70
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Blok Traumatologi dan Kegawatdauratan adalah blok keduapuluh dan pada semester 7 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Pada kesempatan ini, dilaksanakan tutorial skenario kasus sebagai berikut. Natasya, seorang anak perempuan berusia 3 tahun dengan berat badan 12 kg dibawa ibunya ke IGD RSMP karena kaki tangannya dingin seperti es, tampak lesu, dan mata cekung serta tidak BAK sejak 10 jam yang lalu. Sejak 4 hari yang lalu Natasya BAB cair frekuensi 6-8x/hari, konsistensi cair, darah dan lendir tidak ada, serta muntah setiap kali makan dan minum. 1.2 Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu : 1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari system pembelajaran KBK di FK UMP 2011 | 1

ske c awal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Skenario C Blok 20

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Blok Traumatologi dan Kegawatdauratan adalah blok keduapuluh dan pada semester 7 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Pada kesempatan ini, dilaksanakan tutorial skenario kasus sebagai berikut.

Natasya, seorang anak perempuan berusia 3 tahun dengan berat badan 12 kg dibawa ibunya ke IGD RSMP karena kaki tangannya dingin seperti es, tampak lesu, dan mata cekung serta tidak BAK sejak 10 jam yang lalu. Sejak 4 hari yang lalu Natasya BAB cair frekuensi 6-8x/hari, konsistensi cair, darah dan lendir tidak ada, serta muntah setiap kali makan dan minum.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari system pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Tutor: dr. Thia Prameswarie

Moderator: Eldhi Aprian

Sekretaris Meja: Masitha Prilina Yusmar

Sekretaris Papan: Fadil Ramadhan

Waktu: Rabu, 8 Oktober 2014

Jumat, 10 Oktober 2014

Rule tutorial: 1. Ponsel dalam keadaan nonaktif atau diam

2. Tidak boleh membawa makanan dan minuman

3. Angkat tangan bila ingin mengajukan pendapat

4. Izin terlebih dahulu bila ingin keluar masuk ruangan

2.2 Skenario Kasus

Natasya, bayi perempuan, berusia 3 tahun dengan berat badan 12 kg dibawa ibunya ke IGD RSMP karena kaki tangannya dingin seperti es, tampak lesu dan mata cekung. Natasya sudah tidak BAK sejak 10 jam yang lalu. Sejak 4 hari yang lalu Natasya BAB cair frekuensi 6-8x/hari, konsistensi cair, darah dan lendir tidak ada dan dibawa ibunya berobat ke bidan tapi tidak ada perubahan bahkan keluhan bertambah disertai muntah setiap kali makan dan minum. Ibu Natasya hanya berusaha memberikan oralit tapi selalu dimuntahkan.

Riwayat penyakit yang sama sebelumnya disangkal.

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.

Pemeriksaan fisik:

Keadaan umum: kesadaran apatis, nadi tidak teraba, frekuensi napas 40x/menit, capillary refilled > 3 detik.

Keadaan spesifik:

Kulit: kutis marmorata, teraba dingin dan turgor menurun

Kepala: mata cekung, mukosa bibir dan mulut kering

Thoraks: simetris, retraksi tidak ada. Jantung: bunyi jantung I dan II normal, bising tidak ada. Paru: vesikuler, ronchi tidak ada.

Abdomen: datar, lemas, bising usus meningkat, hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas: akral dingin (+/+)

Dari hasil pemeriksaan diatas Dokter IGD tersebut akan melakukan tindakan pertolongan pertama yaitu memposisikan anak dalam posisi hirup, memberikan oksigen intranasal, kemudian saat akan memberikan cairan resusitasi, akses vena sulit didapat sehingga dokter mengambil keputusan untuk melakukan intraoseus dan diberikan resusitasi cairan. Selain itu dokter juga berupaya konsul ke dokter spesialis untuk dilakukan pemasangan vena seksi.

2.3 Klarifikasi Istilah

1. Lendir : barang cair yang pekat dan licin yang dihasilkan oleh kelenjar

bersel satu pada selaput lendir.

2. Muntah : keluarnya makanan dari lambung melalui mulut.

3. Oralit : obat berupa bubuk garam untuk dicairkan sebagai pengganti

mineral dan cairan yang keluar akibat penyakit muntaber.

4. Apatis : tidak ada perasaan atau ketidakacuhan.

5. Capillary refilled : tes yang dilakukan dengan cepat pada daerah dasar

kuku untuk memonitor jumlah dehidrasi dan jumlah aliran darah jaringan.

6. Kutis marmorata : bercak kemerahan yang menyerupai lingkaran atau

bulatan pada badan tngan dan kaki secara simetris.

7. Turgor : keadaan menjadi turgid (membengkak dan terkongesti) sensasi

penuh yang normal dan lain.

8. Vesikuler : bising yang terjadi karena mengembang dan mengempisnya

gelembung paru.

9. Posisi hirup : posisi kepala dengan sendi ekstensi untuk perbaikan jalan

nafas.

10. Intranasal : di dalam hidung.

11. Resusitasi : usaha menghidupkan kembali dengan pernafasan buatan, pijat, dan rangsangan jantung.

12. Intraoseus : di dalam tulang

13. Vena seksi : prosedur pembedahan gawat darurat untuk mendapatkan akses pembuluh darah vena untuk melakukan resusitasi pada penderita syok.

2.4 Identifikasi Masalah

1. Natasya, bayi perempuan, berusia 3 tahun dengan berat badan 12 kg dibawa ibunya ke IGD RSMP karena kaki tangannya dingin seperti es, tampak lesu dan mata cekung, serta sudah tidak BAK sejak 10 jam yang lalu.

2. Sejak 4 hari yang lalu Natasya BAB cair frekuensi 6-8x/hari, konsistensi cair, darah dan lendir tidak ada dan dibawa ibunya berobat ke bidan tapi tidak ada perubahan bahkan keluhan bertambah disertai muntah setiap kali makan dan minum.

3. Ibu Natasya hanya berusaha memberikan oralit tapi selalu dimuntahkan, riwayat penyakit yang sama sebelumnya disangkal, riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.

4. Pemeriksaan fisik:

Keadaan umum: kesadaran apatis, nadi tidak teraba, frekuensi napas 40x/menit, capillary refilled > 3 detik.

5. Keadaan spesifik:

Kulit: kutis marmorata, teraba dingin dan turgor menurun

Kepala: mata cekung, mukosa bibir dan mulut kering

Thoraks: simetris, retraksi tidak ada. Jantung: bunyi jantung I dan II normal, bising tidak ada. Paru: vesikuler, ronchi tidak ada.

Abdomen: datar, lemas, bising usus meningkat, hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas: akral dingin (+/+)

6. Dari hasil pemeriksaan diatas Dokter IGD tersebut akan melakukan tindakan pertolongan pertama yaitu memposisikan anak dalam posisi hirup, memberikan oksigen intranasal, kemudian saat akan memberikan cairan resusitasi, akses vena sulit didapat sehingga dokter mengambil keputusan untuk melakukan intraoseus dan diberikan resusitasi cairan. Selain itu dokter juga berupaya konsul ke dokter spesialis untuk dilakukan pemasangan vena seksi.

