132
ISLAM DAN NEGARA PEMIKIRAN ABU BAKAR BA’ASYIR TENTANG NEGARA ISLAM Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh : Praga Adidhatama NIM: 104033201141 PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H./2009 M.

Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

ISLAM DAN NEGARA

PEMIKIRAN ABU BAKAR BA’ASYIR TENTANG NEGARA ISLAM

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :

Praga Adidhatama NIM: 104033201141

PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H./2009 M.

Page 2: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul ISLAM DAN NEGARA; PEMIKIRAN ABU BAKAR BA’ASYIR TENTANG NEGARA ISLAM telah diujikan dalam

sidang munaqosyah Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta pada 11 Desember 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos.) pada Program Studi Pemikiran

Politik Islam.

Jakarta, 11 Desember 2009

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Dr. Hendro Prasetyo, MA. Joharatul Jamilah, M.Si.

NIP: 19640719 199003 1 001 NIP: 19680816 199703 2 002

Anggota,

Dr. Sirodjudin Ali, MA. A. Bakir Ihsan, M.Si. NIP: 19540605 200112 1 001 NIP: 19720412 200312 1 214

Pembimbing,

M. Zaki Mubarak, M.Si.

NIP: 19730927 200501 1 008

Page 3: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (satu) di Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 20 Oktober 2009

Praga Adidhatama

Page 4: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT, yang telah

memberikan kasih sayang dan karunia tiada terhingga kepada penulis. Shalawat

serta salam selalu tercurah kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW,

sehingga penulis dapat menyelsaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Islam

dan Negara: Pemikiran Abu Bakar Ba’asyir Tentang Negara Islam”

Peneliti telah mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak, maka

pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Bahtiar Effendy, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Ibu Dra. Wiwi Siti Sajaroh, M.Ag., selaku Sekretaris Program Studi

Pemikiran Politik Islam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak M. Zaki Mubarak, M.Si., yang telah meluangkan waktu, pikiran

serta memberikan saran dan dukungan kepada peneliti.

5. Seluruh dosen dan staf pengajar pada Program Studi Pemikiran Politik

Islam, penulis sampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya.

6. KH. Abu Bakar Ba’asyir sebagai narasumber yang telah meluangkan

waktu diantara kesibukannya dan memberikan informasi langsung kepada

penulis.

Page 5: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

7. Teruntuk Ayah dan Ibuku, Mulyadi Muhayar dan Haning Romdiati, yang

tidak pernah berhenti berdoa dan telah memberikan dukungan moril

dan materil selama ini. Kepada Adik penulis, Dinhar Wicaksana, juga

patut mendapat ucapan terima kasih karena doa dan dukungannya.

Untuk mereka semua, penulis persembahkan karya ini.

8. Mas Nono dan Mas Anto, yang telah menemani penulis selama di

Surakarta sehingga dapat menemui narasumber untuk penulisan skripsi ini.

9. Untuk kawan-kawan 348; Aco, Sidik, Osfred, Lala, Iid, Agus, Tedy,

Firman, Dito, Bpk. Faisal, Bpk. Dadang, Bpk. Carsalim.

10. Kawan-kawan Fraksi Pojok: Gusti Ramli, Irwansyah, Sucilawati, Yudi,

Husni, Jabar, Ikbal, Rifki, Baasit, Iin, Zubeir, dan kawan-kawan

PPI angkatan 2004 yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Terimakasih atas diskusi, dukungan, serta canda dan tawanya kepada

penulis selama berlangsungnya penulisan karya ini.

11. Last but not least, kepada My Lovely Giri Meraksa Yusuf, yang selalu

memotivasi penulis serta pengertiannya sepanjang penyusunan karya ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu

kritik serta saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi

ini dapat memberikan manfaat bagi penulis serta pembaca. Demikian semoga

Allah menerima usaha ini sebagai ‘amal jariyah dan mengampuni kesalahan

dalam karya ini.

Jakarta, 8 November 2009

Penulis,

Praga Adidhatama

Page 6: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. i DAFTAR ISI ……………………………………………………………. iii

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang…………………………………………… 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……………………. 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………... 8

D. Metode Penulisan……………………………………….... 8

E. Sistematika Penulisan….…………………………………. 9

BAB II

KONSEP NEGARA ISLAM

A. Hubungan Agama dan Negara…………………………… 11

B. Relasi Agama dan Negara dalam Islam………………….. 14 1. Pandangan Tokoh Kontra Negara Islam……………... 17

2. Pandangan Tokoh Pro Negara Islam…………………. 23

BAB III ABU BAKAR BA’ASYIR DAN NEGARA ISLAM A. Riwayat Hidup…………………………………………… 48

B. Latar Belakang Pendidikan………………………………. 50 C. Aktifitas Sosial, Dakwah dan Politik…………………….. 51

1. Hubungan Ba’asyir dengan Negara Islam Indonesia

dan Jamaah Islamiyah………………………………… 61 2. Ba’asyir Bergabung dengan Majelis Mujahidin

Indonesia……………………………………………… 67

3. Keluar dari Majelis Mujahidin Indonesia…………….. 69 D. Pemikiran Abu Bakar Ba’asyir…………………………….. 72

E. Profil Singkat Pesantren Al-Mukmin,…………………….. 74

BAB IV ISLAM DAN NEGARA; PEMIKIRAN ABU BAKAR

BA’SYIR TENTANG NEGARA ISLAM a. Pemikiran Abu Bakar Ba’asyir Tentang Negara Islam……..81

1. Negara Islam Dalam Pandangan Ba’asyir……………82 2. Kritik Terhadap Sistem Sekuler……………………….. 84

3. Kritik Terhadap Sistem Demokrasi……………………. 85

4. Kritik Terhadap HAM…………………………………. 89

B. Menegakkan dan Mendakwahkan Dinul Islam……………. 93

Page 7: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

1. Aturan Penegakkan Dinul Islam………………………. 94 2. Muamalah Golongan Mukmin dan

Muamalah Golongan Kafir……………………………. 96

3. Cara Pelaksanaan Sistem Syariat……………………. 98

C. Usaha Abu Bakar Ba’asyir Dalam Memperjuangkan Implementasi Syariat Islam & Negara Islam…………….101

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan………………………………………………… 105 B. Saran-saran………………………………………………….106

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 108 LAMPIRAN………………………………………………………………. 113

Page 8: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perdebatan tentang relasi agama dan negara masih menjadi satu

pembahasan panjang sampai saat ini dan belum ada kesepakatan akan hubungan

tersebut. Berbagai teori ditawarkan atas relasi agama dan negara yang ditawarkan

masing-masing kelompok, dan mereka akan mempertahankan teori tersebut.

Kelompok-kelompok yang menawarkan konsep ini dibagi menjadi 2

paham kelompok, paham teokrasi serta paham sekuler. Paham teokrasi

berpendapat bahwa negara menyatu dengan agama karena pemerintahan

dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan, segala tata kehidupan dalam

masyarakat, bangsa, dan negara dilakukan atas titah Tuhan. Sedangkan paham

Sekuler berpendapat, norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan

tidak berdasarkan agama atau firman Tuhan, meskipun norma-norma tersebut

bertentangan dengan Tuhan.

Di dalam lingkup tema Islam sendiri masih terdapat perdebatan tentang

relasi agama, yang dalam hal ini tentang tema Islam dan negara itu sendiri.

Berbagai pendapat itu datang dari kalangan tokoh Islam maupun dari tokoh di luar

Islam yang memiliki persepsi tentang hubungan relasi tersebut.

Melihat pendapat tokoh Marxis, Maxim Rodinson, seperti yang dikutip

oleh Nurcholish Madjid, bahwa agama Islam menawarkan kepada para

pemeluknya suatu proyek kemasyarakatan. Suatu program yang harus diwujudkan

di muka bumi. Jadi Islam tidak bisa disamakan dengan Kristen atau Budhisme,

sebab Islam tidak hanya menampilkan dirinya sebagai perhimpunan kaum

Page 9: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

beriman yang mempercayai kebenaran yang satu dan sama, melainkan juga

sebagai suatu masyarakat yang total1.

Tokoh Islam seperti Ibnu Khaldun, seperti yang dikutip oleh Munawir

Sjadzali, menawarkan bahwa peraturan-peraturan politik yang mengatur ke-

tatanegara-an dapat dilakukan oleh cendekiawan, orang ahli dalam negara

tersebut, tetapi dapat juga berasal dari agama. Menurutnya peraturan yang berasal

dari agama melalui utusannya yaitu Rasul-RasulNya dianggap yang terbaik. Oleh

karena dengan hukum yang bersumber dari ajaran agama akan terjamin tidak saja

keamanan dan kesejahteraan di dunia, tetapi juga di akhirat2.

Melihat dari sisi historis Islam, pada saat Islam dipimpin oleh Nabi

Muhammad, perannya bukan hanya sebagai pemimpin agama melainkan juga

pemimpin negara, pendapat Ibnu Taimiyah berbeda. Ibnu Taimiyah mengatakan

bahwa posisi Nabi saat itu adalah sebagai Rasul yang bertugas menyampaikan

ajaran (al Kitab) bukan sebagai penguasa. Kalaupun ada pemerintahan, itu

hanyalah sebuah alat untuk menyampaikan agama dan kekuasaan bukanlah

agama. Dengan kata lain, politik atau negara hanyalah sebagai alat bagi agama

bukan suatu ekstensi dari agama3.

Sedangkan menurut pemikir Islam al-Maududi mempunyai persepsi

sendiri tentang hubungan Islam dan negara dengan disebutnya sistem teo

demokrasi. Teo demokrasi, yaitu sistem pemerintahan demokrasi Ilahi, karena di

1 Nurcholish Madjid, “Kata pengantar” dalam Ahmad Syafi’I Ma’arif, Islam & Masalah

Kenegaraan: Studi tentang Percaturan dalam Konstitusi (Jakarta: LP3ES, 1996), h. ix. 2

Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara;Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: UI Press, 1995), h.102.

3 Tim ICCE, Pendidikan Kewargaan: Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani

(Jakarta:ICCE UIN, 2003), h. 61.

Page 10: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

bawah naunganNya kaum Muslim telah diberi kedaulatan rakyat yang terbatas di

bawah pengawasan Tuhan4.

Pendapat ini adalah gambaran dari banyak perbedaan pendapat lainnya

tentang relasi Islam dan negara, yang terjadi di negara-negara Islam tidak

terkecuali di Indonesia. Sejak lengser-nya Soeharto pintu demokrasi terbuka

dalam menjalankan pemerintahan selanjutnya, bagi kalangan Islamis yang melihat

hal ini merupakan suatu kesempatan dalam memperjuangkan idenya untuk

membentuk suatu negara Islam. Banyak gerakan bersifat gerakan Islam non

politik maupun politik di Indonesia yang mengiginkan konsep negara Islam di

aplikasikan di Indonesia melalui pelaksanaan Syariat Islam di dalam peraturan

tata negara Indonesia.

Sejak berdirinya Indonesia, usaha-usaha untuk mendirikan suatu negara

berlandaskan Islam sudah ada. Diawali oleh organisasi yang dinamakan Darul

Islam di Jawa Barat. Gagasan mendirikan Darul Islam, suatu pemerintahan negara

Islam murni secara terang-terangan dengan hukum Islam, sudah dicetuskan oleh

sejumlah pemimpin Islam Jawa Barat selama beberapa waktu. Namun demikian,

baru setelah Perjanjian Renville yang disponsori PBB ditandatangani pada bulan

Januari 1948, lingkungan memberi angin kepada pelaksanaan praktis gagasan

mereka ini5.

Organisasi ini kemudian masuk ke ruang lingkup politik praktis melalui

Partai Sarekat Islam Indonesia. Namun di dalam partai ini pun terjadi perbedaan

pendapat diantara tokoh-tokoh partai yang berimbas pada perpecahan tubuh

4 Abul A’la Al-Maududi, Hukum & Konstitusi; Sistem Politik Islam. Terj. Asep Hikmat

(Bandung: Mizan, 1993), h. 160. 5

George Mc Turnan Kahin, Refleksi Pergumulan Lahirnya Republik

Indonesia;Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia, terj. Nin Bakdi Soemanto (Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan, 1995), h 416.

Page 11: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

partai, PSII Hijrah yang dipimpin oleh S. M. Kartosuwiryo dan PSII Penyadar

yang dipimpin oleh Agus Salim.

Sampai pada saat ini, isu pembentukan negara Islam (negara yang

didasarkan atas peraturan Islam) belum juga hilang di Indonesia. Banyak

organisasi massa yang tetap menginginkan Islam masuk ke dalam ke-tata negara-

an Indonesia seperti organisasi Front Pembela Islam (FPI), Laskar Jihad, Forum

Komunikasi Ahlussunnah Wal Jama’ah (FKAWJ), Hizbut Tahrir Indonesia

sampai Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Tidak hanya organisasi massa saja

melainkan juga organisasi politik Islam, seperti Partai Bulan Bintang (PBB) yang

secara terang-terangan memperjuangkan syariat Islam pada pemilihan umum 2004

lalu.

Gerakan organisasi tersebut memiliki suatu landasan tersendiri. Terdapat

berbagai landasan teologis atau filosofis di balik keputusan para aktivis politik

Islam untuk memperjuangkan kaitan formalistik atau legalistik antara Islam dan

negara. Sebagian besar, landasan teologis itu dibentuk dan dipengaruhi oleh

pandangan mereka tentang Islam6.

Beberapa kelompok Islam ada yang merasa perlu Indonesia dibentuk

sebagai negara Islam atas dasar perjuangan kembali tujuh kata pada Piagam

Jakarta yaitu “…dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para

pemeluknya.” yang dihapus dari perumusan pancasila.

Salah satu tokoh ulama di Indonesia yang mempunyai cita-cita mendirikan

suatu negara Islam adalah KH. Abu Bakar Ba’asyir, pendiri pondok pesantren Al-

Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah. Ba’asyir pernah menjadi pimpinan

6

Bahtiar Effendy, Islam dan Negara:Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam

di Indonesia (Jakarta: Paramadina, 1998), h. 177.

Page 12: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

atau Amir Majelis Mujahidin Indonesia sebelum mendirikan organisasi sendiri

bernama Jamaah Ansharut Tauhid. Banyak usaha yang dilakukan Ba’asyir dalam

menawarkan konsep negara Islam sampai keluar masuk penjara oleh pemerintah

sejak zaman Soeharto berkuasa karena dinilai mengingkari konsep Pancasila yang

menjadi ideologi bangsa Indonesia dan kental ketika orde baru berkuasa.

Sepak terjang Ba’asyir tidak hanya ditanggapi oleh pemerintah Indonesia

saja melainkan dari luar negeri seperti Amerika yang menuduh Ba’asyir telah

mendirikan gerakan radikal Jamaah Islamiyah yang terkait dengan gerakan teroris

Al-Qaeda ketika berada di Malaysia.

Abu Bakar Ba’asyir dikenal sangat tajam dalam menyampaikan idenya

tentang negara Islam. Semasa menjadi pimpinan MMI, Ba’asyir dengan

kegigihannya terus menghendaki suatu negara Islam. Syariat Islam menjadi suatu

keharusan di dalam formalitas peraturan negara. Hal itu dipahami tidak saja

sebagai kewajiban asasi setiap muslim, tapi sekaligus sebagai satu-satunya jalan

untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang adil7. Ba’asyir menolak sistem

demokrasi yang dianut oleh negara yang dinilainya tidak sesuai dengan ajaran

Nabi. Namun demokrasi yang sudah diterapkan di Indonesia harus mau tidak mau

diikuti oleh masyarakat. Ba’asyir pun tidak memungkiri hal tersebut.

Menyadari kondisi tersebut, dalam seruannya ketika Ba’asyir berstatus

sebagai tahanan di Rutan Salemba untuk menghadapi pelaksanaan pemilu tahun

2004, Ba’asyir menyatakan perlunya umat Islam memilih partai yang

memperjuangkan tegaknya syariat Islam. Seruan ini dikeluarkan oleh Ba’asyir dan

Habib Moh. Rizieq Syihab dalam bentuk selebaran, intinya menyerukan “wajib

7

Jamhari & Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 68.

Page 13: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

bagi umat Islam untuk memanfaatkan Pemilu secara optimal bagi pemenangan

Syariat Islam, dengan memilih parpol Islam, memilih Presiden dan Wakil

Presiden yang memiliki komitmen terhadap pemberlakuan Syariat Islam. Untuk itu,

haram memberikan suara kepada partai yang anti penegakkan Syariat Islam”8. Syariat

Islam sangat diperlukan untuk diterapkan di negara yang penduduknya

mayoritas Islam, karena Syariat Islam yang diterapkan secara kaffah

di masyarakat dapat meneguhkan kedudukan dienul Islam dan kaum muslimin,

membuahkan keamanan bagi rakyat umum, memurnikan pengamalan tauhid,

menjaga kebersihan harta dari barang haram, menjaga keamanan harta, menjaga

kesehatan akal sehingga tidak terjadi kerusakan akhlak, menjaga kemurnian

keturunan sehingga tidak terjadi kelahiran anak yang tidak jelas ayahnya,

mencegah adanya pemaksaan untuk masuk Islam, orang-orang kafir (non

muslim), yang tidak menghalangi berlakunya syari’at Islam secara kaffah

mendapat perlakuan baik dan adil, mencegah permutadan dari Dinul Islam,

menjaga keamanan jiwa dan menumbuhkan kemakmuran ekonomi yang

membawa ketentraman dan perbaikan moral9.

Di dalam praktiknya, Ba’asyir juga tidak menggunakan cara-cara yang

radikal seperti dengan cara pemberontakan, intimidasi dengan fisik atau

sejenisnya, walaupun di mata Barat khususnya Amerika menilai bahwa Ustadz

Ba’asyir merupakan aktor utama atas tindakan kekerasan yang terjadi di Indonesia

(contoh terhadap pengeboman di Bali) yang mereka sebut teroris itu. Pada

akhirnya Ba’asyir menolak tuduhan tersebut dan dengan tegas mengatakan bahwa

8

Irfan S. Awwas, “Nasihat Politik Abu Bakar Baasyir,” Sabili, No. 16, Th XI, 27 Februari 2004, h. 32.

9 Irfan S Awwas, Dakwah & Jihad Abu Bakar Ba’asyir (Jogjakarta: Wihdah Press,

2003), h. 60.

Page 14: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

penggunaan senjata di wilayah yang aman dan bukan di medan perang adalah

tidak dibenarkan.

Ba’asyir memang memiliki cita-cita menegakkan Dinul Islam. Sebab, ia

merupakan perjuangan untuk menegakkan al haq (kebenaran), keadilan,

kebebasan, kemerdekaan, keselamatan, dan kebahagiaan, baik di dunia maupun di

akhirat. Semua bentuk perjuangan di luar itu adalah bathil, menyia-siakan umur,

waktu, tenaga pikiran dan harta10

.

Dari pemikiran Ba’asir tersebut untuk mewujudkan cita-citanya tidaklah

mudah, Indonesia memiliki berbagai macam agama, suku dan kebudayaan yang

masing-masing memiliki identitas tersendiri. Namun, Ba’asyir tetap memiliki

idealisme dan harapan yang tinggi dengan memanfaatkan situasi di alam

demokrasi ini negara Islam akan dapat terwujud, walau dari kalangan yang kontra

dengan pembentukan negara Islam seperti tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL), Ulil

Abshar Abdalla mengkritik Ba’asyir yang justru menikmati alam demokrasi di

Indonesia sebagai peluang untuk merealisasikan cita-citanya itu.

Berdasarkan dari latar belakang diatas penulis tertarik untuk mengangkat

skiripsi dengan judul “Islam dan Negara: Pemikiran Abu Bakar Ba’asyir

Tentang Negara Islam”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk memudahkan penelitian ini, maka penulis membatasi masalah pada

pemikiran Abu Bakar Ba’asyir dalam mewujudkan cita-cita untuk menjadikan

Indonesia menjadi suatu negara Islam.

10 Abu Bakar Ba’asyir, Catatan Dari Penjara; Untuk Mengamalkan dan Menegakkan

Dinul Islam (Depok: Penerbit Mushaf, 2006), h. 220-221.

Page 15: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Adapun rumusan masalahnya dapat dirinci dalam bentuk pertanyaan

sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pemikiran Abu Bakar Ba’asyir tentang Islam dan negara?

2. Usaha apa yang dilakukan Abu Bakar Ba’asyir dalam mewujudkan cita-

cita negara Islam di Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui cara pemikiran apa yang ditawarkan oleh Abu Bakar

Ba’asyir tentang negara Islam.

2. Untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan oleh Abu Bakar Ba’asyir

dalam mewujudkan negara Islam di Indonesia

D. Metode Penelitian

Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus yang

penelaahannya dilakukan secara mendalam dan komprehensif. Penulisan ini

menggunakan data kualitatif yang berwujud kata-kata, gambar dan bukan

angka-angka11

. Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini menggunakan

studi pustaka, selain itu juga dilakukan wawancara langsung dengan objek yang

diteliti dan berbagai sumber yang bersangkutan dengan objek penelitian.

Selanjutnya penelitian ini menggunakan metode pembahasan deskriptif

analitis, yaitu menguraikan, mengklasifikasikan data-data yang terkumpul sesuai

11 P. Joko Syubagya, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka

Cipta, 1990), h. 95.

Page 16: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

dengan tema penelitian dan memaparkannya secara sistimatis disertai dengan

membuat analisis.

Metode penulisan ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya

Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi), diterbitkan oleh CeQDA Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah.12

E. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, untuk mempermudah memahami dari isi

skripsi ini, maka penulis membagi isi skripsi ini dari lima bab, tiap bab

yang di dalamnya terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematika sebagai

berikut :

Bab Pertama berisi pendahuluan meliputi, latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian,

serta sistematika penulisan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

Bab Kedua berisi mengenai bahasan umum konsep negara Islam.

Dalam pembahasan umum ini membahas tentang teori Islam serta teori negara.

Dalam pembahasan ini juga aka dipaparkan tentang kontroversi relasi agama dan

negara yang juga terjadi pada lingkup Islam dimana terjadi pendapat pro dan

kontra dari pengaruh agama terhadap negara.

Bab Ketiga berisi tentang Profil Abu Bakar Ba’asyir. Dimulai dari

riwayat hidup serta latar belakang pendidikannya yang membentuk karakter

dalam pemikiran Ba’asyir. Dalam bab ini juga akan dibahas aktifitas sosial

12

Hamid Nasuhi, dkk., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)

(Jakarta: CeQDA Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, 2007). Cet. II

Page 17: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

politiknya sampai dengan hasil pemikiran Ba’asyir sebagai penjelasan posisi

agama terhadap negara.

Bab Keempat merupakan inti dan fokus dari skripsi yang membahas

mengenai agama dan negara dalam pemikiran Abu Bakar Ba’asyir. Pembahasan

yang akan diangkat adalah mengenai kritik Ba’asyir terhadap beberapa sistem

negara yang ada seperti sistem sekuler, demokrasi dan nasionalis serta

implementasi hak dan kewajiban di dalam sistem tersebut. Selain itu, akan

dibahas juga bagaimana cara menegakkan dan mendakwahkan dinul Islam serta

usaha Ba’asyir sendiri dalam memperjuangkan dan mengenalkan syariat Islam

khususnya di Indonesia.

Bab Kelima merupakan penutup dan tahap akhir penulisan skripsi,

yang berisi kesimpulan dari permasalahan yang diangkat serta berisikan saran

terhadap apa yang diperjuangkan oleh Ba’asyir.

Page 18: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

BAB II

KONSEP NEGARA ISLAM

A. Hubungan Agama dan Negara

Sebelum masuk ke dalam pembahasan agama dan negara, serta perdebatan

diantara tokoh yang menginginkan penyatuan agama terhadap negara dengan

tokoh yang mengkehendaki adanya pemisahan agama dari urusan kenegaraan, ada

baiknya kita mengetahui terlebih dahulu pengertian dari agama serta negara itu

sendiri.

Agama yang berasal dari bahasa Sanskrit, selalu hadir di dalam kehidupan

kita sehari-hari, tidak hanya ada di dalam satu individu namun agama juga hadir

di dalam ruang lingkup kemasyarakatan tak terkecuali juga hadir di dalam ruang

politik.

Agama tersusun dari dua kata, a yang artinya tidak dan gama artinya pergi.

Jadi tetap diam di tempat, diwarisi turun-temurun. Ada lagi pendapat yang

mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci13. Jadi bisa ditarik

kesimpulan disini agama adalah suatu ikatan spiritual serta yang dinamakan

agama memiliki suatu pedoman hidup tersendiri secara tekstual.

Sedangkan di dalam tekstual semit sendiri agama merupakan terjemahan

dari kata din yang artinya undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata ini

mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan,

kebiasaan14

. Jadi agama disini adalah suatu peraturan yang dimana orang-orang

13 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. (Jakarta: UI Press 1985), h. 9.

14 Ibid., hal. 9.

Page 19: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

yang mengikuti ajarannya harus patuh terhadap aturan yang ada dengan kata lain

terikat oleh hukum agama tersebut.

Sedangkan negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang

kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh

pemerintahan yang berada di wilayah tersebut15

.

Masih dari sumber Wikipedia, negara adalah pengorganisasian masyarakat

yang mempunyai rakyat dalam suatu wilayah tersebut, dengan sejumlah orang

yang menerima keberadaan organisasi ini16

.

Negara ini merupakan suatu wilayah yang dalam menjalankannya seperti

bentuk organisasi yang bertujuan untuk mengakomodir cita-cita anggotanya yang

dalam hal ini adalah rakyat sehingga sampai kepada tujuan bersama. Tujuan

bersama ini kemudian dicantumkan dalam sebuah konstitusi yang disebut juga

dengan undang-undang.

Dalam lingkup perpolitikan, negara adalah satu komunitas politik tersusun

yang menaklukan suatu kawasan dan mempunyai kedaulatan luar dan dalam yang

dapat menguasai monopoli terhadap penggunaan kekerasan yang secara wajar17

.

Menurut Robert M. Mac Iver, yang dikutip dalam buku Ilmu Negara, yang

ditulis oleh Mohammad Kusnadi dan Bintan R Saragih, negara adalah asosiasi

yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat dalam suatu

15 “Negara”, artikel diakses pada 12 Agustus 2009 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Negara. 16

Ibid. 17

“Negara (Politik)”, artikel diakses pada 12 Agustus 2009 dari http://ms.wikipedia.org/wiki/Negara_(politik).

Page 20: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

wilayah dengan berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu

pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa18.

Masuk ke dalam pembahasan, dalam teori politik yang sudah ada pada saat

ini, hubungan agama dan negara, seperti yang terdapat pada pendahuluan terdapat

dua konsep menurut beberapa aliran, yaitu paham teokrasi, dan paham sekuler.

Agama dan negara menurut konsep teokrasi. Dalam paham ini, agama dan

negara tidak dapat dipisahkan dan senantiasa harus bersatu, kebijakan publik

sepenuhnya ditentukan oleh denominasi agama. Paham ini berawal ketika masa

kekuasaan gereja di Eropa ketika ruang publik diatur oleh gereja melalui para

pimpinan gereja atau pastur-pastur. Pemimpin Gereja ini merupakan wakil-wakil

Tuhan untuk mengatur kehidupan masyarakat di bawah kekuasaan gereja.

Berbagai alasan dikemukakan bahwa pada dasarnya agama selain membawa

peraturan-peraturan bersifat moral yang berisi tuntunan hidup disamping itu

agama juga mengatur tentang cara mengelola suatu masyarakat yang disini bisa

diartikan juga sebagai negara. Menurut Peter Berger yang dikutip oleh Mun’im A.

Sirry, mengatakan bahwa agama sebagai kekuatan “world maintaining” dan

“world shaking”. Dengan dua kekuatan itu, agama mampu melegitimasi atau

menentang kekuasaan dan privilege19.

Teori selanjutnya adalah yang dikemukakan oleh paham sekuler. Paham

ini mengatakan bahwa agama tidak dapat mencampuri urusan negara. Paham ini

juga menjelaskan bahwa negara merupakan urusan manusia dengan manusia lain

atau segala urusan keduniaan, sedangkan agama adalah hubungan manusia dengan

18

Moh Kusnadi & Bintan R Saragih, Ilmu Negara (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), h. 57. Cet IV.

19 Mun’im A. Sirry, Membendung Militansi Agama: Iman dan Politik dalam Masyarakat

Modern (Jakarta: Erlangga, 2003), h. 64.

Page 21: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Tuhan. Dari teori tersebut sudah dapat dijelaskan bahwa segala urusan dunia

merupakan urusan manusia tidak dapat disatukan oleh agama.

Pemisahan ini dimaksudkan untuk menjaga keutuhan nilai-nilai agama itu

sendiri sebagai penjaga moral manusia. Apabila agama masuk dalam urusan

negara maka dikhawatirkan akan tejadi suatu gesekan dari agama minoritas

terhadap agama mayoritas yang menginginkan adanya pelaksanaan hukum yang

sesuai dengan ajaran agama mayoritas. Namun walaupun adanya pemisahan

antara agama dan negara di dalam paham ini, negara sekuler tetap membebaskan

warga di negara tersebut memeluk agama sesuai dengan keyakinannya dan negara

tidak mengintervensi hal tersebut.

Dari kedua teori tersebut dapat disimpulkan bahwa ada posisi yang tegas

terhadap posisi agama dan negara. Namun diluar kedua teori itu ada teori yang

menyatakan bahwa agama dan negara saling berhubungan. Teori ini adalah teori

agama dan negara yang simbiotik. Kelompok ini menolak terdapatnya aturan-

aturan di agama yang dapat diselaraskan ke dalam sistem pemerintahan. Namun

kelompok ini juga menolak pemahaman bahwa agama hanya suatu hubungan

personal antara Tuhan dan makhlukNya secara individu.

Agama memerlukan negara untuk berkembangnya agama itu sendiri

demikian juga negara yang memerlukan agama yang dapat berkembang dalam

ruang etika dan moral.

B. Relasi Agama dan Negara dalam Islam

Masuk ke dalam lingkup perspektif Islam, relasi agama dan negara sudah

banyak didebatkan oleh para pemikir Islam sejak dahulu. Mereka memiliki

Page 22: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

argumen sendiri dalam mengeluarkan ide tentang relasi agama dan negara yang

dalam hal ini bisa dikatakan juga tentang relasi Islam dan politik.

Berbagai ragam pemikiran ini jika dilihat memiliki satu tujuan yaitu

bagaimana Islam dapat berkembang dengan baik di dalam kehidupan masyarakat

yang di aplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari baik itu pada lingkup sosial,

politik, hukum dan sebagainya. Namun cara untuk mencapai tujuan tersebut

masing-masing pemikir Islam memiliki pandangan tersendiri, ada yang memiliki

pendapat bahwa kehidupan Islami dapat berjalan jika Islam masuk ke dalam

tatanan politik atau negara sehingga negara dapat berjalan sesuai dengan ajaran-

ajaran Islam.Kehidupan negara yang diatur oleh Islam ini masuk ke dalam suatu

aturan yang disebut syariah, dengan masuknya syaiah ke dalam politik maka

diaharuskan berjalan sesuai dengan aturan-aturan yang sudah diatur oleh Islam.

Munawir Sjadzali dalam bukunya, Islam dan Tata Negara, melihat dalam

perkembangan umat Islam terdapat tiga aliran hubungan antara Islam dan

ketatanegaraan. Aliran pertama berpendirian bahwa Islam bukanlah semata-mata

agama dalam pengertian Barat, yakni hanya menyangkut hubungan antara

manusia dan Tuhan, sebaliknya Islam adalah satu agama yang sempurna dan yang

lengkap dengan pengaturan bagi segala aspek kehidupan manusia termasuk

kehidupan bernegara. Aliran kedua, berpendirian bahwa Islam adalah agama

dalam pengertian Barat, yang tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan.

Aliran ketiga, menolak pendapat bahwa Islam adalah suatu agama yang serba

lengkap dan bahwa dalam Islam terdapat sistem ketatanegaraan. Tetapi aliran ini

juga menolak anggapan Barat yang hanya mengatur hubungan antara manusia dan

Maha Penciptanya. Aliran ini berpendirian bahwa dalam Islam tidak terdapat

Page 23: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

sistem ke-tata negara-an tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan

bernegara20.

Pemikir yang kontra terhadap pendapat tersebut memiliki alasan tersendiri

bahwa Islam tidak boleh ikut masuk ke dalam sistem ke-tata negara-an karena jika

Islam masuk ke dalam wilayah itu dikhawatirkan Islam hanya dijadikan alat

legitimasi untuk mencapai kekuasaan tertentu dengan mengabaikan aturan ke-tata

negara-an yang sudah baku, hal ini dikhawatirkan apabila Islam dipaksakan

masuk ke dalam lingkup politik maka akan terjadi konflik sosial yang tidak dapat

dihindarkan, dan hal ini membawa dampak buruk bagi kehidupan di dalam suatu

negara.

