Sengkon Dan Karta

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Riwayat Sengkon dan Karta akibat salah vonis.

Citation preview

Sengkon dan Karta, Sebuah Ironi KeadilanLima tahun bukan waktu yang teramat pendek. Apalagi untuk dihabiskan di dalam sebuah ruangan beku bernama penjara. Apalagi untuk sebuah perbuatan yang tidak pernah dilakukannya. Tapi Sengkon dan Karta mengalaminya. Kepada siapakah mereka harus mengadu, jika sebuah lembaga bernama pemerintah tidak bisa lagi dipercaya? Sebab keadilan tidak pernah berpihak kepada Sengkon, juga Karta, juga mereka yang lain, yang bernama rakyat kecil.

Alkisah sebuah perampokan dan pembunuhan menimpa pasangan suami istri Sulaiman-Siti Haya di Desa Bojongsari, Bekasi. Tahun 1974. Beberapa saat kemudian polisi menciduk Sengkon dan Karta, dan menetapkan keduanya sebagai tersangka.

Keduanya dituduh merampok dan membunuh pasangan Sulaiman-Siti Haya. Tak merasa bersalah, Sengkon dan Karta semula menolak menandatangani berita acara pemeriksaan. Tapi lantaran tak tahan menerima siksaan polisi, keduanya lalu menyerah. Hakim Djurnetty Soetrisno lebih mempercayai cerita polisi ketimbang bantahan kedua terdakwa. Maka pada Oktober 1977, Sengkon divonis 12 tahun penjara, dan Karta 7 tahun. Putusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi Jawa Barat.

Dalam dinginnya tembok penjara itulah mereka bertemu seorang penghuni penjara bernama Genul, keponakan Sengkon, yang lebih dulu dibui lantaran kasus pencurian. Di sinilah Genul membuka rahasia: dialah sebenarnya pembunuh Sulaiman dan Siti!. Akhirnya, pada Oktober 1980, Gunel dijatuhi hukuman 12 tahun penjara.

Meski begitu, hal tersebut tak lantas membuat mereka bisa bebas. Sebab sebelumnya mereka tak mengajukan banding, sehingga vonis dinyatakan telah berkekuatan hukum tetap. Untung ada Albert Hasibuan, pengacara dan anggota dewan yang gigih memperjuangkan nasib mereka. Akhirnya, pada Januari 1981, Ketua Mahkamah Agung (MA) Oemar Seno Adji memerintahkan agar keduanya dibebaskan lewat jalur peninjauan kembali.

Berada di luar penjara tidak membuat nasib mereka membaik. Karta harus menemui kenyataan pahit: keluarganya kocar-kacir entah ke mana. Dan rumah dan tanah mereka yang seluas 6.000 meter persegi di Desa Cakung Payangan, Bekasi, telah amblas untuk membiayai perkara mereka.

Sementara Sengkon harus dirawat di rumah sakit karena tuberkulosisnya makin parah, sedangkan tanahnya yang selama ini ia andalkan untuk menghidupi keluarga juga sudah ludes dijual. Tanah itu dijual istrinya untuk menghidupi anak-anaknya dan membiayai dirinya saat diproses di polisi dan pengadilan. Walau hanya menanggung beban seorang istri dan tiga anak, Sengkon tidak mungkin meneruskan pekerjaannya sebagai petani, karena sakit TBC terus merongrong dan terlalu banyak bekas luka di badan akibat siksaan yang dideranya.

Sementara itu Sengkon dan Karta juga mengajukan tuntutan ganti rugi Rp 100 juta kepada lembaga peradilan yang salah memvonisnya. Namun Mahkamah Agung menolak tuntutan tersebut dengan alasan Sengkon dan Karta tidak pernah mengajukan permohonan kasasi atas putusan Pengadilan Negeri Bekasi pada 1977. Saya hanya tinggal berdoa agar cepat mati, karena tidak ada biaya untuk hidup lagi kata Sengkon.

