1
‘M ERUMAH- K A N rakyat kecil memang bukan pekerjaan mudah bagi pemerintah. Beragam ganjalan muncul dalam penyediaan rumah, mulai sisi pasokan hingga daya beli masyarakat itu sendiri. Tahun ini peme- rintah mencoba menerobos kebuntuan dengan menggulir- kan skema subsidi perumahan baru dengan penyaluran fasili- tas likuiditas yang memung- kinkan masyarakat bawah mendapatkan kredit rumah dengan bunga lebih murah. Bagaimana masa depan pro- gram ini dan isu apa lagi yang bakal memengaruhi gerak sektor perumahan ini ke de- pan, kepada wartawan Media Indonesia, Christina Sihite, pekan lalu di Jakarta, Menteri Perumahan Rakyat Suhar- so Monoarfa memaparkan pandangan-pandangannya, termasuk strategi dia dalam ‘merumahkan’ rakyat. Pada 1 Oktober fasilitas likuiditas diluncurkan. Apa urgensi diterapkan sekarang ini? Prinsipnya, fasilitas likuiditas ingin menyediakan dana yang terus berputar di masyarakat dengan suku bunga yang ren- dah. Ini sekaligus memberikan isyarat kepada pasar, juga per- bankan, terutama supaya bank sentral menjaga BI rate. Kalau semakin naik, porsi fasilitas likuditas pemerintah akan naik dan kemampuan melayani masyarakat juga berkurang. Bagaimana pendanaan un- tuk program ini? Sekarang inisiatif ini di- ambil negara melalui APBN. Hari ini kita siap lepaskan Rp1 triliun untuk 40 ribu ru- mah. Dana ini akan berputar terus hingga jumlahnya terus bertambah setiap bulan, set- iap tahun. Ini yang namanya kapitalisasi. Dalam lima tahun dana itu bisa berkembang menjadi Rp21 triliun dan Rp100 triliun dalam 10-15 tahun. Jika nanti ada tambahan dari masyarakat melalui tabungan perumahan (taperum), kita bisa bangun banyak hal lagi. Belum lagi jika Jamsostek, Bapertarum, dan Yayasan Kesejahteraan Perumahan Prajurit (YKPP) masuk. Bagaimana konsep tabung- an perumahan? Di Indonesia yang bekerja dengan baik ada sekitar 20 juta orang. Jika mereka diharuskan menabung setiap hari Rp1.000, akan ada dana sebesar Rp20 miliar sehari. Sebulan ada Rp600 miliar dan setahun Rp7,2 triliun. Kalau ada dana begitu banyak, bayangkan apa yang bisa dilakukan. Dana itu boleh digunakan untuk tabungan hari tua dan investasi. Investasi nonfisik seperti pendidikan atau sik yaitu perumahan. Ini sangat membantu penyediaan rumah bagi masyarakat berpendapat- an rendah (MBR). Bagaimana kondisi sektor perumahan terutama seg- men menengah ke bawah saat ini? Menurut saya, ini kebalikan dari segmen atas. Sisi suplai agak tersendat, berbeda de- ngan properti menengah ke atas yang nyaris tidak ada persoalan. Kebutuhan properti untuk menengah ke bawah tersendat karena, misalnya, di daerah Jawa ada problem ke- langkaan lahan. Pengembang kerap merasa sayang ketika sudah membeli lahan dengan harga mahal, tapi diperuntuk- kan membangun rumah bagi MBR. Padahal permintaan di seg- men ini tinggi? Ya. Demand-nya tinggi sekali. Karena itu, saya ingin ajak pengembang untuk ubah cara pandang. Begini, kita paham harga lahan daerah padat mahal. Mengapa pengembang tidak berpikir melakukan mass production? Sistemnya modul. Menyediakan perumahan de- ngan menekan ongkos. Teknisnya seperti apa? Misalnya, targetkan mem- bangun satu hari tiga atau 10 rumah atau satu minggu 