Khusus pengikut paham Modernis, Marxis, atau Sekularis menyatakan

bahwa hubungan antara agama dan politik adalah hubungan yang saling

bertentangan. Agama merupakan bersumber dari Tuhan dimana bersifat sakral

dan suci, sedangkan politik bersumber dari manusia yang sifatnya kotor dan

kejam.

Alasan tersebut adalah untuk memisahkan agama yang dasarnya saling

melengkapi. Mereka menginginkan berjalannya akidah tetapi tanpa adanya

syariat, ibadah tanpa adanya muamalah, atau dunia tanpa agama. Hal ini membuat

dampak negatif bahwa politik yang berkembang sesuai zaman secara tidak

langsung melihat juga bahwa agama bersifat stagnan yang tidak bisa mengikuti

perkembangan zaman, dengan alasan bahwa adanya pembaharuan merupakan

bid’ah yang sesat.

20

Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: UI-

Press, 1993), h. 1.

Page 24: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

1. Pandangan Tokoh Kontra Negara Islam

Pemisahan agama dan negara terjadi di dunia Islam untuk pertama kalinya

terjadi pada saat Revolusi Turki 1920-1924. Pada saat revolusi itu, generasi muda

Turki mulai mengambil alih pemerintahan Ustmani serta memaksa Raja

Abdulhamid untuk memulihkan konstitusi serta membentuk parlemen.

Pergerakan yang disebut sebagai nasionalisme Turki kemudian membuat

para pendukung Ustmani mulai berfikir sekuler. Dasar pemikiran ini pertama kali

dikemukakan oleh Ziya Gokalp. Dia mengusulkan pemisahan agama dari negara

atas dasar teori Durkheim tentang evolusi sosial21

.

Gokalp tidak sepenuhnya berpikiran sekuler, menurutnya agama masih

memiliki peran penting untuk mempersatukan patriotisme yang mempersatukan

umat manusia. Walaupun syariat tidak perlu diubah peraturan sosial haruslah

berkembang sesuai dengan perkembangan masyarkat.

Turki kemudian mulai mengalami pemindahan kekuasaan dari kedaulatan

Sultan-Khalifah menjadi perwakilan terpilih negara Turki. Kemenangan

peperangan Turki ini tidak lain adalah karena dari kesuksesan militer Mustafa

Kemal. Saat itu legitimasi politik kemudian dialihkan dari Sultan ke Dewan.

Kemal dan pendukungnya kemudian ingin membuat satu tatanan baru di

dalam negeri Turki dimana kedaulatan sepenuhnya berada di tangan rakyat Turki.

Namun, hal ini mendapat suatu hambatan karena pada saat itu masih ada Mehmet

VI, yang walaupun dalam posisi lemah tetapi Khalifah ini memiliki perkenalan

yang cukup luas di imperium Ustmani dan juga pemimpin agama umat Islam yang

sah. Para kelompok konservatif agama juga memberikan tumpuan dukungan

21

Anthony Black, Pemikiran Politik Islam: Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, terj, Abdullah Ali & Mariana Ariestawati (Jakarta: Serambi, 2006), h. 561. Cet. I

Page 25: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

dalam suatu ijtihad.

harus

sesuai

dengan

kepada Mehmet VI untuk menghindari adanya cita-cita baru yaitu membentuk

pemerintahan republik.

Namun, atas dasar pendeklarasian Majelis di Turki menyatakan bahwa

kedaulatan berada di negara dan menjadi satu-satunya wakil yang sebenarnya

memegang kekuasaan legislatif serta eksekutif. Kemal melandasi aksinya

sebagian atas prinsip bahwa legitimasi pada akhirnya tergantung pada kekuasaan

de facto22

. Pada saat itu Majelis menghapus kesultanan dan kemudian menjadi

suatu negara yang republik.

Kekhalifahan dihapus karena menurut Majelis Nasional, kekhalifahan ini

bukanlah terbentuk atas dasar inisiatif nabi, melainkan hanya disimpulkan dari

usulan-usulan individu yang terdapat Majelis juga

mengatakan bahwa bentuk pemerintahan perkembangan

zaman. Hal ini banyak mendapatkan pertentangan dari banyak ulama bahwa

pemisahan agama dari wilayah politik merupakan suatu sifat yang bid’ah.

Menurut ulama kekhalifahan merupakan kepemimpinan umum dalam urusan

agama dan dunia.

Banyak pendapat yang kontra terhadap masuknya Islam pada lingkup

politik atau negara. Ziauddin Sardar mengatakan bahwa apabila negara-negara

Muslim berusaha menerapkan atau memaksakan pelaksanaan syariah, maka

kontradiksi yang secara inherent melekat dalam proses formulasi dan

perkembangan fiqh akan muncul ke permukaan23.

Sardar mengkhawatikan bahwa bila syariah dipaksakan masuk maka yang

terjadi adalah adanya pemaksaan dalam hal kekuasaan dengan menggunakan

22

Ibid., h. 563. 23

Ziauddin Sardar, Islam Tanpa Syariat: Menggali Universalitas Tradisi (Jakarta:

Grafindo, 2005), h. 19.

Page 26: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

tameng syariah tersebut. Pemberlakuan ini dijadikan oleh penguasa tertentu untuk

menjalankan negara secara totaliter yang memungkinkan penguasa melakukan

kontrol penuh atau melakukan arbitrasi terhadap rakyatnya. Pemahaman syariah

yang baku ini akan menjadikan rakyat memiliki pemikiran yang sempit dan tidak

dapat melakukan suatu kajian ulang terhadap syariah ini yang seharusnya syariah

dapat dijadikan suatu sumber untuk mengkaji lebih dalam lagi terhadap kajian Al-

Quran dengan pandangan yang baru yang sesuai dengan kehidupan yang plural

ini.

Sama halnya dengan pendapat dari pemikir Islam kontemporer Ali Abdul

Raziq, seperti yang dikutip oleh Saidiman, Menurut Raziq, tidak ada satupun ayat

Al-Qur’an yang menyatakan satu bentuk pemerintahan atau sistem politik Islam.

Yang ada hanyalah ungkapan-ungkapan mengenai posisi Muhammad sebagai

pembawa risalah. Raziq kemudian mengutip sejumlah dalil yang menunjukkan

bahwa Muhammad hanyalah pembawa risalah, dan tidak memiliki otoritas untuk

melakukan pemaksaan. Dengan tidak adanya paksaan, maka sesungguhnya

Muhammad tidak menunjukkan otoritas politik yang ada dalam doktrin agama.

Kekuatan pemaksa hanya milik otoritas politik dan bukan otoritas agama24

.

Abdul Raziq mengkritik sistem pemerintahan Islam yang dalam hal ini

adalah sistem khilafah. Menurutnya, di dalam Al-Qur’an tidak ada peraturan yang

mengharuskan negara didirikan dengan sistem khilafah dan Raziq kemudian

memberikan contoh bahwa Nabi Muhammad di masanya juga tidak

mengharuskan pengikut setelahnya menggunakan sistem pemerintahan sesuai apa

yang dilakukan olehnya, karena kondisi pada saat itu berbeda pada kondisi ketika

24

Saidiman, “Ilusi Khilafah Islam,” artikel diakses pada 12 April 2009 dari

http://islamlib.com/id/artikel/ilusi-khilafah-islam/.

Page 27: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

masa sepeninggal Nabi Muhammad terutama pada saat ini. Nabi Muhammad

bukanlah sebagai penyebar risalah negara Islam, melainkan hanya pembawa

risalah agama.

Khilafah adalah skenario dari politik bukan dari agama. Agama tidak

menentang atau mendukung berbagai sistem pemerintahan melainkan sebagai

peninggalan untuk kita untuk mengatur sesuai dengan kaidah politik. Kenegaraan

diserahkan kepada kita yang dikembangkan melalui akal dan rasionalitas serta

pengalaman manusia untuk mencari jalan yang terbaik.

Ide tentang negara Islam juga di kritik oleh Munawir Sjadli. Menurutnya

tidak ada keharusan bagi umat Islam untuk mendirikan negara Islam.

Memperjuangkan politik Islam, menurutnya hanyalah untuk memformalkan

agama dalam birokrasi kenegaraan dan hal itu justru akan menimbulkan

ketegangan yang panjang antara umat Islam dan pemerintah.

Pemaksaan agama (Islam) di dalam pemerintahan justru akan membawa

dampak buruk terhadap agama itu sendiri. Hakikat agama untuk membawa

keharmonisan hidup justru tidak ada sama sekali melainkan adanya perselisihan

dari pihak lain untuk melegalkan pahamnya juga masuk ke dalam lingkup

birokrasi.

Nurcholis Madjid atau Cak Nur memiliki pendapatnya sendiri. Ide tentang

negara Islam dilakukan pendekatan tentang masyarkat madani. Menurutnya,

kepemimpinan Nabi Muhammad pada kota Yastrib dituangkan dalam “Piagam

Madinah” dan isi piagam tersebut sama halnya dengan konsep masyarakat

madani, yang memiliki ciri egalitarianisme, penghargaan kepada orang

berdasarkan prestasi (bukan kesukuan, keturunan, ras dan sebagainya),

Page 28: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

keterbukaan (partisipasi seluruh anggota masyarakat aktif), penegakan hukum dan

keadilan, toleransi dan pluralisme serta musyawarah. Sesuai pada kondisi saat ini

di dunia yang didalamnya terdapat berbagai macam karakter individu dengan latar

belakangnya baik itu suku, ras agama seharusnya umat Islam memikirkan

bagaimana mengakomodasi semua pihak untuk dapat hidup secara bersama

dengan menggunakan asas yang disepakati semua pihak.

Hal ini dapat terwujud jika umat Muslim terbuka. Menurut Nurcholish

seperti yang dikutip Bahtiar Effendi, mengatakan usaha ini hanya dapat dicapai

apabila kaum Muslim memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi untuk

membiarkan gagasan-gagasan apapun, betapapun tidak konvensionalnya gagasan-

gagasan itu, untuk dikemukakan dan dikomunikasikan secara bebas25

.

Kensep negara Islam, dalam pandangan Nurcholis, adalah suatu distorsi

hubungan proposional antara negara dan agama. Negara, menurutnya, adalah

salah satu segi kehidupan duniawi, yang dimensinya adalah rasional dan kolektif.

Sedangkan agama adalah aspek kehidupan lain yang berdimensi spiritual dan

pribadi26

.

Nurcholis secara tegas mengatakan, walaupun agama dan negara dapat

disatukan namun hal itu harus dibedakan dalam dimensinya serta pendekatannya.

Agama tidak dapat masuk ke ruang politik jika kondisinya tidak memungkinkan

untuk hal itu.

Pemikir terkemuka dari Sudan, Abdullahi Ahmed An-Na’im, memiliki

pendapat tentang pemisahan agama (yang lebih membicarakan tentang syariat)

25

Bahtiar Effendi, Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia (Jakarta: Paramadina, 1998), h. 137.

26 Nurcholish Madjid, Menyegarkan Paham Keagamaan di Kalangan Umat Islam

Indonesia, dalam Islam Kemodernan dan KeIndonesiaan (Bandung: Mizan, 1998), h. 224. Cet. XI.

Page 29: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

terhadap negara. Alasan An-Na’im memisahkan disini bukanlah untuk meletakan

posisi agama atau syariat ke ruang publik yang sempit. Pemisahan ini dilakukan

dengan diiringi pengawasan terhadap politik Islam sehingga syariat dapat di

usulkan menjadi suatu undang-undang yang An-Naim sebut melalui public reason

(pemikiran umum).

An-Naim menolak syariat hadir di dalam negara yang dipaksakan. Syariat

harus dijalankan oleh umat Muslim secara sukarela tanpa ada pemaksaan untuk

menerapkannya. Pemaksaan dikhawatirkan akan membawa dampak buruk

terhadap nilai kesucian terhadap syariat tersebut disamping juga pemaksaan sama

saja tidak menghormati terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia.

An-Naim mengatakan, ingin mengadvokasi prinsip pemisahan

kelembagaan antara Islam dan negara, namun dengan tetap mempertahankan

hubungan antara Islam dan politik, melalui apa yang disebut sebagai public

reason. Prinsip ini memungkinkan penerapan prinsip-prinsip Islam dalam

kebijakan publik secara legitimate, namun tetap tunduk kepada prinsip-prinsip ke-

tata negara-an yang berlaku, serta menjamin kesetaraan hak setiap warga negara

tanpa membedakan agama, ras, suku, gender, dan ideologi27

.

Bagi An-Naim, pemisahan agama atau syariat ini semata-mata untuk

memberikan kebebasan kepada umat untuk mendukung, menolak, mendiskusikan

atas prinsip-prinsip agama.

27 Wawancara Fathuri SR dan Agus Setia Budi dengan An-Naim. Artikel diakses pada 3

Maret 2009 dari http://www.csrc.or.id/wawancara/index.php?detail=070308053014.html.

Page 30: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

2. Pandangan Tokoh Pro Negara Islam

Lain pemikir Islam yang kontra terhadap ide tentang negara Islam lain

juga alasan bagi pemikir Islam yang pro terhadap ide negara Islam. Pemikir Islam

yang pro terhadap negara Islam memiliki alasan tersendiri bahwa mendirikan

negara Islam merupakan suatu kewajiban bagi kaum Muslim, karena dengan

mendirikannya akan membawa suatu rahmatan lil alamin bagi masyarakatnya

sesuai dengan hakikat Islam itu sendiri.

Tokoh pemikir Islam yang juga pada masa klasik yaitu Ibnu Taimiyah

adalah salah satu yang mempunyai gagasan mengenai penyatuan agama di dalam

lingkup negara. Bagi Ibnu Taimiyah, perihal pemimpin negara, seseorang yang

diangkat sebagai pemimpin harus betindak amanah terhadap pihak yang berhak

atasnya dan bagi rakyatnya harus bersikap patuh selain kepada pemimpin juga

patuh terhadap Allah serta Rasul. Ibnu Taimiyah juga mengharuskan negara untuk

melaksanakan hukum-hukum pidana hak Tuhan, seperti hukuman bagi pencuri,

penzina dan sebagainya. Jika di dalamnya terdapat perbedaan pendapat diantara

mereka maka segala permasalahan tersebut dikembalikan kepada al-Quran dan

Sunnah. Oleh karena itu para pemimpin negara. Seperti yang dikutip oleh

Munawir Sjadli, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa, para penguasa harus

menegakkan dan melaksanakan hukuman hak Allah itu, meskipun tidak ada

pengaduan dari siapa pun, oleh karena hukuman tersebut telah jelas digariskan

dalam Al-Quran28

.

Pengaruh agama terhadap negara yang dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah

tersebut juga menyinggung posisi dari kepala negara. Menurut Ibnu Taimiyah,

28Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 87.

Page 31: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

kepala negara adalah perwakilan dari Tuhan, pemimpin negara memerintah

dengan kewenangannya yang diberikan oleh Tuhan.

Ibnu Taimiyah sangat menginginkan keadilan pada suatu negara, menurut

Ibnu Taimiyah, masih dalam buku tulisan Bahtiar Effendi, beranggapan, bahwa

kepala negara yang adil meskipun kafir adalah lebih baik daripada kepala negara

yang tidak adil meskipun Islam29

.

Tokoh filsuf Muslim besar yang juga hidup pada zaman klasik, al-Ghazali,

berpendapat bahwa negara tidak terlepas dari agama. Ghazali lebih menyorot

masalah pemimpin dalam suatu negara. Menurut Ghazali, bahwa pemimpin itu

merupakan kembaran dari Tuhan. Keberadaan pemimpin harus ada untuk

mengharmoniskan hidup negara. Pemimpin merupakan titah dari Tuhan yang

dimana para pengikutnya tidak boleh menentang atau melawan.

Al-Maududi memiliki pendapat dimana agama harus masuk ke dalam

lingkup politik. Tokoh yang juga salah satu pendiri negara Pakistan ini

mengharuskan umat Muslim untuk kembali kepada dua sumber Al-Qur’an dan

Hadis, termasuk dalam menjalankan kenegaraan. Maududi melihat bahwa umat

Muslim harus menjalankan pemerintahannya sesuai dengan apa yang dilakukan

pada masa Nabi Muhammad memimpin Yastrib. Sesuai apa yang dikutip oleh

Munifah Syanwani, Maududi tidak menerima sistem pemerintahan yang sedang

dijalankan pada zaman modern ini, ia selalu memperjuangkan simbol Islam,

bahwa Islam harus diterapkan sebagai dasar negara karena menurutnya

didirikannya suatu negara adalah sebagai manifestasi dan misi besar Islam dan ia

pun menolak demokrasi yang berpaham kedaulatan rakyat, maka sebagai

29Ibid., h. 89.

Page 32: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

alternatifnya ia menawarkan sistem kekhalifahan dengan paham kedaulatan

Tuhan, manusia harus tunduk pada aturan Tuhan karena manusia hanya

merupakan wakil Allah di muka bumi30.

Terkait dengan kepemimpinan, bagi Maududi pemimpin harus dapat

menjalankan negaranya sesuai dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, hukum

negara atau undang-undang harus sesuai dengan syariat Islam secara utuh tanpa

ada Ijtihad lagi. Maududi menilai bahwa Islam memberikan sistem yang sesuai

dengan perkembangan zaman.

Maududi menawarkan sistem pemerintahan yang disebut dengan “Teo-

demokrasi”, yaitu sistem pemerintahan demokrasi ilahi. Eksekutif yang terbentuk

berdasarkan sistem pemerintahan semacam ini dibentuk berdasarkan kehendak

umum kaum Muslim yang juga berhak untuk menumbangkannya31

.

Dari sistem Teo-demokrasi itu, segala macam masalah pemerintahan yang

tidak diatur dalam syariah dapat diselesaikan dengan cara konsensus, jadi bagi

umat Muslim yang memiliki ilmu yang tinggi dan dapat berfikir sehat diberikan

wewenang untuk menafsirkan hukum Tuhan jika dianggap perlu.

Juga Teokrasi dalam arti bahwa apabila terdapat perintah-perintah atau

hukum yang telah jelas dan terang-terangan dari Tuhan atau Rasul-Nya, maka tak

seorang pun, atau tak satupun lembaga legislatif, yang berhak untuk

30Munifah Syanwani, “Perbandingan Pemikiran Politik Islam Abul A'la Al-Maududi

dengan Pemikiran dan Gerakan Partai Bulan Bintang di Indonesia (Politik dan Hubungan

Internasional di Timur Tengah),” artikel diakses pada 3 Maret 2009 dari http://www.digilib.ui.ac.id/abstrakpdf/78204.pdf?file=abstrak-78204.pdf.

31 Abul A’la al-Maududi, Hukum & Konstitusi: Sistem Politik Islam, terj. Asep Hikmat

(Bandung: Mizan, 1993), h. 160.

Page 33: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

melaksanakan pertimbangan secara mandiri, sekalipun seluruh Muslim disegenap

penjuru dunia mencapai sepakat bulat untuk mengubahnya32.

Allah memberikan batasan-batasan terhadap ruang gerak manusia, bukan

untuk mengekang dan menciptakan diskrimanasi terhadap hak-hak manusia,

melainkan batasan-batasan ini yang Maududi sebut sebagai ‘Batas-Batas Ilahi’

(Hudud-Allah), memberikan binaan kepada manusia untuk berlegislasi dengan

peraturan-peraturan bagi kegiatannya.

Maududi menjelaskan tujuan negara Islam yang berasal dari konsepsi

Allah melalui Al-Qur’an bersifat positif. Tujuan negara tidak hanya mencegah

rakyat untuk saling memeras untuk melindungi kebebasan mereka dan melindungi

seluruh bangsanya dari invasi asing. Negara ini juga bertujuan untuk

mengembangkan sistem keadilan sosial yang berkeseimbangan yang telah

diketengahkan Allah dalam kitab suci Al-Qur’an33.

Jelas menurut Maududi bahwa negara Islam secara menyeluruh bertujuan

untuk melindungi masyarakat yang dinaunginya baik dari konflik internal diantara

masyarakat maupun dari serangan-serangan musuh diluar masyarakat yang

dinaungi cahaya Islam itu.

Islam juga memberikan hak-hak tertentu bagi non-Muslim. Hak-hak non

Muslim merupakan salah satu hak yang harus diperhatikan bagi umat Islam. Non

Muslim yang hidup di negara muslim harus diberikan perlindungan. Non Muslim

itu sendiri adalah bagi mereka yang telah memberikan perjanjian kepada negara

Islam. Hak-hak non Muslim itu sendiri harus dihormati dan sama kedudukannya

di muka hukum.

32

Ibid., h. 160. 33

Abul A’la Maududi, Sistem Politik Islam Hukum dan Konstitusi, terj. Asep Hikmat (Bandung, Mizan, 1998), h. 166. Cet 6

Page 34: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Negara Islam tidak boleh mencapuri hak-hak pribadi non-Muslim, yang

memiliki kemerdekaan penuh untuk menganut dan meyakini serta memiliki

kebebasan untuk melakukan ritual-ritual serta upacara-upacara keagamaan mereka

menurut caranya sendiri34. Maududi juga mengatakan bahwa non-Muslim tidak

hanya diberikan kebebasan untuk beribadah di wilayah Islam, melainkan mereka

berhak untuk mengkritik Islam dalam batas-batas yang ditetapkan oleh hukum dan

kesusilaan.

Oleh karena itu negara Islam ini bersifat universal tidak hanya berlaku

bagi masyarakat Muslim. Negara Islam ini menghapus kebebasan pribadi dan

sifatnya yang rahasia. Negara Islam memberikan solusi bagi sektor kehidupan dan

kegiatan masyarakat sehingga tercipta suatu kehidupan yang sejalan dengan

norma-norma moral. Negara Islam dengan ciri menghapus hal-hal privat bukanlah

persamaan dari sifat negara fasis ataupun komunis, negara Islam juga bukan

negara yang otoriter. Pada perjalanannya negara Islam dengan batasan-batasannya

ini akan dapat menghapus sifat kediktatoran. Sehingga akan sejalan dengan cita-

cita membangun suatu kesejahteraan dan keseimbangan hidup yang mencakup

semua sendi-sendi kehidupan masyarakat.

Dalam negara Islam, al-Maududi mengatakan bahwa kedaulatan tertinggi

ada di tangan Tuhan. Dengan tetap mengingat prinsip-prinsip ini jika kita

mengamati posisi orang-orang yang diturunkan untuk menegakkan Hukum Tuhan

di bumi, wajar jika dinyatakan mereka dianggap sebagai wakil-wakil dari

penguasa tertinggi35.

34 Abul A’la Maududi, Hak-hak Asasi Manusia dalam Islam, terj. Bambang Iriana Djaatmadja (Jakarta, Bumi Aksara, 1995), h. 98. Cet. I

35 Maududi, Sistem Politik Islam Hukum dan Konstitusi, h. 168.

Page 35: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Maududi beralasan bahwa Islam sendiri menggunakan istilah kekhalifahan

bukan kedaulatan, oleh karena itu, bagi siapapun yang memegang kekuasaan dan

siapapun yang memerintah dengan berpegang teguh pada hukum Tuhan pasti

merupakan khalifah dari penguasa tertinggi, yang dalam hal ini Allah, dan

berwenang pada kekuasaan-kekuasaan yang telah dipercayakan rakyat kepadanya.

Kekhalifahan inilah yang Maududi sebut demokrasi Islam, karena semua

individu dapat menikmati hak-hak dan kekuasaan kekhalifahan dari Tuhan. Oleh

karena itu setiap individu berhak memimpin sebagai khalifah atas rakyat yang

dipimpinnya, pemimpin disini bukanlah yang berdaulat melainkan sebagai wakil

Tuhan. Maududi membedakan demokrasi Islam dengan demokrasi Barat. Dalam

demokrasi Barat, rakyatlah yang berdaulat, dalam Islam kedaulatan berada di

tangan Tuhan dan rakyat adalah khalifah-Nya atau wakil-Nya. Dalam demokrasi

Barat rakyat yang membuat hukumnya sendiri, dalam demokrasi Islam rakyat

harus mentaati dan mematuhi hukum (syari’ah) yang diberikan Tuhan melalui

Rasul-Nya36

.

Masih banyak lagi Maududi membahas akan adanya hak-hak manusia

yang diperhatikan oleh Islam. Negara Islam memberikan hak-hak yang luas

kepada setiap individu, tidak ada hak istimewa bagi siapapun untuk menjadi

penguasa. Siapapun dengan prestasinya berhak atas kekuasaan yang dicapainya.

Bagi pemegang kekuasaan akan diminta pertanggung jawabannya yang telah

mendelegasikan sebagai khalifah bagi rakyat. Di dalam negara Islam hak-hak

manusia juga diperhatikan secara baik, seperti bagi pria dan wanita yang telah

cukup umur diberikan kebebasan berpendapat karena pada dasarnya bahwa setiap

36 Maududi, Hak-hak Asasi Manusia dalam Islam, h. 3

Page 36: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

individu adalah penjelasan dari kekhalifahan. Artinya setiap individu berhak

untuk menyuarakan pendapatnya terhadap jalanya kekhalifahan sebagai salah satu

berjalannya sifat kontrol sosial.

Sebagai tokoh politik di Indonesia, Muhammad Natsir memiliki gagasan

bahwa umat Islam haruslah ikut terjun ke dunia politik, karena dalam menjayakan

Islam menurut Natsir tidak terlepas dari memperjuangkan masyarakat, negara dan

memperjuangkan kemerdekaan.

Natsir menggunakan kekuatan politik dan dakwahnya secara berimbang

dalam mensyiarkan Islam. Bagi Natsir, menyebarkan dakwah Islam tidak akan

mungkin berjalan tanpa ada kekuatan dan kemauan politik yang dalam hal ini

adalah kekuasaan, karena antara kekuasaan dan dakwah tidak dapat dipisahkan.

Natsir dengan tegas menolak asas Pancasila, seperti kritiknya terhadap

Soekarno yang menolak mendirikan negara yang didasarkan Islam, Natsir

mengatakan bahwa untuk dasar negara, Indonesia hanya mempunyai dua pilihan,

yaitu sekularisme (la diniyah) atau paham agama (Dini)37

.

Menurut Dhiauddin Rais, mendirikan negara Islam adalah sutau kewajiban

karena mendirikan negara Islam merupakan hak Allah dan juga hak umat, karena

pada hakikatnya Islam mencakup urusan-urusan materi dan ruhani serta manusia

dalam perbuatannya di dunia dan akhirat.

Rais mengkonsepkan pendirian negara Islam dengan istilah khalifah sama

dengan konsep imamah. Pendirian negara Islam ini merupakan hal yang

fundamental dilakukan oleh mayoritas umat Islam, menegakkan imamah ini

37

Muhammad Natsir, Agama dan Politik Capita Selecta II (Jakarta: Pustaka Pendis, 1985), h. 12.

Page 37: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

merupakan hal yang paling penting dan merupakan penerapan hukum yang sangat

mulia.

Hakikat kekhalifahan adalah usaha untuk mendirikan negara Islam dan

menjaga kebersinambungannya. Negara Islam adalah negara yang berdiri atas

dasar agama Islam, negara yang melaksanakan syariat Islam yang bertugas

menjaga tanah-tanah negara Islam, membela penduduk negara Islam dan berusaha

menyebarkan misi Islam di dunia38

.

Umat dalam sistem Islam adalah suatu kumpulan yang disatukan bukan

oleh ikatan kesatuan tempat, darah atau bahasa. Tujuan sistem Islam disamping

mencakup tujuan-tujuan duniawi juga membidik tujuan-tujuan rohani, bahkan

tujuan-tujuan rohani itu adalah tujuan yang utama dan mendasar, serta yang paling

tinggi39

.

Dhiauddin Rais mengatakan bahwa dalam suatu keimamahan, pemimpin

tidak dapat menjalankan pemerintahannya secara sendiri-sendiri. Bukan hanya

adanya ada satu kontrak di dalam suatu negara. Adanya suatu imam yaitu

berperan dalam menciptakan kontrak lain untuk membantu tugas dari

kepemimpinan.

Tugas suatu negara tidak dapat dilakukan secara sendirian, harus ditunjuk

wakil pelaksana dengan kontrak juga. Kontrak-kontrak ini haruslah mempunyai

dasar hukum yang kuat, memiliki kedudukan yang sama, memiliki tujuan

tersendiri. Oleh karena itu pentingnya kontrak-kontrak ini disamping kontrak

pertama.

Cet. I

38 M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 163.

39

Ibid., h. 310

Page 38: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Pada dasarnya sebuah negara adalah terdiri dari beberapa kontrak yang

berjalan bersama dalam menjalani aktifitas pemerintahan. Pemimpin dan kontrak

sosial ini haruslah ada hubungan langsung dengan rakyat. Dengan adanya hal

tersebut, pemimpin dapat memberikan tanggung jawab kepada masyarakat

sebagai penghubung dengan lembaga-lembaga lainnya yang menjalankan

pemerintahan.

Mengenai hak dan kewajiban, hak privat harus tunduk kepada hak-hak

umum. Semua hak seseorang pasti berkaitan dengan hak Allah. Oleh karena itu,

hak yang menggabungkan kepentingan umum ini sejalan dengan kemashlahatan

pribadi. Menurut Dhiauddin, yang memberlakukan hak-hak dalam Islam ini

hanyalah Allah. Di dalam Islam kewajiban berporsi lebih banyak daripada hak.

Barangsiapa yang tidak menjalankan kewajiban ini dipandang tidak taat kepada

Allah yang selanjutnya dinamakan oleh Islam sebagai dosa besar, namun secara

prinsip tidak keluar dari ke Islamannya.

Selanjutnya menurut Dhiaudin, Islam juga memandang kesamaan hukum

bagi masyarakat umumnya. Persamaan di sini terletak dalam kata “adil”. Makna

asli dari kata “adil” dalam tinjauan etimologinya berarti: persamaan dalam

bermuamalah. Secara tidak langsung seruan Islam pada prinsip keadilan dan

berkonsekuensi melaksanakannya adalah menyeru pada “persamaan”40

.

Adil menurut Dhiauddin adalah persamaan orang di mata hukum, secara

muamallah, orang Islam harus sama dimata hukum, terkecuali oleh orang-orang

non Islam yang memiliki aturan tertentu dalam menjatuhkan suatu hukuman.

Untuk menjalankan suatu keadilan ini, semua orang harus dipandang sama,

40 Ibid., h. 269.

Page 39: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

sederajat dalam pandangan, berkeadilan di dalam majelis sehingga tidak ada

orang-orang yang berkedudukan meminta suatu keringanan hukuman.

Mengenai kepemimpinan, unsur tanggung jawab harus dijadikan dasar

dalam pemerintahan Islam. Selama pemimpin selalu berpegang teguh kepada

aturan Islam dan perintah Allah, menjaga keadilan, melaksanakan proses hukum

secara adil, serta menjaga amanat kepemimpinannya, maka selama itu pemimpin

bisa dikatakan sebagai imam yang adil, dan selama itu juga rakyat harus patuh dan

taat serta mendukung kepada imam tersebut.

Rakyat yang memberontak terhadap imam yang adil, Islam

mengkategorikan sebagai perbuatan makar. Makar atau al-bagyu adalah, tindakan

sekelompok orang yang memiliki kekuatan untuk menentang pemerintah,

dikarenakan terdapat perbedaan paham mengenai masalah kenegaraan41

.

Jika masyarakat ingin mengkritik imam yang tidak lagi menjalankan

amanahnya sebagai pemimpin, rakyat dapat melakukannya dengan cara memberi

masukan berupa nasihat. Memberikan nasihat adalah salah satu kewajiban rakyat

terhadap pemimpinnya, setidaknya itulah pendapat dari Dhiauddin Rais tentang

bagaimana cara rakyat menyampaikan kritikan kepada pemimpin yang tidak lagi

menjalankan apa yang diamanahkan untuk menjalankan pemerintahan.

Yang terakhir, Dhiauddin menyampaikan perbedaan sistem pemerintahan

Islam dengan sistem demokrasi. Pertama, perbedaan mengenai arti rakyat. Dalam

sistem demokrasi, yang dimaksud rakyat hanya terbatas kepada satu wilayah, satu

ras yang cenderung berada di dalam kelompok kecil yang memiliki fanatisme

sempit. Berbeda dengan rakyat dalam arti Islam, rakyat memiliki arti yang lebih

41 Fatchul Barri, “Sanksi bagi Pelaku Makar dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum

Positif,” artikel diakses pada tanggal 22 Juli 2009 dari http://digilib.uin-

suka.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=digilib-uinsuka--fatchulbar-1580.html

Page 40: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

luas yang tidak hanya dibatasi oleh wilayah kecil saja, kesatuan rakyat ini diikat

dalam satu akidah. Walau itu berbeda ras, suku, namun memiliki pandangan

akidah yang sama, maka ia adalah warga negara Islam.

