33
KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan syukur atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya makalah dengan judul “Organ dan Sel Imun” ini dapat diselesaikan. Pembuatan makalah ini dimaksudkan sebagai nilai akademik pada mata kuliah Blok 13 Teriring ucapan terima kasih kepada dosen penanggung jawab mata kuliah yang telah membimbing kami sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan baik dalam bentuk penyajian, kelengkapan isi, dan lain-lainnya. Untuk itu dengan senang hati kami akan menerima segala saran, kritik dari para pembaca guna memperbaikan makalah ini di kemudian hari. Akhir kata, semoga buku ini dapat bermanfaat dan berguna, serta dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. 1

Sel Imun Tugas Bolos

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gdgajhdgasdgasdgsajdhgsajhbsadbashdsjxhalkhaKDAHDKAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAADLHADKHDHALDKAHDLKhdahdlkahdkaHDKad

Citation preview

Page 1: Sel Imun Tugas Bolos

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya

makalah dengan judul “Organ dan Sel Imun” ini dapat diselesaikan. Pembuatan

makalah ini dimaksudkan sebagai nilai akademik pada mata kuliah Blok 13

Teriring ucapan terima kasih kepada dosen penanggung jawab mata kuliah yang

telah membimbing kami sehingga makalah ini dapat diselesaikan.

Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari

kesempurnaan baik dalam bentuk penyajian, kelengkapan isi, dan lain-lainnya.

Untuk itu dengan senang hati kami akan menerima segala saran, kritik dari para

pembaca guna memperbaikan makalah ini di kemudian hari.

Akhir kata, semoga buku ini dapat bermanfaat dan berguna, serta dapat

menambah pengetahuan bagi para pembaca.

Palembang , 29 Oktober 2014

                                                                             Emil Intan Rachmawati

1

Page 2: Sel Imun Tugas Bolos

DAFTAR ISI

BAB I.   PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang……………………………………………………......3

BAB II.  PEMBAHASANII.1   Sel sel sistem imun nonspesifik…………………………………………4II.2   Sel sel sistem imun spesifik....................................................................12

BAB III.  PENUTUPIII.1 KESIMPULAN…………………………………………………….….20

DAFTAR PUSTAKA

2

Page 3: Sel Imun Tugas Bolos

BAB I

PENDAHULUAN

I.1     Latar Belakang

Imunitas adalah perlindungan dari penyakit, khususnya penyakit infeksi. Sel-sel

dan molekul-molekul yang terlibat di dalam perlindungan membentuk sistem

imun. Sedangkan respon untuk menyambut agen asing disebut respon imun. Jadi,

agen asing atau antigen adalah substansi yang dapat menyebabkan terjadinya

respon imun, misalnya virus. Tidak semua respon imun melindungi dari penyakit.

Beberapa agen asing seperti allergen yang ditemukan pada debu, bulu kucing dll.

dapat menyebabkan penyakit sebagai konsekuensi akibat menginduksi respon

imun.

Ada beberapa pengelompokan mengenai sistem imun, yang terpenting adalah

pengenalan self dan non-self. Pengelompokan lainnya adalah: imunitas umum dan

spesifik, imunitas alamiah dan adaptif (bawaan dan didapat), imunitas seluler dan

humoral, imunitas aktif dan pasif, serta imunitas primer dan sekunder.

Bagian-bagian dari sistem imun adalah spesifik antigen (mereka mengenal dan

beraksi melawan antigen khusus), sistemik (tidak terbatas pada lokasi infeksi

awal, tetapi bekerja di seluruh tubuh) dan memiliki memori (mengenal dan

meningkatkan serangan terhadap antigen yang sama pada waktu yang akan

datang.

Kadang-kadang sistem imun menyerang sel-selnya sendiri. Kasus ini dinamakan

penyakit autoimun misalnya multiple sclerosis, systemic lupus erythematosus,

rheumatoid arthritis, diabetes serta myasthenia gravis. Mayoritas orang tidak

menderita penyakit autoimun karena mereka memiliki toleransi terhadap jaringan

mereka sendiri.

3

Page 4: Sel Imun Tugas Bolos

BAB IIPEMBAHASAN

A. Sel-sel Sistem Imun

a. Sel-Sel Sistem Imun Nonspesifik

Sel sistem imun non spesifik bereaksi tanpa memandang apakah agen

pencetus pernah atau belum pernah dijumpai. Reaksinya pun tidak perlu

diaktivasi terlebih dahulu seperti pada sistem imun spesifik. Lebih jauh

lagi respon imun non spesifik merupakan lini pertama pertahanan terhadap

berbagai faktor yang mengancam. Sel-sel yang berperan dalam sistem

imun nonspesifik adalah sel fagosit, sel nol, dan sel mediator.

