Upload
tomi-zulfiansyah
View
10
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
aaa
Citation preview
PMI-1-10-1
SELULOSA CROSS AND BEVAN TANGKAI ECENG GONDOK
SEBAGAI BAHAN BAKU PAPAN PARTIKEL
Willy Saputra, Dedy Dwi Prasetyo
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
ABSTRAK
Eceng gondok termasuk tumbuhan air yang sangat berguna jika populasinya
dapat dikendalikan. Sebaliknya, eceng gondok juga dapat mengganggu
lingkungan dan aktivitas manusia jika populasinya tidak dapat dikendalikan.
Pertumbuhan eceng gondok yang sangat cepat memerlukan penanganan yang
serius. Kandungan selulosa Cross and Bevan eceng gondok sebesar 64,51% dari
berat total (Joedodibroto, 1983) memungkinkan eceng gondok dapat dipakai
sebagai bahan baku pembuatan papan partikel. Pemanfaatan eceng gondok
sebagai bahan baku pembuatan papan partikel merupakan salah satu alternatif
manfaat yang memberikan nilai tambah eceng gondok bagi masyarakat. Dengan
bertambahnya cara pemanfaatan eceng gondok maka populasinya diharapkan
dapat dikontrol, sehingga permasalahan yang timbul sebagaimana yang
dipaparkan sebelumnya dapat diatasi. Penlitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh komposisi resin dan ukuran partikel terhadap mutu papan berdasarkan
standar SII 1983 dan SNI 1996 pada pembuatan papan partikel dari selulosa
Cross and Bevan tangkai eceng gondok dan menganalisa prospek ekonominya.
Persiapan penelitian dimulai dengan mengeringkan batang batang eceng gondok,
memotongnya sepanjang 1 cm kemudian menggilingnya. Setelah itu dilakukan
pemisahan partikel yang berukuran lebih dari 20 mesh dankurang dari 20 mesh.
Selanjutnya mengoven partikel eceng gondok tersebut pada suhu 105 oC hingga
kadar airnya 2-8%. Tahap akhir dari persiapan bahan ini adalah mempersiapkan
perekat dengan campuran resin, air, kanji, dan hardener dengan perbandingan 100:80:50:6
Kata kunci:
PENDAHULUAN
Eceng gondok (Eichhornia crassipes) termasuk tumbuhan air yang
menyebar ke seluruh dunia dan tumbuh pada daerah dengan ketinggian berkisar
antara 0-1600 m di atas permukaan laut, pada iklim tropis dan sub tropis. Eceng
gondok termasuk tumbuhan air yang sangat berguna jika populasinya dapat
dikendalikan. Sebaliknya, eceng gondok juga dapat mengganggu lingkungan dan
aktivitas manusia jika populasinya tidak dapat dikendalikan. Eceng gondok sangat
sulit dikendalikan populasinya karena pertumbuhannya sangat cepat dan daya
tahan hidupnya tinggi. Pertumbuhan eceng gondok yang sangat cepat
memerlukan penanganan yang serius. Pemberantasan secara mekanik, kimia, dan
biologi di beberapa negara tidak pernah memberikan hasil yang optimal. Bahkan
karena hal ini akan berdampak negatif (Amin dkk, 2002). Indonesia mempunyai
lebih dari satu juta hektar danau alami dan danau buatan. Banyak dari perairan
tersebut yang ditumbuhi eceng gondok sebagai gulma, terutama di Jawa,
PMI-1-10-2
Kalimantan, dan Sumatera. Bahkan Danau Sentani di Irian Jaya sebagian
permukaannya telah tertutup eceng gondok (Tjondronegoro dan Pantjawarni,
1999). Hal ini memerlukan penanganan yang serius agar populasi eceng gondok
dapat dikendalikan.
Meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan kayu
meningkat. Kebutuhan kayu untuk industri perkayuan di Indonesia diperkirakan
sebesar 70 juta m3
per tahun dengan kenaikan rata-rata sebesar 14,2% pertahun.
Produksi kayu bulat diperkirakan hanya sebesar 25 juta m3
per tahun, dengan
demikian terjadi defisit sebesar 45 juta m3
(Priyono, 2001 dalam Setyawati,
2004). Hal ini menunjukkan bahwa daya dukung hutan sudah tidak dapat
memenuhi kebutuhan kayu. Keadaan ini diperparah oleh adanya konversi hutan
alam menjadi lahan pertanian, perladangan berpindah, kebakaran hutan, praktek
pemanenan yang tidak efisien dan pengembangan infrastruktur lain yang diikuti
oleh perambahan hutan. Kondisi ini menuntut penggunaan kayu secara efisien dan
bijaksana dan pengembangan produk-produk inovatif bahan lain pengganti kayu.
