292
1 Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 Standar Produk Mudharabah

Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

1

Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5

Standar Produk Mudharabah

Page 2: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

2

DAFTAR ISI

Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 1

Standar Produk MudharabahDAFTAR ISI 1

BAB I PENDAHULUAN 6

1.1. Latar Belakang 6

1.2. Tujuan dan Ruang Lingkup 10

1.3. Sistematika dan Metodologi Standar 12

BAB II MUDHARABAH DALAM KONSEP KLASIK 15

2.1. Definisi Mudharabah 15

2.2. Hukum Mudharabah 18

2.3. Rukun dan Syarat Mudharabah 22

2.4. Modal Mudharabah 24

BAB III MUDHARABAH DALAM KONSEP KONTEMPORER 27

3.1. Konsep Mudharabah di Indonesia 27

3.2. Pembiayaan Mudharabah/Qiradh 29

BAB IV 34KETENTUAN DAN STANDAR SYARIAH TENTANG

MUDHARABAH 34

4.1. Fatwa - Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Tentang

Mudharabah 34

4.2. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) 57

4.3. Sharia Standard Accounting and Auditing Organization

for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) 64

BAB V 72ISU STRATEGIS MUDHARABAH 72

5.1. Ruang Lingkup Standar 72

5.2. Isu Permasalahan 73

Page 3: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

3

5.3. Landasan Hukum 76

BAB VI PERSYARATAN SYARIAH DAN PRAKTIK

OPERASIONAL PRODUK MUDHARABAH 80

6.1. Fitur Produk 80

6.2. Kualifikasi Profil Nasabah 81

6.3. Ketentuan Transaksi Pembiayaan 86

6.4. Ketentuan Kondisi Pembiayaan 91

6.5. Ketentuan Penentuan Nisbah Mudharabah 93

6.6. Standar Tunggakan 101

6.7. Standar Agunan 102

6.8. Standar Taksasi Agunan 110

6.9. Standar Dokumentasi 114

6.10. Standar Pengikatan Pembiayaan 118

BAB VII STANDAR ANALISIS PEMBIAYAAN 120

7.1. Aspek Hukum 120

7.2. Aspek Pemasaran 121

7.3. Aspek Pemahaman Usaha Nasabah 124

7.4. Analisis Vertikal 128

7.5. Analisa Horizontal 128

7.6. Analisa Rasio 129

BAB VIII STANDAR PEMBUKUAN 138

8.1. Perlakuan Akuntansi 138

8.2. Ilustrasi Jurnal 140

8.3. Akuntabilitas 141

BAB IX STANDAR PROSEDUR KERJA 144

9.1. Pengantar 144

Page 4: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

4

BAB X STANDAR PENGAWASAN, VERIFIKASI DAN KONTROL

156

10.1. Pengantar 156

BAB XI STANDAR MANAJEMEN RISIKO 167

11.1. Analisa dan Identifikasi Jenis Risiko 167

11.2. Manajemen Risiko dalam Setiap Tahapan Pembiayaan

181

BAB XII STANDAR KONTRAK PERJANJIAN (AKAD)

MUDHARABAH 194

12.1. Ruang Lingkup 194

12.2. Ketentuan Umum Standar Perjanjian atau Akad

Mudharabah 195

12.3. Klausul Identitas, Jumlah, Tujuan, dan Jangka Waktu

Pembiayaan Mudharabah 198

12.4. Klausul Modal 198

12.5. Klausul Nisbah Bagi Hasil 198

12.6. Klausul Biaya 200

12.7. Klausul Condition of Precedent 201

12.8. Klausul Jaminan 202

12.9. Klausul Kewajiban Nasabah (Affirmative Covenant)

204

12.10. Klausul Larangan (Negative Covenant) 204

12.11. Klausul Cidera Janji (Wanprestasi) 205

12.12. Klausul Force Majeure 207

12.13. Klausula Pilihan Penyelesaian Sengketa (Choice of Law)

208

Page 5: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

5

12.14. Larangan Pencantuman Klausulan Eksemsi dalam

Standar Baku Akad Mudharabah 210

BAB XIII VARIASI DAN SKEMA PRODUK MUDHARABAH

213

13.1. Mudharabah 213

13.2. Sukuk Mudharabah 215

Lampiran 1. Contoh Standar Akad Pembiayaan Mudharabah

218

Lampiran 2. Contoh Akta Jaminan 249

Lampiran 3. Metode Penentuan Nisbah Bagi Hasil dan

Jadwal Angsuran Pembiayaan 251

Lampiran 4. Metode Perhitungan Kebutuhan dan Kelayakan

Usaha 289

Page 6: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kehadiran perbankan syariah pada awalnya didorong

oleh keinginan masyarakat akan tersedianya jasa keuangan

yang sesuai dengan nilai serta prinsip syariah dengan

mewujudkan sistem perbankan yang berasaskan keadilan

serta mencipatakan kemaslahatan. Selain itu

perkembangan perbankan syariah juga didorong untuk

menata kembali aktivitas dan perilaku ekonomi

(mu’amalah) agar sesuai dengan tuntunan syariah, serta

sebagai respon atas fenomena krisis berulang yang dipicu

oleh perilaku buruk dalam berekonomi yang mengabaikan

etika.

Harapan serta ketertarikan masyarakat terhadap

layanan perbankan syariah di Indonesia juga terus

menunjukkan peningkatan, yang ditandai dengan semakin

bertambahnya segmen maupun jumlah nasabah perbankan

syariah. Hal tersebut didasarkan oleh keinginan masyarakat,

pelaku ekonomi dan perbankan untuk menyelaraskan

Page 7: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

7

seluruh aktivitas keuangannya dengan ajaran syariah yang

diyakini. Selain itu, juga didasari oleh keinginan masyarakat

akan layanan perbankan yang lebih variatif sesuai dengan

kebutuhan dan kondisi masing-masing nasabah.

Terkait dengan norma dan nilai syariah dalam

transaksi ekonomi, maka sudah seharusnya para pelaku

ekonomi memahami kaidah yang terdapat dalam fiqih

muamalah bahwa “Hukum asal dalam muamalah bersifat

boleh, kecuali jika terdapat dalil yang mengharamkannya”.

Dengan demikian, penting bagi pelaku ekonomi dan

perbankan untuk memahami hal-hal yang dilarang dalam

syariah. Pemahaman esensi maqashid syariah juga

diperlukan sebagai satu pendekatan dalam menetapkan ke-

shahih-an suatu transaksi sekaligus sebagai modal dasar

dalam inovasi pengembangan produk.

Kompetisi dan tuntutan pasar mendesak perbankan

syariah untuk terus melakukan peningkatan layanan dan

pengembangan produk yang berdaya saing dan memenuhi

berbagai kebutuhan keuangan masyarakat. Fakta

menunjukkan perkembangan produk, sebagai sarana untuk

Page 8: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

8

memenuhi kebutuhan masyarakat akan transaksi

perbankan syariah, belum berjalan secara optimal. Terlebih

produk berbasis kemitraan (syirkah) yang merupakan salah

satu keunggulan dari produk perbankan syariah masih

belum banyak dikembangkan. Produk berbasis kemitraan

dengan bagi hasil seperti mudhrabah sebagai produk

unggulan kompetitif perbankan syariah belum mengalami

pertumbuhan sepesat produk lainnya. Pengembangan

produk berbasis kemitraan diperlukan untuk memberikan

keunikan tersendiri dalam transaksi perbankan Syariah.

Pengembangan produk perbankan syariah

memerlukan proses dan keahlian tersendiri yang

menggabungkan berbagai disiplin dan bidang keilmuan.

Sumber Daya Manusia (SDM) dalam bidang pengembangan

produk di perbankan syariah masih relatif sedikit. Hal ini

seringkali menyebabkan interpretasi beragam terhadap

ketentuan syariah dalam implementasi produk perbankan

syariah, sehingga mengakibatkan praktek produk belum

sepenuhnya mengikuti ketentuan syariah prinsip kehati-

hatian dan market conduct yang terstandarisasi.

Page 9: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

9

Beragam ketentuan terkait produk serta standar

operasional produk yang terdapat pada masing-masing

Bank Syariah, memerlukan harmonisasi dan standarisasi

yang sesuai dengan prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian

dan tata kelola yang baik, hal ini dalam rangka menciptakan

kepastian hukum dan perlindungan konsumen. Harmonisasi

dan standarisasi produk perbankan syariah dengan standar

baku yang disepakati oleh para pelaku industri perbankan

syariah merupakan hal yang penting agar praktek produk

dapat memenuhi prinsip syariah, prinsip kehati-hatian,

good governance, dan market conduct yang baik. Dalam

rangka mewujudkan hal tersebut, diperlukan peran serta

regulator dalam pengembangan produk berupa

penyusunan standar produk sebagai pedoman bagi industri

perbankan syariah disamping memudahkan proses

perizinan dan pengawasan produk bagi otoritas.

Standar Produk Mudharabah merupakan program

kerja Departemen Perbankan Syariah OJK tahun 2017,

sebagai implementasi Inisiatif Strategis yang telah

ditetapkan dalam Roadmap Perbankan Syariah 2015-2019.

Page 10: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

10

Sebagai kelanjutan dari kegiatan dan program kerja yang

telah dilakukan sebelumnya terkait review standar produk

perbankan syariah dan kajian review akad mudharabah,

maka pada program ini dikembangkan lebih lanjut secara

komprehensif menjadi penyusunan Standar Produk

Mudharabah, yang mencakup Pengantar Konsep, Ketentuan

serta Standar Syariah, Standar Operasional, dan Standar

Perjanjian.

1.2. Tujuan dan Ruang Lingkup

Ruang lingkup penyusunan Standar Produk

Mudharabah, yaitu (1) Inventarisasi ketentuan dan standar

syariah terkait produk berbasis mudharabah, (2)

Inventarisasi standar operasional produk bank syariah

terkait produk berbasis akad mudharabah, (3) Identifikasi

dan analisis permasalahan serta solusi terkait ketentuan

dan standar syariah serta standar operasional produk

berbasis akad Mudharabah pada perbankan syariah dan (4)

Penyusunan standar produk berbasis akad mudharabah

yang bersifat minimum standard namun komprehensif dan

memadai yang disepakati oleh kalangan industri perbankan

Page 11: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

11

syariah sehingga dapat menjadi standar yang melengkapi

dan menyempurnakan Buku Kodifikasi Produk Perbankan

Syariah.

Penyusunan Standar Produk Mudharabah ini memiliki

tujuan secara umum untuk dijadikan pedoman

implementasi operasional terkait produk berbasis akad

mudharabah pada perbankan syariah, baik untuk

pembiayaan konsumsi, produksi maupun investasi.

Implementasi operasional tersebut harus dipastikan

berjalan sesuai koridor kepatuhan pada prinsip dan

ketentuan syariah sebagaimana yang tertuang dalam Al-

Quran dan As-Sunnah, Pendapat Ulama, Fatwa DSN-MUI,

dan Standar Syariah Internasional.

Keberadaan standar produk ini diharapkan dapat

membantu pelaku industri perbankan syariah dalam

melaksanakan produk pembiayaan berbasis akad

mudharabah serta mengembangkannya lebih lanjut untuk

meningkatkan daya saingnya sehingga diharapkan dapat

meningkatkan kinerja pembiayaan perbankan syariah

secara kuantitas dan kualitas. Adapun, tujuan Penyusunan

Page 12: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

12

Standar Produk Mudharabah secara rinci adalah sebagai

berikut:

a. Menyusun rekomendasi standar produk berbasis akad

mudharabah;

b. Harmonisasi ketentuan dan standar syariah terkait

dengan produk perbankan syariah;

c. Mewujudkan pedoman standar terkait produk berbasis

akad mudharabah yang memudahkan bagi otoritas

dalam proses perizinan dan pengawasan serta

memberikan pedoman minimum yang dapat membantu

industri dalam pengembangan dan pelaksanaan produk;

dan

d. Memberikan kepastian hukum dan transparansi produk

yang dapat melindungi konsumen melalui pemenuhan

prinsip syariah, prinsip kehati-hatian, good governance,

di samping market conduct dalam standar produk

perbankan syariah.

1.3. Sistematika dan Metodologi Standar

Metodologi yang digunakan dalam penyusunan ini

adalah indepth analysis yang mencakup: studi kepustakaan,

Page 13: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

13

survey, dan diskusi dengan pelaku industri perbankan

syariah serta narasumber terkait. Pengumpulan data

dilakukan melalui sumber primer dan sekunder. Data yang

diperoleh diolah dan dianalisis dengan menggunakan

metode yang bersifat kualitatif dan kuantitatif.

Data primer diperoleh melalui pengumpulan data

yang diperlukan dari bank-bank syariah, sedangkan data

sekunder diperoleh melalui pengumpulan literature dari

berbagai sumber berupa ketentuan fatwa syariah, pendapat

ulama, peraturan perundang-undangan yang berlaku,

standar operasional dan praktik produk yang terdapat pada

bank, serta hasil riset dan/atau publikasi lain baik dari

dalam negeri maupun dari negara lain terkait penyusunan

yang melengkapi data sekunder, di samping mendukung

proses analisis.

Perumusan usulan Standar Produk Mudharabah yang

dilakukan tetap memperhatikan masukan dari stakeholders

utama, yaitu para pelaku industri, asosiasi industri,

regulator/otoritas, standard setter dan para ahli/pakar

dalam forum diskusi berupa focus group discussion (FGD).

Page 14: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

14

Pihak-pihak yang dilibatkan dalam FGD tersebut adalah

Industri Perbankan Syariah, Dewan Syariah Nasional Majelis

Ulama Indonesia (DSN-MUI), Dewan Standar Akuntansi

Syariah Ikatan Akuntan Indonesia (DSAS-IAI), dan beberapa

unit kerja terkait di Departemen Perbankan Syariah yaitu

Divisi Pengembangan Produk dan Edukasi, Divisi

Pengawasan Bank, Divisi Pengaturan dan Divisi Perizinan.

Page 15: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

15

BAB II

MUDHARABAH DALAM KONSEP KLASIK

2.1. Definisi Mudharabah

Mudharabah berasal dari kata dharb, yang secara

etimologis berarti bepergian atau berjalan. Al-Qur’an tidak

secara langsung menunjukan arti dari mudharabah

tersebut. Namun secara implisit, kata dasar dha-ra-ba yang

merupakan kata dasar mudharabah disebutkan di dalam Al-

Qur’an sebanyak lima puluh delapan kali1. Wahbah Zuhayli

menjelaskan salah satu arti dari mudharabah adalah

melakukan perjalanan di muka bumi (al-sir fi al-ardh).2

Istilah mudharabah dapat disebut juga dengan

qiradh/muqaradhah. Hal ini dikarenakan istilah

mudharabah lebih dikenal dan dipergunakan oleh

penduduk Irak yang mayoritas mengikuti mazhab Hanafi

dan Hambali. Sedangkan qiradh merupakan isitilah yang

1 Abdullah Saeed, Bank Islam Dan Bunga Studi Kritis Dan Interpretasi Kontemporer

tentang Riba dan Bunga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 91 2 Wahbah Az-Zuhayli, Fiqh Islam Wa Adillatuhu.(Jakarta:Gema Insani,2007)

Page 16: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

16

sering dipergunakan oleh penduduk Hijaz3 yang mayoritas

mengikuti mazhab Maliki dan Syafi’i. Tetapi pada dasarnya

pengertian dari kedua istilah tersebut mempunyai makna

yang serupa.

Di dalam fikih muamalah, terminologi mudharabah

diungkapkan oleh ulama mazhab, yang diantaranya sebagai

berikut: menurut mazhab Hanafi, mudharabah adalah suatu

bentuk perjanjian dalam melakukan kongsi untuk

mendapatkan keuntungan dengan modal dari salah satu

pihak dan kerja (usaha) dari pihak lain. Sementara menurut

mazhab Maliki, mudharabah adalah penyerahan uang

dimuka oleh pemilik modal dalam jumlah uang yang

ditentukan kepada seorang yang akan menjalankan usaha

dengan uang tersebut disertai dengan sebagian imbalan

dari keuntungan usahanya. Menurut Mazhab Syafi’i, definisi

mudharabah yaitu pemilik modal menyerahkan sejumlah

uang kepada pengusaha untuk dijalankan dalam suatu

usaha dagang dengan keuntungan menjadi milik bersama

antara keduanya. Sedangkan menurut mazhab Hambali,

3 Daerah yang saat ini dikenal dengan kota Mekkah dan Madinah

Page 17: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

17

mudharabah adalah penyerahan barang atau sejenisnya

dalam jumlah yang jelas dan tertentu kepada orang yang

mengusahakannya dengan mendapatkan bagian tertentu

dari keuntungannya4.

Selain empat mazhab di atas, pendapat lainnya

mengenai mudharabah diungkap juga oleh Ibn Rusyd5,

Sayyid Sabiq dan Abdurrahaman Al-Jaziri. Menurut Ibn

Rusyd dalam kitab “Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-

Muqtashid”, Ibn Rusyd menyamakan isitilah mudharabah

dengan qiradh atau muqaradhah, ketiga istilah tersebut

mempunyai makna yang sama sebagai perkongsian modal

dan usaha. Di dalam kitab tersebut Ibn Rusyd tidak terlalu

banyak membahas mengenai definisi mudharabah karena

telah dibahas secara lengkap oleh ulama lain khususnya

imam mazhab6.

Menurut Sayyid Sabiq7, mudharabah adalah akad

antara kedua belah pihak dimana salah satu pihak

4 Muhammad, Etika Bisnis Islam. (Yogyakarta: AMP YKPN, 2004), hlm. 82-83 5Thabrani Abdul Mukti, Mudharabah Perspektif Averroes (Ibn Rusyd), (Pamekasan: Jurnal

Iqtishadia Vol.1 No.1 Juni 2014), hlm 7-12 6 Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanafi dan Imam Hambali 7 Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah. (Jakarta: Al-I’itishom, 2008)

Page 18: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

18

mengeluarkan sejumlah uang kepada pihak lain untuk

diperdagangkan, dan laba dibagi dua sebagaimana

kesepakatan. Sedangkan Abdurrahman Al-Jaziri

mendefinisikan mudharabah sebagai akad antara dua orang

yang berisi kesepakatan bahwa salah seorang dari mereka

akan memberikan modal usaha produktif, dan keuntungan

usaha itu akan diberikan sebagian kepada pemilik modal

dalam jumlah tertentu sesuai dengan kesepakatan yang

sudah disetujui bersama8.

2.2. Hukum Mudharabah

Hukum mudharabah menurut jumhur ulama pada

dasarnya adalah boleh selama dilaksanakan sesuai dengan

ketentuan syariat baik yang terdapat di dalam Al-Qur’an,

As-Sunnah, Ijma’, dan Qiyas.

Menurut ulama fikih, mudharabah dilandaskan

berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’ dan Qiyas. Dalil

Al-Qur’an yang mendasari hukum mudharabah diantaranya

sebagai berikut:

8 Id. at 385

Page 19: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

19

1. Firman Allah SWT QS. Al-Muzammil (73):20 yang artinya:

“....dan dari orang orang yang berjalan dimuka bumi

mencari sebagian karunia Allah SWT...”

2. Firman Allah SWT QS. Al-Baqarah (2):283 yang artinya:

“...maka jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang

lain, hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanatnya

dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah tuhannya...”.

3. Firman Allah QS. An-Nisa (4):29 yang artinya:

“...Hai orang yang beriman, janganlah kalian saling

memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang

batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku

sukarela di antaramu...”.

Sedangkan sumber landasan hukum mudharabah

yang berasal dari Hadis Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi

Wassalam, yaitu antara lain:

1. Hadis Nabi Muhammad SAW riwayat Ibnu Majah dari

Shuhaib yang artinya:

”Nabi bersabda, ada tiga hal yang didalamnya

mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai,

muqharadhah (mudharabah) dan mencampur gandum

Page 20: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

20

dengan jemawut untuk keperluan rumah tangga, bukan

untuk dijual” (HR.Ibnu Majah dari Shuhaib).

2. Hadis Nabi Muhammad SAW riwayat Thabrani yang

artinya:

“Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta

sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada

mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak

menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak.

Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus

menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang

ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau

membenarkannya” (HR.Thabrani dari Ibnu Abbas).

3. Hadis Nabi Muhammad SAW riwayat Ibnu Majah yang

artinya:

“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain”

(HR.Ibnu Majah, Daraquthni, dan yang lain dari Abu Sa’id

Al-Khudri).

Hukum mudharabah ini juga dilandaskan pada kaidah

fiqih yang berbunyi, “Pada dasarnya, semua bentuk

muamalah boleh dilakukan kecuali jika terdapat dalil yang

Page 21: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

21

mengharamkannya”. Kaidah usul fiqih ini menjelaskan

bahwa hukum suatu persyaratan tergantung pada hukum

pokok perkaranya, apabila hukum asal suatu perkara

dilarang maka hukum asal menetapkan syarat juga dilarang

dan begitu juga sebaliknya. Dalam perkara muamalah,

hukum asalnya adalah diperbolehkan kecuali ada dalil yang

melarang, maka seseorang tidak diperkenankan untuk

melarang suatu persyaratan yang telah disepakati dalam

akad muamalah kecuali jika terdapat dalil yang

menunjukkan larangan pada persyaratan tersebut.

Hukum ijma’ pada akad mudharabah menurut

Wahbah Zuhayli9 dijelaskan bahwasanya para sahabat

menyerahkan (kepada seseorang sebagai mudharib) harta

anak yatim sebagai mudharabah dan tidak ada seorang pun

mengingkari mereka. Ijma’ tersebut termasuk ke dalam

jenis ijma’ sukuti, karena para sahabat diam atau

menyatakan pendapat serta tidak ada yang mengingkari,

sehingga hal tersebut dapat dipandang sebagai ijma’ yang

9 Wahbah Az-Zuhayli, Fiqh Islam Wa Adillatuhu.(Jakarta:Gema Insani,2007),

hlm.492

Page 22: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

22

dapat dijadikan sebagai salah satu dasar penetapan suatu

hukum.

Sedangkan hukum qiyas pada akad mudharabah

dianalogikan kepada akad Al-Musaqat10, dimana sebagian

dari pihak memiliki modal yang cukup tetapi tidak memiliki

keahlian atau kompetensi yang dibutuhkan, dan di pihak

lain mempunyai keahlian atau kompetensi yang baik tetapi

tidak mempunyai modal yang memadai untuk mengelola

suatu usaha11. Dengan demikian, melalui akad ini akan

menjembatani pihak-pihak yang memiliki modal dan

keahlian untuk saling bekerjasama sesuai kemampuan,

sehingga dapat memenuhi kebutuhannya sesuai dengan

nilai dan prinsip syariah yang diturunkan oleh Allah SWT.

2.3. Rukun dan Syarat Mudharabah

Rukun adalah segala sesuatu yang menyebabkan

suatu akad dapat dilaksanakan, karena rukun merupakan

10 Al-Musaqat adalah salah satu bentuk akad kerjasama yang digunakan pada

sektor pertanian, dimana pemilik dan pengelola tanah melakukan kontrak

kerjasama (kongsi) pada lahan pertanian dengan imbalan hasil panen yang

disepakati. 11 Zuhayli, Op.Cit., 493

Page 23: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

23

bagian integral yang tidak terpisahkan sehingga akad

tersebut tidak rusak/batal (fasad) dalam pelaksanaannya.

Berikut adalah rukun mudharabah menurut jumhur ulama:

1. Pihak-pihak yang melakukan akad, yaitu pemilik dana

(shahibul maal) dan pengelola modal (mudharib);

2. Modal (Ra’sul Maal);

3. Usaha yang dijalankan (al-‘amal);

4. Keuntungan (ribh); dan

5. Pernyataan ijab dan kabul (sighat akad)

Sedangkan syarat mudharabah berkaitan dengan rukunnya,

yaitu sebagai berikut:

1. Pihak-pihak yang melakukan akad mudharabah

disyaratkan harus memiliki kemampuan untuk dibebani

hukum/cakap hukum (mukallaf) untuk melakukan

kesepakatan, dalam hal ini pemilik modal (shahibul maal)

akan memberikan kuasa dan pengelola modal

(mudharib) menerima kuasa tersebut, karena di dalam

akad mudharabah terkandung akad wakalah/kuasa.

2. Modal (Ra’sul Maal) dalam akad mudharabah harus

memenuhi ketentuan sebagai berikut:

Page 24: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

24

a. Modal harus berupa alat tukar (uang);

b. Modal harus dapat diketahui sehingga mudah untuk

diukur;

c. Modal harus dalam bentuk tunai; dan

d. Modal harus dapat dipindahkan/diserahkan dari

pemilik modal (shahibul maal) kepada pengelola

modal (mudharib).

2.4. Modal Mudharabah

Modal dalam akad mudharabah adalah berupa uang,

menurut jumhur ulama modal dalam akad mudharabah

tidak boleh dalam bentuk barang, karena sifat harganya

yang mudah berubah (fluktuatif), sehingga hal ini akan

mempengaruhi hasil keuntungan yang didapat karena tidak

dapat dipastikan jumlahnya (majhul), sehingga bagi hasil

yang diperoleh dari keuntungan tersebut untuk masing-

masing pihak akan menjadi tidak jelas. Namun beberapa

ulama memperbolehkan modal usaha mudharabah dapat

bentuk inventori/barang, hal ini merujuk kepada pendapat

yang disampaikan oleh Imam Malik, menurutnya modal

usaha mudharabah dapat dalam bentuk barang dan tidak

Page 25: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

25

diharuskan dalam bentuk uang tunai. Oleh karena itu,

barang dagangan dapat menjadi modal dalam akad

mudharabah baik yang sama jenisnya atau berbeda

jenisnya.

Sedangkan Ibn Rusyd menyatakan bahwa para ahli

fikih telah bersepakat membolehkan modal mudharabah

dalam bentuk alat tukar (uang) karena uang memiliki nilai

yang dapat dijadikan sebagai alat transaksi. Berdasarkan hal

tersebut, Ibn Rusyd tidak memperbolehkan penggunaan al-

fulus (mata uang lokal) karena al-fulus tidak memenuhi

syarat sebagai alat transaksi di tingkat negara.12 Ibn Rusyd

tidak memperbolehkan penggunaan barang sebagai modal

karena sifatnya yang sulit untuk ditaksir dan terdapat

ketidakpastian pada nilai barang (modal) sehingga

dikhawatirkan akan menimbulkan perselisihan diantara

kedua pihak.13

12 Fulus di zaman Ibn Rusyd adalah mata uang lokal yang hanya berlaku atau di akui

terbatas dalam segelintir/komunitas, namun tidak di akui di tingkat negara sebagai mata uang dalam melakukan transaksi. Karena menurut Ibn Rusyd, modal (uang) yang menjadi ra’sul maal dalam akad mudharabah harus dapat di akui dalam negara tersebut, sehingga dapat dipergunakan secara umum dan luas. Referensi, 13 Thabrani Abdul Mukti, Mudharabah Perspektif Averroes (Ibn Rusyd), (Pamekasan:

Jurnal Iqtishadia Vol.1 No.1 Juni 2014), hlm 7-12

Page 26: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

26

Menurut ulama Hanafiah dan ulama Hanabilah, modal

dalam akad mudharabah tidak diperbolehkan dalam bentuk

tabur yakni emas dan perak yang belum dibuat menjadi

perhiasan dan dalam bentuk nuqrah yaitu potongan emas

yang berbentuk perhiasan dikarenakan mempunyai

kedudukan yang sama dengan barang dagangan. Dalam

riwayat lain, ulama Hanafiah berpendapat bahwa modal

dalam akad mudharabah diperbolehkan dalam bentuk tabur

dan nuqrah.14

14 Mubarok Jaih, Hasanudin, Fikih Muamalah (Akad Syirkah dan Mudharabah),

(Bandung:Simbiosa Rekatama Media 2017), hlm 167

Page 27: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

27

BAB III

MUDHARABAH DALAM KONSEP KONTEMPORER

3.1. Konsep Mudharabah di Indonesia

Menurut Undang-undang nomor 21 tahun 2008

tentang Perbankan Syariah, yang dimaksud dengan akad

mudharabah dalam pembiayaan adalah akad kerja sama

dalam suatu usaha antara pihak pertama (malik, shahibul

maal, Bank Syariah) yang menyediakan seluruh modal dan

pihak kedua (‘amil, mudharib, Nasabah) yang bertindak

selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha

sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad,

sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh Bank

Syariah kecuali jika pihak kedua melakukan kesalahan yang

disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.

Konsep mudharabah kontemporer yang ada saat ini

telah banyak mengalami transformasi. Jika pada konsep

mudharabah klasik, mudharabah hanya dilakukan dengan

satu jenis atau bentuk, maka pada konsep mudharabah

kontemporer dapat digabungkan dengan akad lain seperti

Page 28: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

28

dengan akad murabahah atau musyarakah, hal tersebut

untuk menyesuaikan dengan keadaan masyarakat serta

dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat untuk

mendapatkan layanan jasa perbankan syariah yang baik.

Mekanisme mudharabah kontemporer saat ini

berbeda dengan praktik mudharabah klasik atau terdahulu.

Pada konsep mudharabah klasik tidak terdapat mekanisme

angsuran dalam pembayaran modal pokok yang dikelola

mudharib kepada shahibul maal, pembayaran modal pokok

yang diterima oleh mudharib dari shahibul maal tersebut

hanya dilakukan satu kali di akhir periode kontrak. Hal ini

juga berlaku untuk mekanisme pembayaran bagi hasil pada

akad mudharabah, dimana pembayaran bagi hasil

mudharabah dilakukan satu kali di akhir periode kontrak.

Produk Bank Syariah berbasis akad mudharabah yang

ada saat ini mengacu kepada fatwa-fatwa yang dikeluarkan

oleh Dewan Syariah Nasional-MUI (DSN-MUI), Peraturan

Otoritas terkait serta ketentuan hukum yang terhimpun di

dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES)

sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:

Page 29: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

29

3.2. Pembiayaan Mudharabah/Qiradh

Merujuk pada fatwa DSN-MUI Nomor: 07/DSN-

MUI/IV/2000 mengenai pembiayaan mudharabah,

dijelaskan bahwa mudharabah adalah akad kerjasama suatu

usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama sebagai

shahibul maal (pemilik modal) yang menyediakan seluruh

modal, sedangkan pihak kedua adalah mudharib (pengelola

modal) yang bertindak sebagai penerima dan pengelola

modal yang diberikan. Mengenai jangka waktu, mekanisme

pengembalian modal pokok serta pembagian keuntungan

ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua pihak.

Pengelola modal boleh menentukan jenis usaha apa

yang akan dikembangkan berdasarkan kesepakatan

bersama dan sesuai dengan aturan syari’ah. Dalam hal ini

pemilik modal tidak boleh ikut dalam manajemen dalam

usaha tersebut, tetapi mempunyai hak untuk melakukan

pengawasan dan pembinaan terkait usaha tersebut. Pada

prinsipnya dalam pembiayaan mudharabah ini tidak

terdapat jaminan, namun untuk memastikan dan

meminimalisir risiko yang akan terjadi di waktu yang akan

Page 30: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

30

datang, pemilik modal dapat meminta jaminan yang telah

disepakati bersama dari penerima modal atau pihak ketiga

untuk menjamin usaha serta personal penerima modal.

Jaminan ini tidak boleh dicairkan kecuali jika mudharib

sebagai pengelola modal terbukti secara sah sesuai hukum

yang berlaku melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang

telah disepakati bersama dalam akad.

Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

(KHES) Buku II Bab VII di pasal 187 dijelaskan mengenai

syarat mudharabah sebagai berikut: (1) pemilik modal wajib

menyerahkan dana atau barang kepada pihak lain

(penerima modal) untuk melakukan kerjasama dalam usaha

yang disepakati kedua belah pihak, 2) penerima modal

menjalankan usaha dalam bidang yang telah disepakati, 3)

kesepakatan mengenai bidang usaha yang akan dijalankan

ditetapkan di awal dalam akad antara kedua belah pihak.

Jika dalam usaha tersebut mengalami sebuah kerugian,

maka baik pemilik modal atau penerima modal tidak berhak

mendapatkan keuntungan atau imbalan.

Page 31: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

31

Di dalam pasal 200 dan 201 KHES tersebut dijelaskan

bahwa mudharib sebagai pengelola modal tidak boleh

menyertakan modal/hartanya sendiri dengan modal

mudharabah kecuali bila menjadi kebiasaan di kalangan

pelaku usaha dan jika telah mendapatkan izin dari shahibul

maal pada usaha-usaha tertentu.

3.2.1. Mudharabah Musytarakah

Mudharabah Musytarakah adalah suatu bentuk akad

mudharabah dimana penerima modal/pengelola modal

(mudharib) menyertakan modal dalam kerjasama usaha

yang dilangsungkan sesuai kesepakatan. Akad ini terdapat di

dalam fatwa DSN-MUI Nomor: 50/DSN-MUI/III/2006, dalam

fatwa tersebut dijelaskan mengenai ketentuan akad

mudharabah musytarakah dalam produk penyaluran dana

dan penghimpunan dana. Ketentuan akad mudharabah

musytarakah dalam penyaluran dana adalah sebagai

berikut: (1) Akad yang digunakan adalah akad mudharabah

musytarakah, yaitu perpaduan dari akad mudharabah dan

akad musyarakah. (2) Nasabah sebagai mudharib

Page 32: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

32

menyertakan modal atau dananya dalam investasi bersama

bank syariah. (3) Nasabah sebagai pihak yang menyertakan

modal atau dananya (musytarik) memperoleh bagian

keuntungan berdasarkan porsi modal yang disertakan. (4)

Bagian keuntungan sesudah diambil oleh nasabah sebagai

musytarik dibagi antara nasabah sebagai mudharib dan

bank syariah sesuai dengan nisbah yang disepakati. (5)

Apabila terjadi kerugian, nasabah sebagai musytarik

menanggung kerugian sesuai dengan porsi modal atau dana

yang disertakan. Akad Mudharabah Musytarakah ini sering

dijumpai pada lembaga keuangan asuransi.

3.2.2. Mudharabah wal Murabahah

Mudharabah wal Murabahah adalah suatu skema

pembiayaan dengan bentuk two step financing. Bank

syariah sebagai shahibul maal memberikan modal kepada

lembaga keuangan syariah (LKS) sebagai mudharib dengan

akad mudharabah. Kemudian LKS menyalurkan modal

tersebut dalam bentuk pembiayaan kepada End User

dengan akad murabahah. Bank syariah berbagi hasil dengan

Page 33: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

33

LKS, sedangkan LKS berjual beli dengan End User. Dalam

skema akad mudharabah wal murabahah tersebut, bank

syariah akan memperoleh porsi bagi hasil yang telah

disepakati apabila LKS menghasilkan keuntungan,

sedangkan LKS akan memperoleh marjin keuntungan dari

hasil jual belinya dengan End User.

Page 34: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

34

BAB IV

KETENTUAN DAN STANDAR SYARIAH TENTANG

MUDHARABAH

4.1. Fatwa - Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Tentang

Mudharabah

4.1.1. Fatwa DSN-MUI Nomor: 07/DSN-MUI/IV/2000

Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh)

a. Ketentuan Pembiayaan

1. Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan

yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk

usaha yang produktif.

2. Dalam pembiayaan ini, LKS sebagai shahibul maal

(pemilik dana) membiayai 100% kebutuhan suatu

proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah)

bertindak sebagai mudharib atau pengelola

usaha.

3. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana

dan pembagian keuntungan ditentukan

Page 35: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

35

berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS

dengan pengusaha).

4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam

usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai

dengan syariah, dan LKS tidak ikut serta dalam

manajemen perusahaan atau proyek tetapi

mempunyai hak dalam pembinaan dan

pengawasan.

5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan

dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan

piutang.

6. LKS sebagai pemilik dana menanggung semua

kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika

mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang

disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.

7. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah

tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak

melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta

jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan

hanya dapat dicairkan apabila mudharib

Page 36: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

36

melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang

telah disepakati bersama dalam akad.

8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan dan

mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh

LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.

9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.

10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak

melakukan kewajiban atau melakukan

pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib

berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah

dikeluarkan.

b. Rukun dan Syarat Pembiayaan

1. Pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola

(mudharib) harus cakap hukum.

2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh

para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka

dalam mengadakan kontrak (akad), dengan

memperhatikan hal-hal berikut:

a. Penawaran dan penerimaan harus secara

eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad);

Page 37: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

37

b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada

saat kontrak; dan

c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui

korespondensi atau dengan menggunakan

cara-cara komunikasi modern

3. Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang

diberikan oleh pemilik dana kepada mudharib

untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai

berikut:

a. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya;

b. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang

dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset,

maka aset tersebut harus dinilai pada waktu

akad; dan

c. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan

harus dibayarkan kepada mudharib, baik

secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan

kesepakatan dalam akad

Page 38: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

38

4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang

didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat

keuntungan berikut ini harus dipenuhi:

a. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan

tidak boleh disyaratkan untuk satu pihak;

b. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap

pihak harus diketahui dan dinyatakan pada

waktu kontrak disepakati dan harus dalam

bentuk presentase (nisbah) dari keuntungan

sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus

berdasarkan kesepakatan;

c. Pemilik dana menanggung semua kerugian

akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak

boleh menanggung kerugian apapun kecuali

diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian

atau pelanggaran kesepakatan

5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib),

sebagai perimbangan (muqabil) modal yang

disediakan oleh pemilik dana, harus

memperhatikan hal-hal berikut:

Page 39: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

39

a. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib,

tanpa campur tangan pemilik dana, tetapi ia

mempunyai hak untuk melakukan

pengawasan;

b. Pemilik dana tidak boleh mempersempit

tindakan pengelola sedemikian rupa yang

dapat menghalangi tercapainya tujuan

mudharabah, yaitu keuntungan; dan

c. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum

syariah Islam dalam tindakannya yang

berhubungan dengan mudharabah, dan harus

mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam

aktifitas itu

c. Ketentuan Hukum Pembiayaan

1. Mudharabah boleh dibatasi pada periode

tertentu;

2. Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan

sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu

terjadi;

Page 40: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

40

3. Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada

ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat

amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari

kesalahan yang disengaja, kelalaian atau

pelanggaran kesepakatan

d. Penyelesaian Perselisihan

Penyelesaian sengketa di antara para pihak dapat

dilakukan melalui musyawarah mufakat. Apabila

musyawarah mufakat tidak tercapai, maka

penyelesaian sengketa dilakukan melalui lembaga

penyelesaian sengketa berdasarkan syariah sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4.1.2. Fatwa DSN-MUI Nomor: 15/DSN-MUI/IX/2000

Tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha Dalam

Lembaga Keuangan Syariah

a. Ketentuan Umum

1. Pada dasarnya, Lembaga Keuangan Syariah (LKS)

boleh menggunakan prinsip Bagi Hasil (Net

Revenue Sharing) maupun Bagi Untung (Profit

Page 41: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

41

Sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan

mitra (nasabah)-nya;

2. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah) saat ini,

pembagian hasil usaha sebaiknya digunakan

prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing);

3. Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang

dipilih harus disepakati dalam akad

b. Penyelesaian Perselisihan

Penyelesaian sengketa di antara para pihak dapat

dilakukan melalui musyawarah mufakat. Apabila

musyawarah mufakat tidak tercapai, maka

penyelesaian sengketa dilakukan melalui lembaga

penyelesaian sengketa berdasarkan syariah sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4.1.3. Fatwa DSN-MUI Nomor: 17/DSN-MUI/IX/2000

Tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang

Menunda-nunda Pembayaran

a. Ketentuan Umum

1. Sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah sanksi

yang dikenakan Lembaga Keuangan Syariah (LKS)

Page 42: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

42

kepada nasabah yang mampu membayar, tetapi

menunda-nunda pembayaran dengan sengaja.

2. Nasabah yang tidak/belum mampu membayar

disebabkan force majeure tidak boleh dikenakan

sanksi.

3. Nasabah mampu yang menunda-nunda

pembayaran dan/atau tidak mempunyai kemauan

dan itikad baik untuk membayar hutangnya boleh

dikenakan sanksi.

4. Sanksi didasarkan pada prinsip ta’zir yaitu

bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam

melaksanakan kewajibannya.

5. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang

besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan

dibuat saat akad ditandatangani.

6. Dana yang berasal dari denda diperuntukkan

sebagai dana sosial.

b. Penyelesaian Perselisihan

Penyelesaian sengketa di antara para pihak dapat

dilakukan melalui musyawarah mufakat. Apabila

Page 43: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

43

musyawarah mufakat tidak tercapai, maka penyelesaian

sengketa dilakukan melalui lembaga penyelesaian sengketa

berdasarkan syariah sesuai peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

4.1.4. Fatwa DSN-MUI Nomor: 43/DSN-MUI/VIII/2004

Tentang Ganti Rugi (Ta’widh)

a. Ketentuan Umum

1. Ganti rugi (ta’widh) hanya boleh dikenakan atas

pihak yang dengan sengaja atau karena kelalaian

melakukan sesuatu yang menyimpang dari

ketentuan akad dan menimbulkan kerugian pada

pihak lain.

2. Kerugian yang dapat dikenakan ta’widh

sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 adalah

kerugian riil yang dapat diperhitungkan dengan

jelas.

3. Kerugian rill sebagaimana dimaksud ayat 2 adalah

biaya-biaya rill yang harus dikeluarkan dalam

rangka penagihan hak yang seharusnya

dibayarkan.

Page 44: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

44

4. Besar ganti rugi (ta’widh) adalah sesuai dengan

nilai kerugian riil (real loss) yang pasti dialami

(fixed cost) dalam transaksi tersebut bukan

kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential

loss) karena adanya peluang yang hilang

(opportunity loss atau al-furshah al-dha-i’ah).

5. Ganti rugi (ta’widh) hanya boleh dikenakan pada

transaksi (akad) yang menimbulkan utang piutang

(dain), seperti Salam, Isthisna’ serta Murabahah

dan Ijarah.

6. Dalam akad Mudharabah dan Musyarakah, ganti

rugi hanya boleh digunakan oleh shahibul maal

atau salah satu pihak dalam Musyarakah apabila

bagian keuntungannya sudah jelas tetapi tidak

dibayarkan.

b. Ketentuan Khusus

1. Ganti rugi yang diterima dalam transaksi di LKS

dapat diakui sebagai hak (pendapatan) bagi pihak

yang menerimanya.

Page 45: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

45

2. Jumlah ganti rugi besarnya harus tetap sesuai

dengan kerugian riil dan tata cara pembayarannya

tergantung kesepakatan para pihak

3. Besarnya ganti rugi ini tidak boleh dicantumkan

dalam akad.

4. Pihak yang cedera janji bertanggung jawab atas

biaya perkara dan biaya lainnya yang timbul

akibat proses penyelesaian perkara.

c. Penyelesaian Perselisihan

Penyelesaian sengketa di antara para pihak dapat

dilakukan melalui musyawarah mufakat. Apabila

musyawarah mufakat tidak tercapai, maka

penyelesaian sengketa dilakukan melalui lembaga

penyelesaian sengketa berdasarkan syariah sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4.1.5. Fatwa DSN-MUI Nomor: 45/DSN-MUI/II/2005

Tentang Line Facility (At-Tashilat As-Saqfiyah)

a. Ketentuan Umum

Page 46: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

46

1. Line Facility adalah suatu bentuk fasilitas plafon

pembiayaan bergulir dalam jangka waktu tertentu

yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah.

2. Wa’d adalah kesepakatan atau janji dari satu

pihak (Lembaga Keuangan Syariah) kepada pihak

lain (Nasabah) untuk melaksanakan sesuatu yang

dituangkan ke dalam suatu dokumen

Memorandum of Understanding.

3. Akad adalah transaksi atau perjanjian syar’i yang

menimbulkan hak dan kewajiban serta

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

Line Facility.

b. Ketentuan Akad

1. Line Facility boleh dilakukan berdasarkan wa’d

dan dapat digunakan untuk pembiayaan-

pembiayaan tertentu sesuai prinsip syariah.

2. Akad yang digunakan dalam pembiayaan tersebut

di atas dapat berbentuk akad Murabahah,

Isthisna’, Mudharabah, Musyarakah dan Ijarah

Page 47: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

47

3. Penetapan margin nisbah bagi hasil dan/atau fee

yang diminta oleh LKS harus mengacu pada

ketentuan masing-masing akad dan ditetapkan

pada saat akad tersebut dibuat.

4. LKS hanya boleh mengambil margin, bagi hasil

dan/atau fee atas akad-akad yang realisasikan

dari Line Facility.

5. Fatwa DSN nomor: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang

Murabahah, Fatwa DSN nomor: 06/DSN-

MUI/IV/2000 tentang jual beli Isthisna’, Fatwa

DSN nomor: 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang

Pembiayaan Mudharabah (Qiradh), Fatwa DSN

nomor: 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang

Pembiayaan Musyarakah, Fatwa DSN nomor:

09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah

berlaku pula dalam pelaksanaan akad-akad

pembiayaan yang mengikuti Line Facility.

c. Penyelesaian Perselisihan

Penyelesaian sengketa di antara para pihak dapat

dilakukan melalui musyawarah mufakat. Apabila

Page 48: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

48

musyawarah mufakat tidak tercapai, maka

penyelesaian sengketa dilakukan melalui lembaga

penyelesaian sengketa berdasarkan syariah sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4.1.6. Fatwa DSN-MUI Nomor: 92/DSN-MUI/IV/2014 Tentang Pembiyaan Yang Disertai Rahn

a. Ketentuan Umum

1. Akad amanah adalah akad-akad yang tidak

melahirkan kewajiban untuk bertanggungjawab

terhadap pihak lain ketika harta tersebut rusak,

hilang, atau berkurang baik secara kualitas dan

kuantitasnya.

2. Akad mudharabah adalah sebagaiman yang

terdapat dalam fatwa DSN-MUI Nomor 7 Tahun

2000 tentang pembiayaan mudharabah.

b. Ketentuan Terkait Barang Jaminan

1. Barang jaminan (marhun) harus berupa harta

(maal) berharga baik benda bergerak maupun

tidak bergerak yang boleh dan dapat diperjual-

Page 49: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

49

belikan, termasuk aset keuangan berupa sukuk,

efek syariah atau surat berharga syariah lainnya;

2. Dalam hal barang jaminan (marhun) merupakan

musya' (bagian dari kepemilikan bersama/part of

undivided ownership), maka musya' yang

digadaikan harus sesuai dengan porsi

kepemilikannya;

3. Barang jaminan (marhun) boleh diasuransikan

sesuai peraturan perundang-undangan yang

berlaku danlatau kesepakatan.

c. Ketentuan Terkait Akad

1. Pada prinsipnya dalam akad amanah tidak

diperbolehkan adanya barang jaminan (marhun),

namun agar Nasabah/pengelola dana tidak

melakukan penyimpangan perilaku (moral

hazard), maka Lembaga Keuangan Syariah boleh

meminta barang jaminan (marhun) dari

Nasabah/pengelola dana atau pihak ketiga yang

disepakati.

Page 50: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

50

d. Ketentuan Eksekusi Barang Jaminan

1. Barang jaminan hanya dapat dan boleh dieksekusi

apabila pemegang amanah/pengelola

dana/Nasabah terbukti secara sah dan sesuai

hukum yang berlaku melakukan perbuatan moral

hazard, sebagai berikut:

a. Ta’addi (ifrath), yaitu melakukan sesuatu yang

tidak boleh/seharusnya dilakukan;

b. Taqshir (tafrith), yaitu tidak melakukan sesuatu

yang boleh/seharusnya dilakukan; atau

c. Mukhalafat al-syuruth, yaitu melanggar-

melanggar ketentuan-ketentuan (yang tidak

bertentangan dengan syariah) yang disepakati

oleh pihak-pihak yang berakad.

2. Apabila pemegang amanah/pengelola

dana/Nasabah telah menyelesaikan

kewajibannya, maka pihak Lembaga Keuangan

Syariah wajib mengembalikan barang jaminan

(marhun) tersebut kepada pemegang

amanah/pengelola dana/Nasabah.

Page 51: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

51

3. Dalam suatu kondisi pemegang

amanah/pengelola dana/Nasabah tidak

menyelesaikan kewajibannya pada waktu yang

telah disepakati, maka pemberi amanah/Lembaga

Keuangan Syariah wajib

mengingatkan/memberitahukan tentang

kewajibannya.

4. Setelah dilakukan pemberitahuan/peringatan,

pemegang amanah/pengelola dana/Nasabah

belum menyelesaikan kewajibannya, maka

dengan memperhatikan asas keadilan dan

kemanfaatan pihak-pihak, pemberi

amanah/Lembaga Keuangan Syariah boleh

melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Menjual paksa barang jaminan sebagaimana

diatur dalam fatwa DSN-MUI Nomor 25 Tahun

2002 tentang Rahn; atau

b. Meminta pemegang amanah/pengelola

dana/Nasabah menyerahkan barang jaminan

untuk menyelesaikan kewajibannya sesuai

Page 52: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

52

kesepakatan dalam akad, dimana penentuan

harganya mengacu pada ketentuan yang

berlaku yang telah di atur.

e. Penyelesaian Perselisihan

Jika salah pihak tidak menunaikan kewajibannya

atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak,

maka penyelesaiannya dilakukan melalui lembaga

penyelesaian sengketa berdasarkan syariah setelah

tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

4.1.7. Fatwa DSN-MUI Nomor: 105/DSN-MUI/X/2016 Tentang Penjaminan Pengembalian Modal Pembiayaan Mudharabah, Musyarakah dan Wakalah bil Istitsmar

a. Ketentuan Umum

1. Akad mudharabah adalah kerjasama suatu usaha

antara dua pihak dimana pihak pertama (malik,

shahibul maal/LKS) menyediakan seluruh modal,

sedangkan pihak kedua (‘amil,

mudharib/nasabah) bertindak sebagai pengelola,

dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka

Page 53: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

53

sesuai nisbah yang disepakati dalam kontrak,

sedangkan kerugian ditanggung oleh shahibul

maal.

2. Akad musyarakah adalah pembiayaan

berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak

atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana

masing-masing pihak memberikan kontribusi

modal dengan ketentuan bahwa keuntungan

dibagi sesuai nisbah yang disepakati dan kerugian

akan ditanggung bersama secara proporsional.

3. Akad wakalah bil istitsmar adalah pemberian

kuasa oleh satu pihak kepada pihak lain untuk

menginvestasikan modalnya.

4. Penjaminan pengembalian modal adalah

penjaminan dari mudharib/syarik/wakil bil

istitsmar untuk mengembalikan modal secara

penuh kepada shahibul maal/syarik/muwakkil.

5. Modal adalah:

Page 54: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

54

a. Dana (ra’sul maal) yang diserahkan oleh

shahibul maal kepada mudharib dalam akad

mudharabah;

b. Dana (ra’sul maal) yang diserahkan oleh salah

satu syarik kepada syarik lain dalam akad

musyarakah; atau

c. Dana yang diserahkan oleh muwakkil (pemberi

kuasa) kepada wakil (penerima kuasa) dalam

akad wakalah bil istitsmar.

6. Pemilik modal adalah shahibul maal dalam akad

mudharabah, mitra

(syarik) dalam akad musyarakah, atau muwakkil

(pemberi kuasa) dalam akad wakalah bil istismar.

7. Ta'addi (ifrath) adalah melakukan sesuatu yang

tidak boleh/tidak semestinya dilakukan.

8. Taqshir (tafrith) adalah tidak melakukan sesuatu

yang semestinya dilakukan.

9. Mukhalafat al-syuruth adalah melanggar

ketentuan-ketentuan (yang tidak bertentangan

Page 55: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

55

dengan syariah) yang disepakati pihak-pihak yang

berakad.

b. Ketentuan Khusus

1. Pengelola tidak wajib mengembalikan modal

usaha secara penuh pada saat terjadi kerugian,

kecuali kerugian karena ta 'addi, tafrith atau

mukhalafat al-syuruth.

2. Pemilik modal tidak boleh meminta pengelola

untuk menjamin pengembalian modal.

3. Pengelola boleh menjamin pengembalian modal

atas kehendaknya sendiri tanpa permintaan dari

pemilik modal.

4. Pemilik modal boleh meminta pihak ketiga untuk

menjamin pengembalian modal.

5. Dalam hal usaha mengalami kerugian sementara

pemilik modal berbeda pendapat atas kerugian

tersebut, pengelola wajib membuktikan bahwa

kerugian yang dialami bukan karena ta'addi,

tafrith atau mukhalafat al-syuruth.

Page 56: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

56

6. Dalam hal pembuktian diterima oleh pemilik

modal, kerugian tersebut menjadi tanggung

jawab pemilik modal.

7. Dalam hal pembuktian tidak diterima oleh pemilik

modal, perselisihan diselesaikan melalui jalur

litigasi atau non-litigasi.

8. Sebelum adanya keputusan yang ditetapkan dan

mengikat, kerugian menjadi tanggung jawab

pengelola.

c. Penutup

Penyelesaian sengketa di antara para pihak dapat

dilakukan melalui musyawarah mufakat. Apabila

musyawarah mufakat tidak tercapai, maka

penyelesaian sengketa dilakukan melalui lembaga

penyelesaian sengketa berdasarkan syariah sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Page 57: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

57

4.2. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah atau KHES

merupakan suatu produk peraturan perundang-undangan

yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia

sebagai salah satu pedoman dalam kegiatan ekonomi

syariah yang termasuk di dalamnya industri keuangan

syariah. Dasar hukum aturan ini adalah Peraturan

Mahkamah Agung (PERMA) No. 2 Tahun 2008, adapun KHES

ini terdiri dari 4 buku, 43 bab, serta 796 pasal.

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah yang mengatur

mengenai akad mudharabah terdapat di dalam buku II bab

VII tentang mudharabah. Ketentuan mudharabah yang

diatur dalam KHES ini terdiri dari 2 bagian dan 23 Pasal.

Definisi mengenai mudharabah dalam Buku II Pasal 20 ayat

(4) berbunyi: “Mudharabah adalah kerjasama antara pemilik

dana atau penanam modal dengan pengelola modal untuk

melakukan usaha tertentu dengan membagikan keuntungan

berdasarkan nisbah”.

Pada Bab VII bagian pertama pasal 187 menjelaskan

mengenai syarat mudharabah yaitu 1) Pemilik modal wajib

Page 58: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

58

menyerahkan dana atau barang yang berharga kepada

pihak lain untuk melakukan kerjasama dalam usaha, 2)

Penerima modal harus melaksanakan usaha dalam bidang

yang telah disepakati, 3) Kesepakatan bidang usaha yang

akan dijalankan ditetapkan dalam akad. Pada ayat

selanjutnya dijelaskan mengenai rukun mudharabah yang

terdiri dari 1) Shahibul maal atau pemilik modal, 2)

Mudharib pengelola modal dan usaha, 3) Akad.

Pada pasal 189 dijelaskan mengenai jenis akad

mudharabah yang terdiri dari dua jenis yaitu: 1) Mutlak atau

skema pembiayaan yang tidak dibatasi pada jenis usaha,

waktu dan tempat, 2) Muqayyad atau skema pembiayaan

yang dibatasi pada jenis usaha, tempat dan waktunya. Lalu

ayat selanjutnya mengatakan bahwa pihak yang melakukan

syirkah (kerjasama) harus memiliki keterampilan yang

diperlukan dalam usaha.

Pada pasal 191 menjelaskan mengenai ketentuan

modal yaitu: 1) Modal harus berupa barang, uang dan atau

barang yang berharga, 2) Modal tersebut harus diserahkan

kepada mudharib atau kepada pihak yang mengelola usaha,

Page 59: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

59

3) Jumlah modal dalam akad mudharabah harus dinyatakan

dengan pasti. Pasal 192 mengatakan bahwa pembagian

keuntungan hasil usaha antara shahibul maal dan mudharib

harus dinyatakan secara jelas dan pasti. Kemudian pada

pasal terakhir bagian pertama mengatakan bahwa akad

mudharabah yang dilaksanakan tanpa memenuhi syarat

akan menyebabkan akad tersebut batal.

Bagian kedua bab ini membahas mengenai

ketentuan akad mudharabah. Dijelaskan ketentuan

mudharabah pada pasal 194 yaitu: 1) Status benda yang

diberikan oleh shahibul maal kepada mudharib adalah

modal, 2) Mudharib berkedudukan sebagai wakil dari

shahibul maal dalam menggunakan modal yang diterima, 3)

Keuntungan yang dihasilkan menjadi milik bersama. Pada

pasal selanjutnya dijelaskan mengenai wewenang mudharib

dalam mengelola usaha yaitu: 1) Mudharib berhak untuk

membeli barang dengan maksud menjualnya kembali untuk

mendapatkan keuntungan, 2) Mudharib berhak menjual

barang dengan harga tinggi atau rendah, baik secara tunai

atau cicilan, 3) Mudharib berhak menerima pembayaran

Page 60: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

60

dari harga barang dengan pengalihan piutang, 4) Mudharib

tidak boleh menjual barang dalam jangka waktu yang tidak

biasa dilakukan oleh para pedagang. Kemudian pada pasal

196 mengatakan bahwa mudharib tidak boleh

menghibahkan, menyedekahkan, dan atau meminjamkan

harta kerjasama, kecuali bila telah mendapat izin dari

shahibul maal.

Selanjutnya dijelaskan bahwa mudharib boleh

memberi kuasa kepada pihak lain sebagai wakilnya untuk

membeli dan menjual barang yang telah disepakati dalam

akad mudharabah, kemudian mudharib berhak

mendepositokan dan menginvestasikan harta kerjasama

berdasarkan sistem syariah, selanjutnya mudharib berhak

menghubungi pihak lain untuk melakukan jual beli barang

sesuai dengan kesepakatan di dalam akad, hal ini dijelaskan

dalam pasal 197. Kemudian pada pasal 198 dan 199

dijelaskan mengenai hak mudharib dan shahibul maal

terkait keuntungan atau imbalan sebagai berikut: 1)

Mudharib berhak mendapatkan keuntungan sebagai

imbalan atas pekerjaan yang telah dilakukan sesuai

Page 61: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

61

kesepakatan di dalam akad, 2) Mudharib tidak berhak

mendapatkan keuntungan sebagai imbalan bila usaha yang

dijalankan mengalami kerugian. Pasal 199 menjelaskan

mengenai hak shahibul maal terkait keuntungan sebagai

berikut: 1) Pemilik modal berhak atas keuntungan

berdasarkan modalnya yang telah disepakati dalam akad, 2)

Pemilik modal tidak berhak mendapatkan keuntungan jika

usaha yang dikelola oleh mudharib mengalami kerugian.

Pada pasal 200 sampai pasal 202 dijelaskan secara

berurutan mengenai ketentuan penyertaan kekayaan atau

modal mudharib dalam akad mudharabah. Mudharib tidak

boleh menyertakan kekayaan atau modalnya dengan harta

kerjasama dalam akad mudharabah, kecuali bila hal

tersebut sudah menjadi sebuah kebiasaan di kalangan

pelaku usaha. Kemudian pada pasal 201 dijelaskan bahwa

mudharib boleh menyertakan kekayaan atau modalnya jika

telah mendapat izin dari shahibul maal dalam melakukan

usaha-usaha khusus tertentu. Pasal 202 dijelaskan

pembagian keuntungan hasil usaha yang menggunakan

modal campuran (modal shahibul maal dan mudharib) yang

Page 62: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

62

dibagi secara proporsional atau atas dasar kesepakatan

semua pihak.

Terkait dengan perjalanan yang dilakukan mudharib

dalam menjalankan usaha, dijelaskan dalam pasal 203,

bahwa seluruh biaya perjalanan yang dilakukan oleh

mudharib dalam rangka menjalankan usaha dibebankan

pada modal shahibul maal. Selanjutnya pada pasal 204

menekankan bahwa mudharib wajib menjaga dan

menjalankan ketentuan yang ditetapkan oleh shahibul maal

dalam akad.

Pada pasal 205 dijelaskan mengenai tanggung jawab

mudharib atas risiko kerugian dan atau kerusakan yang

diakibatkan oleh usahanya yang melampaui batas yang di

izinkan oleh shahibul maal dan atau tidak sejalan dengan

ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam akad.

Kemudian pada pasal 206 mengatakan bahwa akad

mudharabah selesai apabila waktu kerjasama yang

disepakati dalam akad telah berakhir.

Mengenai permberhentian kerjasama bagi pihak

yang berakad dalam mudharabah dijelaskan di dalam pasal

Page 63: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

63

207 sebagai berikut: 1) Shahibul maal dapat

memberhentikan atau memecat pihak yang melanggar

kesepakatan dalam akad mudharabah, 2) Pemberhentian

kerjasama tersebut diberitahukan oleh shahibul maal

kepada mudharib, 3) Mudharib wajib mengembalikan modal

dan keuntungan kepada shahibul maal yang menjadi hak

shahibul maal dalam kerjasama mudharabah, 4)

Perselisihan antara shahibul maal dengan mudharib dapat

diselesaikan dengan perdamaian dan atau melalui

pengadilan.

Pasal 209 menjelaskan bahwa akad mudharabah

dapat berakhir dengan sendirinya jika shahibul maal atau

mudharib meninggal dunia, atau tidak memiliki kompetensi

dalam melakukan perbuatan hukum. Kemudian pada pasal

210 yang merupakan pasal terakhir dalam bab VII mengenai

mudharabah, dijelaskan mengenai hal-hal yang di atur bila

mudharib meninggal dunia sebagai berikut: 1) Shahibul

maal berhak melakukan penagihan terhadap pihak-pihak

lain berdasarkan bukti dari mudharib yang telah meninggal

Page 64: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

64

dunia, 2) Kerugian yang diakibatkan oleh meninggalnya

mudharib dibebankan kepada shahibul maal.

4.3. Sharia Standard Accounting and Auditing

Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI)

4.3.1. Definisi

Definisi mudharabah menurut AAOFI adalah sebuah

bentuk kemitraan dalam rangka mencari sebuah

keuntungan, dimana salah satu pihak menyediakan

modal (rabbul maal/shahibul maal) sedangkan pihak

lain (mudharib) menyediakan tenaga atau

keterampilan dalam mengelola usaha.

4.3.2. Perjanjian Pembiayaan Mudharabah

Perjanjian pembiayaan mudharabah dapat dibuat

berdasarkan kerangka umum atau nota

kesepahaman untuk menggambarkan kontrak

mudharabah, dimana dalam nota kesepahaman

tersebut dijelaskan terkait jumlah uang serta durasi

waktu kontrak pembiayaan, dengan catatan nota

kesepahaman mudharabah yang dibuat dan

Page 65: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

65

dilaksanakan kemudian sesuai dengan spesifikasi

atau transaksi mudharabah.

4.3.2.1. Nota kesepahaman yang dibuat harus dapat

menentukan kerangka kontrak secara umum yang

akan dipakai, menunjukkan pilihan dari masing-

masing pihak dalam menggunakan instrumen

mudharabah baik secara terbatas (muqayyadah)

atau tidak terbatas (mutlaqah), dan menunjukan

transaksi tersebut menggunakan skema revolving

atau non-revolving. Nota kesepahaman juga harus

dapat menunjukkan mengenai rasio laba dan jenis

jaminan untuk menutupi kerugian, kesalahan atau

pelanggaran kontrak serta isu-isu relevan lainnya

yang mungkin terjadi.

4.3.2.2. Jika kontrak mudharabah didasarkan pada nota

kesepahaman, isi dari nota kesepahaman tersebut

akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari

setiap kontrak di masa yang datang, kecuali para

pihak-pihak yang melakukan kontrak setuju untuk

Page 66: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

66

membebaskan diri dari beberapa kewajiban yang

disebutkan di dalamnya.

4.3.3. Kontrak Mudharabah

4.3.3.1. Kontrak mudharabah dapat menggunakan istilah

mudharabah, qiradh atau mu'amalah.

4.3.3.2. Kedua belah pihak harus memiliki kecakapan

hukum. Oleh karena itu, kontrak mudharabah tidak

akan dapat di jalankan bila tidak terdapat dua pihak

yang saling melakukan kontrak serta tidak memiliki

kecakapan hukum yang mutlak atau pihak ketiga

yang memiliki kecakapan hukum untuk mewakili

para pihak-pihak tersebut.

4.3.3.3. Prinsip umum dalam kontrak mudharabah tidak

mengikat, yang berarti setiap pihak dapat

menghentikan itu secara sepihak kecuali dalam dua

kasus:

a) Ketika mudharib telah memulai bisnis,

dalam hal ini kontrak mudharabah akan

mengikat sampai dengan tanggal akhir

pembiayaan atau berakhirnya akad.

Page 67: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

67

b) Apabila para pihak setuju dengan jangka

waktu kontrak mudharabah, kontrak

tidak dapat dihentikan sebelum berakhir

jangka waktu kontrak tersebut, kecuali

terdapat kesepakatan bersama di antara

pihak-pihak tersebut.

4.3.3.4. Kontrak mudharabah adalah salah satu kontrak di

dalam muamalah Islam yang berbasis kepercayaan

(uqud al-amanah). Oleh karena itu, mudharib

mempunyai kewajiban dalam mengelola modal

investasi mudharabah tersebut atas dasar

kepercayaan. Dalam hal ini mudharib tidak

bertanggung jawab bila terdapat kerugian selama

menjalankan kontrak mudharabah, kecuali jika

mudharib terbukti melakukan sebuah pelanggaran

terhadap persyaratan yang terdapat di dalam

kontrak mudharabah yang telah disepakati

bersama. Jika mudharib terbukti secara nyata

melakukan hal tersebut, maka mudharib harus

bertanggung jawab untuk mengembalikan modal

Page 68: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

68

mudharabah tersebut kepada pemilik dana

(shahibul maal) sesuai jumlah yang disepakati pada

saat akad.

4.3.4. Jenis Mudharabah

4.3.4.1. Kontrak mudharabah dibagi menjadi dua jenis,

yaitu mudharabah mutlaqah dan mudharabah

muqayyadah.

4.3.4.2. Kontrak mudharabah mutlaqah adalah kontrak

dimana pemilik modal mengizinkan mudharib

untuk mengelola dana mudharabah tersebut tanpa

batasan. Dalam kasus ini, mudharib memiliki

berbagai macam kebebasan dalam memilih jenis

bisnis berdasarkan keahlian bisnis yang dimiliki

oleh mudharib selaku pengelola modal.

4.3.4.3. Kontrak mudharabah muqayyadah adalah kontrak

dimana pemilik modal membatasi ruang lingkup

usaha yang dijalankan mudharib seperti pada lokasi

atau jenis investasi tertentu.

4.3.5. Jaminan dalam Kontrak Mudharabah

Page 69: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

69

Pemilik modal diperbolehkan untuk meminta

jaminan yang sesuai dari mudharib. Hal ini dibatasi

dengan kondisi bahwa pemilik modal tidak akan

menggunakan atau melikuidasi jaminan tersebut

kecuali terjadi kesalahan, kelalaian, atau

pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh mudharib.

4.3.6. Persyaratan Berkaitan Dengan Modal

4.3.6.1. Pada prinsipnya, modal dalam akad mudharabah

harus diberikan dalam bentuk tunai. Namun, modal

tersebut dapat diberikan dalam bentuk aset riil.

Dalam hal ini, nilai dari aset tersebut harus dapat

berkontribusi pada besaran modal mudharabah.

Penilaian aset dapat dilakukan oleh ahli (appraisal)

yang disepakati para pihak.

4.3.6.2. Modal mudharabah harus secara jelas diketahui

oleh para pihak dan dapat dijelaskan baik secara

kualitas dan kuantitasnya.

Page 70: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

70

4.3.6.3. Modal mudharabah tidak diperbolehkan berasal

dari modal mudharib atau pihak lain15. .

4.3.6.4. Untuk setiap kontrak mudharabah yang berlaku,

mudharib memiliki wewenang dalam mengelola

dan menggunakan modal, maka pemilik modal

harus memberikan modal tersebut

seluruhnya/sebagian kepada mudharib, atau

pemilik modal memberikan mudharib keleluasaan

untuk mengambil dan menggunakan modal

mudharabah tersebut.

4.3.7. Hukum dan Persyaratan Dalam Keuntungan

4.3.7.1. Keuntungan merupakan milik bersama antara

pemodal dan pelaku usaha. Keuntungan tidak

boleh disepakati hanya untuk pelaku usaha atau

hanya untuk pemodal.

4.3.7.2. Nisbah bagi hasil harus disepakati pada saat akad

dan harus diketahui oleh para pihak

15 Ketentuan ini diatur dalam Standar AAOIFI untuk Pembiayaan

Mudharabah. Adapun untuk akad Mudharabah Musyatarakah diatur

dalam bab lain di Standar AAOIFI, yang mana memperbolehkan

Mudharib untuk mencampurkan modalnya.

Page 71: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

71

4.3.7.3. Mekanisme pendistribusian keuntungan harus

jelas, hal ini untuk menghindari ketidakpastian dan

terjadinya sengketa. Distribusi keuntungan harus

berdasarkan presentase keuntungan (nisbah) yang

telah disepakati.

4.3.7.4. Kerugian usaha yang dialami oleh pengelola

menjadi tanggung jawab pemodal selama kerugian

tersebut bukan akibat dari kesalahan pengelola,

baik lalai atau karena melampaui batas.

Page 72: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

72

BAB V

ISU STRATEGIS MUDHARABAH

5.1. Ruang Lingkup Standar

Mudharabah merupakan salah satu jenis kontrak

yang diterapkan pada perbankan syariah. Akad mudharabah

dapat diaplikasikan dan dikembangkan dalam berbagai

bentuk produk pembiayaan produktif baik untuk tujuan

modal kerja ataupun investasi usaha. Mekanisme

pembagian keuntungan dalam akad mudharabah

ditentunkan sesuai nisbah yang telah disepakati oleh kedua

belah pihak (shahibul maal dan mudharib) baik melalui

metode profit sharing maupun net revenue sharing,

sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal selama

kerugian tersebut bukan disebabkan karena kesalahan yang

disengaja, kelalaian serta menyalahi perjanjian yang

dilakukan pihak pengelola modal.

Sesuai dengan laporan Statistik Perbankan Syariah

OJK (SPS-OJK), porsi pembiayaan dengan akad mudharabah

pada triwulan pertama tahun 2017 berkontribusi sebesar

Page 73: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

73

17,3% dari total pembiayaan perbankan syariah Indonesia.

