serikat Buruh, LSM, ataupun sekelompok masyarakat yang
memberikn laporan proses pelaksanaan kebijakan dan program-program daerah.
Laporan tersebut disesuaikan berdasarkan fungsi dari bidang setiap komisi.
Kegiatan ini adalah upaya dalam mendengar aspirasi, untuk melihat proses dari
kebijakan pemerintah Kota Tangerang yang sudah diterapkan dimasyarakat.
Berdasarkan pengaduan ini DPRD dapat meninjau kembali kebijkan tersebut
sehingga bisa sesuai dengan aspirasi masyarakat.
c. Sidak
Sidak atau inspeksi mendadak merupakan pengawasan yang tidak
terjadwalkan, dilakukan secara langsung oleh DPRD Kota Tangerang,terhadap
suatu instansi pemerintahan ataupun perusahaan swasta. Sidak dilakukan
berdasarkan adanya laporan ataupun tanpa laporan untuk memastikan bahwa tidak
ada penyimpangan dalam proses pelaksanaan kegiatan. Inspeksi mendadak
merupakan bentuk pengawasan nyata DPRD Kota Tangerang untuk memastikan
proses penyelenggaraan program dan kebijkan Pemerintah KotaTangerang
berjalan berdasarkan perencanaan.
91
Sidak sering dilakukan oleh DPRD Kota Tangerang, seperti yang dilakukan
di RSUD Kota Tangerang pada 3 september 2015. Hal ini dilakukan Komisi II
DPRD Kota Tangerang berdasarkan laporan keluhan warga terkait pelayanan
RSUD yang tidak maksimal karena kurangnya fasilitas kesehatan di RSUD
tersebut.145
d. Rapat Kerja dengan Mitra Kerja
Rapat kerja dengan mitra kerja dilakukan setiap komisi untuk memastikan
bahwa capaian kinerja dapat tercapai. Selain itu, rapat kerja merupakan
komunikasi yang dibangun untuk melihat tantangan dan hambatan yang
didapatkan oleh SKPD dalam proses pencapaian terget kinerja. Hal ini dijelaskan
oleh Ketua Komisi III DPRD Kota Tangerang.
Pengawasan yang kami lakukan sebagai anggota dewan, kami lakukan
dengan cara memanggil atau memberikan surat panggilan kepada
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)/ Organisasi Perangkat Derah
(OPD) untuk memberikan laporan pencapainnya kinerjanya kepada
kami, tentu melalui mekanisme rapat. Dari situlah kami bisa menilai
kinerja terutama kaitanya dengan tatakelola keuangan. Misalkan Dinas
Perhubungan dan BPKD, kami minta laporannya pertiga bulan. Lalu
kita liat nih pencapainnya dari target rata-rata pencapainnya itu
mencapai 80% pertiga bulan itu. Misalkan Dishub kita kasih target 2
Miliar pertahun, dan tinggal dibagi aja pertiga bulan kan bisa terlihat
tuh, dan sejauh ini pencapainnya diatas 80%.146
Berdasarkan pedapat diatas, rapat kerja menjadi upaya penting dalam proses
pengawasan. Evaluasi kinerja SKPD selaku pengguna anggaran harus dilakuakan
secara rutin dan terjadwal agar pencapain kinerja serta penggunaan anggrana
145
Arsip Berita DPRD Kota Tangerang Komisi II 146
Wawancara Pribadi dengan Drs. Sholihin Msi Ketua Komisi III DPRD Kota Tangerang
Bidang Keuangan dan Perekonomian, 6 Oktober 2016.
92
dapat efektif dan efesien. Sehingga masyarakat dapat merasakan hasil dari
penggunaan anggaran APBD secara nyata.
Rapat kerja yang dilakukan DPRD bisa juga dilakukan melalui mekanisme
pemanggilan menggunakan surat kepada mitra dari masing-masing komisi.
Misalnya, pada tanggal 2 september 2015 Komisi II memanggil RSUD Kota
Tangerang terkait proses pelayanan di RSUD Kota Tangerang. Hal ini dilakukan
karena adanya aksi demo mahasiswa yang mengadvokasi pasien yang tak
tersentuh program pelayanan kesehatan karena terkendala masalah administrasi.147
C. Tantangan dan Hambatan dalam Proses pengawasan
Dalam menjalankan berbagai fungsinya DPRD Kota Tangerang tentu
dihadapkan dengan berbagai tantangan dan hambatan, baik dari internal DPRD itu
sendiri ataupun dari luar DPRD. Diantara tantangan dan hambatannya, antara lain:
1. Kemampuan dari Anggota DPRD dalam menjalankan Fungsi dan Perannya
Munculnya masalah ini biasanya disebakan karena latarbelakang pendidikan
ataupun pengetahuan dari anggota dewan serta pengalaman dari anggota dewan
yang berbeda-beda. Pengetahuan yang luas serta ke mampuan kerja yang baik
akan memberikan hasil kerja yang maksimal ataupun sebaliknya. Masalah ini
muncul di DPRD Kota Tangerang seperti pendapat Drs. Sholihin Msi berikut ini :
Ketika kita tidak mampu, tidak cukup pengetahuan untuk melakukan
pengawasa. Pengetahuan menentukan Melakukan Pengawasan kan
kan harus lebih pandai dari yang diawasi, ya anggota dewan kalau
“ecek-ecek” ya bagaimana mau ngawasin. Ya SKPD/OPD kan
terlatih, kaya gini nih, hari ini bang Yani dan bang Maman, sekarang
mereka jadi staff disini, ketika ada pengangkatan besok-besok mereka
147
Arsip Berita DPRD Kota Tangerang Komisi II
93
jadi kepala dinas, hal-hal kaya gini mereka sudah paham betul, mereka
lebih paham.Sementara dewan kan Cuma lima tahun, iya kalau dipilih
dua periode kalau ga kan banyak orang baru ya bisa jadi tukang
bakso,tukang becak, kan banyak tuh kemaren kaya gitu.148
Pengetahuan dan kemampuan teknik yang dimiliki anggota dewan memang
menjadi merupakan faktor diinternal yang akan menunjung kinerja DPRD.
Kemampuan anggota dewan dalam memahami peran dan fungsi dari DPRD
menjadi modal dasar dalam menjalankan tugasnya.
2. Sulitnya Koordinasi Antar anggota
Komunikasi antara sesama anggota DPRD ataupun dengan pihak eksekutif
merupakan hal penting dalam proses pelaksanaan fungsi pengawasan. Komunikasi
yang berjalan baik akan menghasilkan kinerja yang baik begitupun jika yang
terjadi sebaliknya. Sulitnya koordinasi antar anggota di DPRD Kota Tangerang
menjadi kesulitan dalam proses menjalankan fungsi pengawasan.Hal ini
diungkapkan oleh ketua DPRD Kota Tangerang ibu Suparmi.
Sejauh ini hasil kinerja dewan kalau ibu bilang sih masih bagus tidak
jelek juga tidak, jadi masih sedang-sedang aja kalau menurut ibu ya.
Karena kan mereka itukan semua punya. Okelah kalau kita sudah
masuk lembaga itu mereka satu lembaga. Tapi latar belakang mereka
ini kan masing-masing kita berbeda warna. Walaupun memang satu
tujuan gitu ya. Tetap mereka punya visi dan misi sendiri-sendiri, gitu
ya jadi tetap aja kita ga bisa. Karenakan DPRD itu kan kolektif
kolegial ya, semua mereka adalah elit-elit partai masing-masing
tingkatannya kan,ga bisa. Beda dengan pak wali, bukan pak wali
dengan walikota, mereka satu komando, ketika pak wali bilang, saya
maunya Kota Tangerang, bersih gitu kan. Cuma kan semua yang
eeemm terkait semua akan bekerja, tapi kalau DPRD kan ga bisa
begitu. Saya maunya kita begini, yang bilang oooh ga bisa, kita harus
musyawarah mufakat, karena kolektif kolegan itu tadi.149
148
Wawancara Pribadi dengan Drs. Sholihin Ketua Komisi III Kota Tangerang, 22
Setpember 2016 149
Wawancara Pribadi dengan Suparmi ST DPRD Kota Tangerang, 13 Oktober 2016
94
Dari pernyataan diatas dijelaskan bahwa kepentingan partai tidak bisa
dilepaskan dari proses pengambilan kebijakan DPRD Kota Tangerang. Oleh
karena itu, kedispilinan anggota DPRD serta penerapan sanksi kode etik terhadap
anggota yang melakukan tindakan pelanggaran merupakan usaha yang harus
dilakukan agar terbentuk kinerja yang baik dengan mendasarkan kepentingan
masyarakat diatas kepentingan partai.
3. Banyak Kepentingan antar Fraksi
Faktor lain yang sudah pasti ada adalah banyaknya kepentingan antar fraksi.
