44
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Para orang tua belakangan ini sering kali mengkhawatirkan tingkat pergaulan anaknya pada saat di luar rumah terlebih dengan adanya kasus dan berita- berita tentang seks bebas di kalangan remaja. Proses tumbuh kembang remaja di saat sekarang ini memang harus diwaspadai dan diperhatikan karena kondisi kejiwaan para remaja yang masih labil dan berada pada tahap transisi, atau biasa kita sebut dengan istilah masa pubertas, dimana gejolak seksual ikut berkembang seiring perkembangan remaja tersebut. Pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang cepat dalam aspek fisik, emosi, kognitif, dan sosial. Masa ini merupakan masa yang kritis, yaitu saat untuk berjuang melepaskan ketergantungan kepada orang tua dan berusaha mencapai kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Pergaulan bebas termasuk hubungan seks pada usia remaja kian marak saja. Selain didorong pola pergaulan yang salah, cerita-cerita sesat tentang dunia seks menyebar dan merasuk kaum remaja. Menurut seorang pakar psikolog, Ratih Ibrahim 1 dalam acara sosialisasi 1 Ratih Ibrahim. http://pdpersi.co.id . I Know diakses tanggal 12 Februari 2010 1

Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Para orang tua belakangan ini sering kali mengkhawatirkan tingkat

pergaulan anaknya pada saat di luar rumah terlebih dengan adanya kasus dan

berita-berita tentang seks bebas di kalangan remaja. Proses tumbuh kembang

remaja di saat sekarang ini memang harus diwaspadai dan diperhatikan karena

kondisi kejiwaan para remaja yang masih labil dan berada pada tahap transisi, atau

biasa kita sebut dengan istilah masa pubertas, dimana gejolak seksual ikut

berkembang seiring perkembangan remaja tersebut. Pada masa ini terjadi

pertumbuhan dan perkembangan yang cepat dalam aspek fisik, emosi, kognitif,

dan sosial. Masa ini merupakan masa yang kritis, yaitu saat untuk berjuang

melepaskan ketergantungan kepada orang tua dan berusaha mencapai kemandirian

sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa.

Pergaulan bebas termasuk hubungan seks pada usia remaja kian marak

saja. Selain didorong pola pergaulan yang salah, cerita-cerita sesat tentang dunia

seks menyebar dan merasuk kaum remaja. Menurut seorang pakar psikolog,

Ratih Ibrahim1 dalam acara sosialisasi masalah bertema seksologi bertema I Know

yang digelar PT Kimberly-Clark Indonesia, ada semacam kesadaran bahwa

pergaulan bebas kalangan remaja ditopang informasi yang kurang, sekaligus

kepercayaan tentang dunia seks yang sesat membahayakan kehidupan remaja.

Misalnya, ada yang menyebutkan jika seks hanya sekali, maka tidak akan terjadi

kehamilan. Ratih menjelaskan, terbukanya akses informasi ditambah tekanan dari

lingkungan diyakini menjadi penyebab banyaknya remaja yang melakukan seks

pranikah. Selain itu, orang tua yang sibuk membuat remaja tidak betah di rumah

dan cenderung mencari informasi di luar lingkungan rumah. Ratih juga

berpendapat, remaja umumnya memiliki rasa keingintahuan yang besar dan

senang mencoba hal-hal baru. Kaum remaja juga gemar bereksplorasi dengan

seksualitas, padahal pengetahuan tentang hal ini masih sangat minim.

1 Ratih Ibrahim. http://pdpersi.co.id. I Know diakses tanggal 12 Februari 2010

1

Page 2: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

2

Masa peralihan pertumbuhan dari anak ke dewasa yang dilewati dengan

masa remaja dinilai begitu rentan. Pertumbuhan fisik yang mulai berubah

misalnya membesarnya buah dada, tumbuhnya bulu di kelamin, dan menstruasi,

membuat remaja putri mencari tahu sendiri penyebabnya. Pada saat bersamaan

selain soal perubahan fisik, terjadi juga perubahan psikis misalnya mulai tertarik

pada lawan jenis. Justru pada saat inilah pendampingan orang tua sangat penting.

Dari riset tahun 2008 terhadap banyak sampel dari 33 provinsi di

Indonesia, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)2

mengungkap, sekitar 63% remaja usia sekolah menengah pertama (SMP) dan

menengah atas (SMA) di Indonesia mengaku sudah pernah melakukan hubungan

seks. Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-hak Reproduksi BKKBN, M. Masri

Muadz mengatakan bahwa 21% diantaranya melakukan aborsi.

Untuk wilayah Kota Bengkulu, perilaku seks bebas remaja juga semakin

parah. Direktur Eksekutif Centra Citra Remaja Rafflesia (CCRR)3, Ahmad

Syahroni, S.Pd mengakui bahwa mereka pernah melakukan survey pada bulan

Mei 2008 terhadap 105 responden dari 20 sekolah di Kota Bengkulu dengan usia

12 – 18 tahun dan hasilnya cukup mengejutkan. Dari hasil survey tersebut,

perilaku responden pada saat pacaran sebanyak 8,6% pernah berhubungan seks.

Sementara survey yang dilakukan Ekspresi RB pada awal tahun 2010

menunjukkan perbedaan yang cukup mengejutkan. Survey yang melibatkan 172

responden usia 12-18 tahun yang diambil secara acak pada beberapa sekolah dan

lokasi nongkrong anak muda memperlihatkan bahwa 31,9% responden mengaku

pernah berhubungan seks.

Untuk mengetahui perkembangan kasus-kasus kehamilan di luar nikah di

kalangan remaja usia 10-24 tahun, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS)4, Departemen Sosial Republik

Indonesia (Depsos RI) melakukan penelitian yang bertajuk “Kehamilan Tidak

Diinginkan pada Remaja Tahun 2007”. Melalui penelitian yang dilakukan di

sebuah kota di Pulau Jawa ini ditemukan fakta bahwa remaja yang mengalami

2 BKKBN. Jawa Pos. Remaja Cicipi Seks Capai 63 Persen. Edisi 21 Desember 20083 CCRR, Rakyat Bengkulu. Hah... 31,9 Persen Remaja Pernah ML!!!. Edisi 8 Februari 20104 B2P3KS. http://www.tirtapena.com diakses tanggal 12 Februari 2010

Page 3: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

3

KTD terbanyak adalah yang memiliki pendidikan perguruan tinggi alias

mahasiswa (59,22%), remaja yang berpendidikan SMU (17,70%), dan yang

paling kecil SMP (1,63%). Secara keseluruhan, remaja yang hamil di luar nikah

terbesar terjadi pada tahun 2002 sebanyak 640 kasus. Kemudian tahun 2004

sebanyak 560 kasus dan tahun 2005 sebanyak 551 kasus. Sementara di wilayah

Bengkulu sendiri, survey bimbingan konseling remaja di 8 sekolah Kota

Bengkulu pada Juni 2009 menunjukkan bahwa terdapat 9 kasus kehamilan tidak

diinginkan (KTD) sejak bulan Maret 2008 sampai dengan bulan Maret 20095.