Lalu Tuhan berkuasa atas kehendaknya. Karta tewas dalam sebuah kecelakaan, sedangkan Sengkon meninggal kemudian akibat sakit parahnya. Di sanalah mereka dapat mengadu tentang nasibnya, hanya kepada Tuhan (berbagai sumber).Kejadian Sengkon-Karta inilah yang menjadi salah satu alasan utama penolakan hukuman mati. Betapa berbahaya pelaksanaan hukuman mati bila ternyata yang bersangkutan ternyata tidak bersalah. Penegakan hukuman mati di Indonesia nyatanya memang masih memberi peluang besar kesalahan penjatuhan hukuman tembak sampai mati tersebut [di Indonesia (Hindia Belanda) praktek eksekusi hukuman mati sejak tahun 1935 dilakukan dengan cara tembak, sebelumnya dengan cara eksekusi gantung.

http://dekade80.blogspot.com/2009/04/sengkon-dan-karta-sebuah-ironi-keadilan.html

Devid Eko Prianto (Devid) dan Imam Hambali (Kemat) yang ditengarai sebagai korban salah tangkap.

Mereka dipidana karena didakwa membunuh Moh Asrori (28), warga Dusun Kalangan, Desa Kalang Semanding, Kecamatan Perak, Jombang.

Devid dan Kemat yang juga tinggal di desa yang sama ditangkap dandidakwa membunuh Asrori. Pengadilan Negeri Jombang menjatuhi hukuman 12 tahun dan 17 tahun penjara, dan keduanya mendekam di penjara.

Kemudian ternyata Asrori diduga dibunuh oleh Very Idam Henyansyah alias Ryan. Mayat Asrori ditemukan di kebun belakang rumah orangtua Ryan. Kebenaran jasad Asrori dibuktikan melalui uji deoxyribonucleic acid (DNA). Jadi, jasad yang ditemukan di DusunBraan, Desa Bandar Kedungmulyo, Kecamatan Bandar Kedungmulyo, Jombang, jelas bukan jasad Asrori.

Tahun 2007, terjadi peradilan sesat atas Risman Lakoro dan Rostin Mahaji, warga Kabupaten Boalemo, Gorontalo, dan menjalani hukuman di balik jeruji besi atas pembunuhan anak gadisnya, Alta Lakoro. Namun, pada Juni 2007, kebenaran terkuak, korban masih hidup dan muncul di kampung halamannya.

Maman Cs di Jombang hanya dihargai sekali gaji Kapolda Jatim (50 jt) utk 3 orang

Pak De dan Misteri Pembunuhan Ditje

Kematian konon menjadi sesuatu yang teramat sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata. Sebab dia kerap kali menghinggapi seseorang tanpa pernah memberikan suatu peringatan sebelumnya. Begitu juga yang terjadi pada seorang peragawati kondang asal Bandung, yang tentu saja cantik, Ditje Budiarsih.

Senin 8 September 1986 pukul 22.00 WIB. Cerita berawal saat sebuah mobil sedan Honda Accord warna putih tiba-tiba berhenti di tepi Jalan Dupa, Kalibata, Jakarta Selatan. Ternyata di dalam mobil bernomor polisi B 1911 ZW itu terbujur sesosok perempuan. Ditje Budiarsih. Tapi tubuhnya telah membeku. Lima luka tembakan senjata api bersarang di tubuhnya. Di belakang telinga kanan, dada, pundak, ketiak kanan, dan di punggung kanan. Siapakah pelakunya?

Kemudian polisi datang membawa skenario. Dengan pongahnya mereka mengumumkan Muhammad Siradjudin alias Pak De sebagai pembunuhnya. Sebab pria warga Susukan, Ciracas, Jakarta Timur itu sebelumnya juga dituduh membunuh Endang Sukitri, seorang pemilik toko bangunan di Depok.

Menurut polisi, disebutkan bahwa Ditje menitipkan uang sebesar Rp 10 juta kepada Pak De yang juga berprofesi sebagai dukun. Sedianya, duit tersebut bakal disulap menjadi ratusan juta rupiah seperti dijanjikan pria pensiunan tentara dengan pangkat terakhir pembantu letnan satu itu. Namun karena uang tersebut sudah habis untuk memenuhi kebutuhan hidup, Pak De nekat menghabisi nyawa Ditje.