1. Sel Fagosit

Sel fagosit terbagi dua jenis, yaitu fagosit mononuclear dan

fagosit polimorfonuklear. Fagosit mononuclear terdiri dari sel

monosit dan sel makrofag, sedangkan fagosit polimorfonuclear

terdiri dari neutrofil dan eusinofil.

a. Sel Monosit dan Sel Makrofag

Persentase sel monosit dalam sel darah putih berkisar 5 %.

Monosit bersirkulasi dalam darah hanya selama beberapa jam,

kemudian bermigrasi ke dalam jaringan, dan berkembang menjadi

makrofaga (macrophage) besar (pemangsa besar). Makrofaga

jaringan, yang merupakan sel-sel fagositik terbesar, adalah fagosit

yang sangat efektif dan berumur panjang. Sel-sel ini menjulurkan

kaki semu (psedopodia) yang panjang yang dapat menempel ke

polisakarida pada permukaan mikroba dan menelan mikroba itu,

sebelum kemudian dirusak oleh enzim-enzim di dalam lisosom

makrofaga itu.

Beberapa makrofaga bermigrasi ke seluruh tubuh,

sementara yang lain tetap tinggal secara permanen dalam jaringan

tertentu: dalam paru-paru (makrofaga alveoli), hati (sel-sel

Kupffer), ginjal (sel-sel mesangial), otak (sel-sel mikroglia),

4

Page 5: Sel Imun Tugas Bolos

jaringan ikat (histiosit), dan pada limpa, nodus limfa, serta jaringan

limfatik. Mikroorganisme, fragmen mikroba, dan molekul asing

yang memasuki darah menghadapi makrofaga ketika mereka

terjerat dalam bangun limpa yang mirip dengan jaring, sementara

yang berada dalam cairan jaringan mengalir ke dalam limfa dan

disaring melalui nodus limfa.

Namun, beberapa mikroba telah mengevolusikan

mekanisme untuk menghindari perusakan oleh sel fagositik.

Beberapa bakteri mempunyai kapsul bagian luar yang tidak dapat

ditempeli makrofaga. Contoh bakteri tersebut adalah

Mycobacterium tuberculosis, yang bersifat resisten terhadap

perusakan oleh lisosom dan bahkan dapat bereproduksi di dalam

makrofaga.

b. Sel Neutrofil

Neutrofil merupakan sel fagosit yang berasal dari sel bakal

myeloid dalam sumsum tulang. Jumlahnya sekitar 60-70% dari

semua sel darah putih (leukosit). Neutrofil adalah fagosit pertama

yang tiba, diikuti oleh monosit darah, yang berkembang menjadi

makrofaga besar dan aktif. Sel-sel yang dirusak oleh mikroba yang

menyerang membebaskan sinyal kimiawi yang menarik neutrofil

dari darah untuk datang. Neutrofil itu akan memasuki jaringan

yang terinfeksi, lalu menelan dan merusak mikroba yang ada

disana. (Migrasi menuju sumber zat kimia yang mengundang ini

disebut kemotaksis). Di dalam neutrofil terdapat enzim lisozim dan

laktoferin untuk menghancurkan bakteri atau benda asing lainnya

yang telah difagositosis. Setelah memfagositosis 5-20 bakteri,

neutrofil mati dengan melepaskan zat-zat limfokin yang

mengaktifasi makrofag. Biasanya, neutrofil hanya berada dalam

sirkulasi kurang dari 48 jam karena neutrofil cenderung merusak

diri sendiri ketika mereka merusak penyerang asing.

c. Sel Eusinofil

Sama seperti sel fagosit lainnya, sel eosinofil berasal dari

sel bakal myeloid. Ukuran sel ini sedikit lebih besar daripada

neutrofil dan berfungsi juga sebagai fagosit. Eosinofil berjumlah 2-

5

Page 6: Sel Imun Tugas Bolos

5% dari sel darah putih. Peningkatan eosinofil di sirkulasi darah

dikaitkan dengan keadaan-keadaan alergi dan infeksi parasit

internal (contoh, cacing darah atau Schistosoma mansoni).

Walaupun kebanyakan parasit terlalu besar untuk dapat

difagositosis oleh eosinofil atau oleh sel fagositik lain, namun

eosinofil dapat melekatkan diri pada parasit melalui molekul

permukaan khusus, dan melepaskan bahan-bahan yang dapat

membunuh banyak parasit. Selain itu, eosinofil juga memiliki

kecenderungan khusus untuk berkumpul dalam jaringan yang

memiliki reaksi alergi. Kecendrungan ini disebabkan oleh faktor

kemotaktik yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil yang

menyebabkan eosinofil bermigrasi kearah jaringan yang meradang.

Sel fagosit terutama makrofag dan neutrofil; memiliki peran besar dalam

proses peradangan. Untuk melaksanakan fungsi tersebut sel fagosit juga

berinteraksi dengan komplemen dan sistem imun spesifik lainnya.