Walaupun data yang diperoleh belum mencerminkan perilaku seksual

remaja pada umumnya, namun tampak jelas adanya suatu fenomena baru yang

menunjukan berkembangnya perilaku seks bebas di kalangan remaja dan

kecenderungan hamil di luar nikah. Menurut Psikolog UGM, Noor Rachman

Hadjam6, kasus hamil sebelum menikah di kalangan remaja adalah sebagai

fenomena gunung es. Hanya di permukaan yang tampak. Sedangkan yang tidak

terlihat jauh lebih banyak. Dengan kata lain, kemungkinan masih banyak remaja

yang hamil di luar nikah namun tidak terdata.

Masalah seksualitas di kalangan remaja adalah masalah yang cukup pelik

untuk diatasi. Di satu sisi, perkembangan seksual itu muncul sebagai bagian dari

perkembangan yang harus dijalani, namun di sisi lain, penyaluran hasrat seksual

yang belum semestinya dilakukan dapat menimbulkan akibat yang serius, seperti

kehamilan. Pada perkembangan ditahap remaja akhir, individu biasanya mencari

teman untuk pasangan hidup yang dilakukan secara lebih serius dan berkomitmen.

Namun tidak jarang, pergaulan yang dilakukan melampaui batas-batas karena

mereka merasa saling mencintai dan saling memiliki satu sama lain, sehingga

menimbulkan kehamilan.

Sementara itu, fenomena pergaulan anak muda zaman sekarang, sudah

tidak terbantahkan begitu bebasnya. Muda-mudi tidak canggung lagi bermesra-

mesraan di muka umum, bisa dibayangkan apalagi jika gaya pacaran muda-mudi

5 CCRR. http://sites.google.com/site/ccrrbengkulu/home/data diakses tanggal 13 Februari 2010

6 Noor Rachman Hadjam. http://remaja.suaramerdeka.com/2009/07/13/remaja-dan-hamil-d0-puar-nikah/ diakses tanggal 13 Februari 2010

Page 4: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

4

ini berada di tempat tersembunyi. Sehingga gaya pacaran yang seperti ini

mengakibatkan permasalahan yang berdampak buruk, yaitu hamil di luar nikah.

Kehamilan di luar nikah khususnya bagi remaja, tentunya bukan hal yang

diinginkan. Sehingga terlepas dari alasan yang mengakibatkan kehamilan ini, ada

dari mereka yang lebih memilih aborsi, agar tidak ketahuan oleh orang lain

ataupun karena tidak mau menanggung malu.

Kehamilan merupakan suatu anugerah bagi kebanyakan pasangan suami

istri karena adanya anak membuat hidup berkeluarga terasa lebih lengkap dan

lebih mempunyai arti. Namun akan berbeda halnya untuk kehamilan yang terjadi

sebelum adanya suatu ikatan pernikahan. Kehamilan seperti ini sangat tidak

diharapkan oleh kebanyakan orang karena dianggap sebagai aib.

Kasus kehamilan diluar nikah yang dialami para remaja masih banyak

terjadi di sekitar kita saat ini. Kasus ini tentunya bukan masalah yang sederhana.

Para remaja yang seharusnya mempunyai masa depan yang lebih cerah, harus

dipaksa untuk menjadi orang tua dini akibat kelakuan mereka yang tidak bisa

mereka bayangkan akibatnya.

Orang tua merupakan pihak yang paling bertanggung jawab terhadap

kehidupan anaknya. Maka dari itulah, apabila kasus kehamilan di luar pernikahan

ini menimpa anaknya, orang tua juga akan menerima dampaknya. Sebagai

seorang anak, tentu saja sangat sulit mengutarakan kehamilan yang terjadi di luar

nikah kepada orang tuanya. Rasa takut apabila dimarahi, merasa dikucilkan,

bingung, takut diusir, dan perasaan lain bercampur menjadi satu. Hal tersebut

yang menimbulkan permasalahan dalam berkomunikasi antara anak dengan orang

tua pada saat mengungkapkan kejujurannya atas kehamilannya di luar ikatan

pernikahan.

Hubungan orang tua dengan anak merupakan hubungan antar pribadi yang

pada dasarnya merupakan hubungan timbal balik yang idealnya dipengaruhi oleh

sikap percaya, sikap suportif, dan terbuka. Oleh karena hubungan orang tua

dengan anak adalah hubungan antarpribadi maka komunikasi yang terjadi dalam

hal ini adalah komunikasi antarpribadi (interpersonal). Menurut Joseph A. Devito

(1997:231) dalam bukunya “Komunikasi Antar Manusia”, komunikasi

Page 5: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

5

antarpribadi atau Interpersonal Communication adalah sebagai komunikasi yang

berlangsung di antara dua orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan

jelas.

Komunikasi interpersonal merupakan keterlibatan internal secara aktif dan

individu menjadi pengirim sekaligus penerima pesan, memberikan umpan balik

bagi dirinya sendiri dalam proses internal yang berkelanjutan. Pentingnya situasi

komunikasi antarpribadi ialah karena prosesnya memungkinkan berlangsung

secara dialogis. “Dialog itu sendiri adalah bentuk komunikasi antarpribadi yang

menunjukkan terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk

dialog ini berfungsi ganda, masing-masing menjadi pembicara dan pendengar

secara bergantian” (Effendy, 2003: 60)

Dalam komunikasi interpersonal ini, tidak semua percakapan bisa

diungkapkan dengan mudah, terutama apabila pesan yang disampaikan itu riskan

untuk diungkapkan, dan tentu saja akan melewati hambatan-hambatan yang

dialami oleh komunikator untuk mengirimkan pesan ke komunikan. Jika dikaitkan

dengan rencana penelitian ini, maka pesan yang disampaikan adalah berupa

informasi dari seorang anak kepada orang tua mengenai kehamilannya yang

terjadi di luar nikah. Tentu saja ketika sang anak mengkomunikasikan hal itu

kepada orang tuanya, tidak akan terlepas dari hambatan-hambatan dalam

penyampaiannya.

