184
BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan dengan judul permasalahan yang dikemukakan, merupakan pisau analisis guna menjawab pokok-pokok permasalahan yang dikemukakan dalam disertasi ini. Teori yang digunakan dalam penelititan dan penulisan disertasi ini, adalah teori-teori yang berkaitan dengan kewenangan lembaga negara dalam pembentukan undang-undang, baik dilihat dari substansi maupun dalam konteksnya, terutama Negara Timor-Leste di mana di satu pihak Timor-Leste memiliki heterogenitas nilai, suku, agama, di pihak lain secara nasional menganut hukum nasional yang harus dianut oleh seluruh warga Negara. Teori-teori yang digunakan tersebut diharapkan bisa menjadi model wacana teoritis yang dapat membantu dalam mengembangkan perspektif hukum dalam bidang Politik, Tata Negara, dan Pemerintahan terutama untuk kepentingan ilmiah, yang berkaitan dengan lembaga legislatif, eksekutif dan yudisial. Teori-teori tersebut digunakan, sebagai pisau analisis terhadap permasalahan yang dikemukakan dalam latar belakang, yang berkaitan dengan 4 (empat) kajian hukum yaitu: (1) hukum, (2) pembentukan hukum, (3) Implementasi hukum, dan (4) interaksi politik dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. 2.1 Teori Trias Politika Negara Republik Demokratik Timor-Leste, adalah negara hukum yang demokratis, memiliki 4 (empat) lembaga kedaulatan negara, yang menurut ketentuan

sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

BAB II

LANDASAN TEORITIS

Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep

serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan dengan judul permasalahan

yang dikemukakan, merupakan pisau analisis guna menjawab pokok-pokok

permasalahan yang dikemukakan dalam disertasi ini. Teori yang digunakan dalam

penelititan dan penulisan disertasi ini, adalah teori-teori yang berkaitan dengan

kewenangan lembaga negara dalam pembentukan undang-undang, baik dilihat dari

substansi maupun dalam konteksnya, terutama Negara Timor-Leste di mana di satu pihak

Timor-Leste memiliki heterogenitas nilai, suku, agama, di pihak lain secara nasional

menganut hukum nasional yang harus dianut oleh seluruh warga Negara. Teori-teori yang

digunakan tersebut diharapkan bisa menjadi model wacana teoritis yang dapat membantu

dalam mengembangkan perspektif hukum dalam bidang Politik, Tata Negara, dan

Pemerintahan terutama untuk kepentingan ilmiah, yang berkaitan dengan lembaga

legislatif, eksekutif dan yudisial. Teori-teori tersebut digunakan, sebagai pisau analisis

terhadap permasalahan yang dikemukakan dalam latar belakang, yang berkaitan dengan

4 (empat) kajian hukum yaitu: (1) hukum, (2) pembentukan hukum, (3) Implementasi

hukum, dan (4) interaksi politik dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

2.1 Teori Trias Politika

Negara Republik Demokratik Timor-Leste, adalah negara hukum yang

demokratis, memiliki 4 (empat) lembaga kedaulatan negara, yang menurut ketentuan

Page 2: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Pasal 67 Konstitusi RDTL Tahun 2002 bahwa, lembaga-lembaga kedaulatan Negara

terdiri atas: Presiden Republik, Parlemen Nasional, Pemerintah, dan Pengadilan.

Lembaga-lembaga kedaulatan negara tersebut, dalam melaksanakan fungsinya, harus

mengikuti asas pemisahan kekuasaan, menurut ketentuan Pasal 69 Konstitusi RDTL

Tahun 2002 bahwa, lembaga-lembaga kedaulatan negara, dalam hubungannya satu sama

lain dan dalam pelaksanaan fungsi-fungsinya, harus mengikuti asas pemisahan kekuasaan

dan saling ketergantungan yang ditetapkan dalam UUD.

Bertitik tolak dari lembaga kedaulatan negara dalam Konsttusi RDTL tersebut

di atas, dikaitkan dengan teori trias politika, yang dikemukakan oleh Montesquieu, dalam

bukunya “L’Esprit des Lois” (1748), yang mengikuti jalan pikiran John Locke, membagi

kekuasaan negara dalam tiga cabang, yaitu (i) kekuasaan legislatif sebagai pembuat

undang-undang, (ii) eksekutif yang melaksanakan undang-undang, dan (iii) yudisial

untuk menghakimi. Klasifikasi Montesquieu inilah dikenal pembagian kekuasaan negara

modern dalam tiga fungsi, yaitu: legislatif (the legislative function), eksekutif (the

executive or administrative function), dan yudisial (the judicial function).1 Sebelumnya,

John Locke, juga membagi kekuasaan negara dalam 3 (tiga) fungsi, tetapi berbeda isinya.

Menurut John Locke, fungsi-fungsi kekuasaan negara itu meliputi:2

1) Fungsi Legislatif;

2) Fungsi Eksekutif;

3) Fungsi Federatif.

1 Ibid. 13 2 Ibid.

Page 3: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Dalam bidang legislatif dan eksekutif, pendapat ke dua sarjana itu, nampaknya

mirip tetapi dalam bidang yang ketiga pendapat mereka berbeda. John Locke

mengutamakan fungsi federatif, sedangkan Baron de Montesquieu mengutamakan fungsi

kekuasaan kehakiman (yudisial).3 Montesquieu lebih melihat pembagian atau pemisahan

kekuasaan itu dari segi hak asasi manusia setiap warga negara, sedangkan John Locke

lebih melihatnya dari segi hubungan kedalam dan keluar dengan negara-negara lain. Bagi

John Locke, penjelmaan fungsi defencie baru timbul apabila fungsi diplomacie terbukti

gagal, dan yang dianggap penting adalah fungsi federatif. Sedangkan, fungsi yudisial bagi

Locke, cukup dimasukkan ke dalam kategori fungsi legislatif, yaitu terkait dengan fungsi

pelaksanaan hukum. Tetapi bagi Montesquieu, fungsi pertahanan (defence) dan hubungan

luar (diplomasi) yang termasuk ke dalam fungsi eksekutif, sehingga tidak perlu disebut

tersendiri. Justru dianggap penting oleh Montesquieu, adalah fungsi yudisial atau fungsi

kekuasaan kehakiman. Van Vollenhoven, membagi fungsi kekuasaan itu ke dalam 4

(empat) fungsi, yang kemudian biasa disebut dengan “catur praja”, yaitu:4

1) Regeling (pengaturan) yang kurang lebih identik dengan fungsi legislatif

menurut Montesquieu;

2) Bestuur yang identik dengan fungsi pemerintahan eksekutif;

3) Rechtspraak (peradilan); dan

4) Politie yang menurutnya merupakan fungsi untuk menjaga ketertiban dalam

masyarakat (social order) dan peri kehidupan bernegara.

Di samping itu, dalam studi Ilmu Administrasi Publik atau public

administration dikenal pula adanya teori yang membagi kekuasaan ke dalam dua fungsi

3 Miriam Budiardjo. 2005, Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 282 4 Jimly Asshiddiqqie, op.cit. h.14

Page 4: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

saja. Kedua fungsi itu adalah (i) fungsi pembuatan kebijakan (policy making function),

dan (ii) fungsi pelaksanaan kebijakan (policy executing function). Semua usaha membagi

dan membedakan serta bahkan memisah-misahkan fungsi-fungsi kekuasaan itu ke dalam

beberapa cabang, pada pokoknya adalah dalam rangka membatasi kekuasaan itu sendiri

sehingga tidak menjadi sumber kesewenang-wenangan.

Konsep pemisahan dan pembagian kekuasaan, menurut Mohammad Kusnardi

dan Hermaily Ibrahim, dalam bukunya, Pengantar Hukum Tata Negara, menyatakan

bahwa, istilah pemisahan kekuasaan (separation of powers), dan pembagian kekuasaan

(divisions of power), merupakan dua istilah yang memiliki pengertian berbeda satu sama

lainnya.5 Pemisahan kekuasaan berarti, kekuasaan negara itu, terpisah-pisah dalam

beberapa bagian, baik mengenai organnya, maupun fungsinya. Dengan kata lain, lembaga

pemegang kekuasaan negara yang meliputi lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif,

merupakan lembaga yang terpisah satu sama lainnya, berdiri sendiri tanpa memerlukan

koordinasi dan kerjasama. Setiap lembaga menjalan fungsinya masing-masing. Contoh

negara yang menganut mekanisme pemisahan kekuasaan adalah Amerika Serikat.

Berbeda dengan mekanisme pemisahan kekuasaan, di dalam mekanisme

pembagian kekuasaan, kekuasaan negara itu memang dibagi-bagi dalam beberapa bagian

(legislatif, eksekutif dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa

konsekuensi bahwa, diantara lembaga-lembaga itu, dimungkinkan ada koordinasi atau

5 Mohammad Kusnardi dan Hermaily Ibrahim, 1983, Pengantar Hukum Tata Negara, Indonesia,

Fakultas hukum Universitas Negeri Malang, h.140

Page 5: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

kerjasama. Mekanisme pembagian ini banyak sekali dilakukan oleh banyak negara di

dunia, termasuk negara Timor-Leste.

Berdasarkan lembaga-lembaga kedaulatan Negara tersebut di atas, secara

historis bahwa, Timor-Leste memperoleh kembali kemerdekaannya secara dejure, pada

era mellineum ke 20, tepatnya pada tanggal 20 Mei Tahun 2002. Ide pembentukan

lembaga negara ini, berdasarkan teori trias politika, namun tidak secara mutlak

mengimplementasi ide Monstequiue, karena dalam Konstitusi Republik Demokratik

Timor-Leste, terdapat 4 lembaga tinggi negara, yaitu Presiden Republik, Parlemen

Nasional, Pemerintah, dan Pengadilan.

1) Kekuasaan Legislatif (Legislative Powers)

Menuurut ketentuan Pasal 92 Konstitusi RDTL bahwa, Parlemen Nasional

adalah lembaga kedaulatan Republik Demokratis Timor Leste yang mewakili semua

warga negara Timor-Leste dan diberikan wewenang legislatif, pengawasan dan

pengambilan keputusan politik. Kekuasaan legislatif adalah kekuasaan untuk membuat

undang-undang, pengawasan terhadap penyelenggaraan program pemerintah, dan

sosialisasi (civic education) kepada warganegaranya. Selanjutnya, Pasal 96 ayat (1)

Konstitusi RDTL Tahun 2002, Parlemen Nasional mengijinkan Pemerintah untuk

membentuk usulan undang-undang yang berkaitan dengan materi muatan sebagaimana

ditetapkan dalam ayat (1) tersebut. Selanjutnya Pasal 97 mengenai prakarsa undang-

undang ayat (1) bagian huruf (c) Pemerintah mempunyai kewenangan inisiatif untuk

membentuk undang-undang.

Page 6: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Dalam Negara hukum yang demokrasi, peraturan perundang-undangan harus

berdasarkan kedaulatan rakyat maka, badan perwakilan rakyat yang harus dianggap

sebagai badan yang mempunyai kekuasaan tertinggi untuk menyusun undang-undang

yang dinamakan legislatif. Lembaga legislatif ini sangatlah penting di dalam

penyelenggaraan Negara, karena undang-undang ibarat yang menegakkan hidup

perumahan negara dan sebagai alat yang menjadi pedoman hidup bagi masyarakat dan

negara. Sebagai badan pembentukan undang-undang maka, lembaga legislatif hanyalah

berhak untuk membentuk undang-undang, tidak boleh melaksanakannya, dan untuk

melaksanakan undang-undang haruslah diserahkan kepada badan lain (Pemerintah).

2) Kekuasaan Eksekutif (Executive Powers)

Menurut ketentuan Pasal 103 Konstitusi RDTL Tahun 2002 bahwa,

Pemerintah adalah badan kedaulatan yang bertanggung jawab atas pengarahan dan

pelaksanaan kebijakan umum negara dan merupakan badan pemerintahan umum

tertinggi. Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan untuk menjalankan undang-undang.

Kekuasaan menjalankan undang-undang ini, dipegang oleh kepala Pemerintah dalam hal

ini, Perdana Menteri, Perdana menteri tentu tidak dapat dengan sendirinya menjalankan

segalah undang-undang, oleh karena itu, kekuasaan dari Perdana Menteri dilimpahkan

(didelegasikan) kepada pejabat-pejabat Pemerintah atau institusi-institusi yang

merupakan suatu badan pelaksana undang-undang (badan eksekutif), badan inilah yang

berkewajiban menjalankan kekuasaan eksekutif. Selanjutnya Pasal 115 ayat (3)

Konstitusi RDTL Tahun 2002 menentukan bahwa, Pemerintah mempunyai wewenang

Page 7: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

legislatif eksklusif atas urusan yang menyangkut penataan dan tata kerjanya sendiri, serta

atas penyelenggaraan Negara, baik secara langsung maupun tidak langsung.

3) Kekuasaan Yudikatif atau kekuasaan Kehakiman (Judicative Powers)

Dalam ketentuan Pasal 118 ayat (1) sampai ayat (3) Konstitusi RDTL Tahun

2002 ditentukan bahwa, Pengadilan adalah badan kedaulatan dengan wewenang untuk

menegakkan keadilan, atas nama rakyat. Dalam menjalankan fungsi-fungsinya,

pengadilan berhak memperoleh bantuan dari aparat Pemerintah lainnya; Putusan

pengadilan bersifat mengikat dan berada di atas putusan pihak berwewenang apapun

lainnya. Oleh karena itu, kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan untuk mengawasi dan

mengadili. Kekuasaan yudisial berkewajiban untuk mempertahankan UU dan berhak

untuk memberikan peradilan kepada rakyat. Badan yudisial yang memiliki kekuasaan

untuk memutuskan perkara yang dijatuhi dengan hukuman terhadap setiap pelanggaran

undang-undang yang telah diadakan dan dijalankan. Walaupun para hakim itu biasanya

diangkat oleh kepala negara (Presiden) tetapi mereka mempunyai kedudukan yang

istimewa dan mempunyai hak tersendiri, karena ia tidak diperintah oleh kepala negara

yang mengangkatnya, bahkan yudikatif adalah badan yang berhak menghukum kepala

negara, jika kepala negara melanggar hukum.

Bertitik tolak dari segi kelembagaan, prinsip kedaulatan rakyat itu, dikaitkan

dengan prinsip Negara hukum, yang menegaskan pada Pasal 69 Konstitusi RDTL 2002,

dengan demikian, pembatasan kekuasaan biasanya diwujudkan melalui dua cara, yaitu

sistem pemisahan kekuasaan (separation of power), atau pembagian kekuasaan

Page 8: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

(distritibuition atau divition of power). Dengan demikian teori trias politika digunakan

dalam disertasi ini, untuk menjustifikasi kewenangan lembaga negara dalam Konstitusi

Timor-Leste, yang berkaitan dengan ketentuan Pasal 69 tentang asas pemisahan

kekuasaan, yang menyatakan bahwa “lembaga-lembaga kedaulatan negara, dalam

hubungannya satu sama lain dan dalam pelaksanaan fungsi-fungsinya, harus mengikuti

asas pemisahan kekuasaan dan saling ketergantungan yang ditetapkan dalam konstitusi.”

Dalam formulasi kalimat “mengikuti asas pemisahan kekuasaan” dan “saling

ketergantungan” menimbulkan norma kabur, sehingga membingungkan masyarakat

tentang kewenangan lembaga negara dalam melaksanakan fungsinya, berdasarkan asas

pemisahan kekuasaan atau pembagian kekuasaan, oleh karena itu, dalam penulisan ini,

teori terias politika sangat relevan guna menganalisis dan menjelaskan secara jelas

terhadap fungsi kewenangan lembaga negara dalam Konstitusi, serta menganalisis

masalah pertama tentang landasan filosofis kewenangan lembaga negara dalam

pembentukan undang-undang berdasarkan Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste.

Secara ontologis, kekuasaan itu merupakan kemampuan seseorang untuk

memaksakan kehendaknya atas pihak lain. Dalam konteks negara hukum, sumber dan

batas-batas kekuasaan yang ditentukan oleh hukum, dan harus dipergunakan dalam

koridor hukum. Dari epistemologis, supaya terhindar dari penumpukan kekuasaan yang

dapat mengarah pada tindakan penyalahgunaan kekuasaan, maka dalam konsep negara

hukum juga disyaratkan adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan. Sedangkan secara

aksiologis, kekuasaan yang bersifat menentukan tidak semata-mata karena diperoleh

Page 9: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

dengan cara menundukkan pihak yang lemah melalui kekuatan fisik, melainkan terletak

dalam kekuasaan terhadap suara hati nurani manusia.

Secara historis, ada dua istilah atau konsep yang sangat berpengaruh di dunia

terkait ide negara yang berdasarkan atas hukum, yaitu konsep “rechtsstaat” yang

berkembang di Eropa Kontinental (abad XIX) dan konsep “rule of law” yang

berkembang di negara-negara Anglo Saxon. Kedua konsep tersebut berkaitan dengan

tipologi negara dipandang dari segi hubungan antara lembaga negara dalam hal ini

Pemerintah sebagai pihak yang memerintah (mengusai) dan warga negara sebagai pihak

yang dikuasai (yang diperintah). Konsep rechtsstaat yang bertumpu pada sistem civil law

lahir dari suatu perjuangan panjang menentang absolutisme kekuasaan negara

(machtstaat), sedangkan konsep rule of law bertumpuk pada sistem common law yang

bersifat memutus perkara yang didelegasikan kepada hakim berdasarkan hukum

kebiasaan di Inggris (common custom of England). Meskipun, antara konsep rechtsstaat

dan rule of law mempunyai perbedaan latar belakang historis, tetapi pada dasarnya

keduanya berkenaan dengan perlindungan atas hak-hak kebebasan sipil warga negara dari

kemungkinan tindakan sewenang-wenang kekuasaan negara.6

Pemerintahan yang berdasarkan hukum merupakan pemerintahan yang

menjunjung supremasi hukum dan tidak berdasarkan kepada kemauan manusianya.

6 Mukthie Fadjar, A., R 2003, Reformasi Konstitusi Dalam Masa Transisi Paradigmatik, In-Trans,

Malang, h. 8-9, dalam Abdul Rokhim, 2012, kekuasaan dalam Konteks negara hukum (kajian filosofis dari

aspek ontology, epistemology, dan aksiologi). https://aljurem.wordpress.com/2012/05/05/kekuasaan-

dalam-konteks-negara-hukum-kajian-filosofis-dari-aspek-ontologi-epistemologi-dan-aksiologi/. Diakses

pada tanggal 17 Februari 2018, h. 1

Page 10: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Sudikno Mertokusumo mengatakan dengan sebutan “the governance not by man but by

law”.7 Hal ini sejalan dengan prinsip pembagian kekuasaan pemerintahan (distribution of

power) yang dianut dalam Konstitusi RDTL Tahun 2002 yang dimaksud untuk

membatasi dan mencegah kemungkinan penumpukan maupun penyalahgunaan

kekuasaan pada badan/lembaga atau pejabat penyelenggara pemerintahan.8

Pembuatan undang-undang (legislator) tidak dapat menghukum ataupun

memihak individu-individu tertentu secara langsung, sehingga terhindar pula dari

dilakukan kontrol personal secara langsung. Pelaksanaan undang-undang (administrator)

berurusan dengan individu hanya sebatas aturan-aturan yang ditentukan, dan aturan-

aturan ini bukan dia yang membuatnya. Maka, berdasarkan pemikiran ini, pelaksana

undang-undang terhindar dari upaya penggunaan kekuasaan publik untuk mencapai

tujuan pribadi. Sebab, untuk bertindak dalam batas-batas yang ditentukan oleh undang-

undang harus ada orang lain dengan kewenangan terakhir untuk menentukan makna

hukum, dan dalam pelaksanaannya membutuhkan metode yang berbeda dengan metode

administratif.9 Apabila pelaksanaan hukum juga merangkap sebagai hakim, maka

mungkin saja makna aturan-aturan hukum yang wajib dilaksanakannya malah “dipelintir”

sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan-tujuan pribadinya, selain itu, dapat

menimbulkan penafsiran dalam metode administratif dan metode peradilan, sebab

7 I Made Arya Utama, 2005, Sistem Hukum Perizinan Berwawasan Lingkungan Hidup dalam

Mewujudkan Pembangunan Daerah yang Berkelanjutan, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas

Padjadjaran, Bandung, h. 21 8 Ibid. h. 21-22. 9 Roberto M. Unger, loc.cit. h. 235

Page 11: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

masing-masing metode memiliki keutamaan sendiri dan tidak bisa diabaikan demi

penyelenggaraan negara dengan sebaik-baiknya.

Menurut Hans Nawiasky bahwa, seluruh kegiatan negara juga dibagi menjadi

dua bidang, yakni: (1) Normgebung dan Normvollziehung. Yang dimaksud normgebung

adalah: “der Schaffung von Rechtsnormen” (pembentukan norma-norma hukum) dan

termasuk juga pengundangannya (der Erlasz von Gesetzen), yang sifatnya bebas dalam

memilih obyeknya menurut keperluan (inhaltlich frei). Sedangkan, Normvollziehung

merupakan fungsi pelaksanaan undang-undang (eksekutif) yang terikat pada norma-

norma atau undang-undang yang harus dijalankannya (inhaltlich gebunden). Selanjutnya,

Nawiasky membagi fungsi Normvollziehung ke dalam dua bagian, yaitu: (1) Verwaltung

atau pemerintahan (“pangreh”); dan (2) Rechtsplege atau peradilan. Dengan demikian,

pendirian ini sangat dekat dengan teori “dichotomy”-nya Kelsen.

Berdasarkan Konstitusi RDTL Tahun 2002, adanya sistem “Pemisahan

kekuasaan” dan “pembagian kekuasaan” (Separation of Power and division of powers),

walaupun dalam Pasal 69 menegaskan bahwa lembaga-lembaga kedaulatan negara,

dalam melaksanakan fungsinya harus tunduk pada asas pemisahan kekuasaan, namun

disisi lain, saling ketergantungan satu sama lain, dalam penyelenggaraan pemerintahan

negara. Asas pemisahan kekuasaan yang dimaksud dalam Pasal 69 Konstitusi RDTL

tidak secara mutlak mengadopsi teori Trias Politika yang dikemukakan oleh

Montesquieu, walaupun ditegaskan bahwa, harus tunduk pada asas pemisahan kekuasaan,

namun ada kalimat “saling ketergantungan” artinya, pemisahan yang dimaksud adalah

Page 12: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

pemisahan dalam struktur kelembagaannya, namun dalam melaksanakan fungsinya,

saling ketergantunag yang satu terhadap lembaga lain, sebagaimana dalam pengartian

asas pembagian kekuasaan dikatakan oleh Ismail Sunny, yang menekankan adanya

pembagian fungsi-fungsi pemerintahan, bukan pada pemisahan organ-organnya.10

Adapun ketentuan dalam Konstitusi RDTL Tahun 2002 menggunakan istilah-

istilah yang berasal dari ajaran Trias Politika dari Montesquieu seperti; legislative power,

executive power dan judicial power, hal itu tidak boleh diartikan bahwa Konstitusi RDTL

Tahun 2002, menganut ajaran tersebut. Penggunaan peristilahan itu sekedar memberikan

penjelasan dan perbandingan semata mengenai sistem ketatanegaraan yang

sesungguhnya diikuti oleh konstitusi.11 Meskipun Montesquieu hanya membagi dalam

tiga cabang kekuasaan, tetapi dalam praktek ada negara-negara tertentu yang mempunyai

lebih dari tiga cabang kekuasaan yang dimaksud. Di antaranya adalah Negara Timor-

Leste yang mempunyai 4 (empat), sebagaimana dalam ketentuan Pasal 67 Konstitusi

RDTL Tahun 2002, bahkan lebih, cabang kekuasaan negara yang tercermin dalam

lembaga-lembaga negara yang ada, misalkan; Dewan Negara dalam Pasal 90 ayat (1) dan

(2) Konstitusi RDTL bahwa, Dewan Negara, adalah lembaga penasehat politik Presiden

Republik, dan di pimpin oleh Presiden sendiri; dan ayat (2) Dewan Negara terdiri atas: a)

para mantan Presiden Republik yang tidak pernah diberhentikan dari jabatannya; b)

Presiden Parlemen Nasional; c) Perdana Menteri; d) lima orang warga negara yang dipilih

10 Ismail Sunny, 1983, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Aksara Baru, Jakarta, h. 15-16 11 Attamimi, A. Hamid S., 1999, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Disertasi, Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta,

h. 116

Page 13: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

oleh Parlemen Nasional, berdasarkan asas perwakilan proporsional untuk masa jabatan

yang sesuai dengan masa jabatan badan legislatif, asal mereka bukan anggota dari

lembaga-lembaga kedaulatan. Selanjutnya, lembaga Kepolisian Republik Demokratik

Timor-Leste dengan sebutan Polisia Nasional Timor-Leste (PNTL), lembaga Angkatan

bersenjata dengan sebutan Falintil-Forca Defesa Timor-Leste (F-FDTL), selain itu,

adapun lembaga ombudsman dengan sebutan Provedor Direito Humanos e Justisa

(PDHJ), lembaga pemilihan umum dengan sebutan Comisaun nasional da Elisaun

(CNE), lembaga keuangan negara.

Berdasarkan lembaga-lembaga kedaulatan negara, sebagaimana tercantum

dalam konstitusi RDTL Tahun 2002, dalam aspek aksiologi pandangan tentang hubungan

hukum dan kekuasaan itu sebenarnya tidaklah tunggal. Antara kaum idealis yang

berorientasi pada das sollen dan kaum empiris yang lebih melihat hukum sebagai das

sein, memberikan pandangan yang berbeda. Namun, kedua pandangan itu sama-sama

sependapat bahwa seharusnya hukum itu supreme atas kekuasaan. Ketika kita melihat

teori yang ditawarkan oleh Roscue Pound, bahwa “law as a tool as social engineering”,

maka perlu diketahui, bahwa hukum harus mempengaruhi kehidupan masyarakat. Tetapi,

manakala mengacu ajaran Von Savigny, yang mengatakan bahwa “hukum berubah jika

masyarakatnya berubah”, maka hukum semestinya harus mampu mengikuti

perkembangan dan memenuhi tuntutan masyarakat.

Secara empiris, dalam penyelenggaraan pemerintahan, hukum seringkali tidak

memiliki otonomi yang kuat, karena energinya lebih lemah dari pada energi sub-sistem

Page 14: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

politik, sehingga dapat dilihat bukan hanya materi hukum itu yang sarat dengan cerminan

“konfigurasi kekuasaan”, melainkan juga penegakannya kerapkali dintervensi oleh

kekuasaan, sehingga hukum sebagai penunjuk atau rel menjadi terabaikan. Menurut

Mahfud MD, bahwa materi hukum itu tidak lain, merupakan kristalisasi dari kehendak-

kehendak politik yang saling bersaingan yang kemudian dimenangkan oleh pemegang

kekuasaan politik yang dominan atau kompromi politik antar faksi-faksi yang bersaing.12

Bertitik tolak dari pandangan tersebut, maka bagi orang yang melakukan

telaah tentang hukum akan menemukan minimal dua model yang dapat digunakan untuk

menilai hubungan hukum dan kekuasaan, yaitu: pertama, hukum menentukan dan

mempengaruhi kekuasaan (politik) yang menyertai wawasan negara hukum yang das

sollen; di sini hukum, terutama hukum dasar (konstitusi) menjadi pemberi batas yang

tegas atas lingkup kekuasaan agar tidak terjadi kesewenang-wenangan. Kedua, hukum

dipengaruhi, ditentukan, bahkan diintervensi oleh politik (kekuasaan) seperti yang sering

terlihat di dalam kenyataan empirik (das sein); di sini hukum lebih dijadikan sebagai alat

justifikasi (pembenar) atas kehendak-kehendak pemegang kekuasaan politik yang

dominan, sehingga hukum tidak dapat memainkan perannya sebagai alat kontrol dan

penjaga batas kekuasaan.

Dalam penelititan untuk penulisan Disertasi ini, secara filosofis,

mendiskusikan tentang kewenangan lembaga negara dalam pembentukan undang-undang

berdasarkan Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste, ditinjau dari aspek ontologis

12 Mahfud MD, Moh., 1998, Menegakkan Supremasi Hukum Melalui Demokrasi, dalam Dahlan

Thaib dan Mila Karmila Adi, Hukum dan Kekuasaan, FH-UII, Yogyakarta, h. 48

Page 15: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

(mengenai hakikat dan sumber kekuasaan), aspek epistemologis (tentang Rechtssaat dan

rule of law sebagai cara atau metode untuk membatasi kekuasaan), dan dari aspek

aksiologis (mengenai pandangan kaum idealis dan empiris tentang hubungan hukum dan

kekuasaan).

Aspek ontologi istilah kekuasaan dalam bahasa Inggris disebut power, macht

(dalam bahasa Belanda) dan pouvoir atau puissance (dalam bahasa Perancis). Dalam

Black’s Law Dictionary, istilah kekuasaan (power) berarti: “The right, ability, authority,

or faculty of doing something. . . A power is an ability on the part of a person to produce

a change in a given legal relation by doing or not doing a given act.13 Istilah kekuasaan

berbeda maknanya dengan kewenangan. Dalam literatur berbahasa Inggris istilah

kewenangan atau wewenang disebut authority atau competence, sedang dalam bahasa

Belanda disebut gezag atau bevoegdheid. Wewenang adalah kemampuan untuk

melakukan suatu tindakan hukum publik atau kemampuan bertindak yang diberikan oleh

undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan hukum.14

Berdasarkan definisi tersebut di atas, kekuasaan secara sosiologis adalah

kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain agar mengikuti kehendak pemegang

kekuasaan, baik dengan sukarela maupun dengan terpaksa. Sedangkan, kewenangan

adalah kekuasaan yang diformalkan (secara hukum) baik terhadap segolongan orang

13 Henry Campbell Black, 1990, Black’s Law Dictionary, 6th Ed., West Publishing Co., St. Paul

Minnesota, h. 1169 14 Marbun, S.F., 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia,

Liberty, Yogyakarta, h. 153

Page 16: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

tertentu maupun terhadap suatu bidang pemerintahan tertentu. Apakah hakikat kekuasaan

(power) itu? Apakah kekuasaan itu identik dengan kekuatan (force).

Aspek epistemologi, kekuasaan itu mempunyai suatu sifat yang khas, yakni ia

cenderung untuk merangsang bagi yang memilikinya untuk lebih berkuasa lagi.

Kekuasaan haus akan lebih banyak lagi kekuasan.

Dalam kaitannya dengan kekuasaan (power), Lord Acton telah

memperingatkan bahwa: Power tends to corrupt; and absolute power tends to corrupt

absolutly (Semakin besar kekuasaan, akan semakin besar pula kecenderungan untuk

disalahgunakan). Karena itu, dalam konsep negara hukum, sumber untuk memperoleh

dan menggunakan kekuasaan serta batas-batasnya harus secara jelas diatur dan

dipertanggungjawabkan menurut peraturan perundang-undangan. Inilah esensi

kekuasaan menurut konsep negara hukum (rule of law; rechtsstaat). Oleh karena itu,

dalam perspektif sosiologis, ide rule of law mengandung makna bahwa otoritas harus

diberi bentuk hukum dan bahwa kekuasaan harus dilaksanakan dengan cara-cara

hukum.15

Dari aspek aksiologis, kekuasaan yang bersifat menentukan tidak semata-

mata karena diperoleh dengan cara menundukkan pihak yang lemah melalui kekuatan

fisik, melainkan sebagaimana yang diajarkan oleh Spinoza terletak dalam kekuasaan

terhadap suara hati manusia. Hukum dapat timbul dari kekuasaan, termasuk kekuatan

fisik, asal saja ia berkembang menjadi kekuasaan susila (kekuatan moral), yakni

15 Miriam Budiardjo, 1993, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, h. 52

Page 17: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

kekuasaan yang berkuasa atas suara hati orang. Kekuasaan susila tersebut membentuk

hukum, karena ia bercita-citakan keadilan, artinya bercita-cita memberi pada tiap-tiap

orang apa yang menjadi bagiannya. Mengapa dikatakan “bercita-citakan”, karena

keadilan yang sungguh-sungguh tak dapat dicapai oleh hukum, karena pertama, hukum

terpaksa mengorbankan keadilan sekedarnya untuk mencapai tujuannya (bersifat

kompromi), dan kedua, hukum itu dibuat manusia yang tidak dikaruniai Tuhan untuk

mengetahui apa yang adil dan tidak adil secara mutlak. Keadilan, menurut falsafah bangsa

Romawi, adalah kehendak yang tetap dan yang tak ada akhirnya, untuk memberi pada

tiap-tiap orang apa yang menjadi haknya (Justitia est constans et perpetua voluntas ius

suum cuique tribuere).16

Berdasarkan pandangan dari berbagai sarjana hukum tersebut di atas, dapat

disimpulkan bahwa, kewenangan lembaga negara dalam pembentukan undang-undang,

secara filosofis dapat dikaji dari tiga aspek filsafat hukum, yaitu aspek ontologis,

epistemologis dan filosofis. Dari aspek ontologis, pada hakekatnya kewenangan itu

adalah kemampuan seseorang untuk memaksakan kehendaknya atas pihak lain. Dalam

konteks negara hukum, sumber dan batas-batas kekuasaan ditentukan oleh hukum dan

harus dipergunakan dalam koridor hukum. Hukum memerlukan kekuasaan bagi

pelaksanaannya, sebaliknya kekuasaan itu sendiri ditentukan batas-batasnya oleh hukum.

Dari aspek epistemologis, supaya terhindar dari penumpukan kekuasaan yang

dapat mengarah pada tindakan penyalahgunaan kekuasaan, maka dalam konsep negara

16 Peters, A.A.G., dan Koesriani S., 1990, Hukum dan Perkembangan Sosial, Buku III, Pustaka

Sinar Harapan, Jakarta, h. 52

Page 18: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

hukum juga disyaratkan adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan. Secara aksiologis,

kekuasaan yang bersifat menentukan tidak semata-mata karena diperoleh dengan cara

menundukkan pihak yang lemah melalui kekuatan fisik, melainkan terletak dalam

kekuasaan terhadap suara hati nurani manusia. Hukum dapat timbul dari kekuasaan,

termasuk kekuatan fisik, asal saja ia berkembang menjadi kekuasaan susila (kekuatan

moral), yakni kekuasaan yang berkuasa atas suara hati orang. Kekuasaan susila tersebut

membentuk hukum, karena ia bercita-citakan keadilan. Meskipun, keadilan yang

sungguh-sungguh tak dapat dicapai oleh hukum, karena hukum itu dibuat manusia yang

tidak dikaruniai Tuhan untuk mengetahui apa yang adil dan tidak adil secara mutlak.

Dalam perspektif ini, hukum tidak bebas nilai, karena terkait dengan hati

nurani (moral), termasuk di dalamnya nilai-nilai keadilan, kepastian dan kemanfatan

hukum dalam masyarakat.

2.2 Teori Kewenangan

Pada hakekatnya, kewenangan merupakan implikasi dari hubungan hukum.

Dalam hukum Administrasi negra (HAN). Hubungan hukum yang terjadi adalah antara

penguasa sebagai subjek yang memerintah, dan warga masyarakat sebagai subjek yang

diperintah. Hal ini selaras dengan yang disampaikan oleh A.V. Dicey, sebagaimana

dikutip oleh Tedi Sudrajat, bahwa:

Adminstrative law determines (1) constitution and the relations of those organs

of society which are charged with the care of those social interests (interests

collectifs) which are the object of public administration, by which term is meant

the different representatives of society among which the state is the most

Page 19: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

important, and (2) the relation of the administrative authorities toward the

citizens of the state.17

Penguasa dalam hal ini pemerintah melaksanakan Bestuurzorg, yaitu

menyelenggarakan kepentingan umum yang dijalankan oleh penguasa administrasi

negara, di mana penguasa tersebut harus mempunyai wewenang. Keabsahan tindakan

pemerintahan diukur berdasarkan wewenang yang diatur dalam peraturan perundang-

undangan. hal inipun dinyatakan oleh H.W.R. Wade bahwa: “the primary purpose of

administrative law, therefore, is to keep the power of government withim their legal

bounds, so as to protect the citizen agains their abuse”18 (tujuan dari hukum Administrasi

adalah untuk menjaga agar kekuasaan pemerintahan berada dalam batas-batas hukum

yang melandasinya, sehingga dapat melindungi masyarakat dari perbuatan

penyalahgunaan atau pelampauan wewenang dari Pemerintah).

Berkaitan dengan lembaga negara yang ditegaskan dalam Pasal 67 Konstitusi

RDTL Tahun 2002, memberikaan legitimasi kepada Badan Publik dan lembaga negara

dalam menjalankan fungsinya. Wewenang dalam hal ini, adalah kemampuan bertindak

yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku, untuk melakukan hubungan dan

perbuatan hukum. Selanjutnya, Pasal 69 Konstitusi RDTL Tahun 2002, menyatakan

bahwa, lembaga-lembaga negara dalam melaksanakan fungsinya harus mengikuti asas

pemisahan kekakuasaan dan saling ketergantungan menurut ketentuan konstitusi.

17 Tedi Sudrajat, 2017, Hukum Biokrasi Pemerintah (kewenangan & jabatan), Sinar Grafika,

Jakarta Timur, h. 52 18 H.W.R. Wade and C.F. Forsyth, 1994, Administrative law 7th edition, Oxford University Press,

New York, h. 5

Page 20: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Menurut Nur Basuki Winanmo,19 bahwa wewenang sebagai konsep hukum publik,

sekurang-kurangnya terdiri atas tiga komponen, yaitu: pengaruh, dasar hukum, dan

konformitas hukum; Komponen pengaruh adalah bahwa, penggunaan wewenang

dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku sujek hukum. Komponen dasar hukum

bahwa, wewenang itu selalu dapat ditunjukkan dasar hukumnya dan komponen

konformitas hukum, mengandung makna adanya standar wewenang yaitu standar umum

(semua jenis wewenang), dan standar khusus (untuk jenis wewenang tertentu).20

Sejalan dengan pilar utama negara hukum, yaitu asas legalitas (legaleits

Beginselen atau Wetmatigheid van Bestuur), atas dasar prinsip tersebut bahwa, wewenang

Pemerintah berasal dari peraturan perundang-undangan. Dalam perpustakaan hukum

administrasi terdapat dua acara untuk memperoleh wewenang Pemerintah yaitu: Atribusi

dan delegasi; kadang-kadang juga mandate ditempatkan sebagai cara tersendiri untuk

memperoleh wewenang. Asas legalitas, merupakan salah satu prinsip utama yang

dijadikan sebagai dasar dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan, penyelenggaraan

pemerintahan harus didasarkan pada hukum (wetmatigheid de la l’egalite de’l

administration). Dengan kata lain, setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan

harus memiliki legitimasi, yaitu wewenang yang diberikan oleh undang-undang. Dengan

demikian, substansi asas legalitas adalah wewenang, yaitu suatu kemampuan untuk

melakukan suatu tindakan-tindakan hukum tertentu.

19 Nur Basuki Winanmo, 2008, Penyalahgunaan Wewenang Dan Tindak Pidana Korupsi,

Laksbang Mediatama, Yogyakarta, h. 65 20 Tedi Sudrajat, 2017, Hukum Birokrasi Pemerintah (kewenangan dan jabatan), sinar grafika

Jakarta Timur, h. 53

Page 21: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Dalam praktiknya, terdapat kesulitan membedakan antara wewenang dengan

kewenangan. Pengertian kewenangan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan

sama dengan wewenang, yaitu hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Sedangkan

dalam Black’s Law Dictionary, seperti dikutip oleh Tedi Sudarjat, bahwa kewenangan

atau (authority) adalah Right to Exercise powers; to implement and enforce laws; to exact

obedience; to command; to judge, control over; jurisdiction. often synonymous with

power.21 Untuk menjelaskan kewenangan tersebut di atas, menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia, kata wewenang disamakan dengan kata kewenangan, yang diartikan sebagai

hak dan kekuasaan untuk bertindak, kekuasaan membuat keputusan, memerintah dan

melimpahkan tanggung jawab kepada orang/badan lain.22

Beberapa pendapat ahli mengenai kewenangan dan wewenang dan sumber-

sumber kewenangan sangatlah beragam, ada yang mengaitkan kewenangan dengan

kekuasaan dan membedakannya serta membedakan antara atribusi, delegasi dan mandat.

1) Menurut H.D Stout wewenang adalah pengertian yang berasal dari hukum

organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai seluruh aturan-aturan

yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang-wewenang

pemerintahan oleh subjek hukum publik didalam hubungan hukum publik.23

2) Indroharto,24 mengemukakan, bahwa wewenang diperoleh secara atribusi,

delegasi, dan mandat, yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut:

Wewenang yang diperoleh secara atribusi, yaitu pemberian wewenang

pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-

undangan. Jadi, disini dilahirkan/diciptakan suatu wewenang pemerintah yang

baru. Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada

21 Hendry Campbell Black, 1978, Black’s Law Dictionary, West Publishing dalam Tedi Sudraja,

h.54 22 Kamal Hidjaz, 2010, Efektivitas Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Sistem Pemerintahan

Daerah Di Indonesia. Pustaka Refleksi. Makasar. h.35. 23 Ridwan HR. 2013, Hukum Administrasi Negara. PT Raja Grafindo Persada; Jakarta h. 71 24 Ridwan HR, 2008, HukumAdministrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 104

Page 22: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

oleh Badan atau Jabatan TUN yang telah memperoleh suatu wewenang

pemerintahan secara atributif kepada Badan atau Jabatan TUN lainnya. Jadi,

suatu delegasi selalu didahului oleh adanya sesuatu atribusi wewenang. Pada

mandat, disitu tidak terjadi suatu pemberian wewenang baru maupun

pelimpahan wewenang dari Badan atau Jabatan TUN yang satu kepada yang

lain.

3) Philipus M. Hadjon,25 mengatakan bahwa setiap tindakan pemerintahan

disyaratkan harus bertumpu atas kewenangan yang sah. Kewenangan itu

diperoleh melalui tiga sumber, yaitu atribusi, delegasi, dan mandat.

Kewenangan atribusi lazimnya digariskan melalui pembagian kekuasaan

negara oleh undang-undang dasar, sedangkan kewenangan delegasi dan

mandat adalah kewenangan yang berasal dari pelimpahan. Kemudian Philipus

M Hadjon pada dasarnya membuat perbedaan antara delegasi dan mandat.

Dalam hal delegasi mengenai prosedur pelimpahannya berasal dari suatu

organ pemerintahan kepada organ pemerintahan yang lainnya dengan

peraturan perundang-undangan, dengan tanggung jawab dan tanggung gugat

beralih ke delegataris. Pemberi delegasi tidak dapat menggunakan wewenang

itu lagi, kecuali setelah ada pencabutan dengan berpegang dengan asas

contrarius actus. Artinya, setiap perobahan, pencabutan suatu peraturan

pelaksanaan perundang-undangan, dilakukan oleh pejabat yang menetapkan

peraturan dimaksud, dan dilakukan dengan peraturan yang setaraf atau yang

lebih tinggi. Dalam hal mandat, prosedur pelimpahan dalam rangka hubungan

atasan bawahan yang bersifat rutin. Adapun tanggung jawab dan tanggung

gugat tetap pada pemberi mandat. Setiap saat pemberi mandat

dapat menggunakan sendiri wewenang yang dilimpahkan itu.

