Upload
ade-amalia-rizqi
View
85
Download
17
Embed Size (px)
Citation preview
SKENARIO 1
PBL 5
Page 1
DEFINISI ANAK, LANSIA, DAN GERIATRI
a. Definisi Anak
- Menurut Konvensi Hak Anak (KHA): manusia yang umurnya belum mencapai 18 tahun.
- Undang-Undang Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002: seseorang yang belum berusia 18
tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.
b. Definisi Lansia
Lanjut usia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994).
Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan
akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural yang disebut sebagai penyakit
degeneratif yang akan menyebabkan para lansia menghadapi akhir hidup dengan episode terminal
yang dramatik.
Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan
yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan.
Penurunan kemampuan berbagai organ, fungsi, dan sistem tubuh itu bersifat alamiah/ fisiologis.
Penurunan tersebut disebabkan berkurangnya jumlah dan kemampuan sel tubuh. Pada umumnya
tanda proses menua mulai tampak sejak usia 45 tahun dan akan menimbulkan masalah pada usia
sekitar 60 tahun (Pudjiastuti, 2003).
c. Definisi Geriatri
Geriatri terdiri dari dua kata yakni Gerontos (usia lanjut) dan Iatros (penyakit) yang berarti
geriatri adalah proses menua yang disertai dengan penyakit dan gangguan yang multi patologis
minimal 4 penyakit. Ini berarti geriatric berbeda dengan lansia karena seorang pasien geriatric
Mona, 2,5 th, belum mau diperiksa giginya saat pertama kali berkunjung ke dokter gigi,
sedangkan kakaknya, Budi, 7 th, menolak membuka mulut setelah pengalaman pencabutan
giginya 6 bulan yg lalu. Sita, 12 th, gigi geliggi depan atas terlihat maju, namun sampai skrg ia
masih ragu memperbaiki gigi geliginya. Mereka diantar neneknya (Ny. Astri) 65 th dgn
penampilan yg lebih tua dari teman” sebayanya. Beliau masih aktif di beberapa kegiatan sosial
namun merasa kurang percaya diri.
Dokter gigi memilih cara pendekatan dari masing-masing pasien diatas.
SKENARIO 1
PBL 5
Page 2
adalah pasien lanjut usia yang memiliki masalah biopsikososial. Ilmu yang mempelajari proses
menua itu sendiri adalah Gerodontologi.
Terdapat beberapa ciri-ciri dari pasien yang geriatric:
a. Memiliki minimal 4 penyakit (multipatologi) yang umumnya didominasi oleh penyakit
kronik degeneratif, dicetuskan oleh penyakit akut
b. Adanya penurunan cadangan faali, yang ditandai dengan penurunan faal berbagai organ,
penurunan daya tahan tubuh, kekuatan otot yang berkurang, dsb imobilisasi
c. Gangguan fungsi dan nutrisi (gizi)
d. Disertai dengan problema sosial dan psikologi
e. Penurunan status fungsional sehingga menimbulkan ketergantungan terhadap keluarga
atau orang lain
f. Adanya gangguan pengindera, gangguan buang air kecil (inkontinensia) dan besar
g. Cenderung terkena gangguan ereksi pada pasien laki-laki
h. Instabilitas / jatuh isolasi sosial serta imobilisasi gangguan gerakan keterbatasan
mobilitas dan iatrogenic (efek samping pemakaian banyak obat = polifarmasi)
d. Batasan Lanjut Usia
- UU No. 13 tahun 1998
Menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa
usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun
- WHO
Menurut WHO, batasan lansia meliputi:
1. Usia Pertengahan (Middle Age), adalah usia antara 45-59 tahun
2. Usia Lanjut (Elderly), adalah usia antara 60-74 tahun
3. Usia Lanjut Tua (Old), adalah usia antara 75-90 tahun
4. Usia Sangat Tua (Very Old), adalah usia 90 tahun keatas
- Menurut Depkes RI (2003):
1. Pertengahan umur usia lanjut (virilitas): masa persiapan usia lanjut yang menampakkan
keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-54 tahun)
2. Usia lanjut dini (prasenium): kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun)
3. Kelompok usia lanjut (senium): usia 65 tahun keatas
4. Usia lanjut dengan resiko tinggi: >70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri,
terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat.
DEFINISI TAKUT DAN CEMAS DALAM BIDANG PSIKOLOGI
Dalam psikologis, pengertian takut dan cemas terbagi atas 3 perspektif. Yaitu perspektif kognitif,
perspektif biological dan perspektif learning. Terdapat satu perbedaan yang mendasar antara takut dan
kecemasan.
Kecemasan adalah tingkat emosi samar yang tidak nyaman karena adanya ketakutan akan sesuatu
yang terjadi, takut akan keadaan yang sukar/berbahaya,dan rasa gelisah/ khawatir. Kecemasan bersifat
tidak objektif. Kecemasan merupakan suatu ciri kepribadian dan ketakutan terhadap antisipasi bahaya dari
sumber yang tidak dikenal.
Takut merupakan respon emosional terhadap sesuatu yang dikenal berupa ancaman eksternal.
Reaksi terhadap keadaan atau objek dari eksternal ( apa yang dilihat sebagai bahaya), akibat
pengalaman/trauma dan cenderung melarikan diri dan menghindar.
Ketika tingkat stimulasi optimal meningkat, mengartikan kecemasan. Hal tersebut bisa menjadi
respon adaptif yang sehat atau bahkan melemahkan. Yang dapat melemahkan ini memungkinkan untuk
kehilangan kemampuan dalam berpikir, bertindak dan melakukan sesuatu. Kecemasan diwujudkan dalam
SKENARIO 1
PBL 5
Page 3
tiga cara : dalam pikiran seseorang (kognitif), dalam tindakan seseorang (perilaku), dan dalam reaksi
fisiologis.
a. Perspektif Biologi
Berdasarkan perspektif biologis, terdapat tiga kondisi dasar yang menimbulkan kecemasan :
overstimulation, ketidaksesuaian kognitif, dan tidak tersedianya respon. Overstimulation mengacu ketika
seseorang dibanjiri dengan informasi. Ketidaksesuaian kognitif adalah ketika seseorang memiliki kesulitan
mendamaikan beberapa peristiwa, seperti contohnya kehilangan orang yang dicintai. Tidak tersedianya
respon mengacu ketika seseorang tidak tahu bagaimana menangani situasi yang sulit.
Menurut teori biologis, terdapat system GABA yang bertanggungjawab atas motivasi terhadap
ketakutan dan kecemasan. GABA adalah Gamma-Amino Butyric Acid, sebuah inhibitor pemancar
(transmitter inhibitor) alami. Suatu zat di dalam tubuh yang membantu kita menjaga aliran optimal dari
stimulasi atau informasi sehingga mengurangi aliran transmisi saraf. Terdapat reseptor GABA yang akan
mengikat dan menghasilkan efek ketakutan dan kecemasan. Kemampuan reseptor untuk mengikat ini
tidak tetap, tergantung pada kehadiran benzodiapines.
Benzodiapines adalah zat atau obat anti-kecemasan seperti Valium, Librium, dan Alprazolam, yang
membantu mengatur transmisi saraf. Tubuh secara alami menghasilkan zat kimia ini, tapi belum terisolasi.
Ketika benzodiapines terikat ke reseptor, maka meningkatkan kemampuan GABA untuk mengikat
reseptornya sendiri. Reseptor GABA ini kemudian memicu pembukaan saluran Klorida yang mengarah ke
penurunan laju pembakaran kritis (firing rate) neuron di banyak bagian pada system saraf pusat. Mereka
yang merasakan kecemasan yang lebih dibanding orang lain, gagal menghasilkan atau melepaskan
benzodiapines yang diperlukan untuk jumlah GABA yang diperlukan untuk mengatur transmisi saraf. Selain
mengurangi kecemasan, benzodiapines juga merangsang tidur, merileks otot-otot, dan mengurangi
kemungkinan kejang-kejang.
b. Perspektif Kognitif
Ada tiga alasan untuk motivasi ketakutan dan kecemasan dari perspektif kognitif; hilangnya kontrol,
ketidakmampuan untuk mengatasi respon, dan tingkat kecemasan dibandingkan dengan sifat kecemasan.
Hilangnya kontrol mengacu pada situasi ketika ada peristiwa yang tak terduga atau tidak terkendali dalam
kehidupan seseorang yang menyebabkan kecemasan dan/atau depresi. Akibatnya, menghasilkan perasaan
tidak berdaya. Ketidakpastian yang mungkin terkait dengan aktivitas yang dapat menyebabkan kecemasan.
Ketidakmampuan untuk membuat respon adaptif dalam menanggapi peristiwa yang mengancam atau
fakta atau persepsi bahwa tidak ada jawaban yang tersedia akan menyebabkan perasaan cemas.
Menurut perspektif kognitif, cara yang paling efektif untuk menangani kecemasan adalah mengubah
kecemasan menjadi takut. Kemudian kita akan tahu persis apa yang menganggu kita. Lalu dapat
merencanakan untuk menangani apa yang dikhawatirkan. Gagasan lain untuk respon adalah apakah
seseorang itu self certain atau tidak. Orang-orang self certain adalah mereka yang mengetahui kekuatan
dan kelemahan mereka sendiri. Orang yang tidak tergolong self certain hanya mengetahui kekuatan
mereka. Dan karena mereka tidak mengetahui kelemahan mereka, mereka kekurangan pengetahuan,
kemudian tidak mampu menciptakan respon yang efektif. Ini cenderung tidak aman, sedangkan orang-
orang self-certain cenderung memiliki rasa percaya diri lebih baik. Menurut perspektif kognitif,
menciptakan respon dengan mengubah kecemasan menjadi ketakutan, dan mengembangkan rencana
akan menciptakan rasa aman.
Tingkat dan sifat kecemasan mengacu pada ciri-ciri kepribadian individu. Tingkat kecemasan adalah
respon emosiaonal yang melibatkan perasaan ketegangan dan ketakutan, sedangkan sifat kecemasan
mengacu kepada karakteristik abadi seseorang yang dapat digunakan untuk menjelaskan konsistensi
perilaku seseorang, dan menentukan kemungkinan orang akan mengalami kecemasan dalam situasi penuh
tekanan. Sebagai contoh, beberapa orang menghabiskan banyak waktu pada tindakan tertentu, seperti
terus menerus memeriksa apakah pintu telah terkunci.
SKENARIO 1
PBL 5
Page 4
Orang dapat dibedakan secara umum menjadi dua kelompok; sensitizers dan repressors (Franken,
2002). Sensitizers cenderung untuk memikirkan konsekuensi potensial dari ancaman dan dengan demikian
mengalami lebih banyak kecemasan, sedangkan repressors menghindari berpikir tentang konsekuensi dan
meungkin mengalami sedikit kecemasan dan stress pada saat tertentu. Respon tidak dianggap salah satu
yang adaptif. Solusi yang disarankan, menurut perspektif kognitif, adalah untuk mengenali bahwa
seseorang memiliki masalah dan memikirkan cara untuk menangani masalah tersebut.
c. Perpektif Learning
Kecemasan adalah perjalanan terkondisi yang berfungsi untuk memotivasi penghindaran merespon.
Oleh Karena itu, respon penghindaran diasumsikan diperkuat oleh pengurangan kecemasan. Ketakutan
adalah sebuah respon terkondisi untuk rasa sakit. Jika salah satu ekspresi sakit pada situasi spesifik,
rangsangan yang terkait dengan situasi mendapatkan kemampuan untuk menimbulkan reaksi emosional
yang sama dengan sebelumnya.
Menurut paradigma pembelajaran penghindaran, partisipan harus belajar untuk membuat beberapa
respon untuk menghindari stimulus aversif. Ketika respon dibuat di awal, setiap kecemasan yang terjadi
akan segera berkurang. Pengurangan kecemasan berkembang dalam menguatkan penghindaran respon.
Manusia cenderung untuk menunjukan tidak takut saat ditemui dengan bentuk simbolik dari stimulus,
namun menjadi sangat takut jika diberikan stimulus konkrit. Sebagai contoh, gambar laba-laba tidak akan
menimbulkan ketakutan sebanyak laba-laba yang asli. Ada dua metode pendinginan yang akan
menghilangkan stimulus : desensitization dan flooding. Desensitization terjadi ketika kehadiran yang
berturut-turut dari stimulus yang diberikan (rangsangan ringan yang disajikan pertama kali). Setelah klien
relax, stimulus kuat disajikan. Prosedur ini dilanjutkan sampai klien benar-benar relax ketika dihadapkan
dengan stimulus konkrit.
Sedangkan pada metode flooded, klien disajikan dengan stimulus asli dan reaksi emosional penuh.
Klien harus tetap disana selama proses. Ketika reaksi reda, pengurangan respon emosional baru
dikondisikan untuk stimulus. Selama penghadiran stimulus dilanjutkan dan diulang, reaksi akan berangsur
menghilang.
d. Takut dan Cemas sebagai Respon Adaptif
Teori James-Lange berpendapat bahwa dasar dari pengalaman emosi didasarkan pada sensasi perifer
dan sensasi fisologis seperti detak jantung dan tekanan darah. Takut dan cemas dapat menjadi respon
adaptif ketika seseorang dihadapkan dengan suatu peristiwa yang mengancam kelangsungan hidup
mereka. Manusia mengalami semacam respon melawan atau lari. Secara keseluruhan, sensory feedback
mengendalikan ekspresi emosional. Kecemasan terbagi atas mild, moderate dan high. Hal ini jelas bahwa
tingkat kecemasan dan ketakutan yang tinggi dapat menyebabkan gangguan fungsi psikologis, kesalahan
intelektual, dan mengganggu konsentrasi dan memori. Namun, terdapat bukti yang menunjukkan bahwa
tingkat kecemasan yang moderate masih mungkin berfungsi sebagai fungsi adaptif. Sebagai contoh,
sebuah studi tingkat kecemasan pasien yang menjalani bedah minor ditemukan bahwa pasien dengan
tingkat kecemasan moderate memang lebih baik setelah operasi dibanding dengan tingkat kecemasan
yang tinggi.
DEFINISI PENDEKATAN PSIKOSOSIAL
Pendekatan psikososial merupakan hal yang sangat penting dalam semua terapi medik. Efisiensi
terapi yagn diberikan oleh dokter selain tergantung pada pengetahuan dan keterampilannya, juga pada
kemampuan menjalin kerja sama dengan pasien. Berbagai penelitian membuktikan bahwa pasien akan
sembuh lebih cepat dan lebih sedikit terjadi komplikasi bila hubungan antara dokter dengan pasiennya
terjalin baik. Dengan pengertian yang memadai terhadap kerangka acuan ilmu perilaku sebagai pelengkap
dari ilmu alamiah, seorang dokter dapat mengerti penyakit dan orang sakit secara utuh. Secara umum,
SKENARIO 1
PBL 5
Page 5
dalam menangani suatu penyakit diperlukan 2 cara pendekatan, yatu dengan pendekatan ilmiah murni dan
pendekatan psikososial.
Teori psikososial berawal dari premis bahwa pemahaman yang akurat tentang manusia akan
membawa pada tanggung jawab dan intervensi yang efektif dan membutuhkan posisi yang seimbang
antara orang sebagai entitas psikologis dengan orang sebagai entitas social. Istilah psikososial tidak
dihasilkan dari sumber tunggal namun muncul untuk membangun jembatan konseptual diantara berbagai
disiplin yang tertarik untuk memahami manusia.
Psikososial adalah dimensi yang melekat pada diri manusia sebagai makhluk yang utuh.
Pemahaman terhadap manusia adalah mengambil posisi yang seimbang antara manusia sebagai makhluk
pribadi atau psikologis dan manusia sebagai makhluk social. Manusia harus dipahami sebagai produk dari
interaksi antara pembawaan bio-genetik, pengaruh dari relasi-relasi yang significant, dampak dari
pengalaman hidup, serta akibat dari partisipasinya di dalam peristiwa-peristiwa kemasyarakatan, budaya,
dan peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi.