Komunikasi antarpribadi antara anak dan orang tuanya mengenai

kehamilan di luar nikah yang dialami anak merupakan sebuah proses komunikasi

yang kompleks, mengingat informasi yang akan disampaikan anak kepada orang

tuanya adalah hal yang sangat riskan untuk dibicarakan. Banyak juga remaja yang

memilih aborsi atau mencoba bunuh diri karena takut orang tuanya tahu bahwa ia

sedang mengandung seorang anak di luar nikah. Oleh karena hal-hal tersebutlah

penulis tertarik untuk meneliti dan memperdalam pengetahuan mengenai

komunikasi interpersonal antara anak remaja yang mengalami hamil di luar nikah

dengan orang tuanya, dimulai pada saat mengetahui dirinya hamil, pada saat ia

menyampaikan informasi perihal kehamilannya itu kepada orang tuanya, sampai

Page 6: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

6

pada masa setelah orang tua mengetahui kehamilan yang terjadi karena reaksi

yang timbul kemudian bisa berbeda-beda dari setiap orang tua.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1.2.1 Bagaimanakah hubungan antar pribadi orang tua dan anak sebelum

anak mengalami kehamilan di luar nikah?

1.2.2 Hambatan apa saja yang terjadi pada proses penyampaian

informasi oleh anak kepada orang tua mengenai kehamilan di luar

nikah yang dialaminya?

1.2.3 Bagaimanakah komunikasi interpersonal antara anak dan orang tua

setelah kehamilan di luar nikah yang dialami anak?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1.3.1 Untuk mengetahui hubungan antar pribadi orang tua dan anak

sebelum anak mengalami kehamilan di luar nikah.

1.3.2 Untuk mengetahui hambatan apa saja yang terjadi pada proses

penyampaian informasi oleh anak kepada orang tua mengenai

kehamilan di luar nikah yang dialaminya.

1.3.3 Untuk mengetahui komunikasi interpersonal antara anak dan orang

tua setelah kehamilan di luar nikah yang dialami anak.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian diharapkan bermanfaat untuk memperkaya kajian

ilmu komunikasi terutama komunikasi interpersonal antara orang tua

Page 7: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

7

dan anak, sehingga menjadi komunikasi yang efektif. Juga

diharapkan konsep yang dihasilkan kelak dapat digunakan sebagai

bahan referensi bagi penelitian lebih lanjut mengenai proses

komunikasi yang terjadi pada orang tua dan anak terutama

komunikasi interpersonal jika terjadi kondisi yang serupa.

1.4.2 Manfaat Praktis

a) Untuk menjadi masukan bagi orang tua dan anak agar dapat

meningkatkan kualitas komunikasi interpersonal sehingga

komunikasi dalam keluarga berjalan dengan efektif.

b) Untuk menjadi pertimbangan bagi orang tua dan anak untuk

meningkatkan keluasan dan kedalaman hubungan antar pribadi.

c) Untuk memberikan gambaran kepada masyarakat tentang

fenomena kehamilan di luar nikah, terutama bagi para orang tua

yang memiliki anak usia remaja.

d) Untuk menjadi bahan pelajaran bagi para remaja dalam

mendalami pendidikan seks agar terhindar dari perilaku berisiko

seperti seks pranikah yang dapat menyebabkan terjadinya

kehamilan di luar nikah dan lain-lain.

e) Untuk menjadi masukan atau pertimbangan bagi dunia

pendidikan untuk dapat memberikan sosialisasi atau penyuluhan

yang lebih banyak lagi tentang pendidikan seksual yang

diharapkan dapat mengurangi angka kehamilan di luar nikah atau

aborsi.

Page 8: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Berkaitan dengan permasalahan seputar hamil di luar nikah yang dialami

remaja, sebelumnya telah dilakukan penelitian oleh Rapida7 dengan judul

“Remaja Hamil Sebelum Menikah”. Penelitian ini memfokuskan pada

pengetahuan remaja tentang seks sehat dan sosialisasi tentang seks dari orang tua.

Dari penelitian ini ditemukan bahwa pengetahuan remaja tentang seks sehat dan

sosialisasi dari orang tuanya masih dalam tingkat rendah. Penelitian berikutnya

dilakukan oleh Mudiarti8 yang berjudul “Identifikasi Problema Wanita Hamil di

Luar Nikah” dengan fokus penelitian untuk mengetahui problema-problema

wanita hamil di luar nikah, konsekuensi psikologis, konsekuensi sosial, dan

penilaian masyarakat terhadap perilaku pernikahan setelah hamil. Sedangkan

penelitian yang akan saya lakukan berbeda dengan penelitian terdahulu tersebut.

Meskipun masih dalam satu topik tentang kehamilan di luar nikah, namun

penelitian saya lebih memfokuskan kepada proses komunikasi interpersonal

antara orang tua dan anak dalam kasus hamil di luar nikah yang dialami anaknya.

Penelitian saya ini dapat masuk dalam kategori penelitian lanjutan dari topik

penelitian yang sama dari penelitian sebelumnya.

2.2. Komunikasi Interpersonal

Menurut Sendjaja (2002:4.4), komunikasi berasal dari bahasa Latin

“communis” atau “common” dalam bahasa Inggris yang berarti sama.

Berkomunikasi berarti kita sedang berusaha untuk mencapai kesamaan makna,

“commonness”. Atau dengan ungkapan yang lain, melalui komunikasi kita

mencoba berbagi informasi, gagasan, atau sikap kita dengan partisipan lainnya

(dalam Bungin, 2006: 253).

Hardjana mengemukakan bahwa:

7 Rapida Puspa Yani. 2006. Remaja Hamil Sebelum Menikah. Skripsi Sosiologi UNIB8 Mudiarti. 2007. Idenrifikasi Problema Wanita Hamil di Luar Nikah. Skripsi Sosiologi UNIB

Page 9: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

9

“Komunikasi berawal dari gagasan yang ada pada seseorang. Gagasan itu diolahnya menjadi pesan dan dikirimkan melalui media tertentu kepada orang lain sebagai penerima. Penerima menerima pesan, dan sesudah mengerti isi pesan itu kemudian menanggapi dan menyampaikan tanggapannya kepada pengirim pesan. Dengan menerima tanggapan dari si penerima pesan itu, pengirim pesan dapat menilai efektifitas pesan yang dikirimkannya. Berdasarkan tanggapan itu, pengirim dapat mengetahui apakah pesannya dimengerti dan sejauh mana pesannya dimengerti oleh orang yang dikirimi pesan itu”. (Hardjana, 2003:11)

Hubungan antar manusia berbeda tingkat keeratan dan rasa keterikatannya.

Seberapa besar keeratan dan keterikatan itu dapat dilihat dari komunikasi

interpersonal di antara mereka. Menurut Joseph A. Devito (dalam Effendy, 2003:

59-60), pengertian dari komunikasi antarpribadi atau komunikasi interpersonal,

yakni: “proses pengiriman dan penerimaan di antara dua orang atau di antara

sekelompok kecil orang dengan beberapa efek dan berupa umpan balik seketika”.