Seperti sebuah mimpi buruk akhirnya Pak De harus duduk di kursi pesakitan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pak De membantah sebagai pembunuh Ditje seperti yang tercantum dalam BAP yang dibuat polisi. Pengakuan itu, menurut Pak De dibuat karena tak tahan disiksa polisi termasuk anaknya yang menderita patah rahang. Ketika itu, Pak De mengajukan alibi bahwa Senin malam ketika pembunuhan terjadi, dia berada di rumah bersama sejumlah rekannya. Saksi-saksi yang meringankan untuk memperkuat alibi saat itu juga hadir di pengadilan. Namun, saksi dan alibi yang meringankan itu tak dihiraukan majelis hakim.

Akhirnya majelis hakim yang diketuai Reni Retnowati pada 11 Juli 1987 memvonis hukuman seumur hidup karena dianggap bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana. Karena merasa tidak bersalah, Pak De mengajukan banding sambil tetap menjalani hukuman di Cipinang. Namun upaya banding kandas setelah Pengadilan Tinggi DKI Jakarta justru menguatkan putusan PN Jakarta Selatan. Tak menyerah, ia kemudian mengajukan kasasi agar putusan dua hakim sebelumnya dibatalkan. Namun, lagi-lagi nasib baik belum berpihak. Majelis Hakim Kasasi Adi Andojo Sutjipto pada 23 Maret 1998 menolak permohonan itu.

Hingga kemudian keberuntungan berpihak kepadanya ketika Presiden B.J. Habibie memberikan grasi, berupa keringanan hukuman dari kurungan seumur hidup menjadi 20 tahun penjara pada 13 Agustus 1999. Akhirnya 27 Desember 2000 Pak De dapat meninggalkan hotel prodeo setelah pemerintah memberikan kebebasan bersyarat.

Setelah menghirup udara bebas, pecandu rokok sejak usia muda itu lebih sering mengurusi ayam-ayamnya. Tubuhnya telah lama layu. Kumis tebalnya juga sudah berwarna kelabu. Kepada setiap orang kembali Pak De menyatakan: Pak De tidak membunuh Ditje". Pak De dalam kasus pembunuhan itu merasa menjadi kambing hitam oleh polisi dan Polda Metro Jaya. "Sebenarnya saat itu polisi tahu pembunuhnya," kata Pak De. Siapakah pelakunya? Pak De menyebut-nyebut sejumlah nama yang saat itu dekat dengan kekuasaan. Entahlah, sebab di negeri ini keadilan tidak berlaku bagi rakyat kecil (dari berbagai sumber).

