Skrip

Embed Size (px)

Citation preview

TUGAS AKHIR PROGRAM MAGISTER (TAPM)

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN HARGA PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN MASYARAKAT(STUDI PADA KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN SERPONG)

TAPM diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Administrasi Publik

Disusun oleh : Giri Cahyono NIM: 014599333

Program Pascasarjana Universitas Terbuka 2008

1

UNIVERSITAS TERBUKA PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK

PERNYATAAN

TAPM yang berjudul PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN

HARGA PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN MASYARAKAT(STUDI PADA KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN SERPONG) Adalah hasil karya saya sendiri, dan seluruh sumber yang saya kutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan adanya penjiplakan (plagiat), maka saya bersedia menerima sanksi akademik.

Jakarta, 3 September 2008 Yang menyatakan,

Meterai Rp6000

GIRI CAHYONO NIM.014599333

2

LEMBAR PERSETUJUAN TUGAS AKHIR PROGRAM MAGISTER (TAPM)

JUDUL TAPM

: PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN HARGA PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN MASYARAKAT (STUDI PADA KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN SERPONG )

PENYUSUN TAPM : GIRI CAHYONO NIM : 014599333

PROGRAM STUDI : MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK Hari/Tanggal : Rabu, 3 September 2008

Menyetujui: Pembimbing II Pembimbing I

Dr SUGILAR NIP. 131671932

Dr WILFREDUS B ELU NIP

Mengetahui, Direktur Program Pascasarjana

Prof. Dr. UDIN S WINATAPUTRA,MA NIP. 130367151

3

UNIVERSITAS TERBUKA PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK

PENGESAHAN

Nama NIM Program Studi Judul TAPM

: GIRI CAHYONO : 014599333 : Magister Administrasi Publik : PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN HARGA PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN

MASYARAKAT (STUDI PADA KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN SERPONG ) Telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Penguji TAPM Program Pascasarjana Program Studi Administrasi Publik,.Universitas Terbuka pada :

Hari, Tanggal Waktu

: Rabu, 3 September 2008 : 08:30 10:30

Dan telah dinyatakan LULUS PANITIA PENGUJI TAPM Ketua Komisi penguji : SUCIATI,Ph.D .............................

Penguji ahli

:

Dr. LIESTYODONO, B.I., M.Si..............................

Pembimbing I

:

Dr WILFREDUS B ELU

..............................

Pembimbing II

:

Dr. SUGILAR

..............................

4

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT bahwa akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan TAPM yang merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Magister Administrasi Publik pada Universitas Terbuka Jakarta. Pemilihan tema pada TAPM ini adalah kelanjutan dari Proposal Tesis yang berkaitan dengan kualitas dan harga pelayanan pada lembaga pemerintah, dalam hal ini diwakili oleh Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Serpong. Tema ini dipilih karena penelitian mengenai pelayanan publik masih menjadi salah satu isu penting yang harus segera dibenahi di negeri ini. Selain itu, menurut pengetahuan penulis, belum adanya penelitian yang mempelajari kualitas dan harga pelayanan secara bersamaan pada KUA. Maka, penelitian mengenai penyelenggaraan pelayanan di KUA akan menjadi tema tesis yang menarik untuk dibahas. Penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr Wilfredus B Elo, Dr Sugilar, Dr. Zainul Ittihad Amin,M.Si selaku dosen pembimbing TAPM dan Proposal Tesis, Ibu Dra.Susanti,M.Si selaku Ketua Program, Bapak Drs Benri Sjah,MA,MSc, Ibu Yayah, Ibu Endang, selaku Staf Akademik UPBJJ Jakarta, dan rekan rekan mahasiswa, serta istri tercinta yang setia menemani penulis mulai sejak pertama kuliah hingga ke tahap pembuatan tesis ini. Tak ada gading yang tak retak. Karena keterbatasan penulis, maka tentu saja akan dijumpai kelalaian atau kesalahan pada penulisan TAPM ini. Karena itu

5

kritik dan saran dari pembaca akan sangat penting artinya bagi penulis, agar kualitas TAPM yang dibuat akan semakin meningkat. Mudah mudahan TAPM ini dapat bermanfaat sebagai masukan bagi keilmuan Administrasi Publik umumnya dan berguna sebagai sarana peningkatan kualitas intelektual bagi penulis khususnya.. Demikianlah kata pengantar pada tugas penulisan TAPM ini.

Penulis

6

DAFTAR ISI Halaman i-i ii - ii iii - iii iv - v vi - vii viii - ix x-x xi - xi xii - xii 1-9 1-7 7-8 8-8 9-9 10 - 26 10 - 22 10 - 15 15 - 18 18 - 22 22 - 23 24 - 26 27 - 42 27 - 33 28 - 29 29 - 29 30 - 31 33 - 42 34 - 50 36 - 51 38 - 52 39 - 55 40 - 54 41 - 55 42 - 43 42 - 43 43 - 43

Pernyataan Orisinalitas Persetujuan Pengesahan Abstrak Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar Lampiran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Perumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Kegunaan Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kualitas Pelayanan 2. Harga Pelayanan 3. Kepuasan Masyarakat B. Kerangka Berpikir C. Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian 1. Kualitas Pelayanan 2. Harga Pelayanan 3. Kepuasan Masyarakat B. Populasi dan Sampel 1. Gambaran Umum Populasi Penelitian 2. Faktor Berkurangnya Populasi 3. Diskriminasi Populasi Untuk Langkah Penyebaran Kuisioner 4. Tingkat Keberhasilan Penyebaran Kuisioner a. Tingkat Keberhasilan Populasi Dengan Nomor Telepon b. Tingkat Keberhasilan Populasi Tanpa Nomor Telepon C. Instrumen Penelitian 1. Telaahan Dokumen 2. Kuisioner

7

D. Prosedur Pengumpulan Data E. Metode Analisis Data a. Uji Validitas b. Uji Reliabilitas BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi KUA Kecamatan Serpong 1. Deskripsi Umum Organisasi KUA Kecamatan Serpong 2. Profil Responden B. Analisis Deskriptif 1. Variabel Kualitas Pelayanan, Dimensinya Serta Indikatornya 2. Variabel Harga Pelayanan, Dimensinya Serta Indikatornya 3. Variabel Kepuasan Masyarakat, Dimensinya Serta Indikatornya 4. Analisis Hasil Jika Jawaban Ragu - Ragu Dihilangkan 5. Analisis Hasil Perbandingan Antara Pengguna Jasa Pelayanan KUA C. Uji Hipotesa 1. Uji Hipotesa Kualitas Pelayanan,X1 Terhadap Kepuasan Masyarakat,Y 2. Uji Hipotesa Harga Pelayanan,X2 Terhadap Kepuasan Masyarakat,Y 3. Uji Hipotesa Kualitas Pelayanan,X1 dan Harga Pelayanan,X2 Secara Bersama-sama Terhadap Kepuasan Masyarakat,Y BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA

43 - 45 45 - 47 47 - 48 48 - 51 52 - 89 43 - 56 43 - 47 55 - 56 56 - 64 65 - 70 70 - 78 78 - 79 79 - 80 80 - 89 80 - 83 83 - 85 85 - 89

90 - 98 90 - 93 94 - 98 99 - 101 102 116 117

LAMPIRAN BIODATA

8

DAFTAR GAMBAR

3.1 4.1 4.2 4.3 4.4

Model Penelitian Struktur Organisasi KUA kecamatan Serpong Analisis Deskriptif Dimensi - Dimensi dari Kualitas Pelayanan Analisis Deskriptif Dimensi - Dimensi dari Harga pelayanan Analisis Deskriptif Dimensi - Dimensi dari Kepuasan Masyarakat

28 57 59 67 73

9

DAFTAR TABEL 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10 3.11 3.12 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13 4.14 4.15 4.16 4.17 4.18 Kisi - Kisi Operasionalisasi Variabel Jumlah Pernikahan Per Tahun Sejak Tahun 2002 Pada KUA Kecamatan Serpong Populasi Pernikahan Pada KUA Kecamatan Serpong Populasi Dengan Alamat Tidak Jelas Pada KUA Kecamatan Serpong Populasi Pasangan Pernikahan Berdasarkan Kepemilikan Informasi Nomor Telepon Pada KUA Kecamatan Serpong Populasi Dengan Informasi Nomor Telepon Populasi Dengan Informasi Tanpa Nomor Telepon Nilai Validitas Pada 20 Populasi Nilai Validitas Pada 88 Populasi Nilai Reliabilitas Pada 20 Populasi Nilai Validitas Pada 88 Populasi Jadwal Waktu Pembuatan TAPM Analisis Deskriptif Dimensi dari Variabel Kualitas Pelayanan Analisis Deskriptif Indikator Indikator dari Dimensi Tangible Analisis Deskriptif Indikator Indikator dari Dimensi Reliabilitas Analisis Deskriptif Indikator Indikator dari Dimensi Responsif Analisis Deskriptif Indikator Indikator dari Dimensi Assurance Analisis Deskriptif Indikator Indikator dari Dimensi Emphaty Analisis Deskriptif Dimensi dari Variabel Harga Pelayanan Analisis Deskriptif Indikator Indikator dari Dimensi Harga Moneter Analisis Deskriptif Indikator Indikator dari Dimensi Harga Waktu Analisis Deskriptif Indikator Indikator dari Dimensi Harga Tenaga Analisis Deskriptif Indikator Indikator dari Dimensi Harga Psikis Analisis Deskriptif Dimensi dari Variabel Kepuasan Masyarakat Analisis Deskriptif Indikator Indikator dari Dimensi Sebelum Pelayanan Analisis Deskriptif Indikator Indikator dari Dimensi Saat pelayanan Analisis Deskriptif Indikator Indikator dari Dimensi Sudah pelayanan Analisis Deskriptif Indikator Indikator dari Dimensi Rekomendasi Perbandingan Hasil dengan Eliminasi Jawaban Ragu-ragu Perbandingan Hasil Antara Pengguna Jasa Mempelai dan kerabat 32 35 36 38 39 40 41 47 48 49 49 51 59 60 61 62 64 65 67 68 69 69 70 72 74 75 76 77 80 82

10

DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1 Kuisioner Penyelenggaraan Pelayanan pada KUA Serpong LAMPIRAN 2 Data Hasil Variabel Kualitas Pelayanan LAMPIRAN 3 Data Hasil Variabel Harga Pelayanan LAMPIRAN 4 Data Hasil Variabel Kepuasan Masyarakat LAMPIRAN 5 Profil Responden dan Saran Pribadi Responden LAMPIRAN 6 Uji Statistik antar variabel Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Masyarakat LAMPIRAN 7 Uji Statistik antar variabel Harga Pelayanan terhadap Kepuasan Masyarakat LAMPIRAN 8 Uji Statistik antar variabel Kualitas dan Harga Pelayanan terhadap Kepuasan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH Tujuan nasional bangsa ini sebagaimana termaktub dalam alinea keempat pembukaan UUD 45 adalah mencapai masyarakat adil makmur dan sejahtera berdsarakan Pancasila dan UUD 45. Berbagai momentum telah dialami oleh negeri ini. Momentum terakhir yang paling mempengaruhi ini adalah lahirnya era reformasi pada tahun 1998 sebagai kelanjutan dari era orde baru yang mempunyai implikasi luas dalam berbagai kehidupan bangsa Indonesia. Era reformasi merupakan tumpuan harapan masyarakat bangsa ini yang sudah jenuh dengan krisis ekonomi moneter, krisis politik yang melemahkan supremasi hukum, kesenjangan ekonomi sosial, tidak meratanya pembangunan, mendarah dagingnya praktek KKN dan buruknya fungsi pelayanan oleh aparat pemerintah. Era reformasi menggusur era Orde Baru diiharapkan mampu menyelesaikan berbagai permasalahan di atas dengan tuntas. Salah satu permasalahan yang menarik untuk dibahas di atas adalah masalah pelayanan publik. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pelayanan di negeri ini memiliki konotasi yang negatif, seperti lamban, mahal dan banyaknya ketidak jelasan. Bagaimana perkembangan fungsi pelayanan aparat pemerintah selama hampir sepuluh tahun bergulirnya era reformasi, adalah suatu hal yang menarik untuk dibahas.

