38
ELEMENTS OF SEMIOLOGY Signifier and Signified

Signifier Dan Signified Lengkap

Embed Size (px)

Citation preview

ELEMENTS OF SEMIOLOGY

Signifier and Signified

5 Bagian

• The Sign (Tanda)• Signified (Petanda/Tertanda/Tinanda)• Signifier (Penanda)• Signification (Penandaan)• Value (Nilai)

Sign (Tanda)

Ranah gagasan istilah Tanda

Istilah2 Lain yang Memiliki Kesamaan dan Perbedaan fitur makna dengan Tanda

• Signal (Isyarat/Sinyal)• Index (Indeks)• Icon (Ikon)• Symbol (Simbol)• Allegory (Alegori)

• Semua istilah itu mengacu pada hubungan dua relatum

• Maka untuk mendapatkan perbedaannya, kita harus menghadirkan fitur pembeda yang lain:

Fitur-Fitur Pembeda

• Hubungan itu melibatkan atau tidak melibatkan representasi mental dari salah satu relatum

• Hubungan itu melibatkan atau tidak melibatkan analogi antar relatum

• Tautan antara dua relatum (rangsangan dan tanggapan) itu langsung atau tidak

• Relata itu persis sesuai, atau sebaliknya, melampaui yang lain.• Hubungan itu melibatkan, atau tidak melibatkan, pertalian

dengan pengguna.

Tanda Linguistik• Kenapa istilah tanda lebih dipilih?

Karena dalam tanda hubungan antar relata unmotivated dan tepat (tidak ada analogi antara kata kambing dan citra atas seekor kambing, yang dengan sempurna tercakup oleh relatum-nya)

• Signifier & Signified merupakan perpaduan yang membentuk tanda.

• Sejak Saussure, teori tanda linguistik telah diperkaya dengan prinsip double articulation (artikulasi ganda) kriteria untuk mendefinisikan bahasa.

• Dalam tanda linguistik, kita harus memisahkan antara significant units (unit bermakna) dan distinctive units (unit distingtif)

Tanda Linguistik

• Unit-unit Bermakna tiap kata atau moneme memiliki makna; merupakan artikulasi pertama.

• Unit-unit Distingtif bagian dari bentuk; ‘bunyi’ atau fonem; tidak memiliki makna langsung; merupakan artikulasi kedua.

Form (bentuk) dan Subtance (substansi)[hjelmslev]

• Tanda merupakan gabungan dari penanda dan tertanda/petanda

• Ranah penanda merupakan ranah ekspresi (plane of expression) dan ranah tertanda/petanda merupakan ranah isi (plane of content)

• Tiap ranah terbagi menjadi dua strata: bentuk dan substansi

Form (bentuk) dan Subtance (substansi)

• Bentuk diartikan sebagai apa yang bisa dijabarkan secara mendalam, sederhana, dan koheren (kriteria-kriteria epistimologis) oleh linguistik dengan mengabaikan premis-premis ekstralinguistik apa pun.

• Substansi diartikan sebagai seluruh segi dari fenomena linguistik yang tidak akan bisa dijabarkan tanpa menggunakan premis-premis ekstralinguistik. Di luar linguistik tapi bermakna atau setidaknya mempengaruhi makna. Cth: gerak tubuh, raut wajah, nada suara, konteks

Form (bentuk) dan Subtance (substansi)

• Substansi dari ekspresi, seperti: substansi sistem bunyi, artikulasi, substansi non-fungsional, yang mana berada dalam ranah fonetik (ilmu tentang bunyi wicara dan produksinya) dan ‘diabaikan’ ranah fonologi (ilmu tentang bunyi dan pemolaan bunyi-wicara dalam sebuah bahasa beserta aturan-aturan tidak terucapkan mengenai pelafalan).

• Bentuk dari ekspresi berupa aturan-aturan sintagmatik dan paradigmatik (satu bantuk yang sama bisa memiliki dua substansi yang berbeda: fonik atau grafik).

• Substansi dari isi, seperti: aspek emosional, ideologis, atau aspek gagasan dari petanda, dalam hal ini makna positifnya (apa yang ada dalam sesuatu yang ditandai).

• Bentuk dari isi. Ini merupakan organisasi formal dari petanda/tertanda melalui kehadiran atau ketidakhadiran sebuah semantic mark.

Form (bentuk) dan Subtance (substansi)

• Bagian yang terakhir itu, bentuk dari isi, menyisakan permasalahan pokok terutama dalam kaitannya dengan linguistik struktural (keniscayaan kehadiran penanda/petanda dalam fenomena kebahasaan: Langange). Bagi Saussure, mustahil memisahkan penanda dari petanda ketika berhadapan dengan suatu fenomena kebahasaan (langage) dari manusia. Akan tetapi, subdivisi dari bentuk/substansi bisa digunakan dalam meretas kemustahilan pemisahan penanda dan petanda/tertanda.