4) S.F. Marbun,26 menyebutkan wewenang mengandung arti kemampuan untuk

melakukan suatu tindakan hukum publik, atau secara yuridis adalah

kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku

untuk melakukan hubungan-hubungan hukum. Wewenang itu dapat

mempengaruhi terhadap pergaulan hukum, setelah dinyatakan dengan tegas

wewenang tersebut sah, baru kemudian tindak pemerintahan mendapat

kekuasaan hukum (rechtskracht). Pengertian wewenang itu sendiri akan

berkaitan dengan kekuasaan.

5) Bagir Manan,27 menyatakan dalam Hukum Tata Negara, kekuasaan

menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Wewenang

mengandung arti hak dan kewajiban. Hak berisi kebebasan untuk melakukan

atau tidak melakukan tindakan tertentu atau menuntut pihak lain untuk

melakukan tindakan tertentu. Kewajiban memuat keharusan untuk melakukan

25 Ibid. 26 SF, Marbun 2011, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia, FH

UII Press, Yogyakarta. 27 Nurmayani, 2009, Hukum Administrasi Daerah. Universitas Lampung Bandarlampung. h. 26.

Page 23: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

atau tidak melakukan tindakan tertentu. Dalam hukum administrasi negara

wewenang pemerintahan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan

diperoleh melalui caracara yaitu atribusi, delegasi dan mandate.

6) Ateng Syafrudin, menguraikan perbedaan antara wewenang (competence

bevoegheid) dengan kewenangan (authority gezag), yaitu: “Kewenangan

adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari

kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang, sedangkan wewenang hanya

mengenai suatu onderdeel (bagian) tertentu saja dari kewenangan. Di dalam

kewenangan terdapat wewenang-wewenang (recthbevoegheid). Wewenang

merupakan lingkungan tindakan hukum public, lingkup wewenang

pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat keputusan

pemerintah (bestuur), tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan

tugas dan memberikan wewenang serta distribusi wewenang utamanya

ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.”28

7) Prajudi Atmosudirdjo, berpendapat sama tentang pengertian wewenang dalam

kaitanya dengan kewenangan yaitu: “Kewenangan adalah apa yang disebut

kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan legislatif (diberikan

oleh undang-undang) atau dari kekuasaan eksekutif atau administrative.

Kewenangan adalah kekuasaan terhadap segolongan orang-orang tertentu

atau kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan (bidang urusan

administrasi) tertentu yang bulat, sedangkan wewenang hanya mengenai

sesuatu onderdeel tertentu saja. Di dalam kewenangan terdapat wewenang-

wewenang. Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindak

hukum publik.29

Bertitik tolak dari pemaparan pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan

bahwa, Kewenangan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk

melakukan atau tidak melakukan sesuatu sesuai dengan peraturan perundang-undangan,

sedangkan wewenang hanya merupakan sebagian dari kewenangan. Artinya, wewenang

bersumber dari kewenangan, karena di dalam kewenangan terdapat wewenang-

wewenang. Oleh karena itu, teori kewenangan yang digunakan dalam disertasi ini sangat

penting, guna menganalisis serta menjelaskan secara jelas terhadap kewenangan lembaga

28 Ibid. 29 Tedi Sudrajat, Loc.Cit. h. 54-55

Page 24: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

negara dalam pembentukan Undang-undang yang dirumuskan dalam masalah pertama

dan masalah kedua dalam penulisan disertasi ini.

Dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu hukum sering

ditemukan istilah kekuasaan, kewenangan, dan wewenang kekuasaan sering disamakan

begitu saja dengan kewenangan, dan kekuasaan sering dipertukarkan dengan istilah

kewenangan, demikian pula sebaliknya. Bahkan kewenangan sering disamakan juga

dengan wewenang. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan dalam arti bahwa “ada satu

pihak yang memerintah dan pihak lain yang diperintah” (the rule and the ruled).30

Ajaran negara berdasarkan atas hukum (de rechts staat dan the rule of law)

mengandung pengertian bahwa hukum adalah supreme dan kewajiban bagi setiap

penyelenggara negara atau pemerintah untuk tunduk pada hukum (subject to the law).

Tidak ada kekuasaan diatas hukum (above to the law).31 Atas dasar pernyataan diatas

maka tidak boleh ada kekuasaan yang sewenang-wenang (arbitrary power) atau

penyalahgunaan kekuasaan (misuse of power) baik pada negara berbentuk kerajaan

maupun republik. Tunduk pada hukum mengandung pengertian pembatasan

kekuasaan seperti halnya ajaran pemisahan dan pembagian kekuasaan. Oleh sebab

itu, negara berlandaskan hukum memuat unsur pemisahan atau pembagian

kekuasaan.32

30 Miriam Budiardjo, 1998, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. h 35-36 31 Bagir Manan, 2003, Lembaga Kepresidenan, FH UII Press, Jakarta, h. 11 32 Ibid.

Page 25: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Menurut Aristoteles bahwa, negara hukum adalah negara yang berdiri di

atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan

syarat bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk warga Negara dan sebagai daripada

keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi

warganegara yang baik. Peraturan yang sebenarnya menurut Aristoteles ialah

peraturan yang mencerminkan keadilan bagi pergaulan antar warga negaranya,

menurut Beliau, yang memerintah negara, bukanlah manusia melainkan “pikiran

yang adil.” Penguasa hanyalah pemegang hukum dan keseimbangan saja.33

Timor-Leste merupakan salah satu negara yang berdasarkan hukum,

dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) bahwa, Republik Demokratis Timor-Leste adalah

Negara yang demokratis, berdaulat, merdeka dan bersatu, berdasarkan kekuatan hukum,

keinginan Rakyat dan kehormatan atas martabat manusia.34 Makna dari pasal tersebut,

menunjukkan bahwa, dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara Republik

Demokratis Timor-Leste, prinsip supermasi hukum dan perlindungan hak asasi

manusia, merupakan landasan fundamental dalam proses penyelenggaraan

pemerintahan, maka dengan itu, setiap aspek tindakan pemerintahan baik dalam

lapangan pengaturan maupun dalam lapangan pelayanan harus didasarkan pada

peraturan perundang-undangan atau berdasarkan pada asas legalitas. Artinya

pemerintah tidak dapat melakukan tindakan pemerintahan tanpa dasar kewenangan.

33 Aristoteles, 2008, Politik (La Politica), diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Benjamin

Jowett dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Syamsur Irawan Khairie, Cetakan Kedua,

Visimedia, Jakarta, h. 43 34 Pasal 1 ayat (1) Konstitusi Republik Demokratis Timor Leste Bagian I Asas-asas dasar

Page 26: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

2.2.1 Pengertian Kewenangan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata wewenang disamakan dengan

kata kewenangan, yang diartikan sebagai hak dan kekuasaan untuk bertindak, kekuasaan

membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang/badan

lain.35 Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal

dari kekuasaan legislatif (diberi oleh undang-undang) atau dari kekuasaan eksekutif

administratif. Kewenangan yang biasanya terdiri dari beberapa wewenang adalah

kekuasaan terhadap segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang

pemerintahan.36 Menurut H.D. Stoud sebagaimana dikutip oleh Irfan fachruddin,

menyatakaan: Bevoegheid wet kan worden omscrevenals het geheel van

bestuurechttelijke bevoegdheden door publiekrechtelijke rechtssubjecten in het

bestuurechttelijke rechtsverkeer. (wewenang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan

aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang Pemerintah

oleh subjek hukum dalam hukum publik).37

Dari pemaparan di atas, maka disimpulkan bahwa kewenangan (authority)

memiliki pengertian yang berbeda dengan wewenang (competence). Kewenangan

merupakan kekuasaan formal yang berasal dari undang-undang, sedangkan wewenang

adalah suatu spesifikasi dari kewenangan, artinya barang siapa (subyek hukum) yang

35 Kamal Hidjaz. 2010, Efektivitas Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Sistem Pemerintahan

Daerah Di Indonesia. Pustaka Refleksi. Makasar. h 35. 36 Prajudi Atmosudirdjo. Hukum Administrasi Negara; Ghalia Indonesia, Jakarta: h. 78. 37 Irfan Fachruddin, 2004, Pengawasan Peradilan Administrasi terhadap Tindakan Pemerintah,

Alumni, Bandung, h. 4

Page 27: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

diberikan kewenangan oleh undang-undang, maka ia berwenang untuk melakukan

sesuatu dalam kewenangan itu. Kewenangan yang dimiliki oleh organ (institusi)

pemerintahan dalam melakukan perbuatan nyata (riil), mengadakan pengaturan atau

mengeluarkan keputusan selalu dilandasi oleh kewenangan yang diperoleh dari konstitusi

secara atribusi, delegasi, maupun mandat. Suatu atribusi menunjuk pada kewenangan

yang asli atas dasar konstitusi (UUD). Pada kewenangan delegasi, harus ditegaskan suatu

pelimpahan wewenang kepada organ pemerintahan yang lain. Pada mandat tidak terjadi

pelimpahan apapun dalam arti pemberian wewenang, akan tetapi, yang diberi mandat

bertindak atas nama pemberi mandat. Dalam pemberian mandat, pejabat yang diberi

mandat menunjuk pejabat lain untuk bertindak atas nama mandator (pemberi mandat).

Bagir Manan,38 mengemukakan bahwa wewenang dalam bahasa hukum tidak

sama dengan kekuasaan (match). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat

atau tidak berbuat. Di dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban

(rechten en plichen). dalam kaitan dengan kewenangan lembaga negara dalam

pembentukan undang-undang, mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur

sendiri (zelfregelen), sedangkan kewajiban secara horizontal berarti kekuasaan untuk

menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya. Vertikal berarti kekuasaan

untuk menjalankan pemerintahan dalam suatu tertib ikatan pemerintahan negara secara

keseluruhan. Selanjutnya, J.G. Brouwer berpendapat bahwa atribusi merupakan

kewenangan yang diberikan kepada suatu organ (institusi) pemerintahan atau lembaga

38 Bagir Manan, Wewenang Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam Rangka Otonomi Daerah. h.1-

2

Page 28: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Negara oleh suatu badan legislatif yang independen. Kewenangan ini adalah asli, yang

tidak diambil dari kewenangan yang ada sebelumnya, badan legislatif menciptakan

kewenangan mandiri dan bukan perluasan kewenangan sebelumnya dan memberikan

kepada organ yang berkompeten.39 Delegasi adalah kewenangan yang dialihkan dari

kewenangan atribusi dari suatu organ (institusi) pemerintahan kepada organ lainnya,

sehingga delegator (organ yang telah memberi kewenangan) dapat menguji kewenangan

tersebut atas namanya, sedangkan pada Mandat, tidak terdapat suatu pemindahan

kewenangan tetapi pemberi mandat (mandator) memberikan kewenangan kepada organ

lain (mandataris) untuk membuat keputusan atau mengambil suatu tindakan atas

namanya.

Ada perbedaan mendasar antara kewenangan atribusi dan delegasi. Pada

atribusi, kewenangan yang ada siap dilimpahkan, tetapi tidak demikian pada delegasi.

Berkaitan dengan asas legalitas, kewenangan tidak dapat didelegasikan secara besar-

besaran, tetapi hanya mungkin dibawah kondisi bahwa peraturan hukum menentukan

menganai kemungkinan delegasi tersebut. Delegasi harus memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut:40

a) Delegasi harus definitif, artinya delegasi tidak dapat lagi menggunakan sendiri

wewenang yang telah dilimpahkan itu;

b) Delegasi harus berdasarkan ketentuan perundang-undangan, artinya delegasi

hanya dimungkinkan jika ada ketentuan yang memungkinkan untuk itu dalam

peraturan perundang-undangan;

c) Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hierarki kepagawaian tidak

diperkenankan adanya delegasi;

39 J.G. Brouwer dan Schilder, 1998, A Survey of Dutch Administrative Law, Nijmegen: Ars

Aeguilibri, h. 16-17 40 Philipus M. Hadjon, Op..Cit, h. 5

Page 29: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

d) Kewajiban memberi keterangan (penjelasan), artinya delegans berwenang

untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut;

e) Peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya delegans memberikan instruksi

(petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut.

Kewenangan harus dilandasi oleh ketentuan hukum yang ada (konstitusi),

sehingga kewenangan tersebut merupakan kewenangan yang sah. Dengan demikian,

pejabat (organ) dalam mengeluarkan keputusan didukung oleh sumber kewenangan

tersebut, F.A.M. Stroink sebagaimana dikutip oleh Abdul Rasyid Tahlib, menjelaskan

bahwa sumber kewenangan dapat diperoleh bagi pejabat atau organ (institusi)

pemerintahan dengan cara atribusi, delegasi dan mandat. Kewenangan organ (institusi)

Pemerintah adalah suatu kewenangan yang dikuatkan oleh hukum positif guna mengatur

dan mempertahankannya. Tanpa kewenangan tidak dapat dikeluarkan suatu keputusan

yuridis yang benar.41

Secara epistemologi kewenangan berasal dari kata wewenang, dengan variasi

imbuhan yang menjadi wewenang, kewenangan, berwewenang dan sebagainya.

Wewenang berarti hak dan kekuasaan untuk bertindak. Sedangkan kewenangan berarti

hak dan kekuasaan yang dimiliki untuk melakukan sesuatu, dan berwewenang artinya

mempunyai/mendapat hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu42. Istilah wewenang

atau kewenangan sering disejajarkan dengan istilah Authority dalam bahasa Inggris dan

bevoegdheid dalam istilah hukum Belanda.43 Authority dalam Black’s law Dictionary

41 Abdul Rasyid Thalib, 2006, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Aplikasinya dalam Sistem

Ketatanegaraan Republik Indonesia, Citra Aditya Bakti Bandung. h. 219 42 Departemen Pendidikan Nasional, 2012, Kamus Besar Bahasa Indonesia, pusat bahasa, edisi

ke empat, cet. Ke empat, penerbit PT. Gramedia pustaka utama, Jakarta. h. 1560 43 Nur Basuki Minamarno. Loc.Cit. h. 65

Page 30: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

diartikan sebagai Legal power, a right to command or to act, the right and power of public

offiers to require obedience to their orders law fully issued in scope of their public

duties.44

Philipus M. Hadjon,45 dalam tulisannya tentang wewenang mengemukakan

bahwa, istilah wewenang disejajarkan dengan istilah “bevoegdheid” dalam istilah hukum

Belanda. Kedua istilah ini terdapat sedikit perbedaan yang teletak pada karakter

hukumnya, yaitu istilah “bevoegdheid” digunakan baik dalam konsep hukum publik

maupun dalam konsep hukum privat, sementara istilah wewenang atau kewenangan

selalu digunakan dalam konsep hukum publik. Selanjutnya H. D Stout, sebagaimana

dikonstantir oleh Ridwan H.R, menyebutkan bahwa: 46

Bevoedheid is een begrip uit bestuurlijke organisatierecht, watkan worden

omschreven als het geheel van regels dat betrekking heeft op de verkrijging en

uitoefening van bestuurscrechttelijke bevoegheden door publiekrechtelijke

rechtssubjecten in hetnbestuursrechtelijke rechtsverkeer. (wewenang merupakan

pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan, yang dapat

dijelaskan sebagai keseluruhan atura-aturan yang berkenaan dengan perolehan

dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik di dalam

hubungan hukum publik).

Atas dasar konsep hukum publik di atas, wewenang (bevoegdheid)

dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechsmacht) dimana konsep tersebut di atas,

berkaitan pula dalam pembentukan besluit (keputusan pemerintahan) yang harus

didasarkan undang-undang (asas legalitas).47 Dengan kata lain, keputusan pemerintahan

44 Henry Campbell blacks, 1990, Black’s law Dictionary, west publishing. h. 133 45 Philipus M. Hadjon, 2002, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia_Introduction to

Indonesian Administrative Law, Gadja Mada University Press, Yogyakarta h.1 46 Ridwan HR, 2002, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h..101 47 Philipus M Hadjon I, op. Cit. 130

Page 31: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

oleh organ yang berwenang, harus berdasarkan pada wewenang yang secara atribusi

maupun delegasi berdasarkan undang-undang. Menurut F.P.C.L. Tonner, menyatakan

bahwa:48

overheidsbevoegdheid wordt in dit verband opgevat als het vermogen om

positiefrecht vast te stellen n aldus rechtsbetrekking tussen burgers onderling en

tussen overheid en te schepen. (Kewenangan pemerintah dalam kaitan ini

dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan hukum positif, dan dengan

begitu, dapat dirincikan hubungan hukum antara pemerintah dengan warga

negara)

Berbagai pengertian mengenai wewenang sebagaimana dikemukakan diatas,

walaupun dirumuskan dalam bahasa yang berbeda, namun mengandung pengertian

bahwa wewenang itu merupakan pemebrian kewenangan berdasarkan hukum untuk

bertindak dan mengambil keputusan tertentu berdasarkan wewenang yang diberikan atau

melekat padanya, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan kata

lain, dapat dikatakan bahwa kewenangan itu haruslah jelas diatur secara jelas dan

ditetapkan dalam peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Hal ini berarti,

perolehan dan penggunaan wewenang dalam pembentukan peraturan perundang-

undangan merupakan kewenangan atribusi (berdasarkan Undang-Undang Dasar).

Philipus M. Hadjon,49 menyatakan bahwa, minimal dasar kewenangan harus

ditemukan dalam suatu undang-undang, apabila penguasa ingin meletakan kewajiban-

kewajiban di atas para warga masyarakat. Melalui undang-undang, Parlemen sebagai

pembentuk undang-undang yang mewakili rakyat pemilihnya, ikut menentukan

48 Ridwan HR, op.cit. h. 102 49 Phlipus M Hadjon I, loc.cit. h 131.

Page 32: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

kewajiban-kewajiban apa yang pantas bagi warga masyarakat. Dari sini, atribusi dan

delegasi kewenangan harus didasarkan pada undang-undang formal, setidak-tidaknya

apabila keputusan itu meletakkan kewajiban-kewajiban pada masyarakat.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat menimbulkan kekuasaan yang tidak

berkaitan dengan hukum, yang oleh Henc van Maarseven disebut sebagai “blote

match,”50 sedangkan kekuasaan yang berkaitan dengan hukum, Max Weber

menyebutnya sebagai wewenang rasional atau legal, yakni wewenang yang berdasarkan

suatu sistem hukum, sebagai suatu kaidah-kaidah yang telah diakui serta dipatuhi oleh

masyarakat dan bahkan yang diperkuat oleh Negara.

Menurut Hans Kelsen, Parlemen Nasional yang menetapkan undang-undang

dan warga negara yang memilihnya, melalui pemilihan umum, sama-sama merupakan

organ negara dalam arti luas. Pendek kata, dalam pengertian yang luas ini, organ identik

dengan individu yang menjalankan fungsi atau jabatan tertentu dalam konteks kegiatan

bernegara. Inilah yang disebut sebagai jabatan publik atau jabatan umum (public offices),

dan pejabat publik (public officials).51 Selanjutnya, Hans Kelsen menyatakan “An organ,

in this sense, is an individual fulfilling a specific function”. Kualitas individu itu sebagai

organ negara ditentukan oleh fungsinya. “He is an organ because and in so far as he

performsa law-creatingor law-applying function”. Individu tersebut dapat disebut

sebagai organ negara, karena ia menjalankan fungsi yang menciptakan hukum (law-

50 Suwoto Mulyosudarmo, loc.cit. h. 30 51 Hans Kelsen, 2006, General Theory of Law and State, Russell & Russell, New York, 1961,

diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien, Teori Umum Tentang Hukum Dan Negara, Cetakan I, Penerbit

Nusamedia dan Penerbit Nuansa, Bandung, h. 276-277

Page 33: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

creating function) atau fungsi yang menerapkan hukum (law-applying function).52 Selain

konsep di atas, ada satu konsep lain yang lebih sempit, yakni konsep "material", yang

dimaksud konsep material dalam praktek seseorang disebut "organ” negara jika dia secara

pribadi menempati kedudukan hukum tertentu (...he personally has a specific legal

position).

Berdasarkan pemaparan di atas, disimpulkan bahwa, kewenangan adalah

kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu sesuai dengan bidang keahliannya,

dalam pelaksanaan, kemampuan tersebut, harus mendapat pengakuan dari pihak lain

terhadap kinerja yang dimilikinya, supaya eksistensinya mendapatkan legitimasi dari

masyarakat.

Dalam prespektif negara hukum, kekuasaan harus mempunyai legitimasi

hukum. Legitimasi hukum terhadap kekuasaan dapat diperoleh apabila memenuhi 2 (dua)

syarat yakni:

1) Pengisian kekuasaan tersebut dilaksanakan sesuai dengan tata cara, ketentuan

dan syarat yang telah ditentukan oleh Konstitusi dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku di negara tersebut. Hal ini berlaku, baik dalam negara

dengan bentuk pemerintahan Monarki dan Republik. Dalam negara Republik

pengisian kekuasaan melalui prosedur dengan cara melibatkan rakyat secara

langsung atau biasa disebut dengan demokrasi. Namun demikian proses

demokrasi tersebut juga harus dilaksanakan sesuai dengan konstitusi

52 Ibid.

Page 34: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

(Demokrasi konstitusional). Demikian juga halnya dengan negara Monarki,

pengisian kekuasaan juga harus sesuai dengan tata cara dan prosedur yang di

aur dalam konstitusi.

2) Pelaksanaan kekuasaan harus sesuai dengan hukum (rechtmatigheid van het

bestuur). Dalam negara hukum, penguasa dilarang bertindak yang tidak

sesuai dengan hukum (onrechtmatigheid). Kekuasaan dapat dikatakan

mempunyai legitimasi hukum atau tidak, sangat ditentukan oleh kesesuaian

pelaksanaan kekuasaan tersebut dengan hukum. Apabila kekuasaan tersebut

dilaksanakan sesuai dengan hukum, maka kekuasaan tersebut mempunyai

legitimasi hukum, dan sebaliknya apabila kekuasaan tersebut dilaksanakan

dengan cara yang bertentangan dengan hukum, maka kekuasaan tersebut

tidak mempunyai legitimasi hukum. Dengan adanya legitimasi hukum

terhadap segala tindakan penguasa, maka akan memberikan jaminan

perlindungan kepada penguasa yang bersangkutan dan rakyat sebagai adresat

dari segala keputusan atau kebijakan penguasa. Jaminan perlindungan

kepada penguasa tersebut diwujudkan terhadap tindakan penguasa sampai

pada pembatalan dari pihak yang berwenang. Sedangkan jaminan

perlindungan kepada rakyat diwujudkan dengan adanya hak dari setiap rakyat

untuk memperoleh manfaat dari segala tindakan Pemerintah dan apabila

rakyat dirugikan dengan tindakan penguasa, maka rakyat diberikan hak untuk

Page 35: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

mengajukan gugatan.53

Disamping legitimasi hukum, kekuasaan juga membutuhkan yang namanya

legitimasi politik. Suatu kekuasaan dapat dikatakan memperoleh legitimasi politik,

apabila kekuatan politik dalam negeri dapat mengakui dan menghormati kekuasaan

tersebut. Dalam prespektif hukum Internasional, kekuasaan akan memperoleh legitimasi

apabila negara-negara lain mengakui kekuasaan negara tersebut. Tapi yang perlu

diketahui, bahwa legitimasi politik adalah akibat dari adanya legitimasi hukum, artinya,

apabila suatu kekuasaan telah memiliki legitimasi hukum yang kuat, maka kekuasaan

tersebut sesuai dengan ajaran supremacy of law, sehingga yang utama dan pertama

adalah legitimasi hukum.

Dalam ketentuan Konstitusi RDTL, kewenangan lembaga pembentukan

undang-undang terdiri atas Parlemen Nasional dan Pemerintah. Kewenangan Parlemen

Nasional ditetapkan dalam Pasal 95 ayat (2) selanjutnya, Parlemen Nasional

mengijinkan Pemerintah untuk membentuk undang-undang tentang materi muatan yang

ditetapkan dalam Pasal 96 ayat (1) dan Pasal 97 ayat (1) huruf (c) tentang inisiatif

undang-undang dari Pemerintah dan Pasal 115 ayat (3) tentang kewenangan Pemerintah

secara eksklusif membentuk undang-undang yang mengatur tata cara kerjanya dalam

penyelenggaraan pemerintahannya sendiri, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pelimpahan wewenang adalah penyerahan sebagian dari wewenang

pejabat atasan kepada bawahan untuk membantu dalam melaksanakan tugas-tugas

53 Hufron dan Syofyan hadi, 20016, Ilmu negara Kontemporer, LaksBang Grafika Yogyakarta

dan kantor Advokat “Hufron & Rubaie” Surabaya, h. 118-119

Page 36: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

kewajibannya, dan untuk bertindak sendiri. Pelimpahan wewenang ini, dimaksud

untuk menunjang kelancaran tugas dan ketertiban alur komunikasi yang

bertanggung jawab, dan sepanjang tidak ditentukan secara khusus oleh peraturan

perundang-undangan yang berlaku.54

Pendelegasian diberikan biasanya antara organ Pemerintah satu dengan

organ Pemerintah lain, dan biasanya pihak pemberi wewenang memiliki kedudukan

lebih tinggi dari pihak yang diberikan wewenang. Hal ini tercermin dalam

kedudukan Parlemen Nasional memberikan delegasi kewenangan kepada

Pemerintah untuk membentuk undang-undang sesuai dengan materi muatan yang

ditetapkan dalam konstitusi.55

Wewenang yang diperoleh berdasarkan atribusi maupun berdasarkan

pelimpahan sama-sama harus terlebih dahulu dipastikan bahwa yang melimpahkan

benar memiliki wewenang tersebut, dan wewenang itu benar ada berdasarkan

konstitusi atau peraturan perundang-undangan.56

Pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh

suatu ketentuan perundang-undangan, sedangkan dalam delegasi terjadi pelimpahan

wewenang yang telah ada oleh badan yang telah memperoleh suatu wewenang

pemerintahan secara atributif kepada badan atau pejabat pemerintahan lainnya. Pada

atribusi maupun delegasi, adapun pihak yang bertanggung jawab kepada

54 Ibid. 55 Moh. Mahfud MD, 1998, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta., Pustaka LP3ES, h. 376 56 R. Sri Soemantri M., 1992, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Penerbit Alumni,

Bandung, h 29

Page 37: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

pelaksanaan tugas bersangkutan dibebankan kepada penerima kewenangan. 57

Perbedaan delegasi dan mandat adalah, pada delegasi terdapat

pelimpahan wewenang, kewenangan tidak dapat dijalankan secara insidental oleh

organ yang memiliki wewenang asli, terjadi peralihan tanggung jawab, harus

berdasarkan undang-undang, dan harus tertulis, sedangkan pada mandat terdapat

perintah untuk melaksanakan, kewenangan dapat sewaktu-waktu dilaksanakan oleh

mandans, tidak terjadi peralihan tanggung jawab, tidak harus dengan undang-

undang, dan dapat tertulis atau lisan.

Berkaitan dengan kewenangan Pemerintah yang diperoleh dari lembaga

legislatif (Parlemen Nasional) untuk membentuk undang-undang menurut ketentuan

Konstitusi RDTL sebagai berikut:

Pertama; Perijinan bidang kekuasaan legislatif oleh Pemerintah dapat secara resmi

disahkan dengan apa yang dinamakan “delegasi kekuasaan legislatif” yaitu

penyerahan kekuasaan legislatif oleh pemegang kekuasaan itu kepada suatu badan

penguasa lain untuk melaksanakan sebagian kewenanagan pemegang kekuasaan

tersebut. Relevannya dengan kewenangan atau kekuasaan legislatif oleh

pembentuk undang-undang diserahkan kepada Pemerintah. Timbul pertanyaan:

bolehkah ini menurut Undang-Undang Dasar? Menurut ketentuan Pasal 96 ayat

(1), Pasal 97 ayat (1) bagian (c), Pasal 115 ayat (3) Konstitusi RDTL Tahun 2002

yang secara tegas menyerahkan kewenangan pembentukan undang-undang

57 Indroharto, 1991, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara,

Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, h. 64-66.

Page 38: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

kepada Pemerintah untuk membuat undang-undang tentang materi muatan yang

diatur dalam Konstitusi RDTL Tahun 2002.

Kedua; Menurut Kranenburg,58 bahwa di semua negara modern, ada gejala semakin

banyak terjadi penyerahan kekuasaan, legislatif atau perundang-undangan kepada

Pemerintah, sebagai kekuasaan eksekutif. Gejala ini disebabkan oleh dua hal; 1)

pembentukan undang-undang yaitu kepala Negara dan dewan perwakilan

Rakyat, merasa tidak cakap untuk mengatur permasalahan secara detail, oleh

karena ini memerlukan pengetahuan teknik yang hanya dimiliki oleh para ahli-

teknik; 2) bagi pembentukan undang-undang tidak ada waktu yang cukup

terluang untuk memikirkan persoalan-persoalan itu secara detail.

Dengan berpikir bahwa jangan sampai ketinggalan jaman dalam penyelenggaraan

pemerintahan, untuk mengatur sesuatu hal inilah yang mendorong timbulnya gejala

delegasi kewenangan. Meskipun demikian, para cendekiawaan memeras pemikiran,

bagaimana gejala ini dapat diterapkan dalam sistem konstitusional dengan lain, perkataan

sampai di mana gejala ini dapat dikatakan tidak bertentangan dengan konstitusi, maka di

antara para sarjana hukum Perancis dicoba memasukkan tindakan Pemerintah yang

mengatur sesuatu, itu tetap dalam istilah “eksekutif” yaitu menjalankan apa yang

diperintahkan oleh pembentuk undang-undang.

Pandangan yang tidak riil ini, kemudian ditinggalkan dan mulai merata suatu

pendapat bahwa, yang dimaksud dalam konstitusi, bahwa oleh pembentuk undang-

58 Wirjono Prodjodikoro,1983, Asas-asas hukum tata Negara Indonseia; Dian Rakjat. h.79-80

Page 39: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

undang cukuplah diatur garis-garis besar saja. Sedangkan hal-hal yang lebih detail dapat,

bahkan harus diserahkan kepada institusi lain, dan institusi ini tidak lain adalah

Pemerintah. Demikian dapat dibenarkan bahwa Pemerintah memperoleh kewenangan

untuk membentuk undang-undang atas dasar persoalan-persoalan yang mendasar secara

nyata, masyarakat membutuhkan perlindungan hak-hak warga negaranya secara

konstitusional.

a) Delegasi

Delegatie; overdracht van een bevoegheid van het ene bestuursorgaan aan een

ander, (delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari suatu organ

pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya) Delegasi diartikan sebagai

penyerahan wewenang (untuk membuat “besluit”) oleh pejabat pemerintahan

(pejabat TUN) kepada pihak lain dan wewenang tersebut menjadi tanggung jawab

pihak lain tersebut.59

b) Mandat

Mandaat; een bestuursorgaan laat zinj bevoegheid names hem uitoefeen door een

ander, (mandat terjadi ketika organ pemerinatahan mengizinkan kewenangannya

dijalankan oleh organ lain atas namanya). Mandat merupakan suatu pelimpahan

wewenang kepada bawahan. Pelimpahan itu bermaksud memberi wewenang

kepada bawahan untuk membuat keputusan a.n pejabat tun yang memberi mandat.

Keputusan itu merupakan keputusan pejabat TUN yang memberi mandat. Dengan

demikian tanggung gugat dan tanggung jawab tetap pada pemberi mandat. Untuk

mandat tidak perlu ada ketentuan perundang-undangan.60

Mengenai rumusan pengertian dari mandat, Philipus M. Hadjon, kembali

menjelaskan bahwa:61

Kewenangan membuat keputusan hanya dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu

atribusi atau delegasi. Oleh karena mandat merupakan suatu pelimpahan

wewenang kepada bawahan. Pelimpahan ini bermaksud memberi wewenang

kepada bawahan untuk membuat keputusan a.n. pejabat tun yang memberi

59 Philipus M. Hadjon, 1994, Fungsi Normatif Hukum Administrasi Dalam Mewujudkan

Pemerintahan Yang Bersih, Pidato Peresmian Penerimaan Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Hukum Pada

Fakultas Hukum Airlangga., h. 7 60 Ibid. 61 Ibid.

Page 40: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

mandat. Keputusan itu merupakan keputusan pejabat tun yang memberi mandat.

Dengan demikian tanggung jawab dan tanggung gugat tetap pada pemberi

mandat. Untuk mandat tidak perlu ada ketentuan peraturan perundang-undangan

yang melandasinya karena mandat merupakan hal rutin dalam hubungan intim-

hirarkis organisasi pemerintahan”

Kriteria delegasi yang dimaksud, ten Berge, menyatakan bahwa syarat-syarat

delegasi antara lain:62

a) Delegasi harus definitif, artinya delegans tidak dapat lagi menggunakan

sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu.

b) Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, artinya

delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan untuk itu dalam peraturan

perundang-undangan.

c) Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hirarki kepegawaian

tidak diperkenankan adanya delegasi.

d) Kewajiban memberi keterangan (penjelasan), artinya delegans berwenang

untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut.

e) Peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya delegans memberikan instruksi

(petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut.

Mengenai perbedaan antara delegasi dan mandat, Philipus M. Hadjon,63

menyatakan bahwa dalam kepustakaan digunakan istilah dekonsentrasi, yaitu

kemungkinan terjadinya pemberian wewenang dalam hubungan kepada bawahan.

Dekonsentrasi diartikan sebagai atribusi wewenang kepada para pegawai (bawahan),

tujuan diadakannya dekonsentrasi ialah:

a) Adanya sejumlah besar permohonan keputusan dan dibutuhkannya keahlian

khusus dalam pembuatan keputusan;

b) Kebutuhan akan penegakan hukum dan pengawasan;

c) Kebutuhan koordinasi.

62 Philipus M Hadjon II, Ibid, h. 5 63 Ibid. h. 7

Page 41: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Dengan konsep delegasi seperti di atas, berarti tidak mungkin ada delegasi

umum dan tidak mungkin ada delegasi dari atasan kepada bawahan. Perbedaan antara

delegasi dan mandat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut.64

Tabel 1:

Perbedaan kewenangan delegasi dengan Mandat.

MANDAT DELEGASI

a. Prosedur

pelimpahan

Dalam hubungan rutin

atasan bawahan: hal biasa

kecuali dilarang secara

tegas

Dari suatu organ pemerintahan kepada

orang lain: dengan peraturan

perundang-undangan

b. Tanggung jawab

dan tanggung gugat

Tetap pada pemberi

mandate

Tanggung jawab dan tanggung gugat

beralih kepada delegataris

c. Kemungkinan si

pemberi

menggunakan

wewenang itu lagi

Setiap saat dapat

menggunakan sendiri

wewenang yang

dilimpahkan itu

Tidak dapat menggunakan wewenang

itu lagi kecuali setelah ada pencabutan

dengan berpegang pada asas

“contrarius actus”

Pada bagian ini Penulis mengkaji dan menganalisis terkait dengan parameter

penyalagunaan wewenang dan hubungannya dengan asas spesialitas

(Specialiteitsbeginsel).

Dalam konsep hukum administrasi, setiap pemberian wewenang kepada suatu

badan atau kepada pejabat administrasi negara selalu disertai dengan “tujuan dan

maksud” diberikannya wewenang itu, sehingga penerapan wewenang itu harus sesuai

dengan tujuan dan maksud pemberian wewenang itu sendiri. Dalam hal penggunaan

wewenang itu tidak sesuai dengan tujuan dan maksud pemberian wewenang tersebut,

64 Philipus M Hadjon III. Loc.Cit., h. 8

Page 42: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

maka telah melakukan penyalagunaan wewenang (detournement de pouvoir) Parameter

“tujuan dan maksud” pemberian wewenang dalam menentukan batasan-batasannya, agat

tidak terjadinya penyalagunaan wewenang yang dikenal dengan asas spesialias

(Specialiteitsbeginsel), yang dikembangkan oleh Mariette Kobussen dalam bukunya yang

berjudul ‘De Vrijheid Van De Overheid’. Secara substansial Specialiteitsbeginsel

mengandung makna bahwa, setiap kewenangan memiliki tujuan tertentu. Menurut Hani

Handoko ada dua pandangan yang saling berlawanan mengenai sumber wewenang:

a) Teori formal (pandangan klasik) adalah wewenang adalah dianugrahkan yakni

wewenang ada karena seseorang diberikan atau dilimpahkan hal tersebut.

pandangan mengangap bahwa wewenang berasal dari tingkat masyarakat

yang sangat tinggi dan kemudian secara hukum diturunkan dari tingkat

ketingkat.

b) Teori penerimaan (acceptance theory of authority) adalah berpendapat bahwa

wewenang seseorang timbul hanya bila hal itu diterima oleh kelompok atau

individu kepada siapa wewenang tersebut dijalankan dan ini tidak tergantung

pada penerima (reciver).65

Menurut R. Sri Sumantri,66 bahwa kewenangan diperoleh seseorang melalui

2 (dua) cara yaitu dengan atribusi atau dengan pelimpahan wewenang:

a) Atribusi, yaitu wewenang yang melekat pada suatu jabatan. Dalam tinjauan

hukum tata Negara, atribusi ini ditunjukan dalam wewenang yang dimiliki

oleh organ pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya berdasarkan

kewenangan yang dibentuk oleh pembuat undang-undang. Atribusi ini

menunjuk pada kewenangan asli atas dasar konstitusi (UUD) atau peraturan

perundang-undangan.

b) Pelimpahan wewenang (delegasi), yakni pelimpahan wewenang adalah

penyerahan sebagian dari wewenang pejabat atasan kepada bawahan tersebut

membantu dalam melaksanakan tugas-tugas kewajibannya untuk bertindak

sendiri. Pelimpahan wewenang ini dimaksudkan untuk menunjang kelancaran

tugas dan ketertiban alur komunikasi yang bertanggung jawab, dan sepanjang

65 Moh. Mahfud MD, 1998, Politik Hukum di Indonesia, Pustaka LP3ES, Jakarta, h.376 66 R. Sri Soemantri M, 1992, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung, ,

h. 29

Page 43: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

tidak ditentukan secara khusus oleh peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Dalam kaitan dengan hal tersebut, Philipus M. Hadjon menyatakan dengan

menyitir pendapatnya N.E. Algra bahwa: “pada kepustakaan Belanda jarang

menggunakan istilah uitvoerende macht, melainkan menggunakan istilah yang populer

betuur yang dikaitkan dengan sturen dan sturing, Bestuur dirumuskan sebagai lingkungan

kekuasaan negara di luar lingkungan kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudisial”.67

Konsep bestuur membawa implikasi kekuasaan pemerintahan tidaklah semata sebagai

kekuasaan terikat tetapi juga, merupakan suatu kekuasaan bebas (vrij bestuur, Freies

Ermessen, discretionary power).68 Selanjutnya, Philipus M. Hadjon menyatakan bahwa,

untuk memberikan pemahaman tentang kekuasaan bebas atau kekuasaan diskresi dengan

cara melihat ruang lingkupnya. Kekuasaan bebas atau kekuasaan diskresi meliputi;

kewenangan untuk memutus sendiri, dan kewenangan interpretasi terhadap norma-norma

tersamar (vage normen).69 Kekuasaan bebas (vrij bestuur) asas wetmatigheid tidaklah

memadai, kekuasaan bebas di sini tidak dimaksud kekuasaan yang tanpa batas, tetapi

tetap dalam koridor hukum (rechtmatigheid), setidak-tidaknya kepada hukum yang

tertulis atau asas-asas hukum. Badan hukum publik yang berupa Negara, Pemerintah,

Departemen, Pemerintah Daerah, institusi untuk dapat menjalankan tugasnya mereka

memerlukan kewenangan.

67 Ibid. h. 2. 68 Ibid. h. 3. 69 Ibid. h. 6.

Page 44: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Pemberian kewenangan terhadap badan hukum publik tersebut, dapat dilihat

pada konstitusi masing-masing negara. Perihal kewenangan tidak terlepas dari Hukum

Tata Negara dan Hukum Administrasi, karena kedua jenis hukum itulah yang mengatur

tentang kewenangan. Hukum Tata Negara berkaitan dengan susunan negara atau organ

dan negara (staats, inrichtingrecht, organisatierecht) dan posisi hukum dan warga negara

berkaitan dengan hak-hak dalam (grondrechten). Dalam susunan organ negara diatur

mengenai, bentuk negara, bentuk pemerintahan, dan pembagian kekuasaan dalam negara.

Pembagian kekuasaan lembaga negara terdiri atas pembagian secara horizontal yang

meliputi: kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudisial dan secara vertikal terdiri atas

Pemerintah pusat dan pemerintahan Daerah.

Pembagian kekuasaan dalam negara secara horizontal dimaksudkan untuk

menciptakan keseimbangan dalam negara dan saling melakukan kontrol. Adapun

pembagian tugas secara vertikal maupun horizontal, sekaligus dengan pemberian

kewenangan badan-badan negara tersebut, yang ditegaskan dalam konstitusi.

Sehubungan dengan pendapat diatas, F.P.C.L. Tonnaer70 menyatakan bahwa:

Overheids bevoegdheid wordt in dit verband opgevat als het vermogen om

positiefrecht vast te stellen naldus rechts betrekking tussen burgers onderling en

tussen overheid en te scheppen (Kewenangan pemerintah dalam kaitan ini

dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan hukum positif, dan dengan

begitu, dapat dirincikan hubungan hukum antara pemerintah dengan warga

negara).

70 Ridwan H.R., Op.cit., h.108.

Page 45: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Berdasarkan Hukum administrasi, mengetahui sumber dan cara memperoleh

wewenang pemerintahan ini penting, karena berkenaan dengan pertanggungjawaban

hukum (rechtelijke verantwording), penggunaan wewenang tersebut, seiring dengan

salah satu prinsip dalam negara hukum, geen bevoegheid zonder verantwoordelijkheid

atau there is no authority without responsibility (tidak ada kewenangan tanpa

pertanggungjawaban).71 Indroharto, mengatakan bahwa, pada atribusi terjadi pemberian

wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-

undangan. Di sini dilahirkan atau diciptakan suatu Wewenang baru. Lebih lanjut

disebutkan bahwa, legislator yang kompeten untuk memberikan kewenangan atribusi.

Wewenang Pemerintah itu dibedakan antara:72

1) Yang berkedudukan sebagai original legislator, di negara kita di tingkat pusat

adalah MPR sebagai pembentuk kontstitusi dan DPR bersama-sama

pemerintah sebagai lembaga yang melahirkan suatu undang-undang, dan di

tingkat daerah adalah DPRD dan Pemda yang melahirkan Peraturan Daerah.

2) Yang bertindak sebagai delegated legislator; seperti presiden yang berdasar

pada suatu ketentuan undang-undang mengeluarkan peraturan Pemerintah di

mana diciptakan wewenang-wewenang pemerintahan kepada badan atau

jabatan tata usaha negara tertentu.