Porsi pembiayaan yang masih relatif kecil ini menjadikan

akad mudharabah terus didorong untuk dikembangkan dan

digunakan oleh perbankan syariah, karena konsep

mudharabah dimana satu pihak memberikan modal

sedangkan pihak lain mengelola modal dengan nisbah bagi

hasil yang disepakati sebenarnya secara kultural telah lama

digunakan oleh masayarakat Indonesia di berbagai daerah

dan hal tersebut merupakan ciri khusus dari akad

mudharabah sebagai pembeda antara aktivitas perbankan

syariah dengan perbankan konvensional.

Dalam rangka mendorong produk berbasis akad

mudharabah menjadi produk unggulan dalam perbankan

syariah, maka pelaksanaan setiap aktivitas perbankan

syariah harus sesuai dengan prinsip dan standar syariah

serta mampu meminimalisir terjadinya risiko atas produk

mudharabah. Sehingga untuk mewujudkan hal itu

diperlukan suatu kerangka standar operasional produk yang

komprehensif dan konsisten sejalan dengan prinsip syariah.

5.2. Isu Permasalahan

Page 74: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

74

Dalam aktivitas pembiayaan menggunakan produk

mudharabah, perbankan syariah harus memastikan

pelaksanaan pembiayaan sesuai dengan kepatuhan syariah

selain dengan peraturan perundang-undangan. Berikut

dipaparkan beberapa isu terkait penerapan produk

mudharabah di perbankan syariah di Indonesia yang terbagi

dalam tiga isu permasalahan yaitu isu syariah, isu legal, dan

isu operasional sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:

No Isu Permasalahan

Syariah

1. Adanya persyaratan dari pihak Bank Syariah kepada Nasabah untuk memberikan jaminan kepada pihak Bank Syariah. Mensyaratkan jaminan terhadap pembiayaan bagi hasil menurut sebagian ulama akan membatalkan akad bagi hasil tersebut.

2. Belum terdapat aturan standar dalam menentukan sebuah kerugian yang terjadi merupakan kelalaian dari Nasabah yang menjadi pengelola modal (mudharib) atau bukan.

3. Pengembalian modal oleh Nasabah ke Bank Syariah dalam akad mudharabah dilakukan secara angsuran, sehingga terlihat seperti akad utang piutang.(masih kurangnya sosialisasi terkait hal pengembalian modal oleh Nasabah ke Bank Syariah yang diperbolehkan secara angsuran

Page 75: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

75

Legal

1. Perjanjian belum menjelaskan bahwa kerugian yang terjadi akibat kelalaian nasabah selaku mudharib menjadi tanggung jawab nasabah.

2. Terdapat beberapa klausula dalam perjanjian akad yang memposisikan Bank Syariah dalam posisi ganda. Dimana di satu sisi Bank Syariah memposisikan dirinya sebagai pelaku usaha dan di sisi lain sebagai pemilik modal.

3. Fatwa Dewan Syariah Nasional-MUI (DSN-MUI) dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) atau SEBI atau yang saat ini di konversi menjadi Peraturan OJK (POJK) belum cukup lengkap mengatur substansi perjanjian perbankan syariah yang diperlukan oleh Notaris maupun Bank Syariah

4. Akad perjanjian yang memuat klausula yang mensiratkan pelaksanaan akad adalah utang piutang

Operasional

1. Kemampuan SDM dalam menentukan nilai nisbah bagi hasil bagi nasabah belum mumpuni.

2. Pembukuan realisasi bagi hasil sering tidak sesuai dengan fakta bisnis Nasabah.

3. Bank Syariah belum melakukan pengawasan atau pendampingan yang bersifat konsisten dan optimal terhadap usaha/proyek yang dijalankan oleh Nasabah dalam akad mudharabah.

4. Kewajiban Nasabah untuk tetap melakukan pembayaran bagi hasil sesuai jadwal angsuran pada pelunasan dipercepat dipersepsikan mirip dengan

Page 76: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

76

mekanisme bunga bank konvensional

5. Masih banyak Bank Syariah yang tidak melibatkan Nasabah dalam proses penyusunan dan perhitungan proyeksi bagi hasil dan jadwal angsuran pembiayaan mudharabah

5.3. Landasan Hukum

No Standar Tentang

1 UU No. 21 Tahun 2011 Otoritas Jasa Keuangan

2 UU No. 21 Tahun 2008 Perbankan Syariah

3 PBI No. 7/6/PBI/2005 Transparansi Informasi Produk Perbankan Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah Beserta Perubahannya

4 PBI No. 9/19/PBI/2007 Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah

5 PBI No. 10/16/PBI/2008 Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 Tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah

Page 77: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

77

Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah

6 PBI No. 13/13/PBI/2011 Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 8/21/PBI/2006 jo No. 9/9/PBI/2007 jo No. 10/24/PBI/2008 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah

7 POJK No. 16/POJK.03/2014

Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

8 POJK No. 24/POJK.03/2015

Produk Dan Aktivitas Bank Syariah Dan Unit Usaha Syariah

9 Kodifikasi Produk Perbankan Syariah

Penghimpunan Dana, Penyaluran Dana dan Pelayanan Jasa

10 SEBI No. 10/14/DPbS tanggal 17 Maret 2008

Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank

Page 78: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

78

Syariah/Unit Usaha Syariah

11 SEBI No. 10/13/DPNP tanggal 6 Maret 2012

Penyelesaian Pengaduan Nasabah

12 SEBI No. 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013

Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor

13 SEOJK No. 36/SEOJK.03/2015

Produk Dan Aktivitas Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah

14 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

15 Fatwa DSN-MUI Nomor 7 Tahun 2000

Pembiayaan Mudharabah

16 Fatwa DSN-MUI Nomor 15 Tahun 2000

Prinsip Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah

17 Fatwa DSN-MUI Nomor 17 Tahun 2000

Sanksi Atas Nasabah Yang Mampu Menunda-nunda Pembayaran

18 Fatwa DSN-MUI Nomor 43 Tahun 2004

Ganti Rugi (Ta’widh)

19 Fatwa DSN-MUI Nomor 45 Tahun 2005

Line Facility

Page 79: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

79

20 Fatwa DSN-MUI Nomor 92 Tahun 2014

Pembiayaan yang disertai dengan Rahn (Barang Jaminan)

21 Fatwa DSN-MUI Nomor 105 Tahun 2016

Penjaminan Pengembalian Modal Pembiayaan Mudharabah, Musyarakah dan Wakalah bil Istitsmar

22 PSAK Nomor 105 Akuntansi Mudharabah

Page 80: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

80

BAB VI

PERSYARATAN SYARIAH DAN PRAKTIK

OPERASIONAL PRODUK MUDHARABAH

6.1. Fitur Produk

No Aspek Keterangan

1. Akad Pembiayaan

Akad Pembiayaan Mudharabah

2. Tujuan Pembiayaan

Modal kerja

Investasi

3. Jangka Waktu Pembiayaan

Jangka Pendek (Short Term Financing)

Jangka Menengah (Intermediate Term Financing)

Jangka Panjang (Long Term Financing)

4. Kriteria Nasabah Perorangan/individu atau

Badan Usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum

5. Plafond Sesuai dengan kebijakan Bank

6. Sifat Fasilitas Revolving atau Non-revolving

7. Media Penarikan Kas/Transfer/RTGS/Cek atau Bilyet Giro

8. Nisbah Bagi Hasil

Bank : Nasabah (disepakati bersama)

9. Kerugian Ditanggung oleh Nasabah jika kerugian yang timbul dikarenakan kelalaian dari Nasabah sebagai

Page 81: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

81

pengelola dana

Ditanggung oleh Bank sebagai pemilik modal selama kerugian yang timbul bukan dikarenakan kelalaian dari Nasabah sebagai pengelola dana

6.2. Kualifikasi Profil Nasabah

6.2.1. Kualifikasi calon profil Nasabah dapat terdiri dari segmentasi kecil, menengah, dan korporasi dengan kriteria sebagai berikut:

No Segmentasi Kriteria

1 Kecil 1. Warga Negara Indonesia. 2. Memiliki hasil penjualan tahunan

sampai dengan Rp.2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah).

3. Memiliki kekayaan bersih sampai dengan Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung, maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar.

5. Berbentuk usaha perorangan,

Page 82: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

82

badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

2 Menengah 1. Warga Negara Indonesia. 2. Memiliki hasil penjualan tahunan >

Rp.2.500.000.000,- (dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp.50.000.000.000,- (lima puluh milyar rupiah).

3. Memiliki kekayaan bersih antara di atas Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp.10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

4. Diberikan kepada nasabah berbadan hukum, termasuk koperasi.

3 Korporasi 1. Warga Negara Indonesia 2. Memiliki hasil penjualan tahunan >

Rp 50.000.000.000,- (lima puluh milyar rupiah).

3. Memiliki kekayaan bersih > Rp.10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Page 83: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

83

6.2.2. Persyaratan Calon Nasabah Pembiayaan

Mudharabah

1. Memenuhi standar kriteria nasabah diatas.

2. Lama Usaha Calon Nasabah:

3. Telah menjalankan usaha selama minimum 2 tahun

untuk nasabah Walk in Client.

4. Telah menjalankan usaha selama minimum 1 tahun

dan mendapatkan rekomendasi dari nasabah

eksisting sertamemiliki manajemen yang baik.

5. Memiliki kolektibilitas minimum lancar

(Kollektibilitas 1) selama 6 bulan berturut-turut

apabila memiliki pembiayaan lainnya baik di bank

ataupun di lembaga pembiayaan lain.

6. Harus memiliki rekening giro di Bank yang

bersangkutan.

7. Usaha Nasabah memenuhi prinsip-prinsip syariah

dan tidak termasuk usaha yang masuk kedalam

daftar hitam.

Page 84: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

84

8. Melengkapi dan menyerahkan dokumen yang

diperlukan oleh bank untuk melakukan analisa

pembiayaan.

6.2.3. Persyaratan dan Kriteria BPRS adalah sebagai

berikut:

1. Berbadan Hukum Perseroan Terbatas (PT).

2. Memiliki Surat Izin Operasional yang diterbitkan

oleh Otoritas Jasa Keuangan.

3. Memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS)

minimal 2 orang.

4. Usaha telah berjalan minimum 2 tahun dan

memperlihatkan kinerja positif dan

menghasilkan profit selama tahun berjalan.

5. Memiliki Manajemen yang berpengalaman

minimal selama 2 tahun.

6. Memiliki kolektibilitas minimum lancar selama 6

bulan berturut-turut apabila memiliki

pembiayaan lainnya.

7. Memiliki rekening giro di Bank atau wajib

membuka rekening giro di Bank.

Page 85: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

85

8. BPRS/UUS BPR dimiliki oleh:

a. Warga Negara Indonesia

b. Pemerintah daerah

c. Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud

dalam point di atas.

9. Memiliki modal disetor minimal sesuai

ketentuan.

10. Berikut adalah persyaratan dokumen BPRS/UUS

BPR yang diperlukan

6.2.4. Persyaratan dan Kriteria KJKS/UJKS adalah sebagai

berikut:

1. Usaha telah berjalan minimum 2 tahun dan

memperlihatkan kinerja positif dan menghasilkan

profit selama tahun berjalan.

2. Memiliki Manajemen yang berpengalaman

minimal selama 2 tahun.

3. Memiliki kolektibilitas minimum lancar selama 6

bulan berturut-turut apabila memiliki pembiayaan

lainnya.

Page 86: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

86

4. Memiliki rekening giro di Bank atau wajib

membuka rekening giro di Bank.

5. KJKS/UJKS Primer memiliki anggota minimal 20

orang anggota dan memiliki modal awal minimum

Rp. 15.000.000,-.

6. KJKS/UJKS Sekunder memiliki anggota berupa

koperasi minimal 3 (tiga) koperasi dan memiliki

modal awal minimum Rp. 50.000.000,-.

7. Wajib menggunakan Laporan Keuangan yang

telah diaudit oleh Audit Eksternal atau Koperasi

Jasa Audit bagi KJKS/UJKS yang mencapai volume

pembiayaan di atas Rp. 1.000.000.000,- pada

tahun sebelumnya.

6.3. Ketentuan Transaksi Pembiayaan

6.3.1. Pembiayaan mudharabah adalah fasilitas

pembiayaan yang diberikan oleh bank kepada

nasabah untuk memenuhi kebutuhan modal kerja

dan investasi Nasabah yang disesuaikan dengan

kebutuhan riil dan kemampuan nasabah untuk

mengelola pembiayaan.

Page 87: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

87

6.3.2. Akad yang digunakan adalah mudharabah, yang

merupakan akad kerjasama dalam suatu usaha

antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul

maal) menyediakan seluruh modal sedangkan pihak

kedua (mudharib) bertindak selaku pengelola dana

yang mempunyai keahlian sesuai usaha yang akan

dijalankan.

6.3.3. Jumlah dana dari pembiayaan mudharabah harus

dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan

merupakan modal yang dikelola oleh Nasabah.

6.3.4. Bank sebagai pemilik modal dalam pembiayaan

mudharabah bisa saja memberikan modal bantuan

berupa barang/aset. Namun barang/aset tersebut

harus dinilai terlebih dahulu oleh pihak Bank

sebelum akad ditandatangani, sehingga saat

terjadinya akad nilainya dapat ditulis dengan jelas

dan tertuang di dalam akad.

6.3.5. Dalam pembiayaan mudhrabah, jika modal yang

diberikan dalam bentuk barang, maka barang

Page 88: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

88

tersebut harus dinilai berdasarkan harga pasar yang

berlaku dan dinyatakan secara jelas jumlahnya.

6.3.6. Modal yang diberikan oleh Bank dalam pembiayaan

mudharabah tidak boleh berbentuk piutang.

6.3.7. Modal yang dibayarkan kepada mudharib dapat

dibayarkan secara bertahap maupun tidak, sesuai

kesepakatan dalam akad.

6.3.8. Dalam pemberian pembiayaan mudharabah, jangka

waktu usaha perlu dibatasi minimal sesuai jangka

waktu mencapai break even.

6.3.9. Bank dan Nasabah menyepakati tatacara

pengembalian modal serta nisbah bagi hasil dalam

pembagian keuntungan.

6.3.10. Dalam pengelolaan usaha yang di jalankan dalam

pembiayaan mudharabah, mudharib boleh

melakukan berbagai macam usaha yang telah

disepakati bersama yang sesuai dengan prinsip

syariah, dimana pihak Bank tidak ikut serta dalam

manajemen perusahaan atau proyek tetapi

mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan

Page 89: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

89

pengarahan serta pengawasan terhadap usaha yang

dikerjakan.

6.3.11. Keuntungan dari hasil usaha atas hasil pembiayaan

mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai

kelebihan dari modal. Keuntungan tersebut harus

diperuntukkan untuk kedua pihak yang berakad

(Bank dan Nasabah).

6.3.12. Dalam keadaan usaha yang dijalankan oleh Nasabah

mengalami kerugian yang bukan disebabkan oleh

kelalaian Nasabah, maka jumlah kerugian yang dapat

ditanggung oleh pemilik dana yaitu Bank (shahibul

maal) adalah maksimal sebesar jumlah pembiayaan

yang diberikan kepada Nasabah. Bank sebagai

shahibul maal menanggung semua kerugian yang

muncul dalam pembiayaan mudharabah dan

Nasabah sebagai mudharib tidak boleh menanggung

kerugian apapun yang terjadi dalam pembiayaan

mudharabah tersebut.

6.3.13. Nasabah sebagai mudharib menanggung kerugian

apabila kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan

Page 90: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

90

yang disengaja, kelalaian atau pelanggaran

kesepakatan yang dilakukan Nasabah dalam

mengelola usaha yang dikerjakan.

6.3.14. Kelalaian atas pegelolaan dana Nasabah, dapat

ditunjukkan oleh:

1. Nasabah mengingkari persyaratan yang terdapat

di dalam akad.

2. Nasabah melakukan sesuatu yang seharusnya

tidak dilakukan oleh Nasabah.

3. Nasabah tidak melakukan sesuatu yang

seharusnya dilakukan oleh Nasabah.

4. Hasil keputusan dari institusi yang berwenang.

6.3.15. Pada pembiayaan mudharabah tidak boleh

mensyaratkan adanya jaminan, namun untuk

memastikan agar mudharib tidak melakukan

penyimpangan dalam mengelola dana yang

diberikan oleh Bank sebagai shahibul maal, maka

Bank dapat meminta jaminan kepada mudharib atau

pihak ketiga yang disepakati.

Page 91: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

91

6.3.16. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib

terbukti secara sah dan sesuai hukum yang berlaku

melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah

disepakati bersama oleh para pihak dalam akad.

6.4. Ketentuan Kondisi Pembiayaan

6.4.1. Pembiayaan mudharabah dapat ditujukan untuk

pembiayaan modal kerja dan investasi.

6.4.2. Pembiayaan mudharabah dapat dilakukan untuk

pembiayaan jangka panjang, jangka menengah dan

jangka pendek berdasarkan jangka waktunya.

6.4.3. Pembiayaan jangka pendek adalah suatu bentuk

pembiayaan berjangka waktu maksimal 1 (satu)

tahun. Pembiayaan jangka menengah adalah bentuk

pembiayaan berjangka waktu dari satu tahun sampai

tiga tahun. Sedangkan pembiayaan jangka panjang

adalah bentuk pembiayaan berjangka waktu lebih

dari tiga tahun.

6.4.4. Pembiayaan atas dasar transaksi satu kali (Non

Revolving) adalah jenis pembiayaan jangka pendek

untuk suatu jenis transaksi tertentu. Pembiayaan ini

Page 92: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

92

dapat disebut juga pembiayaan sekali tarik, karena

penarikan pembiayaan hanya satu kali selama jangka

waktu pembiayaan, sehingga harus lunas dan

berakhir pada saat transaksi selesai.

6.4.5. Pembiayaan atas dasar transaksi berulang/bergulir

(Revolving) adalah pembiayaan jangka pendek yang

diberikan Bank kepada Nasabah untuk usaha yang

merupakan suatu seri transaksi sejenis.

6.4.6. Pembiayaan atas dasar plafon terikat adalah

pembiayaan yang diberikan dengan jumlah dan

jangka waktu tertentu dengan tujuan untuk

dipergunakan sebagai tambahan modal kerja bagi

suatu unit produksi atas dasar penilaian kebutuhan

modal kerja atau kapasitas produksi. Maksimum

pembiayaan yang diberikan terikat kepada kapasitas

produksi normal dan atau realisasi pendapatan.

6.4.7. Pembiayaan atas dasar plafon terbuka adalah

pembiayaan untuk kebutuhan modal kerja dimana

maksimum pembiayaan yang diberikan tidak terikat

Page 93: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

93

pada kapasitas produksi normal atau realisasi

penjualan.

6.5. Ketentuan Penentuan Nisbah Mudharabah

6.5.1. Metode Penghitungan Nisbah dan Prinsip

Pengakuan Pendapatan

6.5.1.1. Keuntungan usaha yang dibagikan kepada Bank

dari usaha yang dijalankan oleh Nasabah harus

sesuai nisbah bagi hasil yang telah disepakati.

6.5.1.2. Nisbah bagi hasil harus disepakati oleh para pihak

di awal akad, karena termasuk dalam rukun yang

harus dipenuhi di dalam akad.

6.5.1.3. Nisbah bagi hasil ditentukan berdasarkan proyeksi

pendapatan.

6.5.1.4. Pembayaran bagi hasil ditentukan berdasarkan nilai

realisasi pendapatan, bukan berdasarkan nilai

proyeksi pendapatan.

6.5.1.5. Di awal akad, Bank Syariah dan Nasabah hanya

boleh menyepakati Nisbah Bagi Hasil, namun tidak

boleh menyepakati dalam hal Nominal Bagi Hasil.

Page 94: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

94

Karena Nominal Bagi Hasil didapatkan dari realisasi

hasil usaha Nasabah yang sudah berjalan.

Penetapan Nominal Bagi Hasil di awal akad akan

menyebabkan terjadinya riba.

6.5.1.6. Penentuan nisbah bagi hasil dalam akad

mudharabah dapat menggunakan dua metode

yakni profit sharing dan net revenue sharing.

Hal ini mengacu pada Fatwa Dewan Syariah

Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)

Nomor 15 Tahun 2000 yang mengatur tentang

Prinsip Distribusi Hasil Usaha dalam Lembaga

Keuangan Syariah.

6.5.1.7. Metode penghitungan bagi hasil menggunakan

profit sharing adalah metode perhitungan bagi

hasil yang didasarkan pada hasil bersih total

pendapatan setelah dikurangi dengan beban atau

biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh

pendapatan tersebut.

6.5.1.8. Metode penghitungan bagi hasil menggunakan net

revenue sharing adalah metode perhitungan bagi

Page 95: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

95

hasil yang didasarkan pada total seluruh

pendapatan sebelum dikurangi dengan beban atau

biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh

pendapatan tersebut.

6.5.2. Proses Penentuan Nisbah

6.5.2.1. Penentuan nisbah bagi hasil dapat dilakukan

melalui metode profit sharing atau net revenue

sharing.

6.5.2.2. Proses pembuatan nisbah bagi hasil dapat

dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Membuat proyeksi pendapatan Nasabah,

dimana proyeksi yang dibuat memuat dan

memperhitungkan potensi pergerakan

pendapatan dan biaya dari usaha Nasabah yang

akan diberikan fasilitas pembiayaan;

2. Menentukan kebutuhan pembiayaan Nasabah;

3. Menentukan Expectation Bank Rate (EBR); dan

4. Nisbah dapat berupa single nisbah ataupun

multi nisbah

Page 96: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

96

6.5.2.3. Bank dapat menggunakan beberapa metode

perhitungan dalam menentukan nisbah bagi hasil

dan penyusunan jadwal angsuran pembiayaan

mudharabah (terlampir).

6.5.2.4. Penetapan Expectation Bank Rate (EBR) dapat

diperhitungkan berdasarkan beberapa komponen

sebagai berikut:

1. Expected ROE ; besarnya Return on Equity yang

ditargetkan oleh Bank

2. Expected Customer Return ; besarnya biaya yang

dikeluarkan oleh Bank atas nilai yang diharapkan

Nasabah

3. Overhead Cost ; biaya operasi dibagi total dana

pembiayaan

4. Biaya PPAP (Risk Provision)

6.5.2.5. Pihak Bank membuat Proyeksi Cash Flow atau

Proyeksi Pendapatan dari pengelolaan usaha

Nasabah selama rencana pembiayaan yang diminta

Nasabah sampai waktu pelunasan.

Page 97: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

97

6.5.2.6. Penentuan tingkat imbalan ditentukan berdasarkan

akumulasi dari angsuran bagi hasil dan akumulasi

angsuran pokok masing-masing.

6.5.2.7. Pihak Bank membuat nilai Nisbah untuk Bank dan

Nasabah berdasarkan pada hasil perhitungan

Proyeksi Cash Flow (atau Proyeksi Pendapatan)

yang dibuat.

6.5.2.8. Dalam menentukan tingkat kolektibilitas suatu

pembiayaan mudharabah, maka Bank dapat

melihat dari nilai RBH (Realisasi Bagi Hasil)

dibanding dengan nilai PBH (Proyeksi Bagi Hasil).

6.5.2.9. Jika rasio RBH terhadap PBH lebih besar maka Bank

dapat mengambil jumlah nisbah bagi hasil untuk

Bank sebesar nilai RBH/PBH atau sebesar nilai PBH

ditambah dengan selisih kurang dari pembayaran

RBH periode sebelumnya dengan nilai maksimal

sebesar nilai RBH bulan berjalan.

6.5.2.10. Jika rasio RBH terhadap PBH lebih kecil Bank hanya

dapat mengambil jumlah nisbah bagi hasil untuk

Bank sebesar nilai RBH.

Page 98: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

98

6.5.2.11. Pihak Bank membuat lembar Jadwal Pembayaran

Bagi Hasil sesuai Nisbah Bank yang diperoleh dari

Proyeksi Cash Flow (atau Proyeksi Pendapatan) dan

rencana pembayaran kembali modal yang diterima

Nasabah.

6.5.2.12. Pihak Bank membuat lembar Proyeksi Cash Flow

(atau Proyeksi Pendapatan), Jadwal Pembayaran

Kembali Modal serta Jadwal Pembayaran Bagi Hasil

yang ditandatangani oleh Nasabah.

6.5.2.13. Pemilihan dan penyusunan Lembar Proyeksi Cash

Flow atau Lembar Proyeksi Pendapatan disesuaikan

dengan metode bagi hasil dan kebijakan lain yang

disepakati oleh pihak Bank dan Nasabah.

6.5.2.14. Bagi usaha yang memiliki pendapatan per tahun

yang jelas namun pemasukan per bulannya tidak

tetap, seperti kontraktor, pemasukan tergantung

dari pemberi kerja sesuai dengan Surat Perjanjian

Kerja (SPK), maka pengembalian modal tidak perlu

sama namun disesuaikan dengan SPK-nya.

Page 99: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

99

6.5.2.15. Bank Syariah harus memperhitungkan potensi

pergerakan pendapatan usaha Nasabah, potensi

pergerakan biaya/beban Nasabah selama jangka

waktu pembiayaan yang dapat berfluktuasi. Bank

Syariah melakukan perhitungan potensi pergerakan

pendapatan Nasabah dan potensi pergerakan

biaya/beban Nasabah untuk melengkapi proses

mitigasi risiko.

Bank Syariah dapat melakukan simulasi

pembiayaan kepada Nasabah dengan berbagai

skenario yang mungkin dapat terjadi, sehingga

Bank dapat melakukan langkah mitigasi terhadap

potensi risiko yang timbul.

6.5.2.16. Dalam melakukan proses perhitungan tersebut,

maka Bank Syariah perlu untuk memasukkan

beberapa indikator yang akan dijadikan sebagai

asumsi dan pertimbangan dalam menentukan

proyeksi jumlah pendapatan usaha Nasabah,

sehingga hasil yang didapatkan sesuai dan optimal.

Indikator tersebut yaitu:

Page 100: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

100

1. Trade Checking;

2. Harga barang/komoditas selama masa

pembiayaan;

3. Industri pembiayaan;

4. Size perusahaan Nasabah;

5. Komponen pendapatan/biaya terbesar dalam

usaha;

6. Kondisi daerah usaha Nasabah; dan

7. Makro Ekonomi

6.5.2.17. Selain indikator yang telah disebutkan di atas, Bank

Syariah dapat memasukkan indikator lain yang

sesuai dengan siklus dan arah bisnis yang ada di

masing-masing Bank Syariah.

6.5.2.18. Grace Period merupakan periode waktu yang

diberikan oleh pihak Bank kepada Nasabah untuk

menunda pembayaran pengembalian modal pokok

namun dengan tetap memperhatikan beberapa hal

seperti berikut:

1. Grace Period hanya diberikan kepada Nasabah

pembiayaan produktif.

Page 101: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

101

2. Selama masa Grace Period, Nasabah diharuskan

untuk tetap membayar bagi hasil, hanya modal

pokok pembiayaan saja yang bisa ditunda

pengembaliannya.

3. Permintaan Grace Period harus disampaikan

sebelum ditentukan Daftar Nisbah Bank dan

Nasabah, karena faktor Grade Period

mempengaruhi analisa Cash Flow dalam hal

penentuan besarnya kewajiban pengembalian

modal dan bagi hasil untuk Bank. Periode

pembayaran bagi hasil dapat disesuaikan

dengan siklus usaha dengan tetap

mempertimbangkan risiko investasi dan risiko

imbal hasil Bank.

6.6. Standar Tunggakan

6.6.1. Tunggakan adalah pembayaran angsuran

pembiayaan mudharabah (baik modal saja, bagi

hasil saja maupun keduanya) yang dilakukan oleh

Nasabah yang tidak sesuai dengan jadwal

pembayaran yang telah disepakati di dalam kontrak

Page 102: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

102

dan sesuai dengan POJK Nomor 11 Tahun 2014

tentang penilaian kualitas aktiva pada Bank Umum

Syariah dan Unit Usaha Syariah.

6.6.2. Penanganan atas tunggakan Nasabah wajib

dilakukan terlebih dahulu melalui surat peringatan

atau somasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1238

KUH Perdata.

6.6.3. Jika tunggakan terjadi karena kondisi keuangan

Nasabah, maka pihak Bank dianjurkan untuk

memberikan perpanjangan atau kelonggaran waktu

sesuai dengan kesepakatan.

6.6.4. Jika tunggakan terjadi karena Nasabah lalai atau

tidak menunjukkan iktikad baik dalam menjalankan

kewajibannya, maka pihak Bank dapat

membebankan denda (ta’zir) atas tunggakan

tersebut.

6.7. Standar Agunan

6.7.1. Pilihan agunan pertama dalam pembiayaan

mudharabah dapat berupa fixed asset Nasabah.

Agunan juga dapat berupa Account Receivable, cash

Page 103: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

103

collateral, barang dagangan dalam rangka trade

finance atau jenis agunan lain yang dapat memitigasi

risiko Bank.

6.7.2. Nasabah dapat menyerahkan agunan tambahan

berupa benda/hak selain dari agunan pertama

dengan tetap memperhatikan kepentingan Bank

seperti :

a. Agunan sertifikat diutamakan milik Nasabah

sendiri berupa tanah, tanah beserta rumah

tempat tinggal dan atau tempat usaha,

kendaraan.

b. Apabila agunan milik pihak ketiga harus jelas

kaitan/hubungan yang terjadi sehingga pemilik

agunan bersedia menyerahkan hartanya sebagai

agunan serta memahami konsekuensinya.

Penjelasan tersebut agar dituangkan dalam

memorandum pembiayaan.

6.7.3. Besarnya nilai total agunan dibanding dengan

pembiayaan sesuai dengan Pedoman Agunan yang

berlaku di Bank.

Page 104: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

104

6.7.4. Bukti kepemilikan agunan atas pembiayaan yang

dibiayai dengan Bank (sertifikat) disimpan di Bank

sampai pembiayaannya lunas.

6.7.5. Agunan merupakan “secondary source of

repayment” atau sumber terakhir bagi pelunasan

pembiayaan mudharabah apabila Nasabah sungguh-

sungguh tidak bisa lagi memenuhi kewajiban

pembayaran atas pembiayaan yang diterimanya.

6.7.6. Pihak Bank tidak boleh menerbitkan Surat

Pengakuan Utang terkait perjanjian mudharabah

sebab perjanjian mudharabah bukan merupakan

bentuk perjanjian terkait utang-piutang.

Pemberlakuan dan eksekusi Surat Pengakuan Utang

atas akad mudharabah akan mengakibatkan bagi

hasil yang diterima pihak Bank berubah sifat menjadi

riba.

6.7.7. Terkait pasal di atas, pihak Bank boleh menerbitkan

Surat Kewajiban Pengembalian Modal dalam format

dokumen yang terpisah dari perjanjian pokok. Surat

tersebut hanya berlaku dan akan dieksekusi saat

Page 105: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

105

Nasabah lalai dalam memenuhi kewajiban

pengembalian modal dan tidak berlaku selama

Nasabah memenuhi kewajibannya selama masa

kontrak berlaku.

6.7.8. Pihak Bank boleh meminta kepada Nasabah agar

memberikan kuasa kepada Bank untuk pembebanan

Hak Tanggungan, Hak Gadai atau Hak Jaminan.

6.7.9. Dalam hal pihak Bank meminta pembebanan Hak

Tanggungan, Hak Gadai atau Hak Jaminan atas obyek

pembiayaan, Surat Kuasa dibuat dalam format

dokumen yang terpisah dari perjanjian pokok

sebagaimana yang diatur dalam penjelasan

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terkait

Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

6.7.10. Nasabah diperkenankan melakukan penggantian

sebagian agunan dengan ketentuan agunan

pengganti memiliki nilai agunan yang lebih baik.

6.7.11. Standar aktiva yang dapat dijadikan agunan disertai

dokumen legal yang harus disiapkan Nasabah atas

agunannya tersebut adalah sebagai berikut:

Page 106: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

106

No Jenis Aktiva Dokumen Legal

1 Deposito Bilyet Deposito Investasi Mudharabah disertai Surat Kuasa Pencairan dan Pemblokiran (Deposito yang ada di Bank)

2 Logam Mulia/ Emas

1. Perjanjian Gadai 2. Sertifikat yang dikeluarkan

pembuat logam mulia tersebut atau pernyataan dari pegadaian (emas perhiasan) yang menyatakan kadar logam dan harga pembelian resmi

3. Bukti pembelian (kwitansi/surat jual beli logam mulia)

3 Bangunan dan Tanah Hak Milik, HGB, HGU, Hak Milik atas Satuan Rumah Susun dan Hak Pakai

1. Sertifikat asli yang sudah diverifikasi

2. IMB asli 3. PBB tahun terakhir (copy) 4. SKMHT, APHT, SHT 5. Polis asuransi (asli)

4 Bangunan di atas tanah hak pengelolaan

1. Surat izin tempat usaha 2. Surat persetujuan

menjaminkan dari

Page 107: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

107

(kios) pengelola 3. Surat Akta Kuasa untuk

memindahkan hak 4. Tagihan (cessie) 5. Polis asuransi (asli)

5 Alat-alat berat dan Mesin-mesin yang tertanam

1. Faktur pembelian 2. Akta Hipotek 3. Surat Kuasa Jual dan Surat

Penarikan Barang 4. Polis asuransi (asli)

6 Kapal laut dengan ukuran minimal GT 7 dan pesawat udara

1. Akta Hipotek 2. Surat Kuasa Membebankan

Hipotek secara notariil (jika Nasabah hendak memberikan kuasa pembebanan hipotek kepada Bank)

3. Surat Kuasa Jual dan Surat Penarikan Barang

4. Gross Akta Pendaftaran Kapal untuk kapal laut atau bukti kepemilikan pesawat udara bagi pesawat udara

5. Polis asuransi (asli)

7 Kendaraan Bermotor

1. BPKB Asli 2. Akta Fiducia yang telah

didaftarkan 3. Kwitansi kosong 3 lembar 4. Faktur pembelian 5. Surat Kuasa Jual dan Surat

Page 108: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

108

Penarikan Barang 6. Surat Blokir BPKB dari

Polda setempat 7. Polis asuransi (asli)

8 Inventori (Persediaan)

1. Akta Fiducia yang telah didaftarkan

2. Daftar stock yang dinilai oleh lembaga surveyor Independen untuk nilai tertentu (periodik 1 bulan)

3. Surat Kuasa Jual dan Surat Penarikan Barang

4. Polis asuransi (asli)

9 Mesin-mesin 1. Kwitansi/ Faktur pembelian 2. Akta Fiducia yang telah

didaftarkan 3. Surat Kuasa Jual dan Surat

Penarikan Barang 4. Polis asuransi (asli)

10 Piutang 1. Akta Fiducia 2. Daftar tagihan periodik

(piutang yang dijaminkan) 3. Standing Instruction yang

disetujui tiga pihak (Bank, Bowheer dan Nasabah)

6.7.12. Agunan harus diatasnamakan Calon Nasabah atau

suami/istri yang sah dari Calon Nasabah. Adapun

Page 109: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

109

untuk Nasabah non-perorangan, agunan harus

diatasnamakan calon Nasabah non-perorangan.

6.7.13. Dalam hal pasal 6.6.12. di atas tidak terpenuhi maka

agunan harus disertai Surat Pernyataan Notariil

bahwa agunan bersedia diikat oleh pihak Bank dan

bersedia menanggung segala konsekuensi jika ada

wanprestasi dari Nasabah.