Kedua, Dhiauddin mengkritik sistem demokrasi yang hanya

mementingkan dunia atau materi. Tujuan dari sistem demokrasi diwujudkan

dalam memberikan kebutuhan-kebutuhan bagi rakyat dengan materi, menambah

pendapatan dan berbagai macam lainnya yang memiliki sifat dalam pemenuhan

fisik saja. Berbeda dengan Islam, disamping dalam pemenuhan kebutuhan

duniawi, Islam juga memiliki tujuan memenuhi kebutuhan rohani dan kebutuhan

ini menjadi kebutuhan yang utama.

Ketiga, rakyat memiliki kekuasaan mutlak, rakyat berhak dengan

sepenuhnya membuat dan menghapus undang-undang, keputusan-keputusan dari

mejelis harus dilaksanakan walau secara menyeluruh hal tersebut dapat

membahayakan kelangsungan nilai-nilai moral maupun manusia.

Berbeda dengan Islam, kekuasaan rakyat tidak bisa dijalankan penuh

karena ada syariat yang ikut mengaturnya. Syariat ini bertujuan untuk membatasi

gerak rakyat bila ada suatu keputusan yang melebihi nilai-nilai norma sosial dan

agama secara keseluruhan. Rakyat tidak dapat melampaui batas dari ajaran Allah

yang tertuang di dalam Al-Quran maupun hadits. Umat dalam Islam - atau jika

mau dapat dikatakan dalam demokrasi Islam - harus berpegang pada aturan

akhlak, dan terikat dengan perinsip-prinsipnya42

. Bisa ditarik kesimpulan jika

Islam memberikan kebebasan bagi umat untuk menjalankan pemerintahan dengan

melihat kepada batasan-batasan dari ajaran Allah, yang tidak lain untuk menjaga

42 M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, h. 311

Page 41: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

penyimpangan yang mungkin dilakukan dan semua keputusan yang melampaui

batas etika kemanusiaan.

Pentingnya mendirikan negara Islam adalah karena di dalam negara Islam

hak-hak rakyat akan terpenuhi dan terlindungi, karena jalannya pemerintahan

Islam terjalin antara dua unsur yang saling bersatu, yaitu hubungan antara umat

dan syariat. Umat menjalankan syariat dan syariat akan mengawasi perjalanan

umat dalam menjalankan roda pemerintahan. Oleh karena itu, sistem Islam adalah

sistem yang khusus dengan menggunakan istilah yang murni yaitu ‘Sistem

Pemerintahan Islam”. Jika umat ingin mengartikan dengan istilah yang sesuai

dengan perkembangan zaman ini, maka bisa dikatakan bahwa sistem Islam dapat

dikatakan sebagai sistem ‘demokrasi Islam’

Tujuan mendirikan pemerintahan Islam harus diiringi dengan keimanan

kepada Allah SWT, setidaknya inilah pendapat dari Muhammad Husein Heikal

dalam bukunya yang berjudul Al-Hukumatul Islamiyah. Dengan adanya iman ini

maka dengan sendirinya akan memunculkan rasa persamaan, persaudaraan, dan

kebebasan. Pada prinsipnya semua manusia di mata Allah adalah sama tidak ada

keutamaan antara Arab dan non-Arab terkecuali dilihat dalam kadar keimanannya.

Setiap manusia memiliki kebebasan dalam segala hal termasuk kebebasan dalam

memilih akidah. Semua harus dilindungi dalam pemerintahan Islam.

Perkembangan konsep pemerintahan Islam berpengaruh kepada prinsip-

prinsip Islam itu sendiri sehinga menjadi dasar dalam perkembangan peradaban

dunia. Dalam hal perbudakan contohnya, Islam tidak hanya membuka pintu lebar-

lebar bagi kemerdekaan budak, bahkan menurut Islam memerdekakan budak

termasuk amalan yang dapat mendekatkan seseorang kepada Allah, Islam

Page 42: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

menempatkan budak pada sisi yang mulia43. Setidaknya itulah yang terjadi pada

masa pemerintahan Islam berkuasa.

Dalam peradaban dunia, banyak hak-hak wanita tidak ditempatkan pada

yang seharusnya, hak-hak mereka terabaikan. Menurut Islam, hak kaum wanita

harus dipenuhi dengan baik sesuai dengan kewajiban-kewajibannya. Sedangkan

derajat kaum lelaki berada setingkat di atas kaum wanita karena beban dan

tanggung jawab yang harus mereka pikul44

. Wanita memiliki hak kebebasan yang

sama seperti laki-laki dalam bergaul di masyarakat sepanjang itu tidak merugikan

masyarakat dan keluarga sendiri.

Atas dasar itu maka peradaban Islam dilakukan atas prinsip persamaan,

masing-masing mempunyai hak serta kewajiban yang sama, tidak ada paksaan

bagi muslim memaksa orang non muslim untuk memeluk Islam. Kewajiban

membayar jizyah atau pajak terhadap orang yang tidak mau memeluk Islam tidak

lain hanya untuk memberikan keamanan bagi mereka dari setiap musuh untuk

mempertahankan eksistensi negara.

Mengenai hak dan kewajiban individu dan masyarakat, Muhammad

Heikal menjelaskan bahwa Islam menjamin hak individu namun bukan berarti

Islam menggunakan asas indvidualime. Islam mengakui adanya hak milik,

keluarga serta warisan. Mengakui adanya paham individualisme merupakan suatu

kekeliruan. Anggapan ini tentu saja keliru, biarpun mengakui paham ini, Islam

juga menetapkan bahwa di dalam harta orang kaya terdapat bagian tertentu yang

menjadi hak orang miskin45

.

43 Muhammad Husein Heikal, Pemerintahan Islam, terj. Tim Pustaka Firdaus (Jakarta:

Pustaka Firdaus, 1993), h. 28. Cet. II 44

Ibid., h. 29 45

Ibid., h. 40.

Page 43: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Kewajiban negara adalah menjamin kehidupan individu, baik untuk

menjaga dari mengikisnya moral, menjamin pendidikan serta menjamin

kesehatan. Kewajiban ini juga merupakan suatu kewajiban terhadap Allah karena

hal itulah yang kemudian akan diminta pertanggung jawaban pertama kali

sebelum hal lainnya.

Heikal juga membahas bahwa Islam juga menjamin adanya suatu

kebebasan, kebebasan itu ialah kebebasan dalam akidah, kebebasan dalam

berfikir, bebas dari kemiskinan serta bebas dari rasa takut.

Mengenai masalah kebebasan dalam berakidah, dalam Islam tidak ada

paksaan dalam beragama, semua bebas dalam meyakini apa yang menjadi

akidahnya. Memang ada hukuman bagi orang yang murtad, namun di dalam

agama lain juga terdapat akan hal ini. Melihat contoh dari masa kejayaan Islam,

telah dibuktikan bahwa wilayah yang diduduki oleh Islam tidak ada paksaan bagi

penduduk asli wilayah itu untuk masuk ke dalam Islam, bahkan hal sebaliknya,

mereka diberikan kebebasan dalam melaksanakan ritual menurut kepercayaannya

dan pemerintah justru memproteksi masyarakat yang ada di dalamnya. Begitu

juga halnya dalam perjanjian damai yang dilakukan Islam, tidak ada satu butir pun

di perjanjian tersebut yang mengharuskan penduduk asli negeri yang ditaklukan

mengikuti agama Islam.

Apabila kebebasan akidah sudah dapat membuat manusia saling

menghormati, membuat mereka mencari kesempurnaan dengan cara toleransi,

persaudaraan dan saling mencintai, semuanya merupakan faktor penting yang

mendorong ke arah kemajuan dan membuat dunia menjadi aman dan damai46

.

46

Ibid., h. 127

Page 44: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Yusuf Qardhawi juga menyatakan suatu keharusan bagi Islam untuk

menyatu dengan politik, hal ini dapat dijalankan dengan pendirian negara Islam.

Melalui ruang sejarah Islam, Muhammad berusaha dengan sekuat tenaga dan

pikiran di bawah lindungan wahyu Allah, untuk membangun negara Islam yang

merupakan sarana untuk menyukseskan dakwahnya serta mensejahterakan

rakyatnya. Tidak ada seorang pun yang memiliki kekuasaan kecuali kekuasaan

yang berdasarkan syariat Islam47

.

Qardhawi menyetujui bahwa agama tidak terlepas dari politik dan politik

tidak terlepas dari agama. Sepanjang sejarah, umat Islam tidak mengenal adanya

pemisahan agama dengan negara, mereka menyatu dalam lingkup negara besar ke

Islaman di bawah kekhalifahan.

Qardhawi mengkritik sikap sekularis yang memisahkan agama dari

negara, mengatakan bahwa agama tidak lain hanya mengatur urusan pribadi saja.

Islam tidak ada keterkaitannya dalam mengatur fungsi sosial terhadap negara,

memperbaiki kondisi moral masyarakat. Qardhawi juga mengkritik pernyataan

sekularis yang mengatakan para pendukung negara Islam tidak lain hanya untuk

pernyataan kefanatikan dari kaum mayoritas belaka dan mengesampingkan hak-

hak minoritas.

Qardhawi menyatakan bahwa negara Islam adalah suatu negara yang

demokratis sesuai dengan negara yang berperadaban lainnya, yang didasarkan

pada demokrasi, pembaiatan dan juga suara mayoritas. Negara Islam didirikan

atas dasar nasehat dari agama yang memiliki sifat amar makruf, dan nahi

47 Yusuf Qaradhawi, Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik, terj. Khoirul Amru

Harahap (Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2008), h. 148. Cet. I

Page 45: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

mungkar. Oleh karena itu negara Islam adalah negara yang juga berperadaban dan

negara yang syura yang juga selaras dengan inti dari demokrasi.

Mengenai pemimpin negara dalam suatu negara Islam, Qardhawi menolak

jika negara Islam dipimpin oleh orang yang tidak mentaati Islam, hal ini dapat

dilihat dalam baiat pimpinan negara. Baiat yang dimaksudkan sebagai baiat yang

bisa melepaskan kita dari perbuatan dosa adalah membaiat seorang pemimpin

yang menentukan hukum berdasarkan Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah48

.

Dalam istilah teknis fuqaha’, baiat untuk mengangkat kepala negara

tersebut disebut baiat in’iqâd. Sebab, baiat inilah yang secara nyata menandai

perpindahan kekuasaan dari tangan umat ke tangan kepala negara (Khalifah)49.

Baiat ini adalah salah satu cara penyerahan kekuasaan oleh orang yang membaiat

kepada seseorang sehingga kemudian ia menjadi pemimpin atau khalifah. Tata

cara baiat ini juga dilakukan dalam pengangkatan ke empat Khalifatul Rasyidin,

Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.

Qardhawi menilai bahwa anggapan politik itu kotor, keji serta banyak

intrik-intrik sehingga agama terlalu murni untuk ikut masuk ke dalamnya

merupakan satu hal yang tidak mendasar, hanya untuk dijadikan alasan supaya

agama tidak mencampuri politik. Politik yang dijalankan oleh manusia yang

memiliki tujuan menjaga kemashlahatan umat, menjaga keadilan serta

sepenuhnya dijalankan sesuai dengan syariat maka dengan sendirinya akan

membawa masyarakat ke arah yang lebih baik dan Allah akan memakmurkan

negara tersebut.

48 Ibid., h. 147

49 “Kewajiban Memilih Pemimpin,” artikel diakses pada tanggal 10 Juli 2009 dari

http://hizbut-tahrir.or.id/2009/03/06/kewajiban-memilih-pemimpin/.

Page 46: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Negara Islam adalah negara yang juga bisa dikatakan negara madani,

namun perbedaannya negara Islam menggunakan syariat Islam. Dikatakan negara

madani karena dalam menentukan pemimpin, ditentukan oleh Ahlul halli wal aqdi

(rakyat yang memiliki hak suara, langsung ataupun tidak langsung) untuk memilih

pemimpin yang kuat, terpercaya, berkemampuan untuk memimpin dan memenuhi

semua syarat-syaratnya50

.

Untuk mensahkan suatu pemimpin negara, maka harus dilakukan baiat

secara umum, karena pemimpin merupakan utusan rakyat melalui wakil-wakilnya

serta adanya tangung jawab moral terhadap apa yang diwakilkannya serta adanya

pertanggung-jawaban antara penguasa dan rakyat. Pembaiatan ini juga diperlukan

bagi rakyat untuk mengingatkan, memberi saran agar pemimpinnya akan selalu

berada di jalan yang benar.

Di dalam Islam pemimpin adalah manusia biasa yang tidak boleh

dikultuskan karena manusia pada hakikatnya tidak bisa terlepas dari dosa. Oleh

karena itu, rakyat sebagai pihak yang dipimpin berhak untuk mengkritik penguasa

jika dilihat menyimpang bahkan berhak untuk mencabut kekuasaannya jika

pemimpin benar-benar keluar dari aturan agama serta undang-undang yang

berlaku. Rakyat berhak untuk menolak perintah pemimpin negara jika

diperintahkan untuk berbuat maksiat kepada Allah, bahkan hal itu diwajibkan oleh

agama.

Posisi pemuka agama di dalam Islam tidak sama dengan apa yang ada di

dalam agama lain seperti pada masa kepemimpinan di bawah gereja yang dikenal

dengan istilah Teokrasi. Islam tidak mengenal kekuasaan seperti pada sistem

50 Qaradhawi, Meluruskan Dikotomi, h. 170

Page 47: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

“Gereja”, kekuasaan di bawah gereja. Islam tidak mengharuskan individu

beribadah melalui pemimpin agama, tidak ada halangan apapun bagi seorang

individu untuk bertemu dengan penciptanya.

Segala sesuatu urusan harus dipegang kepada orang yang benar-benar

menguasai hal tersebut. Negara dengan permasalahannya haruslah dipimpin oleh

orang yang mengerti akan permasalahan kenegaraan, bukan seorang pemuka

agama yang hanya paham di dalam bidang keagamaan.

Pemimpin yang dimaksudkan adalah pemimpin yang mempunyai

kemampuan akan menjalani tugas kenegaraan karena bakat, pengetahuan, serta

pengalaman. Pemimpin juga haruslah amanah terhadap apa yang dipimpinya serta

kepada agamanya sendiri. Karena dengan terlaksananya amanah kepemimpinan

dengan baik, maka akan terealisir secara otomatis amanah-amanah yang lain, baik

terkait dengan amanah kepada Allah swt maupun amanah yang berhubungan

dengan sesama hamba dan dengan diri sendiri51

.

Qardhawi juga mengatakan bahwa hak-hak kaum minoritas (terutama

pemeluk agama Kristen), sudah diatur oleh Islam tanpa ada suatu tekanan apapun

ataupun pelanggaran hak seperti yang dikatakan oleh pihak modernis maupun

sekularis.

Mereka mengatakan bahwa penyebutan Ahlu Dzimmah, merupakan suatu

penyebutan bahwa kaum minoritas non muslim dipinggirkan dari wilayah muslim

sendiri. Minoritas juga dibebankan oleh kewajiban-kewajiban seperti yang

dilakukan oleh umat muslim serta membayar sejenis pajak yang juga disebut

Jizyah. Kaum minoritas juga tidak diperbolehkan menduduki jabatan-jabatan

51

Attabiq Luthfi, “Menunaikan Amanah Kepemimpinan,” artikel diakses pada 17 Juli 2009 dari http://www.dakwatuna.com/2007/menunaikan-amanah-kepemimpinan/

Page 48: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

tertentu baik di bidang birokrasi, hukum, maupun perpolitikan. Hal tersebut

merupakan pelanggaran-pelanggaran yang akan terjadi jika berada di bawah

wilayah Islam.

Qardhawi membantah itu semua, tidak ada satu aturan pun di dalam Islam

dimana aturan tersebut dapat menciptakan rasa diskriminatif bagi tiap manusia,

baik itu Islam sendiri maupun non Islam. Islam adalah agama yang Rahmatan lil

Alamin, agama bagi semua alam, oleh karena itu Islam sudah mengatur segala

sesuatunya sampai terwujudnya suatu keadilan yang manusia bisa sadari maupun

tidak.

Ahli Dzimmah, merupakan suatu istilah perjanjian bagi keamanan

mayoritas. Kaum Muslimin diharuskan untuk memberikan suatu perlindungan

bagi kaum minoritas dan tidak ada yang boleh untuk merusak perjanjian tersebut.

Hak mereka sama dengan hak kaum muslim, serta kewajiban mereka pun sama

dengan kewajiban orang muslim, hak dan kewajiban secara umum bukan secara

agama, karena setiap agama memiliki ajaran khusus.

Tentang jizyah, sebagai bentuk dari kepatuhan terhadap undang-undang

dengan membayar beberapa dari hasil kekayaan mereka. Dari hal tersebut, negara

diwajibkan untuk melindungi kaum minoritas tersebut, sama halnya dengan apa

yang dilakukan oleh khalifah Umar bin Khatab yang memberikan bantuan kepada

kaum minoritas yang lemah dan memberikan kebutuhan ekonomi dan kesehatan

bagi orang-orang non muslim.

Jizyah, juga bisa diartikan sebagai ganti dari kewajiban berjihad yang

merupakan kewajiban agama yang bersifat ta’abbudiyah (dalam rangka

Page 49: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

beribadah)52. Hal ini dilakukan karena Islam tidak ingin melihat mereka berjihad

terhadap warga non muslim. Jihad merupakan kegiatan ibadah terhadap agama

dan dapat menempatkan orang-orang yang berjihad berada di tempat yang paling

baik di sisi Allah. Ada pendapat dari para fuqaha bahwa setian non muslim dapat

terlepas dari jizyah jika mereka ikut ambil bagian dalam suatu peperangan. Maka

dengan adanya “wajib militer” bagi setiap warga negara, maka jizyah ini dengan

sendirinya dihapuskan dengan arti lain tidak harus membayar apapun.

Hukum-hukum agama Islam tidak akan dibebankan kepada non muslim,

hukum-hukum itu berkaitan dengan bidang keibadahan dan amalan-amalan ibadah

laninya seperti salat, puasa, zakat maupun haji.

Berbeda dengan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan masalah

masyarakat sipil, undang-undang hukum pidana dan sebagainya. Di dalam hal ini

semua kedudukan sama, namun mayoritas tidak boleh merampas hak kaum

minoritas. Namun, Qardhawi berpendapat apabila kaum muslim mau menerima

dan menghormati kaum non muslim untuk mengatur apa yang menjadi segala

peraturan mereka sebagai bukti ketaatan bagi agamanya, hal tersebut menjadi

lebih baik. Dengan sikap tersebut, kita akan terlihat menghormati hak-hak

manusia dan batasan hukum yang sudah ditetapkan oleh Allah.

Perdebatan antar tokoh-tokoh tentang posisi agama terhadap negara dapat

ditarik kesimpulan bahwa, tokoh-tokoh tersebut memiliki satu alasan bagaimana

agama dapat sebagai pembentuk keharmonisan masyarakat di dalam kehidupan

bernegara. Namun tokoh-tokoh muslim tersebut memposisikan agama antara

menyatukan dengan politik atau negara dan yang memisahkan dengan politik.

52 Qaradhawi, Meluruskan Dikotomi, h. 202

Page 50: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Alasan itu dikemukakan agar umat Muslim selayaknya terus

melaksanakan syariat dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan isi Al-Qur’an

dan sunnah. Pelaksanaan syariah untuk mewujudkan keutuhan bermasyarakat

serta memposisikan umat Muslim terhadap umat lainnya dalam kehidupan

bernegara.

Kerukunan beragama harus dijaga terutama pada negara yang memiliki

masyarakat yang plural melalui suatu peraturan, sehingga tidak ada gesekan

diantara umat beragama khususnya agama minoritas terhadap agama mayoritas.

Hal ini sama kondisinya ketika pada zaman Nabi Muhammad memimpin Yastrib

yang penduduknya terdiri dari berbagai agama, suku maupun ras.

Pandangan tokoh-tokoh Islam yang menolak agama hadir di dalam negara

di sadari sebagai alasan mengapa agama yang dipaksakan hadir di lingkup publik

menjadi pemicu dari lahirnya gerakan-gerakan radikal Islam. Dalam konteks

Indonesia, gerakan-gerakan radikal ini dilakukan untuk tujuan menempatkan

agama dengan syariah Islamnya untuk dapat dijadikan sebagai landasan dalam

kehidupan bernegara.

Namun jika dilihat, gerakan radikal yang identik dengan kekerasan ini

tidak hadir begitu saja, kekerasan terjadi karena ada satu alasan yang pada

akhirnya muncul gerakan tersebut. Jika dilihat dari asalnya, menurut Hassan

Hanafi, kekerasan muncul bila eksistensi manusia terancam. Ketidak adilan sosial

merupakan salah satu bentuk keterancaman eksistensi tersebut, karena

penghancuran bertentangan dengan eksistensi manusia53

.

53 Hassan Hanafi, Agama, Kekerasan dan Islam Kontemporer, terj. Ahmad Najib

(Yogyakarta: Jendela, 2001), h. 55. Cet I.

Page 51: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Dari pendapat Hassan Hanafi tersebut dapat dilihat bahwa bentuk radikal

Islam yang ada di Indonesia terjadi karena mereka merasa tidak diperlakukan adil

oleh negara serta tidak terakomodasinya harapan-harapan muslim untuk

melaksanakan syariat pada ruang publik.

Gerakan Islam ini tidak muncul seketika saja melainkan karena adanya

satu ideologi dan doktrin yang ikut melatar belakanginya. Wujud ini muncul

ketika Islam dan kenyataan sosial historis para pemeluknya terbentur dalam

menghadapi perubahan-perubahan sosial yang menghadang di depan mereka.

Gerakan ini muncul dan tidak terlepas menunjukkan perlawanan antara doktrin

ajaran dan realitas kehidupan para pemeluknya dalam menghadapi keadaan

internal maupun faktor eksternal.

Gerakan yang membawa ideoligi ke-Islaman ini disematkan karena dalam

kemunculannya gerakan ini memiliki aturan dan landasan dengan ajaran Islam.

Islam sebagai ideologi didasarkan pada pemahaman bahwa Islam merupakan

agama yang bersifat universal tanpa batasan wilayah sosial. Disini ideologi

berperan penting sebagai sumber berfikir dan bekerja sebagai perekat hubungan

sosial yang mengikat anggotanya yang disepakati bersama akan nilai dan norma.

Gerakan-gerakan yang memiliki idologi Islam ini juga disebut sebagai gerakan

Islamisme.

Islamisme ini muncul dengan memiliki persepsi bahwa Islam sebagai

agama yang universal dan dapat masuk ke suatu ideologi negara atau sistem

kenegaraan. Kalangan Islamis selain meyakini Islam sebagai nilai-nilai dan

prinsip-prinsip bagi suatu ideologi politik, juga sampai tingkat tertentu

mempersoalkan hubungan antara Islam dan konsepsi-konsepsi Barat dengan

Page 52: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

meyakini bahwa masyarakat dapat mengatasi masalah kehidupan modern jika

benar-benar bertumpu pada Islam54.

Ada beberapa alasan kenapa gerakan Islam ini muncul di Indonesia pada

masa-masa ini. Gerakan ini muncul untuk menemukan pemaham terhadap ajaran

Islam sebagai alternatif dari sistem yang berlaku pada saat ini, mengaplikasikan

Islam secara praktis bukan hanya secara abstrak saja. Alasan lainnya adalah, tidak

terlepas dari sejarah perjalanan Islam pada masa Orde Baru, yang dikekang

sehingga menyebabkan umat Islam dipinggirkan sampai menjadi mayoritas yang

tidak dapat berbuat apa-apa, dan alasan selanjutnya, ada dugaan bahwa Islam

ditafsirkan secara parsial sehingga terjadi pemutarbalikan fakta, oleh karena itu

hal ini harus dimurnikan kembali.

Dilihat dari jumlahnya, gerakan-gerakan keagamaan Islam ini telah mucul

secara endemic di masa reformasi. Hal ini bisa dimaklumi karena di masa

reformasi ini gerakan-gerakan Islam bisa secara bebas muncul dan menyuarakan

ide-ide dan kepentingan mereka55. Awal reformasi dijadikan sebagai titik awal

dari kebangkitan Islam untuk menyerukan diskonten mereka atas tindakan negara

ketika masa Orde Baru.

Walau ada beberapa kebijakan-kebijakan pemerintah yeng berhubungan

dengan kepentingan umat Islam, salah satu bentuk akomodasi yang paling

mencolok adalah direkrutnya para pemikir dan aktivis Islam politik generasi baru

ke dalam lembaga-lembaga eksekutif (birokrasi) dan legislatif negara56

. Bentuk

akomodasi lainnya yaitu seperti dikeluarkannya peraturan tentang pendidikan

54 Haedhar Nashir, Gerakan Islam Syariat; Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia

(Jakarta: PSAP Muhammadiyah, 2007), h. 152. Cet. I 55

Afdlal, dkk., Islam dan Radikalisme di Indonesia (Jakarta: Lipi Press, 2005), h. 120. Cet

I. 56

Bahtiar Effendy, Islam dan Negara, h. 273

Page 53: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

keagamaan, zakat, sampai dengan pelaksanaan haji dari masa Orde Baru sampai

masa reformasi. Ini membuktikan bahwa pemerintah telah melaksanakan

kewajibannya dalam mengakomodasi kepentingan Islam.

Namun, sikap akomodasi negara terhadap beberapa ketentuan syariat

Islam tersebut belum memuaskan bagi kelompok Islam radikal. Maka, seiring

dengan arus deras reformasi, banyak bermunculan gerakan Islam yang

orientasinya adalah penegakkan syariat Islam. Secara kultural dan politik, mereka

memperjuangkan Piagam Jakarta sebagai titik pemberlakuan syariat Islam secara

menyeluruh, baik hukum perdata maupun pidana57

.

Gerakan yang juga disebut gerakan yang dilakukan para Islam

fundamental, justru menjadi suatu bumerang bagi pelakunya, hal ini mendapatkan

penilaian antipati pada masyarakat umumnya. Gerakan-gerakan keagamaan yang

fundamentalis selalu dianggap orang sebagai gerakan yang negatif, seperti

eksklusif, militan dan memakai cara-cara yang tidak demokratis58. Maka, bisa

dikatakan gerakan ini terjebak dengan usaha-usahanya dalam menanamkan

tujuannya.

Salah satu tokoh di Indonesia yang memiliki cita-cita untuk membentuk

negara Islam di Indonesia yang mulai vokal dalam mengargumenkan idenya, yaitu

Abu Bakar Ba’asyir. Ba’asyir memiliki alasan tersendiri kenapa syariat Islam ini

harus ditanam pada lingkup negara. Berbeda dengan gerakan lain, dalam

meloloskan cita-citanya itu, Ba’asyir tidak menggunakan cara-cara radikal atau

pemberontakan, melainkan melalui diskusi-diskusi keagamaan, ceramah-ceramah

serta kegiatan-kegiatan pengajian yang Ba’asyir pimpin. Dari sini dapat diketahui

57 Khamami Zada, Islam Radikal; Pergulatan Ormas-Ormas Islam Garis Keras di

Indonesia (Jakarta: Teraju, 2002), h. 120. Cet I 58

Ibid., h. 281.

Page 54: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

bahwa Ba’asyir menanamkan syariat melalui individu-individu yang kemudian

tercipta suatu masyarakat yang Islami.

Walaupun Ba’asyir melaksanakan cita-cita tersebut dengan yang

dinamakan jihad, ia menolak penanaman syariat dilakukan secara radikal karena

dengan gerakan-gerakan tersebut akan mendapat antipati pada masyarakat yang

melihatnya terlebih lagi radikalisme terjadi bukan ditempat yang seharusnya dan

tanpa alasan yang dibenarkan.

Dalam mendirikan negara Islam itu, Ba’asyir menggunakan sistem

Khilafah, dimana ia juga meyakini bahwa dengan sistem tersebut kekuasaan Islam

internasional akan terbentuk. Oleh karena itu, seorang pemimpin negara haruslah

seorang yang beragama Islam, sehingga pemimimpin tersebut dapat menjalankan

negara sesuai yang syariat perintahkan.

Page 55: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

BAB III

ABU BAKAR BA’ASYIR

DAN

GERAKAN NEGARA ISLAM

A. Riwayat Hidup

Abu Bakar yang bernama lengkap Abu Bakar bin Abud Baamualim

Ba’asyir dilahirkan pada tanggal 12 Dzulhijjah 1356, bertepatan dengan tanggal

17 Agustus 1938 di Mojoagung, kota kecil yang masuk dalam kabupaten

Jombang, Jawa Timur. Ayah dan kakeknya asli Hadramaut, Yaman, yang telah

menetap dan menjadi warga negara Indonesia. Ibunda Abu Bakar juga keturunan

arab, sedang neneknya orang Jawa asli59

.

Abu Bakar Ba’asyir sepanjang masa kecilnya hidup di dalam lingkungan

yang sangat agamis. Ba’asyir sudah ditinggal oleh ayahnya sekitar umur sepuluh

tahun. Sepeninggal ayahnya, Ba’asyir diasuh ibundanya dengan menanamkan

nilai-nilai agama60.

Sang Ibu tidak bersekolah formal, tetapi pandai mengaji. Maka berbekal

ilmu agama itulah dia membimbing dan menanamkan nilai-nilai al-Qur’an kepada

putra-putrinya dengan penuh kasih sayang61

. Ibunya meninggal dunia pada tahun

1980 ketika diberi kabar sewaktu Ba’asyir berada di penjara pada saat rezim

Soeharto berkuasa.

59 Fauzan al-Anshari, Hari-Hari Abu Bakar Ba’asyir di Penjara. Saya Difitnah (Jakarta:

Qalammas, 2006), h. 3. Cet V 60

Ibid., h. 3 61

Irfan Suryahardy Awwas, ed., Dakwah & Jihad Abu Bakar Baasyir (Jogjakarta: Wihdah

Press. 2003), h. 5.

Page 56: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Abu Bakar Ba’asyir manjalani hidupnya penuh dengan dinamika, ini

dikarenakan Ba’asyir dengan karakternya mempelajari Islam serta

mengaplikasikan melalui gerakan dan pemikiran dalam perspektifnya. Ba’asyir

terlihat berani dalam menghadapi serangan dari pihak-pihak yang tidak sepaham

dengannya, sekalipun itu datangnya dari pihak luar negeri. Seperti contohnya

serangan yang datangnya dari presiden Amerika, George Walker Bush,

mengatakan bahwa Ba’asyir merupakan tokoh teroris internasional, hal itu tidak

mengendurkan semangat Ba’asyir dalam memperjuangkan Islam.

Setiap orang memiliki karakter sendiri yang memang terkadang tidak

dapat orang lain pahami tentang ideologi, prinsip, maupun cita-cita yang

melandasi seseorang memilih jalan hidupnya. Ba’asyir sampai pada usia senja

menempati rumah dinas yang dimiliki oleh pesantren Al-Mukmin dikarenakan

Ba’asyir sebagai pendiri selain mengajar di lembaga pendidikan tersebut.

Pada tahun 1971, Ba’asyir menikah dengan Aisyah binti Abdurrahman

Baraja, seorang santri Mu’allimat Al-Irsyad, Solo. Aisyah adalah adik salah satu

sahabat Ba’asyir bernama Abdullah Baraja. Aisyah terkesan dengan pribadi

Ba’asyir yang sepanjang hidupnya selalu berada pada kekonsistenannya

mendakwahkan Islam. Dari hasil pernikahan ini, Baasyir memiliki tiga orang anak

bernama Zulfa, Abdul Rasyid, dan Abdurrahim.

Demi dakwah yang dijalankannya, Ba’asyir terlihat tidak

mengkhawatirkan akan akibat yang diperjuangkannya, hal ini terlihat dari apa

yang dilakukannya dalam mengkritik pemerintah yang menurutnya telah

menghalangi syariat Islam diterapkan dalam ruang legalitas kenegaraan, akibat

Page 57: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

dari apa yang diperjuankan tersebut, Ba’asyir telah merasakan masuk penjara

berulangkali, dengan berbagai tuduhan yang ditujukannya.

B. Latar Belakang Pendidikan

Abu Bakar Ba’asyir adalah seorang tokoh keturunan arab yang tinggal di

sebuah desa bernama Mojo Agung. Sebelum memulai pendidikannya di Pondok

Modern Gontor, Ponorogo, Ba’asyir membantu keluarganya dengan bekerja

selama setahun di perusahaan tenun.

Setelah menamatkan sekolah di Pesantren Gontor atas biaya kakaknya,

Ba’asyir melanjutkan pendidikannya dengan kuliah di Universitas Al-Irsyad,

Surakarta, dengan mengambil jurusan Dakwah pada tahun 1963.