Pendekatan psikososial menitikberatkan pada bagaimana relasi dibentuk dan dikelola oleh orang
dalam situasi-situasi social, yaitu isu-isu yang berhubungan dengan persoalan-persoalan stigma, perilaku
kelompok, pengaruh lingkungan, territorial, kebutuhan akan ruang pribadi, serta materi-materi perubahan
personal dan social.
Terapi psikososial adalah bentuk penyembuhan dimana pengetahuan-pengetahuan tentang bio-
psiko-sosial manusia dan perilaku masyarakat, keterampilan dalam berelasi dengan individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat, serta kompetensi dalam memobilisasi sumberdaya-sumberdaya yang tersedia
dipadukan dalam medium relasi-relasi individual, keluarga, dan kelompok untuk membantu orang
mengubah kepribadiannya, perilakunya atau situasinya yang dapat memberikan kontribusi pada
pencapaian kepuasan, pemenuhan kebutuhan manusia dalam kerangka nilai-nilai pribadi, tujuan-tujuan
pribadi dan sumberdaya yang tersedia dalam masyarakat.
FASE-FASE PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL
1 Tahap Perkembangan Emosional dan Kognitif Remaja Hingga Dewasa
Bayi (tahun pertama)
Fungsi psikologis diadaptasikan melalui interaksi dengan orang yang merawat, terutama ibu.
Saraf sensoris-motorik berkembang tanpa symbol dan bahasa, namun menggunakan persepsi dan
gerakan.
Anak tergantung pada orang lain sepenuhnya.
Anak belum mampu memberikan respon rasional.
Perawatan gigi : memerlukan bantuan dari orang tua sepenuhnya.
Trust
- Membangun hubungan
- Tidak ada tingkah laku yang aneh
- Mau disentuh
- Kontak mata baik
- Bisa berbagi atas miliknya
Mistrust
- Menghindari hubungan
- Aneh
- Tidak mau jauh dari ibunya
- Kesepian dan tidak senang
- Tidak melakukan kontak mata
- Tidak berbagi atas miliknya
Balita (tahun kedua)
SKENARIO 1
PBL 5
Page 6
Kemampuan motorik meningkat dengan bergerak bebas dan mandiri.
Perkembangan bahasa, komunikasi, pemahaman, emosional, kepribadian, dan rasa otonom
meningkat dalam waktu yang cepat.
Memiliki rasa takut objektif, rangsangan tiba-tiba ada organ panca indra akan menimbulkan rasa
takut (bunyi bur, lampu terang).
Anak belum dapat dipisahkan dengan orangtua
Sikap kooperatif anak terbatas dan tidak dapat diprediksi.
Perawatan gigi : diperlukan pendekatan khusus dengan bantuan orang tua.
Autonomy
- Mandiri
- Mulai bisa berdiri sendiri
- Berperilaku baik dengan sendiri ataupun
sesama
- Tidak berprilaku mendominasi
- Asertif
Shame and Doubt
- Menunda-nunda
- Tidak bisa sendiri
- Butuh dibimbing
- Malu ketika dipuji
- Mudah diperdaya
Prasekolah (3-6 tahun)
Peningkatan perkembangan kepribadian dan intelektual yaitu perkembangan inisiatif dan imajinasi
yang didapat dari orang-orang atau benda-benda sekitar.
Peningkatan Komunikasi dan interaksi anak pada barang dan orang.
Anak 3 tahun
- Sudah dapat berinteraksi dan memberi rekasi positif pada komentar yang menyenangkan.
- Masih sering malu terhadap orang asing.
- Persepsi anak terhadap waktu dan kesabaran terbatas.
- Masih terdapat reaksi primitive (takut terhadap gerakan yang tidak diharapkan dan tiba-
tiba : sinar terang, alat bur, dsb).
- Perawatan gigi : dilakukan dalam waktu yang singkat, adanya pemberitahuan terlebih
dahulu terhadap tindakan yang akan dilakukan, serta masih perlu ditemani oleh orang
tuanya/pengasuh yang dekat dan dikenal.
Anak 4 tahun
- Rasa egosi besar
- Sudah mampu merespon petunjuk verbal
- Tingkat ketakutan meningkat (takut pada hal-hal yang tidak diketahui dan hal-hal yang
dapat melukai dirinya) dan cenderung dramatis.
- Rasa takut terhadap orang lain dapat dikurangi dengan banyak interaksi sosial.
- Dapat kooperatif melalui penyesuaian dan petunjuk yang baik.
- Terkadang anak sudah dapat mandiri, diinggal dan tidak ditemani orang tuanya.
- Sudah dapat bersosialisasi dengan meniru gaya orang dewasa.
- Mulai cerewet
- Rasa ingin tahu besar dan banyak berimajinasi.
Anak 5 tahun
- Rasa takut sudah berkurang dan mampu mengevaluasi situasi yang menimbulkan rasa
takut.
- Sudah dapat berkomunikasi dengan baik sehingga dapat mengikuti perintah.
SKENARIO 1
PBL 5
Page 7
- Gerakan motorik sudah meningkat namun masih belum mampu belajar teknik menyikat
gigi yang optimal
Anak 6 tahun
- Merupakan periode transisi antara logical thinking
- Mulai dapat berderbat dan sulit dibujuk.
- Sudah dapat menerima orang lain selain orang tua, seperti guru.
- Timbul rasa khawatir da tegang.
- Puncak ketegangan timbul dalam bentuk kemarahan atau melawan.
- Ketegangan dapat diatasi melalui pengenalan perawatan gigi yang baik.
Initiative
- Memulai sesuatu dengan inisiatif sendiri
- Menerima tantangan
- Mau berperan sebagai pemimpin
- Menentukan tujuan-tujuan
- Lincah
Guilt
- Mudah sedih
- Mudah putus asa
- Tidak lincah
- Postur bungkuk
- Tidak melakukan kontak mata
Sekolah Dasar (6 tahun - pubertas)
Perkembangan kepercayaan, otonomi, dan inisiatif , dan tanggung jawab atas tugas dan
pencapaian.
Sudah dapat membandingkan diri dan mencari penerimaan diri akibat peningkatan sosialisasi
karena sudah mulai masuk sekolah.
Lebih mandiri
Banyak pengaruh dari teman sebaya
Masih memiliki rasa takut namun sudah dapat mengatasinya
Dapat mengatasi keadaan yang tidak menyenangkan melalui belajar dari penjelasan prosedur
perawatan.
Dapat menerima ide dan pandangan orang dewasa
Perawatan gigi : merupakan waktu yang tepat untuk diebri tanggung jawab dalam menjaga OH
Competency
- Memikirkan bagaimana sesuatu bisa
bekerja
- Menyelesaikan apa yang telah dimulai
- Menyukai kegiatan
- Suka belajar
- Suka bereksperimen
Inferiority
- Malu
- Menarik diri
- Terlalu penurut
- Sering menunda
- Cenderung mengobservasi daripada
melakukan
- Mempertanyakan kemampuan dirinya
sendiri
Remaja (12 – 19 tahun)
Peningkatan akitivitas hormonal yang berhubungan dengan pertumbuhan fisik yang cepat.
Sudah memunjukkan sikap kedewasaan.
SKENARIO 1
PBL 5
Page 8
Mulai memperdulikan penampilan.
Sikap banyak dipengaruhi oleh lingkungan
Identity
- Menyadari peran identitas gendernya
- Tertarik dengan lawan jenis
- Merencanakan masa depan
- Menerima dirinya sendiri
Role Confusion
- Meragukan peran identitas gendernya
- Tidak percaya diri
- Terlalu penurut
- Tidak menerima dirinya sendiri
Dewasa Muda (20-40 tahun)
Intimacy
- Menjaga hubungan pertemanan
- Kedekatan fisik dan emosional
- Berpartisipasi dalam grup
- Terbuka dan mau berinteraksi
- Bisa membuat dan menjaga komitmen
Isolation
- Merusak hubungan
- Menarik diri
- Menghindar
- Mengisolasi diri
- Performa kerja dipertanyakan
Dewasa Tengah (40-60 tahun )
Generativity
- Percaya diri
- Produktif
- Menjadi diri sendiri
- Menggapai tujuan
- Mau mengambil risiko dan bereksplorasi
Stagnation
- Hanya melihat
- Selalu mengeluh dan menyalahkan
- Menarik diri
- Obesitas
- Tidak puas dengan hidup / pekerjaan /
pasangan / dirinya sendiri
- Pemarah
- Tingkah lakunya tidak baik
Dewasa Akhir / lansia (> 60 tahun)
Integrity
- Bangga dengan dirinya dan hidupnya
- Masih memikirkan masa depan
- Binteraksi secara sehat dengan dirinya
- Suka dijadikan contoh untuk orang lain
- Menerima dengan baik proses penuaan
dan kematian bagian dari siklus hidup
- Suka memberi dan berbagi dengan orang
lain
- Menerima diri sendiri
Despair
- Sangat pemarah
- Tidak berguna
- Rendah diri
- Tertutup
- Marah dengan diri sendiri / orang lain /
lingkungan
- Mengeluh
Tabel 1. Perkembangan Psikososial menurut Eric Erikson
SKENARIO 1
PBL 5
Page 9
Perubahan psikosial pada lansia
Secara umum, perubahan kondisi psikososial pada lansia didahului dan berlangsung sejalan
dengan perubahan fisiologis. Kemunduran fungsi-fungsi tubuh secara fisiologis menyebabkan psikologis
lansia tersebut terpengaruh sehingga menyebabkan mereka untuk cenderung menarik diri dari
partisipasinya di masyarakat. Namun secara spesifiknya, terdapat beberapa teori yang menjelaskan
mengenai perubahan kondisi sosial pada lansia :
a. Teori disengagement
Menyatakan bahwa lansia cenderung menarik diri dari lingkungan sehingga terjadi penurunan
aktivitas dan interaksi. Dengan hal ini, kedua belah pihak (lansia dan lingkungan) sama –sama
mendapat keuntungan. Lansia menjadi hidup dengan lebih tenang, sementara lingkungan dapat
mengantisipasi kehilangan partisipasi lansia tersebut akibat kematian.
b. Teori Aktivitas
Teori ini menyatakan bahswa beberapa lansia memilih untuk tetap menjadikan hidupnya sama
sibuknya dengan masa-masa produktifnya. Pada teori ini, tidak dapat diidentifikasi adanya
perubuhan psikologis pada lansia.
c. Teori Kontinuitas
Lansia cenderung menjaga identitasnya dengan melakukan hal-hal yang ia sukai sebagai kesibukan
sehari-hari. Hal-hal tersebut biasanya adalah skill atau hobi yang disukainya. Namun untuk
meminimalkan stress, kegiatan-kegiatan tersebut diintegrasikan menjadi kesatuan yang koheren.
d. Teori Selektivitas Sosioemosional
Jaring pertemanan pada lansia terus berlangsung namun mengerucut seiring pertambahan
usianya. Pengerucutan ini disebabkan oleh adanya kecenderungan untuk menjauh dari hubungan
yang tidak baik atau yang tidak sejalan demi mencegah timbulnya stress dan permasalahan,
namun tetap menjaga hubungan yang baik.
Perubahan Kognitif Pada Penuaan
Orang tua yang memiliki masalah kognitif sering kali mengalami stress seiring dengan ketidak seimbangan
kompetensi mereka dengan permintaan dari lingkungan.
a. Presenile dementia (pada orang-orang “setengah tua”)
Mulai muncul pada usia 40-50an tahun. Contoh penyakitnya adalah penyakit Alzheimer
Hal yang paling umum terlihat adalah pengurangan kapasitas intelektual dan kemampuan
untuk bekerja.
b. Senile dementia (psikosis)
Lebih umum terjadi pada perempuan. Onsetnya perlahan dan menjadi jelas setelah usia 70
tahun. Ditandai dengan penurunan intelektual yang lambat dan progresif. Penyebabnya
diduga karena genetik
Perilaku pasien: hilang minat, kurang responsive, perasaan dan emosi kurang peka dan
mudah marah, lebih suka di rumah, memori jangka pendek, mood jelek karena perasaan tidak
dianggap atau takut kematian.
c. Psikosis ateriosklerotik
Penyebabnya adalah aterosklerosis di otak (manifestasinya yang paling jelas yaitu stroke).
Pasien sering memiliki riwayat hipertesi dan penyakit kardiovaskuler.
Perilaku pasien:
o Confusion dan kesulitan kontrol emosi (suatu saat bisa pesimis sekali, atau bisa tertawa
tidak terkontrol, lalu menangis tersedu-sedu); dan lebih sering terjadi pada malam hari
o Kerusakannya gradual, dan bisa disertai penyakit fisik seperti pneumonia
d. Psikosis afektif
SKENARIO 1
PBL 5
Page 10
Depresi merupakan keluhan utama pasien. Penyebabnya karena perubahan mendadak pada
kehidupan seseorang seperti pensiun atau terkena penyakit yang berat
Gejala awalnya berupa depresi disertai kerusakan otak, gangguan ingatan jangka pendek,
suka melamun, disorientasi, penurunan intelektual, emosi dan perasaan tidak peka, kurang
tidur dan bahkan mencoba bunuh diri akibat depresi.
Pasien membutuhkan perhatian dan dampingan
e. Paraphrenia akhir
Perilaku utama pasien ialah delusion, suka mencari masalah sehingga mudah bertengkar, iri,
arogan. Penyebabnya tidak jelas, diduga bisa timbul karena lingkungan sosial
2 Periodisasi Masa Perkembangan
Pendapat para Ahli mengenai periodisasi yang bermacam-macam di atas dapat digolongkan dalam tiga
bagian, yaitu:
1) Periodisasi yang berdasar biologis.
Periodisasi atau pembagian masa-masa perkembangan ini didasarkan kepada keadaan atau proses
biologis tertentu. Pembagian Aristoteles didasarkan atas gejala pertumbuhan jasmani yaitu antara fase
satu dan fase kedua dibatasi oleh pergantian gigi, antara fase kedua dengan fase ketiga ditandai
dengan mulai bekerjanya kelenjar kelengkapan kelamin.
2) Periodisasi yang berdasar psikologis.
Tokoh utama yang mendasarkan periodisasi ini kepada keadaan psikologis ialah Oswald Kroch. Beliau
menjadikan masa-masa kegoncangan sebagai dasar pembagian masa-masa perkembangan, karena
beliau yakin bahwa masa kegoncangan inilah yang merupakan keadaan psikologis yang khas dan
dialami oleh setiap anak dalam masa perkembangannya.
3) Periodisasi yang berdasar didaktis.
Pembagian masa-masa perkembangan sekarang ini seperti yang dikemukakan oleh Harvey A. Tilker,
PhD dalam “Developmental Psycology to day”(1975) dan Elizabeth B. Hurlock dalam “Developmental
Psycology”(1980) tampak sudah lengkap mencakup sepanjang hidup manusia sesuai dengan hakikat
perkembangan manusia yang berlangsung sejak konsepsi sampai mati dengan pembagian
periodisasinya sebagai berikut:
1. Masa Sebelum lahir (Prenatal Period)
Masa ini berlangsung sejak terjadinya konsepsi atau pertemuan sel bapak-ibu sampai lahir kira-kira 9 bulan
10 hari atau 280 hari. Masa sebelu lahir ini terbagi dalam 3 priode yaitu:
a. Periode telur/zygote, yang berlangsung sejak pembuahan sampai akhir minggu kedua.
b. Periode Embrio, dari akhir minggu kedua sampai akhir bulan kedua.
c. Periode Janin(fetus), dari akhir bulan kedua sampai bayi lahir.
