21

Seminar Nasional Restorasi DAS - database.forda-mof.orgdatabase.forda-mof.org/uploads/Efektivitas_Kawasan_Perlindungan... · Kata Kunci : Hutan produksi, Penutupan lahan, Kerentanan

  • Upload
    vodieu

  • View
    228

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Seminar Nasional Restorasi DAS - database.forda-mof.orgdatabase.forda-mof.org/uploads/Efektivitas_Kawasan_Perlindungan... · Kata Kunci : Hutan produksi, Penutupan lahan, Kerentanan
Page 2: Seminar Nasional Restorasi DAS - database.forda-mof.orgdatabase.forda-mof.org/uploads/Efektivitas_Kawasan_Perlindungan... · Kata Kunci : Hutan produksi, Penutupan lahan, Kerentanan

269

Seminar Nasional Restorasi DAS : Mencari Keterpaduan di Tengah Isu Perubahan Iklim

EFFEKTIVITAS KAWASAN PERLINDUNGAN SEMPADAN SUNGAI DALAM MENJERAP SEDIMEN DI HUTAN PRODUKSI JATI1

(THE EFFECTIVITY OF PROTECTION RIPARIAN AREA

FOR FILTERING THE SEDIMENT ON TEAK PRODUCTION FOREST)

Oleh: Heru Dwi R2 dan Nunung Puji Nugroho3

2,3

Jl. Jend A Yani Po.Box 295 Surakarta Jawa Tengah 57102 Peneliti Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Telepon (0271) 716709 /Fax.: (0271) 716959 Email: [email protected] ; [email protected]

ABSTRAK

Hutan merupakan salah satu fungsi DAS yang berperan sebagai prosesor dalam transformasi hujan menjadi aliran. Antara lahan dengan sungai terdapat sempadan sungai dan biasa disebut sebagai ekosistem riparian. Pengelolaan hutan produksi tidak hanya untuk mencapai manfaat produksi, tetapi juga ca

1 Disampaikan dalam Seminar Nasional Restorasi DAS : Mencari Keterpaduan di Tengah Isu Perubahan Iklim diselenggarakan atas kolaborasi dari BPTKPDAS, Pascasarjana UNS dan Fakultas Geografi UMS di Surakarta, pada tanggal 25 Agustus 2015.

paian fungsi dan manfaat ekologi dan social. Pengelolaan hutan produksi menyatu untuk menyajikan fungsi produksi sekaligus sebagai sistem penyangga kehidupan berlandaskan kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu dalam kawasan hutan produksi perlu kawasan lindung (perlindungan), sehingga hutan mampu berfungsi dan bermanfaat secara berkesinambungan. Untuk mendukung upaya peningkatan fungsi perlindungan lingkungan, maka sempadan sungai ditetapkan sebagai salah satu kawasan lindung yang disebut kawasan perlindungan setempat (KPS). Sempadan sungai bervegetasi disebut juga sebagai daerah penyaringan (filtering zone) dari lingkungan teristris menuju lingkungan lotic (selokan, anak sungai dan sungai) karena dapat mengurangi erosi, penangkap sedimen, peredam aliran permukaan serta mentrasformasikan nutrisi. Pengelolaan KPS sempadan sungai di kawasan hutan produksi dilakukan melalui upaya konservasi dan rehabilitasi, dengan metode penanaman pengkayaan vegetasi (enrichment planting). Kegiatan penelitian dilakukan pada kawasan hutan tanaman jati di KHDTK Cemoro Modang Kesatuan Pemangkuan Hutan Cepu, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Pasar. Penelitian ini untuk memperoleh informasi tentang sedimen yang terjerap dalam KPS sempadan sungai dan selanjutnya untuk mengetahui efektifitas sempadan sungai pada kawasan hutan jati. Penelitian ini dilakukan dengan penetapan plot-plot amatan erosi dan sedimentasi didasarkan pada kondisi biotik dan abiotik. Kondisi biotik diwakili oleh penutupan lahan dan kondisi abiotik diwakili oleh kerentanan erosi. Dari sembilan plot pengukuran terdapat enam plot yang dapat berfungsi sebagai penjerap sedimen. Nilai efektivitas penjerapan sedimen dari keenam plot tersebut berkisar antara 16-85%. Sementara itu, tiga plot lainnya masih belum berfungsi sebagai penjerap sedimen. Hal ini disebabkan oleh adanya erosi tanah pada lahan KPS, sehingga jumlah sedimen yang masuk ke badan sungai bertambah. Nilai efektivitas untuk ketiga plot tersebut adalah -53%, -152% dan -178%. Dengan demikian, terjadi penambahan sedimen sebagai akibat dari erosi sebesar 0,53; 1,52 dan 1,78 kali jumlah sedimen yang

Page 3: Seminar Nasional Restorasi DAS - database.forda-mof.orgdatabase.forda-mof.org/uploads/Efektivitas_Kawasan_Perlindungan... · Kata Kunci : Hutan produksi, Penutupan lahan, Kerentanan

270

Seminar Nasional Restorasi DAS : Mencari Keterpaduan di Tengah Isu Perubahan Iklim

masuk ke lahan KPS. Terjadi fluktuasi terhadap efektivitas penjerapan sedimen per bulannya sebagaimana berfluktuasinya curah hujan dan tutupan lahan oleh tumbuhan bawah dan tutupan tanah oleh serasah dan lain-lain.

Kata Kunci : Hutan produksi, Penutupan lahan, Kerentanan erosi, KPS Sempadan

Sungai, Penjerapan sedimen

I. PENDAHULUAN

Di dalam perspektif sistem pengelolaan DAS, hutan merupakan salah satu elemen DAS yang berperan sebagai prosesor terhadap input berupa air hujan dengan output berupa aliran. Output berupa aliran menjadi salah satu indikator penilaian terhadap kondisi prosesornya. Sehingga antara hutan dengan alur sungai yang berada di dalam hutan hendaknya dikelola secara terpadu dalam satu kesatuan fungsi produksi dan lindung.

