Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SINKRONISASIASEAN REGIONAL GUIDELINES ON COMPETITION
POLICYDENGAN UNDANG – UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999
TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI
DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
(Skripsi)
Oleh:
WAFERNANDA RM LUBIS
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
SINKRONISASIASEAN REGIONAL GUIDELINES ON COMPETITION
POLICYDENGAN UNDANG – UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999
TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI
DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Oleh
Wafernanda RM Lubis
Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN bertujuan mengubah ASEAN menjadi satu
pasar dan basis produksi tunggal, wilayah ekonomi yang kompetitif, wilayah
pembangunan ekonomi yang merata, dan sepenuhnya terintegrasi ke dalam ekonomi
global. Salah satu tujuan Cetak Biru MEA adalah wilayah ekonomi yang kompetitif, oleh
karena itu dibutuhkan kebijakan persaingan usaha. Pada bulan Agustus tahun 2007 para
menteri ekonomi ASEAN membentuk AEGC (ASEAN Expert Group Competition)
sebagai forum regional untuk membahas dan bekerjasama dalam National Competition
Policy and Law dan membentuk ASEAN Regional Guidelines On Competition Policy.
Tujuan terbentuknya ASEAN Regional Guidelines On Competition Policy sebagai
kerangka umum untuk memandu negara anggota ASEAN, mengenalkan dan menerapkan
kebijakan persaingan usaha sesuai dengan konteks hukum dan ekonomi masing – masing
negara anggota guna menuju proses pembangunan integrasi kawasan ekonomi ASEAN.
Penelitian ini berfokus pada sinkronisasiASEAN Regional Guidelines On Competition
Policydengan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai dasar hukum persaingan usaha dan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian hukum normatif yang bersumber pada bahan hukum primer, sekunder,
dan tersier yang pengumpulan datanya dilakukan dengan teknik studi pustaka.
Hasil dari penelitian tentangsinkronisasiASEAN Regional Guidelines On Competition
Policy dengan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menunjukkan 2 hal: (1)Undang – Undang
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat memiliki unsur yang sudah terdapat di dalam Undang – Undang Nomor 5 Tahun
1999 tetapi perlu penambahan substansi untuk menyesuaikan dengan ASEAN Regional
Guidelines On Competition Policyantara lain definisi dan interpretasi, sanksi, penanganan
perkara, dan penguatan kelembagaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha. (2) Undang –
Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat belum memiliki unsur yang terdapat dalam ASEAN Regional
Guidelines On Competition Policy dalam beberapa hal antara lain penerapan hukum
persaingan secara extrateritorial, badan banding, kerjasama badan pengawas
internasional, dan metode sunset clauses.
Kata Kunci : ASEAN Regional Guidelines On Competition Policy, Undang – Undang
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat, Komisi Pengawas Persaingan Usaha
ABSTRACT
SYNCHRONIZATION OFASEAN REGIONAL GUIDELINES ON
COMPETITION POLICYWITHCONSTITUTION NUMBER 5 YEAR
1999 CONCERNING PROHIBITION OF MONOPOLISTIC
PRACTICES AND UNFAIR BUSINESS COMPETITION
By
Wafernanda RM Lubis
The ASEAN Economic Community Blueprint aims to transform ASEAN into a single
market and production base, a competitive economic region, a region of equitable
economic development, and fully integrated into the global economy. One of MEA's
Blueprint objectives is a competitive economic region, therefore a competition policy is
required. In August 2007 ASEAN economic ministers established the AEGC (ASEAN
Expert Group Competition) as a regional forum to discuss and cooperate in the National
Competition Policy and Law and establish the ASEAN Regional Guidelines On
Competition Policy. The objective of the establishment of ASEAN Regional Guidelines
on Competition Policy as a general framework to guide ASEAN member countries,
introducing and implementing business competition policy in accordance with the legal
and economic context of each member country towards the process of developing
ASEAN economic region integration. This study focuses on the synchronization of the
ASEAN Regional Guidelines on Competition Policy with Constitution Number 5 Year
1999 Concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition
as the basis of business competition law and the Business Competition Supervisory
Commission. The type of research used in this study is normative legal research sourced
from primary, secondary, and tertiary legal materials which data collection is done by
literature study techniques.
The results of research on synchronization of ASEAN Regional Guidelines on
Competition Policy with Constitution Number 5 Year 1999 Concerning Prohibition of
Monopolistic Practices and Unfair Business Competition show two things: (1)
Constitution Number 5 Year 1999 Concerning Prohibition of Monopolistic Practices and
Unfair Business Competition has elements already contained in Constitution Number. 5
Year 1999 but needs to add substance to conform with ASEAN Regional Guidelines On
Competition Policy such as definition and interpretation, sanction, handling of case, and
institutional strengthening of Commission of Business Competition Supervisor. (2)
Consititution Number 5 Year 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and
Unfair Business Competition does not yet have elements contained in the ASEAN
Regional Guidelines On Competition Policy in several cases, among others the
application of extraterritorial competition law, the appeals body, the cooperation of
international regulatory bodies, and sunset clauses method.
Key Words: ASEAN Regional Guidelines On Competition Policy, Constitution
Number 5 Year 1999 Concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair
Business Competition, Business Competition Supervisory Commission.
SINKRONISASI ASEAN REGIONAL GUIDELINES ON COMPETITION
POLICY DENGAN UNDANG – UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999
TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI
DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Oleh:
Wafernanda RM Lubis
1412011436
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Internasional
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Wafernanda RM Lubis lahir di Bekasi, pada tanggal 21
Februari 1995 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari
bapak Pontas Lubis, S.H. dan ibu Renatha Simanjuntak. Penulis
menyelesaikan pendidikan formal di Taman Kanak-kanak
Santa Lusia pada tahun 2001. Penulis mengemban pendidikan
Sekolah Dasar di SD Santa Lusia Bojong Menteng, Bekasi, dan selesai pada tahun
2007 selanjutnya penulis mengemban Sekolah Menengah Pertama di SMP
Mahanaim, Bekasi dan selesai pada tahun 2010 dan penulis mengemban Sekolah
Menengah Atas di SMA Mahanaim, Rawalumbu, Bekasi dan selesai pada tahun
2013.
Pada tahun 2014 penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Hukum
Universitas Lampung melalui jalur masuk Seleksi Bersama Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SBMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam
beberapa organisasi anatara lain Anggota Divisi 3 Pelayanan dan Doa Unit
Kegiatan Mahasiswa Kristen Universitas Lampung periode 2015. Staf Kajian dan
Penelitian Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung
periode 2015 – 2016, menjadi Ketua Umum Unit Kegiatan Mahasiswa Kristen
Universitas Lampung periode 2016 dan menjadi Kepala Bidang Kaderisasi
Himpunan Mahasiswa Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Lampung
tahun 2017-2018. Penulis juga aktif di luar kegiatan kampus seperti di Every Nation
Campus Lampung.
PERSEMBAHAN
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, atas kasih karunia dan anugerah Nya,
maka dengan kerendahan hati serta perjuangan dan kerja keras yang telah
diberikan, penulis mempersembahkan karya ilmiah ini kepada :
Kedua orang tua, Bapak (Pontas Lubis, S.H.) Mama (Renatha Simanjuntak) dan
kedua adikku (Alfin Edo Kaisar Lubis dan Gidion Bernard Lubis) yang senantiasa
memberikan dukungan semangat, motivasi, finansial dan nasihat serta doa yang
menjadi kekuatan bagi penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.
Keluarga, keluarga rohani ku Every Nation Campus Lampung, sahabat dan teman
- teman yang senantiasa memberikan dukungan yang memotivasi penulis serta
almamater ku yang tercinta....
Universitas Lampung
MOTTO
Change The Campus Change The World
(Every Nation Campus)
“kalau sampai saat ini aku ada, sebagaimana aku ada sekarang
itu semua hanya karena kasih karunia Yesus Kristus”
(Penulis)
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat-Nya karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Karya ilmiah
berjudul “Sinkronisasi ASEAN Regional Guidelines On Competition Policy
Dengan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat” sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana di Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Penyelesaian karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan, partisipasi, bimbingan, kerja
sama dan doa dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung,
sehingga pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Armen Yasir, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung;
2. Ibu Melly Aida, S.H., M.Hum, selaku Ketua Jurusan Hukum Internasional dan
Ibu Rehulina, S.H., M.H., selaku Sekretaris Jurusan Hukum Internasional;
3. Bapak Naek Siregar, S.H., M.Hum, selaku Pembimbing Utama, terima kasih
atas kesediaannya meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk
memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian karya
ilmiah ini sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan dengan sangat baik;
4. Ibu Desy Churul Aini, S.H., M.H., selaku Pembimbing Kedua, terima kasih atas
kesediaannya meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan
bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian karya ilmiah ini serta
semangat dan motivasi sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan
sangat baik;
5. Bapak Abdul Muthalib Tahar, S.H., M.Hum dan Ibu Rehulia, S.H., M.H.,
selaku Pembahas, terima kasih atas kesediaannya meluangkan waktu, tenaga
dan pikirannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses
penyelesaian karya ilmiah ini;
6. Bapak Muhammad Farid, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik yang telah
membantu penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas
Lampung;
7. Bapak dan Ibu Dosen dan seluruh Staf Administrasi Fakultas Hukum khususnya
bagian Hukum Internasional, terima kasih atas semangat dan bimbingannya
dalam proses penyelesaian karya ilmiah ini dan memberikan banyak ilmu
pengetahuan selama menyelesaikan studi;
8. Bapaku dan mamaku yang menjadi orang tua yang luar biasa baik dan tak
tergantikan yang selalu memberikan kasih sayang, doa, semangat serta
dukungan untuk kesuksesanku, semoga dapat selalu membuat kalian tersenyum
bangga;
9. Kedua adikku, Alfin Edo Kaisar Lubis dan Gidion Bernard Lubis, terima kasih
untuk perhatian, semangat serta dukungannya;
10. Seluruh keluarga besar ku Bapatua dan nangtua, namboru dan amangboru,
tulang dan nantulang, Julian Wilmartin, S.H., Anderson, S.H terima kasih selalu
memberikan dukungan dan motivasi dalam penyelesaian karya ilmiah ini;
11. Romanna Julia Duma Simanjuntak, S.ked (Calon dokter) terimakasih sudah
mendukung dan berdoa serta menemani dalam pengerjaan karya ilmiah ini;
12. Badan Pengurus Harian UKM Kristen periode 2016, Christofer Sitepu
(Sekertaris Umum) Febrina Saragih (Bendahara Umum), Bangkit Pandiangan,
Dessy Angelina Purba, Lika Onirianti Sitorus, Fidel, Bobby K Barasa, Juliana
Marbun, terima kasih atas kebersamaan, bantuan, motivasi dan semangatnya
selama ini, semoga kita semua sukses seperti yang telah kita impikan;
13. Anggota pengurus UKM Kristen periode 2016, Mestaria Simarmata, Christanty
Saragih, Tunggul Van Roy, Andre, Yosua Yoko San, Friscilia Sembiring, Anyta
Situmorang, Andrew, Sahel, Jonatan Manalu, Riris Silalahi, Agus Damanik,
sukses semua buat cita cita yang di impikan ya;
14. Teman - temen dari SMP yang sampai sekarang menjadi sahabat bahkan seperti
keluarga dan terlebih dahulu menjadi sarjana ( Andreas Roni Tua Tambunan,
Kevin Henry Lamtorang Tambunan, Andrian Nainggolan) dan pegawai pajak
