1
DENNY SUSANTO P OTONGAN pipa aluminium yang di- rakit sederhana itu mampu bergerak berputar-putar. Bahkan, potongan berben- tuk capit sanggup mengang- kat dan memindahkan benda di sekitarnya. Senyum seke- lompok anak muda itu pun menyungging, puas menyak- sikan karya mereka. Mereka adalah mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Poli- teknik Banjarmasin yang saat ini bersiap mengikuti Kontes Robot Indonesia, sebuah ajang bergengsi yang digelar setiap tahun untuk mempertanding- kan robot kreasi berbagai per- guruan tinggi se-Indonesia. Pemenangnya akan mewakili Indonesia dalam ajang interna- sional Asia-Pacic Broadcasting Union Robocon. “Sudah lima bulan kami mempersiapkan diri tampil dalam kontes di Yogyakarta, bulan Mei,” kata Hendrik, mahasiswa semester VI Poli- teknik Banjarmasin. Tiga robot sederhana dibuat untuk mengikuti kontes terse- but. Ketiganya bergerak de- ngan mengandalkan sensor, dinamo, dan panel komputer yang sudah diprogram seba- gai otak robot. “Cara kerjanya sederhana, maka kami sebut robot sederhana otomatis,” kata dia. Disebut otomatis karena robot sudah diprogram ter- lebih dahulu, disesuaikan dengan kondisi lapangan di kontes atau temanya. Dan robot ini nantinya akan beru- saha mengambil sebanyak mungkin poin dalam waktu singkat. Adapun kategori robot manual ialah robot yang di- kendalikan oleh seorang ope- rator atau disebut robot cer- das. Robot-robot ini disebut Loy Krathong, diambil dari bahasa Thailand dengan arti robot yang bisa melakukan upacara larungan (sesajen di air). Tim Politeknik Banjarmasin yang menamakan diri Tim Samudera--diambil dari kata Pangeran Samudera, Raja Banjar--merasa yakin mampu meraih prestasi dalam kontes tahun ini walau robot-robot yang dibuat belum sempurna dan perlu perbaikan di sana- sini. Menurut Hendrik, tahun lalu pun mereka telah menyabet berbagai keberhasilan. Pada 2010, Politeknik Banjarmasin menyabet juara kedua untuk regional III meliputi Jawa Te- ngah, Yogyakarta, dan Kali- mantan, dengan robot bernama In the Moesty. Juara pertama- nya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Berburu komponen Meski setiap tahun kontes robot antarperguruan tinggi se-Indonesia ini berlangsung tiga kali, yaitu Kontes Robot In- donesia, Kontes Robot Cerdas Indonesia, dan Kontes Robot Seni Indonesia, mahasiswa asal Banjarmasin ini hanya mengi- kuti salah satu kejuaraan saja. Sebab persaingan cukup ketat dan mereka juga tak punya biaya. Tahun-tahun sebelumnya, selain robot otomatis, tim robot Politeknik Banjarmasin ikut serta dalam kontes Robot Cer- das Indonesia. Agus, dosen pembimbing sekaligus pemimpin tim, me- ngatakan untuk mengikuti kejuaraan Kontes Robot In- donesia diperlukan biaya puluhan juta rupiah. Demikian juga dengan ber- bagai komponen pembuatan robot yang sulit diperoleh di Kalimantan Selatan. Itu pula alasan mengapa sebagian besar komponen da- lam pembuatan robot meru- pakan barang bekas. Roda robot diambil dari roda kereta bayi, dinamo dan gear dari mesin fotokopi, as atau sumbu penggerak robot cabutan dari mesin printer, serta sejumlah komponen lain yang dibeli di pasar loak. Pasar Genteng, Surabaya, Jawa Timur, menjadi pilihan untuk mendapatkan komponen pembuatan robot. Beberapa komponen seperti alat sensor terpaksa harus didatangkan dari luar negeri. “Biasanya kami titip beli dari para dosen yang kebetulan tugas belajar ke luar negeri,” kata Agus. Sulitnya