7 Narapidana Yang di Putuskan Tidak Bersalah Setelah di Eksekusi Mati Seorang ahli hukum dari Inggris, William Blackstone pernah berkata, "Lebih baik sepuluh orang bersalah di bebaskan daripada satu orang yang tidak bersalah menderita." Bahkan pengacara diindoktrinasi dengan konsep ini sejak awal pendidikan di sekolah hukum. Terlepas Apakah Anda mendukung hukuman mati atau tidak, kebanyakan orang akan setuju dengan pernyataan di atas. ada beberapa kasus di mana orang mungkin tidak bersalah dihukum karena suatu kejahatan yang tidak dilakukannya, beberapa bahkan dihukum mati. Sayangnya, kita tidak pernah bisa mendapatkan kesempatan untuk menemukan kebenaran. Baru-baru ini dimasukkannya bukti DNA dalam percobaan telah digunakan dalam beberapa kasus untuk melepaskan banyak orang tidak bersalah dihukum. Ada 7 kasus baru-baru ini orang-orang yang dianggap bersalah, tetapi tidak terbukti bersalah,setelah mereka dihukum mati. 1. Carlos De Luna dieksekusi mati pada tahun 1989 :Pada bulan Februari 1983, Wanda Lopez, ditikam sampai mati pada saat bekerja shift malam di stasiun pompa bensin di mana ia bekerja. Setelah perburuan singkat, polisi menemukan De Luna bersembunyi di bawah truk pick-up. Dimana Baru-baru ini ia dibebaskan dari penjara, tetapi melanggar pembebasan bersyaratnya dengan minum - minum di depan umum. De Luna mengatakan kepada polisi bahwa dia tidak bersalah dan ia menyebutkan nama orang yang ia lihat di pom bensin sebelum kejadian pembunuhan tersebut.namun polisi mengabaikannya, juga fakta ba tidak terdapat setetespun darah korban pada dirinya, meskipun di TKP banyak berlumuran darah. De Luna ditangkap terlalu cepat setelah kejahatan itu.Saksi mata tunggal untuk kasus itu, Kevin Baker, menegaskan kepada polisi bahwa De Luna adalah pembunuhnya .Di persidangan De Luna menyatakan melihat Carlos Hernandez sebagai orang yang dilihatnya di dalam pompa bensin sebelum terjadinya peristiwa pembunuhan tersebut, De Luna melihatnya dari seberang jalan dari bar tempat ia minum. Hernandez dan DeLuna yang sangat mirip dalam penampilan tetapi, tidak seperti DeLuna, Hernandez memiliki sejarah panjang penyerangan dengan menggunakan senjata tajam. dan dia berulang kali mengatakan kepada teman-teman dan kerabatnya bahwa ia telah melakukan pembunuhan itu. Teman-temannya menegaskan bahwa dia tertarik dengan Lopez juga. pengacara De Luna tahu tentang masa lalu kriminal Hernandez tapi mereka tidak pernah menyelidiki secara menyeluruh kejahatan sebelumnya. Pada tanggal 7 Desember 1989, Texas ,Carlos De Luna 27 tahun dieksekusi. 2. Larry Griffin Dieksekusi mati pada tahun 1995:Pada tanggal 26 Juni 1980 di St Louis, Missouri, 19 tahun Quintin Moss tewas didalam kendaraanya, karena ditembak. Kesaksian tersebut sebagian besar didasarkan pada kesaksian dari Robert Fitzgerald, criminal berkulit putih, yang berada di lokasi pada saat pembunuhan itu. Ia bersaksi bahwa ia melihat tiga orang kulit hitam di dalam mobil ketika tembakan ditembakkan dan bahwa Larry Griffin menembak korban melalui jendela mobil dengan tangan kanannya. Hal ini di sampaikan pengacara korban pada saat sidang pembunuhan pertama Griffin, dan dia tidak menentang kesaksian tersebut meskipun dirinya adalah kidal. Ia juga gagal membawa saksi alibi yang bersama Griffin pada saat pembunuhan itu terjadi.sidik jari Griffin juga tidak ditemukan di mobil atau disenjata, semua bukti terhadap dirinya adalah mendalam. Ada bukti yang menyatankan Fitzgerald dijanjikan pengurangan hukuman sebagai imbalan atas kesaksiannya. Jaksa juga gagal ke alamat dua saksi lain yang membenarkan bahwa Griffin tidak melakukan pembunuhan tersebut dan mereka menemukan tiga orang lainnya yang menguatkan keyakinannya bahwa Griffin adalah pelakunya, Griffin dieksekusi dengan suntikan mematikan pada tanggal 21 Juni 1995. Griffin mempertahankan hak tidak bersalah sampai dengan eksekusinya. Pada tahun 2005, seorang profesor Universitas Michigan Law School membuka kembali kasus ini. investigasi-Nya menyimpulkan bahwa Griffin tidak bersalah. 3. Ruben Cantu Dieksekusi mati pada tahun 1993 :Pada malam tanggal 8 November 1984, Ruben Cantu dan temannya David Garza, masuk ke sebuah rumah kosong di San Antonio yang sedang dalam pembangunan renovasi dan melihat dua orang sedang dirampok di bawah todongan senjata. Dua korban tersebut Pedro Gomez dan Juan Moreno,mereka adalah pekerja yang tidur di kasur lantai di lokasi konstruksi, menjaga barang-barabg kontruksi terhadap pencurian. para perampok tersebut mencoba mengambil uang mereka, dan terganggu oleh upaya Gomez saat berusaha untuk mengambil pistol yang tersembunyi di bawah kasur nya. Perampok tersebut menembak Gomez hingga tewas. Mereka berpikir telah membunuh kedua orang pekerja tersebut, kemudian meninggalkan TKP.Polisi menunjukkan foto-foto tersangka kepada Moreno , termasuk gambar Ruben Cantu, dan ia tidak dapat mengidentifikasi penyerangnya. Atas dasar tidak ada bukti fisik, dan hanya kesaksian Moreno , sehingga kasus tidak dapat dilanjutkan. Tetapi selanjutnya Juan Moreno mengatakan bahwa ia merasa mendapat tekanan dari polisi untuk mengakui keterlibatan Ruben Cantu. Sedangkan David Garza, teman Cantu, telah mengakui keterlibatannya dalam serangan, pencurian dan pembunuhan. Dia mengatakan masuk ke dalam rumah dengan anak laki-laki lain, dan tidak terlibat didalam perampokan, tetapi melihat pembunuhan terjadi, sayangnya David Garza tidak menyebutkan bahwa anak laki-laki lain yang bersamanya adalah Ruben Cantu , tanggal 24 Agustus 1993, Ruben Cantu pada usia 26 dieksekus dengan suntikan mematikan. permintaan terakhir-Nya adalah untuk sepotong permen karet, yang ditolak.