Definisi serupa juga disampaikan oleh Hardjana yang menyatakan bahwa:

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi tatap muka. Karena itu, kemungkinan umpan balik (feedback) sangat besar sekali. Dalam komunikasi itu, penerima pesan dapat langsung menanggapi dengan menyampaikan umpan balik. Dengan demikian, di antara pengirim dan penerima pesan terjadi interaksi, saling mempengaruhi dan menerima dampak. Pengaruh itu terjadi pada tataran kognitif-pengetahuan, afektif-perasaan, dan behavioral-perilaku. Semakin berkembang komunikasi interpersonal itu, semakin intensif umpan balik dan interaksinya karena peran pihak-pihak yang terlibat berubah peran dari penerima pesan menjadi pemberi pesan dan sebaliknya dari pemberi pesan menjadi penerima pesan. (Hardjana, 2003:88).

Komunikasi interpersonal berlangsung setidaknya pada dua orang. Setiap

dari padanya berfungsi sebagai pengirim dan penerima pesan. “Komunikasi

interpersonal memiliki bentuk khusus yakni hubungan diadik (relational diadic),

yaitu bahwa komunikasi interpersonal sebagai komunikasi yang berlangsung di

antara dua orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas.” (DeVito,

1997:231).

Page 10: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

10

Proses penyampaian pesan dalam komunikasi interpersonal tidak selalu

berjalan sesuai dengan tujuan yang dimaksud oleh pengirim pesan. Supratiknya

(1995:34) mengungkapkan bahwa, “Komunikasi akan dikatakan efektif apabila

penerima pesan dapat menginterpretasikan pesan yang diterimanya sebagaimana

dimaksudkan oleh pengirim pesan. Kenyataannya sering kita gagal untuk saling

memahami. Sumber utama kesalahpahaman dalam komunikasi adalah penerima

menangkap makna suatu pesan berbeda dari yang dimaksudkan oleh pengirim

karena pengirim gagal mengkomunikasikan maksudnya dengat tepat.”

Dalam proses komunikasi antara anak remaja dengan orang tuanya dalam

mengalami kasus kehamilan di luar nikah, komunikasi interpersonal yang

dianggap sebagai jalan yang paling baik untuk menyelesaikan masalah agar tidak

terjadi konflik antara anak remaja yang mengalami kehamilan di luar nikah

dengan orang tuanya.

2.2.1 Karakteristik Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal merupakan kegiatan yang dinamis. Dengan

tetap memperhatikan kedinamisannya, komunikasi interpersonal mempunyai ciri-

ciri yang tetap sebagai berikut.

1. Komunikasi interpersonal adalah verbal dan nonverbal.2. Komunikasi interpersonal mencakup perilaku tertentu.

1) Perilaku spontan (spontaneus behaviour) adalah perilaku yang dilakukan karena desakan emosi dan tanpa sensor serta revisi secara kognitif.

2) Perilaku menurut kebiasaan (script behaviour) adalah perilaku yang kita pelajari dari kebiasaan kita.

3) Perilaku sadar (contrived behaviour) adalah perilaku yang dipilih karena dianggap sesuai dengan situasi yang ada.

3. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berproses pengembangan.

4. Komunikasi interpersonal mengandung umpan balik, interaksi, dan koherensi.

5. Komunikasi interpersonal berjalan menurut peraturan tertentu.6. Komunikasi interpersonal adalah kegiatan aktif.7. Komunikasi interpersonal saling mengubah (Hardjana, 2003: 86-90)

Penyampaian komunikasi antara orang tua dan anaknya yang mengalami

kehamilan tidak hanya terjadi secara verbal, tetapi juga secara nonverbal. Karena

Page 11: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

11

komunikasi berlangsung secara verbal dan nonverbal, maka di dalamnya pun

terdapat perilaku-perilaku yang mungkin dimunculkan oleh orang tua maupun

anaknya. Pada beberapa fenomena yang terjadi, ada orang tua yang hanya

terdiam, namun ada pula orang tua yang mengusir anaknya dari rumah.

Sedangkan pada anak, mereka bahkan berani berniat untuk mengakhiri hidupnya

karena takut kepada orang tua dan menanggung malu. Perilaku ini mungkin tidak

sama pada setiap orang. Begitu juga dengan karakteristik yang lainnya, yang

terjadi akan berbeda-beda pula.

2.2.2 Elemen Komunikasi Interpersonal

Elemen-elemen komunikasi interpersonal dalam prosesnya saling

bergantung satu sama lain, sehingga ketika terjadi perubahan di salah satu elemen

maka akan mempengaruhi proses pada elemen yang lainnya. (DeVito: 2005:9).

Elemen-elemen tersebut adalah sebagai berikut:

1. Source – Receiver2. Message3. Feedback

a. Positive-negativeb. Imidiate-delayedc. Lose monitoring-high monitoringd. Supportive-critical

4. Feedforward5. Channel6. Noise7. Context

a. Dimensi fisikb. Dimensi sosial-psikologisc. Dimensi budayad. Dimensi temporal

8. Interpersonal competence(DeVito, 2005:9-18).

Dalam komunikasi interpersonal, tiap orang yang berkomunikasi bertindak

sebagai term source (penyusun dan pengirim pesan) dan sekaligus receiver

(penerima dan penafsir pesan). Elemen komunikasi antar pribadi adalah saling

tergantung. Masing- masing elemen dari komunikasi antar pribadi berhubungan

Page 12: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

12

satu sama lain. Sebagai contoh, ada sumber, maka ada penerima. Tidak ada

umpan balik jika tidak ada penerima. Oleh karenanya, perubahan dalam suatu

unsur menyebabkan perubahan pada yang lain.

2.2.3 Tahap-tahap Hubungan Interpersonal

Dalam komunikasi interpersonal, hubungan terbina melalui tahap-tahap

tertentu. Menurut DeVito (1997: 233), tahap-tahap tersebut adalah:

1. Tahap kontak2. Tahap keterlibatan3. Tahap keakraban4. Tahap pengrusakan5. Tahap pemutusan

Apabila dalam hubungan interpersonal terjadi konflik, akibat yang

mungkin terjadi adalah berakhirnya hubungan interpersonal atau sebaliknya,

meningkatnya kualitas hubungan. Begitu juga pada permasalahan kehamilan

diluar nikah, hubungan interpersonal antara orang tua dan anak juga dapat

berujung pada pemutusan.

2.2.4 Hambatan Komunikasi Interpersonal

Komunikasi yang efektif merupakan hal diinginkan oleh semua orang

yang berkomunikasi. Namun, komunikasi yang efektif itu tidak dapat selalu

terjadi karena ada hambatan-hambatan di dalamnya yang menjadi penghalang

proses komunikasi.