Menyimak dari kewenangan atribusi yang dimaksud oleh Indroharto di atas,

dalam kaitannya dengan Negara Timor-Leste secara Konstitusi RDTL untuk sementara

hanya memiliki satu kamar yaitu Parlemen Nasional (PN), dikatakan “sementara” karena

Pemerintah telah merancang politik desentralisasi pemerintahan, dari pusat ke daerah, hal

itu akan menciptakan kewenangan baru dalam sistem pemerintahan RDTL yang disebut

71 Ibid. h. 200 72 Indroharto, Op.cit, h. 91.

Page 46: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Parlemento Municipo (DPRD). Oleh karena itu, saat ini masih menganut sistem

unicameral (satu kamar) sehingga, Parlemen Nasional melahirkan atribusi untuk

memberikan ijin kepada Pemerintah untuk membentuk undang-undang sebagaimana

diatur pada Pasal 96 ayat (1) Konstitusi RDTL. Sedangkan pada bagian kedua bahwa

sistem pemerintahan yang dianut oleh Negara RDTL adalah sistem pemerintahan semi

Presidensiil maka, presiden hanya sebagai symbol persatuan nasional, dan secara

konstitusi tidak memberi kewenangan kepada presiden untuk membentuk undang-

undang atau peraturan Pemerintah, sebagaimana dalam Sistem Pemerintahan presidensiil

di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Menegaskan adanya delegasi suatu

pelimpahan wewenang kepada badan pemerintahan yang lain.

Dalam Hukum Administrasi Belanda telah merumuskan pengertian delegasi

dalam undang-undang di Belanda yang terkenal dengan singkatan AWB (Algemene Wet

Bestuursrecht). Dalam Pasal 10:3 AWB, delegasi diartikan sebagai penyerahan

wewenang (untuk membuat “besluit”) oleh pejabat pemerintahan (pejabat tun) kepada

pihak lain dan wewenang tersebut menjadi tanggung jawab pihak lain tersebut.73 Pemberi

atau yang melimpahkan wewenang disebut delegans dan yang menerima disebut

delegataris. Jadi suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang.74

Pemberian atau pelimpahan wewenang ada persyaratan-persyaratan yang

harus dipenuhi, yaitu:

73 Philipus M. Hadjon I, Op.cit, h. 4. 74 Nur Basuki Minarno, 2009, Penyalahgunaan Wewenang Dan Tindak Pidana Korupsi Dalam

Pengelolaan Keuangan Daerah, diterbitkan Laksbang Mediatama, Palangkaraya, h.72.

Page 47: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

1) Delegasi harus definitif, artinya delegans tidak lagi menggunakan sendiri

wewenang yang telah dilimpahkan itu.

2) Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, artinya

delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan itu dalam peraturan

perundang-undangan.

3) Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hirarki kepegawaian

tidak diperkenankan adanya delegasi.

4) Kewajiban memberikan keterangan (penjelasan), artinya delegans berwenang

untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut.

5) Peraturan kebijakan (beleidsregelen), artinya delegans memberikan instruksi

(petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut.75

Berdasarkan kewenangan delegasi yang dimaksud, maka konsep delegasi

seperti itu, tidak ada delegasi umum dan tidak mungkin ada delegasi dari atasan ke

bawahan. Atribusi berkenaan dengan penyerahan wewenang baru, sedangkan delegasi

menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada (oleh organ yang telah memperoleh

wewenang secara atributif kepada organ lain); jadi delegasi secara logis selalu didahului

oleh atribusi. Dalam melaksanakan fungsinya (terutama berkaitan dengan wewenang

pemerintahan), Pemerintah mendapatkan kekuasaan atau kewenangan itu bersumber dari

kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang. Sutarman mengutip pendapat dari H.D.

van Wijk/Willem Konijnenbelt76 menyatakan bahwa: “Wetmatigheid van bestuur: de

uitvoerende mach bezit uitsluitend die bevoegdheden welke haar uitdrukkelijk door de

Grondwet of door een andere wet zijn toegekend.” (pemerintahan menurut undang-

undang: Pemerintah mendapatkan kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh undang-

undang atau Undang-Undang Dasar).

75 Philipus M Hadjon., Op. Cit. h. 4-5. 76 Sutarman, Op.cit., h. 112.

Page 48: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Dalam kaitan dengan konsep atribusi, delegasi, ataupun mandat, menurut J.G.

Brouwer dan A.E. Schilder, mengatakan bahwa:77

a) With atribution, power is granted to an administrative authority by an

independent legislative body. The power is initial (originair), which is to say

that is not derived from a previously existing power. The legislative body

creates independent and previously non existent powers and assigns them to

an authority.(Dengan atribusi, kekuasaan diberikan kepada otoritas

administratif oleh badan legislatif independen. Kekuasaan yang awal

(originair), yang mengatakan bahwa tidak berasal dari kekuatan yang sudah

ada sebelumnya. Badan legislatif menciptakan kemerdakaa dan kekuatan

yang sebelumnya tidak ada dan memberikan mereka kewenangan)

b) Delegation is a transfer of an acquired atribution of power from one

administrative authority to another, so that the delegate (the body that the

acquired the power) can exercise power in its own name. (Delegasi adalah

transfer dari atribusi diperoleh kekuasaan dari satu otoritas administrasi yang

lain, sehingga delegasi (tubuh yang mengakuisisi kekuasaan) dapat

menjalankan kekuasaan atas namanya sendiri).

c) With mandate, there is not transfer, but the mandate giver (mandans) assigns

power to the body (mandataris) to make decision or take action in its

name.(Dengan mandat, tidak ada mentransfer kewenangan, tetapi pemberi

mandat (Mandate) memberikan kekuatan untuk penerima (Mandataris) untuk

membuat keputusan atau mengambil tindakan dalam namanya).

J.G. Brouwer,78 berpendapat bahwa atribusi merupakan kewenangan yang

diberikan kepada suatu organ (institusi) pemerintahan atau lembaga Negara oleh suatu

badan legislatif yang independen. Kewenangan ini adalah asli, yang tidak diambil dari

kewenangan yang ada sebelumnya. Badan legislatif menciptakan kewenangan mandiri

dan bukan perluasan kewenangan sebelumnya dan memberikan kepada organ yang

berkompeten.

77 J.G. Brouwer dan Schilder, 1998, A Survey of Dutch Administrative Law, Ars Aeguilibri,

Nijmegen, h. 16-17 78 Philipus M Hadjon II, Op.cit. Jilid III, h. 7.

Page 49: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Delegasi merupakan kewenangan yang dialihkan dari kewenangan atribusi

dari suatu organ (institusi) pemerintahan kepada organ lainnya, sehingga delegator (organ

yang telah memberi kewenangan) dapat menguji kewenangan tersebut atas namanya,

sedangkan pada mandat, tidak terdapat suatu pemindahan kewenangan tetapi pemberi

mandat (mandator) memberikan kewenangan kepada organ lain (mandataris) untuk

membuat keputusan atau mengambil suatu tindakan atas namanya.

Ada perbedaan mendasar antara kewenangan atribusi dan delegasi. Pada

atribusi, kewenangan yang ada siap dilimpahkan, tetapi tidak demikian pada delegasi.

Kewenangan harus dilandasi oleh ketentuan hukum yang ada dalam konstitusi, sehingga

kewenangan tersebut merupakan kewenangan yang sah. Dengan demikian, pejabat

(organ) dalam mengeluarkan keputusan didukung oleh sumber kewenangan tersebut.

Stroink,79 menjelaskan bahwa sumber kewenangan dapat diperoleh bagi pejabat atau

organ (institusi) pemerintahan dengan cara atribusi, delegasi dan mandat. Kewenangan

organ (institusi) Pemerintah adalah suatu kewenangan yang dikuatkan oleh hukum positif

guna mengatur dan mempertahankannya. Tanpa kewenangan tidak dapat dikeluarkan

suatu keputusan yuridis yang benar.

Dalam hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan. Kekuasaan

memiliki makna yang sama dengan wewenang karena kekuasaan yang dimiliki oleh

eksekutif, legislatif dan yudikatif adalah kekuasaan formal. Kekuasaan merupakan unsur

esensial dari suatu Negara dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di samping

79 Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, Makalah, Universitas Airlangga, Surabaya, h. 1

Page 50: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

unsur-unsur lainnya, yaitu:80 a) hukum; b) kewenangan (wewenang); c) keadilan; d)

kejujuran; e) kebijakbestarian; dan f) kebajikan. Kekuasaan yang tidak berkaitan dengan

hukum oleh Henc van Maarseven81 disebut sebagai “blote match,” sedangkan kekuasaan

yang berkaitan dengan hukum oleh Max Weber.82 Disebut sebagai wewenang rasional

atau legal, yakni wewenang yang berdasarkan suatu sistem hukum ini dipahami sebagai

suatu kaidah-kaidah yang telah diakui serta dipatuhi oleh masyarakat dan bahkan yang

diperkuat oleh Negara. Selanjutnya, E. Utrecht,83 membedakan istilah “kekuasaan”

(gezag, authority) dan “kekuatan” (macht, power) bahwa “kekuatan” merupakan istilah

politik yang berarti paksaan dari suatu badan yang lebih tinggi kepada seseorang, biarpun

orang itu lebih tinggi kepada seseorang, biarpun orang itu belum menerima paksaan

tersebut sebagai sesuatu yang sah sebagai tertib hukum positif. “Kekuasaan” adalah

istilah hukum. Kekuatan yang menjadi kekuasaan apabila diterima sebagai sesuatu yang

sah atau sebagai tertib hukum positif dan badan yang lebih tinggi itu diakui sebagai

penguasa (otoriteit).

Dari berbagai pengertian kewenangan sebagaimana tersebut di atas, penulis

simpulkan bahwa, kewenangan (authority) memiliki pengertian yang berbeda dengan

wewenang (competence). Kewenangan merupakan kekuasaan formal yang berasal dari

80 Rusadi Kantaprawira, 1998, Hukum dan Kekuasaan, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta,

h. 37-38. 81 Suwoto Mulyosudarmo, 1990, Kekuasaan dan Tanggung Jawab Presiden Republik Indonesia,

Suatu Penelitian Segi-Segi Teoritik dan Yuridis Pertanggungjawaban Kekuasaan, Universitas Airlangga,

Surabaya, h. 30. 82 A. Gunawan Setiardja, 1990, Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat

Indonesia, Kanisius, Yogyakarta, h. 52. 83 Utrecht, E., op cit., h. 43

Page 51: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

undang-undang, sedangkan wewenang merupakan suatu spesifikasi dari kewenangan,

artinya barang siapa (subyek hukum) yang diberikan kewenangan oleh undang-undang,

maka ia berwenang untuk melakukan sesuatu tersebut atas dasar kewenangan yang

diberikan kepada pejabat tersebut.

Bertitik tolak dari pemaparan tersebut, berkaitan dengan kewenangan

lembaga negara dalam pembentukan undang-undang. Secara konstitusional, Konstitusi

RDTL, kewenangan lembaga negara dalam pembentukan undang-undang terdiri atas dua

lembaga negara, yang masing-masing mempunyai kewenangan secara atribusi dan

delegasi untuk membentuk undang-undang, sebagaimana diatur dalam Pasal 95 ayat (2),

kewenangan Parlemen Nasional, dan Pasal 96 ayat (1) Huruf (a) sampai (l) perijinan

legislatif, Pasal 97 inisiatif undang-undang dan Pasal 115 ayat (3) wewenang Pemerintah

secara eksklusif legislasi.

Berkaitan dengan kewenangan Pemerintah sebagaimana diatur dalam Pasal

103 Konstitusi RDTL tentang Pemerintah, dan Pasal 115 mengenai kewenangan

Pemerintah. Namun dalam konstitusi, Pemerintah juga sebagai lembaga legislasi

sekaligus sebagai lembaga eksekutif. Secara normatif prinsip asas pemisahan kekuasaan

yang diatur dalam konstitusi, bertentangan dengan teori trias politika yang dianut dalam

Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste, tentang asas pemisahan kekuasan. Hal

demikian sangat mempengaruhi proses pembanggunan di negara baru yang nota benenya

masih dalam proses pembanggunan berkelanjutan, apabila kewenangan yang diberikan

Page 52: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

kepada Pemerintah sangat tumpang tindih maka secara otomatis pembanggunan tidak

berjalan secara efektif dan efisien.

Berdasarkan pemaparan teori kewenangan di atas, berkaitan dengan

kewenangan lembaga negara dalam pembentukan undang-undang menurut ketentuan

Pasal 96 Parlemen Nasional dapat mengijinkan Pemerintah untuk mengusulkan undang-

undang tentang materi muatan sebagaimana diatur dalam ayat (1) Konstitusi RDTL

Tahun 2002 adalah kewenangan atribusi, hal demikian dikarenakan Pemerintah

memperoleh kewenangan untuk membentuk undang-undang melalui perijinan legislatif

tersebut secara langsung dalam konstitusi.

Secara teoritis kewenangan yang dimaksud hanya melihat dari aspek obyektif

atau lembaganya saja, tidak memperhatikan subyek atau individu yang melaksanakan

kewenangan yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa, seharusnya

kewenangan yang diperoleh baik secara atribusi, delegasi maupun mandat, perlu

menentukan syarat-syarat bagi seseorang yang akan menjalankan kewenangan tersebut,

apabila tidak ada syarat yang menentukan maka, tentu setiap individu memiliki hasrat

ingin menjadi pejabat. Syarat-syarat yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Pertama, Secara Intelektual; seseorang yang memilih untuk menduduki jabatan tertentu

harus memiliki kemampuan dalam bidang yang diimbangginya;

Kedua, Secara sosiologis; seseorang yang memiliki kewenangan untuk menjabat dalam

jabatan ketatanegaraan, harus memiliki kemampuan secara sosioal, agar setiap

keputusan yang dikeluarkan dapat ditaati oleh masyarakat;

Page 53: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Ketiga, Secara ekonomi; seseorang yang mendapat kepercayaan untuk menduduki

jabatan tertentu, harus memiliki kemampuan dalam bidang ekonomi, agar

melaksanakan fungsi kewenangan tersebut tidak menimbulkan unsur korupsi dan

penyalahgunaan kewenangan;

Ke empat, Secara historis, setiap Negara yang baru merdeka, latarbelakang historis sangat

mempengaruhi, oleh karena itu setiap pejabat Negara, harus memiliki

latarbelakang historis yang mencerminkan prinsip nasionalime dan patriotisme,

dengan demikian, yang bersangkutan menjalankan fungsi kewenangan tersebut

memiliki rasa memiliki dan pertanggungjawaban baik secara administrasi

maupun secara social terhadap kewenangan yang dijalankan;

Ke lima, Secara politik, seseorang yang akan menduduki jabatan pada lembaga Negara,

harus memiliki daya analisis dan pemikiran yang rasional, agar setiap tindakan

atau kebijakan dapat diterima oleh warganegaranya.

Dari ke lima (5) syarat yang diuraikan diatas, apabila di penuhi oleh seseorang

maka, yang bersangkutan menjalankan fungsi kewenangannya akan mencerminkan

prinsip asas legalitas, keadilan, dan kesusilaan dalam masyarakat.

2.3 Teori Perundang-Undangan

Peraturan perundang-undangan dalam kaitan dengan Negara terletak pada

dijaminnya hak-hak warga negara dalam tujuan negara, sehingga upaya untuk mencapai

tujuan negara yang dilakukan oleh Pemerintah tidak meniadakan, mengesampingkan

Page 54: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

ataupun melanggar hak-hak warga negara. Penegakkan dan perlindungan hak-hak

dimaksud harus dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.84

Pembentukan peraturan perundang-undangan (legislasi) menjadi salah satu

kunci dalam terjaminnya hak-hak warga negara yang merupakan bagian dari HAM.

Berbarengan dengan itu, pembatasan HAM melalui prasyarat dan prakondisi tertentu

dibolehkan dan ditetapkan dengan undang-undang.85 Pembentukan peraturan

perundang-undangan pada dasarnya, merupakan suatu proses yang menyangkut;

perencanaan, penyusunan dan pembentukan yang dilakukan melalui tahapan-tahapan

kegiatan terencana dan terkoordinasi. Sebagai proses dalam pelaksanaan kegiatannya

melibatkan dan memerlukan kerjasama berbagai pihak pemangku kepentingan

(Stakeholder's).

Teori perundang-undangan digunakan dalam penelitian dan penulisan

disertasi ini, untuk menjustifikasi terhadap norma-norma dan menjelaskan mekanisme

(Proses) pembentukan peraturan perundang-undangan oleh lembaga legislatif dan

eksekutif berdasarkan Konstitusi RDTL dan hierarki peraturan perundang-undangan

serta, asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.

Keterkaitan dengan peraturan perundang-undangan, menurut ketentuan Pasal

1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 bahwa, “peraturan perundang-

84 Nurrahman Aji Utomo 2016, Mengurai Kerangka Legislasi Sebagai Instrumen Perwujudan

Hak Asasi Manusia (Unraveling Legislation Framework as an Instrument for Realization of Human

Rights). Dalam Jurnal Konstitusi, Volume 13, Nomor 4 Desember 2016.

https://media.neliti.com/media/publications/113071-ID-mengurai-kerangka-legislasi-sebagai-inst.pdf. Di

akses pada tanggal 5 April 2018, h. 1 85 Ibid.

Page 55: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

undangan merupakan peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat

secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang

berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Dengan demikian, dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan secara

garis besar dapat dibagi menjadi 2 (dua) tahap kegiatan, yaitu: Pertama, kegiatan yang

berhubungan dengan proses tahapan perencanaan yang keduamencakup persiapan bahan

atau material (preparatory material) dan persiapan pelaksanaan tugas (preparatory task)

dan kedua, kegiatan yang berhubungan dengan prosedur penyusunan dan pembentukan

(formal procedure). Ketiga, tahapan tersebut, antara yang satu dengan lainnya saling

ketergantungan dan merupakan kegiatan yang saling berkaitan antara satu dengan yang

lain.

Pembedaan proses dan prosedur dimaksud, pada hakekatnya untuk

memberikan penjelasan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan harus

memenuhi kaidah penyiapan dan penyusunan (kaidah-kaidah legislative drafting), yakni:

Kegiatan pertama, meliputi tahapan perencanaan dan persiapan pelaksanaan rencana

yang berkaitan dengan penyiapan bahan materi rumusan dan penyusunan rancangan

peraturan perundang-undangan. Kegiatan kedua, meliputi tahapan prosedur; meliputi

penyusunan prolegnas, pembahasan dan harmonisasi rancangan peraturan perundang-

undangan, prosedur pengajuan dan pembahasan rancangan peraturan perundang-

undangan, dan selanjutnya, pengesahan, pengundangan dan publikasi.

Page 56: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Peraturan perundang-undangan berada dalam domain hukum tertulis (jus

scriptum), yakni hukum yang dibentuk dan diterapkan oleh institusi atau pejabat yang

berwenang dengan bentuk dan format tertentu. Jimly Asshidiqie86 mengkategorikan

peraturan perundang-undangan selaku hukum tertulis kedalam 4 (empat) macam:

a) Peraturan perundangan yang bersifat umum, yaitu berlaku umum bagi siapa

saja dan bersifat abstrak karena tidak menunjuk kepada hal atau peristiwa,

atau kasus kongkrit yang sudah ada sebelum peraturan itu ditetapkan;

b) Peraturan perundangan yang bersifat khusus karena kekhususan subyek yang

diaturnya, yaitu hanya berlaku bagi subyek tertentu;

c) Peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus karena kekhususan

wilayah berlakunya, yaitu hanya berlaku di dalam wilayah tertentu;

d) Peraturan perundangan yang bersifat khusus, karena kekhususan daya ikat

materinya, yaitu hanya berlaku internal.

Sifat dari peraturan perundang-undangan, dalam hukum tertulis, berimplikasi

pada jenis maupun institusi, atau pejabat yang berwenang membentuknya. Termasuk pula

berimplikasi terhadap penjabaran dari norma yang abstrak, menjadi norma yang kongkrit,

harus berdasarkan sumber kewenangan, sehingga lahirnya suatu bentuk peraturan

perundang-undangan.

Kekuasaan atribusi khusus membentuk peraturan perundang-undangan

(attributievan wetgevendemacht), sering diartikan sebagai pemberian kewenangan

kepada badan atau lembaga atau pejabat (ambt) negara tertentu, yang diberikan oleh

pembentukan Undang-Undang Dasar maupun undang-undang. Pemberian wewenang

dimaksud melahirkan suatu kewenangan serta tanggung jawab yang mandiri. Jadi ada

suatu original power (originaire van macht) yang kemudian melahirkan suatu original

86 Jose Cardoso de Araujo, 2010, Tesis, Studi perbandingan pembentukan Undang-undang antara

Indonesia dan Timor-Leste, program Pascasarjana Universitas, Satya Wacana Salatiga semarang, h. 39

Page 57: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

power of legislation (originaire wetgevendemacht) jelasnya dalam kewenangan atribusi,

terdapat suatu kewenangan baru.87 Sedangkan delegasi kewenangan (delegatie

vanbevoegdheid), adalah sebagai suatu penyerahan atau pelimpahan kewenangan, (dalam

hal ini kewenangan pembentukan undang-undang delegatie van wetbevoegdheid dari

badan atau lembaga atau pejabat yang menyerahkan, atau melimpahkan wewenang

tersebut (delegans), melalui penyerahan kewenangan yang dimaksud, berarti seluruh

kewenangan yang diserahkan atau dilimpahkan menjadi tanggung jawab atau beralih

kepada penerima kewenangan (delegataris).

Dalam delegasi kewenangan yang diserahkan atau dilimpahkan tersebut sudah

ada pada delegans, sehingga tidak ada penciptaan kewenangan baru.88 Meskipun

dimungkinkan dalam hukum perundang-undangan untuk pendelegasian kewenangan dari

bentuk hukum peraturan perundang-undangan tertentu kepada pemegang kewenangan

dalam membentuk peraturan perundang-undangan lainnya, yang perlu diperhatikan

sebagai koridor adalah hierarkhi peraturan perundang-undangan yang hanya

dimungkinkan untuk didelegasikan kepada bentuk hukum yang sederajat atau yang lebih

rendah (lex superiori derogate legi lmperiori).

2.3.1 Pengertian Peraturan Perundang-undangan

Sebelum mengetauhi pengertian peraturan perundang-undangan, perlu

memahami terlebih dahulu pengertian Hukum. Hukum pada dasarnya dapat

87 I Gde Pantja Astawa, 2008, Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-Undangan Di Indonesia,

Penerbit, PT Alumni, Bandung, h. 53. 88 Ibid. 77-78.

Page 58: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

diklasifikasikan dalam berbagai pengelompokkan. Dalam konteks pembentukan hukum,

yang penting diperhatikan adalah pengelompokkan hukum, berdasarkan atas bentuk dan

sifatnya, yaitu berupa hukum tertulis dan tidak tertulis.89 Hukum tidak tertulis dalam

ketatanegaraan Timor-Leste diakui keberadaannya dalam Pasal 2 ayat (4) Konstitusi

RDTL yang mengatakan bahwa. “Negara mengakui dan menghargai norma dan adat

Timor-Leste yang tidak bertentangan dengan UUD dan undang-undang apapun lainnya,

khususnya berkaitan dengan hukum adat.” Hakikat dan fungsi peraturan perundang-

undangan dalam konsep negara hukum menjadi menarik dan akan selalu menarik

dilakukan pengkajian ketika dihubungkan dengan gagasan pembentukan peraturan

perundang-undangan yang baik karena beberapa alasan:

Pertama; Salah satu unsur negara hukum adalah setiap tindakan

Pemerintah/pemerintahan harus berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Negara diselenggarakan tidak atas kemauan semata sang penguasa, tetapi

negara diperintah berdasarkan hukum yang sudah dibuat dan disediakan sebelumnya serta

penguasa tunduk pada hukum tersebut.90 Dalam penjelasan Pasal 1 ayat (1) dikatakan

bahwa Negara Republik Demokratik Timor-Leste adalah negara yang berdasarkan atas

hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat).

89 I Nyoman Suyatna, 2011, Disertasi, Asas-asas umum pemerintahan yang baik dalam

pembentukan peraturan daerah: Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas

Brawijaya Malang, h. 152-153 90 Satjipto Rahardjo, 2009, Negara Hukum Yang Membahagiakan Rakyatnya, Genta Publishing.

Yogyakarta, Dalam Jalaluddin, hakikat dan fungsi peraturan perundang-undangan sebagai batu uji kritis

terhadap gagasan pembentukan Perda yang baik. http//: jurnal

.untad.ac.id/jurnal/index.php/AKTUALITA/article/download/2481/1624. Diakses pada tanggal 5 April

2018, h. 1-3

Page 59: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Kedua; Jika dikaitkan dengan tipe negara kesejahteraan modern yang dianut

oleh konstitusi dimana Pemerintah diberi kewenangan yang sangat luas untuk ikut serta

aktif campur tangan dalam segala bidang sosial budaya dan ekonomi. Dengan

kewenangan Pemerintah yang begitu luas tersebut, jika tidak dipagari dengan aturan-

aturan hukum yang baik dan adil, serta pengawasan penggunaan kewenangan yang ketat

dapat menimbulkan kesewenang-wenangan dari Pemerintah. Dalam konteks demikian

pembentukan peraturan perundang-undangan akan menjadi suatu keniscayaan.

Ketiga; Secara umum tujuan pembentukan perundang-undangan adalah

mengatur dan menata kehidupan dalam suatu negara supaya masyarakat yang diatur oleh

hukum itu memperoleh kepastian, kemanfaatan dan keadilan didalam kehidupan

bernegara dan bermasyarakat. Oleh karena itu, salah satu tiang utama dalam

penyelenggaraan pemerintahan suatu negara hukum adalah pembentukan peraturan

perundang-undangan yang baik, harmonis, dan mudah diterapkan

dalam masyarakat.

Bertitik tolak tentang peraturan perundang-undangan adalah persoalan hukum

tertulis. Para pemikir sosiologis tentang hukum menganggap bahwa hukum tertulis itu

banyak mengandung kelemahan-kelemahan terutama dalam hal mengikuti

perkembangan zaman. Selain itu hukum tertulis hanya mengejar kepastian dan

mengabaikan rasa keadilan masyarakat yang tumbuh seiring dengan perkembangan

masyarakat itu sendiri. Atas dasar pemikiran sosiologis tersebut diatas, hukum tertulis

(peraturan perundang-undangan) mempunyai kelebihan dengan hukum yang tidak

Page 60: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

tertulis, karena selain perubahan/prilaku yang diharapkan dapat direncanakan melalui

pembentukan peraturan perundang-undangan, juga perubahan/prilaku yang diharapkan

dimaksud dapat di lakukan dalam waktu yang cepat. Namun demikian, kehadiran hukum

(peraturan perundang-undangan) tidak boleh/harus selaras dengan hakikat hukum

sebagaimana dikemukakan oleh para pemikir tentang hukum antara lain:

1) Socrates91 berpendapat bahwa hakikat hukum (peraturan perundang-

undangan adalah keadilan. Hukum berfungsi melayani kebutuhan keadilan

dalam masyarakat. Hukum menunjuk pada suatu aturan hidup yang sesuai

dengan cita-cita hidup bersama, yaitu keadilan. Sejalan dengan pendapat

socrates, Plato mencanangkan suatu tatanan di mana hanya kepentingan

umum yang diutamakan, yakni partisipasi semua orang dalam gagasan

keadilan akan dicapai secara sempurna.

2) Plato92 berpendapat bahwa hukum itu ada karena adanya suatu perjanjian atau

kontrak. Perjanjian ini terjadi semata-mata karena manusia itu adalah makhluk

sosial, sehingga selalu ada keinginan untuk hidup bermasyarakat. Hukum dan

negara bertujuan untuk ketertiban dan keamanan. Dengan demikian hakekat

hukum menurut mereka dapat dikatakan adalah untuk ketertiban dan

keamanan.

3) Rousseau93 tokoh yang mengetengahkan teori kedaulatan rakyat berpendapat

bahwa hakekat undang-undang itu merupakan penjelmaan dari kemauan atau

kehendak rakyat. Rousseau memulai penjelasannya dengan mengatakan

bahwa tujuan negara itu adalah untuk menegakkan hukum dan menjamin

kebebasan dari para warganegaranya, dalam pengertian bahwa kebebasan

dalam batas-batas perundang-undangan. Dalam hal ini, pembentukan undang-

undang adalah menjadi hak rakyat sendiri untuk membentuknya, sehingga

undang-undang itu merupakan penjelmaan dari kemauan atau kehendak

rakyat.

4) Cicero94 berpendapat bahwa hakekat hukum merupakan keharusan rasio

manusia. Rasio manusia dimaksudkan adalah rasio ilahi. Jadi hukum

merupakan keharusan kehendak ilahi bagi manusia agar bisa hidup aman

damai sebagai manusia.

91 Socrates, dalam J.J. Von Schmid, 1958, Ahli-Ahli Pikir Besar Tentang Negara dan Hukum, PT.

Pembangunan Jakarta, h. 9 92 Ibid. h. 15 93 Ibid. h.177 94 Ibid. h. 46

Page 61: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

5) Thomas Hobes95, tanpa hukum manusia yang satu akan menjadi serigala bagi

manusia yang lain (homo homini lupus). Dalam kondisi alamiah, manusia

adalah serigala bagi yang lain (keadaan disorder). Tidak ada konsep adil atau

tidak adil. Jika ingin adanya keadilan, harus ada peraturan yang mengatur.

Untuk itulah diperlukan negara. Disinilah asal mulanya ide tentang hukum

dan negara sebagai penjaga keamanan.

Beranjak dari pendapat tersebut di atas, dalam kaitannya dengan hukum

tertulis (peraturan perundang-undangan), maka harus dipahami pula bahwa hakikat

hukum adalah juga merupakan hakikat peraturan perundang-undangan. Sangat disadari

bahwa Hukum tidak identik dengan peraturan perundang-undangan, karena disamping

peraturan perundang-undangan sebagai hukum tertulis ditemukan juga hukum yang tidak

tertulis yang berlaku dalam masyarakat. Banyak pihak (terutama para ahli yang

berpikiran sosiologis dan historis) menganggap bahwa hukum tidak tertulis ini yang

sesungguhnya pencerminan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat karena berkembang

seiring dengan perkembangan masyarakatnya.

Peraturan perundang-undangan sebagai hukum tertulis yang cenderung

kearah positivisme, dibuat secara sadar oleh lembaga yang memiliki otoritas untuk itu.

Dalam perjalanan keberlakuannya, hukum yang tertulis tidak berjalan searah dengan nilai

yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat, atau tidak mampu mengikuti

perkembangan masyarakat kelemahan-kelemahan hukum tertulis yang demikian, oleh

para pemerhati hukum dibidang perundang-undangan mengarahkan pikirannya pada segi

pembentukan peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan sebagai

95 Ibid. 136

Page 62: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

hukum yang tertulis yang diberi bentuk sejak awal diharapkan bahwa dalam

pelaksanaannya akan memberikan kepastian hukum. Disadari bahwa suatu hukum tertulis

mengandung banyak kelemahan, tetapi juga memiliki kelebihan disbanding dengan

hukum yang tidak tertulis. Peranan peraturan perundang-undangan semakin penting

sebagai tuntutan asas legalitas sebagai salah satu ciri negara hukum.

Dalam Negara kesejahteraan modern, tatkala menyusun suatu rencana,

peraturan perundang-undangan semakin penting baik sebagai kerangka rencana itu

sendiri, maupun sebagai instrument pemandu dalam melaksanakan suatu rencana.

Menurut Aan Seidmen,96 bahwa tanpa adanya undang-undang perubahan yang terjadi itu

tidak terjadi sebagaimana diusulkan atau diprediksikan oleh Pemerintah, tetapi terjadi

secara tidak sengaja dan hanya bersifat intuisi saja.

Menurut Bagir Manan yang mengutip pedapat P.J.P tentang wet in materiele

zin melukiskan pengertian perundang-undangan dalam arti materil yang esensinya

anatara lain sebagai berikut.97

a. Peraturan perundang-undangan berbentuk keputusan tertulis. Karena

merupakan keputusan tertulis, peraturan perundang-undangan sebagai kaidah

hukum tertulis (geschrevenrecht, written law)

b. Peraturan perundang-undangan dibentuk oleh pejabat atau lingkungan jabatan

(badan, organ) yang mempunyai wewenang membuat “peraturan” yang

berlaku atau mengikat umum (algemeen)

c. Peraturan perundang-undangan bersifat mengikat umum, tidak dimaksudkan

harus selalu mengikat semua orang. Mengikat umum hanya menunjukkan

bahwa Peraturan perundang-undangan tidak berlaku terhadap peristiwa

konkret atau individu tertentu.

96 Aan Seidmenn et.all., 2001, Penyusunan Rancangan Undang-Undang Dalam Perubahan

Masyarakat yang demokratis: Sebuah Panduan untuk Pembuat Rancangan undang-undang, ELIPS, h.17 97 Mahendra Kurniawan, dkk, 2007, Pedoman Naska Akademik PERDA Partisipatif, Kreasi Total

Media, Cet. Ke 1, Yogyakarta: h. 5

Page 63: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Maria Farida Indrati Soeprapto menyatakan bahwa istilah perundang-

undangan (legislation, wetgeving, atau gezetzgebbung) mempunyai dua pengertian:98

a. Perundang-undangan merupakan proses pembentukan/proses membentuk

peraturan-peraturan Negara, baik tingkat pusat maupun ditingkat daerah.

b. Perundang-undangan adalah segala peraturan Negara, yang merupakan hasil

pembentukan peraturan-peraturan, baik ditingkat pusat maupun di tingkat

daerah.

H. Soehino memberikan pengertian istilah perundang-undangan sebagai

berikut:99

a. Pertama berarti proses atau tata cara pembentukan peraturan-peraturan

perundangan Negara dari jenis dan tingkat tertinngi yaitu undnag-undang

sampai yang terendah, yang dihasilkan secara atribusi atau delegasi dari

kekuasaan perundang-undangan.

b. kedua berarti keseluruhan produk peraturan- peraturan perundangan tersebut.

Berdasarkan pemaparan tersebut di atas maka, Negara Timor-Leste ada

hukum dasar tertulis dan hukum dasar tidak tertulis. Jika di tingkat aturan dasar diakui

adanya hukum dasar tidak tertulis maka ini, menunjukan adanya pengakuan terhadap

hukum tidak tertulis dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hukum tidak tertulis

merupakan hukum yang bentuknya tidak tertulis, tetapi hidup dan berkembang dalam

masyarakat. Hukum tidak tertulis ini bentuknya dapat berupa hukum adat (adatrecht)

dan hukum kebiasaan (gewoonterecht), sedangkan hukum tertulis, di kalangan ahli

hukum terdapat perbedaan dalam memandangnya.

98 Ibid. 99 Ibid.

Page 64: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Penyelenggaraan pemerintahan baik dipusat maupun didaerah, pembentukan

peraturan perundang-undangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Dengan

demikian maka, perlu memahami apa itu perundang-undangan. Kata “perundang-

undangan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai yang

“bertalian dengan undang-undang atau seluk beluk undang-undang” sedangkan kata

“undang-undang” diartikan sebagai “ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan

Negara yang dibuat oleh Pemerintah (menteri, badan eksekutif dan sebagainya) disahkan

oleh Parlemen (dewan perwakilan rakyat, badan legislatif, dan sebagainya), ditanda

tanggani oleh kepala Negara (Presiden, kepala Pemerintah, Raja), dan mempunyai

kekuatan yang mengikat.100 Sedangkan secara maknawi, peraturan perundang-undangan

belum ada kesepakatan. Ketidakesepakatan berbagai ahli sebagian besar ketika sampai

pada persoalan apakah perundang-undangan mengandung arti proses pembuatan atau

mengandung arti hasil (produk) dari pembentukan peraturan perundang-undangan.

Istilah perundang-undangan, untuk menggambarkan keseluruhan jenis-jenis

Peraturan Negara. Dalam arti lain, peraturan perundang-undangan merupakan istilah

yang dipergunakan untuk menggambarkan berbagai jenis (bentuk) peraturan (produk

hukum tertulis) yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum yang dibuat oleh

pejabat atau badan yang berwenang.101 S.J. Fockema Andrea dalam bukunya

100 Suharso dan Ana Retnoningsih, 2011, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi Lux, Widya Karya

Semarang, h. 616 101 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),

Cetakan ketiga, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Jakarta, h. 990-991

Page 65: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Rechtsgeleerd handwoorden book. Perundangan-undangan atau legislation mempunyai

dua pengertian yang berbeda, yaitu:

a) Perundang-undangan merupakan proses pembentukan/proses membentuk

Peraturan-peraturan negara baik ditingkat pusat maupun daerah;

b) Perundangan-undangan merupakan semua peraturan-peraturan negara, yang

merupakan hasil pembentukan peraturan-peraturan, baik ditingkat pusat

maupun ditingkat Daerah.

Dengan demikian dapat diartikan bahwa, dalam pembahasan peraturan

perundang-undangan, selain mempersoalkan proses pembentukan peraturan-peraturan

Negara, tetapi juga melihat sisi dari hakikat seluruh peraturan Negara yang dibentuk

melalui proses pembentukan peraturan perundang-undangan, baik dari tingkat pusat

maupun tingkat Daerah. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan merupakan

bagian dari hukum tertulis. Hukum tertulis tidak sama dengan peraturan perundang-

undangan karena hukum tertulis ruang lingkupnya lebih luas dari pada peraturan

perundang-undangan. peraturan perundang-undangan adalah produk hukum yang dibuat

oleh pejabat yang berwenang berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, mempunyai

bentuk tertentu dan tentunya berbeda dengan traktat maupun Yurisprudensi. Disisi lain,

Hans kelsen tidak membedakan antara hukum tertulis dengan peraturan perundang-

undangan. Namun Hans Kelsen membagi hukum atas Costumary law dan statutory

law.102 Statutory law meliputi: Parliament act, government act, Judicial act/decision, dan

treaty.

102 I Nyoman Suyatna, Asas-asas, op.cit. h.54

Page 66: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Dalam pembagian hukum menurut Hans Kelsen ini terlihat bahwa pengertian

peraturan perundang-undangan lebih luas, karena didalamnya tidak hanya menyangkut

peraturan yang dibuat oleh Pemerintah atau Parlemen Nasional saja, tetapi putusan hakim

dan traktat juga menjadi bagiannya. Perbedaan batasan pengertian peraturan perundang-

undangan, sama halnya dengan pengertian Hukum.103 Dengan demikian, ada beberapa

pengertian peraturan perundang-undangan menurut para ahli Hukum, seperti yang

dikemukakan oleh, Soetandyo Wignjosoebroto104 terdapat tiga karakteristik yang

melekat, sine qua non, dalam konsep rechtsstaat, ketika harus diterapkan dalam

103 Bintan Regen Saragih, 2006, Politik Hukum: CV. Utomo Bandung, h.8 Menguraikan bahwa

tidak terbantahkan, banyak pakar yang telah mendalami bidang hukum, namun diantara pakar hokum

tersebut tidak membantah terhadap sulitnya membuat suatu definisi tentang hukum yang dapat di terima

oleh semua pihak. Kesulitan mendefinisikan hukum tersebut disebabkan disamping karena luasnya ruang

lingkup Hukum, juga karena kompleksnya bahan-bahan pembentuk hukum. Dipaparkan pula pendapat

Sjachran basah dan Lili Rasjidi tentang kesulitan merumuskan pengertian hukum. Dijelaskan, menurut

Sjachran Basah bahwa: memang sulit memberikan suatu rumusan yang dapat diterima secara umum, atau

Communis opinio doctorum mengenai apakah yang dimaksud dengan hukum itu. Sehingga dengan

demikian apa yang dikemukakan oleh Immanuel Kant yang mengatakan bahwa tidak seorang ahli

hukumpun yang mampu membuat definisi tentang Hukum. (Noch suchen die juristen eine definition zu

ihrem begriffe von recht). Menurut I Nyoman Suyatna, bahwa hukum masih tetap berlaku. Walaupun

demikian, tidaklah berarti ada definisi hukum, karena batasan mengenai hukum itu ada, bahkan batasan-

batasan yang ada termaksud aneka ragam macamnya tergantung dari pangkal tolak dan keahlian si pemberi

batasan itu sendiri”. Disebutkan pula pendapat Lili Rosjidi bahwa kesulitan memberikan pengertian hukum

disebabkan karena perumusan tentang hukum yang dapat mengcakup segala segi dari hokum yang luas itu

memang tidak mungkin dibuat. Sebab suatu definisi tentunya memerlukan berbagai persyaratan seperti

jumlah kata-kata yang digunakan yang sedapat mungkin tidak terlalu banyak, mudah dipahami, pokoknya

pendek, singkat dan jelas. Hukum yang banyak seginya tidak mungkin dapat dituangkan hanya ke dalam

beberapa kalimat saja. Oleh karena itu jika ada yang mencoba merumuskan hokum itu, sudah dapat

dipastikan definisi tersebut tidak sempurna. Dari uraian beberapa pendapat para ahli tersebut di atas tentang

merumuskan Hukum, menurut saya, untuk merumuskan hukum yang ruang lingkupnya begitu luas dan

berkembang seiring dengan berkembangnya masyarakat maka, tentunya sangat sulit untuk merumuskan

atau mendefinisikan hukum dengan sebuah kalimat yang singkat dan jelas. Oleh sebab itu, hukum

merupakan instrument untuk mengatur tata pergaulan hidup manusia, sepanjang manusia itu masih bernafas

maka, hukum tetap mengikuti perkembangan manusia itu sendiri baik secara sadar maupun tidak sadar. 104 Soetandyo Wignjosoebroto, 2012, Negara Hukum Dan Permasalahan Akses Keadilan Di

Negeri Berkembang Pasca-Kolonial, (Makalah disampaikan dalam Konferensi Dan Dialog Nasional,

Hotel Bidakara 9-10 Oktober Jakarta, h.16

Page 67: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

kehidupan bernegara, yaitu: Pertama, bahwa apa yang disebut ‘hukum’ dalam negara

hukum itu harus dibentuk dalam wujudnya yang positif.

Demi kepastian berlakunya di alam yang objektif (yang dalam bahasa falsafah

positivisme Perancis disebut ‘alam positif’), hukum mestilah dibentuk ke dalam

preskripsi-preskripsi, ialah rumus-rumus tertulis yang mendalilkan adanya hubungan

sebab akibat antara suatu perbuatan hukum atau peristiwa hukum tertentu dengan akibat

hukumnya; kedua, apa yang disebut hukum (yang telah selesai dalam bentuknya yang

preskriptif-positif itu, dan boleh disebut ius constitutum atau lege alias undang-undang

itu) harus merupakan hasil proses kesepakatan kontraktual antara golongan-golongan

partisan dalam suatu negeri, langsung ataupun melalui wakil-wakilnya, melalui suatu

proses yang disebut proses legislasi ketiga; hukum yang telah diwujudkan dalam bentuk

undang-undang (berikut undang-undang yang paling dasar yang disebut Undang-

Undang Dasar) dan bersifat kontraktual itu akan mengikat seluruh warga bangsa secara

mutlak, mengalahkan aturan-aturan normatif macam apapun, yang lokal ataupun yang

sektarian, namun yang belum disepakatkan melalui proses legislatif tidak diberlakukan

sebagai bagian dari hukum Nasional.