Antara lahan dengan sungai terdapat ruang disebut sebagai sempadan sungai (pasal 5 UU No. 38/2011) dan biasa disebut sebagai ekosistem riparian. Menurut Bunn et al (1999), riparian adalah ekosistem peralihan antara wilayah teristris (darat/lahan) dengan akuatik (sungai) dan merupakan tempat yang penting untuk mendukung proses hidrologi dan kesehatan sungai.

Hutan produksi merupakan suatu kawasan hutan yang ditetapkan pemerintah untuk mengemban fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Pengelolaan hutan produksi tidak hanya untuk mencapai manfaat produksi, tetapi juga untuk capaian fungsi dan manfaat ekologi dan sosial (UU No. 41/1999). Dengan demikian, pengelolaan hutan produksi merupakan satu kesatuan dalam fungsi produksi sekaligus sebagai sistem penyangga kehidupan berlandaskan kelestarian lingkungan.

Untuk mendukung upaya peningkatan fungsi perlindungan lingkungan dalam hutan produksi adalah dengan menetapkan areal hutan di sempadan sungai sebagai salah satu kawasan lindung. Sempadan sungai yang ditetapkan sebagai kawasan lindung disebut dengan kawasan perlindungan setempat (KPS) (penjelasan pasal 5 ayat (2) UU

Page 4: Seminar Nasional Restorasi DAS - database.forda-mof.orgdatabase.forda-mof.org/uploads/Efektivitas_Kawasan_Perlindungan... · Kata Kunci : Hutan produksi, Penutupan lahan, Kerentanan

271

Seminar Nasional Restorasi DAS : Mencari Keterpaduan di Tengah Isu Perubahan Iklim

No. 26/2007; dan pasal 51 dan 52 PP No. 26/2008). Penetapan KPS sempadan sungai dalam hutan produksi berdasar pada pasal 50 ayat (3) huruf c point 2, 3 dan 4 UU No. 41/1999, yang berisi pelarangan penebangan pohon dalam kawasan hutan pada: radius 200 meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa; 100 meter dari kiri kanan tepi sungai; 50 meter dari kiri kanan tepi anak sungai. Secara teknis, aturan pengelolaan KPS sempadan sungai dapat ditemukan dalam Keputusan Menteri Kehutanan No. 353/Kpts-II/1986.

Pendekatan pengelolaan KPS sempadan sungai di kawasan hutan produksi melalui upaya konservasi dan rehabilitasi dengan metode penanaman pengkayaan vegetasi (enrichment planting). Keberadaan vegetasi pada tebing dan sempadan sungai mempunyai fungsi untuk meredam kecepatan aliran serta untuk mengarahkan kecepatan menuju arah tengah sungai (Maryono, 2003). Sempadan sungai bervegetasi disebut juga sebagai daerah penyaringan (filtering zone) dari lingkungan teristris menuju lingkungan lotic (selokan, anak sungai dan sungai) karena dapat mengurangi erosi, penangkap sedimen, peredam aliran permukaan serta mentrasformasikan nutrisi (Omernik et al, 1981; Smith, 1992; Osborne dan Kovacic, 1993; Arthington et al, 1997; Prosser et al, 1992, 2001; Townsend dan Douglas, 2000 dalam Pusey dan Arthington, 2003). Kemampuan vegetasi riparian terhadap penjerapan erosi dari upland akan berdampak terhadap kualitas air sungai (Tabachi et al, 2000). Hal ini karena ekosistem riparian biasanya mempunyai variasi kelimpahan/biodiversitas tanaman dan fauna (Hughes, 2005).

Terkait dengan pelaksanaan perundangan dan peraturan yang berlaku serta kegiatan sertifikasi PHL, Perum Perhutani sebagai operator pengelolaan hutan dilapangan telah menetapkan arahan pengelolaan dan areal KPS sempadan sungai di hutan produksi. Pencadangan areal hutan pada sempadan sungai sebagai KPS sempadan sungai dimaksudkan untuk meningkatkan perlindungan terhadap fungsi tata air (KPH Cepu, 2008).

Tujuan kegiatan penelitian adalah untuk memperoleh data dan informasi aspek erosi dan sedimentasi guna mengetahui efektifitas sempadan sungai pada kawasan hutan jati.

Page 5: Seminar Nasional Restorasi DAS - database.forda-mof.orgdatabase.forda-mof.org/uploads/Efektivitas_Kawasan_Perlindungan... · Kata Kunci : Hutan produksi, Penutupan lahan, Kerentanan

272

Seminar Nasional Restorasi DAS : Mencari Keterpaduan di Tengah Isu Perubahan Iklim

II. BAHAN DAN METODE

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah, tepatnya di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Cemoro Modang yang terletak pada wilayah kerja Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Pasarsore dan BKPH Cabak, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cepu, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, Curah hujan yang terjadi di KHDTK Cemoro Modang rata-rata 1.692 mm/tahun, Berdasarkan klasifikasi iklim sistem Schmidt & Ferguson (1950) dalam Wisnubroto et al (1986); Rafi’i (1995), dari data curah hujan periode pengamatan 1979-2009 iklim di wilayah tersebut termasuk dalam tipe D (sedang) dengan nilai Q sebesar 0,63.

B. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan:

• Bahan peta: peta kawasan hutan. • Bahan erosi/sedimentasi: pralon, thalysheet. • Bahan ATK dan komputer: kertas, bolpaint, tinta, kertas

plotter. 2. Alat:

GPS, Haga, Kompas, Altimeter, Meteran, Pisau Lapang,

C. Metode Penelitian

1. Prosedur Kerja Prosedur kerja ini digunakan sebagai landasan dan tahapan

kerja penelitian dilokasi hutan tanaman jenis jati (tipe ekosistem hutan produksi dataran rendah). Penetapan plot-plot amatan erosi dan sedimentasi didasarkan pada hasil yang telah diperoleh terkait dengan kondisi biotik dan abiotik, dimana kondisi biotik diwakili oleh penutupan lahan dan kondisi abiotik diwakili oleh kerentanan erosi. Kondisi-kondisi tersebut adalah : a. Kondisi biotik Kondisi biotik sebagai aspek penutupan lahan terbagi ke dalam tiga penutupan dominan, yaitu: 1. Penutupan lahan oleh Jati tua + tumbuhan bawah

Page 6: Seminar Nasional Restorasi DAS - database.forda-mof.orgdatabase.forda-mof.org/uploads/Efektivitas_Kawasan_Perlindungan... · Kata Kunci : Hutan produksi, Penutupan lahan, Kerentanan

273

Seminar Nasional Restorasi DAS : Mencari Keterpaduan di Tengah Isu Perubahan Iklim

2. Pentupan lahan oleh jati muda + tumbuhan bawah 3. Penutupan lahan oleh tumbuhan bawah

b. Kerentanan Erosi Berdasarkan peta kerentanan erosi yang dihasilkan, maka kelas bahaya erosi dibagi ke dalam lima kelas seperti pada Gambar 1. Luas areal dan persentase masing-masing kelas bahaya erosi disajikan pada Tabel 1. Untuk keperluan pembuatan plot amatan, kelas bahaya erosi tersebut disederhanakan dari lima kelas menjadi tiga kelas yang didasarkan kepada kelas yang dominan dan bersinggungan secara langsung dengan sempadan sungai. Tiga kelas tersebut adalah: (1) Ringan, (2) Sedang dan (3) Berat

Gambar 1. Sebaran kelas bahaya erosi di KHDTK Cemoro-Modang Cepu

Tabel 1. Luas areal dan persentase untuk masing-masing kelas bahaya erosi pada Sub DAS Cemoro dan Sub DAS Modang

Kelas Bahaya

Erosi

Kehilangan tanah (t ha-1 tahun-1

Sub DAS Cemoro )

Sub DAS Modang

Luas (ha) Persentase (%)

Luas (ha) Persentase (%)

Page 7: Seminar Nasional Restorasi DAS - database.forda-mof.orgdatabase.forda-mof.org/uploads/Efektivitas_Kawasan_Perlindungan... · Kata Kunci : Hutan produksi, Penutupan lahan, Kerentanan

274

Seminar Nasional Restorasi DAS : Mencari Keterpaduan di Tengah Isu Perubahan Iklim

I 0 - < 15 (normal) 857,79 89,54 329,04 87,42 II 15 – 60 (ringan) 45,99 4,80 30,69 8,16 III 60 – 180 (moderat) 23,76 2,48 13,77 3,66 IV 180 – 480 (berat) 19,80 2,07 2,61 0,69 V > 480 (sangat berat) 10,62 1,11 0,27 0.07 Jumlah 957,96 100,00 376,38 100,00

Sumber: Yusmandhany (2002), Komaruddin (2008), Herawati (2010) c. Perancangan plot penelitian

1. Pembuatan rancangan model. Pembuatan model, dengan arahan berdasarkan

tipe/karakter penutupan lahan dan kerentanan erosi. Penyusunan rancangan percobaan (perlakuan, ulangan

model) dan alat monitoring. 2. Penentuan lokasi plot penelitian

Penetapan lokasi amatan didasarkan pada apa yang telah dikemukakan yaitu kondisi penutupan lahan dan kondisi kerentanan erosi. Masing-masing kombinasi perlakuan tersebut diulang tiga kali.

3. Pembangunan plot penelitian a. Pemasangan alat pengukur erosi/sedimentasi berupa

biopori, seperti pada Gambar 2. berikut: Bidang Olah Ujung masuk Tengah

Bibir sungai (ujung keluar) Sungai

Gambar 2. Posisi pemasangan biopori

Page 8: Seminar Nasional Restorasi DAS - database.forda-mof.orgdatabase.forda-mof.org/uploads/Efektivitas_Kawasan_Perlindungan... · Kata Kunci : Hutan produksi, Penutupan lahan, Kerentanan

275

Seminar Nasional Restorasi DAS : Mencari Keterpaduan di Tengah Isu Perubahan Iklim

b. Pengumpulan data erosi dan sedimentasi c. Pengumpulan data hujan d. Analisa data dan penyusunan rekomendasi

Analisa data dilakukan dengan melakukan rerata hasil sedimen yang terjerap pada masing-masing plot dan disajikan secara tabulasi berikut pengikhtisarannya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pemilihan lokasi untuk pemasangan alat pengukur erosi pada KPS sempadan sungai di Sub DAS Modang

Kajian tentang efektivitas KPS sempadan sungai dalam penjerapan sedimen difokuskan pada Sub DAS Modang. Dalam hal ini, efektivitas penjerapan sedimen (sediment trapping/retention) oleh KPS sempadan sungai didekati dengan perbedaan antara besarnya erosi yang terjadi pada kawasan di atas KPS sempadan sungai (sumber sedimen) dengan erosi yang keluar dari KPS (sedimen yang masuk ke sungai). Besarnya erosi tersebut didekati dari nilai kehilangan tanah yang diukur dengan menggunakan biopori.

Pemilihan lokasi untuk pemasangan biopori dilakukan dengan mempertimbangkan kelas potensi erosi tanah yang diperoleh dengan menggunakan metode USLE serta kelas kelerengannya. Dalam hal ini, kelas potensi erosi dibagi menjadi tiga kelas: (1) rendah (0 – 15 ton ha-1

tahun-1), (2) sedang (15 – 180 ton ha-1 tahun-1) dan (3) tinggi (> 180 ton ha-1 tahun-1). Untuk kelerengan juga dibagi ke dalam tiga kelas: (1) datar (0 – 8%), (2) agak curam (8 – 25%) dan (3) curam (> 25%). Mengingat kajian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas KPS sempadan sungai dalam menjerap sedimen, maka biopori ditempatkan searah lereng pada kawasan KPS, dimana satu biopori ditempatkan pada ujung atas KPS (perbatasan antara kawasan non-KPS dan KPS), satu biopori di tengah KPS dan satu biopori lagi di bagian bawah KPS (berbatasan dengan badan sungai).