Hambatan-hambatan dalam proses komunikasi interpersonal menurut

Hardjana adalah sebagai berikut:

1. Persepsi2. Status orang-orang yang berkomunikasi3. Sikap defensif4. Perasaan negatif5. Asumsi6. Bahasa7. Tidak mampu mendengarkan8. Lingkungan

(Hardjana, 2003:40-43)

Page 13: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

13

Hambatan-hambatan tersebut memiliki pengaruh tersendiri dalam proses

komunikasi interpersonal. Pada poin status orang-orang yang berkomunikasi

misalnya, orang yang berstatus lebih tinggi cenderung lebih mudah

menyampaikan pesan kepada orang yang berstatus lebih rendah. Sementara pada

sikap defensif, raut wajah, gerak tubuh, dan cara bicara pengirim pesan membuat

penerima pesan menjadi bersikap defensif pula. Sikap defensif yang ditunjukkan

orang tua tentu berpengaruh pada sikap anak ketika hendak menyampaikan

informasi tentang kehamilannnya. Sedangkan pada poin perasaan negatif, tentu

saja anak yang mengalami kehamilan di luar nikah memiliki perasaan negatif dan

tidak nyaman seperti ketakutan pada orang tuanya, tertekan dan malu atas apa

yang terjadi pada dirinya. Oleh karena itu, untuk segala kelancaran dalam

berkomunikasi, seorang pengirim pesan harus benar-benar memperhatikan

hambatan-hambatan tersebut agar dapat mencapai komunikasi yang efektif.

2.3 Keluarga dan Komunikasi dalam Keluarga

Menurut Undang-Undang No.10 tahun 1972, keluarga terdiri atas ayah,

ibu, dan anak karena ikatan darah maupun hukum. Apapun bentuk keluarganya,

setiap keluarga merupakan sebuah sistem karena memiliki karakter saling

ketergantungan, keutuhan, tata cara dan peraturan diri serta keterbukaan. “Sebagai

sebuah sistem, keluarga memiliki fungsi: Fungsi keagamaan, fungsi kebudayaan,

fungsi cinta kasih, fungsi perlindungan, fungsi reproduksi, fungsi pendidikan,

fungsi ekonomi dan fungsi pemeliharaan lingkungan” (Wahini, 2002:2).

Shinta (2001:28) dalam bukunya yang berjudul “Hubungan dalam

Keluarga” mengungkapkan bahwa keluarga adalah peranan penting bagi

perkembangan anak. Dibandingkan dengan sekolah, keluarga lebih berperan

karena frekuensi anak di sekolah lebih sedikit atau kecil jika dibandingkan

frekuensi anak di keluarga. Nilai-nilai yang diajarkan dan ditanamkan oleh orang

tua akan lebih banyak dicerna dan dianut oleh anak itu sendiri.

Berkomunikasi sangatlah penting untuk membina hubungan dalam

keluarga. Tanpa komunikasi hubungan yang akrab antara orang tua dan anak tidak

dapat berjalan dengan baik. Berbicara adalah elemen yang terpenting, sebab

Page 14: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

14

pembicaraan adalah sarana yang dapat mempererat hubungan keluarga. Tujuan

dari suatu komunikasi keluarga bukanlah sekedar menyampaikan informasi,

melainkan membentuk sebuah hubungan yang baik dengan orang lain.

Komunikasi adalah kebutuhan vital bagi anak. Dengan komunikasi yang baik,

nilai-nilai yang baik dapat dibentuk. Komunikasi yang baik antara orang tua dan

anak menunjukkan bahwa adanya penerimaan orang tua kepada anaknya.

2.4 Remaja dan Kecenderungan Hamil di luar Nikah

Remaja berasal dari bahasa Latin adolesence yang berarti tumbuh atau

tumbuh untuk mencapai kematangan (Muss, 1968:4). Kematangan di sini tidak

hanya berarti kematangan fisik, tetapi terutama kematangan sosial-psikologis

(dalam Sarwono, 2010:11).

Pada 1974, WHO memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat

konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis,

psikologis, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi

sebagai berikut.

Remaja adalah suatu masa di mana:

1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pada identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Muangman, 1980: 9 dalam Sarwono, 2010: 12)

Pada tahun-tahun berikutnya, definisi ini makin berkembang ke arah yang

lebih konkret operasional. Ditinjau dari bidang kegiatan WHO, yaitu kesehatan,

masalah yang terutama dirasakan mendesak mengenai kesehatan remaja adalah

kehamilan yang terlalu awal. Berangkat dari masalah pokok ini WHO

menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja. Kehamilan dalam

usia-usia tersebut memang mempunyai risiko yang lebih tinggi (kesulitan waktu

melahirkan, sakit/cacat/kematian bayi/ibu) dari pada kehamilan dalam usia di

atasnya (Sanderowitz & Paxman, 1985; Hanifah, 2000 dalam Sarwono, 2010: 12).

Page 15: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

15

Selanjutnya,WHO menyatakan walaupun definisi di atas terutama

didasarkan pada usia kesuburan (fertilitas) wanita, batasan tersebut berlaku juga

untuk remaja pria dan WHO membagi kurun usia tersebut dalam 2 bagian, yaitu

remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun. Dalam pada itu,

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sendiri menetapkan usia 15-24 tahun sebagai

usia pemuda (youth). Di Indonesia, batasan remaja yang mendekati batasan PBB

tentang pemuda adalah kurun usia 15-24 tahun (Sarwono, 2010: 13).

Menurut Petro Blos (1962), dalam proses penyesuaian diri menuju

kedewasaan ada tiga tahap perkembangan remaja:

1. Remaja awal (early adolescene)2. Remaja madya (middle adolescene)3. Remaja akhir (late adolescene)(Sarwono, 2010:29-31)

Tahap perkembangan remaja ini pada hakikatnya adalah usaha

penyesuaian diri. Maksudnya yaitu untuk secara aktif mengatasi stress dan

mencari jalan keluar baru dari berbagai masalah.

Yang lebih penting dalam pembicaraan kita tentang jiwa remaja adalah

pendapat Aristoteles tentang sifat-sifat orang muda, yang juga masih dianggap

benar sampai saat ini, yaitu:

Orang-orang muda punya hasrat-hasrat yang sangat kuat dan mereka cenderung untuk memenuhi hasrat-hasrat itu semuanya tanpa membeda-bedakannya. Dari hasrat-hasrat yang ada pada tubuh mereka, hasrat seksuallah yang paling mendesak dan dalam hal inilah mereka menunjukkan hilangnya kontrol diri (Muss, 1968: 15 dalam Sarwono, 2010:27).

Dapat kita lihat bahwa pendapat dari Aristoteles tersebut benar adanya.

Hal ini dibuktikan dengan banyaknya fenomena kehamilan di luar nikah yang

dialami oleh remaja. Hasrat seksual pada diri remaja seringkali tidak terkontrol

sehingga menyebabkan mereka melakukan hubungan seksual dan menyebabkan

kehamilan di luar ikatan pernikahan.