2.5 Analisis Masalah

1. Natasya, bayi perempuan, berusia 3 tahun dengan berat badan 12 kg dibawa ibunya ke IGD RSMP karena kaki tangannya dingin seperti es, tampak lesu dan mata cekung, serta sudah tidak BAK sejak 10 jam yang lalu.

a. Apa makna kaki dingin seperti es, tampak lesu dan mata cekung?

Jawab:

Kaki tangan dingin seperti es, tampak lesu dan tidak BAK selama 12 jam menunjukkan bahwa sudah masuk ke fase syok.

Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih) (Franklin, 1995).

Fase I : Kompensasi

Pada fase ini fungsi-fungsi organ vital masih dapat dipertahankan melalui mekanisme kompensasi tubuh dengan meningkatkan reflek simpatis, yaitu meningkatnya resistensi sistemik dimana terjadi distribusi selektif aliran darah dari organ perifer non vital ke organ vital seperti jantung, paru dan otak. Tekanan darah sistolik tetap normal sedangkan tekanan darah sistolik meningkat akibat peninggian resistensi arteriol sistemik (tekanan nadi menyempit). Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah, kulit pucat dan dingin dengan pengisian kapiler (capillary refilling) yang melambat > 2 detik.

Fase II : Dekompensasi.

Pada fase ini mekanisme kompensasi mulai gagal mempertahankan curah jantung yang adekuat dan system sirkulasi menjadi tidak efisien lagi. Jaringan dengan perfusi yang buruk tidak lagi mendapat oksigen yang cukup, sehingga metabolisme berlangsung secara anaerobic yang tidak efisien. Alur anaerobic menimbulkan penumpukan asam laktat dan asam-asam lainnya yang berakhir dengan asidosis. Asidosis akan bertambah berat dengan terbentuknya asam karbonat intra selular akibat ketidak mampuan sirkulasi membuang CO2. Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang bertambah, tekanan darah mulai turun, perfusi perifer memburuk (kulit dingin dan mottled, capillary refilling bertambah lama), oliguria dan asidosis (laju nafas bertambah cepat dan dalam) dengan depresi susunan syaraf pusat (penurunan kesadaran).

Fase III : Irreversible

Kegagalan mekanisme kompensasi tubuh menyebabkan syok terus berlanjut, sehingga terjadi kerusakan/kematian sel dan disfungsi system multi organ lainnya. Cadangan fosfat berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama di jantung dan hepar, sintesa ATP yang baru hanya 2% / jam dengan demikian tubuh akan kehabisan energi. Kematian akan terjadi walaupun system sirkulasi dapat dipulihkan kembali. Manifestasi klinis berupa tekanan darah tidak terukur, nadi tak teraba, penurunan kesadaran semakin dalam (sopor-koma), anuria dan tanda-tanda kegagalan system organ lain (Zimmerman, 1997).

b. Bagaimana berat badan normal anak usia 3 tahun dan hubungan

pada kasus?

Jawab:

Berat badan ideal BBI = (Umur x 2) + 8

BBI = (Umur x 2) + 8

Bb anak 3 tahun = ( 3 x 2 ) + 8 = 14 kg

Berdasarkan Z score berat badan normal anak usia 3 tahun adalah 11-18 kg, BB Natasya adalah 12 kg, ini masih dalam batasan normal.

c. Apa penyebab kaki dingin seperti es, tampak lesu dan mata cekung?

Jawab:

Keluhan Natasya dapat di sebabkan :

Perdarahan

Perdarahan internal : ruptur hepar/lien, trauma jaringan lunak, fraktur tulang panjang,perdarahan saluran cerna (ulkus peptikus, divertikulum meckel, sindrom mallory weis), kelainan hematologis.

Perdarahan ekternal : trauma

Kehilangan plasma : luka bakar,sindrom nefrotik, obstruksi ileus, DBD,peritonitis.

Kehilangan air dan elektrolit : diare,muntah,diabetes insipidus,heat stroke, renal loss, luka bakar.

Anafilaksis

Kejang trauma kepala

Gejala neurologik

Pada kasus ini kemungkinan penyebab terjadinya keluhan adalah karena kehilangan cairan dan elektrolit yang cepat dan banyak dan banyak yang disebabkan diare sehingga menurunkan preload ventrikel sehingga terjadi penurunan isi sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi penurunan hantaran oksigen ke jaringan tubuh ( akral dingin,lesu, mata cekung.

d. Bagaimana mekanisme kaki dingin seperti es, tampak lesu dan mata cekung?

Jawab:

Kaki tangan dingin:

Akibat kekurangan cairan,sehingga suplai oksigen berkurang di pembuluh darah perifer.karena tubuh akan memfokuskan pada daerah central seperti otak,jantung,ginjal.akibatnya kaki tangan dingin.

Gastroentritis / Diare ( kehilangan cairan ( dehidrasi ( Berkurangnya volume cairan ekstraseluler ( Penurunan aliran balik vena ke jantung ( CO ( kompensasi yaitu vasokontriksi pembuluh darah perifer ( aliran darah ke perifer (syok) ( kaki dan tangan dingin

Lesu:

Gastroentritis/Diare ( kehilangan cairan ( dehidrasi( Berkurangnya volume cairan ekstraseluler ( Penurunan aliran balik vena ke jantung ( CO ( suplai oksigen ke seluruh tubuh ( Penurunan metabolisme aerob ( pengaruh pada suplai energi untuk otot ( penurunan aktivitas ( lesu

Mata cekung:

Jaringan ikat longgar di sekitar mata terdiri dari substansi cairan.

Karena Gastroentritis / diare( kehilangan cairan ( dehidrasi ( cairan yang terkandung pada jaringan ikat longgar berkurang ( mata cekung

e. Bagaimana penatalaksanaan awal sebelum dibawa ke IGD?

Jawab:

tiga prinsip terapi dirumah adalah sebagai berikut :

1. Berikan anak lebih banyak cairan dari biasanya untuk mencegah dehidrasi.

2. Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi.

3. Bawa anak ke petugas bila tidak membaik dalam tiga hari atau menderita sebagai berikut:

buang air besar cair sering sekali

muntah berulang-ulang

sangat haus sekali

makan dan minum sedikit

demam

tinja berdarah

f. Apa dampak dari tidak BAK sejak 10 jam yang lalu?

Jawab:

pada saat tidak buang air kecil maka sisa metabolisme yang berupa urin tidak dapat keluar dan bisa menyebabkan infeksi pada saluran kemih, merusak saluran kemih, penyumbatan ureter ginjal, infeksi pada ginjal.

g. Apa makna tidak BAK sejak 10 jam yang lalu?

Jawab:

Maknanya sudah mengalami dehidrasi berat

h. Apa ada hubungan antara tidak BAK sejak 10 jam yang lalu dengan

keluhan yang dialami?

