13
Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 1 Hal. 14 - 26 2020 | 14 Serambi Journal of Agricultural Technology (SJAT) http://ojs.serambimekkah.ac.id/sjat Vol. 2 No. 1 Thn. 2020 E-ISSN: 2684-9879 Analysis of Land Supporting Capacity in Development Potential for Ruminant in Bireuen District Reza Salima 1* , Ika Rezvani Aprita 2 , Fadlan Hidayat 3 1 Prodi Pengelolaan Perkebunan, Politeknik Indonesia Venezuela 2 Prodi Teknologi Pengolahan Hasil Ternak, Politeknik Indonesia Venezuela 3 Prodi Teknologi Pangan, Universitas Serambi Mekkah * Email : [email protected] Article Info Article history Received: 03/17/2020 Received in revised: 05/05/2020 Accepted: 06/29/2020 Abstract The purpose of this research was to determine thepotential land resource for the forage development. The method used is descriptive method by direct observation. The results showed that the overall physiographic conditions of the area in both sites flat to undulating (0-8% slope). All areas are included in the regional development of farm area (Rantau Panyang and Keude Field) included in the moderately suitable (S2) with 2 (two) sub-class of S2wa,fh,nr; and S2wa, fh, lp, nr, in turn, results Actual land suitability evaluation included in the category of moderately suitable land suitability class (S2) with two sub-classes namely S2wa,fh,lp,nr and S2fh, lp, nr.There is a difference between areas in the Rantau Panyang and Keude Lapang good views from the species and botanical composition of the species that dominate in the location of the Rantau Panyang is Cyperus bifax and Imperata cylindrica in the location of Lapang. Keywords: land suitability, botanical composition, capacities Analisis Daya Dukung Lahan Dalam Pengembangan Wilayah Kawasan Peternakan Ruminansia Di Kabupaten Bireuen Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan potensi sumber daya lahan untuk pengembangan penghijauan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan observasi langsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi fisiografi keseluruhan area di kedua situs datar hingga bergelombang (kemiringan 0-8%). Semua area termasuk dalam pengembangan regional area pertanian (Rantau Panyang dan Keude Field) termasuk dalam kategori sedang cocok (S2) dengan 2 (dua) sub- kelas S2wa, fh, nr; dan S2wa, fh, lp, nr, pada gilirannya, hasil evaluasi kesesuaian lahan aktual termasuk dalam kategori kelas kesesuaian lahan yang cukup cocok (S2) dengan dua sub-kelas yaitu S2wa, fh, lp, nr dan S2fh, lp, nr. Ada perbedaan antara daerah di Rantau Panyang dan Keude Lapang pandangan baik dari spesies dan komposisi botani dari spesies yang mendominasi di lokasi Rantau Panyang adalah Cyperus bifax dan Imperata cylindrica di lokasi Lapang. Kata kunci: kesesuaian lahan, komposisi botani, kapasitas S J A T

Serambi Journal of Agricultural Technology (SJAT) S J A T

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Serambi Journal of Agricultural Technology (SJAT) S J A T

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 1 Hal. 14 - 26 2020 | 14

Serambi Journal of Agricultural Technology (SJAT) http://ojs.serambimekkah.ac.id/sjat

Vol. 2 No. 1 Thn. 2020 E-ISSN: 2684-9879

Analysis of Land Supporting Capacity in Development Potential for

Ruminant in Bireuen District

Reza Salima1*, Ika Rezvani Aprita2, Fadlan Hidayat3

1 Prodi Pengelolaan Perkebunan, Politeknik Indonesia Venezuela 2 Prodi Teknologi Pengolahan Hasil Ternak, Politeknik Indonesia Venezuela

3Prodi Teknologi Pangan, Universitas Serambi Mekkah *Email : [email protected]

Article Info

Article history

Received:

03/17/2020

Received in revised:

05/05/2020

Accepted: 06/29/2020

Abstract

The purpose of this research was to determine thepotential land resource for the forage development. The method used is descriptive

method by direct observation. The results showed that the overall

physiographic conditions of the area in both sites flat to undulating (0-8% slope). All areas are included in the regional development of

farm area (Rantau Panyang and Keude Field) included in the

moderately suitable (S2) with 2 (two) sub-class of S2wa,fh,nr; and

S2wa, fh, lp, nr, in turn, results Actual land suitability evaluation included in the category of moderately suitable land suitability class

(S2) with two sub-classes namely S2wa,fh,lp,nr and S2fh, lp,

nr.There is a difference between areas in the Rantau Panyang and Keude Lapang good views from the species and botanical

composition of the species that dominate in the location of the

Rantau Panyang is Cyperus bifax and Imperata cylindrica in the location of Lapang.

Keywords: land suitability, botanical composition, capacities

Analisis Daya Dukung Lahan Dalam Pengembangan Wilayah Kawasan

Peternakan Ruminansia Di Kabupaten Bireuen

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan potensi sumber daya lahan untuk pengembangan

penghijauan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan observasi langsung. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa kondisi fisiografi keseluruhan area di kedua situs datar hingga

bergelombang (kemiringan 0-8%). Semua area termasuk dalam pengembangan regional area pertanian

(Rantau Panyang dan Keude Field) termasuk dalam kategori sedang cocok (S2) dengan 2 (dua) sub-

kelas S2wa, fh, nr; dan S2wa, fh, lp, nr, pada gilirannya, hasil evaluasi kesesuaian lahan aktual

termasuk dalam kategori kelas kesesuaian lahan yang cukup cocok (S2) dengan dua sub-kelas yaitu

S2wa, fh, lp, nr dan S2fh, lp, nr. Ada perbedaan antara daerah di Rantau Panyang dan Keude Lapang

pandangan baik dari spesies dan komposisi botani dari spesies yang mendominasi di lokasi Rantau

Panyang adalah Cyperus bifax dan Imperata cylindrica di lokasi Lapang.

Kata kunci: kesesuaian lahan, komposisi botani, kapasitas

S J A T

Page 2: Serambi Journal of Agricultural Technology (SJAT) S J A T

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 1 Hal. 14 - 26 2020 | 15

PENDAHULUAN

Salah satu strategi utama dalam

pembangunan pertanian yaitu dengan

melakukan Pembangunan kawasan peternakan

yang bertujuan untuk menaikkan kesejahteraan

hidup peternak, menaikkan nilai daya saing

produk pertanian serta dapat memelihara

kelestarian sumber daya pertanian (Saragih,

2000).

Pemerintah Aceh berusaha untuk

mewujudkan hal tersebut dengan langkah

memberikan dukungan kepada para

masyarakat serta pemangku kepentingan pada

daerah yang sangat potensial untuk dilakukan

pembangunan dan pengembangan peternakan,

sebagaimana tercantum dalam Rencana

Strategis Direktorat Jenderal Peternakan Tahun

2010-2014. Visi yang menjadi landasan dalam

pembangunan peternakan adalah:

“Mewujudkan peternakan yang berdaya saing

dan berkelanjutandengan mengoptimalkan

pemanfaatan sumberdaya lokal untuk

mewujudkan penyediaandan keamanan

pangan hewani serta meningkatkan

kesejahteraan peternak”.