Salah satu upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan kayu dapat
dilakukan dengan teknik laminasi. Dengan teknik laminasi, potongan-potongan
kayu atau bahan berligno-selulosa lainnya yang relatif kecil ukurannya dipadukan
untuk memperoleh lembaran papan kayu yang lebih luas sebelum digunakan
sebagai bahan konstruksi. Produk laminasi yang ada antara lain berupa papan
serat, papan partikel, kayu lapis, serta produk-produk perekatan lainnya (Fakhri,
2002).
Kandungan selulosa Cross and Bevan eceng gondok sebesar 64,51% dari berat total (Joedodibroto, 1983) memungkinkan eceng gondok dapat dipakai
sebagai bahan baku pembuatan papan partikel. Kandungan ekstraktifnya rendah,
yaitu sekitar 6% dari berat total, sehingga tidak mengganggu perekatan.
Pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan baku pembuatan papan partikel
merupakan salah satu alternatif manfaat yang memberikan nilai tambah eceng
gondok bagi masyarakat. Dengan bertambahnya cara pemanfaatan eceng gondok
maka populasinya diharapkan dapat dikontrol, sehingga permasalahan yang
timbul sebagaimana yang dipaparkan sebelumnya dapat diatasi.
Tujuan dari penlitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh komposisi
resin dan ukuran partikel terhadap mutu papan berdasarkan standar SII 1983 dan
SNI 1996 pada pembuatan papan partikel dari selulosa Cross and Bevan tangkai
eceng gondok dan menganalisa prospek ekonominya.
Eceng Gondok
Winarno (1993) menyebutkan bahwa dekomposisi kimiawi eceng gondok dari
berat total adalah 36,59 % bahan organik, 21,23% C organik, 0,28% N, 0,0011%
P, dan 0,016% K. Joedodibroto (1983) mengemukakan hasil analisis komponen
kimia eceng gondok yang tidak digiling ternyata mengandung kadar abu 12% dan
setelah digiling menjadi 5,77%. Kandungan zat ekstraktif juga mengalami
penurunan setelah digiling.
Tabel 1. Susunan Kimia Batang Eceng Gondok Dalam Keadaan Kering Tanur.
PMI-1-10-3
No
Analisa
Eceng gondok
Sebelum digiling (%)
Setelah digiling (%)
1. 2. 3.
4.
5.
Abu Silikat Lignin
Pentosan
Selulosa Cross and Bevan
12,00 5,56 7,69
15,61
64,51
5,77 0,65 8,93
18,14
72,63
Sumber : Joedodibroto, 1983
Papan Partikel
Papan partikel adalah papan komposit yang dibuat dari potongan-potongan kecil
kayu, termasuk serbuk gergaji atau bahan berligno-selulosa lain. Potongan-
potongan tersebut direkatkan dengan perekat atau resin sintetis, kemudian ditekan sehingga membentuk papan dengan disain dan ukuran tertentu (Salomba dan
Purwanto, 1995).
Geometri partikel, jumlah resin, densitas papan, dan proses pembuatan
dapat dimodifikasi untuk menghasilkan produk yang sesuai pemakaian dan
spesifikasi. Pada proses pembuatan, bahan aditif dapat ditambahkan agar papan
partikel mempunyai karakteristik yang lebih stabil, tahan api, tahan kelembaban
dan lebih kuat.
Papan partikel biasanya dibuat dari pohon jarum (konifera). Papan partikel
juga dapat dibuat dari serat selain kayu, misalnya ampas tebu, bambu, dan rami.
Menurut Kolman dan Cote (1975), papan partikel dapat digunakan untuk dinding,
lantai, platform rumah, almari atau perabot lainnya yang menggunakan papan
lebar.