Page 9: Seminar Nasional Restorasi DAS - database.forda-mof.orgdatabase.forda-mof.org/uploads/Efektivitas_Kawasan_Perlindungan... · Kata Kunci : Hutan produksi, Penutupan lahan, Kerentanan

276

Seminar Nasional Restorasi DAS : Mencari Keterpaduan di Tengah Isu Perubahan Iklim

Berdasarkan kombinasi tersebut, sebanyak 9 titik lokasi telah dipilih sebagai plot pengukuran, dengan masing-masing plot dipasang 3 biopori sebagaimana Gambar 3. Pada masing-masing posisi pemasangan, ditempatkan 3 biopori dengan jarak masing-masing sekitar 5 m. Dengan demikian, pada tiap plot pengukuran terdapat 9 biopori, sehingga jumlah keseluruhan untuk biopori adalah 81 buah. Sementara itu, pada tiap lokasi dipasang sub-plot pengamatan tumbuhan bawah dan penutupan tanah dengan luasan 1 m2

. Pengukuran pada biopori dan sub-plot dilakukan 2 kali per bulan, kecuali pada bulan dimana tidak terjadi hujan.

Gambar 3. Lokasi pemasangan biopori pada KPS sempadan sungai Sub DAS Modang (lingkaran warna merah)

Page 10: Seminar Nasional Restorasi DAS - database.forda-mof.orgdatabase.forda-mof.org/uploads/Efektivitas_Kawasan_Perlindungan... · Kata Kunci : Hutan produksi, Penutupan lahan, Kerentanan

277

Seminar Nasional Restorasi DAS : Mencari Keterpaduan di Tengah Isu Perubahan Iklim

Lokasi dan sebaran pemasangan biopori berdasarkan kelas potensi erosi dan kelas kelerengannya serta titik- titik koordinatnya disajikan dalam Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Lokasi pemasangan biopori berdasarkan kelas potensi erosi dan kelas kelerengan

Plot Koordinat UTM Kelas potensi erosi

Kelas kelerengan

1 559096 9218130.6 ringan curam 2 559213 9218966.8 berat agak curam 3 559152 9219020.7 sedang agak curam 4 559156 9219057.8 ringan datar 5 559184 9218967.9 berat curam 6 559277 9218517.2 sedang datar 7 559160 9218189.1 ringan agak curam 8 559274 9218486.4 berat datar 9 559032 9218008.1 sedang curam

A. Karakteristik Plot KPS Sempadan Sungai

Pengamatan karakteristik plot KPS sempadan sungai didasarkan atas pengukuran biofisik lahan, pengumpulan data curah hujan, vegetasi baik tanaman pokok, tumbuhan bawah dan penutupan tanah. Pengamatan karakteristik vegetasi bulan Juli dilakukan untuk mewakili kondisi akhir musim hujan, sedangkan bulan Desember untuk awal-awal musim hujan. Hasil pengamatan/pengukuran tersebut disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik KPS pada 9 plot pengamatan di Sub DAS Modang

No. Plot

Kerapatan Tanaman Pokok

Tumbuhan bawah (%)

Penutupan tanah (%)

Penutupan Tajuk

(%)

N/plot (20x20

m)

DBH

(cm)

Tinggi total

(m)

Diameter Tajuk

(m)

Jul-13 Dec-13

Jul-13

Dec-13

1 62.2 75 41.1 76.7 30 5 54.5

25.4 8.3

2 67.4 90 57.0 82.2 15 5 63.5

24.4 8.3

3 81.9 50 67.9 55.6 30 5 61.6 28.1 9.9

Page 11: Seminar Nasional Restorasi DAS - database.forda-mof.orgdatabase.forda-mof.org/uploads/Efektivitas_Kawasan_Perlindungan... · Kata Kunci : Hutan produksi, Penutupan lahan, Kerentanan

278

Seminar Nasional Restorasi DAS : Mencari Keterpaduan di Tengah Isu Perubahan Iklim

4 78.4 2 68.2 32.8 20 5 59.8

27.4 9.5

5 50.4 65 46.1 65.6 50 8 49.6

25.6 9.3

6 75.7 90 63.6 86.1 5 3 66.9

27.0 8.2

7 76.9 40 59.5 52.2 20 5 48.9

18.4 7.1

8 79.0 80 54.8 87.8 30 6 70.6

25.3 9.6

9 68.5 67.5 53.8 77.2 30 7 43.9

27.3 6.9

Rata-rata

71.2 62.2 56.9 68.5 25.6 5.4 57.7 25.4 8.6

S.D. 10.10 28.12 9.22 20.34 12.61 1.42 9.02

2.90 1.09

B.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan salah satu faktor penting dalam proses terjadinya erosi dan sedimentasi. Besar kecilnya curah hujan dari waktu ke waktu akan membentuk suatu pola yaitu pola curah hujan. Curah hujan dari tahun 1979 sampai dengan bulan Agustus 2010, kecuali tahun 1980 disajikan pada Gambar 4.

.

Sumber Data: Stasiun Pengamat Curah Hujan KHDTK Cemoro-Modang

0,0 50,0

100,0 150,0 200,0 250,0 300,0 350,0

Okt

Nop

Des

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun Jul

Agst

Sep

Okt

Nop

2012 2013

Rata-rata Curah Hujan Bulanan (mm)

Page 12: Seminar Nasional Restorasi DAS - database.forda-mof.orgdatabase.forda-mof.org/uploads/Efektivitas_Kawasan_Perlindungan... · Kata Kunci : Hutan produksi, Penutupan lahan, Kerentanan

279

Seminar Nasional Restorasi DAS : Mencari Keterpaduan di Tengah Isu Perubahan Iklim

Gambar 4. Hasil analisis curah hujan di KHDTK Cemoro Modang tahun 1979 s/d Agustus 2010.