Berdasarkan ketiga karakteritik pokok di atas, berimplikasi bahwa hukum

Nasional adalah hasil kesepakatan legislatif yang berkedudukan tertinggi. Konsep

rechtsstaat tersebut sekaligus juga menyatakan bahwa, asas hukum undang-undang

Nasional itu, merupakan hukum yang berstatus paling tinggi (mengatasi norma macam

apapun yang berlaku secara informal dalam masyarakat). Dinyatakan di dalam bahasa

Page 68: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Belanda, rechtsstaat itu boleh juga terbaca sebagai singkatan dari de hoogste rechtsstaat,

atau yang dikatakan di dalam bahasa Inggris sebagai the supreme state of law, yang

apabila diterjemahkan balik ke dalam Bahasa Indonesia tidak lagi berarti ‘negara hukum’

melainkan ‘status supremasi hukum perundang-undangan nasional’, yang akan mengikat

siapapun yang berada di teritori berlakunya hukum nasional hasil kerja legislasi itu, baik

yang awam biasa maupun yang mengembang jabatan di struktur kekuasaan. A. Hamid S.

Attamimi105 memberikan dua pandangan di satu sisi dikatakan peraturan perundang-

undangan merupakan peraturan Negara, di tingkat pusat dan di tingkat daerah, yang

dibentuk berdasarkan kewenangan perundang-undangan, baik bersifat atribusi maupun

bersifat delegasi, sedangkan pada sisi lain disebutkan bahwa peraturan perundang-

undangan merupakan semua aturan hukum yang dibentuk oleh semua tingkat lembaga

dalam bentuk tertentu, dengan prosedur tertentu, biasanya disertai dengan sanksi dan

berlaku umum serta mengikat rakyat.

Beberapa teori tentang pembentukan peraturan perundang-undangan

(theories of lawmaking), di antaranya, menurut Jan Michiel Otto dkk.106 sebagaimana

dikutip oleh Suzanne Stoter dkk, yang mengarahkan teori pembentukan undang-

undang kepada "the socio-legal concept of real legal certainty,”107 dengan

105 A. Hamid S. Attamimi, 1990, Peranan Keputusan Presiden RI dalam Penyelenggaraan

Pemerintah Negara, Disertasi, Fakultas Hukum Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, h.161 106 Suzanne Stoter dkk, 2004, Legislative Theory to Improve Law and Development Projects,

dalam Jumal Regel Mat Vol. /4, h. 4. 107 Ibid., h. 2.

Page 69: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

menyatakan bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, terdiri atas

lima elemen pencapaian kepastian hukum yang nyata, yaitu:108

1) a lawmaker has laid down dear, accessible and realistic rules (seorang

anggota parlemen telah menetapkan peraturan yang baik, mudah diakses dan

realistis)

2) the administration follows these rules and induces citizens to do the same

(administrasi mengikuti peraturan ini dan mendorong warga untuk melakukan

hal yang sama);

3) the majority of people accept these rules, in principle, as just (mayoritas

orang menerima peraturan ini, pada prinsipnya, adil);

4) serious conflicts are regularly brought before independent and impartial

judges who decide cases in accordance with those rules (Konflik serius

diajukan secara reguler di hadapan hakim independen dan tidak memihak

yang memutuskan kasus sesuai dengan peraturan tersebut);

5) these decisions are actually complied with defining objectives of law and

development projects in these terms could help improving their

effectiveness. keputusan ini benar-benar sesuai dengan penentuan tujuan

proyek hukum dan pembangunan dalam persyaratan ini dapat membantu

meningkatkan efektivitasnya).

Selanjutnya, Otto, dkk. membahas tentang permasalahan pembuatan

undang-undang di negara berkembang, yang dibedakan menjadi dua bagian:

a) A first set of problems has to do with the roles and legitimacy of lawmakers

and of the lawmaking process as such.

b) The second set of problems relates to the effectiveness of legislation in

society.109 (a) Satu set pertama masalah berkaitan dengan peran dan legitimasi

pembuat undang-undang dan proses pembuatan undang-undang tersebut. b)

masalah kedua terkait dengan efektivitas legislasi di masyarakat).

Kedua jenis masalah tentang pembuatan undang-undang tersebut, dibahas

secara gamblang dengan menyatakan bahwa, members of legislatures often lack

knowledge for and interest in their key task, lawmaking.110 Pandangan yang diberikan

108 Ibid. 109 Ibid. h. 3. 110 Ibid.

Page 70: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Otto, dkk ini, setidaknya dapat dipakai sebagai perbandingan dalam mengukur

kualitas pembentukan undang-undang, terutama Negara yang baru berkembang

termasuk Negara RDTL. Lebih lanjut, berkaitan dengan legislative theories, Otto dkk,

membedakan bahasan teori legislasi ke dalam tiga kategori:111

1) Theories on the lawmaking process itself;(Teori tentang proses pembuatan

undang-undang itu sendiri);

2) Theories on the social effects of laws that are enacted; (Teori tentang

dampak sosial hukum yang diberlakukan);

3) Theories on internationally driven law reform. (Teori tentang reformasi

hukum yang didorong oleh internasional).

Menurut Otto, dkk. Teori tentang pembentukan undang-undang (legislative

theories) memungkinkan untuk mengenali faktor-faktor relevan yang memengaruhi

kualitas hukum (the legal quality) dan substansi undang-undang (the content of the

law). Teori-teori tersebut meliputi:112

1) The synoptic policy-phases theory; (teori fase-sinoptik);

2) The agenda-building theory; (teori pembuatan agenda);

3) The elite ideology theory; (teori ideologi elit);

4) The bureau-politics theory or organisational politics theory; (Teori biro-

politik atau teori politik organisasi);

5) The four rationalities theory. (Keempat teori rasionalitas).

Di antara kelima macam teori pembentukan undang-undang tersebut, the

agenda-building theory kiranya sesuai memiliki kesamaan dengan situasi dan kondisi

pembentukan hukum di Indonesia, yang pada umumnya memiliki karakteristik

abottom-up approach. Dalam kaitan tersebut Otto, dkk., mengemukakan bahwa:113

111 Ibid. h. 4. 112 Ibid. 113 Ibid. h. 5.

Page 71: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

The agenda-building theory clarifies that the lawmaker is not one single

central legal actor, but that lawmaking is a long, complex transformation-

process upon which many different actors and factors can have an impact.

(Teori pembentukan agenda menjelaskan bahwa pembuat undang-undang

tersebut bukanlah satu-satunya pelaku hukum utama, namun pembuatan undang-

undang itu adalah proses transformasi yang panjang dan kompleks dimana banyak

aktor dan faktor berbeda dapat memiliki dampak).

Dengan demikian, the agenda-building theory mengandung persamaan

unsur-unsur dengan proses pembentukan undang-undang di Indonesia, mengingat

bahwa: It conceives lawmaking not as a well-organised and directed process but

rather as the outcome of a societal process in which different parties with different

ideas and interests clash.

Berkaitan dengan pembentukan undang-undang, dapat dicermati, bahwa

banyaknya perangkat rancangan undang-undang (RUU) yang di bentuk oleh lembaga

legislatif dan eksekutif, namun di antaranya terdapat RUU yang terkesan tidak

memiliki relevansi dan terjadi tumpang tindih pengaturan satu dengan lainnya, tanpa

adanya agenda yang jelas, dan sinergis satu sama lain. Contohnya tumpang tindih

antara RUU perekonomian dan pembangunan, RUU ketenagakerjaan (Depnaker) dan

infrastruktur.

Beragamnya pengertian peraturan perundang-undangan menyebabkan

sulitnya menetapkan pengertian mana yang paling baik. Namun demikian, dapat

diidentifikasi sifat-sifat atau ciri-ciri dari suatu peraturan perundang-undangan, yaitu:114

a) Peraturan perundang-undangan berupa keputusan tertulis, jadi mempunyai

bentuk atau format tertentu;

114 I Nyoman Suyatna, Asas-asas, Op. Cit. h.156

Page 72: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

b) Dibentuk, ditetapkan, dan dikeluarkan oleh pejabat yang berwewenang baik

ditingkat pusat maupun di tingkat daerah, yang dimaksud dengan pejabat

berwewenang adalah pejabat yang ditetapkan berdasarkan ketentuan yang

berlaku, baik berdasarkan atribusi maupun delegasi;

c) Peraturan Perundang-undangan tersebut berisi aturan pola tingka laku. Jadi

Peraturan Perundang-undangan bersifat mengatur (regulerend), tidak bersifat

sementara atau sekali jalan (einmalig);

d) Peraturan Perundang-undangan mengikat secara umum (karena ditujukan

kepada umum), artinya tidak ditujukan kepada seseorang individu tertentu

(tidak bersifat individual).

Ciri-ciri peraturan perundang-undangan di atas sangat relevan dengan

kewenangan lembaga Negara dalam pembentukan undang-undang dengan demikian

syarat-syarat pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu dasar

pertimbangan para pejabat yang berwenang untuk menjadikannya sebagai bahan

pertimbangan dalam proses pembentukaan undang-undang, baik dari lembaga legislatif

maupun lembaga eksekutif.

Secara normatif, peraturan perundang-undangan yang dirumuskan dalam

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan, menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan adalah,

peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk

oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan

dalam peraturan perundang-undangan.

Berkaitan dengan proses pembentukan peraturan perundang-undangan

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Normor 12 Tahun 2011,

Timor-Leste untuk saat ini, belum memiliki undang-undang tersebut, namun dalam

ketentuan Pasal 165 Konstitusi RDTL menyatakan bahwa, undang-undang dan

Page 73: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

peraturan-peraturan yang pernah berlaku (Hukum Indonesia) sebelum Timor-Leste

merdeka, akan tetap berlaku berkaitan dengan semua hal kecuali bila bertentangan

dengan UUD, atau asas-asas yang terkandung didalamnya. Dengan demikian asas-asas

umum pembentukan peraturan perundang-undangan, dalam Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 merupakan salah satu sumber, untuk membentuk

peraturan perundang-undangan di Negara Timor-Leste saat ini.

Menurut Yohanes Usfunan,115 bahwa peraturan perundang-undangan, yang

baik dari sudut pandang ilmu hukum, harus memenuhi syarat yuridis, sosiologis, dan

filosofis. Dari sisi pendekatan normatif, syarat yuridis dan filsofis menjadi dasar yang

sangat penting untuk mewujudkan kepastian hukum dan mewujudkan keadilan. Kecuali

itu, dari sisi pendekatan empiris suatu peraturan perundang-undangan dikategorikan

sebagai ketentuan yang baik manakala peraturan tersebut diterima dan di taati oleh

masyarakat. Selanjutnya Yohanes Usfunan, menyatakan bahwa, persyaratan yuridis

juridische gelding sangat penting dalam pembuatan peraturan perundang-undangan.

Dalam kaitannya ini, Yohanes Usfunan mengkutip beberapa hal penting

pendapat Bagir manan antara lain:116

1) Keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan.

Setiap peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh badan atau pejabat

yang berwewenang. Kalau tidak peraturan perundang-undangan itu batal demi

hokum “van rechtwegeneitig” dianggap tidak pernah ada dan segala akibatnya

batal secara hukum.

115 Yohanes Usfunan, 2004, Perancangan Peraturan Perundang-undangan yang baik

menciptakan pemerintahan yang bersih dan Demokratis (Orasi Ilmiah Pidato Pengukuhan Guru Besar pada

Tanggal 1 Mei tetap dalam Bidang Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar,

h. 6-7 116 Ibid.

Page 74: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

2) Keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang-

undangan dengan materi yang diatur, terutama kalau diperintahkan oleh

perundang-undangan tingkat lebih tinggi atau sederajat.

3) Keharusan mengikuti tata cara tertentu. Apabila tata cara tersebut tidak

diikuti, peraturan perundang-undangan mungkin demi hukum. Misalnya

keharusan peraturan Daerah ditetapkan oleh kepala daerah dengan persetujuan

DPRD.

4) Keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi tingkatannya.

Berdasarkan pengertian hukum tata negara merupakan seperangkat peraturan

perundang-undangan tertulis maupun tidak tertulis yang berkaitan dengan kenegaraan

baik ditingkat supra struktur kenegaraan maupun ditingkat infra struktur kemasyarakatan,

baik secara vertikal maupun horisontal dan sinergisitas keduanya yang mengatur tentang

kelembagaan negara dari sisi struktur, fungsi, wewenang dan tugas, serta hubungan antar

kelembagaan negara baik secara vertikal dan atau horisontal serta struktur kelembagaan

pemerintahan daerah, demikian juga peraturan perundang-undangan yang mengatur

hubungan warga negara sebagai rakyat dengan negara sebagai institusi kenegaraan dan

atau dengan kelembagaan pemerintahan daerah dan jaminan perlindungan atas hak-hak

warga negara (HAM).

Menurut A. Hamid S. Attamimi,117 menyatakan bahwa, peraturan perundang-

undangan merupakan salah satu metode dan instrumen ampuh yang tersedia untuk

mengatur dan mengarahkan kehidupan masyarakat menuju cita-cita yang diharapkan.

Dengan kata lain, secara filosofis, pembentukan peraturan perundang-undangan

merupakan suatu cita hukum yaitu, bagaimana hukum tersebut dapat memberikan

117 A. Hamid S. Attamimi, teori…, Op.Cit. h.8

Page 75: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

keadilan, kepastian, dan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat. Terkait dengan cita

hukum Rudolf Stammler,118 mengemukakan bahwa cita hukum adalah konstruksi pikiran

yang merupakan keharusan untuk mengarahkan hukum kepada cita-cita yang diinginkan

masyarakat. Pendapat Stammler dipertegas oleh Gustav Radbruch, dengan menyebutkan

dua fungsi cita hukum, yaitu sebagai dasar konstruktif pembentukan hukum (dalam arti

tanpa cita hukum, segenap norma hukum kehilangkan maknanya sebagai hukum), dan

sekaligus sebagai tolok ukur regulatif untuk menilai adil atau tidak adilnya suatu hukum

positif. Selanjutnya, A. Hamid S. Attamimi,119 mengartikan pendapat Stammler itu

dengan menyebutkan bahwa cita hukum dengan demikian berfungsi sebagai” Bintang

pemadu” bagi tercapainya cita-cita masyarakat. Dalam hal ini, cita hukum menjalankan

dua fungsi yaitu: pertama dapat menguji hukum positif yang berlaku; kedua dapat

mengarahkan hukum positif sebagai usaha mengatur tata kehidupan sebagai sanksi

pemaksa, menuju sesuatu yang adil.

2.3.2 Pengertian Undang-Undang

Undang-undang dibedakan menjadi dua, yaitu undang-undang dalam arti

materiil dan undang-undang dalam arti formil,120 yang merupakan terjemahan secara

harfiah dari “wet in formele zin” dan “wet materiёle zin” yang dikenal di Belanda.

Undang-undang dalam arti materiil merupakan keputusan atau ketetapan penguasa yang

dilihat dari isinya disebut undang-undang dan mengikat setiap orang secara umum.

118 Sidarta, 2006, Karakteristik penalaran Hukum dalam konteks keindonesian, CV. Utomo

Bandung, h. 496 119 Ibid. 120 L.J. van Apeldoorn, 1978, Pengantar Ilmu Hukum: Pradnya Paramita, Jakarta, h. 92

Page 76: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Undang-undang dalam arti formil ialah keputusan penguasa yang disebut dengan undang-

undang dilihat dari cara pembentukannya.121 Paul Laband menyatakan “Das Staatsrecht

des deutsches Reiches”122 bahwa undang-undang bersifat umum, karena mengikat setiap

orang dan merupakan produk lembaga legislatif.

Undang-undang harus diundangkan atau diumumkan dengan memuatnya

dalam lembaran negara, agar semua warganegara mengetahui dan mentaatinya, dengan

dimuatnya dalam lembaran negara maka, undang-undang tersebut mempunyai kekuatan

mengikat secara umum. Sebagaimana ketentuan Undnag-Undang RDTL Nomor 1 Tahun

2002, tentang perundang-undangan yang dipublikasikan, mengikat setiap orang untuk

mengetahui eksistensinya.

2.3.3 Peraturan Perundang-Undangan Negara RDTL

Peraturan perundang-undangan merupakan salah satu pedoman dalam

proses pembangunan suatu Negara yang berdasarkan hukum, Negara Timor-Leste

merupakan negara hukum yang demokratik, yang memperoleh kemerdekaan

sepenuhnya pada Tahun 2009, dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, melalui misinya,

Unitet Nation Transition of East Timor (UNTAET). Setelah memperoleh

kemerdekaan yang sepenuhnya, banyak kendala yang dihadapi dalam proses

pembangunan suatu bangsa yang baru keluar dari penderitaan yang berkepanjangan

selama beberapa abad hidup dalam jajahan bangsa koloni, salah satu kendala adalah

121 Ibid. 122 E. Utrecht, 1961, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, P.T. Penerbitan dan Balai Buku Ichtiar,

Jakarta, h.136

Page 77: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

proses pembangunan dalam bidang hukum, sampai saat ini masalah hukum menjadi

sorotan masyarakat internasional pada umumnya, dan khususnya masyarakat Timor-

Leste, belum merasakan hak-hak mereka dapat terlindung oleh hukum. Oleh karena

itu, tujuan Negara untuk menjamin keadilan dan kepastian hukum kepada

masyarakat tidak terwujud sebagaimana dalam ketentuan Pasal 6 Konstitusi RDTL

Tahun 2002. Politik pembentukan hukum (legal policy) bagi negara transisi sangat

signifikan untuk mengatur, mengendalikan penyelenggaraan pemerintahan dan

negara berkaitan dengan hal-hal yang mendasar sebagai berikut:123

a) Pembentukan hukum (legislation).

b) Pembaruan hukum (law reformation).

c) Penerapan hukum (law applied).

d) Penegakkan hukum (law enforcement).

e) Kesadaran dan kepatuhan hukum (law consciousness and law obedience).

Dengan adanya, ruang lingkup politik hukum yang sangat luas

cakupannya maka, dalam kajian ini dibatasi hanya pada pembentukan undang-

undang dan reformasi hukum yang merupakan fokus politik legislasi. Pembentukan

peraturan perundang-undangan, merupakan persoalan mendasar yang memerlukan

perhatian dan penanganan secepatnya, persoalan tersebut meliputi:124

1) Pembentukan undang-undang organik untuk menjalankan perintah

Undang-Undang Dasar Negara Timor Leste Tahun 2002. Sebab “Undang-

Undang Dasar sebagai suatu dokumen hukum yang mengandung materi

123 Yohanes Usfunan, 2007, Politik Legislasi Dalam Negara Transisi, Orasi Ilmiah Dalam Acara

wisuda Sarjana Angkatan I Universidade DA PAZ (UNPAZ), Dili 24 Oktober, Timor Leste, (Hukum, HAM

dan Pemerintahan), Udayana Press cetakan ke I Denpasar, h. 257 124 Ibid

Page 78: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

muatan mengenai aturan-aturan pokok ketatanegaraan suatu negara harus

dijabarkan lebih laujut dalam undang-undang organik”)125

2) Pembentukan undang-undang yang berkaitan dengan desentralisasi,

keamanan; ketertiban masyarakat pengendalian masyarakat dan lain-lain

yang relevan perlu mengakomodir asas dalam hukum adat bangsa Timor

Leste seperti asas “Nahe Biti Bot” dan kemungkinan asas-asas lain yang

berfungsi sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa

dan bernegara.

3) Melakukan reformasi hukum melalui peninjauan kembali ketentuan-

ketentuan perundang-undangan dengan cara amandemen maupun revisi

terbatas terhadap pasal-pasal yang kemungkinan tidak sesuai lagi dengan

perkembangan. Tujuannya, menciptakan harmonisasi dan sinkronisasi

secara vertikal antara undang-undang dan peraturan dibawah agar tidak

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Sedangkan harmonisasi dan

sinkronisasi horisontal antara undang-undang dengan undang-undang

atau antara peraturan pelaksanaan satu dengan peraturan pelaksanaan

lain.

4) Pembentukan dan reformasi hukum terhadap peraturan kebijakan

(policy rules), yang dikeluarkan oleh badan-badan pemerintahan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas bahwa, Parlemen Nasional, tidak serta

merta menjawab semua tuntutan atas kebutuhan warganegara, oleh karena sumber

daya manusia yang ada dalam Parlemen Nasional maupun Pemerintah pada

umumnya berlatarbelakang politik, tentu pengetahuan tentang pembentukan

undang-undang masih terbatas. Parlemen Nasional dan Pemerintah, serta

Departemen terkait, perlu secepatnya menetapkan program legislatif drafting dalam

rangka merealisasi politik perundang-undangan atau Prolegnas (politik legislasi

Nasional), khususnya pembentukan undang-undang untuk mengatur lebih lanjut, hal-

hal yang mendasar sesuai perintah Undang-Undang Dasar Negara Demokratis

Timor-Leste. Hal-hal yang mendasar tersebut, seperti kedaulatan negara, hak asasi

125 Yohanes Usfunan, 1998, Kebebasan Berpendapat Di Indonesia, Disertasi, Program Pasca

Sarjana Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, h. 153.

Page 79: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

manusia (HAM), kewarganegaraan, batas-batas wilayah negara, lembaga-lembaga

negara, sistim desentralisasi, kepartaian, hubungan internasional, solidaritas, negara

dan agama, pertahanan keamanan dan sebagainya.

Secara konstitusional dalam Konstitusi Republik Demokratis Timor-Leste

juga tetap mengakui pemberlakuan undang-undang dan peraturan-peraturan lain

(sebelum kemerdekaan negara Timor-Leste) sepanjang tidak bertentangan dengan

Konstitusi, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 165 Undang-Undang Dasar Negara

Republik Demokratis Timor-Leste 2002 bahwa, undang-undang dan Peraturan yang

berlaku. tetap diberlakukan berkaitan dengan semua hal kecuali bila bertentangan dengan

konstitusi atau asas-asas yang terkandung di dalamnya.

Supremasi hukum tidak terbatas, hanya dalam bentuk peraturan

perundang-undangan, tetapi termasuk supremasi hukum adat Timor-Leste,

kebiasaan-kebiasaan dalam praktek ketata negaraan (konvensi) sepanjang sesuai

dengan Undang-Undang Dasar, dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Timor-Leste Tahun 2002

menyatakan bahwa, negara mengakui dan menghargai norma adat Timor

Leste...” Penghormatan terhadap supremasi hukum negara Republik Demokratis

Timor-Leste, lebih jelas dirumuskan dalam Pasal 6 huruf (b) bahwa” untuk

menjamin dan memajukan Hak Aasasi Manusia dan kebebasan–kebebasan asasi

warga negara serta demokrasi berdasarkan kekuatan hukum” Supremasi hukum

yang diakui dan dijamin secara konstitusional dalam Konstitusi Negara Timor-

Page 80: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Leste Tahun 2002 sejalan dengan konsep the rule of law.

Menurut M.C. Burkens, merumuskan syarat-syarat Negara hukum

sebagai berikut;126

1) Asas legalitas.

2) Pembagian Kekuasaan.

3) Perlindungan HAM.

4) Pengawasan Pengadilan (Peradilan Administrasi).

Sistim hukum Anglo Saxon dan sistim hukum Eropa Kontinental sama-

sama menempatkan supremasi hukum sebagai prinsip dasar dalam kehidupan

bernegara. Asas ini mensyaratkan agar setiap tindakan Pemerintah berdasarkan

peraturan perundang-undangan Wettelijke Gronslag. Dengan landasan ini undang-

undang dalam arti formal dan Undang Undang Dasar sendiri merupakan tumpuan

dasar bagi tindakan Pemerintah, pembentukan peraturan perundang-undangan, pada

dasarnya untuk mengimplementasikan asas supremasi hukum (legalitas).

Pembentukan undang-undang, bertujuan untuk mengatur hal-hal pokok

yang didelegasikan oleh konstitusi sehingga, peraturan perundang-undangan yang

dihasilkan harus mencerminkan keadilan sesuai cita hukum (rechtsidee). Hukum

(dalam arti peraturan perundang-undangan) sebagai suatu pernyataan kehendak yang

mengandung obyek yang berada diluar kehendak itu sendiri dan terletak di dalam

alam waktu yang akan datang dan menjadi tujuan menurut Stammler, disebut

126 Moh Koesnu, 1995, Bunga Rampai Perkembangan Hukum Indonesia , Kumpulan Karya

Ilmiah Pakar Hukum, editor FH Unud, Eresco Bandung. h.168.

Page 81: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

rechtsidee. Dalam filsafat Stammler, dalam hukum dibedakan antara konsep hukum

dengan ide hukum atau rechtsidee. Rechtsidee dibentuk dari hukum sebagai konsep

untuk melakukan analisis terhadap tujuan hukum.” Cita hukum adalah sesuatu yang

di cita-citakan masyarakat yang bersifat abstrak dan berfungsi sebagai metodologi

konstruksi berpikir.127 Cita hukum dibedakan antara cita hukum yang praktis dan

teoritis. Cita hukum praktis yaitu cita hukum yang memberikan arah pada

pembentukan dan pemahaman hukum, sedangkan cita hukun teoritis yang

memimpin proses pembentukan hukum dinamis. Hamid Attamimi,128 hukum

Indonesia terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan atas yang di sebut cita hukum”

rechtsidee” dan lapisan bawah yaitu norma-norma hukum dengan norma

fundamental negara sebagai norma tertinggi. Norma hukum yang dimaksud

merupakan peraturan perundang-undangan. Sedangkan norma fundamental yang

merupakan norma tertinggi adalah batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945.

“Dengan demikian secara hierarki lapisan hukum Indonesia meliputi:129

a) Pertama, rechtsidee (Pembukaan UUD 1945).

b) Kedua, norma fundamenital negara (batang tubuh UUD 1945) dan

c) Ketiga, Undang-undang beserta peraturan pelaksanaan

d) Cita hukum merupakan filsafat hukum. Indonesia sehingga segala

(Peraturan Perundang-undnagan) yang diciptakan harus bersumber dan

sesuai dengan filsafat hukum Indonesia yang tercermin dalam rechtsidee.

127 Ibid 128 Hamid Atamini, 1990, Peranan Keputusan Persiden RI Dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Negara, Disertasi PPS.Univesitas Indonesia, Jakarta, h.199. 129 Yohanes Usfunan, Orasi Ilmiah, Op.Cit.h.22.

Page 82: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Berdasarkan cita hukum sebagaimana dikemukakan oleh Hamid

Attamimi di atas, merupakan dasar atau pedoman dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan oleh setiap lembaga yang berwenang, apabila terdapat

Peraturan Perundang-undangan yang bertentangan dengan rasa keadilan dan

kepastian hukum berarti hal tersebut bertentangan dengan cita hukum. Lapisan

hukum tersebut, kategori semacam ini, perlu dikembangkan dalam negara Republik

Demokratis Timor-Leste sebagai dasar pembenaran untuk kemudian menentukan

hierarki peraturan perundang-undangan. Hal ini penting dilakukan dengan tujuan:

a) Menjaga harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan.

b) Memberikan landasan hukum yang tepat bagi penyelenggara negara.

c) Menjamin kepastian hukum dan keadilan.

Sebagai pemikiran awal dalam mengembangkan lapisan hukum

(peraturan perundang-undangan), Negara Republik Demokratik Timor-Leste dapat

dideskripsi sebagai berikut:

1) Pembukaan Konstitusi Negara Republik Demokratis Timor-Leste Tahun

2002 memuat hal-hal mendasar yang bersifat filosofis berkaitan dengan

aksiologi hukum mengenai ajaran nilai, kebenaran, keadilan,

kemanusiaan, demokrasi, kebebasan, hak asasi manusia dan negara

hukum. Karenanya, dalam primbolo (pembukaan) Konstitusi Negara

Republik Demokratis Timor-Leste memuat cita hukum (rechtsidee) yang

fungsinya mengilhami segala peraturan perundang-undangan.

Page 83: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

2) Batang tubuh Konstitusi Negara Republik Demokratis Timor-Leste

ditetapkan pada pembukaan paragraph ke delapan dan dipertegaskan lagi

dalam Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RDTL sebagai norma dasar dalam

penyelenggaraan negara.

3) Undang-undang beserta peraturan pelaksanaannya sebagai lapisan ketiga.

Dalam penyelenggaraan urusan-urusan kepentingan umum, organ-organ

pemerintahan juga dalam wewenang melakukan aktifitas-aktifitas menurut hukum

publik yang bertujuan:130

1) Membebankan kewajiban pada organ-organ pemerintahan itu untuk

menyelenggarakan kepentingan umum.

2) Mengeluarkan peraturan yang melarang atau membolehkan masarakat

3) Mengeluarkan ketetapan-ketetapan atau instruksi-instruksi yang bersifat

memberikan beban.

4) Memberikan subsidi atau bantuan-bantuan kepada pihak swasta.

5) Memberikan kedudukan hukum kepada seseorang sehingga orang

tersebut mempunyai hak dan kewajiban.

6) Melakukan pengawasan terhadap pekerjaan swasta.

7) Bekerja sama dengan perusahaan/swasta untuk kepentingan umum.

8) Mengadakan perjanjian dengan warga negara berdasarkan hukum.

Dalam bidang perbuatan hukum perdata, berbagai tugas pemerintahan

dapat dijalankan oleh badan-badan di luar Pemerintah seperti:131

1) Badan-badan hukum perdata yang didirikan oleh Pemerintah sendiri

misa1nya Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Migas, Timor-Telkom

dan tidak jarang suatu instansi Pemerintah mendirikan yayasan untuk

melaksanakan tugas-tugas pemerintahan.

2) Instansi-instansi yang merupakan hasil kerja sama semacam itu dapat

bersifat hukum perdata, hukum publik seperti halnya mengikut sertakan

pihak swasta dalam urusan kerjasama (joint venture).

130 Situmorang, 1989, Dasar-Dasar Hukun Administrasi Negara, Bina Aksara Jakarta, h.104 131 Indoharto, 1991, Usaha Memahami Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara,

Sinar Harapan, Jakarta, h.55.

Page 84: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

3) Demikian pula kerjasama oleh Pemerintah dengan perusahaan-

perusahaan real estate mengenai pengaturan penghunian dan penjualan

rumah-rumah hasil kerja sama.

4) Kerjasama lain dalam hal pendidikan swasta, kegiatan sosial, di bidang

kesehatan masyarakat seperti rumah sakit, rumah perawatan orang jompo

dan anak-anak yatim piatu.

Badan pemerintahan yang menyelenggarakan aktivitas untuk kepentingan

umum dalam negara disebut Badan atau Pejabat tata usaha negara yang dapat

dikelompokkan sebagai berikut:132

1) Instansi-instansi resmi Pemerintah (eksekutif)

2) Instansi-instansi dalam lingkungan kekuasaan Negara di luar lingkungan

kekuasaan eksekutif yang berdasarkan peraturan perundang-undangan

melaksanakan tugas-tugas pemerintahan

3) Badan-badan hukum perdata yang didirikan oleh Pemerintah dengan maksud

melaksanakan tugas-tugas pemerintahan.

4) Instansi-instansi yang merupakan kerjasama pihak Pemerintah dengan pihak

swasta yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan

5) Lembaga-lembaga hukum swasta yang melaksanakan tugas-tugas

pemerintahan.

Lembaga tersebut berkedudukan sebagai badan atau pejabat Tata Usaha

Negara, sehingga merekapun dimiliki wewenang yang dapat mengeluarkan keputusan

karenanya, peranan hukum pemerintahan “bestuurs recht” dan hukum tata negara sangat

penting dalam menata penyelenggaraan pemerintahan dalam negara transisi.

Negara-negara transisi yang menjunjung tinggi konsep negara hukum

mengakui pentingnya peranan policy rules bagi Pemerintah untuk menjalankan aktivitas-

aktivitas yang berkaitan dengan pelayanan umum, penyelenggaraan pemerintahan dan

132 Ibid. h.57

Page 85: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

pembangunan. “Bentuk-bentuk konkrit peraturan kebijakan tersebut meliputi, peraturan

keputusan, pedoman, pengumuman, surat edaran, petunjuk teknis, dan petunjuk

pelaksanaan.133

Konstitusi Negara Republik Demokratis Timor-Leste Tahun 2002, mengakui

juga peraturan perundang-undangan semu (pseudo wetgeving) yang merupakan istilah

lain dari peraturan kebijakan. Bentuk-bentuk hukum yang diakui dalam Konstitusi

Negara Demokratik Timor-Leste Tahun 2002 diidentifikasi dalam bentuk bagan di bawah

ini:

Bagan 2:

Tata Susunan Norma Hukum RDTL134

KONSTITUSI RDTL 2002

Undang-undang Parlemen Nasional dan Pemerintah RDTL

(termasuk Peraturan UNTAET dan Hukum Indonesia yang

dianggap masih relavan dari 1976 -1999)

Peraturan-peraturan Pemerintah

Resoslusi PN dan Pemerintah

Keputusan Presiden

Instruksi-instruksi atau regulasi-regulasi umum

(peraturan pelaksana lainnya)

Pengakuan terhadap hukum adat atau norma

adat

133 Usfunan, Op.Cit.h. 110. 134 B. da silva dkk., 2013, Hatene kona ba/Compriender/Understading/mengerti, Timor-Leste

Vol. 1 The collection first published in 2014 by Timor-Leste Studies Association.

www.tlstudies.org.Antero. h.82

Page 86: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Keterangan:

a) Konstitusi (Undang-Undang Dasar) Negara Republik Demokratis Timor-

Leste 2002.

b) Undang-Undang (diatur dalam Pasal 24, 31, 38, 57, 59, 72, 85 j, 96 ayat (2

dan 3) Pasal 98, Pasal 107 dan Pasal 116, Konstitusi RDTL).

c) Putusan Pengadilan (Jurisprudensi) (diatur Pasal 35 dan Pasal 79 Konstitusi

RDTL)

d) Perundang-undangan keputusan, Ijin (diatur Pasal 71, ijin Pasal 80 dan Pasal

87 bagian (a) Konstitusi RDTL)

e) Resolusi Parlemen (diatur Pasal 85, Konstitusi RDTL).

f) Tata Tertib Dewan Negara, Parlemen Nasional (diatur Pasal 9l ayat (1) bagian

(e) Pasal 93 (4), 95 (4) bagian (e) Pasal 99 (2), Pasal 101 (1 dan 2) Konstitusi

RDTL).

g) Aturan dan peraturan umum (Pasal 96 ayat (1) (i) dan (k) Konstitusi RDTL).

h) Garis pedoman (Pasal 108 (1), dan Pasal 116 (a) Konstitusi RDTL).

i) Peraturan Pemerintah (Pasal 117 Konstitusi RDTL).

j) Peraturan Untaet (Pasal 168 dan Pasal 169 Konstitusi RDTL).

Identifikasi peraturan perundang-undangan yang ada dikelompokkan ke

dalam kategori pertama, peraturan perundang-undangan meliputi undang-undang,

putusan pengadilan (Jurisprudensi), Peraturan UNTAET dan peraturan Pemerintah.

Kategori kedua meliputi resolusi Parlemen, aturan-aturan, peraturan umum, perundang-

undangan- keputusan dan ijin. Kategori ketiga, meliputi tata tertib dan garis pedoman.

Dari bentuk peraturan menurut Konstitusi Negara Republik Demokratis

Timor-Leste (RDTL) tersebut masalah norma yang memerlukan pengkajian bahwa,

apakah putusan pengadilan (Jurisprudensi) hanya sebagai sumber hukum seperti halnya

Page 87: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

di Indonesia mengingat Indonesia tidak menerapkan asas preseden ataukah di Negara

Timor-Leste akan memasukkan jurisprudensi sebagai salah satu bentuk dalam hierarki

peraturan perundang-undangan? dan apakah peraturan UNTAET hanya merupakan

landasan hukum yang mengantarkan bangsa Timor Leste ke pintu gerbang kemerdekaan

sehingga bersifat einmalig (sekali berlaku), ataukah peraturan ini tetap menjadi

peganggan sesuai ketentuan Pasal 165 Undang-Undang Dasar Timor-Leste dalam rangka

mengisi kevakuman hukum? dalam konteks ini apakah status hukum peraturan UNTAET

sama dengan undang-undang ataukah Undang-Undang Dasar?

Berdasarkan bentuk peraturan dalam kategori kedua dan kategori ketiga,

bentuk-bentuk peraturan apa saja yang merupakan peraturan pelaksanaan undang-undang

dan bentuk-bentuk peraturan apa saja yang merupakan peraturan kebijakan? Oleh karena

itu, pengkajian masalah-masalah hukum ini perlu penangganan segera dalam rangka

menentukan arah politik pembentukan undang-undan Timor-Leste. Perumusan bentuk-

bentuk hukum dan hierarki peraturan perundang-undangan bertujuan menjamin kepastian

hukum dan mencegah konflik norma hukum (antinomy). Sebab menurut teori

penjenjangan norma hukum (Stuffenbau teorie Hans Kelsen135), norma hukum yang

tingkatannya lebih rendah memiliki daya mengikat apabila bersumber dan berdasarkan

norma hukum yang lebih tinggi”

135 Hans Kelsen, 1970, The Pure Theory of Law, University of California Press, Berkeley, Los

Angeles, h. l38.

Page 88: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Pembentukan peraturan perundang-undangan, menurut teori Gelding,136

bahwa, Politik legislasi yang baik dalam menciptakan peraturan perundang-undangan

harus memenuhi syarat filosofis, yuridis dan sosiologis.” Syarat filosofis berkaitan

dengan prinsip bahwa undang-undang yang dibuat untuk menjamin keadilan, syarat

yuridis berkaitan dengan harapan bahwa undang-undang yang menjamin kepastian

hukum karena dibuat oleh lembaga-lembaga yang mempunyai wewenang. Sedangkan

syarat sosiologis berkaitan dengan harapan bahwa suatu undang-undang yang dihasilkan

sesuai dengan keinginan masyarakat. Berikut hierarki peraturan perundang-undangan

Negara Timor-Leste dalam bagan di bawah ini:

Bagan 3 :

Hierarki Peraturan Perundang-undangan RDTL

-→

136 Bagir Manan, 1991, Dasar-Dasar Perundang-Undangan Di Indonesia, Gajah Mada

University Press, Yogyakarta, h. 14.

KONSTITUSI RDTL 2002

UNDANG-UNDANG

PARLEMEN NASIONAL

UNDANG-UNDANG DARI

PEMERINTAH (pasal 96)

Peraturan-peraturan Pemerintah:

1. Peraturan Pelaksan UU

2. Keputusan-keputuasn menteri

3. Instruksi Menteri

Tata Tertib Parlemen Nasional

Resolusi Parlemen Nasional (pasal 85, a) dan Pemerintah

KEPUTUSAN PRESIDEN

REPUBLIK

pasal 85 a, c, f, g, I, dan j.

Instruksi atau regulasi-regulasi umum

Peraturan

UNTAET, Produk

Hukum Indoneisa

dan Potugis

Norma Adat

Page 89: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Dalam hierarki peraturan perundang-undangan ada 2 (dua) pendapat ilmiah

terkenal yang dipakai yaitu Hans Kelsen dengan Stufentheorie (teori penjenjangan

norma) sedangkan Hans Nawiasky dalam teorinya mengenai Die Stufenaufbau der

Rechtsordnung atau Die Stufenordnung der Rechtsnormen, mengemukakan empat lapis

norma-norma hukum, yakni Groundnorm (norma dasar), Grundgesetze (aturan-aturan

dasar), Formelle Gesetze (peraturan perundang-undangan), dan Verordnungen serta

autonome Satzungen yang dapat digolonkan ke dalam peraturan-peraturan

pelaksanaan.137

Berdasarkan Stufentheorie di atas, dikaitkan dengan pembentukan peraturan

perundang-undangan Timor-Leste, oleh lembaga legislatif dan eksekutif, syarat-syarat

yang menjadi dasar pembentukan undang-undang, belum terpenuhi secara baik, oleh

karena setiap produk hukum baik dari lembaga legislatif maupun lembaga eksekutif pada

umumnya, tidak melalui suatu penelitian untuk menjastifikasi terhadap masalah-masalah

dasar yang dihadapi oleh masyarakat. Setiap produk hukum kadang-kadang bertentangan

dengan kepentingan warga Negara. Misalkan; undang-undang tentang hak milik atas

tanah, undang-undang pertanahan mengakui sertifikat-sertifikat tanah yang diberikan

pada zaman pemerintahan koloni Portugis dan pendudukan Negara Republik Indonesia.

Hal ini berdampak terhadap masyarakat yang berdomisili di daerah-daerah perkotaan,

terutama masyarakat yang berdomisili di kota, Dili (Ibu kota Negara), karena yang

menguasai tanah di ibu kota Negara RDTL adalah milik mantan Anggota pemerintahan

137 Hans Nawiasky, 1948, Allgemeine als recht System Lichen Grundbegriffe,

ensiedenln/Zurich/koln, cet. II benziger, h. 3

Page 90: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Portugal yang pada waktu itu bekerja untuk pemerintahan Portugal dan sebagian mantan

anggota pemerintahan pada masa pendudukan Negara Republik Indonesia.

Bertitik tolak dari hierarki peraturan perundang-undangan negara Timor-

Leste, sering terjadinya konflik antar warga Negara dengan pemerintahan, karena

masyarakat merasa undang-undang tersebut tidak memberikan keadilan dan kemanfaatan

hukum terhadap hak-hak rakyat oleh karena; pertama kurang adanya pengajian secara

normatf terhadap norma-norma (undang-undang) yang telah ada, namun tidak berfungsi

secara efektif, kedua kurang adanya penelitian, terhadap isu hukum yang terjadi dalam

masyarakat, yanag berkaitan dengan pembuatan rancangan peraturan perundang-

undangan, ketiga, kurang adanya mencermati asas-asas pembentukan peraturan

perundang-undangan yang baik.

Apabila suatu peraturan perundang-undangan yang baik seharusnya, para

pembentuk undang-undang khususnya perancang undang-undang, semestinya

menggunakan pendekatan induktif dalam penyusunan peraturan perundang-undangan

sehingga dalam menyusun norma-norma hukum dalam pasal-pasal suatu rancangan,

diawali dengan identifikasi masalah melalui pendekatan emipiris dan perumusan serta

pembentukan Naskah akademik pada setiap pembentukan peraturan perundang-

undangan supaya dapat memberikan solusi terhadap masalah-masalah hukum yang

diharapkan oleh masyarakat. Selanjutnya, Van. Apeldoor, mengemukakan bahwa, tujuan

hukum yakni menciptakan perdamaian, keadilan, kesejahteraan, dan kebahagian warga

masyarakat. Tujuan-tujuan ini memperlihatkan hubungan ketergantungan karena tujuan

Page 91: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

pertama merupakan persyaratan atau landasan bagi tujuan berikutnya. Tujuan utama yang

harus diwujudkan yaitu menciptakan perdamaian masyarakat dalam tertib hukum. Bagi

negara-negara transisi tujuan tersebut sangat penting untuk menata kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara secara damai dan adil.