Watampone ( Eduardo Manuel Hutabarat) terima kasih telah memberikan
dukungan dan keuangan, semoga kita selalu sukses;
15. Keluarga Besar Every Nation Campus Lampung, Pastor Jesi Karawan dan
keluarga, bang Paulce, bang Pius, bang Ian, Nova, kak Deborah, kak Dina, kak
Luki, kak Nely bang Nando, ito Lusy, Rusman dan bang Roberto Pandiangan
terimakasih sudah mendukung penulis;
16. Timothy ESP, Kevin Van Dame, dan keluar besar elvindo buat dukungan
mereka yang secara tidak langsung membantu dalam pengerjaan karya ilmiah
ini;
17. Terimakasih buat abang – abang angkatan 2011 Fakultas Hukum yang telah
lulus Daniel sitanggang, Daniel Simbolon, dan Dimas untuk semua bantuan nya
di waktu perkuliah dulu;
18. Terimakasih buat teman – teman ukm Kristen angkatan 2014 Universitas
lampung yang selalu mendukung dan menyemangati;
19. Teman – Teman Formahkris Angkatan 2014 terimakasih sudah membantu dan
mendukung ku;
20. Teman-teman SWAGER dan adik-adik Pengurus HIMA HI 2017-2018, terima
kasih atas kebersamaan, bantuan dan motivasi dalam penyelesaian karya ilmiah
ini, semoga kita semua sukses;
21. Teman-teman KKN, Iswahyudi, Davina, Dita, Zelvi, Putri, dan Diva bapak
kepala kampung dan keluarga, serta seluruh aparatur perangkat Qurnia
Mataram, Kec. Seputih Mataram, Kab. Lampung Tengah;
22. Adik – adik di Unit Kegiatan Mahasiswa Kristen yang selalu mendukung dan
membantu;
23. Teman-teman ku di Jabodetabek Komuniti, Ibnu, Jordy, Hadi, Fuad, Melky
terimakasih sudah banyak membantu;
24. Almamaterku tercinta serta seluruh Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Lampung Angkatan 2014;
25. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian karya ilmiah ini, terima kasih atas semuanya.;
Akhir kata, meskipun karya ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, semoga karya
ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Bandar Lampung, 27 April 2018
Penulis
Wafernanda RM Lubis
i
DAFTAR ISI
ABSTRAK
SANWACANA
DAFTAR ISI ................................................................................................... i
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 9
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................................... 9
D. Ruang Lingkup ........................................................................................... 11
E. Sistematika Penulisan ................................................................................ 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 13
A. Konsepsi Hukum Persaingan Usaha .......................................................... 13
B. Hubungan Antara Hukum Internasional dan Nasional .............................. 15
C. Masyarakat Ekonomi ASEAN ................................................................... 22
1. Piagam ASEAN ............................................................................... 22
2. Blueprint/Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN ...................... 26
3. ASEAN Regional Guidelines On Competition Policy ..................... 28
D. Ketentuan Persaingan Usaha di Indonesia ................................................. 30
1. Sejarah Terbentuknya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat ...................................................................................... 30
2. Asas dan Tujuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat ...................................................................................... 34
3. Komisi Pengawas Persaingan Usaha ............................................... 40
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 42
A. Jenis Penelitian ........................................................................................... 42
B. Pendekatan Masalah ................................................................................... 43
ii
C. Sumber Data, Pengumpulan Data dan Pengolahan Data ........................... 44
D. Analisis Data .............................................................................................. 47
BAB IV PEMBAHASAN .............................................................................. 48
A. Pengaturan ASEAN Regional Guidelines On Competition Policy ............. 48
1. Dasar Hukum Penerapan ASEAN Regional Guidelines On
Competition policy di Indonesia ...................................................... 49
2. Struktur ASEAN Regional Guidelines On Competition Policy ....... 52
a. Bab Kesatu: Tujuan Regional Guidelines ........................... 52
b. Bab Kedua: Tujuan dan Manfaat Competition Policy ......... 55
c. Bab Ketiga: Lingkup Hukum dan Kebijakan
Persaingan ............................................................................ 58
d. Bab Kempat: Tugas dan Kewajiban Badan Pengawas
Persaingan/Struktur Kelembagaan/Regulasi Sektor ............ 71
e. Bab Kelima: Perundang-undangan dan
Pedoman/Ketentuan Peralihan ............................................. 81
f. Bab Keenam: Penegakan Hukum ........................................ 86
g. Bab Ketujuh: Proses Hukum yang Adil .............................. 96
h. Bab Kedelapan: Bantuan Teknis dan Pengembangan
Kapasitas ............................................................................. . 103
i. Bab Kesembilan: Advokasi dan Penjangkauan ................... 106
j. Bab Kesepuluh: Kerja Sama Internasional/Ketentuan
Umum Terkait Free Trade Agreements .............................. 110
B. Sinkronisasi ASEAN Regional Guidelines On Competition Policy
dengan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat .............................. 115
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 140
A. Kesimpulan ................................................................................................ 140
B. Saran ........................................................................................................... 141
Daftar Pustaka ................................................................................................ 142
iii
DAFTAR TABEL
Tabel.1 Perbandingan Unsur ASEAN Regional Guidelines On Competition Policy
dengan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat .................................... 116
Tabel.2 Perbandingan Peran dan Wewenang KPPU dengan Badan
Pengawas Persaingan dalam ASEAN Regional Guidelines On
Competition Policy ........................................................................................... 122
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdagangan internasional yang didasari pada prinsip perdagangan bebas selalu
menggunakan indikator-indikator ekonomi yang berorientasi pada efisiensi,
transparansi dan secara terbuka. Liberalisasi perdagangan1 merupakan konsep yang
dinilai menjadi sangat searah dengan globalisasi yang sedang terjadi saat ini.
Konsep liberalisasi perdagangan tersebut juga digunakan oleh Association of South
East Asian Nations/ASEAN. ASEAN dibentuk pada tahun 1967 bertujuan sebagai
kerjasama regional untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial
dan pengembangan budaya. Sebagai langkah nyata mempercepat pertumbuhan
ekonomi, kepala negara dan pemerintahan yang menghadiri KTT (Konferensi
Tingkat Tinggi) ASEAN ke-4 pada tahun 1992 membentuk kesepakatan kawasan
perdagangan bebas2 yang bernama AFTA (ASEAN Free Trade Area) yang
1 Liberalisasi perdagangan adalah suatu keadaan dimana perusahaan dan individu bebas
untuk menjual barang atau jasa melampaui batas wilayah negaranya. Ini berarti termasuk di
dalamnya adalah kebebasan untuk mendirikan perusahaan di negara lain dan bagi individu untuk
bekerja di negara lain. 2 G.T Suroso, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan Perekonomian Indonesia, Artikel
Kemenkeu, 2015 diakses di http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/150-artikel-
keuangan-umum/20545-masyarakat-ekonomi-asean-mea-dan-perekonomian-indonesia
2
sebelumnya telah disebut dalam Framework Agreement on Enhancing ASEAN
Economic Cooperation.3 AFTA memiliki tujuan utama meningkatkan daya saing
ekonomi dan bisnis ASEAN di mata dunia. Harapan dari dibentukknya AFTA agar
ASEAN menjadi basis produksi dunia. Realisasi dari AFTA adalah dibentuknya
MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN).
MEA berawal dari kesepakatan para kepala negara dan pemerintahan pada
Konfrensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-9 pada tahun 1997 di Kuala Lumpur,
Malaysia. Kesepakatan ini bertujuan awal untuk menyaingi Tiongkok dan India
dalam menarik investor asing untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan
kesejahteraan di kawasan ASEAN.4 Bersamaan dengan itu ASEAN meluncurkan
inisiatif pembentukan integrasi kawasan ASEAN atau komunitas Masyarakat
ASEAN melalui ASEAN Vision 2020. Inisiatif pembentukan ini disepakati pada
tahun 1998 yang diwujudkan dalam bentuk roadmap jangka panjang yang bernama
Hanoi Plan of Action.
Komunitas Masyarakat Ekonomi dibentuk di KTT ASEAN pada tahun 2003 dan
Indonesia yang merupakan salah satu inisiator dalam Deklarasi ASEAN Concord II
di Bali pada tanggal 7 Oktober 2003. Kepala negara dan pemerintahan membentuk
komunitas ASEAN/ASEAN Community bertujuan mempererat integrasi ASEAN.
Komunitas ASEAN menghasilkan 3 pilar yaitu:5
3 Dilihat di pasal 2 ayat 1 4 Dilihat di http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/150-artikel-keuangan-
umum/20545-masyarakat-ekonomi-asean-mea-dan-perekonomian-indonesia pada tanggal 1
September 2017 pada pukul 20.00 5 Warta Ekspor Kementrian Perdagangan Republik Indonesia No Ditjen
PEN/MJL/003/10/2012 Edisi Oktober 2012, hlm. 4-5.
3
1. Pilar pertama adalah Komunitas Politik Keamanan ASEAN. Pilar ini akan
menekankan pada pembentukan norma-norma politik bagi negara anggota
ASEAN.
2. Pilar kedua adalah Komunitas Ekonomi ASEAN, yang menekankan pada
pembentukan pasar tunggal di mana setiap warga negara anggota ASEAN
mempunyai kesempatan untuk bekerja atau membuka usaha di wilayah
ASEAN mana pun. Selain itu, sebuah barang bisa memiliki harga yang sama
di seluruh wilayah ASEAN.
3. Pilar ketiga adalah Komunitas Sosial Budaya ASEAN. Komunitas ini
diharapkan akan membentuk hubungan tolong menolong antar anggota
ASEAN, terutama dalam hal lingkungan hidup, penanganan bencana,
kesehatan, IPTEK, tenaga kerja, dan pengentasan kemiskinan.
Penandatangan Piagam ASEAN/ASEAN Charter dan Cetak Biru MEA/Blueprint
AEC di KTT ASEAN ke-13 pada bulan November tahun 2007 yang digelar di
Singapura oleh para pemimpin ASEAN merupakan langkah awal untuk
menguatkan setiap kesepakatan yang telah dibuat. Melalui Piagam ASEAN tersebut
negara di kawasan ASEAN memiliki dasar untuk mentaati dan melaksanakan setiap
kesepakatan, perjanjian, traktat, kebijakan yang telah dibuat. Pembuatan dan
penandatanganan Cetak Biru MEA sebagai wujud pelaksanaan MEA pada tahun
2015. Cetak Biru MEA menjelaskan mengenai karakteristik MEA yang terangkum
dalam 4 pilar Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN, yaitu :6
1. Pasar Tunggal dan Basis Produksi memiliki empat elemen utama:
6 Diakses di http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/asean/Pages/Masyarakat-Ekonomi-
ASEAN-(MEA).aspx pada tanggal 1 September 2017 pada pukul 21.30
4
a. Aliran Bebas Barang
b. Aliran Bebas Sektor Jasa
c. Aliran Bebas Investasi
d. Aliran Modal yang Lebih Bebas
e. Arus Bebas Lalu Lintas Tenaga Kerja Terampil
2. Kawasan Ekonomi yang Kompetitif:
a. Kebijakan Persaingan Usaha
b. Perlindungan Konsumen
c. Hak Kekayaan Intelektual
d. Pembangunan Infrastruktur
e. Keuangan
3. Pembangunan Ekonomi Setara
a. Pengembangan UKM
b. Inisiatif Integrasi ASEAN
4. Integrasi dalam Ekonomi Global
a. Kerjasama Ekonomi ASEAN +1
b. RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership)
Cetak Biru MEA akan mengubah ASEAN menjadi satu pasar dan basis produksi
tunggal, wilayah ekonomi yang kompetitif, wilayah pembangunan ekonomi yang
merata, dan sepenuhnya terintegrasi ke dalam ekonomi global. Salah satu tujuan
Cetak Biru MEA adalah wilayah ekonomi yang kompetitf, oleh karena itu
dibutuhkannya kebijakan persaingan usaha. Kebijakan persaingan usaha
dibutuhkan dalam upaya mengembangkan dan menguatkan budaya persaingan
5
usaha yang sehat guna meningkatkan kinerja ekonomi regional dalam jangka
panjang.7 Pada bulan Agustus tahun 2007 para menteri ekonomi ASEAN
membentuk AEGC (ASEAN Expert Group Competiton) sebagai forum regional
untuk membahas dan bekerja sama dalam CPL (National Competition Policy and
Law).