Pola curah hujan di KHDTK Cemoro Modang membentuk bulan basah dan bulan kering yang tegas jika didasarkan pada hasil analisis data curah hujan bulanan. Musim penghujan ditandai dengan adanya peningkatan curah hujan yaitu diawali pada bulan Oktober dan diakhiri pada bulan April/Mei dengan indikasi adanya penurunan curah hujan. Curah hujan akan terus menurun hingga mencapai titik terendah pada bulan Agustus. Hal ini merupakan indikasi masuknya musim kemarau yang diawali pada bulan Mei s/d September. Dari pola tersebut mengindikasikan bahwa daerah ini merupakan daerah dengan iklim hutan hujan musiman (Am) menurut Koppen yang disempurnakan oleh Trewartha (Wisnubroto et al., 1986) dalam (Putra, P.B dan Heru Dwi R, 2011)

Dari Gambar 4 terlihat bahwa curah hujan tersebut tidak berbeda dengan hasil analisa curah hujan pada tahun-tahun sebelumnya, dimana musim penghujan diawali pada bulan Oktober, dan musim kemarau diawali pada bulan Mei. Meskipun pada bulan Juni terjadi peningkatan curah hujan yang cukup signifikan dibanding pada bulan Mei, tetapi terjadi penurunan yang cukup drastis pada bulan Juli, dengan titik terendah terjadi pada bulan Agustus dan September serta diawali lagi musim penghujan pada bulan Oktober.

B.2. Persen Penutupan Lahan Oleh Tumbuhan Bawah Persen penutupan lahan oleh tumbuhan bawah merupakan penutupan lahan oleh tajuk tumbuhan bawah sebagai lapisan akhir dalam memperkecil energy kinetik curah hujan. Hasil pengukuran persen penutupan lahan oleh tumbuhan bawah disajikan sebagaimana Gambar 5

Page 13: Seminar Nasional Restorasi DAS - database.forda-mof.orgdatabase.forda-mof.org/uploads/Efektivitas_Kawasan_Perlindungan... · Kata Kunci : Hutan produksi, Penutupan lahan, Kerentanan

280

Seminar Nasional Restorasi DAS : Mencari Keterpaduan di Tengah Isu Perubahan Iklim

Gambar 5. Persen Penutupan Lahan Oleh Tumbuhan Bawah

Pada umumnya kondisi penutupan tumbuhan bawah lebih rapat ketika musim hujan, tetapi dari Gambar 5 terdapat beberapa plot yang pada saat tersebut kondisi persen penutupan tumbuhan bawah lebih kecil dibanding bulan Juli. Plot tersebut adalah plot 7 dan 9 adalah plot pasca terjadi kebakaran pada bulan Oktober, sedang pada plot 4 terjadi penggarapan lahan KPS, serta plot 3 pasca pemanenan jagung, dan kemungkinan akan di tanami tanaman semusim lagi. Berdasar informasi yang diperoleh bahwa musim tanam ini adalah musim tanam terakhir untuk tanaman semusim berikut pengolahan lahannya. Setelah itu lahan KPS akan menjadi lahan Uncultivated land atau lahan yang tidak boleh diolah untuk tanaman semusim, lahan tersebut hanya diperuntukkan tanaman keras atau pepohonan (pengkayaan /enrichment planting) dengan olah tanah minimum atau tanpa olah tanah.

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

80,0

90,0

Plot 1

Plot 7

Plot 4

Plot 9

Plot 3

Plot 6

Plot 5

Plot 2

Plot 8

Tumb.Bwh (%) Jul-13

Tumb.Bwh (%) Jul-13

Tumb.Bwh (%) Dec-13

Page 14: Seminar Nasional Restorasi DAS - database.forda-mof.orgdatabase.forda-mof.org/uploads/Efektivitas_Kawasan_Perlindungan... · Kata Kunci : Hutan produksi, Penutupan lahan, Kerentanan

281

Seminar Nasional Restorasi DAS : Mencari Keterpaduan di Tengah Isu Perubahan Iklim

B.3. Persen Penutupan Tanah

Persen penutupan tanah adalah segala hal yang secara langsung menutup permukaan tanah sehingga dapat meminimalkan penggerusan tanah oleh erosi permukaan dari air hujan. Dan disajikan sebagaimana Tabel 6 berikut:

Gambar 6. Persen Penutupan tanah

Penutup tanah yang dimaksud di atas dapat berupa tumbuhan bawah yang menutup tanah, serasah, kayu mati, dan lain-lain. Dari Gambar 6 sebagaimana Gambar 5. Terlihat bahwa plot 9, 7, 4 dan 3 persen penutupan tanahnya juga lebih kecil pada bulan Desember dibanding bulan Juli. Hal ini disebabkan sebagaimana yang terjadi pada aspek persen penutupan lahan yang telah dijelaskan di atas. B.4. Efektivitas KPS dalam penjerapan sedimen

Tabel 4. Rata-rata deposit tanah pada biopori (cm) dan efektivitas penjerapan sedimen (%) pada 9 plot pengamatan di Sub DAS Modang

0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0

Plot

1

Plot

7

Plot

4

Plot

9

Plot

3

Plot

6

Plot

5

Plot

2

Plot

8

Penutupan tanah (%) Jul-13

Penutupan tanah (%) Dec-13

Page 15: Seminar Nasional Restorasi DAS - database.forda-mof.orgdatabase.forda-mof.org/uploads/Efektivitas_Kawasan_Perlindungan... · Kata Kunci : Hutan produksi, Penutupan lahan, Kerentanan

282

Seminar Nasional Restorasi DAS : Mencari Keterpaduan di Tengah Isu Perubahan Iklim