Peradangan adalah respon nonspesifik terhadap invasi benda asing atau

kerusakan jaringan. Tujuan akhir dari peradangan adalah untuk menarik protein

plasma dan fagosit ke tempat yang cedera atau terinvasi agar keduanya dapat:

1) Mengisolasi, menghancurkan, atau menginaktifkan antigen yang masuk.

2) Membersihkan debris.

3) Mempersiapkan jaringan untuk proses penyembuhan dan perbaikan.

Proses peradangan mencakup hal-hal berikut ini:

1) Kerusakan jaringan oleh suatu cedera atau perlakuan fisik (seperti terpotong)

atau oleh masuknya mikroorganisme.

2) Beberapa senyawa kimia seperti histamin dihasilkan oleh sel darah putih yang

beredar yang disebut basofil dan oleh sel mast yang ditemukan dalam jaringan

ikat, memicu pembesaran dan peningkatan permeabilitas kapiler didekatnya.

3) Vasodilatasi lokal, peristiwa ini bertanggung jawab atas pembengkakan dan

warna merah yang khas pada peradangan. Peningkatan aliran darah ke tempat

luka dan permeabilitas pembuluh akan membantu pengiriman unsur

penggumpalan darah yang akan membantu memperbaiki dan menghambat

penyebaran mikroba ke bagian tubuh yang lain.

6

Page 7: Sel Imun Tugas Bolos

4) Kapiler yang penuh darah membocorkan cairan ke dalam jaringan sekitarnya

dan menyebabkan edema (pembengkakan).

5) Perbaikan jaringan, di sebagian jaringan seperti pada kulit, tulang, dan hati.

Sel-sel spesifik organ yang masih sehat di sekitar tempat cedera mengalami

pembelahan sel untuk mengganti sel-sel yang hilang. Namun, di jaringan yang

bersifat non degenerative, misalnya saraf dan otot, sel-sel yang hilang diganti

oleh jaringan parut.

6) Respon spesifik lainnya terhadap infeksi adalah demam. Toksin yang

dihasilkan oleh patogen dapat memicu demam, dan leukosit tertentu juga

membebaskan molekul yang disebut pirogen,yang dapat mempertinggi suhu

tubuh. Demam ini dapat membantu pertahanan tubuh dengan cara

menghambat pertumbuhan beberapa mikroorganisme.

2. Sel Nol

a. Sekilas tentang Sel Natural Killer

Sel Natural Killer (Sel NK) merupakan golongan

limfosit tapi tidak mengandung petanda seperti pada

permukaan sel B dan sel T. Oleh karena itu disebut sel nol.

Sel ini beredar dalam pembuluh darah sebagai limfosit besar

yang khusus, memiliki granular spesifik yang memiliki

kemampuan mengenal dan membunuh sel abnormal, seperi

sel tumor dan sel yang terinfeksi oleh virus. Sel NK berperan

penting dalam imunitas nonspesifik pada patogen

intraseluler. Sel jenis khusus mirip limfosit yang diproduksi

di dalam sumsum tulang ini juga tersedia di limpa, nodus

limfa, dan timus dan merupakan 10 % – 20 % bagian dari

limfosit perifer. Bentuknya lebih besar dari limfosit B dan

limfosit T.

Sel dikenal karena memiliki petanda permukaan

CD56 dan CD16 tapi tidak CD3. Cara kerja sel ini dan

sasaran utamanya serupa dengan sel T sitotoksik, tapi sel

sitotoksik hanya dapat mematikan sel-sel terinfeksi virus atau

sel kanker jenis tertentu yang pernah dijumpai, sedangkan sel

NK membentuk pertahanan yang bersifat segera dan non

7

Page 8: Sel Imun Tugas Bolos

spesifik terhadap sel yang terinfeksi virus dan sel kanker

sebelum sel T sitotoksik yang lebih banyak berfungsi. Sel

NK diaktifkan oleh interferon yang biasanya diproduksi dan

dilepaskan oleh sel yang terinfeksi virus itu sendiri.

Interferon juga menyebabkan peningkatan daya tahan

terhadap virus pada sel-sel yang tidak terinfeksi.

b. Sejarah Penemuan Sel Natural Killer (Sel NK)

Penemuan sel NK terjadi pada awal 1970an ketika

sedang diadakan penelitian tentang kemampuan limfosit T

untuk melisiskan serangan sel tumor dimana sebelumnya

mereka telah dikebalkan. Selama eksperimen tersebut, ada

sesutu yang peneliti terus amati yaitu ketika ada suatu masa

dimana suatu sekelompok sel terlihat dapat melisiskan sel

tumor tanpa disensitisasi sebelumnya. Namun penemuan

tersebut belum dapat didukung dengan teori yang tepat

sehingga belum dapat dibuktikan kebenarannya.