Sering kali dalam hal ini keputusan-keputusan yang diambil anggota dewan
mementingkan kepada kepentingan politis dari masing-masing frasksi. Hal ini
juga diungkapkan Ketua DPRD Kota Tangerang: “latar belakang mereka ini kan
masing-masing kita berbeda warna. Walaupun memang satu tujuan gitu ya. Tetap
mereka punya visi dan misi sendiri-sendiri, gitu ya jadi tetap aja kita ga bisa.”150
Penjelasan itu membuktikan bahwa latar belakanga anggota dewan yang
berasal dari partai politika mempengaruhi fraksi yang terbentuk didalam dewan.
Telah diketahui bahwa fraksia dalah kepanjangan dari setiap partai politik yang
memenangkan pemilu. Umumnya fraksi yang mayoritas besar (pemenang pemilu)
dapat dan sangat mempengaruhi kepentingan yang terdapat di dewan. Hal tersebut
juga sering terjadi didalam DPRD kota Tangerang.
Setiap fraksi adalah cerminan dari partai politik yang ada di dalam dewan,
maka dapat dikatakan bahwa visi dan misi partai juga menjadi bagian tujuan dari
fraksi yang ada di dewan. Tujuan fraksiakan dan selalu terhubung dengan visi
150
Wawancara Pribadi dengan Suparmi ST DPRD Kota Tangerang, 13 Oktober 2016.
95
misi partai, Sehingga dengan banyaknya fraksi di dewan maka akan memunculkan
banyak kepentingan. Akhirnya, kepentingan-kepentingan ituakan menghambat
jalannya pengawasan di dalam DPRD kota Tangerang.
D. Analisis Kritis terhadap Pola Penangan Kaitannya dengan Fungsi
Pengawasan
Proses Pengawasan yang dilakukan DPRD Kota Tangerang memang telah
dilaksanakan berdasarkan payung hukum yang ada, seperti UU 23 Tahun 2014
tentang pemerintah daerah, PP No 16 Tahun 2016, serta Tata Tertib dan Kode
Etik yang berlaku. Akan tetapi, proses hasil dari pengawasan seharusnya dapat
menjadi sebuah bentuk laporan yang bisa diakses oleh publik sehingga dapat
dikatakan transparan dan akuntabel. Hasil penelitian menunjukan ada beberapa
catatan penting yang menjadi indikator bahwa terdapat kekurangan dalam
pencapaian dari fungsi pengawasan yang dilakukan DPRD,diantaranya:
1. Tidak Transparans
Keterbukaan dalam melakukan tindakan menjadi hal penting dalam menilai
hasil kinerja. Proses fungsi pengawasan yang dilaksanakan dengan transparan
akan memudahkan masyarakat untuk mengakses informasi dari hasil temuan
dalam melakukan pengawasan DPRD. Akan tetapi, berdasarkan penelitian
terdapat ketidaktransparan anggota dewan dalam memberikan informasi laporan
dari kinerja anggota dewan kepada publik.
Misalnya , saat wawancara dengan Ketua Komisi III, Wakil Ketua I dan
anggota yang menyatakan tidak ada temuan saat melakukan fungsi pengawasan
96
terhadap penggunaan APBD tahun 2014 oleh pemerintah Kota Tangerang atau
anggota dewan. Padahal pada tahun 2015 Badan Pemeriksa Keuanga (BPK) RI
Perwakilan Provinsi Banten mengeluarkan hasil pemerikasaan yang menunjukan
adanya penyelewengan dana APBD pada kegiatan diklat dan reses tahun anggaran
2014.151
Perlu adanya penyampaian informasi terkait dengan proses pengawasan
yang dilakukan DPRD. Pengunaan website resmi DPRD dan Sekretariat DPRD
seharusnya mampu menjadi media informasi yang dapat dimaksimalkan DPRD
Kota Tangerang diera digital saat ini. Sehingga masyarakat dapat mengakses
setiap aktifitas yang sudah dilakukan DPRD yang berkaitan dengan semua
fungsinya terutama pengawasan. Akan tetapi, hal ini belum dilakukan DPRD Kota
Tangerang dalam memberikan informasi kepada masyarakat Kota Tangerang.
2. Mekanisme Pelaporan Kinerja Tidak Jelas
Hasil akhir dari fungsi pengawasan adalah berupa laporan ataupun resume
yang dibuat oleh anggota DPRD disetiap Komisi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Ketua Komisi III:
Hasil dari fungsi pengawasan itu kita buat resume atau laporan, yang
pertiga bulan kemudian kita buka untuk di evaluasi, dan ada di risalah
anggota dewan, dengan Organisasi Pemerintah Daerah mana saja kita
melakukan kunjungan.152
151
Berita Online. “ Waduh Ada Temuan BPK pada di Anggran Pemkota Tangerang” diakses
dari http://www.Kabar6.com/tangerang/kota/16003-waduh-ada-temuan-bpk-di-anggran-pemkot-
tangerang-2014, pada 20 Oktober 2016 152
Hasil Wawancara Pribadi dengan Drs Sholihin Ketua Komis III Bidang Keuangan dan
Perekonomian DPRD Kota Tangerang, 22 Oktober 2016.
97
Berdasarkan prosedural yang berlaku di Sekretariat DPRD Kota Tangerang
hasil laporan kegiatan komisi seharusnya dilaporkan kepada Sekretariat DPRD
untuk diarsipkan dan dijadikan bahan evaluasi. Akan tetapi, hal ini tidak
dilakukan oleh anggota dewan di setiap komisi. Sebagai suproting unit Sekretariat
DPRD merupakan bagian penting dalam membantu kinerja DPRD Kota
Tangerang untuk menjalankan fungsinya termasuk dalam pembuatan pelaporan.
Hal ini diungkapkan oleh Junaidi salah satu staff di Sekretariat DPRD yang
mengatakan tidak pernah ada laporan yang diberikan dari anggota dewan dikomisi
dari hasil kegiatan yang dilakukan dewan.153
Padahal bentuk laporan kinerja
menjadi penting bagi Sekretariatan DPRD untuk menjadi bahan evaluasi dan
perbaikan dalam menunjung kinerja anggota dewan ditahun-tahun berikutnya.
153
Junaidi Staff Sekretariatan DPRD Kota Tangerang
98
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadir demokrasi di negara ini, memberikan sebuah perubahan besar pada
tingkat infrasruktur pemerintahan. Sistem yang berlaku pada era Reformasi
berbeda dengan sistem pemrintahan daerah yang diterapkan olehdi era Reformasi.
Pada era Orde Baru sistem pemerintahan daerah bercorak sentralistrik. Keadaan
itu berubah ketika era Reformasi hadir di negara ini sistem yang tadinya terpusat
kita mengalami otonomi daerah melalaui dua bentuknya yakni desentarlisai dan
dekonsentrasi.
Otonomi daerah memberikan kewenangan daerah untuk mengurus daan
mengatur daerahnya sendiri kecuali lima hal dasar yang menjadi bagian dari
pemerintahan pusat. Kelima hal itu adalah hubungan luar negeri, hukum, urusan
keagamaan, urusan militer dan kepolisian (keamanan daan ketertiban), dan yang
terakhir adalah urusan moneter atau keuangan. Lebih jauh lagi otonomi daerah di
era Refomasi juga ikut mendorong untuk lahirnya semangan pemisahan
kekuasaan di tingkat daerah. Fungsi dari pada itu ialah untuk menciptakan
pemerintah daerah yang transparan dan Good Governance.
Kehadiran Trias Politika dan otonomi daerah telah menciptakan pemisahan
pada sturktural politik antara kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Melalui
pemisahan itu kemudian muncul fungsi dari masing-masing bidang pemerintahan
tersebut. Pengawasan merupakan fungsi yang muncul dari hasil pembagian
99
kekuasaan tersebut yang melekat pada aparatur pemerintah untuk mewujudkan
suatu pemerintahan yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
Peran dan fungsi DPRD sebagai penyeimbang kekuasaan pemerintah
terdapat pada ketiga fungsinya yakni, fungsi legislasi, budgeting (anggran), dan
controling (pengawasan). DPRD sebagai bentuk dari reprensentasi kekuasaan
rakyat dalam membuat Undang-Undang serta menjalakan semua fungsinya harus
mencerminkan keberpihakannya kepada rakyat. Sehingga fungsi pengawasan
yang dilakukannya menjadi sangat penting dalam proses pelaksanaan Undang-
Undang (perda) dan pengelolaan anggaran. Fungsi yang ketiga menjadi bagian
terpenting dari keberhasilan sebuah daerah di dalam pengaturan dan pengelolaan
keuangan di tingkatan daerah.
Fungsi, tugas, wewenang dan hak yang dimiliki DPRD Kota Tangerang
haruslah dijalankan dengan optimal, terutama fungsi pengawasan terhadap
tatakelola keuangan daerah. Hal ini agar terwujudnya pemerintahan daerah yang
efektif, efesien, transparan dan akuntabel sehingga terciptanya Good and Clean
Governance. Fungsi pengawasan DPRD telah diatur oleh Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah serta Peraturan Pemerintah No. 6
tahun 2010 dan Tata Tertib DPRD Kota Tangerang.
