Upload
asep-bunyamin
View
624
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SIFAT-SIFAT PEMIMPIN
YANG DIIDAMKAN MASYARAKAT
A. Pendahuluan
Seorang pemimpin adalah orang yang diberi amanat oleh Allah swt.
untuk memimpin rakyat, yang di akhirat kelak akan dimintai pertanggung
jawaban oleh Allah swt. Dengan demikian, meskipun seorang pemimpin dapat
meloloskan diri dari tuntutan rakyatnya, karena ketidakadilannya, misalkan,
akan tetapi ia tidak akan mampu meloloskan diri dari tuntutan Allah swt.
kelak di akhirat.
Agar beban pemimpin tidak begitu berat ketika dipinta pertanggung-
jwaban oleh Allah swt. kelak di akhirat, hendaknya seorang pemimpin
memiliki sifat-sifat kepemimpinan yang telah digariskan oleh Allah swt.
dalam al-Quran dan telah digariskan oleh Rasul-Nya dalam al-Hadits.
B. Q.S. Ali Imran Ayat 31, 59, 79, dan 80
1. Q.S. Ali Imrat Ayat 31
“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ada suatu
kaum di zaman Nabi Muhammad SAW, yang berkata, “Demi
Allah hai Muhammad, sesungguhnya kami benar-benar
yakin cinta kepada Rab kami, maka Allah menurunkan ayat
di atas sebagai tuntunan bagaimana harusnya mencintai
Allah.
Sementara itu, dalam tafsir al-Jalalain dikatakan, bahwa: “Ayat ini
turun ketika orang-orang kafir Quraisy berkata, “Kami tidak sekali-kali
menyembah berhala melainkan didasarkan kecintaan kepada Allah, agar
1
mereka (para berhala) mendekatkan kami kepada-Nya.” (Katakanlah)
kepada meraka wahai Muhammad, (Jika kamu (benar-benar) mencintai
Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi), maknanya sesungguhnya dia
akan memberi balasan kepadamu, (dan mengampuni dosa-dosamu." Allah
Maha Pengampun) kepada orang yang mengikutiku atas dosa-dosa yang
telah dilakukan sebelumnya (lagi Maha Penyayang) kepadanya.”
Maksud dari kata “mengampuni dosa-dosa kalian”, Jumhur Ulama
berpendapat dosa yang akan diampuni itu dosa-dosa kecil yang tidak ada
hubungannya dengan hak adam “ #ُر! &لَّص)َغ&اِئ &َع&َّل)ُق! َا &َت &َت # َال 5آلَد&ِم #ا ِب ”, tetapi kalau melihat
keumuman ayat di atas tidak menutup kemungkinan bahwa dosa-dosa besar
pun akan diampuni oleh Allah apabila Ia menghendakinya..
Kaitan ayat di atas dengan sifat kepemimpinan adalah bahwasanya
seorang pemimpin harus memiliki sifat kasih sayang kepada rakyatnya,
senantiasa memperhatikan keadaan rakyatnya tanpa ada keberpihakan
kepada salah satu kelompok. Pemimpin lakasana bagi rakyatnya, rakyat
membutuhkan perlindungan dari pemimpinan, sebagaimana anak
memerlukan perlindungan dari kedua orangtuanya.
Sifat lain yang diisyaratkan oleh ayat di atas adalah seorang
pemimpin harus memiliki sikap tasammuh, pemaaf atas kekhilafan yang
dikerjakan oleh rakyat atau bawahannya. Tidak menjadikan jabatan sebagai
bemper yang memberi kebebasan kepadanya bertindak sewenang-kewenang
kepada rakyat dan bawahannya karena kesalahan yang dilakukan.
2. Q.S. Ali Imran Ayat 59
“Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti
(penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, Kemudian Allah
berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), Maka jadilah Dia.”