Kasus hamil di luar pernikahan ini secara umum disebabkan oleh beberapa

faktor, yaitu sebagai berikut:

Page 16: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

16

1. Tidak tersedianya informasi yang akurat dan benar tentang kesehatan reproduksi memaksa remaja bergerilya mencari akses dan melakukan eksplorasi sendiri.

2. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan melalui media massa menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang selalu ingin mencari tahu dan mencoba hal-hal baru akan meniru apa yang mereka lihat dan mereka dengar dari media massa, karena pada umumnya mereka belum mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orang tuanya.

3. Mereka juga melalap “pelajaran” seks dari internet tanpa didampingi orang tua sebagai penangkal untuk sisi buruknya.

4. Latar belakang yang dimiliki oleh pelaku, misalnya kurang perhatian dari keluarga (broken home).

5. Diberikan kebebasan oleh orang tua.6. Masalah ekonomi akan membuat permasalahan ini menjadi semakin

rumit dan kompleks.7. Orang tua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena

sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini.

8. Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita sehingga kedudukan wanita semakin sejajar dengan pria.

9. Berpacaran dengan perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual. (Sarwono, 1994:148-149)

Tentu semua keluarga akan berusaha untuk terhindar dari kasus hamil di

luar nikah. Banyak faktor yang memang bisa mendorong terjadinya hal tersebut,

dan jika memang hal itu sudah terjadi, siapakah yang perlu disalahkan dan siapa

yang benar akan sulit untuk menjawabnya. Hanya saja tentunya perlu adanya

sikap keterbukaan anak dan sikap yang bijaksana dari orang tua dalam

menyikapinya.

2.5 Teori yang Digunakan

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori Penetrasi Sosial. Secara

umum teori ini membahas tentang bagaimana proses komunikasi interpersonal.

Teori ini digunakan untuk menjelaskan sejauh mana keterbukaan diri antara orang

Page 17: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

17

tua dan anak yang mengalami kehamilan di luar nikah dalam konteks

komunikasinya.

Teori Penetrasi Sosial dipopulerkan oleh Irwin Altman & Dalmas Taylor.

Teori penetrasi sosial secara umum membahas tentang bagaimana proses

komunikasi interpersonal. Di sini dijelaskan bagaimana dalam proses

berhubungan dengan orang lain, terjadi berbagai proses gradual, di mana terjadi

semacam proses adaptasi di antara keduanya, atau dalam bahasa Altman dan

Taylor: penetrasi sosial.

Altman dan Taylor (1973) dalam (Griffin, 2003: 132) membahas tentang

bagaimana perkembangan kedekatan dalam suatu hubungan. Menurut mereka,

pada dasarnya kita akan mampu untuk berdekatan dengan seseorang yang lain

sejauh kita mampu melalui proses “gradual and orderly fashion from superficial

to intimate levels of exchange as a function of both immediate and forecast

outcomes”, yang artinya secara bertahap dan teratur dari yang dangkal ke tingkat

intim dari fungsi pertukaran baik secara langsung terjadi maupun yang

diramalkan.

Altman dan Taylor mengibaratkan manusia seperti bawang merah.

Maksudnya adalah pada hakikatnya manusia memiliki beberapa layer atau lapisan

kepribadian. Jika kita mengupas kulit terluar bawang, maka kita akan menemukan

lapisan kulit yang lainnya. Begitu pula kepribadian manusia.

Lapisan kulit terluar dari kepribadian manusia adalah apa-apa yang terbuka bagi publik, apa yang biasa kita perlihatkan kepada orang lain secara umum, tidak ditutup-tutupi. Dan jika kita mampu melihat lapisan yang sedikit lebih dalam lagi, maka di sana ada lapisan yang tidak terbuka bagi semua orang, lapisan kepribadian yang lebih bersifat semiprivate. Lapisan ini biasanya hanya terbuka bagi orang-orang tertentu saja, orang terdekat misalnya. Dan lapisan yang paling dalam adalah wilayah private, di mana di dalamnya terdapat nilai-nilai, konsep diri, konflik-konflik yang belum terselesaikan, emosi yang terpendam, dan semacamnya. Lapisan ini tidak terlihat oleh dunia luar, oleh siapapun, bahkan dari kekasih, orang tua, atau orang terdekat manapun. Akan tetapi lapisan ini adalah yang paling berdampak atau paling berperan dalam kehidupan seseorang. (dalam Griffin, 2003: 133).

Kedekatan kita terhadap orang lain dapat dilihat dari sejauh mana penetrasi

kita terhadap lapisan-lapisan kepribadian tadi. Dengan membiarkan orang lain

Page 18: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

18

melakukan penetrasi terhadap lapisan kepribadian yang kita miliki artinya kita

membiarkan orang tersebut untuk semakin dekat dengan kita. Taraf kedekatan

hubungan seseorang dapat dilihat dari sini.

Menurut Griffin (2003:141), dalam teori penetrasi sosial, kedalaman suatu

hubungan adalah penting. Tapi, keluasan ternyata juga sama pentingnya. Kunci

dari suatu hubungan yang akan tetap terbina adalah sejauh mana suatu hubungan

itu memberikan keuntungan, sejauh mana hubungan tersebut mampu

menghasilkan kepuasan, sejauh mana hubungan tersebut tetap stabil, dan tidak

adanya kemungkinan yang lain yang lebih menarik daripada hubungan yang

sedang mereka jalani tersebut.

Oleh karena teori ini dapat melihat taraf kedekatan hubungan seseorang,

maka peneliti menjadikan teori ini sebagai acuan dalam melakukan penelitian.

Peneliti ingin melihat sejauh mana keterbukaan dalam berkomunikasi antara orang

tua dengan anaknya maupun anak terhadap orang tuanya terutama ketika sang

anak mengalami kehamilan di luar ikatan pernikahan.

2.6 Kerangka Pemikiran

Fenomena kehamilan di luar nikah yang dialami remaja merupakan

permasalahan kompleks bagi keluarga. Di sini komunikasi interpersonal antara

orang tua dan anak yang mengalami kehamilan dijadikan sebagai alternatif untuk

mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut. Proses berlangsungnya

komunikasi interpersonal ini akan berbeda-beda tergantung pada karakter individu

masing-masing. Di dalamnya juga terdapat beberapa hambatan yang menghalangi

jalannya pesan yang disampaikan.

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan tinjauan pustaka yang

telah diuraikan, dapat kita lihat bahwa teori penetrasi sosial memiliki tiga asumsi

dasar yakni: pertama, kedalaman suatu hubungan adalah penting; kedua, keluasan

suatu hubungan juga sama pentingnya dengan kedalaman suatu hubungan; ketiga,

indeks kepuasan dalam hubungan berdasarkan prinsip untung-rugi. Kegiatan

komunikasi interpersonal antara orang tua dan anak remajanya yang mengalami

Page 19: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

19

kehamilan di luar nikah terutama sejauh mana sikap keterbukaan keduanya dapat

dilihat dari teori ini.