2. Masa Bayi Baru Lahir (New Born).
Masa ini dimulai dari sejak bayi lahir sampai bayi berumur kira-kira 10 atau 15 hari. Dalam perkembangan
manusia masa ini merupakan fase pemberhentian (Plateau stage) artinya masa tidak terjadi
pertumbuhan/perkembangan.
Ciri-ciri yang penting dari masa bayi baru lahir ini ialah:
Periode ini merupakan masa perkembangan yang tersingkat dari seluruh periode perkembangan.
Periode ini merupakan saat penyesuaian diri untuk kelangsungan hidup/ perkembangan janin.
Periode ini ditandai dengan terhentinya perkembangan.
Di akhir periode ini bila si bayi selamat maka merupakan awal perkembangan lebih lanjut.
3. Masa Bayi (Babyhood).
SKENARIO 1
PBL 5
Page 11
Masa ini dimulai dari umur 2 minggu sampai umur 2 tahun. Masa bayi ini dianggap sebagai periode kritis
dalam perkembangan kepribadian karena merupakan periode di mana dasar-dasar untuk kepribadian
dewasa pada masa ini diletakkan.
4. Masa Kanak-kanak Awal (Early Chilhood).
Awal masa kanak-kanak berlangsung dari dua sampai enam tahun. Masa ini dikatakan usia pra kelompok
karena pada masa ini anak-anak mempelajari dasar-dasar perilaku sosial sebagai persiapan bagi kehidupan
sosial yang lebih tinggi yang diperlukan untuk penyesuaian diri pada waktu masuk kelas 1 SD.
5. Masa Kanak-kanak Akhir (Later Chilhood).
Akhir masa kanak-kanak atau masa anak sekolah ini berlangsung dari umur 6 tahun sampai umur 12 tahun.
Selanjutnya Kohnstam menamakan masa kanak-kanak akhir atau masa anak sekolah ini dengan masa
intelektual, dimana anak-anak telah siap untuk mendapatkan pendidikan di sekolah dan perkembangannya
berpusat pada aspek intelek.
Adapun Erikson menekankan masa ini sebagai masa timbulnya “sense of accomplishment” di mana anak-
anak pada masa ini merasa siap untuk enerima tuntutan yang dapat timbul dari orang lain dan
melaksanakan/menyelesaikan tuntutan itu. Kondisi inilah kiranya yang menjadikan anak-anak masa ini
memasuki masa keserasian untuk bersekolah.
6. Masa Puber (Puberty).
Masa Puber merupakan periode yang tumpang tindih Karena mencakup tahun-tahun akhir masa kanak-
kanak dan tahun-tahun awal masa remaja. Yaitu umur 11 atau 12 sampai umur 15 atau 16. Kriteria yang sering
digunakan untuk menentukan permulaan masa puber adalah haid yang pertama kali pada anak perempuan
dan basah malam pada anak laki-laki.
Ada empat perubahan tubuh yang utama pada masa puber, yaitu:
Perubahan besarnya tubuh.
Perubahan proporsi tubuh.
Pertumbuhan ciri-ciri seks primer.
Perubahan pada ciri-ciri seks sekunder.
7. Masa Dewasa Awal (Early Adulthood).
Masa dewasa adalah periode yang paling penting dalam masa khidupan, masa ini dibagi dalam 3 periode
yaitu: Masa dewasa awal dari umur 21,0 sampai umur 40,0. Masa dewasa pertengahan, dari umur 40,0
sampai umur 60,0. dan masa akhir atau usia lanjut, dari umur 60,0 sampai mati.
Masa dewasa awal adalah masa pencaharian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang
penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi sosial, periode komitmen dan masa
ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas san penyesuaian diri pada pola hidup yang baru.
8. Masa Dewasa madya ( Middle Adulthood).
Masa dewasa madya ini berlangsung dari umur empat puluh sampai umur enam puluh tahun. Ciri-ciri yang
menyangkut pribadi dan sosial pada masa ini antara lain:
a) Masa dewasa madya merupakan periode yang ditakuti dilihat dari seluruh kehidupan manusia.
b) Masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri
jasmani dan prilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupan dengan ciri-
ciri jasmani dan prilaku yang baru.
c) Masa dewasa madya adalah masa berprestasi. Menurut Erikson, selama usia madya ini orang akan
menjadi lebih sukses atau sebaliknya mereka berhenti (stagnasi).
SKENARIO 1
PBL 5
Page 12
d) Pada masa dewasa madya ini perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan masa
sebelumnya, dan kadang-kadang minat dan perhatiannya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan
pribadi dan sosial.
9. Masa Usia Lanjut ( Later Adulthood).
Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dri umur
enam puluh tahun sampai mati, yang di tandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan
psikologis yang semakin menurun.
FAKTOR PSIKOSOSIAL YANG MEMPENGARUHI PERILAKU ANAK DAN LANSIA DALAM PERAWATAN
KEDOKTERAN GIGI
1. Faktor Psikososial yang Mempengaruhi Perilaku Anak dalam Perawatan Gigi
a. Anak
Secara garis besar, menurut Klingberg dan Broberg, beberapa hal yang berpengaruh terhadap
perilaku dental anak adalah sebagai berikut.
Parental Anxiety
Kecemasan orangtua yang tinggi menyebabkan perilaku yang negative pada anak
Medical Experience
Anak yang lebih banyak memiliki pengalaman medis menunjukkan perilaku yang lebih kooperatif.
Kualitas emosional anak dipengaruhi oleh kunjungan-kunjungan sebelumnya yang merupakan
pertimbangan dari rasa sakit yang didapatkannya, dapat berupa rasa sakit yang mild,
moderate/intense/real, ataupun hanya imajinary.
Awareness of Dental Problem
Terdapat kecenderungan perilaku negatif pada kunjungan pertama ke dokter gigi jika pasien anak-
anak merasa dirinya memiliki masalah kesehatan gigi. Dokter gigi harus memotivasi dan
mengedukasi orang tua agar menjaga kesehatan gigi sebelum terjadinya masalah.
General Behavior Problem
Anak yang sulit untuk fokus dan menyesuaikan aktivitas dengan lingkungan dapat mengalami
masalah dengan dental care. Beberapa anak mempunyai masalah perilaku hanya pada lingkungan
dokter gigi, keadaan ini berhubungan dengan pengalaman negative yang dirasakan sebelumnya
dengan dental care
Adapun penjelasan dari poin-poin di atas adalah sebagai berikut:
1. Ukuran Tingkah Laku berdasarkan Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang menentukan tahap psikososial seorang anak. Seperti
yang diketahui bahwa kondisi psikososial dapat menentukan perilaku seorang anak ketika
akan menghadapi suatu tindakan medis, seperti berkunjung ke dokter gigi untuk
memeriksakan kesehatan gigi dan mulutnya.
2. Sikap Orang Tua
Sikap dan pandangan orang tua mengenai pendidikan dan kedisiplinan anak merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi perilaku anak. Dalam suatu usaha perawatan gigi yang
sukses, sang dokter gigi harus dapat membaca bagaimana hubungan dan pengaruh orangtua
terhadap anak. Pengaruh dapat terlihat dari cara berpikir dan tingkah laku anak.
Terdapat berbagai cara orangtua dalam mendidik anak-anaknya yang kemudian dapat
berpengaruh pada cara berpikir dan tingkah laku anaknya, yaitu sebagai berikut:
SKENARIO 1
PBL 5
Page 13
Selain itu, terdapat beberapa kondisi yang dapat berpengaruh terhadap perilaku anak akibat
cara mendidik orangtuanya, seperti:
- Over affection
Terlalu memanjakan anak
- Over protection & over anxiety
Orangtua tidak memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar sehingga anak menjadi
pemalu dan sulit beradaptasi dan percaya diri. Selain itu, anak juga lebih sering
menunjukkan perasaan gelisah dan ketakutan.
- Over indulgence
Orangtua memenuhi segala keinginan anak sehingga anak suka membuat keriburan dan
berteriak ataupun menangis apabila keinginannya tidak terpenuhi dan kemudian anak
belajar untuk memanipulasi orangtuanya agar dapat memenuhi keinginannya tersebut.
- Over authority
Orangtua selalu mencari kesalahan anak dan membatasi kegiatan anak, sehingga anak
akan cenderung berdusta, bersikap acuh tak acuh, sulit diajak berdiskusi. Selain itu, anak
juga memiliki rasa takut yang berlebihan.
- Under affection
Orangtua tidak memiliki waktu untuk anak sehingga anak merasa kurang aman
- Rejection
Orangtua menolak keberadaan sang anak, sehingga anak merasa gelisah, emosi yang
tidak stabil, sulit berkonsentrasi, hiperaktif, egois, dan agresif. Selain itu, anak tersebut
juga lebih sering memendam perasaannya.
3. Kondisi Fisik Anak
- Gangguan gizi Anak menjadi perasa, lemah dan gelisah
- Kelelahan Fisik dan atau Mental
- Anak cacat atau disabilitas Penderita epilepsi, buta, tuli dan cacat anggota badannya
- Hypochondriasis Tidak ditemukan kelainan fisik, namun penderita merasa ketakutan
dan sakit yang berlebihan. Gejala yang dapat terjadi adalah berupa sakit kepala, lemah dan
lesu, merasa sakit dan panas di dada.
4. Riwayat Perawatan Medik
5. Riwayat Perawatan Gigi
6. Riwayat Pendidikan
Anak-anak yang sekolah lebih merasa siap untuk mendapatkan prosedur perawatan gigi
dibandingkan dengan anak yang tidak mendapatkan pendidikan.
7. Sikap dan Lingkungan Kerja Dokter Gigi
SKENARIO 1
PBL 5
Page 14
Sikap dokter gigi yang ramah setidaknya dapat membantu memberikan penjelasan kepada
anak untuk merasa aman dan nyaman selama perawatan gigi. Sebaliknya, apabila dokter gigi
yang galak atau dengan sikap yang kurang menyenangkan akan membuat anak semakin
enggan untuk mendapatkan perawatan oleh dokter tersebut.
Selain sikap sang dokter gigi, lingkungan kerja yang mendukung, seperti pencahayaan ruangan
yang cukup dan tidak terlalu menyeramkan, dapat merubah paradigma sang anak terhadap
dokter gigi. Dapat pula menggunakan musik bagi anak yang takut akan suara bur, sehingga
anak akan lebih tenang.
8. Rasa Takut
- Rasa takut Objektif
Rasa takut yang disebabkan rangsangan fisik secara langsung pada alat indera. Bau yang
dicium saat perawatan sebelumnya menimbulkan perasaan kurang menyenangkan dan
menimbulkan rasa takut.
- Rasa takut Subjektif
Rasa sakit yang disebabkan oleh perasaan dan sikap yang dibisikkan atau didengar dari
orang lain tanpa mengalami sendiri sebelumnya
- Rasa takut Sugesti
Rasa takut diperoleh dengan meniru dari orang lain yang diteruskan secara halus tanpa
disadari oleh kedua belah pihak.
2. Faktor Psikososial yang Mempengaruhi Perilaku Lansia dalam Perawatan Gigi
Faktor yang mempengaruhi perilaku lansia dalam perawatan gigi dibedakan menjadi faktor
psikologis dan nonpsikologis.
Faktor psikologis:
1. Gangguan mental pada lansia menyulitkan dalam dental care
2. Penurunan memori
Faktor non psikologis:
1. Masalah ekonomi menyebabkan keengganan untuk melakukan perawatan karena masalah
biaya yang cukup mahal
2. Rasa aman terkadang lansia lebih kritis terhadap apapun yang akan dilakukan pada dirinya,
sehingga dokter gigi perlu meyakinkan pasien lansia ini untuk merasa aman dan nyaman
selama perawatan.
3. Kesehatan perlu diperhatikan riwayat penyakit pasien, dapat berpengaruh pada prosedur
perawatan dental
4. Lingkungan
5. Kepribadian Lansia temperamental, introvert, ekstrovert
3. Faktor Psikososial Lansia yang Mempengaruhi Pemakaian Prostodonti
Pemasangan Gigi Tiruan
Pada pasien yang memiliki gigi asli yang mampu dipertahankan dan terdapat beberapa kehilangan
lain, maka dapat menggunakan gigi tiruan sebagian. Sedangkan pada pasien yang telah kehilangan
seluruh gigi geliginya dapat menggunakan gigi tiruan lengkap. Pemasangan gigi tiruan ini merupakan
langkah terkahir setelah perawatan pemeliharaan gigi sudah tidak dapat dilakukan. Pada lansia
sebelum dipasang gigi tiruan perlu dilakuakn edukasi mengenai penggunaannya dan pemeriksaan
berkala.
SKENARIO 1
PBL 5
Page 15
Tujuan:
- Pemulihan fungsi penampilan wajah
- Pemeliharaan kesehatan rongga mulut pasien
- Dapat mengembalikan fungsi berbicara menjadi optimal, yaitu jelas dan nyaman
Perawatan prostodonti baik untuk pasien dalam group Realist dan Resenters. Pembuatan gigi
tiruan sebaiknya tidak diberikan ke pasien yang sedang dalam stress mental atau kondisi fisik yang
ekstrem. Pasien yang memiliki penyakit degenerasi tidak baik untuk pemasangan gigi tiruan penuh.
Terdapat klasifikasi pasien geriatri terkait dengan respek terhadap perawatan gigi tiruan:
a. Pengguna gigi tiruan yang puas dengan gigi tiruan lama : pasien ini merasa puas meskipun terdapat
kekurangan retensi dan stabilitas, seperti kekurangan dimensi vertikal dan beberapa masalah
lainnya. Pada pasien ini merupakan hal yang kurang tepat bila menawarkan untuk pembuatan
protesa yang baru. Sehingga waktu yang tepat adalah saat terjadi tanda awal kerusakan jaringan
saat pemakaian gigi tiruan lama ini
b. Pasien geriatri yang tidak ingin gigi tiruan : pasien ini merasa puas dengan kondisi tanpa gigi tiruan
dan merasa senang dengan kondisi tanpa gigi tersebut. Jika perubahan penampilan tidak
mengubah personalitasnya, maka penawaran penggunaan gigi tiruan merupakan hal yang kurang
tepat.
c. Pasien geriatri dengan prostodonti: pasien perlu diedukasi mengenai pemahaman tentang gigi
tiruan.
- Waktu kunjungan perlu direncanakan dengan singkat, dan kunjungan dipagi hari merupakan
salah satu pilihan. Karena pada pasien geriatri memiliki distorsi pada jaringan yang minimal pada
awal hari.
- Pasien geriatri ini juga tidak dianjurkan diberikan janji terlalu banyak, misalnya dengan memberikan
harapan yang dokter gigi ucapkan namun tidak terjadi, maka pasien akan merasa kecewa.
- Rencana perawatan juga perlu diinformasikan dan disetujui anggota keluarga atau pasangannya.
- Prognosis mengenai pemasangan gigi tiruan ini bergantung dengan status psikologis dari pasien.
KLASIFIKASI TINGKAH LAKU
1. Klasifikasi Tingkah Laku Anak
A. Definisi
Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman dan interaksi manusia dengan
lingkungannya. Wujudnya dapat berupa pengetahuan, sikap, dan tindakan. Perilaku manusia cenderung
bersifat menyeluruh (holistik). Perilaku manusia merupakan pencerminan dari berbagai unsur kejiwaan
yang mencakup hasrat, sikap, reaksi, rasa takut, atau cemas, dan sebagainya. Oleh karena itu, perilaku
manusia dipengaruhi atau dibentuk oleh faktor-faktor yang ada dalam diri manusia atau unsur kejiwaannya.