2

Sebagian berita mengenai pelayanan publik setelah era reformasi adalah sebagaimana dinyatakan oleh Leo Agustino, dalam harian Pikiran Rakyat 13 Januari 2004, menyampaikan hasil penelitian Center For Population and Policy studies (CPPS) UGM mengenai buruknya pelayanan aparatur birokrasi yang dirasakan masih kaku. Penelitian CPPS selanjutnya menyatakan bahwa organisasi public cenderung kurang tanggap dalam menanggapi keluhan masyarakat. Selanjutnya, pelayanan publik juga dinilai tidak efisien dan pungli. Berita lainnya disampaikan Tajuk Suara Pembaruan tertanggal 15 Oktober 2005 yang menyatakan betapa mahalnya biaya kesehatan dan pendidikan, sebagai salah satu jenis pelayanan yang seharusnya diperhatikan oleh pemerintah. Pemerintah tampaknya belum menganggap penting investasi di pendidikan dan kesehatan. Kebanyakan Pemda sibuk mengurus peraturan untuk mengisi pendapatan daerahnya. Selanjutnya, Budiman dari UNY Yogyakarta, dalam tulisannya yang dimuat dalam Jurnal efisiensi On Line Vol VI No.1 Februari 2006, mengemukakan bahwa pelayanan publik ini masih buruk, lamban, penuh pungli dan inefisiensi. Hal ini mudah bagi masyarakat untuk menilai karena rakyat langsung merasakannya. Ternyata, berita berita di atas menunjukan bahwa setelah era reformasi digulir di negeri ini, kualitas pelayanan publik masih jauh dari memuaskan dan cenderung buruk. Benarkah semua instansi pemerintah memberikan pelayanan yang buruk. Bagaimana dengan pelayanan Departemen Agama RI,yang keberadaannya diwakili oleh Kantor Urusan Agama (KUA) pada setiap wilayah

3

kecamatan. ? Apakah masih mencerminkan kualitas pelayanan publik yang jauh dari memuaskan? Berdasarkan informasi dari penelitian terdahulu yang memiliki lokasi di lingkungan KUA, diperoleh 30 hasil penelitian skripsi dan tesis. Kemudian dilakukan pemilihan penelitian lanjutan berdasarkan konteks pelayanan publik, maka ditemukan 4 judul penelitian yang mirip. Satu judul penelitian, yang diteliti Nurmillah (2005) menyoroti upaya peningkatan pelayanan oleh KUA Kebon Jeruk. Penelitian ini menjelaskan faktor faktor pendukung dan penghambat peningkatan pelayanan. Sayangnya tidak dijelaskan secara kuantitatif, seberapa efektif keberhasilan upaya peningkatan pelayanan tersebut. Tiga judul lainnya yang diteliti oleh Juera (2005), Syaadzaly (2006) dan Aisyah (2004) menyoroti faktor mahalnya biaya menikah di setiap KUA yang mereka teliti. Sayangnya, mereka sudah mengasumsikan lebih dahulu bahwa biaya menikah memang mahal, tanpa melalui penelitian atau survey terdahulu yang menunjukan bahwa biaya menikah memang dirasakan mahal oleh masyarakat. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian yang menyeluruh mengenai penyelenggaraan pelayanan publik di KUA. Atas dasar inilah maka penelitian ini dilaksanakan oleh peneliti. Lokus proposal tesis ini dilakukan di KUA Kecamatan Serpong. Dasar pemilihan untuk melakukan penelitian pada KUA adalah berdasarkan kajian yang dilakukan, bahwa masih belum ditemui penelitian yang menjadikan KUA sebagai obyek kajian untuk masalah yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan. Pertimbangan selanjutnya mengenai dipilihnya KUA kecamatan Serpong adalah didasari pada aspek jumlah pegawai KUA Kecamatan Serpong yang relatif sedikit. Sehingga hal ini sangat menarik untuk diteliti apakah dengan jumlah

4

pegawai yang relatif sedikit, cukup efektif untuk memberikan pelayanan yang memuaskan terhadap masyarakat. Fokus proposal tesis ini adalah penelitian pada dampak kepuasan masyarakat Kecamatan Serpong melalui pelayanan urusan agama Islam oleh KUA Kecamatan Serpong. Hal ini didasari keadaan nyata pada pelaksanaan pelayanan publik di KUA Kecamatan Serpong secara umum yang diamati melalui observasi awal pada tanggal 11 15 Juni 2007 dalam dua hal, yaitu : 1. Masih banyak ditemui di masyarakat Kecamatan Serpong yang tidak mau berurusan langsung dengan pelayanan KUA Kecamatan Serpong. Mereka masih mengandalkan pihak ketiga dalam berurusan dengan KUA Kecamatan Serpong. Tentu saja hal ini menimbulkan pertanyaan, kenapa masih banyak masyarakat kecamatan Serpong yang tidak mau berurusan langsung dengan KUA Kecamatan Serpong. Faktor-faktor apa yang menyebabkan masyarakat enggan melakukan hubungan langsung dengan KUA Kecamatan Serpong.? Berdasarkan observasi awal ini diperoleh informasi bahwa faktor keengganan masyarakat disebabkan oleh ketidak jelasan prosedur pelayanan pernikahan. Ketidak jelasan pelayanan ini ternyata dirasakan oleh masyarakat Serpong sebagai kekhawatiran. Sehingga banyak masyarakat Serpong yang memilih untuk tidak berurusan langsung dengan KUA Kecamatan Serpong. Kebanyakan masyarakat Kecamatan Serpong tidak mengetahui langkahlangkah pelayanan seperti bagaimana cara untuk memulai pendaftaran, bagaimana langkah setelah pendaftaran, dokumen apa saja yang dibutuhkan untuk pendaftaran, dan

5

berapa besar biaya perkawinan yang harus dikeluarkan saat nikah bedol, atau nikah di luar kantor KUA. 2. Faktor kedua adalah ketidak jelasan harga pelayanan yang harus dikeluarkan oleh setiap masyarakat pengguna jasa pernikahan, terutama saat melaksanakan prosesi pernikahan di luar kantor KUA dan di luar jam kerja KUA. Kebanyakan masyarakat Kecamatan Serpong tidak

mengetahui berapa sesungguhnya biaya resmi yang harus dikeluarkan dalam penggunaan jasa tersebut. Masyarakat merasa tidak atau belum pernah diberitahu oleh pihak KUA Kecamatan Serpong, berapa biaya sesungguhnya dari prosesi pernikahan. Ketidak jelasan ini juga menimbulkan rasa tidak puas dari sebagian masyarakat yang menganggap biaya yang harus dikeluarkan oleh mereka, terlalu mahal. Oleh karena itu pihak KUA Kecamatan Serpong harus melakukan langkah langkah sosialisasi untuk menjernihkan permasalahan ini. 3. Pelaksanaan pelayanan publik masih berfokus kepada pelayanan perkawinan pada masyarakat. Hal ini disebabkan oleh sedikitnya dua faktor. Faktor pertama adalah ketidak tahuan masyarakat mengenai fungsi sebenarnya dari KUA kecamatan Serpong yang sebetulnya tidak hanya melayani urusan perkawinan saja, melainkan juga urusan keagamaan Islam lainnya, seperti zakat wakaf, pangan halal, ibadah sosial, kemesjidan atau lainnya. Faktor kedua adalah keterbatasan sumber daya, baik sumber daya manusia ataupun finansial yang menyebabkan, bidangbidang urusan lain selain perkawinan kurang berkembang.

6

Untuk menjawab permasalahan di atas, perlu dilakukan penelitian secara lebih komprehensif lebih dahulu mengenai bagaimana kualitas pelayanan publik dan harga pelayanan publik di KUA Kecamatan Serpong. Hal ini penting untuk dapat dijadikan sumber rujukan bagi instansi pemerintah terkait, yaitu Departemen Agama. Secara ideal selanjutnya kedua hal tersebut dicari tahu apakah mampu memberikan dampak terhadap tingkat kepuasan masyarakat. Kualitas pelayanan bisa dilihat dari teori Zeithaml (2000:82), yaitu dengan mempertimbangkan lima faktor. Faktor pertama adalah tangible atau sarana fisik, kedua adalah Reliability atau keandalan untuk menyediakan pelayanan, ketiga adalah responsiveness atau kesanggupan memberikan pelayanan cepat dan tepat, yang keempat adalah assurance atau keramahan dan sopan santun yang meyakinkan kepercayaan konsumen dan yang kelima adalah emphaty atau sikap penuh perhatian terhadap konsumen. Berdasarkan kajian awal yang dikaitkan dengan teori Zeithaml (2000:82), maka kualitas pelayanan di KUA kecamatan Serpong memiliki permasalahan di tangibles atau sarana kerja yang masih belum optimal, reliability atau perhatian pegawai terhadap masyarakat yang belum optimal dan assurance atau kekurang - mudahan pegawai untuk dihubungi. Sementara itu, berhubungan dengan harga suatu pelayanan, mengacu pada konsep Kotler (1997: 34), yang melihat empat faktor penting dalam harga pelayanan, yaitu moneter, waktu, tenaga dan psikis. Penetapan harga dalam pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah, menurut Kotler (1997:110) seharusnya juga didasari oleh pertimbangan sosial ekonomi masyarakat sebagai konsumennya. Berdasarkan konsep inilah dicoba diukur harga pelayanan yang diberikan oleh KUA Kecamatan Serpong.

7

Tingkat kepuasan masyarakat dalam penelitian ini mengutip dari Giese dan Cote (2000) yang menjelaskan pendapat Oliver (1997) bahwa definisi kepuasan konsumen mengacu pada literatur emosi.Dalam konsep ini dijelaskan bahwa semua orang mengetahui arti kepuasan konsumen adalah sampai diminta untuk memberikan definisi. Lebih lanjut Giese dan Cote (2000) juga menyampaikan definisi lain dari Cadotte, Woodruff, Jenkins, Halstead, Hartman dan Schmidt, bahwa kepuasan konsumen juga berarti melihat respon afektif dari konsumen. Atas dasar inilah maka konsep kepuasan masyarakat dinilai. Walaupn sebetulnya telah dikenal konsep kepuasan masyarakayt yang populer melalui Kotler (1997:36), Aritonang (2005:138), Engel (1990) dan Pawitra (1993) (dalam Gerson,2001:24), serta Gerson (2001:5), yaitu bahwa kepuasan pelanggan terjadi bila produk atau jasa memenuhi atau melampaui harapan pelanggan, diperoleh gambaran bahwa tingkat kepuasan tampaknya belum optimal. Maka dapat disimpulkan bahwa penelitian berkaitan dengan pelayanan publik pada KUA Kecamatan Serpong sangat perlu dilakukan karena hingga saat ini belum ditemukan penelitian yang terkait dengan permasalahan ini pada KUA kecamatan ini, terutama yang membahasan mengenai keterkaitan antara kualitas pelayanan, harga pelayanan dan kepuasan masyarakat.

B. PERUMUSAN MASALAH Dari penjelasan di atas nampak terlihat banyak persoalan yang terkait satu dengan lainnya dan menjadi sangat kompoleks untuk dibahas dan tidak mudah untuk diselesaikan. Atas dasar tersebut, maka penelitian ini dilakukan

8

pembatasanpembatasan penelitian yang diuraikan dalam bentuk rumusan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh kualitas pelayanan terhadap tingkat kepuasan masyarakat ? 2. Bagaimana pengaruh harga pelayanan terhadap tingkat kepuasan masyarakat ? 3. Bagaimana pengaruh kualitas pelayanan dan harga pelayanan terhadap tingkat kepuasan masyarakat ?

C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dengan maksud untuk meneliti secara ilmiah mengenai pengaruh kualitas penyelenggaraan pelayanan dan harga pelayanan serta dampaknya terhadap tingkat kepuasan masyarakat. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui seberapa besar pengaruh antara kualitas pelayanan terhadap tingkat kepuasan masyarakat. 2. Mengetahui seberapa besar pengaruh antara harga pelayanan terhadap tingkat kepuasan masyarakat. 3. Mengetahui pengaruh kualitas pelayanan dan harga pelayanan terhadap tingkat kepuasan masyarakat.

9

D. KEGUNAAN PENELITIAN 1. Kegunaan Akademis Untuk menambah khazanah ilmu bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan tingkat kualitas pelayanan dan harga pelayanan serta kepuasan masyarakat pada pelaksanaan pelayanan publik Kantor Urusan Agama atau KUA, yang merupakan bagian integral dalam ilmu Adninistrasi Publik. 2. Kegunaan praktis Sebagai bahan pertimbangan teknis bagi departemen Agama RI dalam penyusunan perencanaan dan evaluasi pengembangan pada KUA, terutama dengan hal hal yang berkaitan dengan kualitas pelayanan dan harga pelayanan serta kepuasan masyarakat.