No. PU

Posisi Biopori

pada KPS

Rata-rata deposit tanah pada biopori (cm) (per bulan) Rata-

rata (cm

)

Efektivitas

penjerapan

sedimen (%)

2012 2013

Nop Des Jan Feb Mar Apr Jun Jul Ags

Nop Des

P1 ujung keluar

12.46 9.34

1.55 1.95 8.35 7.55 2.10

1.55

0.06

0.90 0.05 4.17

-178 ujung

masuk 0.91 4.98 0.4

9 0.9

2 2.50 0.5

5 0.23 0.9

8 0.0

5 1.35 3.58 1.50 P2 ujung

keluar 1.88 21.1

4 0.5

8 0.5

7 4.25 2.5

8 1.10 1.8

5 0.4

1 0.8

0 0.70 3.26 53

ujung masuk

11.25

34.54

4.95

3.86

10.28

4.33 2.65

0.92

1.29 1.30 0.73

6.92

P3 ujung keluar

25.00

39.08

5.61

7.80

12.35 5.23 5.70

2.30

0.10

30.25

8.80

12.93

-53 ujung

masuk 24.0

0 29.2

0 0.8

0 0.8

4 10.0

5 4.6

8 0.50 0.7

7 0.0

9 2.9

0 19.0

6 8.4

4 P4 ujung

keluar 10.2

6 6.19 0.7

9 0.31 0.67 4.2

0 1.13 1.15 0.0

7 2.33 0.29 2.4

9 16

ujung masuk

12.72 2.15

0.36 2.21 5.55 1.93 1.80 1.13

0.20 1.50 n.d. 2.95

P5 ujung keluar 7.43 5.94 1.11

19.29

44.28

0.63 1.60

1.22

2.33 2.33 7.19

8.48

32 ujung

masuk 9.94 28.6

4 6.6

1 17.1

5 34.5

8 14.7

0 20.5

0 2.2

3 0.5

2 2.75 0.42 12.5

5 P6 ujung

keluar 1.03 0.68 2.8

3 2.8

6 0.57 0.0

8 0.10 0.2

3 0.0

9 0.75 0.0

9 0.8

4 85

ujung masuk 2.64 1.61

0.05 1.25 n.d.

3.60

33.28

1.49

0.43

9.60 1.68

5.56

P7 ujung keluar 3.33 6.35

0.34

0.49 2.40 1.55

0.00

0.90

0.32 1.60 0.19 1.59

-152

ujung masuk 0.15 0.35

0.15 0.11 0.25

0.20 0.47

0.75

0.09 3.52

0.89

0.63

P8 ujung keluar 2.01 1.60

2.23 1.26 0.63 0.17 0.20

2.40

0.08 3.15 0.85 1.32

22

ujung masuk 5.13 2.28

0.40 0.41 0.97

0.47 1.98

5.33

0.25 1.38 0.14 1.70

P9 ujung keluar 4.36 1.49

0.33

0.85

4.80

4.88 3.37

0.23

0.35 0.73 2.16 2.14

38

ujung masuk 8.62

22.05

0.21

3.20

0.08

0.47 1.98

0.28

0.37 0.53 0.16 3.45

Page 16: Seminar Nasional Restorasi DAS - database.forda-mof.orgdatabase.forda-mof.org/uploads/Efektivitas_Kawasan_Perlindungan... · Kata Kunci : Hutan produksi, Penutupan lahan, Kerentanan

283

Seminar Nasional Restorasi DAS : Mencari Keterpaduan di Tengah Isu Perubahan Iklim

Efektivitas KPS dalam penjerapan sedimen dihitung berdasarkan data sedimen/deposit tanah yang diukur dengan menggunakan biopori pada ujung masuk dan ujung keluar KPS dan dinyatakan dalam satuan persen (%). Nilai maksimum dari efektivitas tersebut adalah 100%, yang berarti bahwa semua deposit tanah/sedimen yang terangkut ke lahan KPS diendapkan/dijerap, sehingga tidak ada sedimen yang masuk ke dalam sungai. Nilai efektivitas yang bertanda negatif berarti bahwa telah terjadi erosi tanah pada lahan KPS, sehingga sedimen yang keluar dari lahan KPS lebih besar dari sedimen yang masuk. Nilai efektivitas sebesar -100% berarti bahwa di lahan KPS terjadi erosi sebesar sedimen yang masuk ke lahan KPS, sehingga jumlah sedimen yang masuk ke badan sungai adalah dua kali lipat dari jumlah sedimen yang masuk ke KPS. Perhitungan nilai efektivitas tersebut dilakukan dengan menggunakan Persamaan 1 (Dabney et al., 1995 dalam Yuan et al., 2009). 𝐸𝐾𝑃𝑆=�𝑆𝐸𝐷𝑚−𝑆𝐸𝐷𝑘

𝑆𝐸𝐷𝑚�×100

(1)

dengan: EKPS = efektivitas KPS dalam penjerapan sedimen (%), SEDm = sedimen terukur pada ujung masuk KPS (cm) dan SEDk

= sedimen terukur pada ujung keluar KPS (cm).

Berdasarkan Tabel 7. Rata-rata deposit tanah pada biopori (cm) dan efektivitas penjerapan sedimen (%) pada 9 plot, dapat diketahui bahwa dari 9 plot pengukuran terdapat 6 plot yang dapat berfungsi sebagai penjerap sedimen. Nilai efektivitas penjerapan sedimen dari keenam plot tersebut berkisar antara 16-85%. Dalam hal ini, Plot 6 mempunyai nilai efektivitas yang tertinggi, dimana jumlah sedimen yang masuk ke badan sungai hanya 15% dari jumlah sedimen yang masuk ke lahan KPS. Sementara itu, tiga plot lainnya masih belum berfungsi sebagai penjerap sedimen. Hal ini disebabkan oleh adanya erosi tanah pada lahan KPS, sehingga jumlah sedimen yang masuk ke badan sungai bertambah. Nilai efektivitas untuk ketiga plot tersebut adalah -53% (Plot 3), -152% (Plot 7) dan -178% (Plot 1). Dengan demikian, pada plot 3, 7 dan 1 tersebut terjadi penambahan sedimen sebagai akibat dari erosi sebesar 0,53; 1,52 dan 1,78 kali jumlah sedimen yang masuk ke lahan KPS.