Perilaku kesehatan adalah respon seseorang terhadap stimulus yang berhubungan dengan konsep sehat,
sakit, dan penyakit. Sedangkan perilaku kesehatan gigi adalah pengetahuan, sikap, dan tindakan yang
berkaitan dengan konsep sehat dan sakit gigi serta upaya pencegahannya. Bentuk operasional dari perilaku
dapat dikelompokkan menjadi tiga wujud, yaitu:
a. Perilaku dalam wujud pengetahuan yakni dengan mengetahui situasi dan rangsangan dari luar
yang berupa konsep sehat, sakit, dan penyakit.
SKENARIO 1
PBL 5
Page 16
b. Perilaku dalam wujud sikap yakni tanggapan batin terhadap rangsangan dari luar yang dipengaruhi
faktor lingkungan: fisik yaitu kondisi alam; biologis yang berkaitan dengan makhluk hidup lainnya;
dan lingkungan sosial yang berkaitan dengan masyarakat sekitarnya.
c. Perilaku dalam wujud tindakan yang sudah nyata, yakni berupa perbuatan terhadap situasi atau
rangsangan luar. Setiap anak yang datang berkunjung ke dokter gigi memiliki kondisi kesehatan
gigi yang berbeda-beda dan akan memperlihatkan perilaku yang berbeda pula terhadap perwatan
gigi yang akan diberikan. Ada anak yang bersikap kooperatif terhadap perawatan gigi dan ada juga
yang menolak untuk dilakukan pemeriksaan gigi. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai macam
faktor, baik dari internal anak itu sendiri maupun dari eksternal seperti pengaruh orang tua, dokter
gigi, maupun lingkungan klinik gigi.
Beberapa ahli telah mengembangkan sistem untuk mengklasifikasikan perilaku anak di klinik
gigi.Pemahaman tersebut sangat penting. Pemahaman atau pengetahuan tersebut dapat menjadi asset
untuk dokter gigi dalam beberapa hal, yakni:
a. Membantu dalam penentuan metode manajemen perilaku yang tepat
b. Menjadi sarana yang bersifat sistematis dalam merekam perilaku pasien
c. Membantu dalam mengevaluasi validitas penelitian saat ini.
B. Klasifikasi
Menurut Wright dibagi ke dalam 3 kategori:
1. Kooperatif (Cooperative)
Anak-anak yang kooperatif terlihat santai, rileks, dan rasa takut terhadap sesuatu minimal
bahkan tidak ada sama sekali
Mereka sangat antusias menerima perawatan dari dokter gigi
Dapat dirawat dengan mudah tanpa mengalami kesulitan pendekatan tingkah laku
(perilaku)
Mereka menunjukan “ reasonable level”dari kooperatif yang membuat dokter gigi dapat
bekerja dengan efektif dan efisien
Bisa dirawat dengan straight forward (terus terang) dan dengan pendekatan TSD (tell-
show-do)
Dokter gigi mengharap pasien paham dengan apa yang dilakukannya
2. Kurang atau Tidak Kooperatif (Lacking in Cooperative Ability)
Pasien ini termasuk anak-anak yang sangat muda misalnya anak usia dibawah 3 tahun di
mana komunikasinya belum baik (terbatas), belum memahami komunikasi dengan baik,
dan masih sulit memahami pentingnya perawatan yang dilakukan drg. Karena usia
mereka, mereka (berbicara belum lancar) tergolong ke dalam pasien yang kurang
kooperatif. (pre cooperative stage)
Dokter gigi tidak dapat mengharapkan terjadinya pemahaman
Kelompok lain yang termasuk ke dalam pasien yang kurang kooperatif adalah pasien yang
memiliki keterbatasan spesifik baik mental atau psikis maupun fisik. Untuk anak-anak
golongan ini, kadang diperlukan teknik pengelolaan tingkah laku secara khusus misalnya
dengan menggunakan premedikasi atau anestesi umum.
3. Potensial Kooperatif (Potentially Cooperative)
Anak yang termasuk tipe ini bisa sehat atau berkebutuhan khusus
Tipe ini berbeda dengan anak-anak yang tidak mampu kooperatif karena anak-anak dalam
kategori ini mempunyai kemampuan untuk menjadi kooperatif dengan pendekatan
tertentu yang dilakukan secara intense. Peran aktif dokter gigi sangat diperlukan untuk
SKENARIO 1
PBL 5
Page 17
mengembangkan potensi kooperatif menjadi kooperatif melalui pembangunan motivasi
dan percaya diri untuk dirawat dan selanjutnya menjadi mau dan timbul komitmen.
Klasifikasi perilaku yang dikemukakan oleh Wright masih memiliki kelemahan. Ketiga klasifikasi tersebut
masih sulit untuk ditegakkan secara klinis.Terutama untuk kategori perilaku berpotensi kooperatif karena
belum ada penjelasan mendetail tentang ciri khas pasien anak yang berpotensi kooperatif. Hal ini
menyebabkan para ahli terus mengkaji dan mengembangkan sistem klasifikasi perilaku menjadi lebih detail
sehingga dapat dengan mudah ditegakkan secara klinis.
Klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ilmiah terhadap perilaku adalah Frankl Behavioral Rating
Scale (1962), yang dibagi menjadi 4 kategori:
1. Rating 1 : Definitely Negative. Menolak perawatan ditunjukkan dengan cara meronta-ronta,
menangis dengan keras, amat takut, adanya bukti penolakan yang dilakukan secara terang-
terangan dengan bersikap menentang dan tidak mau mendengar apapun yang dikatakan dokter
gigi, menarikdan atau mengisolasi diri.
2. Rating 2 : Negative. Enggan menerima perawatan, bersikap tidak kooperatif, dan menunujukkan
beberapa sikap negatif lainnya tetapi tidak diucapkan, seperti muram, cemberut atau menyendiri.
3. Rating 3 : Positive. Menerima perawatan tetapi selalu bersikap sangat hati-hati/waspada, mau
menuruti dokter gigi dengan mengajukan syarat tetapi si anak tersebut mengikuti arahan dokter
gigi secara kooperatif, kadang-kadang timbul keraguan.
4. Rating 4 : Definitely Positive. Hubungan yang baik dengan dokter gigi, tidak ada tanda-tanda takut,
tertarik dengan prosedur dental, merasa senang seperti tertawa dan menikmati perawatan yang
dilakukan dokter gigi, membuat kontak verbal baik, dan banyak bertanya.
Saat melakukan pengklasifikasian perilaku, anak yang memperlihatkan perilaku positif/kooperatif,
dapat dicatat dengan simbol (+) atau (++). Untuk anak dengan perilaku negatif atau tidak kooperatif,
diberi simbol (-) atau (--). Namun salah satu kelemahan skala ini adalah teknik ini tidak spesifik sehingga
tidak dapat menggambarkan situasi dengan tepat dan sesuai fakta di lapangan.
Klasifikasi perilaku anak menurut White:
Pada dasarnya pembagian perilaku yang diajukan oleh White merupakan penjelasan atas dua klasifikasi
perilaku sebelumnya, khususnya penjelasan atas klasifikasi potensial kooperatif yang masih belum jelas.
Klasifikasi perilaku anak terhadapat perawatan gigi dan mulut menurut White, yaitu:
1. Perilaku kooperatif (Cooperative Behaviour)
Perilaku kooperatif merupakan kunci keberhasilan dokter gigi dalam melakukan perawatan gigi dan mulut.
Anak dapat dirawat dengan baik jika dia menunjukkan sikap positif terhadap perawatan yang dilakukan.
Kebanyakan pasien gigi anak menunjukkan sikap kooperatif dalam kunjungannya ke dokter gigi. Tanda-
tanda pasien anak dan remaja yang tergolong kooperatif adalah:
a. Tampak rileks dan menikmati kunjungan sejak di ruang tunggu
b. Mengikuti semua instruksi yang disampaikan dengan rileks
c. Memahami sendiri semua perintah
d. Terlihat antusias terhadap perawatan yang akan dilakukan
e. Penanganan dalam klinik biasanya cukup denganteknik tell show do (TSD)
f. Adanya hubungan antara dokter
2. Perilaku tidak mampu kooperatif (Inability to Cooperative Behaviour)
SKENARIO 1
PBL 5
Page 18
Ada dua kelompok pasien yang termasuk dalam kelompok perilaku tidak mampu kooperatif, yakni:
a. Anak yang berumur di bawah 3 tahun yang masih sangat bergantung kepada ibunya.
b. Pasien anak atau remaja yang handicapped, baik retardasi mental maupun keterbatasan
fisik/cacat. Kedua kelompok pasien ini pada dasarnya adalah ketidakmampuan untuk
berkomunikasi dan untuk memahami segala instruksi.Hal ini sangat menyulitkan dokter gigi dalam
melakukan perawatan.Pasien anak dengan kategori tidak mampu kooperatif dapat ditangani
dengan premedikasi dan menggunakan anastesi umum.
3. Perilaku histeris (Out of Control Behaviour)
Ada beberapa karakteristik pada pasien anak yang tergolong dalam perilaku histeris, yakni:
a. Pasien umumnya berumur 3-6 tahun dan merupakan kunjungan pertama ke drg
b. Tangisan yang keras, memekik, dan marah
c. Merengek dan mudah marah
d. Memiliki tingkat kecemasan dan ketakutan yang tinggi
e. Umumnya muncul pada pasien potentially cooperative
f. Reaksinya berupa rasa marah yang mulai muncul dari area pendaftaran (reception area) atau
bahkan muncul sebelum anak itu masuk ke klinik
g. Brauer (1964) menyatakan bahwa perilaku ini terkarakteristik oleh adanya air mata, tangisan yang
keras, memukul-mukul secara fisik dengan tangan dan kaki. Kalau sudah seperti ini, nak
digolongkan sebagai acute anxiety or fear
h. Jarang ditemukan pada pasien anak dengan umur yang lebih tua . Maksudnya adalah anak-anak
yang sudah bersekolah yang cenderung meniru perilaku saudara kandung mereka yang lebih tua
i. Terdapat 3 tantangan utama yang harus dihadapi oleh drg ketika berhadapan dengan pasien ini:
- Pasien anak tersebut harus segera dipindahkan dari area pendaftaran secepatnya ke
tempat lain yang tidak terlihat oleh anak-anak yang lain karena anak tsb akan memberikan
efek (-) pada pasien anak lainnya misalnya yang tadinya pasiennya kooperaif malah justru
berubah menjadi tidak kooperatif karena meilhat perilaku anak yang tidak kooperatif. Inilah
yang disebut Rantai Perilaku (-)
- Mencegah pasien tersebut agar tidak menyakiti orang lain atau dirinya sendiri karena pasien
cenderung memukul.
- Membangun komunikasi yang baik dengan pasien
Perilaku jenis ini dapat ditangani dengan mengevaluasi pasien sebelum melakukan perawatan dan
melakukan pendekatan kepada anak secara lembut disertai pemberian penjelasanmengenai prosedur
perawatan untuk mengurangi tingkat kecemasannya.
4. Perilaku Keras Kepala (Obstinate/Defiant Behaviour)
Beberapa karakteristik anak dengan perilaku keras kepala, yakni:
a. Melawan pada setiap instruksi
b. Pasif mempertahankan diri dan tidak ada perhatian terhadap perintah
c. Berdiam diri tidak mau bergerak dan membuka mulut.
d. Bersikap menentang dan tidak sopan
e. Umumnya terjadi pada usia sekolah dan perilaku ini terkontrol
f. Dapat juga dikatakan perilaku anak tersebut manja
g. Perilaku yang sama dengan perilaku di lingkungan rumahnya
h. Tipe ini juga dapat dikatakan sebagai passive resistance
i. Pasien anak dengan perilaku keras kepala dapat ditangani dengan mencoba memahami dan
melakukan komunikasi dengan pasien tersebut tanpa melakukan paksaan. Dalam hal ini drg
sebaiknya berkata jujur karena dengan paksaan akan semakin menyulitkan dokter gigi dalam
SKENARIO 1
PBL 5
Page 19
melakukan perawatan. Ketika perilaku (-) mereka dapat kita modifikasi menjadi keinginan,
beberapa teknik behaviour management dapat dilakukan untuk membantu mereka menyesuaikan
diri dengan perawatan dentalnya
5. Perilaku Malu (Timid Behaviour)
Perilaku pemalu dalam perawatan gigi dan mulut merupakan suatu perasaan gelisah atau mengalami
hambatan dalam membentuk hubungan atau komunikasi antara dokter gigi dan pasien anak sehingga
mengganggu tercapainya keberhasilan perawatan. Pemalu dapat berubah menjadi fobia yang menjadikan
pasien tersebut menjadi tidak kooperatif terhadap perawatan gigi dan mulut. Karakteristik anak dengan
perilaku pemalu, yakni:
a. Pemalu karena takut berbuat salah dan susah mendengarkan instruksi
b. Menghindari kontak mata dan berlindung di belakang orang tua
c. Tidak banyak bicara, menjawab secukupnya saja
d. Membutuhkan dorongan kepercayaan diri
e. Berasal dari lingkungan keluarga yang bersifat overprotektif.
f. Mereka tidak selalu mendngar atau menyimak instruksi yang diberikan sehingga perlu adanya
pengulang instruksi
g. Pasien ini perlu mendapatkan kepercayaan dirinya dan drg
h. Tanda-tanda yang lain adalah berlindungnya pasien anak tsb dibelakang orang tuanya, beberapa
pasien ragu-ragu/mengelak ketika diarahkan, merengek, tetapi pasien ini tidak menangis secara
histeris. Biasanya mereka menggunakan tangan mereka untuk menutupi mata ketika ingin
menangis ataupun menahan tangisan mereka.
6. Perilaku Tegang (Tense Behaviour)
a. Perilaku anak yang digambarkan sebagai perilaku yang berada di garis pemisah antara yang (+) dan
yang (-)
b. Anak tersebut tampak tegang secara fisik, dahi dan tangan berkeringat, bibir kering
c. Suara terdengar tremor atau tremor ketika mereka bicara atau tubuh mereka juga gemetar,
terdapat perubahan pada telapak tangan mereka atau pada kening sebagai tanda mereka
mengontrol emosi mereka.
d. Memulai percakapan dengan “tidak” dan “saya tidak akan”
e. Tensi yang ada biasanya hanya diungkapkan melalui bahasa tubuh. Beberapa pasien matanya
mengikuti pergerakan drg ataupun asistennya.
f. Menerima perawatan yang diberikan
g. Anak jenis ini ingin tampak berani dan tumbuh dewasa.
h. Biasanya pasien tipe ini menerima perawatan yang diberikan, tidak menunjukan kekerasan,
physical misbehaviour ataupun mereka extremely tense (benar-benar tegang)
i. Problem yang muncul di masa yang akan datang adalah dapat terjadi perkembangan perilaku yang
mempengaruhi (mengganggu/merusak) kesehatan dental mereka di masa datang. Mereka tumbuh
dengan menerima perawatan gigi, tapi mengatakan amat sangat tidak suka terhadap pengalaman
pribadinya itu
7. Perilaku Cengeng (Whining Behaviour)
a. Mereka mengijinkan dokter gigi untuk melakukan proses perawatan tetapi mereka selalu
merengek atau menangis sepanjang prosedur perawatan
b. Masih tetap bisa menerima perawatan
c. Tangisannya tidak terlalu keras, terkontrol, emosinya konstan, jarang diikuti dengan air mata
SKENARIO 1
PBL 5
Page 20
d. Penanganan yang paling tepat adalah dokter gigi bersikap sabar dan tenang. Dokter gigi sebaiknya
memberikan pujian terhadap mereka jika bersikap kooperatif selama perawatan gigi dan
menyampaikan bahwa tidak akan lama lagi dan mereka bisa pulang ke rumah.