AEGC memfokuskan pada penguatan kapabilitas kebijakan persaingan dan best
practices diantara negara-negara ASEAN. AEGC di tahun 2010 berhasil
mengembangkan ASEAN Regional Guidelines on Competition Policy dan
diluncurkan pada pertemuan ke-42 para menteri ekonomi ASEAN. ASEAN
Regional Guidelines on Competition Policy merupakan kebijakan persaingan usaha
yang di keluarkan oleh ASEAN sebagai pedoman bagi negara-negara anggota
ASEAN yang belum memiliki hukum persaingan usaha dan negara - negara yang
sudah memiliki hukum persaingan usaha. Pedoman ini dibuat untuk
menyeragamkan setiap hukum persaingan usaha di ASEAN dalam mencapai
persaingan yang sehat dalam menghadapi MEA.8
Kebijakan persaingan usaha dan hukum persaingan usaha yang memiliki perbedaan
terminologi antara kebijakan/policy dan hukum/law. Perbedaan terminologi ini
pada dasarnya terletak pada keluasan lingkup pengertian dan pembahasan dari
kedua terminologi tersebut. Pengertian kebijakan persaingan usaha/competition
7 Artikel Online, Masyrakat Ekonomi ASEAN, diakses di
http://scdc.binus.ac.id/imcb/2016/06/masyarakat-ekonomi-asean/ pada tanggal 24 Mei 2017 pukul
19.00 WIB. 8 Di akses di http://www.asean-competition.org/read-publication-asean-regional-
guidelines-on-competition-policy pada tanggal 20 Agustus 2017 pukul 18.30
6
policy melingkupi pula pengertian dari hukum persaingan usaha/competition law
atau dengan kata lain hukum persaingan usaha merupakan salah satu cabang
pembahasan dalam kebijakan hukum persaingan usaha. Pengertian dan lingkup dari
hukum persaingan usaha tidak melingkupi seluruh pengertian dan bidang dalam
kebijakan persaingan usaha.9 Definisi kebijakan persaingan usaha disamping
melingkupi hukum persaingan usaha, juga melingkupi perihal deregulasi, foreign
direct investment, serta kebijakan lain yang ditujukan untuk mendukung persaingan
usaha seperti pengurangan pembatasan kuantifikasi impor dan juga melingkupi
aspek kepemilikan intelektual/intellectual property.10
Pengertian kebijakan persaingan usaha secara yuridis sering dikaitkan dengan
persaingan dalam ekonomi yang berbasis pada pasar, dimana pelaku usaha baik
perusahaan maupun penjual secara bebas berupaya untuk mendapatkan konsumen
guna mencapai tujuan usaha atau perusahaan tertentu yang didirikannya.11 Definisi
kebijakan persaingan usaha ini juga terdapat dalam ASEAN Regional Guidelines on
Competition Policy “Competition policy can be broadly defined as a governmental
policy that promotes or maintains the level of competition in markets, and includes
governmental measures that directly affect the behaviour of enterprises and the
structure of industry and markets.”
9 Vautier, Kerrin M. and Lloyd, Peter J., International Trade and Competition Policy:
CER, APEC and The WTO, Institute of Policy Studies Victoria University of Wellington, New
Zealand, 1997, hlm.3. 10 Syamsul Maarif dan B.C. Rikrik Rizkiyana, Posisi Hukum Persaingan Usaha Dalam
Sistem Hukum Nasional, Maret 2004, hlm 3. 11 Budi Kagramanto, Mengenal Hukum Persaingan Usaha, Sidoarjo:laras, 2010, hlm.57.
7
Persaingan usaha diharapkan membawa pertumbuhan dan pembangunan yang lebih
besar melalui peningkatan efisiensi ekonomi dan pengurangan kerugian dari
produksi barang dan jasa. Oleh karena itu, pasar diharapkan mampu lebih cepat
mengalokasikan kembali sumber daya, peningkatan produksi dan pencapaian
pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi. Seiring dengan berjalannya waktu
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan cenderung mengarah pada peningkatan
kualitas hidup dan pembangunan ekonomi. Persaingan usaha dapat memberikan
kontribusi kepada pertumbuhan ekonomi untuk kesejahteraan konsumen.
Perlindungan terhadap kesejahteraan konsumen diperlukan untuk memperbaiki
keseimbangan antara kekuatan konsumen dan produsen.
Kebijakan dan hukum persaingan usaha sangat bermanfaat untuk negara-negara
berkembang dikarenakan deregulasi,12 privatisasi dan liberalisasi di seluruh dunia,
negara-negara berkembang membutuhkan kebijakan dan hukum persaingan untuk
mengendalikan peran sektor swasta yang bertumbuh dalam perekonomian agar
menjamin tidak terjadinya monopoli. Selain itu persaingan dapat
mengakomodasikan baik ekonomi maupun sosial seperti integrasi pasar nasional
dan peningkatan integrasi regional, peningkatan atau perlindungan usaha kecil,
kemajuan teknologi, bertambah inovasi proses dan produk, kemajuan diversifikasi
industri, perlindungan lingkungan, mengurangi inflasi, penciptaan lapangan kerja,
perlakuan yang sama terhadap pekerja sesuai ras, gender dan kesejahteraan
kelompok konsumen.
12 Berdasarkan KBBI deregulasi kegiatan atau proses menghapuskan pembatasan dan
peraturan
8
Berdasarkan manfaat yang dijelaskan sebelumnya, Indonesia yang merupakan
negara berkembang dengan penduduk terbesar ke empat di dunia merupakan target
utama dalam investasi ekonomi oleh para investor yang berada di ASEAN.
Indonesia yang merupakan target utama investor akan semakin membentuk iklim
persaingan usaha di dalamnya. Dalam mencapai tujuan MEA Indonesia harus
mempersiapkan hukum persaingan usaha yang sesuai dengan Cetak Biru MEA.
Indonesia memiliki ketentuan hukum persaingan usaha yang tertuang dalam
Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli13 dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.14 Undang - undang ini mengatur secara spesifik
mengenai persaingan usaha di Indonesia. Undang - undang ini sering disebut
undang-undang anti monopoli. Undang – undang anti monopoli15 mengatur juga
mengenai tugas dan wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha sebagai badan
yang mengawasi persaingan usaha di Indonesia.
Undang – undang antimononopoli dinilai sudah cukup tua mengingat Indonesia
merupakan negara anggota ASEAN yang pertama kali memberlakukan hukum
persaingan usaha pada tahun 1999. Unsur – unsur yang terdapat di dalam undang –
undang anti monopoli harus disesuaikan dengan yang terdapat dalam ASEAN
Regional Guidelines On Competition Policy sebagai langkah mencapai tujuan
13 Pengertian dari praktek monopoli yang terdapat pada pasal 1 ayat 2 Undang – Undang
Nomor 5 Tahun 1999 adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang
mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga
menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. 14 Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan
kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur
atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. 15 Beberapa literatur menyebutkan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sering di sebut dengan undang –
undang anti monopoli.
9
Masyarakat Ekonomi ASEAN. ASEAN Regional Guidelines On Competition
Policy bertujuan juga untuk mengharmonisasikan peraturan persaingan usaha di
kawasan ASEAN.
Berdasarkan pemaparan tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji dan menganalisis
ASEAN Regional Guidelines On Competition Policy dan melakukan sinkronisasi
dengan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai dasar hukum persaingan
usaha dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Kajian analisis tersebut berjudul
“Sinkronisasi ASEAN Regional Guidelines On Competition Policy dengan
Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi pokok
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
Bagaimanakah Sinkronisasi ASEAN Regional Guidelines On Competition
Policy dengan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan utama penelitian
ini adalah:
10
Untuk menganalisis sinkronisasi ASEAN Regional Guidelines On
Competition Policy dengan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
dalam mencapai tujuan Masyarakat Ekonomi ASEAN.
2. Kegunaan Penelitian
Manfaat dari penelitian ini terdiri dari dua aspek yaitu:
a. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran dan pengetahuan serta wawasan bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya, khususnya mengenai bagaimanakah sinkronisasi
ASEAN Regional Guidelines On Competition Policy dengan dengan
Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi masyarakat pada
umumnya dan bagi para akademisi pada khususnya, dalam hal
pengembangan ilmu hukum khususnya hukum internasional untuk
kemudian digunakan sebagai data sekunder dalam melakukan penelitian
lebih lanjut terkait dengan bagaimanakah sinkronisasi ASEAN Regional
Guidelines On Competition Policy dengan Undang – Undang Nomor 5
Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat.
11
D. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian di bidang ilmu hukum internasional,
oleh karena itu penelitian ini akan meneliti ketentuan hukum internasional, yaitu
khususnya mengenai ASEAN Regional Guidelines On Competition Policy.
Penelitian ini juga akan meneliti perundang - undangan nasional yang dijadikan
dasar hukum terkait dengan ASEAN Regional Guidelines On Competition Policy.
E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam penulisan, dan pengembangan terhadap isi skripsi ini
maka diperlukan kerangka penulisan yang sistematis. Sistematika penulisan skripsi
ini terdiri dari 5 bab yang diorganisirkan ke dalam bab demi bab sebagai berikut:
I. PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, permasalahan, ruang
lingkup, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Bab ini
merupakan gambaran umum dari isi skripsi untuk memudahkan pembaca dalam
mempelajari dan memahami isi skripsi ini.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang pengertian umum mengenai pokok-pokok pembahasan
skripsi, yang meliputi tinjauan umum Implementasi Hukum, Definisi Persaingan
Usaha, Masyrakat Ekonomi ASEAN, Hubungan antara Hukum Internasional dan
Hukum Nasional, Piagam ASEAN, Cetak Biru Masyrakat Ekonomi ASEAN,
ASEAN Regional Guidelines on Competition Policy, dan peraturan perundangan
mengenai hukum persaingan perusahaan di Indonesia. Bab ini merupakan landasan
12
teoritis untuk memberikan dasar–dasar teori sehingga memudahkan dalam
pembahasan yang akan dibahas dalam bab IV.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini membahas tentang metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini,
yang terdiri dari jenis penelitian, pendekatan masalah, data dan sumber data,
prosedur pengumpulan data, prosedur pengolahan data dan analisis data. Bab ini
dimaksudkan untuk membentuk gambaran secara jelas tentang bagaimana
penelitian ini akan dilakukan serta didukung dengan metode penelitian ilmiah.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini dimulai dengan pemaparan hasil penelitian dan uraian dari pembahasannya.
Diawali dengan pemaparan dan pengertian dari ASEAN Regional Guidelines On
Competition Policy, analisis pemecahan masalah yang menjadi pokok
permasalahan dalam skripsi ini yaitu bagaimanakah Implementasi ASEAN Regional
Guidelines On Competition Policy di Indonesia dalam Menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN.
V. PENUTUP
Bab ini menguraikan bagian penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.
Dalam bagian ini dijelaskan bahwa kesimpulan merupakan inti dari keseluruhan
uraian yang dibuat setelah permasalahan selesai dibahas secara menyeluruh.
Terakhir, berdasarkan kesimpulan tersebut kemudian diberikan saran-saran yang
berguna sebagai masukan dari apa yang telah diteliti.
13
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsepsi Hukum Persaingan Usaha
Hukum Persaingan Usaha terdiri dari kata hukum dan persaingan usaha. Bila
dikehendaki persaingan usaha dipecah lagi menjadi persaingan dan usaha. Hukum
merupakan pengatur petunjuk dalam kehidupan bermasyarakat sehingga hukum
selalu sesuai dengan yang terjadi di dalam masyarakat itu sendiri.16 Menurut Borst
hukum adalah keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan manusia
didalam masyarakat, yang pelaksanaannya dapat dipaksakan dan bertujuan
mendapatkan tata atau keadilan.17 Utrecht dan Van Apeldoorn memiliki anggapan
bahwa untuk memberikan suatu definisi yang tepat tentang hukum adalah tidak
mungkin. Hukum mengatur hubungan di dalam masyarakat antara orang dengan
orang atau antara anggota masyarakat yang lain. Bentuk hubungannya dapat lebih
terinci lagi dalam bermacam - macam bentuk seperti perkawinan, tempat kediaman,
perjanjian-perjanjian, dan sebagainya.18 Persaingan merupakan suatu perjuangan
yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang tertentu/kelompok sosial, agar
16 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Cet. VIII, Jakarta:Sinar Grafika, 2006, hlm.23. 17 Ibid., hlm 27. 18 Ibid., hlm 24.