Berdasarkan pemaparan tersebut di atas maka, dapat disimpulkan bahwa,

Negara Timor-Leste adalah negara hukum yang demokratik, maka tindakan Pemerintah

dalam proses pembangunan, harus berdasarkan atas hukum (asas legalitas), asas legalitas

yang dimaksud adalah peraturan perundang-undangan. peraturan perundang-undangan

yang dibentuk oleh pejabat atau lembaga yang berwenang harus mencerminkan

kepentingan nasional, agar hak-hak rakyat secara konstitusional dapat terlindung, sesuai

dengan tujuan Negara hukum yang dimaksud dalam konstitusi, maka dalam proses

pembentukan peraturan perundang-undangan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang,

harus membentuk Naskah Akademik terlebih dahulu dalam proses pembentukan setiap

peraturan perundang-undangan, baik undang-undang yang dibentuk oleh Parlemen

Nasional maupun Pemerintah, pembentukan naskah akademik sangat penting untuk

menetapkan materi muatan rancangan undang-undang serta masalah-masalah social yang

sesegera mungkin dapat diatasi oleh Pemerintah maupun Parlemen Nasional dapat

ditetapkan dalam naskah Akademik.

Naskah akademik merupakan salah satu syarat dalam proses pembentukan

peraturan perundang-undangan yang baik, pembentukan peraturan perundang-undangan

Negara RDTL sangatlah penting, oleh karena Timor-Leste, adalah Negara baru, maka

Page 92: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

tentu masalah-masalah social dalam kehidupan masyarakat sangat rumit dan sulit

mendapatkan jawabanya, oleh karena itu, salah satu jawabannya adalah Peraturan

Perundang-undangan untuk mengatur dan menjawab setiap masalah melalui tindakan

Pemerintah yang nyata. Dengan demikian tujuan pembentukan Naskah Akademik sangat

penting untuk menentukan dan menetapkan masalah-masalah yang perlu ditelusuri oleh

Pemerintah melalui undang-undang yang ditetapkan baik oleh Parlemen Nasional

maupun Pemerintah.

2.3.4 Pembentukan Undang-Undang

Pembentukan undang-undang merupakan rencana atau plan dalam

membentuk hukum. Hukum pada hakekatnya adalah produk penilaian akal-budi yang

berakar dalam hati nurani manusia tentang keadilan berkenaan dengan perilaku manusia

dan situasi kehidupan manusia. Penghayatan tentang keadilan memunculkan penilaian

bahwa dalam situasi kemasyarakatan tertentu, orang seyogyanya berperilaku dengan cara

tertentu, karena hal itu adil atau memenuhi rasa keadilan.138

Keadilan merupakan nilai abstrak yang perlu perwujudan dalam bentuk norma

hukum sebagai sarana untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan

bermasyarakat.139 Perwujudan nilai-nilai norma hukum dalam masyarakat terbentuk

melalui aturan perundang-undangan. Aturan perundang-undangan yang dibentuk harus

memenuhi rasa keadilan. Menurut Sajipto Rahardjo,140 dalam proses pembuatan

138 Bernard Arief Sidharta, 2010, Ilmu Hukum Indonesia, FH Unika Parahyangan, Bandung, h. 88. 139 Mahmutarom HR., Rekonstruksi Konsep Keadilan, Badan Penerbit Undip, Semarang, h. 119. 140 Sajipto Rahardjo, 2006, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Penerbit Buku Kompas,

Jakarta, h. 140.

Page 93: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

rancangan undang-undang harus memperhatikan peran dari asas hukum. Sistem hukum

termasuk peraturan perundang-undangan yang dibangun tanpa asas hukum hanya akan

berupa tumpukan undang-undang. Asas hukum memberikan arah yang dibutuhkan. Di

waktu-waktu yang akan datang masalah dan bidang yang diatur pasti semakin bertambah.

Maka pada waktu hukum atau undang-undang dikembangkan, asas hukum memberikan

tuntunan dengan cara bagaimana dan ke arah mana sistem tersebut akan dikembangkan.

Dalam kenyataan empiris telah terbukti bahwa suatu undang-undang, bahkan

kodifikasi, tidak akan pernah lengkap dalam mengatur segala persoalan yang terjadi

maupun yang akan terjadi di tengah-tengah dinamika perkembangan masyarakat.141

Dengan demikian, untuk menciptakan tertib pembentukan peraturan perundang-

undangan, agar konsepsi dan perumusan normanya mantap, bulat, dan harmonis, tidak

saling bertentangan, dan tumpang tindih satu sama lain. Melalui undang-undang tersebut,

diharapkan semua lembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan

memiliki pedoman khusus yang baku dan terstandarisasi dalam proses dan metode

membentuk peraturan perundang-undangan secara terencana, terpadu, dan sistematis.

Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan syarat dalam rangka

pembangunan hukum Nasional yang hanya dapat terwujud apabila didukung oleh metode

yang baik, yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan

perundangundangan. Timor-Leste merupakan negara hukum yang mempunyai kewajiban

melaksanakan pembangunan hukum nasional yang baik, yang dilakukan secara

141 Basuki Rekso Wibowo, 1997, Peranan Hakim dalam Pembangunan Hukum”, Pro Justitia,

Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, Tahun XV, Nomor 4, Oktober, h. 62.

Page 94: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

terencana, terpadu dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional. Sistem hukum

tersebut diharapkan dapat menjamin perlindungan hak dan kewajiban segenap rakyat

berdasarkan pada tujuan-tujuan negara sebagaimana diatur dalam konstitusi.

Proses pembentukan undang-undang merupakan suatu kumpulan aktifitas

pekerjaan-pekerjaan yang terstruktur, tersistem, harmonis, dan teratur sesuai dengan

ruang dan waktu yang saling mengait untuk mengolah dan menyelesaikan masalah

tertentu untuk menghasilkan suatu keluaran ataupun pelayanan tertentu sesuai dengan

keahlian dan sumber daya yang tersedia. Dengan demikian proses adalah sesuatu yang

akan diawali dengan bahan baku atau yang disebut dengan input. Setelah adanya input,

maka proses dapat dilakukan. Hasil dilakukannya suatu proses disebut dengan output.

Sedangkan pembentukan undang-undang (UU) adalah produk hukum yang dibentuk oleh

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam sistem pemerintahan Presidensil, dan dalam

sistem pemerintahan Parlementer adalah Parlemen Nasional (PN), dan Presiden dalam

sistem pemerintahan Presidensil. Sedangkan dalam sistem pemerintahan Parlementer,

Pemerintah (Perdana Menteri). Adapun proses sederhana dapat dilihat pada bagan

berikut:142

Bagan 4 :

Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Feedback

142 Inu Kencana Syafiie, 2015. Proses Legislatif; Rafika Aditama.Semarang, h. 1-2

INPUT PROSES OUTPUT

Page 95: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Terhadap proses pembentukan peraturan perundang-undangan di atas dapat dijelaskan

sebagai berikut:

Input adalah bahan kajian untuk diolah serta diproses yang akan menghasilkan

produksi barang dan jasa dalam suatu proses ekonomi namun dalam politik pemerintahan

dapat berupa peraturan seperti undang-undang dan peraturan daerah yang dianggap

output, yang pada gilirannya menghasilkan pelayanan sebagai Outcomes. Oleh karena,

proses dimulai dari input dan diakhiri dengan output, walaupun kemudian menimbulkan

feedback pada input, dan begitulah seterusnya sebagaimana gambar di atas. Khusus untuk

proses legislatif maka dimulai dari mencari input pada artikulasi dan agregasi

kepentingan masyarakat, para politikus membahasnya dalam suatu proses legislatif agar

lahir undang-undang serta peraturan perundang-undangan lainnya. Tetapi selain dari

output itu, proses juga melahirkan impacht dan juga benefit yang diuraikan sebagaimana

bagan di bawa ini.

Bagan 5 :

Proses pembentukan Undang-undang dan Masalahannya

Feedback

Terhadap gambar konsep proses legislatif tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai

berikut:143

143 Ibid.

INPU

T

PROSES OUTPUT

Outcomes

Impact

Benefit

Page 96: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Input Dalam proses legislatif; adalah masukan yang dicari oleh para anggota legislatif

yang berasal dari para anggota partai politik yang berhasil mengalih artikulasi

kepentingan dan agregasi seluruh lapisan masyarakat, seperti kemiskinan,

kesenjangan, dekadensi moral, dan lain-lain.

Proses Dalam proses legislatif; adalah suatu kumpulan aktifitas pekerjaan-pekerjaan yang

berstruktur, tersistem, harmonis, dan teratur sesuai dengan ruang dan waktu yang

saling mengkait untuk menyelesaikan masalah tertentu yang selanjutnya

menghasilkan suatu keluaran ataupun pelayanann tertentu sesuai dengan keahlian

dan sumber daya yang tersedia.

Output Dalam proses legislatif; adalah apa saja yang dirumuskan anggota dewan oleh

anggota dewan Parlamen Nasional, berupa peraturan perundang-undangan yang

baik dan benar, selanjutnya pengawasan terhadap jalannya pemerintahan

berdasarkan undang-undang. Hal yang paling utama diawasi adalah timbulnya

korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Outcomes Dalam proses legislatif; adalah hasil dari pemilihan umum tidak langsung

berupa aparat Pemerintah yang baik dan benar, yaitu yang melayani masyarakat

dalam arti biaya pelayanan makin murah, mutu pelayanan makin baik serta waktu

pelayanan makin cepat.

Impact Dalam proses legislatif; adalah hasil proses legislatif yang melahirkan kebijakan

(policy) tentang apa sebaiknya yang dilakukan Pemerintah dan apa yang tidak

dilakukan karena Pemerintah adalah penguasa yang sudah dilengkapi dengan

Page 97: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

seperangkat alat dan dana dari uang rakyat sehingga diperlukan inisiatif berupa

kebijaksanaan (wisdom)

Benefit Dalam proses legislatif; adalah hasil komersial berupa peraturan di bidang

pemungutan pajak yang dipaksakan kepada anggota masyarakat dan retribusi

berupa pemasukan biaya setelah pelayanan diberikan Pemerintah kepada berbagai

lapisan masyarakat.

Feedback Dalam proses legislatif; adalah umpan balik dari keseluruhan hasil yang

dikelaurkan proses legislatif seperti gagalnya proses legislatif melahirkan

kebencian masyarakat kepada anggota Parlamen Nasional sehingga pemilihan

umum berikutnya memperbanyak oposisi dan golongan putih.

Berdasarkan uraian proses tersebut di atas, bahwa dalam proses pembentukan

peraturan perundang-undangan yang baik dan berkualitas maka, pejabat yang bewenang

harus memperhatikan beberapa syarat sebagai berikut:

Pertama; Profesional dalam bidang ilmu hukum; pembentukan peraturan perundang-

undangan harus memiliki keahlian dalam bidangnya masing-masing, terutama

dalam bidang hukum. Hal ini dikarenakan untuk menganalisis berbagai persoalan

yang akan merumuskan dalam Pasal-pasal tertentu dan ayat-ayat yang terkandung

dalam peraturan perundang-undangan tersebut;

Kedua; Independen (bebas dari Partai politik) dalam hal ini untuk menghindari adanya

kepentingan politik maupun kelompok tertentu dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan;

Page 98: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Ketiga; Integritas dan tanggungjawab, dalam hal ini, untuk menghindari adanya unsur-

unsur kepentingan ekonomi (jasa) semata, dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan, melainkan rasa memiliki dan ikut serta bertanggungjawab

terhadap kepentingan negara dan warganegaranya;

Ke empat; Prinsip nasionalime dan patriotisme, terhadap Bangsa dan negaranya, hal ini

untuk menghindari adanya penyimpangan-penyimpangan kepentingan individu,

kelompok (partai politik) untuk sengaja menciptakan suatu peraturan untuk

menjatuhkan pemerintahan negara.

Terkait dengan syarat-syarat tersebut di atas, apabila terpenuhi, maka kualitas

suatu produk peraturan perundang-undangan memiliki kekuatan pemberlakuan dalam

masyarakat baik secara filosofis, sosiologis maupun secara yuridis. Menurut Jimly

Asshiddiqie,144 seharusnya norma hukum yang hendak dituangkan dalam rancangan

peraturan perundang-undangan, benar-benar telah disusun berdasarkan pemikiran yang

matang dan perenungan yang memang mendalam, semata-mata untuk kepentingan umum

(public interest), bukan kepentingan pribadi atau golongan.

Rancangan undang-undang tersebut, dilakukan setahap demi setahap dengan

melibatkan tim ahli dan dengar pendapat (public hearing) dari masyarakat. Menurut

Jimly Asshiddiqie tersebut diatas, disimpulkan bahwa, pada umumnya di berbagai

Negara, terutama Negara-negara yang menganut sistem demokratis, setiap produk norma

hukum yang dibentuk oleh pejabat atau badan yang berwewenang tidak terlepas dari

144 Jimly Asshiddiqie, 2006, Perihal Undang-Undang di Indonesia, Sekretariat Jenderal

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, h. 320

Page 99: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

adanya unsur kepentingan baik secara individu maupun secara kelompok kepentingan

yang lebih diutamakan daripada kepentingan umum (public). Oleh karena pejabat atau

badan berwewenang membentuk undang-undang ataupun kebijakan tertentu berasal dari

partai politik, lain halnya, pejabat yang berwewenang tersebut berasal dari kelompok

profesional (bukan partai politik), hanya saja, inisiatif undang-undang berasal itu, berasal

dari kelompok politik, namun sebagai negara hukum, kepentingan yang diutamakan

tetaplah kepentingan masyarakat yang didasarkan pada pengakuan, perlindungan dan

pemenuhan hak asasi manusia.

2.3.5 Landasan Pembentukan Undang-Undang

Setiap peraturan perundang-undangan dapat dikatakan baik (good

legislation), sah menurut hukum (legal validity) dan berlaku efektif karena dapat diterima

masyarakat secara wajar dan berlaku untuk waktu yang panjang, sehingga harus

didasarkan pada landasan peraturan perundang-undangan. Sudah banyak para ahli hukum

yang memberikan argumentasi mengenai landasan peraturan perundang-undangan,

antara lain M. Solly Lubis yang mengatakan bahwa ada tiga landasan pembuatan

peraturan perundang-undangan, yakni:145

1) Landasan filosofis, yaitu dasar filsafat atau pandangan atau ide yang menjadi

dasar cita-cita sewaktu menuangkan hasrat dan kebijaksanaan (pemerintahan)

kedalam suatu rencana atau draft peraturan negara. Misalnya pancasila

menjadi dasar filsafat perundang-undangan. Pada prinsipnya tidak dibuat

suatu peraturan yang bertentangan dengan dasar filsafat ini.

2) Landasan yuridis, ialah ketentuan hukum yang menjadi dasar hukum

(rechtsground) bagi pembuatan suatu peraturan. Misalnya UUD menjadi

landasan yuridis bagi pembuatan UU organik. Selanjutnya UU itu menjadi

145 Admin Sudut Hukum, 2016, landasan dan azas-azas pembentukan perda

https://www.suduthukum.com/.html. Akses pada Tanggal 22 Juni 2018

Page 100: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

landasan yuridis bagi pembuatan peraturan Pemerintah ataupun Peraturan

daerah.

3) Landasan politis, ialah garis kebijakan politik yang menjadi dasar selanjutnya

bagi kebijakan-kebijakan dan pengarahan ketatalaksanaan pemerintahan

negara. I Gede Pantja Astawa,146 menambahkan satu landasan lagi yaitu

landasan sosiologis (Sociologiche gronsdlag, sociologiche gelding). Suatu

peraturan perundang-undangan dikatakan mempunyai landasan sosiologis

apabila ketentuan-ketentuannya sesuai dengan keyakinan umum atau

kesadaran masyarakat. Hal ini penting agar peraturan perundang-undangan

yang dibuat di taati oleh masyarakat, tidak menjadi huruf-huruf mati belaka.

Atas dasar sosiologis, diharapkan suatu peraturan perundang-undangan yang

dibuat akan diterima oleh masyarakat secara wajar bahkan spontan. Peraturan perundang-

undangan yang diterima secara wajar akan mempunyai daya berlaku efektif dan tidak

begitu banyak memerlukan pengerahan institusional untuk melaksanakannya. Dalam

teori pengakuan (Annerken-nungstheorie) di tegaskan bahwa kaidah hukum berlaku

berdasarkan penerimaan dari masyarakat tempat hukum itu berlaku. Tegasnya bahwa

dasar sosiologis artinya mencerminkan kenyataan hidup dalam masyarakat.

2.4 Asas-asas Pembentukan Undang-Undang

Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang digunakan

dalam Disertasi ini, sangat penting karena asas-asas pembentukan undang-undang

merupakan dasar atau pedoman dalam pembentukan undang-undang, oleh karena itu,

asas-asas pembentukan undang-undang, digunakan untuk menjustifikasi terhadap

kewenangan lembaga negara dalam pembentukan undang-undang, yang dibentuk oleh

146 I Gede Pantja Astawa dan Suprin Na’a, 2005, Buku Pegangan Perancangan Peraturan

Perundang-undangan, Direktur Jendral Peraturan Perundang-undangan diterjemahkan dari buku I.C Van

der Vlies, Handboek Wetgeving, alih bahasa oleh Linus Doludjawa, Bandung, h. 54-55

Page 101: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

lembaga legislatif dan eksekutif dalam Negara Timor-Leste. Asas-asas tersebut

merupakan dasar atau pedoman yang dijadikan tumpuan berpikir, berpendapat dan

bertindak, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku dan mengikat secara terbatas.

Maksud secara terbatas disini bahwa, badan atau pejabat berwenang dalam berpikir,

berpendapat dan bertindak, harus sesuai dengan asas-asas yang ditetapkan, tidak boleh

bertindak diluar asas-asas, dan materi muatan yang ditetapkan, oleh karena Asas-asas

pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan suatu pedoman atau suatu

rambu-rambu dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Asas dalam

Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia, berarti hukum dasar atau fundamen, yakni

sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat.147

Pembahasan asas peraturan perundang-undangan berkaitan erat dengan sistem

hukum yang berlaku dalam Negara RDTL yang cenderung menganut civil law sebagai

akibat dari sikap represif penjajahan Negara Portugal dan Indonesia yang nota bene

menganut civil law.148 Dalam sistem hukum lebih banyak dibentuk melalui undang-

undang bahkan ada kecenderungan untuk melakukan kodifikasi dan unifikasi atau

sekurang-kurangnya, dilakukan kompilasi. Menurut The Liang Gie, asas adalah suatu

dalil umum yang dinyatakan dalam istilah umum tanpa menyarankan cara-cara khusus

mengenai pelaksanaannya, yang diterapkan pada serangkaian perbuatan untuk menjadi

147 Suharso dan Ana Retnoningsih, Loc. Cit. h. 55 148 Rosjidi Ranggawidjaja, 1998, Pengantar Ilmu Perndang-undangan Indonesia (Mandar Madju,

Bandung, h. 30.

Page 102: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

petunjuk yang tepat bagi perbuatan itu.149 Selanjutnya, Satjipto Rahardjo menyebutkan

asas hukum ini merupakan jantungnya ilmu hukum. Sedangkan, Scholten mengatakan

asas hukum adalah kecenderungan-kecenderungan yang disyaratkan oleh pandangan

kesusilaan pada hukum, merupakan sifat-sifat umum dengan segala keterbatasannya

sebagai pembawaan yang umum itu, tetapi yang tidak boleh tidak harus ada.150

Sudikno Mertokusumo, asas hukum adalah bukan merupakan peraturan

hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan

latar belakang dan peraturan yang konkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap

sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim

yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum

dalam peraturan konkrit tersebut.151

Atas dasar pemikiran ahli tersebut di atas, bahwa asas hukum bukanlah kaidah

hukum yang konkrit (nyata), melainkan merupakan latar belakang peraturan yang konkrit

dan bersifat umum atau abstrak, atau dengan perkataan lain, asas hukum bukanlah hukum,

namun hukum tidak dapat dimengerti tanpa asas-asas tersebut. Scholten mengemukakan

lebih lanjut adalah menjadi tugas ilmu pengetahuan hukum untuk menelusuri dan mencari

asas hukum itu dalam hukum positif.

Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, merupakan dasar

atau pedoman dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan Negara Timor-

149 Fence M. Wantu dkk, 2002, Cara Cepat Belajar Hukum Acara Perdata, Reviva Cendekia,

Jakarta, h.14 150 Ibid. h. 15 151 Ibid. h. 13

Page 103: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Leste, walapun asas-asas umum pembentukan undang-undang dalam Negara Timor-

Leste belum diatur secara jelas, namun secara teori asas-asas umum pembentukan

peraturan perundang-undangan digunakan sebagai pedoman dalam proses pembentukan

peraturan perundang-undangan yang baik, oleh lembaga legislatif dan lembaga eksekutif

(Pemerintah). Asas merupakan dasar atau sesuatu yang dijadikan tumpuan berpikir,

berpendapat dan bertindak.152

Asas-asas pembentuk peraturan perundang-undangan berarti dasar atau

sesuatu yang dijadikan tumpuan dalam menyusun peraturan perundang-undangan. Asas

hukum merupakan sebuah aturan dasar atau merupakan prinsip hukum yang masih

bersifat abstrak, dapat dikatakan bahwa asas dalam hukum merupakan dasar yang

melatarbelakangi suatu peraturan yang bersifat konkrit dan bagaimana hukum itu dapat

dilaksanakan.153 Menurut The Liang Gie,154 asas adalah suatu dalil umum yang

dinyatakan dalam istilah umum tanpa menyarankan cara-cara khusus mengenai

pelaksanaannya, yang diterapkan pada serangkaian perbuatan untuk menjadi petunjuk

yang tepat bagi perbuatan itu. Satjipto Rahardjo, menyebutkan asas hukum ini merupakan

jantungnya ilmu hukum, dan merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu

peraturan hukum.155

152 Departemen Pendidikan Nasional, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Edisi

III, Jakarta, h. 70. 153 Fence M. Wantu Dkk, 2002, op.cit. h.13 154 Ibid h.14 155 Ishaq. 2007, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 75

Page 104: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Batasan pengertian asas hukum dapat dilihat beberapa pendapat para ahli,

diantaranya sebagai berikut:156 Bellefroid berpendapat bahwa asas hukum umum

merupakan norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum

tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum. Paul Scholten157 mengatakan

asas hukum adalah kecenderungan-kecenderungan yang disyaratkan oleh pandangan

kesusilaan pada hukum, merupakan sifat-sifat umum dengan segala keterbatasannya

sebagai pembawaan yang umum itu, tetapi yang tidak boleh tidak harus ada. Asas hukum

bukanlah kaidah hukum yang konkrit (nyata), melainkan merupakan latar belakang

peraturan yang konkrit dan bersifat umum atau abstrak. Umumnya asas hukum tidak

dituangkan dalam bentuk peraturan yang konkrit atau pasal-pasal seperti, asas reo, asas

res judicato pro veritate habetur, asas lex posteriori derogat legi priori dan lain

sebagainya.

Dalam rangka menciptakan suatu peraturan perundang-undangan yang baik

yakni dengan diterimanya peraturan tersebut di dalam masyarakat maka, peraturan

tersebut harus dibentuk dan berasal dari adanya suatu sistem yang baik. Kedudukan teori

dalam ilmu hukum mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam proses penciptaan

hukum itu sendiri.158 Hans Kelsen menyatakan bahwa, hukum termasuk dalam sistem

Norma yang dinamik nomodynaamics, karena hukum itu selalu dibentuk dan dihapus

oleh lembaga-lembaga atau otoritas-otoritas yang berwenang membentuknya, sehingga

156 Ibid. h.76 157 Fence M. Wantu dkk, Loc.Cit. h. 15. 158 Otje Salman dan Anthon F. Susanto, 2008, Teori Hukum: Mengingat, Mengumpulkan dan

Membuka Kembali, PT. Refika Aditama, Bandung, h. 1-2.

Page 105: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah dari sudut pemberlakuan dan

pembentukannya.159

Menurut Hans Kelsen, norma dalam negara selamanya selalu berjenjang,

bertingkat dan merupakan suatu regressus. Norma hukum (legal norm) dapat dibedakan

antara general norm dan individual norm. General norm termasuk customary law atau

statue berupa hukum yang diciptakan oleh legislatif, sedangkan norma individual

merupakan putusan badan judisial atau judicial act, putusan badan administrasi disebut

judicial act atau transaksi hukum berupa contract atau treaty.160 Menurut A. Hamid

Attamimi, menyatakan norma individual adalah hukum yang ditujukan atau dialamatkan

(addressatnya) pada seseorang, beberapa orang atau banyak orang yang telah tentu,

sehingga norma hukum individual ini biasanya dirumuskan secara individual atau

perorangan.161 Pada umumnya norma hukum berisi, pertama, suruhan (gebod), yaitu

berisi apa yang harus dilakukan oleh manusia berupa suatu perintah untuk melakukan

sesuatu. Kedua, larangan (verbod) yaitu berisi apa yang tidak boleh dilakukan dan ketiga,

kebolehan (mogen) berisi apa yang dibolehkan artinya tidak dilarang dan tidak disuruh.162

Sedangkan menurut Hamid S. Attamimi norma hukum itu terdiri dari perintah (gebod),

larangan (verbod), pengijinan (toestemming) dan pembebasan (vrijstelling).163

159 Hans Kelsen, 1973, General Theory of law and state, termejaman Anders Wedberg dkk (New

York, h. 114 160 Ibid. 161 Hamid S. Attamimi, 1999, Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar dan Pementukannya

Kanisius: Jakarta h. 12 162 Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, 1978, Perhal Kaedah Hukum (Bandung, h.16 163 A. Hamid S. Attamimi, 1990, Peranan Keputusan Presiden dalam Penyelenggaraan

Pemerintah Negara (Disertasi), UNI Jakarta, h. 314

Page 106: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Perkembangan teori hukum, memiliki tempat tersendiri dalam perkembangan ilmu

hukum secara keseluruhan. Perkembangan teori hukum dalam ilmu hukum tidak lepas

dari mencari makna sejati dari keadilan yang sampai saat ini tidak pernah selesai untuk

diperbincangkan dan diperdebatkan.164

Berbagai sarjana hukum ternama telah berusaha untuk menafsirkan makna

dan hakekat keadilan yang merupakan tujuan utama dari adanya hukum. Keberadaan

keadilan sebagai tujuan utama adanya hukum diharapkan menjadi cita-cita luhur dari

perkembangan ilmu hukum itu sendiri, yaitu dalam mencari format ideal dari suatu sistem

hukum terbaik bagi masyarakatnya.165 Teori hukum menjadi teori yang ada dan

jumlahnya telah mencapai ratusan dan bahkan ribuan, dapat dianggap menjadi tolok ukur

atau landasan pacu atas terbentuknya sistem hukum yang ideal bagi suatu masyarakat

pada suatu masa.

Berkaitan dengan teori dan asas hukum di atas, dapat dikatakan sebagai

landasan berpijak dan tolok ukur apakah suatu materi muatan peraturan perundang-

undangan yang telah mampu membawa tujuan keadilan didalamnya, sehingga dengan

demikian, pembahasan mengenai teori dan asas hukum dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan, menjadi sangat penting untuk dibahas dalam disertasi yang

berjudul “Kewenangan Lembaga Negara Dalam Pembentukan Undang-undang

Berdasarkan Konstitusi RDTL ini.” Sedangkan disisi lain, teori pembentukan peraturan

perundang-undangan mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam pembuatan

164 Zainuddin Ali, 2006, Filsafat Hukum, PT. Sinar Grafika, Jakarta h. 8. 165 Ibid.

Page 107: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

peraturan perundang-undangan, Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto,

memperkenalkan asas hukum dalam perundang-undangan yakni sebagai berikut:166

a) Peraturan perundang-undangan tidak berlaku surut (non retroaktif);

b) Peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi,

mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula (sistem hierarki);

c) Peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus menyampingkan

peraturan perundang-undangan yang bersifat umum (lex specialis derogate

lex generalis);

d) Peraturan perundang-undangan yang berlaku belakangan membatalkan

Peraturan Perundang-undangan yang berlaku terdahulu (lex posteriori

derogate lex periori);167

e) Peraturan perundang-undangan tidak dapat di ganggu gugat;168

f) Peraturan perundang-undangan sebagai sarana untuk semaksimal mungkin

dapat mencapai kesejahteraan spiritual dan materil bagi masyarakat maupun

individu, melalui pembaharuan atau pelestarian (asas welvaarstaat).169

Berdasarkan asas-asas tersebut di atas, dijelaskan bahwa dalam penyusunan

Peraturan perundang-undangan, harus mengedepankan minimal empat asas dari asas-asas

tersebut di atas, keberadaan asas tidak berlaku surut (non retroaktif) adalah untuk

menjamin adanya kepastian hukum, di masyarakat mengenai berlakunya suatu hukum,

walaupun keberadaan asas ini, dikecualikan bagi kasus-kasus pelanggaran terhadap hak

asasi manusia (HAM), yang berskala Internasional, dengan beberapa alasan tertentu, akan

tetapi alasannya, tetap dalam rangka untuk memberikan kepastian hukum, dan keadilan

bagi masyarakat secara keseluruhan. Asas hierarki menegaskan bahwa, dalam tata urutan

166 Purnadi Purbacaraka, dan Soerjono Soekanto, 1989, Peraturan Perundang-undangan dan

Yurisprudensi. Cet. ke-3, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. h. 7-11 167 Munir Fuady, 2009, Teori Negara Hukum Modern, PT. Refika Aditama, Bandung, h. 82-83. 168 Rangga Widjaja, 1998, Pengantar Ilmu Perundang-undangan, CV. Mandar Maju, Bandung,

h. 34 169 Soerjono Soekanto, 2007, Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja

Grafindo Persada Jakarta, h. 56-57.

Page 108: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

peraturan perundang-undangan, harus memperhatikan kordinasi antara satu peraturan

dengan peraturan yang lainnya, antara peraturan di tingkat pusat dan Peraturan di tingkat

daerah. Dengan adanya asas ini, menegaskan bahwa adanya hierarki, dalam sistem

perundang-undangan dan bersifat subordinasi, tidak hanya koordinasi saja, dan juga

menegaskan bahwa adanya taat hukum dan taat asas antara peraturan pusat dan peraturan

daerah. Asas lex posterior derogate lex priori menegaskan asas hierarki dalam sistem

peraturan perundang-undangan.

Keberadaan peraturan yang di atas otomotis harus lebih ditaati keberadaannya

dan dijadikan rujukan oleh peraturan yang dibawahnya sekaligus menjadi dasar atas

pembentukan peraturan perundang-undangan yang berada di bawahnya. Dengan asas ini

menegaskan bahwa peraturan perundang-undangan merupakan suatu sistem yang bersifat

sistematis menuju terciptanya sistem hukum yang berkeadilan. Asas specialis derogate

legi generalis menegaskan bahwa hukum dibuat untuk menciptakan keadilan. Tujuan

hukum tiada lain tiada bukan adalah menuju keadilan. Keberadaan asas ini menegaskan

bahwa peraturan yang lebih khusus mengecualikan peraturan yang lebih umum bahwa,

ketika telah dibuat suatu peraturan yang lebih khusus, dalam suatu bidang tertentu maka,

serta merta keberadaan peraturan ini, mengecualikan peraturan yang sebelumnya, yang

masih bersifat umum. Keberadaan asas ini kembali menegaskan tidak adanya penafsiran

yang berbeda, dengan tujuan diciptakannya peraturan itu sendiri, sehingga akan

Page 109: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

memberikan rasa kepastian hukum, ditengah masyarakat. Hampir sama dengan pendapat

ahli sebelumnya Amiroedin Sjarief, dengan mengajukan lima asas, sebagai berikut:170

a) Asas tingkatan hierarki;

b) Peraturan perundang-undangan tidak dapat di ganggu gugat;

c) Peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus menyampingkan

undang-undang yang bersifat umum (lex specialis derogate lex generalis);

d) Peraturan perundang-undangan tidak berlaku surut;

e) Undang-undang yang baru menyampingkan Undang-undang yang lama (lex

posteriori derogat lex periori

Pendapat yang lebih terperinci di kemukakan oleh I.C van der Vliesdi tentang

asas-asas hukum pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu asas formal dan

asas materil. Asas formal mencakup:171

a) Asas tujuan yang jelas (beginsel van duetlijke doelstelling);

b) Asas organ / lembaga yang tepat (beginsel van het juiste organ);

c) Asas perlu pengaturan (het noodzakelijkheids beginsel);

d) Asas dapat dilaksanakan (het beginsel van uitvoorbaarheid);

e) Asas konsensus (het beginsel van consensus);

Sedangkan yang masuk asas materiil adalah sebagai berkut:

a) Asas terminologi dan sistematika yang benar (het beginsel van duitdelijke

terminologie en duitdelijke systematiek);

b) Asas dapat dikenali (het beginsel van de kenbaarheid);

c) Asas perlakuan yang sama dalam hukum (het rechsgelijkheids beginsel);

d) Asas kepastian hukum (het rechtszekerheidsbeginsel);

e) Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual (het beginsel van

de individuale rechtsbedeling).

170 Amiroeddin Syarief dalam Rojidi Ranggawijaya, 1998, Pengantar Ilmu Perundang-undangan

Indonesia: CV. Mandar Majuh. Bandung, h.78. 171 A. Hamid S. Attamimi. 1990, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Negara; Studi Analisis mengenai Keputusan Presiden yang Berfungsi

Pengaturan dalam Kurun Waktu PELITA I-PELITA IV, Jakarta, Disertasi Doktor Universitas Indonesia, h.

330

Page 110: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Pendapat terakhir dikemukakan oleh A. Hamid S. Attamimi, sebagaimana

dikutip oleh Maria Farida,172 yang mengatakan bahwa, pembentukan peraturan

perundang-undangan, yang patut akan mengikuti pedoman dan bimbingan yang diberikan

oleh cita negara hukum, yang diistilahkan sebagai “bintang pemandu”, prinsip negara

hukum dan konstitusionalisme, dimana sebuah negara menganut paham

konstitusionalisme. Lebih lanjut A. Hamid Attamimi, mengatakan, jika dihubungkan

pembagian atas asas formal dan materil, maka pembagiannya sebagai berikut:173

1. Asas–asas formal:

a) Asas tujuan yang jelas.

b) Asas perlunya pengaturan.

c) Asas organ / lembaga yang tepat.

d) Asas materi muatan yang tepat.

e) Asas dapat dilaksanakan.

f) Asas dapat dikenali.

2. Asas–asas materiil:

a) Asas sesuai dengan cita hukum dan Norma fundamental negara.

b) Asas sesuai dengan hukum dasar negara.

c) Asas sesuai dengan prinsip negara berdasarkan hukum.

d) Asas sesuai dengan prinsip pemerintahan berdasarkan konstitusi.

Berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para ahli di atas, pada dasarnya

menunjuk pada bagaimana sebuah peraturan perundang-undangan yang dibentuk, hal ini

mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, baik dari segi materi-materi yang harus

dimuat dalam peraturan perundang-undangan, maupun teknik pembuatannya, akurasi

172 Maria Farida Indrati. S, 2007, Ilmu Perundang-undangan, Kanisius, Yogyakarta, h. 197. 173 Ibid.

Page 111: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

organ pembentuk dan lain-lain, dengan tambahan dan penjelasan yang dideduksi dari

uraian para ahli, yaitu:174

1) Asas-asas hukum Umum

a) Peraturan perundang-undangan tidak berlaku surut (non retroaktif).

Peraturan Perundang-undangan yang dibuat hanya berlaku pada peristiwa-

peristiwa hukum yang terjadi setelah peraturan perundang-undangan itu

lahir. Namun demikian, mengabaikan asas ini dimungkinkan terjadi dalam

rangka untuk memenuhi keadilan masyarakat.

b) Asas kepatuhan pada hirarkhi (lex superior derogat lex inferior) Peraturan

perundang-undangan yang ada di jenjang yang lebih rendah tidak boleh

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berada pada

jenjang lebih tinggi, dan seterusnya sesuai dengan hierarki norma dan

peraturan perundang-undangan.

c) Peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus menyampingkan

peraturan perundang-undangan yang bersifat umum (lex specialis derogat

lex generalis);

d) Peraturan perundang-undangan yang berlaku belakangan membatalkan

Peraturan Perundang-undangan yang berlaku terdahulu (lex posteriori

derogate lex periori); dalam setiap peraturan perundang-undangan

biasanya terdapat klausul yang menegaskan keberlakuan peraturan

perundang-undangan tersebut dan menyatakan peraturan perundang-

undangan sejenis yang sebelumnya digunakan, kecuali terhadap

pengaturan yang tidak bertentangan.

2) Asas Material/ Prinsip-prinsip Substantif

Secara umum, prinsip-prinsip yang dapat dijadikan acuan dalam menilai

substansi/materi muatan peraturan perundang-undangan adalah:

1) Nilai-nilai hak asasi manusia (HAM) dan keadilan gender yang sudah

tercantum di dalam konstitusi;

2) Jaminan integritas hukum nasional; dan

174 Amiroeddin Sjarif, 1997, Perundang-undangan: Dasar, Jenis, dan Teknik Membuatanya,

Rineka Cipta, Jakarta, h. 78-84.

Page 112: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

3) Peran negara versus masyarakat dalam negara demokrasi.

Ketiga prinsip dasar itu jika diturunkan secara lebih rinci, yang ditentukan dalam

Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2011sebagai berikut:

1) Pengayoman; memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan

ketenteraman masyarakat.

2) Kemanusiaan; memberikan perlindungan dan penghormatan terhadap hak-

hak asasi manusia serta harkat dan martabat.

3) Kebangsaan; mencerminkan watak bangsa Indonesia yang pluralistik.

4) Bhinneka tunggal ika; memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku,

golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya.

5) Keadilan; memuat misi keadilan.

6) Kesamaan kedudukan di muka hukum dan pemerintahan; memberikan akses

dan kedudukan yang sama di hadapan hukum.

7) Ketertiban dan kepastian hukum; menciptakan ketertiban melalui jaminan

hukum.

8) Keseimbangan, keseresaian, dan keselarasan; menyeimbangkan antara

kepentingan individu dan masyarakat, serta kepentingan bangsa dan negara.

9) Keadilan dan kesetaraan gender; memuat substansi yang memberikan

keadilan dan kesetaraan gender dan mengandung pengaturan mengenai

tindakan-tindakan khusus bagi pemajuan dan pemenuhan hak perempuan.

10) Anti diskriminasi; tidak mengandung muatan pembedaan (baik langsung

maupun tidak langsung), berdasarkan jenis kelamin, warna kulit, suku, agama,

dan identitas sosial lainnya.

11) Kejelasan tujuan; mengandung tujuan yang jelas yang hendak dicapai, akurasi

pemecahan masalah.

12) Ketepatan kelembagaan pembentuk Perda; jenis peraturan perundang-

undangan harus dibuat oleh lembaga yang memiliki kewenangan.

13) Kesesuaian antara jenis dan materi muatan; jenis dan hirarki peraturan

perundang-undangan memuat substansi yang sesuai berdasarkan kewenangan

yang telah diberikan oleh undang-undang.

14) Dapat dilaksanakan; memuat aturan yang efektif secara filosofis, yuridis, dan

sosiologis, sehingga dapat dilaksanakan.

15) Kedayagunaan dan kehasilgunaan; Peraturan perundang-undangan harus

memuat aturan yang menjawab kebutuhan masyarakat, memberikan daya

guna dan hasil guna.

16) Kejelasan rumusan; bahasa, terminologi, sistematika, yang mudah dimengerti

dan tidak multitafsir.

17) Rumusan yang komprehensif; muatan Perda harus dibuat secara holistik dan

tidak parsial.

Page 113: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

18) Universal dan visioner; muatan peraturan perundang-undangan disusun untuk

menjawab persoalan umum dan menjangkau masa depan (futuristik), tidak

hanya dibuat untuk mengatasi suatu peristiwa tertentu.

19) Fair trial (peradilan yang fair dan adil); muatan tentang pelaksanaan peraturan

perundang-undangan harus menyediakan mekanisme penegakan hukum yang

fair.

20) Membuka kemungkinan koreksi dan evaluasi; setiap peraturan perundang-

undangan harus memuat klausul yang memungkinkan peninjauan kembali

bagi koreksi dan evaluasi untuk perbaikan.

Sumber peraturan perundang-undangan dengan kata lain, bisa disebut dengan

landasan peraturan perundang-undangan. Amiroeddin Syarief175 menyebut (tiga) kategori

landasan:

a) Landasan filosofis, di mana norma-norma yang diadopsi menjadi materi

muatan Peraturan perundang-undangan mendapat justifikasi atau pembenaran

secara filosofis.

b) Landasan sosiologis, di mana rumusan norma-norma hukum mencerminkan

kenyataan, keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat.

c) Landasan yuridis, di mana norma-norma yang tertuang merujuk pada

ketentuan peraturan perundang-undangan yang derajat hierarkhinya lebih

tinggi. Landasan yuridis dibagi menjadi dua (1) landasan yuridis formal, yaitu

ketentuan-ketentuan hukum yang memberi kewenangan kepada organ

pembentuknya; dan (2) landasan yuridis materil, yaitu ketentuan-ketentuan

hukum tentang masalah atau materi-materi yang harus diatur dalam peraturan

perundang-undangan.

Undang-undang juga mengamanahkan bahwa dalam perumusan peraturan

perundang-undangan tidak menutup kemungkinan untuk memperhatikan asas-asas lain

yang sesuai dengan bidang hukum peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

Pembuatan perundang-undangan harus berfungsi untuk memberikan perlindungan dalam

rangka menciptakan ketenteraman masyarakat. Selain itu mencerminkan perlindungan

175 Ibid. h.77

Page 114: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

dan pengayoman hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara

dan penduduk Indonesia secara proporsional. Asas ketertiban dan kepastian hukum juga

menjadi penting tercermin dalam materi muatan peraturan perundang-undangan sehingga

dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian

hukum, dan juga harus mencerminkan keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara

kepentingan bangsa dan negara. Selain itu, pembentukan peraturan perundang-undangan

juga harus berpedoman serta bersumber dan mendasar pada konstitusi, dimana hal ini

ditegaskan dalam pembukaan Konstitusi RDTL dan Pasal 1 ayat (1).176

Berdasarkan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan di atas,

ada juga asas-asas hukum umum yang harus diperhatikan dan diperlukan dalam

pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu:177

1) Asas lex superior derogat legi inferiori; yaitu peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi tingkatannya didahulukan berlakunya daripada peraturan

perundang-undangan yang lebih rendah dan sebaliknya, peraturan perundang-

undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya

2) Asas lex specialis derogat legi generalis, yaitu peraturan perundang-

undangan khusus didahulukan berlakunya dari pada peraturan perundang-

undangan yang umum.

3) Asas lex posterior derogat legi priori, yaitu peraturan perundang-undangan

yang baru didahulukan berlakunya daripada yang terdahulu.

4) Asas lex neminem cogit ad imposibilia, yaitu peraturan perundang-undangan

tidak memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin

dilakukan atau sering juga disebut asas kepatutan (bilijkheid).

5) Asas lex perfecta, yaitu peraturan perundang-undangan tidak saja melarang

suatu tindakan tetapi juga menyatakan tindakan terlarang itu batal.

6) Asas non retroactive, yaitu peraturan perundang-undangan tidak

dimaksudkan untuk berlaku surut.

176 Maria Farida Indrati. S, Op.Cit. h. 197. 177 Armen Yasir, Op.Cit., h. 69-70.

Page 115: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

7) Asas welvaarstaat, yaitu peraturan perundang-undangan sebagai sarana untuk

semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan spiritual & material bagi

masyarakat maupun individu.