(Q.S. Ali Imran : 59)
2
Tentang sejarah turunnya (asbab an-nuzul) ayat di
atas, dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa segolongan
kaum Nasrani Najran yang dipimpin langsung oleh kepala
dan wakilnya, menghadap Rasullulah SAW, dan berkata:
“Mengapa tuan menganggap sahabat kami?” Nabi
menjawab, “Siapakah dia?” Mereka menjawab, “Isa yang
tuan anggap sebagai hamba Allah”, maka Nabi menjawab,
“Benar.” Mereka berkata, “Apakah tuan tahu yang seperti
Isa, atau diberitahu tentang dia?” Kemudian mereka keluar
dan Rasullulah SAW, dan tiada lama kemudian datanglah
Jibril menyampaikan Ayat tersebut di atas menegaskan
adanya orang yang seperti Isa.”
Ibnu Katsir dalam tafsirnya, Jilid I/152 menjelasakan bahwasanya
Allah menyerupakan penciptaan Isa dan Nabi Adam as. adalah itu semata-
mata kekuasaan Allah dari segi bahwa Nabi Isa itu diciptakan oleh Allah
tanpa adanya seorang bapak, sedangkan Nabi Adam diciptakan Allah tanpa
adanya seorang ayah dan ibu, tetapi Nabi adam itu diciptakan dari tanah
kemudian jadilah ia seorang manusia.
Dijelaskan pula, bahwa Nabi Isa dan Nabi Adam itu sama-sama
ciptaan Allah, tetapi keduanya berbeda proses penciptaannya. Kalau Nabi
Isa itu dilahirkan oleh Siti Maryam tanpa adanya seorang bapak, berarti ini
kekuasaan Allah yang tidak bisa dilakukan makhluk manapun di dunia ini
selain Dia.
Hubungannya ayat di atas dengan sifat-sifat kepemimpinan adalah
memberikan isyarat bahwa manusia antara satu dengan yang lainnya adalah
sama, jabatan dan kedudukan bukan menjadi pembeda, di mata Allah
semuanya sama. Dalam menilai seseorang yang dipandang oleh Allah
hanya kadar keimanan dan ketaqwaan yang dimilikinya. Oleh karenanya
Allah berfirman:
#َّن) !ْم5 ِإ َم&ُك 5ُر& ْك& 5َد& َأ ْن ... َالَّلِه# ِع# !ْم5 5َق&اْك &َت َأ
3
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling
bertaqwa di antara kamu…”
Dalam haditsnya Rasul saw. memperkuat:
#َّن) ُر! َالَّلMMِه& ِإ !MM5ُظ &ْن &َي #ل&ى َال !ْم5 ِإ َو&ِر#ْك !MMْم5 ُص! اَم#ُك &MMْج5َس& ُر! َو&لُك#ْن5 َو&َأ !MM5ُظ &ْن #ل&ى َي !ْم5 ِإ #ُك َو5ِب !MMُق!َّل !ْم5 #ُك &ِع5َم&ال َو&َأ
“Sesungguhnya Allah tidak akan melihat wajah dan jasad kalian semua,
akan tetapi yang akan dilihat-Nya adalah hati dan perbuatan.” (al-Hadits)
Oleh karena demikian, seorang pemimpin harus memiliki sifat
meraba diri, bahwa dia dengan rakyatnya adalah saudara karena berasal dari
satu keturunan, yaitu Adam as. Sikap persaudaraan harus dimiliki oleh
setiap pemimpin, dia harus manunggal dengan rakyatnya, tidak menutup
diri dan tidak membatasi untuk bergaul dengan rakyatnya. Karena jika sikap
persaudaraan dijalankan oleh setiap pemimpin, maka akan mudah bagi dia
dalam mengawasi rakyatnya, kemajuan dan kemunduran yang dialami
rakyatnya akan mudah terdeteksi. Lebih dari itu, saran dan masukan dari
rakyat akan cepat diakses sehingga denngan cepat akan mengadakan sebuah
perubahan dalam tubuh pemeritahannya.
Kemanunggalan seorang pemimpin dengan rakyatnya yangn
didasari oleh sikap persaudaraan diisyaratkan oleh Nabi dalam haditsnya:
5َم!ْؤ5َم#ْن! &ل 5َم!ْؤ5َم#ْن# َا #َّل &اَّن# ل 5َي !ْن 5ُب !ال َد[ ْك &ُش! &َع5َض&ِه! َي &َع5َ̀ضا... ِب ِب“Seorang mukmin dan mukmin yang lainnya seperti satu bangunan yang
saling menguatkan sebagian mereka kepada sebagian yang lain.”