Sedangkan menurut undang-undang

Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan

Kesehatan Hewan menyatakan bahwa ruang

lingkup pengaturan penyelenggaraan

peternakan meliputi tanah atau lahan, air,

sumber daya genetik, benih, bibit, bakalan,

pakan, alat dan mesin peternakan, budi daya,

panen dan pascapanen, pemasaran, dan

pengolahan hasil peternakan.

Hal tersebut harus diselenggarakan

secara sinergis untuk melindungi dan

meningkatkan kualitas sumber daya hewan,

menyediakan pangan yang aman, sehat, utuh,

dan halal serta meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat, hewan, dan lingkungan. Selain itu

juga menyediakan jasa dan bahan baku

industri, mengembangkan ilmu pengetahuan

dan teknologi, dan meningkatkan pendapatan

dan devisa negara, memperluas kesempatan

berusaha dan kesempatan kerja; serta

meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Kabupaten Bireuen merupakan salah

satu kabupaten di Provinsi Aceh yang memiliki

iklim sesuai untuk pengembangan sektor

peternakan. Daerah ini mempunyai suhu udara

rata-rata 260C dan jumlah hujan yang turun

sekitar 13 hari perbulan.

Usaha pertanian khususnya peternakan

secara umum mewarnai struktur ekonomi

agraris di kawasan ini. Pertanian selama enam

tahun terakhir menjadi tiang ekonomi daerah.

Kontribusinya mencapai47.29% terhadap total

perekonomian daerah. Pada periode tahun

2003-2007, data pertumbuhannya meningkat

rata-rata 4.69% pertahun. Kegiatan beternak

berperan cukup besar terhadap pembangunan

struktur ekonomi Bireuen. Potensi padang

pengembalaan mencapai 5,606 hektar

ditambah kebun rumput 175 hektar milik

masyarakat di sepanjang bantaran Krueng

Peusangan. Populasi ternak besar, kecil, dan

unggas di daerah ini tergolong besar di

Provinsi Aceh. Untuk ternak besar,

pertumbuhan populasinya mencapai 5-6%,

ternak kecil 4-5%, dan unggas 7-8% pertahun.

Data Dinas Peternakan dan Kesehatan

Hewanselama tahun 2003-2007, menunjukkan

jumlah produksi daging jenis sapi

mendekati1000 ton, kerbau 213 ton, kambing

4000 ton, dan daging unggas 1.6 juta ton.Jika

dikaitkan dengan ketentuan pola pangan

harapan, seharusnya konsumsi daging

masyarakat Indonesia sebanyak 10.1 kg per

kapita per tahun. Namun, saat ini masyarakat

di Indonesia baru mengonsumsi protein hewani

sebanyak 4.19 gram per kapita per hari,

sehingga negara kita masih memerlukan impor

daging dan sapi potong sekitar 27-30% untuk

memenuhi kebutuhan dalam negeri (Riady,

2004).

Menurut Susetyo (1980) dalam usaha

peningkatan produksi ternak

ruminansiaterdapat hubungan segitiga antara

lahan, makanan ternak dan ternak yang

merupakan satu kesatuan organis yang tak

terpisahkan dalam usaha tani. Bila salah satu

diantaranya tidak ada maka produksi yang

akan dihasilkan tidak akan memuaskan dan

Page 3: Serambi Journal of Agricultural Technology (SJAT) S J A T

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 1 Hal. 14 - 26 2020 | 16

mungkin akan menyebabkan kegagalan dalam

usaha. Lahan merupakan modal utama sebagai

tempat hidup ternak ruminansiasekaligus

sebagai penghasil hijauan makanan ternak.

Oleh karena itu agar dapat tercapai produksi

ternak yang optimal diperlukan lahan yang

sesuai sebagai lingkungan ekologis ternak dan

mampu menghasilkan hijauan makanan ternak

dalam jumlah dan kualitas yang cukup dan

kontinyu. Hijauan makanan ternak dapat

bersumber dari padang rumput alam atau

dengan melakukan penanaman hijauan

makanan ternak. Jenis dan kualitas hijauan

dipengaruhi oleh kondisi ekologi dan iklim di

suatu wilayah, dan biasanya ketersediaan

hijauan pakan ternak di Indonesia tidak

tersedia sepanjang tahun, dan hal ini

merupakan suatu kendala yang perlu

dipecahkan ( Hasnudi dan Enizar, 2004 ).

Dalam situasi demikian pemerintah

Kabupaten Bireuen harus melakukan suatu

terobosan yang tepat agar potensi

pengembangan peternakan dapat berkembang

dengan baik. Peluncuran program

pengembangan kawasan peternakan Kabupaten

Bireuen dipusatkan di wilayah Kecamatan

Gandapura dan Kecamatan Juli, karena

kawasan dimaksud berpotensi untuk

dikembangkan sebagai kawasan peternakan.

Kebijakan dengan kriteria meningkatkan

pertumbuhan pembangunan wilayah pedesaan

itu sangat diperlukan, namun demikian

diperlukan kajian yang mendalam dan

komprehensif tentang karakteristik lahan

seperti arahan kesesuaian lahan, luas areal

meliputi kondisi agrofisik, agroklimat, kondisi

sosial dan ekonomi masyarakat setempat.

Sampai saat ini belum ada data dan

informasi yang akurat serta dipaparkan tentang

karakteristik lingkungan dan agrofisik kawasan

pengembangan peternakan tersebut dapat

meningkatkan semangat masyarakat dalam

berusaha tani.

Pengembangan kawasan peternakan ini

diharapkan menjadi sektor unggulan dalam

memacu peningkatan pendapatan dan

kesejahteraan masyarakat khususnya petani

sekaligus menjadi penggerak utama

pembangunan ekonomi daerah Kabupaten

Bireuen.

Berdasarkan pemikiran tersebut diatas

maka dirasa perlu dilakukan kajian dan

penelitian program pengembangan kawasan

peternakan pada pusat-pusat pertumbuhan

(kawasan agribisnis) yang terpilih di

Kabupaten Bireuen termasuk kawasan

agribisnis berbasis peternakan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan

Gandapura dan Kecamatan Juli Kabupaten

Bireuen. Luas keseluruhan kawasan kajian

dalam penelitian mencapai 180 hektar.

Metode proses pengkajian cepat dengan

mengumpulkan seluruh data dan informasi

dengan melibatkan sasaran kegiatan ini

menjadi pilihan dalam melaksanakan

penelitian ini. Data yang telah diperoleh

kemudian dianalisa secara statistic melalui

pendekatan kualitatif dan kuantitatif, untuk

selanjutnya hasilnya diinterpretasikan serta

melihat kecenderungan yang dihasilkan.

Data primer dikumpulkan melalui

metode observasi langsung (survey) lapangan

untuk mendapatkan gambaran fenomena secara

akurat.Kegiatan yang terlebih dahulu

dilakukan Sebelum survey lapangan yaitu

persiapan-persiapan penyusunan administrasi,

persiapan data dasar dan peta rencana kerja,

penyediaan bahan dan peralatan survey,

sedangkan untuk data sekunder diperoleh

melalui kajian kepustakaan, laporan, jurnal,

dan media elektronik (internet).

Metode survey yang dilakukan pada

penelitian ini memiliki dua tahapan langkah

yaitu sebagai berikut; (1) tahapan pertama

yaitu pra survey atau survey pendahuluan yang

bertujuan untuk memperoleh data sekunder, (2)

tahapan selanjutnya adalah survey utama

(lapangan), dimana pada tahap berfungsi

unntuk mendapatkan data primer dan sampel

tanah untuk dianalisis di Laboratorium.