Contoh

Barthes memberi dua contoh. • Pertama: ketika berhadapan dengan suatu sistem (tanda)

yang petanda-petandanya telah tersubstantifkan dalam suatu substansi lain yang bukan substansi dari sistemnya sendiri (misalnya kasus mode (fashion) yang dituliskan).

• Kedua, ketika suatu sistem objek-objek mengandung suatu substansi yang tidak secara langsung dan secara fungsional bersignifikansi (bermakna), tetapi pada tingkat tertentu bisa menjadi utiliter (bermanfaat/punya kegunaan) (misalnya: hidangan makanan yang di satu sisi dapat menunjukkan suatu situasi tertentu dan di sisi lain dapat digunakan untuk mengenyangkan orang)

Tanda Semiologis/Semiotis• Sama dengan tanda linguistik, tanda semiotis

merupakan gabungan dari sebuah penanda dan tertanda.

• Bedanya berada dalam tingkatan substansinya; banyak sistem semiotik yang memiliki substansi ekspresi yang esensinya bukan untuk menandakan; seringnya, sistem-sistem itu merupakan objek yang memiliki nilai-guna; pakaian digunakan untuk perlindungan, dan makanan untuk mengenyangkan perut, meski keduanya juga merupakan tanda.

Tanda Semiologis/Semiotis• Tanda2 semiotis itu disebut Barthes dgn fungsi-tanda.• Fungsi tanda harus dipahami dalam dua tingkat:• Pertama, fungsi itu dirembesi oleh makna (semantisasi tanda);

maksudnya, meski objek memiliki nilai-guna, tapi penggunaannya tidak bisa dilepaskan dari tanda-tanda situasi sosial penggunaan tanda itu. Sehingga ada upaya alih-fungsi tanda. Barthes mencontohkan penggunaan mantel hujan yang tidak hanya memiliki nilai guna untuk melindungi diri dari hujan, tetapi penggunaan mantel itu tidak dapat dipisahkan dari tanda situasi atmosferik tertentu. Alasannya, masyarakat hanya memproduksi objek-objek yang terstandarisasi (terbakukan) dan ternormalisasi, maka objek-objek itu merupakan realisasi dari sebuah model, tuturan/speech dari bahasa/langue, substansi dari bentuk signifikan/bermakna

• Kedua: masuk pada model pemaknaan tingkat kedua atau konotasi. Mengenai hal ini, dibutuhkan kemunculan suatu tanda dari hasil improvisasi yang sama sekali tidak mirip dengan model apapun. Pada level ini, masyarakat akan me-refungsional-kan suatu objek (alat) hingga memerlukan sebuah semantisasi kedua (tersamar) atau lebih dekat pada konotasi.

Signified/Petanda/Tertanda

• Konsep umum petanda• Petanda linguistik• Petanda semiotik

Konsep Umum Petanda

• Petanda bukanlah ‘sesuatu’ tapi representasi mental dari ‘sesuatu.’

• Saussure menyebut ‘representasi mental’ dengan ‘konsep’ atau ‘citra mental’.

• Petanda hanya bisa didefinisikan dalam proses signifikasi (penandaan) (sebagai ‘suatu hal’ yang dimaksudkan oleh pengguna tanda)

Petanda Linguistik• Dalam semiologi, klasifikasi petanda merupakan proses yang fundamental

karena proses inilah yang memisahkan bentuk dari isi. Namun, dalam linguistik (seperti yang dilakukan oleh Hallig dan Wartbrug) dengan memperhatikan penanda-penandanya, klasifikasi petanda masih berkutat di wilayah substansi ideologis petanda-petanda, bukan pada bentuk petanda-petanda.

• Klasifikasi bentuk bisa dilakukan dengan mengurai elemen-elemen yang terdapat dalam suatu kata (model komutasi), menggantinya, kemudian menyusun ulang. Akan tetapi analisa ini tidak dilanjutkan (dalam kajian sintagma dan sistem).

• Pada intinya, tentang petanda linguistik ini, Barthes mengingatkan: kebanyakan linguis beranggapan bahwa linguistik hanya berkutat dengan Signifier. Sementara Signified dan klasifikasi semantik berada di luar wilayah linguistik.

Petanda Semiotis• Karena linguistik tidak sampai pada sistem pemaknaan,

untuk mengurai petanda semiotis, kita hanya bisa mengusahakan tiga spekulasi di bawah ini;

• Pertama dengan memperhatikan mode aktualisasi petanda semiotis. (ada hubungannya dengan isologi dan non isologi).

• Perluasan petanda semiotis, yang mengharuskan kita untuk tidak melupakan deskripsi ideologis (ideologi)

• Perlu kita ingat bahwa tiap sistem penandaan berhubungan dengan (si) pembaca/yang mengkonsumsi tanda. ini terkait dengan linguistik struktural yang hanya memperhatikan penanda.

Penanda (citra akustis –sound of image)

• Sifat-dasar penanda sama dengan petanda; bedanya adalah bahwa penanda merupakan mediator.

• Maka, matter diperlukan oleh penanda.• Materialitas dari penanda membuat

pemisahan matter dan substance diperlukan.• Substance bisa imaterial (substance dari isi);

sedangkan substance dari penanda selalu material (bunyi, objek, citra).

Klasifikasi penanda• Menurut Barthes, klasifikasi petanda-petanda itu adalah

sistem itu sendiri. Klasifikasi tersebut dimaksudkan untuk; • Pertama, pemotongan pesan “tanpa batas”, yang dibangun

dari keseluruhan ungkapan pesan di tingkat korpus yang dikaji. Keseluruhan pesan tersebut dipotong-potong menjadi untit-unit bersignifikansi terkecil dengan menggunakan tes komutasi (dalam ranah pembahasan sintagma dan sistem).

• Kedua, mengelompokkan unit-unit terkecil tadi dalam ranah paradigmatis.

• Ketiga, mengklasifikasi hubungan-hubungan sintagmatis yang menautkan unit-unit tadi.

Signifikasi/Penandaan

• Korelasi bermakna• Arbitrary & Motivated dalam linguistik• Arbitrary & Motivated dalam Semiotik

Korelasi Bermakna

• Kalau tanda adalah entitas berwajah-dua (penanda dan petanda), maka penandaan bisa dipahami sebagai proses yang mengikat penanda dan petanda, yang produknya adalah tanda.

• Pembedaan tanda dan penandaan hanya memiliki nilai klasifikasi, bukan fenomenologis. Mengapa?

Korelasi Bermakna• Karena penyatuan penanda dan petanda tidak melemahkan

tindakan semantik (tindakan pemaknaan); karena tanda juga mencomot nilainya dari medan tanda.

• Karena pikiran melakukan pemaknaan bukan lewat penghubungan melainkan pemotongan. Pemaknaan tidak menyatukan dua entitas secara sepihak, tapi juga tidak menggabungkan dua istilah, karena penanda dan petanda itu keduanya merupakan istilah sekaligus hubungan/relasi. Ambiguitas ini membuat representasi grafis dari proses pemaknaan menjadi sedikit janggal, akan tetapi mekanisme ini penting dalam wacana semiologis.

Representasi grafis

• Saussure Sr/Sd dalam bahasa, petanda berada di balik/di belakang penanda, dan petanda hanya dapat dicapai melalui penanda. Metafora yang sangat spatial/renggang ini melewatkan/tidak menangkap sifat-pokok dialektis dari penandaan di satu sisi, dan karakter ‘tertutup’ dari tanda itu hanya bisa diterima dalam sistem-sistem yang terputus (discontinuous)

Representasi grafis

• Hjelmslev ERC Ada relasi (R) antara ranah ekspresi (E) dan ranah isi (C); Formula Hjelmslev memampukan kita untuk menjelaskan, secara ekonomis dan tanpa falsifikasi metaforis, metabahasa dan E R sistem derivatif.

• Lacan S/s Lacan menggunakan penulisan spasial/renggang, mirip dengan Saussure. Bedanya adalah:

• 1) Penanda (S) itu global, dibuat dari rantai multilevel (rantai metaforis): penanda dan petanda hanya memiliki hubungan mengambang dan bersesuaian hanya pada titik2 labuh tertentu.2) Hubungan antara Penanda (S) dan petanda (s) memiliki nilainya sendiri (tidak ada dalam Saussure): hubungan itu merepresentasikan represi penanda.

• Sr Ξ Sd Dalam sistem non-isologis (Sistem yang di dalamnya petanda2nya termaterialisasikan melalui sistem yang lain),

adalah sah/masuk akal untuk memperluas hubungan (penanda-petanda) dalam bentuk sepadan (Ξ) dan bukan identitas/serupa (=)

Arbitrary & Motivated dalam linguistik

• Arbitrary = manasuka; motivated = ada dorongan/alasan.• Berangkat dari fakta bahwa dalam bahasa suara tidak

ditentukan oleh makna itu sendiri (misalnya: bunyi p-u-l-p-e-n tidak terkait dengan pulpen itu sendiri), Saussure merumuskan hubungan penanda dan petanda sebagai manasuka.

• Proses penandaan yang dimaksud itu adalah antara bunyi dengan konsep tentang benda yang dirujuk dari bunyi.

• Konsep manasuka dipertanyakan dan dibantah: asosiasi (penandaan/pemaknaan) antara bunyi dan representasi itu adalah hasil dari binaan kolektif. Maka, hubungan itu tidak lagi manasuka, melainkan diperlukan.

Arbitrary & Motivated dalam linguistik

• Dikatakan bahwa dalam linguistik penandaan itu bersifat unmotivated (tak ada dorongan). Dalam hal apakah tidak ada dorongan itu? Apakah ada yang punya dorongan? Kalau ada dorongan, seperti apa?

• Menurut Saussure, unmotivated dalam linguistik itu tidak sepenuhnya benar.• Dalam linguistik, penandaan memiliki dorongan (motivated) dalam kasus

anomatopoeia, (meong, kukuruyuk, tokek); juga saat serangkaian tanda dicipta oleh lidah melalui peniruan dari prototipe komposisi atau derivasi (misalnya: fotografer, desainer, ilustrator merujuk pada akar kata, dalam linguistik itu unmotivated, tetapi dengan akhiran –er/r yang ditambahkan, maka kata2 serupa dibentuk dengan analogi motivated).

• Dalam bahasa, hubungan antara penanda dan petanda itu bersifat kontraktual; kontrak itu kolektif; hadir dalam temporalitas yang lama; “bahasa selalu merupakan warisan” (Saussure); hubungan antara penanda dan petanda itu menjadi alamiah.

Sintesis

• Sebuah sistem itu manasuka saat tanda2nya dibangun bukan oleh konvensi, tapi oleh keputusan sepihak: tanda dalam bahasa tidak manasuka, tanda dalam fashion manasuka.

• Sebuah tanda itu motivated saat hubungan antara petanda dan penandanya analogis.

Arbitrary dan Motivated dalam Semiotik

• Dalam linguistik, motivasi terbatas pada onomatopeia, derivasi dan komposisi. Sementara dalam semiologi kita menjumpai masalah-masalah lain yang lebih banyak.

• Salah satunya karena motivasi banyak berperan diluar wilayah bahasa. • Selain itu, penemuan semiologis sangat mungkin menyingkap keberadaan

sistem-sistem yang tidak murni, yang berisi motivasi-motivasi yang sangat lemah dengan non motivasi sekunder.

• Motivasi onomatopeic diiringi oleh hilangnya artikulasi ganda. ‘aw’ yang bergantung pada artikulasi kedua (distingtif, hanya bunyi yang tdk bermakna) menggantikan sintagma berartikulasi ganda ‘sakit ndes’. Namun, onomatopeia yang menyatakan sakit sama dengan bahasa lain. Tergantung bahasa. Hal itu karena motivasi tunduk pada model-model fonologis:

• Trade mark tertentu yg digunakan dalam iklan terdiri dari bentuk2 yg murni abstrak (non-analogis). Namun bentuk2 itu bisa mengekspresikan sebuah kesan tertentu (misalnya kekuasaan) yang memiliki hubungan pertalian dengan petanda.

• Pertemuan analogis dan non-analogis dalam suatu sistem tidak dipertanyakan. Akan tetapi semiologi tidak puas hanya dengan mengakui adanya kompromi diantara keduanya, tanpa berupaya melakukan sistematisasi. Karena dalam semiologi meaning is articulation, sehingga tidak bisa mengakui perbedaan2 yang berkelanjutan.

• Dalam level antropologi, ekonomi penandaan bisa dirasakan. Dalam bahasa, dorongan/motivasi (relatif) memperkenalkan urutan tertentu di level artikulasi pertama (bermakna); ‘kontrak’ itu selalu ditopang oleh naturalisasi dari ke-manasuka-an a priori. Sistem lain bisa bergerak dari motivasi/dorongan ke non-motivasi.

• Dalam tingkatan paling umum dari semiotik, terdapat semacam perputaran antara yang analogis dan yang unmotivated. Ada kecenderungan untuk menaturalkan yang unmotivated dan membudayakan yang motivated.

Value (Nilai)

• Value bagi saussure berisi konsep bahasa (bukan wicara); yang berujung pada depsikologisasi linguistik dan mendekatkan pada ilmu ekonomi.

• Bagi saussure, value bukan signifikasi. Makna yang didapat dari signifikasi belum tetap sebelum melalui value.

• Jika dilihat dengan alur Hjelmslev, value dipandang sebagai signifikasi tambahan.

• Contoh: value dari mutton bisa terlihat ketika disandingkan secara paradigmatik dengan sheep. Dimana keduanya merupakan Sd, bukan hubung Sd dan Sr.

• Bahasa menjadi penengah antara suara dan pikiran: menjadi perantara sekaligus memotong-motong (menghancurkan apa yg diperantarai).

• Tindakan memaknai secara semiologis yang melibatkan proses signifikasi dan value, pada akhirnya ialah memotong dan memecah tanda (yang terdiri dari Sr dan Sd) menjadi artikuli2 (kepingan tanda).

Artikulasi