100 rumah. Jadi, tingkat produk- tivitasnya tinggi. Ini juga akan membantu membangun indus- tri lainnya. Misalnya, untuk mengejar produktivitas itu pengem- bang memesan ke industri jendela, pintu, kusen, atau batu bata, agar semua melalui pendekatan industri pabrikasi, tidak konvensional. Kalau ini bisa dilakukan, itu bisa mem- percepat dan mempermurah pembangunan rumah. Kalau masih ada problem di lahan, ayo kita ngomong. Untuk masalah lahan ba- gaimana peluang negara un- tuk intervensi? Ini harus dilakukan pemda. Pusat hanya bisa mempro- vokasi daerah untuk segera menguasai lahan dan mem- beli tanah. Hal itu yang tidak banyak dilakukan bupati dan wali kota. Ketika lahan sudah padat, baru menyesal. Mereka kan punya tata ruang dan zonasi. Jadi, harus dari jauh hari pemerintah membeli lahan berdasarkan transaksi yang menarik buat masyarakat. Ini harus dilakukan agar peren- canaan kota/kabupaten bisa memenuhi rancangan tata ru- ang. Pemda tidak bisa lakukan pembiaran. Problem lain adalah daya beli masyarakat. Bagaimana Anda melihat itu? Daya beli orang dipengaruhi dua hal. Pertama, pekerjaan, yaitu sustainibility atau kepas- tian lapangan pekerjaan yang dimiliki. Kedua adalah inasi. Yang pertama sulit untuk di- intervensi pemerintah. Tapi, inflasi bisa kita atur supaya tidak menggerus daya beli mereka. Inasi tinggi karena suku bunga tinggi. Bagaimana caranya kita bisa turunkan suku bunga ini supaya terjang- kau dalam masa tenor yang panjang. Jika bicara soal lingkungan, seperti apa konsep better city better life yang diangkat sebagai tema Hari Habitat tahun ini? Konsepnya adalah balance urban development. Orang sela- lu kembali ke rumah. Dengan begitu, rumah harus nyaman dan aman sehingga orang merasa betah. Rumah yang se- hat nyaman akan membentuk kota yang sehat dan respons kota kepada masyarakatnya pun semakin baik. Sekarang semua sudah me- ngarah ke konsep sustainable city untuk mengurangi per- gerakan masyarakat dengan kendaraan, kecuali transpor- tasi publik. Saya kira itu yang akan jadi gagasan ke depan dan menjadi keinginan pen- duduk dunia. Apa yang ingin dikejar dari gagasan itu? Tidak ada lagi kota megapolitan yang tidak ramah kepada manusia yang menem- patinya atau kota yang tidak berbentuk. Seperti Jakarta saat ini bentuknya tidak jelas. Perlu lakukan land con- solidation dan kembali ke perencanaan pembangunan yang lebih baik. Yang sudah ada dipikirkan bagaimana memperbaikinya. Yang bisa dicegah, kita cegah. Saya juga ingatkan kota lain jangan sam- pai seperti Jakarta. Tidak ada bentuknya. (E-3) Wawancara | 19 SENIN, 4 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA Pengembang Perumahan Mesti Ubah Cara Pandang Kita paham harga lahan daerah padat mahal. Mengapa pengembang tidak berpikir melakukan mass production? Sistemnya modul. Menyediakan perumahan dengan menekan ongkos.” SUHARSO MONOARFA Lahir: Mataram, Nusa Tenggara Barat, 31 Oktober 1954 Pendidikan 1973 Akademi Pertambangan & Geologi, Bandung 1985 Tarpadnas angkatan II Lemhannas 1991 Asia Business Consultans, TQM Training, Singapura Persiapan kandidat PhD, Curtin University of Tecnology, Perth, Australia Menteri Perumahan Rakyat MI/RAMDANI