Gambar 2.3. Papan Partikel
METODE PENELITIAN
Variabel Penelitian
Variabel Bebas terdiri dari
PMI-1-10-4
• Komposisi resin : 20 % (a1), 30 % (a2), 40 % (a3) berat partikel
• Ukuran partikel : > 20 mesh (b1) dan < 20 mesh (b2)
Variabel yang ditetapkan terdiri dari
¾ Komposisi bahan perekat : resin, air, kanji, dan hardener
dengan perbandingan 100:80:50:6
¾ Tekanan Kempa : 60 kg/cm2
¾ Suhu pengovenan papan : 110 oC
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan adalah alat press hidrolik, cetakan, oven,
blender, dan ayakan berukuran 20 mesh. Bahan baku adalah eceng gondok yang
diperoleh dari sungai di daerah Gunung Sari, Surabaya. Bahan perekat yang
digunakan berupa resin urea formaldehid, diperoleh dari Intan Wijaya Chemical
Industries, Tangerang dengan merk dagang UFP 1001. Hardener menggunakan
ammonium sulfat, dan bahan pengisi menggunakan tepung kanji.
Prosedur Penelitian
Persiapan Bahan baku
Persiapan penelitian dimulai dengan mengeringkan batang batang eceng gondok,
memotongnya sepanjang 1 cm kemudian menggilingnya. Setelah itu dilakukan
pemisahan partikel yang berukuran lebih dari 20 mesh dankurang dari 20 mesh.
Selanjutnya mengoven partikel eceng gondok tersebut pada suhu 105 oC hingga
kadar airnya 2-8%. Tahap akhir dari persiapan bahan ini adalah mempersiapkan
perekat dengan campuran resin, air, kanji, dan hardener dengan perbandingan 100:80:50:6
Pembuatan Papan partikel
Pembuatan papan partikel dimulai dengan mencampur partikel eceng gondok
dengan perekat, sesuai variabel komposisi resin. Campuran yang telah dimasukan
ke dalam cetakan yang telah diolesi mirror glaze, dikempa dengan tekanan 60
kg/cm2
selama 30 menit. Memasukkan campuran ke dalam oven yang bersuhu
110oC selama 30 menit. Mendinginkan dan melepaskan papan partikel dari
cetakan.
Pengujian Papan Partikel
Pada pengujian papan, papan diuji kekuatan lentur, Kerapatan, dan uji tahan
kelembaban papan partikel berdasarkan standar SII 1983 dan SNI 1996.
HASIL DAN PMBAHASAN
Hasil Penelitian
Dari penelitian ini dihasilkan papan uji berbentuk silinder dan papan
berukuran 28 x 8 x 2,5 cm. Papan berbentuk silider digunakan untuk pengujian
PMI-1-10-5
kerapatan papan dan pengembangan volume papan dalam air sedangkan papan
berukuran 28 x 8 x 2,5 digunakan untuk pengujian kekuatan lentur.
Tabel 3.1. Hasil Pengujian
a1
20% Resin
a2
30% Resin
a3
40% Resin
b1 ( > 20 mesh )
-kekuatan lentur = 75.6
kg/cm2
-kerapatan = 0,768 g/ml
-pengembangan volume 2
jam = 16,90 % -pengembangan volume
24 jam = 22,69 %
-kekuatan lentur = 105,84
kg/cm2
-kerapatan = 0,802 g/ml
-pengembangan volume 2
jam = 10,36 % -pengembangan volume 24 jam = 12,37 %
-kekuatan lentur = 158,76 kg/cm2
-kerapatan = 0,873 g/ml
-pengembangan volume 2 jam = 3,94 % -pengembangan volume
24 jam = 7,41 %
Memenuhi
standar Ya tidak
b2 ( <20 mesh )
-kekuatan lentur = 68,04
kg/cm2
-kerapatan = 0,792 g/ml -pengembangan volume
2 jam =26,46 %
-pengembangan volume
24 jam = 47,22 % -kekuatan lentur =83,16
kg/cm2
-kerapatan = 0,813 g/ml
-pengembangan volume 2
jam = 11,92 % -pengembangan volume
24 jam = 29,56 %
-kekuatan lentur =
113,40 kg/cm2
-kerapatan = 0,897 g/ml
-pengembangan volume 2 jam = 4,74 %
-pengembangan volume
24 jam = 8,23 %
Memenuhi
standar Ya tidak
Kekuatan Lentur Papan
Rata-rata kekuatan lentur papan partikel berada diantara 158.76 – 68.04
kg/cm2. Berdasarkan standar SII 1983 menyebutkan bahwa persyaratan minimal
kekuatan lentur papan adalah 100 kg/cm2. Dari tabel 1. dapat menginformasikan
bahwa papan yang memenuhi persyaratan minimum kekuatan lentur adalah papan
dengan perlakuan a3b1, a3b2, dan a2b1.