10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. KAJIAN TEORI

1. Kualitas Pelayanan Kualitas menurut Tjiptono (1998:51) adalah ukuran kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas kualitas disain dan kualitas kesesuaian. Namun menurut Total Quality Management (TQM), kualitas dapat dipandang secara lebih luas, di mana tidak hanya aspek hasil saja yang ditekankan, melainkan juga proses, lingkungan dan manusia. Goetsh dan Davis (Tjiptono, 1998:51) menyatakan kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, prosesdan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Selanjutnya perspektif kualitas menurut Garvin dalam Tjiptono (1998:53) terbagi dalam lima pendekatan, yaitu : a. Transcendental approach, yang berarti dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan atau dioperasionalkan. b. Product-based approach, atau berarti karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. c. User based-approach, adalah bergantung pada cara orang

memandangnya dan bernilai subyektifitas yang tinggi. d. Manufacturing-based approach, atau memperhatikan kesesuaian atau sama dengan persyaratan melalui standar standar tertentu.

11

e. Value-based approach, yaitu melihat dari segi nilai dan harga. Mempertimbangkan trade off antara kinerja dan harga. Barang berkualitas belum tentu bernilai, namun definisi bernilai adalah yang paling tepat dibeli.

Pelayanan menurut kamus besar bahasa Indonesia (1988) adalah cara melayani, jasa, atau kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli barang atau jasa. Pelayanan menurut Pass et all (1994) dalam kamus bisnis lengkap Collins adalah aktivitas ekonomi yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan bisnis atau pribadi. Definisi pelayanan menurut Kotler dalam Nasution (2005:98) adalah aktifitas atau manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Produknya mungkin terikat atau tidak terikat pada produk fisik. Moenir (1992:16) menyatakan bahwa pelayanan adalah suatu proses penggunaan akal pikiran, panca indera dan anggota badan dengan atau tanpa alat bantu yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan baik dalam bentuk barang maupun jasa.

Pelayanan, atau seperti yang diungkapkan Kotler dalam Tjiptono (1998:6) adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lainyang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menhasilkan kepemilikan sesuatu. Produksi jasa bisa berhubungan dengan produk fisik maupun tidak.

12

Lebih lanjut Moenir (1992:18) menjelaskan bahwa makna pelayanan memiliki arti luas, yang menyangkut segala usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka mencapai tujuan. Kemudian Moenir (1992:18) memberikan sebuah contoh untuk menjelaskan definisi pelayanan sebagai berikut : Seseorang yang sebutlah bernama A memerlukan surat keterangan tentang jati diri sebagai pegawai di suatu perusahaan bernama X. Kemudian seseorang, sebutlah bernama B adalah salah seorang petugas yang berwenang di perusahaan X dimaksud dalam memproses atau membuat surat keterangan yang diperlukan A tersebut. Dalam hal ini, apa yang dilakukan B terhadap A inilah disebutkan sebagai pelayanan. Moenir (1992:21) membagi pelayanan secara umum menjadi dua jenis utama, yaitu : a. Layanan fisik yang sifatnya pribadi sebagai manusia. b. Layanan administratif yang diberikan oleh orang lain selaku anggota organisasi (organisasi massa atau organisasi negara) Karakteristik pelayanan seperti dinyatakan Tjiptono (1998:15-18) memiliki empat aspek yaitu : a. Intangibility atau tidak memiliki wujud. b. Inseparibility atau bersifat dijual lebih dahulu, baru dipakai dan diproduksi secara bersamaan. c. Variability atau memiliki banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis. Bergantung pada siapa, kapan dan di mana jasa tersebut dihasilkan. d. Perishability atau merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Pelayanan, atau oleh Batinggi (2005:1.3) disebut sebagai Pelayanan Umum, lahir karena adanya kepentingan Umum. Pelayanan umum bukanlah tujuan, melainkan suatu proses untuk mencapai sasaran tertentu yang ditetapkan.

13

Pelayanan, menurut Batinggi (2005:1.3) adalah katalisator yang mempercepat apa yang ingin atau seharusnya dicapai. Pelayanan, menurut Batinggi (2005:1.17) terdiri atas empat faktor, yaitu : a. Sistem, prosedur, metode b. Personel, terutama ditekankan pada perilaku aparatur c. Sarana dan prasarana d. Masyarakat sebagai pelanggan Kualitas pelayanan atau jasa menurut Gummeson dalam Ratminto (2006:98) memiliki empat sumber, yaitu : a. Design quality; atau bergantung waktu pertama jasa didesain untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. b. Production quality, atau bergantung pada kerjasama antara departemen produksi dan departemen pemasaran. c. Delivery quality, atau berkaitan dengan janji perusahaan kepada pelanggan. d. Relationship quality, atau berhubungan dengan professional dan sosial antara perusahaan dengan stakeholder (pelanggan, pemasok, agen, pemerintah dan karyawan perusahaan ) Johnston dan Silvestro dalam Tjiptono (1998:99) membagi kualitas pelayanan dalam tiga kelompok faktor besar, yaitu : a. Hygene factors; yaitu faktor faktor yang diharapkan pelanggan dan harus ada kesesuaian. b. Enhancing factors, yaitu faktor faktor yang menyebabkan pelanggan menjadi puas.

14

c. Dual threshold factors, yaitu faktor faktor yang bila tidak ada atau tidak tepat penyampaiannya akan membuat pelanggan tidak puas. Prinsip prinsip kualitas pelayanan, menurut Ratminto (2006:19-20) meliputi kesederhanaan, kejelasan, kepastian waktu, akurasi, keamanan, tanggung jawab, kelngkapan sarana dan prasarana, kemudahan akses, kedisiplinan, kesopanan dan keramahan serta kenyamanan. Pelayanan yang berdaya guna, menurut Batinggi (2005) diperlukan penerapan prinsip prinsip pelayanan sebagai berikut : a. Proses dan prosedur ditetapkan lebih awal b. Semua pihak harus mengetahui dan memahami prosedur tersebut. c. Disiplin bagi pelaksana untuk menaati prosedur tersebut. d. Perlunya peninjauan prosedur oleh pimpinan dan sewaktu waktu dapat dirubah apabila perlu e. Perlu penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan budaya organisasi untuk penciptaan kualitas layanan. f. Kualitas berarti pemenuhan keinginan, kebutuhan dan selera konsumen. g. Setiap orang dalam organisasi merupakan partner dengan orang lainnya. Hakikat kualitas pelayanan publik menurut Keputusan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 tahun 2004, dalam Ratminto (2006:19-20) adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang

merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat, yang berasaskan kepada: a. Transparansi atau memiliki sifat keterbukaan. b. Akuntabilitas, atau dapat dipertanggung jawabkan.

15

c. Kondisional, atau sesuai dengan kondisi untuk memenuhi prinsip efisiensi dan efektifitas. d. Partisipatif, yang berarti mendorong peran serta masyarakat. e. Kesamaan hak atau tidak diskriminatif. f. Keseimbangan hak dan tanggung jawab, antara pihak pemberi pelayanan dan pihak penerima pelayanan. Selanjutnya, Ratminto (2006:28) menyatakan bahwa hendaknya setiap penyelenggara pelayanan melakukan survey indeks kepuasan masyarakat secara berkala. Hal ini penting untuk meningkatkan dan menjaga kualitas pelayanan agar tetap pada tingkat yang baik, bahkan memuaskan.

Pengukuran kualitas pelayanan, menurut Amin (2007:89) yang mengutip Zeithaml et al (1990) dan Horwitz and Neville (1996) memiliki beberapa kriteria, yaitu : a. Tangibles, penampilan fisik dari organisasi b. Reliability, kemampuan memberikan pelayanan yang akurat c. Responsiveness, kemampuan segera melakukan pelayanan d. Assurance, menanamkan keyakinan dan kepercayaan pada konsumennya e. Emphaty, memberikan perhatian secara pribadi

2. Harga Pelayanan Setiap organisasi menetapkan harga atas produk atau pelayanan (jasa) yang mereka hasilkan. Harga dalam kenyataan keseharian bisa berarti uang sewa suatu rumah kontrakan atau indekos, uang kuliah pada suatu perguruan tinggi, ongkos

16

naik kendaraan umum tertentu, tarif tol, premi suatu produk asuransi atau gaji pegawai suatu perusahaan. Harga, menurut Tjiptono (2002:151) merupakan komponen yang sangat penting bagi kelangsungan suatu organisasi karena harga berpengaruh langsung terhadap laba perusahaan. Penentuan harga dipengaruhi oleh pendapatan total dan biaya total. Harga juga merupakan indikator nilai, karena berhubungan dengan manfaat langsung yang dirasakan oleh konsumen. Peranan penting harga, dijelaskan Tjiptono (2002:152) sebagai alokasi harga yang membantu pembeli untuk memutuskan manfaat sebelum membeli. Kedua, peran informasi yang mendidik konsumen dalam mengenali faktor-faktor produk. Harga suatu pelayanan ditentukan oleh banyak faktor. Menurut Boarden (2001: 252-255), terdapat lima faktor penting dalam keputusan penentapan harga, yaitu : a. Ongkos. Ongkos meliputi biaya produksi untuk pembuatan produk mulai dari bahan mentah hingga bahan jadi dan pengemasannya, termasuk juga biaya promosi b. Konsumen. Dalam aspek ini melibatkan bagaimana harapan dan keinginan dari konsumen mengenai produk atau pelayanan yang akan diberikan kepada mereka. c. Jalur ditribusi.

17

Proses perjalanan produk dari penjual hingga diterima oleh konsumen merupakan faktor penting untuk menentukan harga karena pada proses ini membutuhkan biaya. d. Kompetisi Faktor dari harga yang ditetapkan oleh kompetitor akan sangat mempengaruhi keadaan pasar. Oleh karena itu harga dari kompetitor harus menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan harga. Karena jika harga kita terlalu tinggi, maka akan mempengaruhi angka penjualan. e. Kesesuaian dengan tujuan organisasi. Penentuaan harga juga dipengaruhi oleh bagaimana tujuan organisasi. Jika organisasi menetapkan citra dirinya sebagai perusahaan yang elegan dan mewah, maka kebijakan harga yang rendah sebaiknya harus dihindari, karena akan merusak citra perusahaan.

Selanjutnya, Kotler (1997:109) menjelaskan bahwa untuk menetapkan harga membutuhkan enam langkah, yaitu a. Memilih tujuan penetapan harga. b. Menentukan permintaan. c. Memperkirakan biaya. d. Menganalisisi biaya, harga dan penawaran bersaing. e. Memilih metode penetapan harga f. Memilih harga akhir. Strategi penetapan harga menurut Mc Carthy dan Perreault (1995) dalam Tjiptono (2002:171-173) dilakukan dengan dua cara, yaitu cara Skimming price

18

dan penetration price. Skimming price berarti penetapan harga yang tinggi di awal produk itu dipasarkan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi jika sewaktu-waktu harga akan diturunkan karena pengaruh pasar. Kedua, penetration price, yaitu menetapkan harga murah di awal produk itu dipasarkan dengan maksud untuk mendapatkan sebanyak mungkin konsumen yang membeli. Selanjutnya oleh

Tjiptono (2002:174) dijelaskan bahwa perubahan harga akan dipengaruhi oleh lingkungan pemasaran dan pergeseran permintaan oleh konsumen. Penetapan harga dalam pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah, menurut Kotler (1997:110) didasari oleh pertimbangan sosial yang disesuaikan berdasarkan keadaan ekonomi masyarakat sebagai konsumennya. Harga, menurut Kotler (19997:34), bukan hanya melibatkan besaran moneter, melainkan juga harga waktu, tenaga dan psikis. Berdasarkan konsep harga inilah dicoba diukur harga pelayanan yang diberikan oleh KUA Kecamatan Serpong.

3. Kepuasan Masyarakat Kepuasan pelanggan, menurut Day dalam Tse dan Wilton ( dalam Tjiptono 1998:146) adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidak sesuaian atau

diskonfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual setelah pemakaiannya. Selanjutnya, Engel et al ( dalam Tjiptono 1998 : 147) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah evaluasi purnabeli, di mana alternatif yang dipilih sekurang kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidak puasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan.