Metode penentuan sampel tanah dilakukan

dengan cara tanah diambil secara acak pada

Page 4: Serambi Journal of Agricultural Technology (SJAT) S J A T

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 1 Hal. 14 - 26 2020 | 17

tiap titik yang sudah ditentukan secara taktis

dengan frekuensi pengambilan sekitar 1

sampel per 50 hektar atau ditentukan

berdasarkan heterogenitas wilayah. Sampel

tanah yang dianalisis merupakan contoh tanah

komposit dengan aspek analisis C-org, pH,

tekstur tanah, N, P, K, KB dan KTK.Hasil

analisis sampel tanah di laboratorium,

dipergunakan lebih lanjut untuk dilakukan

analisa dan interpretasi untuk menilai tingkat

kesuburan kimia tanah. Padanan penyusunan

harkat kesuburan tanah merujuk pada kriteria

interpretasi sifat-sifat kimia tanah menurut

PPT (1993).

Evaluasi kesesuaian lahan merupakan

hasil penjabaran data tanah dan fisik

lingkungan yang merupakan bagian yang tidak

dapat dipisahkan dari kegiatan survey dan

pemetaan tanah. Membandingkan

karakteristik/ kualitas lahan (land

characteristics/ quality) dengan persyaratan

tumbuh tanaman/penggunaan lahan (land use/

crop requirements), pada kondisi ini yaitu

tanaman rumput gajah, setaria, dan kelompok

leguminosa menjadi konsep dasar dalam

penentuan data satuan tanah dan lahan pada

daerah survey yang dianalisis melalui ekstraksi

database land unit.

Pada tahap awal analisis kesesuaian

lahan perlu disusun berbagai tipe penggunaan

lahan (Land Utilization Type) yang disesuaikan

dengan tujuan survey tanah. Dalam

pelaksanaannya membutuhkan rincian kualitas

lahan yang dapat diperinci lagi ke dalam satu

atau lebih karakteristik lahan. Kondisi bio-fisik

dipakai sebagai penentuan kualitas dan

karakteristik lahan dalam analisis kesesuaian

lahan.

Kesesuaian lahan tiap komoditas pada

setiap satuan lahan dibedakan atas 4 kelas,

yaitu; sangat sesuai (S1), sesuai (S2), sesuai

marginal (S3), tidak sesuai (N) (PPT, 2003).

Satuan lahan yang berupa asosiasi atau

kompleks dapat mempunyai 2 sampai 3 kelas

kesesuaian lahan yang berbeda sehingga untuk

mempermudah penggunaannya dilakukan

penyederhanaan kelas kesesuaian lahan.

Kapasitas tampung ternak ditentukan

berdasarkan ketersediaan pakan atau

ransumdengan memperhatikan aspek-aspek

pendekatan yang telah dilakukan oleh Subagio

dan Kusmartono (1988), yaitu sebagai berikut :

Kuantitas produksi hijau dapatdiperkirakan

dengan menggunakan metode cuplikan yaitu

dengan memakai bingkai yang berbentuk

persegi dengan ukuran 1 meter x 1 meter

sebanyak 20 buah. Pengambilan sampel

dilakukan secara acak pada lapangan. Jumlah

banyaknya sampel ditentukan dengan melihat

homogenitas lahan dengan kriteria sebagai berikut

yaitu penyebaran produksi, komposisi

botani,serta topografi lahan. Hijauan yang

terdapat pada area didalam bingkai selanjutnya

dipotong lebih kurang 5-10cm diatas permukaan

tanah dan selanjutnya ditimbang beratnya.

Jenis ternak yang digembalakan, spesies

hijauan di padangan, tipe iklim setempat serta

kondisi tanah padangan menjadi dasar

penentuan besarnya Konsep Proper Use

Factor (PUF). Berat nilai PUFuntuk

penggunaan padangan ringan yaitu sebesar25-

30%, untuk penggunaan padang sedang yaitu

sebesar 40 -45%, sedangkan nilai 60 -70%

diperuntukkan untuk penggunaan padang berat.

Metode ini digunakan untukmemperkirakan

produksi hijauan yang dipengaruhi oleh : (a)

Erodibilitas lahan, yaitu sebuah kondisi

dimana suatu lahan sangat mudah mengalami

erosi dengan hamparan vegetasi yang rendah,

Hijauan dipanen tidak boleh terlalu banyak

jumlahnya menjadi solusi terbaik pada jenis

lahan ini. (b) Pola pertumbuhan kembali

hijauan. Kondisi dimana hijauannya memiliki

pola pertumbuhan setelah panen yang lambat,

maka untuk menentukan perkiraan jumlah

ternak yang akan dipelihara sebaiknya tidak

memperhitungkan semua hijauan yang ada.(c)

Prediksi Jenis dan jumlah ternak yang akan

dipelihara, dimana semakin banyak injakan

ternak terhadap rerumputan yang disebabkan

oleh banyaknya jenis dan jumlah ternak yang

mengakibatkan tidak 100% hijauan yang ada

dapat dikonsumsi ternak.

Page 5: Serambi Journal of Agricultural Technology (SJAT) S J A T

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 1 Hal. 14 - 26 2020 | 18

Perkiraan kebutuhan luas tanah per

bulan,didasari pada kemampuan ternak

mengkonsumsi hijauan.Contoh : Seekor ternak

sapi dewasa membutuhkan 35 kilogram

rumput per hari (10% dari bobot badan) maka

per bulan diperlukan 35 kilogram x 30 = 1050

kilogram (1.05 ton) hijauan. Bila produksi

hijauan 8 ton per hektar, maka luas lahan

yang dibutuhkan seekor sapi dewasa per

bulan adalah 1.05/8 = 0.13 hektar.

Memprediksi kebutuhan luas tanah per

tahun. Suatu padangan memerlukan waktu

agar hijauan yang telah dikonsumsi ternak

tumbuh kembali dan siap untuk digembalai

lagi. Periode waktu ini disebut sebagai periode

istirahat. 70 hari merupakan waktu istirahat

yang dibutuhkan oleh suatu kawasan padang

rumput tropika yang sudah digembalai

selama 30 hari. Untuk memperkirakan

kebutuhan luas tanah per tahun digunakan

rumus Voisin yaitu sebagai berikut :

(Y - 1) s = r

dimana :

Y = Angka konversi luas tanah yang

dibutuhkan per tahun terhadap

kebutuhan per bulan

s = Periode merumput

r = Periode ist irahat

Perhitungan kapasitas tampung ternak

jenis sapi, kambing atau domba dapat

menggunakan pendekatan yang dilakukan oleh

Reksohadiprodjo (1985). Jenis ternak memiliki

keterkaitan yang sangat erat dengan kebutuhan

konsumsi pakannya. Menurut Reksohadiprodjo

(1984), ternak herbivora membutuhkan 8

kilogram BK/hari/ST.

Kapasitas Tampung Padangan Alam.