14
memperoleh kemenangan atau hasil secara kompetitif, tanpa menimbulkan
ancaman atau benturan fisik dipihak lawannya,19 memperlihatkan keunggulan
masing-masing yang dilakukan oleh perseorangan (perusahaan atau negara) pada
bidang perdagangan, produksi, maupun persenjataan.20 Usaha dalam kehidupan
sehari - hari dapat diartikan sebagai upaya manusia untuk melakukan sesuatu guna
mencapai tujuan tertentu, usaha atau dapat juga disebut suatu perusahaan adalah
suatu bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan
tujuan memperoleh keuntungan, baik yang diselenggarakan oleh perorangan
maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbentuk badan
hukum, yang didirikan dan berkedudukan di suatu daerah dalam suatu negara.21
Pengertian dari hukum persaingan usaha adalah hukum yang mengatur tentang
interaksi, hubungan perusahaan atau pelaku usaha di pasar, dan tingkah laku
perusahaan ketika berinteraksi dilandasi atas motif - motif ekonomi.22 Pengertian
persaingan usaha secara yuridis selalu dikaitkan dengan persaingan dalam ekonomi
yang berbasis pada pasar, dimana pelaku usaha baik perusahaan maupun penjual
secara bebas berupaya untuk mendapatkan konsumen guna mencapai tujuan usaha
atau perusahaan tertentu yang didirikannya. Persaingan usaha adalah kondisi
19 Diakses di http://www.pengertiandefinisi.com/2011/10/pengertian-persaingan.html
pada tanggal 1 Agustus 2017 Pukul 14.00 20 Diakses di http://www.artikata.com/arti-376318-persaingan.html pada tanggal 1
Agustus 2017 Pukul 14.30 21 Diakses di http://carapedia.com/pengertian_definisi_usaha_info2644.html pada tanggal
2 Agustus 2017 Pukul 08.30 22 Andi Fahmi Lubis, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks,
Jakarta:Deustche Gesseschaft Fur Technishe Zussammenarbeit (GTZ) GmbH, 2009, hlm.21.
15
dimana terdapat dua pihak atau lebih berusaha untuk saling mengungguli dalam
mencapai tujuan yang sama dalam suatu usaha tertentu.23
B. Hubungan antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional
Hukum Internasional didefinisikan sebagai keseluruhan hukum yang sebagian
besar terdiri dari prinsip - prinsip dan kaidah - kaidah perilaku yang terhadapnya
negara-negara merasa dirinya terikat untuk menaati, benar-benar ditaati secara
umum dalam hubungan-hubungan mereka satu sama lain.24 Selain itu hakim di
Mahkamah Agung Amerika Serikat yang berada di Pengadilan Negara yang
tertinggi telah berulang kali mengakui validitas konstitusional dari hukum
internasional. Dalam suatu perkara Marshall C.J. menyatakan bahwa sebuah
undang - undang seyogianya tidak ditafsirkan untuk melanggar hukum bangsa -
bangsa andai kata masih ada konstruksi lain. Dalam perkara lainnya Gray J.
mengemukakan bahwa hukum internasional merupakan bagian dari hukum kita,
dan harus diketahui serta dilaksanakan oleh Mahkamah Agung sesuai
yurisdiksinya, sesering persoalan-persoalan tentang hak yang bergantung
kepadanya yang diajukan secara layak untuk diputuskan.25
Kekuatan mengikat secara hukum dari hukum internasional berulang kali
ditegaskan oleh bangsa - bangsa di dunia dalam konferensi internasional. Satu
gambaran tentang hal ini adalah Charter/Piagam pembentukan organisasi
23 Rilda Murniati, Penyelesaian Perkara Pelanggaran Hukum Persaingan Usaha oleh
KPPU, Dalam buku Hukum Bangun Teori dan Telaah dalam Implementasi, Bandar Lampung:
Universitas Lampung, 2009, Hlm. 444. 24 J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta: PT Sinar Grafika, 2010, hlm. 3. 25 Ibid., hlm. 21.
16
Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang dirumuskan di San Fransisco tahun 1945,
piagam ini baik secara tegas maupun implisit didasarkan atas legalitas yang
sebenarnya dari hukum internasional. Era globalisasi seperti saat ini eksistensi
hukum internasional tidak dapat terbantahkan kembali keberadaannya, bahkan
hukum internasional bukan hanya mengatur tentang hubungan antarbangsa, saat ini
hukum internasional telah berkembang pesat sedemikian rupa sehingga subjek -
subjek negara tidaklah terbatas pada negara - negara saja sebagaimana diawal
perkembangan hukum internasional. Berbagai organisasi internasional, individu,
perusahaan, Vatican, billigerency sekarang telah diakui sebagai bagian dari subjek
hukum internasional. Hal ini dikuatkan oleh pendapat Mochtar Kusumaatmadja
yang menyatakan bahwa hukum internasional adalah keseluruhan kaidah - kaidah
dan asas - asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi
batas-batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.26
Beberapa teori yang akan memberikan penjelasan mengenai daya hukum
internasional adalah teori - teori hukum alam, positivisme dan sosiologis. Teori
hukum alam menganggap hukum internasional merupakan bagian dari hukum
alam, hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Vattel dalam bukunya Droit des
Gens yang terbit pada tahun 1958 menyatakan kita perlu memakai istilah hukum
bangsa - bangsa karena hukum tersebut berasal dari penerapan hukum alam
terhadap bangsa - bangsa. Hal itu perlu, karena bangsa - bangsa mutlak terikat untuk
menaatinya. Hukum bangsa - bangsa berisi aturan - aturan yang diperintahkan
hukum alam kepada negara - negara, dan tidak kurang mengikatnya terhadap negara
26 Sefriani, Hukum Internasional, Jakarta: Rajawali Press, 2010, hlm. 2.
17
sebagaimana terhadap individu-individu. Karena negara terdiri dari manusia,
kebijaksanaan - kebijaksanaannya ditentukan oleh manusia, dan manusia - manusia
tunduk pada hukum alam dalam kapasitas apapun mereka bertindak. Hukum ini
sama dengan Grotius dan pengikut – pengikutnya sebutkan sebagai hukum bangsa-
bangsa intern, karena mengikat hati nurani bangsa - bangsa. Beberapa penulis
menyebutnya sebagai hukum alam bangsa-bangsa.27
Jejak – jejak teori hukum alam masih bertahan hingga saat ini, walaupun dalam
bentuk yang kurang begitu dogmatis. Dikatakan oleh Hans Kelsen bahwa teori
hukum alam yang dominan pada abad ke-17 dan ke-18 setelah mengalami
kejenuhan pada abad ke-19, telah bangkit kembali dengan pemikiran keagaman dan
metafisika. Karena karakter rasional dan idealistiknya, konsepsi hukum alam telah
menanamkan pengaruh besar suatu pengaruh yang memberikan sumbangan
terhadap perkembangan hukum internasional.
Pada teori positivis, penganut - penganut teori positivis berpendapat bahwa kaidah
- kaidah hukum internasional pada analisis terakhir memiliki karakter yang sama
dengan hukum nasional sepanjang kaidah - kaidah hukum tersebut juga berasal dari
kehendak negara. Mereka yakin bahwa hukum internasional secara logis dapat
dikembalikan kepada suatu sistem kaidah yang untuk validitasnya akan bergantung
hanya pada fakta bahwa negara-negara telah menyatakan kesetujuannya.28 Positivis
terkenal adalah yuris Italia, Anzilotti (1867-1950), yang pernah menjabat sebagai
hakim pada Permanent Court of International Justice, menurutnya kekuatan
27 J.G. Starke, Op.cit., hlm. 24. 28 Ibid., hlm. 25.
18
mengikat hukum internasional dapat ditelusuri ulang sampai suatu prinsip atau
norma tertinggi dan fundamental, prinsip yang lebih dikenal dengan pacta sunt
servanda.
Prinsip pacta sunt servanda ini merupakan dalil absolut dari sistem hukum
internasional, dan dengan cara apapun menjelmakan diri dalam semua kaidah
termasuk dalam hukum internasional. Konsisten dengan teori ini Anzilotti
berpendapat bahwa seperti halnya dalam traktat-traktat, kaidah-kaidah kebiasaan di
dasarkan atas persetujuan negara-negara, dan dalam hal ini terdapat suatu perjanjian
implisit. Anzilotti berpendapat bahwa setiap tata hukum terdiri dari suatu komplek
norma yang mendapat karakter mewajibkan dari suatu norma fundamental terhadap
norma-norma itu, baik langsung maupun tidak langsung, berhubungan. Norma
fundamental itu menetapkan sedikit banyak tentang norma-norma mana yang
membentuk suatu tata hukum dan membentuk kesatuan utuh. Tata hukum
internasional dibedakan dari fakta bahwa dalam tata hukum internasional ini,
prinsip pacta sunt saverda tidak bergantung, sebagaimana dalam hukum
internasional, pada suatu norma paling tinggi; pacta sunt saverda itu sendiri
merupakan norma tertinggi. Dalam kaidah ini negara-negara harus menghormati
perjanjian-perjanjian yang dibuat diantara mereka.
Dengan demikian merupakan kriteria formal yang membedakan norma-norma yang
kita bicarakan dari norma-norma lain dan membentuk satu kesatuan yang utuh;
semua norma dan hanya norma-norma, yang bergantung pada prinsip ini sebagai
19
seumber yang perlu dan eksklusif dari karakter mewajibkan norma-norma
tersebut.29
Aliran berikutnya akan menjawab dasar mengikatnya Hukum Internasional adalah
aliran yang menggunakan pendekatan sosiologis. Menurut aliran ini masyarakat
internasional yang dalam hal ini merupakan bangsa-bangsa merupakan mahluk
sosial yang selalu membutuhkan interaksi satu dengan yang lain untuk memenuhi
kebutuhannya. Betapa majunya suatu negara ia tidak akan dapat hidup sendiri, suatu
bangsa pastilah membutuhkan bangsa lain dalam memenuhi kebutuhannya. Dalam
berinteraksi tersebut masyarakat internasional membutuhkan aturan hukum untuk
memberikan kepastian hukum pada apa yang mereka lakukan. Pada akhirnya dari
aturan tersebut masyarakat internasional akan merasakan ketertiban, keteraturan,
keadilan, dan kedamaian.
Terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul seperti hukum internasional
dan hukum negara merupakan satu kesatuan hukum atau terpisah satu sama lain dan
mana yang harus diutamakan bila antara keduanya mengandung konflik, terdapat
dua teori yang dapat menjawabnya. Pertama teori monisme dikemukakan oleh
aliran monisme. Menurut aliran ini hukum internasional dan hukum negara
merupakan dua kesatuan hukum dari satu sistem hukum yang lebih besar yaitu
hukum pada umumnya. Karena terletak dalam satu sistem hukum maka sangat
besar sekali kemungkinan terjadi konflik antar keduanya. Dalam perkembangannya
aliran monisme terpecah menjadi dua, yaitu aliran monisme primat HI dan monisme
29 Ibid., hlm. 26
20
primat HN.30 Monisme primat HI berpendapat bahwa apabila terjadi suatu konflik
dalam tatanan sistem hukum antara hukum internasional dan hukum negara maka
hukum internasional haruslah lebih diutamakan dan diberlakukan dari pada hukum
negara. Sedangkan monisme primat HN memiliki pandangan yang terbalik yaitu
apabila terdapat suatu konflik dalam tatanan sistem hukum maka hukum negara
terlebih dahulu yang harus diutamakan dan diberlakukan. Hal ini berdasarkan
pendapat bahwa hukum internasional berasal dari hukum negara. Contohnya adalah
hukum kebiasaan yang tumbuh dari praktik negara-negara. Karena hukum
internasional berasal atau bersumber dari hukum negara maka hukum negara
kedudukannya lebih tinggi dari hukum internasional.
Teori kedua dikemukakan oleh aliran dualisme yang mengemukakan bahwa hukum
internasional dan hukum negara adalah dua sistem hukum yang sangat berbeda satu
dengan
yang lain. Perbedaan yang dimaksud antara lain:31
1. Subjek, subjek HI negara-negara sedangkan subjek individu adalah
individu.
2. Sumber hukum, HI bersumberkan pada kehendak bersama negara adapun
HN bersumberkan pada kehendak negara.
3. HN memiliki integritas yang lebih sempurna dibandingkan dengan HI.
Selain itu Anzilotti penganut aliran dualisme berpendapat perbedaan
Hukum Internasional dan hukum nasional dapat ditarik dari dua prinsip
yang fundamental. HN mendasarkan pada prinsip bahwa aturan negara
30 Sefriani, Op.cit., hlm. 86. 31 Ibid., hlm. 87.
21
harus dipatuhi sedangkan HI mendasarkan pada prinsip bahwa perjanjian
internasional harus dihormati berdasarkan prinsip pacta sunt servanda.