Ba’asyir mulai ikut dalam organisasi kemasyarakatan di Gerakan Pemuda

Islam Indonesia (GPII) tingkat kecamatan, langsung sebagai ketua organisasi pada

tahun 1961. Ba’asyir juga menjadi ketua GPII Cabang Pondok Modern Gontor.

Pada tahun 1966 Ba’asyir kembali dipercaya sebagai ketua Lembaga Dakwah

Mahasiswa Islam (LDMII) cabang Surakarta pada tahun 1966. Keikutsertaan

terakhir Ba’asyir di dalam organisasi kemasyarakatan adalah dengan memegang

amanah dalam organisasi Islam sebagai Sekretaris Umum Pemuda Al-Irsyad

cabang Solo.

Pada usianya yang menginjak umur 31, bersama Abdullah Sungkar dan

Hasan Basri, Ba’asyir mendirikan sebuah radio dakwah yang diberi nama Radio

Dakwah Islamiyah ABC (Al-Irsyad Broadcasting Commission) pada tahun 1967.

Saat itu rezim Soeharto yang masih kuat berkuasa menutup radio tersebut. Namun

Ba’asyir menempuh usaha selanjutnya dengan mendirikan satu lagi pemancar

Page 58: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

radio bernama Radio Dakwah Islamiyah Surakarta (RADIS) pada tahun 1969

masih bersama Abdullah Sungkar.

C. Aktifitas Sosial, Dakwah dan Politik

Ba’asyir sukses berdakwah melalui RADIS, radio tersebut mendapat

sambutan yang luar biasa dari masyarakat sebagai radio dakwah yang berani

menyampaikan kebenaran. Namun perjalanan radio ini juga tidak panjang, karena

dianggap menyiarkan dakwah bernada politik, maka tahun 1975 radio itu dilarang

mengudara oleh Laksusda Jawa Tengah. Pada saat itu, ada satu bahasan yang

mengkritik tentang Asas Tunggal Pancasila yang dipaksakan sebagai asas dari

organisasi massa dan organisasi politik, menilai pemerintah yang tidak adil dan

melanggar Syariat Islam. Dari bahasan ini, aparat melihat bahwa ada usaha dari

ulama untuk ikut masuk ke dunia politik, dan usaha-usaha untuk mengkritik

pemerintahan.

Usaha Ba’asyir dalam berdakwah tidak berhenti pada saat itu saja. Pada 10

Maret 1972, Pondok Pesantren Al-Mukmin didirikan oleh Abu Bakar Ba'asyir

bersama Abdullah Sungkar, Yoyo Roswadi, Abdul Qohar H. Daeng Matase dan

Abdllah Baraja. Pondok Pesantren ini berlokasi di Jalan Gading Kidul 72 A, Desa

Ngruki, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Menempati areal seluas 8.000 meter

persegi persisnya 2,5 kilometer dari Solo. Keberadaan pondok ini semula adalah

kegiatan pengajian kuliah zuhur di Masjid Agung Surakarta. Membajirnya jumlah

jamaah membuat para mubalig dan ustadz kemudian bermaksud mengembangkan

pengajian itu menjadi Madrasah Diniyah62.

62 “Abu Bakar Baasyir, “Vonis Tak Terlibat Bom Bali,” artikel diakses pada tanggal 3

Juli 2009 dari http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/a/abu-bakar-baasyir/index.shtml.

Page 59: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Titik pergerakan Ba’asyir yang lebih berani ditunjukkan Ba’asyir dengan

keberaniannya mengkritik pemerintah rezim Orde Baru. Akibatnya, tahun 1982,

Ba’asyir ditangkap oleh rezim Orde Baru untuk pertama kalinya karena dianggap

bersikap keras terhadap pemerintahan.

Pada 1982, Ba'asyir ditangkap bersama dengan Abdullah Sungkar.

Ba’asyir dituduh menghasut orang untuk menolak asas tunggal Pancasila karena

menurutnya asas tunggal tersebut hanya suatu rekayasa dari pihak kristen atau

katolik untuk menghancurkan semua institusi Islam, Ba’asyir menentang

penghormatan kepada bendera karena menurutnya perbuatan tersebut termasuk

sirik. Ba’asyir juga dituduh bagian Hispran (Haji Ismail Pranoto) - salah satu

tokoh DI/TII. Di pengadilan ini, keduanya divonis 9 tahun penjara63

.

Pada penahanan itu, Ba’asyir dituduh untuk mengakui telah menjadi

pengikut H. Ismail Pranoto, yang mempunyai cita-cita untuk mendirikan Negara

Islam Indonesia. Semula Ba’asyir tidak mau mengakui tuduhan tersebut, namun

Ba’asyir melihat kondisi yang dialami oleh Abdullah Sungkar dan Abdullah

Baraja yang terlebih dahulu di periksa oleh Komandan Satuan Tugas Intelijen

(Satgasin) Mayor Yahya Pattu dan dua orang lainnya, Kapten Yopi dam Peltu

Sunarso.

Ba’asyir akhirnya dengan terpaksa mengakui telah menjadi pengikut

DI/TII, dengan harapan Ba’asyir dapat memberikan keterangan yang sebenar-

benarnya di dalam proses pengadilan.

Sidang juga memberikan tuduhan kepada Abdullah Sungkar yang telah

dibaiat Hispran sebagai Pimpinan Jama’ah Ansharullah daerah Surakarta, dan

63

Muchus Budi, “Baasyir dan 17 Agustus,” artikel diakses pada tanggal 20 Juni 2009 dari http://www.detiknews.com/read/2008/08/18/105844/990329/608/baasyir-dan-17-agustus

Page 60: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Abu Bakar Ba’asyir dibai’at sebagai Wakil Pimpinan Jamaah Ansharullah daerah

Surakarta.

Jamaah Ansharullah ini juga biasa disebut sebagai Jama’ah Islamiyah,

nama yang pada saat ini masih menjadi sorotan dari dunia khususnya Amerika

Serikat dan organisasi PBB. Jamaah Islamiyah inilah yang diciptakan pemerintah

Orde Baru.

Pada tahun 1985, Baasyir mendapatkan panggilan sidang dari Pengadilan

Negeri untuk mendengarkan putusan kasasi. Banyak kalangan yang dekat dengan

Ba’asyir menyarankan agar Ba’asyir tidak menghadiri persidangan tersebut

karena hal ini hanyalah taktik rezim Orde baru untuk menangkapnya kembali.

Atas dasar berbagai pertimbangan, bersama dengan Abdullah Sungkar,

Ba’asyir memutuskan untuk meninggalkan Indonesia dengan tujuan Malaysia.

Mereka bersama beberapa sahabat diam-diam berangkat dari Solo menuju Jakarta.

Di Jakarta mereka tinggal selama lebih kurang tiga pekan, lalu melanjutkan ke

Lampung, terus ke Medan. Dari Medan dilanjutkan perjalanan menuju Malaysia64

.

Selama di Malaysia, Ba’asyir mengajarkan amalan-amalan Islam sesuai

dengan Al-Quran dan Hadits. Kegiatan ini terbentuk melalui kegiatan talim

bulanan. Selain berdakwah, Ba’asyir juga berdagang menjual obat-obatan,

berkebun maupun berternak.

Pemerintah Malaysia yang pada saat itu bersikap melindungi setiap

pendatang membuat Ba’asyir hidup tenang selama 14 tahun sampai pada akhirnya

dapat mendirikan lembaga pendidikan, Pondok Pesantren Lukmanul Hakim di

64 Fauzan al-Anshari, Hari-Hari Abu Bakar Baasyir di Penjara, h. 7.

Page 61: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Johor. Pada saat itu Mahatir Mohammad sebagai Perdana Menteri tidak

menganggap pendatang politik sebagai pendatang haram.

Karena kebebasannya itu, sahabat Ba’asyir, Abu Sungkar dan Abu Jibril

Abdurrahman yang juga dipanggil Ustadz Mohammad Iqbal diberikan izin

sebagai pendakwah di Malaysia. Mereka tidak membawa suatu pesan atau misi

tertentu dalam berdakwah, melainkan mereka menyampaikan pesan-pesan

kebaikan dari Al-Quran dan Hadits. Jama’ahnya tersebar pesat di wilayah

Banting, dan di beberapa Masjid Jami seperti Masjid Puchong, Masjid Jami

Ampang, Masjid Abu Bakar di wilayah Kuala Lumpur. Selain itu Ba’asyir juga

sering diundang memberi pengajian di Kedutaan RI, Taman Tun Abdul Razak dan

pengajar tetap di jama’ah pengajian Departemen Keuangan di masa Anwar

Ibrahim menjabat sebagai Menteri Keuangan Malaysia65

.

Sampai pada tahun 2002, Ba’asyir dengan kelompok pengajian yang oleh

pemerintah Malaysia diberi nama (Kelompok Militan Malaysia, Kumpulan

Mujahidin Malaysia), disebut sebagai salah satu jaringan Jamaah Islamiyah.

KMM dituduh telah melatih santrinya untuk melakukan tindakan anarki seperti

pemboman tempat-tempat ibadah non-Muslim di Malaysia. KMM juga dituduh

ingin mendirikan sebuah negara Pan-Islam di wilayah Asia Tenggara.

Jemaah Islamiyah sebagaimana banyak diberitakan bertujuan mendirikan

pemerintahan Islam di Malaysia, Indonesia, dan Filipina melalui (aksi) kekerasan.

Jemaah Islamiyah juga diisukan punya pendirian, bahwa pemerintah negara yang

ada sekarang adalah tidak Islami dan dipimpin oleh orang-orang kafir66

.

65

Irfan S Awwas, Menelusuri Jejak Da’wah, Dari Penjara Ke Meja Hijau (Yogyakarta:

Wihdah Press, 2003), h. 50. 66

Idi Subandy Ibrahim & Asep Syamsul M. Romli, Kontroversi Ba’Asyir: Jihad Melawan Opini “fitnah” Global. (Bandung: Yayasan Nuansa Cendikia, 2003), h. 37.

Page 62: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Puncaknya ketika terjadi peristiwa WTC di New York tahun 2003, KMM

menjadi sorotan dengan hasil penagkapan dari para pengikutnya dengan tuduhan

terkait jaringan Al-Qaidah yang menjadi pelaku utama penyerangan gedung

WTC, Amerika Serikat. Ba’asyir yang berada di Malaysia mulai tersudut dengan

pernyataan dari Menteri Senior Singapura, Lee Kwan Yew, yang menyebutkan

bahwa aktivis KMM dipimpin oleh pemimpin ekstrim Indonesia. Sampai pada

akhirnya, Ba’asyir ditahan oleh Mabes Polri atas tuduhan tambahan terlibat

pengeboman malam Natal 2000, rencana pembunuhan Presiden Megawati, dan

terkait dengan kelompok Al-Qaidah.

Ba’asyir tidak mengambil sikap diam atas pernyataan dari Lee kwan Yew.

Gugatan balik disampaikan Ba’asyir atas tuduhan tersebut namun hal ini

terkendala atas kekebalan yang dimiliki negara atau memiliki imunitas

diplomatik. Konfrensi Wina ihwal praktek hubungan internasional menyebut

bahwa sebuah kedutaan besar asing mempunyai status imunitas alias kekebalan

diplomatik, termasuk kebal dalam hal hukum67

. Dengan adanya keistimewaan

yang dimiliki negara ini, hal yang mustahil bagi seorang seperti Ba’asyir untuk

menggugat Menteri Senior Singapura tersebut.

Umat muslim di Malaysia yang sempat mengikuti dakwah Ba’asyir juga

tidak percaya atas apa yang dituduhkan berbagai pihak, tentang keterlibatan

Ba’asir dalam berbagai aksi terorisme. Mereka tidak mempercayai Ba’asyir

mempunyai sifat yang keras, bahkan mereka mengakui akan kearifan Ba’asyir

selama tinggal dengan mereka. Karena sering sholat berjamaah dengan warga di

sekitar dan sahabatnya, Ba’asyir menyulap bangunan di sebelah rumahnya

67

Agung Rulianto, “Sidang Gugatan Abu Bakar Ba’asyir Ditunda”, Tempo, 31 Maret 2002, h. 46.

Page 63: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

menjadi surau. Kalaupun ada kesan keras dalam berakwah, sejumlah warga

menunjuk Iqbal, warga Indonesia yang sudah puluhan tahun menjadi pendakwah

di Malaysia68.

Ba’asyir bisa dikatakan sangat kritis terhadap Amerika dan pihak-pihak

yang berpikiran sekuler. Banyak kritikan yang disampaikan oleh Ba’asyir kepada

Amerika. Bisa dikatakan Ba’asyir adalah salah satu tokoh Islam di Indonesia yang

sangat vokal dalam hal mengkritik pandangan Amerika terhadap pergerakan Islam

di dunia.

Kritikan Ba’asyir terhadap Amerika salah satunya adalah tentang teroris

yang dialamatkan kepada pihak Islam saja. Benar yang melakukan adalah orang

yang beragama Islam, namun Amerika menurut penilaian Ba’asyir telah

menyalahi istilah teroris yang hanya diarahkan kepada Islam saja. Bagi Amerika,

teroris adalah militan Islam yang menegakkan syariat. Ba’asyir melihat masalah

yang sesunguhnya adalah pertentangan antara hak dan bathil, antara Islam dan

kafir. Penyebutan teroris ini adalah usaha dari pihak kafir untuk memadamkan

cahaya Islam dengan mengunakan kamuflase penyematan istilah itu.

Penyebutan teroris oleh pihak barat adalah untuk mencegah tegaknya

Syariat Islam yang dilakukan oleh mujahidin muslim. Banyak cara yang

dilakukan oleh barat untuk menyudutkan Islam, salah satunya adalah dengan

menciptakan peran teroris yang kemudian disematkan sebagai bagian dari

kelompok Islam. Setelah penyematan itu, kemudian untuk lebih memberikan

ruang sempit bagi pergerakan Islam, maka diarahkan juga bahwa kelompok-

68 Widjajanto & Rommy Fibri, “Jejak Ba’asyir di sungai manggis”, Tempo, 3 November

2002: h. 62 No. 35/XXXI/

Page 64: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

kelompok Islam tersebut dikendalikan oleh tokoh-tokoh Islam yamg kritis dan

membahayakan bagi pihak Barat.

Ba’asyir membantah apa yang dituduhkan oleh Amerika. Islam adalah

agama yang menjungjung tinggi perdamaian. Memaksa kaum kafir untuk masuk

Islam secara tidak sadar merupakan hal yang dilarang oleh Islam. Aturan dari

Islam juga yang memberikan perintah bagi kaum muslim untuk menjaga kaum

non muslim yang tidak memerangi Islam. Rasulullah sendiri mengatakan bahwa

seorang muslim yang memerangi kaum kafir adalah sama dengan musuh Nabi

sendiri.

Kritik Ba’asyir terhadap sekuler didasarkan atas sikap kaum sekularis

yang melarang Al-Quran dan Hadis sebagai dasar negara, asas maupun sumber

hukum negara. Mereka kemudian menggantinya dengan pemikiran sendiri bahkan

tidak sedikit mengadopsi peraturan-peraturan yang berasal dari negara Barat.

Mereka tidak secara penuh menempatkan syariat Islam hadir di ruang publik,

hanya sebatas pada lingkup urusan pribadi dan lingkup keluarga yang terbatas.

Mereka tidak akan pernah mengizinkan untuk memberlakukan syariat secara

kaffah.

Penegakkan syariat Islam yang diperjuangkan oleh umat muslim, Ba’asyir

melihatnya harus dilakukan dengan penegakkan Daulah Islamiyah atau dengan

Khilafah sehingga syariat ini akan dapat diterapkan secara kafah. Pembentukan

Dinul Islam ini dapat dilakukan dengan berbagai usaha jihad, sperti melakukan

dakwah agama, melalui pendidikan sampai dengan usaha-usaha sosial.

Ba’asyir meyakinkan bahwa perjuangan menegakkan Dinul Islam adalah

lebih mulia dibandingkan dengan menegakkan asas-asas lain seperti, sosialis,

Page 65: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

komunis, demokrasi, kapitalis, dan sistem lainnya. Oleh karena itu bagi setiap

muslim yang ingin melakukan suatu perjuangan dalam menyebar syariat Islam

haruslah dilakukan dengan sepenuh hati.

Selama di Indonesia setelah kembalinya dari Malaysia, Ba’asyir hanya

melakukan beberapa aktifitas, dan itu masih berada di lingkup penyampaian

dakwah, seperti mengajar di pondok pesantren Ngruki, berceramah serta

memberikan taujih di Masjid serta Majlis Talim, dan menjadi pimpinan Majelis

Mujahidin Indonesia sampai akhirnya Ba’asyir keluar dari organisasi tersebut.

Sifatnya yang terbuka ditujukan untuk menghindari tuduhan yang

dialamatkan kepada Ba’asyir. Ba’asyir membuktikan bahwa tidak ada agenda

yang tersembunyi atau organisasi lainnya selain aktifitas berdakwah beliau.

Sebagai seorang juru dakwah, Ba’asyir memang banyak ditemui oleh berbagai

kalangan maupun individu. Ba’asyir dengan terbuka menerima semua yang ingin

bertemu dengan menyampaikan dan mengarahkan tamunya untuk terus

memegang dan menjalankan syariat. Dari pesan tersebut tentu yang diharapkan

Ba’asyir adalah menumbuhkan benih-benih syariat pada setiap individu.

Karena jiwa dan watak yang sudah ditanam pada kepribadian Ba’asyir,

semua propaganda yang dilancarkan oleh Amerika dihadapinya dengan berani.

Secara terbuka, Ba’asyir menyatakan kebencian dan menyatakan permusuhannya

secara terbuka terhadap Amerika yang melancarkan kekuasaan politiknya di

wilayah Asia Tenggara.

Ba’asyir melihat aksi-aksi pengeboman yang terjadi di Indonesia adalah

skenario Amerika untuk memfitnah Islam dan menghancurkannya secara pelan-

Page 66: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

pelan dari dalam, sehingga mereka dapat masuk ke Indonesia dengan dasar

memerangi aksi terorisme.

Sikap membenci pemerintah AS yang ditujukan Abu Bakar Ba’asyir,

merupakan salah satu alasan yang melatar belakangi mengapa Presiden AS

George W Bush terus menerus memprovokasi serta melakukan tekanan kepada

pemerintah Indonesia untuk menangkapnya. Akibat provokasi AS itu, maka

pemerintahan Megawati bergeming untuk meninjau kembali kasus lama tahun

1980-an sebagai suatu test case, dan melihat kemungkinan apakah ia masih bisa

dihukum69

.

Tahun 2002 merupakan tahun ujian tersendiri bagi Abu Bakar Ba’asyir

karena untuk yang kesekian kalinya Ba’asyir harus kembali ke dalam penjara.

Pada saat itu, Ba’asyir yang sedang sakit tetap dibawa oleh polisi untuk

dimasukkan lagi ke dalam sel penjara. Ba’asyir sekali lagi dituduh sebagai

pemimpin Jamaah Islamiyah. Penangkapan ini dianggap merupakan salah satu

skenario dimana telah terjadi suatu pesanan dari Amerika untuk menangkapnya.

Ba’asyir dengan kekonsistenannya tetap membela realisasi syariat tanpa

ada tawar-menawar. Sikap Ba’asyir ini mendapatkan dukungan penuh dari para

aktivis Islam dan sikap ini juga yang membuat musuh-musuh Islam seperti kaum

sekularis dan Amerika terus memantau gerak Ba’asyir dengan harapan syariat

Islam tidak segera terwujud.

Penangkapan kembali Ba’asyir terjadi di Rumah Sakit Pusat Kesejahteraan

Umat (RS PKU) Muhammadiyah, Surakarta. Penangkapan pada tanggal 28

Oktober 2002 kali ini selain dengan tuduhan sebagai pimpinan Jamaah Islamiyah

69 Irfan Suryahardy Awwas, Dakwah & Jihad Abu Bakar Baasyir,. h. 24.

Page 67: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

ditambah atas keterlibatannya pada pengeboman-pengeboman yang ada di

Indonesia termasuk pengeboman di Masjid Istiqlal. Tuduhan diperparah lagi

ketika terjadi peledakan bom Bali I, di lain sisi, Ba’asyir pun mengecam aksi

pengeboman itu.

Penangkapan Ba’asyir langsung di RS PKU sangat disayangkan karena

pada saat itu Ba’asyir dalam perawatan penyakitnya. Pendukung Ba’asyir sempat

terlibat bentrok dengan polisi namun dengan caranya tersendiri Ba’asyir segera

menenangkan massa pendukungnya yang sebelumnya telah menunggu di halaman

rumah sakit.

Baasyir dipindahkan perawatannya di RS Polri Kramat Jati dan seminggu

setelah Idul Fitri 1423 H, Ba’asyir kemudian dipindahkan ke tahanan Mabes Polri

sampai pada persidangan. Pada masa penahanan ini juga, terdapat tuduhan yang

ditujukan kepada pesantren Ngruki, Abdullah Sungkar, Abu Bakar Ba’asyir, serta

alumni santri Ngruki terlibat langsung dengan jaringan Al-Qaedah dan JI seperti

yang dilaporkan oleh pihak asing.

Selama ini, tuduhan yang ditujukan untuk Ba’asyir lebih banyak berasal

dari Barat, sedangkan dari dalam negeri sendiri, pihak polisi terlihat kesulitan

untuk mendapatkan bukti-bukti yang dituduhkan barat itu. Untuk mendukung

sangkaannya bahwa Ba’asyir melanggar pasal 104 Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP) tentang rencana pembunuhan terhadap Megawati Soekarnoputri

dan pengeboman sejumlah gereja pada malam Natal tahun 2000. Berkas perkara

Page 68: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

yang dilimpahkan penyidik kepada kejaksaan berapa kali dikembalikan, disertai

permohonan untuk dilengkapi dan disempurnakan70.

1. Hubungan Ba’asyir dengan Negara Islam Indonesia dan Jamaah Islamiyah.

Isu keterlibatan Ba’asyir di organisasi Negara Islam Indonesia dikeluarkan

oleh pernyataan dari pemerintah Amerika menanggapi kejadian peristiwa 11

September 2003 atas penghancuran gedung World Trade Centre di New York. Isu

ini kuat melekat pada diri Abu Bakar Ba’asyir karena kedekatannya dengan

Abdullah Sungkar dan tokoh-tokoh radikal Islam lainnya ketika di Malaysia

seperti Hambali dan Ali Ghufron.

Istilah Negara Islam Indonesia (NII) diikuti juga oleh munculnya istilah

Jamaah Islamiyah. Akar dari lahirnya JI dan NII ini berawal dari suatu pengajian

yang diadakan di Malaysia dimana pengisi materi dari pengajian ini dibawa oleh

para pendatang dari Indonesia seperti Abdullah Sungkar, Abu Jibril dan Abu

Bakar Ba’asyir.

Seperti yang dijelaskan oleh mantan anggota Jamaah Islamiyah, Nasir

Abas dalam bukunya, Membongkar Jamaah Islamiyah. Seketika anggota

pengajian ini akan diberangkatkan berjihad ke Afghanistan ada satu baiat untuk

mentaati pimpinan yang ketika itu dipegang oleh Abdul Halim tidak lain adalah

Abdullah Sungkar. Alasan pembaiatan ini bertujuan setelah melakukan jihad di

Afghanistan, agenda lain adalah untuk berjihad di Indonesia menjadi negara

Islam. NII ini akan meneruskan perjuangan Kartosuwiryo ketika pra kemerdekaan

70 Edi Sudrajat, Dalam Buku, Abu Bakar Ba’asyir, Catatan dari Penjara: Untuk

Mengamalkan dan Menegakkan Dinul Islam (Depok: Mushaf, 2006), h. lxxvii.

Page 69: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

dahulu. Indonesia ini wajib dijadikan Islam dahulu sebelum yang lain karena

sejarah penegakkan Islam ini sudah ada sebelumnya.

Sewaktu di Afghanistan, terjadi perpecahan di dalam tubuh mujahidin

pengikut pengajian Abdullah Sungkar. Kelompok ini terdiri dari kelompok

pengikut Abdul Halim dan kelompok pengikut Ajengan Masduki. Kelompok

Abdul Halim ini terus bertahan di Afghanistan sedangkan kelompok Ajengan

Masduki kembali ke Malaysia. Di Malaysia, kelompok Ajengan Masduki ini akan

mempersiapkan jihadnya di negara Indonesia.

Sejak itu, awal tahun 1993 orang-orang Indonesia yang berada di kamp

latihan Towrkham, baik yang mengikuti program Akademi Militer ataupun kursus

singkat hanyalah terdiri dari orang-orang yang memilih Abdul Halim selaku

pemimpin mereka yang baru di bawah organisasi Al-Jamaah Al-Islamiyah, baik

siswanya maupun para instrukturnya71

.

Dapat diketahui disini Abu Bakar Ba’asyir mengikuti pergerakan dari

Abdullah Sungkar dalam melakukan dakwahnya di Malaysia. Abdullah Sungkar

sendiri adalah sebagai pembawa ajaran NII dari Indonesia. seperti yang

dilaporkan oleh International Crisis Group, bahwa Abdullah Sungkar sebagai

ketua dari NII wilayah Jawa Tengah dengan Abu Bakar Ba’asyir sebagai orang

kepercayaannya. Sungkar dan Ba’asyir kemudian berbai’at kepada Ismail Pranoto

pada tahun 1976.

Penangkapan Hispran atas keterlibatannya pada pengeboman Gereja

Methodis di Medan inilah yang kemudian membawa Ba’asyir ke penjara yang

71

Nasir Abas, Membongkar Jamaah Islamiyah: Pengakuan Mantan Ketua JI (Jakarta:

Grafindo, 2009), h. 86. Cet.VII

Page 70: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

kemudian dijatuhi hukuman dengan tuduhan sebagai pengikut Hispran dan ikut

dalam mendirikan negara Islam sebagai reaksi terhadap Soeharto yang menutup

cita-cita Islam politik di Indonesia.

Penyangkalan Ba’asyir atas masih aktifnya di NII didasari oleh peristiwa

lepasnya Ba’asyir dan Abdullah Sungkar dari NII ketika di Afghanistan yang

kemudian mendirikan organisasi baru yaitu Jamaah Islamiyah dimana organisasi

ini juga diisukan memiliki jaringan dengan Al-Qaedah pimpinan Usamah bin

Ladin. Abu Bakar Ba’asyir juga sudah lepas komunikasi dengan NII ketika

hijrahnya ke Malaysia. Alasan lepasnya Ba’asyir ini karena tujuan Ba’asyir

sendiri yang menginginkan sifat ke universalan dari Islam itu sendiri

dibandingkan dengan NII yang hanya sebatas wilayah regional saja. Ini termasuk

cita-cita Ba’asyir dalam menegakkan negara Islam yang tidak hanya sebatas

nasional saja melainkan transnasional.

Setelah mendirikan organisasi baru di Afghanistan dengan Jamaah

Islamiyah-nya, mereka kemudian kembali ke Malaysia. Di Malaysia inilah

Ba’asyir dan Abdullah Sungkar mendirikan Madrasah Lukmanul Hakim yang

kemudian di madrasah ini juga Ba’asyir bertemu dengan Azahari dan Noordin M

Top sebagai muridnya.

Pada masa ini Ba’asyir kemudian diangkat menjadi amir JI baru karena

meninggalnya Abdullah Sungkar. Dampak dari wafatnya Abdullah Sungkar ini

menimbulkan banyak anggota JI yang kemudian memisahkan diri untuk

menonaktifkan dari kegiatan JI walau tanpa ada pernyataan tertulis bahwa mereka

resmi keluar dari JI. Ada di antara senior dan anggota Al-Jamaah Al-Islamiyah

Page 71: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

ditingkat pimpinan pada waktu itu yang kurang setuju dengan pengangkatan Abu

Bakar Ba’asyir selaku Amir72

.

Pertentangan lainnya ketika Abu Bakar Ba’asyir kemudian maju sebagai

Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) pada bulan Agustus 2004. Ada

pertentangan pendapat diantara pemimpin JI antara pihak yang setuju dengan

terlibatnya Ba’asyir di MMI dengan pihak yang tidak setuju.

Pada saat itu terjadi perselisihan antara pemimpin JI. Pada dasarnya Abu

Bakar Ba’asyir bersedia meletakkan pimpinan JI, namun di antara pimpinan dan

senior tidak menginginkan Abu Bakar Ba’asyir meletakkan jabatannya tersebut,

sehinga sempat mengancam akan keluar dan tidak aktif di dalam Al-Jamaah Al-

Islamiyah seandainya Abu Bakar Ba’asyir dihentikan jabatannya73.

Untuk menjaga keutuhan dari organisasi JI maka Ba’asyir mengambil

sikap untuk memangku dua jabatan, sebagai Amir MMI dan JI. Akibatnya,

Ba’asyir mengalami kesulitan dalam menangani dua organisasi besar tersebut

sampai pada akhirnya Ba’asyir menunjuk Zulkarnain sebagai Pelaksana Tugas

Amir Al-Jamaah Al-Islamiyah. dengan Amir masih dipegang oleh Ba’asyir

sampai terpilihnya Amir yang baru.

Dengan bubarnya para pengikut JI ini, maka konsentrasi dari organisasi ini

akhirnya terpecah selain karena diantara JI sendiri ada bagian-bagian penanggung

jawab operasi wilayah dimana mereka tidak mengetahui penanggung jawab

wilayah lain dikarenakan sifat dari JI ini yang juga tertutup walau sesama

anggota. Pengikut JI yang keluar juga masih dapat mengakui keanggotaannya

72 Ibid., h. 304.

73 Ibid., h. 305

Page 72: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

dikarenakan tidak ada pembuktian bahwa mereka keluar secara resmi. Hal ini

membuat kebingungan antar sesama anggota dan tingkat pimpinan.

Kebingungan dan kemarahan dari angota Al-Jamaah Al-Islamiyah baik

dari tingkat pimpinan hingga ketingkat bawahan kembali terjadi ketika peristiwa

bom pada malam Natal tahun 200074

. Hal ini kemudian diikuti dengan aksi lain

seperti, bom Bali tahun 2002, Agustus 2003 bom Marriott, September 2004 bom

di depan Kedutaan Besar Australia di Jakarta, dan Oktober 2005 bom bunuh diri

di Jimbaran dan Kuti ( di Pulau Bali)75

.

Banyak diantara pelaku bom malam Natal ini adalah anggota JI dan NII

yang direkrut oleh Hambali. Hambali ini membuat kelompok baru dalam aksinya

tersebut, hal ini membuat kebingungan dari anggota dan pemimpin JI karena

Hambali melakukan sendiri aksinya diluar dari batas tujuan JI sendiri. Mulai dari

sinilah sistem perjuangan JI semakin tidak jelas dan keluar dari platform awal

yang bertujuan untuk menyebar ke Islaman sesuai tuntutan Rasulullah.

Penolakan Ba’asyir atas tuduhan yang diarahkannya terkait keterlibatan

dengan organisasi NII dan JI ini ada beberapa alasan. Pertama dalam kasus NII,

Ba’asyir hanya menjadi orang kepercayaan Abdullah Sungkar, Ba’asyir kemudian

tetap aktif dalam kegiatan mengajar di pondok pesantrennya. Sedangkan Abdullah

Sungkar terus melakukan dakwah di berbagai tempat.

74 Ibid., h. 307.

75 “Terorisme di Indonesia,” artikel diakses pada tanggal 28 Oktober 2009 dari

www.crisisgroup.org/home/index.cfm?id=3630&l=1

Page 73: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Kedekatan Abu Bakar Ba’asyir dengan Abdullah Sungkar dapat dilihat

dengan persamaan visinya dalam mewujudkan cita-cita negara Islam yang dimana

sistem kenegaraannya dilandasi oleh syariat khususnya di Indonesia. Hal ini dapat

dilihat dari pemikiran Abdullah Sungkar kritik kerasnya terhadap paham

nasionalis. Meyakini bahwa negara Indonesia adalah milik bangsa Indonesia

berarti telah merusak Tauhid Rububiyah seorang Mu’min, sebab pada hakekatnya

Allah lah pemilik segala makhluk, termasuk negara Indonesia dan penghuninya76

.

Kedekatan dengan Abdullah Sungkar ini kemudian diperkuat dengan

memiliki cita-cita yang sama bahwa kepemimpinan negara yang benar itu adalah

kepemimpinan yang sudah di contohkan pada sistem Khilafah terdahulu.

Persamaan visi ini merupakan cerminan dengan visi yang di jalankan Ba’asyir

pada saat ini.