6.7.14. Setiap agunan dan jaminan lainnya wajib dilakukan

proses verifikasi dan penilaian (taksasi) sesuai

dengan kebijakan Bank.

6.7.15. Penilaian atas agunan perlu diperhitungkan terkait

“margin of safety” bahwa agunan bukan hanya

untuk menutupi jumlah pembiayaan Nasabah

terhadap Bank namun juga terkait beban kewajiban

Nasabah lainnya jika nasabah mengalami kesulitan

atau dinyatakan pailit.

6.7.16. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberlakuan

konsep “margin of safety” yaitu:

1. Waktu yang diperlukan untuk mengeksekusi

agunan sesuai prosedur yang berlaku.

Page 110: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

110

2. Modal, proporsi bagi hasil, tunggakan angsuran

yang harus dikembalikan selama rentang waktu

Bank mengeksekusi jaminan.

3. Biaya yang diperlukan untuk

mengeksekusi/melikuidasi jaminan.

6.7.17. Faktor-faktor yang menentukan perbedaan nilai

“margin of safety” dari setiap jenis agunan adalah:

1. Kemudahan dan kecepatan melikuidasi agunan

2. Lokasi atau letak agunan

3. Usia agunan

4. Nilai guna agunan

5. Kestabilan harga agunan

6.7.18. Bentuk pengikatan agunan mengacu pada ketentuan

perundang-undangan yang berlaku dan di dalam

POJK No.11/03/2014 tentang Penilaian Kualitas

Aktiva Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha

Syariah.

6.8. Standar Taksasi Agunan

6.8.1. Metode penilaian agunan pembiayaan adalah suatu

cara dalam menilai agunan pembiayaan secara

Page 111: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

111

sistematis dan menghasilkan nilai yang cukup akurat

mengenai nilai pasar dari agunan pembiayaan

tersebut.

6.8.2. Metode pendekatan yang dapat digunakan dalam

penilaian agunan adalah sebagai berikut:

1. Metode Pendekatan Biaya yaitu, suatu metode

yang dilakukan menggunakan biaya reproduksi

atau biaya pengganti sebagai dasar untuk

melakukan estimasi nilai pasar objek penilaian.

2. Metode Pendekatan Pendapatan yaitu, suatu

metode yang dilakukan dengan mendasarkan

pada tingkat keuntungan yang mungkin

dihasilkan pada saat ini dan masa yang akan

datang yang selanjuntya dilakukan proses

kapitalisasi untuk mengkonversi aliran

pendapatan tersebut ke dalam nilai agunan.

3. Metode Pendekatan Data Pasar yaitu, suatu

metode yang dilakukan menggunakan data

penjualan atas barang agunan yang sebanding

ataupun yang hampir sebanding dengan objek

Page 112: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

112

penilaian yang didasarkan pada suatu proses

perbandingan.

6.8.3. Dalam melakukan proses penilaian atas agunan,

maka harus didasarkan pada prinsip-prinsip

penilaian sebagai berikut:

1. Principle of highest and best use (penggunaan

yang semaksimal mungkin), yaitu nilai suatu

kekayaan yang mencerminkan penggunaak

aspek lokasi yang layak, aspek pasar yang sesuai

dan aspek investasi yang menguntungkan.

2. Principle of supply demand (persediaan dan

permintaan), yaitu nilai suatu kekayaan yang

merupakan pencerminan dari mekanisme pasar

hasil interaksi dari pasokan dan permintaan

yang wajar.

3. Principle of substitution, yaitu nilai suatu

kekayaan yang ditentukan oleh biaya untuk

memperoleh suatu kekayaan yang setara

sebagai pengganti.

Page 113: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

113

4. Priciple of anticipation¸ yaitu nilai suatu

kekayaan yang tidak tergantung pada nilai saat

ini tapi terkait juga dengan nilai masa depan

yang memiliki keterkaitan dengan keuntungan di

masa depan dari kepemilikan suatu harta

kekayaan yang dinilai.

5. Priciple of change, yaitu nilai suatu kekayaan

yang dinilai selalu berubah sesuai dengan faktor-

faktor yang mempengaruhi seperti faktor fisik,

faktor lingkungan, faktor ekonomi, faktor politik

dan faktor sosial.

6. Priciple of conformity, yaitu penilaian yang

terkait dengan suatu perubahan pasar sehingga

nilai suatu kekayaan juga harus dapat

disesuaikan. Oleh karena itu dalam penentuan

nilai, faktor pembatasan waktu berlakunya suatu

nilai harus ditentukan dalam suatu asumsi

penilaian.

7. Principle of competition, yaitu nilai suatu harta

yang dipengaruhi oleh persaingan nilai harta

Page 114: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

114

lainnya. Harta yang memiliki daya saing rendah

akan memiliki nilai yang lebih rendah dibanding

harta yang memiliki daya saing yang lebih tinggi.

8. Principle of increasing and decreasing return,

yaitu nilai suatu harta yang dapat memberikan

penerimaan tinggi akan mempunyai nilai lebih

tinggi dibandingkan suatu harta yang

mempunyai kemampuan memberikan

penerimaan lebih rendah.

9. Principle of consistent use, yaitu nilai suatu

kekayaan tergantung penggunaan saat

dilakukan penilaian. Perubahan penggunaan

akan mempengaruhi nilai suatu kekayaan.

6.9. Standar Dokumentasi

6.9.1. Dokumen-dokumen pembiayaan mudharabah yang

memerlukan legalisasi akta notaris diutamakan

untuk dibuat oleh notaris yang memiliki pemahaman

yang baik tentang prinsip syariah dan transaksi

perbankan syariah disamping keahlian dalam bidang

kenotariatan.

Page 115: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

115

6.9.2. Proses dokumentasi permohonan terkait

pembiayaan mudharabah akan menghasilkan 2 (dua)

berkas yaitu berkas pembiayaan dan berkas agunan.

6.9.3. Berkas pembiayaan berisi berkas mulai dari aplikasi

sampai pembiayaan mudharabah lunas.

6.9.4. Berkas pembiayaan minimal terdiri dari :

No Jenis Dokumen Syarat Pengajuan

Nasabah Perorangan

Badan Usaha

1. Formulir Aplikasi Asli diisi lengkap

V V

2. Fotocopy KTP Calon Nasabah dan suami/istri

V

3. Fotocopy Kartu Keluarga (KK)

V

4. Fotocopy Surat Nikah V

5. KTP yang belum jatuh tempo dari pengurus badan usaha dan pihak badan usaha yang mempunyai hak untuk melakukan transaksi dengan bank

V

6. Fotocopy Surat Keterangan Domisili

V

Page 116: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

116

7. Fotocopy Surat Izin Usaha (SIUP, SITU, TDP, HO, SIUJK, dll)

V V

8. Fotocopy NPWP Pribadi/SPT Pribadi

V

9. Fotocopy NPWP Perusahaan dan Pengurus

V

10. Fotocopy Akta Pendirian /Anggaran dasar dan perubahannya

V

11. Fotocopy Pengesahan dari instansi yang berwenang

V

12. Fotocopy Perizinan dari instansi terkait

V

13. Fotocopy Rekening Tabungan/Giro

V V

14. Laporan Keuangan Perusahaan (Neraca dan L/R) dan atau Fotocopy Bukti/Catatan transaksi bisnis

V V

15. Offering Letter (Surat Penawaran Pembiayaan)

V V

Page 117: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

117

6.9.5. Pihak Bank perlu melakukan verifikasi dokumen

sebelum mengabulkan permohonan pembiayaan

mudharabah.

6.9.6. Pihak Bank perlu melakukan verifikasi untuk menguji

kebenaran data aplikasi calon Nasabah dan

memastikan tidak ada data fiktif dan atau penipuan

dalam setiap aplikasi permohonan pembiayaan

mudharabah.

6.9.7. Hal-hal yang penting untuk diperhatikan dalam

verifikasi dokumen adalah:

1. Penghasilan tambahan merupakan komponen

penghasilan yang rawan karena sering

digunakan untuk mengkatrol penghasilan yang

sesungguhnya;

2. Verifikasi atas penghasilan tambahan dilakukan

terhadap besarnya penghasilan dan keterkaitan

dengan sektor usaha yang digeluti konsumen

untuk mencegah adanya conflict of interest.

3. Penelitian lebih dalam perlu dilakukan jika

terdapat inkonsistensi antara data yang satu

Page 118: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

118

dengan lainnya dan atau ditemui adanya masa

tenggat dalam riwayat hidup.

4. Verifikasi terhadap kebenaran tempat kerja dan

tempat tinggal dapat dilakukan oleh pihak ketiga

yang telah ditunjuk.

6.9.8. Ketentuan terkait lama waktu dan cara verifikasi

dokumen disesuaikan dengan profil Nasabah dan

kebijakan lain yang dinilai penting oleh Bank.

6.10. Standar Pengikatan Pembiayaan

Dokumen pembiayaan mudharabah yang telah

ditandatangani oleh Nasabah dapat kemudian dilakukan

persiapan pengikatan pembiayaan dengan langkah sebagai

berikut:

1. Bank memastikan bahwa semua dokumen yang

telah ditetapkan dalam putusan pembiayaan

telah lengkap dan telah diperiksa keabsahannya

(termasuk dokumen aslinya antara lain Sertifikat

atau BPKB harus dicek keasliannya), serta

memastikan bahwa seluruh aspek yuridis yang

Page 119: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

119

berkaitan dengan pembiayaan telah

memberikan perlindungan bagi Bank.

2. Memastikan bahwa calon Nasabah telah

membuka/memiliki rekening giro/tabungan di

Bank sebagaimana disyaratkan dalam

pemberian fasilitas pembiayaan.

3. Memastikan bahwa semua biaya-biaya yang

berhubungan dengan pembiayaan tersebut

telah dilunasi oleh Nasabah pemohon, baik

secara tunai maupun overbooking, antara lain:

Biaya Administrasi, Biaya Notaris, Biaya

Pengikatan Agunan, Biaya Premi Asuransi dan

biaya lain yang dipersyaratkan.

Setelah semua persyaratan diinyatakan lengkap, maka

dapat dilaksanakan penandatanganan Perjanjian

Pembiayaan dan Pengikatan Agunan antara Bank dengan

Nasabah.

Page 120: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

120

BAB VII

STANDAR ANALISIS PEMBIAYAAN

7.1. Aspek Hukum

Aspek Hukum yang dievaluasi ialah sebagai berikut:

1. Legalitas pendirian perusahaan, Bank Syariah meneliti

keabsahan dan kesesuaian legalitas tersebut dengan

ketentuan yang ditetapkan oleh undang-undang /

peraturan pemerintah.

2. Legalitas usaha, Bank Syariah meneliti semua perijinan

usaha termasuk keabsahan dan masa berlaku serta ijin

dari departemen terkait sesuai ketentuan yang berlaku.

3. Legalitas pengajuan permohonan pembiayaan

Akad/Perjanjian, dan dokumen lainnya harus diteliti

oleh Bank Syariah. Bank Syariah harus memastikan

dokumen ditandatangani oleh pejabat yang berwenang

atau berhak bertindak atas nama perusahaan, dilihat

dari ketentuan-ketentuan anggaran perusahaan.

4. Kontrak kerja sebagai dasar permohonan, diteliti

apakah kontrak tersebut telah memenuhi persyaratan

Page 121: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

121

hukum, yaitu telah ditandatangani secara sah, dan

mengikat kedua belah pihak, termasuk pihak yang

memberikan kontrak dan jangka waktu kontrak.

7.2. Aspek Pemasaran

Analisis aspek pemasaran dilakukan untuk mengetahui

kemampuan dan pemasaran produk/jasa usaha Nasabah

saat ini maupun yang akan datang.Faktor-faktor yang

kiranya perlu diperhatikan dalam Analisis aspek pemasaran

adalah sebagai berikut:

1. Produk atau jasa yang akan dipasarkan, meliputi:life

cycle product, barang substitusi (pengganti), adanya

perusahaan yang memproduksi barang yang sama

(perusahaan pesaing), memastikan apakah barang yang

dihasilkan merupakan barang setengah jadi atau barang

jadi, dan mengetahui segmen pasar yang akan dituju

untuk produk tersebut.

2. Penentuan volume atau rencana pemasaran produk,

Bank Syariah menentukan volume atau rencana

pemasaran produk nasabah serta menilai apakah

Page 122: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

122

volume atau pemasaran tersebut cukup layak atau

tidak.

3. Prospek Pemasaran Nasabah di Masa yang akan

Datang, yang perlu diperhatikan antara lain :

a. Meneliti pemasaran yang direncanakan nasabah

meliputi jumlah, cara, daerah, letter of intend dari

calon-calon pembeli, dan lain-lain;

b. Meneliti apakah terdapat kontrak jangka panjang /

jangka pendek dari pihak pembeli;

c. Meneliti kemungkinan perluasan pemasaran yang

berhubungan dengan kemungkinan perubahan

kondisi ekonomi keuangan dalam dan luar negeri;

d. Meneliti perkembangan pembangunan ekonomi /

keuangan di dalam negeri perkembangan teknologi,

perkembangan harga;

e. Meneliti apakah ada ketentuan yang membatasi

atau justru membantu, misalnya untuk komoditi

ekspor apakah ada ketentuan quota atau pengenaan

pajak yang memberatkan atau meringankan,

Page 123: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

123

meneliti pengaruh peraturan / ketentuan yang

berlaku untuk komoditi-komoditi ekspor.

f. Hubungan Nasabah dengan pemasok

g. Posisi persaingan usaha Nasabah

4. Target Pemasaran

a. Bank Syariah meneliti apakah target pemasaran /

omset yang telah dibuat akan dapat dicapai oleh

nasabah dengan memperhatikan faktor-faktor

antara lain; kemampuan nasabah dalam

menjalankan usahanya, produk yang dijual akan

terbeli oleh konsumen, mesin-mesin yang

dipergunakan untuk menghasilkan produk, tenaga

kerja yang ada, material (bahan baku dan bahan

pembantu) yang tersedia, metode produksi dan

mekanisme kerja usaha, situasi makro ekonomi,

cashflowperusahaan, serta sarana distribusi.

b. Dalam meneliti target yang ditetapkan oleh

Nasabah, Bank Syariah sebaiknya juga melihat

realisasi penjualan pada periode sebelumnya.

Page 124: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

124

7.3. Aspek Pemahaman Usaha Nasabah

Setiap usaha selalu melakukan tahapan perubahan siklus

konversi aktiva seperti dibawah ini :

Dalam memahami siklus konversi aktiva suatu usaha maka

Bank Syariahperlu memperhatikan faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi siklus, antara lain resiko yang dapat

menggagalkan siklus konversi aktiva, kualitas dan efisiensi

sebagai kriteria untuk evaluasi aset, Analisis persediaan,

Analisis piutang dagang, serta Analisis aktiva tetap.

Page 125: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

125

Bank Syariah perlu memastikan beberapa hal terkait usaha

yang akan dijalan Nasabah yang terdiri dari risiko pemasok

bahan baku, risiko selama masa produksi, risiko dari sisi

permintaan produk, serta risiko penagihan pembayaran oleh

konsumen perusahaan tersebut. Penjelasan dari faktor risiko

tersebut ialah sebagai berikut:

a. Risiko Pemasok Bahan Baku

Bank Syariah perlu memastikan pemasok utama bahan

baku, apakah hanya bersumber dari satu atau beberapa

pemasok. Selain itu, jika pemasok utama keluar, apakah

pemasok lainnya dapat memasok bahan baku yang

diperlukan. Bank Syariah juga harus memastikan

kesanggupan pemasok dalam mengirim bahan baku dan

menganalisis kejadian apa saja yang dapat menggagalkan

pengiriman bahan baku oleh pemasok.

Untuk menganalisis risiko pemasok bahan baku, Bank

Syariah juga perlu memastikan mengenai faktor apa saja

yang mempengaruhi harga bahan baku serta situasi

harga bahan baku di masa yang akan datang. Selain itu,

perlu juga dipertimbangkan bahan baku pengganti yang

Page 126: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

126

dapat diterima dan pengaruhnya terhadap biaya

produksi, kualitas produksi, dan permintaan produk

akhir.

Kontinuitas pasokan bahan baku pun perlu

dipertimbangkan dalam melakukan analisis usaha

Nasabah. Bank Syariah dapat melakukan analisis

terhadap kejadian-kejadian potensial yang dapat

menggagalkan pemasok untuk mendapatkan bahan

baku, sepertipemogokan buruh, terputusnya

transportasi, peraturan dan kebijakan lingkungan serta

kejadian politik dalam negeri atau luar negeri. Selain itu,

perlu juga dianalisis risiko yang membuat bahan baku

mudah rusak sebelum dikirim kepada perusahaan untuk

proses produksi.

b. Risiko Selama Masa Produksi

Diantaranya ialah dengan menganalisis hubungan

dengan buruh serta kualitas pabrik dan mesin yang

dimiliki oleh Calon Nasabah.

c. Risiko dari Sisi Permintaan Produk

Page 127: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

127

Dari sisi permintaan produk, Bank Syariah dapat

menganalisis produk/barang jadi, proses penjualan

produk, pembeli produk serta kompetitor produk.

Mulai dari pertimbangan risiko yang kiranya dapat

mempengaruhi kerusakan produk akhir, sistem penjualan

produk serta analisis pembeli akhir dari produk tersebut.

Bank Syariah juga dapat menganalisis kompetitor utama,

dan kemungkinannya untuk dapat menggantikan

perusahaan Nasabah di pasar, serta pangsa pasar pesaing

perusahaan Nasabah.

d. Risiko Penagihan Pembayaran oleh Konsumen

Perusahaan

Bank Syariah menganalisis profil calon konsumen

perusahaan, mulai dari; konsentrasi piutang pada

beberapa perusahaan atau satu lokasi geografi, kualitas

konsumen, sejarah pembayarannya serta jangka waktu

selama menjadi konsumen perusahaan. Selanjutnya,

Bank Syariah menganalisis pola pembayaran konsumen

kepada perusahaan serta kebijakan/mekanisme yang

Page 128: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

128

diberlakukan perusahaan terhadap pembayaran

kosumen yang macet.

7.4. Analisis Vertikal

Prosedur Analisis Vertikal adalah :

1. Menghitung rasio dari tiap-tiap pos dengan cara

membagi jumlah rupiah dari masing-masing pos

terhadap jumlah total aktiva, total passiva dan total

penjualan.

2. Mengevaluasi pos-pos neraca dan pos-pos rugi/laba.

3. Memberikan interpretasi/penafsiran.

7.5. Analisa Horizontal

Bank Syariah sebaiknya melakukan analisIS horizontal

untuk mengetahui kecenderungan keadaan keuangan suatu

perusahaan dan mengetahui perubahan serta

perkembangan masing-masing pos selama jangka waktu

tertentu dengan membandingkan pos-pos laporan

keuangan untuk dua periode atau lebih. Dalam Analisa

Horizontal tersebut meliputi dua periode laporan keuangan

yaitu; 1) Tahun pertama ditetapkan sebagai tahun dasar

Page 129: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

129

dengan angka 100% dan 2) Tahun berikutnya dibandingkan

dengan tahun pertama.

Analisis Horizontal dapat disebut juga analisa

kecenderungan (trend analysis) apabila diaplikasikan untuk

beberapa periode waktu (misalnya dalam 5 tahun) untuk

mengetahui pola perkembangan dan penurunan keuangan

perusahaan.

Adapun prosedur analisa adalah:

1. Menentukan tahun dasar.

2. Menentukan angka indeks 100 pada masing-masing pos

dalam tahun dasar.

3. Menghitung rasio kecenderungan dengan cara

membagi masing-masing pos yang sama pada periode

laporan yang dianalisa dengan pos-pos yang sama

dalam tahun dasar.

4. Mengevaluasi kecenderungan yang terjadi.

5. Memberikan interpretasi / penafsiran

7.6. Analisa Rasio

Analisa rasio digunakan untuk mengukur tingkat

kinerja perusahaan berdasarkan data-data laporan

Page 130: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

130

keuangan Bank Syariah. Adapun jenis-jenis analisa rasio

tersebut adalah:

1. Profitability Ratio

Rasio ini untuk mengukur kemampuan dan efektivitas

manajemen dalam menghasilkan laba selama periode

tertentu. Indikator-indikator yang digunakan adalah sebagai

berikut :

a) Gross Profit Margin (Margin laba kotor)

Rasio ini menunjukan berapa persentase keuntungan kotor

yang diperoleh dari penjualan produk. Rumus :

Semakin besar rasio ini, semakin besar hasil yang diperoleh

untuk setiap rupiah penjualan yang dihasilkan.

b) Operating Profit Margin (Margin Laba Operasi)

Rasio ini untuk menunjukkan persentase laba operasi yang

dinyatakan dari penjualan bersih. laba operasi adalah laba

kotor dikurangi dengan beban operasi (di luar penyusutan

dan amortisasi)

Laba Kotor

Penjualan Gross Profit Margin = x 100%

Page 131: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

131

Semakin besar rasio ini, semakin besar kemampuan

perusahaan untuk menutup biaya operasi dari laba kotor

penjualan, yang sekaligus juga menunjukkan kemampuan

perusahaan untuk memperoleh laba operasi.

c) Net Profit Margin (Margin laba bersih)

Rasio ini untuk menunjukan persentase keuntungan bersih

yang diperoleh dari penjualan produk setelah dikurangi

dengan seluruh biaya. Rumus :

Semakin besar rasio ini, semakin besar hasil yang diperoleh

untuk setiap rupiah penjualan yang dihasilkan.

d) Return On Investment (ROI) atau Return On Asset

(ROA)

Rasio ini mengukur tingkat pengembalian dari seluruh

investasi yang telah dilakukan atau menunjukan berapa laba

Laba Bersih

Penjualan Net Profit Margin =

x 100%

Laba Operasi (Operating Profit)

Penjualan Bersih (Net Sales) Operating Profit Margin = x 100%

Page 132: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

132

yang diperoleh atas setiap rupiah investasi yang dilakukan.

Rumus :

e) Return On Equity (ROE)

Rasio ini mengukur berapa besar pengembalian modal yang

diperoleh pemegang saham. Rumus :

2. Liquidity Ratio

Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan

perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek

yang jatuh tempo). Pengukuran likuiditas dilakukan melalui

beberapa indikator rasio sebagai berikut :

a) Current Ratio

Rasio ini digunakan untuk menunjukkan berapa dari setiap

rupiah aktiva lancar dibiayai oleh utang jangka pendek atau

Laba Bersih

Modal Sendiri Return On Equity = x 100%

Laba Bersih

Total Aktiva Return On Investment =

x 100%

Page 133: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

133

berapa kemampuan aktiva lancar untuk menutup utang

jangka pendek (kewajiban lancar). Rumus :

Dalam keadaan normal current ratio 1,5 dapat dianggap

baik, sedangkan current ratio kurang daripada 1

menunjukkan adanya utang jangka pendek yang digunakan

untuk membiayai aktiva di luar aktiva lancar, atau nasabah

tidak akan mampu membayar utang-utang jangka

pendeknya.

b) Quick Ratio

Rasio ini digunakan untuk menunjukkan berapa rupiah dari

aktiva lancar yang segera dapat dicairkan untuk membayar

setiap rupiah utang jangka pendek tanpa menunggu

pencairan persediaan. Rasio ini adalah hubungan antara

total aktiva lancar setelah dikurangi persediaan dengan

total utang jangka pendek. Rumus:

TOTAL AKTIVA LANCAR - PERSEDIAAN

TOTAL KEWAJIBAN LANCAR QUICK RATIO =

TOTAL AKTIVA LANCAR

TOTAL KEWAJIBAN LANCAR CURRENT RATIO =

Page 134: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

134

Quick ratio sama dengan 1 dapat dianggap baik.

c) Net Working Capital Rasio (Modal kerja bersih)

Rasio ini digunakan untuk mengukur modal kerja bersih.

Rasio ini merupakan modal kerja atau aktiva lancar

perusahaan yang dananya bukan berasal dari kewajiban

lancar, tetapi berasal dari sumber-sumber permanen, yaitu

kewajiban jangka panjang dan modal. Rumus :

Perusahaan yang mempunyai likuiditas yang baik akan

mempunyai modal kerja yang bersih serta positif dalam

jumlah yang memadai.

d) Leverage Ratio

Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan modal

sendiri untuk menjamin kewajiban utang atau disebut juga

Debt Equity Ratio (DER). Rumus :

Modal Kerja Bersih = Aktiva Lancar – Kewajiban Lancar

Total Kewajiban

Modal Sendiri DER = x 100%

Page 135: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

135

Semakin kecil rasio DER semakin baik bagi nasabah. DER

lebih besar dari 1 menunjukkan bahwa bank menanggung

risiko lebih besar dari pemilik perusahaan.

3. Activity Ratio

Rasio ini untuk mengukur efektivitas manajemen dalam

menggunakan sumber-sumber usaha yang ada).

Pengukuran aktivitas usaha dilakukan melalui beberapa

indikator rasio sebagai berikut :

a) Receivable Turn Over (Perputaran Piutang Dagang)

Rasio ini digunakan untuk menunjukkan rata-rata piutang

yang mencerminkan kemampuan perusahaan dalam

mengelola piutang-piutangnya untuk kembali menjadi kas.

Rumus :

Semakin singkat waktu yang diperlukan untuk mencairkan

piutang, semakin baik pengelolaan piutang perusahaan.

b) Inventory Turn Over (Perputaran Persediaan)

Account Receivable

Net Sales Days Receivable =

x 360

Page 136: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

136

Rasio ini digunakan untuk mengukur efektivitas pengelolaan

persediaan yang menunjukkan berapa hari persediaan

barang dijual dan diganti selama suatu periode. Rumus :

Semakin singkat perputaran persediaan, semakin baik

pengelolaan persediaan perusahaan.

c) Total Assets Turn Over

Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan

perusahaan dalam meningkatkan penjualan dengan

menggunakan seluruh aktiva yang dimiliki. Rumus :

Semakin tinggi rasio ini semakin baik bagi perusahaan.

d) Working Capital Turn Over

Rasio ini mengukur lamanya perputaran modal kerja untuk

kembali menjadi kas. Rumus :

INVENTORY

COST OF GOOD SOLD DAYS INVENTORY = x 360

Current Assets

Net Sales Working Capital Turn Over = x 360

Net Sales

Total Assets – Intengible Assets Total Assets Turn Over = x 360

Page 137: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

137

Semakin cepat perputaran modal kerja menjadi kas berarti

semakin baik bagi perusahaan.

Page 138: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

138

BAB VIII

STANDAR PEMBUKUAN

8.1. Perlakuan Akuntansi

Standar akuntansi dan pembukuan akad mudharabah

ini didasarkan pada Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah

Indonesia (PAPSI) dan Pernyataan Standar Akuntansi

Keuangan (PSAK) Syariah 105 tentang Akuntansi

Mudharabah.

8.1.1. Pengakuan dan Pengukuran a. Pembiayaan mudharabah dalam bentuk kas diakui pada

saat pembayaran sebesar jumlah uang yang diberikan

oleh pihak Bank.

b. Pembiayaan mudharabah yang diberikan secara

bertahap diakui pada setiap tahap pembayaran.

c. Biaya yang terjadi pada akad pembiayaan mudharabah

tidak dapat diakui sebagai bagian pembiayaan

mudharabah kecuali jika telah disepakati bersama.

d. Pembayaran kembali pembiayaan mudharabah oleh

Nasabah akan mengurangi pembiayaan mudharabah.

Page 139: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

139

e. Apabila akad mudharabah diakhiri sebelum jatuh tempo

dan saldo pembiayaan mudharabah tidak langsung

dibayarkan oleh Nasabah, maka hal tersebut diakui

sebagai piutang pembiayaan mudharabah jatuh tempo.

f. Pengakuan keuntungan pembiayaan mudharabah oleh

Bank Syariah harus berdasarkan laporan realisasi

keuntungan usaha Nasabah pada periode berjalan dan

sesuai dengan nisbah yang disepakati.

g. Pengakuan kerugian pembiayaan mudharabah oleh Bank

Syariah harus berdasarkan laporan realisasi keuntungan

usaha Nasabah pada periode berjalan.

h. Kerugian yang diakibatkan oleh faktor kelalaian atau

kesalahan Nasabah, maka hal tersebut diakui sebagai

piutang mudharabah jatuh tempo.

8.1.2. Penyajian a. Pembiayaan mudharabah disajikan sebesar saldo

pembiayaan mudharabah Nasabah kepada Bank .

b. Piutang bagi hasil disajikan sebagai bagian dari aset

lainnya pada saat Nasabah tergolong performing.

Sedangkan, apabila Nasabah tergolong non-performing

Page 140: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

140

financing maka piutang bagi hasil disajikan pada

rekening administratif.

c. Tagihan kepada Nasabah akibat kelalaian atau

penyimpangan oleh Nasabah disajikan sebagai bagian

dari pembiayaan mudharabah.

d. Pembiayaan mudharabah yang diakhiri sebelum jatuh

tempo atau sudah berakhir dan belum diselesaikan oleh

nasabah tetap disajikan sebagai bagian dari pembiayaan

mudharabah.

8.2. Ilustrasi Jurnal

Berikut dilampirkan ilustrasi pencatatan jurnal untuk

setiap transaksi yang dilakukan berdasarkan akad

mudharabah:

1. Pada saat Bank memberikan pembiayaan mudharabah

kepada Nasabah D: Pembiayaan Mudharabah K: Kas/Rekening Nasabah /Kliring

2. Pada saat pengakuan keuntungan mudharabah D: Piutang Bagi Hasil K: Pendapatan Mudharabah

3. Pada saat penerimaan keuntungan mudharabah D: Kas/Rekening Nasabah/Kliring K: Piutang Bagi Hasil

Page 141: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

141

4. Pada saat pembentukan cadangan kerugian

penurunan nilai mudharabah D: Beban Kerugian Penurunan Nilai Pembiayaan Mudharabah K: Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Pembiayaan Mudharabah

5. Pada saat pembayaran angsuran pokok untuk

mudharabah D: Kas/Rekening Nasabah/Kliring K: Pembiayaan Mudharabah

6. Pada saat terjadi kerugian yang ditanggung oleh Bank

D: Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Pembiayaan

Mudharabah

K: Pembiayaan Mudharabah

7. Pada saat pengakuan terjadinya kerugian yang

disebabkan kelalaian atau penyimpangan Nasabah D: Piutang Pembiayaan Mudharabah

K: Pembiayaan Mudharabah

8. Pada saat pembayaran kerugian yang disebabkan

kelalaian atau penyimpangan Nasabah

D: Rekening Nasabah

K: Piutang Pembiayaan Mudharabah

9. Pada saat pelunasan pembiayaan mudharabah D: Kas/Rekening Nasabah/Kliring K: Pembiayaan Mudharabah

8.3. Akuntabilitas

Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain :

Page 142: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

142

1. Rincian jumlah pembiayaan mudharabah

berdasarkan sifat akad (mudharabah mutlaqah atau

mudharabah muqayyadah), jenis penggunaan dan

sektor ekonomi.

2. Klasifikasi pembiayaan mudharabah menurut jangka

waktu (masa akad), kualitas pembiayaan, valuta,

Cadangan Kerugian Penurunan Nilai dan tingkat bagi

hasil rata-rata.

3. Jumlah dan persentase pembiayaan mudharabah

yang diberikan kepada pihak-pihak yang berelasi.

4. Jumlah pembiayaan mudharabah yang telah

direstrukturisasi dan informasi lain tentang

pembiayaan mudharabah yang direstrukturisasi

selama periode berjalan.

5. Kebijakan manajemen dalam pelaksanaan

pengendalian risiko portofolio pembiayaan

mudharabah.

6. Besarnya pembiayaan mudharabah bermasalah dan

Cadangan Kerugian Penurunan Nilai untuk setiap

sektor ekonomi.

Page 143: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

143

7. Kebijakan dan metode yang dipergunakan dalam

penanganan pembiayaan mudharabah bermasalah.

8. Kebijakan dan metode akuntansi penyisihan,

penghapusan dan penanganan pembiayaan

mudharabah bermasalah.

9. Ikhtisar pembiayaan mudharabah yang dihapus buku

yang menunjukkan saldo awal, penghapusan selama

tahun berjalan, penerimaan atas pembiayaan

mudharabah yang telah dihapusbukukan,

pembiayaan mudharabah yang telah dihapustagih

dan saldo akhir pembiayaan mudharabah yang

dihapus buku.

10. Kerugian atas penurunan nilai pembiayaan

mudharabah (apabila ada).

Page 144: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

144

BAB IX

STANDAR PROSEDUR KERJA

9.1. Pengantar

Dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga

intermediasi, maka Bank Syariah harus dapat melaksanakan

dan memahami tugasnya secara baik, profesional dan sesuai

dengan ketentuan hukum dan syariah yang berlaku. Hal

tersebut dibutuhkan untuk memberikan service excellent

kepada masyarakat sebagai konsumen, sehingga produk

dan jasa yang ditawarkan oleh Bank Syariah kepada

masyarakat dapat diterima dan dipahami dengan baik.

Untuk memenuhi hal tersebut maka diperlukan sebuah

minimum standard dalam prosedur kerja Bank Syariah

dengan tahapan proses sebagai berikut:

9.1.1. Unit Kerja Bank Syariah terkait menawarkan produk

pembiayaan mudharabah kepada calon Nasabah

serta menjelaskan ketentuan dan persyaratannya,

termasuk nisbah dan mekanisme bagi hasil atas

usaha Nasabah.

Page 145: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

145

9.1.2. Unit Kerja Bank Syariah terkait menjelaskan fitur

produk, risiko prosuk dan keuntungan produk

kepada calon nasabah dan memastikan bahwa

Nasabah memahami hal tersebut.

9.1.3. Unit Kerja Bank Syariah terkait memastikan kepada

calon Nasabah mengenai spesifikasi dari usaha yang

akan dibiayai tersebut apakah suatu proyek usaha,

atau melakukan proyek yang didapat dari

perusahaan/instansi lain atau untuk membeli barang

untuk kebutuhan investasi dalam usaha calon

Nasabah. Proses ini juga harus dijelaskan oleh calon

nasabah dan dituangkan di dalam berkas pengajuan

pembiayaan.

9.1.4. Unit Kerja Bank Syariah terkait memeriksa

kelengkapan administrasi dengan seksama dari

dokumen pengajuan pembiayaan yang diserahkan

oleh calon Nasabah.

9.1.5. Unit Kerja Bank Syariah terkait melakukan

wawancara kepada calon Nasabah untuk

Page 146: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

146

mendapatkan data yang dibutuhkan serta

menganalisa terkait pembiayaan yang diajukan.

9.1.6. Unit Kerja Bank Syariah terkait melakukan kunjungan

ke tempat usaha yang akan dilakukan kemitraan

dengan pihak Bank atau ke pemberi proyek atau

kepada produsen yang akan dibeli barangnya oleh

calon Nasabah bersama petugas Taksasi.

9.1.7. Jika barang yang akan dibeli oleh calon nasabah

berasal dari luar wilayah Indonesia dan tidak

termasuk dalam cakupan wilayah Bank serta kondisi

yang tidak memungkinkan untuk dikunjungi, maka

Unit Kerja Bank Syariah terkait harus meminta

dokumen terkait barang tersebut yang menjelaskan

mengenai spesfikasi barang secara detail.