Figur 1: Model Kerangka Pemikiran

Sumber: Olahan peneliti, dilihat dari rencana penelitian

2.7 Hipotesis Kerja

Hipotesis kerja disini fungsinya tidak untuk diuji, dinilai, ataupun

dibuktikan, akan tetapi hanya dijadikan sebagai pengganti research questions bagi

peneliti untuk mencari data di lapangan. Hal ini berbeda dengan yang berlaku

pada penelitian kuantitatif, karena keberadaan hipotesis dalam penelitian

kuantitatif untuk diuji dan dianalisis.

Fenomena kehamilan di luar nikah pada remaja

Hubungan antar pribadi orang tua dan anak sebelum kehamilan di luar nikah yang dialami anak

Hambatan-hambatan komunikasi interpersonal:

1. Persepsi2. Status orang yang

berkomunikasi3. Sikap defensif4. Perasaan negative5. Asumsi6. Bahasa7. Tidak mampu mendengarkan8. Lingkungan

Komunikasi interpersonal antara anak dan orang tua setelah kehamilan di luar nikah yang dialami anak.

Teori penetrasi sosial:

- Kedalaman suatu hubungan

- Keluasan suatu hubungan

- Indeks kepuasan dalam hubungan berdasarkan prinsip untung-rugi

Model komunikasi interpersonal

Page 20: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

20

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, maka hipotesis dalam penelitian

ini adalah:

1. Proses komunikasi interpersonal yang dilakukan orang tua terhadap

anaknya yang mengalami kehamilan diluar nikah tidak berlangsung secara

efektif karena kurangnya keterbukaan diantara mereka.

2. Proses penyampaian informasi kehamilan oleh anak kepada orang tua

mengalami hambatan tertentu terutama hambatan yang berkaitan dengan

psikologisnya.

3. Komunikasi antara orang tua dan anak menjadi lebih tidak harmonis pasca

anak mengalami kehamilan diluar nikah.

Page 21: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

21

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Paradigma Penelitian

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma kritis.

Stahl (2005)9 menyatakan bahwa “dengan keinginan untuk melakukan perubahan

terhadap kenyataan sosial, penelitian kritis harus mengajukan saran-saran normatif

mengenai arah yang harus ditempuh oleh perubahan-perubahan tersebut.

Meskipun bukan berarti bahwa setiap penelitian kritis harus didasarkan pada suatu

visi utopis, tetapi penelitian kritis perlu mempunyai gagasan mengenai ke arah

mana masyarakat harus bergerak”. Dengan menyarankan perubahan-perubahan,

penelitian kritis harus mengacu kepada gagasan-gagasan normatif yang bukan

merupakan bagian dari penelitian empiris.

Berdasarkan paradigma ini, peneliti akan melihat ke arah mana perubahan

yang terjadi pada masyarakat, khususnya pada remaja yang sedang mengalami

perkembangan menuju kedewasaan. Peneliti juga akan mengajukan saran-saran

normatif yang kelak diperoleh setelah penelitian agar perubahan-perubahan sosial

yang terjadi dapat berkembang secara normatif dan etis.

3.2 Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian Komunikasi

Interpersonal Orang Tua dan Anak adalah penelitian deskriptif kualitatif.

Penelitian ini berisi gambaran tentang pengamatan, orang, tindakan, dan

pembicaraan. Penelitian ini berisi semua peristiwa dan pengalaman relevan yang

didengar dan dilihat serta dicatat selengkap-lengkapnya dan seobjektif mungkin.

(Moleong, 2008:211).

Dalam penelitian ini peneliti berupaya menjelaskan dan menggambarkan

fenomena secara holistik melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Penelitian

9 Stahl. 2005. http://www.lesantoso.com/wp-content/uploads/paradigma-dalam-penelitian-sistem-informasi.pdf diakses tanggal 9 Juli 2010

Page 22: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

22

dengan menggunakan format deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan,

meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi atau variabel yang timbul di

masyarakat yang menjadi objek penelitian itu sendiri. Kemudian menarik ke

permukaan sebagai suatu ciri atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun

variabel tertentu. (Bungin, 2001:48)

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, yakni mencoba

menggambarkan fenomena kehamilan di luar nikah yang dialami oleh remaja di

Kota Bengkulu. Peneliti juga mencari tahu bagaimana komunikasi yang

berlangsung di antara remaja hamil tersebut dengan orang tuanya. Kemudian

peneliti kembali melakukan analisa deskriptif terhadap informasi yang telah

diperoleh untuk mendapatkan kesepakatan intersubjektif mengenai komunikasi

antara orang tua dengan anaknya yang mengalami kehamilan di luar nikah di Kota

Bengkulu.

3.3 Informan Penelitian

Moleong mengungkapkan bahwa seorang informan adalah sumber data

yang dibutuhkan oleh peneliti dalam sebuah penelitian (Moleong, 2001:90).

Subjek dari penelitian ini adalah remaja yang mengalami kehamilan di luar nikah.

Informan dipilih guna mendapatkan informasi yang sesuai dengan permasalahan

penelitian, dimana terlebih dahulu peneliti menetapkan siapa saja informannya

dengan menggunakan teknik purposive sampling dan kemudian mendelegasikan

tugas di bidangnya yang sesuai dengan tema penelitian, berbicara atau

membandingkan suatu kejadian yg ditemukan oleh subjek lain.

1. Informan Pokok

Informan pokok dalam penelitian ini adalah remaja yang pernah

atau yang sedang mengalami kasus kehamilan di luar nikah dan

orangtuanya. Pemilihan informan akan divariasikan antara yang satu

dengan yang lainnya, baik itu dari latar belakang keluarga, karakteristik

orang tua dan lain-lain sehingga akan terlihat perbedaannya. Untuk

mempermudah dalam melakukan penelitian, peneliti berusaha untuk

menemukan informan yang dikenal, baik itu teman atau teman dari teman.

Page 23: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

23

2. Informan Kunci

Sedangkan yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini

adalah ahli psikolog yang biasa menjadi konselor dalam kasus kehamilan

di luar nikah yang dialami remaja, atau guru/dosen pengajar yang

memahami konsep-konsep terkait (relevan) dengan topik yang dibahas

dalam penelitian ini. Sumber lain yang juga bisa dijadikan sebagai

informan kunci yang lainnya adalah teman dari remaja yang mengalami

kehamilan di luar nikah.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Wawancara mendalam atau in-depth interview

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan

itu dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang

mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan

jawaban atas pertanyaan itu. Maksud dari mengadakan wawancara itu

sendiri, seperti yang ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (1985), dikutip

dalam Moleong yakni, “untuk mengkonstruksikan mengenai orang,

kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-

lain” (Moleong, 2007 : 186)

Untuk memperdalam data yang ingin diperoleh, penelitian ini

menggunakan wawancara mendalam atau in-depth interview. Jenis

wawancara ini dimaksudkan untuk kepentingan wawancara yang lebih

mendalam dengan lebih memfokuskan pada persoalan yang menjadi

pokok penelitian. Pedoman wawancara biasanya tidak berisi pertanyaan-

pertanyaan yang mendetail, tetapi sekedar garis besar tentang data atau

informasi apa yang ingin didapatkan dari informan yang nanti akan

dikembangkan dengan memperhatikan perkembangan, konteks, dan situasi

wawancara (Pawito, 2007:133).