Berkaitan dengan asas-asas tersebut di atas apabila menyimak pada prinsip-

prinsip regulasi atau peraturan yang baik (Beginselen van behoorlijke regelgeving/

wetgeving), merupakan asas hukum yang memberikan pedoman dan bimbingan bagi

penuangan isi peraturan ke dalam bentuk dan susunan yang sesuai bagi penggunaan

metode pembentukan yang tepat, mengikuti proses dan prosedur pembentukan yang telah

ditentukan. Selain dikenal asas-asas hukum umum, perlu diperhatikan asas-asas

pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana di negeri Belanda disebut

materiele wetten atau wetten in materiele zin, yang tumbuh dengan pesat setelah orang

mulai memikirkan asas-asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik (beginselen van

behoorlijke bestuur).

Asas ini pada umumnya oleh para ahli dibagi menjadi asas-asas yang bersifat

formal dan material. Asas-asas formal ialah menyangkut tata cara pembentukan dan

bentuknya, sedangkan asas-asas material ialah menyangkut isi atau materinya.

Perkembangan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan tidak hanya di

negara Eropa Kontinental, akan tetapi juga di negara yang tidak berbasis peraturan

perundang-undangan.

Page 116: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Montesquieu178 dalam L’Esprit des Lois jauh hari menyatakan untuk

membentuk peraturan perundang-undangan dapat dijadikan asas-asas, sebagai berikut: (i)

Gaya harus padat (concise) dan mudah (simple); kalimat-kalimat bersifat kebesaran dan

retorikal hanya merupakan tambahan yang membingungkan. (ii) Istilah yang dipilih

hendaknya sedapat-dapatnya bersifat mutlak dan tidak relatif, dengan maksud

menghilangkan kesempatan yang minim untuk perbedaan pendapat yang individual. (iii)

Hukum hendaknya membatasi diri pada hal-hal yang riil dan aktual, menghindarkan

sesuatu yang metaforik dan hipotetik. (v) Hukum hendaknya tidak halus (not be subtle),

karena hukum dibentuk untuk rakyat dengan pengertian yang sedang, bahasa hukum

bukan latihan logika, melainkan untuk pemahaman yang sederhana dari orang rata-rata

(awam sekalipun memahaminya). (v) Hukum hendaknya tidak merancukan pokok

masalah dengan pengecualian, pembatasan, atau pengubahan; gunanya semua itu hanya

apabila benar-benar diperlukan (vi) Hukum hendaknya tidak bersifat argumentatif dapat

diperdebatkan, adalah berbahaya merinci alasan-alasan hukum, karena hal itu lebih

menumbuhkan pertentangan-pertentangan. (vii) Lebih dari itu semua, pembentukan

hukum hendaknya dipertimbangkan dengan masak dan mempunyai manfaat praktis, dan

hendaknya tidak menggoyahkan sendi-sendi pertimbangan dasar, keadilan, dan hakekat

permsalahan; sebab hukum yang lemah, tidak perlu, dan tidak adil akan membawa

178 Mifakhulhuda. 2016, Asas Hukum, Asas-Asas Formal, Asas-Asas Material, http://www,

Beginselen van behoorlijke regelgeving, Beginselen van behoorlijke wetgeving, Peraturan Perundang-

Undangan. diakses pada tanggal 27

Page 117: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

seluruh sistem perundang-undangan kepada nama jelek dan menggoyahkan kewibawaan

negara.

Jeremy Bentham sebagaimana dikemukakan E. A. Driedger,179 Legislatife

Drafting dalam Canadian Bar Review, mengemukakan ketidaksempurnaan yang terbagi

dalam dua derajat yang mempengaruhi undang-undang dan dapat dijadikan asas dalam

pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu: Derajat pertama ketidaksempurnaan

disebabkan hal-hal yang meliputi: (i) Arti ganda (ambiguity); (ii) Kekaburan; (iii) Terlalu

luas (overbulkiness). Sedangkan derajat kedua disebabkan hal-hal yang meliputi: (i)

Ketidaktetapan ungkapan (unsteadiness in respect of expression); (ii) ketidaktetapan

tentang pentingnya sesuatu (unsteadiness in respect of import); (iii) Berlebihan

(redundancy); (iv) terlalu panjang lebar (longwindedness); (v) Membingungkan

(entanglement); (vi) Tanpa tanda yang memudahkan pemahaman (nakedness in respect

of helps to intellection); (vii) Ketidakteraturan (disorderliness).

Berdasarkan pendapat Jeremy Bentham di atas, dapat disimpulkan bahwa,

peraturan perundang-undangan yang dibentuk harus berdasarkan kepentingan

(kebutuhan) masyarakat, kondisi sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan masyarakat

Negara yang bersangkutan; menggunakan bahasa yang sederhana mudah dipahami oleh

masyarakat, memberikan tujuan dan batasan undang-undang yang jelas agar tidak

membinggungkan dalam intreprestasi. Lon L. Fuller, menyatakan tugas pembentukan

179 Ibid.

Page 118: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

peraturan perundang-undangan, akan berhasil apabila memenuhi persyaratan-persyaratan

tertentu (asas-asas) sebagai berikut:180

a) Hukum harus dituangkan dalam aturan-aturan yang berlaku umum dan tidak

dalam penetapan-penatapan yang berbeda satu dengan lainnya.

b) Hukum harus diumumkan dan mereka yang berkepentingan harus

mengetahuinya.

c) Aturan-aturan hukum harus diperuntukkan bagi peristiwa-peristiwa yang

datang dan bukan untuk kejadian-kejadian yang sudah lalu.

d) Aturan hukum harus dapat dimengerti, sebab jika tidak demikian orang tidak

tahu apa yang harus diperbuatnya.

e) Aturan-aturan hukum tidak boleh saling bertentangan, sebab apabila hal itu

terjadi orang tidak tahu lagi berpegang pada aturan yang sama.

f) Aturan hukum tidak boleh meletakkan beban/ persyaratan yang tidak dapat

dipenuhi oleh mereka yang bersangkutan.

g) Aturan hukum tidak boleh sering berubah, sebab apabila demikian orang tidak

dapat mengikuti aturan mana yang masih berlaku.

h) Pemerintah sendiri harus juga menaati aturan-aturan hukum yang

dibentuknya, sebab apabila tidak demikian hukum tidak dapat dipaksakan

berlakunya.

Berdasarkan asas-asas hukum sebagaimana dikemukakan oleh beberapa ahli

di atas dikaitkan dengan asas-asas hukum di negara Timor-Leste belum mengatur

sedemikian, namun pada dasarnya para pejabat berwewenang dalam pembentukan

undang-undang hanya mengunakan Stufenbau theorie yang dikemukakan oleh Hans

kelsen, tentang penjenjangan norma, dan Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 6 tujuan negara yang

ditetapkan dalam Konstitusi RDTL, atas dasar itulah menjadi dasar atau sumber bahan

untuk merancang suatu undang-undang. Paul Scholten mengemukakan bahwa, sebuah

asas hukum (rechtsbeginsel) bukanlah sebuah aturan hukum (rechtsregel). Untuk dapat

dikatakan sebagai suatu aturan hukum, sebuah asas hukum adalah terlalu umum sehingga

180 Lon L. Fuller, 1965, The Morality of Law, Journal Indian Edwin W. Tucker University of

Connecticut Morality of Law. Vol.40. akses pada tanggal 15 Agustus 2016

Page 119: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

ia atau bukan apa-apa atau berbicara terlalu banyak (of niets of veel te veel zeide).

Penerapan asas hukum secara langsung melalui jalan substansi atau pengelompokkan

sebagai aturan tidaklah mungkin, karena itu terlebih dahulu perlu dibentuk isi yang lebih

kongkrit.

Menurut Meuwissen ada 4 faktor yang menjadi parameter sebuah peraturan

perundang-undangan, yaitu; momen politik, momen idiil, momen normatif dan momen

teknikal.181

a) Aspirasi dan kebutuhan riil masyarakat merupakan landasan keberlakuan

factual dari momen politik. Momen politik ini mengakomodasi seluruh

kepentingan nasional dan daerah. Momen politik terdiri dari kepentingan

politik dan tujuan politik

b) Kenyataan alamiah dan kenyataan serta sejarah kemasyarakatan setempat

merupakan landasan keberlakuan filosofikal yang mewarnai momen idiil.

Momen idiil terdiri dari; pandangan hidup (kultur), keyakinan keagamaan,

filsafat hukum, kesadaran hukum (adat), wawasan kebangsaan.

c) Momen idiil menjiwai momen normatif. Momen normatif terdiri dari: cita

hukum, Undang Undang Dasar, nilai- nilai, asas-asas, kaidah-kaidah, pranata

hukum.

d) Proses interaksi dialektikal antara momen politik dan momen normatif

hasilnya diolah bersaranakan momen teknikal yang berupa teknik

perundangan-undangan dan akhirnya menghasilkan aturan umum atau

perundangan-undangan.

Menurut A. Hamid S. Attamimi berpendapat, bahwa pembentukan peraturan

perundang-undangan yang patut, adalah sebagai berikut:182

a) Cita Hukum; Cita Hukum Negara Timor-Leste berdasarkan Konstitusi,

dengan demikian pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi merupakan

pasangan adanya wawasan negara berdasar atas hukum. Dalam wawasan

pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi ini, kewenangan Pemerintah

181 Arief Sidarta, 2007, Meuwissen Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum,

dan Filsafat Hukum, PT. Refika Aditama, Bandung, h. 25 182 Maria Farida Indrati Soeprapto, 2007, Ilmu Perundang-undangan Proses dan Teknik

Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta, h. 228

Page 120: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

beserta segala tindakannya dalam menjalankan tugas-tugasnya dibatasi oleh

adanya konstitusi (hukum dasar) negara tersebut. Oleh karena Negara

Republik Demokratik Timor-Leste, menganut adanya wawasan pemerintahan

berdasar sistem konstitusi, maka kekuasaan perundang-undangan di Negara

Timor-Leste terikat oleh konstitusi dan hukum dasar, sedangkan kekuasaan

pemerintahan dan kekuasaan peradilannya terikat oleh undang-undang dan

hukum negara. sebagaimana ketentuan dalam pembukaan (Mukahdima)

Konstitusi RDTL pada bagian Paragraf terakhir, dan diatur lebih lanjut dalam

Pasal 1 ayat (1) Konstitusi DRTL 2002 yang merupakan norma Fundamental

dalam penyelenggaraan pemerintahan.

b) Asas Negara berdasar atas hukum dan asas pemerintahan berdasar sistem

konstitusi; Asas Negara berdasar atas hukum yang menempatkan undang-

undang sebagai alat pengaturan yang khas berada dalam keutamaan hukum

(der Primat des Recht). Asas-asas pemerintahan berdasar sistem konstitusi

yang menempatkan undang-undang sebagai dasar dan batas penyelenggaraan

kegiatan-kegiatan pemerintahan. Dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) Konstitusi

Republik Demokratik Timor-Leste, menyatakan bahwa Republik Demokratis

Timor-Leste adalah Negara yang demokratis, berdaulat, merdeka dan

bersatu, berdasarkan kekuatan hukum, keinginan Rakyat dan kehormatan atas

martabat manusia.

Timor-Leste, merupakan Negara hukum, yang bertujuan mensejahterakan

kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, asas pembentukan peraturan

perundang-undangan yang patut itu, meliputi juga asas tujuan yang jelas, asas perlunya

pengaturan, asas organ (lembaga) dan materi muatan yang tepat, asas dapatnya

dilaksanakan, asas dapatnya dikenali, asas perlakuan yang sama dalam hukum, asas

kepastian hukum, asas pelaksanaan hukum sesuai dengan kemampuan individual. Asas-

asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik seperti dikemukakan diatas

dirumuskan juga dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan khususnya diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6. Pasal 5

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 beserta penjelasanya, menjelaskan asas

pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, dirumuskan sebagai berikut:

Page 121: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

1) Asas kejelasan tujuan; Bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-

undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. Asas

kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; bahwa setiap jenis peraturan

perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan

perundang-undangan yang berwenang. peraturan perundang-undangan

tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh

lembaga/pejabat yang tidak berwenang.

2) Asas kesesuaian antara jenis dan materi muatan; bahwa dalam pembentukan

peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi

muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangannya. Asas

dapat dilaksanakan; bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-

undangan harus memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang-undangan

tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.

3) Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan; Bahwa setiap Peraturan Perundang-

undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat

dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Asas

kejelasan rumusan; bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus

memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan,

sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta Bahasa hukumnya jelas

dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam

interpretasi dalam pelaksanaannya. Asas keterbukaan; bahwa dalam proses

pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan,

persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka.

Menyimak dari asas-asas tersebut di atas, Negara Timor-Leste mengenai asas-

asas pembentukan pearturan perundang-undangan belum diatur sedemikian rupa secara

normatif atas dasar Pasal 165 Konstitusi RDTL ditentukan bahwa, untuk mengisi

kekosongan hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara RDTL, undang-

undang yang pernah berlaku dalam Negara RDTL sebelum Tanggal 1 Oktober Tahun

1999 tetap diberlakukan sepanjang belum adanya undang-undang baru yang

menggantinya, yaitu undang-undang Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, maka

proses pembentukan undang-undang Negara Republik Demokratik Timor-Leste,

berkaitan dengan proses pembentukan undang-undang, pada umumnya masih

Page 122: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

menggunakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011, tentang

proses pembentukan undang-undang, sebagai salah satu sumber dalam rancangan

peraturan perundang-undangan negara Timor-Leste. Dengan demikian seluruh lapisan

masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan

dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan.

Menurut PJP. Tak, peraturan perundang-undangan (wet in mateeriele zin)

adalah:183

…al seen besluit van een organ met wetgevende bevoegdheid algemene, burgers

bindende regels bevat. Het begrip algemeenin deze omschrijving wil niet zeggen

dat materiele wetten alleen die wetten zijn die alle burgers binden, maar slechts

materiele wetten uniet voor een bepaal gavel gelden, maar van toepassing zijn in

een onbepaald aantal gevallen en voor een aantal personen”

(sudah berisi aturan yang mengikat melihat keputusan organ dengan kekuasaan

legislatif masyarakat umum. Konsep untuk masyarakat umum, definisi ini tidak

berarti bahwa materi hukum hanya hukum-hukum yang mengikat semua warga

negara, tetapi hanya materi hukum yang berlaku untuk serikat tertentu

memutuskan palu, tetapi berlaku untuk jumlah yang tak terbatas dari kasus dan

untuk beberapa orang)

Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, berarti dasar atau

sesuatu yang dijadikan tumpuan dalam menyusun peraturan perundang-undangan.

Dengan kata lain, asas adalah prinisip yang berarti kebenaran yang menjadi pokok dasar

dalam berpikir, berpendapat dan bertindak. Dalam menyusun peraturan perundang-

undangan banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya. Meskipun berbeda

redaksi, pada dasarnya beragam pendapat itu mengarah pada substansi yang sama.

Berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat ahli, kemudian penulis akan

183 Yuliandri, 2009, Azas-azas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik, rajawali

Pers, Jakarta, h. 39

Page 123: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

mengklasifikasikannya ke dalam dua bagian kelompok asas utama (1) asas materil atau

prinsip-prinsip substantif; dan (2) asas formal atau prinsip-prinsip teknik pembentukan

peraturan perundang-undangan.

Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekantanto, memperkenalkan enam asas

sebagai berikut:184

1) Peraturan perundang-undangan tidak berlaku surut (non retroaktif);

2) Peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi,

mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula;

3) Peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus menyampingkan

peraturan perundang-undangan yang bersifat umum (lex specialis derogat lex

generalis);

4) Peraturan perundang-undangan yang berlaku belakangan membatalkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku terdahulu (lex posteriori

derogate lex periori);

5) Peraturan perundang-undangan tidak dapat di ganggu gugat;

6) Peraturan perundang-undangan sebagai sarana untuk semaksimal mungkin

dapat mencapai kesejahteraan spiritual dan materil bagi masyarakat maupun

individu, melalui pembaharuan atau pelestarian (asas welvaarstaat).

Dalam kerangka berpikir mengenai jenis dan hierarki peraturan perundang-

undangan, pasti tidak terlepas dalam pikiran mengenai Teori Stuffenbau karya Hans

Kelsen (selanjutnya disebut sebagai” Teori Aquo.” Hans Kelsen dalam Teori Aquo

mambahas mengenai jenjang norma hukum, dimana ia berpendapat bahwa norma-norma

hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan

peraturan perundang-undangan.185 Teori ini digunakan apabila terjadi pertentangan,

184 Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, 1989, Peraturan perundang-undangan dan

Yurisprudensi, Cet. Ke-3 PT. Citra Aditya Bakti, Bandung: h. 7-11 185 Maria Farida Indrati Soeprapto, , 2010, Ilmu Perundang-Undangan : Jenis, Fungsi, Dan Materi

Muatan, Kanisius, Yogyakarta, h. 41.

Page 124: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

antara undang-undang dengan konstitusi atau antara regulasi dan undang-undang,

misalnya ketika terjadi pertentangan antara peraturan Pemerintah (PP) dengan undang-

undang, maka yang digunakan adalah undang-undang karena undang-undang lebih tinggi

derajatnya. Teori aquo semakin diperjelas dalam hukum positif peraturan perundang-

undangan. Pembentukan peraturan perundang-undangan perlu berpedoman pada asas-

asas pembentukan peraturan yang baik dan ideal. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari

kesalahan dan kecacatan dalam pembentukan norma. Sehingga asas pembentukan

peraturan perundang-undangan menjadi pedoman bagi pejabat (lembaga) yang

berwenang dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, oleh karena

itu setiap pembentukan undang-undang yang dibentuk harus menganalisis secara

mendalam terhadap ke 6 (enam) asas yang dikemukakan tersebut di atas, agar setiap

produk undang-undang oleh pejabat yang berwenang tidak bertentangan satu sama yang

lain.

2.5 Teori Sistem Pemerintahan

Teori sistem pemerintahan digunakan dalam disertasi ini, untuk mengetahui

hubungan antara lembaga eksekutif dengan legislatif sebagai kelanjutan eksplorasi dari

konsep pembagian atau pemisahaan kekuasaan. Oleh karena itu, teori sistem

pemerintahan sangat urgensi, karena sistem pemerintahan merupakan salah satu unsur

yang sangat berpengaruh terhadap proses penyelenggaraan pemerintahan negara, dengan

demikian, apabilah salah satunya tidak berfungsi atau tidak jelas maka akan terpengaruh

juga terhadap unsur yang lain.

Page 125: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Sistem Pemerintahan Republik Demokrati Timor-Leste, secara normatif

masih membinggungkan dan kadang salah menginterpretasi, ada yang menyebut sistem

semi presidensial, ada yang menyebut sistem semi Perlementer dan ada yang menyebut

sistem parlementer. Dengan demikian, melalui penulisan disertasi ini dapat memberikan

salah satu jawaban alternative terhadap kebingunggan-kebinggunggan oleh masyarakat,

terutama para penyelenggaraan pemerintahan. Sistem pemerintahan sering kali terjadi

pencampuran dalam mengunakan istilah “Bentuk pemerintahan” dan “sistem

pemerintahan” padahal dalam ilmu Negara kedua istilah tersebut mempunyai perbedaan

mendasar. Hans Kelsen, dalam teori politik klasik, bentuk pemerintahan diklasifikasikan

menjadi monarki dan republik. Selanjutnya, Paham L. Duguit, sebagaimana dipaparkan

dalam buku “traite’ de Droit Constituitionel”186 lebih lazim dipakai untuk membedakan

kedua bentuk tersebut, jika kepala Negara di angkat berdasarkan hak warisan atau

keturunan maka disebut dengan Negara monarki, sedangkan jika kepala Negara di pilih

melalui pemilihan umum untuk masa jabatan tertentu maka bentuk Negaranya disebut

Republik.

Berkaitan dengan kewenangan lembaga Negara dalam pembentukan undang-

undang, menurut Konstitusi RDTL, pada ketentuan Pasal 76 ayat (1) Presiden Republik

dipilih melalui pemilihan umum yang universal, bebas, langsung, rahasia dan pribadi.

Selanjutnya ayat (2) Pemilihan Presiden Republik dilakukan dengan sistem berdasarkan

mayoritas suara yang diberikan secara sah, tanpa menghitung suara kosong, artinya

186 Hans Kelsen, 1971, General Theory of law and State, Russel & Russel. New York.h. 256

Page 126: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Presiden Republik dipilih melalui pemilihan umum berdasarkan sistem demokrasi, maka

bentuk Negara Republik Demokratik Timor-Leste adalah Negara kesatuan. Bintan R.

Saragih,187 sistem pemerintahan merupakan struktur pemerintahan suatu negara yang

mengatur fungsi dan menggambarkan yang semestinya berlaku antara badan legislatif

dan badan eksekutif untuk mencapai tujuan Negara yang telah dirumuskan dalam

konstitusi Negara yang bersangkutan; dan apabila salah satu lembaga tersebut kurang

berfungsi atau bertindak melebihi fungsinya akan langsung mempengaruih terhadap

lembaga yang lain, sehingga akan mempengaruhi juga pelaksanaan pencapaian tujuan

Negara tesebut.

Ditinjau dari aspek pembagian kekuasaannya, organisasi pemerintahan dapat

di bagi menjadi dua (2) yaitu: pembagian kekuasaan secara horizontal yang didasarkan

atas sifat tugas yang berbeda-beda jenisnya yang menimbulkan berbagai macam lembaga

di dalam suatu negara, dan pembagian kekuasaan secara vertikal menurut tingkat

pemerintahan, melahirkan hubungan antara pusat dan daerah dalam sistem desentralisasi

dan dekonsentrasi.188 Hal ini, secara struktural, struktur ketatanegaraan Timor-Leste,

bentuk strukturnya secara Horizontal (sejajar). Menurut ketentuan Pasal 67 Konstitusi

RDTL Tahun 2002 bahwa, lembaga-lembaga kedaulatan Negara terdiri dari Presiden

Republik, Parlemen Nasional, Pemerintah dan Peradilan. Artinya tidak ada lembaga

Negara yang lebih tinggi dari lembaga-lembaga yang lain, ke empat (4) lembaga tersebut

masing-masing mempunyai kedudukan yang sama, perbedaannya hanya terdapat pada

187 Ibid. 188 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, loc.cit.,

Page 127: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

fungsi kewenangannya masing-masing lembaga. Sebagaimana diatur dalam ketentuan

Pasal 69 Konstitusi RDTL Tahun 2002.

Dari penelusuran berbagai literatur hukum tata negara dan ilmu politik,

terdapat beberapa varian sistem pemerintahan. C.F. Strong membagi sistem pemerintahan

ke dalam kategori: parliamnetary executive dan non-parliamnetary executive atau the

fixed executive. Lebih bervariasi lagi Giovanni Sartori membagi sistem pemerintahan

menajadi tiga kategori: presidentialism, parliamnetary system, dan semi-presidentialism.

Jimly Asshiddiqie dan Sri Soemantri juga mengemukakan tiga variasi sistem

pemerintahan, yaitu: sistem pemerintahan presidensial (presidential system), sistem

parlementer (parliamnetary system), dan sistem pemerintahan campuran (mixed system

atau hybrid system).189 Sistem parlementer merupakan sistem pemerintahan yang paling

luas diterapkan diseluruh dunia. Sistem parlementer lahir dan berkembang seiring dengan

perjalanan ketatanegaraan Inggris.190 Dalam sistem parlementer hubungan antara

eksekutif dan badan perwakilan sangat erat. Hal ini disebabkan adanya

pertanggungjawaban para menteri terhadap Parlemen, maka setiap kabinet yang dibentuk

harus memperoleh dukunganan kepercayaan dengan suara terbanyak dari Parlemen

Nasional yang berarti, bahwa setiap kebijakasanaan pemerintahan atau kabinet tidak

boleh menyimpang dari apa yang dikehendaki oleh Parlemen.191

189 Saldi Isra, op.cit., h. 24-25 190 Ibid., h. 26 191 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, op.cit., h. 172

Page 128: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Mariam Budiardjo, mengatakan bahwa, dalam sistem pemerintahan

Parlementer, badan eksekutif dan badan legislatif bergantung satu sama lain. Kabinet

sebagai bagian dari badan eksekutif yang “bertanggung jawab” diharapkan

mencerminkan kekuatan-kekuatan politik dalam badan legislatif yang mendukungnya,

dan mati-hidupnya kabinet tergantung pada dukungan dalam badan legislatif (asas

tanggung jawab menteri).192 Kemudian Saldi Isra menyimpulkan bahwa, pemisahan

jabatan kepala negara (head of master) dengan kepala pemerintahan (head of goverment),

karakter paling mendasar dalam sistem pemerintahan parlementer adalah tingginya

tingkat dependensi atau ketergantungan eksekutif kepada dukungan parlemen. Hal

demikian dikarenakan, lembaga eksekutif tidak dipilih langsung oleh Rakyat,

sebagaimana pemilihan terhadap anggota legislatif, dan Presiden Republik (kepala

Negara). Dengan demikian maka, pihak eksekutif harus mendapat dukungan maksimal

dari Anggota Parlemen.

Hubungan antara presiden dengan perdana menteri atau lembaga legislatif,

pengaturan dalam konstitusi dan situasi politik sebuah negara mix system dapat menjadi

sistem semi-presidensial atau semi-parlementer. Jika konstitusi atau situasi politik

cenderung memberikan kekuasaan lebih besar bagi presiden, sistem Pemerintahan

campuran lebih sering disebut dengan sistem semi-presidensial, sebaliknya jika perdana

menteri dan badan legislatif mempunyai kekuasaan lebih besar dari presiden, maka sistem

campuran lebih sering disebut dengan sistem Semi-Parlementer.193

192 Miriam Budiardjo, op.cit. h. 297 193 Saldi Isra, Op.Cit. h. 45

Page 129: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Amerika Serikat merupakan tanah kelahiran dan contoh ideal sistem

pemerintahan Presidensial. Sistem Pemerintahan ini lahir sebagai upaya Amerika Serikat

menentang dan melepaskan diri dari kolonial Inggris, dengan membentuk sistem

pemerintahan yang berbeda, yaitu pemisahan kekuasaan antara legislatif dan eksekutif

sebagaimana konsep Trias Politica-nya Montesquieu194. Jimly Asshiddiqie

mengemukakan sembilan karakter Pemerintahan presidensial sebagai berikut:

1) Terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang kekuasaan eksekutif

dan legislatif.

2) Presiden merupakan eksekutif tunggal. Kekuasaan eksekutif presiden tidak

terbagi dan yang ada hanya presiden dan wakil presiden saja.

3) Kepala pemerintahan adalah sekaligus kepala negara atau sebaliknya kepala

negara adalah sekaligus kepala pemerintahan.

4) Presiden mengangkat para menteri sebagai pembantu atau sebagai bawahan

yang bertanggung jawab kepadanya.

5) Anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan eksekutif dan demikian

pula sebaliknya.

6) Presiden tidak dapat membubarkan atau memaksa Parlemen Nasional

7) Berlaku prinsip supremasi konstitusi karena itu, Pemerintah bertanggung

jawab kepada konstitusi

8) Eksekutif bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang berdaulat

kekuasaan tersebar secara tidak terpusat.

Salah satu karakter sistem pemerintahan presidensial yang utama adalah

presiden memegang fungsi ganda, yaitu sebagai kepala negara sekaligus kepala

pemerintahan. Dalam kekuasaan eksekutif, sebagai kepala Pemerintah, Presiden

memegang kekuasaan tunggal dan tertinggi, Presiden dipilih dan mengangkat menteri

anggota kabinet dan berperan penting dalam pengambilan keputusan didalam kabinet,

tanpa bergantung kepada lembaga legislatif. Karakter sistem presidensial dapat juga

194 Ibid. h. 31-32

Page 130: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

dilihat dari pola hubungan antara lembaga eksekutif (presiden) dengan lembaga legislatif,

dimana adanya pemilihan umum yang terpisah untuk memilih presiden dan anggota

legislatif. Sistem presidensial membawa ciri yang kuat pada pemisahan kekuasaan,

dimana badan eksekutif dan badan legislatif bersifat independen satu sama lain.195

Sistem pemerintahan campuran (mixed system atau hybrid system) adalah

sistem pemerintahan yang berupaya mencarikan titik temu antar sistem pemerintahan

presidensial dan sistem pemerintahan Parlementer. Fungsi ganda presiden sebagaimana

dalam sistem pemerintahan presidensial tetap dipertahankan. Namun sebagai kepala

pemerintahan, presiden berbagi kekuasaan dengan perdana menteri yang menimbulkan

dual executive system196.

Terkait dengan pola hubungan antara presiden dengan perdana menteri atau

lembaga legislatif, pengaturan dalam konstitusi dan situasi politik sebuah negara mix

system dapat menjadi system Semi-Presidensial dan Semi-Parlementer197. Misalnya;

Sistem pemerintahan Prancis, (sistem campuran Parlementer dan Presidensil), Presiden

kuat karena dipilih langsung oleh rakyat. Kepala negara adalah presiden dengan masa

jabatan 7 Tahun, Presiden dapat bertindak dimasa darurat untuk menyelesaikan krisis,

Bila terjadi pertentangan antara kabinet dengan legislatif maka presiden membubarkan

legislatif, jika suatu UU telah disetujui oleh badan legislatif tapi tidak disetujui Presiden

republic, maka diajukan kepada rakyat melalui referendum atau persetujuan Mahkamah

195 Saldi Isra, op.cit., h. 40 196 Ibid., h. 48 197 Ibid., h. 45

Page 131: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Konstitusional, mosi dan interplasi dipersukar harus disetujui oleh 10 % dari anggota

legislatif. Jika konstitusi atau situasi politik cenderung memberikan kekuasaan lebih besar

bagi presiden, sistem pemerintahan campuran lebih sering disebut dengan sistem semi-

presidensial. Sebaliknya jika perdana menteri dan badan legislatif mempunyai kekuasaan

lebih besar dari presiden, sistem campuran lebih sering disebut dengan sistem semi-

Parlementer.

Bertitik tolak dengan sistem pemerintahan negara RDTL, Presiden dipilih

secara langsung oleh rakyat, dengan masa jabatannya lima (5) Tahun, Presiden dapat

bertindak pada saat negara keadaan darurat dan untuk menyelesaikan krisis, namun perlu

melakukan konsultasi dengan Parlemen Nasional, Pemerintah dan dewan Negara, bila

terjadi pertentangan antara kabinet (eksekutif) dengan legislatif melalui mosi tidak

percaya, atau terjadinya sengketa kewenangan, maka Presiden membubarkan legislatif,

atas permohonan Pemerintah, namun Presiden tidak secara langsung membubarkan

Parlemen Nasional, dalam hal ini Presiden perlu melakukan konsultasi dengan Dewan

Negara dan Parlemen Nasional untuk meminta persetujuan pembubaran Parlemen, jika

suatu rancangan undang-undang telah disetujui legislatif tapi tidak disetujui presiden

maka, apabila presiden mengembalikan rancangan undang-undang tersebut ke Parlemen

Nasional untuk melakukan revisi terhadap pasal-pasal tertentu atau seluruhnya, berturu-

turut sampai ketiga kali, namun Parlemen Nasional tetap pada prinsip tidak melakukan

revisi terhadap anjuran dari Presiden, dan anggota Parlemen Nasional 100% menyetujui

undang-undang tersebut dalam waktu 90 hari, secara langsung Parlemen Nasional

Page 132: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

mengajukan rancangan undang-undang tersebut, untuk dipublikasikan melalui lembaran

Negara, tanpa minta pengesahan dari Presiden atau sebagaiman di Perancis Presiden

mengajukan kepada rakyat melalui referendum atau persetujuan Mahkamah konstitusi,

oleh karena itu kewenangan Presiden mengenai hak veto terhadap undang-undang tidak

memiliki kekuatan secara konstitusional, karena kekuasaan secara konstitusional berada

pada Parlemen Nasional.

Berdasarkan pandangan para ahli terhadap sistem pemerintahan di atas,

berkaitan dengan sistem pemerintahan Timor-Leste, secara struktur ketatanegaraan

Negara RDTL kekuasaan lembaga Negara lebih dominan pada lembaga legislatif dan

eksekutif, sedangkan kekuasaan Presiden Republik dan lembaga yudisial sangat terbatas,

terutama lembaga kepresidenan hanya sebagai symbol Negara. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa, Sistem pemerintahan yang dianut Negara Timor-Leste adalah sistem

Parlementer dan bentuk pemerintahannya adalah Republik.

Pemerintahan merupakan suatu tatanan dimana membentuk kerangka suatu

Negara dengan pelaksanaan fungsi-fungsinya saling ketergantungan satu sama lain,

dalam arti bahwa pemisahan kekuasaan secara fungsional dalam pelaksanaannya tanpa

adanya campur tangan lembaga lain, namun secara adminstratif saling mempengaruhi

satu dengan yang lainnya, dan mengawasi, mengkontrol proses penyelenggaraan

pemerintahan Negara, guna menjamin prinsip check and balances. Oleh karena itu, untuk

memahami lebih lanjut sistem pemerintahan pada uraian sebagai berikut:

Page 133: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

2.5.1 Sistem Pemerintahan Parlementer

Sistem Pemerintahan Parlementer merupakan sebuah sistem pemerintahan di

mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini Parlemen

memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemenpun dapat

menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak

percaya. Berbeda dengan sistem presidensiil, di mana sistem Parlementer dapat memiliki

seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya

pemerintahan.

Dalam sistem presidensiil adalah Presiden berwenang terhadap jalannya

pemerintahan, namun dalam sistem parlementer Presiden hanya menjadi simbol kepala

negara saja. Sistem Parlementer dibedakan oleh cabang eksekutif Pemerintah tergantung

dari dukungan secara langsung atau tidak langsung cabang legislatif, atau Parlemen,

sering dikemukakan melalui sebuah veto keyakinan. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan

kekuasaan yang jelas antara cabang eksekutif dan cabang legislatif, menuju kritikan dari

beberapa ahli yang merasa kurangnya pemeriksaan dan keseimbangan yang ditemukan

dalam sebuah pemerintahan Republik Kepresidenan.

Sistem parlementer dipuji, dibanding dengan sistem presidensiil, karena

kefleksibilitasannya dan tanggapannya kepada publik. Kekurangannya adalah sering

mengarah ke pemerintahan yang kurang stabil, seperti dalam Republik Weimar Jerman

dan Republik Keempat Perancis. Sistem parlementer biasanya memiliki pembedaan yang

jelas antara kepala pemerintahan dan kepala negara, dengan kepala pemerintahan adalah

Page 134: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

perdana menteri, dan kepala negara ditunjuk sebagai kepala negara dengan kekuasaannya

terbatas atau hanya seremonial. Namun beberapa sistem parlementer juga memiliki

seorang presiden terpilih dengan banyak kekuasaan sebagai kepala negara, memberikan

keseimbangan dalam sistem ini.

Berdasarkan sistem pemerintahan yang dikemukakan tersebut, sistem

Parlementer merupakan sistem pemerintahan yang paling luas diterapkan di seluruh

dunia. Tercatat dalam sejarah, Inggris adalah kelahiran sistem pemerintahan

parlementer.198 Selanjutnya, Douglas V. Verney,199 mengingatkan bahwa analisis sistem

pemerintahan Parlementer dimulai dengan mengacu pada berbagai lembaga dalam sistem

politik Inggris. Tidak hanya merujuk kepada lembaga-lembaga politik, analisis juga

mengacu kepada pengalaman Inggris dalam membangun sistem parlementer. Pentingnya

merujuk terhadap pengalaman Inggris dikemukakan oleh Strong, dengan menyatakan

“the history of the growth of the Cabinet sistem in Britain is one of the most instructive

studies in the whole realm of the science of government.” Selanjutnya, Douglas V.

Verney,200 mengatakan bahwa evoluasi menuju sistem pemerintahan parlementer

berlangsung melalui tiga tahapan yaitu: Pertama Pemerintah dipimpin oleh seorang Raja

yang bertanggung jawab atas seluruh sistem politik dan sistem ketatanegaraan; kedua

muncul sebuah majelis yang menentang hegemoni raja; dan ketiga majelis mengambil

198 Saldi Isra,2010: Pergeseran Fungsi legislasi; (menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam

sistem presidensial Indonesia; RajaGrafindo Persada, Jakarta.h.26 199 Douglas V. Verney, 1992, parliamentary Governmen and Presidential Governmen, dalam

Parlimentary Versus Presidential Governmen, Arend Lijphart (edit), Oxford University Press. h.31 200 Ibid.

Page 135: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

alih tanggung jawab atas pemerintahan dengan bertindak sebagai parlemen sehingga raja

kehilanggan sebagian besar kekuasaan tradisionalnya. Sekalipun sistem pemerintahan

parlementer berasal dari Inggris, namun tidak semua Negara yang mengadopsi sistem

pemerintahan Parlementer.

Menurut Alan R. Ball yang dikutip oleh Sri Soemantri, ciri-ciri sistem

pemerintahan parlementer adalah sebagai berikut:201

1) There is a nominal head of state whose functions are chiefly formal and

ceremonial and whose political infulence is small. This head of state may be

a monarch, as in the United Kingdom, Japan or Australia, or a president ini

West Germany, India or Italy. (Ada kepala negara nominal yang fungsinya

terutama bersifat formal dan seremonial dan infulence politiknya kecil. Kepala

negara ini mungkin seorang raja, seperti di Inggris Raya, Jepang atau

Australia, atau presiden dari Jerman Barat, India atau Italia.

2) The political executive, the prime minister, the chancellor, etc, together with

the cabinet, is part of legislature, and can be removed by the legislature if the

legislature withdraws it support. (eksekutif politik, perdana menteri, kanselir,

dan lain-lain, bersama kabinet, adalah bagian dari badan legislatif, dan dapat

dikeluarkan oleh legislatif jika legislatif mencabut dukungannya.

3) The legislature is elected in varying period by the electorate, the election date

being chosen by the formal head of state on the advice of the prime minister

or chancello. (legislatif dipilih dalam periode yang bervariasi oleh pemilih,

tanggal pemilihan dipilih oleh kepala negara formal atas saran perdana

menteri atau Dewan Meteri).

Dari pendapat di atas, dapat diketahui bahwa dalam sistem pemerintahan

parlementer, kepala negara (raja, presiden atau dengan sebutan lain) hanya memilki

kekuasaan secara formal dan seremonial saja sehingga pengaruh politiknya sangat kecil.

Dalam sistem ini, eksekutif yang sesungguhnya dipegang oleh perdana menteri beserta

para menteri (kabinet) yang merupakan bagian dari legislatif. Namun menurut, Alan R.

201 Moh, Kusnardi, dan Harmaily Ibrahim, 1988, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat

Studi HTN-FH UI dan CV. Sinar Bakti, Jakarta, h 32

Page 136: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Ball, tidak mengatakan secara eksplisit bahwa Perdana Menteri dan kabinet bertanggung

jawab kepada Parlemen karena kedudukannya yang berasal dari legislatif. Perdana

menteri beserta para menterinya dapat diberhentikan oleh legislatif jika legislatif menarik

dukungannya. Dalam sistem Parlementer anggota legislatif dipilih dalam periode yang

beragam. Tanggal pemilihannya ditentukan oleh kepala negara dengan

mempertimbangkan nasehat perdana menteri.

Dalam pendapatnya, Sri Soemantri yang mendasarkan pendapatnya dari Alan

R. Ball dan H.D. Trail,202 tidak mencantumkan beberapa ciri-ciri yang dikemukakan dua

sarjana sebelumnya, seperti ciri yang diungkapkan oleh Alan R. Ball, bahwa Kepala

Negara hanya memegang kekuasaan formal dan seremonial. Padahal ciri ini cukup

penting, karena justru sistem pemerintahan parlementer saja yang membedakan fungsi

eksekutif sesungguhnya (kepala pemerintahan) dan eksekutif formal (kepala negara).

Menurut Bagir Manan,203 ketika mengomentari kedudukan Presiden

Indonesia sebagai Kepala Negara dan kepala pemerintahan dalam sistem pemerintahan

presidensial bahwa: “dua pengertian terakhir ini (kepala Negara dan kepala

Pemerintahan), sebetulnya hanya bersifat analisis keilmuan dan hanya tampak pada

sistem parlementer”. Selain itu, kepala Negara memiliki pengaruh yang kecil dalam

kehidupan politik, tetapi dalam hal tertentu kepala Negara dapat berpengaruh dan sangat

menentukan, seperti dalam hal terjadi mosi tidak percaya dari kabinet untuk

202 Saldi Isra, Loc.Cit. h. 24-25 203 Bagir Manan, 1995, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, Mandar Maju,

Bandung, h. 78-79

Page 137: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

membubarkan parlemen, Kepala Negaralah yang berhak menentukan pembubaran

parlemen atau tidak dengan pertimbangan nasehat dari Perdana Menteri.

Berdasarkan sistem pemerintahan parlementer yang berkembang saat ini,

anggota kabinet tidak harus semuanya atau sebagian berasal dari anggota legislatif,

karena ada negara yang seluruh anggota kabinetnya bukan anggota legislatif, seperti

dikatakan oleh Sri Soemantri bahwa ada yang anggota-anggota kabinetnya seluruhnya

tidak berasal dari parlemen dan ada pula yang hanya sebagian saja yang harus anggota

parlemen,204 sehingga ciri tersebut tidak menjadi ciri yang utama dari sistem

pemerintahan parlementer melainkan hanya bersifat turunan. Selanjutnya ciri ketiga yang

diungkapkan Sri Soemantri, menegaskan bahwa pertanggungjawaban kabinet kepada

parlemen tidak hanya bersifat kolektif tetapi juga bersifat individual. Ciri inilah yang

membedakan pendapat Sri Soemantri dengan H.D. Trail yang hanya menekankan

pertanggungjawaban kolektif saja. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa ciri sistem

pemrintahan parlementer adalah:205

1) Dalam sistem pemerintahan parlementer, kepala negara (raja, presiden atau

dengan sebutan lain) hanya memilki kekuasaan secara formal dan seremonial

saja sehingga pengaruh politiknya sangat kecil.

2) Ketua kabinet (perdana menteri, kanselir atau sebutan lainnya) bersama

dengan kabinetnya, sebagai eksekutif sesungguhnya, merupakan bagian dari

parlemen dan dibentuk oleh atau berdasarkan kekuatan atau kekuatan-

kekuatan yang menguasai parlemen.

3) Kabinet dengan ketuanya bertanggung jawab kepada parlemen.

4) Apabila kabinet atau seorang atau beberapa orang anggotanya mendapat mosi

tidak percaya dari parlemen, maka kabinet atau seorang atau beberapa orang

daripadanya harus mengundurkan dirinya. Sebaliknya Kepala Negara

204 Sri Soemantri, op.cit, h 33 205 Ibid.

Page 138: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

(Presiden atau Raja/Ratu) dengan saran atau nasehat Perdana Menteri dapat

membubarkan Parlemen.