9.1.8. Jika pembiayaan yang diajukan oleh calon Nasabah

adalah suatu proyek, maka Unit Kerja Bank Syariah

terkait harus meminta dokumen terkait proyek

tersebut termasuk Surat Perintah Kerja (SPK).

9.1.9. Unit Kerja Bank Syariah terkait melakukan cross

checking kepada penjual barang yang diajukan oleh

Page 147: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

147

calon nasabah, kemudian kepada

perusahaan/instansi yang memberikan proyek. Hal

ini untuk memastikan seluruh informasi dan data

dari calon Nasabah telah sesuai dan valid.

9.1.10. Unit Kerja Bank Syariah terkait melakukan verifikasi

melalui Bank Checking (BI Checking) dan Trade

Checking atas kondisi calon Nasabah.

9.1.11. Unit Kerja Bank Syariah terkait melakukan

perhitungan potensi pergerakan pendapatan usaha

Nasabah yang akan diberikan fasilitas pembiayaan.

Dengan melakukan perhitungan tersebut Unit Kerja

Bank Syariah terkait dapat membuat simulasi

pembiayaan dengan berbagai skenario yang mungkin

dapat terjadi dengan cara mengestimasi kerugian

ekonomis Bank Syariah yang akan terjadi pada

kondisi pasar yang tidak normal.

9.1.12. Sehingga Jika hasil cross checking dan analisa

kelayakan usaha serta perhitungan potensi

pergerakan pendapatan usaha yang dilakukan

hasilnya baik dan dokumen yang diserahkan oleh

Page 148: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

148

Nasabah telah dipenuhi sesuai ketentuan yang

berlaku, maka Bank Syariah melakukan analisa

kelayakan pembiayaan dengan membuat kertas

kerja analisa dan credit scoring, kemudian menyusun

jadwal proyeksi bagi hasil dan jadwal angsuran

pembiayaan serta membuat memo usulan

pembiayaan.

9.1.13. Unit Kerja Bank Syariah terkait harus memastikan

bahwa Nasabah sepakat terhadap penentuan

proyeksi pendapatan dan nisbah bagi hasil.

9.1.14. Unit Kerja Bank Syariah terkait menandatangani

memo usulan pembiayaan.

9.1.15. Unit Kerja Bank Syariah terkait menyerahkan memo

usulan pembiayaan tersebut disertai dengan

lampiran dokumen kepada Komite Pemutus

Pembiayaan yang telah ditunjuk dan dibentuk oleh

Bank Syariah.

9.1.16. Komite Pemutus Pembiayaan akan melakukan

proses atas memo yang diajukan sesuai dengan SOP

Page 149: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

149

serta tingkat kewenangan masing-masing yang

berlaku.

9.1.17. Komite Pemutus Pembiayaan akan memberikan

keputusan memo usulan pembiayaan yang dapat

berupa:

a. Permohonan disetujui;

b. Permohonan disetujui bersyarat; dan

c. Permohonan ditolak

9.1.18. Jika memo usulan pembiayaan tersebut ditolak,

maka Unit Kerja Bank Syariah harus membuat surat

jawaban penolakan atas permohonan pembiayaan

yang diajukan oleh calon Nasabah dengan cara yang

bijaksana disertai dengan alasan penolakan yang

mendasar, jelas dan dapat dimengerti oleh calon

Nasabah.

9.1.19. Jika memo usulan pembiayaan disetujui, maka Unit

Kerja Bank Syariah terkait membuat Surat

Persetujuan Pembiayaan (SPP) kepada Nasabah

untuk kemudian dilakukan review dari segi legal oleh

Unit Kerja Bank Syariah terkait., Selanjutnya SPP

Page 150: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

150

tersebut ditandatangani oleh pejabat Bank yang

berwenang dan dikirim kepada calon Nasabah.

9.1.20. Bila calon Nasabah mempunyai poin-poin keberatan

atas persyaratan yang ditentukan oleh Bank, maka

Unit Kerja Bank Syariah terkait mengajukan poin-

poin keberatan calon Nasabah tersebut kepada

pejabat yang berwenang memberikan persyaratan

dan melakukan negoisasi sampai menemui titik

kesepakatan antara pihak Bank dan calon Nasabah.

9.1.21. Calon Nasabah menandatangani SPP di atas materai

sesuai peraturan pemerintah dan mengembalikan

SPP tersebut kepada Unit Kerja Bank Syariah terkait

sebagai tanda persetujuan serta menyerahkan

sertifikat asli dan dokumen jaminan lainnya yang

diperlukan untuk di cek keabsahannya.

9.1.22. Setelah SPP disetujui dan ditandatangani oleh

Nasabah serta telah dikembalikan kepada pihak

Bank, maka memo pembiayaan, SPP dan berkas

terkait lainnya diserahkan ke Unit Kerja Bank Syariah

Page 151: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

151

terkait untuk ditindaklanjuti dengan pembuatan

perjanjian pembiayaan dan pengikatan jaminan.

9.1.23. Unit Kerja Bank Syariah terkait memeriksa

kelengkapan data dan persyaratan dokumen, bila

ada kekurangan maka Unit Kerja Bank Syariah terkait

menginformasikan kepada unit kerja terkait lainnya

untuk ditindaklanjuti kepada calon Nasabah dan

segera untuk dilengkapi kekurangan tersebut guna

persiapan pengikatan pembiayaan dan jaminan serta

membuat surat ke notaris untuk melaksanakan

pengikatan.

9.1.24. Unit Kerja Bank Syariah terkait membuat tanda

terima dokumen jaminan dari Nasabah untuk

ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, tanda

terima dokumen jaminan yang telah ditandatangani

oleh pejabat yang berwenang dan diserahkan ke

calon nasabah.

9.1.25. Unit Kerja Bank Syariah terkait mengkompilasi

seluruh dokumen asli sertifikat agunan serta berkas

lainnya dalam satu file Nasabah dan wajib disimpan

Page 152: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

152

serta dalam pengawasan sesuai dengan ketentuan

yang berlaku.

9.1.26. Calon Nasabah membuka membuka rekening

tabungan atau giro serta melakukan penyetoran

biaya yang harus dibayar dimuka.

9.1.27. Memo pembiayaan asli, SPP beserta dokumen

kelengkapan diserahkan ke Unit Kerja terkait untuk

dilakukan proses perjanjian pembiayaan dan

pengikatan jaminan.

9.1.28. Unit Kerja Bank Syariah terkait meminta kepada Unit

Kerja terkait lainnya untuk melakukan verifikasi

keabsahan dokumen termasuk kepemilikan bukti

jaminan ke instansi terkait sesuai dengan jenis

jaminan.

9.1.29. Unit Kerja Bank Syariah terkait menginformasikan

jadwal pengikatan pembiayaan yang telah dibuat

kepada Nasabah.

9.1.30. Unit Kerja Bank Syariah terkait melakukan analisa

kelengkapan dokumen dan analisa legalisasi dari

Page 153: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

153

dokumen Nasabah baik yang berbentuk perorangan

ataupun Badan Usaha.

9.1.31. Unit Kerja Bank Syariah terkait melakukan

pelaksanaan perikatan perjanjian pembiayaan kerja

sama modal usaha dan agunan secara sempurna

antara Bank yang diwakili oleh Anggota Komite

Pembiayaan dengan Nasabah secara notariil dan di

bawah tangan.

9.1.32. Perikatan perjanjian pembiayaan kerja sama modal

usaha dan agunan harus ditandatangani oleh pejabat

Bank Syariah yang berwenang sesuai SK Direksi.

9.1.33. Unit Kerja Bank Syariah terkait meminta Surat Kuasa

Debet Rekening Nasabah untuk proses pendebetan

biaya-biaya termasuk untuk pendebatan angsuran

sesuai jadwal angsuran.

9.1.34. Setelah perikatan selesai ditandatangani, Unit Kerja

Bank Syariah terkait menyerahkan semua dokumen

kepada unit kerja lainnya untuk persiapan pencairan.

9.1.35. Unit Kerja Bank Syariah terkait menerima semua

dokumen jaminan asli dan membuat tanda terima.

Page 154: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

154

9.1.36. Unit Kerja Bank Syariah terkait memeriksa

kelengkapan dokumen dan persyaratan pelaksanaan

pembiayaan yang tercantum serta memeriksa

kelengkapan dokumen agunan sebelum melakukan

pelaksanaan pencairan pembiayaan.

9.1.37. Bila terdapat dokumen yang kurang atau belum

sesuai, maka Unit Kerja Bank Syariah terkaitakan

meminta kelengkapan dokumen tersebut kepada

Nasabah sebelum dilakukan proses pencairan.

9.1.38. Setelah kekurangan atau ketidaksesuaian dokumen

dilengkapi dan dipenuhi maka Unit Kerja Bank

Syariah terkait melakukan pemeriksaan ulang atas

dokumen tersebut sebelum dilakukan proses

pencairan pembiayaan.

9.1.39. Unit Kerja Bank Syariah terkait membuat tanda

terima dokumen asli jaminan, dimana berkas tanda

terima asli diberikan kepada Nasabah selaku

penerima fasilitas pembiayaan.

Page 155: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

155

9.1.40. Unit Kerja Bank Syariah terkait menyimpan dokumen

agunan dan dokumen proses pembiayaan yang asli

di ruang penyimpanan.

Page 156: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

156

BAB X

STANDAR PENGAWASAN, VERIFIKASI DAN

KONTROL

10.1. Pengantar

Setelah Bank Syariah selesai melakukan analisa atas

dokumen dan kelayakan usaha Nasabah yang akan

diberikan fasilitas pembiayaan, maka tahapan selanjutnya,

Bank Syariah mempersiapkan proses pencairan

pembiayaan, verifikasi dokumen laporan usaha Nasabah

dan pengawasan serta kontrol terhadap proses pemberian

fasilitas pembiayaan kepada Nasabah tetap sesuai dengan

ketentuan yang berlaku. Untuk melaksanakan proses

tersebut dengan optimal, maka dibutuhkan sebuah

minimum standard yang dapat dijadikan sebagai referensi

bagi Bank Syariah dengan tahapan sebagai berikut:

10.1.1. Proses pencairan bertahap untuk fasilitas

pembiayaan yang telah disetujui adalah sebagai

berikut:

Page 157: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

157

a. Unit Kerja Bank Syariah terkait melakukan

peninjauan ke lokasi proyek atau usaha Nasabah

secara berkala secara spontan maupun

terinformasi;

b. Unit Kerja Bank Syariah terkait melakukan

pengecekan atas kemajuan prestasi pekerjaan

sesuai dengan jadwal progres dari proyek

Nasabah; dan

c. Setiap penarikan fasilitas pembiayaan oleh

Nasabah, maka Unit Kerja Bank Syariah terkait

harus mengawasi dan memastikan hal tersebut

telah sesuai dengan jadwal penarikan maupun

tujuan penggunaannya

10.1.2. Unit Kerja Bank Syariah terkait harus mengambil

langkah-langkah keamanan yang dirasa perlu jika

ditemukan adanya indikasi penyimpangan yang

membahayakan atas pembiayaan yang diberikan

kepada Nasabah.

10.1.3. Unit Kerja Bank Syariah terkait harus memeriksa

daftar tunggakan yang diberikan oleh Unit FA dan

Page 158: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

158

menindaklanjuti hal tersebut kepada Nasabah

terkait.

10.1.4. Unit Kerja Bank Syariah terkait harus mengetahui

realisasi pendapatan Nasabah.

10.1.5. Unit Kerja Bank Syariah terkait melakukan

pertemuan dengan Nasabah secara berkala untuk

mendapatkan feedback mengenai pelayanan yang

diberikan oleh Bank dan sekaligus menawarkan

produk Bank lainnya, sehingga hubungan dengan

Nasabah dapat terjalin dengan baik dan harmonis.

10.1.6. Unit Kerja Bank Syariah terkait harus

mendokumentasikan kegiatan usaha Nasabah atau

proyek yang dijalankan Nasabah maupun aset yang

dibeli Nasabah sebagai investasi dalam mendukung

berjalannya usaha, proyek serta aset yang

diberikan fasilitas pembiayaan oleh Bank.

10.1.7. Unit Kerja Bank Syariah terkait harus melakukan

peninjauan langsung secara periodik dalam 3 atau

6 bulan sekali terkait usaha atau proyek Nasabah

yang diberikan fasilitas pembiayaan. Jika fasilitas

Page 159: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

159

pembiayaan yang diberikan oleh Bank digunakan

untuk membeli aset, maka Unit Kerja Bank Syariah

terkait harus dapat memastikan keberadaan,

kesesuaian serta dokumen legal aset tersebut

terpenuhi dengan baik.

10.1.8. Unit Kerja Bank Syariah terkait memeriksa

dokumen-dokumen pendukung pembiayaan telah

benar dan sesuai dengan aturan yang ditetapkan.

10.1.9. Unit Kerja Bank Syariah terkait memeriksa kembali

apakah justifikasi yang telah dibuat sudah memuat

langkah mitigasi atas resiko yang akan timbul.

10.1.10. Unit Kerja Bank Syariah terkait memeriksa kembali

apakah permohonan pencairan fasilitas

pembiayaan sudah sesuai dengan ketentuan.

10.1.11. Unit Kerja Bank Syariah terkait memeriksa

kelengkapan dokumen, kepatuhan prosedur

pemberian pembiayaan serta pelaksanaan syarat

dan ketentuan telah sesuai dengan yang ditetapkan

oleh Komite Pembiayaan. Jika terjadi

penyimpangan atau pelanggaran prosedur, maka

Page 160: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

160

Unit Kerja Bank Syariah terkait menginformasikan

kepada Unit Kerja lainnya untuk menolak pencairan

pembiayaan tersebut.

10.1.12. Unit Kerja Bank Syariah terkait harus memastikan

bahwa fasilitas pembiayaan yang telah diberikan

dipergunakan sesuai dengan tujuannya.

10.1.13. Unit Kerja Bank Syariah terkait melakukan

pembinaan kepada Nasabah pembiayaan yang

sudah masuk dalam klasifikasi untuk mengarahkan

Nasabah dapat memenuhi kewajibannya kepada

pihak Bank.

10.1.14. Unit Kerja Bank Syariah terkait melakukan

pengawasan atas perkembangan usaha Nasabah

untuk menjaga Nasabah agar tetap mampu

melaksanakan kewajiban keuangannya kepada

pihak Bank, baik dalam memberikan porsi bagi hasil

dan membayar kembali modal pokok dari Bank.

10.1.15. Unit Kerja Bank Syariah terkait memeriksa dan

memastikan proses inventarisasi dokumen

Page 161: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

161

pembiayaan telah dilakukan dengan baik dan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

10.1.16. Unit Kerja Bank Syariah terkait turut serta berperan

aktif bersama dengan Unit Kerja terkait lainnya

yang menangani pembiayaan Nasabah untuk selalu

memeriksa barang-barang yang di agunkan pada

Bank.

10.1.17. Unit Kerja Bank Syariah terkait memeriksa setiap

fasilitas pembiayaan yang dijalankan atau

diadministrasikan telah mendapat persetujuan dari

pejabat yang berwenang sesuai dengan wewenang

yang dimiliki dan didukung dengan kelengkapan

dokumen-dokumen pendukung pembiayaan dan

jaminan.

10.1.18. Unit Kerja Bank Syariah terkait memeriksa setiap

pencairan fasilitas pembiayaan kepada Nasabah

telah sesuai dengan laporan rincian/mutasi dari

komputer dan atau bukti-bukti pendukung

transaksinya.

Page 162: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

162

10.1.19. Unit Kerja Bank Syariah terkait memeriksa setiap

transaksi yang dijalankan secara manual atau yang

di generate oleh komputer atas perhitungan

nisbah/pembayaran/ pelunasan/perubahan telah

sesuai dengan sub ledger pembukuannya.

10.1.20. Unit Kerja Bank Syariah terkait memeriksa bahwa

tunggakan Nasabah telah ditindaklanjuti

berdasarkan laporan tunggakan yang dihasilkan

oleh komputer dan telah dijalankan sesuai dengan

ketentuan yang ada.

10.1.21. Unit Kerja Bank Syariah terkait, memeriksa jika

terdapat tunggakan Nasabah yang telah melampaui

batas waktu tunggakan telah ditindaklanjuti

berdasarkan laporan tunggakan yang dihasilkan

komputer/laporan tunggakan bulanan

Nasabah/rekapitulasi Nasabah yang menunggak.

10.1.22. Unit Kerja Bank Syariah terkait memeriksa bahwa

perubahan sementara atas pembiayaan yang

dilakukan telah sesuai dengan memo perubahan

yang disetujui oleh pejabat berwenang.

Page 163: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

163

10.1.23. Unit Kerja Bank Syariah terkait memeriksa bahwa

batas waktu yang tercantum pada memo

perubahan sementara telah ditindaklanjuti

penyelesaiannya.

10.1.24. Apabila memo perubahan sementara belum

ditindaklanjuti penyelesaiannya setelah

berakhirnya batas waktu, maka Unit Kerja Bank

Syariah terkait harus melaporkan hal tersebut

kepada pejabat yang berwenang.

10.1.25. Unit Kerja Bank Syariah terkait memeriksa bahwa

setiap perubahan fasilitas pembiayaan telah

dituangkan dalam Laporan Fasilitas Pembiayaan

yang baru dan dilakukan pengikatan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

10.1.26. Unit Kerja Bank Syariah terkait memeriksa dan

memonitor kekurangan dokumen-dokumen

jaminan yang masih dalam proses pengurusan

ataupun masih dalam peminjaman oleh pejabat

berwenang berdasarkan checklist dokumen atau

memo yang memo yang menerangkannya.

Page 164: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

164

10.1.27. Unit Kerja Bank Syariah terkait memeriksa bahwa

dokumen-dokumen jaminan yang dipinjam telah

dikembalikan berdasarkan memo peminjamannya.

10.1.28. Unit Kerja Bank Syariah terkait memeriksa secara

sampling file-file pembiayaan dan fisik agunan

telah sesuai dengan listing yang dibuat.

10.1.29. Unit Kerja Bank Syariah terkait melakukan

pemeriksaan terkait keberadaan kepemilikan

jaminan dan dokumen-dokumen pembiayaan.

10.1.30. Unit Kerja Bank Syariah terkait memeriksa bahwa

file-file pembiayaan telah dirapihkan dan

ditertibkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

10.1.31. Unit Kerja Bank Syariah terkait memantau bahwa

pelaksanaan inventarisasi dokumen pembiayaan

dan dokumen pendukung lainnya telah sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

10.1.32. Unit Kerja Bank Syariah terkait mengawasi bahwa

setiap pemberian pembiayaan telah dilaksanakan

sesuai dengan kebijakan pembiayaan, prosedur

Page 165: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

165

pemberian pembiayaan dan ketentuan internal

perusahaan yang berlaku.

10.1.33. Unit Kerja Bank Syariah terkait memantau dan

mengawasi secara khusus kebenaran pemberian

pembiayaan kepada seluruh pihak yang termasuk

pihak terkait dengan Bank dan Nasabah

pembiayaan.

10.1.34. Unit Kerja Bank Syariah terkait harus memastikan

bahwa jumlah pembiayaan yang diberikan tidak

melewati ketetentuan Batas Maksimum Pemberian

Pembiayaan (BMPP) yang ditetapkan oleh Otoritas

Jasa Keuangan.

10.1.35. Unit Kerja Bank Syariah terkait mengawasi bahwa

pemberian pembiayaan telah memenuhi ketentuan

perbankan yang berlaku.

10.1.36. Unit Kerja Bank Syariah terkait mengawasi dan

memastikan bahwa penilaian kolektibilitas

pembiayaan telah sesuai dengan ketentuan yang

ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Page 166: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

166

10.1.37. Unit Kerja Bank Syariah terkait memantau

kecukupan jumlah penyisihan penghapusan

pembiayaan.

10.1.38. Unit Kerja Bank Syariah terkait memantau

perkembangan usaha Nasabah pembiayaan melalui

melakukan kunjungan kepada Nasabah secara

periodik khususnya kepada Nasabah pembiayaan

yang sudah masuk dalam klasifikasi untuk

mendapatkan perhatian khusus.

10.1.39. Unit Kerja Bank Syariah terkait memberikan

peringatan dini (early warning system) kepada

Kantor Cabang apabila ditemukan adanya

penurunan kualitas pembiayaan atas Nasabah

tertentu atau penurunan kualitas pembiayaan dari

seluruh portofolio Kantor Cabang tersebut.

10.1.40. Unit Kerja Bank Syariah terkait mengawasi dan

melaporkan kepada Direksi apabila terjadi

pelanggaran atau terdapat penyimpangan yang

dilakukan oleh pejabat pembiayaan dalam proses

pemberian pembiayaan.

Page 167: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

167

BAB XI STANDAR MANAJEMEN RISIKO

11.1. Analisa dan Identifikasi Jenis Risiko

Kegiatan usaha perbankan syariah tidak terlepas dari

risiko yang dapat mengganggu kelangsungan bank sehingga

untuk mengelola risiko tersebut bank wajib menerapkan

manajemen risiko. Beberapa bentuk risiko pada

pembiayaan menggunakan akad mudharabah antara lain;

risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, risiko investasi,

risiko kepatuhan dan risiko hukum serta risiko reputasi

11.1.1. Risiko Kredit (Credit Risk) Risiko kredit adalah Risiko akibat kegagalan nasabah

atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank

sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Termasuk risiko

kredit akibat kegagalan debitur, antara lain; risiko

konsentrasi kredit, counterparty credit risk, dan settlement

risk.

Risiko konsentrasi pembiayaan merupakan risiko yang

timbul akibat terkonsentrasinya penyediaan dana kepada 1

(satu) pihak atau sekelompok pihak, industri, sektor,

Page 168: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

168

dan/atau area geografis tertentu yang berpotensi

menimbulkan kerugian cukup besar yang dapat mengancam

kelangsungan usaha Bank. Counterparty credit risk

merupakan risiko yang timbul akibat terjadinya kegagalan

pihak lawan dalam memenuhi kewajibannya dan timbul dari

jenis transaksi yang memiliki karakteristik tertentu, misalnya

transaksi yang dipengaruhi oleh pergerakan nilai wajar atau

nilai pasar. Settlement risk merupakan Risiko yang timbul

akibat kegagalan penyerahan kas dan/atau instrumen

keuangan pada tanggal penyelesaian (settlement date) yang

telah disepakati dari transaksi penjualan dan/atau

pembelian instrumen keuangan.

Risiko yang Dihadapi Strategi Mengelola Risiko

1. Bank Syariah menghadapi

risiko ketika Nasabah

tidak mampu memenuhi

kewajiban pengembalian

modal atau realisasi

pendapatan Nasabah

tidak mencapai

a. Bank Syariah harus

melakukan analisa

mendalam atas profil

Nasabah (analisa 5C)

serta melakukan

perhitungan potensi

pergerakan

Page 169: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

169

pendapatan yang

diproyeksikan

pendapatan terhadap

usaha yang dijalankan

oleh Nasabah sebelum

pemberian fasilitas

Pembiayaan

b. Bank Syariah

melakukan monitoring

terhadap bisnis

Nasabah

c. Bank Syariah

memastikan transaksi

bisnis terkait fasilitas

pembiayaan

menggunakan rekening

di Bank untuk

memantau pergerakan

dana.

d. Bank Syariah menyusun

tahapan mekanisme

proses yang harus

Page 170: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

170

dilakukan saat Nasabah

mengalami gagal bayar.

Sebagai contoh,

melakukan penilaian

terhadap kondisi terkini

hasil usaha Nasabah,

mengambil tindakan

hukum jika perilaku

usaha Nasabah dinilai

memang merugikan

Bank Syariah, dll.

2. Bank Syariah menghadapi

risiko kredit karena

Nasabah tidak

membayarkan porsi Bagi

Hasil yang sudah

seharusnya milik Bank.

a. Bank Syariah

melakukan monitoring

terhadap bisnis,

realisasi pendapatan

Nasabah dan arus kas

nasabah

b. Bank Syariah memiliki

hak untuk mengakses

pembukuan dan

Page 171: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

171

melakukan audit

sewaktu-waktu atas

usaha yang dijalankan.

11.1.2. Risiko Pasar (Market Risk)

Risiko Pasar adalah Risiko pada posisi neraca dan

rekening administratif akibat perubahan harga pasar, antara

lain Risiko berupa perubahan nilai dari aset yang dapat

diperdagangkan atau disewakan.

Risiko yang Dihadapi Strategi Mengelola Risiko

1. Bank Syariah

menghadapi risiko yang

bersumber dari

pembiayaan kepada

nasabah yang

melakukan kegiatan

yang mengandung

potensi risiko nilai tukar.

a. Bank Syariah melakukan

analisa risiko nilai tukar

kepada Nasabah yang

terekspos risiko nilai

tukar..

b. Bank Syariah melalukan

hedging nilai tukar

terhadap pembiayaan

nasabah.

Page 172: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

172

2. Bank Syariah

menghadapi risiko

terhadap pembiayaan

Nasabah yang

dipengaruhi oleh

perubahan harga

komoditas.

a. Bank Syariah melakukan

hedging untuk

menanggulangi

permasalahan risiko

pergerakan harga

komoditas.

3. Bank Syariah

menghadapi risiko basis

risk karena tidak sesuai

dalam menentukan basis

pricing pembiayaan.

a. Dalam menentukan basis

pricing Bank Syariah perlu

melihat trend pricing

kedepannya.

b. Bank Syariah perlu

memperhitungkan potensi

pergerakan pendapatan

atas perubahan basis

pricing

11.1.3. Risiko Operasional (Operational Risk) Risiko Operasional adalah Risiko kerugian yang

diakibatkan oleh proses internal yang kurang memadai,

kegagalan proses internal, kesalahan manusia, kegagalan

Page 173: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

173

sistem, dan/atau adanya kejadian eksternal yang

mempengaruhi operasional Bank.

Risiko yang Dihadapi Strategi Mengelola Risiko

1. Bank Syariah

menghadapi risiko yang

diakibatkan oleh

aktivitas internal fraud

seperti pencatatan

keuangan yang tidak

benar atas nilai posisi,

ketidaksesuaian

pencatatan pajak secara

sengaja, kesalahan,

manipulasi dan mark up

dalam akuntansi

maupun pelaporan serta

aktivitas penyogokan

dan penyuapan yang

menimbulkan kerugian

dan pada akhirnya

a. Bank Syariah perlu

melakukan kontrol

internal atau audit

secara berkala untuk

mencegah terjadinya

fraud

b. Bank Syariah perlu

melakukan penguatan

supervisi melalui

penyusunan prosedur

yang mengatur kegiatan

transaksi Bank, serta

pembaharuan terhadap

prosedur secara berkala

untuk memitigasi risiko

fraud.

Page 174: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

174

mengakibatkan nilai Bagi

Hasil untuk Bank lebih

kecil dari yang

ditargetkan.

2. Bank Syariah

menghadapi risiko

missselling, baik untuk

produk ataupun

penghitungan nisbah

dikarenakan SDM Bank

Syariah tidak memahami

akad mudharabah secara

comprehensive.

a. Bank Syariah

meningkatkan

kompetensi SDM

melalui training,

coaching agar SDM

dapat memahami

produk berbasis akad

mudharabah di Bank

Syariah, serta dapat

menawarkan keunikan

produk/jasa perbankan

syariah tersebut kepada

konsumen.

3. Bank Syariah

menghadapi risiko

Operasional karena

a. Bank Syariah harus

meng-upgrade sistem

operasionalnya, agar

Page 175: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

175

sistem belum dapat

mengakomodir

perhitungan nisbah

dalam akad

Mudharabah,

perhitungan proyeksi

bagi hasil serta

pembukuan realisasi

bagi hasil

dapat menunjang

kebutuhan akad

mudharabah.

4. Bank Syariah

menghadapi risiko

operasional karena SDM

tidak mampu

mengidentifikasi risiko

produk dengan akad

mudharabah dengan

baik. Salah satunya tidak

memperhitungkan

fluktuasi pendapatan

a. Bank Syariah

meningkatkan

kemampuan SDM

perbankan syariah

dalam melakukan

penilaian risiko

terhadap pembiayaan

yang diberikan, melalui

training dan coaching.

b. Bank Syariah

menetapkan prosedur

Page 176: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

176

Nasabah. dan metode

perhitungan secara

sistematis untuk

menentukan tingkat

risiko Nasabah.

11.1.4. Risiko Investasi (Investment Risk) Risiko Investasi (Equity Investment Risk) adalah

Risiko akibat Bank ikut menanggung kerugian usaha

nasabah yang dibiayai dalam pembiayaan berbasis bagi hasil

baik yang menggunakan metode net revenue sharing

maupun yang menggunakan metode profit and loss sharing.

Risiko yang Dihadapi Strategi Mengelola Risiko

1. Bank syariah

menghadapi risiko

investasi karena

realisasi bagi hasil akad

mudharabah bersifat

fluktuatif, tergantung

pada kondisi usaha

Bank Syariah melakukan

assesment Profil nasabah

melalui 5C, selain itu Bank

juga diminta melakukan

perhitungan potensi

pergerakan pendapatan

usaha Nasabah. Beberapa

Page 177: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

177

Nasabah. Dalam hal

nilai realisasi bagi hasil

lebih kecil dibandingkan

nilai proyeksi bagi hasil,

maka Bank hanya dapat

mengakui sebesar nilai

realisasi bagi hasil.

indikator yang untuk

mengukur perhitungan

potensi pergerakan

pendapatan usaha Nasabah

antara lain adalah; 1) Trade

checking, 2) harga

barang/komoditas selama

masa pembiayaan, 3)

industri pembiayaan, 4) size

perusahaan, 5) komponen

pendapatan/biaya terbesar

dan 6) kondisi daerah/makro

ekonomi.

11.1.5. Risiko Kepatuhan Risiko kepatuhan adalah Risiko akibat Bank tidak

mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan

perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku serta

Prinsip Syariah.

Risiko yang Dihadapi Strategi Mengelola Risiko

Page 178: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

178

1. Bank Syariah

menghadapi risiko

kepatuhan karena

produk/transaksi Bank

Syariah yang dilakukan

belum memiliki landasan

ataupun aturan

hukum/fatwa yang

secara jelas mengatur

mengenai

produk/transaksi

tersebut.

a. Bank Syariah

memastikan bahwa

setiap produk/jasa

yang akan diluncurkan

kepada publik.

b. Bank Syariah harus

memastikan bahwa

produk mudharabah

yang akan dilakukan

telah memiliki dasar

hukum syariah yang

mendasari produk/jasa

tersebut.

2. Bank Syariah

menghadapi risiko

terhadap pelanggaran

peraturan atau regulasi

yang mengatur usaha

tekait.

a. Bank Syariah

memastikan bahwa

usaha yang dijalankan

Nasabah telah

memenuhi standar

minimum regulasi

usaha terkait.

Page 179: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

179

11.1.6. Risiko Hukum Risiko hukum adalah Risiko akibat tuntutan hukum

dan/atau kelemahan aspek yuridis.

Risiko yang Dihadapi Strategi Mengelola Risiko

1. Bank Syariah

menghadapi risiko

hukum karena lemahnya

perikatan/perjanjian

yang dibuat oleh Bank

Syariah. Diantara

penyebabnya antara

lain: Pelanggaran

terhadap hukum atau

peraturan;

Ketidakcukupan

dokumen pendukung;

dan/atau

Ketidakcukupan dalam

mengidentifikasi hak dan

kewajiban antara bank

a. Bank Syariah

memastikan di dalam

menyusun perjanjian

(akad)

Mudharabah,telah

mencantumkan

berbagai klausul, untuk

menguatkan posisi

Bank Syariah sebagai

Pihak Pemilik Dana

(shohibiul maal).

b. Bank Syariah terlebih

dahulu melakukan

review Kontrak

Perjanjian Mudharabah

yang telah disusun

Page 180: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

180

dengan pihak lain. untuk memastikan

telah terpenuhinya

aspek hukum.

11.1.7. Risiko Reputasi Risiko reputasi adalah Risiko akibat menurunnya

tingkat kepercayaan pemangku kepentingan (stakeholder)

yang bersumber dari persepsi negatif terhadap Bank.

Risiko yang Dihadapi Strategi Mengelola Risiko

1. Bank Syariah

menghadapi risiko

hilangnya kepercayaan

dari masyarakat karena

Bank Syariah tidak

menjalankan

operasionalnya sesuai

dengan prinsip syariah.

Sehingga dalam jangka

panjang akan

mempengaruhi risiko

reputasi Bank Syariah.

a. Bank Syariah harus

menetapkan

prosedur/SOP

pemberian fasilitas

pembiayaan kepada

Nasabah yang harus

dipatuhi dan

dilaksanakan oleh SDM

Bank syariah.

b. Bank Syariah secara

berkala melakukan

evaluasi dan sertifikasi

Page 181: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

181

pada SDM Bank syariah

untuk memastikan

bahwa SDM tersebut

sudah melaksanakan

operasional sesuai

dengan prosedur yang

berlaku.

11.2. Manajemen Risiko dalam Setiap Tahapan

Pembiayaan

Porsi penyertaan modal dalam pembiayaan

mudharabah tentunya akan diikuti dengan risiko yang harus

ditanggung oleh bank. Ada tiga tahap dalam Pembiayaan

Mudharabah yakni pra kontrak, masa kontrak dan

penyelesaian kontrak.

11.2.1. Tahap Pra Kontrak Pada tahap pra kontrak, manajemen risiko disusun

untuk menghasilkan keputusan yang optimal sebelum

Nasabah menjalankan usaha Mudharabah yang disepakati

sesuai perjanjian. Manajemen risiko pada tahap ini berupa

identifikasi risiko yang mungkin muncul di masa depan serta

Page 182: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

182

menyusun mitigasi risiko yang harus dilakukan. Manajemen

risiko yang efektif pada tahap ini akan bermanfaat dalam

mengurangi eksposur atau dampak risiko masa depan

terhadap pembiayaan melalui pengerahan sumber daya

yang ada disertai dengan penerapan berbagai teknik

pengelolaan risiko yang tepat. Berikut ini adalah hal-hal

terkait Manajemen Risiko Pra Kontrak:

11.2.2. Penyusunan Kebijakan dan Prosedur Manajemen Risiko Bank Syariah harus memiliki kebijakan dan prosedur

manajemen risiko yang komprehensif dan efektif disertai

sistem dan pengawasan internal agar setiap risiko mampu

teridentifikasi dan sesuai dengan selera risiko (risk appetite)

dan toleransi risiko (risk tolerance) Bank Syariah yang

bersangkutan. Meskipun setiap Bank Syariah memiliki risk

appetite dan risk tolerance yang berbeda, berikut adalah

prosedur standar manajemen risiko yang harus dipenuhi

oleh Bank Syariah:

a. Metodologi identifikasi risiko;

Page 183: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

183

b. Metodologi valuasi dan kalkulasi risiko yang tepat

terhadap aset;

c. Batasan eksposur risiko (risk exposure limits);

d. Teknik mitigasi risiko;

e. Mekanisme pelaporan dan pengawasan;

f. Alur komunikasi dan tanggung jawab manajemen risiko;

g. Mekanisme review, pembaharuan dan perubahan

Seluruh poin kebijakan dan prosedur manajemen

risiko di atas harus disusun dan dijabarkan pada tahap pra

kontrak serta mengkomunikasikannya kepada seluruh

fungsi terkait pada internal Bank Syariah. Bank Syariah juga

harus menyusun mekanisme jika terjadi review,

pembaharuan dan perubahan poin-poin kebijakan dan

prosedur di atas. Review dan pembaharuan atas poin-poin

di atas merupakan hal yang mungkin terjadi seiring

perubahan risk appetite dan risk tolerance Bank Syariah.