Tangerang berserta DPRD kota-nya telah mengunakan fungsi ketiga dan
menjalankan hal itu dengan baik sehingga membuat kota Tangerang
,mendapatkan beberapa penghargaaan atas keberhasilan pengelolaan keuangan
daerah oleh pemerintah pusat. Keberhasilan itu mencerminkan sebuah mekanisme
pengawasaan keuangan yang berjalan dengan baik di Kota Tangerang, khususnya
100
pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Kota Tangerang. Hal ini terlihat pada
mekanisme yang dilakukuan oleh DPRD Kota Tangerang dalam tata kelola
keuangan daerah.
Proses mekanisme yang dijalankan oleh DPRD kota Tangerang tiga
tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanana dan yang terakhir adalah laporan
pertanggungjawaban. Ketiga mekanisme itu dapat berjalan baik jika didukung
dengan bentuk pengawasan yang baik. Bentuk pengawasaan yang baik oleh
DPRD Kota Tangerang terdiri dari empat kegiatan pengawasan yaitu, kunjungan
kerja, haering, sidak, dan rapat kerja dengan mitra kerja yang dilakukan oleh
setiap komisi. Ke-empat itu haruslah berjalan secara kontinu dan simpultan untuk
dapat menghasilka pengawasan yang baik di dalam tata kelola keuang daerah,
khususnya Kota Tangerang.
B. Saran
Ditunjukan kepada anggota Dewan DPRD Kota Tangerang untuk bisa
mengutamakan segala kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi. Apa lagi di
dalam pengawasan keuangan itu sangat renta sekali terhadap tindak korupsi. Hal
ini didasarkan kepada fungsi dan tugas pokok anggota dewan supaya demokrasi
mampu berjalan dengan baik. Dan diharapkan ke depan DPRD Kota Tangerang
mampu berkerja dengan baik khususnya pada bagian pengawasan. Khusus pada
wakil rakyat yang latar belakang pendidikannya atau kurang memahami
permasalahan politik diharapkan terus belajar dan mencari pengetahuan, karena
pengetahuan memberikan pencerahan di dalam mereformasi kemiskinan dan
ketidakadilan.
101
102
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Adisasmita, Rahardjo. Pengelolaan Pendapatan dan Anggran Daerah,
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.
Astawa, I Gede Panjta. Problematika Hukum Otonomi Daerah di Indonesia,
Bandung: PT.Alumi, 2013.
Bambang Yudhoyono. Otonomu Daerah : Desentralisasi dan Pengembangan
SDM Aparatur Pemda dan Anggota DPRD, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2003.
Budiardjo, Miriam. Dasar- Dasar Ilmu Politik, ed. Jakarta:Gramedia Pustaka
Utama, 2007.
Chabib, Soleh dan Rochmansjah, Heru. Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah: Sebuah Pendekatan Sturktural Menuju Tata Kelola Pemerintahan
Yang Baik, Bandung: FOKUSMEDIA, 2010.
Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI). Lembaga
Perwakilan Rakyat Di Indonesia : Studi dan Analisis Sebelum dan Setelah
Perubahan UUD 1945, Jakarta: FORMAPPI, 2005.
Ishak, Posisi Politik Masyarakat Dalam Era Otonomi Daerah, Jakarta: Penaku,
2010.
Iswan, dkk, ed. Dampak Otonomi Darah di Indonesia: Merangkai Sejarah Politik
dan Pemerintahan Indonesia, Jakarta: Pustaka Obor Indonesia, 2013.
Karinga, Hendra. Politik Hukum: Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah,
Jakarta: Kencana, 2013.
Mahmudi, Manajemen Keuangan Daerah , Yogyakarta: Erlangga, 2010
Mardiasmo, Pengawasan, Pengendalian, dan Pemeriksaan Kinerja Pemerintah
Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Yogyakarta: Andi, 2001.
103
Muhamad, Djumhana. Pengantar Hukum Keuangan Daerah dan Himpunan
peraturan Perundang-undangan di Bidang Keungan Daerah, Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti, 2007.
Napitupulu, Paimin. Menuju Pemerintahan Perwakilan, Bandung: Alumni, 2007.
Nurcholis, Hanif. Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Jakarta:
Grasindo, 2007.
Rasidin, Utang. Otonomi Daerah dan Desentralisasi dilengkapi Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 dengan Perubahan-Perubahannya, Bandung:
Pustaka Setia, 2010.
Riyani, Ondo, Wasistono, dan Sadu. Etika Hubungan Legislatif dalam
Pelaksanaan Otonomi Daerah, Bandung: Fokus Media, 2003.
Rosyada, Dede.dkk. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi,
Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, ed. Jakarta: ICCE UIN syarif
HIdayatullah Jakarta, 2003.
Simanjuntak, Bungaran Antonius ed., Otonomi Daerah, Etnonasioanalisme, dan
Masa Depan Indonesia: Beberapa Persen lagi Tanah Air Nusantara Milik
Rakyat, Jakarta: Yayasan Pusaka Obor Indonesia, 2010.
Sidik, Macfud ed. DAU Konsep, Hambatan, dan Prospek di Era Otonomi Daerah,
Jakarta: Kompas 2002.
Sarundajang, S.H. Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2002.
Sony Yuwono, dkk. Pengganggaran Sektor Publik: Pedoman Praktis Peyusunan,
Pelaksanaan, dan Pertanggungjawaban APBD (Berbasis Kinerja),
Malang: Bayu Media, 2005.
Suhelmi, Ahmad, Pemikiran Politik Barat :Kajian Sejarah, Perkembangan
Pemikiran Negara, Masyarakat dan Kekuasaan, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2004.
Suwanda, Dadang Strategi Mendapatkan Opini WTP: Laporan Keuangan
Pemda, Jakarta: PPM, 2013.
104
Syam, Firdaus, Pemikiran Politik Barat; Sejarah, Filsafat, Ideologi, dan
Pengaruhnya Terhadap Dunia Ke-3, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007.
Tjandra, Willy R. Praktis Good Governance, Sewon Bantul: Pondok Edukasi,
2006.
Uno, Hamzah B. dan Lamatenggo, Nina. Teori Kinerja dan Pengukurannya,
Jakarta: Bumi Aksara, 2012.
Widjaja, HAW. Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia Dalam Rangka
Sosialisasi UU No. 23Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2005.
______________. Titik Berat Otonomi Daerah Pada Daerah Tingkat II , Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2003.
______________. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007.
Wawancara
Wawancara Pribadi dengan Drs, Sholihin M,Si Ketua Komisi III DPRD Kota
Tangerang Bidang Keuangan dan Perekonomian di ruang Komisi III,
Komp.Gedung Pusat Pemerintahan Kota Tangerang. Pada tanggal 22
September 2016.
Wawancara Pribadi dengan Hapipi Wakil Ketua I DPRD Kota Tangerang Bidang
Keuangan dan Perekonomian di Parkiran Mobil DPRD Kota Tangerang,
Komp.Gedung Pusat Pemerintahan Kota Tangerang. Pada tanggal 3
Oktober 2016.
Wawancara Pribadi dengan Suparmi ST. Ketua DPRD Kota Tangerang Bidang
Keuangan dan Perekonomian di Ruang Ketua DPRD Kota Tangerang,
Komp.Gedung Pusat Pemerintahan Kota Tangerang. Pada tanggal 13
Oktober 2016.
Wawancara Pribadi dengan Hartoto Ketua Komisi I Bidang Pemerintahan DPRD
Kota Tangerang Bidang Keuangan dan Perekonomian di loby DPRD Kota
Tangerang, Komp.Gedung Pusat Pemerintahan Kota Tangerang. Pada
tanggal 13 Oktober 2016.
105
Internet
Kartiwa, H.A.“Proses Penyusnan Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) dan Arah Kebijakan Umum”, Artikel diakses pada 1 September
2015 dari
http//pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/05/proses_penyusunan_
anggaran_apbd2.pdf.