Meski demikian hingga saat ini Indonesia belum pernah secara tegas menyatakan
aliran mana yang digunakan, hanya saja apabila menelaah apa yang telah
diamanahkan oleh konstitusi Indonesia mengatur suatu kaidah hukum internasional
dalam Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2000 mengenai perjanjian internasional
yang mewajibkan suatu kaidah hukum internasional apabila ingin menjadi suatu
kaidah hukum nasional maka harus melalui tahap ratifikasi.
Ratifikasi pada hakikatnya merupakan salah satu cara pengesahan sebuah perjanjian
internasional untuk dapat dijadikan salah satu produk hukum di negara-negara
peserta perjanjian tersebut. Istilah pengesahan yang dipergunakan dalam praktik
hukum perjanjian internasional di Indonesia khususnya Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional diambil dan diterjemahkan dari istilah
ratifikasi.32 Menurut Pasal 2 ayat (1) b Konvensi Wina 1969 tentang perjanjian
internasional, ratifikasi adalah “Ratification, accaptance, approval, and accession
mean in each case the international act so named whereby a State establishes on
the international plane its consent to be bound by a treary33”
Selanjutnya menurut Pasal 14 Konvensi Wina 1969 tentang perjanjian
internasional, ratifikasi adalah salah satu cara mengikatkan diri pada suatu
32 Damos Dumoli Agusman, Hukum Perjanjian Internasional: Kajian Teori dan Praktik
Indonesia, Bandung: PT Refika Aditama, 2010, hlm. 69. 33 Ibid., hlm. 69.
22
perjanjian internasional dan lazimnya selalu dirumuskan untuk menggambarkan
persyaratan ratifikasi. Ratifikasi yang semata - mata dilakukan oleh badan eksekutif
kini jarang sekali kita dapati dan merupakan peninggalan zaman ini. Menelusuri
sejarah sistem ini pernah berlaku menurut konstitusi Jepang tertanggal 11 Februari
1829 (yang berlaku hingga terbentuknya konstitusi yang baru pada tanggal 3
November 1946) juga merupakan sistem yang diikuti oleh negara-negara yang
mempunyai pemerintahan otoriter, antara lain: Italia (1922-1943). Ratifikasi hanya
dapat dilakukan apabila suatu negara akan mengesahkan suatu perjanjian
internasional yang nantinya akan dijadikan sebagai suatu norma hukum seperti apa
yang diatur dalam konstitusi dengan memperhatikan kedaulatan konstitusi tersebut
C. Masyarakat Ekonomi ASEAN
1. Piagam ASEAN
Piagam ASEAN (ASEAN Charter) merupakan puncak transformasi ASEAN
setelah 40 tahun pendiriannya menjadi “rules-based and peoples-oriented
organization”. Proses penyusunan Draft Piagam ASEAN sampai rekomendasi
memerlukan waktu pelaksanaan hampir 3 tahun. Konferensi Tingkat Tinggi
ASEAN ke-9 bulan Desember 2005 di Kuala Lumpur, disetujui pembentukan
ASEAN Eminent Persons Group yang diwakili anggota dari masing-masing negara
untuk membuat draft rekomendasi yang kemudian dipakai sebagai salah satu
sumber untuk proses penyusunan Piagam ASEAN oleh tokoh - tokoh terkemuka
negara ASEAN melalui High-Level Task Force On The ASEAN Charter. Konsep
23
dan isi dari Piagam ASEAN merupakan hasil perundingan yang cukup panjang.34
dan konsultasi juga dilakukan guna memperoleh masukan dari berbagai pihak,
antara lain organisasi - organisasi civil society di ASEAN pada bulan Maret 2007,
ASEAN Inter Parliamentary Assembly pada bulan Mei 2007, komisi - komisi
Nasional HAM dari 4 negara anggota ASEAN pada bulan Juni 2007, serta badan-
badan sektoral ASEAN lainnya.
Naskah Piagam ASEAN disepakati pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-12
di Singapura tahun 2007, dan ditandatangani pada tanggal 20 November oleh semua
kepala pemerintahan dari negara - negara anggota. Proses ratifikasi Piagam ASEAN
berlangsung selama satu tahun, terdapat proses tarik ulur untuk mengakomodasikan
kepentingan seluruh negara - negara anggota ASEAN. Piagam ASEAN berlaku
mengikat setelah ke sepuluh negara anggota selesai meratifikasinya dan berlaku
efektif pada tanggal 15 Desember 2008.35
Ratifikasi Piagam ASEAN berarti melanjutkan proses transformasi dan
memperkuat proses integrasi ke arah pencapaian Komunitas ASEAN. Ratifikasi
Piagam ASEAN akan meningkatkan momentum implementasi berbagai inisiatif
yang telah dicanangkan guna mengubah bentuk kerjasama ASEAN dari asosiasi
yang longgar menjadi organisasi yang berdasarkan hukum dan berorientasikan
kepada komunitas masyarakat. Dengan adanya Piagam ASEAN ini diharapkan
34 Lihat, Summary Record High level Task Force (HLTF) on the Drafting of the The
ASEAN Charter. Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Departemen Luar Negeri
Indonesia,2008. 35 Dilihat di http://asean.org/asean/asean-charter/charter-of-the-association-of-southeast-
asian-nations/ pada tanggal 05 Agustus 2017 pukul 18.20
24
akan terbentuk suatu kawasan yang lebih erat dan memiliki kekuatan dalam bidang
ekonomi, sosial, politik, dan keamanan. Secara internal ASEAN akan lebih solid
lagi dan secara eksternal dapat meningkatkan kerjasamanya dengan pihak lain
karena telah memiliki suatu institusi yang berlandaskan hukum. Selain itu setelah
Piagam ASEAN diberlakukan kedudukan kerjasama ASEAN berubah di mata
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Piagam ASEAN adalah konstitusi bagi organisasi regional ASEAN, seperti halnya
Undang - Undang Dasar bagi sebuah negara. Piagam ini berisi prinsip dasar dan
tujuan organisasi, menentukan struktur dan moda - moda keanggotaannya dan tata
laksana organisasi.36 Piagam ASEAN adalah sebuah kesepakatan untuk menyusun
kerangka hukum dan kelembagaan. Piagam tersebut memberikan ASEAN posisi
legalnya, juga mengklasifikasi perjanjian - perjanjian dan deklarasi ASEAN
sebelumnya, memastikan kembali prinsip - prinsip jangka panjang masyarakat,
kerja sama, konsultasi dan konsensus, termasuk tujuan khusus dari tiga Masyarakat
ASEAN seperti telah dijelaskan dalam latar belakang37
Piagam ASEAN ini merumuskan pula pelaksanaan hubungan eksternal ASEAN
dan bagaimana ASEAN berhubungan dengan Perserikatan Bangsa - Bangsa serta
organisasi - organisasi internasional lainnya. Bagian terbesar dari Piagam ASEAN
diperuntukkan untuk menjelaskan pelaksanaan kegiatan - kegiatan ASEAN sendiri,
identifikasi tujuan - tujuan dan prinsipnya, serta hubungan di antara para
36 Kementrian Luar Negri, Piagam ASEAN, Jakarta:Kemenlu, hlm. 5. 37 Berita online “Piagam ASEAN” dilihat di http://www.kompasiana.com/prasito/asean-
charter-piagam-asean_550063d3a33311d07551075c pada tanggal 05 Agustus 2017 pukul 18.35
25
anggotanya, menjelaskan soal - soal keanggotaan, dan fungsi - fungsi yang pasti
serta tanggung jawab setiap organ ASEAN. Piagam ini menciptakan birokrasi
formal ASEAN yang baru, termasuk hal-hal berikut ini:38
a. Dewan Koordinasi ASEAN yang terdiri atas pertemuan menteri - menteri
luar negeri ASEAN dua kali dalam setahun.
b. Dewan Masyarakat ASEAN: Dewan Politik Pertahanan ASEAN, Dewan
Ekonomi ASEAN, dan Dewan Sosial-Budaya ASEAN.
c. Komite Perwakilan Tetap ASEAN, terdiri dari perwakilan yang ditunjuk
oleh anggota - anggota ASEAN dengan peringkat duta besar, dan
berkedudukan di Sekretariat ASEAN di Jakarta.
d. Badan Hak Asasi Manusia ASEAN, kerangka acuannya akan ditentukan
oleh Pertemuan Menteri - Menteri Luar Negeri ASEAN.
Beberapa perubahan juga terjadi dalam beberapa organ ASEAN yang selama ini
ada, seperti:
a. Penyelenggaraan KTT ASEAN dua kali dalam setahun, dari yang sekarang
diselenggarakan hanya satu kali dalam setahun.
b. Akan ada kepemimpinan tunggal untuk badan - badan ASEAN tingkat
tinggi yang penting. Hal ini berarti negara yang menjadi ketua ASEAN
untuk tahun berjalan akan menjalankan kepemimpinan dari badan-badan
resmi ASEAN.
c. Definisi ulang dan penguatan peran - peran Sekretaris Jenderal dan
Sekretariat ASEAN.
38 Dapat dilihat di http://www.porosilmu.com/2015/09/tujuan-asean-yang-tertuang-
dalam-piagam.html pada tanggal 5 Agustus 2017 pukul 18.35
26
2. Blueprint/Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN
Pertemuan ASEAN Economic Ministers tahun 2007, disepakati mengenai naskah
ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint beserta Strategic Schedule, yang
mencakup inisiatif-inisiatif baru serta roadmap yang jelas untuk mencapai
pembentukan ASEAN Economic Community tahun 2015. ASEAN Economic
Community Blueprint tersebut kemudian disahkan pada rangkaian pertemuan KTT
ASEAN ke-12. AEC Blueprint bertujuan untuk menjadikan kawasan ASEAN lebih
stabil, sejahtera dan sangat kompetitif, memungkinkan bebasnya lalu lintas barang,
jasa, investasi dan aliran modal. Selain itu, juga akan diupayakan kesetaraan
pembangunan ekonomi dan pengurangan kemiskinan serta kesenjangan sosial
ekonomi pada tahun 2015.39
AEC Blueprint merupakan suatu master plan bagi ASEAN untuk membentuk
Komunitas Ekonomi ASEAN pada tahun 2015 dengan mengidentifikasi langkah -
langkah integrasi ekonomi yang akan ditempuh melalui implementasi berbagai
komitmen yang rinci, dengan sasaran dan jangka waktu yang jelas. AEC Blueprint
merupakan pedoman bagi negara-negara Anggota untuk mencapai AEC 2015,
dimana masing - masing negara berkewajiban untuk melaksanakan komitmen
dalam blueprint tersebut. AEC Blueprint memuat empat kerangka utama yaitu:40
39 Berita online, Menyongsong Masyrakat Ekonomi ASEAN, diakses di
http://www.kompasiana.com/www.kompasiana.com.sani267/menyongsong-masyarakat-ekonomi-
asean_56ab18232523bdcc132e3074 pada tanggal 6 Agustus 2017 pukul 02.30 40 Diakses di http://apindo.or.id/id/fta/asean-economic-community/latar-belakang pada
tanggal 6 Agustus 2017 pukul 02.35
27
a. ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional dengan
elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran
modal yang lebih bebas.
b. ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi yang tinggi, dengan
elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan
intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerse.
c. ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata
dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa
integrasi ASEAN untuk negara - negara CMLV (Cambodia, Myanmar,
Laos, dan Vietnam).
d. ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan
perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam
hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam
jejaring produksi global.
Menindak lanjuti mengenai Cetak Biru MEA pada tahun 2007, pada KTT ke-27
yang diadakan di Malaysia. Pengesahan dilakukan melalui penandatanganan The
2015 Kuala Lumpur Declaration on the Establishment of ASEAN Community dan
The Kuala Lumpur Declaration on ASEAN 2025: Forging Ahead Together yang
akan menjadi panduan ASEAN dalam meningkatkan kualitas integrasi ekonomi
dalam 10 tahun ke depan. ASEAN Community 2025 menjadi penting karena
merupakan kelanjutan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan diberlakukan 31
28
Desember 2015.41 Selain itu, ASEAN Community 2025 merupakan visi ASEAN 10
tahun ke depan. Terdapat lima pilar dalam cetak biru MEA 2025. Pertama, Ekonomi
ASEAN terintegrasi dan kohesif. Kedua, ASEAN yang kompetitif dan dinamis.