Penolakan Ba’asyir atas keterlibatan di JI dalam salah satu persidangannya

bisa jadi karena ada alasan tertentu sehingga Ba’asyir dengan tegas menolak

keterlibatannya langsung di tubuh JI. Ba’asyir beralasan bahwa JI yang telah

dilaporkan oleh pihak ICG merupakan hasil dari rekayasa Barat hanya untuk

menjeratnya di dalam penjara. Penjelasan tentang JI yang dilaporkan dinilai tidak

berimbang dan berdasar. Dalam kasus ini memang masih menjadi suatu

perdebatan tersendiri tentang bagaimana bentuk utuh Jamaah Islamiyah itu

ditambah para anggota JI yang memiliki tingkat solidaritas sendiri untuk menutupi

76

Muh. NurSalim, “Pemikiran politik Ustadz Abdullah Sungkar,” artikel diakses pada tanggal 28

Oktober 2009 dari http://www.msi-

uii.net/baca.asp?katagori=rubrik&menu=Millah&baca=artikel&id=266.

Page 74: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

pergerakannya sejalan dengan sifat organisasi JI sendiri sebagai Tanzim Sirri

dengan kata lain merupakan suatu organisasi rahasia baik secara ideologis serta

dalam hal pergerakan. Karena situasi inilah Ba’asyir beberapa kali keluar-masuk

penjara tanpa ada kejelasan bukti bahwa Ba’asyir secara nyata adalah sebagai

salah satu tokoh penting di tubuh JI.

2. Ba’asyir Bergabung dengan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI)

Selain telah melalui pengalaman keluar masuk penjara, Ba’asyir juga

bergabung dengan Majelis Mujahiddin Indonesia. Pada kongres yang pertama di

Yogyakarta, Ba’asyir terpilih sebagai amir Mujahiddin pada tanggal 5-7 Agustus

2000 untuk periode 2000-2009. MMI adalah salah satu ormas Islam yang agenda

utamanya adalah perjuangan syariat Islam.

Menurut Ba’asyir, MMI yang dipimpinnya menggunakan cara perjuangan

Rasulullah, menyampaikan dakwah secara jelas kepada semua umat tentang

syariat. Penyampaian syariat ini tidaklah dengan melakukan gerakan-gerakan

yang radikal. MMI sangat vokal dalam membela kepentingan umat Islam dan

berani mangambil sikap terhadap lawannya pada saat itu yaitu Presiden Amerika

Serikat, George W Bush serta Perdana Menteri Ariel Sharon untuk dibawa ke

Mahkamah Internasional dalam hal sebagai teroris.

MMI secara eksplisit menyatakan tidak ingin mendirikan negara Islam,

meskipun berniat menegakkan syariat Islam di Indonesia77

. MMI menggunakan

cara yang terbaik untuk mengaplikasikan syariat Islam di Indonesia tanpa harus

berhadapan dan bertentangan dengan pemerintah. Hal ini juga merupakan satu

agenda dalam kongres MMI yang pertama.

77

Idi Subandy Ibrahim & Asep Syamsul M. Romli, Kontroversi Ba’asyir. h. 39

Page 75: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Dalam tujuan menegakkan syariat Islam, MMI telah memprogramkan

perjuangannya yang telah disetujui dan disahkan dalam kongres Mujahidin I di

Yogyakarta pada 5 Agustus 2000. Program politik MMI diantaranya; 1. Menuntut

agar Pemerintah melaksanakan syari’ah Islam secara kaffah dalam kehidupan

berpolitik dan bernegara, 2. Membangun kekuatan politik Islam dengan mendesak

partai-partai Islam untuk bersatu padu memperjuangkan tegaknya syari’ah Islam,

3. Menciptakan Pemerintahan yang menjamin pelaksanaan Syari’ah Islam bagi

pemeluknya-pemeluknya, dengan tetap memberi kemerdekaan bagi umat

beragama lain untuk melaksanakan ajaran agamanya, 4. Memiliki media massa

untuk menyebarluaskan program-program mujahidin78

.

Untuk memperjuangkan kesepakatan tersebut maka MMI membentuk

perwakilan atau Laskar Mujahidin di setiap wilayah. Segala pokok permasalahan

yang melanda kaum muslimin bangsa Indonesia dari masa awal kemerdekaan baik

berupa tragedi politik maupun kemanusiaan adalah belum berlakunya syari’ah

Islam. Selama ini politik di Indonesia berada pada tangan orang yang salah yang

tidak mau melaksanakan syariat secara utuh di dalam formalisasi kenegaraan.

MMI yang dipimpin Ba’asyir ini memiliki alasan mengapa satu tema besar

yang diperjuangkannya yaitu penegakkan syariat terus diperjuangkan adalah,

pertama, alasan akidah (ideologis), dimana setiap muslim yang lurus akidahnya

pasti menginginkan berlakunya syariat Islam sebagai konsekuensi logis dari

pengakuan sebagai muslim, sehingga mereka terhindar dari bencana. Kedua,

alasan historis (siroh), dimana perjalanan sejarah umat Islam sejak zaman

Rasulullah Saw, hingga khulafaur rosyidin dan khilafah sesudahnya, yang mereka

78

Irfan S Awwas, ed., Risalah Kongres Mujahidin I dan Penegakan Syari’ah Islam (Yogyakarta: Wihdah Press, 2001), h., 145.

Page 76: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

itu para tabi’in dan solafus sholeh hingga akhir runtuhnya khilafah Utsmaniyah di

bawah Sukthan Abdul Hamid II tahun 1924 M, mereka semua hidup dalam satu

sistem Islam, yaitu sistem khilafah dengan tetap menjaga wildatul ummah dan

wildatul imamah. Ketiga, berkenaan dengan realitas masa kini dengan munculnya

era globalisasi yang justru diwarnai dengan krisis dimensional yang

berkepanjangan, saatnya umat Islam dituntut untuk lebih berani dalam

menawarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits dengan tanpa ragu dan minder demi

mengatasi segala macam problema yang menimpa umat manusia79

. Dengan alasan

tersebut, MMI beralasan bahwa tegaknya syariat Islam sangat mendesak.

Perhatian Ba’asyir dengan MMI juga dapat dilihat dari sikap penolakan terhadap

pengangkatan Megawati sebagai presiden. Sikap kepemimpinan perempuan

menjadi perdebatan khusus sendiri bagi kelompok Islam. Di dalam Islam politik

kepemimpinan perempuan ini sah dikarenakan adanya alasan darurat walau

memiliki kesan adanya kepentingan politik yang kemudian munculah paradigma

tersebut. MMI memiliki sikap sendiri, MMI menyatakan alasan darurat

sebagaimana dijadikan dasar partai politik tersebut tidak dapat dibenarkan dalam

Islam. Sebab, pengertian darurat dalam Islam menyangkut masalah hidup dan

mati, di samping itu realitas di Indonesia masih terdapat banyak alternatif presiden

yang bervisi Islam dan memiliki kemampuan80

.

3. Keluar dari Majelis Mujahidin Indonesia

Pada tahun 2008, Abu Bakar Ba’asyir keluar dari MMI dengan alasan

sistem kepemimpinan dan tata keorganisasian majelis ini sudah tidak mengikuti

79

Ibid., h. 193 80

Zaki Mubarak, Genealogi Islam Radikal di Indonesia (Jakarta: LP3ES, 2008), h. 288.

Page 77: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

aturan Islam lagi. Ba’asyir mengkritik seharusnya perintah dan keputusan berada

di Amir bukan di Lajnah Tanfidziah. Kedudukan Amir di dalam Islam berada di

tempat yang paling tinggi, oleh karena itu sudah seharusnya di taati dan didengar.

Pengunduran diri Ustad Ba'asyir tersebut juga murni kemauannya sendiri, dan

tidak ada tekanan dari luar. Menurutnya, selama ini Abu Bakar Ba'asyir

sebenarnya telah melakukan dakwah di internal MMI. Kendati demikian banyak

anggota MMI yang tidak menyetujui pelurusan yang ditanamkan Abu Bakar81

.

Setelah keluar dari MMI, Ba’asyir kemudian mendirikan organisasi baru

yang mengklaim menggunakan sistem jamaah atau imamah. Organisasi ini

kemudian diberi nama Jamaah Ansharut Tauhid yang menjawab kebutuhan umat

akan adanya jamaah yang menjadi wadah bagi umat yang masih memiliki Ghirah

(semangat) untuk menegakkan kalimah Allah dengan jalan Dakwah dan Jihad fi

sabilillah di muka bumi, dan merupakan sebagai sarana menuju tegaknya kesatuan

umat Islam di bawah kepemimpinan yang satu, yaitu khilafah Islamiyah,

mengingat membangun kesatuan umat yang besar ini membutuhkan sebuah

proses bertingkat dan bertahap, dimana jama’atul muslimin (jama’ah Umat Islam)

takkan bisa di tegakkan kecuali dengan melewati masa membangun jamaah min

ba’dhil Muslimin (jama’ah sebagian Umat Islam) dengan cara-cara yang sesuai

ajaran Sunnah Nabi saw82

.

Konsep organisasi Islam berbeda dengan konsep yang organisasi

demokratis yang banyak dipakai pada zaman ini, menyangkut masalah amir atau

81 Novel, “Mundur dari MMI, Bulan Ramadhan Ustad Ba’asyir Bentuk Organisasi Baru,”

artikel diakses pada 26 Agustus 2009 dari http://www.eramuslim.com/berita/nasional/mundur- dari-mmi-bulan-ramadhan-ustad-ba-039-asyir-bentuk-organisasi-baru.htm.

82 “Mengenal Jamaah Ansharut Tauhid,” artikel diakses pada 9 Agustus 2009 dari

http://www.ansharuttauhid.com/jamaah/mengenal-jat.html.

Page 78: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

pemimpin. Amir dalam konsep jamaah-imamah tidak dipilih secara periodik

melainkan ia dipilih hanya sekali, dan tetap akan menjadi amir selama masih ada

kemampuan dan tidak melanggar syariat. Ba’asyir mengkritik konsep

pengangkatan pemimpin dalam sistem demokrasi saat ini karena pengangkatan

amir hanya menghabiskan dana yang tidak sedikit.

Walau sikap Ba’asyir ini mendapatkan kritikan, Ba’asyir tetap dengan

pendiriannya membentuk organisasi yang visi misinya ingin menegakkan sistem

Imamah. Banyaknya organisasi Islam yang berkembang dianggap wajar dalam

pandangan Ba’asyir karena selama Khilafah Islam belum terbentuk maka selama itu

organisasi-organisasi Islam ada untuk memperjuangkan cita-cita tersebut.

Ba’asyir mengajak semua jamaah yang ada untuk bersatu padu memperjuangkan

syariat Islam. Abu Bakar Ba’asyir juga mengajak setiap jamaah yang ada untuk

membenahi diri sehingga layak dikatakan sebagai thaifah manshurah atau

kelompok yang mendapat kemenangan dari Allah SWT.

Mengenai masalah kepemimpinan dan perjuangan menuju khilafah, di

tekankan juga pada deklarasi Ansharut Tauhid pada tanggal 17 September 2008.

Penekanan itu terletak pada poin tentang kepemimpinan yang tertulis bahwa amir

dapat memimpin jika masih ada kekuatan dalam menjalankan amanah dan tujuan

perjuangannya adalah untuk menegakkan Daulah atau Khilafah Islamiyyah. Jadi,

tidak perlu adanya penggantian Amir secara periodik dalam suatu kongres, seperti

yang dilaksanakan oleh ormas-ormas yang mengikuti sunnah Yahudi83.

83 Abu Bakar Ba’asyir, “Taujih AM, Amir Jama’ah Ansharut Tauhid,” artikel diakses

pada 7 Agustus 2009 dari http://www.ansharuttauhid.com/jamaah/sistem-organisasi.html.

Page 79: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Syariat Islam memang merupakan harga mati menurut Abu Bakar

Ba’asyir. Menurutnya, justru karena Indonesia adalah bermayoritaskan pemeluk

Islam, maka usaha menegakkan syariah ini diharuskan. Kelompok-kelompok yang

mempunyai cita-cita menegakkan syariat Islam bukanlah musuh negara,

melainkan orang-orang yang menghalangi tegaknya syariat adalah musuh negara

yang sebenarnya karena negara tidak menghalangi umat beragama menjalankan

agamanya masing-masing84

.

D. Hasil Pemikiran Abu Bakar Ba’asyir

Ba’asyir mencurahkan pikirannya tentang bagaimana syariat Islam harus

dijalankan sesuai dengan ajaran di dalam Al-Quran dan sunnah dalam bukunya

yang berjudul Catatan Dari Penjara: Untuk Mengamalkan dan Menegakkan

Dinul Islam.

Buku yang dibagi menjadi tiga bab pembahasan ini menjelaskan

bagaimana pemahaman Islam Ba’asyir sejalan dengan cita-citanya untuk

mendirikan negara Islam. Buku ini juga sekaligus menjawab sikapnya atas aksi

terorisme yang mengatasnamakan Islam serta menjawab apakah benar Ba’asyir

merestui dan mengajarkan kekerasan serta terorisme.

Dalam penyampaian pemikirannya tentang Dinul Islam di dalam buku ini,

Ba’asyir banyak menggunakan dalil sebagai dasar dalam mengaplikasikan Dinul

Islam di dunia. Pertama, Ba’asyir mengharuskan pendirian Dinul Islam harus

sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah, bukan dengan keinginan dari masyarakat.

Cara mengamalkan Dinul Islam ini haruslah dengan hati yang bersih dan

84 Wawancara dengan Abu Bakar Ba’asyir, “Syariat Islam Harga Mati,” video diakses

pada tanggal 5 Agustus 2009 dari

http://www.youtube.com/watch?v=faoHc6xMyjk&feature=related.

Page 80: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

menghindari sejauh mungkin dari kemusyrikan, ke-jahiliyah, serta bersih dari

kepemimpinan kafir serta sekular. Tegaknya Dinul Islam ini juga melalui suatu

kekuasaan politik yang bersistem Khilafah.

Kedua, Ba’asyir membahas bagaimana cara untuk mendakwahkan dan

menegakkan Dinul Islam. Baasyir juga membedakan tentang perbedaan antara

mendakwahkan Dinul Islam dan menegakkan Dinul Islam. Mendakwahkan Dinul

Islam bukan berarti sebagai mengaplikasikan kekuasaan Daulah Islamiyah atau

khilafah, tetapi hanya sebatas diamalkan secara perorangan atau berkelompok

namun bukan secara birokrasi. Hal ini tidak dapat dikatakan pengamalan secara

kaffah dan bersih dikarenakan musuh-musuh Islam masih dapat mengganggu

umat Islam.

Pengertian tegaknya Dinul Islam adalah berdirinya Daulah Islamiyah,

sehingga syariat dapat dijalankan dengan seutuhnya, kaffah dan bersih. Dinul

Islam inilah dapat ditegakkan melalui jalan dakwah seperti melaui pendidikan,

tabligh, kegiatan sosial serta yang paling akhir yaitu dengan jihad fisabilillah

untuk memerangi pihak-pihak yang menghalangi tegaknya kekuasaan Islam atau

khalifah.

Ketiga, Ba’asyir menguraikan tentang bagaimana cara mendakwahkan dan

menegakkan Dinul Islam pada zaman dewasa ini. Telah ditekankan oleh Allah

bahwa syariat Islam akan selalu murni tanpa terkontaminasi oleh perubahan

zaman dan tempat. Maka, sudah seharusnya umat Islam untuk bersama

menegakkan Dinul Islam dengan memperdalami dakwah dan tabligh serta dengan

memahami makna jihad dan i’dat (menyusun kekuatan senjata) secara seutuhnya.

Page 81: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Ba’asyir menilai sistem demokrasi sebagai sistem yang tidak sesuai

dengan aturan Allah. Karena pada dasarnya di dalam sistem demokrasi

perundangan yang dipakai menentang kedaulatan Allah sehingga dapat membawa

kemurtadan karena segala penetapan undang-undang diserahkan kepada manusia.

Hal inilah yang dikritik keras oleh Ba’asyir.

E. Profil Singkat Pesantren Al-Mukmin

Berbicara Ba’asyir, tidak terlepas dari latar belakangnya yang membentuk

karakter Ba’asyir serta pemikirannya. Ba’asyir sepanjang hidupnya dikelilingi

oleh lingkungan yang agamis, sehingga secara perlahan membentuk karakter yang

membangun sifatnya sampai sekarang. Lingkungan agamis ini yang kemudian

membawanya sampai kepada lingkungan pendidikan dimana Ba’asyir dengan

dedikasinya mendirikan tempat pendidikan yang diberi nama pondok pesantren

Al-Mukmim, Ngruki.

Pondok Pesantren ini didirikan untuk mentanamkan akidah Islam kepada

santrinya dan di dalam kesehariannya di pesantren ini, Ba’asyir menggunakan

syariat dalam penerapannya. Karena faktor terakhir ini, sampailah Baasyir di

tangkap oleh pihak kepolisian. Dari pesantren ini juga, dihasilkan banyak lulusan

yang tersebar di Indonesia, yang mengisi semua bidang keahlian termasuk yang

paling ekstrem sebagian lulusan ini juga menjadi tersangka atas aksi peledakan

pada sejumlah tempat di Indonesia.

Pesantren Al-Mukmin terletak di Dukuh Ngruki, Desa Cemani,

Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, hanya berjarak 2 kilometer dari kota

Page 82: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Solo. Lokasi pesantren ini juga terletak tidak jauh dari bekas markas Laskar

Jihad85.

Awal dari berdirinya pesantren ini dimulai dari adanya pengajian kecil

yang diadakan secara rutin selepas dzuhur di Masjid Agung Surakarta. Pengajian

ini kemudian berkembang sampai pada akhirnya terbentuk sebuah Madrsah

Diniyah yang juga didukung penuh oleh radio lokal, Radio Dakwah Islamiyah

Surakarta (RADIS). Madrasah ini kemudian berkembang pesat dan mendapatkan

perhatian penuh dari penduduk sekitar sampai pada akhirnya ada inisiatif dari para

ulama yang mengisi talim tersebut untuk mengasramakan para murid yang

mengikuti pengajian rutin itu.

Realitas sosial masyarakat Solo pasca tahun 1965 dan timbulnya berbagai

ancaman yang dianggap membahayakan eksistensi Islam serta umatnya pada

waktu itu, semakin memotivasi semangat para mubaligh se-Surakarta untuk

segera mewujudkan pendidikan pondok pesantren. Hal ini juga didasarkan pada

perspektif dan pertimbangan sejarah bahwa pesantren pada zaman dulu telah

memiliki andil dan peran yang sangat besar dalam membela, memperjuangkan

dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia86

.

Tingkat pendidikan Al-Mukmin terbilang cukup lengkap. Tersedia

pendidikan dari tingkat taman kanak-kanak sampai pendidikan setingkat SMU

yang disebut aliyah. Jika terus ingin melanjutkan pendidikan setelah SMU, santri

85 Fadjar & Imron Rosyid, “Pesantren Ngruki dan sejumlah Tuduhan: Jalan Islam tanpa

Madzhab” (Jakarta, Tempo, 8 Desember 2002), h. 33. No. 40/XXXI/h. 34 86

“Pondok Pesantren Islam Al Mukmin Ngruki Sukoharjo,” artikel diakses pada tangal 31 Juli 2009 dari http://almukmin-

ngruki.com/index.php?option=com_content&view=article&id=53:pondok-pesantren-islam-al-

mukmin-ngruki-sukoharjo&catid=51:profile-pesantren&Itemid=66.

Page 83: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

dapat masuk ke unit Kulliyatul Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI) untuk santri pria

dan Kulliyatul Muallimat Al-Islamiyah untuk santri wanita.

Seperti pada pesantren umumnya, Al-Mukmin ini menggunakan

kurikulum Departemen Pendidikan Nasional dengan maksud lulusan pesantren ini

dapat melanjutkan ke pendidikan formal. Untuk materi utama pendidikan

pesantren ini seperti umumnya juga, mengajarkan bahasa Arab serta cabang

ilmunya sepert ilmu Nahwu, Shorof, dan Balaghoh. Untuk bahasa pengantar di

pondok ini menggunakan tiga bahasa menurut materi yang diberikan. Bahasa

Arab untuk penyampaian materi keagamaan, bahasa Inggris untuk pengantar

pelajaran Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia untuk pengantar materi ilmu

umum.

Pesantren Al-Mukmin memberikan ilmu tingkat lanjut bagi para santri

tingkat lanjut. Menjelang kelulusan santri kelas VI, misalnya, mereka diajari

membuka kitab, fikih Bidayah Mujtahid karya Ibnu Rusyd, yang menyuguhkan

pemikiran multi mazhab.87

Pengajaran ini ditujukan bagi santri untuk dapat

memahami berbagai mazhab yang ada dengan berbagai alasan masing-masing.

Secara garis besar, pesantren Al-Mukmin tidak seperti pesantren

tradisional lainnya yang pada umumnya menggunakan paham Ahlussunah wal

Jamaah. Mengikuti tradisi Muhammad dan ijma’ ulama. Al-Mukmin

menggunakan rujukan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kedua sumber tersebutlah yang

kemudian mewarnai aktifitas dari para santri di pesantren Al-Mukmin.

87 Fadjar, “Pesantren Ngruki dan Sejumlah Tuduhan,” Tempo, 8 Desember 2009. h. 33

Page 84: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Kitab tafsir yang digunakan tidak sama dengan pesantren lainnya yang

pada umumnya menggunakan tafsir Al-Jalalain. Pesantren ini menggunakan kitab

klasik Ibnu Katsir (1973) untuk para santri. Bagi para pengajar, mereka

memegang tafsir Fi Dhilail Quran karya Sayid Qutub dan tafsir Al-Manar karya

Muhammad Rasyid Ridho.

Dari tata cara pengajaran yang diberikan kepada santri di pesantren Al-

Mukmin tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pesantren tersebut termasuk ke

dalam kelompok salafi.

Salaf merupakan manhaj (sistem hidup dalam ber-'aqidah, beribadah,

berhukum, berakhlaq dan yang lainnya) yang wajib diikuti oleh setiap muslim.

Jadi, pengertian Salaf dinisbatkan kepada orang yang menjaga keselamatan

'aqidah dan manhaj menurut apa yang dilaksanakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi

wa sallam dan para Shahabat Radhiyallahu 'anhum sebelum terjadinya

perselisihan dan perpecahan88

.

Dari awalnya berdiri, pesantren ini kerap bermasalah bagi pemerintah,

mereka adalah penentang asas tunggal Pancasila yang diusung oleh Presiden

Soeharto pada saat itu. Selanjutnya Ngruki disebut sebagai penyalur orang-orang

yang berbahaya. Kaitan antara para tokohnya kemudian tergambar dalam analisis

International Crisis Group. Kelompok yang dipimpin Sidney Jones, peneliti dari

New York, Amerika Serikat, yang memfokuskan diri pada hak asasi manusia di

Indonesia itu, menerbitkan makalahnya yang bertajuk “Al-Qaidah in Southeast

Asia: The Case of the Ngruki Network in Indonesia”. Makalah itu memaparkan

88

“Salafus Shalih: Pengertian Salaf,” artikel diambil pada 5 Agustus 2009 dari

http://id.islamiclopedia.org/wiki/Salafus_shalih.

Page 85: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

bahwa orang-orang tertentu di Ngruki – termasuk Ba’asyir – punya kontak dengan

biang aksi teror di kawasan Asia Tenggara89.

Pesantren Ngruki pernah dikaitkan dengan peristiwa peledakan Candi

Borobudur (Maret 1985). Tapi tidak ada bukti kuat bahwa peledakan yang

merupakan protes terhadap peristiwa Tanjung priuk (1983) itu – yang menurut

versi kelompok Islam telah menewaskan lebih dari 100 orang – didalangi oleh

tokoh-tokoh di Pondok Ngruki90

.

Pesantren ini memang menolak pengaruh Amerika, hal ini terlihat dari

kehidupan sehari-hari para santri tersebut. Mereka tidak di perbolehkan melihat

televisi melainkan hanya siaran berita dan pendidikan saja. Bagi pesantren ini, ke

moderenan tidak harus mengikuti pola Barat, tetapi bagi mereka, kemoderenan

adalah bagaimana dapat bersikap dan berprilaku yang benar.

Penghormatan bendera juga tidak dilakukan di lingkungan pondok ini,

karena segala penghormatan bagi lambang negara dan bendera negara termasuk

ke dalam perbuatan sirik. Hal ini berlaku bagi para santri. Tauhid harus secara

murni ditegakkan di dalam lingkungan pondok. Tujuan dari pondok ini adalah

menjadikan lulusannya dapat mengamalkan Islam secara murni di masyarakat,

mengamalkan syariat Islam dalam aplikasi kehidupan santri di luar pondok.

Dengan demikian diharapkan untuk mewujudkan cita-cita pendirian syariat Islam

akan segera terwujud melalui individu-individu yang sudah tetanamkan nilai-nilai

Islam, bukan dengan bentuk kekerasan.

89 Irfan Budiman, “Jihad Al-Mukmin Sampai ke Kantin,” Jakarta, Tempo, 8 Desember

2009, h. 30. No. 40/XXXI/ 90

Bina Bektiati, “ Pesantren Al-Mukmin, Ngruki: Eksklusif tapi Tak Misterius,” Tempo, 3 Februari 2002, h. 27.

Page 86: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

BAB IV

PEMIKIRAN ABU BAKAR BA’ASYIR

TENTANG NEGARA ISLAM

Dalam pembahasan kali ini akan difokuskan kepada pemikiran Abu Bakar

Ba’asyir tentang konsep negara Islam dan usahanya dalam memperjuangkan

implementasi tentang konsep tersebut. Sesuai dengan latar belakang hidup dan

perjalanannya yang dilingkupi oleh basic agama yang kuat itulah, Ba’asyir terus

menyampaikan akan pentingnya syariat Islam untuk diterapkan tidak hanya dalam

kehidupan sehari-hari namun juga pentingnya syariat Islam itu masuk ke dalam

sistem kenegaraan.

Ba’asyir menganggap perlu syariat masuk ke dalam sistem kenegaraan

karena hal ini merupakan suatu cara untuk menyelamatkan Islam itu sendiri dari

serangan paham-paham sekuler. Menurutnya, Allah, selain menurunkan Islam

juga menurunkan sistem bagaimana cara mengamalkan Islam. Dari pendapat ini

dapat dipahami bahwa syariah merupakan hal yang wajib ada di dalam sistem

negara karena ini sudah merupakan perintah dari Allah.

Wajib hukumnya bagi umat Islam dalam menjalankan syariah tidak hanya

di dalam kehidupan sosial melainkan di dalam lingkup kenegaraan. Untuk

mengamalkan syariat Islam diperlukan kekuasaan politik (negara). Umat Islam

wajib berjuang memprioritaskan berjalannya syariat Islam. Tegaknya syariat

Islam akan memecahkan segala persoalan bangsa91

.

91

Abu Bakar Ba’asyir, “Sebuah Jaringan untuk Kaderisasi Mujahidin dalam membentuk

Masyarakat Islam” dalam Irfan Suryahardy Awwas, ed., Risalah Kongres Mujahidin I dan

penegakan Syari’ah Islam (Yogyakarta: Wihdah Press, 2001), h. 243.

Page 87: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Ba’asyir juga menyetujui bahwa segala persoalan bangsa Indonesia saat ini

adalah karena belum diberlakukannya syariat secara utuh. Syariat ada namun itu

masih berjalan kurang maksimal dan masih ada campur tangan dari sistem

sekuler dimana menurut Ba’asyir, demokrasi masuk dalam kategori sistem

sekuler, sistem yang dibawa dari pihak barat.

Jika syari’ah dapat berjalan secara utuh dan menyeluruh, maka jaminan

akan tertibnya komponen negara akan terwujud serta tidak ada kekhawatiran

masuknya pengaruh-pengaruh barat yang merusak Islam serta mendistorsikan

berlakunya syariat. Suatu jaminan yang menurut Ba’asyir sudah dijanjikan oleh

Allah dalam Qur’an dan sunnah.

Selama ini anggapan bahwa penegakkan syariat akan membawa dampak

pemecahan bangsa merupakan suatu hal yang berlebihan dan tidak mendasar.

Justru dengan syariat maka keutuhan umat akan terjaga dari isu disintegrasi.

Pemberlakuan syariat dan pemberlakuan ketentuan agama lain justru akan

mencegah disintegrasi bangsa. Umat memiliki hak untuk menjalankan ajaran

agamanya secara utuh dan justru harus dilindungi oleh negara. Syariat ini

merupakan suatu aturan yang global atau universal sehingga jika diberlakukan

syariat tersebut maka akan mencakup juga kepada agama-agama lainnya karena

pada prinsipnya syariah memiliki nilai-nilai kebaikan yang dimiliki oleh agama

lain.

Dari pemaham inilah kelompok gerakan Islam termasuk Abu Bakar

Ba’asyir sendiri menjadikan agenda penerapan syariat merupakan suatu agenda

yang utama yang urgent harus diperjuangkan sampai masuk ke dalam sistem

kenegaraan sehingga terciptalah suatu masyarakat dibawah satu kepemimpinan

Page 88: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Islam yang ruang lingkup kecilnya Ba’asyir sebut dengan Daulah sampai secara

menyeluruh yang disebut dengan sistem khilafah.

D. Pemikiran Abu Bakar Baasyir Tentang Negara Islam

Ba’asyir merupakan salah satu tokoh yang bisa dinilai berani dalam

menyampaikan idenya dalam memperjuangkan syariat secara utuh sehingga

terciptanya suatu negara Islam. Ba’asyir mendasarkan pemikirannya sesuai

dengan tuntunan Al-Quran dan Sunnah. Setidaknya itulah yang disampaikan

Ba’asyir pada wawancara pribadi dengan penulis.

Negara Islam bagi Ba’asyir adalah negara yang dimana sistem kekuaasaan

yang dijalankan sesuai dengan syariat yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah.

Penerapan syariat di dalam sistem kekuasaan ini telah diatur tata caranya oleh

Allah melalui kedua sumber hukum Islam yaitu Al-Qur’an dan sunnah seiring

dengan diturunkannya agama Islam itu sendiri, seperti yang dikatakan olehnya:

“…jika kita membaca Qur’an dan hadis dapat saya simpulkan disamping Allah menurunkan Islam sebagai konsep hidup yang menyelamatkan (ummat), Allah juga menurunkan sistem bagaimana cara mengamalkan Islam. Jadi, konsep dinul Islam itu baru bisa menemui sasarannya itu kalau cara mengamalkannya mengikuti sistem yang

ditetapkan oleh Allah.92”

Ba’asyir mendasari pemikirannya bahwa manusia harus mengikuti ajaran-

Nya termasuk syariat Islam ini dengan mengutip ayat Qur’an surat Al-An’am:

berikut:

92

Wawancara pribadi dengan Abu bakar Ba’asyir, Pondok Pesantren Al-Mukmin,

Ngruki, Surakarta, 27 September 2009.

Page 89: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

��� �� � ��� ���� ���� ������ ��� ������� ���� �� ������ �� ��� �� ��

����� �� ���� ����� �� �� ������ ������ � �����

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang

lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang

lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang

demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.”

Menurut Ba’asyir, di dalam kehidupan dunia saat ini belum ada satupun

negara yang menerapkan syariat Islam secara utuh, khususnya pada negara-negara

yang bermayoritaskan penduduknya beragama Islam. Jika adapun, Ba’asyir

melihat bahwa syariat masih dijalankan setengah hati dan ada campur tangan dari

pihak pemahaman sekuler atau pemahaman kafir

1. Negara Islam dalam Pandangan Ba’asyir

Melihat dinamika yang ada di Indonesia, dimana terjadi tingkat pluralitas

yang tidak hanya terkait pada maslah kebudayaan melainkan juga dlaqm hal

keyakinan, Ba’asyir tidak menafikan akan kondisi tersebut. Ba’asyir sadar akan

kemajemukan budaya dan agama pada saat ini, namun bagi Ba’asyir tidak

menjadikan suatu hambatan tersendiri dalam meloloskan ide dalam pembentukan

negara Islam.

Negara Islam memiliki kemampuan dalam menyatukan kondisi

kemajemukan tersebut. Perbedaan nilai-nilai moral kemasyarakatan akan

dicocokan dengan nilai-nilai yang terkandung pada syariat Islam. Setiap nilai

moral memiliki sifat-sifat kebaikan tersendiri dan hal itulah yang akan

diselaraskan dengan syariat Islam dan tetap akan dihormati sebagai suatu budaya

berbangsa yang majemuk, seperti apa yang dikatakan Ba’asyir:

Page 90: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

“Sandarannya kan syariat, adat dicocokan, dilihat, cocok,

dipelihara bahkan menjadi hukum, yang melanggar adat bisa di hukum.

Tidak cocok dibuang.93”

Ba’asyir berpendapat bahwa negara Islam merupakan satu-satunya

tatananan undang-undang serta tatanan hidup yang terus bertahan dalam berbagai

zaman. Dengan hakikat kebenaran murni yang terkandung di dalam Islam,

berbagai propaganda politik yang dimainkan Barat tidak akan dapat mampu untuk

melenyapkan nilai-nilai positif Islam tersebut94

. Ba’asyir melandasi pemikirannya

ini dengan mengacu kepada Al-Qur’an surat At-Taubah, ayat 9, berikut:

�� �� ��� �� ���� �� ��� �� � ������ �������� ���� ����� �� ������

���� ��������

“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain

menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang yang kafir tidak

menyukai.”