Pada tahun 1973, aktivitas ”pembunuh alamiah”

ditemukan pada bermacam-macam spesies dan eksistensinya

akhirnya diakui. Melalui pemanfaatan antibodi monoklonal,

kemampuan “pembunuh alamiah” tersebut diketahui

merupakan bagian dari suatu granular limfosit yang kita

kenal saat ini sebagai sel natural killer (sel NK). Disebut “sel

pembunuh alami” karena sel-sel ini tidak membutuhkan

stimulasi tambahan untuk mengenali antigen tertentu yang

akan diserang atau dibunuh.

c. Mekanisme kerja sel NK

Supaya sel NK dapat menentukan tubuh terinfeksi

virus atau patogen lainnya, maka sel NK memerlukan

mekanisme yang dapat menentukan apakah sel tersebut

terinfeksi atau tidak. Seperti yang telah diketahui bahwa sel

NK bersifat sitotoksik. Granul-granul kecil dalam

sitoplasmanya mengandung protein seperti perforin dan

8

Page 9: Sel Imun Tugas Bolos

protease yang dikenal sebagai granzim. Ketika telah

mendekati sel target, perforin membentuk saluran

transmembran pada sasaran yang menyebabkan sasaran

terlisis kemudian granzim dan molekul-molekul yang

berperan lainnya dapat masuk dan terjadi apoptosis.

Mekanisme dari awal terinfeksi virus dapat

dijelaskan sebagai berikut: Apabila virus menginfeksi sel,

antigen-antigen virus yang baru dipamerkan pada permukaan

sel. Antigen-antigen ini akan mempengaruh penghasilan

antibodi spesifik yang kemudian akan bergabung dengan

antigen tersebut. Sel NK, yang mempunyai reseptor spesifik

akan bergabung dengan antibodi tersebut.

Setelah sel NK bergabung dengan sel sasaran

terinfeksi virus melalui perantaraan antibodi, bahan larut

termasuk perforin dan granzim akan dibebaskan dan

membentuk polimer (dalam kehadiran Ca++) pada permukaan

sel sasaran. Pempolimeran perforin akan membentuk saluran

pada sel sasaran dan ini akan melisiskan sel sasaran.

Sel NK aktif ketika mendapat respon dari interferon

atau makrofag – dari sitokin. Mereka membantu untuk

mengetahui adanya infeksi dari virus dimana respon imun

adaptif menghasilkan antigen – sel T sitotoksik yang spesifik

yang dapat menghilangkan infeksi. Pasien yang kekurangan

sel NK terbukti mudah terkena infeksi tahap awal dari virus.

Untuk mengontrol aktivitas sitoksiknya, sel NK memiliki dua

tipe reseptor permukaan yaitu reseptor yang berfungsi

mengaktifkan dan reseptor yang berfungsi menekan sifat

sitoksiknya tersebut. Sebagian besar dari reseptor tersebut

tidak terlalu khusus dan dapat pula berfungsi dalam sel T.

Reseptor yang berfungsi menekan fungsi sitotoksik dari sel

NK mengenal MHC kelas I, dari sinilah dapat dijelaskan

mengapa sel NK membunuh sel memiliki molekul MHC

kelas I lebih sedikit pada permukaan mereka daripada

keadaan normal. Penekanan ini memainkan peranan yang

9

Page 10: Sel Imun Tugas Bolos

penting dari sel NK. MHC kelas I terdiri dari mekanisme

utama dimana sel akan menunjukkan antigen virus atau

tumor ke sel T sitotoksik.

3. Sel Mediator

Sel yang termasuk sel mediator adalah sel basofil,

sel mast, dan trombosit. Sel tersebut disebut sebagai mediator

dikarenakan melepaskan berbagai mediator yang berperan

dalam sistem imun.

a. Sel basofil dan sel mast

Basofil adalah jenis leukosit yang paling

sedikit jumlahnya dan diduga juga dapat berfungsi

sebagai fagosit. Sel basofil secara struktural dan

fungsional mirip dengan sel mast, yang tidak pernah

beredar dalam darah tapi tersebar di jaringan ikat di

seluruh tubuh. Awalnya sel basofil dianggap berubah

menjadi sel mast dengan bermigrasi dari sistem

sirkulasi, tapi para peneliti membuktikan bahwa basofil

berasal dari sumsum tulang sedangkan sel mast berasal

dari sel prekursor yang terletak di jaringan ikat. Ada

dua macam sel mast yaitu terbanyak sel mast jaringan

dan sel mast mukosa. Yang pertama ditemukan di

sekitar pembuluh darah dan mengandung sejumlah

heparin dan histamine. Sel mast yang kedua ditemukan

di slauran cerna dan napas. Proliferasinya dipacu IL-3

dan IL-4 dan ditingkatkan pada infeksi parasit. Baik sel

basofil maupun sel mast memiliki reseptor untuk IgE

dan karenanya dapat diaktifkan oleh alergen spesifik

yang berkaitan dengan antibodi IgE. Kemudian bila

terdapat alergen spesifik berikutnya yang bereaksi

dengan antibodi, maka perlekatan keduanya

menyebabkan sel mast atau basofil rupture dan

melepaskan banyak sekali histamin, bradikinin,

serotonin, heparin, substansi anafilaksis yang bereaksi

10

Page 11: Sel Imun Tugas Bolos

lambat, dan sejumlah enzim lisosomal. Bahan-bahan

inilah yang menyebabkan manifestasi alergi. Selain itu

keduanya pun dapat membentuk dan menyimpan

heparin dan histamin.

b. Trombosit

Trombosit adalah fragmen sel yang berasal

dari megakariosit besar di sumsum tulang belakang.