Berdasarkan ciri-ciri sistem pemerintahan yang dikemukakan oleh Sri

Soemantri di atas, terkait dengan sistem pemerintahan negara Timor-Leste, dalam praktek

sistem ketatanegaraan Timor-Leste, sistem pemerintahan Timor-Leste menggunakan

model sistem Parlementer (Westminster system tend to have a more adversarial style of

debate and the plenary session of parliament is relatively more important than

committees). Oleh karena setiap usulan rancangan undang-undang, inisiatif dari Anggota

Parlemen, Fraksi-fraksi dalam kursi Parlemen dan Pemerintah, diajukan kepada ketua

Parlemen, kemudian dianalisis dan diagendakan untuk melakukan diskusi bersama sesuai

dengan peraturan tata tertib Parlemen Nasional.

Berkaitan dengan kedua model sistem pemerintahan parlementer yang

dikemukakan oleh Douglas V. Verney di atas, bahwa dalam sistem Pemerintahan

Parlementer objek utama yang diperebutkan adalah Parlemen Nasional. Parlemen

Nasional menjadi sangat penting karena kekuasaan eksekutif hanya mungkin diperoleh

setelah partai konstestan pemilihan umum berhasil meraih kursi mayoritas dalam

Parlemen. Seandainya tidak terdapat partai politik yang memperoleh suara mayoritas,

maka beberapa partai politik yang bergabung (koalisi) untuk membentuk kabinet

pemerintahan. Oleh karena itu, Sistem Pemerintahan Parlementer merupakan sistem

Page 139: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

pemerintahan dimana hubungan antara eksekutif dan badan perwakilan (legislatif) sangat

erat dengan ciri-cirinya sebagai berikut:206

a) Kepala negara bisa raja/ratu/presiden. Namun, tidak bertanggung jawab atas

segala kebijakan yang diambil oleh kabinet.

b) Kepala negara hanya sebagai simbol negara karena yang menjadi kepala

pemerintahan adalah perdana menteri.

c) Parlemen mempunyai kekuasaan sebagai badan perwakilan dan lembaga

legislatif. Anggota parlemen dipilih oleh rakyat melalui pemilu.

d) Eksekutif (kabinet) bertanggung jawab kepada legislatif. Jika parlemen

mengeluarkan mosi tidak percaya kepada menteri, maka kabinet harus

mngembalikan mandat kepada kepala negara.

e) Dalam sistem dua partai, yang ditunjuk sebagai pembentuk kabinet sekaligus

perdana menteri adalah ketua parpol pemenang pemilu.

f) Dalam sistem banyak partai, formatur kabinet harus membentuk kabinet

secara koalisi, karena kabinet harus mendapat dukungan kepercayaan dari

Parlemen.

g) Kepala negara bisa menjatuhkan Parlemen Nasional. Selanjutnya kabinet

harus membentuk Parlemen baru melalui pemilu.

Ciri-ciri sistem Pemerintahan Parlementer di atas, apabila ditelaah

berdasarkan ketentuan Konstitusi Timor-Leste, maka dapat disimpulkan bahwa Negara

Timor-Leste menganut sistem pemerintahannya adalah sistem pemerintahan

Parlementer. Hal demikian dapat ditelusuri berdasarkan pengaturan ketentuan

kewenangan lembaga Negara dalam Konstitusi RDTL sebagai berikut:

Bagian pertama; menurut ketentuan Pasal 74 ayat (1) bahwa, “Presiden Republik adalah

kepala Negara dan lambang dan penjamin kemerdekaan nasional dan persatuan

Negara serta tata kerja lancar lembaga-lembaga demokratis. Presiden Republik

kepala negara hanya sebagai simbol negara karena yang menjadi kepala

206 Idup Suhadi dan Desi Fernanda, 2001, “Dasar-dasar Kepemerintahan yang baik”, Jakarta,

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, h.4

Page 140: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

pemerintahan adalah perdana menteri. Presiden Republik dipilih secara langsung

melalui pemilihan umum yang demokrasi, bebas, langsung, umum dan rahasia.

Bagian kedua; menurut ketentuan Pasal 92 menjelaskan bahwa, “Parlemen Nasional

adalah lembaga kedaulatan Republik Demokratis Timor-Leste yang mewakili

semua warga negara Timor-Leste dan diberikan wewenang legislatif, pengawasan

dan pengambilan keputusan politik.” Anggota parlemen dipilih oleh rakyat

melalui pemilihan. Selanjutnya, Pasal 95 Konstitusi RDTL tentang kewenangan

Parlemen Nasional ayat (1), Parlemen Nasional berwewenang dan bertanggung

jawab untuk membuat undang-undang mengenai persoalan-persoalan dasar yang

menyangkut kebijakan dalam dan luar negeri; dan ayat (2), Parlemen Nasional,

secara eksklusif, berwewenang dan bertanggung jawab untuk membuat undang-

undang tentang muatan yang diatur pada bagian huruf (a) sampai dengan huruf

(q) dalam ayat (2) Pasal 95 Konstitusi RDTL.

Bagian ketiga; Pasal 103 menjelaskan bahwa, “Pemerintah adalah badan kedaulatan

yang bertanggung jawab atas pengarahan dan pelaksanaan kebijakan umum

negara dan merupakan badan Pemerintahan Umum tertinggi” dan Pasal 104 ayat

(1) bahwa, Pemerintah terdiri atas Perdana Menteri, para Menteri dan para

Sekretaris Negara.” Selanjutnya kewenangan Pemerintah sebagaimana diatur

dalam Pasal 115 Konstitusi RDTL.

Bagian ke empat; Pasal 118 lembaga yudisial, ayat (1) menjelaskan bahwa “Pengadilan

adalah badan kedaulatan dengan wewenang untuk menegakkan keadilan, atas

Page 141: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

nama rakyat” selanjutnya ayat (2), menyatakan bahwa, dalam menjalankan

fungsi-fungsinya, pengadilan berhak memperoleh bantuan dari aparat

Pemerintah lainnya, dan ayat (3), bahwa putusan pengadilan bersifat mengikat

dan berada di atas putusan pihak berwewenang apapun lainnya.

Atas dasar kewenangan lembaga Negara sebagaimana diuraikan di atas maka,

disimpulkan bahwa sistem pemerintahan Timor-Leste adalah sistem Pemerintahan

Parlementer.

2.5.2 Sistem Pemerintahan Presidensil

Sistem pemerintahan presidensiil, merupakan suatu pemerintahan di mana

kedudukan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat, dengan

kata lain kekuasaan eksekutif berada di luar pengawasan (langsung) Parlemen.

Karaktristik sistem pemerintahan presidensiil, yaitu:207

a) Presiden adalah kepala eksekutif yang memimpin kabinetnya yang semua

diangkat olehnya dan bertanggung jawab olehnya.

b) Presiden tidak dipilih oleh badan legislatif, tetapi dipilh oleh sejumlah pemili.

c) Presiden tidak bertanggung jawab kepada badan legislatif dan tidak dapat

dijatuhkan oleh badan legislatif.

d) Sebagai imbangannya, presiden tidak dapat membubarkan badan legislatif.

e) Sistem pemerintahan quasi dan referendum.

Sistem pemerintahan quasi pada hakikatnya merupakan bentuk variasi dari

Sistem pemerintahan Parlementer dan Sistem pemerintahan Presidensiil. Hal ini

disebabkan situasi dan kondisi yang berbeda sehingga, melahirkan bentuk-bentuk sistem

pemerintahannya sesuai dengan kebutuhan Negara yang bersangkutan, sedangkan, sistem

207 Ibid. h.5

Page 142: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

referendum merupakan bentuk variasi dari sistem quasi (quasi presidensiil) dan sistem

presidensiil murni. Tugas membuat undang-undang berada dibawah pengawasan rakyat

yang mempunyai hak pilih, pengawsan itu dilakukan dalam bentuk referendum. Sistem

pemerintahan referendum dibagi menjadi dua, yaitu:

a) Referendum obligator, yaitu jika persetujuan dari rakyat mutlak harus

diberikan dalam pembuatan suatu peraturan perundang-undangan yang

mengikat rakyat seluruhnya, karena sangat penting;

b) Referendum fakultatif, yaitu jika persetujuan dari rakyat dilakukan terhadap

undang-undang biasa, karena kurang pentingnya, setelah undang-undang itu

diumumkan dalam jangka waktu yang ditentukan.208.

Berhubung dengan sistem pemerintahan presidensial diatas, Jimly

Asshiddiqie mengemukakan sembilan karakter pemerintahan presidensial sebagai

berikut:209

a) Terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang kekuasaan eksekutif

dan legislatif.

b) Presiden merupakan eksekutif tunggal. Kekuasaan eksekutif Presiden tidak

terbagi dan yang ada hanya presiden dan wakil presiden saja.

c) Kepala Pemerintahan adalah sekaligus kepala negara atau sebaliknya kepala

negara adalah sekaligus kepala Pemerintahan.

d) Presiden mengangkat para menteri sebagai pembantu atau sebagai bawahan

yang bertanggung jawab kepadanya.

e) Anggota Parlemen tidak boleh menduduki jabatan eksekutif dan demikian

pula sebaliknya.

f) Presiden tidak dapat membubarkan atau memaksa Parlemen

g) Berlaku prinsip supremasi konstitusi, karena itu Pemerintah eksekutif

bertanggung jawab kepada konstitusi

h) Eksekutif bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang berdaulat

i) Kekuasaan tersebar secara tidak terpusat.

208 Saldi Isra, op.cit., h. 30-31 209 Jimly Asshiddiqie, op.cit. h. 316.

Page 143: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Salah satu karakter sistem pemerintahan Presidensial yang utama adalah

Presiden memegang fungsi ganda, yaitu sebagai kepala negara sekaligus kepala

pemerintahan, dalam kekuasaan eksekutif, Perdana Menteri sebagai kepala Pemerintah,

Presiden memegang kekuasaan tunggal dan tertinggi. Presiden memilih dan mengangkat

Perdana menteri dan para anggota kabinet dan berperan penting dalam pengambilan

keputusan didalam kabinet, tanpa bergantung kepada lembaga legislatif. Karakter sistem

presidensial dapat juga dilihat dari pola hubungan antara lembaga eksekutif (presiden)

dengan lembaga legislatif, dimana adanya pemilihan umum yang terpisah untuk memilih

presiden dan anggota legislatif. Sistem presidensial membawa ciri yang kuat pada

pemisahan kekuasaan, dimana badan eksekutif dan Legislatif bersifat independen satu

sama lain.210

2.5.3 Sistem Pemerintahan semi-Presidensil

Sistem Pemerintahan campuran (mixed system atau hybrid system) adalah

sistem Pemerintahan yang berupaya mencarikan titik temu antar Sistem pemerintahan

Presidensial dan Sistem Pemerintahan Parlementer. Fungsi ganda Presiden sebagaimana

dalam Sistem Pemerintahan Presidensial, Presiden tetap dipertahankan. Namun sebagai

kepala Pemerintahan, Presiden berbagi kekuasaan dengan perdana menteri yang

menimbulkan dual executive system.

Karakteristik Sistim pemerintahan campuran. Ada dua pola utama dalam

sistim hybrid, yaitu pola yang berupa quasi parlementer atau quasi presidensiil. Hal itu

210 Saldi Isra, op.cit., h. 40

Page 144: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

didasari kepada seberapa kuat kekuasaan yang melekat pada Presiden atau Perdana

Menteri. Melekatnya kepada Perdana Menteri kekuasaan inti akan memberikan deskripsi

bentuk sistim pemerintahannya tersebut adalah sistim campuran yang semi parlementer.

Sebaliknya, apabila penguatan kewenangan berada pada kekuasaan Presiden, maka sistim

campuran tersebut adalah quasi presidensiil. Sebagaimana dijelaskan oleh UNDP sebagai

berikut;

If the constitution and/or political circumstances tend to place the emphasis on

the powers of the President, it is sometimes termed a semi-presidential system. If,

on the other hand, the Prime Minister and the legislative leaders enjoy more

power than the President does, it may be referred to as a semi-parliamentary

system.211

Perancis menganut sistim hybrid yang mengarah kepada sistim semi-

presidensiil. Dimana Konstitusi Republik Ke-Lima memberikan penguatan-penguatan

kepada lembaga eksekutif. Hal tersebut adalah rencana de Gaulle untuk membatasi

kekuasaan politisi legislatif yang dianggapnya memperlemah kewibawaan Perancis

dimata koloni-koloninya. Eva Liu meringkaskan kondisi pemerintahan Perancis dengan

menjelaskan beberapa bentuk kekuasaan dari lembaga-lembaga negara (pembagian

kekuasaan memang baru dilakukan oleh Prancis setelah reformasi pada Tahun 1958

yaitu;212 Republik Ke-Lima Perancis memiliki karrakteristik pola semi presidensiil

pemerintahan parlementer yang terlihat melalui dualisme eksekutif, yaitu; kekuasaan

211 http://www.undp.org/governance/docs/Parl-Pub-govern.htm, Governing Systems and

Executive-Legislative Relations (Presidential, Parliamentary and Hybrid Systems). Diakses pada tanggal

12 Maret 2016 212 Eva Liu, 2000, System of Government in Some Foreign Countries: France,

http://www.legco.gov.hk 5th Floor, Citibank Tower, 3 Garden Road, Central, Hong Kong, diakses pada

tanggal 12 Maret 2016.

Page 145: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

eksekutif terbagi antara Presiden dan Perdana Menteri. (The Fifth French Republic

(France) has a semi-presidential style of parliamentary government characterized by a

dual executive: executive power is being shared by the President of the Republic and the

Prime Minister).

1) The President is the Head of State and is elected for seven years by direct

universal suffrage. His functions and powers include inter alia being arbiter

of the Constitution, presiding over Cabinet meetings, promulgating laws,

calling for referendums, dissolving the Parliament, being Commander of the

armed forces, and negotiating and ratifying treaties (Presiden merupakan

kepala negara yang menjabat selama 7 Tahun melalui sebuah pemilihan

langsung. Fungsi dan kekuasaannya termasuk inter alia sebagai pengawas

pelaksanaan konstitusi, memimpin rapat kabinet, pelaksana undang-undang,

mengusulkan referendum, membubarkan parlemen, Panglima tertinggi

angkatan bersenjata, dan negosiator dan peratifikasi perjanjian internasional).

2) The Prime Minister is the Head of Government, who is appointed by the

President after a legislative election is held for the National Assembly. His

functions and powers include directing the actions of the government, being

responsible for national defence, ensuring the execution of the laws, and

exercising regulatory and appointment powers. He is to form a Council of

Ministers which shall help him to deliberate policies and decisions. (Perdana

Menteri adalah Kepala Pemerintahan yang diangkat oleh Presiden setelah

pemilihan legislatif untuk mengisi kedudukan di Majelis Nasional. Fungsi dan

kekuasaannya termasuk mengatur kegiatan Pemerintah, bertanggung jawab

terhadap pertahanan Nasional, memastikan penerapan hukum, dan

melaksanakan peraturan dan kekuasaan penunjukan tugas. Ia juga

memformulasikan Dewan Menteri yang akan membantunya dalam

pertimbangan kebijakan dan keputusan).

3) The French Parliament is bicameral, consisting of the National Assembly and

the Senate. The Parliament makes laws, controls the government budget and

oversees government policy. National Assembly Deputies are elected by direct

universal suffrage while Senators are indirectly elected by electoral college.

Only the National Assembly can compel the government to resign when it

produces a motion of censure. No government has been forced to resign by

censure in the Fifth Republic. (Parlemen Perancis menganut sistim dua kamar,

yang terdiri dari Majelis Nasional dan Senat. Parlemen berfungsi membentuk

undang-undang, mengontrol anggaran Pemerintah dan mengawasi kebijakan

Pemerintah. Anggota Majelis Nasional dipilih melalui pemilihan umum

sedangkan para Senator dipilih melalui electoral college. Hanya Majelis

Page 146: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Nasional saja yang bisa memaksa pergantian Pemerintah melalui mosi tidak

percaya. Namun tidak satupun pemerintahan yang diganti melalui mosi tidak

percaya selama Republik Ke-Lima).

4) The Executive dominates the Legislature. The Government sets the agenda for

the Parliament, and government bills are to take priority over private

members’ bills. The Government can even submit a bill for passage without

seeking parliamentary input on all details. Questions are limited to two

afternoons in a week in the National Assembly and one day in a month in the

Senate. The Government can promulgate its budget by decree if Parliament

does not approve it within 70 days. The Government can declare its policy

and provoke the Parliament to accept it unless a censure is successfully

produced. A successful censure has never happened in the Fifth Republic

because the opposition lacked enough votes. (Kekuasaan eksekutif

mendominasi legislatif. Pemerintah mengatur agenda parlemen, dan undang-

undang pemerintahan menjadi prioritas utama melalui undang-undang

tersendiri. Pemerintah bahkan dapat mengajukan undang-undang untuk

disahkan tanpa memerlukan masukan dari parlemen. Pengusulan undang-

undang terbatas pada 2 hari seminggu pada Majelis Nasional dan satu hari

sebulan di Senat. Pemerintah dapat mengumumkan anggaran melalui sebuah

kebijakan pemerintah apabila Parlemen tidak menyetujui anggaran tersebut

dalam 70 hari. Pemerintah bahkan bisa mendeklarasikan kebijakannya dan

memaksa Parlemen untuk menerima kebijakan tersebut walaupun mosi tidak

percaya telah sukses terlaksana. Mosi tidak percaya yang berhasil tidak pernah

terjadi di dalam Republik Ke-Lima dikarenakan oposisi memiliki jumlah

suara terbatas di Parlemen).

5) Political parties may be freely established and freely operate under the

Constitution. The Electoral Code restricts the amount and sources of

donations which can be received by candidates and political parties. (Partai-

partai politik bebas didirikan dan berjalan di bawah naungan Konstitusi.

Ketentuan Pemilu membatasi jumlah dana yang bisa diterima kandidat dan

partai politik dari sumber donator).

6) Amendments to the Constitution are provided for in the Constitution, which

comprise different routes of approval by the Parliament and

referendums.213(Amandemen Konstitusi diatur dalam konstitusi itu sendiri,

yang terdiri dari beberapa bentuk persetujuan oleh parlemen dan referendum).

7) Eight referendums have been held since 1958, five of which concerned foreign

policy. (Telah terjadi 8 (delapan) kali Referendum semenjak 1958, 5 (lima)

diantaranya terfokus kepada kebijakan luar negeri).

213 Ibid.

Page 147: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Berdasarkan sistem pemerintahan semi presidensial yang dipaparkan diatas,

Presiden merupakan eksekutif yang memiliki kekuasaan tertinggi walaupun dalam Pasal

20 Konstitusi Republik Ke-lima menyatakan; “the government decides and directs the

policy of the nation’ dan selanjutnya, Pasal 21, “the Prime Minister is in general charge

of the work of the government”. Pasal 5 Konstitusi Republik Ke-lima memperlihatkan

kekuasaan Presiden yang sangat besar sebagai lembaga negara yang menegakkan

pelaksanaan konstitusi yaitu:

The President of the Republic ensures that the constitution is respected. He

ensures, by his arbitration, the regular working of the public authorities as well

as the continuity of the State. He is the protector of national independence, of

territorial integrity and of the respect for Community agreements and treaties.

Dalam sistim Portugal, kekuasaan eksekutif juga bertumpu kepada Presiden,

selain sebagai panglima tertinggi angkatan perang yang berhak menyatakan negara dalam

kondisi perang/genting, presiden juga diberi kekuasaan mengangkat Perdana Menteri dan

Dewan Menteri. Selain itu, Presiden juga memiliki kewenangan untuk memecat Perdana

Menteri, membubarkan Majelis Republik (Assembly of the Republic, legislatif Portugal

bersistem unicameral) dan kemudian memerintahkan pelaksanaan pemilihan umum

untuk memilih anggota legislatif baru yang berjumlah 230 orang.214 Sedangkan sistem

pemerintahan Perancis, sistem Parlementer dicangkokan kedalam sistem Presidensial.

Adapun lembaga perwakilaan di Perancis adalah Parlemen yang terdiri atas National

Assembly (Dewan nasional) dan Senate (senat). Fungsi lembaga perwakilan rakyat ini

214 Ibid.

Page 148: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

secara umum adalah fungsi representasi, pengawasan, legislasi dan anggaran. Mengenai

pelaksanaan fungsi, tugas dan mekanisme kerja masing-masing badan tersebut diatur di

dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan Negara yang bersangkutan.215

Berdasarkan sistem Pemerintah sebagaimana dipaparkan di atas, dapat

disimpulkan bahwa negara Republik Demokratik Timor-Leste menganut sistem

Pemerintahan Parlementer, karena kekuasaan diberikan kepada Parlemen Nasional,

sedangkan Presiden dan Pemerintah sebagai pelaksana kebijakan Parlemen Nasionl.

Adapun lembaga perwakilan hanya satu kamar (unikameral) yang disebut Parlemen

Nasional. Fungsi Parlemen Nasional adalah fungsi Representativ, Legislasi,

pengawasan, dan Anggaran. Sebagaimana diatur dalam Pasal 92 Konstitusi RDTL 2002,

ditentukan bahwa, “Parlemen Nasional adalah lembaga kedaulatan Republik Demokratis

Timor-Leste yang mewakili semua warga negara RDTL dan diberikan wewenang

legislatif, pengawasan dan pengambilan keputusan politik.” Berikut bagan struktur sistem

pemerintahan, Parlementer, Presidensial dan campuran (Semi Presidensial):216

215 Patanisari Siahaan, 2012, Politik Hukum Pembentukan Undang-undang (Pasca Amandemen

UUD 1945). Konpress, Jakarta, h.31-32 216 Paul Christoper Manuel dan Anne Maria Camissa, 1999, Checks and Balances? How a

Paliamentary System Could Changed American Politics, Westview Press, United State of America, h. 16.

Page 149: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Bagan 6 :

Sistem Pemerintahan

2.4.5 Sistem Pemerintahan Negara Republik Demokratik Timor-Leste

Dalam pembukaan Konstitusi RDTL paragraf ke 3 (tiga), menyatakan bahwa,

“perlu membangun suatu budaya demokratis dan kelembagaan yang sesuai untuk suatu

Negara Hukum, di mana penghormatan bagi UUD dan bagi lembaga-lembaga yang

terpilih secara demokratis, merupakan landasan yang tidak dapat dipertanyakan. Dengan

menafsirkan perasaan mendalam, cita-cita dan kepercayaan pada Tuhan dari rakyat Timor

Leste;

Lembaga-lembaga negara yang terpilih secara demokrasi, dalam

melaksanakan fungsinya untuk meujudkan kesejateraan rakyat maka, perlu membentuk

suatu sistem pemerintahan. Sistem pemerintahan merupakan landasan yang sangat

penting bagi negara-negara yang baru berkembang, untuk melaksanakan fungsi-fungsi

SISTEM

PEMERINTAHAN

Sistem pemerintahan

Parlamenter

Republik

Kerajaan

Sistem pemerintahan Campuran (semi

Presidensial)

Desentralisasi

Sentralisasi

Sistem pemerintahan

Presidensial Serikat

kesatuan

Sistem peerintahan

Proletariat Multi Partai

Mono Partai

Page 150: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

lembaga negara. Negara Republik Demokratik Timor-Leste, salah satu negara yang baru

merdeka pada era Melinium ke 20, tepatnya pada Tanggal 20 Mei Tahun 2002.

Dalam Konstitusi RDTL terhadap sistem pemerintahannya, bila ditelaah dari

unsur-unsur pembentukan lembaga negara menunjukkan ciri khas sistem pemerintahan

Republik Demokratik Timor-Leste sebagai berikut:

1) Nama Resmi negara Timor-Leste adalah Republik Demokratik Timor-Leste

2) Bentuk negara Republik Demokratik Timor-Leste adalah negara yang berbentuk

negara kesatuan

3) Bentuk pemerintahan negara Republik Demokratik Timor-Leste adalah

pemerinthan yang berbentuk Republik

4) Bentuk sistem Pemerintahan negara Republik Demokratik Timor-Leste adalah

sistem pemerintahan Parlamenter.

Berdasarkan sistem Pemerintahan Parlementer dapat diuraikan sebagai berikut:

Pertama, Kepala negara bisa raja/ratu/presiden. Namun, tidak bertanggung jawab atas

segala kebijakan yang diambil oleh kabinet. Kepala negara hanya sebagai simbol

negara karena yang menjadi kepala pemerintahan adalah perdana menteri.

Menurut ketentuan Konstitusi RDTL Pasal 74, ayat (1) Presiden Republik

adalah Kepala Negara, dan lambang penjamin kemerdekaan Nasional, dan

persatuan Negara serta tata kerja lancar lembaga-lembaga demokratis; dan ayat

(2), menentukan bahwa, Presiden Republik adalah Panglima Tertinggi Angkatan

Page 151: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Bersenjata. Ketentuan Pasal 76, mengatur Presiden Republik dipilih dalam

pemilihan umum yang universal, bebas, langsung, rahasia dan pribadi.

Kedua, Parlemen mempunyai kekuasaan sebagai badan perwakilan dan lembaga

legislatif. Anggota Parlemen dipilih oleh rakyat melalui pemilu. Menurut

ketentuan Konstitusi Pasal 92, Konstitusi RDTL Parlemen Nasional adalah

lembaga kedaulatan Republik Demokratis Timor Leste yang mewakili semua

warga negara Timor-Leste dan diberikan wewenang legislatif, pengawasan dan

pengambilan keputusan politik dan ketentuan Pasal 93, Konstitusi RDTL

menentukan bahwa Parlemen Nasional dipilih melalui suatu pemilihan umum

yang bersifat bebas, langsung, sama, rahasia dan pribadi.

Ketiga, Kepala Pemerintah (Eksekutif) adalah Perdana Mentri yang memimpin

kabinet pemerintahan dan bertanggung jawab kepada lembaga legislatif. Jika

parlemen mengeluarkan mosi tidak percaya kepada menteri, maka kabinet

harus mengembalikan mandat kepada kepala negara. menurut ketentuan

Kostitusi Pasal 103, menentukan bahwa Pemerintah adalah badan kedaulatan

yang bertanggung jawab atas pengarahan dan pelaksanaan kebijakan umum

negara dan merupakan badan pemerintahan umum tertinggi dan Pasal 104

ayat (1), Pemerintah terdiri atas Perdana Menteri, para Menteri dan para

Sekretaris Negara. dan ayat (2) Pemerintah dapat mempunyai satu atau lebih

wakil Perdana Menteri dan wakil Menteri.

Ke empat, Dalam sistem dua atau kualisi partai, yang ditunjuk sebagai pembentuk

Page 152: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

kabinet sekaligus perdana menteri adalah ketua parpol yang menjadi

pemenang pemilu.

Kelima, Dalam sistem banyak partai, formatur kabinet harus membentuk kabinet

secara koalisi, karena kabinet harus mendapat dukungan kepercayaan dari

Parlemen, berdasarkan Pasal 106, Konstitusi RDTL menentukan, Perdana

Menteri akan ditunjuk oleh partai politik atau oleh koalisi partai-partai

politik yang mempunyai mayoritas perwakilan dalam Parlemen Nasional dan

akan dilantik oleh Presiden Republik, setelah berkonsultasi dengan partai-

partai politik yang menduduki kursi dalam Parlemen Nasional.

Ke enam, Kepala negara bisa menjatuhkan Parlemen Nasional, dan kabinet harus

membentuk Parlemen Nasional yang baru melalui pemilu.

Berdasarkan ciri-ciri sistem pemerintahan tersebut di atas, disimpulkan

bahwa, sistem Pemerintahan Negara Timor-Leste adalah sistem Pemerintahan

Parlementer.

2.6 Konsep Negara Hukum

Konsep negara hukum berkaitan dengan kewenangan lembaga negara dalam

pembentukan undang-undang berdasarkan Konstitusi RDTL Tahun 2002, negara RDTL

menganut negara hukum sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1)

Konstitusi RDTL Tahun 2002, selain ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) tersebut, secara

filosofis telah ditetapkan pada pembukaan konstitusi paragraph ke 4 (empat) dan 5 (lima).

Page 153: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Perlu dikaji mengenai negara hukum yang dianut negara Timor-Leste serta kewenangan

lembaga negara dalam pembentukan undang-undang berdasarkan Konstitusi RDTL.

Penggunaan konsep negara hukum dalam penelitian ini, sebagai landasan

untuk mengkaji kewenangan lembaga negara dalam pembentukan undang-undang

berdasarkan konstitusi, oleh karena konsep negara hukum menjadi pedoman dalam

penyelenggaraan pemerintahan dan dari konsep negara hukum itupula yang melahirkan

kewenangan lembaga negara dalam pembentukan undang-undang, dimana lembaga-

lembaga negara ini menjamin terselenggaranya pemerintahan yang berdasarkan hukum.

Ajaran negara berdasarkan atas hukum (de rechts staat dan the rule of law)

mengandung pengertian bahwa hukum adalah supreme dan kewajiban bagi setiap

penyelenggara negara atau Pemerintah untuk tunduk pada hukum (subject to the law),

tidak ada kekuasaan di atas hukum (above to the law).217 Atas dasar pernyataan di

atas, maka tidak boleh ada kekuasaan yang sewenang-wenang (arbitrary power) atau

penyalahgunaan kekuasaan (misuse of power) baik pada negara berbentuk kerajaan

maupun Republik. Secara maknawi, tunduk pada hukum mengandung pengertian

pembatasan kekuasaan seperti halnya ajaran pemisahan dan pembagian

kekuasaan.218Aristoteles merumuskan negara hukum adalah negara yang berdiri di

atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan

syarat bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk warga Negara dan terkait dengan

keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi

217 Bagir Manan, 2003, Lembaga Kepresidenan, FH UII Press, Jakarta, h. 11 218 Ibid.

Page 154: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

warganegara yang baik. Peraturan yang sebenarnya, menurut Aristoteles ialah

peraturan yang mencerminkan keadilan, bagi pergaulan antar warga negaranya, maka

menurutnya yang memerintah negara bukanlah manusia, melainkan “pikiran yang

adil”. Penguasa hanyalah pemegang hukum dan keseimbangan saja.219

Pendekatan ini akan dilakukan melalui istilah rule of law dan rechtsstaat,

mengingat bahwa dalam konstitusi telah menempatkan unsur-unsur konsep negara

hukum rule of law dan rechtssaat, oleh karena itu, penelitian ini, mengkaji pemikiran-

pemikiran tersebut, melalui analisis yuridis normatif, tentang unsur-unsur negara hukum,

yang tercantum dalam Konstitusi Timor-Leste, sebagaimana yang dikutip oleh Azhari

dari pandangan Aristoteles yang mengatakan: “konstitusi merupakan penyusunan jabatan

dalam suatu negara, dan menentukan apa yang dimaksudkan dengan badan pemerintahan,

dan apa akhir dari setiap masyarakat, konstitusi merupakan aturan‐aturan, dan penguasa

harus mengatur negara menurut aturan‐aturan tersebut.220” Aristoteles berpendapat

bahwa, adanya suatu pemerintahan yang berlandaskan konstitusi akan terlihat dari tiga

unsur, yaitu adanya pemerintahan yang dilaksanakan untuk kepentingan umum, adanya

pemerintahan yang dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan atas ketentuan‐

ketentuan umum dan bukan dibuat secara semena‐mena, dan adanya pemerintahan yang

219 Aristoteles, 2008, Politik (La Politica), diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Benjamin

Jowett dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Syamsur Irawan Khairie, Cetakan Kedua,

Visimedia, Jakarta, h. 43 220 Sayuti, 2011, Konsep Rechtsstaat Dalam Negara Hukum Indonesia (Kajian Terhadap

Pendapat Azhari) Journal NALAR FIQH, kajian Ekonomi, Islam dan Masyarakat, Volume 4, Nomor 2,

Desember, h.83

Page 155: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

dilaksanakan atas kehendak rakyat dan bukan atas paksaan atau tekanan.221 John Locke,

telah memberikan pengaruh besar terhadap pemikiran negara hukum setelah abad XVII

M. Lewat karyanya yang berjudul “Two Treaties on Civil Government” mengemukakan

teori‐teori mengenai pemisahan kekuasaan, hak‐hak asasi dan sebagainya.222 Sedangkan

mengenai tugas negara, sebagaimana yang dikutip Azhari, dari pandangan Jhon Locke

berpendapat:223 “Negara secara alamiah diatur oleh hukum alam yang harus dipatuhi oleh

setiap orang sebagai hukurn, memberi arahan dalam kehidupan manusia di mana setiap

orang mempunyai kebebasan dan persamaan, tidak seorangpun boleh mengganggu

kehidupan, kemerdekaan atau memenjarakan orang lain.”

Inti dari buah pikiran Locke tersebut, antara lain meliputi bahwa adanya

penyelenggaraan negara harus berdasarkan atas hukum karena hukum berada pada posisi

yang supreme, adanya pemisahan kekuasaan, dan adanya hukum yang menjamin hak‐hak

asasi manusia. Dengan pemikiran‐pemikiran tersebut, maka Locke tidak langsung

menghabisi kekuasaan yang berada pada pihak Pemerintah (raja) sebelumya, melainkan

hanya berusaha untuk menggurangi kekuasaan absolut sebelumnya. Oleh karena itu

Locke dianggap berhasil dalam menjembatani pemikiran tentang negara dan hukum

sebelumnya (sebelum abad XVII) dengan pemikiran negara hukum abad XVIII M.224

Selain Locke, Montesquieu (1689‐1755) seorang ahli hukum berkebangsaan Perancis

dipandang sangat berjasa dalam memunculkan konsep negara hukum. Dalam bukunya

221 Ibid. 222 Ibid. h.84 223 Ibid. h. 25 224 Soehino, 2000, Ilmu Negara, Liberty Yogyakarta, h. 106

Page 156: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

yang berjudul LʹEsprit des Lois (jiwa dari undang‐undang) yang terbit pada Tahun 1748,

Montesquieu seperti halnya Locke mengemukakan suatu pembagian kekuasaan (fungsi)

negara ke dalam tiga macam kekuasaan yang agak berbeda dengan teori Locke. Menurut

Montesquieu kekuasaan (fungsi) di dalam negara itu dibagi ke dalam kekuasaan legislatif

(membuat undang‐undang), kekuasaan eksekutif (melaksanakan undang‐undang) dan

kekuasaan yudikatif (mengadili atas pelanggaran‐pelanggaran bagi undang‐undang).225

Berkaitan dengan gagasan tentang negara hukum, menurut Montesquieu

negara hukum itu tercermin dari adanya pemisahan kekuasaan negara dalam tiga organ

kekuasaan, yang satu sama lainnya berada pada posisi seimbang, guna menjamin

kebebasan warga dan menghindari terjadinya kekuasaan Pemerintah yang absolut.226 J.J.

Rousseau (lahir 1712), sebagai generasi yang datang kemudian setelah Locke dan

Montesquieu, dan dianggap cukup memberikan andil besar mengenai gagasan negara

hukum, dalam bukunya yang berjudul Du Contract Social Rousseau berpendapat bahwa

dalam suatu negara diperlukan adanya suatu perjanjian masyarakat (social contract)

untuk menjamin keselamatan jiwa dan harta mereka sendiri. Perjanjian masyarakat ini

hanya berbentuk pactum unionis yaitu di mana adanya penyerahan dari rakyat secara

individu kepada rakyat secara keseluruhan. Beliau menambahkan bahwa untuk

membentuk persatuan rakyat harus dengan suara bulat (volente de tout), tetapi untuk

225 F. Marbun dan Moh. Mahfud MD, Pokok‐pokok Hukum Administrasi Negara, Op.cit. h. 24 226 Sayuti, Loc.Cit. h. 29

Page 157: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

membentuk pemerintahan yang dapat menjamin kemerdekaan dan ketertiban hanya

diperlukan atas suara mayoritas (volente generate) saja.227

Berdasarkan pandangan Rousseau di atas, secara jelas dapat dipahami bahwa

kekuasaan yang tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat, atau dengan kata lain

rakyatlah yang berdaulat. Pemikiran Rousseau berbeda dengan Hobbes dan Locke,

karena menurut kedua pemikir sebelumnya itu, bahwa dalam suatu negara harus ada

penyerahan seluruh kekuasaan dari rakyat kepada negara, meskipun dalam penyerahan

kepada negara itu ada sedikit perbedaan antara Hobbes dengan Locke. Albert Venn Dicey

Dalam bukunya yang berjudul, Introduction to The Study of The Law of The Constitution

Tahun 1885,228 mengatakan bahwa ada tiga ciri negara hukum, yaitu adanya supremasi

hukum (supremacy of law) dalam arti tidak boleh ada kesewenang‐wenangan sehingga

seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum, adanya kedudukan yang sama di

depan hukum (equality before the law) baik bagi rakyat biasa maupun pejabat, dan adanya

penegasan serta perlindungan hak‐hak manusia melalui konstitusi (constitution based on

individual rights and enforced by the courts) dan keputusankeputusan pengadilan.

Bentuk negara hukum yang dikemukakan Dicey tersebut, memuat tiga unsur

pokok, yaitu meletakkan supremasi hukum, adanya kedudukan yang sama di depan

hukum dan jaminan terhadap hak‐hak manusia, yang bukan saja ditegaskan dalam

konstitusi, tetapi juga dapat dilakukan melalui keputusan pengadilan. Untuk menghindari

227 Ibid. h.29-30 228 A.V. Dicey, 1952, Introduction to The Study of The Law of The Constitution. Macmillan and

Co. Limited, London: h. 202‐203

Page 158: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

tindakan sewenang‐wenang dari penguasa, maka kekuasaan yang dimilik oleh raja

tersebut harus dipisah‐pisahkan atau dibagi-bagikan ke beberapa bagian tertentu, yang

disebut dalam teori trias politika Montesquieu, tentang pemisahan kekuasaan (saparation

of power) dalam pemerintahan negara.

Dalam bentuk pemisahan kekuasaan ini, yang lebih dikenal dengan Trias

Politika, kekuasaan negara harus dilaksanakan oleh tiga badan organisasi yang satu sama

lain berbeda fungsinya secara terpisah, yaitu badan legislatif (kekuasaan membuat

undang-undang), badan eksekutif (kekuasaan melaksanakan undang‐undang atau

pemerintahan) dan badan yudikatif (kekuasaan menegakkan dan menafsirkan undang‐

undang atau kekuasaan bidang peradilan).

Menurut Friedrich Julius Stahl, negara hukum (rechtsstaat) harus memiliki

ciri‐ciri, yaitu adanya perlindungan HAM, adanya pemisahan, atau pembagian

kekuasaan, adanya pemerintahan berdasarkan peraturan‐peraturan (wetmatigheid van

bestuur), dan adanya peradilan administrasi yang bebas dalam perselisihan.229 Konsep

negara hukum tersebut dianut oleh sebagian besar negara‐negara Eropa (khususnya selain

Inggris), sehingga penganut aliran ini kemudian dikenal dengan sebutan aliran Eropa

Kontinental, Benua Eropa, atau Eropa Daratan.

Berdasarkan konsep negara hukum yang dikemukakan oleh beberapa ahli

tersebut di atas, berkaitan dengan konsep negara hukum Timor-Leste, dalam pembukaan

konstitusi paragraph terakhir ditentukan bahwa, “Dengan sungguh-sungguh menegaskan

229 Moh. Mahfud MD., 1999, Hukum dan Pilar‐pilar Demokrasi, Gama Media, Yogyakarta, h. 24.

Page 159: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

kembali tekadnya untuk melawan segala bentuk tirani, penindasan, penguasaan dan

pemisahan sosial, budaya dan keagamaan, untuk mempertahankan kemerdekaan

nasional, menghormati dan menjamin hak-hak asasi manusia dan hak-hak asasi warga

negara, untuk menjamin asas pemisahan kekuasaan dalam penataan Negara, dan untuk

menetapkan aturan-aturan inti yang mendasar dari demokrasi multi-partai, dengan tujuan

untuk membangun suatu negara yang adil dan makmur dan mengembangkan masyarakat

yang bersatu dan bersahabat.”

Negara Republik Demokratik Timor-Leste adalah negara Hukum yang

mengutamakan adanya, Supremacy of law, adanya persamaan di hadapan hukum

(equality before the law), adanya pemisahan kekuasaan (separatioan of power), adanya

pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan (wetmatigheid van bestuur),

adanya perlindungan hak asasi manusia (HAM), dan adanya peradilan administrasi yang

bebas. Oleh karena itu, dalam konsep negara hukum Timor-Leste memiliki tujuan dan

cita-cita negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Konstitusi RDTL tentang

tujuan-tujuan negara “Objectivo do Estado”. Sehingga dapat dikatakan, negara hukum

Timor-Leste adalah negara hukum campuran antara konsep the rule of law dan

rechtsstaat.

Menurut Azhari,230 rechtsstaat pada permulaannya merupakan negara penjaga

malam (nachtwachter staat), yakni di mana negara hanya sebagai penjamin ketertiban

dan pertahanan keamanan saja. Negara baru bertindak apabila ketertiban dan keamanan

230 Sayuti, Loc.Cit. h. 143

Page 160: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

terganggu. Tetapi kemudian pemakaian rechtsstaat digunakan sebagai konsep negara

hukum formal. Negara hukum formal tersebut, sebagaimana merujuk pada pandangan

Friedrich Julius Stahl, memiliki empat unsur, yaitu:231 adanya perlindungan HAM,

adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan, adanya pemerintahan berdasarkan

peraturan‐peraturan (wetmatigheid van bestuur), dan adanya peradilan yang bebas.

Negara hukum formal kemudian berubah lagi menjadi negara hukum material, yakni di

mana tugas negara dalam menyelenggarakan kepentingan umum menjadi lebih luas.

Akhirnya pada perkembangan berikutnya, konsep rechtsstaat telah digunakan sebagai

negara kesejahteraan (verzorgingstaat).232

Aristoteles berpendapat bahwa, suatu Negara yang baik adalah Negara yang

dijalankan berdasarkan aturan konstitusi dan hukum yang berdaulat.233 Menurut Didi

Nazmi, bahwa Negara hukum adalah Negara yang berlandaskan atas hukum dan keadilan

bagi warganya. Maksudnya adalah segala kewenangan dan tindakan alat-alat

perlengkapan Negara atau penguasa, semata-mata berdasarkan hukum atau dengan kata

lain diatur oleh hukum. Demikian dapat mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup

warganya.

Bertitik tolak dari pemikiran Aristoteles tersebut, berkaitan dengan

kewenangan lembaga Negara dalam membentuk undang-undang berdasarkan konstitusi,

hal ini sangat relevan, oleh karena, pejabat yang melaksanakan kewenangan lembaga

231 Moh. Mahfud MD., Loc.Cit. h. 23. 232 Sayuti, Loc. Cit. h. 143 233 Ibid.

Page 161: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Negara, dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, yang memerintah sebenarnya

bukan kekuasaan belaka melainkan pemikirannya, oleh karena dengan pemikiran yang

mencerminkan rasa keadilan, dan kesusilaan dalam memimpin maupun memerintah

maka, akan menghasilkan keadialan social bagi warga negaranya. Namun apabila yang

memerintah adalah manusia maka, kepribadian manusia itu selalu menunjukkan egonya

dari pada pemikiran yang baik untuk membangun suatu masyarakat yang adil dan

beradapan. Pada dasarnaya, Negara yang menganut paham Negara hukum, selalu

berlakunya tiga prinsip dasar, yakni supermasi hukum (supremacy of law), kesetaraan

dihadapan hukum (equality before the law), dan penegakan hukum dengan cara tidak

bertentangan dengan hukum (due process of law).