Jawab:

Ada hubungan, semuanya merupakan gejala dari syok hipovolemik dan dehidrasi. Tidak BAK sejak 10 jam yang lalu karena terjadi vasokontriksi di ginjal, sehingga aliran darah ke ginjal akan berkurang dan filtrasi glomerulus menurun sehingga terjadi oliguria. Sedangkan kaki dingin seperti es menurunny aliran darah ke perifer akibat vasokontriksi pembuluh darah perifer. Tampak lesu akibat menurunny supali energi untuk ke otot dan mata cekung karena dehidrasi sehingga cairan yang terkandung pada jaringan ikat longgar berkurang.

i. Bagaimana menilai derajat dehidrasi dan termasuk derajat berapa

yang dialami oleh Natasya?

Jawab:

Menurut sistem pengangkaan Maurice King

Pada kasus pasien memiliki gejala klinis mata cekung, kesadaran apatis, nadi tidak teraba, turgor menurun, mulut kering, akral dingin dan jika ditotal skor pada kasus 7 yaitu dehidrasi berat

j. Bagaimana jenis jenis syok dan hubungan pada kasus?

Jawab:

Hipovolemik

Kardiogenik

Obstruktif

Septik

Neurogenik

Anafilaksis

Syok Hipovolemik

Tanda dan gejala awal tigkat kesadaran yang berubah kadang-kadang berupa agitasi dan kegelisahan, atau depresi sistem saraf pusat. Pemeriksaan fisik akan mendapatkan tanda-tanda yang nonspesifik seperti kulit dingin, lembab, hipotensi ortostatik, takikardia ringan dan vasokontriksi. Syok hipovolemik bisa terjadi akibat kehilangan sel darah merah dan plasma darah akibat perdarahan atau kehilangan volume plasma saja akibat sekuestrasi caian ekstravaskular atau kehilangan cairan dari gastrointestinal, urin dan insisible water loss.

Syok Kardiogenik

Syok kardiogenikditandai dari hipoperfusi sistemik karena depresi berat cardiac index ( < 2,2 ( L/min)/m2 dan hipotensi sistolik arterial yang menetap (< 90 mmHg), walaupun terdapat peningkatan tekanan pengisian ( pulmonary capillary wedge pressure ( PCWP)> 18 mmHg). Tandanya adalah pasien mengeluh nyeri dada, sesak, tampak pucat dan keringat dingin. Status mental terganggu somnolen, tampak kebingungan dan agitasi. Pulsasi biasanya lemah dan cepat atau bahkan sangat lambat (bradikardia berat). Tekanan darah sistolik menurun dengan tekanan nadi yang sempit ( < 30 mmHg). Takipneu, respirasi Cheyne-Stokes dan distensi vena juguler dapat ditemui. Prekordium biasanya tampak tenang, dengan pulsasi apical yang lemah. Bunyi jantung S1 biasanya lembut, dan gallop S3 dapat ddengar. Tanda akut regurgitasi mitral berat atau rupture septum ventrikel biasanya berhubungan dengan murmur sistolik tertentu. Ronki basah halus dapat terdengar pada kebanyakan pasien dengan syok kardiogenik karena gagal ventrikel kiri. Oliguria sering ditemukan.

Syok Sepsis

Sepsis adalah sindrom inflamasi respon sistemik dengan bukti infeksi. Sindrom inflamasi respons sistemik adalah respons sistemik adalah bila ditemukan dua kondisi:

Demam ( suhu oral > 38 o C) atau hipotermia ( < 36 o C)

Takipneu ( > 24 kali/menit)

Takikardia ( denyut jantung > 90 kali/menit)

Leukositosis ( > 12.000/L), leucopenia ( < 4000/L) atau > 10% neutrofil batang.

Manifestasi tanda dan gejala selain respons inflamasi sistemik itu, tumpang tindih dengan tanda dan gejala penyakit dan infeksi primer yang mendasari.

Syok Neurogenik

Adanya interupsi pada input vasomotor simpatis setelah cedera medulla spinalis servikal, cedera kepala hebat. Sebagai tambahan pada keadaan dilatasi arteriolar, venodilatasi menyebabkan pooling darah pada sistem vena, yang mengakibatkan penurunan aliran balik vena dan cardiac output, ekstremitas seringkali hangat berbeda dengan ekstremitas dingin akibat vasokontriksi dingin pada syok hipovolemik atau kardiogenik.

Syok Hipoadrenal

Respons normal terhadap stress: penyakit, operasi atau trauma memerlukan peningkatan hormone kortisol yang diproduksi kelenjar adrenal. Syok hipoadrenal terjadi bila terdapat keadaan insufisiensi adrenal pada seseorang yang kemudian mengalami stress akut. Insufisiensi adrenokortikal dapat terjadi akibat pemakaian kronik glukokortikoid eksogen dosis tinggi, penyakit kritis termasuk trauma dan sepsis. Syok yang terjadi akibat insufisiensi adrenal ditandai oleh gangguan homeostatis dengan penurunan resistensi vaskuler sistemik, hipovolemia dan penurunan cardiac output. Diagnosis insufisiensi adrenal ditegakkan dengan pemeriksaan kadar kortisol, ACTH atau dengan tes stimulasi ACTH.

k. Bagaimana penatalaksanaan awal syok?

Jawab:

pada anak-anak dapat diberikan cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kgBB yang diberikan dalam satu jam pertama selanjutnya tentukan drajat dehidrasi dan lakukan rehidrasi

2. Sejak 4 hari yang lalu Natasya BAB cair frekuensi 6-8x/hari, konsistensi cair, darah dan lendir tidak ada dan dibawa ibunya berobat ke bidan tapi tidak ada perubahan bahkan keluhan bertambah disertai muntah setiap kali makan dan minum.

a. Apa makna riwayat 4 hari yang lalu?

Jawab:

Konsistensi cair : diare

Tidak ada lendir : berarti tidak ada iritasi/inflamasi pada lumen usus

Tidak ada darah : berarti tidak adanya gangguan pada saluran pencernaan (jika feses seperti tar / darah yang hitam sekali menandakan terjadi ulkus pada lambung, jika feses masih berdarah segar berarti gangguan pada colon hingga anus, bisa ulkus, perforasi, hemorroid maupun keganasan).

b. Bagaimana tipe tipe dari feses?

Jawab:

c. Bagaimana hubungan riwayat 4 hari yang lalu dengan keluhan

sekarang?

Jawab:

faktor pencetus untuk terjadinya keluhan berupa syok

d. Apa penyebab keluhan Natasya?

Jawab:

1. Faktor infeksi

a. Infeksi enternal yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak.

Infeksi enternal ini meliputi :

Infeksi bakteri : Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella, Camylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.

Infeksi virus : Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adeovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain.

Infestasi parasit : Cacing (Acaris, Triciuris, Oxyuris, Strongyoides), Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardica lamblia, Trichomonas hominis), Jamur (Candida albicans)

b. Infeksi parental yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti Otitis media akut, Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya. Keluhan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.