Trombosit berperan dalam pembatasan daerah yang

meradang, dimana apabila terpajan ke tromboplastin

jaringan di jaringan yang cedera maka fibrinogen, yang

telah diaktifkan melalui proses berjenjang yang

melibatkan pengaktifan suksesif faktor-faktor

pembekuan, diubah menjadi fibrin. Fibrin inilah yang

membentuk bekuan cairan interstitiumdi ruang-ruang di

sekitar bakteri dan sel yang rusak.

b. Sel-sel Sistem Imun Spesifik

1. Sel T

a. Karakteristik Sel T

1) Sel T tidak mengeluarkan antibodi. Sel –sel ini harus berkontak

langsung dengan sasaran suatu proses yang dikenal sebagai

immunitas yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immunity,

imunitas seluler).

2) Bersifat klonal dan sangat spesifik antigen. Di membran

plasmanya, setiap Sel T memiliki protein-protein reseptor unik.

3) Sel T diaktifkan oleh antigen asing apabila antigen tersebut

disajikan di permukaan suatu sel yang juga membawa penanda

identitas individu yang bersangkutan, yaitu, baik antigen asing

maupun antigen diri harus terdapat di permukaan sel sebelum

sel T dapat mengikuti keduanya.

4) Tidak semua turunan sel T yang teraktivasi menjadi sel T

efektor. Sebagian kecil tetap dorman, berfungsi sebagai

cadangan sel T pengingat yang siap merespon secara lebih

11

Page 12: Sel Imun Tugas Bolos

cepat dan kuat apabila antigen asing tersebut muncul kembali

di sel tubuh.

5) Selama pematangan di timus, sel T mengenal antigen asing

dalam kombinasi dengan antigen jaringan individu itu sendiri,

suatu pelajaran yang diwariskan ke semua turunan sel T

berikutnya

6) Diperlukan waktu beberapa hari setelah pajanan antigen

tertentu sebelum sel T teraktivasi besiap untuk melancarkan

serangan imun seluler.

Karakteristik Limfosit T

Asal Sumsum tulang

Tempat proses pematangan Timus

Reseptor untuk antigenAda reseptor permukaan, tetapi berbeda dengan

antibodi; sangat spesifik

Berkaitan denganAntigen asing yang berkaitan dengan antigen

diri, misalnya sel-sel yang terinfeksi virus

Antigen harus diproses dan

disajikan oleh makrofagYa

Jenis sel aktif sel T sitotoksik, sel T penolong, sel T penekan

Pembentukan sel pengingat Ya

Jenis imunitas Imunitas diperantarai sel

Produk sekretorik Limfokin

Fungsi

Melisiskan sel yang terinfeksi virus dan sel

kanker, membentuk imunitas terhadap sebagian

besar virus dan jamur, beberapa bakteri;

membentuk sel B membentuk antibodi

Lama hidup Lama

b. Subpopulasi

sel T Ketika sel T terpajan ke kombinasi antigen spesifik,

sel-sel dari sel klon sel T komplementer berproliferisai dan

berdiferensiasi selama beberapa hari, menghasilkan sejumlah besar sel

12

Page 13: Sel Imun Tugas Bolos

T teraktivasi yang melaksanakan berbagai respons imunitas seluler.

Terdapat tiga subpopulasi sel T, tergantung pada peran mereka setelah

diaktifkan oleh antigen.

1) Sel T sitotoksik

Sel T yang menghancurkan sel penjamu yang memiliki

antigen asing, misalnya sel tubuh yang dimasuki oleh virus, sel

kanker, dan sel cangkokan.

2) Sel T penolong

Sel T yang meningkatkan perkembangan sel B aktif

menjadi sel plasma, memperkuat aktivitas sel T sitotoksik dan sel

T penekan (supresor) yang sesuai, dan mengaktifkan makrofag.

3) Sel T penekan

Sel T yang menekan produksi antibodi sel B dan aktivitas

sel T sitotoksik dan penolong.

Sebagian besar dari milyaran Sel T diperkirakan tergolong

dalam subpopulasi penolong dan penekan, yang tidak secara langsung

ikut serta dalam destruksi patogen secara imunologik. Kedua

subpopulasi tersebut disebut sel T regulatorik, karena mereka

memodulasi aktivitas sel B dan Sel T sitotoksik serta aktivitas mereka

sendiri dan aktivitas makrofag.