Ketiga, peningkatan konektivitas dan kerja sama sektoral Keempat, ASEAN yang
tangguh, inklusif dan berorientasi pada masyarakat dan terakhir ASEAN global.42
3. ASEAN Regional Guidelines On Competition Policy
Pada tahun 2007, para pemimpin ASEAN berkomitmen untuk mempercepat
pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015. Secara khusus para pemimpin
berkomitmen untuk menjalankan MEA melalui pergerakan bebas barang, jasa,
investasi, tenaga kerja terampil dan modal di dalam wilayah ASEAN. MEA
membentuk ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi sebagai hasilnya
kawasan ini lebih dinamis dan kompetitif. Salah satu landasan dari MEA adalah
penerapan kebijakan persaingan oleh masing - masing negara anggota pada tahun
2015. Untuk membantu proses ini, pada tahun 2010, ASEAN menerbitkan ASEAN
Regional Guidelines on Competition Policy.43 Peluncuran ASEAN Regional
Guidelines on Competition Policy di tahun 2010, menurut Surin Pitsuvan yang pada
saat tersebut menjabat menjadi sekretaris jenderal ASEAN, mengatakan bahwa ini
adalah suatu usaha pelopor untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan untuk
memastikan ASEAN sebagai daerah yang sangat kompetitif yang tercantum dalam
41 Berita online, Cetak Biru Masyrakat ASEAN 2025 disahkan di KTT, diakses di
http://www.beritasatu.com/makro/324126-cetak-biru-masyarakat-asean-2025-disahkan-di-ktt.html
pada tanggal 5 Agustus 2017 pukul 01.30 42 Berita online, Mentri ASEAN kawal penerapan Cetak Biru MEA, diakses di
http://www.antaranews.com/berita/582939/menteri-asean-kawal-penerapan-cetak-biru-mea pada
tanggal 4 Agustus 2017 pukul 02.30 43 Huong Ly Luu, Regional Harmonization of Competition Law and Policy: An ASEAN
Approach, Asian Journal of International Law 2, 2012, hlm. 291-321.
29
Cetak Biru Ekonomi ASEAN, khususnya untuk pengenalan kebijakan dan hukum
persaingan usaha secara nasional pada tahun 2015.44
ASEAN Regional Guidelines On Competition Policy dibuat berdasarkan
pengalaman negara - negara anggota dan praktik terbaik di dalam lingkungan
internasional dengan maksud untuk menciptakan lingkungan persaingan yang sehat
di ASEAN. Tujuan ini untuk meningkatkan dan mempercepat pengembangan
kebijakan persaingan usaha nasional di masing - masing negara anggota ASEAN.
Berdasarkan Cetak Biru MEA yang telah diikuti oleh setiap negara anggota
ASEAN pada tahun 2015.Tujuan MEA akan mengubah ASEAN menjadi satu pasar
dan basis produksi, wilayah ekonomi yang sangat kompetitif, wilayah
pembangunan ekonomi yang merata, dan wilayah yang sepenuhnya terintegrasi
ekonomi global. Untuk memenuhi tujuan kawasan ekonomi yang sangat kompetitif,
salah satu tugas tindakan yang diidentifikasi dalam Cetak Biru MEA adalah
mengembangkan ASEAN Regional Guidelines On Competition Policy; dan
membuat badan resmi yang terdiri dari perwakilan dari otoritas persaingan dan
agensi yang bertanggung jawab atas kebijakan persaingan di negara-negara anggota
ASEAN. ASEAN Regional Guidelines On Competition Policy berfungsi sebagai
panduan kerangka umum untuk negara - negara anggota untuk mengenalkan,
menerapkan dan mengembangkan kebijakan persaingan sesuai dengan konteks
hukum dan ekonomi yang spesifik di setiap negara.
44 Berita online, Asean–Competition policy, guidelines and law, diakses di
http://www.businessmirror.com.ph/asean-competition-policy-guidelines-and-law/ pada tanggal 6
Agustus 2017 pukul 13.00
30
Pedoman tersebut berusaha membantu dalam proses membangun integrasi ekonomi
yang lebih kuat di kawasan ASEAN, dengan bertindak sebagai suatu refrensi
panduan bersama untuk kerja sama meningkatkan proses persaingan di negara-
negara anggota ASEAN. ASEAN Regional Guidelines On Competition Policy
tersebut hanya berfungsi sebagai referensi dan tidak mengikat negara anggota.
Panduan ini sebagai alat untuk memperhitungkan berbagai tahap perkembangan
dari kebijakan persaingan di negara - negara anggota. Definisi kebijakan persaingan
usaha secara luas adalah suatu kebijakan pemerintah yang mempromosikan atau
mempertahankan tingkat persaingan di pasar, dan termasuk tindakan pemerintah
yang secara langsung untuk mempengaruhi perilaku perusahaan, struktur industri
dan pasar.45
D. Ketentuan Persaingan Usaha di Indonesia
1. Sejarah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Sebelum reformasi, perekonomian didominasi oleh struktur yang terkonsentrasi.
Pelaku usaha yang memiliki akses terhadap kekuasaan dapat menguasai dengan
skala besar perekonomian Indonesia. Struktur monopoli dan oligopoli sangat
mendominasi sektor - sektor ekonomi saat itu. Perkembangannya, pelaku - pelaku
usaha yang dominan bahkan berkembang menjadi konglomerasi dan menguasai di
berbagai sektor. Disamping struktur yang terkonsentrasi, situasi perekonomian
Indonesia ketika itu banyak diwarnai pula oleh berbagai bentuk perilaku anti
persaingan, seperti perilaku yang berupaya memonopoli atau menguasai sektor
45 ASEAN Economic Community Blueprint , hlm.6.
31
tertentu, melalui kartel, penyalahgunaan posisi dominan, merger/take over,
diskriminasi dan sebagainya. Akibatnya, kinerja ekonomi nasional cukup
memprihatinkan. Hal tersebut ditandai dengan pilihan bagi konsumen yang
terbatas, kelangkaan pasokan, harga yang tak terjangkau, lapangan kerja yang
terbatas, pertumbuhan industri yang lambat, daya saing produk melemah serta
kesenjangan ekonomi dalam berbagai bidang kehidupan rakyat. Kondisi ini
berujung pada runtuhnya bangunan ekonomi Indonesia, yang telah dibangun
selama puluhan tahun terhapus hanya dalam waktu singkat pada saat krisis 1997.
Kondisi tersebut pada akhirnya mendorong dilakukannya reformasi di sektor
ekonomi, sebagai bagian dari reformasi di berbagai bidang kehidupan bernegara
dan berbangsa.46
Indonesia yang mencapai kondisi yang sangat buruk akhirnya meminta bantuan
International Monetary Fund/IMF untuk membantu Indonesia keluar dari krisis
serta memulihkan kondisi perekonomian nasional Indonesia. IMF mengajukan
syarat untuk bantuan tersebut. Syaratnya adalah Indonesia harus membuat
kesepakatan dengan IMF dalam bentuk Letter of Intent yang menggambarkan
kebijakan yang akan diambil Pemerintah Indonesia untuk menstabilkan kembali
kondisi ekonomi Indonesia, yang kemudian dituangkan dalam Memorandum of
Economic and Financial Policies sebagai tindak lanjut dari Letter of Intent yang
telah disepakati oleh kedua belah pihak.47
46 Andi Fahmi, op.cit, hlm 12-14. 47 Dwi Priyatno, “Kerja Sama Indonesia-UNCTAD dalam Implementasi Competition Law
and Policy di Indonesia Periode 2004-2007” Journal of International Relations, Volume 3, Nomor
1, Tahun 2017, hal. 115-122.
32
Salah satu unsur dari rangkaian Letter of Intent dan Memorandum of Economic and
Financial Policies yang telah disepakati oleh pemerintah Indonesia dan IMF
tersebut adalah bahwa Indonesia harus mengadopsi hukum persaingan usaha
sebagai salah satu upaya melaksanakan reformasi ekonomi di Indonesia terutama
untuk mengatur hukum persaingan usaha Indonesia. Hal ini menyebabkan adanya
undang - undang yang mengatur persaingan usaha di Indonesia. Namun
kesepakatan IMF tersebut bukan merupakan satu-satunya faktor penyusunan
undang - undang yang ada pada saat ini. Karena sejak 1980, sudah mulai diadakan
diskusi intensif terkait perlunya perundang - undangan yang mengatur persaingan
usaha di Indonesia oleh kementerian - kementerian terkait.
Pengaturan Persaingan Usaha di Indonesia baru terwujud pada tahun 1999 saat
Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat disahkan. Kelahiran Undang - Undang Nomor 5
Tahun 1999 tersebut ditunjang pula dengan tuntutan masyarakat akan reformasi
total dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk penghapusan
kegiatan monopoli di segala sektor. Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999
merupakan tonggak bagi diakuinya persaingan usaha yang sehat sebagai pilar
ekonomi dalam sistem ekonomi Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang -
Undang Dasar Tahun 1945. Kelahiran Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 juga
merupakan koreksi terhadap perkembangan ekonomi yang memprihatinkan, yang
terbukti tidak tahan terhadap goncangan/krisis pada tahun 1997. Krisis menjelaskan
kepada kita bahwa fondasi ekonomi Indonesia saat itu sangat lemah. Bahkan
banyak pendapat yang mengatakan bahwa ekonomi Indonesia dibangun secara
33
melenceng dari nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Undang - Undang Dasar
Tahun 1945.
Dibandingkan dengan proses pembentukan undang - undang pada umumnya,
proses pembentukan Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 termasuk tidak lazim.
Perbedaan ini terlerak pada pihak yang mengajukan rancangan undang - undang.
Selama ini dalam praktik kenegaraan kita, rancangan undang - undang disiapkan
dan diajukan oleh pemerintah untuk kemudian dibahas bersama - sama DPR. Tetapi
tidak demikian dengan Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999. Adapun yang
mempersiapkan rancangannya adalah DPR yang kemudian menggunakan hak
inisiatifnya mengajukan rancangan undang - undang.
Rancangan Undang - Undang ini dipersiapkan selama kurang lebih 4 bulan oleh
Kelompok Kerja Program Legislasi Nasional DPR Bidang Ekonomi Keuangan dan
Industri Pembangunan dengan judul Rancangan Undang - Undang tentang
Larangan Praktik Monopoli, tanpa ada kata - kata "Persaingan Tidak Sehat".
Sebenarnya pemerintah, dalam hal ini Departemen Perindustrian dan Perdagangan,
telah mempersiapkan rancangan undang - undang yang mengatur masalah
persaingan dengan judul Rancangan Undang - Undang tentang Persaingan Usaha.
Kemudian Pemerintah dan DPR menyepakati Rancangan Undang - Undang yang
dipersiapkan oleh DPR itulah yang digunakan.48 Menurut Laporan Ketua Pansus
untuk mempersiapkan Rancangan Undang - Undang tersebut diperlukan waktu
lebih kurang 3,5 bulan dengan meminta pandangan dan masukan dari berbagai
48 Hikmahanto Juwana, Merger, Konsilidasi, dan Akuisisi dalam Perspektif Hukum
Persaingan dan UU No. 5/1999, Jakarta:Yayasan Pusat Pengkajian Hukum, 1999, hlm. 4.
34
pihak.49 Kemudian, dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Oktober 1998
Rancangan Undang - Undang ini secara resmi dijadikan Rancangan Undang -
Undang usul Inisiatif DPR. Pembahasan selanjutnya dilakukan oleh Panitia
Khusus.50
2. Asas dan Tujuan Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Memahami makna suatu aturan perundang - undangan, perlu diperhatikan terlebih
dahulu asas dan tujuan dibuatnya suatu aturan. Asas dan tujuan akan memberi
refleksi bagi bentuk pengaturan dan norma - norma yang dikandung dalam aturan
tersebut. Pemahaman selanjutnya terhadap norma - norma aturan hukum tersebut
akan memberi arahan dan mempengaruhi pelaksanaan dan cara - cara penegakan
hukum yang akan dilakukan. Bab II Undang - Undang Nomor. 5 Tahun 1999, pada
pasal 2 memuat asas dari Hukum Persaingan di Indonesia, yakni pelaku usaha di
Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan demokrasi ekonomi
dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan
kepentingan umum.51 Dalam konteks ini, yang masih perlu dipertegas
sesungguhnya adalah apa yang dimaksud dengan keseimbangan antara kepentingan
pelaku usaha dan kepentingan umum. Tanpa ada penegasan lebih lanjut, bagian
kalimat tersebut terbuka bagi penafsiran yang sangat subjektif, yang selanjutnya
49 Abdul Hakim G, Nusantara dan Benny K. Harman, Analisa dan Perbandingan
UndangUndang Antimonopoli (Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat di Indonesia, Jakarta:PT. Elok Komputindo, 1999, hlm.19. lihat di Rachmadi
Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta:PT Gramedia Pusaka Utama, 2004, hlm.