2. Faktor malabsorbsi

a. Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.

b. Malabsorbsi lemak

c. Malabsorbsi protein

3. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan

4. Faktor psikologis : rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar

(Suraatmaja, 2010).

e. Bagaimana mekanisme dari keluhan yang dialami oleh Natasya?

Jawab:

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :

a. Gangguan osmotik

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

b. Gangguan sekresi

Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

c. Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.

Patogenesis diare akut antara lain :

1. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung

2. Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus

3. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik)

4. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare

Patogenesis secara garis besar :

Mikroorganisme masuk ke saluran pencernaan ( berhasil melewati asam lambung ( mikroorganisme berkembang biak ( mikroorganisme membentuk toksin (endotoksin) ( rangsangan mukosa usus ( hiperplastik dan sekresi cairan usus ( menimbulkan beban osmotik di lumen usus bagian distal ( air terbawa ke lumen usus ( bakteri usus mengurai sisa makanan (beban osmotik ( air terbawa ke lumen kolon ( Gastroentritis bermanifestasi yaitu diare

f. Mengapa setelah berobat tapi tidak ada perubahan?

Jawab:

Kemungkinan obat yg diberikan oleh bidan tidak adekuat sehingga obat yg diberikan bidan hanya mengobati gejalanya saja tapi bukan virusnya atau penyebab timbulnya penyakit tersebut pengobatan yang tidak adekuat

g. Apa dampak BAB cair sejak 4 hari yang lalu?

Jawab:

Dehidrasi

Renjatan hipovolemik

Kejang

Bakterimia

Mal nutrisi

Hipoglikemia

Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.

h. Bagaimana penanganan awal untuk kasus diare?

Jawab:

Penanganan awal yang dapat diberikan yaitu oralit, bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga misalnya air tajin. Kuah sayur, sari buah, air teh, air matang.

i. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin dengan kasus?

Jawab:

Hubungan usia dengan kasus:

Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di seluruh dunia. Di AS, 16,5 juta anak sebelum usia 5 tahun menderita diare. Faktor yang menambah kerentanan terhadap infeksi enteropatogen adalah defisiensi imun, malnutrisi, kekurangan ASI, dan makan makanan atau air yang terkontaminasi.

Hubungan dengan jenis kelamin:

Tidak ada referensi yang menyatakan bahwa laki-laki maupun perempuan lebih sering mengalami keluhan-keluhan ini.

3. Ibu Natasya hanya berusaha memberikan oralit tapi selalu dimuntahkan, riwayat penyakit yang sama sebelumnya disangkal, riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.

a. Apa makna pemberian oralit selalu dimuntahkan, riwayat penyakit

yang sama sebelumnya disangkal, dan riwayat penyakit yang sama

dalam keluarga disangkal?

Jawab:

kemungkinan faktor infeksi masuk dan berkembang di dalam usus terjadi hipersekresi air dan elektrolit terjadi diare dan distensi abdomen sehingga terjadi muntah.

b. Apa komposisi dan bagaimana cara kerja dari oralit?

Jawab:

Komposisi:

Tiap bungkus Oralit (5,6 g) yang dilarutkan dalam 200 ml atau 1(satu) gelas air matang hangat mengandung:

Glukosa anhidrat 2,70 g

Natrium klorida 0,52 g

Trisodium sitrat dihidrat 0,58 g

Kalium klorida0,30 gBahan pembantu secukupnya

Cara Kerja:

Oralit diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak mengandung garam elektrolit yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam yang terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus penderita diare.

Selain itu dapat juga diberikan larutan gula garam, dimana:

komposisi larutan gula garam

1. gula satu sendok teh penuh

2. garam sendok teh

3. air masak 1 gelas

4. campuran diaduk sampai larut benar

c. Bagaimana pembuatan dan pemberian oralit pada anak?

Jawab:

CARA MEMBUAT ORALIT

1. sediakan 1 gelas (200 ml) air yagn telah dimasak / air the

2. masukan 1 bungkus bubuk oralit kedalam gelas

3. aduk sampai larut benar

TAKARAN PEMBERIAN ORALIT

Umur

Jumlah Cairan

Di bawah 1 tahun

3 jam pertama 1,5 gelas selanjutnya 0.5 gelas setiap kali diare

Dibawah 5 tahun (anak balita)

3 jam pertama 3 gelas, selanjutnya 1 gelas setiap kali diare

Anak diatas 5 tahun

3 jam pertama 6 gelas, selanjutnya 1,5 gelas setiap kali diare

Anak diatas 12 tahun & dewasa

3 jam pertama 12 gelas, selanjutnya 2 gelas setiap kali diare (1 gelas : 200 cc)

d. Apa indikasi dan kontraindikasi dari pemberian oralit pada anak?

Jawab:

Indikasi:

Mencegah dan mengobati kekurangan cairan dalam tubuh (dehidrasi) akibat diare/muntaber.

Kontraindikasi:

Obstruksi atau perforasi usus

4. Pemeriksaan fisik:

Keadaan umum: kesadaran apatis, nadi tidak teraba, frekuensi napas 40x/menit, capillary refilled > 3 detik.

a. Apa interpretasi keadaan umum?

Jawab:

Temuan

Interpretasi

Apatis

Penurunan kesadaran, keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.

Nadi tidak teraba

Tanda syok, menunjukkan perfusi jaringan yang tidak adekuat, dalam keadaan syok dilakukan kompensasi pada tubuh dengan dilakukannya vasokonstriksi perifer sehingga terjadi penurunan kekuatan nadi dan isi pada perifer.

Frekuensi napas : 40x/menit

Takipnue, adanya usaha untuk memperoleh O2 lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan O2 di organ vital (otak, jantung) sebagai kompensasi dari syok hipovolemik sebagai vasokontriksi pembuluh darah (normalnya 20-30 x/menit untuk usia 2-5 tahun, menurut kriteria WHO untuk > 12 bulan RR >40 x/menit didiagnosis sebagai takipnue)

Capillary refilled > 3 detik

Penurunan perfusi/aliran darah ke perifer, tanda dehidrasi berat, akan menyebabkan defisir cairan intravascular (normal < 2 detik)

b. Bagaimana patofisiologi hasil yang abnormal?

Jawab:

infeksi sekunder serotive virus virus bebas bereplikasi di dalam sel makrofag terbentuk kompleks virus antigen antibody peningkatan permeabilitas kapiler perembesan plama intravascular ke ekstravaskular hipovolemia curah jantung CO aktivasi simpatis pengeluaran epinefrin Aliran darah perifer peningkatan aliran darah ke sentral gagal hipoksia pada otak apatis

infeksi sekunder serotive virus virus bebas bereplikasi di dalam sel makrofag terbentuk kompleks virus antigen antibody peningkatan permeabilitas kapiler perembesan plama intravascular ke ekstravaskular hipovolemia curah jantung CO aktivasi simpatis pengeluaran epinefrin vasokontriksi perifer aliran darah perifer perfusi jaringan nadi tidak teraba

aliran darah di perifer peningkatan usaha O2 untuk vital RR 40x/menit.

c. Bagaimana cara pemeriksaan capillary refilled?