19

Aritonang (2005:2) menjelaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah penilaian pelanggan terhadap apa yang diharapkannya dengan membeli dibandingkan dengan persepsinya terhadap kinerja yang diterima. Jika harapan lebih besar dibandingkan dengan kinerja, maka yang diperoleh adalah ketidak puasan. Jika kinerja lebih besar dibandingkan dengan harapan, maka pelanggan akan mendapatkan kepuasan. Boarden dkk (2001: 95) menjelaskan bahwa kepuasan pelanggan

berhubungan dengan diskonfirmasi antara harapan dan kenyataan kinerja pelayanan Kemudian Kotler (1994) dalam Tjiptono (1998:147) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil ) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya. Nasution (2005:48) juga mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai suatu keadaan di mana kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan dapat terpenuhi melalui produk yang dikonsumsi. Nasution (2005:49) juga mengutip pernyataan Band (1971) yang menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah perbandingan antara kualitas dari barang atau jasa yang dirasakan, dengan keinginan, kebutuhan dan harapan pelanggan. Hal ini selanjutnya ditandai dengan timbulnya pembelian ualng dan kesetiaan. Pendapat Oliver (1997) dalam Nasution (2005:50), yaitu Satisfaction is the customers fulfillment response. It is a judgement that a product or service feature, or the product or sevice itself. Provided (or is providing) a pleasurable level of consumption related fulfillment including level of under or over fulfillments

20

Pendapat yang diungkapkan para ahli di atas menunjukan kemiripan, bahwa kepuasan pelanggan berkaitan erat dengan dua faktor, yaitu harapan pelanggan dan kinerja yang diterima. Secara matematis, Nasution (2005:48) menjelaskan

bahwa:

X Z = ----------Y

Dengan, Z sebagai kepuasan pelanggan, X sebagai kualitas kinerja yang dirasakan pelanggan dan Y sebagai harapan dari pelanggan. Apabila harga Z lebih besar dari 1, maka pelanggan akan mendapatkan kepuasan. Apabila harga Z lebih kecil dari 1, maka pelanggan akan mendapatkan ketidak puasan. Namun menurut Giese dan Cote (2000) definisi mengenai kepuasan konsumen sangat banyak, selain definisi di atas. Bukan hanya berkaitan dengan teori hubungan antara harapan dan kenyataan atau respon evaluatif, melainkan juga banyak hal. Giese dan Cote (2000) di antaranya menjelaskan definisi lain seperti dijelaskan oleh Halstead, Hartman dan Schmitd tentang respon afektif, atau Howard dan Sheth tentang pernyataan psikologis, atau konsep Bolton dan Drew tentang respon kognitif. Abdelayem dkk (2007) juga menambahkan bahwa kepuasan pelanggan ditandai dengan keinginan kembali untuk membeli atau menggunakan jasa itu kembali. Hal ini juga berarti ada keinginan dari pelanggan tersebut untuk memberitahukan kepada orang lain atau merekomendasikan untuk menggunakan produk atau jasa dari perusahaan atau instansi tertentu.

21

Cara meningkatkan kepuasan menurut Foster (2001:1) secara garis besar meliputi tujuh hal, yaitu : a. Meningkatkan pelayanan kepada pelanggan. b. Meningkatkan kualitas diri anda c. Mempertahankan hubungan dengan pelanggan anda d. Memelihara proses bisnis anda. e. Merealisasikan komunikasi anda. f. Menggalang hubungan yang baik antar karyawan. g. Memperbaiki citra anda. Berdasarkan uraian Foster di atas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan yang mumpuni tidak serta merta dapat meningkatkan kepuasan pelanggan. Kemudian Gerson (2001:3) menyatakan teori mengenai pengukuran kepuasan pelanggan, yaitu sebagai persepsi pelanggan bahwa harapannya telah terpenuhi atau terlampaui. Gerson (2001:5) juga menyatakan bahwa bila suatu produk atau jasa memenuhi atau melampaui harapan pelanggan, biasanya pelanggan merasa puas. Gerson juga menyatakan (dalam Amin 2007:113) terdapat lima dimensi yang mempengaruhi kepuasan pelanggan, yaitu : a. Kecepatan pelayanan; dilihat dari kecepatan memberikan tanggapan, penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan. b. Keramahan karyawan; dilihat dari perilaku sopan santun, tutur kata, penampilan yang menarik.

22

c.

Pengetahuan karyawan; mampu menjelaskan dengan memuaskan, memberikan advokasi dan alternatif solusi

d.

Jumlah pelayanan yang tersedia; yaitu rasio rasio tempat layanan dengan yang dilayani atau rasio junlah aparat dengan yang dilayani

e.

Tampilan formalitas; dilihat dari ketersediaan sarana pendukung, kerapihan dan kenyamanan tempat kerja

Metode penilaian kepuasan pelanggan secara sederhana dilakukan dengan metode survey melalui pengisian jawaban kuisioner dari sangat tidak puas hingga sangat puas. Metode pengukuran kepuasan pelanggan, menurut Kotler seperti dijelaskan oleh Tjiptono (2000:148) adalah : a. Sistem saran b. Survey kepuasan pelanggan; yang dilaksanakan secara langsung melalui tingkat puas/tidak puas, atau melalui pencarian ketidak puasan, analisis masalah atau analisis kepentingan. c. Belanja siluman; yang berarti perusahaan mengutus karyawannya untuk menjadi pembeli produknya dan mencatat berbagai informasi sebagai masukan untuk menilai kepuasan pelanggan. d. Analisis kehilangan pelanggan.

B. KERANGKA BERPIKIR Penggunaan konsep bisnis dalam ranah birokrasi telah lama dilakukan dalam pelaksanaan administrasi Publik. Nugraha (2007:1.28) menyatakan bahwa organisasi publik memang telah sukses pada awalnya. Namun setelah era tahun

23

1950 dan 1960 mulai terlihat kegagalan organisasi birokrasi yang ditunjukan dengan timbulnya ketidak efisienan, kaku, lamban dan bertele tele. Hal ini disebabkan karena konsepsi dirinya yang sentralistis, formal, sistem komando dan aturan. Selanjutnya terjadi proses adopsi praktek manajemen bisnis ke dalam sektor publik, yang dikenal sebagai New Public Management (NPM), dengan tujuan agar kegagalan organisasi birokrasi di atas dapat diatasi. Maka sejumlah teori manajemen bisnis selanjutnya digunakan oleh pakar administrasi untuk melakukan penilaian terhadap organisasi publik, termasuk dalam konsep pelayanan dan kepuasan pelanggan yang menjadi kepuasan masyarakat. Pengukuran kualitas dan harga pelayanan serta kepuasan masyarakat sangat penting, sebab dapat digunakan untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi dalam memenuhi harapan dan memuaskan pengguna jasa. Penelitian ini dilakukan, yaitu pertama dilihat dari aspek penilaian kualitas pelayanan berdasarkan kriteria yang dinyatakan oleh Zeithaml et al (2000). Kedua, dari aspek Harga, yang bukan hanya melibatkan faktor moneter, melainkan juga faktor waktu, tenaga dan psikis, berdasarkan Kotler (1997:34). Kemudian kedua hasil pengukuran di atas dibandingkan dengan kepuasan masyarakat pengguna jasa, berdasakan penilaian tingkat kepuasan berdasarkan konsep Cadotte, Woodruff, Jenkins, Halstead, Hartman, Schmitdt, Westbrook dan Reilly (dalam Giese dan Cote :2000) mengenai respon afektif..

24

C. DEFINISI OPERASIONAL Pada penelitian ini digunakan 3 (tiga) variabel, terdiri dari 2 variabel bebas dan 1 variabel terikat. Variabel bebas adalah kualitas pelayanan dan harga pelayanan. Sedangkan variabel terikat adalah kepuasan masyarakat (Y). Lebih lanjut, variabel operasional ketiganya didefinisikan sebagai berikut :

1. Kualitas Pelayanan Variabel Kualitas pelayanan dalam penelitian ini adalah variabel bebas kedua yang didefinisikan berdasarkan pernyataan Zeithaml et.al (2000:82) yang menggunakan dimensi dengan indikatornya adalah sebagai berikut : a. Tangibles, Memiliki indikator berupa sarana fisik perkantoran,

administrasi, ruang tunggu, tempat informasi dan sebagainya. b. Reliability, dengan indikator adalah Kemampuan dan keandalan untuk menyediakan pelayanan yang terpercaya. c. Reponsiveness, mempunyai indikator adalah Kesanggupan untuk

membantu dan menyediakan pelayanan secara cepat dan tepat serta tanggap terhadap keinginan konsumen. d. Assurance, dengan indikatornya adalah Kemampuan dan keramahan serta sopan santun pegawai dalam meyakinkan kepercayaan konsumen. e. Emphaty, memiliki indikator adalah Sikap tegas tetapi penuh perhatian dari pegawai terhadap konsumen.

25

2. Harga Pelayanan Variabel harga pelayanan dalam penelitian ini adalah variabel bebas kedua yang didefinisikan berdasarkan pernyataan Kotler (1997:34) yang menggunakan dimensi dengan indikatornya adalah sebagai berikut : a. Harga Moneter, Memiliki indikator berupa harga pelayanan, ongkos

menuju ke pelayanan. b. Harga waktu, dengan indikator adalah lama waktu yang dibutuhkan (antrian) untuk mendapatkan pelayanan dan lama waktu pelayanan. c. Harga Tenaga, dengan indikator Tingkat kelelahan untuk mendapatkan pelayanan, Tingkat kelelahan saat mendapat pelayanan. d. Harga Psikis, dengan indikatornya adalah tingkat kesulitan dalam memenuhi persyaratan pelayanan dan tingkat kesulitan dalam menjalankan prosedur pelayanan.

3. Kepuasan Masyarakat Pengukuran variabel kepuasan pelanggan, Tingkat kepuasan masyarakat dalam penelitian ini didasari pada konsep yang dikutip dari Giese dan Cote (2000) yaitu, penilaian tingkat kepuasan berdasarkan konsep Cadotte, Woodruff, Jenkins, Halstead, Hartman, Schmitdt, Westbrook dan Reilly dilakukan melalui respon afektif dari konsumen atau masyarakat yang mendapatkan pelayanan. (dalam Giese dan Cote :2000) mengenai respon

afektif. Kepuasan masyarakat juga dinilai sebagai proses, oleh karena itu maka penilaian berdasarkan tahapan tahapan dilakukan, mulai dari sebelum, saat dan setelah pelayanan serta keinginan untuk merekomendasikan

26

berdasarkan pendapat Abdelayem (2007). Untuk lebih jelasnya, maka diungkapkan faktor faktor atau dimensi dimensinya dan indikator

indikatornya itu adalah sebagai berikut: a. Sebelum pelayanan Dengan indikator : citra, kepercayaan, keinginan untuk dilayani b. Saat mendapat pelayanan Dengan indikator: sikap saat mulai mendapatkan pelayanan, kesan saat pelayanan dan tindakan yang sering dilakukan saat pelayanan c. Setelah mendapat pelayanan Dengan indikator : kesan setelah pelayanan, sikap terhadap kesalahan, pandangan terhadap instansi d. Rekomendasi Dengan indikator: Perbandingan dengan KUA lain, sikap terhadap orang lain yang berfikir negatif terharap KUA, yang ragu terhadap KUA dan meminta bantuan untuk berurusan dengan KUA Penulisan kuisionernya dibuat sedemikian rupa sehingga bisa memancing respon afektif dari para pengisi kuisioner. Oleh karena itu jawaabn yang berbeda beda untuk setiap item pertanyaan diterapkan. Namun tetap memperhatikan faktor penilaian, yaitu nilai terendah (1) menunjukan sangat tidak puas dan nilai tertinggi (5) menunjukan sangat puas

27

BAB III METODE PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN Penelitian ini dilakukan berdasarkan metode deskriptif. Menurut Nazir (1988: 63) definisi metode deskriptif adalah metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set, kondisi, suatu sistem pemikiran atau kelas peristiwa pada masa sekarang yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta fakta, sifat sifat, serta hubungan fenomena yang diselidiki. Metode deskriptif pada penelitian ini termasuk penelitian desktiptif survey. Metode survey, menurut Nazir (1988: 65) berarti penyelidikan yang dilakukan terhadap keadaan dan praktek praktek yang sedang berlangsung, pada waktu yang bersamaan terhadap sejumlah individu atau unit. Dilakukan secara sensus atau menggunakan sampel. Selanjutnya, berdasarkan permasalahannya, maka konstelasi masalah

penelitian yang diungkapkan dalam bahasa statistik adalah : a. Terdapat pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan masyarakat.(YX1) dan bagaimana cara menentukan kualitas pelayanan tersebut. b. Terdapat pengaruh harga pelayanan terhadap kepuasan masyarakat. (YX2) dan bagaimana cara menentukan harga pelayanan tersebut.