4. Spence David Dieksekusi mati tahun 1997 :Pada tahun 1982, David Spence dituduh meperkosaan dan melakukan pembunuhan terhadap dua gadis berumur 17 tahun dan satu anak laki-laki berumur 18 tahun di Waco, Texas. Dia menerima hukuman mati dalam dua persidangan atas pembunuhan. Muneer Deeb, seorang pemilik toko, menyewa Spence untuk melakukan pembunuhan dan dia juga didakwa dengan hukum mati. Dia menerima hukuman percobaan dan pada tahun 1993 dibebaskan.Jaksa membangun kasus terhadap Spence berdasarkan bukti bekas gigitan yang menurut ahli negara cocok dengan gigi Spence.dan Dua dari enam saksi penjara yang bersaksi di persidangan kemudian menarik kembali kesaksian mereka, dengan mengatakan mereka diberi rokok, hak istimewa televisi dan alkohol, dan kunjungan suami-istri untuk kesaksian mereka. Pasca eksekusi Spence's ,mantan pengacaranya memiliki studi panel buta di mana lima ahli mengatakan tanda gigitan tidak dapat dicocokkan dengan Spence's. Bahkan penyidik pembunuhan asli pada kasus ini mengatakan ia memiliki keraguan yang serius tentang kesalahan Spence, dan seorang detektif mantan polisi kota Waco yang terlibat dalam kasus ini mengatakan dia tidak berpikir Spence melakukan kejahatan. David Spence dieksekusi dengan suntikan mematikan pada tanggal 14 April 1997.

5. Jesse Tafero dieksekusi mati pada tahun 1990 :Pada pagi hari tanggal 20 Februari 1976, petugas Highway Patrol, Phillip Black , dan Donald Irwin, mendekati sebuah mobil yang diparkir di halte istirahat untuk pemeriksaan rutin. Jesse Tafero dan rekannya Sonia "Sunny" Jacobs juga Walter Rhodes ditemukan tertidur di dalam mobil. Kedua polisi tersebut melihat pistol tergeletak di lantai mobil mereka dan membangunkan ketiganya juga meminta mereka keluar dari mobil. Menurut Rhodes, Tafero kemudian menembak Phillip Black dan Donald Irwin dengan pistol, yang secara ilegal terdaftar atas nama Jacobs, setelah kejadian itu mereka melarikan diri dari TKP. Ketiga orang itu ditangkap dalam suatu hambatan yang di buat oleh polosi. Dan ditemukan Pistol di pinggang Tafero's.Di persidangan mereka, Rhodes bersaksi bahwa Tafero dan Jacobs yang bertanggung jawab atas pembunuhan itu. Selanjutnya Jacobs dihukum seumur hidup dan Tefaros dijatuhi hukuman mati sementara Rhodes juga dihukum dengan hukuman seumur hidup. Rhodes pada tahun 1994 dikeluarkan dengan pembebasan bersyarat untuk perilaku yang baik. Karena juri telah merekomendasikan hukuman seumur hidup untuk Jacobs, pengadilan memutuskan hukuman untuk Jacobs 'penjara seumur hidup, tetapi tidak dengan Tafero's. dan Rhodes kemudian dibebaskan setelah setuju untuk tawar-menawar pembelaan. Sebelum pembebasannya, Rhodes mengaku beberapa kali bahwa dia tidak terlibat dalam penembakan itu. tetapi Sunny Jacobs mengklaim bahwa Rhodes lah yang menembak kedua polisi tersebut, bukan Tafero. karena Rhodeslah satu-satunya orang yang ditemukan jejak mesiu pada dirinya, Tafero dieksekusi oleh kursi listrik pada tanggal 4 Mei 1990.