Profil Pemerintah Kota Tangerang, dokumen di unduh pada 1 September 2015
dari http://www.tangerangkota.go.id/profil-kota-tangerang
Rosadi, Otong.“Opimaslisasi Peran DPRD Dalam Bidang Pengwasan, Menurut
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah”,
Makalah diakses pada 1 september 2014 dari http://otongrosadi.com/read-
157-optimalisasi-fungsi-pengawasan-dprd-menurut-uu-no-23-tahun-
2014.html
http://bpkad.natunakab.go.id/index.php/2014-05-21-00-44-45/64-anggaran/87-
pengelolaan-keuangan-daerah-dan-apbd
Sejarah Kota Tangerang, artikel diakses pada 20 Januari 2016 dari,
http://www.tangerangkota.go.id/sejarah-kota-tangerang
Visi Misi Kota Tangerang, diakses pada 20 Januari 2016 dari,
http://www.tangerangkota.go.id/profil-kota-tangerang
Juara Simanjuntak, “KPU Kota Tangerang Tetapkan 50 Anggota DPRD Hasil
Pileg", berita diakses pada 20 Maret 2016 pada
http://radaronline.co.id/2014/05/12/kpu-kota-tangerang-tetapkan-50-
anggota-dprd-hasil-pileg/
Susunan Komisi DPRD Kota Tangerang”, diakses pada 10 mei 2016 dari
http://www.kabar6.com/tangerang-raya/tangerang-kota/16916-ini-susunan-
komisi-di-dprd-kota-tangerang.html, 23 Oktober 2014 HEADLINE,
NEWS
Pemkot Tangerang, “Informasi Laporan Pemerintah 2016 Daerah (ILPDD) Akhir
Masa Jabatan Walikota Tangerang Tahun 2013”, artikel di download
pada tanggal 5 Mei dari
106
http://www.tangerangkota.go.id/news/download/a67cf549d95842c1d5b88
d0000267669
BPKAD, Pengelolaan Anggaran Daerah, diakses pada 1 September 2015.
http://bpkad.natunakab.go.id/index.php/2014-05-21-00-44-45/64-
anggaran/87-pengelolaan-keuangan-daerah-dan-apbd
Berita Online. “ Waduh Ada Temuan BPK pada di Anggran Pemkota Tangerag”
diakses dari http://www.Kabar6.com/tangerang/kota/16003-waduh-ada-
temuan-bpk-di-anggran-pemkot-tangerang-2014, pada 20 Oktober 2016
Undang-undang dan Peraturan
Peraturan Pemerintah No. 5 ayat 1 pasal 5 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 23 ayat (1) Tentang Pemerintah
Daerah.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 21 Tentang Hak Pemerintah
Daerah
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah Jakarta
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah..
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menjelaskan Pendapatan Asli Daerah
Tata Tertib DPRD Kota Tangerang Bagian Ketiga Penetapan RAPBD Pasal 156
ayat (1) dan (2).
Peraturan Menteri dalam Negeri tentang Pemerintah Daerah No 21 Tahun 2011.
Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007 Tentang Laporan Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah kepada DPRD, dan Informasi Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada masyarakat, Penjelasan
Umum.
Peraturan DPRD Kota Tangerang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib
DPRD Kota Tangerang Bab III Pasal 3 ayat 1 huruf c
Risalah Tahunan DPRD Kota Tangerang, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat
Kota Tangerang Tahun2015
HASIL WAWANCARA DENGN Drs. SHOLIHIN M,Si KETUA KOMISI III BIDANG
KEUANGAN DAN PEREKONOMIAN KOTA TANGERANG,
22 SEPTEMBER 2016
R : Apa yang menjadi landasan DPRD dalam melakukan pengawasan fungsi pengawasan ?
SO : Landasan ya, fungsi dari anggota dewan itu sendiri, controling budgeting sama bikin
undang-undang kalau daerah perda. Itulah fungsi kita, Cuma ada 3. Undang-undang
yang nomor berapa ya Bang (sambil bertanya pada staff ahlinya), ya apa? Ya itu UU
MD3 tentang Susduk.
R : Bagaimana mekanisme/prosedur pengawasan yang dilakukan DPRD terkait pelaksanaan
APBD Kota Tangerang ditahun anggaran 2015 ?
SO : Pengawasan itu kita melakukan pengawasan, ketika kita mengadakan evaluasi pertiga
bulan, misalkan nih perkomisi III, melakukan eeemmm, kita lakukan berbagai cara.
Pertama kita melakukan evaluasi ditingkat komisi sesuai dengan mitra kerja dengan
komisi masing-masing. Misalnya komisi 1 bidang pemerintahan, pertiga bulan dia,
petiga bulan SKPD/OPD terkait dipanggil melalui mekanisme undangan rapat,
kemudan ditanya-tanya, bagaimana pencapaiannya bisa dengan melihat ukuran
pendapatnya.
R : Bagaimana Bentuk dari pengawasan DPRD terhadap tatakelola keuangan daerah ?
SO : Yang jelas tatakelola keungan dikatakan baik itu, ketika pemerintah ada tiga bentuk
kriteria peneliannya, pertama WTP (Wajar Tanpa Pengecualian), WDP (Wajar Dengan
Pengecualian), dan Descleamer (Ditolak). Naaah kebetulan untuk kota Tangerang
sudah delapan kali mendapat WTP artinya, tatakeloala keuangan di Kota Tangerang
Top Markotop Top P nya tiga kali P3. Kalo bentuk pengawasan kita panggil
SKPD/OPD terkait, kita kirim surat ke SKPD-SKPD atau OPD-OPD terkait. Misalnya,
emmm misal kita nih komisi III bidang pendapatan apa-apa saja siih SKPD/OPD yang
mendapatkan penghasilan. Misalnya Dishub menangai perparkiran, distribusi parkir
pendapatannya berapa. BPKAD Bidang Aset kita panggil, apa-apa saja yang hasilnya
pertiga bulan realisasinya sudah berapa persen?. Kalau memang tida teralisasi apa
penyebabnya lalu kita bahas cari solusi bareng-bareng
R : Adakah batasan DPRD dalam melakukan fungsi pengawasan? Jika ada, dalam hal apa?
SO : Selama itu kita landaskan pada undang-undang tidak ada batasan. Kan kita melakukan
fungsi berdasarkan undang-undang yang ada.
R : Dalam menjalankan fungsi pengawasan apakah DPRD menjalan kerjasama dengan
pihak eksekutif ?
SO : itu pasti, pasti kita bekerja sama. Hubungan kita juga dengan eksekutif sejauh ini masih
lumayan, cukup baik. Jangan terlalu baik, karena di “Tangerang Selatan yang terlalu
baik”. Kalau disini kurang, tapi rata-rata cukup baik.
R : Pak Kalau ada kurang kurangnya dalam bentuk apa?
SO : Kurang koordinasi saja sih atau komunikasi gitu. Kan gini bang, ini kepala daerah ada
walikota wakil walikota, sekda ini tiga serangkai . kemudian disini ada Pimpinan
Dewan, Ketua, dan Wakil ketua 4 orang. Naah ketika ingin melakukan perubahan
anggaran merengka kongkoh dulu apa-apa saja yang perlu dirubah, kalau OK jalan,
nah itu “mesra” namanya. Kalau ketidak mesraan itu terjadi manakala, mau ada
perubahan anggaran dewan tidak di ajak, kemudian tau-tau dikirim pembahasan, kalau
begitu mentok pembahasan, ini yang bahaya. Makanya kalau disini cukup baik.
R : Kapan Fungsi Pengawasan terhada APBD mulai dilakukan ?
SO : Owh iya fungsi pengawasan itu kan langsung melekat, bersama dua fungsi yang lainnya,
fungsi kita kan Cuma tiga ga bisa dipungkiri itu mah.
R : Apakah dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap APBD semua anggota
melakukannya?
SO : Sejauh ini berjalan dengan baik, karena memang kita rutin pertiga bulan melakukan
evaluasi, kemudian pencapaian-pencapaian target yang sudah di lakukan sebelumnya
itu diatas 80%.
R : Pencapainnya itu Indikatornya apa pak?
SO : Indikator itu kan ada, misalnya gini,misal nih , contoh emmmmmm Dishung kita
canangkan saat rapat pendapatan retribusinya dalam satu tahun harus mencapai 1
Miliar, kemudian pertiga bulan itu kita liat hasilnya tinggal dibagi dengan tiga bulan
hasilnya berapa. Tinggal gitu doang liatnya. Sejauh ini rata-rata pencapainnya itu 80%,
gitu.
R : Sejauh ini dalam melakukan pengawasan apakah ada kode etik yang diberlakukan ?
SO : Itu ada di tatib bang kode etik dewan. Dewan itu melaksanakan tugas dan fungsinya
diatur oleh tatib DPRD, Tata Tertib DPRD.
R : Selama melaksanakan fungsi pengawasan pada APBD 2015, apakah ada temuan
penyimpangan anggaran yang dilakukan Pemerintah Kota Tangerang? Jika ada,
tindakan apa yang DPRD lakukan terhadap penyimpangan tersebut
SO : Sejauh ini belum pernah ada temuan. Sekalipun ada, emmm jadi gini Dewan itu kan
bukan eksekutor,dewan hanya,kalo berdasarkan undang-undang, DPRD Kota atau
DPRD Provinsi itu banci,karena apa karena dalam pelaksanaan pengawasannya bukan
sebagai eksekutor, dia hanay sebagai mitra. Karena undang-undang menyetakan Kepala
Daerah adalah Waki dan Wakil Wali Kota, Sekda serta Anggota Dewan, artinya saya
ini, dewan orang pemerintah. Itu Undang-Undang yang mengatur, UU 23 tahun 2014
kalo ga salah , artinya kita dijebak, makanya tidak bisa diandalkan dewan kota atu
provinsi. Posisi kami yang kurang menguntungkan. Dia selaku pengawas, tapi dia
sebagai pejabat daerah, kan susah itu kan sama saja BPK, tidak seperti
kepolisian,kejaksaan atau KPK. Dewan Kota atau proivinsi sama. Kalau DPR RI ngga
bang. Misal abang jadi Menteri Pendidikan, abang cangankan 7 Triliun untuk
pendidikan Indonesua, saya misalkan di komisi II bidang pendidikan, kalau saya tidak
setuju, saya bilang 5 Triliun, yang keluar 5 Triliun.