28

Gambar 3.1 Model Penelitian

Kualitas Pelayanan (X1) YX1 YX1YX2 YX2 Kepuasan masyarakat (Y)

Harga pelayanan (X2)

Pada penelitian ini digunakan 3 (tiga) variabel, terdiri dari 2 variabel bebas dan 1 variabel terikat. Variabel bebas adalah kualitas pelayanan dan harga pelayanan. Sedangkan variabel terikat adalah kepuasan masyarakat (Y). Lebih lanjut, variabel operasional ketiganya didefinisikan sebagai berikut :

1. Kualitas Pelayanan Variabel Kualitas pelayanan dalam penelitian ini adalah variabel bebas kedua yang didefinisikan berdasarkan pernyataan Zeithaml et.al (2000:82) yang menggunakan dimensi dengan indikatornya adalah sebagai berikut : a. Tangibles, Memiliki indikator berupa sarana fisik perkantoran, administrasi, ruang tunggu, tempat informasi dan sebagainya. b. Reliability, dengan indikator adalah Kemampuan dan keandalan untuk menyediakan pelayanan yang terpercaya.

29

c. Reponsiveness, mempunyai indikator adalah Kesanggupan untuk membantu dan menyediakan pelayanan secara cepat dan tepat serta tanggap terhadap keinginan konsumen. d. Assurance, dengan indikatornya adalah Kemampuan dan

keramahan serta sopan santun pegawai dalam meyakinkan kepercayaan konsumen. e. Emphaty, memiliki indikator adalah Sikap tegas tetapi penuh perhatian dari pegawai terhadap konsumen.

2. Harga Pelayanan Variabel harga pelayanan dalam penelitian ini adalah variabel bebas kedua yang didefinisikan berdasarkan pernyataan Kotler (1997:34) yang menggunakan dimensi dengan indikatornya adalah sebagai berikut : a. Harga Moneter, Memiliki indikator berupa harga pelayanan, ongkos

menuju ke pelayanan. b. Harga waktu, dengan indikator adalah lama waktu yang dibutuhkan (antrian) untuk mendapatkan pelayanan dan lama waktu pelayanan. c. Harga Tenaga, dengan indikator Tingkat kelelahan untuk mendapatkan pelayanan, Tingkat kelelahan saat mendapat pelayanan. d. Harga Psikis, dengan indikatornya adalah tingkat kesulitan dalam memenuhi persyaratan pelayanan dan tingkat kesulitan dalam menjalankan prosedur pelayanan.

30

3. Kepuasan Masyarakat Pengukuran variabel kepuasan pelanggan, Tingkat kepuasan masyarakat dalam penelitian ini didasari pada konsep yang dikutip dari Giese dan Cote (2000) yaitu, penilaian tingkat kepuasan berdasarkan konsep Cadotte, Woodruff, Jenkins, Halstead, Hartman, Schmitdt, Westbrook dan Reilly dilakukan melalui respon afektif dari konsumen atau masyarakat yang mendapatkan pelayanan. (dalam Giese dan Cote :2000) mengenai respon

afektif. Kepuasan masyarakat juga dinilai sebagai proses, oleh karena itu maka penilaian berdasarkan tahapan tahapan dilakukan, mulai dari sebelum, saat dan setelah pelayanan serta keinginan untuk merekomendasikan berdasarkan pendapat Abdelayem (2007). Untuk lebih jelasnya, maka diungkapkan faktor faktor atau dimensi dimensinya dan indikator

indikatornya itu adalah sebagai berikut: a. Sebelum pelayanan Dengan indikator : citra, kepercayaan, keinginan untuk dilayani b. Saat mendapat pelayanan Dengan indikator: sikap saat mulai mendapatkan pelayanan, kesan saat pelayanan dan tindakan yang sering dilakukan saat pelayanan c. Setelah mendapat pelayanan Dengan indikator : kesan setelah pelayanan, sikap terhadap kesalahan, pandangan terhadap instansi d. Rekomendasi

31

Dengan indikator: Perbandingan dengan KUA lain, sikap terhadap orang lain yang berfikir negatif terharap KUA, yang ragu terhadap KUA dan meminta bantuan untuk berurusan dengan KUA Penulisan kuisionernya dibuat sedemikian rupa sehingga bisa memancing respon afektif dari para pengisi kuisioner. Oleh karena itu jawaabn yang berbda beda untuk setiap item pertanyaan diterapkan. Namun tetap memperhatikan faktor penilaian, yaitu nilai terendah (1) menunjukan sangat tidak puas dan nilai tertinggi (5) menunjukan sangat puas

32

Tabel 3.1 Kisi Kisi Operasionalisasi VariabelNO VARIABEL Kualitas Pelayanan DIMENSI a. Tangble INDIKATOR 1. Kelengkapan fasilitas fisik 2. Ketersediaan peralatan pelayanan 3. Jumlah pegawai proposional. 4. Jumlah alat komunikasi memadai 1. Penampilan pegawai proposional 2. Mutu jasa pelayanan tetap. 3. Jasa pelayanan tetap akurat 4. Jasa pelayanan bebas kesalahan. 1. Kesiapan para pegawai. 2. Kecepatan pekerjaan pegawai 3. Perhatian pegawai ke masyarakat. 4. Kemudahan dalam pelayanan 1. Pegawai memiliki ketrampilan 2. Pegawai memiliki keramahan 3. Pelayanan tidak menimbulkan kerugian. 1. Pegawai mudah dihubungi 2. Pegawai mengantisipasi kebutuhan masyarakat. 3. Pegawai tanggap terhadap keluhan masyarakat 1. Ongkos menuju ke tempat pelayanan adalah kecil 2. Harga Pelayanan adalah murah 1. Lama antrian sebentar 2. Proses pelayanan cepat 1. Tingkat ketidak lelahan sebelum mendapat pelayanan 2. Tingkat ketidak lelahan saat mendapatkan pelayanan 1. Tingkat kemudahan untuk memenuhi persyaratan pelayanan. 2. Tingkat kemudahan untuk menjalankan prosedur pelayanan. INSTRUMEN QUE QUE QUE QUE QUE QUE QUE QUE QUE QUE QUE QUE QUE QUE QUE

1

b.Reliabilitas

c. Responsif

d. Assurance

e. Empathy

QUE QUE QUE QUE QUE QUE QUE QUE QUE

2

Harga Pelayanan

a. Harga Moneter

b.Harga Waktu

c. Harga tenaga

d. Harga psikis

QUE QUE

3

Kepuasan Masyarakat

a. Sebelum pelayanan.

1. Citra pelayanan. 2. Kondisi Pelayanan 3. Kepercayaan terhadap pelayanan 4. Keinginan untuk berurusan 5. Keinginan berurusan jika ada pengganti 1.Sikap saat pertama kali 2. Kesan saat pelayanan 3. Tindakan yang sering dilakukan

QUE QUE QUE QUE QUE

b. Saat pelayanan.

QUE QUE QUE

33

c. Setelah pelayanan

1.Kesan sacara keseluruhan. 2. Tingkat pemakluman terhadap kesalahan. 3. Tingkat kepedulian terhadap KUA 1. Tingkat kebanggaan terhadap KUA Kecamatan Serpong 2. Sikap terhadap orang yang menganggap KUA buruk 3. Sikap terhadap orang yang ragu terhadap pelayanan KUA 4. Sikap terhadap orang yang ingin dibantu Anda.

QUE QUE QUE QUE QUE QUE QUE

d. Rekomendasi

Keterangan :

QUE

= Kuisioner

B. POPULASI DAN SAMPEL Populasi, menurut Nazir (1988:327), adalah kumpulan dari ukuran ukuran tentang sesuatu yang kita ingin buat inferensi. Populasi berkenaan dengan data, bukan dengan urusan atau benda. Sebagai contoh, luas sawah, umur mahasiswa, berat kerbau. Bukan disebut nama namanya, seperti sawah, mahasiswa, kerbau. Populasi dalam penelitian yang berkaitan dengan pelayanan publik pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Serpong adalah penduduk kecamatan Serpong yang menikah dengan menggunakan jasa pelayanan langsung dari KUA kecamatan Serpong. Sedangkan untuk penduduk yang tidak menggunakan pelayanan dari KUA Kecamatan Serpong dan menggunakan jasa pihak ketiga atau agen atau calo adalah bukan populasi. Populasi juga mempertimbangkan kejelasan dari populasi tersebut, seperti kejelasan mengenai informasi personal dari anggota populasi tersebut, sehingga mudah dilakukan komunikasi dan survey. Atas dasar inilah maka terdapat kemungkinan pengurangan populasi yang disebabkan kurang jelasnya informasi dari anggota populasi tersebut dan menjadi tidak bisa dihubungi.

34

Unit analisis dalam penelitian ini adalah perorangan atau individu yang berasal dari populasi sesuai definisi di atas. Hal ini berarti setiap individu yang berhubungan langsung dengan pelayanan KUA Kecamatan Serpong. Terdapat dua kemungkinan yang terjadi, yaitu kerabat atau bapak atau ibu dari calon mempelai dan pasangan mempelai pengantin. Jika yang berurusan langsung adalah

pasangan mempelai, maka diperhitungkan sebagai dua individu, karena keduanya memang mendapatkan pelayanan langsung dari KUA. Maka kuisioner yang disebar adalah dua set. Jika diwakilkan oleh kerabat, maka respondennya diperhitungkan hanya satu, yaitu sesuai posisi kerabat yang bersangkutan dalam keluarga pengantin, yaitu bapak, ibu, paman, atau kemungkinan lainnya. Sampel dari penelitian ini adalah sebagian populasi yang jelas informasinya, yang dipilih secara acak. Atau random sampling. Jika hanya terdapat sedikir populasi, maka yang dilakukan adalah 100 % sampling atau sampling jenuh. Selanjutnya proses penentuan populasi dan sampel adalah seperti yang dijelaskan di bawah ini;

1. Deskripsi Data Pasangan Menikah KUA Kecamatan Serpong Langkah pertama dalam menentukan responden untuk penelitian ini adalah melalui informasi pencatatan pernikahan melalui buku pendaftaran pernikahan yang diperoleh di KUA Kecamatan Serpong. Buku pendaftaran ini secara periodik dicatat secara manual oleh KUA Kecamatan Serpong, dengan setiap buku pendaftaran diwakili oleh sebuah buku. Adapun jumlah pernikahan sejak tahun 2002 adalah :

35

Tabel 3.2

Jumlah Pernikahan Per Tahun Sejak Tahun 2002 Pada KUA Kecamatan SerpongJUMLAH PERNIKAHAN 941 1023 1025 1009 866 872 5736

NO 1 2 3 4 5 6

TAHUN 2002 2003 2004 2005 2006 2007 JUMLAH

Sumber : Buku Pendaftaran pernikahan KUA Kec. Serpong.

Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa telah terjadi pernikahan sejumlah 5736 pasang di KUA Kecamatan Serpong. Secara rata rata maka diperoleh data pernikahan sebanyak 956 pasang menikah. Dasar pertimbangan ditampilkannya data pernikahan enam tahun terakhir adalah karena hanya data itulah yang bisa ditemui oleh peneliti. Sementara untuk tahun sebelum tahun 2002 tidak ditemui buku pendaftaran pernikahannya.

1. Gambaran Umum Populasi Penelitian. Berdasarkan metode penelitian, disebutkan bahwa populasi diambil dari menikah tahun 2007. namun karena populasi di tahun tersebut sangat sediti yang memenuhi definisi populasi, maka dilakukan pelebaran sumber populasi hingga tahun 2002. Populasi penelitian ini ditentukan berdasarkan definisi bahwa hanya pasangan menikah atau kerabat/keluarga menikah yang berhubungan langsung dengan KUA Kecamatan Serpong. Sementara untuk pasangan menikah yang tidak berhubungan atau berurusan langsung dengan KUA Kecamatan Serpong, dianggap bukan populasi, karena tidak pernah mengalami manis pahitnya

36

pelayanan dari KUA Kecamatan Serpong, padahal konteks penelitian ini pada pelayanan. Mereka yang tidak mengurus langsung pernikahannya biasanya diwakili oleh perwakilan yang disebut sebagai amil. Amil yang akan mengurus prosesi pendaftaran pernikahan dari mulai perndaftaran awal di kantor desa / kelurahan hingga ke KUA. Amil biasanya berdomisi di desa atau kelurahan yang sama dengan pihak pasangan yang mau dibantu kepengurusannya. Amil memiliki hubungan yang dekat dengan aparat desa atau kelurahan. Berdasarkan penelusuran dari buku buku pendaftaran diperoleh populasi sebagai berikut. Tabel 3.3 Populasi Pernikahan Pada KUA Kecamatan SerpongJUMLAH PERNIKAHAN 941 1023 1025 1009 866 872 5736 100%

di atas maka

NO 1 2 3 4 5 6

TAHUN 2002 2003 2004 2005 2006 2007

POPULASI 25 24 22 23 29 35 158 2.75%

Sumber : Buku Pendaftaran pernikahan KUA Kec. Serpong.