3. Surat Ali Imran Ayat 79-80
“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia Berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (Dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani,
4
Karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. Dan (Tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai Tuhan. apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam?".
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika
pendeta kaum Yahudi dan kaum Nasrani Najran berkata di
hadapan Rasullulah SAW, dan diajak masuk Islam, berkata
Abu Rafi`i Al-Qurazhi “Apakah Nabi menginginkan agar kami
menyembah tuan seperti Nasrani menyembah Isa?”
Rasullulah menjawab “Ma`adzallah” (aku berlindung kepada
Allah dari hal itu) maka Allah menurunkan ayat tersebut di
atas sebagai sanggahan bahwa tiada seorang Nabi pun
yang mengajak umatnya untuk menyembah dirinya sendiri.
Dalam kedua ayat di atas, dijelaskan bahwa tidak pantas bagi
seorang yang telah mengetahui dan faham tentang al-Quran mengaku
dirinya bagaikan Tuhan dan menjadikan mereka sembahan manusia, tetapi
mereka harus menjadi orang-orang Rabbani, yaitu orang yang sempurna
ilmu dan ketaqwaannya kepada Allah swt., yang selalu mengajarkan kepada
manusia al-Kitab dan selalu memahaminya.
Kaitan ayat di atas dengan sifat kepemimpinan, bahwa seorang
pemimpin jangan menganggap dirinya sebagai manusia super yang bebasa
berbuat dan memerintah apa saja kepada rakyatnya. Akan tetapi,
sebaliknya, ia harus berusaha memosisikan dirinya sebagai pelayan dan
pengayom masyarakat, sebagaimana firman Allah:
&اْح&َك& َو&َاْح5ِف#ْض5 ْن #َم&ْن# ْج& &َع&َك& ل )ُب 5ْن& َم#ْن& َاَت #َي 5َم!ْؤ5َم#ْن )215: (َالُشَعُرَاء َال“Rendahkanlah sikapmu terhadap pengikutmu dari kaum mukiminin.” (Q.S.
asy-Syu’ara : 215)
Maka tidak selayaknya, seorang pemimpun itu mempunyai sifat takabbur
atas kepemimpinannya, karena ilmu yang diberikan oleh Allah kepada-Nya
sedikit, seperti jarum yang dimasukan ke dalam lautan kemudian diangkat
kembali. Itulah perumpamaan ilmu manusia daripada ilmu allah yang seluas
5
lautan bahkan lebih, dan sifat sombong itu akan membawa dirinya kepada
kekufuran, sebagaimana fir’aun yang mengaku dirinya sebagai Tuhan lalu
oleh Allah ditenggelamkan oleh Allah swt., sebagaimana firman Allah
dalam surat an-Nazi’at:
. . . . . .
. . "Pergilah kamu kepada Fir'aun, Sesungguhnya dia Telah melampaui batas, dan Katakanlah (kepada Fir'aun): "Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)". Dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut kepada-Nya?" Lalu Musa memperlihatkan kepadanya mukjizat yang besar. Tetapi Fir´aun mendustakan dan mendurhakai. Kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang (Musa). Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya. (seraya) berkata:"Akulah Tuhanmu yang paling tinggi". (Q.S. an-Nazi’at : 17 – 24)
Dalam sebuah hadits yang diterima dari Siti Aisyah dan
diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nabi saw. pernah bersabda, “Ya Allah,
suapa yang menguasai sesuatu dari urusan umatku lalu mempersulit
mereka maka persulitlah baginya. Dan siapa yang mengurusi umatku dan
berlemah lembut pada mereka, maka permudahlah baginya.”
Hal itu menunjukkan bahwa Allah dan Rasul-Nya sangat peduli
terhadap hambanya agar terjaga dari kezaliman para pemimpin yang kejam
dan tidak bertanggung jawab. Pemimpin zalim yang tidak mau mengayomi
dan melayani rakyatnya diancam tidak akan pernah mencium harumnya
surga apalagi memasukinya.