Produksi hijaun yang dapat dikonsumsi

menjadi dasar penentuan kapasitas tampung

padang rumput alam. Urutan perhitungan

adalah sebagaiberikut (Reksohadiprodjo,

1985):

Produksi Hijauan kilogram per hektar =

Rata-rata BB cuplikan (kg/m2)*104 m2/ha

Hijauan tersedia (kilogram per hektar) = PUF

* Produksi hijauan (kg/ha)/tahun

Pada penelitian ini penggunaan lahan

padang penggembalaan atau Proper Use Factor

(PUF) diasumsikan pada tingkat yang sama pada

kedua Kawasan, Gandapura dan Juli yakni 45 %

karena pada umumnya kelas tanah yang

dilaokasikan untuk peternakan termasuk

golongan sedang dan ringan.

Kebutuhan hijauan (berat basah) perbulan

diasumsikan 1.176 kg/ST yang didasarkan atas

kebutuhan bahan kering sebesar 8 kg/hari/ST

(BB = 350 kg).

Y adalah angka konversi luas tanah yang

dibutuhkan dari per bulan menjadi per tahun

sebesar 3.33 berdasarkan rumus Voisin yaitu :

Y = (R/S) + 1

dengan S adalah lama periode merumput yang

ditentukan selama 30 hari, dan R adalah lama

periode istirahat yang ditentukan selama 70

hari.

Dari hasil perhitungan nilai kapasitas

tampung, maka dapat dihitung kapasitas

tampung total dan kapasitas tampung bagi sapi

atau kambing yaitu sebagai berikut :

Kt = K * L

Dimana :

K = Kapasitas Tampung (ST/ha)

Kt = Kapasitas tampung total (ST)

L = Luas padang rumput alam (ha)

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Gambaran Umum Lokasi dan Potensi

Agrofisik

Kabupaten Bireuen merupakan salah

satu Kabupaten di Provinsi Aceh hasil

pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara yang

dibentuk dengan Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 48 Tahun 1999, dengan letak

Page 6: Serambi Journal of Agricultural Technology (SJAT) S J A T

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 1 Hal. 14 - 26 2020 | 19

geografis pada 40.54’ – 50.18’ lintang utara dan

0960.20’ – 0970.21’ bujur timur. Klasifikasi

iklim wilayah Kabupaten Bireuen menurut

pembagian Mohr, Schimidt dan Ferguson

termasuk iklim C dengan nilai Q = 48.33%

(Lakitan, 1994).

Curah hujan di wilayah Bireuen berkisar

122.99 mm per bulan, dengan rata-rata hari

hujan 13 hari per bulan. Pada bulan Oktober

sampai Desember mempunyai curah hujan

bulanan mencapai maksimal dengan curah

hujan tertinggi 254.2 mm per bulan.

Sedangkan jumlah curah hujan paling rendah

terjadi pada bulan Juli dengan curah hujan

sebesar 34.4 mm per bulan.Rata-rata suhu

udara bulanan 260C, bulan-bulan terpanas

terjadi pada bulan Maret-April dan Mei.

Kondisi iklim yang demikian meyebabkan

terbentuknya habitat vegetasi padang

penggembalaan yang banyak dimanfaatkan

oleh peternak sebagai tempat menggembalakan

ternaknya.

Sedangkan lokasi kawasan

pengembangan peternakan sebagai objek

penelitian terpilih yaitu Desa Rantau Panyang

Kecamatan Juli dan Desa Keude Lapang

Kecamatan Gandapura Kabupaten Bireuen.

Letak secara administrasi lokasi

penelitianmasing-masing kawasan

pengembangan peternakan disajikan pada peta

Gambar 1.

Luas Kabupaten Bireuen secara

keseluruhan adalah 1,931.49 km2 atau

193,149.47 ha. Kawasan pengelolaan

peternakan rencananya dipusatkan Kabupaten

Bireuen meliputi areal seluas 180 ha. Kawasan

tersebut meliputi 2 (dua) desa yakni Rantau

Panyang dan Keude Lapang. Adapun luas

wilayah kawasan pengembangan peternakan di

Kabupaten Bireuen dirinci berdasarkan desa

dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Lokasi Rencana Pengembangan Kawasan Peternakan

Beserta Luas Arealnya

Kecamatan Desa Luas Wilayah

(Ha)

Persentase

(%)

J u l i

Gandapura

Rantau Panyang

Keude Lapang

70,00

110,00

38,89

61,11

Jumlah 180,00 100,00

Sumber : Karakteristik Lahan Bireuen

Gambar 1. Peta orientasi lokasi pengembangan kawasan peternakan Kec. Juli dan Ganda Pura

Kab. Bireuen

Gambar 2. Peta lokasi pusat rencana

pengembangan kawasan peternakan Kec. Juli

Kab. Bireuen

Gambar 3. Peta lokasi rencana pengembangan kawasan peternakan Kec. Ganda Pura Kab.

Bireuen

Lahan-lahan yang ditunjukkan pada

Tabel 1. Diperuntukkan untuk penggunaan

seperti lahan perkebunan HMT, dan lahan

pengembalaan. Lokasi rencana pengembangan

kawasan peternakan di Kecamatan Juli dan

Gandapura secara administrasi disajikan pada

peta Gambar 2 dan 3.

Kawasan pengembangan terletak di

Kawasan Krueng Simpo Desa Rantau Panyang

Kecamatan Juli diarahkan untuk

pengembangan ternak ruminansia (sapi dan

Page 7: Serambi Journal of Agricultural Technology (SJAT) S J A T

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 1 Hal. 14 - 26 2020 | 20

kambing). Daerah ini dikhususkan sebagai

kawasan pengembangan pembibitan (breeding

center) ternak sapi dengan luas wilayah

pengembangan HMT mencapai70 hektar.

Desa Keude Lapang Kecamatan Gandapura,

dengan luas kawasan sekitar 110 hektar

menjadi daerah pengembangan II, wilayah ini

ditujukan sebagai kawasan pembibitan ternak

ruminansia, pengembangan padang

pengembalaan dan penyediaan hijauan

makanan ternak dengan penanaman rumput

dengan sistem pola cut dan carry, serta

dukungan pengembangan sentra pemasaran

ternak ruminansia di Kabupaten Bireuen.

3.2. Fisiografi dan Penggunaan Lahan

Hasil analisis digitasi peta landsat

(2005) yang disertai hasil pengamatan dan

pengukuranlapangan dengan menggunakan

abney level diketahui bahwa areal rencana

pengembangan kawasan peternakan Kabupaten

Bireuen di masing-masing lokasi mempunyai

fisiografi dari datar sampai berombak

dengankemiringan lahan dari 0-8%.

Pengembangan kawasan di Desa Rantau

Panyang Kecamatan Juli mempunyai fisiografi

yang lebih lengkap yaitu bentuk tanah datar

sampai bergelombang, sedangkan wilayah

pengembangan kawasan di Desa Keude

Lapang Kecamatan Gandapura mempunyai

fisiografi datar. Fisiografi lahan areal

pengembangan kawasan peternakan Kabupaten

Bireuen dapat dilihat dalam Tabel 2.