Jawab:

indikasi pemeriksaan capillary refilled time adalah: dehidrasi dan penurunan perfusi perifer

cara pemeriksaan :

1. Dilakukan dengan memegang tangan lebih tinggi dari jantung,

2. Menekan lembut jari / jari kaki sampai putih

3. mencatat waktu yang dibutuhkan

5. Keadaan spesifik:

Kulit: kutis marmorata, teraba dingin dan turgor menurun

Kepala: mata cekung, mukosa bibir dan mulut kering

Thoraks: simetris, retraksi tidak ada. Jantung: bunyi jantung I dan II normal, bising tidak ada. Paru: vesikuler, ronchi tidak ada.

Abdomen: datar, lemas, bising usus meningkat, hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas: akral dingin (+/+)

a. Apa interpertasi keadaan spesifik?

Jawab:

Mukosa bibir dan mulut kering

Mukosa mulut yang terdiri dari 3 lapisan: 1) Lapisan epitelium, yang melapisi di bagian permukaan luar, terdiri dari berlapis-lapis sel mati yang berbentuk pipih (datar) dimana lapisan sel-sel yang mati ini selalu diganti terus-menerus dari bawah, dan sel-sel ini disebut dengan stratified squamous epithelium. 2) Membrana basalis, yang merupakan lapisan pemisah antara lapisan ephitelium dengan lamina propria, berupa serabut kolagen dan elastis. 3) Lamina propria, Pada lamina propria ini terdapat ujung-ujung saraf rasa sakit, raba, suhu dan cita rasa. Selain ujung-ujung saraf tersebut terdapat juga pleksus kapiler, jaringan limf dan elemen-elemen penghasil sekret dari kelenjar-kelenjar ludah yang kecil-kecil. Kelenjar ludah yang halus terdapat di seluruh jaringan mukosa mulut.

Dalam keadaan dehidrasi cairan tubuh akan berkurang ( mempengaruhi sekresi ludah oleh kelenjar ludah (menurun) di lamina propria ( mukosa mulut tampak kering.

Cutis Marmorata adalah bercak-bercak kemerahan yang berbentuk menyerupai lingkaran (bulat-bulat kemerahan) pada badan, tangan dan kaki. Penyebab cutis marmorata adalah respon pembuluh darah terhadap suhu udara/lingkungan yang dingin dan biasanya akan menghilang setelah bayi dihangatkan. Cutis marmorata bisa juga terjadi karena keadaan trombositopenia.

Teraba dingin dan capillary time >3 detik kompensasi tubuh akibat gangguan hemodinamik dan metabolik yang di tandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ2 vital tubuh (Guyton, 2008).

b. Bagaimana patofisiologi hasil yang abnormal?

Jawab:

infeksi sekunder serotive virus virus bebas bereplikasi di dalam sel makrofag terbentuk kompleks virus antigen antibody peningkatan permeabilitas kapiler perembesan plama intravascular ke ekstravaskular kutis marmorata

infeksi sekunder serotive virus virus bebas bereplikasi di dalam sel makrofag terbentuk kompleks virus antigen antibody peningkatan permeabilitas kapiler perembesan plama intravascular ke ekstravaskular hipovolemia curah jantung CO aktivasi simpatis pengeluaran epinefrin vasokontriksi perifer aliran darah perifer perfusi jaringan akral dingin dan capillary time >3 detik.

6. Dari hasil pemeriksaan diatas Dokter IGD tersebut akan melakukan tindakan pertolongan pertama yaitu memposisikan anak dalam posisi hirup, memberikan oksigen intranasal, kemudian saat akan memberikan cairan resusitasi, akses vena sulit didapat sehingga dokter mengambil keputusan untuk melakukan intraoseus dan diberikan resusitasi cairan. Selain itu dokter juga berupaya konsul ke dokter spesialis untuk dilakukan pemasangan vena seksi.

a. Apakah penatalaksanaan awal yang dilakukan oleh dokter IGD sudah

benar dan tepat? Jika belum tepat apa yang harus dilakukan?

Jawab:Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.

Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC. Jalan nafas (A = air way) harus bebas kalau perlu dengan pemasangan pipa endotrakeal. Pernafasan (B = breathing) harus terjamin, kalau perlu dengan memberikan ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100%. Defisit volume peredaran darah (C = circulation) pada syok hipovolemik sejati atau hipovolemia relatif (syok septik, syok neurogenik, dan syok anafilaktik) harus diatasi dengan pemberian cairan intravena dan bila perlu pemberian obat-obatan inotropik untuk mempertahankan fungsi jantung atau obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer.

Segera menghentikan perdarahan yang terlihat dan mengatasi nyeri yang hebat, yang juga bisa merupakan penyebab syok. Pada syok septik, sumber sepsis harus dicari dan ditanggulangi.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai pertolongan pertama dalam menghadapi syok:

Posisi Tubuh

1. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum posisi penderita dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.

2. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk menghindari terjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan pertolongan pertama seperti pertolongan untuk membebaskan jalan napas.

3. Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh (berbaring miring) untuk memudahkan cairan keluar dari rongga mulut dan untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh muntah atau darah. Penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan bahwa saluran nafas tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia.

4. Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar atau kepala agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari bagian tubuh lainnya.

5. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita dibaringkan dengan posisi telentang datar.

6. Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita telentang dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih besar dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita menjadi kesakitan segera turunkan kakinya kembali.

Pertahankan Respirasi

1. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.

2. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas (Gudel/oropharingeal airway).

3. Berikan oksigen 6 liter/menit

4. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT.

Pertahankan Sirkulasi

Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP).

Cari dan Atasi Penyebab Syok Hipovolemik

Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.

Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada dibetes atau penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan karena diuresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus.

Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial.

Dengan demikain, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan cairan garam seimbang.

Penanggulangan

Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16. Infus dengan cepat larutan kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena (v. jugularis) yang kolaps terisi. Sementara, bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan mintakan darah. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan.

Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus: Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia. Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfusi cairan.

Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur produksi urin. Produksi urin harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan adanya hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan produksi urine. Dopamin 2--5 g/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran tekanan vena sentral (normal 8--12 cmH2O), dan bila masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak, pucat, dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi cairan.

b. Bagaimana penilaian awal pada kasus gawat darurat

pediatric? (dehidrasi dan diare)

Jawab:

General Pediatrict Assessment

Pediatric assessment triangle

Indicator penilaian

Hasil penilaian

Interpretasi

APPEARANCE

1. Status mental

Apatis

Penurunan kesadaran

2. Respon terhadap sekitar

3. Tonus otot

Anak tampak lesu

Suplai oksigen ke seluruh tubuh menurun

4. Posisi tubuh

5 Berbicara atau menangis

BREATHING

Suara nafas abnormal

Posisi abnormal

Retraksi

Pernapasan cuping hidung

CIRCULATION

Sianosis

Mottled

Kutis marmorata dan akral dingin

Vasokontriksi perifer

Pucat

Berdasarkan general assessment didapatkan kondisi pasien tidak stabil (unstable). Ditandai dengan adanya gangguan pada APPEARANCE dan CIRCULATION ( SYOK

Primary pediatric assessment

Airway: Jalan napas

Breathing: Pernapasan

Circulation: Sirkulasi

Disability

Resusitasi Awal Syok Hipovolemia

Prinsip penatalaksanaan kegawatdaruratan medik pada syok:

Pastikanjalan napas.