Negara Islam bagi Ba’asyir tidak harus diikuti dengan penyebutan Islam

pada nama negara. Suatu negara Islam menjadi suatu yang sia-sia jika di dalam

hukum positifnya syariat Islam dijalankan secara setengah-setengah atau yang

lebih buruknya lagi tidak diterapkan sama sekali. Oleh karena itu, inti dari negara

dapat disebut sebagai negara Islam adalah negara yang di dalamnya menggunakan

hukum positif syariat Islam bukan dengan hukum yang lain, bukan juga dengan

pemimpin yang beragama Islam atau rakyat yang bermayoritaskan Islam.

Dari pandangan Ba’asyir ini dapat dipahamai bahwa Ba’asyir

menginginkan suatu posisi agama menyatu kepada politik atau negara seperti pada

64.

93 Wawancara pribadi dengan Abu bakar Ba’asyir, Surakarta, 27 September 2007.

94 Irfan S Awwas, Dakwah dan Jihad Abu Bakar Ba’asyir (Jogjakarta: Wihdah, 2003), h.

Page 91: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

pemahaman kelompok Teokrasi. Paham Teokrasi memposisikan agama menyatu

kedalam lingkup kenegaraan. Agama ikut mengatur tatanan kenegaraan dengan

bertujuan untuk terus menjaga moral kemasyarakatan. Ba’asyir menilai bahwa

Islam sebagai agama yang sempurna dan memiliki nilai-nilai moral yang serba

lengkap sudah seharusnya wajib masuk ke dalam sistem kenegaraan. Islam juga

memiliki sistem berpolitik dan tidak ada alasan bagi umat Islam untuk

meninggalkan nilai Islam di dalam setiap kehidupannya termasuk bernegara.

2. Kritik terhadap Sistem Sekuler

Ba’asyir mengkritik keras negara Turki yang memisahkan agama dari

sistem kekuasaan atau negara di lain sisi penduduk Turki adalah mayoritas

beragama Islam. Ba’asyir menilai bahwa Turki bukanlah negara Islam melainkan

masuk dalam kategori negara sekuler sama dengan negara yang jelas-jelas

menganut sistem sekuler, hal ini sesuai dengan pendapat Ba’asyir yang

mengatakan:

“Sejak Khilafah dihapus oleh musuh Allah Attaturk, itu bukan

negara Islam lagi, jadi negara Turki di bawah Kamal Attaturk itu sudah

negara kafir karena sudah tidak memakai lagi hukum Islam, tidak

didasarkan oleh Islam dan sudah memakai sistem sekuler, meskipun

penduduknya bermayoritaskan Islam. Jadi negara Islam itu cirinya

Amirnya muslim, dasarnya Qur’an dan sunnah, dan hukum positifnya

syariat Islam. Lalu disempurnakan dengan undang-undang buatan manusia

tetapi sandarannya didalam membuat undang-undang itu syariat Islam.

Maka seperti negara Turki jelas negara sekuler sama dengan negara kafir

sampai sekarang.95”

Keadilan yang ada di negara-negara sekuler bersifat semu karena keadilan

tersebut merupakan suatu kamuflase dari pihak barat untuk terus dapat memegang

peran di dalam suatu kedaulatan negara-negara Islam. Sistem sekuler yang

95

Wawancara pribadi dengan Abu Bakar Ba’asyir, Kantor Ansharut Tauhid, Jakarta, 4 Oktober 2009.

Page 92: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

diambil oleh negara-negara Islam merupakan suatu ketundukan negara Islam pada

kekuasaan negara-negara Barat yang Ba’asyir istilahkan sebagai negara kafir atau

Hizbutsyaithon.

Pemisahan agama dari negara ini sama sekali tidak dibenarkan di dalam

agama dan ini terbukti dengan penerapan sistem sekuler ini posisi agama semakin

terpinggirkan, bukan hanya terlepas dari sistem kenegaraan saja, namun menjalar

ke ruang publik.

Masih ada pelarangan di negara-negara penganut sekuler atas hak-hak

seperti hak wanita berjilbab yang tidak boleh masuk ke dalam area pendidikan

atau perkantoran. Negara sekuler pun tidak boleh memisahkan hak beragama

seorang di ruang publik, mencampurkan urusan keagamaan terhadap peraturan

kenegaraan yang sifatnya umum, hak beragama harus dijadikan jaminan dan

merupakan kebebasan individu, jadi masih ada kepentingan politis di kasus

tersebut, bisa saja ada ketakutan negara atas eksistensi agama yang mulai tumbuh

di negara yang bersistemkan sekuler tersebut.

Sekularisme membuka peluang bagi individu terisolasi dari agama yang

membentuk karakter religiusnya. Individu hanya menumpuk ilmu kematerialan

saja yang membuat keringnya moral agama dan ego personal akan memuncak

melebihi kekuasaan Tuhan. Akibatnya manusia akan merasa tingkat

keotoritasannya lebih tinggi dan hebat dibandingkan dengan Tuhannya.

3. Kritik Terhadap Sistem Demokrasi

Seperti halnya dengan negara sekuler, negara yang menganut sistem

demokrasi juga mendapat kritikan dari Ba’asyir. Demokrasi inilah yang sangat

Page 93: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

bertentangan jauh dengan konsep sistem ke Islam-an. Demokrasi sangat bertolak

belakang dengan syariat dikarenakan secara mendasar bisa dilihat perbedaannya,

di lain sisi syariah memiliki sumber dari Al-Qur’an dan sunnah sedangkan

demokrasi bersumber dari kesepakatan antara manusia.

Demokrasi merupakan suatu istilah dari politik Barat yang memiliki arti

kedaulatan rakyat, yang memiliki kekuasaan tertinggi tanpa adanya batasan yang

tidak bisa disentuh oleh kekuasaan manapun. Kekuasaan ini berupa hak para

penguasa dan hak membuat perundang-undangan sesuai dengan kemauan mereka.

Dalam hal ini, rakyat mewakili kekuasaannya kepada orang-orang parlemen. Para

wakil rakyat inilah yang mewakili mereka dalam menjalankan kekuasaan96

.

Parlemen di sistem demokrasi ini adalah pihak yang mewakili kekuasaan

rakyat, melaksanakan kekuasaan dengan atas nama rakyat yang kemudian

mengakomdasi suara rakyat sampai dibentuk suatu undang-undang yang mereka

buat sendiri.

Kritik atas sistem demokrasi ini disampaikannya dengan tegas melalui

pernyataan berikut ini:

“Saya sudah mengkritik tegaskan bahwa demokrasi ini syirik, dan orang yang mempercayai demokrasi, mengamalkan karena percaya setelah

dia diberi tahu dan dia tidak bisa mendapati dalil syar’i, itu murtad. Ini

jelas syirik, dimana kedaulatan tertinggi di dalam menentukan undang-

undang itu diberikan kepada manusia, padahal itu haknya Allah. Allah itu

disebut Rabb, Rabb itu mempunyai dua pengertian, pemilik dan pengatur,

maka Allah itu rabbul alamin.97”

Demokrasi di Indonesia menurut Ba’asyir juga berkiblat dari pihak barat,

dimana semua sistem yang dipakai di Indonesia merupakan adopsi dari Barat.

Nasionalisme yang ada di Indonesia juga sama dengan demokrasi dan sekuler,

96 Abu Bakar Ba’asyir, Catatan Dari Penjara; Untuk mengamalkan dan Menegakkan

Dinul Islam (Depok, Mushaf, 2006), h., 32 97 Wawancara pribadi dengan Abu Bakar Ba’asyir, Surakarta, 27 September 2007.

Page 94: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

artinya sama dengan sistem kafir. Alasan diambilnya sistem nasionalisme ini

dikarenakan masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, etnis maupun

ras serta adat istiadat di dalamnya, namun hal ini tidak dapat dijadikan suatu

alasan syariat Islam tidak bisa masuk dalam sistem kenegaraan Indonesia. Syariat

Islam dapat dicocokan dengan adat istiadat bangsa Indonesia dengan melihat

terlebih dahulu nilai-nilai adat yang cocok dengan Islam dapat dipertahankan dan

yang tidak cocok dengan syariat harus dibuang karena pada prinsipnya adat-

istiadat itu juga berisi norma-norma kebaikan sama halnya dengan syariat, namun

karena adat istiadat ini dibuat oleh tangan manusia maka suatu kekurangan itu

pasti ada, oleh sebab itu pentingnya untuk diserasikan oleh hukum syariat juga.

Ba’asyir melihat bahwa ide nasionalisme ini justru akan menyempitkan

umat Islam secara global yang hanya dilandasi dengan wilayah, berbeda pada

negara Islam dengan khilafahnya dimana umat Islam tidak terpisahkan oleh

wilayah melainkan hanya dibatasi dari sifat keagamaan manusia.

Syariat Islam di Aceh menurut Ba’asyir belum murni diaplikasikan.

Syariat yang diterapkan adalah tidak lain sebagai permainan politik pihak kafir

untuk menghentikan perlawanan orang-orang Aceh yang memiliki tujuan

menegakkan syariat Islam di wilayahnya. Oleh karena itu, maka diberikanlah

status wilayah keistimewaan di Aceh namun tetap berada di bawah sistem negara

demokrasi, ini sama halnya syariat masih berada di bawah sistem kafir. Negara

Islam tidak boleh berada di bawah kekuasaan sistem kafir, baik itu demokrasi

ataupun nasionalis. Syariat tidak boleh di stir oleh sistem kafir, karena syariat

adalah Islam, Islam adalah agama Allah, oleh karena itu Allah tidak boleh berada

di bawah sistem lainnya, terlebih itu demokrasi dimana rakyat berada di atas

Page 95: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

segalanya, Allah tidak boleh dibawah rakyat. Itulah kritik Ba’asyir atas penerapan

syari’ah di Aceh98.

Alasan sistem demokrasi sebagai sistem yang sirik juga diarahkan pada

terdapatnya parpol-parpol atau perwakilan rakyat di pemerintahan dimana

kedaulatan tertinggi dari suatu keputusan hukum berupa undang-undang

didasarkan atas persetujuan rakyat. Hal ini sangat bertolak belakang dengan

sistem syariah dimana kedaulatan Allah berada pada segalanya. Partai-partai

Islam yang ada belum bisa dikatakan sebagai partai Islam murni. Seluruh partai

Islam masih bertoleransi kepada demokrasi, belum ada yang secara jelas memiliki

semangat untuk mentanamkan syariat. Menanamkan syariat di dalam sistem

kenegaraan tidak perlu melalui persetujuan rakyat lagi bahkan masih ada yang

harus berunding kepada pihak non-muslim, partai Islam yang ada masih

menjadikan demokrasi sebagai acuan ideologinya. Ciri tersebut bukanlah sebagai

ciri partai Islam melainkan masih menggunakan cara kafir atau non muslim.

Syariat tidak boleh dirundingkan, karena syariat dengan sendirinya akan

membawa keamanan untuk non-muslim sekalipun.

Di sistem demokrasi ini, dalam hal pengambilan keputusan selalu berada

pada rakyat dalam arti meminta persetujuan dari rakyat melalui parlemen. Hal

inilah yang disebut sebagai kedaulatan rakyat, kedaulatan yang ada diatas

segalanya. Cara tersebut sangat tidak dibenarkan di dalam Islam, kedaulatan

tersebut bisa dikatakan sebagai kedaulatan yang menyekutukan kedaulatan Allah.

Di dalam kedaulatan Islam yang menggunakan syariat, segala keputusan ada di

tangan amir atau pemimpin melalui musyawarah dari majelis syuro atau dewan

98 Wawancara pribadi dengan Abu Bakar Ba’asyir, Jakarta, 1 Oktober 2009.

Page 96: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

ahli serta berpedoman kembali kepada Qur’an dan sunnah, selama masih ada

dalam koridor dua sumber hukum tersebut, keputusan amir harus diikuti serta

dijalankan. Pemimpin selalu dijadikan sebagai peran akhir dari pengambilan

keputusan. Inilah bagaimana suatu keputusan diambil di dalam syariat Islam.

Dapat dikatakan bahwa demokrasi adalah agama yang berdiri sendiri

dengan pemegang kedaulatan adalah rakyat, jelas ajaran ini bertentangan dengan

Dinul Islam yang menegaskan bahwa pemegang kedaulatan adalah Allah SWT99

.

4. Kritik Terhadap HAM

Mengenai permasalahan hak-hak umat Islam, Ba’asyir juga memandang

bahwa semua peraturan perundangan yang terdiri dari hak-hak terhadap umat

Islam belum dapat terakomodir dengan baik, masih berada di luar sistem ke-

Islaman secara murni.

Ba’asyir sudah mencontohkan tadi tentang pengambilan suatu keputusan,

di sistem syariah Islam tidak ada suatu keputusan pun yang di musyawarahkan

oleh rakyat, semua keputusan tidak boleh berada pada tangan rakyat. Keputusan

harus dirundingkan melalui yang dinamakan dewan syura atau para ahli dengan

berprinsip pada Al-Qur’an dan sunnah, serta akhir dari suatu keputusan ditentukan

oleh pemimpin atau amir. Begitulah Islam mengatur tata cara dalam pengambilan

keputusan.

Contoh lainnya yaitu tentang tata cara pemilihan pemimpin. Ba’asyir

mengkritik proses demokrasi saat ini tentang cara pemilihan dewan atau

pemimpin yang mengunakan cara yang disebut pemilu. Bagi Ba’asyir, cara ini

99 Abu Bakar Ba’asyir, Catatan Dari Penjara, h., 40

Page 97: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

jelas-jelas mengadopsi cara barat dan sangat merugikan negara. Dana yang besar

dikeluarkan setiap pelaksanaan pemilu yang diadakan secara periodik, hal ini

tidak efektif dalam proses jalannya pemerintahan. Di dalam Islam, pemimpin

tidak boleh diganti. Selama pemimpin masih bisa memegang amanah, terus

berada di dalam jalur syariat dan masih mampu dalam memimpin, maka sangat

dilarang pemimpin itu untuk digantikan. Sedangkan untuk dewan syura dipilih

oleh pemimpin sesuai dengan keahlian ilmu masing-masing. Dengan pelaksanaan

tata cara seperti ini, pada sendirinya negara akan berjalan lebih efektif dan tidak

memakan dana yang terlampau besar.

Hak-hak yang bersifat kesosialan juga masih dicampuri oleh pengaruh tata

cara barat. Contoh dalam hal pernikahan, yang memiliki syarat-syarat tertentu

seperti ada syarat umur seorang pasangan atau wanita dapat dinikahi, atau bagi

seseorang yang ingin menikah lebih dari satu kali harus melalui izin dari istri atau

pihak pemerintah seperti Kantor Urusan Agama (KUA). Di dalam Islam hal ini

tidak ada. Seseorang dapat menikahi siapapun tanpa ada batasan umur atau tanpa

izin siapapun asalkan dapat dijalankan secara adil dan dapat bertanggung jawab

akan keputusannya itu.

Hak yang paling utama yang umat Islam belum dapat selama ini adalah

menjalankan kehidupannya sesuai dengan syariat. Umat yang menginginkan

syariat diberlakukan dianggap sebagai musuh negara selama ini, hal ini adalah

keliru karena yang sesungguhnya pihak penentang syariat adalah musuh negara

sebenarnya karena akan membawa dampak perpecahan negara. Sudah seharusnya

untuk wilayah yang mayoritasnya umat Islam harus diberikan peraturan daerah

tentang pelaksanaan syariat, begitu juga untuk agama lainnya seperti ada wilayah

Page 98: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

yang mayoritasnya adalah agama Nasrani, perlu dibuat peraturan daerah khusus

agama Nasrani. Ba’asyir mencontohkan jika orang kristen wajib ke gereja pada

hari minggu maka perlu perda yang berisi kewajiban untuk ke gereja pada hari

minggu. Untuk Islam misal diwajibkan bagi perempuan Islam menggunakan

jilbab, maka harus dibuat perda tentang wajibnya perempuan Islam untuk

menggunakan jilbab100

.

Sekarang ini belum ada perda-perda seperti itu diberlakukan khususnya di

Indonesia. Hal inilah yang membuat ada kerancuan dalam kehidupan

bermasyarakat di suatu negara seperti adanya konflik-konflik sosial. Bisa dilihat

bagaimana kasus Ahmadiyah yang belum tuntas diselesaikan oleh pemerintah

karena alasan demokrasi ini bertoleransi terhadap kasus-kasus seperti tersebut.

Syariah membatasi dengan tegas antara hak dan bathil, antara mukmin dan kafir.

Islam yang ada di Indonesia bukanlah Islam yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an

dan sunnah melainkan Islam yang mengikuti pola non muslim. Maka dari itu

syariat adalah harga mati untuk ada pada masyarakat yang bermayoritaskan Islam

ini tanpa terkecuali dan sepenuhnya dilaksanakan.

Islam sudah memikirkan bagaimana hak-hak diberikan sebelum adanya

hak yang lahir oleh masyarakat Barat. Islam memiliki nilai keadilan yang tinggi

dalam memberikan antara hak serta kewajiban tidak saja terbatas pada umat Islam

saja melainkan kepada non muslim.

Contoh hak yang diberikan kepada orang non muslim yang berada di

negeri Islam. Contohnya seperti, memberikan keamanan baik harta dan jiwa dan

harus terus dijaga, berhak diperlakukan dengan baik dan tidak boleh dipaksa

100 Wawancara dengan Abu Bakar Ba’asyir, “Syariat Islam Harga Mati,” artikel diakses

pada tanggal 5 Agustus 2009 dari

http://www.youtube.com/watch?v=faoHc6xMyjk&feature=related.

Page 99: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

untuk masuk Islam, namun hanya boleh untuk didakwahi, serta haknya untuk

menjalani keyakinannya namun berkewajiban membayar pajak pada umumnya.

Kalangan non muslim juga tidak boleh memperluas keyakinannya karena akan

ada undang-undang bagi umat Islam yang murtad diberikan hukuman berupa

hukuman mati. Kaum non muslim juga berhak duduk di dewan ahli atau yang

disebut menteri sesuai dengan keahlian masing-masing namun tetap tidak boleh

menjadi seorang pemimpin. Non muslim harus tunduk terhadap kekuasaan Islam.

Non muslim juga ikut dalam hukum Islam yang bersifat umum seperti undang-

undang kriminalitas pidana maupun perdata dan terpisah hukumnya jika

menyangkut masalah ibadah.Semua hak ini harus diikuti dan dipatuhi oleh setiap

muslim maupun non muslim101

.

Hak Perempuan juga diakomodir oleh Islam, bahkan perempuan

ditinggikan derajatnya serta dilindungi. Hal ini berkaitan dengan kewajiban

memakai jilbab, hal ini dikarenakan tidak lain sebagai alat untuk melindungi dari

serangan fitnah dan keamanan dari wanita itu sendiri, juga sebagai tanda yang

memisahkan batas antara golongan mukmin dengan golongan kafir. Perempuan

juga dapat berkarir dan menduduki posisi-posisi di dalam suatu karir yang

digelutinya namun tidak boleh duduk di posisi sebagai pemimpin.

Ba’asyir menambahkan bahwa siapapun yang menolak akan kehadiran

syariah atau menjalankan secara setengah-setengah maka mereka secara prinsip

masuk ke dalam golongan kafir, dan bagi yang meninggalkannya sama dengan

murtad. Sikap tegas Ba’asyir ini dikarenakan telah menilai bahwa meninggalkan

syariat sama dengan meninggalkan kewajiban solat, kewajiban solat juga

101 Wawancara pribadi dengan Abu Bakar Ba’asyir, Surakarta, 27 September 2009.

Page 100: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

merupakan syariat itu sendiri. Jadi negara Islam adalah termasuk syariat Islam

yang dilaksanakan menyeluruh atau berjamaah.

Jika kita ingin menerapkan Islam secara kaffah dalam semua sektor

kehidupan kita maka mau tidak mau harus memformalkan syariat Allah

yang terdapat dalam Al-Quran dan sunnah dalam bentuk Undang-undang (UU),

dan sebuah UU tidak akan berjalan jika tidak dipayungi oleh sebuah

pemerintahan (daulah).

E. Menegakkan dan Mendakwahkan Dinul Islam

Kritik keras Abu Bakar Ba’asyir terhadap sistem kafir seperti sekuler,

demokrasi dan nasionalis seperti di Indonesia adalah bertujuan untuk

mengembalikan tata cara hidup masyarkat sesuai dengan tuntutan Qur’an dan

sunnah. Selama ini umat sudah jauh meninggalkan kedua pedoman hukum Allah

tersebut yang berakibat kepada konflik internal yang berkepanjangan dan

lemahnya kedudukan umat Islam terhadap pergerakan pihak sekuler barat.

Keadaan ini akan terus terjadi dan akan memberi dampak semakin buruk terhadap

posisi umat Islam yang terus mengikuti arus politik barat dan secara tidak sadar

akan melepaskan kita sepenuhnya dari Al-Qur’an dan sunnah.

Menegakkan Dinul Islam adalah suatu kewajiban yang paling utama bagi

umat Islam. Menyelamatkan negara dari sistem yang sirik harus didahulukan dari

perdebatan-perdebatan kecil tentang akhlak atau syirik kecil.

Tegaknya Dinul Islam ialah adanya kekuasaan Daulah Islamiyah atau

khilafah, sehingga syariat Islam dapat diamalkan secara terpimpin rapi, dan secara

kaffah serta bersih. Dinul Islam dapat ditegakkan dengan usaha-usaha dakwah,

Page 101: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

tabligh, pendidikan, usaha-usaha sosial dan jihad fisabilillah untuk memerangi

orang-orang yang menghalangi tegaknya Islam atau khilafah102.

Sedangkan pengertian mendakwahkan Dinul Islam adalah menyebarkan

Islam secara luas di berbagai tempat, tetapi hanya diamalkan secara perorangan

atau berkelompok-kelompok. Dalam hal ini Islam tidak dipimpin kekuasaan

Daulah Islamiyah atau khilafah, syariat tidak dapat diamalkan secara menyeluruh

karena masih ada tekanan dari pihak Barat yang terus mengganggu. Namun Dinul

Islam masih dapat disebarkan melalui cara dakwah, tabligh, pendidikan dan

usaha-usaha sosial103.

1. Aturan Penegakkan Dinul Islam

Agar umat Islam dapat terlepas dari belenggu pemahaman barat yang

sudah mencengkram kuat ini maka hal yang paling utama ada memperjuangkan

kembali syariat hadir di dalam suatu sistem kekuasaan di negeri yang mayoritas

umatnya adalah muslim. Syariat dapat diterapkan jika aturan dalam pendirian

Dinul Islam ini dilakukan secara benar. Aturan-aturan tersebut ialah Islam

diamalkan secara prinsip, Islam diamalkan secara kaffah, dan Islam harus

diamalkan secara berjamaah atau berada di dalam kekuasaan104.

Pertama, Islam diamalkan secara prinsip. Prinsip disini adalah bersih dari

ajaran bid’ah yaitu harus sesuai dengan apa yang berpedoman pada Al-Qur’an

dan sunnah, tidak boleh melalui ijtihad sendiri atau pemahaman sendiri. Islam

juga tidak boleh ada pengaruh dari sistem yang dibentuk oleh orang kafir seperti

102 Abu Bakar Ba’asyir, Catatan Dari Penjara. h., 220.

103 Ibid., h. 220

104 Wawancara pribadi dengan Abu Bakar Ba’asyir, Surakarta, 27 September 2009.

Page 102: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

pemahaman demokrasi saat ini dimana kedaulatan berada pada tangan rakyat

bukan pada Allah, hal ini adalah suatu dogma yang datangnya dari pihak kafir.

Islam juga harus bersih dari kafir dalam arti orang Islam tidak boleh dipimpin

oleh orang kafir. Inilah yang disebut Islam bebas dari sifat kemusyrikan.

Kedua, Islam diamalkan secara kaffah. Islam harus dilaksanakan secara

menyeluruh dari moral sampai kemasyarakatan, tidak ada satupun syariat yang

boleh ditinggalkan terkecuali belum mampu melaksanakan seluruhnya.

Berjalannya syariat ini dari wilayah terkecil yang disebut dengan daulah sampai

dalam wilayah transnasional yang disebut dengan istilah khilafah.

Ketiga, Islam harus diamalkan secara berjamaah atau harus masuk dalam

kekuasaan. Masuk dalam kekuaasaan disini adalah syariat Islam harus ada di

dalam sistem kekuasaan dalam bentuk perundang-undangan, ikut masuk ke dalam

jalannya pemerintahan. Syariat Islam tidak boleh ada diluar sistem kekuasaan,

lebih buruknya lagi dipisahkan dari kekuasaan.

Dengan mengikuti ketiga aturan pengamalan Islam tersebut maka jaminan

untuk keselamatan Islam akan didapatkan. Islam tidak akan dicampuri oleh pihak

kafir atau pihak Barat karena pengamalan tersebut akan membentuk suatu

karakter yang kuat di dalam lingkungan umat Islam itu. Jadi, Islam tidak boleh

hidup di bawah sistem kenegaraan kafir terkecuali dengan situasi tertentu seperti

berobat, berniaga, mencari ilmu umum serta berdakwah. Ba’asyir menekankan

juga bahwa umat yang yang meningalkan atau menolak negara Islam hukumnya

murtad karena meninggalkan negara Islam dengan syariatnya sama dengan

meninggalkan ibadah keimanan seperti solat yang juga bagian dari syariat. Di

Indonesia inilah yang disayangkan Ba’asyir karena terus mengikuti sistem barat

Page 103: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

bahkan memiliki ideologi sendiri dengan ideologi nasionalisnya. Negara Islam

bukanlah suatu negara yang dibatasi oleh wilayah kenegaraan melainkan sifatnya

yang transnasional atau tidak terbatas pada wilayah suatu negara sendiri-sendiri.

Keharusan Islam masuk ke dalam sistem kenegaraan dapat dilihat dari

pernyataan Ba’asyir berikut ini:

“Jadi mengamalkan Islam dalam sistem kekuasaan baik dalam

masa tahap Daulah sampai ke dalam tahap yang sempurna, yaitu khilafah, itu konsepnya Allah bukan pemikiran saya, jadi orang yang menolak

terwujudnya kekuasaan Islam baik itu namanya negara Islam orang itu bisa murtad, karena apa? Dia menolak konsepnya Allah, Jadi jangan main-

main dengan persoalan ini. Jadi Islam harus dalam sistem kekuasaan, tidak

boleh Islam itu di bawah kekuasaan105.”

2. Muamalah Golongan Mukmin dan Muamalah Golongan Kafir

Ba’asyir membagi dua kelompok manusia menurut keagamaannya yang

menurutnya sesuai dengan apa yang dikelompokan oleh Al-Qur’an dan sunnah.

Kelompok pertama adalah golongan mukmim atau hisbullah, yakni kelompok

pengikut agama Allah, dan yang kedua adalah golongan kafir atau non mukmin

atau hizbutsyaithon, yaitu kelompok pengikut setan dan sekaligus menjadi musuh

Allah dan musuh kaum muslimin. Golongan kafir juga mempunyai ciri

mengingkari Allah, mengimani adanya Allah, tetapi menyukutukanNya dengan

makhluk-Nya, serta orang-orang yang mengimani adanya Allah dan Rasul,

kecuali nabi Muhammad yang mereka ingkari sebagai Rasul Allah106

. Muamalah

dari golongan tersebut adalah dalam hal pergaulan, dimana hubungan antara

golongan mukmin dan kafir adalah hubungan permusuhan, tidak bisa berdamai

kecuali dengan aturan tertentu namun pada hakikatnya tetap menjadi musuh.

Orang-orang mukmin wajib bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tegas

105

Ibid. 106

Ibid.

Page 104: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

menyatakan kebathilan tentang kepercayaan agama orang kafir dan menyatakan

terlepas diri dari kepercayaan mereka. Berbeda dengan hubungan antara golongan

sesama mukmin, dimana mukmin tinggal tanpa ada batasan waktu, jarak, atau

tempat seorang mukmin tetaplah menjadi saudara diantara mukmin yang lain.

Orang-orang mukmin juga wajib mengangkat pemimpin hanya sesama orang

beriman.

Hubungan sesama mukmin dan kafir sebatas dalam hubungan sosial atau

urusan keduniaan saja. Orang muslim dapat berbuat baik, adil terhadap orang

kafir yang tidak memerangi Islam dan kaum muslimin dalam urusan dunia. Orang

mukmin dapat menikahi wanita kafir ahli kitab Yahudi atau Nasrani walau

sebagian ulama masih ada yang mengharamkan, tidak boleh menyerupai orang

kafir baik dalam pakaian atau perilaku, dan juga orang mukmin tidak boleh

memintakan ampun dosa-dosa orang-orang kafir, baik yang masih hidup ataupun

setelah mati107

.

Muamalah ini sayangnya telah tercampur oleh pengaruh pihak Barat yang

pada akhirnya dilanggar juga oleh umat Islam sendiri. Pengaruh ini datang dari

pemahaman sekuler seperti paham demokrasi, nasionalisme dan sebagainya. Di

Indonesia, paham ini sengaja dibawa masuk oleh pihak Barat yang kemudian

dilanjutkan oleh orang Islam yang mendukung ide ini. Syariat pada saat ini

kemudian makin terpuruk akibat adanya pengaruh paham plural dan liberal yang

juga dibawa oleh pihak Barat.

Yang disampaikan diatas bermaksud memberi ruang toleransi golongan

mukmin terhadap golongan kafir. Mukmin tidak boleh berada pada pengaruh kafir

107 Abu Bakar Ba’asyir, Catatan Dari Penjara. h., 95

Page 105: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

bahkan dikuasai oleh kafir. Pada konteks kenegaraan, negara yang mayoritas

umatnya adalah mukmin tidak boleh berada di dalam pengaruh golongan kafir.

Sistem negara yang bermayoritaskan Islam tidak boleh menggunakan sistem yang

dipakai oleh pihak kafir dalam hal ini adalah pihak barat dengan demokrasi dan

semacamnya diluar sistem syariat. Sudah seharusnya bagi negara bermayoritaskan

Islam harus menggunakan sistem yang berdasarkan syariah tanpa terkecuali. Bagi

siapapun yang menolak atau tidak dijalankan secara utuh maka orang tersebut

tidak lain masuk kedalam gologan kafir.

3. Cara Pelaksanaan Sistem Syariat

Ba’asyir selain menjelaskan tentang cara menegakkan Islam seperti yang

dijelaskan diatas, dijelaskan juga tentang bagaimana sistem Islam ini dijalankan

sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad terdahulu. Sistem ini

adalah sistem sunnah Nabi yang bertolak belakang jauh dengan sistem yang

Ba’asyir sebut dengan sunnah yahudi demokrasi. Sistem ini berkaitan kepada

peran amir atau pemimpin, karena sistem sunnah yang pernah di contohkan pada

saat ke khalifahan Islam terdahulu adalah dimana pemimpin sebagai pengambil

keputusan yang didasakan kepada Al-Quran dan sunnah108

.

Pertama, Amir, tidak perlu diganti secara periodik. Pemimpin selama

masih memiliki kemampuan, sehat lahir serta batin, mau menjalankan

kewajibannya dan tidak melanggar syariat sampai tindakan murtad, tidak

dibenarkan untuk diganti. Jika ada permasalahan pribadinya bukan secara

melembaga, kita hanya bisa bersikap sabar serta mendoakan pemimpin tersebut

108 Wawancara pribadi dengan Abu Bakar Ba’asyir, Surakarta, 27 September 2009.

Page 106: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

tanpa harus diturunkan karena dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah atau opini

yang tidak baik.

Kedua, taat selalu kepada amir atau pemimpin selama tidak ada maksiat.

Artinya, keputusan akhir ada di pemimpin, walau secara pribadi tidak setuju

namun selama keputusan itu tidak melanggar syariat, wajib untuk ditaati dan

dijalankan. Jika hal ini dapat berjalan maka sesungguhnya umat Islam akan lebih

taat daripada taatnya militer dikarenakan adanya hukum ketegasan di dalam

syariat itu. Berbeda pada praktik sistem sunnah yahudi demokrasi jika meminjam

istilah Ba’asyir. Pada sistem Yahudi, taat itu ada pada Anggaran Dasar atau

Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Kepemimpinan di dalam sistem ini disebut

sebagai kepemimpinan yang kolektif dimana Presiden terkait dengan undang-

undang serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Di dalam Islam amir mempunyai

majelis syura tersendiri yang terdiri dari ulama-ulama serta para ahli di bidang

masing-masing, sehingga jika amir kesulitan dalam menentukan suatu keputusan,

maka dapat dirundingkan dengan majelis syura yang ada. Hasil dari perundingan

itu kemudian diputuskan melalui amir dengan bersandar kembali kepada syariat.