6. 50 Ibid, hlm. 7. 51 Lihat Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
35
akan berakibat dikorbankannya kepentingan pelaku usaha atau kepentingan umum
dengan dalih memperhatikan keseimbangan.52
Pembentukan Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat memiliki tujuan yang sebagaimana
tercantum dalam Pasal 3, sesungguhnya memiliki tujuan akhir yang sama, yakni
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa tujuan
pembentukan Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah :
a. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional
sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
b. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan
usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan
berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan
pelaku usaha kecil.
c. Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang
ditimbulkan oleh pelaku usaha.
d. Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha Dua hal yang
menjadi unsur penting bagi penentuan kebijakan (policy objectives) yang
ideal dalam pengaturan persaingan di negara-negara yang memiliki undang-
undang persaingan adalah kepentingan umum (public interest) dan efisiensi
ekonomi (economic efficiency).
e. Ternyata dua unsur penting tersebut Pasal 3 (a) juga merupakan bagian dari
tujuan diundangkannya Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999. Dalam
52 Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, Bogor:Ghalia Indonesia, 2008, hlm.14-17.
36
perkembangan terakhir, fokus peraturan perundangan/hukum persaingan
lebih mengarah pada conduct/perilaku pelaku usaha. Paradigma baru ini
lebih memandang conduct, yang selanjutnya disebut praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat, sebagai penyebab performansi industri
rendah. Dengan demikian, boleh dikatakan bahwa hukum persaingan lahir
berawal dari dalil ekonomi. Dan hukum persaingan berkembang secara
dinamis seiring dengan perkembangan paradigma Structure Conduct
Performance serta riset ekonomi dan hukum. Dilihat dari konsiderans
menimbang Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999, dapat diketahui
falsafah yang melatardepani kelahirannya dan sekaligus memuat dasar
pikiran perlunya disusun undang - undang tersebut memuat tiga hal, yaitu:
1. Bahwa pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan kepada
terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang -
Undang Dasar 1945.
2. Bahwa demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya
kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi di
dalam proses produksi dan pemasaran barang dan/atau jasa, dalam iklim
usaha yang sehat, efektif, dan efisien, sehingga dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar.
3. Bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam
situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan
adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu,
dengan tidak terlepas dari kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh
Negara Republik Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian internasional.
37
Penjelasan Umum Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 juga menyatakan antara
lain memperhatikan situasi dan kondisi tersebut di atas, menuntut kita untuk
mencermati dan menata kembali kegiatan usaha di Indonesia, agar dunia usaha
dapat tumbuh serta berkembang secara sehat dan benar, sehingga tercipta iklim
persaingan usaha yang sehat serta terhindarnya pemusatan kekuatan ekonomi pada
perorangan atau kelompok tertentu, antara lain dalam bentuk praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat yang merugikan masyarakat, yang bertentangan
dengan cita-cita keadilan sosial. Oleh karena itu, perlu disusun undang - undang
tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang
dimaksudkan untuk menegakkan aturan hukum dan memberikan perlindungan
yang sama bagi setiap pelaku usaha di dalam upaya untuk meneiptakan persaingan
usaha yang sehat.
Undang - undang ini memberikan jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong
percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
umum, serta sebagai implementasi dari semangat dan jiwa Undang - Undang Dasar
1945. Dengan demikian kelahiran Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini
dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan yang
sama kepada setiap pelaku usaha dalam berusaha, dengan cara mencegah timbulnya
praktik - praktik monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat lainnya
dengan harapan dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif, dimana setiap
pelaku usaha dapat bersaingan seeara wajar dan sehat. Untuk itu diperlukan aturan
hukum yang pasti dan jelas yang mengatur larangan praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat lainnya.
38
Kehadiran Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 sebagai tool of social control
and a tool of social engineering sebagai alat kontrol sosial, Undang - Undang
Nomor 5 Tahun 1999 berusaha menjaga kepentingan umum dan mencegah praktik
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Selanjutnya sebagai alat rekayasa
sosial, Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat berusaha untuk meningkatkan
efisiensi ekonomi nasional, mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui
pengaturan persaingan usaha yang sehat, dan berusaha menciptakan efektivitas dan
efisiensi dalam kegiatan usaha.53 Apabila cita-cita ideal tersebut dapat
dioperasionalkan dalam kehidupan nyata, Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999
akan membawa nilai positif bagi perkembangan iklim usaha di Indonesia, yang
selama ini dapat dikatakan jauh dari kondisi ideal. Sekurang - kurangnya, Undang
- Undang Nomor 5 Tahun 1999 secara tidak langsung akan memaksa pelaku usaha
untuk lebih efisien dalam mengelola usahanya, karena Undang - Undang Nomor 5
Tahun 1999 juga menjamin dan memberi peluang yang besar kepada pelaku usaha
yang ingin berusaha (sebagai akibat dilarangnya praktik monopoli dalam bentuk
penciptaan barrier to entry).54 Hal ini berarti bahwa hanya pelaku usaha yang
efisien yang dapat bertahan di pasar.
Dampak positif lain dari Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah terciptanya
pasar yang tidak terdisrorsi, sehingga menciptakan peluang usaha yang semakin
besar bagi para pelaku usaha. Keadaan ini akan memaksa para pelaku usaha untuk
53 Ayudha D. Prayoga et al., Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di
Indonesia, Jakarta:Proyek ELIPS, 2000, hlm. 52-53. 54 Barrier to entry; Legal restrictions (e.g. Patents, licensing, requirements) on entering
the market.
39
lebih inovatif dalam menciptakan dan memasarkan produk (barang dan jasa)
mereka. Jika hal ini tidak dilakukan, para konsumen akan beralih kepada produk
yang lebih baik dan kompetitif. Ini berarti bahwa secara tidak langsung Undang -
Undang Nomor 5 Tahun 1999 akan memberikan keuntungan bagi konsumen dalam
bentuk produk yang lebih berkualitas, harga yang bersaing, dan pelayanan yang
lebih baik.
Namun perlu diingat bahwa Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 bukan
merupakan ancaman bagi perusahaan - perusahaan besar yang telah berdiri sebelum
undang - undang ini diundangkan, selama perusahaan - perusahaan tersebut tidak
melakukan praktik - praktik yang dilarang oleh Undang - Undang Nomor 5 Tahun
1999.55 Di samping mengikat para pelaku usaha, Undang - Undang Nomor 5 Tahun
1999 mengikat pemerintah untuk tidak mengeluarkan peraturan - peraturan yang
bersifat memberikan kemudahan dan fasilitas istimewa kepada para pelaku usaha
tertentu yang bersifat monopolistik. Akibatnya, dunia usaha Indonesia menjadi
tidak terbiasa dengan iklim kompetisi yang sehat, yang pada akhirnya menimbulkan
kerugian yang harus ditanggung oleh seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu,
kehadiran Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 diharapkan mampu mengikat
pemerintah untuk lebih objektif dan profesional dalam mengatur dunia usaha di
Indonesia. Di samping itu, Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 juga dapat
meningkatkan kepercayaan masyarakat internasional terhadap Indonesia, sehingga
mereka akan terarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Peningkatan
kepercayaan ini dikarenakan adanya jaminan untuk berkompetisi secara sehat56
55 Ayudha D. Prayoga, loc.cit. 56 Ibid., hlm. 24-25.
40
3. Komisi Pengawas Persaingan Usaha/KPPU
Berdasarkan Pasal 30 - 37 Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan tegas
mengamanatkan berdirinya suatu komisi yang independen yang disebut dengan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. KPUU berdiri berdasarkan Keputusan
Presiden RI Nomor 75 Tahun 1999 Tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
KPPU dalam menjalankan fungsinya, memiliki kewenangan sebagai investigato,
penyidik, pemeriksa, penuntut, pemutus dan juga fungsi konsultasi, atas
kewenangan tersebut, maka komisi memiliki beberapa tugas sebagai berikut:
a. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
b. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan tindakan pelaku usaha
yang dilarang.
c. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalah gunaan posisi
dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat.
d. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang
berkaitan dengan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
e. Menyusun pedoman dan publikasi yang berkaitan dengan UU No. 5 Tahun
1999
f. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada Presiden
dan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat).
42
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan untuk skripsi ini adalah penelitian hukum normatif
(Normative Legal Research) yaitu penelitian hukum kepustakaan yang mengacu
pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan internasional dan peraturan
perundang - undangan.57 Kemudian juga mendasar pada karakteristik yang berbeda
dengan penelitian ilmu sosial pada umumnya.58 Sedangkan fokus kajiannya adalah
hukum positif, hukum positif yang dimaksud adalah hukum yang berlaku suatu
waktu dan tempat tertentu, yaitu suatu aturan atau norma tertulis yang secara resmi
dibentuk dan diundangkan oleh penguasa, di samping hukum yang tertulis tersebut
terdapat norma di dalam masyarakat yang tidak tertulis yang secara efektif
mengatur perilaku anggota masyarakat.59 Penyusunan skripsi yang berjudul
“Sinkronisasi ASEAN Regional Guidelines On Competition Policy Dengan Undang
– Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan
57Soedjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, cet. 9, Jakarta: Rajawali Press, 2006, hlm. 23. 58Asri Wijayanti & Lilik Sofyan Achmad, Strategi Penulisan Hukum, Bandung: CV.
Lubuk Agung, 2011, hlm. 43 59Ibid
43
Persaingan Usaha Tidak Sehat” agar dapat terarah dan sistematis, maka skripsi ini
dibuat berdasarkan metode - metode tertentu. Hal ini disebabkan, suatu penelitian
merupakan usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran
suatu pengetahuan.60
B. Pendekatan Masalah
Pendekatan diperlukan dalam sebuah karya tulis ilmiah untuk lebih menjelaskan
dan mencapai maksud serta tujuan penelitian. Pendekatan tersebut dimaksudkan
agar pembahasan dapat terfokus pada permasalahan yang dituju, sesuai dengan
ruang lingkup permasalahan yang dituju. Menurut Liang Gie, pendekatan adalah
keseluruhan unsur yang dipahami untuk mendekati suatu bidang ilmu dan
memahami pengetahuan yang teratur, bulat, mencari, sasaran, yang ditelaah oleh
ilmu tersebut.61 Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan ialah adanya perkembangan
ilmu hukum positif, sehingga terdapat pemisahan yang jelas antara ilmu hukum
positif dengan ilmu hukum yang teoritis.62 Karya tulis ilmiah ini menggunakan
pendekatan hukum normatif, atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian
hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.63
Pendekatan ini dilakukan untuk mempelajari dan mengkaji permasalahan yang
berlaku ditengah-tengah masyarakat internasional, sehingga memudahkan penulis
untuk menggambarkan dan memaparkan mengenai perlindungan konsumen dalam
60Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia,
1982, hlm. 2. 61Liang Gie, Ilmu Politik: Suatu Pembahasan tentang Pengertian, Kedudukan, Lingkup
Metodologi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1982, hlm. 47. 628Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2008,
hlm. 80. 63Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009, hlm. 13-14.
44
kontrak elektronik menurut hukum internasional dan implementasinya di
Indonesia.