SENIN, 4 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA Pengembang ... · Menurut saya, ini kebalikan dari segmen atas. Sisi suplai agak tersendat, berbeda de-ngan properti menengah ke atas yang

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SENIN, 4 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA Pengembang ... · Menurut saya, ini kebalikan dari segmen atas. Sisi suplai agak tersendat, berbeda de-ngan properti menengah ke atas yang

‘MERUMAH-K A N ’ rakyat kecil m e m a n g

bukan pekerjaan mudah bagi peme rintah. Beragam ganjalan muncul dalam penyediaan rumah, mulai sisi pasokan hingga daya beli masyarakat itu sendiri. Tahun ini peme-rintah mencoba menerobos kebuntuan dengan menggulir-kan skema subsidi perumahan baru dengan penya luran fasili-tas likuiditas yang memung-kinkan masyarakat bawah mendapat kan kredit rumah dengan bunga lebih murah.

Bagaimana masa depan pro-gram ini dan isu apa lagi yang bakal memengaruhi gerak sektor perumahan ini ke de-pan, kepada wartawan Media Indonesia, Christina Sihite, pekan lalu di Jakarta, Menteri Perumahan Rakyat Suhar-so Monoarfa memaparkan pandangan-pandang annya, termasuk strategi dia dalam ‘merumahkan’ rakyat.

Pada 1 Oktober fasilitas likuiditas diluncurkan. Apa urgensi diterapkan sekarang ini?

Prinsipnya, fasilitas likuiditas ingin menyediakan dana yang terus berputar di masyarakat dengan suku bunga yang ren-dah. Ini sekaligus memberikan isyarat kepada pasar, juga per-bankan, terutama supaya bank sentral menjaga BI rate. Kalau semakin naik, porsi fasilitas likuditas pemerintah akan naik dan kemampuan melayani masyarakat juga berkurang.

Bagaimana pendanaan un-tuk program ini?

Sekarang inisiatif ini di-ambil negara melalui APBN. Hari ini kita siap lepaskan Rp1 triliun untuk 40 ribu ru-mah. Dana ini akan berputar terus hingga jumlahnya terus bertambah setiap bulan, set-iap tahun. Ini yang namanya kapitalisasi.

Dalam lima tahun dana itu bisa berkembang menjadi Rp21 triliun dan Rp100 triliun dalam 10-15 tahun. Jika nanti ada tambahan dari masyarakat melalui tabungan perumahan (taperum), kita bisa bangun banyak hal lagi. Belum lagi jika Jamsostek, Bapertarum, dan Yayasan Kesejahteraan Perumahan Prajurit (YKPP) masuk.

Bagaimana konsep tabung-an perumahan?

Di Indonesia yang bekerja dengan baik ada sekitar 20 juta orang. Jika mereka diharus kan menabung setiap hari Rp1.000, akan ada dana sebesar Rp20 miliar sehari. Sebulan ada Rp600 miliar dan setahun Rp7,2 triliun. Kalau ada dana begitu banyak, bayangkan apa yang bisa dilakukan. Dana itu boleh digunakan untuk tabungan hari tua dan investasi. Investasi nonfisik seperti pendidikan atau fi sik yaitu perumahan. Ini sangat

membantu penyediaan rumah bagi masyarakat berpendapat-an rendah (MBR).

Bagaimana kondisi sektor perumahan terutama seg-men menengah ke bawah saat ini?

Menurut saya, ini kebalikan dari segmen atas. Sisi suplai agak tersendat, berbeda de-ngan properti menengah ke atas yang nyaris tidak ada persoalan. Kebutuhan pro perti untuk menengah ke bawah tersendat karena, misalnya, di daerah Jawa ada problem ke-langkaan lahan. Pengembang kerap merasa sayang ketika sudah membeli lahan dengan harga mahal, tapi diperuntuk-kan membangun rumah bagi MBR.

Padahal permintaan di seg-men ini tinggi?

Ya. Demand-nya tinggi sekali. Karena itu, saya ingin ajak pengembang untuk ubah cara pandang. Begini, kita paham harga lahan daerah padat mahal. Mengapa pengembang tidak berpikir melakukan mass production? Sistemnya modul. Menyediakan perumahan de-ngan menekan ongkos.