Tabel 2 memperlihatkan bahwa areal

pengembangan kawasan peternakan di Desa

Rantau Panyang Kecamatan Juli

mempunyaibentuk fisiografi berbukit dengan

kemiringan lahan mencapai 15-25%,

sedangkan di Desa Keude lapang Kecamatan

Gandapura mempunyai bentuk wilayah datar

sampai bergelombang dengan kemiringan

lahan 0-8%.Pada kedua lokasi tersebut,

terdapat juga daerah lahan yang dapat menjadi

persedian untuk pengembangan kawasan

peternakan Kabupaten Bireuenpada masa yang

akan datang yaitu areal lahan kering yang

berupa, tanah tandus, padang alang – alang

serta semak belukar yang masih terdapat

disekitar Desa Keude Lapang. Tabel 2. Luas wilayah dan fisiografi areal pengembangan

kawasan peternakan Kabupaten Bireuen

Kecamatan Desa Fisiografi Lereng

(%)

Luas

Ha %

Juli

Rantau

Panyang

Berbukit

15-25

70.00

38,89

Gandapura

Keude

Lapang

Datar -

Bergelombang

0-8

110,00

61,11

Total 180 100

Sumber : Hasil digitasi peta landsat dan pengamatan lapangan

3.3. Kesesuaian Lahan

Kesesuaiaan lahan adalah kecocokan

suatu bidang lahan untuk penggunaan tertentu.

Kesesuian lahan biasanya dievaluasi untuk

dapat dilihat pada kondisi saat ini (present)

atau setelah diadakan perbaikan

(improvement). Analisis kesesuaian lahan

merupakan interpretasi data tanah dan fisik

lingkungan yang tidak dapat dipisahkan dari

kegiatan survey dan pemetaan tanah.

Data satuan tanah dan lahan di daerah

survey digunakan dalam analisis melalui

ekstraksi database land unit, dimana dengan

melihat perbandingan karakteristik/kualitas

lahan (land characteristics/quality) dengan

persyaratan tumbuh tanaman/penggunaan

lahan (land use/crop requirements) yaitu

tanaman hijauan makanan ternak (HMT)

dalam kasus penelitian ini.

Hasil analisis sampel tanah komposit

pada setiap lokasi pengembangan kawasan

peternakan Kabupaten Bireuenmenunjukkan

nilai yang hampir sama antara daerah satu dan

daerah lainnya. Pada Tabel 3 dapat dilihat

hasil analisis beberapa sifat fisika dan kimia

tanah.

Tabel 3 memperlihatkan bahwa sifat

kimia tanah lokasi pengembangan kawasan

peternakan Kabupaten Bireuen yang berada di

daerah Kecamatan Juli, dan Kecamatan

Gandapura hampir sama. Kapasitas tukar

kation (KTK) berkisar antara 18.00 sampai

dengan 19.10 me per 100 gram tanahdan

tergolong dalam kategori sedang, dan untuk K-

dd tanah mempunyai kriteria sedang dengan

nilai 0.34-0.38 me per 100gram. Range nilai

Page 8: Serambi Journal of Agricultural Technology (SJAT) S J A T

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 1 Hal. 14 - 26 2020 | 21

persentase kejenuhan basa (KB) berkisar

antara 31.60% s/d 35.80% dan tergolong dalam

kriteria rendah sampai sedang, pH tanah agak

masam yaitu berkisar antara 5.35 sampai

dengan5.63 dengan kriteria masam sampai

agak masam, dan kandungan C-organik tanah

tergolong dalam kriteria rendah dengan nilai

1.12% sampai dengan 1.15%.

Tabel 3. Hasil analisis sifat kimia sampel tanah komposit

areal pengembangan kawasan peternakan Kabupaten Bireuen

Karakteristik Tanah Kawasan

Juli Gandapura

KTK (me/100g) 19,10 18,00 Kejenuhan Basa (%) 35,80 31,60

pH (H2O) 5,35 5,63 C-Organik (%) 1,15 1,12 K-dd (me/100g) 0,38 0,34

Kelompok Tekstur Agak Halus Agak halus

Sumber:Hasil analisis Laboratorium Analisis Tanah dan

TanamanFakultas Pertanian Unsyiah

Hasil analisa data juga menunjukkan

bahwa secara umum status kesuburan tanah di

lokasi areal pengembangan kawasan Desa

Rantau Panyang Kecamatan Juli dan Desa

Keude Lapang Kecamatan Gandapura

termasuk dalam kriteria rendah

Analisis kesesuaian lahan untuk

pengembangan tanaman Hijauan Makanan

Ternak (HMT) di areal pengembangan

kawasan peternakan Kabupaten Bireuen

memperlihatkan hasil terdiri dari jenis

kelompok rumput-rumputan (Gramineae) dan

leguminosa (Leguminoseae). Petunjuk

penyusunan kelas kesesuaian lahan untuk jenis

– jenis komoditi merujuk pada kriteria yang

dikeluarkan oleh PPT tahun 2003.

Tabel 4 memperlihatkan hasil evaluasi

lahan secara aktual untuk hijauan makanan

ternak jenis rumput-rumputan di daerah

pengembangan kawasan peternakan Kabupaten

Bireuen. Berdasarkan Tabel tersebut

menunjukkan bahwa semua areal yang berada

pada daerah pengembangan kawasan

peternakan (Rantau Panyang Kecamatan Juli

dan Keude Lapang Kecamatan Gandapura)

termasuk dalam kelas cukup sesuai (S2)

dengan 2 (dua) sub kelas yaitu S2wa,nr; dan

S2wa,fh,lp,nr (peta Gambar 4 dan 5).

Tabel 4. Kelas Kesesuaian lahan aktual untuk

tanaman rumput-rumputan di areal pengembangan

kawasan peternakan Kabupaten Bireuen Kelas/Sub

Kelas Kesesuaian

Luas

Kecamatan Desa ha %

Juli S2wa,nr Rantau

Panyang

70,0 38,89

Gandapura S2wa,fh,lp,nr Keude

Lapang

110,0 61,11

Total 180 100

Sumber: Hasil analisis

Keterangan : wa = ketersediaanaAir; nr =retensi hara;

fh =bahaya banjir; lp = penyiapan lahan

Gambar 4. Peta kesesuaian lahan aktual untuk

hijauan makanan ternak (HMT) di daerah

pengembangan kawasan peternakan Kec. Juli Kab. Bireuen

Gambar 5. Peta kesesuaian lahan aktual untuk

hijauan makanan ternak (HMT) didaerah

pengembangan kawasan peternakan Kec. Gandapura Kab. Bireuen

Ketersediaan air terutama pada musim

kemarau dengan rata-rata curah hujan tahunan

1463.08 mm per tahun, dan lamanya banjir < 1

bulan), serta tingkat kesuburan tanah yang

rendah menjadi faktor pembatas utama yang

menjadi ciri dari Lahan-lahan dengan sub kelas

S2wa,nr. Jenis tipe lahan ini di kawasan

Rantau Panyangmemiliki sebaran dengan total

luas areal mencapai 70.00 hektar (38.89%).

Selain faktor pembatas penggunaan

yang telah diuraikan diatas, Lahan-lahan yang

Page 9: Serambi Journal of Agricultural Technology (SJAT) S J A T

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 1 Hal. 14 - 26 2020 | 22

termasuk dalam kategori sub kelas

S2wa,fh,lp,nr mempunyai faktor pembatas

tambahan. Faktor pembatas penggunaan lahan

untuk budidaya tanaman rumput-rumputan

dimaksud adalah kondisi lahan yang

menyangkut dengan penyiapan lahan yang

berupa batuan permukaan yang mencapai 5-

15% dengan ukuran beragam antara <0.5 -

1.5cm2. Lahan sub kelas ini terdapat di dalam

kawasan Keude Lapang dengan luas areal

110.00 hektar (61.11%).