R : Selama melaksanakan fungsi pengawasan, apa saja tantangan dan hambatan yang
dialami DPRD?
SO : Tantangan, ya tantangan tetap ada, hambatan juga pasti ada. Pertama ketika tidak tepat
untuk koordinasi misalkan begini, pada saat kita mau melakukan hearing, mereka
sedang tugas luar. Itu hambatannya kaya gitu sebenarnya bukan yang terlalu krusial.
Selain itu, tantangan juga ketika kita tidak mampu, kita cukup pengetahuan untuk
melakukan pengawasan. Yang mengawasi kan seharusnya lebih pandai dari pada yang
di awasi, jadi pengetahuan sangat diperlukan. Ya dewan kalau “ecek-ecek” yaa gimana
mau ngawasin, ya SKPD/OPD kan terlatih, kaya ini nih (sambil nunjuk staff ahli yang
sedang ngetik di ruangan wawancara), sekarang mereka jadi staff disini, ketika ada
pengangkatan besok-besok mereka jadi kepala dinas, hal-hal kaya gini mereka udah
paham betul, mereka lebih paham. Sementara anggota dewan kan Cuma 5 tahun iya
kalau kepilih dua periode, kalau ga kan banyak orang baru yang bisa jadi tukang bakso,
tukang becak, kan banyak tuh kemaren kaya gitu. Kalau udah gitu mereka mana paham
tentang bidang yang jalani. Jadi gimana mau efektif pengawasannya itu kan tantangan
juga.
R : Apakah cara kepemimpina eksekutif menjadi hambatan tersendiri bagi DPRD dalam
melaksanakan fungsi pengawasan?
SO : Tidak juga sepanjang memang sesuai dengan mekanisme yang ada mereka tidak
menjadi hambatan, kecuali diluar mekanisme yang. Seperti gini, tiba-tiba saya nih
komisi III bidang pendapatan ada masalah di OPD yang bukan mitra dari komisi III, ya
kan ga pantes kalau saya ikut campur. Makanya kami selaku komisi III selalu rutin
pertiga tiga bulan itu melakukan kunjungan disesuaikan dengan jadwal yang ada.
R : Bagaimana solusi DPRD dalam menyikapi kendala-kendala yang dihadapi?
SO : Musyawarah, karena kita bagian dari pemerintah itu sendiri
R : Apa hasil yang diperoleh DPRD dalam melaksanakan fungsi pengawasan?
SO : Hasi dari fungsi pengawasan itu kita buat resume yang pertiga bulan kemudian kita buka
untuk di evaluasi, dan ada di risalah anggota dewan, dengan OPD mana saja kita
melakukan kunjungan
R : Bagiamana bentuk laporan yang dilakukan dan dikeluakan DPRD terkait dengan fungsi
pengawsan?
SO : Bentuk laporan ya tadi berbentuk resume dan risalah DPRD.
HASIL WAWANCARA DENGN HAPIPI WAKIL KETUA I DPRD KOTA
TANGERANG,
3 OKTOBER 2016
R : Bagaimana mekanisme/prosedur pengawasan yang dilakukan DPRD terkait pelaksanaan
APBD Kota Tangerang ditahun anggaran 2015?
HP : Fungsi DPRD kan ada 3 legislasi, budgeting, pengawasan. ya kan di atur dalam undang-
undang. Ada undang-undang MD3 tentang Susduk, UU 23 tahun 2014,
R : Apa yang menjadi landasan DPRD dalam melaksanakan fungsi pengawasan?
HP :Mekanisme pengawasan ya kita lewat hearing-hearing,lewat undangan, lewat sidak ya
macam-macamlah
R : Bagaimana bentuk dari pengawasan DPRD terhadap tatakelola keuangan daerah?
HP : bentuk mekanisme itu kan sudah diatur melalui hak-hak yang ada, hak hak yang dia
punya, misalnya hak angket hak meminta keterangan, hak macem-macem, hak
bertanya.Bentuk pengawasan itu kan tadi kita lewat hearing, atau rapat-rapat yang kita
lakukan. Mulai dari proses perencanaan terus pelaksanaan sampai nanti pelaporan.
R : Adakah batasan DPRD dalam melakukan fungsi pengawasannya? Jika ada, dalam hal
apa?
HP : Batasannyaya sesuai kewenangan yang adan. kan undang-undang yang ada, kalau
melampaui yang ga boleh.
R : Dalam menjalankan fungsi pengawasan apakah DPRD menjalin kerjasama dengan pihak
eksekutif?
HP : Ya saat kita menjabat itu sudah melekat sama dengan dua fungsi lainnya.
R : Kapan fungsi pengawasan terhadap APBD mulai dilakukan?
HP : Pengawasan APBD ya sejak APBD itu dirapatkan kita mulai melakukan pengawasan,
makanya diawal perencanaan kita beserta pemerintah melakukan rapat paripurna disitu
kita sepakati besaran dan rencana alokasi anggaran APBD.
R : Dalam melakukan fungsi pengawasan APBD apakah semua anggota DPRD
melakukannya atau hanya komisi bidang yang terkait ?
HP : Semua,semua melakukan pengawasan, karena itukan gini ya, fungsi pengwasan kan
melekat jadi ya saat kita menjabat langsung melekat gitu.
R : Sejauh ini dalam melakukan pengawasan apakah ada kode etik yang diberlakukan kepada
anggota dewan?
HP : Owh sejauh ini tidak ada, semua berjalan dengan baik-baik saja
R : Apakah ada aturan-turan khusus yang harus ditaati oleh DPRD dalam melaksanakan
fungsi pengawasan?
HP : Kalau aturan khusus sih tidak ada yah kita hanya berpedoman pada undang-undang dan
tata tertib saja.
R : Selama melaksanakan fungsi pengawasan pada APBD 2014-2015, apakah ada temuan
penyimpangan anggaran yang dilakukan Pemerintah Kota Tangerang? Jika ada, tindakan
apa yang DPRD lakukan terhadap penyimpangan tersebut?
HP : Temuan ya adalah.Temuan itu kan dalam pengertian ada hal yang misalnya, temuan itu
kan tidak bermakna negatif,temuan itu kan berarti ada sesuatu yang memang, eeee perlu
kita pertanyakan, itu masih dalam tataran rapat-rapat hearing, misalnya yang terkait
dengan pelaksanaan anggaran, hak tanya-hak-hak yang ada pada dewan untuk
menanyakan terkait dengan pembangunan Kota Tangerang.
R : Selama melaksanakan fungsi pengawasan, apa saja tantangan dan hambatan yang dialami
DPRD?
HP : Secara prinsip sih tidak, karena ini lembaga politik, yang namanya lembaga politik kan
tempat berhimpunnya para politikus, berhimpun para partai yang ternaungi para partai.
Partai ini kan ada yang partai yang mendukung walikota. Ada partai yang pada waktu
tidak mendukung walikota. Jadi dalam pengawasannya pasti ada saja yang
dipertanyakan, misalnya dalam Ya dalam dana anggaran, kita bertanya , kenapa ini tidak
dipakai, tidak habis, kenapa ini sedikt, kenapa besaran sekian.
R : Apakah cara kepemimpina eksekutif menjadi hambatan tersendiri bagi DPRD dalam
melaksanakan fungsi pengawasan?
HP : Secara prinsip keuangan tatakelola keuangan perlu ditingkatkan dan harus diperkuat.
Walaupun secara anugerah ya sudah pernah mendapatkan WTP kan (wajar tanpa
pengecualian) dari BPK tapi secara prinsip keuangan ya harus ditingkatkan. Jadi adalam
proses perencanaan harus diperkuat. Kalau pengawasan yang kaitannya dengan tatakeola
keuangan ya komisi yang membidangi komisi III dalam hal ini,bidang keuangan
kemudian di badan anggaran tentang APBD.
R : Bagaimana solusi DPRD dalam menyikapi kendala-kendala yang dihadapi?
HP : Ya Kita kan di lindungii oleh undang-undang, jadi kendala itu kita kembalikan ke UU
kita punya hak, hak angket, hak macem-macem, hak mengeluarkan pendapat.
R : Apa hasil yang diperoleh DPRD dalam melaksanakan fungsi pengawasan?
HP : Pengwasan kan tidak sama seperti fungsi membuat undang-undang yang menghasilkan
perda atau anggaran yang menghasilkan kesepakatan penggunaan anggaran. Kalau hasil
dari pengawasan itu ya berdasarkan temuan saja dari pembuatan perda itu dan
penggunaan anggatan APBD itu. Kalau ada ya kita tindak melalui mekanisme yang
ada. Jika tidak berarti kan bagus tuh, itu saja.