Gambar 1. menginformasikan hasil penelitian bahwa kekuatan lentur
papan meningkat dengan meningkatnya komposisi resin. Meningkatnya jumlah
resin akan meningkatkan persen luasan kontak antar partikel, sehinga ikatan antar
partikel semakin besar. Semakin besar ikatan antar partikel menyebabkan rongga
antar partikel semakin kecil, sehingga papan semakin padat dan kompak. Fakhri
(2002) mengatakan bahwa semakin padat dan kompak ikatan antar partikel, maka
sifat mekaniknya akan semakin baik.
Gambar 1.juga menginformasikan pengaruh ukuran partikel terhadap
kekuatan lentur. Partikel yang lebih kecil mempunyai luasan permukaan kontak
yang lebih besar dan membutuhkan banyak resin untuk melingkupi seluruh
permukaan partikel, artinya semakin kecil ukuran partikel, kebutuhan resin
semakin besar (Walker, 1997). Pada jumlah resin yang sama, papan dengan
ukuran partikel lebih kecil akan mempunyai persen kontak antar partikel semakin
kecil. Lin dan Huang (2004) melaporkan bahwa semakin meningkatnya persen
kontak antar partikel akan meningkatkan ikatan antar partikel. Jalaluddin, dkk
(2004) melaporkan hasil penelitiannya tentang pembuatan papan partikel dari
PMI-1-10-6
Keku
ata
n L
en
tur
(kg
/cm
2)
bambu bahwa semakin besar ukuran partikel, semakin bagus modulus of rupture
dan modulus of elasticity. Hal inilah yang menyebabkan papan partikel struktural
dibuat dari partikel yang relatif panjang dan lebar (Walker, 1997).
180
140
100
>20 mesh
<20 mesh
60
0 20 40 60
Kom pos is i Re s in (%)
Gambar IV.1. Grafik hubungan komposisi resin dan kelenturan papan
Menurut Joedodibroto (1983), eceng gondok yang telah digiling dan
disertai penyaringan dapat menghilangkan sel-sel halus non serat. Sel-sel halus ini
adalah sel parenkim yang mempunyai susunan sedemikian hingga kadar abu dan
ekstraktifnya tinggi. Penghilangan sel-sel parenkim mempunyai implikasi positif
untuk meningkatkan mutu papan partikel. Untuk mendapatkan papan partikel
dengan kekuatan yang memadai, maka diperlukan ukuran papan yang tepat, kadar
air yang tepat, kadar ekstraktif, dan abu yang kecil (Walker, 1997).
Kerapatan Papan Partikel
Gambar 2. menginformasikan bahwa komposisi resin mempengaruhi
kerapatan papan. Kerapatan papan semakin besar sesuai dengan kenaikan
komposisi resin. Semakin besar jumlah resin yang digunakan resin semakin kuat
mengikat partikel dan mengisi rongga-rongga antar partikel, sehingga partikel
semakin rapat. Pada semua perlakuan, kerapatan papan masih sesuai dengan
standar yang diizinkan menurut SNI 1996, yaitu antara 0,5 – 0,9 g/cm3.
Gambar 2. juga menginformasikan bahwa ukuran partikel mempengaruhi massa
jenis papan. Semakin besar ukuran partikel, maka kerapatan papan semakin kecil.
Lin dan Huang (2004), menyebutkan bahwa semakin besar partikel, semakin
besar fraksi rongga. Sedangkan semakin besar rongga antar partikel, massa
jenisnya semakin kecil.
PMI-1-10-7
kera
pata
n (
g/c
m 3
)
pen
gem
ban
gan
vo
lum
e (
%)
0.92
0.88
0.84
0.8
>20 mesh
<20 mesh
0.76
0.72
0 20 40 60
kom pos is i re s in (%)
Gambar IV.2. Grafik Hubungan Komposisi Resin Terhadap Kerapatan Papan
Persentase Pengembangan Volume dalam Air
Uji pengembangan dalam air bertujuan untuk mengetahui ketahanan
papan terhadap air. Pengembangan volume papan ditetapkan setelah contoh uji
direndam dalam air dingin / suhu kamar (30 oC) selama 2 jam dan 24 jam. Pada
perendaman dalam air selama 2 jam, hanya papan dengan komposisi resin 40%
yang memenuhi SII 1983, yaitu maksimal pengembangan volumenya 10%.
Sedangkan pada perendaman selama 24 jam, yang memenuhi standar adalah
papan dengan perlakuan a3b1, a3b2, dan a2b1.