6. Ellis Wayne Felker Dieksekusi mati pada tahun 1996:Ellis Wayne Felker adalah seorang tersangka dalam hilangnya seorang wanita Georgia, Evelyn Joy Ludlum pada tahun 1981,yang bekerja sebagai pelayan koktail. Dan selama kurun waktu 2 minggu polisi polisi melakukan pencarian, akhirnya tubuh Ludlum ditemukan di sungai kecil dalam kondisi diperkosa, ditikam dan dibunuh. Otopsi dilakukan oleh teknisi terlatih dan menemukan bahwa tubuh Ludlum telah mati selama lima hari. Informasi ini kemudian diubah setelah menyadari hal ini akan menghilangkan Ellis Wayne Felker sebagai tersangka. otopsi Independen menemukan bahwa tubuh Ellis telah mati tidak lebih dari tiga hari.Pada tahun 1996, pengacara Felker's menemukan bukti kotak,yang telah ditahan oleh jaksa penuntut termasuk bukti DNA dan pengakuan yang ditulis oleh tersangka lain. Bahkan hakim ketua di dalam pra pradilan kasus Felker menyatakan bahwa haknya untuk mendapatkan pengadilan yang adil telah terancam. Meskipun semua bukti meragukan , Mahkamah Agung Georgia menolak sidang baru untuk Felker atau memberikan lebih banyak waktu untuk menunjukan bukti-bukti baru dalam persidangan, Felker dieksekusi dengan kursi listrik pada November 15, tahun 1996 pada usia 48. Dan pada tahun 2000, seorang hakim Georgia memutuskan bahwa tes DNA dapat dilakukan dalam upaya pertama kali membebaskan orang , oleh pengadilan untuk yang dilaksanakan di Amerika Serikat. Hasilnya meyakinkan jika Felker bukanlah pembunuhnya.

7. Jones Leo, Dieksekusi mati tahun 1998 :Pada tanggal 23 Mei 1981 di Jacksonville, petugas polisi Thomas Szafranski tewas ditembakkan didalam mobil polisinya, ketika ia berhenti di sebuah persimpangan. Dalam beberapa menit, polisi merusak apartemen Leo Jones 'di mana mereka menemukan Jones dan sepupunya, Bobby Hammonds. Polisi kemudian membawa keduanya kekantor polisi untuk diinterogasi dan menjadikan Jones sebagai tersangka pembunuhan tersebut, dimana polosi mengklaim telah mendapat pengakuan dari Hammonds yang telah memberikan sebuah pernyataan, bahwa ia melihat Jones meninggalkan apartemen dengan senapan dan kembali setelah dia mendengar beberapa kali bunyi tembakan,pada tahun 1997, seorang perwira polisi pensiunan, Cleveland Smith, memberikan keterangan baru mengenai kasus Leo Jones, bahwa dia medapatkan pengakuan bahwa Jones adalah pelakunya melalui penyiksaan,Smith menunggu begitu lama kesaksiannya dikarenakan ia ingin mengamankan pensiunnya.Seorang Hakim Agung Florida Leander Shaw menulis bahwa kasus Jones 'telah menjadi "kuda warna yang berbeda". bukti baru ditemukan, Shaw menulis, "mendapatkan keraguan serius pada rasa bersalah Jones, Shaw dan satu hakim lainnya memilih untuk memberikan Jones hukuman percobaan. Namun mayoritas lima hakim memutuskan bersalah. Jones Leo dieksekusi oleh kursi listrik pada tanggal 24 Maret 1998.

Sumber: http://www.unikgaul.com/2012/09/7-narapidana-yang-di-putuskan-tidak.htmlKonten ini memiliki hak cipta

SIDANG PEMOTONGAN BAMBU : BUDI DAN MUNIR DIVONIS BEBAS8 Januari 2013 by kp2kknjateng in BERITA POLITIK DAN BERITA UMUM. Rate This

SUARA MERDEKA Selasa, 08 Januari 2013

MAGELANG - Dua terdakwa kasus pemotongan bambu Budi Hermawan (28) dan M Misbachul Munir (21) akhirnya divonis bebas oleh majelis hakim dalam sidang di PN Mungkid, kemarin.Majelis Hakim yang diketuai Suharno SH MH menilai keduanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penganiayaan terhadap barang sesuai Pasal 170 ayat 1 atau 406 ayat 1 jo 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Dengan pasal ini, Budi dan Munir terancam hukuman penjara 5 tahun 6 bulan.