Ketiga, keputusan musyawarah kembali lagi kepada amir. Suatu keputusan

yang diambil oleh pemimpin harus dijalankan oleh warga negara walau ada

peluang keputusan keliru namun masih dalam koridor syariat. Kekeliruan pasti

ada karena itu adalah fitrah manusia sebagai makhluk Allah. Masyarakat yang

ingin menyampaikan kritiknya dapat menyampaikannya melalui dewan syuro

serta dapat juga secara langsung, sehingga di dalam Islam masyarakat dapat juga

mengawasi serta mengkritik pemerintah serta pemimpin negara. Hal ini telah

dicontohkan ketika masa Nabi Muhammad serta pada masa khulafaur Rasyidin.

Page 107: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Islam menawarkan

sistem yang praktis, murah dan efeknya luar biasa. Oleh karena itu, mengamalkan

Islam harus dalam sistem kekuasaan yang sifatnya transnasional.

Jika sistem Islam sudah bisa berjalan dan sudah masuk ke dalam sistem

kenegaraan dalam arti sudah dapat berkuasa, maka suatu kewajiban untuk

berdakwah ke negeri kafir atau non muslim dengan ditawari berbagai pilihan yaitu

masuk Islam, tidak masuk Islam namun membayar pajak, dan terakhir jika tidak

mau tunduk sama sekali maka sikap keras harus dilakukan. Hal ini dilakukan

untuk mencegah gangguan dari pihak non muslim untuk mengacak-acak kembali

negara Islam yang sudah berdiri selain agama Islam sendiri adalah agama misi.

Ba’asyir mendasari pemahaman ini berdasarkan pemahaman bahwa orang kafir

boleh hidup namun tidak boleh berkuasa atas Islam untuk tegaknya keadilan dan

keamanan.

Ba’asyir memberikan rangkuman tentang ciri dari negara yang

dikategorikan sebagai negara Islam, yaitu pemimpin negara harus beragama

Islam, dasar negara harus berpedoman kepada Al-Qur’an dan sunnah, serta hukum

positifnya adalah syariat Islam.

Tegaknya Islam di dunia dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan

cara dakwah dan jihad. Dakwah digunakan untuk memberikan pemahaman secara

dialogis kepada umat akan pentingnya syariat dijalankan demi terwujudnya

keamanan dan memberikan perlindungan. Dakwah sebagai jalan utama untuk

memberikan doktrin akan pemahaman syariat yang benar sampai terwujudnya

negara Islam secara utuh.

Page 108: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jihad digunakan jika cara dakwah tidak efektif untuk memberikan

pemahaman tentang syariat. Jihad disini memiliki dua arti, yang pertama adalah

jihad secara bahasa dimana bersungguh-sungguh dalam berdakwah. Yang kedua

adalah jihad secara istilah, yaitu dengan menggunakan senjata di wilayah konflik.

Jihad secara istilah inilah sebagai gerbang terakhir untuk menanamkan syariat di

dalam sistem negara.

F. Usaha Abu Bakar Ba’asyir dalam Memperjuangkan Implementasi Syariat

Islam dan Negara Islam.

Pemahaman akan pemaknanaan syariat Islam yang benar kepada umat

perlu dilakukan sedini mungkin, hal ini untuk mencegah masuknya kembali

pengaruh paham sekuler yang semakin akut menguasai ruang pikiran umat Islam.

Hal ini disadari oleh Ba’asyir sendiri yang mulai melakukan pergerakan untuk

memberikan pemahaman akan pentingnya syariat Islam diterapkan di dalam

sistem kenegaraan. Ba’asyir dikenal sebagai tokoh yang sangat berani dalam

menyuarakan perlawanan pada sistem negara kafir terlebih lagi kepada pihak

Barat yang mencampuri urusan negara negara Islam seperti pihak Amerika dan

Inggris.

Ba’asyir memulai pergerakannya dengan mendirikan Radio Dakwah

Islamiyah ABC (Al-Irsyad Broadcasting Commission) dan radio RADIS. Kedua

stasiun radio ini dengan jelas memberikan kritikan terutama kepada pemerintah

tentang penggunaan asas tunggal Pancasila. Kedua radio ini kemudian ditutup

oleh pihak militer yang diberi perintah oleh pemerintah karena radio ini dinilai

Page 109: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

terlalu mencampuri dan melakukan kritik terhadap kebijakan pemerintah Orde

Baru pada saat itu.

Pemerintah Orde Baru menjadikan Ba’asyir dengan beberapa tokoh Islam

lainnya seperti Abdullah Sungkar dan Abdullah Baraja sebagai salah satu lawan

politiknya pada saat itu dikarenakan keberanian mereka dalam menyerang

kebijakan pemerintah. Hal yang sangat ditakuti dilakukan oleh setiap orang

karena adanya pengawasan ketat terhadap siapapun yang melawan atau

mengkritisi pemerintah. Bukti perlawanan ini dapat dilihat dari perjalanan

aktifitas dakwahnya samapai Ba’asyir beberapa kali keluar-masuk penjara dengan

berbagai tuduhan yang dialamatkannya.

Dalam wawancara pribadi dengan Ba’asyir, ia juga menyampaikan bahwa

aktifitas selama di Malaysia tetap menjalankan dakwah seperti biasa seperti yang

dilakukan di Indonesia. Selain berdakwah, Ba’asyir juga melakukan proses niaga

dan mengajar di pendidikan Islam. Tidak ada tujuan lain selain berdakwah

menjelaskan tentang pemaknaan syariat sesuai dengan Qur’an dan sunnah.

Perjuangan Ba’asyir untuk menanamkan paham syariat Islam terus

dilakukan dengan mendirikan pondok pesantren Al-Mukmin di Ngruki, Surakarta,

yang sampai saat ini terus berkembang dan terus memberikan pemahaman Islam

tersebut. Dari pondok pesantren ini, para santriwan dan santriwati diberikan

akidah dasar bahwa setiap dalam menjalankan aktifitas harus didasari oleh syariat.

Cita-cita Ba’asyir dalam mendakwahkan syariat Islam dimuluskan dengan

menduduki kepemimpinan sebagai amir di dalam Majelis Mujahiddin Indonesia.

Melalui MMI ini, Ba’asyir mulai secara giat menyampaikan harapannya tentang

Page 110: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

ajaran syariat dengan melakukan diskusi dan penyampaian makalah di setiap

kesempatan yang dihadiri oleh Ba’asyir.

Karena ada perubahan kebijakan politik MMI, Ba’asyir memutuskan

untuk keluar dari MMI dan membentuk organisasi sendiri yang dinamakan

Majelis Ansharut Tauhid.

Ansharut Tauhid didirikan sebagai gerbong dakwah dalam menyampaikan

pemahaman makna syariat melalui jalan dakwah. Seperti yang dikatakan Ba’asyir

sendiri bahwa situasi politik di Indonesia saat ini, cara dakwah dinilai paling tepat

dalam memperjuangkan syariat.

Organisasi yang dipimpinnya ini juga mempunyai misi untuk

menggandeng organisasi Islam lainnya yang mempunyai tujuan yang sama yaitu

mengimplemantasikan syariat pada sistem kenegaraan.

Menurut Ba’asyir, bila syariat Islam sudah masuk ke dalam sistem

kenegaraan Indonesia, tidak harus diikuti dengan penyebutan negara Islam. Suatu

hal yang tidak memiliki arti jika penyebutan negara Islam tanpa diikuti dengan

menjalankan syariat Islam. Idealnya di Indonesia jika sudah menjalankan syariat

Islam tetap sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) karena Islam

sendiri sangat menghargai perbedaan dan keberagaman beragama serta

kepercayaan. Syariat di Indonesia ini dapat diwujudkan jika organisasi-organisasi

Islam dapat bersatu.

Dengan banyaknya organisasi Islam yang ada saat ini akan menciptakan

suatu kekhawatiran tersendiri di masyarakat, karena dengan banyaknya organisasi

tersebut secara tidak langsung akan mengkotak-kotakan kembali umat Islam ini

menjadi kelompok-kelompok yang akan semakin mudah musuh Islam untuk

Page 111: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

masuk memberikan doktrin sekulernya. Hal ini dianggap wajar oleh Ba’asyir dan

ini merupakan bagian dari sunatullah bahwa pada akhir zaman Islam akan terbagi

menjadi beberapa kelompok, kelompok ini terbagi menjadi mukmin serta

kelompok kafir, kelompok kafir inilah yang tidak mau menerima syariat hadir di

tengah masyarakat. Oleh karena itu satu-satunya jalan keluar untuk menyatukan

kembali kelompok-kelompok Islam ini adalah dengan menyamakan persepsi

bahwa syariat Islam sebagai agenda utama perjuangan. Inilah yang menjadi tujuan

dari Jamaah Ansharut Tauhid pimpinan Ba’asyir, sesuai dengan apa yang

dijelaskannya berikut ini:

“Mengkotak-kotak itu memang sudah sunatullah, selama Islam itu belum ada khilafah, mesti hidupnya berpecah-pecah. Hanya kelompok-

kelompok ini ada yang diatas garis yang sunnah tapi ada yang

menyeleweng, dan kebanyakan yang menyeleweng daripada yang sunnah. Jadi kelompok-kelompok umat Islam ini sudah sunatullah akibat umat

Islam tidak ada khilafah, jadi jatuhnya khilafah umat Islam jadi

berkelompok-kelompok. Islam tidak akan bisa bersatu kecuali kembali

pada kekuasaan Islam

Selain usaha-usaha yang dijelaskan diatas, Ba’asyir terus bergerak untuk

melakukan dakwah di beberapa tempat yang berlangsung hingga saat ini dan akan

terus dilakukannya sampai terwujudnya tegaknya cita-cita syariat Islam. Seperti

tema-tema dakwah di beberapa tempat di Indonesia berkaitan dengan penegakkan

syariat, sesuai apa yang dikatakannya:

“Dakwah, kami dan Jamaah Ansharut Tauhid ini konsepnya tetap

dakwah dan jihad, tapi kita baru bisa melaksanakan dakwah, jihad belum

bisa. Dakwah itu menerangkan materi yang haq. Yang bathil katakan

bathil. Meskipun itu undang-undang negara, kalau itu bathil kita katakan

bathil, jadi tidak ada kompromi mengenai persoalan ini. Jadi kita belum

bisa mengamalkan jihad dengan pengertian sebenarnya, kita sebatas dakwah.109”

109

Ibid.

Page 112: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Bagi Ba’asyir, Islam yang dalam hal ini adalah agama harus dapat masuk ke

dalam sistem kenegaraan. Islam akan menjaga nilai moral kenegaraan dan

kemasyarakatan sehingga tidak ada tindakan sewenang-wenang dalam

mengeluarkan kebijakan negara sehingga moral tersebut selalu berada pada

koridor syariat yang mengarah kepada kebaikan untuk semua pihak.

2. Syariat Islam harus dijalankan secara keseluruhan dan melembaga sehingga

hasil positif dari nilai-nilai yang terkandung di dalam syariat tersebut akan

dapat dirasakan oleh setiap unsur negara serta dapat berjalan efektif dalam

menjaga ketertiban bernegara.

3. Negara Islam memiliki keotoritasan yang lebih luas dibandingkan dengan

otoritas sistem negara yang di lahirkan oleh pihak Barat. Otoritas dalam

lingkup Islam ini tidak hanya terbatas pada kewilayahan saja melainkan

terbagi menjadi dua wilayah besar yang dibedakan dalam prinsip akidah

keagamaan setiap manusia.

4. Dengan terusnya umat muslim berada pada bayang-bayang sistem kenegaraan

Barat, maka hal tersebut akan terjadi suatu pengikisan sifat religius umat.

Sistem yang diadopsi Barat ini dikhawatirkan akan menghilangkan otoritas

agama sebagai penjaga akidah umat dalam bernegara yang kemudian akan

menciptakan aturannya sendiri walau bertentangan dengan nilai agama.

Page 113: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

5. Dalam memberikan pemahaman akan nilai positif syariat Islam ini, Ba’asyir

melakukan usaha dakwahnya dengan berbagai instrument yang ada seperti

mendirikan radio dakwah, pesantren, serta membentuk organisasi dakwah

6. Dalam kondisi situasi yang aman seperti di Indonesia, Ba’asyir menilai bahwa

dalam memberikan pemahaman tentang syariat, cara yang paling tepat adalah

menggunakan metode dakwah. Jihad dengan menggunakan cara konfrontasi

dikhawatirkan akan terjadi permainan politik dari pihak Barat untuk

menguasai negara Islam dengan dalih melawan terorisme atau kelompok

radikal lainnya.

B. Saran-Saran

Dari kesimpulan diatas, penulis perlu untuk menyampaikan saran terkait

tentang pembahasan negara Islam ini. Bahwa diperlukan suatu inklusifitas dalam

penyampaian ide yang berkaitan tentang sistem pemerintahan mengingat berbagai

ragam golongan yang ada di Indonesia, sehingga dengan adanya suatu

pemahaman dari sistem pemerintahan alternatif itu dapat diselaraskan dengan

kondisi yang ada.

Keragaman di Indonesia ini khususnya, merupakan suatu tantangan

tersendiri dalam penyampaian ide negara Islam, sehingga tema tentang sistem ini

harus disesuaikan dengan realitas yang ada, serta dilakukan secara bijaksana.

Ayat-ayat Allah harus disampaikan sesuai pada fungsinya, yaitu sebagai alat

untuk meluruskan pemahaman yang kurang tepat, bukan sebagai tameng dalam

hal pembenaran suatu misi organisasi atau individu dalam penyampaian tema-

tema syariat Islam.

Page 114: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Perlunya dilakukan dakwah secara proposional dalam hal penyampaian

tema syariat Islam dan juga kearifan sehingga tema-tema syariat ini dapat dengan

sendirinya hadir di dalam ruang publik tanpa adanya suatu pemaksaan yang

nantinya akan menimbulkan bentrokan suatu budaya atau paham agama tertentu

di Indonesia pada khususnya dan di seluruh negara pada umumnya.

Yang perlu dikritik dari pemahaman Ba’asyir adalah terlalu mudahnya

Ba’asyir untuk menjatuhkan hukuman status kafir atau murtad secara akidah

terhadap umat Islam yang belum secara penuh menjalankan hukum syariat. Perlu

diketahui juga kondisi politik di Indonesia dan karakter manusia baik Islam

maupun non Islam yang beragam sehingga tidak dapat langsung diputuskan

terutama umat Islam bahwa semuat muslim menginginkan syariat Islam. Sehingga

sampailah kepada pencarian strategi yang lebih efektif melalui pendekatan

pemikiran dalam mengenalkan nilai-nilai di dalam syariat.

Page 115: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

DAFTAR PUSTAKA

Abas, Nasir. Membongkar Jamaah Islamiyah: Pengakuan Mantan Ketua JI. Jakarta: Grafindo, 2009.

Afdlal, dkk., Islam dan Radikalisme di Indonesia. Jakarta: Lipi Press, 2005.

Anshari, Fauzan . Hari-Hari Abu Bakar Ba’asyir di Penjara. Saya Difitnah.

Jakarta: Qalammas, 2006.

Awwas, Irfan Suryahardy. ed. Dakwah dan Jihad Abu Bakar Ba’asyir. Jogjakarta:

Wihdah Press, 2003.

. Menelusuri Jejak Da’wah, Dari Penjara Ke Meja Hijau. Yogyakarta: Wihdah Press, 2003.

. ed. Risalah Kongres Mujahidin I dan Penegakan Syari’ah Islam Yogyakarta: Wihdah Press, 2001.

Ba’asyir, Abu Bakar, Catatan dari Penjara: Untuk Mengamalkan dan

Menegakkan Dinul Islam. Depok: Mushaf, 2006.

. Dalam buku Risalah Kongres Mujahidin I dan penegakan Syari’ah Islam. Yogyakarta: Wihdah Press, 2001.

. “Sebuah Jaringan untuk Kaderisasi Mujahidin dalam membentuk Masyarakat Islam.” Dalam Irfan Suryahardy Awwas, ed.,

Risalah Kongres Mujahidin I dan penegakan Syari’ah Islam. Yogyakarta:

Wihdah Press, 2001: h. 243-247

Black, Anthony. Pemikiran Politik Islam: Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini,

terj, Abdullah Ali & Mariana Ariestawati. Jakarta: Serambi, 2006.

Effendy, Bahtiar. Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik

Islam di Indonesia. Jakarta: Paramadina, 1998.

Hanafi, Hassan. Agama, Kekerasan dan Islam Kontemporer, terj. Ahmad Najib.

Yogyakarta: Jendela, 2001.

Heikal, Muhammad Husein. Pemerintahan Islam, terj. Tim Pustaka Firdaus.

Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993.

Ibrahim, Idi Subandy & Asep Syamsul M Romli. Kontroversi Ba’Asyir: Jihad

Melawan Opini “fitnah” Global. Bandung: Yayasan Nuansa Cendikia,

2003.

Page 116: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jamhari dan Jahroni, Jajang. Gerakan Salafi Radikal di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.

Kahin, George Mc Turnan. Refleksi Pergumulan Lahirnya Republik Indonesia:

Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Terj. Nin Bakdi Soemanto.

Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995.

Kusnadi, Moh & Bintan R Saragih. Ilmu Negara. Jakarta: Gaya Media Pratama,

2000.

Madjid, Nurcholish, “ Kata Pengantar.” Dalam Ahmad Syafi’ i Ma’arif. Islam

dan Masalah Kenegaraan: Studi tentang Percaturan dalam Konstitusi.

Jakarta: LP3ES, 1996: h. ix.

. Menyegarkan Paham Keagamaan di Kalangan Umat Islam

Indonesia, dalam Islam Kemodernan dan KeIndonesiaan. Bandung:

Mizan, 1998.

Maududi, Abul A’la. Hak-hak Asasi Manusia dalam Islam, terj. Bambang Iriana

Djaatmadja. Jakarta, Bumi Aksara, 1995.

. Hukum & Konstitusi: Sistem Politik Islam, terj. Asep Hikmat. Bandung: Mizan, 1993.

. Sistem Politik Islam Hukum dan Konstitusi, terj. Asep Hikmat. Bandung, Mizan, 1998.

Mubarak, Zaki. Genealogi Islam Radikal di Indonesia. Jakarta: LP3ES, 2008.

Nashir, Haedhar. Gerakan Islam Syariat; Reproduksi Salafiyah Ideologis di

Indonesi.a Jakarta: PSAP Muhammadiyah, 2007.

Nasuhi, Hamid. Dkk. Pedoman Penulisan karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan

Disertasi). Jakarta: CeQDA UIN Syahid, 2007.

Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press, 1985.

Natsir, Muhammad. Agama dan Politik Capita Selecta II. Jakarta: Pustaka Pendis,

1985.

Qaradhawi, Yusuf. Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik, terj. Khoirul Amru

Harahap. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008.

Rais, M. Dhiauddin. Teori Politik Islam. Jakarta: Gema Insani Press, 2001.

Sardar, Ziauddin. Islam Tanpa Syariat: Menggali Universalitas Tradisi. Jakarta:

Grafindo, 2005.

Page 117: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Sirry, Mun’im A. Membendung Militansi Agama: Iman dan Politik dalam Masyarakat Modern. Jakarta: Erlangga, 2003

Sjadzali, Munawir. Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran.

Jakarta: UI Press, 1995.

Sudrajat, Edi. Dalam Buku, Abu Bakar Ba’asyir, Catatan dari Penjara: Untuk

Mengamalkan dan Menegakkan Dinul Islam. Depok: Mushaf, 2006.

Syubagya, P Joko. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka

Cipta, 1990.

Tim ICCE. Pendidikan Kewargaan: Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani.

Jakarta: ICCE UIN, 2003.

Zada, Khamami. Islam Radikal; Pergulatan Ormas-Ormas Islam Garis Keras di

Indonesia. Jakarta: Teraju, 2002.

Internet dan Majalah “Kewajiban Memilih Pemimpin.” Artikel diakses pada tanggal 10 Juli 2009 dari

http://hizbut-tahrir.or.id/2009/03/06/kewajiban-memilih-pemimpin/.

“Mengenal Jamaah Ansharut Tauhid.” Artikel diambil pada 9 Agustus 2009 dari

http://www.ansharuttauhid.com/jamaah/mengenal-jat.html.

“Negara (Politik).” Artikel diakses pada 12 Agustus 2009 dari http://ms.wikipedia.org/wiki/Negara_(politik).

“Negara.” Artikel diakses pada 12 Agustus 2009 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Negara.

“Pondok Pesantren Islam Al Mukmin Ngruki Sukoharjo.” Artikel diakses pada tanggal 31 Juli 2009 dari http://almukmin-

ngruki.com/index.php?option=com_content&view=article&id=53:pondok -pesantren-islam-al-mukmin-ngruki-sukoharjo&catid=51:profile-

pesantren&Itemid=66.

“Salafus Shalih: Pengertian Salaf.” Artikel diakses pada 5 Agustus 2009 dari http://id.islamiclopedia.org/wiki/Salafus_shalih.

“Terorisme di Indonesia.” Artikel diakses pada tanggal 28 Oktober 2009 dari

www.crisisgroup.org/home/index.cfm?id=3630&l=1

Ba’asyir, Abu Bakar. “Taujih AM, Amir Jama’ah Ansharut Tauhid.” Artikel

diambil pada 7 Agustus 2009 dari

http://www.ansharuttauhid.com/jamaah/sistem-organisasi.html.

Page 118: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Baasyir, Abu Bakar. “Vonis Tak Terlibat Bom Bali.” Artikel diakses pada tanggal 3 Juli 2009 dari http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/a/abu-bakar-

baasyir/index.shtml.

Barri, Fatchul. “Sanksi bagi Pelaku Makar dalam Perspektif Hukum Islam dan

Hukum Positif.” Artikel diakses pada tanggal 22 Juli 2009 dari

http://digilib.uin-suka.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=digilib-

uinsuka--fatchulbar-1580.html.

Budi, Muchus “Baasyir dan 17 Agustus.” Artikel diakses pada tanggal 20 Juni

2009 dari

http://www.detiknews.com/read/2008/08/18/105844/990329/608/baasyir-

dan-17-agustus.

Luthfi, Attabiq. “Menunaikan Amanah Kepemimpinan.” Artikel diakses pada 17

Juli 2009 dari http://www.dakwatuna.com/2007/menunaikan-amanah-

kepemimpinan/.

Novel, “Mundur dari MMI, Bulan Ramadhan Ustad Ba’asyir Bentuk Organisasi

Baru.” Artikel diakses pada 26 Agustus 2009 dari

http://www.eramuslim.com/berita/nasional/mundur-dari-mmi-bulan- ramadhan-ustad-ba-039-asyir-bentuk-organisasi-baru.html.

Salim, Muh Nur. “Pemikiran politik Ustadz Abdullah Sungkar.” Artikel diakses

pada tanggal 28 Oktober 2009 dari http://www.msi-

uii.net/baca.asp?katagori=rubrik&menu=Millah&baca=artikel&id=266.

Saidiman, “Ilusi Khilafah Islam.” Artikel diakses pada 12 April 2009 dari http://islamlib.com/id/artikel/ilusi-khilafah-islam/.

Syanwani, Munifah. “Perbandingan Pemikiran Politik Islam Abul A'la Al-

Maududi dengan Pemikiran dan Gerakan Partai Bulan Bintang di

Indonesia (Politik dan Hubungan Internasional di Timur Tengah).” Artikel

diakses pada 3 Maret 2009 dari

http://www.digilib.ui.ac.id/abstrakpdf/78204.pdf?file=abstrak-78204.pdf.

Wawancara dengan Abu Bakar Ba’asyir, “Syariat Islam Harga Mati.” Video

diakses pada tanggal 5 Agustus 2009 dari

http://www.youtube.com/watch?v=faoHc6xMyjk&feature=related.

Wawancara Fathuri SR dan Agus Setia Budi dengan An-Naim. Artikel diakses pada 3 Maret 2009 dari

http://www.csrc.or.id/wawancara/index.php?detail=070308053014.htmlv

Page 119: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Awwas, Irfan Suryahardy. “Nasihat Politik Abu Bakar Ba’asyir.” Sabili, 27 Februari 2004: h. 32.

Bektiati, Bina. “ Pesantren Al-Mukmin, Ngruki: Eksklusif tapi Tak Misterius.”

Tempo, 3 Februari 2002: h, 64-66.

Budiman, Irfan. “Jihad Al-Mukmin Sampai ke Kantin.” Jakarta, Tempo, 8

Desember 2009: h. 48-50

Fadjar & Imron Rosyid, “Pesantren Ngruki dan sejumlah Tuduhan: Jalan Islam

tanpa Madzhab.” Jakarta, Tempo, 8 Desember 2002: h. 73-76

Fadjar, “Pesantren Ngruki dan Sejumlah Tuduhan.” Tempo, 8 Desember 2009: h.

52-53

Rulianto, Agung. “Sidang Gugatan Abu Bakar Ba’asyir Ditunda”, Tempo, 31

Maret 2002: h. 46.

Widjajanto & Rommy Fibri, “Jejak Ba’asyir di sungai manggis”, Tempo, 3

November 2002: h. 62-64. No. 35/XXXI/

Wawancara

Wawancara pribadi dengan Abu Bakar Ba’asyir, Pesantren Ngruki, Surakarta, 27 September 2009.

Wawancara pribadi dengan Abu Bakar Ba’asyir, Kantor Ansharut Tauhid, Jakarta,

4 Oktober 2009.

Page 120: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Lampiran 1

Wawancara Pertama dengan Abu Bakar Ba’asyir

Pimpinan Pondok Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Surakarta

Dan Amir Jamaah Ansharut Tauhid

Ngruki, 27 September 2009

(T) : Apa Alasan ustadz untuk menerapkan syariat khususnya di Indonesia? (J) : Iya, jika kita membaca Qur’an dan hadis dapat saya simpulkan disamping

Allah menurunkan Islam sebagai konsep hidup yang menyelamatkan

(umat), Allah juga menurunkan sistem bagaimana cara mengamalkan

Islam. Jadi, konsep dinul Islam itu baru bisa menemui sasarannya itu kalau

cara mengamalkannya mengikuti sistem yang ditetapkan oleh Allah.

(T) : Artinya, Ustadz? (J) : Saya mengumpamakan ibarat obat yang dikeluarkan pabrik, obat itu baru

bisa memenuhi fungsinya menyembuhkan penyakit itu dengan izin Allah

kalau caranya pakai resep, bukannya semaunya sendiri. Islam juga seperti

itu, baru bisa memenuhi fungsinya sebagai rahmatan lil alamin ,

membimbing, membina, menyelamatkan manusia dengan izin Allah dunia

akhirat kalau cara mengamalkan juga mengikuti resep.

(T) : Jadi apa resep untuk mengamalkan sistem Islam, ustadz? (J) : Resepnya itu, saya menyimpulkan menjadi tiga pokok, satu, Islam harus

diamalkan secara prinsip. Kedua, Islam harus diamalkan secara kaffah. Ketiga, Islam harus diamalkan secara berjamaah atau dalam kekuasaan.

Prinsip, yang dimaksud akidahnya harus bersih dari segala macam

kemusyrikan, ibadah mahdohnya atau ritualnya bersih dari kotoran bid’ah,

muamallahnya, sehari-hari harus bersih dari sistem muamallah orang

kafir. Pakaian, cara bikin rumah, cara perkawinan, cara mengubur orang

meninggal, itu harus bersih dari cara-cara orang kafir.

Kemudian, kepemimpinannya harus bersih dari kepemimpinan orang

kafir, ini yang dimaksud bersih, artinya Islam tidak boleh dipimpin orang

kafir. Ini bersih.

Yang kedua, kaffah, seperti yang tercantum di dalam Al-Qur’an surat Al-

Baqarah 208, Jadi Islam harus diamalkan seluruhnya, tidak boleh dengan

sengaja satu syariat-pun ditinggalkan, kecuali belum mampu. Jadi seluruh

syariat harus diamalkan, dari mulai urusan pribadi, urusan moral, sampai dengan urusan kemasyarakatan, ideologi kemasyarakatan, itu harus bersih.

Kalau diamalkan semua tidak boleh satu syariat saja dipilih-pilih, jadi Islam itu harus diamalkan dengan sistem kekuasaan. Orang Islam haram

hukumnya hidup di bawah kekuasaan lain, tapi orang kafir boleh hidup di bawah kekuasaan Islam, diperlakukan baik dan adil, dan tidak dipaksa

Page 121: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

masuk Islam. Jadi mengamalkan Islam dalam sistem kekuasaan baik

dalam masa tahap Daulah sampai ke dalam tahap yang sempurna, yaitu

khilafah, itu konsepnya Allah bukan pemikiran saya, jadi orang yang

menolak terwujudnya kekuasaan Islam baik itu namanya negara Islam

orang itu bisa murtad, karena apa? Dia menolak konsepnya Allah, jadi

jangan main-main dengan persoalan ini. Jadi Islam harus dalam sistem

kekuasaan, tidak boleh Islam itu di bawah kekuasaan, semua ulama

sepakat orang Islam haram hukumnya hidup di bawah kekuasaan orang

diluar Islam, baik itu kafir murni maupun secara istilah saya, kafir berbulu Islam, seperti Indonesia ini kafir berbulu Islam, tapi sebenarnya negara

kafir, karena dia menolak syariat Islam secara kaffah, hukumnya kafir.

Haram hukumnya orang Islam hidup di bawah itu, kecuali empat (4), di dalam buku namanya Al Wala Wal Bara (Loyalitas dan anti loyalitas),

karangan Muhammad bin Said Al-Qathani, itu orang Islam baru boleh hidup di negara bukan negara Islam dengan alasan berobat, bisnis,

menuntut ilmu umum seperti teknologi, dan dakwah, ini baru boleh karena

sementara, terutama dakwah yang paling baik, karena dia bisa merombak

situasi negara itu, diluar itu haram, harus hijrah ke negeri Islam, karena

apa? Selalu akan difitnah, imannya akan selalu difitnah, maka haram

hukumnya. Harus ada negara Islam, itu kewajiban, itu sama dengan

kewajiban sholat, meninggalkan negara Islam berarti meninggalkan sholat,

bisa murtad. Hanya saja ajaran ini sudah di gosok, dicampur oleh paham

ideologi sesat Nasionalis, ideologi yahudi. Ini yang saya pahami, maka

sekarang ini saya disorot dimana-mana, khususnya Amerika, karena tema

saya memang itu. Tapi ini memang persoalan yang pokok, bukan persolan

cabang.

Kekuasaan itu tidak bersifat nasional tapi transnasional, itu yang disebut khilafah, maka Nabi menjanjikan masa-masa khilafah sekali lagi, karena

Islam itu membagi manusia menjadi 2 (dua), kelompok mukmin dan

kelompok kafir atau hisbullah dan hisbutsyaithon.

Muamallahnya, antara hisbullah dan hisbutsyaithon itu ini muamallah

pergaulan permusuhan bukan persaudaraan, yang pergaulan persaudaraan itu sesama mukmin. Meskipun permusuhan ini kita bisa damai dengan dia

dengan syarat-syarat tertentu, tapi tetap musuh, oleh karena itu, di dalam

Islam hanya ada istilah ukhuwah Islamiyyah. Baru-baru ini ada istilah baru

memunculkan istilah ukhuwah Wathoniyyah.

Sesama bangsa Indonesia walau itu kafir tetap musuh, jangankan tetangga

satu keluarga kalau ada kafir itu musuh.

(T) :Itu mendapat istilah musuh juga artinya? (J) :Musuh, anaknya muslim, ayahnya kafir, itu ayahnya musuhnya dia,

meskipun di dalam urusan dunia, disuruh berbuat baik, selama dia tidak

menzahirkan permusuhan, tapi statusnya musuh. Oleh karena itu ayah

Page 122: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

tidak boleh lagi menjadi wali anak muslim yang tadi, tidak boleh lagi

saling mewarisi, sudah musuh bukan saudara. Itu konsepnya Islam. Konsep inilah yang dihilangkan oleh Yahudi dengan paham nasionalis,

sehingga rusak sekarang ini.

(T) : Bagaimana pendapat ustadz jika umat muslim yang berada di posisi

minoritas? (J) : Wajib hijrah ke negeri Islam, kalau mampu, di buku itu saya terangkan,

kalau tidak mampu berjuang di dalamnya. Sekarang ini kalau mau hijrah ke negeri Islam itu tidak ada, di dunia ini tidak ada negeri Islam, Saudi

Arabia-pun bukan negeri Islam. Semua itu pahamnya Nasionalis, negeri itu belum ada maka kita susah untuk hijrah. Mungkin sekarang di Mesir,

di Afghanistan dan di Irak, tapi itu masih lemah, belum bisa kita hijrah

kesana, kalau tidak hijrah kita harus berjuang, merombak sistem negara,

bukan merombak rezim, rezim kita gak keberatan asal mau melaksanakan

sistem Islam. Haram hukumnya hidup di Indonesia, karena

pemerintahannya bukan Islam, tapi kafir, kita wajib hijrah tapi kan tidak

mampu, maka kita berjuang, kalau berjuang tidak mampu maka kita menentang dengan hati, artinya gak boleh rela, meskipun ada pemerintah

yang bisa memberi kemakmuran, tapi selama belum diatur Islam, hati tetap menentang, itu paling lemah. Kalau hati rela sudah gak ada iman,

karena ukurannya dunia bukan syariat.