Pajanan terhadap antigen sering mengaktifkan baik sel B

maupun sel T secara stimulan. Seperti sel T regulatorik yang dapat

mempermudah atau menekan sekresi antibodi sel B, antibodi juga

dapat meningkatkan atau menghambat kemampuan sel-sel T sitotoksik

menghancurkan sel korban, bergantung pada keadaan. Sebagain besar

efek yang ditimbulkan limfosit pada sel-sel imun lain ( limfosit lain

dan makrofag) diperantarai melalui sekresi zat-zat perantara kimiawi.

Semua zat kimiawi selain antibodi yang disekresikan secara kolektif

oleh limfosit disebut limfokin, yang sebagian besar diproduksi oleh

limfosit T. limfokin tidak berinteraksi secara langsung dengan antigen

yang menyebabkan prduksi limfokin tesebut.

a. Sel T Sitotoksik

Sasaran sel T sitotoksik yang paling sering adalah sel yang

sudah terinfeksi virus. Sel T sitotoksik dari klon yang spesifik untuk

13

Page 14: Sel Imun Tugas Bolos

virus tersebut mengenali dan berikatan dengan antigen virus dan

antigen diri di permukaan sel yang terinfeksi. Setelah diaktivasi oleh

antigen virus, sel T sitotoksik menghancurkan sel korban dengan

mengeluarkan zat-zat kimiawi yang melisiskan sel sebelum replikasi

virus dapat dimulai.

Salah satu cara yang digunakan sel T sitotoksik dan sel

natural killer untuk menghancurkan sel sasaran adalah dengan

mengeluarkan moleku-molekul perofin, yang menembus membran

permukaan sel sasaran dan menyatu untuk membentuk saluran

seperti pori-pori. Teknik mematikan sel dengan membuat lubang di

membran ini serupa dengan metode yang diterapkan oleh membrane

attack complex pada jenjang komplemen. Virus yang keluar setelah

sel dirusak kemudian secara langsung dihancurkan di cairan

ekstrasel oleh sel-sel fagositik, antibodi netralisasi, dan sistem

komplemen. Sementara itu Sel T sitotoksik, yang tidak mengalami

cidera selama proses ini, dapat menyerang sel lain yang terinfeksi.

Sel-sel sehat disekitarnya menggantikan sel yang hilang melalui

proses pembelahan sel.

Biasanya untuk menghentikan infeksi virus tidak banyak

sel yang harus dihancurkan. Namun, apabila virus memiliki

kesempatan untuk memperbanyak diri, dengan virus-virus turunan

itu meninggalkan sel dan semua menyebar ke sel-sel lain, banyak sel

yang harus dikorbankan oleh mekanisme pertahanan sel T sitotoksik,

sehingga dapat terjadi malfungsi serius.

b. Sel T Penolong

Sel T penolong meningkatkan banyak aspek respons imun,

terutama melalui sekresi limfokin. Berikut ini adalah sebagian dari

zat-zat perantara kimiawi yang paling dikenal yang dihasilkan oleh

Sel T ini:

1. Sel T penolong menghasilkan faktor pertumbuhan sel B

yang meningkatkan kemampuan klon sel B aktif

menghasilkan antibodi. Sekresi antibodi sangat menurun jika

14

Page 15: Sel Imun Tugas Bolos

tidak terdapat sel T penolong, walaupun sel T itu sendiri

tidak menghasilkan antibodi.

2. Sel T penolong juga mengeluarkan faktor pertumbuhan sel

T, yang juga dikenal sebagai interleukin 2 (IL-2) untuk

meningkatkan aktivitas sel T sitotoksik, sel T penekan, dan

bahkan sel T penolong lain yang responsif terhadap antigen

yang masuk.

3. Sebagian zat kimia yang dihasilkan oleh sel T berfungsi

sebagai kemotaksin untuk menarik lebih banyak neutrofil

dan calon makrofag ke tempat invasi.

4. Setelah makrofag ditarik ke daerah invasi, sel T penolong

mengeluarkan macrophage-migration inhibition factor,

suatu limfokin penting lain, yang menahan sel-sel fagositik

besar ini tetap di lokasi invasi. Akibatnya terjadi

penumpukan makrofag dalam jumlah besar di daerah yang

terinfeksi. Faktor ini juga meningkatkan daya fagositik

makrofag-makrofag tersebut. Apa yang disebut angry

macrophage ini memiliki daya destruktif yang lebih besar.

Sel T penolong adalah jenis sel T yang paling

banyak, menyusun sekitar 60-80% dari sel T yang beredar dalam

darah. Karena peran penting sel ini dalam “menyalakan” semua

kekuatan llimfosi dan makrofag, sel T penolong dapat dianggap

sebagai “tombol utama” sistem imun.

c. Sel T Penekan

Pengetahuan mengenai sel T penekan jauh lebih sedikit

dibandingkan subpopulasi lainnya. Sel-sel ini tampaknya berfungsi

membatasi reaksi imun melalui mekanisme “ check and balance”

dengan limfosit yang lain. Sementara sel B, sel Sitotoksik, dan sel T

penolong meningkatkan aktivitas imun satu sama lain, sel T penekan

membatasi respons semua sel imun lain. Melalui metode umpan

balik negatif, sel T penolong mendorong sel T penekan beraksi. Sel

15

Page 16: Sel Imun Tugas Bolos

T penekan pada gilirannya, menghambat sel T penolong dan sel-sel

lain yang untuk bertugas dipengaruhi oleh sel T penolong.