11.2.3. Penilaian Uji Kelayakan Usaha Penilaian uji kelayakan usaha menjadi prosedur

utama dalam hal pengelolaan risiko pra kontrak. Bank

Syariah harus memastikan bahwa kriteria dan tujuan usaha

Page 184: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

184

dari calon Nasabah potensial tetap sejalan dengan rencana

bisnis Bank Syariah. Beberapa hal yang harus dipastikan

Bank Syariah terhadap Calon Nasabah Pembiayaan

Mudharabah, sebagai berikut:

a. Metodologi dan kerangka penilaian (assesment method

and framework) usaha yang digunakan oleh Bank

Syariah harus sesuai dengan tipe produk, jasa, segmen

bisnis usaha yang akan dibiayai. Misalnya, kerangka

penilaian usaha hotel tentunya berbeda dengan usaha

pertambangan.

b. Proses penilaian memiliki dasar, antara lain melalui data

historis (internal bank maupun internal nasabah) dan

bukti empiris lain yang memungkinkan. Jika data historis

dan bukti empiris tidak cukup, Bank Syariah dapat

menggunakan data lain sebagai variabel penilaian. Jika

dibutuhkan, Bank Syariah dapat menggunakan

judgement yang diatur dalam Kebijakan dan Prosedur

Manajemen Risiko Bank Syariah.

c. Proses penilaian harus sudah memasukkan risiko-risiko

utama yaitu analisis Profil Calon Nasabah (Capacity,

Page 185: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

185

Characteristics, Collateral, Capital dan Condition), risiko

pasar dan risiko investasi terkait proyeksi pendapatan

yang dihasilkan oleh calon Nasabah.

d. Proses penilaian tentunya harus mempertimbangkan

potensi perubahan dalam hal biaya produksi, material,

tenaga kerja, harga, volume penjualan dan lain-lain.

Sehingga, Bank Syariah perlu membuat asumsi agar

proyeksi arus kas (projected cash flow) dan arus kas

aktual (actual cash flow) tidak mengalami perbedaan

selisih angka yang terlampau jauh.

e. Bank Syariah harus memastikan bahwa data dan

informasi yang digunakan dalam proses penilaian

kelayakani diperoleh dari sumber yang valid, relevan,

terkini dan dapat dipercaya.

f. Proses penilaian melibatkan pihak yang memiliki

pengetahuan dan ahli dalam bidang bisnis tersebut,

dapat berasal dari pihak internal Bank Syariah ataupun

jasa pihak eksternal. Penilai harus independen, tidak

terkait dan tidak memiliki kepentingan apapun terhadap

usaha Calon Nasabah Pembiayaan Mudharabah. Jika

Page 186: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

186

Bank Syariah menggunakan jasa pihak eksternal, harus

ada standar lebih lanjut yang diatur dalam Kebijakan

dan Prosedur Manajemen Risiko Bank Syariah masing-

masing.

g. Proses penilaian juga dapat menggunakan kerangka

investment rating, yaitu pengelompokan Nasabah yang

didasarkan pada jenis usaha tertentu atau berdasarkan

jumlah pembiayaan tertentu.

Proses penilaian uji kelayakan usaha merupakan salah

satu proses yang cukup panjang namun sangat penting

dalam hal manajemen risiko tahap pra kontrak. Meskipun

hal ini telah dilakukan bukan tidak mungkin kerugian akan

tetap terjadi sehingga saat terjadi kerugian modal

berdasarkan projected cash flow maka Bank Syariah tetap

harus mencatatkan usaha mudharabah sebagai Non-

Performing Investment (NPI).

11.2.4. Tahap Masa Kontrak Pada tahap ini, selama masa kontrak berlangsung,

manajemen risiko tetap diperlukan untuk memastikan

keberlangsungan pengawasan aktif usaha Nasabah sehingga

Page 187: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

187

baik Nasabah maupun Bank Syariah dapat memperoleh

keuntungan dan keberlanjutan usaha melalui penciptaan

nilai secara jangka panjang. Pengawasan aktif berkelanjutan

terhadap usaha mudharabah ini bertujuan untuk menjaga

portofolio Bank Syariah dan mengurangi eksposur risiko

terkini yang mungkin belum terpikirkan saat penilaian risiko

tahap pra kontrak. Segala anomali yang terjadi harus segera

dilaporkan pada pihak Manajemen agar bisa segera diambil

tindakan lebih lanjut.

11.2.5. Pengawasan Aktif Pengawasan aktif yang dapat dilakukan dapat

berupa:

a. Bank Syariah dapat membentuk mekanisme early

warning system dengan kriteria pemicu terjadinya risiko.

Sehingga, bila terjadi tanda-tanda yang sesuai dengan

kriteria, maka manajemen dapat segera mengambil

tindakan sesuai mekanisme tersebut.

b. Bank Syariah dapat meminta dan memantau laporan

periodik operasonal maupun keuangan terkait usaha

Page 188: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

188

Nasabah dan segala aktivitas yang dilakukan Nasabah.

Seperti, perubahan manajemen dan direksi, perubahan

stakeholders usaha maupun perubahan regulasi

perusahaan. Hal ini dilakukan untuk memitigasi risiko

internal fraud yang dilakukan oleh Nasabah, yang

tentunya dapat mempengaruhi porsi bagi hasil Bank

Syariah.

c. Bank Syariah dapat menyertakan beberapa kondisi

terkait pengelolaan usaha yang disepakati dalam

dokumen perjanjian, yang menuntut Nasabah jika ia lalai

memenuhi kewajibannya.

d. Bank Syariah dapat meninjau ulang (periodic

assessment) terhadap proyeksi bagi hasil dari

pendapatan usaha Nasabah secara kuarter maupun

bulanan. Peninjauan ulang ini dapat menggunakan

asumsi sesuai dengan kondisi terkini.

e. Bank Syariah harus memastikan keterkaitan pihak-pihak

lain (outsourced parties) dalam usaha tidak

menimbulkan tambahan risiko yang signifikan.

Pencegahan risiko dapat dilakukan melalui analisis yang

Page 189: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

189

tepat sebelum melakukan kesepakatan perjanjian

dengan pihak lain.

f. Jika disepakati, Bank Syariah dapat menunjuk satu pihak

independen untuk melakukan audit dan valuasi usaha

mudharabah yang dijalani oleh Nasabah untuk

memastikan obyektivitas dan transparansi distribusi

profit.

11.2.6. Usaha Mudharabah Berkinerja Buruk Selama kontrak berlangsung, usaha Nasabah tidak

selalu berjalan dengan mulus. Potensi usaha mengalami

penurunan atau masalah akan selalu ada. Jika usaha

Mudharabah sedang atau diekspektasikan akan berkinerja

kurang baik, maka Bank Syariah diharuskan untuk

melakukan pengamatan langsung dan peninjauan ulang atas

usaha mudharabah tersebut. Bank Syariah diharuskan untuk

mengamati, menilai dan memutuskan apakah usaha

tersebut masih layak dilanjutkan atau tidak. Pengamatan

dan tinjauan ulang tersebut mencakup beberapa hal sebagai

berikut:

Page 190: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

190

a. Menyusun daftar faktor-faktor yang menyebabkan

usaha berkinerja tidak baik dan menyusun rencana

perbaikan (improvement plans) untuk mengatasi faktor-

faktor tersebut.

b. Melakukan uji kelayakan atas rencana perbaikan

(improvement plans).

c. Memeriksa kesesuaian asumsi yang digunakan untuk

memproyeksikan nilai pendapatan maupun bagi hasil.

d. Menghitung tambahan biaya yang dibutuhkan jika ingin

melaksanakan perbaikan disertai dengan pertimbangan

risiko dan kondisi usaha di masa mendatang.

e. Menghitung dan memutuskan apakah level risiko usaha

masih sesuai dengan risk appetite dan risk tolerance

Bank Syariah.

f. Bank Syariah boleh melakukan hal ini secara internal

maupun menggunakan jasa pihak ketiga.

Setelah melaksanakan pengamatan langsung dan

tinjauan ulang atas kelayakan usaha yang berkinerja buruk

tersebut Bank Syariah dapat mengambil keputusan untuk

melanjutkan atau memberhentikan usaha bersama Nasabah

Page 191: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

191

tersebut. Jika Bank Syariah ingin tetap melanjutkan

setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan yakni:

a. Apakah usaha tersebut masih memiliki potensi

pendapatan dan keuntungan di masa depan yang

mampu menutupi kerugian dan tambahan modal (jika

ada) yang terjadi saat ini?

b. Apakah Nasabah dinilai mampu mengembalikan kinerja

usaha nya dalam tempo waktu yang diberikan oleh

Bank Syariah?

c. Bank Syariah boleh memberikan strategi dan rencana

aksi perbaikan bagi Nasabah yang memungkinkan

adanya perubahan/renegosiasi syarat dan kondisi

perjanjian usaha Mudharabah tersebut.

11.2.7. Tahap Penyelesaian Kontrak Sebagaimana Fatwa DSN MUI No. 7/DSN-MUI/IV/2000

mengenai Pembiayaan Mudharabah (Qiradh), bahwa

Mudharabah boleh dibatasi waktu tertentu. Sehingga

tentunya kontrak Mudharabah akan ada masa berakhirnya,

baik sesuai dengan kontrak ataupun berhenti di tengah

jalan karena berbagai sebab. Demi menjaga kebaikan dan

Page 192: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

192

hak setiap pihak, maka syarat penyelesaiaan kontrak juga

harus dimuat di dalam kontrak perjanjian. Beberapa hal

yang peril diperhatikan oleh manajemen risiko saat tahap

penyelesaian kontrak ialah sebagai berikut:

a. Bank Syariah memiliki tahapan prosedur penyelesaian

kontrak yang jelas. Prosedur tersebut didokumentasikan

dan dikomunikasikan dengan pihak-pihak terkait proses

tersebut.

b. Prosedur yang dimiliki harus terdiri dari tahapan yang

harus dijalani jika penyelesaian berakhir sesuai

perjanjian ataupun berakhir di tengah jalan

c. Bank Syariah harus menyusun penilaian terhadap

berbagai cara penyelesaian kontrak serta dampak yang

didapatkan akibat penyelesaian kontrak tersebut.

d. Bank Syariah harus memiliki opini legal (kekuatan

hukum) dalam melaksanakan penyelesaian kontrak

sehingga proses yang dijalani tidak melanggar ketentuan

hukum.

e. Bank Syariah meneliti kemungkinan kewajiban dengan

Nasabah dan menyelesaikannya sesuai perjanjian.

Page 193: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

193

f. Jika ada biaya perbaikan dan/atau kerugian yang

disebabkan oleh kelalaian Nasabah, maka Bank Syariah

berhak mengajukan dan menuntut klaim atas kerugian

tersebut sesuai metode mitigasi risiko yang diterapkan.

Page 194: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

194

BAB XII STANDAR KONTRAK PERJANJIAN (AKAD)

MUDHARABAH 12.1. Ruang Lingkup

Bab ini menjelaskan pokok-pokok klausul standar

minimal yang harus tercantum dalam setiap kontrak

(perjanjian) akad mudharabah pada Bank Syariah. Perjanjian

atau akad dalam perbankan syariah merupakan hal yang

esensial. Perjanjian atau akad yang telah disepakati akan

diikuti oleh hak dan kewajiban yang mesti dipatuhi oleh

masing-masing pihak. Dalam bab ini, hanya akan diberikan

standar dan ketentuan yang bersifat umum dalam produk

pembiayaan mudharabah. Para pihak yang melakukan

perjanjian yaitu pihak Bank Syariah dan pihak Nasabah

diberikan kebebasan dalam menyusun kontrak perjanjian.

Selama kontrak tersebut tidak bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan dan prinsip syariah sesuai

dengan asas kebebasan berkontrak (al hurriyah).

Page 195: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

195

12.2. Ketentuan Umum Standar Perjanjian atau Akad

Mudharabah

12.2.1. Komposisi suatu perjanjian pembiayaan

Mudharabah yang disusun oleh Bank Syariah harus

terdiri dari 4 (empat) bagian yaitu: Judul,

Komparisi, Isi, dan Penutup.

12.2.2. Isi perjanjian pembiayaan Mudharabah harus

didasarkan pada asas konsesualisme, yaitu

kesepakatan para pihak. Kesepakatan para pihak

ini merupakan wujud atas keridhoan (ar

radhaiyyah) yang dinyatakan dalam bentuk ijab

kabul (sighatul akad) saat pengikatan perjanjian.

12.2.3. Dalam proses mencapai kesepakatan dalam

perjanjian tersebut, pihak Bank Syariah

menjelaskan isi perjanjian yang akan

ditandatangani dan memberikan kesempatan bagi

Calon Nasabah untuk memahami dan memberikan

pendapat terkait seluruh klausul standar perjanjian

pembiayaan Mudharabah yang dibuat oleh Bank

Syariah.

Page 196: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

196

12.2.4. Hukum Perjanjian sesuai Pasal 27 dan 28 KHES

terbagi dalam 3 kategori yaitu:

1. Akad yang sah, yaitu akad yang terpenuhi rukun

dan syarat-syaratnya;

2. Akad yang fasad, yaitu akad yang terpenuhi

rukun dan syarat syaratnya, tetapi terdapat hal

lain yang merusak akad tersebut karena

pertimbangan maslahat;

3. Akad yang batal, yaitu akad yang kurang rukun

dan syarat-syaratnya.

12.2.5. Perjanjian atau akad pembiayaan Mudharabah

harus memenuhi rukun dan syarat sah

sebagaimana telah diatur dalam pasal 187-188

KHES dan 1320 KUH Perdata.

12.2.6. Akad perjanjian yang telah memenuhi rukun dan

syarat sah disebut sebagai akad yang sah atau

shahih.

12.2.7. Akad perjanjian yang sah atau shahih akan

memunculkan hak dan kewajiban bagi masing-

Page 197: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

197

masing pihak serta seluruh akibat hukum yang

timbul mengikat kedua belah pihak.

12.2.8. Syarat Mudharabah terdiri dari; Pemilik modal

wajib menyerahkan dana dan atau barang yang

berharga kepada pihak lain untuk melakukan

kerjasama dalam usaha, Penerima modal

menjalankan usaha dalam bidang yang disepakati,

dan Kesepakatan bidang usaha yang akan dilakukan

ditetapkan dalam akad.

12.2.9. Rukun kerjasama dalam akad Mudharabah terdiri

dari; pemiliki modal (shahibul maal), pelaku usaha

(mudharib) dan perjanjian (akad).

12.2.10. Dalam kontrak akad Mudharabah, kesepakatan

bidang usaha yang akan dilakukan dapat bersifat

bebas (mutlak) dan terbatas (muqayyad) pada

bidang usaha tertentu, tempat tertentu, dan waktu

tertentu.

12.2.11. Pihak Nasabah yang melakukan kontrak akad

Mudharabah harus memiliki keterampilan yang

diperlukan.

Page 198: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

198

12.3. Klausul Identitas, Jumlah, Tujuan, dan Jangka

Waktu Pembiayaan Mudharabah

12.3.1 Identitas para pihak termasuk domisilinya, jumlah

pembiayaan, tujuan, objek, jangka waktu dalam

suatu perjanjian atau akad Mudharabah harus

disebutkan secara rinci dan jelas.

12.3.2 Kejelasan mengenai identitas, jumlah, tujuan, dan

jangka waktu pembiayaan Mudharabah merupakan

hal penting untuk memberi perlindungan hukum

kepada kedua belah selama akad berlangsung.

12.4. Klausul Modal

12.4.1. Pembiayaan akad Mudharabah, modal dalam bentuk

uang tunai sepenuhnya berasal dari Bank Syariah

sebagai Pemilik Dana.

12.5. Klausul Nisbah Bagi Hasil

12.5.1 Bank Syariah dan Nasabah sepakat untuk

menetapkan nisbah bagi hasil sejak awal akad.

Page 199: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

199

12.5.2 Ketentuan tentang nisbah bagi hasil kepada

Nasabah dinyatakan dalam bentuk persentase, baik

menggunakan prinsip net revenue sharing ataupun

profit sharing sejak masa awal pengikatan

perjanjian.

12.5.3 Pembayaran bagi hasil dihitung berdasarkan Nilai

Realisasi Pendapatan bukan Nilai Proyeksi

Pendapatan.

12.5.4 Pelaksanaan nisbah bagi hasil dilakukan pada setiap

periode dan setiap tanggal yang disepakati setiap

pihak.

12.5.5 Salah satu pihak boleh mengusulkan bahwa jika

keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan

atau persentase itu diberikan kepadanya.

12.5.6 Bank Syariah menanggung kerugian akibat

pelaksanaan akad Mudharabah, kecuali kerugian

terjadi akibat ketidakjujuran dan/atau kelalaian

nasabah dan/atau pelanggaran yang dilakukan

nasabah.

Page 200: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

200

12.5.7 Bank Syariah akan menerima dan mengakui

kerugian yang terjadi, bila Bank Syariah telah

menerima dan menilai perhitungan yang dibuat

dan disampaikan Nasabah kepada Bank Syariah,

untuk kemudian hasil penilaian tersebut akan

disampaikan secara tertulis kepada Nasabah.

12.5.8 Bank Syariah harus mengetahui realisasi

pendapatan Nasabah secara periodik sesuai tanggal

yang disepakati.

12.6. Klausul Biaya

12.6.1. Nasabah menanggung biaya administrasi dan biaya-

biaya lain yang timbul akibat pelaksanaan akad

Mudharabah.

12.6.2. Setiap pembayaran/pelunasan kewajiban yang

berhubungan dengan akad Mudharabah, dilakukan

Nasabah tanpa dikenakan

ptongan/pungutan/bea/pajak/biaya lainnya,

kecuali jika potongan tersebut diatur berdasarkan

peraturan Undang-undang yang berlaku.

Page 201: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

201

12.6.3. Pajak yang timbul terkait dengan akad

Mudharabah, menjadi tanggungan dan wajib

dibayar Nasabah, kecuali Pajak Penghasilan Bank

12.6.4. Bank dapat membebankan Nasabah atas

keterlambatannya dalam melakukan kewajibannya.

12.7. Klausul Condition of Precedent

12.7.1. Klausul condition of precedent adalah klausul yang

menggambarkan kondisi awal nasabah serta syarat-

syarat realisasi yang diterapkan oleh pihak Bank

Syariah.

12.7.2. Bank Syariah boleh menetapkan suatu klausul terkait

syarat realisasi yang tidak memberatkan atau

menzalimi pihak calon Nasabah.

12.7.3. Syarat realisasi yang perlu diatur pihak Bank Syariah

adalah terkait kelengkapan dokumen yang wajib

dipenuhi oleh pihak calon Nasabah dan laporan

rencana kerja terkait usaha yang akan dibiayai.

Page 202: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

202

12.8. Klausul Jaminan

12.8.1. Bank Syariah dibolehkan meminta jaminan dalam

pembiayaan Mudharabah bertujuan agar nasabah

serius melakukan pembayaran secara tertib.

12.8.2. Bank Syariah diperbolehkan meminta kepada

Nasabah untuk membuat surat pernyataan perihal

kewajiban pengembalian modal oleh Nasabah

kepada Bank Syariah mengacu pada Fatwa DSN-

MUI No. 105 Tahun 2016 Tentang Penjaminan

Pengembalian Modal Pembiayaan Mudharabah,

Musyarakah dan Wakalah bil Istitsmar.

12.8.3. Dalam Perjanjian mengenai eksekusi jaminan

dalam Perjanjian mudharabah perlu disebutkan

bahwa eksekusi harus berdasarkan kesepakatan

para pihak apabila nasabah benar-benar tidak bisa

lagi melakukan pelunasan atas pembiayaan yang

diberikan dan tidak boleh dilakukan “serta merta”

jika Nasabah mengalami keterlambatan dalam

membayar.

Page 203: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

203

12.8.4. Jika point 11.8.2 tidak terpenuhi, maka barang

jaminan hanya dapat dieksekusi/dilikuidasi apabila

Nasabah sebagai mudharib terbukti secara nyata

dan sah sesuai hukum yang berlaku melakukan

tindakan penyimpangan perilaku (moral hazard)

sebagai berikut:

a. Ta’addi (ifrath), yaitu melakukan sesuatu yang

tidak semestinya dilakukan;

b. Taqshir (tafrith), yaitu tidak melakukan sesuatu

yang semestinya dilakukan; atau

c. Mukhalafat al-syurut, yaitu melanggar

ketentuan (yang tidak bertentangan dengan

prinsip dan nilai syariah) yang disepakati oleh

pihak-pihak yang berakad

12.8.5. Apabila terpaksa dilakukan eksekusi atas barang

jaminan Nasabah, maka perlu diatur bahwa

pembagian hasil eksekusi didasarkan pada jumlah

sisa pembiayaan (modal) yang belum dibayarkan

oleh Nasabah kepada pihak Bank Syariah.

Page 204: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

204

12.9. Klausul Kewajiban Nasabah (Affirmative Covenant)

12.9.1. Affirmative Covenant adalah klausul yang berisi janji-

janji nasabah untuk melakukan hal tertentu selama

masa perjanjian pembiayaan masih berlaku.

12.9.2. Kewajiban Nasabah untuk berjanji dan mengikatkan

diri melakukan pembayaran penuh dan lunas serta

tepat waktu sesuai jangka waktu yang telah

disepakati.

12.9.3. Kewajiban Nasabah untuk menggunakan fasilitas

pembiayaan Mudharabah sesuai dengan tujuan

penggunaannya.

12.10. Klausul Larangan (Negative Covenant)

12.10.1. Negative Covenant adalah klausul yang berisi janji-

janji debitur untuk tidak melakukan hal tertentu

yang dapat menimbulkan kerugian atau

mempengaruhi kemampuan pembayaran pihak

nasabah selama akad berlangsung.

12.10.2. Larangan bagi Nasabah untuk membubarkan usaha

dan meminta untuk dinyatakan pailit tanpa

persetujuan tertulis pihak Bank Syariah.

Page 205: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

205

12.10.3. Larangan Nasabah untuk menjaminkan diri sebagai

penjamin terhadap utang orang/pihak lain.

12.10.4. Larangan Nasabah untuk menyewakan,

menjaminkan, mengalihkan, dan menyerahkan baik

sebagian atau seluruh objek yang dibiayai oleh

Bank kepada pihak ain.

12.11. Klausul Cidera Janji (Wanprestasi)

12.11.1. Wanprestasi atau cidera janji merupakan kelalaian

debitur untuk memenuhi kewajibannya sesuai

dengan perjanjian yang telah disepakati sehingga

menimbulkan kerugian yang diderita oleh pihak

yang haknya tidak terpenuhi.

12.11.2. Cidera janji atau wanprestasi dalam suatu akad

diatur dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

Pasal 36, dengan kriteria yaitu :

a) Tidak melakukan apa yang dijanjikan untuk

melakukannya;

b) Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi

tidak sebagaimana dijanjikan;

Page 206: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

206

c) Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi

terlambat; atau

d) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian

tidak boleh dilakukan

12.11.3. Apabila terjadi wanprestasi atau kelalaian nasabah,

Bank Syariah berhak mendapatkan ganti rugi.

12.11.4. Ganti rugi dibatasi yaitu hanya meliputi kerugian

yang dapat diduga dan yang merupakan akibat

langsung dari wanprestasi.

12.11.5. Sanksi terhadap terjadinya peristiwa cidera janji

(wanprestasi) hanya dapat dikenakan apabila :

a) Pihak yang melakukan cidera janji setelah

dinyatakan cidera janji, tetap melakukan cidera

janji.

b) Sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya

hanya dapat diberikan atau dibuat dalam

tenggang waktu yang telah dilewatinya.

c) Pihak yang cidera janji tidak dapat membuktikan

bahwa perbuatan cidera janji itu terjadi karena

Page 207: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

207

keadaan memaksa yang berada di luar kuasanya

(force majeure).

12.11.6. Bila Nasabah melakukan Cidera Janji dan dapat

dibuktikan secara sah menurut hukum, sehingga

Bank Syariah harus menggunakan jasa penasihat

hukum untuk menagihnya, maka biaya jasa

penasihat hukum dapat dibebankan kepada

Nasabah.

12.12. Klausul Force Majeure

12.12.1 Force majeure atau “keadaan memaksa” adalah

keadaan dimana seorang Nasabah terhalang untuk

melaksanakan prestasinya karena keadaan atau

peristiwa yang tidak terduga pada saat dibuatnya

kontrak, keadaan atau peristiwa tersebut tidak

dapat dipertanggungjawabkan kepada Nasabah,

sementara Nasabah tersebut tidak dalam keadaan

beriktikad buruk.

12.12.2 Keadaan force majeure bisa menjadi alasan

pembebasan pemberian ganti rugi akibat tidak

terlaksananya perjanjian atau akad.

Page 208: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

208

12.12.3 Dalam hal terjadi force majeure, Bank Syariah wajib

menetapkan hari terkait kewajiban pemberitahuan

tertulis oleh Nasabah.

12.12.4 Bank Syariah wajib menetapkan lampiran bukti-

bukti dari Kepolisian/Instansi yang berwenang

yang harus diberikan oleh Nasabah terkait

pelaporan peristiwa force majeure.

12.12.5 Bank Syariah perlu mengatur mengenai

penyelesaian permasalahan yang timbul akibat

terjadinya force majeure secara musyawarah

untuk mufakat tanpa mengurangi hak-hak Bank

Syariah sebagaimana telah diatur dalam Akad.

12.12.6 Bank Syariah perlu mencantumkan klausula force

majeure untuk mencegah sengketa atau konflik

apabila terjadi force majeure dimana kedua belah

pihak akan merasa dirugikan dan saling

menghindari kewajiban yang akan berujung pada

saling mengajukan gugatan.

12.13. Klausula Pilihan Penyelesaian Sengketa (Choice of

Law)

Page 209: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

209

12.13.1 Pengaturan mengenai penyelesaian sengketa

antara pihak Bank Syariah dengan Nasabah harus

mengutamakan suatu prinsip musyawarah

mufakat.

12.13.2 Apabila musyawarah mufakat tidak tercapai, Bank

Syariah dengan Nasabah dapat menyelesaikan

sengketa alternatif, antara lain dengan mediasi

perbankan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

12.13.3 Apabila mekanisme mediasi belum berhasil,

penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara non

litigasi melalui Badan Arbitrase Syariah, seperti

Basyarnas.

12.13.4 Eksekusi atau putusan arbitrase syariah itu akan

ditetapkan melalui Pengadilan Agama.

12.13.5 Bank Syariah dan Nasabah harus menyepakati

kewenangan untuk mengadili apabila terdapat

sengketa adalah melalui Pengadilan Agama sesuai

dengan kewenangan absolut yang dimiliki

Page 210: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

210

berdasarkan Pasal 55 Undang-undang No. 21

Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

12.14. Larangan Pencantuman Klausulan Eksemsi dalam

Standar Baku Akad Mudharabah

12.14.1. Bank Syariah dilarang mencantumkan klausula

eksemsi yaitu klausula dalam perjanjian atau

akad yang membebaskan atau membatasi

tanggung jawab dari salah satu pihak jika terjadi

wanprestasi padahal menurut hukum, tanggung

jawab tersebut mestinya dibebankan kepadanya.

12.14.2. Berdasarkan Pasal 18 ayat 1 Undang Undang No.

8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

diatur ketentuan bahwa pelaku usaha dilarang

mencantumkan klausula baku di dalam perjanjian

yang dibuatnya apabila:

a) Menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku

usaha;

b) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak

menolak penyerahan kembali barang yang

dibeli konsumen;

Page 211: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

211

c) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak

menolak penyerahan kembali uang yang

dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang

dibeli oleh konsumen;

d) Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen

kepada pelaku usaha; baik secara langsung

maupun tidak langsung untuk melakukan

segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan

barang yang dibeli oleh konsumen secara

angsuran;

e) Mengatur hal pembuktian atas hilangnya

kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang

dibeli oleh konsumen;

f) Memberi hak kepada pelaku usaha untuk

mengurangi manfaat jasa atau mengurangi

harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek

jual-beli jasa;

g) Menyatakan tunduknya konsumen kepada

peraturan yang mana berupa aturan baru,

tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan

Page 212: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

212

lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha

dalam masa konsumen memanfaatkan jasa

yang akan dibelinya;

h) Menyatakan bahwa konsumen itu memberi

kuasa kepada pelaku usaha untuk

pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau

hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh

konsumen secara angsuran.

12.14.3. Bank Syariah dilarang menetapkan klausula

eksemsi yang termasuk didalamnya mengenai

pembatasan tindakan Nasabah dalam melakukan

tindakan serta melakukan hubungan hukum

dengan pihak ketiga dalam rangka melakukan

pengembangan usaha apabila tidak berkaitan

dengan perjanjian atau akad mudharabah.

Page 213: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

213

BAB XIII VARIASI DAN SKEMA PRODUK MUDHARABAH

13.1. Mudharabah

13.1.1. Skema

BANK NASABAH

5 BAGI HASIL

4 KEUNTUNGAN

USAHA

2 AKAD

1 PENGAJUAN

PEMBIAYAAN

3a MODAL 100% 100100

7 KERUGIAN

6a BERDASARKAN

NISBAH

3b KEAHLIAN

6b BERDASARKA

N NISBAH

Page 214: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

214

13.1.2. Penjelasan 1. Nasabah mengajukan permohonan pembiayaan usaha

kepada Bank syariah untuk memperoleh modal

usaha/proyek.

2. Bank syariah dan Nasabah melakukan perjanjian

pembiayaan menggunakan akad mudharabah.

3. Bank syariah sebagai pemilik modal (shahibul maal)

memberikan modal pembiayaan kepada Nasabah sesuai

proposal pengajuan pembiayaan setelah melalui tahap

verifikasi sesuai tahapan dan prosedur pemberian

pembiayaan yang ada di Bank. Sedangkan Nasabah

sebagai pengelola modal (mudharib) mengelola modal

yang diberikan oleh Bank untuk menjalankan usaha

dengan keahlian/kompetensi yang dimiliki oleh Nasabah.

4. Usaha yang dijalankan oleh Nasabah mendapatkan

keuntungan.

5. Keuntungan yang didapatkan kemudian di bagi sesuai

nisbah yang telah disepakati oleh kedua pihak.

6. Jika terdapat kerugian di dalam usaha yang dijalankan

dan bukan dikarenakan karena kesalahan ataupun

Page 215: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

215

4) BAGI HASIL BERDASARKAN NISBAH

kelalaian yang dilakukan oleh Nasabah, maka kerugian

tersebut ditanggung oleh Bank selaku shahibul maal.

13.2. Sukuk Mudharabah

13.2.1. Skema

EMITEN INVESTO

R

KEGIATAN USAHA

4) BAGI HASIL

BERDASARKAN

NISBAH

2) MENYERAHKAN DANA

1) MENERBITKAN SUKUK

5) MENGEMBALIKAN DANA INVESTOR

Kerugian ditanggung

Oleh Investor (selama

Bukan kelalaian Emiten)

KEUNTUNGAN

USAHA

3) DANA DIGUNAK

AN UNTUK MODAL KEGIATA

N USAHA

Page 216: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

216

13.2.2. Penjelasan 1. Emiten menerbitkan sukuk sebagai sertifikat kepemilikan

atas underlying asset.

2. Investor menyerahkan dana kepada emiten.

3. Dana hasil emisi sukuk dipergunakan oleh emiten untuk

modal kegiatan usaha.

4. Dari kegiatan usaha emiten tersebut diperoleh

pendapatan yang kemudian didistribusikan sebagai

pendapatan bagi hasil kepada investor dan emiten sesuai

dengan nisbah yang disepakati.

5. Pada saat jatuh tempo, emiten membayar kembali modal

kepada investor sebesar nilai sukuk pada saat

penerbitan.

6. Apabila Emiten lalai dan/atau melanggar syarat

perjanjian dan/atau melampaui batas, Emiten

berkewajiban menjamin pengembalian dana

Mudharabah, dan investor dapat meminta Emiten untuk

membuat surat pengakuan hutang

7. Apabila Emiten diketahui lalai dan/atau melanggar syarat

perjanjian dan/atau melampaui batas kepada pihak lain,

Page 217: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

217

Investor dapat menarik dana Obligasi Syariah

Mudharabah

Page 218: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

218

Lampiran 1 . Contoh Standar Akad Pembiayaan

Mudharabah

Pedoman Akad Ini Hanya Sebagai Referensi Dan Tidak Mengikat Untuk Digunakan Oleh Industri

AKAD PEMBIAYAAN Mudharabah

No ........................................

ATAS NAMA : ………………………………......

Akad Pembiayaan Mudharabah ini dibuat dan

ditandatangani di ............... pada Hari ............. Tanggal

......M/........H oleh dan antara:

I. PT BANK............, suatu perusahaan perbankan yang

telah terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan,

berkedudukan dan berkantor pusat di..........didirikan

berdasarkan Akta Nomor......yang telah dibuat di

hadapan Notaris..........., dalam hal ini bertindak (melalui

Unit Usaha Syariah) diwakili oleh......selaku........., oleh

Page 219: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

219

karenanya sah bertindak untuk dan atas nama PT

BANK...., yang selanjutnya disebut "BANK – PIHAK

PERTAMA" dan

II. PT............, ............, sebuah badan hukum yang

didirikan berdasarkan hukum Republik Indonesia

berkedudukan di........... dalam hal ini diwakili oleh

pihak-pihak yang nama dan jabatannya terdapat pada

bagian akhir Perjanjian Pembiayaan ("NASABAH –

PIHAK KEDUA")

atau

II............lahir di.......pada

tanggal............pekerjaan............bertempat tinggal............

pemegang Kartu Tanda Penduduk Republik Indonesia

Nomor........(untuk melakukan tindakan hukum dibawah ini

telah mendapat persetujuan dari Suami/istri*)..........yang

turut hadir dan menandatangani Akad ini) selanjutnya

disebut (“NASABAH”).

Page 220: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

220

BANK dan NASABAH secara bersama-sama disebut “PARA

PIHAK” dan masing-masing disebut “PIHAK”. PARA PIHAK

terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai berikut:

1. Bahwa berdasarkan surat permohonan NASABAH

tanggal.........., NASABAH telah mengajukan

permohonan fasilitas pembiayaan produktif/modal

kerja/investasi kepada BANK dengan menggunakan

prinsip Mudharabah.

2. Bahwa BANK sebagai Pemilik Dana bersedia

memberikan pembiayaan Mudharabah kepada

NASABAH selaku Pengelola Usaha sesuai syariah dan

peraturan yang berlaku untuk membiayai usaha tertentu

NASABAH yang halal dan produktif;

3. Bahwa keuntungan dari usaha yang dibiayai tersebut

akan dibagi sesuai dengan Nisbah bagi hasil yang

disepakati Para Pihak.

4. Selanjutnya kedua belah pihak sepakat menuangkan

Akad ini dalam Akad Pembiayaan Mudharabah

(selanjutnya disebut “Akad”) dengan syarat-syarat serta

ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

Page 221: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

221

Pasal 1 DEFINISI

Dalam Akad ini, yang dimaksud dengan:

1. Akad adalah kesepakatan tertulis antara BANK

Syariah/Unit Usaha Syariah/BANK Pembiayaan Rakyat

Syariah, dan pihak lain yang memuat adanya hak dan

kewajiban bagi masing-masing pihak.