Dari tabel di atas diperoleh bahwa jumlah populasi ternyata sangat kecil dibandingkan dengan semesta. Hanya 2,75 % dari keseluruhan pasangan yang menikah. Hal ini menunjukan bahwa kecenderungan penduduk kecamatan Serpong masih didominasi oleh pasangan yang tidak berurusan langsung dengan KUA Kecamatan Serpong. Hal ini tentu amat disayangkan karena kecenderungan ini menyebabkan biaya yang harus dibayar oleh pihak calon pengantin akan lebih

37

besar dibandingkan dengan jika mereka mau berurusan sendiri dan langsung dengan KUA Kecamatan Serpong. Kecenderungan penggunaan jasa amil adalah : Disebabkan oleh kurang jelasnya prosesi pernikahan. Kurang tersosialisasinya proses pendaftaran pernikahan kepada masyarakat umumnya. Keinginan pasangan yang akan menikah untuk tidak mau repot atau bersusah payah. Bagi mereka membayar lebih lebih baik dibandingkan harus direpotkan dengan berurusan dengan KUA Kecamatan Serpong. Penyebab keempat adalah adanya sebagian masyarakat yang masih menghormati posisi amil. Bagi mereka, diwakilkannya kepengurusan pernikahan melalui amil adalah sebagai amal ibadah dan memberikan lapangan pekerjaan bagi amil. Berdasarkan kenyataan bahwa jumlah populasi yang dianggap tidak terlalu besar, maka diputuskan untuk tidak melakukan metode sampling, tetapi dilakukan dengan 100 % sampling atau sampling jenuh, sejumlah 158 pasangan menikah.

2. Faktor Berkurangnya Populasi Faktor pertama berkurangnya jumlah populasi adalah tidak jelasnya alamat yang tertulis pada buku pendaftaran pernikahan. Alamat yang dibuat sangat umum sehingga sulit untuk dilacak, seperti Ahmad, dengan alamat Kampung Sengkol atau Budi, dengan alamat Komplek Perumahan The Green. Kenyataan ini

38

menunjukan bahwa petugas KUA Kecamatan Serpong tidak menulis dengan rinci data pasangan pernikahan tersebut.Data populasi tersebut adalah: Tabel 3.4 Populasi Dengan Alamat Tidak Jelas Pada KUA KUA Kecamatan SerpongPOPULASI 1) AWAL * 25 24 22 23 29 35 158 2.75% POPULASI TIDAK 2) JELAS * 6 5 0 4 4 5 24

NO 1 2 3 4 5 6

TAHUN 2002 2003 2004 2005 2006 2007

JUMLAH PERNIKAHAN 941 1023 1025 1009 866 872 5736 100%

POPULASI3)*

19 19 22 19 25 30 134 2.34%

Sumber : Buku Pendaftaran pernikahan KUA Kec. Serpong.

Dari data di atas terlihat bahwa terdapat pengurangan populasi sejumlah 24 pasang disebabkan ketidak jelasan alamat di atas. Hal ini menyebabkan prosentase populasi berkurang dari 2,75 % menjadi 2,34 % atau berkurang 0,41%, Sehingga jumlah populasi menurun menjadi 134 pasangan menikah.

3. Diskriminasi Populasi Untuk Langkah Penyebaran Kuisioner Asumsi awal dari langkah untuk mengumpulkan data penelitian ini adalah melalui hubungan telepon. Hasilnya ternyata di luar dugaan. Bahwa jumlah populasi yang memiliki informasi nomor telepon ternyata tidak banyak, atau hanya 21,64 %. Sisanya 78,36 % tidak memiliki informasi nomor telepon. Hal inilah yang menyebabkan bahwa petugas pencatat pendaftaran pernikahan tidak menuliskan nomor telepon atau mungkin memang pasangan yang menikah tidak mempunyai nomor telepon. Secara lengkap data populasi yang memiliki informasi nomor telepon dan yang tidak memiliki informasi nomor telepon adalah sebagai berikut :

39

Tabel 3.5 Populasi Pernikahan Berdasarkan Kepemilikan Informasi Nomor Telepon Pada KUA Kecamatan Serpong

NO 1 2 3 4 5 6

TAHUN 2002 2003 2004 2005 2006 2007

POPULASI

ADA NO TELP 0 4 16 9 0 0 29 21.64%

TDK ADA NO TELP 19 15 6 10 25 30 105 78.36%

19 19 22 19 25 30 134

Sumber : Buku Pendaftaran pernikahan KUA Kec. Serpong.

Adanya dua jenis populasi berdasarkan data informasi telepon inilah maka dilakukan diskriminasi langkah pengumpulan kuisioner, yaitu melalui hubungan telepon untuk yang memiliki informasi nomor telepon dan didatangi langsung bagi yang tidak memiliki informasi nomor telepon.

4. Tingkat Keberhasilan Penyebaran Kuisioner Metode penyebaran kuisioner, seperti yang tertulis pada sub bab 4.1.1, yaitu 100 % sampling atau sampling jenuh, maka diharapkan diperoleh data sejumlah 134 sebagai jumlah maksimum. Namun berdasarkan penyebaran kuisioner yang dilakukan terhadap populasi yang berjumlah 134 orang (atau pasang) maka diperoleh 55 orang (pasang). Penulisan orang digabungkan dengan pasangan, karena pada awalnya kita tidak mengetahui apakah yang berurusan dengan KUA Kecamatan Serpong itu adalah perorangan atau pasangan (kedua calon mempelai ). Sehingga diperoleh tingkat keberhasilan penyebaran kuisioner adalah ( 55 / 134 ) x 100 % = % 41,04

40

Karena sebagian dari angka 55 (yaitu 30 ) di atas merupakan angka pasangan kedua calon mempelai, maka jumlah responden meningkat menjadi = (30 x 2) + (55-30) = 88 responden. Maka diperoleh tingkat keberhasilan

penyebaran kuisioner pada akhirnya adalah = ( 88/ 134 ) x 100% = 65,67 %.

a) Tingkat Keberhasilan Populasi Dengan Nomor Telepon Berdasarkan penyebaran kuisioner pada populasi yang memiliki informasi nomor telepon, maka diperoleh data sebagai berikut : Tabel 3.6ADA NO TELP 0 4 16 9 0 0 29

Populasi Dengan Informasi Nomor TeleponSUKSES (pasang) SUKSES (orang)

NO 1 2 3 4 5 6

TAHUN 2002 2003 2004 2005 2006 2007

GAGAL

SUKSES

0 4 2

4 12 7

4 7 5

0 5 2

6 20.69%

32 79,31%

7

Sumber : Buku Pendaftaran pernikahan KUA Kec. Serpong

Dari tabel di atas diperoleh gambaran bahwa terdapat keberhasilan 79,31 % dalam penyebaran kuisioner pada populasi dengan informasi telepon. Hal ini dinilai cukup tinggi. Sementara tingkat kegagalan hanya 20.69 %. Terjadinya kegagalan di atas disebabkan oleh : - Salah sambung - Pindah rumah atau tidak tinggal di tempat tersebut - Kecurigaan, sehingga tidak mau diwawancarai.

41

b. Tingkat Keberhasilan Populasi Tanpa Nomor Telepon Berdasarkan penyebaran kuisioner pada populasi yang tidak memiliki informasi nomor telepon, maka diperoleh data sebagai berikut : Tabel 3.7 Populasi Dengan Informasi Tanpa Nomor TeleponTDK ADA NO TELP 19 15 6 10 25 30 105SUKSES (pasang) SUKSES (orang)

NO 1 2 3 4 5 6

TAHUN 2002 2003 2004 2005 2006 2007

GAGAL 10 10 2 5 11 18 56 41.79%

SUKSES 9 5 4 5 14 12 58,21 %

3 0 1 2 5 3 28

3 5 2 1 4 6 21

Sumber : Buku Pendaftaran pernikahan KUA Kec. Serpong

Pada tabel di atas terlihat bahwa angka kegagalan dan angka keberhasilan dalam pengembalian penyebaran kuisioner hampir seimbang. Tingkat keberhasilan hanya lebih tinggi 16,42% dibanding tingkat kegagalan. Maka tingkat keberhasilan pada populasi yang tidak memiliki nomor telepon relatif lebih rendah dibandingkan dengan populasi yang memiliki infromasi telepon. Hal ini masuk akal, karena untuk mendapatkan data kuisioner dari populasi yang tidak memiliki informasi telepon dibutuhkan usaha yang lebih keras dibandingkan pada populasi yang memiliki informasi telepon, yaitu pada populasi tanpa informasi nomor telepon harus ditemui dan dihadapi langsung. Berbeda dengan populasi dengan informasi telepon yang tidak perlu berhadapan langsung dan cukup lewat hubungan telepon. Penyebab kesulitan dalam penyebaran kuisioner pada populasi tanpa informasi telepon disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : - Tingkat kecurigaan dan kewaspadaan.

42

- Kesulitan waktu karena kesibukan responden. - Pindah rumah. Keberhasilan mendapatkan kuisioner dari responden disebabkan oleh faktor

bantuan rekan rekan yang kebetulan banyak tersebar di daerah Serpong dan sekitarnya. Dengan cara terakhir inilah kepercayaan responden untuk dapat diwawancarai bisa diperoleh. Hasil akhir dapat diketahui bahwa diperoleh populasi sebanyak 88 responden. Semua responden ini dijadikan sampel atau 100 % sampling untuk selanjutnya dilakukan analisis data.

C. INSTRUMEN PENELITIAN Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini mengunakan dua cara, yaitu dengan kuisioner dan telaahan dokumen. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah kuisioner, yang digunakan sebagai pengumpul data utama dalam penelitian kuantitatif. Sedangkan telaahan dokumen digunakan untuk mencari dan menemukan data populasi awal dan data data pendukung penelitian kuantitatif. 1. Telaahan Dokumen Telahaan dokumen dilakukan untuk memperoleh gambaran awal mengenai KUA Kecamatan Serpong, terutama berkaitan dengan deskripsi organisasi KUA Kecamatan Serpong dan melakukan pengamatan awal untuk melihat karakter dan menemukan populasi dan sampel, yang pada akhirnya bermanfaat untuk menentukan cara sampling.

43

2. Kuisioner Instrumen penelitian yang disusun oleh penulis berupa kuisioner atau angket yaitu suatu alat pengumpul data berupa daftar pertanyaan (kuisioner) tertulis yang diajukan kepada responder. Kuisioner ini disusun dalam bentuk daftar pertanyaan yang menggunakan sistem likert. Untuk kuisioner Kualitas pelayanan dan harga pelayanan, menggunakan nilai jawaban sebagai berikut. a. Nilai jawaban SS (Sangat Setuju) diberi skor 5 b. Nilai jawaban S (Setuju) diberi skor 4 c. d. e. Nilai jawaban R (Ragu Ragu)diberi skor 3 Nilai jawaban TS (Tidak Setuju)diberi skor 2 Nilai jawaban STS (Sangat Tidak Setuju) diberi skor 1

Sementara untuk kuisioner Kepuasan masyarakat dibuat jawaban yang khas untuk setiap pertanyaan, namun tetap dibuat berdasarkan skala Likert di atas.

D. PROSEDUR PENGUMPULAN DATA Langkah pertama dari pengumpulan data dimulai dari mencari populasi. Yang sesuai dengan definisi dari populasi yang telah disebutkan . terutama untuk mencari populasi yang memiliki kejelasan informasi untuk dihubungi. Selanjutnya, populasi yang telah diperoleh diambil sampel. Teknik penarikan sampel yang dipergunakan pada penelitian ini adalah random sampling. Nazir (1988:365). Adapun unit sampel dalam penelitian ini ditetapkan melalui rumus yang dikembangkan oleh Slovin dalam Nazir (1988:374) sebagai berikut : N

44

n = ------------N (d2) + 1 Keterangan : n = besar sampel N = besar populasi d = besarnya kesalahan yang bisa diterima adalah 0,1 % Dari perhitungan di atas, maka jumlah sampel yang representatif kemudian diambil secara menyebar dan acak dari anggota populasi di atas dengan menggunakan sistem random dari tahun terakhir pernikahan yang tercatat pada KUA Kecamatan Serpong Cara pertama penarikan sampel adalah sebagai berikut. Populasi diperoleh dari buku Pendaftaran Pernikahan yang ada di KUA Kecamatan Serpong tahun 2007. Kemudian dilakukan perhitungan sampel berdasarkan jumlah populasi dan perhitungan berdasarkan persamaan Slovin di atas. Cara kedua penarikan sampel adalah dengan memperluas definisi populasi dari hanya tahun 2007 tetapi juga tahun tahun sebelumnya, hingga dirasakan jumlah populasi mencukupi untuk ditarik jumlah sampelnya berdasarkan rumus di atas. Cara Ketiga penarikan sampel adalah dengan menjadikan populasi menjadi sampel atau dikenal sebagai 100% sampling atau sampling jenuh. Alternatif penarikan sampel dibuat sebanyak tiga cara di atas adalah untuk mengantisipasi kondisi kenyataan di lapangan yang mungkin tidak sesuai dengan perkiraan awal penelitian, yaitu kemungkinan hanya ditemui sedikit populasi dalam masyarakat Kecamatan Serpong..