Berdasarkan pendapat para ahli tentang negara hukum di atas, maka tidak

ada kekuasaan yang sewenang-wenang (arbitrary power), penyalahgunaan

kekuasaan (misuse of power) baik pada negara berbentuk kerajaan maupun republik.

Secara maknawi, tunduk pada hukum mengandung pengertian pembatasan kekuasaan

seperti halnya ajaran pemisahan dan pembagian kekuasaan. Oleh sebab itu, negara

berlandaskan hukum memuat unsur pemisahan atau pembagian kekuasaan.234 Negara

hukum materil ini, yaitu negara yang mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan

kesejahteraan rakyat, sehingga campur tangan Pemerintah dalam mengurusi kepentingan

ekonomi rakyat, kepentingan politik dan sosial, kepentingan budaya dan lingkungan

hidupnya serta masalah-masalah lainnya tidak dapat dielakkan, oleh karena negara

234 Jimly Asshiddiqie, 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid I, Sekretariat Jenderal dan

Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta., h. 4

Page 162: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

bertugas mengurusi rakyat, dan disamping itu, undang-undang diharapkan memberikan

pengarahan kepada Pemerintah dalam hal perlindungan hak-hak asasi warga negara.

Ciri-ciri dari Negara hukum rechtsstaat material/sosial ini ditandai dengan

adanya:235

a) Prinsip perlindungan hak-hak asasi manusia.

b) Prinsip pemisahan/pembagian kekuasaan.

c) Prinsip pemerintahan berdasar undang-undang.

d) Prinsip peradilan administrasi.

e) Prinsip pemerintahan yang menciptakan kemakmuran rakyat.

Berkaitan dengan ciri-ciri Negara hukum sebagaimana diuraikan di atas,

dengan Negara-negara Skandinavia (Swedia, Finlandia, Spanyol, Jerman, dan Inggris,

menunjukan ciri-ciri yang menonjol sebagai berikut:236

a) Sistem perpajakan yang sangat progresif bersamaan dengan sistem jaminan

social yang sangat efektif untuk melindungi lapisan social yang lemah yang

semua itu, merupakan “regulasi social” yang cerdas oleh Negara dalam

konteks historis yang spesifik, proses yang kompleks serta berbagai hasil

transformasi gradual dan evolutif serta dengan waktu yang panjang;

b) Aktor swasta sebagai agen pertumbuhan ekonomi yang efisien dimana

mekanisme pasar sepenuhnya menyampaikan signal-signal yang

memberikan arah untuk mengambil keputusan bagi kalangan swasta, tanpa

adanya ruang yang tradisional oleh perilaku birokrasi atau aktor Negara;

c) Kekuatan politik serikat buruh yang sangat menentukan, berdampingan

dengan sistem demokrasi parlementer yang efektif, dengan terdapatnya

partai-partai yang memerintah dan partai-partai oposisi sehingga terjamin

proses “checks and balance” dalam rangka merealisasikan hak-hak politik

dan kepastian hukum bagi setiap warga Negara.

Dengan memperhatikan tujuan pokok Negara kesejahteraan dan perspektif

ekonomi yang berkeadilan social, model welfare state yang dianut oleh Negara-negara

235 Ibid. 236 W. Riawan Tjandra, 2008, Hukum Administarsi Negara, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta,

h.5

Page 163: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Skandinavia tersebut maka Konstitusi RDTL Tahun 2002, mengarah ke model dan ciri-

ciri tersebut, walapun paradigma Negara kesejahteraan selalu dalam perubahan dari

Negara hukum klasik ke Negara hukum modern, perubahan tersebut mengubah peran

social Pemerintah yang semula sekedar subordinat terhadap legislasi Parlemen, menjadi

peran aktif untuk mampu mengatur kehidupan masyarakat melalui kebijakan regulasi

operasional, dan berbagai diskresi untuk tujuan mencegah menajamnya kesenjangan

social serta mengupayakan terwujudnya social welfare state. Dalam Negara welfare

state, factor kemandirian Negara lebih menonjol daripada factor kenetralan Negara,

tidak lagi terikat pada gagasan pluralism tetapi juga mendekati organisme. Berikut

perubahan paradigma Negara hukum dalam table di bawah ini.237

Tabel 2 :

Perubahan paradigm Negara hukum

Perubahan Paradigm Negara Hukum

Kriteria Negara hukum klasik Negara hukum modern

Tipe Negara Nachtwakkerstaat Welvaarsstaat

Aktivitas Negara Pasif Aktif

Konsep Staatsonthouding Staatsbbemoienis

Asas Wetmatigheid Recht-of doelmatigheid

Pemikiran Normstelling, voorschrif,

uitvoering/toepassing

Doelstelling, plan, beleid

Terminology Formele rechtsstaat Materiele of sociale

rechtsstaat

237 Busuki Rachmat, 2018, Pengenalan hukum Administrasi Negara https:

https://image.slidesharecdn.com/pengenalanhukumadministrasinegara, di akses pada tanggal 23 januari

Page 164: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Timor-Leste merupakan Negara hukum yang demokratis, yang meraih

kemerdekaannya pada era melinium ke 20, sehingga dalam penyelenggaraan

Pemerintahan sebagai welfare state, tentu tidak begitu mudah untuk dilaksanakan,

walaupun demikian Negara Timor-Leste telah memiliki predikat sebagai Negara

kesejahteraan secara konstitusional, namun dalam praktek belum dilaksanakan

berdasarkan amanat Konstitusi.

Bentuk Negara Timor-Leste berdasarkan Pasal 1 Konstitusi RDTL 2002

yaitu berbentuk Kesatuan, oleh karena itu, pembentukan peraturan perundang-undangan

pusat dan daerah tidak boleh lepas dari Pasal 1 Konstitusi sebagai “bingkai” Negara

kesatuan. Prinsip Negara demokrasi (democracy), mengisyaratkan agar setiap

pembentukan peraturan perundang-undangan senantiasa melibatkan peran serta

masyarakat, harus diberikan ruang secara demokrasi untuk berpartisipasi dalam

pembentukan peratauran perundang-undangan, dari tahap perancangan hingga pasca

diundangkannya undang-undang tersebut.

Keterlibatan rakyat secara langsung dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan tidak saja mencerminkan prinsip demokrasi yang dianut dalam

konsep pembentukan peraturan perundang-undangan, melainkan juga memberikan

indikasi terbentuknya penyelenggaraan pemerintahan yang terbuka dan responsif serta

mengarahkan pada terbentuknya, produk hukum yang demokratis.238 Berkaitan dengan

238 Leonito Ribeiro, 2009; Politik Legislasi Republik Demkratik Tmor-Leste, Pascasarjana

Universitas Udayana Denpasas, h.130

Page 165: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Sistem Pemerintahan yang demokrasi menurut “Internasioanl Commission of Jurist”

dalam konferensi pada Tahun 1965 merumuskan syarat-syarat pemerintahan yang

demokratis di bawah rule of law (yang dinamis baru) sebagai berikut:239

a) Perlindungan konstitusi, artinya selain menjamin hak-hak individu,

konstitusi harus pula menentukan cara prosedual untuk memperoleh

perlindungan atas hak-hak yang dijamin;

b) Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak;

c) Pemilihan umum yang bebas;

d) Kebebsasan berpendapat;

e) Kebebasan berserikat/organisasi dan beroposisi;

f) Pendidikan kewarganegaraan.

Berdasarkan syarat tersebut di atas, untuk mendukung proses pembentukan

undang-undang Negara RDTL sasaran yang akan dicapai harus terciptanya naskah

akademik, naskah akademik merupakan salah satu tahap pembentukan undang-undang

yang baik, oleh karena itu untuk menjamin adanya produk hukum yang berkeadilan bagi

setiap warganegara, maka proses pembentukannya perlu diadakan pembentukan, naskah

akademik untuk menetapkan materi muatan apa yang menjadi urgensi dalam kehidupan

masyarakat, dengan pembentukan naskah akademik maka, hukum yang di bentuk tentu

menjamin sistem hukum nasioanl yang adil, konsisten dan tidak mengandung unsur

diskriminatif terhadap gender, terlaksananya penegakkan hukum yang tegas, konsisten

dan tanpa pandang bulu dan manusiawi serta berpihak pada masyarakat, terciptanya

budaya dan kesadaran hukum serta terlaksananya penghormatan, pemenuhan, dan

perlindungan hak asasi manusia.

239 Ibid.

Page 166: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Terjaminnya konsistensi peraturan perundang-undangan pada tingkat pusat

dan Daerah serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan diatasnya

sangat penting diperhatikan. pembentukan undang-undang merupakan tujuan untuk

mewujudkan kepastian hukum, keadilan, kesejahteraan dan kebebasan rakyat sesuai

dengan eksistensi Negara hukum modern “welfare state”. Tipe Negara modern

mewajibkan Pemerintah ikut serta mewujudkan pembangunan yang seluas-luasnya

dalam segala aspek untuk kesejaheraan rakyat.

Menurut Yohanes Usfunan, bahwa Negara Republik Demokratik Timor-

Leste, sebagai Negara transisi kemungkinan masih menimbulkan masalah dalam

penegakkan prinsip-prinsip demokrasi karena:240

a) Adanya kevakuman hukum, sehingga Pemerintah maupun penegak hukum

kemungkinan menghadapi kesulitan menentukan peraturan perundang-

undangan yang dipergunakan dalam menyelesaikan masalah-masalah

konkrit.

b) Peraturan Perundang-undangan yang berlaku mungkin masih ada yang

memuat norma-norma kabur sehingga menyulitkan penerapannya.

c) Adanya konflik norma hukum (antinomy) secara vertikal maupun horizontal

antara undang-undang dengan peraturan yang dibawahnya antara undang-

undang dengan peraturan yang lebih tinggi tingkatannya.

Selanjutnya Yohanes Usfunan, menjelaskan bahwa, konsekwensi bagi

Pemerintah dengan adanya kevakuman hukum, norma kabur maupun antinorm antara

lain:241

a) Menyulitkan Pemerintah dalam mengambil keputusan dan menjalankan

aktivitas-aktivitas Pemerintahnya padahal Pemerintah merupakan institusi

diluar lingkungan kekuasaan legislative dan kekuasaan yudisial mempunyai

wewenang tidak saja melaksanakan undang-undang tetapi merupakan

240 Ibid. h.3-4 241 Ibid. h.131

Page 167: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

wewenaang aktif dan kontinyu

b) Menyulitkan lembaga yudisial dan instansi-instansi pemerintahan dalam

penerapan dan penegakkaan hukum;

c) Menyebabkan tumpang tindih kewenangan, pengawasan dan menyulitkan

koordinasi antara lembaga Negara secara vertikal maupun horizontal antar

lembaga Negara dengan badan pemerintahan yang lebih rendah

tingkatannya;

d) Dalam peneyelenggaraan Negara khususnya menjalankan fungsi eksekutif

dan lembaga yudisial kemungkinan menghadapi dilemma dalam menentukan

hukum mana yang harus dipergunakan sebagai dasar untuk melegitimasi

suatu tindakan atau suatu hak. Dalam hal ini apakah memilih mengunakan

hukum Indonesia atau hukum Portugal yang sama-sama pernah berlaku di

Negara Timor-Leste sebagai dasar legitimasi.

Pemaparan Yohanes Usfunan tersebut, sangat relevan dengan kewenangan

lembaga pembentukan peraturan perundang-undangan, oleh karena Negara Hukum yang

beradasarkan sistem demokratik dalam penyelenggaraan pemerintahannya, harus

berdasarkan asas legalitas. Pengaturan kewenangan lembaga Negara dalam

pembentukan undang-undang, merupakan salah satu unsur Negara hukum, oleh karena

itu, lembaga atau pejabat yang berwenang dalam pembentukan undang-undang harus

memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum dan hindari

kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompok kepentingan politik, agar undang-

undang yang dibentuk memberikan hasil yang optimal dan sifatnya responsif.

Kewenangan melaksanakan kebijakan perundang-undangan dalam sistem

penyelenggaraan pemerintahan Negara Timor-Leste berdasarkan Pasal 67 Konstitusi

RDTL 2002 mengakui adanya 4 (emapat) lembaga kedaulatan tertinggi Negara yakni,

lembaga kepresidenan, lembaga Parlemen, lembaga Pemerintah dan lembaga

Pengadilan.

Page 168: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Kewenangan Presiden Republik, sebagaimana dalam ketentuan Pasal 85

Konstitusi RDTL Tahun 2002 tentang pertanggungjawaban Pemerintah, dan Pasal 86

Konstitusi RDTL Tahun 2002 tentang hubungan dengan lembaga lain, dan Pasal 87

Konstitusi RDTL Tahun 2002 tentang hubungan Internasional, dan Pasal 88 Konstitusi

RDTL Tahun 2002 tentang pengumuman dan Veto, terhadap Peraturan Perundang-

undangan.

Dalam hal untuk melaksanakan kewenangan Presiden tersebut maka,

Presiden Republik mengeluarkan dekrit-dekrit (keputusan-keputusan Presiden) dalam

hierarki peraturan perundang-undangan, kekuatan keputusan Presiden mempunyai

keterikatan internal dan external, internal untuk kepentingan administrasi lembaga

kepresidenan dan external, mengenai hal-hal yang menyangkut kepentingan Negara dan

masyarakat, karena dalam Pasal 74 Konstitusi RDTL 2002, menyatakan Presiden

Republik adalah kepala Negara dan lambang (symbol) dan penjamin kemerdekaan

nasional dan persatuan Negara serta menjamin kelancaran tata kerja lembaga-lembaga

yang demokratis serta Panglima tertinggi Angkatan Bersenjata yakni: Pasal 74 ayat (1),

“Presidente da República é o Chefe do estado, simbolo e granted an independéncia

nacional, da unidade do estado e do regular funcionamento das instituições

democráticas.” (Presiden Republik adalah Kepala Negara dan lambang dan penjamin

kemerdekaan nasional dan persatuan Negara serta tata kerja lancar lembaga-lembaga

demokratis) dan Ayat (2), “o presidente da República é o Comandante Supremo das

Forças Armadas” (Presiden Republik adalah Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata).

Page 169: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Berdasarkan Kekuasaan Presiden Republik, yang ditetapkan dalam

Konstitusi maka, pemberlakuan keputusan Presiden Republik memiliki kekuatan hukum

yang mengikat untuk dilaksanakan, walaupun harus diakui mengandung banyak

kelemahan, terutama keputusan Presiden Republik menolak suatu rancangan undang-

undang (harus dikembalikan ke Parlemen Nasional), karena keputusan ini tidak mutlak

ditaati dalam implementasinya, atau dalam hal menyatakan Negara dalam keadaan

darurat ataupun membubarkan Parlemen Nasional, Presiden harus dikonsultasi dengan

dewan Negara dan dewan keamanan nasional. Hal ini terjadi saling ketergantungan,

sehingga legalitas formal keputusan Presiden Republik tidak serta merta didapatkan,

masih menunggu dukungan politik dari Rakyat untuk dapat dijadikan sebagai salah satu

produk hukum kenegaraan, walaupun pada saat Negara dipandang dalam keadaan

bahaya dan secara terpaksa dilakukan tindakan ketatanegaraan yang menyimpang dari

ketentuan-ketentuan hukum yang ada.

Kewenangan Parlemen Nasional secara eksklusif diatur dalam Pasal 95 ayat

(2) Konstitusi RDTL Tahun 2002 Pasal 96 Parlemen Nasional mengijinkan Pemerintah

untuk mengusulkan undang-undang sebagaimana telah diuraikan pada latar belakang

masalah dalam di atas. Pasal 97 Konstitusi RDTL Tahun 2002, mengenai prakarsa

inisatif pengajuan usulan rancangan undang-undang yang dimiliki oleh Anggota

Parlemen, Fraksi-fraksi dalam kursi Parlemen Nasional dan Pemerintah, sebagaimana

ketentuan Pasal 98 tentang pertimbangan ketua Parlemen Nasional terhadap usulan

rancangan undang-undang, yang diusulkan oleh Anggota Parlemen dan Pemerintah.

Page 170: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Dalam penyelenggaraan pemerintahan Parlemen Nasional dapat membuat

undang-undang yang disebut, Lei do Parlemento Nasional, secara hierarki peraturan

perundang-undangan, undang-undang yang dibentuk oleh Parlemen Nasional adalah

undang-undang yang mempunyai kekuatan mengikat seluruh warga Negara. Menurut

M.C. Burkens,242 suatu negara dapat dikatakan sebagai negara hukum jika memenuhi

unsur-unsur dan asas-asas dasar sebagai berikut yakni:

1) Pengakuan, penghormatan dan perlindungan kepribadian manusia (identitas)

yang mengimplikasikan asas pengakuan dan perlindungan martabat dan

kebebasan manusia yang merupakan asas fundamental negara hukum.

2) Asas kepastian hukum yang mengimplikasikan hal berikut ini. Para warga

masyarakat harus bebas dari tindakan Pemerintah dan pejabatnya yang tidak

dapat diprediksi dari tindakan yang sewenangwenang. Pemerintah dan para

pejabatnya harus terikat dan tunduk pada aturan hukum positif. Semua

tindakan poemerintah dan para pejabatnya harus selalu bertumpu pada aturan

hukum positif sebagai dasar hukumnya. Implementasi asas ini menuntut

dipenuhinya:

a) Syarat legalitas dan konstitusionalis yang menuntut bahwa semua

tindakan Pemerintah dan para pejabatnya harus berdasarkan pada aturan

perundang-undangan dalam kerangka konstitusi;

b) Syarat undang-undang menetapkan berbagai aturan tentang cara

Pemerintah dan para pejabatnya melakukan tindakan, sehingga para warga

masyarakat dapat mengetahui apa yang dapat diharapkannya dari

Pemerintah dan para pejabatnya itu;

c) Syarat perundang-undangan hanya mengikat para warga masyarakat

setelah diundangkan dan tidak memiliki daya berlaku surut (non-

retroaktif);

d) Asas peradilan bebas yang menjamin obyektivitas, imparsialitas, adil dan

manusiawi;

e) Asas bahwa hakim atau pengadilan tidak boleh menolak mengadili

perkara yang dihadapkan kepadanya dengan alasan hukum mengenai

perkara itu tidak ada atau tidak jelas (asas non-liquet).

3) Asas persamaan (similia similibus). Pemerintah dan para penjabatnya harus

memberikan perlakuan yang sama kepada semua orang dan undang-undang

juga berlaku sama untuk semua orang.

242 Benard Arief Sidharta, 2000, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung,

h. 199-201.

Page 171: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

4) Asas demokrasi. Asas ini berkenaan dengan cara pengambilan putusan. Tiap

warga negara memiliki kemungkinan dan kesempatan yang sama untuk

mempengaruhi putusan dan tindakan Pemerintah.

Berdasarkan asas-asas Negara hukum di atas yang dimaksud dengan Negara

Hukum ialah negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga

negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi terciptanya kebahagiaan hidup untuk warga

negaranya, dan sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada

setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang baik. Demikian pula peraturan hukum

yang sebenarnya hanya ada jika peraturan hukum itu mencerminkan keadilan bagi

pergaulan hidup antar warganegaranya.243

Dengan demikian, keadilan menjadi intisari dan tujuan utama dari hukum,

untuk menjamin keadilan dan kebahagian warganegaranya, Negara semestinya

melaksanakan kekuasaannya dengan didasarkan pada kepentingan Rakyat yang

ditetapkan pada tujuan-tujuan negara oleh karena atas, dasar kepercayaan warga negara

memberikan legitimasi kepada badan atau pejabat tertentu untuk melayani kepentingan

warganegaranya, agar proses pelaksanaan fungsi pemerintahan berjalan dengan baik dan

terdapat dukungan dari warganegaranya, maka perlu melibatkan (partisipasi) masyarakat

dalam proses pengambilan kebijakan, baik secara langsung mapun melalui representatif,

untuk mendukung aktivitas roda pemerintahannya, demi menegakkan keadilan dan

kebahagiaan bersama yang diharapkan oleh masyarakat.

243 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988, Hukum Tata Negara Indonesia, Sinar Bakti,

Jakarta, h, 153.

Page 172: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Mengenai Negara hukum A. Hamid Attamimi244 menegaskan bahwa, pada

saat membahas “konsepsi bernegara,” harus dibedakan dengan “konsepsi negara”, sebab

seringkali antara keduanya terjadi tumpang tindih pemahaman. Konsepsi Negara

berbicara pada persoalan mengapa di antara manusia itu hidup berkelompok,

bermasyarakat, dan sebagian dari kelompok memerintah yang lain. Dengan demikian,

pusat perhatian konsepsi negara itu, menyangkut masalah wibawa, kuasa, perintah,

membahas Negara sebagai struktur kekuasaan. Konsepsi negara ini melihat negara dari

sudut hukum, sedangkan konsepsi bernegara melihatnya dari sudut sosial dan filsafat.

Konsepsi bernegara memandang Negara tidak sebagai suatu struktur kekuasaan yang

menentukan kata putus bagi kekuasaan-kekuasaan lain yang ada di dalamnya.

Konsepsi Negara hukum, sebagaimana dikemukakan oleh A. Hamid

Attamimi, penulis berpendapat bahwa, diantara manusia yang hidup dalam berkelompok,

ada yang memerintah dan diperintah, yang memerintah adalah pihak atau kelompok yang

kuat baik secara fisik maupun secara berfikir, namun untuk menjamin keutuhan persatuan

antara pemimpin (memerintah) dengan yang diperintah, kelompok yang memerintah

harus mengandalkan pemikirannya dalam memerintah dan bukan sebaliknya. Suatu

244 A. Hamid S. Attamimi, 1999, Peranan Keputusan Presiden RI Dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Negara, Disertasi, Pada Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, ,h. 83-87.

Bandingkan dengan Azhari, 1995, Negara Hukum Indonesia; Analisis Yuridis Normatif Tentang Unsur-

unsurnya, UI-Press, Jakarta, h. 72-76. Juga Azhari, 1995, Teori Bernegara Bangsa Indonesia (Suatu

Pemahaman tentang Pengertian-pengertian dan Asas-asas dalam Hukum Tata Negara), Pidato

Pengukuhan Guru Besar di Fak. Hukum UI, Jakarta, h. 3

Page 173: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Negara dapat dikategori sebagai Negara hukum (rechtsstate), menurut M.C Burkens,

harus memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut:245

1) Asas legalitas, setiap tindakan Pemerintah harus didasarkan atas peraturan

perundang-undangan (wettelijke grcnslag). Dengan landasan ini, undang-

undang dalam arti formal dan UUD sendiri merupakan tumpuan dasar

tindakan pemerintahan. Dalam hubungan ini, pembentukan undang-undang

merupakan bagian penting Negara hukum.

2) Pembagian kekuasaan, syarat ini mengandung makna bahwa kekuasaan

Negara tidak boleh hanya bertumpu pada satu tangan.

3) Hah-hak dasar (grondrechten) merupakan sasaran perlindungan dari

Pemerintah terhadap rakyat dan sekaligus membatasi kekuasaan pembentukan

undang-undang.

4) Pengawasan pengadilan bagi rakyat tersedia saluran melalui pengadilan yang

bebas untuk menguji keabsahan tindakan Pemerintah (rechtmaticggeheid

stoetsing).

Berdasarkan 4 (empat) prinsip Negara hukum yang dikemukakan oleh M.C

Burkens di atas, menurut Konstitusi RDTL, telah ditetapkan pada ketentuan pembukaan

(Primbolo) kostitusi paragraph ke 3 (tiga) bahwa, perlu membangun suatu budaya

demokratis dan kelembagaan yang sesuai untuk suatu Negara Hukum, di mana

penghormatan bagi UUD dan lembaga-lembaga yang terpilih secara demokratis,

merupakan landasan yang tidak dapat dipertanyakan, dan dengan menafsirkan perasaan

mendalam, cita-cita dan kepercayaan pada Tuhan dari rakyat Timor Leste;

selanjutnya dapat ditegaskan lagi pada paragraph ke 4 (empat) pembukaan (primbolo)

konstitusi bahwa ”Dengan sungguh-sungguh menegaskan kembali tekadnya untuk

melawan segala bentuk tirani, penindasan, penguasaan dan pemisahan sosial, budaya

dan keagamaan, untuk mempertahankan kemerdekaan Nasional, menghormati dan

245 Yohanes Usfunan, 2015, Hukum, HAM dan Pemerintahan; Udayana University Press, cetakan

ke I, Denpasar, h. 212

Page 174: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

menjamin hak-hak asasi manusia dan hak-hak asasi warga negara, untuk menjamin asas

pemisahan kekuasaan dalam penataan Negara, dan untuk menetapkan aturan-aturan inti

yang mendasar dari demokrasi multi-partai, dengan tujuan untuk membangun suatu

negara yang adil dan makmur dan mengembangkan masyarakat yang bersatu dan

bersahabat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Negara Republik Demokratik

Timor-Leste, terpenuhi syarat-syarat Negara hukum, sebagaimana dikemukakan oleh

M.C. Burkens, oleh karena Negara Timor-Leste, merupakan Negara hukum, yang

berdasarkan sistem demokratik, sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat (1) sebagaimana

diuraikan pada bab terdahulu, dapat ditelaah dari unsur-unsur Negara hukum yang

memuat unsur filosofis, sosiologis dan yuridis, sebagai berikut:

Pertama; unsur filosofis “penghormatan atas martabat manusia” artinya, bahwa Negara

menjunjung tinggi nilai-nilai dan norma -norma yang telah dianut oleh

masyarakat sebagai warisan leluhur yang melekat pada setiap warga Negara,

sebagaimana pada ketentuan Pasal 2 ayat (4) menjelaskan bahwa, “Negara akan

mengakui dan menghargai norma dan adat Timor-Leste yang tidak bertentangan

dengan konstitusi dan undang-undang apapun lainnya yang khususnya berkaitan

dengan hukum adat.

Kedua; unsur sosiologis keinginan rakyat dalam arti bahwa, proses penyelenggaraan

pemerintahan dengan tujuan untuk mengsejahterakan keinginan rakyat,

sebagaimana ketentuan Pasal 6 ayat (1) tujuan-tujuan Negara pada bagian huruf

(b) menjelaskan bahwa, “Untuk menjamin dan memajukan hak-hak dan

Page 175: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

kebebasan-kebebasan asasi warga negara serta kehormatan bagi asas-asas Negara

demokratis yang berdasarkan kekuatan hukum;

Ketiga; unsur Yuridis, memuat “kedaulatan hukum” dalam arti bahwa, Negara Timor-

Leste merupakan Negara yang berdasarkan kekuatan hukum (supermasi Hukum).

Oleh karena itu, setiap tindakan penyelenggaraan pemerintahan Negara harus

berdasarkan hukum (prinsip asas legalitas). Dengan demikian, prinsip check and

balance dapat terjamin dengan baik.

Berdasarkan pemikiran di atas, asas penyelenggaraan pemerintahan untuk

mewujudkan kesejahteraan (kepentingan) warga Negara yang lebih diutamakan dari pada

kepentingan individu atau kelompok organisasi politik semata, dan proses

penyelenggaraan pemerintahan Negara, adalah untuk menghindari penyalahgunaan

wewenang (abuse of power atau de tournament de pouvoir) dan kesewenang-wenangan

(arbitrary atau wilekeurig). Penyalahgunaan wewenang merupakan istilah yang dikenal

dalam sistem hukum Eropa kontinental yang dikenal dengan istilah detournement de

pouvoir/ abuse of power, sedangkan dalam konsep Negara hukum the rule of law dalam

sistem hukum common law, pemahaman tentang penyalahgunaan wewenang dapat

terjadi, apabila tindakan Pemerintah untuk menetapkan suatu keputusan tanpa wewenang,

tindakan tersebut juga disebut “ultra vires. Doktrin ultra vires meliputi, abuse of power

dan pengambilan keputusan tanpa wewenang atau penyalahgunaan wewenang secara

esensial adalah:246

246 Ibid. h.213-214

Page 176: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

1) Tindakan yang bertentangan dengan kepentingan umum dengan tujuan

kepentingan pribadi, kelompok atau golongan, organisai.

2) Tindakan untuk kepentingan umum, tetapi menyimpan dari wewenang sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3) Pengunaan wewenang tersebut mengunakan prosedur lain dari pada prosedur

yang ditentukan.

Sewenang-wenang (abuse de droit/arbitrary) artinya, perbuatan pejabat

pemerintahan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau

mengunakan wewenang lebih dari yang ditentukan menurut peraturan perundang-

undangan. Unsur sewenang-wenang, diuji dengan asas rasionalitas kepantasan yaitu

suatu kebijakan, dikatakan mengandung unsur kesewenang-wenangan jika tindakan

tersebut nyata-nyatanya, tidak masuk akal (tidak beralasan). Sedangkan penyalahgunaan

wewenang diuji dengan asas spesialitas yang menentukan suatu wewenang diberikan

kepada organ pemerintahan dengan tujuan tertentu yang baik.

Berdasarkan Konstitusi Negara Republik Demokratik Timor-Leste, dalam

penyelenggaraan tugas dan fungsi kekuasaan negara (functions of state power) harus

mengikuti prinsip asas pemisahan kekuasaan dan independensi dalam pelaksanaan

fungsinya serta saling ketergantungan antar satu lembaga terhadap lembaga yang lainnya,

sebagaimana diatur pada Pasal 69 Konstitusi RDTL Tahun 2002. Secara historis

perkembangan Negara Hukum pada zaman Klasik terdapat dua tipe pokok negara hukum,

yaitu Type Eropa Kontinental, yang berdasarkan pada kedaulatan hukum

(rechtsouvereiniteit), yang berintikan Rechtstaat (negara hukum) dan Type Anglo Saxon,

yang berintikan the rule of law. Rechtstaat adalah sebuah konsep dalam pemikiran hukum

Eropa kontinental yang awalnya dipinjam dari hukum Jerman, yang dapat diterjemahkan

Page 177: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

sebagai legal state, state of law, state of justice, or state of rights dimana pelaksanaan

kekuasaan pemerintahan yang dibatasi oleh hukum247. Frederich Stahl mengungkapkan

setidaknya terdapat 4 unsur dari Rechstaat, yaitu248:

a) Jaminan terhadap Hak Asasi Manusia;

b) Adanya pembagian kekuasaan;

c) Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan;

d) Adanya Peradilan Administrasi Negara yang berdiri sendiri (independent).

Istilah the rule of law ditemukan dalam buku AV. Dicey249 yang berjudul

Introduction to the study of the Constitution (1952). Di dalam buku yang banyak dipakai

dalam kajian tentang negara hukum ini, A.V.Dicey menjelaskan keunikan cara berhukum

orang-orang Inggris yang menganut sistem common law. Dicey menarik garis merah dari

cara berhukum tersebut sebagai sebuah konsep the rule of law dimana masyarakat dan

Pemerintah taat dan patuh kepada hukum sehingga ketertiban dapat dinikmati bersama-

sama yang tidak ditemukan di beberapa negara Eropa lainnya. A.V. Dicey, menguraikan

adanya 3 unsur penting dalam setiap negara hukum yang disebutnya dengan istilah the

rule of law, yaitu: 250

247 Friedrich Hayek, 1960, The Constitution of Liberty, University of Chicago Press, Chicago,

USA, h. 199 248 Sulistiyono, Adi, 2007, Negara Hukum: Kekuasaan, Konsep, dan Paradigma Moral, Cetakan

I, Lembaga Pengembengan Pendidikan (LPP) dan UPT Penerbitan dan percetakan UNS (UNS PRESS)

Universitas Sebelas Maret, Surakarta, h. 32 249 A.V. Dicey, 1952, Introduction To The Study Of The Law Of The Constitution, Mc Millan and

Co, Limited St. Martin’s Street, London, Part II. Chapters IV-XII,

http://www.constitution.org/cmt/avd/law_con.htm, artikel diakses18-01-2011, pukul 12,30 250 Philiphus M. Hadjon, 2007, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, sebuah studi

tentang Prinsip-Prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan

Pembentukan Peradilan Administrasi, Perabadan, h. 75

Page 178: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

a) Supremacy of Law yaitu dominasi dari aturan-atauran hukum untuk

menentang dan meniadakan kesewenang-wenangan, dan kewenangan bebas

yang begitu luas dari Pemerintah;

b) Equality Before the Law yaitu persamaan di hadapan hukum atau penundukan

yang sama dari semua golongan kepada ordinary law of the land yang

dilaksanakan oleh ordinary court ini berarti tidak ada orang yang berada diatas

hukum, baik pejabat maupun warga negara biasa, berkewajiban untuk

mentaati hukum yang sama;

c) Due Prosess of law atau terjaminnya hak-hak manusia oleh konstitusi yang

merupakan hasil dari “the ordinary law of land”, bahwa hukum konstitusi

bukanlah sumber, akan tetapi merupakan konsekwensi dari hak-hak individu

yang dirumuskan dan ditegaskan oleh peradilan, singkatnya prinsip-prinsip

hukum privat melalui tindakan peradilan dan parlemen sedemikian diperluas

sehingga membatasi posisi crown dan pejabat.

Dalam perkembangan mengenai negara hukum, adanya upaya untuk

menghilangkan batasan pengertian negara hukum antara rechtstaat dan the Rule of Law,

seperti halnya berangkat dari embrio pemikiran para penggagas negara hukum, seperti

John Locke, Montesquieu dan Brian Tamanaha, yang mencoba melakukan terobosan

dengan memformulasikan sebuah alternatif baru dalam konsep negara hukum, dimana

Brian Tamanaha menawarkan pemisahan konsep The Rule of Law kedalam dua kategori

dasar, formal dan substantif, yang kedua-duanya masing-masing memiliki tiga cabang

atau format yang berbeda-beda251.

Berkaitan dengan konsep negara hukum the Rule of Law terdapat konsep Rule

by Law atau biasa disebut konsep tindakan negara harus berdasarkan hukum yang

memiliki arti bahwa hukum menjadi suatu acuan bagi praktek atau tindakan yang

dilakukan oleh negara atau Pemerintah, dimana menurut Brian Z Tamanaha Rule by Law

251, Brian Z. Tamanahan, 2004, On the Rule of law, History, Politics, Theory, Cambridge

University Press, United.Kingdom, h. 91

Page 179: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

terdapat pada versi formal dari the Rule of Law252, dan konsep Rule by Law, sangat

popular digunakan oleh negara-negara modern.

Dalam konsep rule by law merupakan sebuah gagasan bahwa hukum, adalah

sarana negara melakukan urusan, segala tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah, harus

sesuai dengan aturan hukum. Sehingga apapun yang dikatakan oleh hukum adalah suatu

perintah yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah, dan Pemerintah lebih memilih konsep

Rule by Law sebagai cara karena dianggap paling nyaman untuk memerintah. Rule by

Law merupakan antithesis sebagai pelaksanaan kekuasaan kesewenang-wenangan oleh

negara atau Pemerintah. Rule by Law bagian dari bentuk konsep formal, di dalam sistem

teori negara hukum Rule of Law253. Perbedaan kedua konsep tersebut adalah bahwa, pada

civil law lebih menitikberatkan pada administrasi, sedangkan Common Law

menitikberatkan pada yudisial.

Konsep Rechtsstaat mengutamakan prinsip Wetmatigheid yang kemudian

menjadi rechtsmatigheid, sedangkan the rule of law mengutamakan Equality before The

Law. Pada dasarnya, setiap negara yang menganut paham negara hukum, selalu

berlakunya tiga prinsip dasar yakni supermasi hukum (supremacy of law), kesetaraan di

hadapan hukum (equality before the law), dan penegakan hukum dalam praktek yang

tidak bertentangan dengan hukum (due process of law).

Dari ketiga prinsip hukum tersebut yang paling penting dalam negara hukum,

adalah perlindungan yang sama (equal protection) atau persamaan dalam hukum

252 Ibid. h. 92 253 Ibid.

Page 180: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

(equality before the law). Menurut Sri Soemantri,254 unsur-unsur terpenting negara

hukum ada empat, yaitu (1) bahwa, Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan

kewajibannya, harus berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan; (2)

adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara); (3) adanya pembagian

kekuasaan dalam negara; (4) adanya pengawasan dari badan-badan peradilan. Sesuai

dengan unsur-unsur negara hukum yang dimaksud oleh Sri Soemantri di atas

dikaitkan dengan negara Republik Demokratik Timor Leste, pada Pasal 1 ayat (1)

Konstitusi RDTL sebagaimana diuraikan terdahulu bahwa, negara Timor-Leste

merupakan negara Hukum yang mengadopsi tradisi negara hukum Rechtsstaat. Hal

ini dilihat dari unsur-unsur negara Hukum Rechtsstaate, sebagaimana dikemukakan

oleh AV. Dicey, Frederich Stahl, dan Sri Soemantri.255

Dari unsur negara hukum yang dikemukakan oleh ketiga tokoh tersebut di

atas, dikaitkan dengan negara Republik Demokratik Timor-Leste, telah memenuhi

unsur-unsur kedua konsep negara hukum tersebut baik The Rule of Law maupun

Rechtsstaat, Sebagaimana diatur pada Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RDTL dan Pasal 6

tujuan-tujuan dasar negara ayat (1) huruf (b, c dan e) Konstitusi Republik Demokratik

Timor-Leste, maka dapat disimpulkan bahwa, Negara Timor-Leste merupakan

Negara Hukum the Mixture law (berdasarkan hukum campuran), The rule of law dan

Rechtsstaat. Dengan unsur-unsur yang dapat drumuskan sebagai berikut:

254 Sri Soemantri, 1992, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung, h. 29-

30. 255 Ibid.

Page 181: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

1) Supremasi hukum; pada ketentuan Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RDTL Tahun

2002, terdapat dalam Konsep Negara hukum the rule of law.

2) Pembagian atau pemisahan kekuasaan; pada ketentuan Pasal 69 Konstitusi

RDTL Tahun 2002 terdapat dalam Konsep Negara hukum rechtsstaat dan the

rule of law.

3) Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan (asas legalitas)

ketentuan Pasal 30 ayat (2) Konstitusi RDTL Tahun 2002, bahwa, tidak

seorangpun dapat ditangkap atau ditahan, kecuali menurut ketentuan yang

secara jelas ditetapkan dengan undang-undang yang berlaku, dan surat perintah

penangkapan atau penahanan selalu harus diajukan kepada hakim yang

berwenang untuk dipertimbangkan, dalam batas waktu yang sah (konsep Negara

hukum Rechtsstaat).

4) Peradilan yang Independen; ketentuan Pasal 119 Konsitutsi RDTL Tahun 2002,

bahwa Pengadilan adalah mandiri dan hanya tunduk pada konstitusi dan undang-

undang. Selanjutnya, Pasal 120 (peninjauan kembali atas pertentangan dengan

UUD), pengadilan tidak diperkenankan menerapkan aturan yang bertentangan

dengan UUD atau asas-asas yang terkandung didalamnya. Menurut ketentuan

Pasal 123 Ayat (1) Konstitusi RDTL Tahun 2002, tentang golongan pengadilan

Republik Demokratis Timor-Leste adalah sebagai berikut:

a) Mahkamah Agung dan pengadilan-pengadilan lainnya;

b) Pengadilan Tinggi Administrasi, perpajakan dan pemeriksaan keuangan serta

Page 182: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

pengadilan-pengadilan administrasi tingkat pertama lainnya;

c) Pengadilan militer.

Dalam ketentuan ayat (2) Pasal 123 Konstitusi RDTL menyatakan bahwa,

Tidak diperkenankan adanya pengadilan luar biasa dan tidak akan ada

pengadilan khusus untuk mengadili jenis-jenis kejahatan pidana tertentu artinya,

tidak ada pengadilan khusus untuk kejahatan yang khusus atau kejahatan yang

dilakukan oleh pejabat Negara atau pemerintahan. Oleh karena itu, semua

warganegara adalah sama dihadapan hukum. Menurut Pasal 123 ayat (1) huruf

(c) Konstitusi RDTL menentukan, adanya pengadilan Militer, namun untuk saat

ini pengadilan militer belum berfungsi, oleh karena keterbatasan sumber daya

manusia (SDM). Dengan demikian tindakan kejahatan yang dilakukan oleh

Anggota Militer proses persidangannya dipengadilan umum. (Konsep

Rechtsstaate)

5) Persamaan hak; pada ketentuan Pasal 17 Orang perempuan dan laki-laki

memiliki hak dan kewajiban yang sama, dalam setiap bidang kehidupan

keluarga, budaya, sosial, ekonomi dan politik. Selanjutnya pada ketentuan

Pasal 6 tujuan Negara bagian huruf (f) untuk menciptakan, memajukan dan

menjamin persamaan kesempatan yang nyata antara orang perempuan dan laki-

laki. Selanjutnya Pasal 29 ayat (1) konstitusi RDTL Tahun 2002, Kehidupan

manusia tidak dapat dipungkiri, dan ayat (2), Negara mengakui dan menjamin

hak untuk hidup, dalam ayat (3) Tidak ada hukuman mati di Republik

Page 183: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

Demokratis Timor-Leste (konsep Negara hukum the rule of law).

Berdasarkan ciri-ciri Negara hukum menurut Pasal 1 ayat (1) Konstitusi

RDTL Tahun 2002, bahwa Republik Demokratis Timor Leste adalah Negara yang

demokratis, berdaulat, merdeka dan bersatu, berdasarkan kekuatan hukum, keinginan

Rakyat dan kehormatan atas martabat manusia. (The Democratic Republic of East Timor

is a democratic, sovereign, independent and unitary State based on the rule of law, the

will of the people and the respect for the dignity of the human person). dan Pasal 2 ayat

(4) Konstitusi RDTL Tahun 2002 menyatakan bahwa, Negara akan mengakui dan

menghargai norma dan adat Timor-Leste yang tidak bertentangan dengan UUD dan

undang-undang apapun lainnya yang khususnya berkaitan dengan hukum adat. (The State

shall recognise and value the norms and customs of East Timor that are not contrary to

the Constitution and to any legislation dealing specifically with customary law). Kalimat

dalam Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RDTL Tahun 2002 bahwa “keinginan rakyat dan

kehormatan atas martabat Manusia” merupakan asas yang terkandung dalam konsep rule

of law. Selain Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (4) Konstitusi RDTL Tahun 2002 di atas,

dikaitkan dengan Pasal 118 ayat (1) Konstitusi RDTL Tahun 2002 bahwa, pengadilan

adalah badan kedaulatan dengan wewenang untuk menegakkan keadilan, atas nama

rakyat, ayat (3) bahwa, putusan pengadilan bersifat mengikat dan berada di atas putusan

pihak berwewenang apapun lainnya.

Berdasarkan pemaparan dalam konstitusi tersebut di atas, disimpulkan bahwa, konsep

Hukum, yang di adopsi dalam Konstitusi RDTL Tahun 2002, adalah menganut tradisi

hukum rule of law dan Rechtsstaat, oleh karena dalam Konstitusi RDTL merumuskan

Page 184: sinta.unud.ac.id€¦ · BAB II LANDASAN TEORITIS Bagian landasan teoritis ini, menguraikan beberapa teori, asas dan konsep serta pendapat-pendapat para sarjana, yang berhubungan

beberapa unsur konsep negara hukum kedua tradisi hukum, dengan demikian maka,

konsep negara hukum Timor-Leste adalah negara hukum campuran (mix of law).