2. Klasifikasi Tingkah Laku Lansia
Pada dasarnya terdapat lima tipe kepribadian dari pasien lansia atau geriatri:
Konstruktif
o Tipe yang tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap walaupun usianya sudah
mencapai sangat tua
Mandiri (Independent)
o Terdapat kecenderungan mengalami post power sindrome
o Apalagi jika masa lansianya ini tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan
otonomi kepada dirinya
Ketergantungan (Dependent)
o Sangat dipengaruhi oleh kehidupan keluarganya
o Jika keluarga selalu harmonis maka masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan
hidupnya meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan merana
Bermusuhan (Hostility)
o Merasa tidak puas dengan kehidupannya walaupun sudah memasuki usia lansia
o Memiliki banyak keinginan yang kadang tidak bisa dipertimbangkan
Kritikus terhadap diri sendiri (Self Hate)
o Umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri ini jadi sulit dibantu oleh orang
lain.
Pasien dengan usia yang sudah lanjut ini mengalami penurunan fungsi organ yang multiple. Selain itu
masalah psikososial lain yang sering juga terjadi, misalnya depresi (seperti klasifikasi terakhir), terisolasi
(kesepian, kadang merana contoh: kakek nenek yang di panti jompo tanpa sepersetujuan dirinya), bisa juga
demensia. Ini harus diperhatikan baik-baik dalam tata laksana perawatan kita nantinya. Perhatikan juga
mengenai pekerjaan mereka dan tentu saja usia. Memang ada pasien-pasien lansia yang punya bekal masa
tua yang terencanakan. Akan tetapi kebanyakan, sumber penghasilan mereka di masa tua ini hanya dari
pensiunan atau dibantu oleh anak mereka. Makanya terkadang mereka enggan ke dokter gigi karena
mereka berpikir ke dokter gigi menghabiskan uang.
POLA TINGKAH LAKU ANAK SESUAI USIA
Menurut Gerald Z. Wright dalam Dentistry for the Child and Adolescent, dasar dari perawatan gigi pada
anak adalah kemampuan untuk membimbing melalui pengalaman-pengalaman dental. Perbedaan
mendasar dalam perawatan dewasa dan anak adalah hubungan yang dibangun dalam proses perawatan.
Adapun hubungan yang dibangun dalam perawatan pasien anak berkaitan erat dengan perkembangan
perilaku. Berbagai penelitian menyatakan adanya asosiasi antara perkembangan perilaku pada anak
dengan umur spesifik kronologis. Perkembangan umur kronologis pada awalnya diteliti mempengaruhi
perkembangan fisiologis, namun kemudian diketahui bahwa hal tersebut juga mempengaruhi deskripsi
psikologis, kepribadian, serta perilak anak.
Arnold Gessell dari Yale University merangkum hasil penelitian mengenai karakteristik kepribadian
yang dipengaruhi oleh perkembangan umur kronologis dan hubungannya dengan perawatan kedokteran
gigi untuk membantu sebagai petunjuk menghadapi perawatan dental anak.
SKENARIO 1
PBL 5
Page 21
Gambar 1. Pola Perkembangan Perilaku berdasarkan Umur Kronologis dan Fisiologis menurut Dr. A. Gessel
(Sumber: Dentistry for the Child and Adolescent, 8th edition)
Menurut Wright pada buku yang sama, karakteristik kepribadian anak berdasarkan umur
kronologis sering kali memunculkan penyebutan (labelling) khusus, seperti pada anak umur 2 tahun yang
kurang mau untuk disebut dengan “terrible twos” yang merupakan fase prekooperatif. Pada masa
perkembangan ini, selain psikologis dan perilaku anak yang berkembang, secara fisiologis, anak mengalami
pertumbuhan pula seperti dalam hal ukuran, kekuatan, koordinasi motorik, dan terutama fungsional sistem
tubuh, sehingga selain dinamakan perkembangan perilaku namun juga perkembangan fisik atau
pertumbuhan.
Dari hasil penelitian Dr. A. Gessel dalam hubungan antara pola perilaku dengan umur kronologis
dapat disimpulkan bahwa semakin dini sebuah kemampuan didapatkan, semakin sempit rentangan usia
psikologis anak di mana anak dapat lebih berkoordinasi dengan baik terhadap orang di sekitarnya (”the
earlier a skill emerges, the narrower is the range” on ranging from infancy through early childhood from the
milestones of age-related psychosocial traits and skills –Gerald Z. Wright).
Perilaku pada usia dini cenderung merupakan perilaku eksplorasi hal-hal baru dengan arti kata
“baru mengetahui” sehingga hal-hal yang terlihat asing mulai dikenali untuk menjadi hal yang biasa. Pada
usia dini memang anak cenderung kurang kooperatif dengan perawatan. Namun seiring bertambahnya
pengetahuan dan perkembangan, perilaku yang dihasilkan sudah lebih mengalami perkembangan, mulai
mengenal orang lain dan berusaha untuk dapat mampu melakukan banyak hal sendiri. Pada usia ini anak
dapat lebih mudah dibujuk, diberi pemahaman, dan kepercayaan untuk melakukan hal sendiri serta
berinteraksi dengan sesama.
Dengan demikian, usia menjadi pengaruh penting sebagaimana proses pertumbuhan fisiologis dan
perkembangan baik fisik maupun perilaku berkaitan erat sejalan dengan proses bertambahnya usia anak.
Semakin cepat anak diajarkan untuk melakukan banyak hal dan menjadi mandiri, semakin baik
kemampuannya untuk berkembang dan dalam kaitan dengan dunia kedokteran gigi, semakin baik untuk
menerima perawatan. Sebagaimana perawatan pasien anak bergantung pada peran orang tua, perlu
SKENARIO 1
PBL 5
Page 22
ditekankan pada penyadaran bahwa perubahan dari ketergantungan yang didominasi pada anak usia dini
kepada independensi dengan berjalannya usia merupakan hal penting untuk dipahami sehingga tidak
terjadi tumpang tindih kepercayaan dan membuat anak tidak berkembang.
Hubungan perkembangan tumbuh kembang anak berdasarkan usia kronologis
Perkembangan tumbuh kembang anak berdasarkan usia (Mussen, dkk) dari segi tumbuh kembang
secara kognitif, emosi, dan sosial:
1. Tumbuh Kembang Sampai Umur 3 Tahun
a) Tumbuh Kembang Kognitif
Kemampuan untuk mengetahui dan memahami sesuatu dinamakan kemampuan kognitif.
Kemampuan ini oleh para ahli dipercaya telah dimiliki oleh bayi sejak lahir untuk merasakan hal-hal
yang dapat terpajan oleh indera.
4 tahap perkembangan kognitif dalam tahun pertama kehidupan anak (Mussen dkk, 1984):
1) Persepsi, berupa kemampuan menerima gerakan, mengenal wajah, dan warna.
2) Mengenal Informasi, berupa kemampuan mengenali sesuatu dari sudut berbeda atau
membedakan hal baru dan lama.
3) Membedakan kategori barang, berupa kemampuan membedakan sesuatu dari karakteristik
eksternal seperti warna, bentuk, dan juga fungsi.
4) Menyimpan data (memori), berupa kemampuan untuk mengingat hal yang pernah dilakukan
atau dilihatnya.
b) Tumbuh Kembang Emosi
Emosi diartikan sebagai perasaan yang dirasakan seseorang berdasarkan aspek psikologisnya. Pada
bayi, tumbuh kembang emosi terjadi secara aktif dan merupakan hal yang paling mudah untuk
dilakukan sebagai respon terhadap keadaan sekitar maupun reaksi orang lain (pada usia yang lebih
besar), menangis sebagai contohnya: pada usia 4-10 bulan seperti rasa takut jika jauh dari orang tua
dan 7-12 bulan seperti rasa takut pada orang tak dikenal. Observasi emosi dilakukan melalui:
Observasi tingkah laku, berupa tersenyum, tertawa, menangis
Observasi respon fisiologis, berupa debaran jantung
Observasi reaksi, ungkapan pikiran, berupa tanggapan secara langsung atas emosi yang dirasakan
c) Tumbuh Kembang Sosial
Menurut usia fisiologisnya, pada 3 tahun pertama kehidupan, maka digolongkan menjadi tiga tahap
perkembangan:
Tahun Pertama : tahap sosialisasi awal
Sangat bergantung pada orang tua terutama ibu, cenderung tersenyum pada semua orang. Hal
terpenting dalam kehidupan satu tahun pertama adalah perkembangan yang kuat dari anak
terhadap lingkungan sehingga seorang anak yang memulai kehidupannya dengan lingkungan yang
baik tidak akan mempunyai masalah sosial dikemudian hari. (dibanding anak yang hanya di rumah).
Tahun Kedua : tahap kebutuhan akan role model awal
Terjadi perkembangan kemampuan berbicara untuk menunjang proses belajar dan berhubungan
dengan seluruh keluarga, tingginya rasa ingin tahu yang mulai tinggi. Pada tahap ini sangat perlu
peran role model.
Anak menyerap apa yang dilihat olehnya. Pada tahap ini anak belum memerlukan kontrol internal
bahkan bila anak berontak merupakan hal yang normal dan sebaiknya diberi pengajaran bukan
dihukum secara fisik.
Tahun Ketiga : saat tepat untuk dibawa ke dokter gigi
Anak mula menuntut kebebasan dari orang tua, seperti untuk makan sendiri. Usia 3 tahun, seorang
anak mulai dilatih untuk belajar membersihkan diri, hal ini sebaiknya tidak dimulai sebelum anak
siap melakukannya. Anak usia antara 2-3 tahun disebut sebagai terrible two karena anak mulai
SKENARIO 1
PBL 5
Page 23
dapat mengatakan ”tidak” dan anak mulai bertingkah memalukan orangtuanya. Usia 3 tahun
disebut “the trusting three”. Pada usia ini, biasanya sifat negative dari anak sudah mulai berkurang
dan mulai ada ketergantungan terhadap orangtua.
Pada akhir usia 3 tahun, anak mulai bertanya bagaimana dan mengapa. Seiring dengan
kemampuan komunikasi yang bertambah, maka merupakan saat yang tepat untuk dibawa ke
dokter gigi, dimulai dengan program preventif.
2. Tumbuh Kembang Umur 3-6 Tahun
a) Tumbuh Kembang Kognitif : masa preoperational, muncul pertanyaan kompleks, siap memasuki
dunia sekolah
Mulai bertambah kompleksnya pertanyaan. Menurut Piaget masa ini disebut masa preoperational.
Sebelumnya masa preconceptual (sampai umur 4 tahun) ditunjukkan dengan anak sering berfantasi
dengan objek imajiner. Anak seringkali masih menggeneralisasi benda (semua jenis burung disebut
burung). Pada masa preoperasional anak berpikir secara centered: memfokuskan semua pikiran dan
analisa pada satu aspek saja. Setelah masa preconceptual adalah masa intuitive thought (usia 4
sampai 7 atau 8) dimana anak dapat mengkategorikan benda sesuai kelasnya dengan pikiran yang
lebih kompleks. Kemampuan membaca dan menulis pun meningkat, anak siap sekolah.
b) Tumbuh Kembang Emosi : mengetahui identitas seksual, peningkatan sisi emosional
Pada masa ini anak sudah mampu merasakan identitas seksual dan bertindak sesuai gender. Konsep
identitas dan harga diri juga sudah terbentuk. Salah satu perbedaan dramatis dengan anak sebelum
umur 3 adalah perkembangan kontrol diri. Mereka sudah bisa diajarkan dan juga merasa bersalah
jika melanggar norma. Pada masa ini pula agresifitas anak meningkat. Ada 2 jenis agresi:
instrumental (bertindak utk suatu tujuan: misal ambil permen dari orang) atau hostile (bertujuan
melukai atau membuat orang lain sakit). Anak dengan agresi hostile biasanya berasal dari keluarga
yang juga agresif. Secara singkat, anak umur enam sangat kompleks emosinya namun belum
matang.
c) Tumbuh Kembang Sosial : mulai mengenal sistem aturan main dan tim
Umur 3-6 merupakan masa perkembangan sosial yang sangat besar. Perkembangannya bisa
digambarkan sebagai berikut. Pada umur 2 anak hanya main bersebelahan tanpa komunikasi, umur 3
mengerti bermain bergantian, umur 4 mulai main secara kooperatif, umur 6 sudah mampu main
dalam tim. Antara umur 3-6 ini anak butuh pemahaman akan identifikasi personalnya dan bagaimana
ia berelasi dengan orang sekitarnya. Ia juga akan lebih memahami nilai-nilai, disiplin diri dan
kemungkinan merasa bersalah jika melanggar nilai.
3. Tumbuh Kembang Umur 6-12 Tahun
a) Tumbuh Kembang Kognitif : peningkatan pengetahuan, konsep dan asosiasi
Jangka waktu untuk memberi perhatian akan semakin panjang. Selama usia 6-12 tahun, anak akan
mampu mengerti mengenai panjang, massa, angka dan berat. Pikiran dan mentalnya juga sudah
mulai dewasa, mampu mengasimilasikan antara kenyataan dan teori atau abstrak.
b) Tumbuh Kembang Emosi : kepuasan emosional yang mulai meningkat
Mampu memahami bahwa penghargaan/award tidak selalu didapatkan. Penampilan menjadi subyek
kesadaran emosional dan akan terus meningkat (misal: umur 6 jika gigi karies hanya akan
mengganggu perhatian orangtua, jika umur 12 maka anak akan mulai mengaitkan ke pengertian
bahwa penampilannya kurang dan merasa malu). Kepuasan emosional didapat jika diterima
dipergaulan sebaya (peer group).
c) Tumbuh Kembang Sosial : tahap awal perkembangan hubungan sosial
Pada usia ini kepentingan akan pergaulan sebaya dan perluasan dari lingkungan sosial anak
mendominasi. Sekolah berperan penting dalam meningkatkan kemampuan sosial anak di luar
lingkup keluarga. Dengan begitu pengertian akan pribadi anak, kontrol pribadi dan kemampuan
SKENARIO 1
PBL 5
Page 24
untuk independen akan meningkat. Faktor pertemanan yang kuat dan stabil juga menandai periode
ini.
4. Masa Remaja
a) Tumbuh Kembang Kognitif : komunikasi, pemahaman, dan argumentasi sudah semakin mapan
Mampu berpikir operasional yang formal dan mampu, baik di dalam dan luar sekolah, menguasai
ilmu yang dalam, sulit dan abstrak. Beberapa mungkin sangat terampil sebagai communicator atau
conversationalist yang andal. Beberapa juga mampu mengungkapkan opini atau argumentasi secara
baik dan sistematis. Hal ini yang mungkin akan menjadi perhatian orangtua, guru atau dokter gigi
dalam memberi penjelasan akan keadaan gigi anak ataupun rencana perawatannya.
b) Tumbuh Kembang Emosi : identitas diri, emosi diri, dan hubungan dengan sesama
Identitas personal dan kepercayaan diri akan gambaran dirinya sangat penting. Awal mula pubertas
dan hormon yang berkaitan dengan pubertas akan mengarah ke perasaan dan tindakan sesuai
dorongan seksual. Suatu emosi yang sangat penting pada tahap ini adalah pemahaman akan cinta
(komitmen, perpisahan).
c) Tumbuh Kembang Sosial : tahap puncak hubungan sosial
Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak dan dewasa. Teman sebaya merupakan
agen sosial yang sangat penting dalam komunitas teknologi jaman sekarang. Ketika mereka tidak
mampu bercerita kepada orangtua, teman sebaya menjadi sangat berperan. Namun tentu saja ada
pula kemungkinan teman sebaya yang kurang baik dan dapat menjerumuskan. Popularitas
merupakan hasrat yang sangat penting pada masa remaja. Remaja yang mampu menjalin hubungan
baik dengan teman sebayanya biasanya juga dapat berelasi dengan sukses terhadap orang dewasa.