Hasil evaluasi kesesuaian lahan aktual

untuk areal pengembangan tanaman hijauan

makanan ternak dari kelompok tanaman jenis

leguminosa dapat dilihat pada Tabel 5, dari

Tabel tersebut dapat diketahui bahwa lahan

pengembangan kawasan peternakan Rantau

Panyang dan Keude Lapang termasuk dalam

kategori kelas kesesuaian lahan cukup sesuai

(S2) dengan dua sub kelas kesesuaian yaitu

S2nr dan S2fh,lp,nr.

Tabel 5. Kelas Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman jenis Leguminosa pada areal pengembangan kawasan peternakan Kabupaten Bireuen Kelas/Sub

Kelas Kesesuaian

Luas

Kecamatan Desa ha %

Juli S2nr Rantau Panyang

70,00 38,89

Gandapura S2fh,lp, nr Keude Lapang

110,00 61,11

Total 180 100

Sumber: Hasil analisis

Keterangan : nr =retensi hara; fh =bahaya banjir;

lp = penyiapan lahan

Lahan-lahan untuk penanaman hijauan

makanan ternak dari jenis Leguminosa dengan

tipe sub kelasS2nr ini terdapat di kawasan

Rantau Panyang dengan total luas areal

mencapai 70.00 ha (38.89%). Lahan tipe ini

memiliki tingkat kesuburan yang rendah

sebagai faktor pembatas penggunaan lahan.

Lahan dengan sub kelasS2fh,lp,nri

hanya terdapat di kawasan Keude Lapang

dengan luas areal mencapai 110.00 hektar

(61.11%), dimana faktor lingkungan menjadi

faktor pembatas penggunan lahan pada jens

lahan dengan sub kelas ini. Selain faktor

pembatas yang sudah diuraikan diatas jenis

tipe lahan ini memiliki faktor pembatas lainnya

yang berupa kondisi lahan yang berupa batuan

lepas yang tersebar pada permukaan tanah

dengan persentase berkisar 5-15% yang dapat

mempengaruhi penyiapan lahan.

3.4. Kapasitas Tampung

Vegetasi Hijauan yang terdapat dilokasi

pada umumnya sama yakni ; Cyperus bifax,

Cyperus rotundus, Themeda arguens, Panicum

maximum, Imperata cylindrica, Star grass dan

Brachiaria decumbens, dengan komposisi

botani masing-masing spesies seperti terlihat

pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi Botani (%) Spesies Hijauan di areal

pengembangan kawasan peternakan Kabupaten Bireuen Lokasi

Spesies Hijauan Rantau Panyang

Keude

Lapang Cyperus bifax (Rumput teki) 34,67 30,05

Themeda arguen* (Rumput merayap) 10,41 11,08 Cyperus rotundus* (Rumput teki) 22,67 20,40 Panicum maximum* (Rumput benggala) 10,89 - Imperata cylindrica* ( Alang-alang) 16,98 38,47 Star grass* (Rumput bintang) 2,22 -

Brachiaria decumbens* (Rumput BD) 2,16 -

Jumlah 100,00 100,00

* Jenis yang lebih disukai

Sumber : Hasil Survey

Tabel 6 memperlihatkan adanya

perbedaan antara areal di Desa Rantau

Panyang dan Desa Keude Lapang baik dilihat

dari spesies dan komposisi botaninya. Pada

areal pengembangan peternakan di Desa

Rantau Panyang terlihat memiliki jumlah

spesies hijauan yang lebih banyak

dibandingkan dengan padangan di Desa Keude

Lapang. Namun hanya satu spesies yang

terlihat tidak disukai, sedangkan paling disukai

oleh ternak ruminansia yaitu Themeda Arguen,

Cyperus rotundus, Panicum maximum,

Imperata cylindrica, Star grass dan Brachiaria

decumbens. Produksi hijauan keempat spesies

ini sebesar 3.704 kg/ha atau sekitar 65,33%

dari seluruh produksi hijauan. Sedangkan di

Desa Keude Lapang terdapat tiga spesies yang

dikonsumsi oleh ternak ruminansia yaitu

Themeda Arguen, Cyperus rotundus dan

Imperata cylindrica. Produksi ketiga spesies

Page 10: Serambi Journal of Agricultural Technology (SJAT) S J A T

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 1 Hal.14 – 26 2020 | 23

-

ini sebesar 2926 kilogram per hektar atau

sekitar 69.95% dari seluruh produksi hijauan.

Sementara itu berdasarkan komposisi

botaninya, terlihat pada tabel 6 bahwa spesies

hijauan yang mendominasi di lokasi Desa

Rantau Panyang adalah Cyperus bifax sebesar

dengan komposisi sebesar 34.67%. Sedangkan

spesies hijauan yang mendominasi lokasi Desa

Keude Lapang adalah Imperata cylindrica

dengan komposisi sebesar 38.47%. Bila dilihat

dari spesies hijauan yang dikonsumsi ternak

ruminansia, nampak bahwa jenis hijauan di

kedua lokasi tersebut termasuk dalam jenis

rerumputan (graminae) dan sedikit sekali

ditemukan hijauan jenis legume.Kenyataan ini

secara umum mencerminkan rendahnya

kualitas hijauan di areal pengembangan

peternakan Kabupaten Bireuen.

Berdasarkan hasil diatas, maka dapatlah

dikatakan bahwa padangan di Desa Keude

Lapang memiliki kualitas dan kuantitas hijauan

yang lebih rendah dari padangan di Desa

Rantau Panyang. Secara kualitas terlihat bahwa

jumlah atau keragaman spesies rumput yang

dikonsumsi ternak ruminansia di padangan

Keude Lapang lebih sedikit dari pada

padangan Rantau Panyang Keragaman spesies

ini tentunya berpengaruh terhadap kualitas gizi

HMT, karena semakin tinggi keragaman

hijauan yang dikonsumsi maka cenderung

semakin tercukupi pula kelengkapan zat-zat

makanan yang dibutuhkan oleh ternak.

Sedangkan secara kuantitas terlihat

bahwa terdapat perbedaan produksi hijauan di

padangan Desa Keude Lapang dan padangan

Rantau Panyang, masing-masing yaitu sebesar

3704 kg per ha dan 2926 kg per ha. Bila

dibandingkan dengan data dari Dinas

Peternakan Dan Kesehatan Hewan Kabupaten

Bireuen (2008) pada beberapa lokasi padang

pengembalaan yang ada yaitu sebesar 2175-

18550 kg per ha, maka kedua padangan ini

masih didalam kisaran angka ini.

Perbedaan produksi hijauan anatar

kedua padangan ini diduga karena kandungan

air dan jenis tanahnya. Seperti diketahui bahwa

di desa Rantau Panyang memiliki daerah

berupa rawa dangkal yang tidak dimiliki

padangan di desa Keude Lapang. Bagian rawa

ini menyebabkan kandungan air tanah di

padangan Rantau Panyang menjadi lebih tinggi

dari pada padangan di Keude Lapang sehingga

air lebih mudah dipergunakan oleh tanaman

atau hijauan dalam proses pertumbuhannya.