Page 17: Seminar Nasional Restorasi DAS - database.forda-mof.orgdatabase.forda-mof.org/uploads/Efektivitas_Kawasan_Perlindungan... · Kata Kunci : Hutan produksi, Penutupan lahan, Kerentanan

284

Seminar Nasional Restorasi DAS : Mencari Keterpaduan di Tengah Isu Perubahan Iklim

Nilai efektivitas KPS dalam penjerapan sedimen sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik lapangan (slope) dan vegetasi penutup (tumbuhan bawah dan tanaman pokok). Pada plot pengukuran dengan kerapatan tumbuhan bawah/penutup tanah yang tinggi (misal plot 2, 6 dan 8), lahan KPS mampu berfungsi sebagai penjerap sedimen, meskipun kerapatan tanaman pokok dan tutupan tajuknya relatif rendah. Dengan erosi up land sedang dan kondisi lahan yang datar, yang memungkinkan adanya waktu pengendapan/penjerapan yang lebih lama, plot 6 mempunyai efektivitas yang lebih tinggi. Namun demikian, pada plot 2 dengan erosi up land tinggi dan kondisi lereng agak curam, efektivitasnya masih cukup tinggi (53%). Hal ini menunjukkan bahwa peran vegetasi penutup tanah (terutama tumbuhan bawah dan seresah) sangat penting di dalam proses penjerapan sedimen. Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa kondisi vegetasi penutup tersebut bersifat dinamis, dimana nilainya dipengaruhi oleh faktor musim (pertumbuhan) dan gangguan, baik alam maupun manusia, seperti kebakaran dan pembabatan. Pada plot 4 tumbuhan bawah tinggal 2% pada pengamatan Desember 2013, namun masih mampu mengurangi sedimen sebesar 16% (rerata). Hal ini mengingat bahwa kegiatan pengolahan tanah baru saja diselesaikan pada saat pengukuran dan karena belum terjadi hujan setelah tanah selesai diolah (terbuka), sehingga secara rerata plot 4 masih memberikan nilai efektivitas yang positif.

Secara umum Kawasan Perlindungan setempat (KPS) sempadan sungai berdasarkan kondisi yang ada (existing condition) cukup efektif dalam menjerap sedimentasi, adapun masih ada tiga plot yang belum berfungsi efektif menjerap sedimen, hal ini dikarenakan adanya gangguan terhadap lahan/areal KPS sempadan sungai berupa penggarapan untuk tanaman semusim dan kebakaran.

Belum terlihatnya korelasi antara erosi dan efektivitas KPS pada berbagai kelas kerentanan erosi, dikarenakan pengamatan terhadap efektivitas KPS ini baru berjalan satu tahun pengamatan. Untuk mengetahui ada tidaknya korelasi KPS dengan erosi seyogyanya pengamatan dapat dilakukan multi years, dari data seri tersebut akan dapat terlihat tren/kecenderungan pengaruh KPS terdapat penjerapan erosi/ sedimentasi.

Page 18: Seminar Nasional Restorasi DAS - database.forda-mof.orgdatabase.forda-mof.org/uploads/Efektivitas_Kawasan_Perlindungan... · Kata Kunci : Hutan produksi, Penutupan lahan, Kerentanan

285

Seminar Nasional Restorasi DAS : Mencari Keterpaduan di Tengah Isu Perubahan Iklim

Tetapi kalau hanya untuk melihat korelasi KPS sempadan sungai (areal KPS sempadan sungai tidak terganggu, berikut: tumbuhan bawah, tingkat semai, pancang, tiang dan serasah yang menutup tanah) dengan KPS sempadan sungai yang terganggu akibat penggarapan untuk tanaman semusim dan kebakaran yang mengakibatkan tanah menjadi terbuka, terlihat bahwa KPS sempadan sungai memberikan korelasi yang positif terhadap penjerapan sedimen. Dinamika efektivitas KPS dipengaruhi oleh besarnya curah hujan bulanan dan penutupan lahan yang menjadi pemicu proses erosi, baik di daerah up land maupun di lahan KPS. Fluktuasi nilai efektivitas tersebut disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Efektivitas penjerapan sedimen per bulan (%) pada 9 plot pengamatan di Sub DAS Modang

No. PU

Efektivitas penjerapan sedimen (%)

2012 2013

Nop Des Jan Feb Mar Apr Jun Jul Ags Nop Des

P1 -1265 -88 -218 -111 -234 -1273 -833 -59 -25 33 99

P2 83 39 88 85 59 40 58 -100 68 38 3

P3 -4 -34 -602 -831 -23 -12 -1040 -197 -14 -943 54

P4 19 -188 -117 86 88 -118 37 -2 63 -55 n.d.

P5 25 79 83 -12 -28 96 92 45 -343 15 -1591

P6 61 58 -5550 -129 n.d. 98 100 85 79 92 95

P7 -2117 -1714 -125 -333 -860 -675 100 -20 -271 55 79

P8 61 30 -456 -206 36 63 90 55 70 -129 -518

P9 49 93 -53 73 -6300 -926 -71 18 7 -38 -1231

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa terjadi fluktuasi terhadap efektivitas penjerapan sedimen per bulannya dari sangat tidak efektif menjadi sangat efektif (plot 1) tetapi berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa nilai rata-ratanya adalah sangat tidak efektif, pada plot 6 (Tabel 6) terlihat bahwa persen efektivitas awal efektif menjadi sangat tidak efektif dan akhirnya kembali menjadi sangat efektif. Hal tersebut sebagaimana yang telah disebutkan, fluktuasi curah hujan dan penutupan lahan dan tanah sangat berpengaruh terhadap penjerapan sedimentasi.