KOMUNIKASI EFEKTIF SELAMA PERAWATAN GIGI
1. Segitiga Perawatan Gigi Anak
Pada dasarnya perawatan gigi pada dewasa dan anak-anak sangat berbeda. Perawatan gigi
dewasa menggunakan prinsip dasar one-to-one relationship (hubungan antara dokter gigi dengan pasien).
Perawatan gigi anak menggunakan prinsip dasar yang berbeda, yaitu one-to-two relationship (hubungan
antara dokter gigi, pasien anak, dan orangtua/wali). Prinsip hubungan ini sering disebut sebagai pediatric
dentistry treatment triangle (segitiga perawatan gigi anak).
Gambar 1. Segitiga perawatan gigi anak mengilustrasikan prinsip dasar hubungan di kedokteran gigi anak
Masyarakat diletakkan di tengah segitiga menunjukkan bahwa metode manajemen yang dilakukan
dapat diterima oleh masyarakat dan masyarakat itu sendiri merupakan salah satu faktor yang
SKENARIO 1
PBL 5
Page 25
mempengaruhi bentuk perawatan. Pasien anak-anak diletakkan di puncak segitiga berarti mereka menjadi
fokus perhatian utama dari orangtua/wali dan dokter gigi. Peranan orangtua adalah memberikan informasi
kepada dokter gigi dan dorongan kepada anak agar komunikasi dapat berjalan dengan lancar. Walaupun
perilaku dari ibu sangat mempengaruhi perilaku anak, tetapi perlu diperhatikan pula perilaku dari keluarga
secara keseluruhan karena dapat mempengaruhi perilaku anak. Dalam segitiga ini, dokter gigi berperan
sebagai pengarah agar ketiga komponen dapat bekerjasama dengan baik. Maka, komunikasi yang
dibutuhkan adalah komunikasi timbal balik.
2. Komunikasi Efektif Kepada Anak Selama Perawatan Gigi
1. Establishment of communication
Dalam komunikasi yang efektif dengan pasien anak perlu membangun komunikasi yang
melibatkan pasien anak dalam percakapan atau komunikasi, hal ini tidak hanya dapat membuat
dokter gigi mampu untuk mempelajari psikologi atau sikap pasien tetapi, juga dapat membuat
anak relaks. Komunikasi verbal dan pendekatan efektif dibedakan berdasarkan umur anak. Dokter
gigi harus memulai komunikasi dengan baik sehingga sang anak merasa nyaman dan tidak merasa
takut. Sebaiknya digunakan komunikasi verbal dengan sedikit komentar dan pertanyaan yang
memerlukan jawaban (bukan yes-no question).
2. Establishment of communicator
Anggota tim dental harus memperhatikan peran mereka saat komunikasi dengan pasien anak.
Penting bahwa komunikasi yang terjadi berasal dari satu sumber, yaitu dokter gigi sehingga
asisten dokter gigi hanya melakukan peran pasif. Karena saat dokter gigi dan asisten memberikan
dua arah komunikasi langsung pada anak, maka dapat menyebabkan kebingungan.
3. Message clarity
Dalam komunikasi dengan anak perlu menggunakan pesan atau kata-kata yang dapat dimengerti
oleh anak. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemilihan kata-kata yang digunakan dan penggantian
kata (word subtitutes) dalam menjelaskan prosedur perawatan. Dokter gigi harus
mengembangkan ”bahasa kedua” dengan menggantikan kata-kata yang dapat menakuti atau
menyakiti anak dengan ekspresi yang halus atau euphemisme.
SKENARIO 1
PBL 5
Page 26
4. Voice control
Dokter gigi harus memperhatikan intonasi suara yang benar dan tenang agar anak tertarik dan
tidak takut.
5. Multisensory communication
Komunikasi nonverbal seperti body contact juga perlu diperhatikan dalam komunikasi efektif
dengan pasien anak. Seperti, dokter gigi meletakkan tangan pada pundak anak saat duduk di
dental unit akan memberikan perasaan hangat dan bersahabat kepada anak sehingga membuat
anak merasa relaks. Kontak mata juga penting, anak-anak yang menghindari kontak mata biasanya
tidak kooperatif. Selain itu, ketakutan pada anak juga dapat diketahui dengan melihat kecepatan
detak jantung atau nafas yang berat yang terlihat pada wajah, sehingga hal ini memberikan
peringatan pada dokter gigi akan kecemasan dan ketakutan pada anak. Ketika dokter gigi
berbicara dengan anak-anak, setiap upaya harus dilakukan untuk tidak menara di atas mereka.
Duduk dan berbicara di tingkat mata memungkinkan untuk ramah dan komunikasi yang tidak
terlalu otoratif.
6. Problem ownership
Dokter gigi terkadang lupa dan tiba-tiba menggunakan ”you” messages yang dapat menimbulkan
implikasi bahwa si anak sedang melakukan kesalahan. Misalnya mengatakan ”Kamu harus tetap
duduk!” ,seharusnya dokter gigi menggunakan ”I” messages yaitu ”Saya tidak bisa mengobati
gigimu jika kamu tidak mau duduk diam dan membuka mulut lebar-lebar.”
7. Active listening
Mendengarkan merupakan hal yang penting dalam perawatan pasien anak. Mendengarkan aktif
adalah langkah kedua dalam mendorong jenis komunikasi asli atau tulus. Mendengarkan kata-kata
yang diucapkan mungkin lebih penting dalam berhubungan dengan anak yang lebih tua daripada
dalam berurusan dengan anak muda. Pasien distimulus untuk mengekspresikan perasaannya dan
dokter gigi melakukan hal yang sama.
8. Appropriate responses
Prinsip lainnya dalam berkomunikasi dengan pasien anak adalah memberikan respon yang sesuai
dengan situasi. Respon ini tergantung dari hubungan alami dokter gigi dengan si anak, umur anak,
dan motivasi perilaku si anak.
3. Komunikasi Efektif Kepada Lansia Selama Perawatan Gigi
Dalam berkomunikasi dengan pasien geriarti sering ditemui berbagai kesulitan. Umumnya
hambatan-hambatan yang ditemui adalah gangguan sensori pada lansia, kepasifan pasien untuk bertanya
pada petugas medis, ageisme, dan pasien lanjut usia memiliki masalah yang lebih kompleks. Terdapat
beberapa cara untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam berkomunikasi dengan pasien geriarti.
Pertama, tunjukkan rasa hormat dan keprihatinan kepada pasien. Rasa hormat adalah salah satu
bentuk apresiasi kepada pasien, sehingga pasien merasa dihargai. Rasa hormat dapat ditunjukkan dengan
sapaan formal dan pandangan mata yang menunjukkan apresiasi. Rasa turut prihatin dan perhatian dapat
ditunjukkan sentuhan lembut di tangan, lengan, atau pundak. Lalu, tunjukkan bahwa pasien didengar dan
dipahami. Jangan tergesa-gesa dan dengarkan pasien dengan seksama. Biarkan pasien berbicara beberapa
menit tanpa interupsi. Karena pasien lanjut usia cenderung sedikit bertanya, gunakan nada dan intonasi
yang jelas dan tanpa berteriak.
Ageisme (diskriminasi usia) adalah diskriminasi terhadap individu atau kelompok karena umur
mereka, umumya terjadi pada warga senior. Dalam berkomunikasi dengan pasien lansia, ageisme harus
dihindari. Kenali pasien lanjut usia sebagai satu pribadi. Anggap pasien lansia sebagai individu dengan
pengalaman hidup yang berharga, bukan sebagai orang tua yang tidak produktif dan lemah.
Petugas medis juga harus mengenal kultur dan budaya pasien agar dapat berkomunikasi dengan
lebih baik dengan pasien. Karena masalah kesehatan pasien geriarti umumnya kompleks, pelajari lebih
SKENARIO 1
PBL 5
Page 27
lanjut data pasien sebelum bertemu. Berikan instruksi tertulis yang sederhana, sebisa mungkin
menggunakan diagrram dan gambar, dan jadwalkan pertemuan terlebih dahulu.
Dengan cara-cara di atas, petugas medis dapat berkomunikasi dengan efektif dengan lansia dan
meminimalkan kesalahan interpretasi oleh pasien lansia. Pasien juga merasa lebih nyaman dalam berbicara
mengenai penyakitnya.
4. Komunikasi Efektif Kepada Pasien Berkebutuhan Khusus Selama Perawatan Gigi
1. Pasien cemas
- Sabar memberikan waktu sepenuhnya
- Jelaskan bahwa rasa cemas merupakan hal yang normal karena pasien lain juga kerap merasakan hal
yang sama
- Arahkan pasien agar bicara to the point
2. Pasien mudah marah
- Dengarkan keluh kesahnya
- Perhatikan pemilihan kata yang baik
- Jangan membelakangi pasien
- Jangan mengancam
- Jangan menyinggung masalah pribadi
3. Pasien dengan masalah pendengaran dan bicara
- Jangan mudah marah
- Jangan bicara keras-keras
- Pastikan bahwa pasien benar-benar memahami apa yang diinstruksikan
4. Pasien dengan masalah ingatan
- Pesan yang diberikan harus step by step
- Jangan memberikan terlalu banyak informasi dalam satu waktu
- Siap mendengarkan keluhan dan pertanyaan-pertanyaan pasien
- Tulis instruksi-instruksi yang sudah dijelaskan sebelumnya
5. Pasien dengan masalah penglihatan
- Tulisan harus dengan huruf besar, warna menarik dan kontras
TEKNIK PENDEKATAN DAN PENATALAKSANAAN ANAK DAN LANSIA PADA PERAWATAN GIGI
1 Teknik Pendekatan dan Penatalaksanaan Anak pada Perawatan Gigi
Rasa takut dan cemas pada anak merupakan suatu pengalaman dental yang tidak menyenangkan.
Ketakutan dan kecemasan mempengaruhi tingkah laku anak dan lebih jauh lagi dapat menentukan
keberhasilan perawatan gigi. Kecemasan merupakan suatu ciri kepribadian dan ketakutan terhadap
antisipasi bahaya dari sumber yang tidak dikenal, sedangkan takut merupakan respon emosional terhadap
sesuatu yang dikenal berupa ancaman eksternal (Masitahapsari et al., 2009). Strategi pengelolaan rasa
takut pada anak adalah dasar untuk memulai perawatan dengan tujuan untuk mengembangkan sikap anak
yang mau menjalankan perawatan sehingga dicapai kesehatan gigi dan mulut tanpa menimbulkan rasa
takut. Strategi-strategi tersebut dapat dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu:
a. Nonfarmakoterapeutik
Tujuan primer selama perawatan kedokteran gigi adalah membimbing pasien anak tahap
demi tahap sehingga terbentuk perilaku yang positif terhadap kedokteran gigi. Beberapa anak
memiliki progress yang mudah tanpa membebani diri sendiri atau tim dokter gigi. Sebagian yang lain
memiliki ketakutan yang mengawali perilaku yang negatif terhadap kedokteran gigi. Pasien-pasien ini
dapat di atasi tanpa bantuan obat dengan teknik psikologis non farmakologis yang tepat.
SKENARIO 1
PBL 5
Page 28
I. Strategi Tahap Primer dalam Menghadapi Rasa Takut
Pada tahap ini, pendekatan bertujuan untuk membangun lingkungan yang aman. Kunci dalam
bekerja dengan anak adalah membiarkan anak merasakan kontrol karena mereka dibantu untuk
memahami pikiran dan penatalaksaan perawatan yang dilakukan dokter gigi sehingga akan berujung pada
hasil yang baik (Karolina, 2008). Metode TSD (Tell Show Do) yang diperkenalkan oleh Addleston (1959)
merupakan metode persiapan yang dapat diterapkan pada anak yang pertama kali berkunjung ke dokter
gigi atau anak dengan pengalaman buruk sebelumnya. Melalui metode ini, dokter gigi berusaha
menghilangkan rasa ketidaktahuan anak sehingga rasa takut pun juga hilang. Metode TSD digunakan
secara rutin dalam memperkenalkan anak pada perawatan profilaksis, yang selalu dipilih sebagai prosedur
operatif pertama. Pada tahap ini diperlukan reinforcement atau penguatan berupa senyuman atau puij-
pujian karena tingkah laku baik yang dilakukan selama perawatan. Pujian diberikan atas usaha yang telah
dicapai anak, bukan atas atribut kepribadiannya. (Ginott, 1965). Hal-hal yang dapat dilakukan diantaranya
sebagai berikut:
1. Tell
Dokter gigi menjelaskan kepada anak mengenai perawatan atau edukasi secara singkat
menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat usia anak, secara lambat atau perlahan,
serta diulang jika belum mengerti. Dokter gigi juga dapat memberikan pertanyaan sebelum,
selama, dan setelah perawatan. Hal ini dapat membangkitkan rasa percaya dan memberikan
kesempatan kepada anak untuk bekerja sama.
2. Show
Dokter gigi menunjukkan kepada anak dengan tepat apa yang akan ia lakukan lewat dirinya
sendiri atau lewat objek diam untuk meyakinkan pemahaman anak. Dokter gigi juga dapat
memberikan anak kesempatan memegang alat dan menjelaskan fungsi masing-masing alat.
Hal tersebut akan diharapkan rasa takut menjadi hilang dan meningkatkan perhatian serta
memberikan kesan bahwa mereka penting sehingga dapat bekerja sama sukarela tanpa
dipaksakan.
3. Do
Dokter gigi dengan langsung melaksanakan prosedur kerja pada anak namun tidak boleh
menyimpang dari apa yang telah dijelaskan dan ditunjukkan.
Selain itu, cara lain untuk membangun lingkungan yang aman bagi anak adalah dengan
mengelilinginya dengan hal-hal yang menarik, misalnya dengan peralatan permainan dan dekorasi ruangan
yang nyaman dan dibuat sedemikian rupa sehingga anak merasa berada di lingkungan rumahnya sendiri.
Hal ini dikarenakan lingkungan psikologis yang aman dapat mempengaruhi tindakan atau perasaan anak
(Finn, 1973).
Pasien yang menunggu perawatan pada umumnya merasa cemas, dan kecemasan dapat
ditingkatkan oleh persepsi pasien tentang ruang praktik sebagai lingkungan yang mengancam, tentang
perawat, cahaya, bunyi, dan bahasa teknis yang asing bagi pasien (Prasetyo, 2005). Musik yang lembut
dapat memberikan efek baik bagi orangtua maupun anak dalam memecah keheningan di ruang tunggu.
Selain itu, dapat pula disediakan buku-buku bacaan atau buku aktivitas, seperti buku mewarnai (Pertiwi et
al., 2005; Prasetyo, 2005).
II. Strategi Tahap Sekunder dalam Menghadapi Rasa Takut
Pada tahap ini, pendekatan bertujuan untuk menghilangkan rasa takut dengan membentuk pola
komunikasi yang baik dengan pasien. Tanda keberhasilan dokter gigi mengelola pasien anak adalah
kesanggupannya berkomunikasi dan memperoleh rasa percaya diri dari anak sehingga anak dapat bersikap
kooperatif. Komunikasi dengan pasien berperan penting dalam mengurangi rasa takut pasien (Hmud &
Walsh, 2009).
II.1. Komunikasi Verbal dan Non Verbal
SKENARIO 1
PBL 5
Page 29
Komunikasi verbal untuk meyakinkan pasien merupakan strategi yang sering dilakukan. Selain
dengan kata-kata yang dipilih untuk meyakinkan, mengajak bicara pasien juga dapat mengalihkan perhatian
pasien dan memberikan mereka sesuatu untuk difokuskan. Pendekatan ini harus diadopsi oleh seluruh tim
saat berinteraksi dengan pasien (Hmud & Walsh, 2009). Banyak cara untuk memulai komunikasi secara
verbal, misalnya untuk anak kecil dapat ditanyakan tentang pakaian baru, kakak adik, benda atau binatang
kesayangannya, sedangkan untuk anak besar dapat ditanyakan tentang sekolah, aktifitas, olah raga atau
teman sebaya (Finn, 1973).