Berikanoksigentambahan.

Menyediakan transportasilangsung.

Terus memantautanda-tandavitaldalam perjalanan.

HubungiALS untukcadanganbila diperlukan.

Secondary Assessment

Dilakukan setelah :

a) Primary survey selesai dilakukan

b) ABCDEs sudah dinilai kembali

c) Fungsi vital sudah kembali normal/stabil

1) Alloanamnesis: SAMPLE

a. Symptoms

b. Allergies

c. Medications

d. Past illnesses

e. Last meal

f. Events / Environment / Mechanism

Tanyakan riwayat yang lengkap pada orangtua pasien

2) Pemeriksaan fisik:

a) Tingkat kesadaran,

b) Pupil,

c) Pem.fisik lengkap detail : kepala, maksilofasial, leher, toraks, abdomen, pelvis, medulla spinalis, kolumna vertebralis, ekstremitas

d) Pemeriksaan neurologis lengkap

Tertiary pediatric assessment

Pemeriksaan khusus untuk diagnosa

Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa keadaan penderita dengan teliti dan pastikan hemodinamik stabil. Selalu siapkan perlengkapan resusitasi di dekat penderita karena pemeriksaan tambahan biasanya dilakukan di ruangan lain. Pemeriksaan penunjang:

Lab (CBC, elektrolit darah, kimia darah)

Pulse oxymetri : untuk mengukur saturasi oksigen dan laju nadi sirkulasi perifer

EEG

c. Apa saja macam- macam cairan resusitasi? Cairan apa yang diberikan untuk kasus ini?

Jawab :

Ada 2 jenis cairan resustasi :

Cairan Kristaloid

Cairan kristaloid terdiri dari:

1. Cairan Hipotonik

Cairan ini didistribusikan ke ekstraseluler dan intraseluluer. Oleh karena itu penggunaannya ditujukan kepada kehilangan cairan intraseluler seperti pada dehidrasi kronik dan pada kelainan keseimbangan elektrolit terutama pada keadaan hipernatremi yang disebabkan oleh kehilangan cairan pada diabetes insipidus. Cairan ini tidak dapat digunakan sebagai cairan resusitasi pada kegawatan. Contohnya dextrosa 5%

2. Cairan Isotonik

Cairan isotonik terdiri dari cairan garam faali (NaCl 0,9%), ringer laktat dan plasmalyte. Ketiga jenis cairan ini efektif untuk meningkatkan isi intravaskuler yang adekuat dan diperlukan jumlah cairan ini 4x lebih besar dari kehilangannya. Cairan ini cukup efektif sebagai cairan resusitasi dan waktu yang diperlukanpun relatif lebih pendek dibanding dengan cairan koloid.

3. Cairan Hipertonik

Cairan ini mengandung natrium yang merupakan ion ekstraseluler utama. Oleh karena itu pemberian natrium hipertonik akan menarik cairan intraseluler ke dalam ekstra seluler. Peristiwa ini dikenal dengan infus internal. Disamping itu cairan natrium hipertonik mempunyai efek inotropik positif antara lain memvasodilatasi pembuluh darah paru dan sistemik. Cairan ini bermanfaat untuk luka bakar karena dapat mengurangi edema pada luka bakar, edema perifer dan mengurangi jumlah cairan yang dibutuhkan, contohnya NaCl 3%

Beberapa contoh cairan kristaloid :

Ringer Laktat (RL)

Larutan yang mengandung konsentrasi Natrium 130 mEq/L, Kalium 4 mEq/l, Klorida 109 mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Laktat 28 mEq/L. Laktat pada larutan ini dimetabolisme di dalam hati dan sebagian kecil metabolisme juga terjadi dalam ginjal. Metabolisme ini akan terganggu pada penyakit yang menyebabkan gangguan fungsi hati. Laktat dimetabolisme menjadi piruvat kemudian dikonversi menjadi CO2 dan H2O (80% dikatalisis oleh enzim piruvat dehidrogenase) atau glukosa (20% dikatalisis oleh piruvat karboksilase). Kedua proses ini akan membentuk HCO3.

Sejauh ini Ringer Laktat masih merupakan terapi pilihan karena komposisi elektrolitnya lebih mendekati komposisi elektrolit plasma. Cairan ini digunakan untuk mengatasi kehilangan cairan ekstra seluler yang akut. Cairan ini diberikan pada dehidrasi berat karena diare murni dan demam berdarah dengue. Pada keadaan syok, dehidrasi atau DSS pemberiannya bisa diguyur.

Ringer Asetat

Cairan ini mengandung Natrium 130 mEq/l, Klorida 109 mEq/l, Kalium 4 mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Asetat 28 mEq/l. Cairan ini lebih cepat mengoreksi keadaan asidosis metabolik dibandingkan Ringer Laktat, karena asetat dimetabolisir di dalam otot, sedangkan laktat di dalam hati. Laju metabolisme asetat 250 400 mEq/jam, sedangkan laktat 100 mEq/jam. Asetat akan dimetabolisme menjadi bikarbonat dengan cara asetat bergabung dengan ko-enzim A untuk membentuk asetil ko-A., reaksi ini dikatalisis oleh asetil ko-A sintetase dan mengkonsumsi ion hidrogen dalam prosesnya. Cairan ini bisa mengganti pemakaian Ringer Laktat.

Glukosa 5%, 10% dan 20%

Larutan yang berisi Dextrosa 50 gr/liter , 100 gr/liter , 200 gr/liter.9 Glukosa 5% digunakan pada keadaan gagal jantung sedangkan Glukosa 10% dan 20% digunakan pada keadaan hipoglikemi , gagal ginjal akut dengan anuria dan gagal ginjal akut dengan oliguria .

NaCl 0,9%

Cairan fisiologis ini terdiri dari 154 mEq/L Natrium dan 154 mEq/L Klorida, yang digunakan sebagai cairan pengganti dan dianjurkan sebagai awal untuk penatalaksanaan hipovolemia yang disertai dengan hiponatremia, hipokloremia atau alkalosis metabolik. Cairan ini digunakan pada demam berdarah dengue dan renjatan kardiogenik juga pada sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium seperti asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikal dan luka bakar. Pada anak dan bayi sakit penggunaan NaCl biasanya dikombinasikan dengan cairan lain, seperti NaCl 0,9% dengan Glukosa 5 %.