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
>20 mesh
<20 mesh
5.00
0.00
0 10 20 30 40 50
kom pos is i r e s in (%)
Gambar IV.3. Hubungan komposisi resin terhadap % pengembangan
volume dalam air selama 2 jam
PMI-1-10-8
pen
gem
ban
gan
vo
lum
e (
%)
50
40
30 >20 mesh
20 <20 mesh
10
0
0 10 20 30 40 50
k om pos is i r e s in (%)
Gambar IV.4. Hubungan komposisi resin terhadap % pengembangan
volume dalam air selama 24 jam
Hasil pengujian (gambar 3. dan 4.) menunjukkan bahwa semakin besar
komposisi resin, maka % pengembangan volume papan semakin kecil atau
semakin tahan terhadap kelembaban. Carll (1997) menyimpulkan dari hasil
penelitian sebelumnya bahwa pengembangan volume papan dalam air berkurang
sesuai dengan bertambahnya jumlah bahan perekat yang digunakan.
Ukuran partikel mempengaruhi terhadap pengembangan volume papan dalam air.
Gambar IV.3. dan IV.4. menunjukkan bahwa semakin besar ukuran partikel, maka
% pengembangan volume dalam air semakin kecil. Semakin besar ukuran
partikel, maka absorbsi air semakin kecil. Semakin kecil absorbsi air maka %
pengembangan volume papan dalam air semakin kecil (Carll, 1997).
Aspek Ekonomi
Peluang Produksi
Saat ini cadangan sumber kayu semakin menipis karena luas hutan sebagai
sumber kayu semakin berkurang (Massijaya, 2004). Fenomena ini terjadi karena
manajemen hutan yang salah dan eksploitasi secara besar-besaran pada masa yang
lalu. Pada beberapa tahun mendatang, produksi kayu dari hutan alam akan
mengalami penurunan secara signifikan (Massijaya, 2004).
Berkurangnya sumber kayu dapat menyebabkan industri pengolahan kayu
semakin menurun di masa yang akan datang. Keadaan ini dapat menyebabkan sisa
dari industri pengolahan kayu semakin berkurang. Berkurangnya sisa pengolahan
kayu akan menimbulkan dampak negatif pada industri yang memanfaatkan sisa
pengolahan kayu, seperti industri papan partikel, MDF, dan lain sebagainya.
Sekitar 95% industri papan partikel menggunakan bahan baku dari sisa
pengolahan kayu, sedangkan sisanya dibuat dari bahan serat bukan kayu, seperti
bagas dari tebu, rami, dan bambu. Penggunaan bahan-bahan, baik bahan kayu
maupun serat non kayu, seringkali mengalami kendala akibat terbatasnya
persediaan bahan baku. Bahan kayu penyediaannya terkendala karena produksi
kayu yang semakin berkurang seperti yang dipaparkan sebelumnya, sedangkan
serat non kayu penggunaannya sangat terbatas karena tumbuhnya tergantung pada
PMI-1-10-9
musim (Walker, 1997). Kesulitan dalam penyediaan bahan baku turut
mempengaruhi produksi papan partikel.
Kelayakan Bahan Baku
Kandungan selulosa Cross and Bevan tangkai eceng gondok sekitar
64,51% (Joedodibroto, 1983) memungkinkan eceng gondok dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan papan partikel. Purwanto dan Salomba (1995)
mengatakan bahwa papan partikel merupakan komposit yang terbuat dari bahan
berligno-selulosa. Kandungan ekstraktif eceng gondok juga sangat kecil, yaitu
sekitar 6%, sehingga tidak mengganggu dalam proses perekatan. Bahkan dengan
proses penggilingan, kandungan ekstraktif eceng gondok tersebut mengalami
penurunan (Joedodibroto, 1983). Oleh karena itu, pemanfaatan eceng gondok
sebagai bahan baku pembuatan papan partikel sangat mungkin dilakukan.
Kelangsungan Produksi
Pertumbuhan eceng gondok perlu diperhatikan untuk menjaga
kesinambungan penyediaan eceng gondok sebagai bahan baku industri papan
partikel. Kelangsungan produksi papan partikel dengan menggunakan bahan baku
eceng gondok sangat terjamin jika dilihat dari ketersediaan bahan baku.