Page 19: Seminar Nasional Restorasi DAS - database.forda-mof.orgdatabase.forda-mof.org/uploads/Efektivitas_Kawasan_Perlindungan... · Kata Kunci : Hutan produksi, Penutupan lahan, Kerentanan

286

Seminar Nasional Restorasi DAS : Mencari Keterpaduan di Tengah Isu Perubahan Iklim

IV. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Dari 9 plot pengukuran terdapat 6 plot yang dapat berfungsi

sebagai penjerap sedimen. Nilai efektivitas penjerapan sedimen dari keenam plot tersebut berkisar antara 16-85%.

2. Terjadi fluktuasi terhadap efektivitas penjerapan sedimen per bulannya sebagaimana berfluktuasinya curah hujan dan tutupan lahan oleh tumbuhan bawah dan tutupan tanah oleh serasah dan lain-lain.

3. Mengingat bahwa fungsi KPS bukan hanya sebagai penjerap sedimen, namun juga sebagai kantong biodiversitas, maka kegiatan penanaman pengayaan (enrichment planting) perlu dilakukan. Untuk menunjang keberhasilan kegiatan ini, maka pemilihan jenis harus dilakukan dengan tepat sesuai dengan karakter KPS setempat, baik biofisik maupun sosial. Pengembangan jenis-jenis lokal yang teruji tahan terhadap hama penyakit dapat dijadikan sebagai prioritas utama.

DAFTAR PUSTAKA

Bunn S.E., Davies P.M., Mosich T.D. 1999. Ecosystem measures of river health and their response to riparian and catchment degradation. Journal Freshwater Biology. Blackwell Science Ltd. 333-345 p.

Dabney, M. S., L. D. Meyer, W. C. Harmon, C. V. Alonso, and G. R.

Foster. 1995. Depositional patterns of 619 sediment trapped by grass hedges. Transactions of the ASAE: 38(6): 1719-1729.

Keputusan Presiden No. 32. 1990. Pengelolaan Kawasan Lindung.

Republik Indonesia. Herawati, T. 2010. Analisis Spasial Tingkat Bahaya Erosi di Wilayah DAS

Cisadane, Kabupaten Bogor. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, Vol. VII (4): 413-424.

Hughes F.M.R., Colston A., dan Mountford J.O. 2005. Restoring

riparian Ecosystems: The Challenge of Accomodating Variability and Designing Restoration Trajectories. Ecology

Page 20: Seminar Nasional Restorasi DAS - database.forda-mof.orgdatabase.forda-mof.org/uploads/Efektivitas_Kawasan_Perlindungan... · Kata Kunci : Hutan produksi, Penutupan lahan, Kerentanan

287

Seminar Nasional Restorasi DAS : Mencari Keterpaduan di Tengah Isu Perubahan Iklim

and Society. Resilience Alliance. Diunduh tanggal 10 Juli 2011 dari http:www.ecologyandsociety.org/vol110/iss1/art12/

Komaruddin, N. 2008. Penilaian Tingkat Bahaya Erosi di Sub Daerah

Aliran Sungai Cileungsi, Bogor. Jurnal Agrikultura, Vol. 19 (3): 173-178.

Peraturan Pemerintah No. 38. 2011. Sungai. Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2011 Nomor 74. Peraturan Pemerintah No. 26. 2008. Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional . Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48.

Perum Perhutani KPH Cepu. 2008. Penilaian Kondisi Kawasan

Perlindungan Setempat Sempadan Sungai di KPH Cepu. Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, Kesatuan Pemangkuan Hutan Cepu. Cepu. (tidak dipublikasikan).

Perum Perhutani. 2004. Pedoman Penyusunan Rencana Lima Tahun

Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung dan Kawasan Perlindungan Setempata di Perum Perhutani. PHT 94 Seri Produksi. Perum Perhutani. Jakarta. (tidak dipblukasikan).

Pusey, B.J. dan Angela H. Arthington. 2003. Importance of the riparian

zone to the conservation and management of freshwater fish: a riview. Marine and Freshwater Research. CSIRO. www.publish.csiro.au/journals/mfr.

Maryono, Agus. 2009. Kajian Lebar Sempadan Sungai-Syudi Kasus

Sungai-Sungai Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Dinamika Teknik Sipil, Vol. 9, No. 1. Pp 56-66.

Tabacchi, Eric and Lambs, Luc and Guilloy, Helene and Planty-Tabacchi,

Anne-Marie and Muller, Etienne and Decamps, Henri. 2000. Impact of riparian vegetation on hidrological processes. Hidrological Processes, Vol 14 (n 16-17). Pp. 2959-2976. ISSN 0885-6087.

Undang-Undang No. 41. 1999. Kehutanan. Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1999 Nomor 167. Undang-Undang no. 26. 2007. Penataan Ruang. Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68.

Page 21: Seminar Nasional Restorasi DAS - database.forda-mof.orgdatabase.forda-mof.org/uploads/Efektivitas_Kawasan_Perlindungan... · Kata Kunci : Hutan produksi, Penutupan lahan, Kerentanan

288

Seminar Nasional Restorasi DAS : Mencari Keterpaduan di Tengah Isu Perubahan Iklim

Yuan, Y., R. L. Bingner, and M. A. Locke. 2009. A review of

effectiveness of vegetative buffers on sediment trapping in agricultural areas. Ecohydrology and Hydrobiology. Foreign Trade Enterprise Ars Polona, Warsaw,Poland,2(3):321-336.

Yusmandhany, E,S. 2002. Pengukuran Tingkat Bahaya Erosi Sub-DAS

Cipamingkis, Kabupaten Bogor. Buletin Teknik Pertanian, Vol. 2: 44-47.