Setelah mempertimbangkan fakta-fakta persidangan majelis hakim menilai dakwaan jaksa penuntut umum tidak terbukti, baik dalam dakwaan kesatu maupun dakwaan kedua. Kedua terdakwa juga tidak terbukti mengganggu ketertiban umum, kata Ketua Majelis Hakim Suharno SH MH.

Menurut dia, saksi yang diajukan JPU juga tidak memenuhi kualifikasi karena tidak melihat maupun mendengar langsung peristiwa pemotongan bambu tersebut.

Untuk itu, dia memerintahkan barang bukti berupa parang dan bambu dikembalikan kepada pemiliknya.

Dalam amar putusan yang dibacakan secara bergantian oleh tiga hakim, kedua terdakwa juga dibebaskan dari segala dakwaan dan memulihkan nama baik, harkat dan martabat terdakwa.

Barang bukti berupa sebilah bambu dikembalikan pada saksi pelapor, Miyanah. Majelis hakim juga memutuskan bahwa biaya perkara dibebankan kepada negara.

Sidang perkara perusakan bambu tersebut digelar secara marathon kemarin. Hakim membuka dua kali sidang. Pertama sidang mengagendakan pembacaaan pembelaan terdakwa atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dua terdakwa Budi dan Munir membacakan pembelaan sendiri, sementara pengacara Nanda Ardiansyah juga membacakan nota pembelaan pengacara. Sidang yang dimulai pukul 12.00 sampai pukul 13.30 ini juga sekaligus dilanjutkan agenda replik dan duplik.

Setelah itu, Suharno menyatakan majelis hakim akan langsung menjatuhkan vonis pada kasus ini. Untuk itu, dia menunda sidang 1,5 jam guna memberi waktu majelis hakim bermusyawarah mengambil keputusan.

Sidang kembali dibuka pukul 15.00 dengan agenda pembacaan putusan. Pada pukul 16.10, Suharno mejatuhkan vonis bebas pada Budi dan Munir. Percepatan sidang dilakukan supaya kasus tersebut segera mendapatkan titik temu. Mereka tidak terbukti bersalah,ujanya.

Vonis bebas majelis hakim ini langsung disambut terdakwa Budi dan Munir dengan sujud syukur di ruang sidang. Mereka bahkan mencium tangan ketua majelis hakim sebagai ungkapan gembira dan terima kasih.

Sementara itu, ratusan warga bersorak gembira menyambut vonis ini. Mereka tampak berkaca-kaca sambil memeluk dan menciumi kedua terdakwa. Sidang kasus bambu ini memang selalu menarik perhatian masyarakat.

Tak kurang dari 300 warga Desa Tampingan berduyun-duyun ke Pengadilan Mungkid untuk mendukung Budi dan Munir. Dukungan ini tak hanya diberikan kaum muda namun juga anak-anak sampai warga lanjut usia (manula). Warga datang berombongan dengan mengendarai puluhan sepeda motor dan belasan mobil.

Budi dan Munir dengan ditemani warga kemudian melakukan sujud syukur di halaman PN dengan menghadap tiang bendera Merah Putih. Setelah itu, ratusan warga berebut untuk menggotong keduanya.

Dengan digendong Kades Tampingan M Heru Siswanto Budi membuka baju seperti seorang pemain bola merayakan keberhasilan mencetak gol. Adapun Munir tak henti-hentinya mengumbar senyum saat digendong warga.

Kami berterima kasih kepada majelis hakim telah membebaskan kami. Kami merasa yakin benar. Kami yakin tidak bersalah. Sampai sekarang saya tidak menyesali perbuatan saya. Terima kasih majelis hakim, ungkap Budi.

Hal senada disampaikan terdakwa Munir. Dikatakan apa yang dilakukan mereka hanya sebatas memangkas batang bambu yang ambruk menutup jalan dan menimpa rumah. Mereka sama sekali tidak ingin memiliki ataupun memanfaatkan kedua batang bambu senilai Rp 5 ribu tersebut. (H66-45,88)

Sumber : http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2013/01/08/211161/Budi-dan-Munir-Divonis-Bebas" http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2013/01/08/211161/Budi-dan-Munir-Divonis-Bebas