Page 24: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

24

Supaya hasil wawancara yang didapat terekam dengan baik, peneliti

akan melakukan wawancara kepada informan dengan dibantu alat-alat

sebagai berikut.

a. Buku catatan, yang berfungsi untuk mencatat semua hasil dari

interview dengan informan.

b. Recorder, berfungsi untuk merekam semua percakapan atau

pembicaraan pada saat interview berlangsung.

c. Hasil wawancara yang berisikan pertanyaan dan jawaban dari

informan secara lengkap.

2. Observasi Partisipan

Moleong (2001: 117) menyatakan bahwa: “pengamatan berperan serta

pada dasarnya berarti mengadakan pengamatan dan mendengarkan secara

secermat mungkin sampai pada yang sekecil-kecilnya sekalipun”. Teknik

ini sebagai salah satu cara untuk memperoleh data lengkap yang

memungkinkan peneliti melakukan pengamatan sepanjang penelitian itu

berlangsung. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh

juga akan lebih tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari

setiap perilaku yang nampak.

3. Studi Dokumentasi

Teknik dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan

jalan mengumpulkan data berupa dokumen tertulis atau catatan

(Kriyantono, 2006:234). Oleh karena peneliti tidak dapat sekedar

mengandalkan ingatan dalam proses penelitian, maka peneliti menuangkan

setiap hasil temuan pengamatan ke dalam catatan lapangan. Ini diharapkan

agar semua yang peneliti temukan pada saat observasi tidak terkontaminasi

oleh waktu dan lingkungan. Penelitian jua didukung dengan dokumentasi

lainnya berupa rekaman dan foto-foto yang menunjang penelitian sebagai

bahan analisis.

Page 25: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

25

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam data kualitatif adalah proses mencari dan

menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan

lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam

kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam

pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat

kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

(Sugiyono, 2008:244).

Miles dan Huberman (1984) dalam Sugiyono, (2008:245) mengemukakan

bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan

berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh.

Adapun aktivitas dalam analisis data meliputi:

1) Data Reduction (Reduksi Data)Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

2) Data Display (Penyajian Data)Penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles dan Huberman (1984) menyatakan “yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif”.

3) Conclusion Drawing / verificationMenurut Miles dan Huberman, kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

Page 26: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

26

Figur 2. Komponen Analisis Data Model Interaktif Miles dan Huberman

Proses penelitian ini berlangsung secara terus menerus dan berlanjut untuk

kemudian dilakukan member check sebagai bentuk uji keabsahan data terhadap

semua sumber penelitian. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan kesepakatan

mengenai komunikasi interpersonal orang tua dan anaknya yang mengalami

kehamilan di luar nikah di Kota Bengkulu. Sehingga data yang telah diperoleh

dapat dikonfirmasikan kembali dengan semua sumber yang terlibat dalam

penelitian ini.

3.6 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data pada penelitian ini dilakukan dengan dua macam cara

yaitu:

1. Triangulasi

Peneliti menggunakan teknik triangulasi untuk menguji keabsahan

data. Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik

pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik

pengumpulan data dan sumber data yang telah ada (Sugiyono, 2008: 241).

Analisis triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain

adalah sebagai berikut:

a. Triangulasi sumber.

Triangulasi sumber dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

membandingkan atau mengecek ulang derajat kepercayaan suatu informasi

Data collection

Data reduction

Data display

Conclusions: drawing/ verifying

Page 27: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

27

yang diperoleh dari sumber yang berbeda sehingga peneliti dapat

membandingkan hasil pengamatan dan wawancara. Dengan kata lain,

triangulasi sumber yang peneliti lakukan untuk melihat kesesuaian data

yang peneliti peroleh dari satu informan dengan informan lainnya.

Misalnya seperti psikolog yang biasa menjadi konselor dalam kasus

kehamilan di luar nikah yang dialami remaja.

b. Triangulasi metode.

Dalam penelitian ini, uji kredibilitas dilakukan dengan cara

membandingkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan data

yang diperoleh dari hasil observasi pastisipan atau dari hasil dokumentasi.

Jika menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti akan melakukan

diskusi lebih lanjut kepada sumber yang bersangkutan atau yang lain untuk

memastikan data mana yang dianggap benar.

c. Triangulasi waktu

Triangulasi waktu diperlukan karena perilaku manusia dapat

berubah setiap waktu dan mempengaruhi kredibilitas data. Oleh karena itu,

untuk menguji kredibilitas data dalam penelitian ini dilakukan pula

pengecekan dengan wawancara dan observasi partisipan dalam waktu atau

situsi kondisi yang berbeda. Apabila hasil uji menghasilkan data yang

berbeda, maka peneliti akan mengulangnya sampai ditemukan data yang

pasti.

d. Triangulasi teori

Triangulasi teori pada penelitian ini digunakan untuk menguji

derajat kepercayaan temuan atau hasil penelitian. Pada penelitian ini,

peneliti menggunakan triangulasi teori sebagai pembanding dan alat

pengecekan di lapangan. Dalam hal ini, jika analisis telah menguraikan

pola, hubungan, dan menyertakan penjelasan yang muncul dari analisis,

maka akan sangat penting untuk mencari penjelasan pambandingnya.

Teori yang peneliti gunakan untuk triangulasi ini adalah teori Penetrasi

Sosial yang akan diujikan pada hasil temuan penelitian komunikasi orang

tua dan anak dalam fenomena hamil di luar nikah yang dialami anaknya.

Page 28: Setelah Seminar Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak

28

2. Mengadakan Membercheck

Membercheck adalah proses pengecekan data yang diperoleh

peneliti kepada pemberi data. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa

jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.

Membercheck juga bertujuan agar informasi yang diperoleh dan akan

digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud sumber

data atau informan. (Sugiyono: 2008:276)

Dalam penelitian ini membercheck akan dilakukan setelah

pengumpulan data selesai, atau setelah mendapat suatu temuan atau

kesimpulan. Caranya yaitu dengan datang ke pemberi data kemudian

menyampaikan temuan penelitian untuk memperoleh kesepakatan bersama

mengenai komunikasi interpersonal orang tua dan anak yang mengalami

kehamilan di luar nikah.