Efek inhibisi oleh sel T penekan membantu mencegah

reaksi imun berlebihan yang dapat membahayakan tubuh.

Peningkatan jumlah sel T penekan sebagai respons terhadap infeksi

virus biasanya berlangsung lebih lambat dibandingkan dengan

proliferasi sel T sitotoksik dan sel T penolong, sehingga sel T

penekan membantu menghentikan respons imun setelah respons

tersebut melaksanakan fungsinya.

c. Toleransi Kekebalan Terhadap Antigen-diri

Sel T penekan mungkin juga berperan penting dalam

mencegah sistem imun menyerang jaringan tubuh sendiri, suatu

fenomena yang dikenal sebagai toleransi. Mungkin selama “proses

pemotongan, pengacakan, dan penempelan” genetik, yang berlangsung

selama perkembangan limfosit, secara tidak sengaja terbentuk

sebagian sel B dan T yang dapat bereaksi dengan antigen jaringan

tubuh sendiri. Apabila klon-klon limfosit ini dibiarkan berfungsi,

mereka akan menghancurkan tubuh individu itu sendiri. Untungnya

sistem imun dalam keadaan normal tidak menghasilkan antibodi atau

sel T aktif terhadap antigen tubuh sendiri, tetapi mengarahkan

serangan destruktifnya hanya kepada antigen asing.

Kadang-kadang sistem imun gagal membedakan antara

antigen diri dan antigen asing, dan melancarkan pukulan mematikan

terhadap satu atau lebih jaringan tubuh sendiri. Keadaan pada saat

sistem imun tidak dapat mengenal dan mentoleransikan antigen diri

yang berkaitan dengan jaringan tertentu disebut sebagai penyakit

autoimun.

d. Penyajian Antigen oleh MHC

MHC, Major Histocompatibility Complex atau disebut

kompleks histokompatibilitas mayor, merupakan kumpulan

glikoprotein permukaan sel (protein yang berikatan dengan rantai

gula) yang dikode oleh sebuah keluarga gen. pada manusia,

16

Page 17: Sel Imun Tugas Bolos

glikoprotein MHC juga dikenal sebagai HLA (Human Leukocyte

Antigen).

Dua kelas utama molekul MHC menandai sel tubuh

sebagai “diri sendiri”. Molekul MHC kelas I ditemukan pada semua

sel bernukleus yaitu, pada hampir setiap sel tubuh. Molekul MHC

kelas II terbatas hanya pada beberapa sel khusus, yang meliputi

makrofaga, sel B, sel T yang telah diaktifkan, dan sel-sel yang

menyusun bagian interior timus.

MHC merupakan suatu sidik jari biokimiawi yang dapat

dikatakan unik bagi setiap individu. Tugas suatu molekul MHC

adalah penyajian antigen masing-masing molekul MHC

menggendong fragmen antigen protein dalam lekukan berbentuk

ayunan dan “menyajikannya” ke sel T.

Ada dua jenis utama sel T, dan masing-masing membuat

kontak spesifik dengan molekul MHC pada permukaan tubuh. Sel

Tsitotoksik (TC) mempunyai reseptor antigen yang terikat dengn

fragmen antigen yang diperlihatkan oleh molekul MHC kelas I

tubuh, yaitu molekul-molekul yang muncul pada sel-sel bernukleus.

Sel T helper (TH) mempunyai reseptor yang terikat dengan fragmen

antigen yang diperlihatkan molekul MHC kelas II tubuh.

e. Pengenalan MHC

Sel T yang sedang berkembang berinteraksi dengan sel-sel

timus, yang mengandung kadar molekul MHC kelas I (karena sel itu

bernukleus) dan molekul MHC kelas II yang tinggi. Hanya sel T

yang mengandung reseptor dengan afinitas untuk MHC-self yang

mencapai pematangan. Sel-sel T yang sedang berkembang dan

mempunyai reseptor dengan afinitas terhadap MHC kelas I akan

mejadi sel T sitotoksik. Sel-sel T yang mempunyai reseptor dengan

afinitas sedang untuk MHC kelas II akan menjadi sel T helper.

f. Respon Kekebalan

a. Interaksi Molekul MHC kelas I

17

Page 18: Sel Imun Tugas Bolos

Pada sel yang telah terinfeksi virus, molekul MHC kelas I

yang baru disintesis oleh sel tersebut bergerak menuju

permukaan sel. Molekul itu menangkap fragmen kecil dari salah

satu protein lain yang disintesis oleh sel tersebut. Jika sel

tersebut mengandung virus yang bereplikasi, fragmen peptida

protein virus itu ditangkap dan diangkut ke permukaan sel.