Menurut Soetanto dan Soebagio (1998)

keadaan tanah yang terlampau kering

menyebabkan tanah lebih kuat menahan air

sehingga tanaman tidak dapat mengambil dan

mempergunakannya.

Selanjutnya berdasarkan hasil

pengamatan dilapangan, jenis tanah padang

pengembalaan di Desa Rantau Panyang adalah

Alluvial dan Desa Keude Lapang adalah Pod

solid merah kuning. Adanya perbedaan jenis

tanah antara kedua lokasi ini tentunya terjadi

pula perbedaan keadaan fisik dan tingkat

kesuburannya. Soetanto dan Soebagio (1998)

menyatakan bahwa fisik tanah akan

berpengaruh terhadap produksi tanaman

makanan ternak. Perbedaan tingkat kesuburan

juga diduga menjadi penyebab adanya

spesifikasi jenis hijauan yang dapat tumbuh

dengan baik di suatu daerah dan pada akhirnya

berpengaruh terhadap produksi hijauannya.

Hasil penghitungan kapasitas tampung

padangan pada kedua lokasi penelitian

berdasarkan produksi hijauan yang dapat

dikonsumsi ternak ruminansia terlihat pada

tabel 7.

Tabel 7 memperlihatkan bahwa

kapasitas tampung pada kedua lokasi masing-

masing adalah 0.43 ST per ha dan 0.34 ST per

ha. Hasil ini menunjukkan bahwa pada lokasi

padangan Desa Rantau Panyang memiliki

kapasitas tampung yang lebih besar daripada

lokasi padangan di Desa Keude Lapang.

Sedangkan kapasitas tampung total kedua

lokasi tersebut sebesar 0.76 ST per ha. Dan

bila dibandingkan dengan kapasitas tampung

daerah tropik pada umumnya yaitu sebesar 2-7

ha per ST per tahun atau 0.14-0.5 ST per ha

per tahun (Mc Illroy, 1977) maka lokasi

padangan Desa Rantau Panyang memiliki

kapasitas tampung yang lebih tinggi,

Page 11: Serambi Journal of Agricultural Technology (SJAT) S J A T

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 1 Hal.14 – 26 2020 | 24

-

sedangkan pada lokasi padangan Desa Keude

Lapang mempunyai kapasitas tampung yang

lebih rendah walau masih dalam kisaran

tersebut. Sementara Reksohadiprodjo (1985)

kapasitas tampung padangan yang baik yaitu

sebesar 2.5 ST per ha per tahun.

Tabel 7. Kapasitas Tampung Lahan HMT di kabupaten

Bireuen

Lokasi

Kapasitas Tampung

(ST per ha)

Kapasitas Tampung Total (ST

per ha)

Kapasitas Tampung

Total (ekor)

Rantau Panyang Keude Lapang

0,43 0,34

29,76 36,95

60 74

Total 0,76 66,71 133

Sumber: Hasil Analisis Lapangan

Tabel 7 juga memperlihatkan bahwa

kapasitas tampung total lokasi padangan Desa

Rantau Panyang adalah sebesar 29.76 ST per

ha atau 60 ekor ternak. Sedangkan pada lokasi

padangan Desa Keude Lapang adalah sebesar

36.95 ST per ha atau 70 ekor ternak.

Rendahnya kapasitas tampung ternak di

Kabupaten Bireuen ini tentunya disebabkan

karena produktivitas hijauan yang masih

rendah. Makin tinggi produksi hijauan suatu

areal, maka makin tinggi pula kapasitas

tampung atau jumlah ternak yang dapat

digembalakan (Reksohadiprodjo, 1985).

Bila dibandingkan antara kebutuhan

hijauan dengan kapasitas tampung kedua

lokasi penelitian 133 ekor, maka dapatlah

dikatakan bahwa terjadi keadaan under grazing

atau jumlah ternak yang ada lebih sedikit

daripada kapasitas tampung kedua lokasi

tersebut.

Keadaan under grazing mempunyai

pengaruh buruk terhadap hijauan. Hal ini

karena hijauan tersedia lebih banyak dari

hijauan yang dikonsumsi sehingga

menyebabkan hijauan akan menjadi tua dengan

kualitas rendah (kandungan protein kasar

rendah dan serat kasar tinggi) dan kurang

palatabel. Untuk mengatasi keadaan under

grazing ini perlu adanya suatu upaya

peningkatan jumlah atau populasi ternak

ruminansia. Upaya ini dapat dilakukan salah

satunya dengan pengembangan ternak

ruminansia secara kawasan.

3.5. Prioritas dan Arahan Pengembangan

Faktor penghambat penggunaan lahan

bersifat relatif permanen sehingga sangat sulit

untuk dimanipulasi pada skala lapangan, hal

ini yang menyebabkan prioritas dan arahan

pengembangan pada kelas kesesuaian lahan

aktual tidak dapat ditingkatkan kelas

kesesuaiannya menjadi satu tingkat atau lebih

tinggi dari kelas kesesuaian lahan sebelumnya.

Unsur iklim dan rata – rata curah hujan

tahunan merupakan bagian dari kondisi

lingkungan yang menjadi faktor pembatas.

Faktor – faktor ini yang sulit untuk

dimanipulasi untuk peningkatan tingkat

kesesuain lahan.Faktor – faktor kendala lain

seperti bahaya banjir atau genangan, kondisi

batuan permukaan serta tingkat kesuburan

tanah masih memungkinkan untuk

dimanipulasi meskipun dengan tingkat input

yang tinggi. Penanganan yang dapat dilakukan

untuk mengatasi faktor – faktor kendala diatas

dengan melakukan pembuatan saluran

drainase dalam jumlah yang cukupuntuk

menghindari bahaya banjir atau genanangan,

Penghambat penyiapan lahan untuk

penanaman Hijauan Makanan Ternak (HMT)

dapat ditangani dengan melakukan dengan

praktek minimum tillage (olah tanah

minimum), Pemupukan lahan dengan

menggunakan pupuk alam maupun buatan

menjadi salah satu solusi permasalahan dari

tingkat kesuburan tanah yang rendah

Walaupun hasil penelitian menunjukkan

kedaaan under grazing di lokasi

pengembangan peternakan Kabupaten Bireuen,

namun disisi lain terlihat bahwa kapasitas

tampungnya relatif rendah terutama di

padangan di Desa Keude Lapang. Hal ini

nampak dari kualitas dan kuantitas hijauan

yang rendah. Oleh karena itu, upaya yang perlu

dilakukan selain meningkatkan populasi ternak

adalah meningkatkan kuantitas dan kualitas

hijauan makanan ternak di lokasi

pengembangan. Peningkatan kuantitas

Page 12: Serambi Journal of Agricultural Technology (SJAT) S J A T

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 1 Hal.14 – 26 2020 | 25

-

(produksi) hijauan secara langsung akan

meningkatkan kapasitas tampung.