mendapatkan kom- ponen pembuatan robot di daerah ini, diakui para ma- hasiswa dan dosen, sangat memengaruhi persiapan dan proses pengerjaan robot me- reka. Kondisi itu dirasakan ber- beda dengan persiapan tim robot dari perguruan ting- gi lain, terutama di Pulau Jawa. Meski dilingkupi banyak kendala, itu tidak mematikan semangat para mahasiswa Politeknik Banjarmasin untuk berprestasi. “Keterbatasan membuat kita bisa lebih berpikir kreatif,” ujar Afriyal Muttaqien, lulusan Po- liteknik Banjarmasin yang juga sempat memenangi Kontes Ro- bot Cerdas Indonesia untuk ka- tegori rancangan terbaik pada 2088 di Yogyakarta. (N-3) denny_susanto@ mediaindonesia.com Robot dari Kota Seribu Sungai Ketiadaan biaya bukan kendala dalam mengejar prestasi. Dengan bermodal barang rongsokan, sekelompok mahasiswa di Kalimantan Selatan menciptakan robot yang menyabet juara. Keterbatasan membuat kita bisa lebih berpikir kreatif.” Afriyal Muttaqien Alumnus Politeknik Banjarmasin MI/DENNY SUSANTO MI/DENNY SUSANTO 9 N USANTARA SELASA, 22 MARET 2011 PERSIAPAN KONTES: Para mahasiswa Politeknik Banjarmasin, Kalimantan Selatan, sedang membuat robot untuk persiapan mengikuti Kontes Robot Indonesia yang akan berlangsung Mei, di Yogyakarta. Segara Wedi Bromo ASAL-USUL ROBOT CERDAS: Mahasiswa Politeknik Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dengan karya robot manual atau robot cerdas. DISEBUT segara wedi atau lau- tan pasir karena permukaan- nya yang berpasir tampak menyerupai laut. Kaldera pe- gunungan Tengger itu mem- bentang luas menghubungkan Dusun Cemorolawang, Desa Ngadisari, Kecamatan Suka- pura, Kabupaten Probolinggo dengan Desa Ngadas, Kecamat- an Poncokusumo, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Lautan pasir ini merupakan kaldera hasil letusan Gunung Tengger Purba. Kaldera ber- bentuk lingkaran itu memiliki garis tengah terpanjang 8 km dan terpendek 6 km, dengan dinding berketinggian 120-130 meter. Di atas hamparan lautan pasir inilah terdapat Gunung Bromo (2.392 mdpl), Gunung Batok (2.440 mdpl), Gunung Kursi (2.581 mdpl), Gunung Widodaren (2.614 mdpl), dan Gunung Watangan (2.601 mdpl). Cerita rakyat yang menyertai asal-usul segara wedi berkaitan erat dengan kisah pewayangan. Saat tokoh Bima ditanya Kresna apakah bisa membuat laut di pedalaman, tepatnya di lereng pegunungan Tengger, dalam tempo satu jam untuk mem- buktikan kekuatannya. Pembuktian itu harus selesai sebelum ayam jantan berkokok atau sebelum penduduk desa menenun atau menumbuk padi. Menurut kisah tersebut, Bima menjalankan tugasnya, dan menjelang subuh sudah hampir selesai. Tapi untuk menghindari itu, Kresna membangunkan penduduk desa yang kemu- dian menumbuk padi sebelum waktunya. Bima pun dianggap gagal menyelesaikan tugas dalam membuktikan kekuatannya. Ia marah dan mengutuk orang Tengger tidak akan pernah lagi menenun dan menumbuk padi. Sejak kutukan itu, orang Teng- ger tidak pernah lagi menenun kapas dan menumbuk padi. Dosen Jurusan Sejarah Uni- versitas Negeri Malang Blasius Suprapta mengatakan punden kutukan merupakan bangun- an megalitik di perbatasan Desa Ngadas dengan lautan pasir Bromo di daerah Jemp- lang. Bentuk fisik bangunan itu berundak dua dari tatanan batu. Penduduk setempat meya- kini punden tersebut sebagai punden batas desa, yakni pem- batas antara daerah profan, yakni Desa Ngadas, dan dae- rah sakral yakni lautan pasir. (BN/N-3) MI/BAGUS SURYO