45

Seperti yang telah tertulis di atas bahwa pada akhirnya diperoleh 88 responden yang merupakan populasi yang pada akhirnya menjadi sampel, atau menggunakan 100% sampling atau sampling jenuh.

E. METODE ANALISIS DATA Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif bersumber dari responden penelitian. Data tersebut berupa angket yang berisi lima pernyataan tertutup bernilai 1 hingga 5 dengan menggunakan skala Likert (Sugiyono, 1993:69) Penggunaan skala Likert ini memungkinkan untuk mengubah pernyataan menjadi bersifat kontinum antara positif dan negatif.

SS

S

R

TS

STS

Alternatif Jawaban

Bobot Nilai (+) (-) 1 2 3 4 5

SS S R TS STS

: : : : :

Sangat setuju Setuju Ragu ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju

5 4 3 2 1

Demikian juga berlaku untuk pengukuran tingkat kepuasan, disesuaikan dengan skala di atas. Apabila tingkat kepuasannya semakin tinggi, maka bobot nilainya semakin tinggi..

46

Angket yang diberikan dilakukan uji terlebih dahulu untuk mengetahui validitas dan reliabilitas. Uji validitas, menurut Priyatno (2008:16) digunakan untuk memastikan apakah instrumen yang digunakan apakah sudah tepat atau cermat. Salah satu cara menguji validitas adalah dengan menggunakan rumus korelasi Pearson. Korelasi yang dicari adalah dengan melakuka korelasi antara setiap skor item pertanyaan yang ada dengan skor total keseluruhan item dengan rumus : xy -----------------------((x2) (y2))1/2

.r

=

dengan x adalah selisih nilai X dengan X rata rata, dan y adalah selisih nilai Y dengan Y rata rata. Kemudian, untuk mengambil kesimpulan dilakukan uji keberartian koefisien korelasi Pearson yang telah dihitung dengan menggunakan uji t yang dijelaskan berdasarkan Voelker dkk (2004:100), yaitu : . . t2

=

r2

n-2 --------. 1 r2

Kemudian t2 diturunkan menjadi t

Kriteria uji adalah: tolak Ho jika t uji atau t hitung lebih besar dari t standar atau t tabel dan dapat disimpulkan karena Ho ditolak maka item tersebut valid. Sebaliknya jika t uji lebih kecil dari t standar, maka hipotesis nol diterima dan item pernyataan menjadi tidak valid. Pengukuran juga dilakukan dengan menghitung nilai probabilitas. Jika nilai probabilitas lebih kecil dari nilai alfa 2

47

ekor, atau 0,025, maka Ho ditolak. Sebaliknya, jika nilai probabilitas lebih besar dari nilai alfa 2 ekor, atau 0,025, maka Ho ditolak. Pengujian reabilitas variabel penelitian menurut Priyatno (2008:25) dlakukan untuk menguji apakah instrumen konsisten untuk pengujian berulang atau tidak. menggunakan metode Spearman Brown, yaitu pengujian yang menggunakan teknik belah dua (split half) Irawan (2005:9.36) selanjutnya menjelaskan bahwa untuk setiap variabel, skor total item pernyataan genap dan skor total pernyataan ganjil dikorelasikan menggunakan rumus koefisien korelasi Pearson dan selanjutnya ditransfer ke dalam rumus Spearman Brown. a. Uji Validitas Uji validitas yang dilakukan pada 20 populasi pertama diperoleh hasil dengan nilai sebagai berikut :

Tabel 3.8 Nilai Validitas Pada 20 Populasi Variabel Jumlah Pertanyaan X1 18 Valid 16 % Valid 89% Keterangan Terdapat nilai tidak valid pada 2 pertanyaan, yaitu pertanyaan ke 8 (r=0,402 ) dan pertanyaan ke 9 (r=0,013) Semua valid Terdapat 1 nilai tidak valid pada pertanyaan ke 11 (r = 0,303)

X2 Y

8 15

8 14

100% 93%

Sumber : Hasil analisis peneliti

Secara keseluruhan diperoleh nilai valid pada 38 pertanyaan ( atau 93% valid) dan tiga pertanyaan tidak valid. Nilai rata rata validitas adalah 0,538. Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan r tabel untuk 20 populasi, yaitu 0,444.

48

Satu hal menarik adalah, peneliti tetap melanjutkan untuk mempertimbangkan semua pertanyaan di atas, walaupun tiga pertanyaan di atas ada yang tidak valid. Hal ini dimaksudkan untuk melihat apakah ketiga pertanyaan yang tidak valid pada 20 populasi bisa menunjukan konsistensinya pada seluruh populasi. Uji validitas yang dilakukan pada keseluruhan populasi, yaitu 88 populasi, diperoleh hasil dengan nilai sebagai berikut : Tabel 3.9 Nilai Validitas Pada 88 Populasi Variabel Jumlah Pertanyaan X1 18 X2 Y 8 15 Valid 18 8 15 % Valid 100% 100% 100% Keterangan Semua valid Semua valid Semua valid

Sumber : Hasil analisis peneliti

Secara keseluruhan diperoleh nilai valid pada semua pertanyaan ( atau 100 % valid). Nilai rata rata validitas adalah 0,541. Nilai ini sedikit lebih tinggi dibandingkan nilai rata rata pada 20 populasi di atas. Nilai ini juga jauh lebih tinggi dibandingkan r tabel untuk 88 populasi, yaitu 0,210. Tiga pertanyaan yang tidak valid pada 20 populasi pertama ternyata menunjukan hasil validitas yang baik dan memenuhi pada 88 populasi dan melebihi batas minimal r pada 88 populasi, yaitu 0,210. Atas dasar hal di atas, maka diputuskan untuk menggunakan semua data dari semua pertanyaan yang ada pada kuisioner tersebut sebagai data peneliti. b. Uji Reliabilitas Hasil uji reliabilitas pada ketiga variabel yang diteliti, diperoleh hasil :

49

Tabel 3.10 Nilai Reliabilitas Pada 20 Populasi Variabel Nilai Keterangan Reliabilitas X1 0,891 Baik X2 Y 0,687 0,879 Dapat diterima Baik

Sumber : Hasil analisis peneliti

Maka dapat disimpulkan bahwa reliabilitas dari ketiga variabel di atas cukup baik dan dapat diterima. Sementara uji reliabilitas yang dilakukan pada 88 populasi diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 3.11 Variabel X1 X2 Y Nilai Reliabilitas Pada 88 Populasi Nilai Reliabilitas 0,891 0,668 0,886 Keterangan Baik Dapat diterima Baik

Sumber : Hasil analisis peneliti

Hasil di atas menunjukan kemiripan dengan hasil yang diperoleh pada 20 populasi. Maka bisa diambil kesimpulan bahwa reliabilitas pada kedua jumlah populasi tersebut memiliki hasil yang sama. Berdasarkan pengujian dari validitas dan reliabilitas di atas maka dapat disimpulkan bahwa instrumen kuisioner memiliki validitas dan reliabilitas yang bisa diandalkan untuk penelitian. Analisis data yang digunakan dalam pengujian hipotesis penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang akan

50

mengungkapkan besarnya pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya, baik pengaruh yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Uji statistik yang digunakan adalah uji korelasi untuk melihat hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas. Besarnya pengaruh dari suatu variabel bebas terhadap variabel terikat dinyatakan oleh besarnya koefisien determinasi, yang merupakan nilai r2. . Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Ho : Tidak terdapat pengaruh positif kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelayanan publik. H1 : Terdapat pengaruh positif efektifitas kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelayanan publik. b. Ho : Tidak terdapat pengaruh positif harga pelayanan Publik terhadap kepuasan pelayanan publik. H1 : Terdapat pengaruh positif harga pelayanan publik Terhadap kepuasan pelayanan publik. c. Ho : Tidak terdapat pengaruh positif kualitas pelayanan dan harga Pelayanan publik secara bersama sama Terhadap kepuasan pelayanan publik H1 : Terdapat pengaruh positif kualitas pelayanan dan Harga Pelayanan publik secara bersama sama Terhadap kepuasan pelayanan publik Selain itu dilakukan pula telaah dokumen, sebagai pelengkap apa yang telah dilakukan pada analisis kuantitatif. Hal ini dilakukan untuk memperkuat dan mempertajam hasil yang telah diperoleh dari penelitian kuantitatif dan

51

menjelaskan secara mendalam berbagai kelemahan dan kelebihan yang terungkap pada penelitian kuantitatif tersebut. Penelitian ini berlangsung selama 4 bulan, dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 3.12 Jadwal Waktu Pembuatan TAPM KEGIATAN WAKTU PELAKSANAANBULAN 1 1. Seminar proposal 2.Penyempurnaan proposal 3.Pengembangan Instrumen 4. Uji Coba Instrumen 5.Penyempurnaan Instrumen 6. Pengumpulan data 7. Pengolahan data 8. Penulisan laporan 9. Revisi / Finalisasi 10. Ujian BULAN 2 BULAN 3 BULAN 4 X=minggu

KET.

X X X X X XX XX X XX XXX X X

52

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. DESKRIPSI KUA KECAMATAN SERPONG 1. Deskripsi Umum Organisasi KUA Kecamatan Serpong Departemen Agama (Depag ) Republik Indonesia dalam melakukan tugasnya memiliki dua peran penting, yaitu peran sebagai penyelenggara pendidikan bercirikan agama dan peran kepengurusan agama. Sebagai contoh,

Penyelenggaran pendidikan bercirikan agama Islam dimulai dalam bentuk madrasah ibtidaiyah, tsanawiyah, aliyah hingga perguruan tinggi Islam seperti IAIN. Sementara dalam penyelenggaraan urusan agama Islam diselenggarakan hingga tingkat kecamatan melalui perwakilannya, yaitu Kantor Urusan Agama (KUA) Sejarah pendirian KUA diawali pada tanggal 21 Nopember 1946 dengan dikeluarkannya Undang Undang RI nomor 72 tahun 1946 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk di seluruh Indonesia. Kemudian fungsi KUA terus berkembang, tidak hanya mengurusi perkawinan saja. Hal ini didasari pada Keputusan Menteri Agama (KMA) nomor 18 tahun 1975 perihal susunan dan tata kerja Depag tentang tugas KUA, yaitu melaksanakan tugas dan sebagian tugas urusan agama Islam dalam wilayah kecamatan. Dasar hukum ini kemudian diperkuat lagi dengan KMA nomor 57 tahun 2001, yang berbunyi KUA adalah lembaga pemerintah yang berkedudukan di wilayah kecamatan dengan tugas pokok melaksanakan sebagian tugas departemen Agama, yang meliputi pencatatan nikah, rujuk, talak, pembinaan masjid, zakat, wakaf, baitul maal,

53

ibadah sosial, pangan halal dan pembinaan keluarga sakinah. Tugas ini sebetulnya penggabungan tiga direktorat Jenderal (Ditjen) Depag, yaitu Ditjen Urusan Agama Islam (meliputi nikah dan pangan halal), Ditjen Pengembangan zakat dan wakaf dan Ditjen Pendidikan Islam pada masyarakat pemberdayaan masjid. KUA kecamatan Serpong adalah KUA yang berlokasi di jalan raya Serpong Puspitek Serpong, yang didirikan berdasarkan SK Menag nomor 323 tahun 2002. KUA ini memiliki 9 orang pegawai yang semuanya berstatus PNS. Gambar 4.1 Struktur Organisasi KUA Kecamatan Serpong Kepala KUA

TATA USAHA Nikah rujuk Keluarga sakinah Haji dan Umroh Zakat dan wakaf Pangan halal, ibadah sosial & kemitraan Keuangan Persuratan

PENGHULU

KUA ini melayani 16 kelurahan dengan jumlah penduduk 97.077 jiwa umat Islam dari keseluruhan 112.602 jiwa penduduk kecamatan Serpong. Pada tahun 2007 ini hingga bulan juli, KUA ini telah menikahkan sejumlah 736 pasangan.