C. Sumber Data, Pengumpulan Data dan Pengolahan Data
1. Sumber Data
Karakteristik utama penelitian ilmu hukum normatif dalam melakukan pengkajian
hukum terletak pada sumber datanya.64 Sumber data adalah subjek dari mana data
dapat diperoleh.65 Sumber utama penelitian ilmu hukum normatif adalah bahan
hukum, karena dalam penelitian hukum normatif yang dikaji adalah bahan hukum
yang berisi aturan - aturan yang bersifat normatif.66 Data yang diperoleh dan diolah
dalam penelitian hukum jenis data sekunder yang dalam penelitian ini dijadikan
sebagai bahan hukum primer. Bahan diperoleh dari sumber kepustakaan, yakni data
yang didapatkan melalui kegiatan studi dokumen berupa buku - buku, makalah,
peraturan internasional dan peraturan perundang - undangan yang berhubungan
dengan perlindungan konsumen dalam kontrak elektronik menurut hukum
internasional dan implementasinya di Indonesia. Bahan hukum yang hendak dikaji
atau menjadi acuan berkaitan dengan permasalahannya dalam penelitian yaitu :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan - bahan hukum yang mempunyai
kekuatan hukum mengikat.67 Pada skripsi ini bahan hukum primernya
terdiri dari :
64Bahder Johan Nasution, Op.Cit, Hlm.86 65Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka
Cipta, 1998, hlm.114. 66Ibid. 67Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia (UI
Press), 2007, hlm. 52.
45
1. Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
2. Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 Tentang Komisi
Pengawas Persaingan Usaha.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2010
Tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan
Pengambilan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan
Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 Tentang Penggabungan,
Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas.
5. Piagam ASEAN
6. ASEAN Economic Blueprint
7. ASEAN Regional Guidelines On Competition Policy.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu terdiri dari bahan yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer.68 Seperti buku - buku, skripsi -
skripsi, surat kabar, artikel internet, hasil - hasil penelitian, pendapat para
ahli atau sarjana hukum yang dapat mendukung pemecahan masalah yang
diteliti dalam penelitian ini.
c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan - bahan yang memberi petunjuk terhadap
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang lebih dikenal dengan
nama bahan acuan bidang hukum atau rujukan bidang hukum.69
68Ibid 69Soerjono Soekanto, Op.Cit, Hlm. 41.
46
2. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan diolah dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik studi kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan berbagai
ketentuan perundang - undangan, dokumentasi, mengumpulkan literatur, serta
mengakses internet berkaitan dengan permasalahan dalam lingkup hukum
internasional.
3. Metode Pengolahan Data
Setelah data yang diperoleh telah terkumpul, maka berikutnya yang dilakukan
adalah data tersebut diolah agar dapat memberikan gambaran mengenai masalah
yang diajukan. Untuk mendapatkan suatu gambaran dari data yang diolah, perlu
adanya analisis sebagai akhir dari penyelidikan.70 Pengolahan data tersebut
dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut :
a. Seleksi data, yaitu pemeriksaan data untuk mengetahui apakah data
tersebut sudah lengkap sesuai dengan keperluan penelitian.
b. Klarifikasi data, yaitu menempatkan data sesuai dengan bidang atau pokok
bahasan agar mempermudah dalam menganalisisnya.
c. Sistematika data, yaitu penyusunan data menurut sistematika yang telah
ditetapkan dalam penelitian sehingga memudahkan dalam
menganalisisnya.
70Umu Hilmy, Metodologi Penelitian dari Konsep ke Metode: Sebuah Pedoman Praktis
Menyusun Proposal dan Laporan Penelitian, Malang: Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
2000, hlm. 55.
47
D. Analisis Data
Penulisan skripsi ini penulis menggunakan bahan - bahan yang diperoleh dari
tinjauan kepustakaan yang bersumber dari buku - buku dan literatur lain. Data yang
diperoleh penulis akan dianalisa secara normatif, yaitu membandingkan data yang
diperolah dengan aturan hukum. Setelah keseluruhan data yang diperoleh sesuai
dengan bahasannya masing - masing. Selanjutnya, tindakan yang dilakukan adalah
menganalisa data. Metode yang digunakan dalam analisis data adalah analisis
kualitatif, yaitu menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang
teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif, sehingga memudahkan
interpretasi data dan analisis.71
71Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti,
2004, hlm. 127.
140
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan fakta dan uraian yang telah dijabarkan pada bab pembahasan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:
(a) Empat unsur yang sudah terdapat dalam Undang - Undang Nomor 5 Tahun
1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat substansinya belum semua sesuai dengan yang terdapat dalam ASEAN
Regional Guidelines On Competition Policy. Unsur – unsur tersebut antara
lain seperti definisi dan interpretasi, sanksi, dan penanganan perkara.
(b) Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat belum memiliki unsur yang
terdapat di dalam ASEAN Regional Guidelines On Competition Policy
antara lain penerapan hukum persaingan secara extrateritorial, badan
banding, kerjasama badan pengawas internasional, dan metode sunset
clauses. Tugas dan wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha belum
semua sesuai dengan yang tercantum di bab keempat ASEAN Regional
Guidelines On Competition Policy.
141
B. Saran
1. Diharapkan pemerintah Indonesia melakukan sinkronisasi dengan cara
merevisi Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sesuai dengan unsur-unsur
yang terdapat di dalam ASEAN Regional Guidelines On Competition Policy.
2. Diharapkan pemerintah Indonesia melakukan penguatan kelembagaan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha terkait fungsi dan wewenang yang
sesuai dengan ASEAN Regional Guidelines On Competition Policy sebagai
dasar hukum Komisi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di
kawasan ASEAN.
3. Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai harmonisasi hukum
persaingan usaha di negara anggota ASEAN.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Agusman, Damos Dumoli. 2010. Hukum Perjanjian Internasional: Kajian Teori
dan Praktik Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama.
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsmi. 1998. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek,
Jakarta: Rineka Cipta.
D. Prayoga, Ayudha. 2000. Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di
Indonesia. Jakarta: Proyek ELIPS.
Gie, Liang. 1982. Ilmu Politik: Suatu Pembahasan tentang Pengertian. Kedudukan.
Lingkup Metodologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Goesniadhie, Kusnu. 2006. Harmonisasi Hukumm Dalam Prespektif Perundang-
undangan. Surabaya: PT. Temprina Media Grafika Surabaya
Hilmy, Umu. 2000. Metodologi Penelitian dari Konsep ke Metode: Sebuah
Pedoman Praktis Menyusun Proposal dan Laporan Penelitian. Malang:
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
Hakim, Abdul G, Nusantara dan Beny K. Harman. 1999. Analisa dan
Perbandingan Undang-Undang Antimonopoli (Undang-Undang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Jakarta: PT. Elok
Komputindo.
Huong Ly Luu, Regional Harmonization of Competition Law and Policy: An
ASEAN Approach, Asian Journal of International Law 2, 2012
Juwana, Hikmahanto, Merger, Konsilidasi, dan Akuisisi dalam Perspektif Hukum
Persaingan dan UU No. 5/1999, Jakarta:Yayasan Pusat Pengkajian
Hukum, 1999.
Kagramanto, Budi, Mengenal Hukum Persaingan Usaha, sidoarjo:laras, 2010.
Lubis, Andi Fahmi, Dkk. 2009. Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan
Konteks, Jakarta: Creative Media.
Long, Oliver. 1987. Law and Its Limitations in the GATT Multialteral Trade
System, Dordrecht: Martinus Nijhoff Publisher.
Makarim, Edmon. 2003. Kompilasi Hukum Telematika. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Margono, Suyud, 2009, Hukum Anti monopoli, Jakarta: Sinar Grafika.
Murniati, Rilda. 2009. Penyelesaian Perkara Pelanggaran Hukum Persaingan
Usaha oleh KPPU, Dalam buku Hukum Bangun Teori dan Telaah dalam
Implementasi, Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Nasution, Bahder Johan. 2008. Metode Penelitian Hukum. Bandung Mandar Maju.
Soeroso, R. 2006. Pengantar Ilmu Hukum, Cet. VIII, Jakarta:Sinar Grafika.
Soedjono dan Abdurahman. 2003. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka
Cipta.
Soekanto, Soedjono dan Sri Mamudji. 2006. Penelitian Hukum Normatif: Suatu
Tinjauan Singkat. cet. 9. Jakarta: Rajawali Press
Soemitro, Ronny Hanitijo. 1982. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Ghalia
Indonesia
Siswanto, Arie. 2008. Hukum Persaingan Usaha, Bogor:Ghalia Indonesia.
Wijayanti, Asri dan Lilik Sofyan Achmad. 2011. Strategi Penulisan Hukum.
Bandung: CV. Lubuk Agung.
B. Jurnal. Artikel. Makalah. Koran. Sumber Internet. dan Sumber Lainnya
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/150-artikel-keuangan-
umum/20545-masyarakat-ekonomi-asean-mea-dan-perekonomian-indonesia.
Warta Ekspor Kementrian Perdagangan Republik Indonesia No Ditjen
PEN/MJL/003/10/2012 Edisi Oktober 2012.
http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/asean/Pages/Masyarakat-Ekonomi-ASEAN-
(MEA).aspx.
Artikel Online, Masyrakat Ekonomi ASEAN, diakses di
http://scdc.binus.ac.id/imcb/2016/06/masyarakat-ekonomi-asean/
http://www.asean-competition.org/read-publication-asean-regional-guidelines-on-
competition-policy
https://www.accc.gov.au/about-us/australian-competition-consumer-
commission/about-the-accc
https://bphn.go.id/news/2014122501280333/BELUM-WAKTUNYA-ADA-
SUNSET-CLAUSE-DI-INDONESIA
http://djpp.kemenkumham.go.id/kilas-berita-perkembangan-peraturan-perundang-
undangan/2315-mahfud-substansi-tap-mprs-nomor-xxxiii-selesai.html
Vautier, Kerrin M. and Lloyd, Peter J., International Trade and Competition
Policy: CER, APEC and The WTO, Institute of Policy Studies Victoria University
of Wellington, New Zealand, 1997
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat
Berita online, KPPU Butuh Penguatan Lembaga Jelang MEA, diakses di
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5582620e6e442/kppu-butuh-
penguatan-lembaga-jelang-mea
http://www.pengertiandefinisi.com/2011/10/pengertian-persaingan.html
www.artikata.com/arti-376318-persaingan.html
http://carapedia.com/pengertian_definisi_usaha_info2644.html
G.T Suroso, “Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan Perekonomian Indonesia”,
Artikel Kemenkeu, 2015.
Case Concerning Oil Platforms (Islamic Republic of Iran v. Unitedd States of
America), (Preliminiary Objection)
John H. Jackson, International Economic Law,
Lihat, Summary Record High level Task Force (HLTF) on the Drafting of the The
ASEAN Charter. Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Departemen Luar Negeri
Indonesia,2008.
Jonathan Waller, The Expenditure Effects of Sunset Laws in State Governments,
(Disertasi Doktor, Clemson University, 2009)
Brian Baugus and Feler Bose, 2015, Sunset Legislation in the State, Balancingthe
Legislature and the Executive, Virginia: George Mason University
http://asean.org/asean/asean-charter/charter-of-the-association-of-southeast-asian-
nations/
Kementrian Luar Negri, Piagam ASEAN, Jakarta:Kemenlu
Berita online “Piagam ASEAN” dilihat di
http://www.kompasiana.com/prasito/asean-charter-piagam-
asean_550063d3a33311d07551075c
http://www.porosilmu.com/2015/09/tujuan-asean-yang-tertuang-dalam-
piagam.html
Berita online, Menyongsong Masyrakat Ekonomi ASEAN, diakses di
http://www.kompasiana.com/www.kompasiana.com.sani267/menyongsong-
masyarakat-ekonomi-asean_56ab18232523bdcc132e3074
http://apindo.or.id/id/fta/asean-economic-community/latar-belakang
Berita online, Asean–Competition policy, guidelines and law, diakses di
http://www.businessmirror.com.ph/asean-competition-policy-guidelines-and-law/
ASEAN Economic Community Blueprint
Vautier, Kerrin M. and Lloyd, Peter J., International Trade and Competition Policy:
CER, APEC and The WTO, Institute of Policy Studies Victoria University of
Wellington, New Zealand, 1997
Dwi Priyatno, “Kerja Sama Indonesia-UNCTAD dalam Implementasi Competition
Law and Policy di Indonesia Periode 2004-2007” Journal of International
Relations, Volume 3, Nomor 1, Tahun 2017.
Andrew D. Mitchell, “Broadening the Vision Of Trade and Liberalisation:
Internasional Competition Law”, World Competition Law and Economic Review
Volume 24 ( Kluwer Law International, 2001)
C. Peraturan Internasional
Piagam ASEAN
ASEAN Economic Blueprint
ASEAN Regional Guidelines On Competition Policy.
D. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat
Keppres 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1984 tentang Perindustrian
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan