13
SIFAT-SIFAT PEMIMPIN YANG DIIDAMKAN MASYARAKAT A. Pendahuluan Seorang pemimpin adalah orang yang diberi amanat oleh Allah swt. untuk memimpin rakyat, yang di akhirat kelak akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah swt. Dengan demikian, meskipun seorang pemimpin dapat meloloskan diri dari tuntutan rakyatnya, karena ketidakadilannya, misalkan, akan tetapi ia tidak akan mampu meloloskan diri dari tuntutan Allah swt. kelak di akhirat. Agar beban pemimpin tidak begitu berat ketika dipinta pertanggung-jwaban oleh Allah swt. kelak di akhirat, hendaknya seorang pemimpin memiliki sifat- sifat kepemimpinan yang telah digariskan oleh Allah swt. dalam al-Quran dan telah digariskan oleh Rasul- Nya dalam al-Hadits. B. Q.S. Ali Imran Ayat 31, 59, 79, dan 80 1. Q.S. Ali Imrat Ayat 31 “Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” 1

Sifat-sifat pemimpin

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sifat-sifat pemimpin

SIFAT-SIFAT PEMIMPIN

YANG DIIDAMKAN MASYARAKAT

A. Pendahuluan

Seorang pemimpin adalah orang yang diberi amanat oleh Allah swt.

untuk memimpin rakyat, yang di akhirat kelak akan dimintai pertanggung

jawaban oleh Allah swt. Dengan demikian, meskipun seorang pemimpin dapat

meloloskan diri dari tuntutan rakyatnya, karena ketidakadilannya, misalkan,

akan tetapi ia tidak akan mampu meloloskan diri dari tuntutan Allah swt.

kelak di akhirat.

Agar beban pemimpin tidak begitu berat ketika dipinta pertanggung-

jwaban oleh Allah swt. kelak di akhirat, hendaknya seorang pemimpin

memiliki sifat-sifat kepemimpinan yang telah digariskan oleh Allah swt.

dalam al-Quran dan telah digariskan oleh Rasul-Nya dalam al-Hadits.

B. Q.S. Ali Imran Ayat 31, 59, 79, dan 80

1. Q.S. Ali Imrat Ayat 31

“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,

niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ada suatu

kaum di zaman Nabi Muhammad SAW, yang berkata, “Demi

Allah hai Muhammad, sesungguhnya kami benar-benar

yakin cinta kepada Rab kami, maka Allah menurunkan ayat

di atas sebagai tuntunan bagaimana harusnya mencintai

Allah.

Sementara itu, dalam tafsir al-Jalalain dikatakan, bahwa: “Ayat ini

turun ketika orang-orang kafir Quraisy berkata, “Kami tidak sekali-kali

menyembah berhala melainkan didasarkan kecintaan kepada Allah, agar

1

Page 2: Sifat-sifat pemimpin

mereka (para berhala) mendekatkan kami kepada-Nya.” (Katakanlah)

kepada meraka wahai Muhammad, (Jika kamu (benar-benar) mencintai

Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi), maknanya sesungguhnya dia

akan memberi balasan kepadamu, (dan mengampuni dosa-dosamu." Allah

Maha Pengampun) kepada orang yang mengikutiku atas dosa-dosa yang

telah dilakukan sebelumnya (lagi Maha Penyayang) kepadanya.”

Maksud dari kata “mengampuni dosa-dosa kalian”, Jumhur Ulama

berpendapat dosa yang akan diampuni itu dosa-dosa kecil yang tidak ada

hubungannya dengan hak adam “ #ُر! &لَّص)َغ&اِئ &َع&َّل)ُق! َا &َت &َت # َال 5آلَد&ِم #ا ِب ”, tetapi kalau melihat

keumuman ayat di atas tidak menutup kemungkinan bahwa dosa-dosa besar

pun akan diampuni oleh Allah apabila Ia menghendakinya..

Kaitan ayat di atas dengan sifat kepemimpinan adalah bahwasanya

seorang pemimpin harus memiliki sifat kasih sayang kepada rakyatnya,

senantiasa memperhatikan keadaan rakyatnya tanpa ada keberpihakan

kepada salah satu kelompok. Pemimpin lakasana bagi rakyatnya, rakyat

membutuhkan perlindungan dari pemimpinan, sebagaimana anak

memerlukan perlindungan dari kedua orangtuanya.

Sifat lain yang diisyaratkan oleh ayat di atas adalah seorang

pemimpin harus memiliki sikap tasammuh, pemaaf atas kekhilafan yang

dikerjakan oleh rakyat atau bawahannya. Tidak menjadikan jabatan sebagai

bemper yang memberi kebebasan kepadanya bertindak sewenang-kewenang

kepada rakyat dan bawahannya karena kesalahan yang dilakukan.

2. Q.S. Ali Imran Ayat 59

“Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti

(penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, Kemudian Allah

berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), Maka jadilah Dia.”

(Q.S. Ali Imran : 59)

2

Page 3: Sifat-sifat pemimpin

Tentang sejarah turunnya (asbab an-nuzul) ayat di

atas, dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa segolongan

kaum Nasrani Najran yang dipimpin langsung oleh kepala

dan wakilnya, menghadap Rasullulah SAW, dan berkata:

“Mengapa tuan menganggap sahabat kami?” Nabi

menjawab, “Siapakah dia?” Mereka menjawab, “Isa yang

tuan anggap sebagai hamba Allah”, maka Nabi menjawab,

“Benar.” Mereka berkata, “Apakah tuan tahu yang seperti

Isa, atau diberitahu tentang dia?” Kemudian mereka keluar

dan Rasullulah SAW, dan tiada lama kemudian datanglah

Jibril menyampaikan Ayat tersebut di atas menegaskan

adanya orang yang seperti Isa.”

Ibnu Katsir dalam tafsirnya, Jilid I/152 menjelasakan bahwasanya

Allah menyerupakan penciptaan Isa dan Nabi Adam as. adalah itu semata-

mata kekuasaan Allah dari segi bahwa Nabi Isa itu diciptakan oleh Allah

tanpa adanya seorang bapak, sedangkan Nabi Adam diciptakan Allah tanpa

adanya seorang ayah dan ibu, tetapi Nabi adam itu diciptakan dari tanah

kemudian jadilah ia seorang manusia.

Dijelaskan pula, bahwa Nabi Isa dan Nabi Adam itu sama-sama

ciptaan Allah, tetapi keduanya berbeda proses penciptaannya. Kalau Nabi

Isa itu dilahirkan oleh Siti Maryam tanpa adanya seorang bapak, berarti ini

kekuasaan Allah yang tidak bisa dilakukan makhluk manapun di dunia ini

selain Dia.

Hubungannya ayat di atas dengan sifat-sifat kepemimpinan adalah

memberikan isyarat bahwa manusia antara satu dengan yang lainnya adalah

sama, jabatan dan kedudukan bukan menjadi pembeda, di mata Allah

semuanya sama. Dalam menilai seseorang yang dipandang oleh Allah

hanya kadar keimanan dan ketaqwaan yang dimilikinya. Oleh karenanya

Allah berfirman:

#َّن) !ْم5 ِإ َم&ُك 5ُر& ْك& 5َد& َأ ْن ... َالَّلِه# ِع# !ْم5 5َق&اْك &َت َأ

3

Page 4: Sifat-sifat pemimpin

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling

bertaqwa di antara kamu…”

Dalam haditsnya Rasul saw. memperkuat:

#َّن) ُر! َالَّلMMِه& ِإ !MM5ُظ &ْن &َي #ل&ى َال !ْم5 ِإ َو&ِر#ْك !MMْم5 ُص! اَم#ُك &MMْج5َس& ُر! َو&لُك#ْن5 َو&َأ !MM5ُظ &ْن #ل&ى َي !ْم5 ِإ #ُك َو5ِب !MMُق!َّل !ْم5 #ُك &ِع5َم&ال َو&َأ

“Sesungguhnya Allah tidak akan melihat wajah dan jasad kalian semua,

akan tetapi yang akan dilihat-Nya adalah hati dan perbuatan.” (al-Hadits)

Oleh karena demikian, seorang pemimpin harus memiliki sifat

meraba diri, bahwa dia dengan rakyatnya adalah saudara karena berasal dari

satu keturunan, yaitu Adam as. Sikap persaudaraan harus dimiliki oleh

setiap pemimpin, dia harus manunggal dengan rakyatnya, tidak menutup

diri dan tidak membatasi untuk bergaul dengan rakyatnya. Karena jika sikap

persaudaraan dijalankan oleh setiap pemimpin, maka akan mudah bagi dia

dalam mengawasi rakyatnya, kemajuan dan kemunduran yang dialami

rakyatnya akan mudah terdeteksi. Lebih dari itu, saran dan masukan dari

rakyat akan cepat diakses sehingga denngan cepat akan mengadakan sebuah

perubahan dalam tubuh pemeritahannya.

Kemanunggalan seorang pemimpin dengan rakyatnya yangn

didasari oleh sikap persaudaraan diisyaratkan oleh Nabi dalam haditsnya:

5َم!ْؤ5َم#ْن! &ل 5َم!ْؤ5َم#ْن# َا #َّل &اَّن# ل 5َي !ْن 5ُب !ال َد[ ْك &ُش! &َع5َض&ِه! َي &َع5َ̀ضا... ِب ِب“Seorang mukmin dan mukmin yang lainnya seperti satu bangunan yang

saling menguatkan sebagian mereka kepada sebagian yang lain.”

3. Surat Ali Imran Ayat 79-80

“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia Berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (Dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani,

4

Page 5: Sifat-sifat pemimpin

Karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. Dan (Tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai Tuhan. apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam?".

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika

pendeta kaum Yahudi dan kaum Nasrani Najran berkata di

hadapan Rasullulah SAW, dan diajak masuk Islam, berkata

Abu Rafi`i Al-Qurazhi “Apakah Nabi menginginkan agar kami

menyembah tuan seperti Nasrani menyembah Isa?”

Rasullulah menjawab “Ma`adzallah” (aku berlindung kepada

Allah dari hal itu) maka Allah menurunkan ayat tersebut di

atas sebagai sanggahan bahwa tiada seorang Nabi pun

yang mengajak umatnya untuk menyembah dirinya sendiri.

Dalam kedua ayat di atas, dijelaskan bahwa tidak pantas bagi

seorang yang telah mengetahui dan faham tentang al-Quran mengaku

dirinya bagaikan Tuhan dan menjadikan mereka sembahan manusia, tetapi

mereka harus menjadi orang-orang Rabbani, yaitu orang yang sempurna

ilmu dan ketaqwaannya kepada Allah swt., yang selalu mengajarkan kepada

manusia al-Kitab dan selalu memahaminya.

Kaitan ayat di atas dengan sifat kepemimpinan, bahwa seorang

pemimpin jangan menganggap dirinya sebagai manusia super yang bebasa

berbuat dan memerintah apa saja kepada rakyatnya. Akan tetapi,

sebaliknya, ia harus berusaha memosisikan dirinya sebagai pelayan dan

pengayom masyarakat, sebagaimana firman Allah:

&اْح&َك& َو&َاْح5ِف#ْض5 ْن #َم&ْن# ْج& &َع&َك& ل )ُب 5ْن& َم#ْن& َاَت #َي 5َم!ْؤ5َم#ْن )215: (َالُشَعُرَاء َال“Rendahkanlah sikapmu terhadap pengikutmu dari kaum mukiminin.” (Q.S.

asy-Syu’ara : 215)

Maka tidak selayaknya, seorang pemimpun itu mempunyai sifat takabbur

atas kepemimpinannya, karena ilmu yang diberikan oleh Allah kepada-Nya

sedikit, seperti jarum yang dimasukan ke dalam lautan kemudian diangkat

kembali. Itulah perumpamaan ilmu manusia daripada ilmu allah yang seluas

5

Page 6: Sifat-sifat pemimpin

lautan bahkan lebih, dan sifat sombong itu akan membawa dirinya kepada

kekufuran, sebagaimana fir’aun yang mengaku dirinya sebagai Tuhan lalu

oleh Allah ditenggelamkan oleh Allah swt., sebagaimana firman Allah

dalam surat an-Nazi’at:

. . . . . .

. . "Pergilah kamu kepada Fir'aun, Sesungguhnya dia Telah melampaui batas, dan Katakanlah (kepada Fir'aun): "Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)". Dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut kepada-Nya?" Lalu Musa memperlihatkan kepadanya mukjizat yang besar. Tetapi Fir´aun mendustakan dan mendurhakai. Kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang (Musa). Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya. (seraya) berkata:"Akulah Tuhanmu yang paling tinggi". (Q.S. an-Nazi’at : 17 – 24)

Dalam sebuah hadits yang diterima dari Siti Aisyah dan

diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nabi saw. pernah bersabda, “Ya Allah,

suapa yang menguasai sesuatu dari urusan umatku lalu mempersulit

mereka maka persulitlah baginya. Dan siapa yang mengurusi umatku dan

berlemah lembut pada mereka, maka permudahlah baginya.”

Hal itu menunjukkan bahwa Allah dan Rasul-Nya sangat peduli

terhadap hambanya agar terjaga dari kezaliman para pemimpin yang kejam

dan tidak bertanggung jawab. Pemimpin zalim yang tidak mau mengayomi

dan melayani rakyatnya diancam tidak akan pernah mencium harumnya

surga apalagi memasukinya.

Oleh karena itu, agar kaum muslimin terhindar dari pemimpin yang

zalim, berhati-hatilah dalam memilih seorang pemimpin. Pemilihan

pemimpin harus betul-betul didasarkan pada kualitas, integritas, loyalitas,

dan yang paling penting adalah perilaku keagamaannya. Jangan memilih

mareka karena didasarkan rasa emosional, baik karena ras, suku bangsa atau

keturunan karena jika mereka tidak mampu memimpin, rakyatlah yang akan

merasakan kerugiannya.

6

Page 7: Sifat-sifat pemimpin

C. Q.S. al-Ahzab Ayat 36

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya Telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat yang nyata.” (Q.S. al-Hujurat : 36)

Dalam ayat di atas dijelaskan, bahwasanya apabila Allah dan Rasul-

Nya menetapkan suatu hukum, baik itu hukum haram, halal, wajib, sunat,

dan yang lainnya maka apabila hukumnya haram, tidak ada pilihan lagi

untuk membantahnya, contoh larangan zina yang ada di dalam al-Quran

yang berbunyi:

Kaitan ayat di atas dengan sifat-sifat kepemimpinan adalah bahwa

dalam pandangan Islam seorang pemimpin dalam membuat sebuah

kebijakan harus berpijak pada rambu-ramu syari’at, dalam hal ini al-Quran

dan al-hadits. Jika kebijakan yang dikeluarkannya bertolak belakang dengan

aturan al-Quran dan al-Hadits, maka tidak ada kewajiban bagi rakyat untuk

mentaatinya. Hal ini diisyaratkan oleh Rasul dalam haditsnya:

&َط&اِع&َة& !َو5ٍقq َال َّل #َم&ْخ5 &َة# ِف#ْي5 ل #ُق# َم&َع5َّص#َي ال 5ْخ& َالDi samping itu juga, harus menjadi perhatian bagi seorang pemimpin,

bahwa kebijakannya harus didasarkan pada kemaslahatan atau kemajuan

masyarakat. hal ini di dasarkan pada kaidah Ushul Fiqh:

&َة! ِع5َي # ِر& #َم&اِم 5ِإل !َو5ٌطw َا َة# َم&ْن &َح& 5َم&َّص5َّل #ال ِب“Kebijakan pemerintah itu harus didasarkan pada kemaslahatan.”

D. Penutup

Sebagai penutup dari uraian di atas, maka penutup akan memberikan

kesimpulan bahwa:

7

Page 8: Sifat-sifat pemimpin

1. Pemimpin itu harus bersikap amanah dan jujur atas apa yang dipimpinnya,

tidak berlaku curang kepada rakyatnya dengan cara mendzalimi rakyatnya

secara kejam.

2. Pemimpin harus manunggal berlaku rakyatnya, memiliki pendirian bahwa

dia merupakan bagian dari rakyat, sehingga dengan demikian dia berlaku

adil kepada rakyatnya dan tidak akan membedakan satu sama lain.

3. Pemimpin itu tidak boleh takabbur/sombong, dan semena-mena dalam

memerintah rakyatnya, dan dalam menajalankan pemerintahannya dia

harus mentaati peraturan yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya,

melalui al-Quran dan as-Sunnah.

8

Page 9: Sifat-sifat pemimpin

DAFTAR PUSTAKA

Al-Mahalli, Jalaludin Muhammad Ahmad, as-Suyuthy, Jalaludin. 2004. Tafsiru

al-Qurani al-‘Adhim. Bandung: Al-Ma’arif.

Bahresyi, Salim. 1977. Terjemah Riyadlu al-Shalihin. Bandung: Al-Maarif.

Katsir, al-Hafidz Ibnu. 2004. Tafsiru al-Qurani al-‘Adhim. Beirut: Daar al-Kutub.

Noor, Mohammad. 1996. al-Quran dan Terjemahnya. Semarang: CV. Toha

Putera.

Syafe’i, Rachmat, H. Prof, Dr., MA. 2003. al-Hadits: Aqidah, Akhlak, Sosial dan

Hukum. Bandung: CV. Pustaka Setia.

9