Cairan Koloid

Jenis-jenis cairan koloid adalah :

Albumin.Terdiri dari 2 jenis yaitu:

1. Albumin endogen.

Albumin endogen merupakan protein utama yang dihasilkan dihasilkan di hati dengan BM antara 66.000 sampai dengan 69.000, terdiri dari 584 asam amino. Albumin merupakan protein serum utama dan berperan 80% terhadap tekanan onkotik plasma. Penurunan kadar Albumin 50 % akan menurunkan tekanan onkotik plasmanya 1/3nya.

2. Albumin eksogen.

Albumin eksogen ada 2 jenis yaitu human serum albumin, albumin eksogen yang diproduksi berasal dari serum manusia dan albumin eksogen yang dimurnikan (Purified protein fraction) dibuat dari plasma manusia yang dimurnikan.

Albumin ini tersedia dengan kadar 5% atau 25% dalam garam fisiologis. Albumin 25% bila diberikan intravaskuler akan meningkatkan isi intravaskuler mendekati 5x jumlah yang diberikan.Hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan onkotik plasma. Peningkatan ini menyebabkan translokasi cairan intersisial ke intravaskuler sepanjang jumlah cairan intersisial mencukupi.

Komplikasi albumin adalah hipokalsemia yang dapat menyebabkan depresi fungsi miokardium, reaksi alegi terutama pada jenis yang dibuat dari fraksi protein yang dimurnikan. Hal ini karena factor aktivator prekalkrein yang cukup tinggi dan disamping itu harganya pun lebih mahal dibanding dengan kristaloid.

Larutan ini digunakan pada sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom

HES (Hidroxy Ethyl Starch)

Senyawa kimia sintetis yang menyerupai glikogen. Cairan ini mengandung partikel dengan BM beragam dan merupakan campuran yang sangat heterogen.Tersedia dalam bentuk larutan 6% dalam garam fisiologis. Tekanan onkotiknya adalah 30 mmHg dan osmolaritasnya 310 mosm/l. HES dibentuk dari hidroksilasi aminopektin, salah satu cabang polimer glukosa.

Pada penelitian klinis dilaporkan bahwa HES merupakan volume ekspander yang cukup efektif. Efek intarvaskulernya dapat berlangsung 3-24 jam. Pengikatan cairan intravasuler melebihi jumlah cairan yang diberikan oleh karena tekanan onkotiknya yang lebih tinggi.

Komplikasi yang dijumpai adalah adanya gangguan mekanisme pembekuan darah. Hal ini terjadi bila dosisnya melebihi 20 ml/ kgBB/ hari.8

Dextran

Campuran dari polimer glukosa dengan berbagai macam ukuran dan berat molekul. Dihasilkan oleh bakteri Leucomostoc mesenteriodes yang dikembang biakkan di media sucrose. BM bervariasi dari beberapa ribu sampai jutaan Dalton.

Ada 2 jenis dextran yaitu dextran 40 dan 70. dextran 70 mempunyai BM 70.000 (25.000-125.000). sediaannya terdapat dalam konsentrasi 6% dalam garam fisiologis. Dextran ini lebih lambat dieksresikan dibandingkan dextran 40. Oleh karena itu dextran 70 lebih efektif sebagai volume ekspander dan merupakan pilihan terbaik dibadingkan dengan dextran 40.

Dextran 40 mempunyai BM 40.000 tersedia dalam konsentrasi 10% dalam garam fisiologis atau glukosa 5%. Molekul kecil ini difiltrasi cepat oleh ginjal dan dapat memberikan efek diuretik ringan. Sebagian kecil dapat menembus membran kapiler dan masuk ke ruang intersisial dan sebagian lagi melalui sistim limfatik kembali ke intravaskuler.

Pemberian dextran untuk resusitasi cairan pada syok dan kegawatan menghasilkan perubahan hemodinamik berupa peningkatan transpor oksigen. Cairan ini digunakan pad penyakit sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom.

Komplikasi antara lain payah ginjal akut, reaksi anafilaktik dan gangguan pembekuan darah.8

Gelatin

Cairan ini banyak digunakan sebagai cairan resusitasi terutama pada orang dewasa dan pada bencana alam.

Terdapat 2 bentuk sediaan yaitu:

Modified Fluid Gelatin (MFG)

Urea Bridged Gelatin (UBG)

Kedua cairan ini punya BM 35.000. Kedua jenis gelatin ini punya efek volume expander yang baik pada kegawatan. Komplikasi yang sering terjadi adalah reaksi anafilaksis

d. Apa indikasi pemberian O2 secara intranasal?

Jawab:

Pemberian O2 secara intra nasal

Adanya gangguan jalan nafas.

Adanya gangguan pada proses pernafasan

Keadaan hipoksia berat

Gangguan anatomis dan penyakit yang mengharuskan dipasanganya O2

secara intranasal.

e. Bagaimana indikasi dan kontraindikasi dari pemberian resusitasi secara intraoseus, vena seksi, dn akses vena?

Jawab:

Intraosseus

Indikasi:

Akses vaskuler diperlukan segera untuk resusitasi dimana akses vaskuler tidak bisa dilakukan atau terlambat ( lebih 3 menit) bila dilakukan. Prosedur ini sangat bermanfaat pada kondisi pasien anak yang mengalami henti jantung. Kondisi lain yang membutuhkan tindakan ini antara lain : shock, trauma, dehidrasi berat, status epileptikus, atau berbagai kondisi yang membutuhkan pemberian cairan, obat-obatan, atau tranfusi yang sifatnya segera.

Kontraindikasi:

Pada lokasi pemasangan intraosseous tidak boleh mengalami selulitis,

abses dan luka bakar

Fraktur tulang ipsilateral akan meningkatkan resiko ekstravasasi yang

mendorong terjadinya kompartemen sindrom dan nonunionpada fraktur tulang.

Osteogenesis imperfekta dan osteopetrosis

Kontra indikasi relatif pada kegagalan pemasangan intraosseous pada

tulang yang sama

Vena Seksi

Indikasi

Penderita syok hipovolemik yang dengan cara non pembedahan

(perkutaneus)

tidak bisa didapatkan akses vena untuk resusitasi cairan.

Kontra indikasi

Trombosis vena

Koagulopati (PT atau PTT > 1.5 x kontrol)

f. Cairan apa yang tepat untuk kasus ini dan berapa banyak jumlah cairan yang diberikan ?

Jawab :

Sebaiknya diberikan cairan kristaloid yang isotonis atau yang sedikit hipertonis. Cairan yang dapat dipakai: Ringer Laktat(RL); Glukose 5% dalam half strength NACL 0,9%; RL-D5, dibuat dengan menambahkan 6,25 cc RL dengan 6,25 cc D40%; atau NaCl 0,9% : D10aa ditambahkan Natrium bikarbonas 7,5% sebanyak 2 cc/kgBB.