Teknisnya seperti apa?Misalnya, targetkan mem-

bangun satu hari tiga atau 10 rumah atau satu minggu 100 rumah. Jadi, tingkat produk-tivitasnya tinggi. Ini juga akan membantu membangun indus-tri lainnya.

Misalnya, untuk mengejar produktivitas itu pengem-bang memesan ke industri jendela, pintu, kusen, atau batu bata, agar semua melalui pendekatan industri pabrikasi, tidak konvensional. Kalau ini bisa dilakukan, itu bisa mem-percepat dan mempermurah pembangunan rumah. Kalau masih ada problem di lahan, ayo kita ngomong.

Untuk masalah lahan ba-gaimana peluang negara un-tuk intervensi?

Ini harus dilakukan pemda. Pusat hanya bisa mempro-vokasi daerah untuk segera menguasai lahan dan mem-beli tanah. Hal itu yang tidak banyak dilakukan bupati dan wali kota. Ketika lahan sudah padat, baru menyesal. Me reka kan punya tata ruang dan zonasi.

Jadi, harus dari jauh hari pemerintah membeli lahan

berdasarkan transaksi yang menarik buat masyarakat. Ini harus dilakukan agar peren-canaan kota/kabupaten bisa memenuhi rancangan tata ru-ang. Pemda tidak bisa lakukan pembiaran.

Problem lain adalah daya beli masyarakat. Bagaimana Anda melihat itu?

Daya beli orang dipengaruhi dua hal. Pertama, pekerjaan, yaitu sustainibility atau kepas-tian lapangan pekerjaan yang dimiliki. Kedua adalah infl asi. Yang pertama sulit untuk di-intervensi pemerintah. Tapi, inflasi bisa kita atur supaya tidak menggerus daya beli mereka. Infl asi tinggi karena suku bunga tinggi. Bagaimana caranya kita bisa turunkan suku bunga ini supaya terjang-kau dalam masa tenor yang panjang.

Jika bicara soal lingkungan, seperti apa konsep better city better life yang diangkat sebagai tema Hari Habitat tahun ini?

Konsepnya adalah balance urban development. Orang sela-lu kembali ke rumah. De ngan begitu, rumah harus nyaman

dan aman sehingga orang merasa betah. Rumah yang se-hat nyaman akan membentuk kota yang sehat dan respons kota kepada masyarakatnya pun semakin baik.

Sekarang semua sudah me-ng arah ke konsep sustainable city untuk mengurangi per-gerakan masyarakat dengan kendaraan, kecuali transpor-tasi publik. Saya kira itu yang akan jadi gagasan ke depan dan menjadi keinginan pen-duduk dunia.

Apa yang ingin dikejar dari

gagasan itu? Ti d a k a d a l a g i k o t a

megapolit an yang tidak ramah kepada manusia yang menem-patinya atau kota yang tidak berbentuk. Se perti Jakarta saat ini bentuknya tidak jelas.

Perlu lakukan land con-solidation dan kembali ke perencanaan pembangunan yang lebih baik. Yang sudah ada dipikirkan bagaimana memperbaikinya. Yang bisa dicegah, kita cegah. Saya juga ingatkan kota lain jangan sam-pai seperti Jakarta. Tidak ada bentuknya. (E-3)

Wawancara | 19SENIN, 4 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA

Pengembang PerumahanMesti Ubah Cara Pandang

Kita paham harga lahan daerah padat mahal. Mengapa pengembang tidak berpikir melakukan mass production? Sistemnya modul. Menyediakan perumahan de ngan menekan ongkos.”

SUHARSO MONOARFA

● Lahir: Mataram, Nusa Tenggara Barat, 31 Oktober 1954

● Pendidikan ● 1973 Akademi Pertambangan & Geologi, Bandung ● 1985 Tarpadnas angkatan II Lemhannas ● 1991 Asia Business Consultans, TQM Training, Singapura ● Persiapan kandidat PhD, Curtin University of Tecnology, Perth, Australia

Menteri Perumahan Rakyat

MI/RAMDANI