Pertumbuhan eceng gondok sangat cepat, yaitu 0,45 - 0,3 kg/(hari . m3)
(Roekmijati, 1986). Dalam waktu 6 hari populasi eceng gondok menjadi dua kali
lipat (Batcher, 2004). Jika eceng gondok yang ada di Rawa Pening hanya
dipertahankan 25% saja atau 20% permukaan perairan tertutup eceng gondok agar
populasinya tidak mengganggu ekosistem di sekitarnya, maka perhari eceng
gondok di Rawa Pening bisa diprediksikan mampu menghasilkan papan sebesar
5.750 lembar papan berukuran 1200x2440x12 mm perhari atau setara dengan
2.181.945 m3
perhari. Jumlah ini juga masih lebih besar jika dibandingkan dengan
produksi total papan partikel Indonesia yang hanya 470.000 m3/tahun. Terlebih
lagi, Indonesia masih mempunyai banyak perairan-perairan luas yang ditumbuhi
eceng gondok seperti Danau Tondano (Sulwesi Utara), Danau Tempe (Sulawesi
Selatan), Waduk Saguling (Jawa Barat), Rawa Jombor (Jawa Tengah), Danau
Kerinci (Jambi), Waduk Batutulegi (Jambi), dan lain sebagainya.
Potensi Ekonomi
Perhitungan analisis ekonomi pada Lampiran 3 dilakukan dengan
menghitung rate of return invesment (laju pengembalian modal), minimum pay
out period (waktu minimal pengembalian modal), dan break even point (BEP).
Perhitungan analisis ekonomi ini menggunakan data dari pabrik papan partikel
di Padalarang, Bandung dengan kapasitas produksi
90.000 m3.
Rate of Return Invesment (laju pengembalian modal) hasil perhitungan
adalah sebesar 72,65%. Angka ini jauh lebih besar dari suku bunga deposito yang
hanya 6,5% (BNI, 3 Mei 2005). Informasi ini menunjukkan bahwa modal lebih
baik diinvestasikan dari pada disimpan di bank sebab hasilnya lebih
menguntungkan.
PMI-1-10-10
Minimum pay out period (waktu minimal pengembalian modal) hasil
perhitungan adalah sebesar 1,33 tahun. Jangka waktu ini menguntungkan karena
modal sudah dapat kembali minimal 1,33 tahun.
Perhitungan BEP dilakukan untuk mengevaluasi jumlah produksi. BEP
hasil perhitungan adalah sebesar 10,63%. BEP atau titik impas menunjukkan
bahwa pada kondisi ini produksi tidak mengalami kerugian dan memperoleh
keuntungan. BEP diperoleh dengan mengalikan asumsi produksi awal (90.000 m3
pertahun) dengan BEP hasil perhitungan. Sehingga produksi papan partikel
minimal harus diprodukasi sebanyak 9.576 m3/tahun.
Dari perhitungan secara ekonomis, pembuatan papan partikel dari eceng
gondok masih menguntungkan. Apalagi bila diproduksi dalam jumlah besar,
mengingat permintaan dunia akan produk papan partikel mengalami kenaikan tiap
tahun. Hal ini karena papan partikel banyak digunakan untuk keperluan industri
mebel, ubin lantai, pegangan tangga, pengemasan barang, dan kayu struktural.
Dengan adanya produksi papan partikel eceng gondok akan mempunyai
keuntungan, yaitu menambah pendapatan daerah, menambah lapangan pekerjaan,
dan menaikkan nilai ekonomi eceng gondok. Pemanfaatan eceng gondok secara
besar-besaran dan kontinu dapat mengendalikan perkembangan eceng gondok.
Eceng gondok harus dimanfaatkan secara kontinu agar pengendaliannya bisa
dilakukan secara kontinu pula. Oleh karena itu, selain memikirkan cara
pemberantasan eceng gondok, juga diperlukan penjajakan kemungkinan
memanfaatkan eceng gondok untuk keperluan industri secara luas sebagai
komoditas yang bernilai ekonomis, misalnya dengan memanfaatkan sebagai bahan
baku pembuatan papan partikel.
Pemanfaatan selulosa cross and bevan tangkai eceng gondok sebagai
bahan baku papan partikel sangat potensial untuk diteliti lebih lanjut. Untuk
penelitian lebih lanjut, penulis menyarankan proses pencampuran partikel eceng
gondok dan resin perlu dilakukan dengan menggunakan mesin pencampur untuk
mendapatkan campuran yang homogen. Pengempaan proses pembuatan papan
partikel sebaiknya dilakukan dengan menggunakan pengempaan panas.
PMI-1-10-11