Untuk menciptakan kepercayaan pada anak yang berusia 2-6 tahun, dokter gigi sebaiknya
melibatkan anak dalam dialog dan semua diskusi dengan menggunakan kata-kata sederhana. Banyak anak
yang merasa senang dengan dokter karena mereka dapat berkomunikasi dengannya.. Demikian pula
dengan tindakan medis, anak harus diberi penjelasan terlebih dahulu dengan bahasa yang mudah
dimengerti oleh anak. Berbicara pada anak harus disesuaikan dengan tingkat pemahaman sehingga
diperlukan “second language” (Budiyanti & Heriandi, 2001; Blisa, 2010).
Untuk menciptakan kepercayaan anak pada usia 7-10 tahun, dokter gigi sebaiknya menanyakan
kegiatannya dan beri komentar yang positif, tanyakan pada anak tentang hal-hal yang sederhana dan
konkret, beri tanggungjawab pada anak terhadap tugas yang kita berikan, dan jangan lupa untuk
menjelaskan tentang pemeriksaan yang dijalani sesuai dengan daya piker anak. Sedangkan untuk anak
yang berusia 11-17 tahun, dokter gigi harus menghargai pendapat, kebutuhan dan keterbatasan anak
sebelum merekomendasikan sesuatu (Blisa, 2010).
Sedangkan untuk komunikasi non verbal, hal-hal yang dapat dilakukan misalnya dengan menjabat
tangan anak, tersenyum dengan penuh kehangatan, menggandeng anak sebelum mendudukkannya ke
kursi gigi dan lain-lain (Budiyanti & Heriandi, 2001).
II.2. Bimbingan Kerjasama
Model komunikasi bimbingan kerjasama antara dokter gigi dan pasien merupakan strategi yang
terbaik. Pada perawatan ini diharapkan pasien dapat mematuhi dokter gigi dan anak dapat besikap
kooperatif selama perawatan. Perubahan nada dan volume suara dapat digunakan untuk mengubah
perilaku dan mengkomunikasikan perasaan kepada anak (Karolina, 2008). Dokter gigi sebisa mungkin harus
terdengar tenang dan percaya diri setiap saat. Nada suara dijaga agar tetap rendah sehingga dapat
membantu menenangkan pasien.
Contoh komunikasi dengan bimbingan kerjasama yang dapat dilakukan oleh dokter gigi antara
lain:
1) “buka sedikit lebih lebar mulutnya, anak manis”
2) “apakah engkau siap untuk dimulai sekarang, maukah manis?”
3) “sayang, saya suka caramu membuat mulutmu tetap terbuka lebar”
II.3. Retraining
Retraining dilakukan pada anak yang menunjukkan tingkah laku negatif akibat kunjungan dental
sebelumya atau arahan yang salah dari orang tua atau orang lain sehingga anak sulit untuk diajak
berkomunikasi. Sasarannya adalah untuk membangun asosiasi pikiran yang baru pada anak.
Dokter gigi perlu mengetahui ketidaksukaannya dan berusaha berempati dengan anak. Jika anak
tidak suka, turuti anak sambil memberikan pilihan kepadanya sehingga ia merasa bahwa ia dapat
mengontrol situasi dan lebih tenang.
SKENARIO 1
PBL 5
Page 30
II.4. Strategi Perilaku Efektif
Selain strategi komunikasi di atas, komunikasi efektif yang dapat dilakukan oleh dokter gigi adalah
dengan strategi perilaku. Strategi ini dapat digunakan dengan cepat dan mengurangi rasa takut. Strategi
perilaku efektif tersebut antara lain sebagai berikut (Finn, 1973; Karolina, 2008).
1. Waktu dan lamanya perawatan
Dokter gigi harus mengetahui waktu perawatan yang dibutuhkan karena pada beberapa anak
lamanya perawatan akan mempengaruhi tingkah lakunya. Terdapat hubungan yang terbalik antara
kooperatif dengan lamanya waktu perawatan. Menepati janji untuk datang maupun lamanya perawatan
adalah sangat penting (Finn, 1973). Pada saat perawatan, dokter gigi juga dapat memberikan istirahat
sejenak dan memberikan waktu bagi anak untuk merasa rileks kembali.
Waktu yang paling baik dalam merawat anak adalah di pagi hari saat anak tidak lelah. Anak
sebaiknya tidak dibawa ke dokter gigi setelah mengalami trauma emosi, misalnya ia baru saja kehilangan
boneka kesayangannya, karena penjanjian dengan dokter gigi akan membuat anak menjadi tidak
kooperatif (Finn, 1973; Hmud & Walsh, 2009).
2. Mengalihkan perhatian
Mengalihkan perhatian adalah suatu metode yang berguna untuk mengurangi rasa takut, tidak
nyaman, stress dan menghilangkan rasa bosan selama periode perawatan. Semakin banyak mengetahui
tentang anak, semakin banyak taktik yang dapat dilakukan untuk mengalihkan anak agar prosedur
perawatan dapat dilakukan. Bahan pengalih yang terbukti membantu mengurangi rasa takut anak misalnya
radio, program anak di televise, video game, dan lain-lain.
3. Hipnotis
Hipnotis dilakukan dengan mempengaruhi pikiran anak sehingga anjuran-anjuran yang diberikan
akan diterima dengan baik. Teknik ini hanya dapat dilakukan pada pasien yang dapat bekerja sama.
Hipnotis sering digunakan dalam kedokteran gigi sebagai suatu metode untuk membantu pasien yang
cemas agar rileks dan meningkatkan kooperatif pasien.
SKENARIO 1
PBL 5
Page 31
4. Modifikasi tingkah laku (penguatan)
Penguatan dapat diartikan sebagai pengukuhan pola tingkah laku yang akan meningkatkan
kemungkinan tingkah laku tersebut terjadi lagi dikemudian hari. Penguatan (reinforcement) terbukti
mengurangi tingkah laku tidak kooperatif pada anak dalam menjalani perawatan gigi (Finn, 1973; Andlaw &
Rock, 1992).
Ahli psikologi yang menganut teori sosial perkembangan anak percaya bahwa tingkah laku anak
merupakan pencerminan respons terhadap penghargaan dan hukuman dari lingkungannya, Bntuk hadiah
merupakan faktor motivasi yang sangat penting untuk perubahan tingkah laku. Oleh karena itu, tingkah
laku yang baik pada perawatan gigi harus diberi penghargaan. Banyak hal yang dapat menjadi penguat
dokter gigi sehingga dapat meningkatkan hubungan sosial misalnya dengan cara memberikan perhatian,
doa, senyum dan pelukan. Benda penguat yang dapat diberikan misalnya stiker, pensil dan lain-lain. Bentuk
penghargaan lain adalah hadiah dan ini dapat diberikan pada tahap akhir perawatan sebagai penghargaan
atas tingkah laku yang baik (Andlaw & Rock, 1992). Namun, upaya yang terpenting dalam memperkuat
tingkah laku adalah kasih sayang dan perhatian.
5. Kehadiran orang tua di dalam ruangan
Kehadiran orang tua di ruang praktik memepunyai pengaruh positif dalam meningkatkan
keamanan pada anak yang kurang berani. Sedangkan pendapat agar orang tua sebaiknya berada di luar
karena kehadiran orang tua dapat mengganggu prosedur perawatan dan rasa takut yang dimiliki orang tua
akan mempengaruhi anak. Sebaiknya orang tua tidak ikut ke ruang praktik tanpa diminta oleh dokter gigi
(Finn, 1973).
III. Strategi Tahap Tersier dalam Menghadapi Rasa Takut
Pada tahap ini, pendekatan ditujukan kepada anak dengan rasa takut yang berat dengan maksud
menghilangkan rasa takut tersebut dan menyelesaikan perawatan gigi.
III.1. Desensitisasi
Desentisasi adalah suatu cara untuk mengurangi rasa takut atau cemas seorang anak dengan
memberikan rangsangan yang membuatnya takut atau cemas. Sedikit demi sedikit rangsangan tersebut
diberikan terus, sampai anak tidak takut atau cemas lagi. Prosedur ini dilandasi oleh prinsip belajar
counterconditioning, yaitu respon yang tidak diinginkan digantikan dengan tingkah laku yang diinginkan
sebagai hasil latihan yang berulang-ulang. Teknis desentisisasi ini sangat efektif untuk menghilangkan rasa
takut atau fobia (Tampubolon, 2010).
Terapi ini secara garis besar meliputi 3 tahapan, yaitu:
Melatih pasien untuk rileks
Membangun hirarki stimulus
Memperkenalkan tiap stimulus dalam hirarki untuk membuat rileks pasien, dimana
stimulus ini diberikan dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi hingga rasa takut
pada pasien hilang.
Prinsip terapi ini adalah memasukan suatu respon yang bertentangan dengan kecemasan yaitu
relaksasi. Pertama-tama subyek dilatih untuk relaksasi dalam, salah satu caranya misalnya secara progresif
merelaksasi berbagai otot, mulai dari otot kaki, pergelangan kaki, kemudian keseluruhan tubuh, leher dan
wajah. Pada tahap selanjutnya ahli terapi membentuk hirarki situasi yang menimbulkan kecemasan pada
subyek dari situasi yang menghasilkan kecemasan paling kecil sampai situasi yang paling menakutkan.
Setelah itu subyek diminta relaks sambil mengalami atau membayangkan tiap situasi dalam hirarki yang
dimulai dari situasi yang paling kecil menimbulkan kecemasan (Andlaw & Rock, 1992; Tampubolon, 2010).
Pada tahap desensitisasi ini, pasien dapat diberikan paparan stimulus berupa injeksi anestesi gigi, aplikasi
rubber dam, dan suara serta melihat bor gigi dengan menjelaskan hasilnya (Melamed et al., 1975).
SKENARIO 1
PBL 5
Page 32
III.2. Modeling
Metode modeling adalah cara pendekatan yang sangat praktis, mudah dilakukan, serta efektif
memepersingkat waktu dalam perubahan perilaku pasien anak sehingga waktu perawatan gigi menjadi
lebih optimal (Soemartono, 2003). Teori “social learning” memprediksi bahwa pola respon rasa takut pada
anak-anak dapat dihilangkan dengan mengamati model yang mendapatkan stimulus tanpa mengalami
konsekuensi yang negatif (Melamed et al., 1975).
Prinsip psikologis metode modeling yaitu belajar dari pengamatan model. Anak diajak mengamati
anak lain yang ketika dirawat giginya berperilaku kooperatif, baik secara langsung pada kursi gigi atau
melalui film. Setelah metode modeling dikerjakan maka diharapkan anak berperilaku kooperatif seperti
model yang diamati. Pendekatan tersebut efektif karena memberikan informasi yang jelas pada pasien
tentang jenis peralatan dan prosedur yang akan dihadapi (Masitahapsari et al., 2009).
Metode modeling ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui model di film/ anak sebaya
(filmed/ in vivo modeling) dan melalui model yang ikut berpartisispasi dalam perawatan secara langsung
(participant modeling) dalam memperkenalkan perawatan gigi. Metode ini efektif pada anak dengan umur
4-9 tahun dan hanya beberapa efektif pada anak yang lebih muda dari umur 4 tahun (Catherine, 2004).
Modeling adalah modifikasi perilaku untuk pasien anak yang masih usia muda, anak dapat belajar
tentang pengalaman ke dokter gigi dengan melihat anak-anak lain menerima perawatan. Strategi ini tidak
hanya mengajarkan anak yang belum pernah menerima perawatan tentang apa yang diharapkan darinya,
tetapi lebih penting adalah mendemonstrasikan apa yang diharapkan dari anak (Narwaty, 2008). Strategi
ini efektif dalam mengatasi rasa takut selama kunjungan pertama perawatan gigi pada pasien anak.
Metode ini dapat diterapkan dengan mudah dalam ruang praktik (Melamed et al., 1975).
III.3. Kombinasi Perawatan Perilaku
Kombinasi perawatan perilaku menunjukkan hasil yang jauh lebih baik. Penggunaan metode
dengan menggabungkan beberapa metode pada suatu paket perawatan. Pasien yang takut diajarkan rileks
dan kemudian menunjukkan film model disaat rileks. Modeling dan desensitisasi dapat diterapkan
sekaligus, dengan pengkombinasian dua cara ini akan diperoleh hasil yang memuaskan. Modeling dan
desensitisasi juga dapat mengurangi rasa cemas orang pada perawatan gigi anaknya. Merubah perilaku
dengan cara modeling dan desensitisasi dapat diterapkan baik di klinik gigi maupun praktik pribadi
(Narwaty, 2008).
III.4. Aversive Conditioning atau Restraint
Pendekatan dengan metode ini berupa :
Mendorong secara halus tangan anak yang mengganggu perawatan
Mengangkat dan memaksa anak yang menolak untuk duduk di kursi dental untit
HOME (Hand Over Mouth Exercise atau aversion atau restraint discipline atau emotional surprise
therapy atau hand-over-mouth) merupakan teknik yang paling keras, yakni menempatkan tangan ke
atas mulut anak untuk menghilangkan respon yang tidak dapat diterima; merupakan bentuk lain
behavior modification; setelah anak tenang, tangan diangkat dan diberi pujian.
Indikasi Aversive Conditioning biasanya dilakukan di saat sudah tidak dapat dilakukan komunikasi
lagi antara anak dan dokter gigi dan jika dibiarkan anak dapat menciderai dirinya sendiri. Metode ini paling
tepat diterapkan pada anak usia 3-6 tahun. Tidak dapat digunakan dengan sedasi karena teknik ini
membutuhkan tingkat kesadaran yang penuh.
Kesuksesan teknik ini bergantung pada aplikasi yang tepat. Posisi dokter gigi harus dekat dengan
telinga anak dan arahan harus jelas dan spesifik dengan menggunakan suara halus dan monoton. Asisten
harus tahu perannya yaitu memegang serta kaki pasien agar tidak menendang atau menjaga tangan pasien
yang menggannggu selama perawatan. Tangan pasien tidak boleh terlalu lama dipegang karena
SKENARIO 1
PBL 5
Page 33
pembatasan ini dapat meningkatkan penolakan. Teknik lain dapat berupa memegang handuk di antara
muka pasien dan tangan operator atau bisa juga dengan setengah menjepit hidung pasien.
b. Farmakoterapeutik
Perawatan farmakoterapeutik merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
menangani pasien anak. Pendekatannya dilakukan dengan teknik sedasi. Teknik sedasi adalah
teknik yang menggunakan stimulasi obat-obatan sehingga pasien menjadi tidak bergerak selama
perawatan dan menjadi lebih kooperatif. Tujuan penggunaan sedasi untuk pasien anak, yaitu:
Untuk memfasilitasi penyediaan kualitas perawatan
Untuk meminimalisir perilaku mengganggu yang ekstrem
Untuk meningkatkan respon psikologis positif terhadap perawatan
Untuk meningkatkan kesejahteraan dan keselamatan pasien
Untuk mengembalikan pasien ke kondisi fisiologis yang aman
Syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam pemberian sedasi pada pasien anak:
Praktisi harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai agen yang akan digunakan dan
telah terlatih secara formal untuk mengadministrasikan obat tersebut. Praktisi harus
mematuhi panduan yang dipublikasikan oleh American Dental Association dan American
Academy of Pediatric Dentistry.
Harus ada perencanaan yang matang dan dokumentasi penggunaan obat sedasi untuk setiap
pasien. Pengambilan keputusan didasarkan pada hasil analisis terhadap profil perilaku pasien,
asal dan tingkat perawatan yang diperlukan, perbandingan risk vs benefit terhadap status fisik
pasien, kemampuan keluarga untuk memenuhi tuntutan rencana perawatan yang luas, dan
kemampuan ekonomi.