Plasma/plasma ekspander. Diperlukan pada penderita renjatan berat atau bila tidak segera mengalami perbaikan dengan cairan kristaloid diatas. Bila dapat cepat disiapkan , diberikan sebagai pengganti cairan pertama lalu setelah itu cairan pertama dilanjutkan lagi. Bila setelah pemberian cairan pertama nilai hematokrit masih tinggi dan hitung trombosit masih rendah. Dosis 10-20 cc/kgBB dalam 1-2 jam. Bila nadi/tekanan darah masih jelek atau Ht masih tinggi, dapat ditambahkan plasma 10 cc/kgBB setiap jam sampai total 40 cc/kgBB. Yang digunakan seperti Plasbumin (Human albumin 25%), Plasmanate (plasma protein fraction 5%), plasmafuchsin, Dekstran L 40.

Dosis/kecepatan pemberian cairan kristaloid. Dosis yang biasa diberikan ialah 20-40 cc/kgBB diberikan secepat mungkin dalam 1-2 jam. Untuk renjatan yang tidak berat, cairan diberikan dengan kecepatan 20 cc/kgBB/jam dan dapat diulang hingga 2 kali, bahkan bila vena kolaps dimana pemberian yang diharapkan tidak dapat dicapai, maka dapat diberikan dengan semprit secara cepat sebanyak 100-200 cc. Untuk menentukan guyur tidaknya pemberian cairan, maka dilakukan pengukuran central venous pressure (CVP/JVP) dengan pemasangan kateter vena sentralis biasanya pada v. Basilica lengan kiri atau kanan, apabila nilai kurang dari 5 maka cairan diguyur sampai nilai=5 dan dipertahankan antara 5-8 cm H20.

7. Apa yang mungkin terjadi pada kasus ini?

Jawab:

Diare dengan dehidrasi ringan

Diare dengan dehidrasi sedang

Diare dengan dehidrasi berat

Kaki tangan dingin

-

+

+

Tampak lesu

+

+

+

Tidak BAK 10 jam

-

+/-

+

Capillary reffil time

-

> 2 detik

> 3 detik

Turgor

-

-/+

+

Nadi filiformis

-

-/+

+

Apatis

-

-/+

+

RR 40x/menit

-

-/+

+

Mukosa mulut kering dan mata cekung

+/-

+

+

8. Pemeriksaan tambahan apa yang diperlukan untuk kasus ini?

Jawab:

1. Pemeriksaan Tinja

a. Makroskopis dan mikroskopis.

b. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest, bila diduga terdapat intoleransi gula.

c. Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.

2. Pemeriksaan Darah

a. pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium dan Fosfor)

dalam serum untuk menentukan keseimbangan asama basa.

b. Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.

9. Apa yang paling mungkin terjadi pada kasus?

Jawab:

Syok hipovolemik et causa dehidrasi berat yang disebabkan oleh diare (gastroenteritis akut)

10. Bagaimana penatalaksanaan yang harus dilakukan untuk kasus ini?

Jawab:

Tatalaksana diare dengan dehidrasi :

WHO menganjurkan empat hal utama yang efektif dalam menangani anak-anak yang menderita diare akut, yaitu:

1. Penggantian cairan (rehidrasi), cairan yang diberikan secara oral untuk mencegah dehidrasi dan mengatasi dehidrasi yang sudah terjadi

2. Pemberian makanan terutama asi, selama diare dan pada masa penyembuhan diteruskan

3. Tidak menggunakan obat antidiare

Antibiotika hanya diberikan pada kasus kolera dan disentri yang disebabkan oleh shigella, sedangkan metronodazole diberikan pada kasus giardiasis dan amebiasis

4. Petunjuk yang efektif bagi ibu serta pengasuh tentang:

Bagaimana merawat anak yang sakit di rumah, terutama tentang bagaimana membuat oralit dan cara memberikannya

Tanda-tanda yang dapat dipakai sebagai pedoman untuk membawa anak kembali berobat dan mendapat pengawasan medik yang baik

Metoda yang efektif untuk mencegah kejadian diare.

Petunjuk pengobatan rehidrasi intravena pada penderita dehidrasi berat :

Kelompok umur

Jenis cairan / cara pemberian

Jumlah cairan per kb.bb

Waktu pemberian

Anak > 2 tahun

RL intravena

100 mL

3 jam

(pasien dengan renjatan berikan secepat ,ungkin sampai nadi teraba cukup kuat)

Jumlah cairan:

= 30 cc/kgBB x (berat badan anak)

= 30 cc/kgBB x 12 kg

= 360 cc

Catatan:

1 cc = 20 tetes

20 tetes x 360 cc = 7200 cc / 60 menit = 120 tetes/menit

11. Apa yang terjadi jika tidak ditatalaksana secara komprehensif?

Jawab:

a. Gagal ginjal akut

b. ARDS (acute respiratory distress syndrome/shock lung)

c. Depresi miokard-gagal jantung

d. Gangguan koagulasi/pembekuan

e. SSP dan Organ lain

f. Evaluasi gejala sisa SSP sangat penting, mengingat organ ini sangat sensitif terhadap hipoksia yang dapat terjadi pada renjatan berkepanjangan

12. Bagaimana peluang kesembuhannya?

Jawab:

Quo ad vitam: dubia ad bonam

Quo ad fungsionam: dubia ad bonam

13. Kompetensi yang sesuai sebagai dokter umum untuk kasus ini?

Jawab:

Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan Merujuk

3B. Gawat darurat

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

14. Pandangan Islam

Jawab:

Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan menggugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang menggugurkan daun-daunnya. (HR. Bukhari dan Muslim)

2.6 Kesimpulan

Natasya, bayi perempuan, usia 3 tahun, mengalami syok hipovolemik et causa dehidrasi berat yang disebabkan oleh diare (gastroenteritis akut).

2.7 Kerangka Konsep

DAFTAR PUSTAKA

Bresler, Michael Jay dan George L. Sternbach. 2006. Kedokteran Darurat Jakarta: EGC.

Committee, American College of Surgeons, Advanced Trauma Life Support untuk Dokter, Ed. 7, Chicago: 633 N. Saint Clair St., 2004, 44-47, 112-125.

Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam buku: Darovic G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive Clinical Application. USA : EB. Saunders Co. 1995 ; 441 - 499.

Guyton, AC dan Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: ECG, 2008.

Hassan, Rosepto dkk.1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fajultas kedokteran Universitas Indonesia.

Juffrie, Mohammad, dkk. 2012. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi, Jakarta. IDAI.

Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.

Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Sudoyo, dkk. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:Interna Publishing.

Suraatmaja, Sudaryat. 2010. Kapita Selekta Gastoenterologi Anak. Sagung Seto : Jakarta.

Thijs L G. The Heart in Shock (With Emphasis on Septic Shock). Dalam kumpulan makalah: Indonesian Symposium On Shock & Critical Care. Jakarta-Indonesia, August 30 - September 1, 1996 ; 1 - 4.

Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management of Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care Medicine, 1997.

Gastroenteritis akut

BAB cair 6-8x/ hari

muntah

Diare

Tidak BAK sejak 10 jam

Dehidrasi berat

Syok hipovolemik

Mata cekung

Apatis

Nadi tidak teraba

Akral dingin

FK UMP 2011 | 45