R : Bagiamana bentuk laporan yang dilakukan dan dikeluakan DPRD terkait dengan fungsi
pengawsan?
HP : Hasil Berbentuk buku, berbentuk laporan kegiatan, berbentuk kinerja. Laporan itu
dibuat perbulan. Bisa diakses di sekwan ya itu ranahnya informasi publik ya. Itu
ranahnya ada di SKPD. Uu tentang informas publik coba saja maelalui proses Komisi
informasi publik yang ada d Kota Tangerang
HASIL WAWANCARA DENGN SUPARMI ST KETUA DPRD KOTA
TANGERANG,
13 KTOBER 2016
R : Bagaimana mekanisme/prosedur pengawasan yang dilakukan DPRD terkait pelaksanaan
APBD Kota Tangerang ditahun anggaran 2015?
SU : Landasan dasar maksudnya payung hukumnya, jadi gini nanti untuk selengkapnya
kebagian risdang secara notulensi. Karena kan prodak hukumnya banyak banget. Ada
Undang-undang, ada Pemendagri, ada juga PP, iyakan, Tatib juga kita ada. Jadi nanti
secara terperinci ibu arahkan kebagian risdan nanti kesana ya.
R : Apa yang menjadi landasan DPRD dalam melaksanakan fungsi pengawasan?
SU : Kalau untuk mekanisme tatakelola keuangan, jadi gini ada yang namanya laporan
pertanggung jawaban walikota, ada LHPBK, ada juga kita evaluasi dengan mitra kerja.
Jadi kan kalau DPRD itu kan ada komisi, ada alat kelengkapan dewan salah satunya
komisi, jadi eavaluasi mitra itu melalui komisi. Kalau pimpinan, masing-masing
pimpinan membawahi koordinator masing-masing komisi, nah itu salah satu
mekanismenya melalui mitra kerjanya melalui alat kelengkapan dewan, itu pertama.
Yang kedua,hasil laporan BPK, jadi LHP BPK itukan biasanya dilaporkan ke kita ada
yang pertriwulan ada yang pertahun, dari hasil itu nanti disampaikan ke kita ke DPRD
oleh BPK, kita kan diundang kesana. Nah jadi hasil laporan itu apakah ada temuan atau
tidak. Kalau tidak ada berarti kan bagus. Ketika ada temuan kita akan selesaikan.
Karena gini, nantikan BPK itu akan memberikan catatan, misalnya temuan ini harus
ditindak lanjuti 60 hari kedepan harus selesai,misalnya. Nah itu setelah kita terima
langusng kita evaluasi bersama antara tim anggaran dengan tim TAPD kalaupun ada
waktu bersamaan dengan pembahasan anggran kita undang semua SKPD yang memang
ada temuan. Itupun, melalui LHP BPK. Kalau melalui LPJ Walikota, dai itu per enam
bulan LPJ dilaporkan ke kita. LPJ sama LKJP, jadi dua. Kalau LKPJ laporan, laporan
kerja pertanggungjawaban, kalau LPJ laporan pertanggung jawab dari sisi
keuangannya, dari situ nanti baru disampaikan ke kita baru kita bikin pansus.
R : Bagaimana bentuk dari pengawasan DPRD terhadap tatakelola keuangan daerah?
SU : Laporan temuan pada tahun 2015 sih kayanya ada yah. Tapi percisnya gimana ibu lupa
gitu. Kalau untuk laporan itu ada secara tertulis, karena kan itu dipublikasikan jadi
bukan rahasia umum. Kalau LHPBK ada di risdang itu ada.
R : Adakah batasan DPRD dalam melakukan fungsi pengawasannya? Jika ada, dalam hal
apa?
SU : Kalau untuk batasan, sepanjang yang kita awasi adalah dana APBD ya sejauh itu kita
awasai gitu. Ya kaitan kinerja, kaitan kinerja dengan SKPD ya kan , satu itu, kedua
implementasi APBD yang sudah diprogramkan sudah disampaikan kekita, mereka yang
menidak lanjuti, ya itu kita awasi, jadi tidak terbatas sejauh itu anggran APBD sejauh
itu anggaran yang sudah sepakati bersama. Jadi gini, misalkan anggaran APBD tahun
2016 sebesar 3,4 Triliun ya kan, untuk belanja langsung berapa, untuk belanja tidak
langsung berapa. Nah setelah itu kan, dikaitkan sepanjang tahun itu dia harus habis,
sejauh itu juga DPRD dalam melakukan pengawasannya.
R : Dalam menjalankan fungsi pengawasan apakah DPRD menjalin kerjasama dengan pihak
eksekutif?
SU : Hubungan antara legislatif dan eksekutif yaah biasa aja yah, hubungannya kondusif aja.
Kalau kita gak kondusif ya akhirnya, ya kita gini aja saling jaga saling mengingatkan.
Karena kan masing-masing punya tugas, tupoksi ya, masing-masing punya tugas dan
fungsinya. DPRD itu dalam undang-undang 23 tahun 2014, jelas pengawasan,
penganggaran dan pembuat aturan, tiga fungsi itukan. Diluar itukan bukan fungsi kita.
Nah eksekutif fungsinya apa, tersendiri kan. Tapikan masing-masing fungsi itukan
harus sejalan ya. Gak bisa kalau kita gak sejalan, pembahsan APBD gimana nantinya,
nanti kacau
R : Kapan fungsi pengawasan terhadap APBD mulai dilakukan?
SU : Fungsi pengawasan itu kita lakukan saat kita menjadi anggota dewan. Kan ada tuh
fungsi pengawasan dalam perencanaan, pelaksanaan, sama saat laporan
pertanggungjawabannya, semua kita awasi. Biar ga terjadi kesalahan dalam proses
penggunaan anggran APBD, gitu kan.
R : Dalam melakukan fungsi pengawasan APBD apakah semua anggota DPRD
melakukannya atau hanya komisi bidang yang terkait ?
SU : Semua komisi kan melakukan sesuai dengan mitra kerjanya masing-masing, misalkan
Komisi III ya pengawasi Dinas Perhubungan, ya sesuai mitra kerjanya masing-masing
saja gitu
R : Apakah ada strategi khusus yang dilakukan DPRD Kota Tangerang dalam menjalankan
fungsi pengawasan?
SU : Sejauh ini hasil kinerja dewan kalu ibu bilang sih masih bagus tidak jelek juga tidak,
jadi masih sedeng-sedeng aja kalau menurut ibu ya. Karenkan mereka itukan semua
punya, okelah kalau kita sudah masuk lembaga itu mereka satu lembaga. Tapi latar
belakang mereka ini kan masing-masing kita berbeda warna. Walaupun memang satu
tujuan gitu ya. Tetap mereka punya visi dan misi sendiri-sendiri, gitu ya jadi tetap aja
kita ga bisa. Karenakan DPRD itu kan kolektif kolegial ya, semua mereka adalah elit-
elit partai masign-masing tingkatannya kan,ga bisa. Beda dengan pak wai, bukan pak
wali dengan walikota, mereka satu komando, ketika pak wali bilang, saya maunya Kota
Tangerang, bersih gitu kan. Cuma kan semua yang eeemm terkait semua akan bekerja,
tapi kalau DPRD kan ga bisa begitu. Saya maunya kita begini, yang bilang oooh ga
bisa, kita harus musyawatah mufakat, karena kolektif kolegan itu tadi.
R : Sejauh ini dalam melakukan pengawasan apakah ada kode etik yang diberlakukan
kepada anggota dewan ?
SU : Pada tahun 2014 sampai 2015 tidak ada, sejauh ini ga ada penyimpangan yang anggota
dewan, alhamdulillah sejauh ini tidak ada.
R : Apakah ada aturan-turan khusus yang harus ditaati oleh DPRD dalam melaksanakan
fungsi pengawasan?
SU : Aturan khusus tidak ada. Pedoman kita hanya Undang-Undang 23 tahun 2014,
Pemendagrinya masih yang lama ya , PP nya ya PP 16 tahun 2010, karena turunan
Undang-undang 23 itu belum ada pengganti PP yang baru ya. Jadi kita masih patokan
itu. Terus yang ketiga tatib, tata tertib DPRD, udah ga ada lagi selain itu.
R : Selama melaksanakan fungsi pengawasan pada APBD 2014-2015, apakah ada temuan
penyimpangan anggaran yang dilakukan Pemerintah Kota Tangerang? Jika ada,
tindakan apa yang DPRD lakukan terhadap penyimpangan tersebut?
SU : Kalau ibu percisnya gak bisa jawab ada atau dimana adanya, kayanya ada, sepertinya
ada.
R : Selama melaksanakan fungsi pengawasan, apa saja tantangan dan hambatan yang dialami
DPRD?