SELASA, 22 MARET 2011 Robot dari Kota Seribu Sungai filesikan karya mereka. ... Seni Indonesia, mahasiswa asal Banjarmasin ini hanya mengi- ... robot diambil dari roda kereta bayi,

  • Upload
    doquynh

  • View
    214

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SELASA, 22 MARET 2011 Robot dari Kota Seribu Sungai filesikan karya mereka. ... Seni Indonesia, mahasiswa asal Banjarmasin ini hanya mengi- ... robot diambil dari roda kereta bayi,

DENNY SUSANTO

PO T O N G A N p i p a aluminium yang di-rakit sederhana itu m a m p u b e rg e r a k

berputar-putar. Bahkan, potongan berben-

tuk capit sanggup mengang-kat dan memindahkan benda di sekitarnya. Senyum seke-lompok anak muda itu pun menyungging, puas menyak-sikan karya mereka.

Mereka adalah mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Poli-teknik Banjarmasin yang saat ini bersiap mengikuti Kontes Robot Indonesia, sebuah ajang bergengsi yang digelar setiap tahun untuk mempertanding-kan robot kreasi berbagai per-guruan tinggi se-Indonesia.

Pemenangnya akan mewakili Indonesia dalam ajang interna-sional Asia-Pacifi c Broadcasting Union Robocon.

“Sudah lima bulan kami mempersiapkan diri tampil dalam kontes di Yogyakarta, bulan Mei,” kata Hendrik, mahasiswa semester VI Poli-

teknik Banjarmasin. Tiga robot sederhana dibuat

untuk mengikuti kontes terse-but. Ketiganya bergerak de-ngan mengandalkan sensor, dinamo, dan panel komputer yang sudah diprogram seba-gai otak robot. “Cara kerjanya sederhana, maka kami sebut robot sederhana otomatis,” kata dia.

Disebut otomatis karena robot sudah diprogram ter-lebih dahulu, disesuaikan dengan kondisi lapangan di kontes atau temanya. Dan robot ini nantinya akan beru-saha mengambil sebanyak mungkin poin dalam waktu singkat.

Adapun kategori robot manual ialah robot yang di-kendalikan oleh seorang ope-rator atau disebut robot cer-das. Robot-robot ini disebut Loy Krathong, diambil dari bahasa Thailand dengan arti robot yang bisa melakukan upacara larungan (sesajen di air).

Tim Politeknik Banjarmasin yang menamakan diri Tim

Samudera--diambil dari kata Pangeran Samudera, Raja Banjar--merasa yakin mampu meraih prestasi dalam kontes tahun ini walau robot-robot yang dibuat belum sempurna dan perlu perbaikan di sana-sini.

Menurut Hendrik, tahun lalu pun mereka telah menyabet berbagai keberhasilan. Pada 2010, Politeknik Banjarmasin menyabet juara kedua untuk regional III meliputi Jawa Te-ngah, Yogyakarta, dan Kali-mantan, dengan robot bernama In the Moesty. Juara pertama-nya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Berburu komponenMeski setiap tahun kontes

robot antarperguruan tinggi se-Indonesia ini berlangsung tiga kali, yaitu Kontes Robot In-donesia, Kontes Robot Cerdas Indonesia, dan Kontes Robot Seni Indonesia, mahasiswa asal Banjarmasin ini hanya mengi-kuti salah satu kejuaraan saja. Sebab persaingan cukup ketat dan mereka juga tak punya biaya.

Tahun-tahun sebelumnya, selain robot otomatis, tim robot Politeknik Banjarmasin ikut serta dalam kontes Robot Cer-das Indonesia.

Agus, dosen pembimbing sekaligus pemimpin tim, me-ngatakan untuk mengikuti kejuaraan Kontes Robot In-donesia diperlukan biaya puluhan juta rupiah.

Demikian juga dengan ber-bagai komponen pembuatan robot yang sulit diperoleh di Kalimantan Selatan.

Itu pula alasan mengapa sebagian besar komponen da-lam pembuatan robot meru-pakan barang bekas. Roda robot diambil dari roda kereta bayi, dinamo dan gear dari mesin fotokopi, as atau sumbu penggerak robot cabutan dari mesin printer, serta sejumlah komponen lain yang dibeli di pasar loak.

Pasar Genteng, Surabaya, Jawa Timur, menjadi pilihan untuk mendapatkan komponen pembuatan robot. Beberapa komponen seperti alat sensor terpaksa harus didatangkan dari luar negeri.

“Biasanya kami titip beli dari para dosen yang kebetulan tugas belajar ke luar negeri,” kata Agus.