Dalam rangka peningkatan lokasi

pengembangan peternakan di Kabupaten

Bireuen, maka ada beberapa hal yang perlu

dilakukan guna meningkatkan kuantitas dan

kualitas hijauannya yaitu :

1. Penanaman hijauan jenis legum. Hal ini

karena hijauan jenis legum pada umunya

memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi

daripada jenis rumput. Namun karena

jenis leguminosa mempunyai batasan

dalam penggunaanya, hendaknya

diperhatikan komposisinya dengan

rumput. Sebagai acuan dapat

dipergunakan perbandingan rumput dan

legum seperti yang direkomendasikan

Susetyo (1980), bahwa suatu padangan

yang ideal memiliki komposisi spesies

hijauan yang terdiri dari 60% rumput dan

40% legum. Selanjutnyan menurut

Skerman (1977) jenis leguminosa dapat

mengatasi erosi setinggkat dibawah hutan,

karena memiliki akar yang kuat dan dalam

2. Peningkatan keragaman spesies hijauan,

baik dari jenis legum maupun rumput.

Semakin tinggi keragaman spesies hijauan

yang dikonsumsi maka cenderung

semakin tercukupi kelengkapan zat-zat

makanan yang dibutuhkan.

3. Pembangunan/pengembangan sumber-

sumber air terutama pada lokasi

pengembangan di Desa Keude Lapang

Kecamatan Gandapura. Hal ini karena air

sangat dibutuhkan oleh tanaman/hijauan

dalam proses pertumbuhannya.

KESIMPULAN

Luas Kabupaten Bireuen secara

keseluruhan adalah 1.931,49 km2 atau

193.149,47 hektar. Desa Rantau Panyang

Kecamatan Juli dan Desa Keude Lapang

Kecamatan Gandapura akan menjadi pusat

pengembangan padangan yang termasuk

kedalam rencana pengelolaan kawasan

peternakan yang dipusatkan di Kabupaten

Bireun dengan total wilayah seluas 180 Ha.

Semua wilayah yang berada dalam

pengembangan kawasan peternakan (Rantau

Panyang Kecamatan Juli dan Keude Lapang

Kecamatan Gandapura) berada dalam jenis

kelas cukup sesuai (S2) dengan 2 (dua) sub

kelas yaitu S2wa,nr; dan S2wa,fh,lp,nr, yang

mempunyai faktor pembatas utama berupa

ketersediaan air terutama pada musim kemarau

yang ditandai dengan rata-rata curah hujan

tahunan 1.463,08 mm th-1, bahaya banjir pada

musim penghujan yang berupa genangan

dengan kategori ringan (kedalaman banjir < 25

cm, dan lamanya banjir < 1 bulan), dan tingkat

kesuburan tanah yang rendah.Hasil evaluasi

kesesuaian lahan aktualdiketahui bahwa areal

lahan pengembangan kawasan peternakan

Rantau Panyang dan Keude Lapang termasuk

dalam kategori kelas kesesuaian lahan cukup

sesuai (S2) dengan dua sub kelas kesesuaian

yaitu S2nr dan S2lp,nr.

Vegetasi Hijauan yang terdapat dilokasi

pada umumnya sama yakni ; Cyperus bifax,

Cyperus rotundus, Themeda arguens, Panicum

maximum, Imperata cylindrica, Star grass dan

Brachiaria decumbens.

Lokasi padangan Desa Rantau Panyang

Produksi hijauan yang disukai ternak

ruminansia sebesar 3.704 kg/ha atau sekitar

65,33% dari seluruh produksi hijauan.

Sedangkan padangan di Desa Keude Lapang

Produksi spesies hijauan mencapai 2.926 kg/ha

atau sekitar 69,95% dari seluruh produksi

hijauan.

Kapasitas tampung pada lokasi

padangan Desa Rantau Panyang dan Desa

Keude Lapang penelitian masing-masing

adalah 0,50 ST/ha dan 0,39 ST/ha. Sedangkan

kapasitas tampung total kedua padangan

tersebut 77,83 ST/ha atau 134 ekor ternak

ruminansia. Padangan di Kabupaten Bireuen

secara umum menunjukkan kondisi under

grazing.

Perlu dilakukan upaya peningkatan

jumlah atau populasi ternak ruminansia. Upaya

ini dapat dilakukan salah satunya dengan

pengembangan ternak ruminansia secara

kawasan.Perlu dilakukan upaya peningkatan

Page 13: Serambi Journal of Agricultural Technology (SJAT) S J A T

Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 1 Hal.14 – 26 2020 | 26

-

kuantitas dan kualitas hijauan makanan ternak

di lokasi pengembangan juga merupakan salah

satu upaya yang sangat penting dilakukan.

DAFTAR RUJUKAN

Bappeda Bireuen. 2008. Bireuen Dalam Angka

2007. Badan Pusat Statistik Dan Bappeda

Kabupaten Bireuen, Bireuen.

Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan

Kabupaten Bireuen. 2008. Peternakan

Bireuen Dalam Angka 2008, Bireuen.

Enizar Saleh. 2004. Pengembangan Ternak

Ruminansia Besar Di Daerah

Transmigrasi. Digitized By USU Digital

Library. Medan

Hasnudi, S. Dan Enizar Saleh. 2004. Rencana

Pemanfaatan Lahan Kering Untuk

Pengembangan Lahan Kering Untuk

Pengembangan Usaha Peternakan

Ruminansia dan Usaha Tani Terpadu di

Indonesia.

http://repository.unand.ac.id/id/eprint/339

0.

Holm, Leroy G. Plucknett, D. L. Pancho, J. V.

Herberger, J. P. 1977. The world’s worst

weeds: distribution and biology. East-

West Center. University Press of Hawaii.

609 pp 367-371.

taff.unud.ac.id/~sampurna/wp-

content/uploads/2009/ .. /pakan-sapi-

bali.doc

Lakitan. 1994. Dasar – dasar Klimatologi. PT.

Raja Grafindo Persada. Jakarta

Puslitanak. 1993. Peta Arahan Tata Ruang

Pertanian skala 1:1.000.000. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Tanah dan

Agroklimat, Badan Litbang Pertanian,

Bogor.

Pusat Penelitian Tanah ( PPT ) dan

Agroklimat. 2003. Technical Method for

Soil Fertility Evaluation. Tech. Report

No. 15. Version 1. Center for Soil and

Agroclimate, Bogor, Indonesia.

Reksohadiprodjo. 1985. Produksi Hijauan

Makanan Ternak. BPFE. Yogyakarta

Reksohadiprodjo. 1995. Limbah Pertanian Dan

Industri. BPFE. Yogyakarta

Riady M. 2004. Tantangan dan Peluang

Peningkatan Produksi Sapi Potong

Menuju 2020. Di dalam Setiadi B et al.

editor. Prosiding Lokakarya Nasional

Sapi Potong. Yogyakarta. 8-9 Oktober

2004. Bogor: Pusat Penelitian dan

Pengembangan Peternakan. hlm 3-6.

Saragih, B. 2000. Agribisnis berbasis

peternakan. Kumpulan pemikiran.

USESE Foundation dan Pusat Studi

Pembangunan IPB, Bogor

Subagyo. I dan Kusmartono. 1988. Ilmu Kultur

Lapangan. NUFIC. Universitas Brawijaya

Malang.

Susetyo. 1980. Padang Pengembalaan. Suatu

Pengantar Pada Kuliah Pengelolaan

Pasturel Dan Padang Rumput.

Departemen Ilmu Makanan Ternak.

Institut Pertanian Bogor.

Sutanto, S. 2002. Pertanian Organik. Menuju

Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan.

Penerbit Kanisius, Yogyakarta.