SU : Sejauh ini sih gak ya, kita kan beda. Tugas kita beda-beda. Dewan punya fungsi SU :
pengawasan, dia juga punya fungsi pengawasan pak wali dalam hal ini kepada
bawahannya, ya kan. Tapikan beda kalau pak wali, kalau eksekutif pucuk pimpinannya
bisa langsung, ini loh, ini loh loh, bisa memindahkan mereka-mereka yang tidak
maksimal dalam hal kinerja. Kalau kita kan ga bisa, kita hanya mengwasi misalkan gini
Dinas PU dia ngerjain jalan, ketika ada laporan dari masyarakt, LSM, maupun
masyarakatlah umumnya gitu ya. BU nih ngerjain jalannya ga bener bu ga sesuai pek
gtukan, nah baru kita tegur. Nah tapi ga dengan pak walinya tapi dengan SKPD terkait.
Ke dinas PU misalnya, Pak bapak ngerjain ini ga bener nih, seperti apa nih bapak. Nih
kita proses bagaimana tindak lanjutnya, nah ini kita dukung. Berbeda dengan walikota
bisa langsung ini kan , bisa turun langsung bisa langsung bertindak “kamu saya pindahin
ya” gtu ya. Nah kalau dewan gak bisa, karena itukan kewenangan kepala daerah.
R : Apakah cara kepemimpina eksekutif menjadi hambatan tersendiri bagi DPRD dalam
melaksanakan fungsi pengawasan?
SU : Tantangan ga ada ya, sejauh ini paling gini ya, masyarakat ini misalnya menyampaikan
aspirasi ke kita kaitan dengan apa. Kan aspirasi itu banyak ya. Kaitan buruh yang gajinya
tidak sesuai UMK, atau mereka tidak diperlakukan sebagaimana umumnya gitu tidak
sesuai UMR dan juga hak-hak buruh tidak diberikan. Mereka mengadu ke kita, nah
ketika mengadu kekita, kita bukan lemaga pemutus ya, bukan lembaga yang bisa
menyelesaikan masalah 100% tidak juga. Jadi hambatannya itu banyak, ketika
perusahaan tidak bisa memberikan upah-upahnya itu kan hambatan ya kan, kita mau
bilang apa, satu itu. Terus ketika perusahaan itu sudah pasrah dan juga kolef kita mau
bilang apa. Misalnya lagi kaya gini, emmm gini apa, pembangunan A, tapi pembangunan
jalan itu di komplen oleh masyarakat, pembangunan itu. Ketika pembangunan itu adalah
milik pusat atau provinsi kita juga tidak bisa berbuat banyak. Karena masing-masing
otonomi wiayah itu yah. Kaya yang di alam sutera itu, itukan punya provinsi,kendala
juga di kita karena ketika masyarakat taunya itu ada di kota Tangerang aja, mereka
mengadunya ke kita, kita mau ga mau menindaklanjuti, nah ketika itu milik provinsi,kan
itu lebih panjang lagi prosesnya. Nah itu hambtannya tambah sulit.
R : Bagaimana solusi DPRD dalam menyikapi kendala-kendala yang dihadapi?
SU : Solusinya ya kita harus sabar mengurai satu-satu dari mana dulu ujungnya nih, gini
kalau udah ada menyelesaikan satu masalah yang sampai ke tingka provinsi, itu kita
harus sabar, waktunya panjang, kite juga harus intens, harus sering komunikasi ga bisa
sekali komunikasi terputus gak bisa, karena disana juga banyak aspirasi dan banyak
masukan dan mereka juga banyak pekerjaan gitu kan. Ya sama juga dengan di kita, di
dewan juga kan. banyak aspirasi yang masuk tapi hari kesini sampe numpuk gitukan.
Hari ini nih itu lagi ada hearing komisi II dengan para buruh tuh, nah itu menyelasaikan
masalah-masalah buruh juga. Nah ketika itu kita sudah tidak bisa ya mereka akan lari
kepusat gitu. Misalnya mereka ke dinas depnaker apa emm ke kementiraan
ketenagakerjaan. ya gitu kendala sih banyak ya. Ya selama kita bisa menyelesaikan kita
selesaikan ya, tapi kalau kita misalnya karena ini ranahnya provinsi kita hanya bisa
memfasilitasi komunikasi saja, silahkan kesana ya mereka ya kalau mereka sanggup
meraka akan kesana.
R : Apa hasil yang diperoleh DPRD dalam melaksanakan fungsi pengawasan?
SU : hasilnya yang berupa temuan dan lapoan-laporan. Dan itu jadi catatan buat kita.
R : Bagiamana bentuk laporan yang dilakukan dan dikeluakan DPRD terkait dengan fungsi
pengawsan?
SU : Laporan dari DPRD, khususnya yang mana nih, anggaran APBD atau anggaran yang
ada di DPRD. Kalau anggaran APBD kita tidak pernah menanggungjwabkan, yang
bertnggungjwabkan SKPD terkait karena mereka pengguna anggaran. Jadi kalau di
DPRD ini kan misalnya DPRD kan Sekwan dalam hal ini Kesekretariat DPRD, jadi
meraka yang harus mempertanggungjwabkan, bukan DPRD gitu. Jadi tidak ada
catatan-catatan khusus atau resume, ya tapi itu ada di Kesekretariatan dewan. Sekwana
Kesekretariatan dewan bertugas untuk membantu menfasilitasi semua kebutuahan yang
di DPRD ataupu semua anggota DPRD. Jadi anggota DPRD, kang anggota DPRD ini
kan, dia tidak menggunakan uang tidak menggunakan APBD untuk belanja maksudnya
untuk belanja modal itu tidak ada. Dia adanya belanja pegawai, ya itu belanja anggota
dewan. Tapi kan kalau sekwan, SKPD mereka belanja modal dan belanja pegawai. Nah
itu harus ada pertanggungjwabannya. Nah ketika DPRD menggunakan anggaran itu
pertanggungjwabannya ada di kesekretariatan dewan. Nah kalau, misalnya begini
dewan melakukan kegiatan yang suka menjadi temuan BPK adalah ketika dewan
melakukan kegiatan hanya fiktif, nah itu yang menjadi temuan. Tapi kalau dewan itu
tidak melakukan kunjungan fiktif ya tidak ada temuan, nah sejauh ini kota tangerang
tidak ada. Karena kita kan hanya untu belanja pegawai belanja tidak langsung. Kalau
dewan itu hanya belanja tidak langsung.
HASIL WAWANCARA DENGN HARTOTO KETUA KOMISI I BIDANG
PEMERINTAHAN DPRD KOTA TANGERANG,
13 OKTOBER 2016
R : Apa yang menjadi landasan DPRD dalam melakukan pengawasan fungsi pengawasan ?
HT : Landasan kita anggota dewan dalam melakukan fungsi pengawasan tentu berdasarkan
undang-undang yang mengatur termasuk tata tertib dewan yang kita punya. Jadi semua
kegiatan dewan harus didasarkan pada itu semua.
R : Bagaimana mekanisme/prosedur pengawasan yang dilakukan DPRD terkait pelaksanaan
APBD Kota Tangerang ditahun anggaran 2015 ?
HT : Mekanisme yang dewan lakukan dalam tata kelola keuangan ya kita awasi baik pada
saat perencanaan, pelaksanaan dan pelaporanya, itu saja. Kalau prosedur ya sudah
diatur dalam undang-undang dan itu harus patuhi bersama antara DPRD dengn pihak
eksekutf.
R : Bagaimana Bentuk dari pengawasan DPRD terhadap tatakelola keuangan daerah ?
HT : Bentuk pengwasan itu sendiri, jadi begini, kami anggota dewan setiap komisi
memanggil SKPD-SKPD terkait untuk menanyakan terkait dengan hasil kerja termasuk
penggunaan anggaran, nanti dari situ kita tau bagaimana pencapaian target. Sesuai gak
nih dengan perencanaan, seperti itu.
R : Adakah batasan DPRD dalam melakukan fungsi pengawasan? Jika ada, dalam hal apa?
HT : Tidak ada, batasan selama kita patuh dan tunduk kepada undang-undang , terus
melakukannnya berdasarkan dasar hukum kita ya ok ok saja. Kita lakukan terus
pengawasan
R : Dalam menjalankan fungsi pengawasan apakah DPRD menjalan kerjasama dengan pihak
eksekutif ?
HT : Tentu ya kita ini kan bagian dari pemerintah juga, ya untuk proses pelaksanaannya kita
harus kerjasama agar hasilnya maksimal dan sesuai dengan apa yang sudah kita
rencanankan. Kalau gak gitu bisa ribut terus kita kan yang kasihan masyarakatnya juga.
Makanya hubungan harus tetap di jaga
R : Kapan Fungsi Pengawasan terhada APBD mulai dilakukan ?
HT : Semenjak menjabat ya semenjak itu juga pengawasan sudah bisa dilakukan. Tentu
berdasarkan tugasnya masing-masing. Komisi I dengan mitra komisi I, komisi yang
lainpun sepertu itu.