Sulitnya mendapatkan kom-ponen pembuatan robot di daerah ini, diakui para ma-hasiswa dan dosen, sangat memengaruhi persiapan dan proses pengerjaan robot me-reka.

Kondisi itu dirasakan ber-beda dengan persiapan tim robot dari perguruan ting-gi lain, terutama di Pulau Jawa.

Meski dilingkupi banyak kendala, itu tidak mematikan semangat para mahasiswa Politeknik Banjarmasin untuk berprestasi.

“Keterbatasan membuat kita bisa lebih berpikir kreatif,” ujar Afriyal Muttaqien, lulusan Po-liteknik Banjarmasin yang juga sempat memenangi Kontes Ro-bot Cerdas Indonesia untuk ka-tegori rancangan terbaik pada 2088 di Yogyakarta. (N-3)

[email protected]

Robot dari Kota Seribu SungaiKetiadaan biaya bukan kendala dalam mengejar prestasi. Dengan bermodal barang rongsokan,

sekelompok mahasiswa di Kalimantan Selatan menciptakan robot yang menyabet juara.

Keterbatasan membuat kita bisa

lebih berpikir kreatif.”

Afriyal MuttaqienAlumnus Politeknik Banjarmasin

MI/DENNY SUSANTOMI/DENNY SUSANTO

9NUSANTARA SELASA, 22 MARET 2011

PERSIAPAN KONTES: Para mahasiswa Politeknik Banjarmasin, Kalimantan Selatan, sedang membuat robot untuk persiapan mengikuti Kontes Robot Indonesia yang akan berlangsung Mei, di Yogyakarta.

Segara Wedi BromoASAL-USUL

ROBOT CERDAS: Mahasiswa Politeknik Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dengan karya robot manual atau robot cerdas.

DISEBUT segara wedi atau lau-tan pasir karena permukaan-nya yang berpasir tampak menyerupai laut. Kaldera pe-gunungan Tengger itu mem-bentang luas menghubungkan Dusun Cemorolawang, Desa Ngadisari, Kecamatan Suka-pura, Kabupaten Probolinggo dengan Desa Ngadas, Kecamat-an Poncokusumo, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Lautan pasir ini merupakan kaldera hasil letusan Gunung Tengger Purba. Kaldera ber-bentuk lingkaran itu memiliki garis tengah terpanjang 8 km dan terpendek 6 km, dengan dinding berketinggian 120-130

meter.Di atas hamparan lautan

pasir inilah terdapat Gunung Bromo (2.392 mdpl), Gunung Batok (2.440 mdpl), Gunung Kursi (2.581 mdpl), Gunung Widodaren (2.614 mdpl), dan Gunung Watangan (2.601 mdpl).

Cerita rakyat yang menyertai asal-usul segara wedi berkaitan erat dengan kisah pewayangan. Saat tokoh Bima ditanya Kresna apakah bisa membuat laut di pedalaman, tepatnya di lereng pegunungan Tengger, dalam tempo satu jam untuk mem-buktikan kekuatannya.

Pembuktian itu harus selesai

sebelum ayam jantan berkokok atau sebelum penduduk desa menenun atau menumbuk padi. Menurut kisah tersebut, Bima menjalankan tugasnya, dan menjelang subuh sudah hampir selesai.

Tapi untuk menghindari itu, Kresna membangunkan penduduk desa yang kemu-dian menumbuk padi sebelum waktunya.

Bima pun dianggap gagal menyelesaikan tugas dalam membuktikan kekuatannya. Ia marah dan mengutuk orang Tengger tidak akan pernah lagi menenun dan menumbuk padi. Sejak kutukan itu, orang Teng-

ger tidak pernah lagi menenun kapas dan menumbuk padi.

Dosen Jurusan Sejarah Uni-versitas Negeri Malang Blasius Suprapta mengatakan punden kutukan merupakan bangun-an megalitik di perbatasan Desa Ngadas dengan lautan pasir Bromo di daerah Jemp-lang. Bentuk fisik bangunan itu berundak dua dari tatanan batu.

Penduduk setempat meya-kini punden tersebut sebagai punden batas desa, yakni pem-batas antara daerah profan, yakni Desa Ngadas, dan dae-rah sakral yakni lautan pasir. (BN/N-3) MI/BAGUS SURYO