2. Dokumen Agunan adalah segala macam dan bentuk

surat bukti tentang kepemilikan atau hak-hak lainnya

atas barang yang dijadikan agunan bagi terlaksananya

kewajiban NASABAH terhadap BANK berdasarkan Akad

ini.

3. Bagi Hasil (net revenue sharing) adalah bagi hasil yang

dihitung dari pendapatan setelah dikurangi Modal.

4. Bagi Untung (profit sharing) adalah bagi hasil yang

dihitung dari pendapatan setelah dikurangi Modal dan

biaya – biaya.

5. Fasilitas adalah fasilitas Pembiayaan Mudharabah

dengan plafon tertentu yang penarikannya dapat

dilakukan secara non-revolving atau revolving selama

Page 222: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

222

masa pencairan (Availability Period) sepanjang jumlah

kelonggaran tarik masih mencukupi.

6. Cidera Janji adalah peristiwa atau peristiwa-peristiwa

sebagaimana dimaksud Pasal 8 Akad ini, yang

menyebabkan BANK dapat menghentikan seluruh atau

sebagian dari isi Akad ini, menagih seketika dan

sekaligus jumlah kewajiban NASABAH kepada BANK

sebelum jangka waktu Akad ini berakhir.

7. Hari Kerja BANK adalah hari kerja BANK Indonesia

menyelenggarakan kliring..

8. Jaminan adalah barang yang diserahkan NASABAH

kepada BANK sebagai jaminan pelaksanaan kewajiban-

kewajiban NASABAH berdasarkan Perjanjian

Pembiayaan.

9. Masa Pencairan (Availability Period) adalah maksimal

periode pencairan Pembiayaan Mudharabah yang

diperbolehkan.

10. Grace Period adalah periode waktu yang diberikan oleh

pihak BANK kepada NASABAH untuk menunda

pembayaran pengembalian modal pokok dengan jangka

Page 223: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

223

waktu yang disepakati.

11. Kerugian Usaha adalah berkurangnya Modal dalam

menjalankan usaha yang dihitung pada periode tertentu,

yaitu dengan mengurangkan jumlah Modal pada akhir

periode dengan jumlah Modal pada awal periode.

12. Keuntungan adalah pertambahan Modal dalam

menjalankan usaha yang dihitung berdasarkan periode

tertentu, yaitu dengan mengurangkan jumlah Modal

pada akhir periode dengan Modal pada awal periode.

13. Modal adalah sejumlah dana yang disediakan oleh BANK

untuk NASABAH sesuai dengan permohonan yang

diajukan NASABAH kepada BANK untuk tujuan usaha.

14. Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara BANK

selaku pemilik dana (Shahibul maal) dan NASABAH

selaku pengelola usaha (Mudharib) dengan Nisbah bagi

hasil yang disepakati di muka.

15. Nisbah adalah perbandingan pembagian hasil usaha dari

usaha kerjasama antara NASABAH dan BANK yang

ditetapkan berdasarkan Akad ini.

Page 224: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

224

16. Ta’addi adalah melakukan sesuatu yang tidak

boleh/tidak semestinya dilakukan.

17. Taqshir adalah tidak melakukan sesuatu yang

semestinya dilakukan.

18. Mukhalafat al-Syuruth adalah melanggar ketentuan-

ketentuan (yang tidak bertentangan dengan syariah)

yang disepakati pihak-pihak yang berakad.

19. Surat Persetujuan Prinsip (Offering Letter) adalah

penawaran Pembiayaan Mudharabah dari BANK yang

memuat ketentuan dan syarat-syarat pembiayaan

Mudharabah yang diberikan oleh BANK yang merupakan

bagian tak terpisahkan dari Akad ini.

Pasal 2 PEMBIAYAAN DAN JANGKA WAKTU FASILITAS

BANK berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk

menyediakan fasilitas

1. Pembiayaan Mudharabah kepada NASABAH sampai

sejumlah Rp ……………………… (……………………… Rupiah)

secara sekaligus atau bertahap sesuai dengan

permintaan NASABAH yang semata-mata akan

Page 225: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

225

dipergunakan untuk tujuan usaha sesuai dengan

rencana kerja yang disiapkan oleh NASABAH yang

disetujui BANK, yang dilampirkan pada dan karenanya

merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dari

Akad ini.

2. Jangka waktu (masa) fasilitas Pembiayaan Mudharabah

berlangsung selama ……. (………………….) bulan, terhitung

mulai tanggal penandatanganan Akad ini.

Page 226: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

226

Pasal 3 SYARAT REALISASI PEMBIAYAAN

1. Dengan tetap memperhatikan batasan-batasan dan

ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan oleh pihak

yang berwenang, BANK berjanji dan mengikat diri untuk

melaksanakan realisasi, setelah NASABAH memenuhi

seluruh persyaratan sebagai berikut:

a. Menyerahkan kepada BANK seluruh dokumen yang

disyaratkan oleh BANK termasuk tetapi tidak

terbatas pada dokumen bukti diri NASABAH,

dokumen kepemilikan agunan, dokumen pengikatan

agunan dan atau surat lainnya yang berkaitan

dengan Akad ini, yang ditentukan dalam Surat

Persetujuan Prinsip dari BANK;

b. Menandatangani Akad ini dan perjanjian pengikatan

agunan yang disyaratkan oleh BANK;

c. Melunasi biaya-biaya yang disyaratkan oleh BANK

sebagaimana tercantum dalam Surat Persetujuan

Prinsip dan yang terkait dengan pembuatan Akad ini;

Page 227: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

227

d. Menyerahkan kepada BANK Surat Kesanggupan

Membayar.

2. BANK memberikan tanda terima kepada NASABAH atas

penyerahan dokumen oleh NASABAH.

3. NASABAH membuka dan/atau memelihara rekening giro

atau tabungan pada BANK atas petunjuk BANK selama

NASABAH mendapat fasilitas dari BANK.

4. NASABAH dan atau Penjamin tidak termasuk dalam

Daftar Hitam (Black List) Nasional yang diterbitkan oleh

Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 4 PEMBAGIAN HASIL USAHA

1. NASABAH dan BANK sepakat, dan dengan ini

mengikatkan diri satu terhadap yang lain, bahwa Nisbah

Bagi Hasil untuk masing-masing pihak adalah ………%

(………. persen) untuk NASABAH dan …..% (……… persen)

untuk BANK didasarkan pada prinsip net revenue

sharing/profit sharing *)

2. NASABAH dan BANK juga sepakat, dan dengan ini saling

mengikatkan diri satu terhadap yang lain, bahwa

pelaksanaan Nisbah Bagi Hasil akan dilakukan pada

Page 228: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

228

setiap periode dan setiap tanggal yang disepakati para

pihak.

3. BANK berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk

menanggung kerugian yang timbul dalam pelaksanaan

Akad ini, kecuali apabila kerugian tersebut terjadi karena

ketidakjujuran dan/atau kelalaian NASABAH dan/atau

pelanggaran yang dilakukan NASABAH atas syarat-

syarat sebagaimana dimaksud dalam Akad ini.

4. BANK baru akan menerima dan mengakui terjadinya

kerugian sebagaimana dimaksud ayat 3 Pasal ini, apabila

BANK telah menerima dan menilai kembali segala

perhitungan yang dibuat dan disampaikan oleh

NASABAH kepada BANK, dan BANK telah menyerahkan

hasil penilaiannya tersebut secara tertulis kepada

NASABAH.

5. NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri,

untuk menyerahkan perhitungan usaha yang dibiayai

dengan fasilitas Pembiayaan Mudharabah berdasarkan

Akad ini, secara periodik pada tiap-tiap tanggal yang

disepakati Para Pihak .

Page 229: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

229

6. BANK berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk

melakukan penilaian kembali atas perhitungan usaha

yang diajukan oleh NASABAH yang disertai data dan

bukti-bukti lengkap dari NASABAH.

7. Apabila BANK tidak menyerahkan kembali hasil

penilaian tersebut kepada NASABAH, maka BANK

dianggap secara sah telah menerima dan mengakui

perhitungan yang dibuat oleh NASABAH.

Pasal 5

PEMBAYARAN KEMBALI

1. NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri

untuk mengembalikan kepada BANK, seluruh jumlah

pembiayaan pokok dan membayar bagian keuntungan

yang menjadi hak BANK sesuai dengan Nisbah

sebagaimana dimaksud Pasal 4 Akad ini atau menurut

jadwal pembayaran sebagaimana ditetapkan pada

lampiran yang dilekatkan pada dan karenanya menjadi

satu kesatuan yang tak terpisahkan dari Akad ini.*)

2. Apabila NASABAH membayar kembali atau melunasi

pembiayaan yang diberikan oleh BANK lebih awal dari

Page 230: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

230

waktu yang diperjanjikan, maka tidak berarti

pembayaran tersebut akan menghapuskan atau

mengurangi bagian dari keuntungan yang menjadi hak

BANK sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Akad

ini.

3. Setiap pembayaran atas kewajiban NASABAH, wajib

dilakukan NASABAH pada hari dan jam kas di kantor

BANK atau tempat lain yang ditunjuk oleh BANK dan

dibayarkan melalui rekening yang dibuka oleh dan atas

nama NASABAH pada BANK, sehingga dalam hal

pembayaran diterima oleh BANK setelah jam kerja

BANK, maka pembayaran tersebut akan dibukukan pada

keesokan harinya dan apabila hari tersebut bukan Hari

Kerja BANK, pembukuan akan dilakukan pada Hari Kerja

BANK yang pertama setelah pembayaran diterima.

4. Bila tanggal jatuh tempo atau saat pembayaran

angsuran jatuh tidak pada Hari Kerja BANK, maka

NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri

untuk menyediakan dana atau melakukan pembayaran

kepada BANK pada 1 (satu) hari kerja sebelumnya.

Page 231: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

231

5. Dalam hal pembayaran dilakukan melalui rekening

NASABAH di BANK, maka dengan ini NASABAH

memberi kuasa yang tidak dapat berakhir karena sebab-

sebab apapun termasuk tetapi tidak terbatas pada

sebab-sebab yang ditentukan dalam pasal 1813 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata untuk mendebet

rekening NASABAH dari waktu ke waktu guna

pembayaran seluruh kewajiban yang timbul sehubungan

dengan kewajiban Mudharabah.

6. Catatan/administrasi BANK merupakan bukti sah dan

mengikat terhadap NASABAH mengenai transaksi

NASABAH dengan BANK, termasuk tetapi tidak terbatas

pada jumlah kewajiban pokok, denda dan biaya-biaya

lain-lain yang mungkin timbul karena fasilitas yang

diberikan oleh BANK kepada NASABAH dan wajib

dibayar oleh NASABAH kepada BANK, demikian tanpa

mengurangi hak NASABAH untuk setelah membayar

seluruh kewajiban meminta pembayaran kembali dari

BANK atas jumlah yang ternyata kelebihan dibayar (jika

ada) oleh NASABAH kepada BANK. Untuk kelebihan

Page 232: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

232

pembayaran tersebut NASABAH tidak berhak meminta

ganti rugi apapun dari BANK.

Pasal 6 BIAYA, POTONGAN DAN PAJAK-PAJAK

1. NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri

untuk menanggung dan membayar biaya-biaya berupa

antara lain:

a. Biaya Administrasi yang telah ditetapkan

berdasarkan standar acuan BANK yang terlepas dari

besarnya jumlah pembiayaan dan harus dibayarkan

pada saat akad ditandatangani; dan

b. Biaya-biaya lain yang timbul berkenaan dengan

pelaksanaan Akad termasuk tetapi tidak terbatas

pada biaya Notaris/PPAT, premi asuransi, dan biaya

pengikatan jaminan sepanjang hal itu diberitahukan

BANK kepada NASABAH sebelum ditandatanganinya

Akad ini, dan NASABAH menyatakan

persetujuannya.;

Page 233: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

233

2. Dalam hal NASABAH cidera janji sehingga BANK perlu

menggunakan jasa Penasihat Hukum untuk menagihnya,

maka NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan

diri untuk membayar seluruh biaya jasa Penasihat

Hukum, jasa penagihan dan jasa-jasa lainnya sepanjang

hal itu dapat dibuktikan secara sah menurut hukum.

3. Setiap pembayaran/pelunasan kewajiban sehubungan

dengan Akad ini dan/atau akad lain yang terkait dengan

Akad ini, dilakukan oleh NASABAH kepada BANK tanpa

potongan, pungutan, bea, pajak dan/atau biaya-biaya

lainnya, kecuali jika potongan tersebut diharuskan

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

4. NASABAH berjanji dan dengan ini mengikatkan diri

untuk membayar melalui BANK, setiap potongan yang

diharuskan oleh peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

5. Segala pajak yang timbul sehubungan dengan Akad ini

merupakan tanggungan dan wajib dibayar oleh

NASABAH, kecuali Pajak Penghasilan BANK.

Page 234: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

234

6. Dalam hal NASABAH terlambat membayar kewajiban

dari jadwal yang telah ditetapkan sebagaimana

dimaksud dalam Akad ini, maka BANK membebankan

dan NASABAH setuju membayar denda (ta’zir) atas

keterlambatan tersebut sebesar Rp. ................

(............................ Rupiah) untuk setiap hari

keterlambatan atas pembayaran kewajiban bagi

NASABAH.

7. Dana dari denda atas keterlambatan yang diterima oleh

BANK akan diperuntukkan sebagai dana sosial.

Pasal 7

LARANGAN BAGI NASABAH

NASABAH tidak boleh melakukan satu atau lebih hal-hal

sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal ini terkait

objek yang dibiayai oleh BANK dalam akad ini kecuali telah

mendapatkan persetujuan tertulis lebih dahulu dari BANK :

1. Memperoleh pinjaman/pembiayaan lain dari pihak

ketiga yang dapat mengurangi kemampuan NASABAH

untuk membayar kewajiban kepada pihak BANK;

Page 235: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

235

2. Menjaminkan/menjual/memindahtangankan/menyewa

kan seluruh atau sebagian harta kekayaan NASABAH

kepada pihak lain;

3. Menjual saham-sahamnya kepada pihak ketiga (apabila

NASABAH berbentuk Badan Usaha) atau membeli

saham-saham perusahaan lain;

4. Melakukan diversifikasi usaha atau mengubah maksud

dan tujuan usaha

5. Melakukan merger, konsolidasi, akuisisi, atau

restrukturisasi perusahaan (apabila NASABAH

berbentuk badan usaha).

6. Mengubah Anggaran Dasar perusahaan atau mengubah

susunan pengurus (termasuk komisaris) atau perubahan

pendiri perseroan/perusahaan NASABAH (apabila

NASABAH berbentuk badan usaha).

7. Membayarkan dividen atau kewajiban lain kepada para

pendiri /persero perusahaan NASABAH (apabila

NASABAH berbentuk badan usaha).

Pasal 8 PERISTIWA CIDERA JANJI

Page 236: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

236

Peristiwa Cidera janji apabila timbul atau terjadi salah satu

atau peristiwa yang tersebut dibawah ini :

1. Apabila keadaan keuangan NASABAH/PENJAMIN tidak

cukup untuk melunasi kewajibannya kepada BANK

karena kesengajaan atau kelalaiannya.

2. Atas harta benda NASABAH /PENJAMIN baik sebagian

atau seluruhnya yang diagunkan atau tidak diagunkan

kepada BANK diletakkan sita jaminan (conservatoir

beslag) atau sita eksekusi (executorial beslag) oleh pihak

ketiga.

3. Jika NASABAH/PENJAMIN masuk dalam daftar kredit

macet dan/atau daftar hitam (blacklist) yang

dikeluarkan oleh Bank Indonesia.

4. NASABAH/PENJAMIN memberi keterangan, baik lisan

atau tertulis, yang tidak benar dalam arti materiil

tentang keadaan atau kekayaannya, penghasilan,

barang jaminan, dan segala keterangan atau dokumen

yang diberikan kepada BANK sehubungan kewajiban

NASABAH kepada BANK atau jika NASABAH

menyerahkan tanda bukti penerimaan uang dan atau

Page 237: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

237

surat pemindahbukuan yang ditandatangani olehpihak-

pihak yang tidak berwenang untuk menandatanganinya

sehingga tanda bukti penerimaan atau surat

pemindahbukuan tersebut tidak sah.

5. NASABAH lalai memenuhi kewajibannya kepada BANK

berdasarkan akad ini setelah diberikan surat peringatan

oleh pihak BANK.

6. NASABAH sebelum atau sesudah fasilitas pembiayaan

yang diberikan oleh pihak BANK, juga mempunyai

kewajiban kepada pihak ketiga dan hal yang demikian

tidak diberitahukan kepada BANK baik sebelum fasilitas

diberikan atau sebelum pembiayaan lain diperoleh.

7. NASABAH/PENJAMIN meninggal dunia dan atau

dibubarkan/bubar (apabila NASABAH adalah suatu

badan usaha berbadan hukum atau bukan badan

hukum), meninggalkan tempat tinggalnya atau pergi ke

tempat yang tidak diketahui untuk waktu lebih dari 2

(dua) bulan dan tidak menentu, melakukan atau terlibat

dalam suatu perbuatan atau peristiwa yang menurut

pertimbangan BANK dapat membahayakan pemberi

Page 238: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

238

fasilitas pembiayaan, ditangkap pihak yang berwajib,

atau dijatuhi hukuman penjara.

8. Terjadi peristiwa apapun yang menurut pendapat BANK

akan dapat mengakibatkan NASABAH atau PENJAMIN

tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada BANK

kecuali terhadap peristiwa force majeure yang dapat

dibuktikan oleh pihak NASABAH dan atau PENJAMIN

sebagaimana diatur dalam Pasal 10.

Pasal 9

AKIBAT CIDERA JANJI

Apabila terjadi satu atau lebih peristiwa sebagaimana

dimaksud dalam pasal 8, maka dengan mengesampingkan

ketentuan dalam Pasal 1266 dan 1267 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata, BANK berhak untuk :

1. Penanganan Cidera janji yang dilakukan oleh NASABAH

wajib dilakukan terlebih dahulu melalui surat

peringatan atau somasi sebagaimana diatur dalam

pasal 1238 KUHPerdata. Jika Cidera janji terjadi terjadi

karena kondisi keuangan NASABAH, maka BANK

Page 239: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

239

dianjurkan untuk memberikan perpanjangan atau

kelonggaran waktu sesuai dengan kesepakatan.

2. Menghentikan jangka waktu pemenuhan kewajiban

BANK yang ditentukan dalam akad ini dan selanjutnya

meminta NASABAH untuk membayar seluruh kewajiban

kepada BANK berdasarkan akad ini, atau

Pasal 10

FORCE MAJEURE

1. Force Majeure yaitu peristiwa-peristiwa yang disebabkan

oleh bencana alam, kerusuhan, huru-hara,

pemberontakan, epidemi, sabotase, peperangan,

pemogokan, kebijakan pemerintah atau sebab lain diluar

kekuasaan NASABAH dan BANK.

2. Dalam hal terjadi Force Majeure, maka Pihak yang

terkena akibat langsung dari Force Majeure tersebut

wajib memberitahukan secara tertulis dengan

melampirkan bukti-bukti dari Kepolisian/Instansi yang

berwenang kepada Pihak lainnya mengenai peristiwa

Force Majeure tersebut dalam waktu selambat-

Page 240: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

240

lambatnya 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak

tanggal Force Majeure ditetapkan.

3. Keterlambatan atau kelalaian Para Pihak untuk

memberitahukan adanya Force Majeure tersebut

mengakibatkan tidak diakuinya peristiwa tersebut

sebagai Force Majeure oleh Pihak lain

4. Segala dan tiap-tiap permasalahan yang timbul akibat

terjadinya Force Majeure akan diselesaikan oleh

NASABAH dan BANK secara musyawarah untuk mufakat.

Hal tersebut tanpa mengurangi hak-hak BANK

sebagaimana diatur dalam Akad ini.

Pasal 11

PERNYATAAN DAN JAMINAN NASABAH

NASABAH dengan ini menyatakan mengakui dan menjamin

dengan sebenarnya, dan tidak lain dari yang sebenarnya,

bahwa:

1. NASABAH berhak dan berwenang sepenuhnya untuk

menandatangani Akad ini dan semua surat dokumen

yang menjadi kelengkapannya serta berhak pula untuk

menjalankan usaha tersebut dalam Akad ini.

Page 241: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

241

2. Dalam hal NASABAH berbentuk Badan Hukum,

NASABAH menjamin, bahwa segala surat dan dokumen

serta akta yang NASABAH tanda-tangani dan/atau

gunakan berkaitan dengan Akad ini adalah benar,

keberadaannya sah, tindakan NASABAH tidak melanggar

atau bertentangan dengan Anggaran Dasar perusahaan

NASABAH.

3. Dalam hal NASABAH berbentuk Badan Hukum,

NASABAH menyatakan, bahwa pada saat

penandatanganan Akad ini para anggota Direksi dan

anggota Komisaris perusahaan NASABAH telah

mengetahui dan menyetujui hal-hal yang dilakukan

NASABAH berkaitan dengan Akad ini.

4. Selama berlangsungnya masa Akad ini, NASABAH akan

menjaga semua perizinan, lisensi, persetujuan dan

sertifikat yang wajib dimiliki untuk melaksanakan

usahanya.

5. Diadakannya Akad ini dan/atau Akad tambahan

(Addendum) Akad ini tidak akan bertentangan dengan

Page 242: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

242

suatu Akad yang telah ada atau yang akan

diadakan oleh NASABAH dengan pihak ketiga lainnya.

6. Sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, NASABAH berjanji

dan dengan ini mengikatkan diri mendahulukan untuk

membayar dan melunasi kewajiban NASABAH kepada

BANK dari kewajiban lainnya.

7. NASABAH dengan kesadarannya sendiri bersedia

mengembalikan seluruh Modal kepada BANK.

8. Dalam hal-hal yang berkaitan dengan ayat 1, 2 dan atau

3 Pasal ini, NASABAH berjanji dan dengan ini

mengikatkan diri untuk membebaskan BANK dari segala

tuntutan atau gugatan yang datang dari pihak mana pun

dan/atau atas alasan apa pun.

Pasal 12

BERAKHIRNYA PERJANJIAN

1. Menyimpang dari apa yang telah ditetapkan dalam

perjanjian ini, maka BANK berhak sewaktu sewaktu

untuk mengakhiri/menghentikan Perjanjian ini terkait

pemasokan Fasilitas Pembiayaan Mudharabah sebelum

Page 243: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

243

berakhirnya jangka waktu, yakni dengan terlebih dahulu

mengirimkan surat pemberitahuan mengenai hal

tersebut kepada NASABAH 7 (tujuh) Hari Kerja sebelum

tanggal dihentikannya/diakhirinya fasilitas Pembiayaan

Mudharabah apabila dikemudian hari terdapat

peraturan/kebijakan Otoritas Jasa Keuangan, perubahan

gejolak moneter baik di dalam maupun di luar negeri

atau sebab lain yang mengakibatkan terganggunya

kondisi keuangan /kemampuan BANK.

2. Apabila setelah pengakhiran penghentian perjanjian ini

sesuai pasal 20 ayat 1 terdapat kewajiban NASABAH

yang belum dibayar kepada BANK maka NASABAH wajib

melunasi kewajiban tersebut.

Pasal 13

PILIHAN HUKUM DAN PENYELESAIAN SENGKETA

1. Para phak sepakat menundukkan diri terhadap

ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia

2. Apabila kemudian hari terjadi perselisihan dalam

penafsiran atau pelaksanaan ketentuan-ketentuan dari

Page 244: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

244

akad ini, maka para pihak sepakat untuk terlebih dahulu

menyelesaikan secara musyawarah.

3. Bilamana musyawarah sebagaimana dimaksud dalam

ayat 1 pasal ini tidak menghasilkan kata sepakat

mengenai penyelesaian perselisihan, maka semua

sengketa yang timbul dari akad ini akan diselesaikan

melalui Pengadilan Agama.

Pasal 14

PENGAWASAN & PEMERIKSAAN

BANK dan atau Kuasa yang ditunjuk oleh BANK berhak

untuk memeriksa pembukuan NASABAH dan segala sesuatu

yang berhubungan dengan fasilitas yang diterima oleh

NASABAH dari BANK secara langsung atau tidak langsung

dan atau melakukan tindakan-tindakan lain untuk

mengamankan kepentingan BANK.

Pasal 15

KORESPONDENSI

1. Semua surat menyurat atau pemberitahuan-

pemberitahuan yang harus dikirim oleh masing-masing

Page 245: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

245

pihak kepada pihak lain dalam akad ini mengenai atau

sehubungan dengan akad ini, dilakukan dengan pos

“tercatat” atau melalui perusahaaan ekspedisi (kurir) ke

alamat- alamat yang tersebut dibawah ini :

a. BANK

1) Nama :

PT...........................................................................

...................

2) Alamat:

...............................................................................

...................

3) Telp/Fax:................................................................

................................

b. NASABAH

1) Nama :

PT...........................................................................

...................

2) Alamat:

...............................................................................

...................

Page 246: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

246

3) Telp/Fax:................................................................

................................

2. Surat menyurat atau pemberitahuan-pemberitahuan

dianggap telah diterima berdasarkan bukti pengiriman

pos tercatat atau bukti penerimaan yang ditanda

tangani oleh pihak-pihak yang berhak mewakili BANK

atau NASABAH.

Dalam hal terjadi perubahan alamat dari alamat

tersebut diatas atau alamat terakhir yang tercatat pada

masing-masing pihak, maka perubahan tersebut harus

diberitahukan secara tertulis kepada pihak lain dalam

akad ini selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sebelum

terjadinya perubahan alamat yang dimaksud. Jika

perubahan alamat tersebut tidak diberitahukan, maka

surat menyurat atau pemberitahuan berdasarkan akad

ini dianggap sah telah diberikan sebagimana mestinya

dengan dikirimkannya surat atau pemberitahuan itu

dengan pos “tercatat” atau melalui perusahaan

ekspedisi atau kurir yang ditujukan ke alamat tersebut

Page 247: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

247

di atas atau alamat terakhir yang diketahui/tercatat

pada masing-masing pihak.

Pasal 16

ADDENDUM

1. Apabila ada hal-hal yang belum diatur atau belum cukup

diatur dalam akad ini, maka NASABAH dan BANK akan

mengaturnya bersama secara musyawarah untuk

mufakat dalam suatu addendum.

2. Tiap addendum dari akad ini (jika ada) merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari akad ini.

Pasal 17

LAIN-LAIN

Lampiran-lampiran dalam akad ini (jika ada) merupakan

satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari akad ini.

Pasal 18

PENUTUP

Page 248: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

248

1. Surat akad ini dibuat dan ditanda tangani oleh BANK dan

NASABAH diatas kertas yang bermaterai cukup dalam

rangkap 2 (dua) yang masing-masing berlaku sebagai

aslinya bagi kepentingan masing-masing pihak.

2. Akad pembiayaan mudharabah ini telahsesuai dengan

ketentuan Otoritas Jasa Keuangan.

BANK NASABAH

(...................................)

(...................................)

Page 249: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

249

Lampiran 2. Contoh Akta Jaminan

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama :

Alamat :

Nomor KTP :

dengan ini menyatakan bahwa sehubungan dengan

Akad Pembiayaan Mudharabah Nomor.............. atas

nama......tanggal........, atas modal yang diberikan oleh

pemilik modal (PT Bank _________________) kepada saya

dan/atau atas bagian keuntungan milik BANK yang

telah terealisasi namun belum dibayarkan, maka saya

dengan ini menjamin pengembalian modal dan

pembayaran bagian keuntungan milik bank yang

terealisasi namun belum dibayarkan.

Terkait dengan hal tersebut, saya menyatakan untuk

memberikan jaminan kepada PT Bank _________________

sebagai berikut:

1. ……………………………….

2. ………………………………, dst.

atas jaminan tersebut di atas (untuk tanah dan

bangunan/ benda tidak bergerak), saya bersedia untuk

dibebankan Hak Tanggungan sesuai dengan ketentuan

yang berlaku.

Demikian Akta Jaminan ini saya buat, dengan penuh

kesadaran dan itikad baik tanpa ada paksaan dari pihak

manapun untuk dapat dipergunakan sebagaimana

Page 250: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

250

mestinya. Akta jaminan ini merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari akad perjanjian mudharabah

Nomor.....tanggal....atas nama......

Jakarta, __________________________

Nasabah,

MATERAI

( Nama Nasabah )

Page 251: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

251

Lampiran 3. Metode Penentuan Nisbah Bagi Hasil

dan Jadwal Angsuran Pembiayaan

Secara umum, proses penentuan nisbah bagi hasil dapat

dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

1. Membuat proyeksi pendapatan Nasabah, yang di dalam

prosesnya mengakomodir perhitungan analisa kelayakan

usaha dan potensi pergerakan pendapatan usaha

Nasabah.

2. Menentukan kebutuhan pembiayaan Nasabah

3. Menentukan Expectation Bank Rate (EBR)

4. Nisbah dapat berupa single nisbah ataupun multi nisbah

Berikut adalah beberapa metode perhitungan dalam

menentukan perhitungan nisbah bagi hasil dan jadwal

angsuran pembiayaan dengan rincian sebagai berikut:

1. Metode Perhitungan Alternatif 1

Metode perhitungan alternatif pertama (1) ini adalah

metode angsuran pembiayaan dimana Nasabah

membayarkan angsuran pokok dan angsuran bagi hasil

Page 252: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

252

kepada Bank Syariah di akhir periode kontrak yang

disepakati. Metode angsuran ini sesuai dengan metode

klasik mudharabah, dimana seoarang mudharib atau

pengelola modal mengembalikan modal dan membayarkan

bagi hasil kepada shahibul maal atau pemilik dana pada

periode akhir kontrak.

a. Case Financing

PT. Berkah Sejahtera adalah sebuah perusahaan swasta

yang bergerak di bidang konveksi, Dalam rangka menambah

modal kerja, maka PT. Berkah Sejahtera melalui pemiliknya

mengajukan proposal pembiayaan modal kerja kepada Bank

Syariah PRS. Pada pertemuan yang dihadiri kedua belah

pihak, Officer Bank Syariah PRS menjelaskan mengenai

produk-produk pembiayaan modal kerja yang dimiliki Bank

Syariah PRS. Ia kemudian menyarankan produk pembiayaan

yang tepat kepada pemilik PT. Berkah Sejahtera sesuai

dengan profil usaha dan pembiayaan yang diajukan.

Setelah mendengarkan penjelasan dari Bank Syariah PRS

dengan seksama, pemilik PT. Berkah Sejahtera kemudian

memilih produk pembiayaan modal kerja dengan prinsip

Page 253: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

253

akad mudharabah untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan

perusahaannya. Dikarenakan profil usaha PT. Barokah

Berkah Sejahtera bergerak di bidang konveksi, maka

perusahaan tersebut baru dapat membukukan pendapatan

di akhir periode. Berdasarkan hal tersebut, pemilik PT.

Berkah Sejahtera dan Bank Syariah PRS melakukan

kesepakatan bahwa angsuran pokok pembiayaan dan

angsuran bagi hasil dibayarkan pada akhir periode kontrak

yaitu pada bulan ke-12.

Nisbah bagi hasil yang disepakati antara Nasabah dengan

Bank Syariah PRS disusun sesuai dengan proyeksi

pendapatan Nasabah.

Bank Syariah PRS kemudian membuat ilustrasi pengajuan

pembiayaan yang diajukan oleh PT. Berkah Sejahtera

dengan rincian sebagai berikut:

a. Jangka Waktu Kerjasama 12 Bulan

b. Kebutuhan Modal Rp.400 Juta

c. Modal Nasabah 0

d. Pembiayaan Bank 100% Rp.400 Juta

: :

:

: :

:

Page 254: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

254

e. Proyeksi Pendapatan Rp.3,6

Milliar/tahun

f. Expecation Bank Rate (EBR) 17% per tahun

g. Nisbah Bank 1,89%

h. Nisbah Nasabah 98,11

i. Nisbah Bagi Hasil Bank : Nasabah 1,89% : 98,11%

b. Rumus penghitungan proyeksi Angsuran Bagi Hasil:

Proyeksi Angsuran Bagi Hasil = Sisa Pokok Angsuran x EBR

Proyeksi Nisbah Bagi Hasil Bank = Proyeksi Angs. Bagi Hasil / Proyeksi Pendapatan Nasabah

Realisasi Angsuran Bagi Hasil Bank = Nisbah Bagi Hasil / Realisasi Pendapatan Nasabah

c. Tabel Proyeksi angsuran pembiayaan mudharabah yang

disusun oleh Bank Syariah menggunakan Metode

Perhitungan Alternatif Pertama (1).

:

:

: : :

:

Page 255: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

255

Tabel 1. Proyeksi Angsuran Pembiayaan Mudharabah Dengan Metode Perhitungan Alternatif 1

Page 256: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

256

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa Bank Syariah PRS telah

melakukan stress test, dimana di dapatkan bahwa

pendapatan Nasabah yang ideal sebesar Rp.3,6 milliar per

tahun. Sesuai dengan kesepakatan sebelumnya, Bank

Syariah memberikan grace period kepada Nasabah untuk

angsuran pokok pembiayaan dan angsuran bagi hasil yang

dibayarkan pada akhir periode kontrak, yaitu pada bulan ke-

12. Nisbah yang disepakati untuk Bank dan Nasabah adalah

sebesar 1,89% dan 98,11%.

Ketika Nasabah membukukan pendapatan sebesar Rp.3,6

Milliar pada akhir periode kontrak, maka Nasabah

membayarkan angsuran pokok pembiayaan sebesar Rp.400

Juta disertai angsuran bagi hasil untuk Bank sebesar 1,89%

dari pendapatan Nasabah yaitu sejumlah Rp.68 Juta.

d. Tabel Realisasi angsuran pembiayaan mudharabah yang

disusun Bank Syariah menggunakan metode perhitungan

perhitungan alternatif 1.

Page 257: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

257

Tabel 2. Realisasi Angsuran Pembiayaan Mudharabah

Dengan Metode Perhitungan Alternatif 1.

Page 258: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

258

Pada Tabel 2, terlihat bahwa pendapatan Nasabah lebih

tinggi dari Tabel Proyeksi pendapatan, dimana Nasabah

membukukan pendapatan sebesar Rp.4 Milliar. Nisbah bagi

hasil yang disepakati untuk Bank Syariah PRS adalah sebesar

1,89% , dikarenakan pendapatan Nasabah yang lebih besar

dari proyeksi mengakibatkan angsuran bagi hasil yang

diterima oleh Bank Syariah PRS juga lebih tinggi dibanding

proyeksi angsuran bagi hasil yaitu sebesar Rp.75 Juta dari

proyeksi sebelumnya Rp.68 Juta.

Dalam metode perhitungan ini, prosentase nisbah bagi hasil

untuk Bank tidak boleh berubah antara yang terdapat di

dalam tabel proyeksi dengan yang terdapat di dalam tabel

realisasi. Dalam mengakui bagi hasil yang didapatkan, maka

Bank Syariah mengacu pada Peraturan OJK Nomor 16 Tahun

2014 yang mengatur mengenai Penilaian Kualitas Aktiva

Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, yaitu:

a. Jika nilai Realisasi Bagi Hasil (RBH) lebih besar dari nilai

Proyeksi Bagi Hasil (PBH), maka dapat diambil sebesar

nilai RBH atau PBH.