(T) : Bagaimana hak-hak non muslim di negeri Islam? (J) : Istilah non muslim itu dibuang saja, pakai kafir, itu bahasa dari Allah,

bahasa non Muslim itu dari otak manusia. Hak orang kafir dilindungi,

keamanan jiwanya, keamanan hartanya. Diperlakukan secara baik dan

tidak boleh dipaksa masuk Islam, tapi hanya boleh di dakwahi kalau mau.

Haknya dia diberi, dia hanya berkewajiban bayar pajak, dia aman

melaksanakan keyakinannya, tapi ia tidak bisa memperluas keyakinannya

karena ada undang-undang jika orang Islam murtad pindah agama, hukum mati. Maka dalam surat An-Nuur ayat 55. Orang yang beriman dan

beramal soleh itu akan diberi pahala ku kekuasaan, khilafah. Kalau

kekuasaan ini sudah berada di tangan Islam efeknya disana disebut 3(tiga).

Kalau Islam sudah ada di sistem kekuasaan kedudukan Islam itu mantap, tidak di obok-obok seperti sekarang. Tapi sekarang di obok-obok

Ahmadiyyah, diobok-obok JIL, diobok-obok Yahudi, orang dimurtadkan

seenaknya sendiri, jadi keadaan Islam goyah. Baru mantap kalau dalam

negara Islam, itu dalam Qur’an.

Efek yang kedua, Allah akan menjadikan situasi serba takut yang

menimpa umat Islam jadi suatu ketenangan. Sekarang kita serba takut,

yang kita takuti adalah kehancuran moral anak kita, karena ghozwul fiqr

penghancuran moral saat ini sangat kuat. Jadi, umat Islam dalam keadaan goncang masalah ini, lainnya dikasih tenang karena dalam negara Islam

situasi keamanan, situasi lingkungan akan sehat, amar ma’ruf nahi

munkar.

Page 123: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Yang ketiga, umat Islam dalam ibadahnya, tauhidnya murni tidak diganggu syirik. Tapi yang sekarang terjadi apa? Syirik berbagai macam

bentuk, ini syirik mengaku Islam, artinya ini orang Islam sendiri tapi mengamalkan syirik. Berbagai macam syirik pada saat ini, baik syirik

hukum, syirik demokrasi, syirik nasionalis, itu semua syirik. Jadi

ibadahnya umat Islam itu tidak murni, belum lagi syirik kepercayaan yang

lain itu. Jadi apa, Ibadahnya orang Islam itu kotor sekarang ini, baru bersih

jika sudah negara Islam, karena umat Islam akan diarah.

Jadi, kesimpulannya, mengamalkan Islam itu harus dalam sistem kekuasaan. Itu konsep dari Allah yang diamalkan nabi dengan cara nyata.

Itulah negara Islam, jadi negara Islam itu termasuk kuat di dalam syari’at. Termasuk syari’at yang wajib diamalkan berjamaah.

(T) : Bagaimana bentuk Sistem negara Islam menurut Ustadz? (J) : Sistem negaranya yaitu sistem sunnah nabi, bukan sistem sunnah Yahudi

demokrasi. Antara lain yang paling mencolok yaitu satu, Amir, tidak perlu diganti secara periodik, menghamburkan uang itu. Selama dia masih

hidup, masih mampu menjalankan kewajibannya, dan tidak melanggar

syariat sampai tingkatan murtad. Adapun penyelewengan pribadinya kita

diharuskan sabar, menasihatinya saja, selama ia masih mengatur negerinya

dengan Islam. Sebab kalau diturunkan khawatir menjadi fitnah. Kalau

demokrasikan periodik lima tahun sekali, menghabiskan uang, kalau ini

tidak. Itu efektifnya.

Kedua, Taat itu kepada amir selama tidak maksiat. Instruksi amir merah, sami’na wa a’thona, saya tidak setuju, saya tidak sependapat, selama itu

bukan maksiat, sami’na wa a’thona. Itu kalau Islam diamalkan lebih hebat dari militer disiplinnya. Hanya dibatasi asal tidak maksiat. Kalau

bertentangan berpendapat itu urusan lain. Kalau sistem sunnah Yahudi, taat itu kepada AD/ART, oleh karena itu sistem dalam kepemimpinan

Yahudi itu adalah kolektif, jadi presiden terikat dengan undang-undang, terikat dengan DPR. Islam tidak begitu, Amir punya majelis syuro, yang

terdiri dari ulama dan orang-orang ahli, orang pandai teknologi dan sebagainya. Jadi amir minta pandangan kepada majelis syuro, lalu amir

memandang mana pendapat yang paling baik.

Yang ketiga, di dalam musyawarah kalau negara sistem Yahudi, keputusan

mesti diambil oleh suara mayoritas, itu keputusan kafir. Tetapi di dalam Islam, tidak mesti mayoritas, kembali ke amri. Mungkin amir memilih

pandangan mayoritas, mungkin juga amir memilih pandangan minoritas.

Mana yang dipilih amir, semuanya sami’na wa a’thona, senang maupun

tidak senang.

(T) : Artinya selama itu masih di jalur Islam kita harus patuh terhadap

Amir?

Page 124: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(J) : Ya, selama itu masih di koridor syariat. Mungkin pendapat amir itu

keliru, namanya manusia.

(T) : Jadi apa itu semua sudah dicontohkan waktu masa khalifah

terdahulu? (J) : Iya, amir selalu memerlukan musyawarah. Amir punya badan

musyawarah yaitu majelis syura, tidak perlu semacam DPR,

menghamburkan uang. Majelis syura itu para ulama dan ahli ilmu, kalau

masalah pembangunan kan perlu ahli ilmu, dokter, insinyur, nah itu

majelis syuranya. Jadi kalau ada suatu permasalahan, dia memanggil

majelis syura jika tidak mampu memecahkannya sendiri. Jadi Islam itu

praktis, murah tapi efeknya luar biasa. Oleh karena itu mengamalkan Islam

itu mesti dalam sistem kekuasaan. Kekuasaan ini bukan dibatasi nasional

tapi transnasional. Tapi sebagai tahap boleh nasional dulu, kami di

Indonesia juga berjuang menjadi negara Islam. Tidak berhenti, sehabis itu

Indonesia mengembangkannya. Maka kekuasaan Islam itu, kalau sudah

ada kekuasaan kewajiban dia berdakwah ke negeri-negeri kafir.

Dakwahnya sederhana saja, suruh pilih tiga itu masuk Islam, atau kalau tidak masuk Islam kamu tunduk, bayar pajak dan kamu tidak kami

ganggu, keyakinanmu, kalau kamu tidak mau Islam tidak apa-apa. Tidak mau tunduk, perang, karena apa? Menurut Islam, orang kafir tidak boleh

dipaksa masuk Islam, tapi wajib dipaksa untuk tunduk di bawah kekuasaan Islam. Kenapa begitu? Karena orang kafir kalau berkuasa, nanti akan

menimbulkan fitnah, itu mesti. Karena apa? Karena konsep hidupnya orang kafir itu kebalikannya orang Islam, kalau orang Islam amar ma’ruf

nahi munkar, kalau orang kafir amar munkar nahi ma’ruf, jadi kalau dia

berkuasa nanti akan fitnah dan menimbulkan kerusakan. Kamu boleh

hidup, kamu berhak hidup di dunia, kami tidak punya hak membunuh

kamu, tapi tidak boleh kuasa. Di dalam surat At-Taubah ayat 29, kalau

tidak salah, kita disuruh memerangi orang-orang kafir ahli kitab sampai

mereka tunduk membayar pajak, itu artinya perintah dari Allah orang kafir

tidak boleh kuasa, boleh hidup tapi tidak boleh kuasa. Jadi tidak boleh

dipaksa masuk Islam tapi wajib dipaksa tunduk dibawah kekuasaan Islam.

Demi tegaknya keadilan dan keamanan.

(T) : Jika syariat Islam itu sudah ditanam di suatu wilayah, apakah orang

kafir harus ikut hukum Islam? (J) : Itu di dalam hal-hal yang sifatnya umum, misalnya undang-undang

kriminalitas, mencuri misalnya, ya kena, dipotong, karena itu undang-

undangnya umum, tapi kalau undang-undang yang sifatnya ibadah, tidak kena, misalnya kalau orang Islam, perempuan tidak memakai jilbab, itu di

hukum kalau keluar rumah, tapi kalau orang kafir, tidak boleh, karena itu

keyakinannya. Orang Islam tidak solat, di hukum, tapi kalau orang Kristen

tidak boleh, tapi kalau itu undang-undang yang sifatnya kriminal, kena semua, karena itu undang-undang masalah umum, untuk keamanan

bersama, jadi orang mencuri, orang merampok, orang koruptor, itu semua

ada undang-undangnya yang tegas, itu kena semua, tapi yang hubungannya dengan keyakinan, masing-masing, tidak boleh kita

Page 125: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

memaksakan perempuan kafir memakai jilbab, malah tidak boleh itu,

pakaian tidak boleh menyamai, sehingga diluar bisa diketahui, itu kafir, itu Islam, jadi zahirnya sudah terang, di Darul Islam juga ada undang-undang

tentang pakaian Islam.

(T) : Dalam negara yang bersistem Islam, amir itu harus orang Islam,

bagaimana dengan yang lainnya, misalkan menteri-menteri, bisakah

ditempatkan orang kafir? Itu diambil keahliannya saja, tapi bukan untuk memimpin.

(T) : Bagaimana dengan hak-hak perempuan di negara Islam? (J) : Hak perempuan di dalam Islam tidak boleh menjadi pemimpin umum,

tidak boleh memimpin negara, karena menurut nabi itu tidak akan sukses,

karena perempuan punya kelemahan-kelemahan. Tapi perempuan ada

bidangnya sendiri. Kalau masalah berkarir sesuai dengan keahliannya bisa saja sebatas tidak melanggar koridor syariat. Seperti dokter, malah dalam

Islam harus ada dokter wanita, karena rumah sakitnya disendirikan. Mesti

ada wanita menempati karir yang diperlukan.

(T) : Lalu bagaimana rakyat dapat mengawasi pemerintahan Islam? (J) : Caranya seperti itu tadi, kalau amir melanggar syariat sampai tingkatan

murtad baru dijatuhkan.

(T) : Itu apakah lewat majelis syura? (J) : Iya, lewat majelis syura dan boleh juga secara langsung. Tapi kalau

hanya maksiat hanya dinasihati. Rakyat kepada pemimpinya bila

menasihati pemerintah tidak boleh secara terang-terangan, tetapi harus didatangi. Itu untuk menghormati pemimpin.

(T) : Bagaimana kritik ustad tentang demokrasi di Indonesia ini? (J) : Saya sudah mengkritik tegaskan bahwa demokrasi ini syirik, dan orang

yang mempercayai demokrasi, mengamalkan karena percaya setelah dia

diberi tahu dan dia tidak bisa mendapati dalil syar’i, itu murtad. Ini jelas

syirik, dimana kedaulatan tertinggi di dalam menentukan undang-undang itu diberikan kepada manusia, padahal itu haknya Allah. Allah itu disebut

Rabb, Rabb itu mempunyai dua pengertian, pemilik dan pengatur, maka Allah itu rabbul alamin, yang memiliki semua alam termasuk kita

dimiliki. Yang kedua Rabb itu pengatur, jadi yang berhak mengatur

manusia itu Allah, bukan manusia. Maka manusia membuat peraturan

harus minta izin Allah, bukan peraturannya Allah minta izin rakyat. Saya mengatakan itu syirik yang paling kurang ajar, itu murtad, bagaimana mau

mengamalkan perintah Allah melalui persetujuan rakyat? Perintah Allah

kok harus minta persetujuan rakyat? Orang itu kalau mukmin, ada perintah Allah gak banyak cakap. Gak harus pakai persetujuan, nah ini di DPR, kita

minta perjuangkan syariat Islam, diperjuangkan minta persetujuan dahulu, kalau gak setuju gak dilakukan. Saya sangat terang-terangan dulu ada

pertemuan yang dilaksanakan oleh per situ, saya nyatakan syirik, jangan main-main dengan persoalan demokrasi, ini memang buatan Yahudi untuk

Page 126: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

menghancurkan Islam. Oleh karena itu saya katakan, Indonesia ini

sistemnya syirik, oleh karena itu macam-macam azab Allah itu turun, karena sistem syirik ini. Harus kita ganti menjadi tauhid, supaya menjadi

Baldhotum Thayyibatun warabun Ghofur.

(T) :Bagaimana dengan tujuh kalimat dalam piagam Jakarta yang

dihapuskan itu? Apa harus dikembalikan? (J) : Bukan itu saja, dasar negara harus Islam, jadi satu-satuya sumber hukum,

Islam. Boleh kita bikin adat-istiadat asal tidak boleh keluar dari koridor

syariat. Jadi, satu-satunya sumber hukum, Al-Qur’an dan Sunnah, dasar

negara Islam, hukum positifnya syariat Islam, kalau memang syariatnya

belum ada, orang boleh membuat hukum tapi sandarannya harus syariat,

bukannya sekedar piagam Jakarta, itu hanya menyempitkan Islam, oleh karena itu Allah tidak meridhoi, makanya dihapus dengan yang sangat

hina.

Oleh karena itu, jika ini dipahami, kita berjuang syariat itu diperlukan

sistemnya dua, sampai Allah juga menurunkan sistem memperjuangkan

Islam yang kesimpulannya dakwah dan jihad.

(T) : Cara dakwah di Islam sendiri bagaimana? (J) : Menerangkan apa adanya, Nabi itu memberikan berita gembira dan

mengancam, yang salah kita kritik salah, di neraka. Kalau mau diganti

kamu masuk surga. Indonesia ini syirik, ini akan membawakan ke neraka negara ini, harus kita tolong, bagaimana supaya menjadi negara tauhid

sehingga selamat dunia akhirat, itu dakwah namanya. Jadi bukan dakwah

yang kecil-kecil, masalah akhlak saja, tapi yang pokok, bid’ah-bid’ah

seperti bid’ahnya sholat, tegas, itu tetap benar bukan salah, tapi bid’ah

syiriknya negara dibiarkan kelirunya disitu, syirik negara ini yang harus

selesai dahulu, nanti yang lain-lain jika negara kembali ke tauhid, otomatis

syirik-syirik seperti itu bisa dengan mudah diselesaikan. Masalah

Ahmadiyah saja itu kecil, masalahnya selama seminggu atau dua hari bisa

selesai.

Jadi sekarang ini, umat Islam ini bodoh tentang sistem negara, tauhid

dalam bentuk pemerintah, selama dari merdeka sampai sekarang tetap

syirik. Ini salahnya umat Islam, mengapa mau menerima sistem nasionalis

demokrasi dalam membentuk negara, padahal itu dilarang keras oleh Allah. Rasulullah mau melunak sedikit saja tidak boleh dalam urusan

berhala, Saudara baca dalam surat Al-Israa ayat 73.

(T) : Apa tidak takut dengan pertentangan Adat di Indonesia? (J) : Seperti itu tadi, sandarannya kan syariat, adat dicocokan, dilihat, cocok,

dipelihara bahkan menjadi hukum, yang melanggar adat bisa di hukum.

Tidak cocok dibuang. Itulah kesimpulannya.

Page 127: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Lampiran II

Wawancara Kedua dengan Abu Bakar Ba’asyir

Pimpinan Pondok Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Surakarta

Dan Amir Jamaah Ansharut Tauhid

Jakarta, 4 Oktober 2009

(T) : Bagaimana pendapat Ustadz tentang sistem sekuler? (J) : Sejak Khilafah dihapus oleh musuh Allah, Attaturk, itu bukan negara

Islam lagi, jadi negara Turki di bawah Kamal Attaturk itu sudah negara

kafir karena sudah tidak memakai lagi hukum Islam, tidak didasarkan oleh

Islam dan sudah memakai sistem sekuler, meskipun penduduknya

bermayoritaskan Islam. Jadi negara Islam itu cirinya amirnya muslim,

dasarnya Qur’an dan sunnah, dan hukum positifnya syariat Islam. Lalu

disempurnakan dengan undang-undang buatan manusia tetapi sandarannya

didalam membuat undang-undang itu syariat Islam. Maka seperti negara

Turki jelas negara sekuler sama dengan negara kafir sampai sekarang.

(T) : Apakah ada cara perbedaan dari cara perjuangan di mana

penduduk muslim yang mayoritas dengan muslim yang minoritas di

dalam suatu negara dalam memperjuangkan negara Islam? (J) : Definisi yang tadi itu tidak bisa dibedakan, tiga-tiganya mesti dipenuhi,

presidennya muslim, dasarnya Qur’an dan sunnah, hukum positifnya

syariat Islam. Tidak bisa dipisahkan, kalau dikurangi salah satunya sudah

kafir. Harus menyeluruh.

(T) : Menurut Ustadz, Bagaimana dengan penerapan syariat di Aceh,

apakah sudah berjalan dengan baik? (J) : Belum, dan itupun masih belum dikatakan Islam, yaitu hanya politiknya

orang kafir saja untuk menghentikan perlawanan orang Aceh, lalu setelah

itu akan dirong-rong terus seperti sekarang. Jadi syariat Islam yang

berlaku di Aceh itu hanya karena penduduknya disana melawan kemudian di beri kesempatan menerapkan syariat. Itupun tidak memenuhi negara Islam, Indonesia ini masih negara kafir termasuk di Aceh. Negara Islam itu tidak boleh tunduk di bawah negara di luar Islam. Jadi di Islam itu ada

satu kaidah, Islam itu wajib berkuasa dan orang kafir itu boleh hidup di

bawah kekuasaannya. Tapi Islam tidak boleh diamalkan dibawah

kekuasaan yang lain. Ini yang harus dipahami kaidahnya. Jadi Islam itu

berkuasa bukan dikuasai. Maka wajib terus berjuang sampai berkuasa. Memang kaidah ini menjadi rusak ketika umat Islam sudah di serang oleh

antara lain aliran sesat nasionalis demokrasi serta sosialis serta seluruh

sistem dari kafir. Dikira hidup seperti di Indonesia ini halal padahal haram.

Umat Islam hidup di Indonesia ini wajib hijrah, asal mulanya seperti itu. Namun, karena hijrah tidak mungkin karena tidak ada tempat hijrah maka

wajib berjuang merombak sistem negara kembali ke Islam. Orang Islam

tidak boleh rela dengan keadaan negara yang belum Islam, kalau rela dia

Page 128: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

bermaksiat jatuhnya jahiliyyah. Hanya karena perhitungan ekonomi

biasanya seperti itu, perhitungan orang Islam itu harus berlakunya hukum

Islam.

(T) : Bagaimana tanggapan ustadz tentang adanya partai-partai di

Indonesia sebagai cara mengapresiasi usulan untuk memperjuangkan

negara Islam? (J) : Dulu sudah saya terangkan, jadi disamping Allah menurunkan Islam

sebagai ideologi atau din tatanan hidup untuk mengatur kehidupan, itu

bahasa asingnya adalah ideologi, Allah juga menurunkan tata cara

mengamalkannya yaitu dengan sistem kekuasaan. Allah juga menurunkan resep memperjuangkannya. Itu dengan dakwah dan jihad, jadi Islam tidak

bisa diperjuangkan dengan sistem diluar sistem Islam seperti dengan sistem demokrasi. Islam hanya bisa diperjuangkan dengan sistem yang

digariskan oleh Allah yaitu dakwah dan jihad.

(T) : Bagaimana cara memperjuangkan Islam di Indonesia yang tepat? (J) : Dengan dakwah, di Indonesia ini cara memperjuangkannya tetap dengan

dakwah dan jihad, tapi dimulai dulu dengan dakwah, menerangkan yang

hak, diterangkan apa adanya. Itu nanti akan menimbulkan furqon (pembeda), kelompok yang bertentangan. Sebab Islam itu, tegaknya Islam itu

karena jihad, kalau tidak ada jihad tidak ada Islam, tidak ada tegaknya Islam tanpa jihad, tetapi itu dimulai dengan dakwah. Maka Rasulullah

menjanjikan dikala kekuasaan Islam itu turun, Allah akan selalu menempatkan sekelompok umat Islam yang mereka terus menerus

berjihad, kelompok ini tidak bisa dilawan.

(T) : Apa yang sudah ustadz lakukan selama ini dalam memperjuangkan

Islam? (J) : Dakwah, kami dan Jamaah Ansharut Tauhid ini konsepnya tetap dakwah

dan jihad, tapi kita baru bisa melaksanakan dakwah, jihad belum bisa.

Dakwah itu menerangkan materi yang haq. Yang bathil katakan bathil.

Meskipun itu undang-undang negara, kalau itu bathil kita katakan bathil,

jadi tidak ada kompromi mengenai persoalan ini. Jadi kita belum bisa

mengamalkan jihad dengan pengertian sebenarnya, kita sebatas dakwah.

(T) : Untuk sekarang bagaimana Khalifah bisa didirikan? (J) : Itu nanti dengan Jihad. Kalau sudah ada jihad, baru khalifah bisa berdiri

dan di dunia ini sudah ada wujudnya seperti Al-Qaidah dan Taliban. Sudah

mulai jihad mereka. Itulah arahnya dalam pembentukan khilafah nanti. Kalau khilafah sendiri sudah dijanjikan oleh Allah dan Rasulnya dan

diturunkan yang dinamakan Imam Mahdi. Itu yang akan menggerakan jihad semesta sehingga bisa menghancurkan Yahudi dan antek-anteknya

sehingga tegaklah kekuasaan Islam di dunia yang namanya Khilafah

Islamiyah.

(T) : Perbedaan antara dakwah ustadz di Indonesia dengan di Malaysia

seperti apa?

Page 129: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(J) : Sama, dakwahnya sama saya menerangkan bahwa yang diterangkan

Qur’an kita terangkan apa adanya. Hanya di Indonesia agak lebih bebas

setelah jatuhnya orde baru.

(T) : Bagaimana tanggapan ustadz tentang pelaksanaan HAM di Indonesia? (J) : Semua yang ada sekarang ini yang dikeluarkan pemerintah, semuanya

memojokkan Islam tidak ada yang menguntungkan Islam kelihatannya

saja menguntungkan Islam namun tetap memojokkan Islam. Kenapa?

Pemerintahan sekarang masih bersistem Yahudi, merasa atau tidak merasa

pemerintahan sekarang itu ada di pihak Yahudi. Dia merasa atau tidak

merasa, berarti dia selalu merugikan Islam. Memang tidak ada

pemerintahan sistem yahudi ini yang menguntungkan Islam. Walaupun

kelihatannya menguntungkan Islam namun perbuatannya merugikan

Islam.

(T) : Jadi bagaimana kalau pemimpin sekarang tetap menolak sistem Islam? (J) : Itu nanti pada suatu saat kalau sudah ada jihad memang pemimpin seperti

itu harus dijatuhkan kalau tidak mau kembali ke Islam. Jihad itu memang

tujuannya untuk itu, untuk memaksa supaya pemimpin itu kembali ke

Islam kalau tidak mau di jatuhkan. Ibnu Katsir dalam tafsirnya, kalau orang sudah tidak mau Islam wajib diperangi sampai ia mau kembali

kepada Islam baik urusan baik urusan berat maupun urusan kecil.

(T) : Organisasi-organisasi Islam yang ada sekarang ini apa tidak

mengkotak-kotakan Islam dengan sendirinya? (J) : Mengkotak-kotak itu memang sudah sunatullah, selama Islam itu belum

ada khilafah, mesti hidupnya berpecah-pecah. Hanya kelompok-kelompok

ini ada yang diatas garis yang sunnah tapi ada yang menyeleweng,

dankebanyakan yang menyeleweng daripada yang sunnah. Jadi kelompok-

kelompok umat Islam ini sudah sunatullah akibat umat Islam tidak ada

khilafah, jadi jatuhnya khilafah umat Islam jadi berkelompok-kelompok.

Islam tidak akan bisa bersatu kecuali tidak kembali kekuasaan Islam, karena apa? Bagi siapa yang tidak mau tunduk, diperangi walau orang

Islam. Jadi semua tunduk dibawah satu pimpinan. Itu hanya ada jika sudah tegak Daulah Islamiyyah, itu kalau masih di Indonesia. Kalau di dunia, itu

dinamakan Khilafah. Jadi bersatunya umat Islam ini harus ada khilafah, harus ada kekuasaan Islam, tanpa ada itu umat Islam akan tetap

berkelompok-kelompok. Itu merupakan salah satu konsekuensi dari ketiadaannya khilafah, ketiadaannya kekuasan, disaat kekuasaan runtuh

umat Islam berkelompok-kelompok. Hanya kelompok-kelompok ini masih ada yang diatas kebenaran dan ada juga yang menyeleweng, karena

kepentingan dunia, pada umumnya ormas dan orsospol Islam itu kena

ujian kepentingan dunia, wahn katanya Rasul itu. Dia tidak mau jihad, dia

menyetujui penguasa yang ada.

Page 130: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(T) : Kesimpulannya, Ustadz menolak sistem-sistem semacam demokrasi,

sekuler dan nasionalis? (J) : Ya, memang harus begitu karena apa? Allah sudah menurunkan sistem

yang cukup, mulai dari pribadi sampai dengan negara, dan juga Allah

menurunkan sistem bagaimana memperjuangkan Islam. Jangan kita

mengikuti diluar Islam, harus dibuang.

(T) : Jadi pendapat ustadz sistem yang benar itu sperti khilafah? (J) : Iya, sistem Islam yang benar itu adalah yang masuk ke sistem kekuasaan,

dalam bentuk daulah sebagai tahap, secara sempurnanya khilafah. Karena

Islam itu membagi manusia hanya 2 (dua), mukmin dan kafir. Pembagian

berbangsa-bangsa itu bukan suatu ikatan, yang merupakan ikatan itu iman,

maka orang iman itu saudaranya orang iman meskipun bukan bangsanya,

sebaliknya orang iman itu musuhnya orang kafir meskipun itu bangsanya sendiri. Disini bedanya dengan nasionalis, jika nasionalis yang saudara itu

satu bangsa meskipun orang kafir, kalau bukan satu bangsa, orang asing meskipun ulama. Islam mengatakan yang saudara itu seiman. Jadi saudara

itu dilihat dari iman, maka ada istilah ukhuwah Islamiyyah, tidak ada istilah lain. Hanya saja kaum nasionalis dan sekuler yang sesat itu

menambah lagi istilah ukhuwah wathoniyyah, itu tidak ada. Kalau dia mukmin meskipun bangsa Cina tetap saudara kita, ini tidak bisa dirubah,

ini sudah harga mati.

(T) : Apa saran Ustadz untuk umat Islam yang menginginkan penerapan

Islam di berbagai sektor sekarang ini? (J) : Ya Islam harus masuk dulu di dalam sistem kekuasaan, kalo belum

seperti itu masih berjalan setengah-setengah, seperti sekarang ini mana kita bisa menerapkan syariat Islam kecuali masalah nikah, talak, rujuk, itu

saja kadang-kadang masih diganti-ganti, seperti umpamanya tidak boleh mengawini anak umur 12, padahal Nabi pernah menikahi anak umur 9

tahun, itu saja kan diganti. Umat Islam tidak apa-apa mengawini anak

umur 12, selama tidak ada tujuan-tujuan untuk menzhalimi.

Kedua, meskipun sistem pernikahan di Indonesia itu dipersulitkan, syariat

Islam itu, tapi bisa diganti, misalkan orang mau poligami izin istri, izin

kepala kantor, itu kan rusak semua, padahal di dalam Qur’an syaratnya

adil tidak perlu izin siapa-siapa, selama dia sanggup adil boleh poligami,

kalau tidak adil baru boleh dihukum, itupun adil zahir bukan adil bathin.

Yang merusak itukan pemerintah, pemerintah itukan ada dua, kalau gak

pemerintahan Islam ya pemerintahan kafir, mana ada yang lain, Islam tidak, kafir juga tidak, gak ada setengah-setengah, Indonesia ini negara

Islam bukan kalau gitu negara kafir, Islam tidak kafir tidak, itu malah tidak karu-karuan. Allah hanya menetapkan dua nilai, Islam atau kafir, hak atau

bathil, hak itu Islam bathil itu kafir. Tadi saya katakan, jadi kalaupun ada beberapa hukum Islam di Indonesia tapi kadang-kadang masih di obok-

obok seperti tadi itu, hukum nikah di obok-obok tidak karuan, gak mungkin kafir mau mengakui Islam, karena orang kafir itu tidak ridho

Page 131: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Islam sejalan dengan konsep Qur’an dan sunnah, kalaupun diperbolehkan

perlakuan itu dibelokkan, orang kafir menghalangi dari orang masuk Islam

dan berusaha membengkokan Islam yang sudah ada, maka kadang-kadang

yang lebih bahaya yang kedua tadi, itu namanya ghozwul fiqr, jadi Islam

dihancurkan dari dalam, boleh Islam tapi mengikuti pola mereka, tidak

boleh memakai pola Qur’an dan sunnah, di Indonesia juga begitu, boleh

Islam tapi jangan pola sunnah, tapi pola yang sudah ada ini. Maka kalau

Islam itu hidup di bawah pemerintahan bukan Islam mesti terus difitnah

akhirnya rusak, oleh karena itu Islam tidak boleh hidup kecuali berkuasa.

(T) : Bagaimana tanggapan ustadz tentang peledakan-peledakan bom

yang ada di Indonesia, apa itu termasuk upaya dalam

memperjuangkan syari’at Islam? (J) : Iya itukan usaha mereka untuk jihad melawan Amerika sebenarnya,

karena sebelumnya Amerika sudah mengumumkan perang, yaitu perang

salib dengan kamuflase perang melawan teroris tapi itu adalah perang

melawan Islam. Ini ada pemuda-pemuda yang tidak sabar lalu menyerang

kepentingan Amerika dengan bom-bom itu, jadi itu juga salah satu bentuk perjuangan Islam, hanya saja masalah pengeboman itu masalah

perhitungan dia yang bisa salah bisa benar, orang boleh setuju boleh tidak,

tapi tujuan mereka adalah membela Islam dan kaum muslimin yang

dizholimi dan diserang oleh Amerika.

(T) : Jadi, secara prinsip tujuannya benar? (J) : Tujuannya benar, tapi langkahnya ada yang menyalahkan karena di

Indonesia ini bukan wilayah perang biasa, tapi di Afghanistan dan Irak

sana. Tapi di Indonesia itu ada perang Fiqr itu tadi, maka perang fiqr itu harus diperangi dengan dakwah. Nanti kalau mereka sudah menyerang

dengan senjata, lalu kita bisa mengangkat senjata. Kalau sekarang kita sudah memakai senjata bisa ditunggangi macam-macam. Namun,

meskipun umpama perhitungan mereka mengebom itu keliru Insya Allah

akan diampuni oleh Allah karena apa, karena tujuannya jihad itu.

Orang-orang seperti itu juga perlu tetapi dengan perhitungan yang tepat,

sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Itu harus dilakukan secara berjamaah,

yang baik, tertib, memakai perhitungan, yang seperti itu. Tapi yang jelas

perhitungan mereka adalah jihad, maka pada umumnya tanda-tanda

matinya ada karomah-karomah, tanda-tanda bau wangi semisalnya, itukan

karomah namanya, itu Allah menunjukkan bahwa mereka matinya baik,

itu memang menunjukkan niatnya mencari ridho Allah, bukan niat yang

lain-lain, meskipun langkah perhitungannya keliru, tapi Insya Allah akan

diampuni Allah SWT.

(T) : Jadi, apa kesimpulan Ustadz tentang Islam dan negara? (J) : Tidak bisa dipisahkan, Islam harus berbentuk negara maka ada ulama

yang mendefinisikan Islam, Islam itu adalah agama dan negara. Memang

tidak bisa dipisahkan, Islam harus dalam bentuk negara, dalam bentuk kekuasaan dalam istilah saya, karena negara dan secara sempurna

Page 132: Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7544/1/PRAGA... · Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

transnasional, bukan nasional, Islam tidak mengenal nasional. Walaupun Allah menciptakan berbangsa-bangsa dan berkaum-kaum itu untuk saling

kenal-mengenal bukan sebagai ikatan saudara tapi saya katakan yang

disebut saudara itu sesama mukmin bukan sesama bangsa, bahkan bukan

sesama keluarga.