Dengan cara ini, molekul MHC kelas I memaparkan protein

asing, yang disintesis dalam sel terinfeksi atau sel abnormal, ke

sel T sitotoksik. Interaksi antara sel penyaji antigen dan sel T

sitotoksik sangat ditingkatkan oleh kehadiran protein permukaan

sel T yang disebut CD8. CD8 terdapat di sebagian besar sel T

sitotoksik, dan mempunyai afinitas tehadap sebagian molekul

MHC kelas I. Interaksi molekul MHC kelas I dan CD8

membantu mempertahankan aktivasi antigen yang bersifat

spesifik sedang berlangsung.

Sebuah sel T sitotoksik, yang diaktifkan oleh

kontak spesifik dengan kompleks MHC kelas I dan antigen pada

sel yang terinfeksi atau sel tumor, dan dirangsang lebih lanjut

oleh IL-2 dari sel T helper, berdiferensiasi menjadi sel

pembunuh yang aktif. Sel ini membunuh apa yang disebut sel

target terutama dengan cara pembebasan perofin, yaitu protein

yang membentuk pori atau lubang pada membran sel target.

Karena ion dan air mengalir dalam sel target, maka sel itu

membengkak dan akhirnya lisis. Kematian sel-sel yang terinfeksi

itu bukan saja menghilangkan tempat bagi patogen untuk

berproduksi, tetapi juga memaparkannya ke antibodi yang

sedang beredar, sehingga menandainya untuk dibuang dan

dihancurkan. Setelah merusak sel yang terinfeksi, sel TC terus

bergerak membunuh sel-sel lain yang terinfeksi dengan patogen

yang sama.

b. Interaksi Molekul MHC kelas II

Sebuah makrofaga yang telah menelan dan merusak

bakteri mengandung fragmen kecil protein bakteri (peptida),

sementara permukaan makrofaga, molekul itu menangkap salah

18

Page 19: Sel Imun Tugas Bolos

satu di antara peptida bakteri itu dalam lekukan pengikat

antigenya dan membawanya ke permukaan, sehingga

memperlihatkan peptida asing itu ke sel T helper. Interaksi

antara sel penyaji antigen dengan sel T helper semakin

meningkat dengan kehadiran protein permukaan sel T yang

disebut CD4. Terdapat pada sebagian besar sel T helper, CD4

mempunyai afinitas terhadap sebagian protein MHC kelas II.

Interaksi antara molekul CD4 dan molekul MHC kelas II

membantu mempertahankan sel T helper dan sel penyaji antigen

(APC) tetap menyatu sementara aktivasi antigen yang bersifat

spesifik sedang berlangsung.

Ketika sel T helper diseleksi melalui kontak

spesifik dengan kompleks MHC kelas II dan antigen pada sebuah

APC, sel TH akan memperbanyak diri dan berdiferensiasi

menjadi klon sel T helper yang diaktifkan dan sel T helper

memori. sel T helper yang diaktifkan mensekresikan beberapa

sitokin yang berbeda, yang merupakan protein atau peptida yang

berfungsi untuk merangsang limfosit lain. Sebagai contoh sitokin

interleukin-2 (IL-2) membantu sel B yang telah mengadakan

kontak dengan antigen untuk berdiferensiasi menjadi sel plasma

yang mensekresi antibodi. IL-2 juga membantu sel T sitotoksik

untuk menjadi pembunuh yang aktif

Sel T helper itu sendiri patuh pada pengaturan

sitokin. Sementara makrofag memfagositosis dan menyajikan

antigen, makrofag itu dirangsang untuk mensekresi suatu sitokin

yang disebut interleukin-1 (IL-1). IL-1, dalam kombinasi

dengan antigen yang disajikan, mengaktifkan sel T helper untuk

menghasilkan IL-2 dan sitokin lain. Merupakan satu contoh

umpan balik posiftif adalah peristiwa saat IL-2 yang disekresi

oleh sel T helper juga kan merangsang sel tersebut untuk

memperbanyak diri lebih cepat lagi dan untuk menjadi penghasil

sitokin yang lebih aktif lagi. Dengan cara ini, sel T helper

memodulasi respons kekebalan humoral (sel B) maupun respons

kekebalan yang diperantarai oleh sel (sel T sitotoksik).

19

Page 20: Sel Imun Tugas Bolos

20

Page 21: Sel Imun Tugas Bolos

21

Page 22: Sel Imun Tugas Bolos

Daftar Pustaka

http://muhaiminrifai.lecture.ub.ac.id/files/2011/01/BAB-II.-Komponen-Imun-Sistem.pdf

http://eprints.undip.ac.id/35602/3/sel imun .pdf

Emets, jawetz . 1996 ” Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20”. Jakarta : Penerbit buku

kedokteran ECG.

22