Page 259: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

259

b. Jika nilai Realisasi Bagi Hasil (RBH) lebih kecil dari nilai

Proyeksi Bagi Hasil (PBH), maka hanya dapat diambil

sebesar nilai RBH.

c. Jika nilai Realisasi Bagi Hasil (RBH) sama dengan nilai

Proyeksi Bagi Hasil (PBH), maka dapat diambil sebesar

nilai RBH atau PBH.

2. Metode Perhitungan Alternatif 2

Metode Perhitungan Alternatif Kedua (2) adalah metode

angsuran pembiayaan dimana Nasabah membayarkan

angsuran pokok pada termin yang disepakati dengan pihak

Bank. Hal ini dikarenakan profil usaha Nasabah pembiayaan

tersebut pendapatannya tidak dalam siklus bulanan, akan

tetapi sesuai termin/progres hasil pekerjaan. Sebagaimana

digambarkan melalui kurva berikut:

Page 260: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

260

a. Case Financing

PT. Barokah Seqris adalah sebuah perusahaan swasta

nasional yang bergerak di bidang konstruksi bangunan,

perusahaan ini memenangkan sebuah tender pembangunan

gedung perkantoran di daerah Bandung. Dalam rangka

menambah modal kerja dalam pengerjaan gedung

perkantoran tersebut, maka PT. Barokah Seqris melalui

Direktur Bisnisnya mengajukan proposal pembiayaan modal

kerja kepada Bank Syariah MNO. Pada pertemuan yang

dihadiri kedua belah pihak, Officer Bank Syariah MNO

menjelaskan mengenai produk-produk pembiayaan modal

kerja yang dimiliki Bank Syariah MNO. Ia kemudian

menyarankan produk pembiayaan yang tepat kepada

Angsuran Pokok

Total Angsuran

Angsuran Bagi Hasil

Page 261: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

261

Direktur Bisnis PT. Barokah Seqris sesuai dengan profil

usaha dan pembiayaan yang diajukan.

Setelah mendengarkan penjelasan dari Bank Syariah MNO

dengan seksama, Direktur Bisnis PT. Barokah Seqris

kemudian memilih produk pembiayaan modal kerja dengan

prinsip akad mudharabah untuk memenuhi kebutuhan

pembiayaan perusahaannya. Dikarenakan profil usaha PT.

Barokah Seqris bergerak di bidang konstruksi, maka

perusahaan tersebut baru dapat membukukan pendapatan

sesuai termin yang disepakati antara PT. Barokah Seqris dan

kliennya yang tertuang dalam SPK yakni pada bulan ke-6, 11

dan bulan ke-12. Berdasarkan hal tersebut, Direktur Bisnis

PT. Barokah Seqris dan Bank Syariah MNO melakukan

kesepakatan bahwa angsuran pokok pembiayaan

dibayarkan setiap bulan ke-6, 11 dan bulan ke-12,

sedangkan angsuran bagi hasil dibayarkan setiap bulan.

Nisbah bagi hasil yang disepakati antara Nasabah dengan

Bank Syariah MNO disusun sesuai dengan proyeksi

pendapatan Nasabah.

Page 262: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

262

Bank Syariah MNO kemudian membuat ilustrasi pengajuan

pembiayaan yang diajukan oleh PT. Barokah Seqris dengan

rincian sebagai berikut:

a. Jangka Waktu Kerjasama 12 Bulan

b. Kebutuhan Modal Rp.400 Juta

c. Modal Nasabah 0

d. Pembiayaan Bank 100% Rp.400 Juta

e. Proyeksi Pendapatan Rp.1,23

Milliar/tahun

f. Expecation Bank Rate (EBR) 17% per tahun

g. Nisbah Bank Sesuai dengan

jadwal proyeksi pendapatan

h. Nisbah Nasabah Sesuai dengan

jadwal proyeksi pendapatan

i. Nisbah Bagi Hasil Sesuai dengan jadwal proyeksi pendapatan

b. Rumus penghitungan proyeksi Angsuran Bagi Hasil:

Realisasi Angsuran Bagi Hasil = Nisbah Bagi Hasil Bulan Ke-n/

Realisasi Pendapatan Nasabah Bulan Ke-n

c. Tabel proyeksi angsuran pembiayaan mudharabah yang

disusun oleh Bank Syariah menggunakan Metode

Perhitungan Alternatif Kedua (2).

:

:

: :

: :

:

:

:

:

: :

Page 263: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

263

Tabel 5. Proyeksi Angsuran Pembiayaan Mudharabah Dengan Metode Perhitungan Alternatif 2

Page 264: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

264

Dari tabel 5 diatas dapat dilihat, pada proses angsuran

menggunakan metode ini, dari bulan ke 1 hingga bulan ke-5

Nasabah akan membayar angsuran sebesar Rp 5,666,667.

Dikarenakan profil usaha Nasabah adalah kontraktor, maka

Nasabah mendapatkan income dari usaha yang dijalankan

sesuai dengan termin yang ada di Surat Perjanjian Kerja

(SPK), yaitu pada bulan ke-6, 11 dan bulan 12. Sehingga

sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat antara Bank

dengan Nasabah, di bulan ke-6 Nasabah diproyeksikan akan

membayar angsuran pokok sejumlah Rp.200 Juta beserta

angsuran bagi hasil sejumlah Rp.5,666,667. Karena Nasabah

diproyeksikan akan melakukan pembayaran angsuran pokok

tahap pertama pada bulan ke-6, maka di bulan berikutnya

nisbah bagi hasil untuk Bank semakin kecil dikarenakan

jumlah angsuran pokok pembiayaan telah sebagian

dibayarkan, dan mengakibatkan nisbah bagi hasil untuk

Bank yang semula sebesar 18,89% menjadi 1,77%, dan

jumlah angsuran pokok yang diterima oleh Bank juga

semakin kecil dari sebelumnya Rp.5,666,667 menjadi

Rp.2,833,333.

Page 265: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

265

Hal ini juga berlaku untuk proyeksi pembayaran angsuran

pokok pembiayaan di bulan ke-11, dimana Nasabah

diproyeksi akan melunasi angsuran pokok tersebut sebesar

Rp.150 Juta dan angsuran bagi hasil sebesar Rp.2,833,333.

Pelunasan pada tahap kedua ini juga akan mempengaruhi

angsuran bagi hasil yang terima oleh Bank selanjutnya,

dimana jumlahnya lebih kecil dibanding periode

sebelumnya, sehingga pada bulan ke-12 angsuran pokok

Nasabah tersisa sebesar Rp.50 Juta ditambah angsuran bagi

hasil sebesar Rp.708,333.

d. Tabel Realisasi angsuran pembiayaan mudharabah yang

disusun Bank Syariah menggunakan Metode Perhitungan

Alternatif Kedua (2).

Pada tabel realisasi yang tersaji di bawah, terlihat bahwa

realisasi pendapatan Nasabah pada bulan ke-1 s/d bulan ke-

5 dan bulan ke-7 s/d bulan ke-10 jumlahnya sesuai dengan

tabel proyeksi, tetapi pada bulan ke-6 dan 11 mengalami

perubahan, dimana realisasi pendapatan Nasabah lebih

tinggi dibanding proyeksi pendapatan, sedangkan pada

bulan ke-12 realisasi pendapatan Nasabah lebih kecil

Page 266: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

266

dibanding dengan proyeksi pendapatan. Hal tersebut

mempengaruhi pada angsuran imbal bagi hasil bulan ke-6,

11 dan bulan ke-12 yang didapatkan oleh Bank menjadi

lebih besar mengikuti realisasi pendapatan usaha Nasabah

yang lebih besar.

Page 267: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

267

Tabel 6. Realisasi Angsuran Pembiayaan Mudharabah Dengan Metode Perhitungan Alternatif 2

Page 268: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

268

Dalam metode perhitungan ini, prosentase nisbah bagi hasil

untuk Bank tidak boleh berubah antara yang terdapat di

dalam tabel proyeksi dengan yang terdapat di dalam tabel

realisasi. Dalam mengakui bagi hasil yang didapatkan, maka

Bank Syariah mengacu pada Peraturan OJK Nomor 16 Tahun

2014 yang mengatur mengenai Penilaian Kualitas Aktiva

Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, yaitu:

a. Jika nilai Realisasi Bagi Hasil (RBH) lebih besar dari nilai

Proyeksi Bagi Hasil (PBH), maka dapat diambil sebesar

nilai RBH atau PBH.

b. Jika nilai Realisasi Bagi Hasil (RBH) lebih kecil dari nilai

Proyeksi Bagi Hasil (PBH), maka hanya dapat diambil

sebesar nilai RBH.

c. Jika nilai Realisasi Bagi Hasil (RBH) sama dengan nilai

Proyeksi Bagi Hasil (PBH), maka dapat diambil sebesar

nilai RBH atau PBH.

d.

3. Metode Perhitungan Alternatif 3

Metode perhitungan alternatif ketiga (3) ini adalah sebuah

metode dimana pengakuan pendapatan bagi hasil serta

Page 269: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

269

pengembalian modal pokok pembiayaan dilakukan secara

proporsional atas jumlah pembiayaan yang diberikan.

Prinsip dari metode ini adalah, angsuran pokok dan

angsuran bagi hasil yang diterima oleh Bank setiap bulannya

tetap sesuai nisbah bagi hasil mengikuti performa usaha

yang dijalankan oleh Nasabah. Sebagaimana digambarkan

melalui kurva berikut:

Total Angsuran Angsuran Bagi Hasl Angsuran Pokok

Page 270: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

270

a. Case Financing

Bapak Ahmar mempunyai sebuah usaha restoran Middle

East yang sedang berkembang pesat, saat ini Pak Ahmar

sedang membutuhkan modal kerja untuk mengembangkan

usaha restoran tersebut. Pak Ahmar kemudian mendatangi

Bank Syariah XYZ untuk mengajukan proposal pembiayaan

modal kerja. Setelah bertemu dengan officer terkait di Bank

Syariah XYZ tersebut, officer Bank Syariah XYZ kemudian

menjelaskan mengenai produk-produk pembiayaan modal

kerja yang dimiliki Bank dan memberikan saran produk

pembiayaan yang tepat untuk profil usaha Pak Ahmar.

Setelah mendengarkan penjelasan dari Bank Syariah XYZ

dengan seksama, Pak Ahmar kemudian memilih produk

pembiayaan modal kerja dengan prinsip akad mudharabah

untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan usahanya.

Bank Syariah XYZ kemudian membuat ilustrasi pengajuan

pembiayaan yang diajukan oleh Pak Ahmar dengan rincian

sebagai berikut:

:

Page 271: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

271

a. Jangka Waktu Kerjasama 12 Bulan

b. Kebutuhan Modal Rp.400 Juta

c. Modal Nasabah 0

d. Pembiayaan Bank 100% Rp.400 Juta

e. Proyeksi Pendapatan Rp.375 Juta/bulan

f. Proyeksi Pendapatan Setelah Stress Test Rp.300 Juta

/bulan

g. Expecation Bank Rate (EBR) 17% per tahun

h. Nisbah Bank 1,89%

i. Nisbah Nasabah 100% - 1,89% =

98,11%

j. Nisbah Bagi Hasil Bank : Nasabah 1,89% : 98,11%

b. Rumus Penghitungan

Rumus Angsuran Pokok/bulan : Rumus Total Angsuran Bagi Hasil : c. Tabel Proyeksi angsuran pembiayaan mudharabah yang

disusun oleh Bank Syariah XYZ menggunakan Metode

Perhitungan Alternatif Ketiga (3).

Dari tabel proyeksi diatas dapat dilihat bahwa Bank Syariah

XYZ melakukan mekanisme stress test pada proyeksi

pendapatan usaha Nasabah yang menjadi objek

:

:

: :

: : :

:

:

:

Page 272: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

272

pembiayaan. Setelah dilakukan stress test dengan beberapa

faktor yang telah ditentukan oleh Bank, maka Bank

memperkirakan proyeksi pendapatan moderat atas usaha

Nasabah adalah sebanyak 80 persen dari proyeksi

pendapatan sebelum stress test yang semula berjumlah

Rp.375 Juta/bulan menjadi Rp.300 Juta/bulan. Dengan

asumsi jumlah pendapatan usaha Nasabah di tiap bulannya

tetap, maka proyeksi jumlah angsuran pokok dan angsuran

bagi hasil yang diterima oleh Bank Syariah XYZ sama di tiap

bulannya sesuai dengan nisbah bagi hasil yang telah

disepakati oleh pihak Bank dengan Nasabah.

Page 273: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

273

Bulan

Proyeksi

Pendapatan

sebelum

Stress Test

Proyeksi

Pendapatan Sisa Pokok

Proyeksi

Angs. Pokok

Proyeksi

Angs. Bagi Hasil

Nisbah

Bagi Hasil Total Angsuran

Proyeksi Akumulasi

Bagi Hasil

Proyeksi Akumulasi

Pokok

1 375.000.000 300.000.000 400.000.000 33.333.333 5.666.667 1,89% 39.000.000 5.666.667 33.333.333

2 375.000.000 300.000.000 366.666.667 33.333.333 5.666.667 1,89% 39.000.000 11.333.333 66.666.667

3 375.000.000 300.000.000 333.333.333 33.333.333 5.666.667 1,89% 39.000.000 17.000.000 100.000.000

4 375.000.000 300.000.000 300.000.000 33.333.333 5.666.667 1,89% 39.000.000 22.666.667 133.333.333

5 375.000.000 300.000.000 266.666.667 33.333.333 5.666.667 1,89% 39.000.000 28.333.333 166.666.667

6 375.000.000 300.000.000 233.333.333 33.333.333 5.666.667 1,89% 39.000.000 34.000.000 200.000.000

7 375.000.000 300.000.000 200.000.000 33.333.333 5.666.667 1,89% 39.000.000 39.666.667 233.333.333

8 375.000.000 300.000.000 166.666.667 33.333.333 5.666.667 1,89% 39.000.000 45.333.333 266.666.667

9 375.000.000 300.000.000 133.333.333 33.333.333 5.666.667 1,89% 39.000.000 51.000.000 300.000.000

10 375.000.000 300.000.000 100.000.000 33.333.333 5.666.667 1,89% 39.000.000 56.666.667 333.333.333

11 375.000.000 300.000.000 66.666.667 33.333.333 5.666.667 1,89% 39.000.000 62.333.333 366.666.667

12 375.000.000 300.000.000 33.333.333 33.333.333 5.666.667 1,89% 39.000.000 68.000.000 400.000.000

TOTAL 3.600.000.000 400.000.000 68.000.000 1,89% 468.000.000

Tingkat Imbalan

Tabel 7. Proyeksi Angsuran Pembiayaan Mudharabah Dengan Metode Perhitungan Alternatif 3.

Page 274: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

274

d. Tabel Realisasi angsuran pembiayaan mudharabah yang

disusun oleh Bank Syariah XYZ menggunakan Metode

Perhitungan Alternatif Ketiga (3).

dalam tabel realisasi angsuran pembiayaan di atas

menunjukkan bahwa realisasi jumlah pendapatan Nasabah

Bank Syariah XYZ tidak sama setiap bulannya. Saat proses

pembiayaan berlangsung, pendapatan usaha restoran yang

Pak Ahmar kelola mengalami peningkatan dan penurunan

dibanding proyeksi pendapatan yang disusun sebelumnya.

Pada bulan pertama restoran Pak Ahmar mampu

membukukan pendapatan sebesar Rp.375 Juta. Namun,

Bank Syariah hanya mengambil sebesar Rp 5.666.666,67

sesuai dengan proyeksi angsuran bagi hasil. Bank Syariah

tidak mengambil kelebihan pendapatan bagi hasil yang

didapat oleh Pak Ahmar. Sehingga Pak Ahmar memberikan

angsuran bagi hasil sebesar Rp 5.666.666,67 beserta

angsuran pokok sebesar Rp.33.333.333 kepada Bank Syariah

XYZ.

Page 275: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

275

Bulan

Realisasi

Pendapatan Sisa Pokok

Realisasi

Angs. Pokok

Realisasi

Angs. Bagi Hasil

yang

seharusnya

dibayar oleh

Nasabah

Realisasi

Angs. Bagi Hasil

yang dibayar oleh

Nasabah Nisbah

Bagi Hasil Total Angsuran

1 375.000.000 400.000.000 33.333.333 7.083.333,33 5.666.666,67 1,89% 40.416.667

2 250.000.000 366.666.667 33.333.333 4.722.222,22 4.722.222,22 1,89% 38.055.556

3 300.000.000 333.333.333 33.333.333 5.666.666,67 5.666.666,67 1,89% 39.000.000

4 325.000.000 300.000.000 33.333.333 6.138.888,89 5.666.666,67 1,89% 39.472.222

5 325.000.000 266.666.667 33.333.333 6.138.888,89 5.666.666,67 1,89% 39.472.222

6 325.000.000 233.333.333 33.333.333 6.138.888,89 5.666.666,67 1,89% 39.472.222

7 325.000.000 200.000.000 33.333.333 6.138.888,89 5.666.666,67 1,89% 39.472.222

8 325.000.000 166.666.667 33.333.333 6.138.888,89 5.666.666,67 1,89% 39.472.222

9 325.000.000 133.333.333 33.333.333 6.138.888,89 5.666.666,67 1,89% 39.472.222

10 325.000.000 100.000.000 33.333.333 6.138.888,89 5.666.666,67 1,89% 39.472.222

11 325.000.000 66.666.667 33.333.333 6.138.888,89 5.666.666,67 1,89% 39.472.222

12 325.000.000 33.333.333 33.333.333 6.138.888,89 5.666.666,67 1,89% 39.472.222

TOTAL 3.850.000.000 400.000.000 72.722.222 67.055.556 1,89% 472.722.222

Tabel 8. Realisasi Angsuran Pembiayaan Mudharabah Dengan Metode Perhitungan Alternatif 3.

Page 276: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

276

Pada bulan kedua restoran Pak Ahmar mengalami

penurunan pendapatan dikarenakan jumlah konsumen yang

menurun, sehingga hanya mampu membukukan

pendapatan sebesar Rp.250 Juta, karena hal tersebut

angsuran bagi hasil yang dibayarkan kepada Bank Syariah

XYZ juga ikut menurun yakni sebesar Rp.4.722.222 sesuai

nisbah sedangkan angsuran pokok tetap sama jumlahnya.

Memasuki bulan ketiga, restoran Pak Ahmar mengalami

peningkatan jumlah konsumen, sehingga pada bulan ketiga

ini restoran Pak Ahmar mampu membukukan pendapatan

sebesar Rp.300 Juta, kenaikan pendapatan restoran Pak

Ahmar ini mengakibatkan jumlah angsuran bagi hasil

pembiayaan kepada Bank Syariah XYZ meningkat dan sesuai

dengan proyeksi bagi hasil yakni sebesar Rp.5.666.666 serta

angsuran pokok dengan jumlah yang sama seperti jumlah

sebelumnya.

Pada bulan ke-4 hingga bulan ke-12 restoran Pak Ahmar

membukukan pendapatan yang sama pada tiap bulannya,

yaitu sebesar Rp.325 Juta seperti yang terdapat di dalam

tabel realisasi angsuran pembiayaan di atas. Sebagaimana

Page 277: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

277

sebelumnya, Bank Syariah hanya mengambil pendapatan

bagi hasil sejumlah Rp 5.666.666,67 sesuai dengan proyeksi

angsuran bagi hasil. Bank Syariah tidak mengambil

kelebihan pendapatan bagi hasil yang didapat oleh Pak

Ahmar. Sehingga angsuran bagi hasil yang dibayarkan

kepada Bank Syariah XYZ yakni sebesar Rp 5.666.666,67

sesuai nisbah beserta angsuran pokok.

Dalam mengakui bagi hasil yang didapatkan, maka Bank

Syariah mengacu pada Peraturan OJK Nomor 16 Tahun 2014

yang mengatur mengenai Penilaian Kualitas Aktiva Bank

Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, yaitu:

a. Jika nilai Realisasi Bagi Hasil (RBH) lebih besar dari nilai

Proyeksi Bagi Hasil (PBH), maka dapat diambil sebesar

nilai RBH atau PBH.

b. Jika nilai Realisasi Bagi Hasil (RBH) lebih kecil dari nilai

Proyeksi Bagi Hasil (PBH), maka hanya dapat diambil

sebesar nilai RBH.

Page 278: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

278

c. Jika nilai Realisasi Bagi Hasil (RBH) sama dengan nilai

Proyeksi Bagi Hasil (PBH), maka dapat diambil sebesar

nilai RBH atau PBH

Dari ilustrasi pembiayaan di atas dapat dilihat bahwa

melalui metode perhitungan ini Bank Syariah dapat

menetapkan jumlah angsuran pokok yang sama jumlahnya

di setiap bulan sepanjang jangka waktu pembiayaan,

kemudian setelah nisbah bagi hasil disepakati, jumlah

angsuran bagi hasil yang diterima oleh Bank Syariah dapat

bervariatif, dimana di satu periode dapat meningkat dan

dapat menurun di periode lainnya sesuai performa usaha

Nasabah.

4. Metode Perhitungan Alternatif 4

Pada perhitungan bagi hasil menggunakan metode

perhitungan alternatif keempat (4), total angsuran

berjumlah tetap setiap bulan hingga akhir jangka waktu

pembiayaan. Total angsuran ini terdiri dari porsi angsuran

pokok dan porsi angsuran bagi hasil. Porsi angsuran

pokok/bulan akan meningkat, sedangkan porsi bagi

Page 279: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

279

hasil/bulan akan menurun. Sebagaimana digambarkan

melalui kurva berikut:

a. Case Financing

“Peternakan Ayam Sukses” mengajukan fasilitas

pembiayaan modal kerja dengan akad mudharabah kepada

Bank Syariah ABC sejumlah Rp.400 Juta. “Peternakan Ayam

Sukses” ingin mengembangkan usahanya untuk

menyalurkan daging ayam potong dan telur kepada

Restoran Fast Food. Proyeksi pendapatan Nasabah Rp

375.000.000,-/bulan atau Rp 3,6 Miliar/tahun. Jangka waktu

pembiayaan selama 12 bulan. Sesuai kesepakatan, Nasabah

Total angsuran

angsuran pokok

angsuran bagi hasil

Page 280: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

280

akan membayar angsuran pokok pembiayaan mudharabah

setiap bulan hingga akhir jangka waktu pembiyaan.

Bank Syariah ABC kemudian membuat ilustrasi pengajuan

pembiayaan yang diajukan oleh Pengusaha “Peternakan

Ayam Sukses” dengan rincian sebagai berikut:

a. Jangka Waktu Kerjasama : 12 Bulan

b. Kebutuhan Modal : Rp.400 Juta

c. Modal Nasabah : 0

d. Pembiayaan Bank 100% : Rp.400 Juta

e. Proyeksi Pendapatan : Rp.3,6 Milliar/tahun

f. Expecation Bank Rate (EBR) : 17% per tahun

g. Nisbah Bank : Sesuai nisbah bagi hasil pada

jadwal angsuran tabel proyek si

h. Nisbah Nasabah : Sesuai nisbah bagi hasil pada

jadwal angsuran tabel proyeksi

i. Nisbah Bagi Hasil : Sesuai nisbah bagi hasil pada

jadwal angsuran tabel proyeksi

b. Rumus Perhitungan

Rumus untuk menghitung proyeksi total angsuran setiap bulan:

Keterangan: i : EBR/12 t: jangka waktu pembiayaan

Page 281: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

281

Dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel, berikut bentuk rumus yang digunakan untuk mendapatkan jumlah angsuran setiap bulan:

Dengan menggunakan rumus diatas, didapatkan proyeksi jumlah angsuran Nasabah Pengusaha “Peternakan Ayam Sukses” kepada Bank Syariah setiap bulan sebesar Rp 36.481.901,-.

Untuk mencari persentase Nisbah Bank, Bank Syariah ABC terlebih dahulu mencari proyeksi angsuran bagi hasil, menggunakan rumus dibawah ini

c. Tabel Proyeksi angsuran pembiayaan mudharabah yang

disusun oleh Bank Syariah ABC menggunakan Metode

Perhitungan Alternatif Keempat (4).

Dari tabel proyeksi diatas dapat dilihat bahwa Bank Syariah

ABC melakukan mekanisme stress test pada proyeksi

Page 282: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

282

pendapatan usaha Nasabah yang menjadi objek

pembiayaan. Setelah dilakukan stress test dengan beberapa

faktor yang telah ditentukan oleh Bank, maka Bank

memperkirakan proyeksi pendapatan moderat atas usaha

Nasabah adalah sebanyak 80 persen dari proyeksi

pendapatan sebelum stress test dari sebelumnya Rp.375

Juta/bulan menjadi Rp.300 Juta/bulan.

Proyeksi Total Angsuran Setiap Bulan :

Rp 36.481.901,-

Proyeksi Angsuran Bagi Hasil di bulan ke-1 :

Rp 5.666.666,-

Nisbah Bagi Hasil Bulan ke-1 :

1,89%

Proyeksi Angsuran Pokok di bulan ke-1 :

Rp 30.815.234,-

Dengan asumsi jumlah pendapatan usaha Nasabah di tiap

bulannya tetap, maka proyeksi total angsuran pokok dan

angsuran bagi hasil yang dibayarkan Nasabah kepada Bank

Syariah ABC sama di tiap bulannya. Sebagaimana yang telah

Page 283: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

283

dijelaskan sebelumnya, dengan metode perhitungan ini,

porsi angsuran pokok/bulan akan meningkat, sedangkan

porsi bagi hasil/bulan akan menurun. Sisa pokok akan

berkurang setiap bulannya, seiring dengan telah

dibayarkannya angsuran pokok oleh Nasabah kepada Bank

Syariah.

Pada bulan ke-2 total pokok Rp 400.000.000,- dikurangi

angsuran pokok bulan ke-1 Rp 30.815.234, sehingga sisa

pokok diproyeksikan menjadi Rp 369.184.766,-. Perubahan

sisa pokok tentunya akan mempengaruhi proyeksi Nisbah

Bagi Hasil yang didapatkan oleh Bank di bulan selanjutnya

(Lihat Rumus Proyeksi Angsuran Bagi Hasil).

Page 284: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

284

Tabel 9. Proyeksi Angsuran Pembiayaan Mudharabah

Dengan Metode Perhitungan Alternatif 4

Bulan

Proyeksi

Pendapatan

sebelum

Stress Test

Proyeksi

PendapatanSisa Pokok

Proyeksi

Angs. Pokok

Proyeksi

Angs. Bagi Hasil

Nisbah Bagi

Hasil

Proyeksi

Total Angsuran

1 375.000.000 300.000.000 400.000.000 30.815.234 5.666.666,7 1,89% 36.481.901

2 375.000.000 300.000.000 369.184.766 31.251.783 5.230.118 1,74% 36.481.901

3 375.000.000 300.000.000 337.932.983 31.694.517 4.787.384 1,60% 36.481.901

4 375.000.000 300.000.000 306.238.466 32.143.523 4.338.378 1,45% 36.481.901

5 375.000.000 300.000.000 274.094.943 32.598.889 3.883.012 1,29% 36.481.901

6 375.000.000 300.000.000 241.496.054 33.060.707 3.421.194 1,14% 36.481.901

7 375.000.000 300.000.000 208.435.347 33.529.067 2.952.834 0,98% 36.481.901

8 375.000.000 300.000.000 174.906.280 34.004.062 2.477.839 0,83% 36.481.901

9 375.000.000 300.000.000 140.902.219 34.485.786 1.996.115 0,67% 36.481.901

10 375.000.000 300.000.000 106.416.432 34.974.335 1.507.566 0,50% 36.481.901

11 375.000.000 300.000.000 71.442.098 35.469.804 1.012.096 0,34% 36.481.901

12 375.000.000 300.000.000 35.972.293 35.972.293 509.607 0,17% 36.481.901

TOTAL 3.600.000.000 400.000.000 37.782.810 1,05% 437.782.810

Page 285: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

285

d. Tabel Realisasi angsuran pembiayaan mudharabah yang

disusun oleh Bank Syariah ABC menggunakan Metode

Perhitungan Alternatif Keempat (4).

Setelah pembiayaan disalurkan dari Bank Syariah ABC

kepada pengusaha “Peternakan Ayam Sukses”, peternakan

tersebut dapat melakukan ekspansi serta menyalurkan

daging ayam potong serta telur ke Restoran Fast Food. Dari

bulan ke-1 s.d. bulan ke-10, “Peternakan Ayam Sukses”

mampu membukukan pendapatan sebesar Rp 360.000.000,-

. Sesuai dengan margin bagi hasil pada tabel proyeksi yang

telah disusun oleh Bank Syariah ABC (lihat tabel 5), Nisbah

Bagi Hasil yang diterima oleh Bank Syariah ABC ialah 1,89%

atau sebesar Rp 6.800.000,-. Namun, Bank Syariah ABC

hanya mengambil sebesar Rp 5.666.666,67 atau sebesar

Proyeksi Angsuran Bagi Hasil (lihat tabel 5) dan tidak

mengambil kelebihan pendapatan bagi hasil “Peternakan

Ayam Sukses”.

Distribusi daging ayam potong dan telur dari “Peternakan

Ayam Sukses” ke Restoran Fast Food berjalan dengan baik

Page 286: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

286

selama 10 bulan. Di bulan ke-11 dan ke-12, Restoran Fast

Food mengalami penurunan penjualan, sehingga

berdampak pada jumlah permintaan daging ayam potong

dan telur. Realisasi Pendapatan Nasabah menurun,

meskipun masih diatas Proyeksi Pendapatan yang

diproyeksikan oleh Bank Syariah ABC yaitu sebesar Rp

325.000.000,- di bulan ke-11 dan Rp 305.000.000,- di bulan

ke-12. Sebagaimana sebelumnya, Bank Syariah ABC hanya

mengambil pendapatan bagi hasil sesuai proyeksi Bank

Syariah ABC, yaitu sebesar Rp 1.012.096,39 di bulan ke-11

dan Rp 509.607,49 di bulan ke-12.

Dalam mengakui bagi hasil yang didapatkan, maka Bank

Syariah mengacu pada Peraturan OJK Nomor 16 Tahun 2014

yang mengatur mengenai Penilaian Kualitas Aktiva Bank

Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, yaitu:

a. Jika nilai Realisasi Bagi Hasil (RBH) lebih besar dari nilai

Proyeksi Bagi Hasil (PBH), maka dapat diambil sebesar

nilai RBH atau PBH.

Page 287: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

287

b. Jika nilai Realisasi Bagi Hasil (RBH) lebih kecil dari nilai

Proyeksi Bagi Hasil (PBH), maka hanya dapat diambil

sebesar nilai RBH.

c. Jika nilai Realisasi Bagi Hasil (RBH) sama dengan nilai

Proyeksi Bagi Hasil (PBH), maka dapat diambil sebesar

nilai RBH atau PBH.

Page 288: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

288

Tabel 10. Realisasi Angsuran Pembiayaan Mudharabah

Dengan Metode Perhitungan Alternatif 4.

BulanRealisasi

PendapatanSisa Pokok

Realisasi

Angs. Pokok

Realisasi

Angs. Bagi Hasil

yang seharusnya

dibayar oleh

Nasabah

Realisasi

Angs. Bagi Hasil

yang dibayar oleh

Nasabah

Nisbah Bagi

Hasil

Realisasi

Total Angsuran

1 360.000.000 400.000.000 30.815.234 6.800.000,00 5.666.666,67 1,89% 36.481.901

2 360.000.000 369.184.766 31.251.783 6.276.141,02 5.230.117,52 1,74% 36.481.901

3 360.000.000 337.932.983 31.694.517 5.744.860,70 4.787.383,92 1,60% 36.481.901

4 360.000.000 306.238.466 32.143.523 5.206.053,92 4.338.378,26 1,45% 36.481.901

5 360.000.000 274.094.943 32.598.889 4.659.614,03 3.883.011,69 1,29% 36.481.901

6 360.000.000 241.496.054 33.060.707 4.105.432,92 3.421.194,10 1,14% 36.481.901

7 360.000.000 208.435.347 33.529.067 3.543.400,90 2.952.834,08 0,98% 36.481.901

8 360.000.000 174.906.280 34.004.062 2.973.406,77 2.477.838,97 0,83% 36.481.901

9 360.000.000 140.902.219 34.485.786 2.395.337,72 1.996.114,76 0,67% 36.481.901

10 360.000.000 106.416.432 34.974.335 1.809.079,35 1.507.566,13 0,50% 36.481.901

11 325.000.000 71.442.098 35.469.804 1.096.437,75 1.012.096,39 0,34% 36.481.901

12 305.000.000 35.972.293 35.972.293 518.100,95 509.607,49 0,17% 36.481.901

TOTAL 4.230.000.000 400.000.000 45.127.866 37.782.809,98 1,05% 437.782.810

Page 289: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

289

Lampiran 4. Metode Perhitungan Kebutuhan dan

Kelayakan Usaha

a. Perhitungan Kebutuhan Dana

Ada tiga cara analisa yang digunakan untuk menghitung

kebutuhan dana dari suatu usaha, yaitu :

Metode Quick and Dirty

Metode ini dipergunakan untuk menghitung perkiraan kasar

kebutuhan dana suatu usaha, dengan rumus :

FN = Financial Needs (Kebutuhan Dana)

ART = Account Receivable Turnover (Perputaran Piutang

Dagang) dalam bulan

IT = Inventory Turnover (Perputaran Persediaan) dalam

bulan

APT = Account Payable Turnover (Perputaran Utang

Dagang) dalam bulan

FN = (ART + IT – APT) x COGS

Page 290: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

290

COGS = Cost of Goods Sold (Harga Pokok Penjualan) untuk

satu bulan

Rumus diatas hanya melihat sisi aktiva lancar (Account

Receivable dan Inventory) dengan sisi kewajiban lancar

(Account Payable) dan tidak mempertimbangkan aktiva

lainnya. dengan demikian metode ini dipakai untuk

menghitung kebutuhan modal kerja perusahaan, khususnya

untuk jenis usaha perdagangan.

b. Metode Penilaian Kelayakan Usaha Yang Dibiayai

Metode Payback Period

Merupakan suatu metode perhitungan untuk menghitung

periode yang diperlukan untuk mengembalikan pengeluaran

investasi.Payback period (PBP) dihitung dengan

membandingkan antara periode PBP dengan periode

investasi yang diusulkan. Apabila waktu PBP lebih singkat

daripada umur proyek rencana dapat diterima dan jikaPBP

lebih panjang dari pada umur proyek maka proyek

seharusnya ditolak.

Page 291: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

291

Metode Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) adalah metode untuk mengukur

nilai bersih proyek. Net Present Value adalah perhitungan

antara selisih netcash flow yang didiskontokan atas dasar

biaya modal (cost of capital) atau rate of return yang

diharapkan:

Keteranqan:

NPV = Net Present Value

i = tingkat margin/bagi hasil

t = tahun

n = jangka waktu proyek

NPV> 0 = Proyek bermanfaat

NPV < 0 = Proyek tidak bermanfaat

n Net Cash flow t

NPV = - Initial Investment t = 1 (1+i)t

Page 292: Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 - OJK

292

Jika NPV > 0, berarti pembiayaan atas nasabah tidak dapat

dilaksanakan dan sebaliknya jika NPV < 0, berarti

pembiayaan atas nasabah dapat dilaksanakan.