Pasien harus dievaluasi secara seksama untuk memastikan bahwa tidak ada kondisi yang
dapat mengubah respon terhadap agen sedatif yang dapat membahayakan pasien.
Harus ada dokumentasi yang baik mengenai informed consent.
Fasilitas klinik harus nyaman dan lengkap untuk menangani kondisi gawat darurat yang
mungkin muncul. Personil harus terlatih dalam memantau pasien yang sedang dibius
III.5. Sedasi
Sebagian besar anak akan menjadi pasien yang rileks dan kooperatif bila diberi metode-metode
pendekatan psikologis di atas, namun bila pasien anak masih menunjukkan sikap yang tidak kooperatif dan
jika rasa takut tetap berlangsung walaupun telah dilakukan kunjungan pendahuluan, sedasi mungkin dapat
membantu proses perawatan. Perlu ditekankan bahwa sedasi dimaksudkan untuk menghilangkan
kecemasan dan pasien yang telah dilakukan sedasi tetap memiliki kesadaran dan refleks pelindung yang
Gambar 2. Posisi dokter gigi saat
melakukan teknik HOME
Sumber : Mc. Donald Dentistry for the
child and adolescent 8 th
SKENARIO 1
PBL 5
Page 34
normal, misalnya batuk. Sebelum memberikan resep sedatif, dokter gigi harus dipercaya anak. Sedatif
harus dijelaskan sebagai sesuatu yang akan membuatnya merasa tenang sehingga perawatan dapat
dilakukan tanpa rasa khawatir. Kerjasana dari orangtua atau pendamping juga diperlukan.
Macam-macam golongan obat yang diberikan pada anak:
Hydroxine Diazepam Promerazine Meperidine
Dosis: Oral: 1-2mg/kg Dosis:
Oral/rectal/parenteral/IV
0.2-0.5mg/kg dengan dosis
maksimal tunggal 10 mg
Dosis: Oral/IM:
1,1mg/kg dengan
maksimal dosis
tunggal 25mg
Dosis: Oral, SC,
IM1-2.2 mg/kg
Efek samping: Mulut
kering, mengantuk
ekstrim,
hipersensitivitas
Efek samping: Iritasi vena,
thrombophlebitis, apnea,
ataxia, efek CNS
berkepanjangan
Efek samping:
Mulut kering,
pandangan kabur,
penebalan
bronkus, efek
piramidal
Efek samping:
Serangan tiba-tiba
pada dosis tinggi
Tabel 2. macam-macam golongan obat yang diberikan pada anak
Teknik-teknik sedasi
1. Nitrous Oxide & Oksigen
Nitrous Oxide adalah gas inert, agak berbau manis, tidak berwarna yang dikompres dalam
silinder dalam bentuk cairan yang akan menguap bila dikeluarkan. Jenis sedasi ini paling
banyak digunakan (85%).
Efek samping dan toksisitas
Paling umum mual dan muntah
Kontraindikasi:
Pasien dengan otitis media akut
Penyakit emosional dan masalah perilaku berat
Pasien tidak kooperatif
Pasien yang takut dengan gas
Claustrophobia
Kelainan maxillofacial yang menyulitkan penempatan alat
Gangguan saluran pernapasan (infeksi pernapasan atas, polip)
COPD
Kehamilan
Kondisi dimana tidak diperbolehkan oksigenasi tinggi pada pasien
2. Oral
Karakteristik
- Metode yang paling banyak diterima dan dilaksanakan karena nyaman dipraktekan.
- Metode ini tergantung pada absorpsi di mukosa pencernaan dan dipengaruhi oleh
lambung dan usus.
- Waktu puncak reaksi obat dan konsistensi obat dapat berbeda-beda.
- Waktu pemulihan dapat lebih lama karena obat lebih lambat dimetabolisme.
Teknik
- Pilih agen sedatif
- Kalkulasikan dosis agen yang telah dipilih bagi anak
SKENARIO 1
PBL 5
Page 35
- Pindahkan pasien ke daerah operasi dan dudukan di kursi saat efek obat telah
nampak (biasanya setelah 30-60 menit).
- Nitrous Oxide dan oksigen dapat diberikan untuk memperkuat efek dan oksigenasi
- Jika pasien tidak ter-sedasi, maka tunda perawatan dan sedasi dianggap gagal.
Jadwalkan kunjungan ulang dengan dosis atau teknik yang berbeda.
- Berikan instruksi pasca-sedasi tertulis pada pendamping anak.
3. Intramuscular (IM)
Indikasi
Pasien yang menolak atau tidak dapat untuk melakukan medikasi melalui oral.
Keterbatasan IM dan Oral
- Waktu yang lama untuk mencapai efek maksimal
- Efek dan onset yang bermacam-macam dan tak terduga
Lokasi penyuntikan harus ada jaringan yang cukup untuk deposisi volume obat dan
pengurangan faktor risiko injury karena penetrasi jarum
- Otot vastus lateralis pada tungkai atas bagian anterior lateral
- Otot gluteus maximus
- Pertengahan aspek posterior lateral dari otot deltoid
Perhatian penting
- Hindari titrasi obat sampai mencapai kadar yang diinginkan.
- Jika efek yang diharapkan tidak tercapai setelah 20-30 menit, jadwalkan kunjungan
ulang dengan dosis dan metode berbeda.
4. Submucosal (SM)
Definisi deposisi obat di bawah mukosa
Indikasi pasien yang membutuhkan administrasi dan onset yang cepat. Waktu onset
SM di antara IM dan IV
Lokasi administrasi vestibulum bukal tepatnya di area molar atau kaninus sulung RA
Perhatian penting
- Tidak boleh disuntikan di otot muka dan rahang
- Harus dipilih obat yang tidak mengiritasi jaringan
a. Intravenous (IV)
Indikasi pra-remaja dan remaja
Onset 20-25 detik
Teknik
- Obat tunggal biasanya benzodiazepine lebih sesuai bagi pasien anak
- Kombinasi beberapa obat biasanya termasuk narkotik
2 Teknik Pendekatan dan Penatalaksanaan Lansia pada Perawatan Gigi
Aging atau penuaan sangat berhubungan dengan penurunan kesehatan mental dan fisik dengan tingkat
keparahan yang berbeda-beda. Terdapat beberapa perubahan diantaranya yaitu, emosinya akan menjadi
lebih tenang dan frekuensinya berkurang, kekuatan mencerna ide baru dan melakukan hal yang tidak biasa
akan berkurang, mudah lupa, waktu berpikir yang lama dan produktivitas intelektualnya berkurang.
a. Perubahan psikologis
- Perubahan penampilan misalnya kehilangan rambut, tinggi wajah, kulit keriput, perubahan pada
penampilan gigi dan gigi geligi itu sendiri mempengaruhi kondisi psikologis wanita lansia dibanding
pria.
SKENARIO 1
PBL 5
Page 36
- Dalam pemasangan gigi tiruan, dokter gigi perlu sadar akan kepentingan penampilan dan estetis
dari pasien
- Pada wanita setelah masa menopause, cenderung menuntut akan kepentingan estetis gigi
geliginya dan menyalahkan dokter gigi atas kehilangan giginya. Sehingga pasien ini perlu diberikan
evaluasi dan treatment psikologis agar dapat menyelesaikan masalah giginya
- Kehilangan atau penurunan penglihatan, pendengaran dan rasa memiliki implikasi psikologis, yakni
terjadi isolasi yang menyebabkan perubahan personalitas yang dapat membuat lansia sakit hati
- Kehilangan gigi ditambah dengan kehilangan rasa dapat berakibat pada kehilangan nafsu makan
dan dapat mengarah pada gangguan fungsi mental dan psikologis
b. Perubahan sosial
- Sebagai lansia yang memiliki kerabat, teman atau tetangga seusia yang telah meninggal atau yang
telah pensiun dan pindah ke lokasi baru akan menyebabkan terjadi isolasi
- Pensiun dapat menyebabkan kecemasan akibat penurunan penghasilan, dan ketakutan bahwa
mereka akan bergantung pada seseorang. Perasaan tidak berguna, kehilangan identitas dan
merasa ditinggalkan dapat mengarah pada kehilangan keinginan untuk hidup
- Pasien yang sendirian dapat beralih ke dokter gigi terkait dengan usahanya melawan penyakit dan
penuaan yang diderita. Dalam hal ini dokter gigi perlu mendorong pasien untuk berbicara, terlebih
penting lagi untuk mendengarnya.
c. Penuaan pada Rongga Mulut
1) Pada jaringan keras gigi
- Terjadi atrisi, abrasi dan erosi akibat pemakaian aus
- Deposisi dentin sekunder yang berfungsi untuk melindungi pulpa vital yang menyebabkan
perubahan pada pulpa. Perubahannya adalah kamar pulpa dan saluran akar menjadi berkurang
ukurannya secara progresif serta terbentuknya pulp stone. Seiring dengan bertambahnya usia,
pulpa akan berkurang selnya, vaskularisasinya dan lebih fibrous. Perubahan tersebut diiringi
dengan mengecilnya diameter, dan derajat mielinisasi serabut saraf sehingga mengurangi
sensitivitas dentin. Sementum juga akan bertambah sehingga menyebabkan foramen apikal
menjadi semakin sempit seiring bertambahnya usia
- Karies akar cenderung muncul pada lansia
- Resorpsi dan deposisi tulang
2) Jaringan lunak
- Pada jaringan periodontal; Gingiva mengalami resesi, bertambah fibrotik, epitelnya menjadi tipis.
Ligamen periodontal terjadi penurunan vaskularisasi. Tulang alveolar mengalami penurunan
vaskularisasi, metabolisme dan kapasitas penyembuhan, mengalami osteoporosis dan resorbsinya
meningkat
- Pada mukosa mulut terjadi atrofi, secara histologis akan tampak epitel yang menipis
- Mulut kering akibat produksi saliva yang menurun
Menurut Heartwell, terdapat 3 kategori lansia yang berkaitan dengan perawatan gigi:
1. The realist
Merupakan tipe filosofis dan eksak, yakni memiliki kewaspadaan terhadap perubahan dan menerima masa
tuanya. Umumnya mereka mengikuti instruksi dengan baik, memiliki kebanggaan terhadap penampilan,
memiliki oral hygiene yang baik, perhatian dengan kondisi dental dan menerima diet.
2. The Resenters
SKENARIO 1
PBL 5
Page 37
Merupakan tipe yang berbeda dan historis. Cenderung menolak proses penuaan, dan melibatkan faktor
psikologis. Cenderung tidak mendengarkan nasihat, jarang mengikuti instruksi, lalai dalam perawatan oral
dan kurang perhatian dengan kondisi dental.
3. The Resigned
Memiliki variasi pada status emosi dan kondisi sistemik. Umumnya patuh secara pasif, namun tidak selalu
berhasil dalam perawatan prostodonti.
Karena terdapat berbagai variasi pada lansia, setiap pasien perlu diperlakukan secara individu
dalam hal kebutuhan dan keinginannya. Dokter gigi perlu memahami bagaimana caranya untuk mengatasi
masalah psikologis, sebaik mengatasi masalah dentalnya. Dokter gigi juga perlu menasihati pasien atau
anggota keluarganya dan mempertimbangkan kapan untuk merujuknya kepada konsultasi prikiatris.
Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi seorang dokter gigi dalam
memberikan perawatan kesehatan gigi dan mulut pada pasien lansia:
- Dokter gigi perlu menyadari perubahan personal dan perilaku yang terjadi pada saat penuaan dan
menyadarinya melalui pemeriksaan klinis pada pasien
- Berjabat tangan dapat mengungkapkan kondisi emosional pasien saat melakukan kunjungan ke
dokter gigi. Pasien yang berjabat tangan dengan berkeringat, tangan yang dingin cenderung
merasa kawatir atau cemas terhadap perawatan dental yang akan dilakukan. Pasien dengan jabat
tangan yang tegas dan normal menunjukan pasien yang kooperatif.
- Pasien yang merasa depresi dapat dirawat dengan mengatasi kebutuhan dental yang utama.
Kemudian setelah terjadi respon terhadap perawatan tersebut, maka prosedur dental lain yang
lebih kompleks dapat dilakukan.
- Pasien yang schizophrenia sebaiknya selalu ditemani oleh anggota keluarga. Pasien ini juga
sebaiknya dijadwalkan untuk kunjungan pada pagi hari. Sikap dokter gigi yang otoriter sebaiknya
dihindari. Jika saat perawatan tidak memungkinkan dilakukan treatment tertentu, dapat dengan
menggunakan sedasi atau tranquilization.
- Pasien dengan Alzheimer’s, dementia biasanya sering kehilangan atau lupa menggunakan
protesanya dengan tidak sesuai prosedur. Dalam hal ini perlu diatur dengan pendekatan yang
tegas.
- Pasien dengan riwayat gagging atau muntah dan merasa tercekik perlu diberi perhatian khusus.
Biasanya dokter gigi mengingatkan untuk bernafas melalui hidung saat sedang dilakukan
treatment saat mulut terbuka, hal ini dimaksudkan untuk menghindari efek ingin muntahnya itu.
Efek gag reflex ini berkaitan dengan penyakit sistemik, faktor psikologis, dan faktor psikologis
intraoral dan ekstraoral.
Tabel 3. Perawatan Untuk Pasien Lansia yang Cemas
Status Management
1. Pre-operative a. Perilaku
b. Farmakologis
- Komunikasi efektif
- Penjelasan mengenai
prosedur perawatan
- Membuat pasien relax
- Sedasi oral
SKENARIO 1
PBL 5
Page 38
2. Operative a. Perilaku
b. Farmakologis
- Menjawab pertanyaan
pasien
- Ketegasan
- Anastesi lokal yang
efektif
- Sedasi oral
3. Post-operative a. Perilaku
b. Farmakologis
- Instruksi kepada pasien
- Menjelaskan komplikasi
- Analgesik, dan obat-obat
tambahan
Tabel 4. Perawatan Untuk Pasien Lansia yang Depresi
Status Management
1. Preoperative - Konsultasi dengan psikiatri
- Pemeriksaan tanda/gejala seperti : abrasi gigi,
luka pada gingiva, xerostomia,
thrombocytopenia, leukopenia
2. Operative Penggunaan anastesi lokal dengan baik
3. Postoperative - Hindari penggunaan dosis obat sedatif/
narkotiks
- Mmanejemen xerostomia
Tahapan Perawatan Pasien Lansia :
Tabel 5. Tahapan Perawatan Pasien Lansia
Stage I (Emergency Care)
Stage II (Maintenace and
monitoring care)
Stage III (Rehabilitative phase)
Keadaan yang mengancam hidup –
dirujuk langsung ke rumah sakit
Manajemen infeksi kronis Orthognatic surgery atau implants
Rujukan ke rumah sakit
Kebutuhan bedah preprosthetic
Surgical endodontics
Oral emergency – meredakan nyeri
dn infeksi
Terapi saluran akar
Root planing dan currettage
Surgical periodontics
Esthetic dentistry
SKENARIO 1
PBL 5
Page 39
Contoh: Biopsi lesi, ekstraksi,
pulpektomi, debridement jaringan
periodontal, kontrol karies dengan
dressing sementara, perbaikan gigi
tiruan rusak atau reline dengan
kondisioner
Restorasi lesi karies
Reline, rebase, atau remake denture
atau pembuatan baru
Evaluasi
Evaluasi kebutuhan jangka panjang
pasien dengan:
Pentimbangan potensi masa hidup
pasien
Melakukan investigasi khusus tes
darah
Konsultasi spesialis
Evaluasi kebutuhan untuk
mengurangi stress
Edukasi pasien untuk meningkatkan
kesehatan mulut (seperti kebiasaan
diet, kontrol plak, dan penggunaan
topical fluoride)
Rekonstruksi bidang oklusal dan
restorasi dimensi vertikal dengan
protesa fixed atau removable