54

Lokus TAPM ini adalah KUA kecamatan Serpong. Dasar pemilihan untuk melakukan penelitian pada KUA adalah berdasarkan pengkajian yang dilakukan, masih belum ditemui penelitian yang menjadikan KUA sebagai obyek kajian untuk masalah yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan seperti termaktub dalam KMA nomor 57 tahun 2001. Pertimbangan selanjutnya mengenai dipilihnya KUA kecamatan Serpong adalah didasari pada aspek jumlah pegawai KUA Kecamatan Serpong paling kecil dari 26 KUA yang berada di kabupaten Tangerang. Sehingga hal ini sangat menarik untuk diteliti apakah dengan jumlah pegawai yang paling sedikit, cukup efektif untuk memberikan pelayanan yang memuaskan terhadap masyarakat. Fokus TAPM ini adalah pada penelitian terhadap dampak kepuasan masyarakat kecamatan Serpong terhadap pelayanan urusan agama Islam oleh KUA Kecamatan Serpong. Dampak kepuasan masyarakat kecamatan Serpong ini akan diteliti dalam dua aspek. Pertama bagaimana bagaimana kualitas pelayanan oleh organisasi tersebut dijalankan dan memberikan dampak kepada kepuasan masyarakat. Kedua, bagaimana harga suatu pelayanan memberikan dampak terhadap kepuasan masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan yang baik bisa dilihat dari teori Zeithaml (2000:82), yaitu dengan mempertimbangkan lima faktor. Faktor pertama adalah tangible atau sarana fisik, kedua adalah Reliability atau keandalan untuk menyediakan pelayanan, ketiga adalah responsiveness atau kesanggupan memberikan pelayanan cepat dan tepat, yang keempat adalah assurance atau keramahan dan sopan santun yang meyakinkan kepercayaan konsumen dan yang

55

kelima adalah emphaty atau sikap penuh perhatian terhadap konsumen. Jika kelima faktor tersebut memiliki kualitas yang baik, maka kualitas

penyelenggaraan pelayanan akan semakin baik. KUA kecamatan Serpong dalam menjalankan fungsinya sebagai pelayan urusan agama Islam di lingkungan kecamatan Serpong, dituntut agar dapat memberikan pelayanan yang baik pula. Berdasarkan kajian awal yang dilakukan, diperoleh informasi berkaitan dengan teori Zeithaml (2000:82), bahwa kualitas pelayanan di KUA kecamatan Serpong memiliki permasalahan di tangibles, reliability dan assurance. Harga suatu pelayanan ditentukan oleh banyak faktor. Menurut Boarden (2001: 252-255), terdapat lima faktor penting dalam keputusan penentapan harga, yaitu Ongkos, konsumen, jalur ditribusi, kompetisi dan kesesuaian dengan tujuan organisasi. Harga merupakan faktor penting dalam penjualan suatu produk atau pelayanan, karena harga, menurut Tjiptono (2002:151) merupakan komponen yang berpengaruh langsung terhadap laba organisasi. Harga, oleh Tjiptono (2002:152), selanjutnya memiliki peran penting, yaitu sebagai alokasi harga yang membantu pembeli dalam mengambil keputusan pembelian dan peranan informasi yang mendidik konsumen mengenai faktor-faktor produk. Selanjutnya, Kotler (1997:109) menjelaskan bahwa untuk menetapkan harga membutuhkan enam langkah, yaitu memilih tujuan penetapan harga, menentukan permintaan, memperkirakan biaya, menganalisisi biaya, harga dan penawaran bersaing, memilih metode penetapan harga dan memilih harga akhir.

56

Penetapan harga dalam pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah, menurut Kotler (1997:110) didasari oleh pertimbangan sosial yang disesuaikan berdasarkan keadaan ekonomi masyarakat sebagai konsumennya. Harga, menurut Kotler (19997:34), bukan hanya melibatkan besaran moneter, melainkan juga harga waktu, tenaga dan psikis. Berdasarkan konsep inilah dicoba diukur harga pelayanan yang diberikan oleh KUA Kecamatan Serpong. Tingkat kepuasan masyarakat dalam penelitian ini didasari pada konsep yang dikutip dari Giese dan Cote (2000) yaitu, penilaian tingkat kepuasan berdasarkan konsep Oliver, Cadotte, Woodruff, Jenkins, Halstead, Hartman, Schmitdt, Westbrook dan Reilly dilakukan melalui respon afektif dari konsumen atau masyarakat yang mendapatkan pelayanan. (dalam Giese dan Cote :2000)

mengenai respon afektif. Kepuasan masyarakat juga dinilai sebagai proses, oleh karena itu maka penilaian berdasarkan tahapan tahapan dilakukan, mulai dari sebelum, saat dan setelah pelayanan serta keinginan untuk merekomendasikan berdasarkan pendapat Abdelayem (2007). Tingkat kepuasan masyarakat, berdasarkan teori teori di atas dan pengamatan awal ke lapangan, diperoleh gambaran bahwa tingkat kepuasan tampaknya belum optimal. Berdasarkan pengamatan ketiga aspek di atas, yaitu kualitas pelayanan, harga pelayanan dan kepuasan masyarakat, masih belum ditemuinya kajian mengenai fungsi pelayanan yang berkaitan dengan harga pelayanan pada KUA, dan anjuran Ratminto (2006:28) mengenai perlunya survey indeks kepuasan masyarakat untuk peningkatan kualitas, menjadikan kajian penyelenggaraan

57

pelayanan pada KUA Kecamatan Serpong menjadi sangat penting untuk dilaksanakan.

3.Profil Responden Jumlah akhir responden yang berhasil disurvey adalah 88 orang, yang terdiri 88 orang laki laki (62,5%) dan 33 orang perempuan (37,5%). Hasil tersebut memperlihatkan bahwa responden pria lebih mendominasi dibandingkan perempuan. Responden termuda berusia 22 tahun dan responden tertua berurusan 63 tahun. Rata rata umur responden adalah 36 tahun. Hal ini menunjukan bahwa responden didominasi oleh orang yang berumur setengah baya. Responden terdiri dari 30 orang mempelai laik-laki (34,1%), 30 orang mempelai perempuan (34,1), 25 orang Bapak (28,4%) dan 3 orang ibu (3,4%). Hal ini memperlihatkan bahwa masih banyak pasangan calon mempelai yang berani mengurus sendiri urusan pernikahannya secara bersama-sama. Kemudian diikuti oleh orang tua laki laki (Bapak) sebagai urutan berikutnya, dan hanya sedikit dari orang tua perempuan (ibu). Responden terdiri dari 57 orang berpendidikan S1 (64,7%), 21 orang berpendidikan SLTA (23,8%) dan 10 orang berpendidikan D3 (11,4%). Hal ini memperlihatkan kecenderungan semakin tinggi pendidikan semakin tinggi keinginan untuk mengurus sendiri urusan pernikahan mereka. Terdapat 13 orang yang memeiliki pekerjaan sebagai PNS (14,7%), 47 orang bekerja di sektor swasta (53,4%), 11 orang bekerja sebagai wiraswastawan (12,5%) , 14 orang sebagai ibu rumah tangga (15,9%) dan 3 orang pensiunan

58

(3,4%). Data ini menunjukan bahwa dominasi responden adalah yang bekerja di sektor swasta, kemudian diikuti oleh ibu rumah tangga dan PNS. Rekapitulasi saran dan komentar yang diberikan oleh 88 responden terhadap kinerja pelayanan publik KUA Kecamatan Serpong secara umum terbagi menjadi 7 (tujuh ) jenis jawaban, yaitu baik (28%), biaya mahal (24%), biaya tak jelas (24%), prasarana kurang (11%), prosedur tak jelas (6%) dan SDM kurang (2%). Hal ini memperlihatkan bahwa dominasi responden menilai bahwa .KUA Kecamatan Serpong sudah baik, namun selanjutnya diikuti oleh responden yang menilai KUA Kecamatan Serpong memiliki biaya yang mahal dan tidak jelas. Ketiga aspek inilah yang menonjol dari saran dan komentar mereka.

B. ANALISIS DESKRIPTIF 1. Variabel Kualitas Pelayanan, Dimensinya Serta Indikatornya Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dijelaskan bahwa tingkat kualitas pelayanan pada KUA Kecamatan Serpong memiliki nilai rata rata 2,97, atau mendekati sedang atau biasa. Hal ini berarti kualitas pelayanan pada KUA tidak baik ataupun tidak buruk dan berada pada tingkat menengah atau sedang.. Nilai tertinggi adalah 3,34 dan nilai terendah adalah 2,60. Hal ini juga menunjukan bahwa ranah penilaian masih di dekat nilai sedang atau biasa. Tidak ada penilaian yang mendekati buruk ataupun mendekati baik. Selanjutnya Deskripsi dari dimensi dimensi dari variabel Kualitas Pelayanan didasari pada pengolahan hasil diperoleh data sebagai berikut

59

Tabel 4.1 Analisis Deskriptif Dimensi dari Variabel Kualitas Pelayanan No 1 2 3 4 5 Dimensi Tangible Reliabilitas Responsif Assurance Empathy Min 2 2 1 2 2 Max 4 5 4 5 5 Med 3 3 3 4 3 Mean 2.81 3.13 2.86 3.05 3.00

Sumber : Hasil analisis peneliti

Gambar 4.2 Analisis Desktiptif Dimensi-Dimensi dari Kualitas Pelayanan

Empathy

Tangible 5 4 3 2 1 0

Reliabilitas

Min Max Med Mean

Assurance

Responsif

Dimensi tertinggi terdapat pada Reliabilitas atau kemampuan memberikan pelayanan yang akurat. Hal ini memperlihatkan bahwa masyarakat kecamatan Serpong menilai hasil kerja yang dilakukan oleh KUA Kecamatan Serpong masih cukup akurat. Tingkat kesalahan saat pelayanan masih dianggap tidak buruk dan minimal tidak sampai mengecewakan masyarakat. Sementara dimensi dengan nilai terendah ada pada dimensi reponsif atau Kesanggupan segera melakukan pelayanan terhadap masyarakat. Dalam hal ini masyarakat menilai bahwa ada sedikit kelambatan dalam merespon masyarakat yang dilakukan oleh KUA Kecamatan Serpong.

60

Namun data penilaian terhadap kelima dimensi di atas menunjukan bahwa hasil yang mirip pada hampir semua dimensi. Tiga dimensi berada sedikit di atas sedang dan dua dimensi berada sedikit di bawah nilai sedang. Maka dapat disimpulkan bahwa penilaian pada semua dimensi mengarah pada nilai sedang atau biasa atau tidak buruk dan tidak juga baik. Maka bisa disimpulkan bahwa masyarakat secara umum menilai kualitas pelayanan dari KUA Kecamatan Serpong berada pada tingkat yang sedang. Berikut adalah penjabaran dari indikator indikator yang berada pada setiap dimensi. Pertama dibahas mengenai indikator yang terdapat pada dimensi tangible atau penampilan fisik dari organisasi.

Tabel 4.2 Analisis Deskriptif Indikator Indikator dari Dimensi Tangible No 1 2 3 4 Indikator Kelengkapan fasilitas fisik Ketersediaan peralatan pelayanan Jumlah pegawai proporsional Jumlah alat komunikasi memadai Min 2 2 2 2 Max 3 3 3 4 Med 3 3 3 3 Mean 2.89 2.90 2.60 2.80

Sumber : Hasil analisis peneliti

Hasil dari indikator indikator dalam dimensi tangible mendekati nilai sedang. Indikator pertama, yaitu kelengkapan fasilitas fisik dinilai responden pada tingkat sedang atau hampir sedang. Hampir semua responden menilai pada tingkat sedang dan tidak ada yang menilai di atas sedang. Indikator kedua, yaitu

ketersediaan peralatan pelayanan dinilai oleh responden pada tingkatan hampir sedang. Seperti halnya pada indikator pertama, maka responden juga tidak ada yang menilai di atas sedang dan hampir semua menilai pada tingkat sedang. Pada

61

indikator ketiga atau jumlah pegawai yang proporsional juga dinilai responden pada tingkat hampir sedang, walaupun nilainya sedikit di bawah kedua indikator sebelumnya. Indikator keempat atau jumlah alat komunikasi yang memadai dinilai oleh responen juga pada tingkatan yang hampir sedang. Pada indikator terakhir dari dimensi tangible ini terdapat responden yang menilai di atas sedang. Namun secara rata rata nilainya masih di bawah dua indikator pertama. Secara umum dapat disimpulkan bahwa penilaian responden terhadap keempat indikator di dalam dimensi tangible adalah mendekati nilai sedang. Selanjutnya dibahas mengenai indikator indikator yang terdapat pada dimensi kedua yaitu reliabilitas atau kemampuan memberikan pelayanan yang akurat.

Tabel 4.3 Analisis Deskriptif Indikator Indikator dari Dimensi Reliabilitas No 1 2 3 4 Indika