Oleh karena itu, agar kaum muslimin terhindar dari pemimpin yang
zalim, berhati-hatilah dalam memilih seorang pemimpin. Pemilihan
pemimpin harus betul-betul didasarkan pada kualitas, integritas, loyalitas,
dan yang paling penting adalah perilaku keagamaannya. Jangan memilih
mareka karena didasarkan rasa emosional, baik karena ras, suku bangsa atau
keturunan karena jika mereka tidak mampu memimpin, rakyatlah yang akan
merasakan kerugiannya.
6
C. Q.S. al-Ahzab Ayat 36
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya Telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat yang nyata.” (Q.S. al-Hujurat : 36)
Dalam ayat di atas dijelaskan, bahwasanya apabila Allah dan Rasul-
Nya menetapkan suatu hukum, baik itu hukum haram, halal, wajib, sunat,
dan yang lainnya maka apabila hukumnya haram, tidak ada pilihan lagi
untuk membantahnya, contoh larangan zina yang ada di dalam al-Quran
yang berbunyi:
Kaitan ayat di atas dengan sifat-sifat kepemimpinan adalah bahwa
dalam pandangan Islam seorang pemimpin dalam membuat sebuah
kebijakan harus berpijak pada rambu-ramu syari’at, dalam hal ini al-Quran
dan al-hadits. Jika kebijakan yang dikeluarkannya bertolak belakang dengan
aturan al-Quran dan al-Hadits, maka tidak ada kewajiban bagi rakyat untuk
mentaatinya. Hal ini diisyaratkan oleh Rasul dalam haditsnya:
&َط&اِع&َة& !َو5ٍقq َال َّل #َم&ْخ5 &َة# ِف#ْي5 ل #ُق# َم&َع5َّص#َي ال 5ْخ& َالDi samping itu juga, harus menjadi perhatian bagi seorang pemimpin,
bahwa kebijakannya harus didasarkan pada kemaslahatan atau kemajuan
masyarakat. hal ini di dasarkan pada kaidah Ushul Fiqh:
&َة! ِع5َي # ِر& #َم&اِم 5ِإل !َو5ٌطw َا َة# َم&ْن &َح& 5َم&َّص5َّل #ال ِب“Kebijakan pemerintah itu harus didasarkan pada kemaslahatan.”
D. Penutup
Sebagai penutup dari uraian di atas, maka penutup akan memberikan
kesimpulan bahwa:
7
1. Pemimpin itu harus bersikap amanah dan jujur atas apa yang dipimpinnya,
tidak berlaku curang kepada rakyatnya dengan cara mendzalimi rakyatnya
secara kejam.
2. Pemimpin harus manunggal berlaku rakyatnya, memiliki pendirian bahwa
dia merupakan bagian dari rakyat, sehingga dengan demikian dia berlaku
adil kepada rakyatnya dan tidak akan membedakan satu sama lain.
3. Pemimpin itu tidak boleh takabbur/sombong, dan semena-mena dalam
memerintah rakyatnya, dan dalam menajalankan pemerintahannya dia
harus mentaati peraturan yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya,
melalui al-Quran dan as-Sunnah.
8
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mahalli, Jalaludin Muhammad Ahmad, as-Suyuthy, Jalaludin. 2004. Tafsiru
al-Qurani al-‘Adhim. Bandung: Al-Ma’arif.
Bahresyi, Salim. 1977. Terjemah Riyadlu al-Shalihin. Bandung: Al-Maarif.
Katsir, al-Hafidz Ibnu. 2004. Tafsiru al-Qurani al-‘Adhim. Beirut: Daar al-Kutub.
Noor, Mohammad. 1996. al-Quran dan Terjemahnya. Semarang: CV. Toha
Putera.
Syafe’i, Rachmat, H. Prof, Dr., MA. 2003. al-Hadits: Aqidah, Akhlak, Sosial dan
Hukum. Bandung: CV. Pustaka Setia.
9