R : Apakah dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap APBD semua anggota
melakukannya?
HT : Semua anggota dewan wajib melakukan fungsi pengawasan, tanpa pengecualian, karena
kita kan diminta kan pertanggungjawaban seperti itu.
R : Sejauh ini dalam melakukan pengawasan apakah ada kode etik yang diberlakukan ?
HT : Kode etik yang diberlakukan tentu ada untuk menjamin kita anggota dewan tidak
melakukan hal yang menyimpang. Tapi sejauh ini tidak ada kode etik yang sudah
diberlakukan karena semuanya sampai saat ini berjalan cukup baik.
R : Apakah ada aturan-turan khusus yang harus ditaati oleh DPRD dalam melaksanakan
fungsi pengawasan?
HT : Aturan secara khusus sih tidak y, karena semua kan sudah dia atur dalam undang-
undang sudah ada dasar hukum kita dalam melakukan fungsi pengawasan seperti itu.
R : Selama melaksanakan fungsi pengawasan pada APBD 2015, apakah ada temuan
penyimpangan anggaran yang dilakukan Pemerintah Kota Tangerang? Jika ada,
tindakan apa yang DPRD lakukan terhadap penyimpangan tersebut
HT : Sejauh ini tidak ada temuan yang berarti dalam pengertian kalaupun ada masih dalam
tataran yang tidak begitu besar masalahnya dan masih bisa diatasi. Ya kalau ada tentu
kita tindak, tentu melalui mekanisme yang ada. Seperti kita lakukan pemanggilan untuk
kita minta klarifikasi masalahnya apa. Itu saja sih.
R : Selama melaksanakan fungsi pengawasan, apa saja tantangan dan hambatan yang
dialami DPRD?
HT : Hambatan dan tantangan pasti ada ya, apalagi DPRD itu kan beda-beda partai. Misalnya
pengetahuan dan pemahaman antar anggota dewan yang berbeda, ditambah
kepentingan antara fraksi juga berbeda-beda itu juga hambatan. Belum lagi hambatan-
hambatan lain. Kalau tantangan ya paling saat kita melakukan fungsi itu sendiri berhasil
perda yang kita buat nih, terus angaran yang sudah kita sahkan bagaimana kembali lagi
kan kepada pengawasn. Makanya pengawasan itu penting untuk memastikan apa yang
sudah ditetapkan itu berjalan atau tidak.
R : Apakah cara kepemimpina eksekutif menjadi hambatan tersendiri bagi DPRD dalam
melaksanakan fungsi pengawasan?
HT : Owh , sejauh ini sih tidak ya karena hubungannya kita juga cukup baik lah. Karena
kalau ga gitu repot kita menjalankan roda pemerintahan.
R : Bagaimana solusi DPRD dalam menyikapi kendala-kendala yang dihadapi?
HT : Kalau solusi ya paling kita sering-sering komuikasi aja sih, satu sama lain saling ngasih
masukan melalui rapat-rapat, musyawarah-musyawarah. Selain itu juga kan kita
melakukan study banding atau kunjungan-kunjungan itu juga untuk dalam rangka
menambah wawasan kita selaku anggota dewa.
R : Apa hasil yang diperoleh DPRD dalam melaksanakan fungsi pengawasan?
HT : Hasil ya itu tadi, melalui pengawasan kita bisa ngukur sejauh mana capaian yang sudah
kita raih. Nah kalau dalam tatakelola keuangan sejauh ini kan bisa di liat Kota Tangerang
sudah delapan kali mendapatkan WTP. Itu berarti tatakelola keuangan udah cukup baik.
Berarti pengawasan yang dilakukan juga cukup baik. Ya kan dengan adanya pengawasan
pemerintah lebih hati-hati dalam penggunaan anggarannya gitu.
R : Bagiamana bentuk laporan yang dilakukan dan dikeluakan DPRD terkait dengan fungsi
pengawsan?
HT : Biasanya sih kita buat laporan, berbentuk laporan, ada di sekretariatan dewan kalau itu
yah nanti coba ditanya aja ke bagian risdang.
KEMENTERIANAGAMAUNrVE&SITAS rSLAM NEGERT ttlrN)SYARE' HIDAYAIULLAH JAKARTA
EAKULTAS TLMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKJl. Kertsmukri No. 05. Pisaagra Cipu$f 15419 Jik3rta SelatinTelp. 021 -?470521 5, fax. 021-74702013 Wekke : wvw.uinjk.ae.i4 S-mail : [email protected]
1ry@
Nomor :Un.Olff11/PP.00.9/84212015Lampiran : I BundelHal : Permohonan Pembimbing Skripsi
NamaNIMProdiJudul **Ort
,.
Ternbusan:t. Wuq"tBidangAkademik;2. Kasub AAK;3. Kasub Pereneanaan Keuangan.
Jakarta 01 Oktober20l5
Romlih11r1112000066Ilmu PolitikFungsi dan Peran Pengawasan DPRD Kota TangerangDalam Tata Kelola Keuangan Pemerintah Daerah Tahun2014-2415
Kepada Yth.Bapaki lbu Dra. Gefarina Djohan, MA.Dosen Fakultas llmu Sosial dan Ilmu PolitikUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Assalamir'alaikurn $fr. Wb,
Dengan horrnat kami sampaikan, pimpinan Fakultas Ilmu Sosial dan lhnuPolitik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jaka$a menugaskan Bapak/ Ibu untukmenjadi Pembimbing skripsi mahasiswa:
Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan adalah sebagai berikut:1. Topik bahasar,r dan outline bila dianggap perlu dapat dilakukan perubahan dan
p€nyempumEutrl;2. Tehnik penulisan agar merujuk kepada buku.pedor;ran penulisan skripsi FISIP '
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;3. Bimbingan dilakukan secara terarah
Demikian, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu' alikum Wr. Wb.
..,. An. Dekan FISIP
;#!;*UgU. Prqgi Ilmu Politik';4."
f:#"-?'.ri :&
ir, I'd t,
,'1 W'""inlirD$ Iding Rosyidin, M.si.t".,.i.ffi"r$ilP. 19701013 2009)1 I 0$3
,Y
+*'.
tr{EMENTERIAIT AGAlVIAuNrvEItsrTAs rslana NEGERI (UIN)S YARIF I{IDAYATULL^A.II JAKAIIIA
FAI(ULTAS ILlt,{U SOSIAL DA]\I ILll,IU POLITII(Jl. Ifurtomukti, Pisangan, Ciptat 15419 Jakarta SelaunTelp. 021-7470s215. 74705959, 74702013, Fax. 021-74702013 Wehite: www.uirjkt.ac,G E mail ; fisip*[email protected]
KONSULTASI BIMBTNGAN SKIPSI MAHASISWA .
Rornlihr11il12000066Ilnru Sosial dan Ilmu Politik I llmu PolitikFungsidan Peran Pengawasan DPRD Kota Tangerang Dalam Tata KelolaKeuangan Pernerintah Daerah Tahun 2014 - 2Al5Dra, Getarina Djohan, MA
?^h*[raf an V^L,
8ev""t i SaL T
t\ - nf*{- fe***a.rcr &Ae' {
{
I (w. &+- (
/?"*, La' L*9 "' A"$
?-)*tt-
P"'r " baL n r 6
PRESENSI
NamaNIN4FalCProdiJudul Skripsi
Pernbimbing
I
Gi
li(,uryil-Stt -Nr)/-&
Sentrt ,
tS- oI -aoti
W-Wa-{&
f**b
fu.
&@h,l\. 'l
tu;
IU
/ r..
1V
p*"lr*'h caJP^'
p,€,*8tt
*^*
t
Hari/Tgl Materi yang Dikonsultasikan
fty*u*k* 4 f*{oilx'l*- kl'*t b*s
I(EMENTERIAN AGAMAUNTYERSITAS ISLAlVI NEGERT (UrxlSYARI}. HIDAYATULLAE JAI(AR:TA
HAI(U[,'Th.S ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITII(Jl. Kertamukti, Pisangaa, Ciputat 15419 Jakarte SelafeaTelp. 021-747O5215, 14705959, ?4?o2013, Fax. OZt-7A7tml3
Nama
NIM .1
Fak/Prodi
Judul Skripsi
Website : www.uiajkt.ac.id; E-mail : fi*ip*[email protected]
SURAT PtrRNYATAANKESEDIAAN PEMBIMBING SKRI PSI
felah saya tcrin'la proposal skripsi sebagai berikut :
Romlih
111111200s066
Ilmu Sosial dan tlmu Politik / Ilrnu Politik
Fungsi dan Peran Pengawasan DPRD Kota Tangel'ang Dalam
Tata Kelola Keuangan Pemerintah Daerah"fahutr 2ill4 - 2015
DenganinisayanrenyatakanBERSEDIAlwmenjadipembimbingskripsi mahasiswa tersebut di atas.
0l Oktober 2015