18
6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Zaitun Minyak zaitun adalah salah satu minyak tumbuhan yang pertama dibuat manusia, yang diperas dari buah pohon zaitun (Olea europae L.) yang aslinya dikembangbiakkan di Cekungan Laut Tengah. Minyak zaitun dapat dibuat dari varietas zaitun yang biasa dipakai berkebun, seperti zaitun hijau dan hitam (Orey, 2008). (International Olive Council, 2015) Gambar 2.1 Minyak Zaitun Minyak zatun digunakan secara luas untuk keperluan masakan (minyak salad, minyak goreng, saus pasta), kosmetik, dan industri farmasi. Pada beberapa penelitian kesehatan masyarakat disebutkan bahwa diet tradisional orang di daerah mediterania menggunakan minyak zaitun sebagai salah satu bahan makanan yang paling penting (Ghanbari et al., 2012). Penelitian oleh Gracia, et al, menyebutkan bahwa diet mediterania memiliki efek signifikan dalam menurunkan faktor resiko penyakit metabolik (Gracia, et al, 2016).

BAB 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41709/3/jiptummpp-gdl-asfarinapr-48703-3-babii.pdf · timbulnya disregulasi imun berupa produksi antibodi terhadap sel beta: GAD- ... Berbagai

  • Upload
    others

  • View
    19

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Zaitun

Minyak zaitun adalah salah satu minyak tumbuhan yang pertama dibuat

manusia, yang diperas dari buah pohon zaitun (Olea europae L.) yang aslinya

dikembangbiakkan di Cekungan Laut Tengah. Minyak zaitun dapat dibuat dari

varietas zaitun yang biasa dipakai berkebun, seperti zaitun hijau dan hitam (Orey,

2008).

(International Olive Council, 2015)

Gambar 2.1

Minyak Zaitun

Minyak zatun digunakan secara luas untuk keperluan masakan (minyak salad,

minyak goreng, saus pasta), kosmetik, dan industri farmasi. Pada beberapa

penelitian kesehatan masyarakat disebutkan bahwa diet tradisional orang di daerah

mediterania menggunakan minyak zaitun sebagai salah satu bahan makanan yang

paling penting (Ghanbari et al., 2012). Penelitian oleh Gracia, et al, menyebutkan

bahwa diet mediterania memiliki efek signifikan dalam menurunkan faktor resiko

penyakit metabolik (Gracia, et al, 2016).

7

2.1.1 Taksonomi Tanaman Zaitun (Olea Europaea)

Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Sub-divisi : Spermatophyina

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Lamiales

Famili : Oleaceae

Genus : Olea L.

Spesies : Olea europaea (Bartollini dan Petruccelli, 2002)

2.1.2 Tingkat Kualitas Minyak Zaitun

Terdapat lima tingkat kualitas minyak zaitun yang dibedakan

berdasar proses pembuatannya. Pertama, tingkat extra virgin dihasilkan dari

zaitun berkualitas utama dan hanya boleh memiliki keasaman alami kurang

dari 1%. Kedua, tingkat virgin diproses secara mekanik (dengan perasan)

tanpa panas, yang mengubah tingkat keasaman menjadi antara 1-5%.

Ketiga, tingkat pure merupakan campuran dari minyak zaitun sulingan

(diolah dengan uap dan bahan kimia), tingkat keasamannya berkisar 3-4%,

dan paling sering digunakan untuk memasak. Keempat, tingkat extracted

and refined dibuat dari sisa perasaan pertama, dengan menggunakan pelarut

kimia. Kelima, tingkat pomace dibuat dengan ekstraksi kimia dari residu

yang tersisa setelah perasan dan pemrosesan kedua dan mengandung

keasaman 5-10% (Orey, 2008).

8

2.1.3 Komposisi Minyak Zaitun

Minyak zaitun mengandung polifenol yang berfungsi sebagai antioksidan

(Orey, 2008). Kandungan fenol terbesar adalah oleuropein, β-(3,4-

dihidroksifeniletanol) (hydroxytyrosol) dan p-hidroxifeniletanol (tyrosol)

(Ghanbari et al., 2012). Deskripsi senyawa fenolik adalah sebagai berikut

Tabel 2.1 Polifenol pada Buah Zaitun

(Ghanbari et al., 2012)

Pada minyak zaitun extra virgin konsentrasi senyawa fenolik ini sekitar 253

mg/kg (Vito L., et al, 2015). 90% senyawa fenolik terdiri dari hydroxytyrosol,

tyrosol, dan turunan secoroid (Torre, et al, 2005). Sebagai antioksidan, Oleuropein,

tyrosol, hydroxytyrosol, dan caffeic acid telah dibuktikan dapat menginhibisi

pembentukan reactive nitrogen species (De La Purta, et al, 2001) selain itu

pemberian hidroksitirosol dan ekstrak polifenol dari minyak zaitun ekstra virgin

mampu menurunkan peningkatan ROS (Carolina E., et al, 2014). Telah dibuktikan

bahwa senyawa fenolik pada minyak zaitun memiliki bioavaibilitas tinggi pada

Polifenol

Flavonol

Quercetin-3-rutinoside, Lueolin-7-glucoside, Luteolin-5-glucoside, Apigenin-7-

glucoseside

Asam Fenolik

Chlorogenic acid, caffeic acid, p-Hydroxybenzoic acid, Protocatechuic acid,

Vanilic acid, Syringic acid, p-Coumaric acid, o-Coumaric acid, Ferulic acid,

Sinapie acid, Benzoic acid, Cinnamic acid, Gallic acid

Alkohol Fenolik

(3-4-Dihydroxyphenyl) ethanol (3-,4-DHPEA), (p-Hydroxyphenyl ethanol (p-

HPEA)

Secoiridoid

Oleuropein, Demethyloteuropein, Ligstroside, Nuzhenide

Turunan asam hidroksisinamat

Verbascoside

9

manusia. Tingginya bioavaibilitas ini menguatkan bukti senyawa fenolik

menguntungkan untuk kesehatan (Sara, et al, 2010).

Hampir 98% bahan kimia minyak zaitun terdiri dari triasilgliserol (TAG),

gliserida parsial, ester asam lemak atau asam lemak bebas dan fosfatida, sedangkan

1-2% terdiri dari komponen ringan seperti tokoferol, pitosterol,

pewarna pigmen dan polifenol. Berikut kandungan polifenol pada minyak zaitun

extra virgin

Tabel 2.2 Profil Polifenol pada Minyak Zaitun Extra Virgin

Determined by HPLC 1

Profil polifenol

(mg/kg)

Standard

Error Mean

Hydroxytyrosol

Tyrosol

3,4-DHPEA-EDA

p-HPEA-EDA

(+)-1-Acetoxypinoresinol

(+)-Pinoresinol

Luteolin

3,4-DHPEA-EA

Apigenin

p-HPEA-EA

Total fenol

42.98

66.25

39.44

38.42

24.16

13.34

5.25

14.64

4.51

4.59

253.58

0.052

0.045

0.021

0.016

0.014

0.009

0.005

0.019

0.003

0.002

0.52

Manfaat kesehatan dari minyak zaitun terutama berasal dari

kandungan tinggi MUFA seperti asam oleat, sterol (terutama -sitosterol),

hidrokarbon (squalene), tokoferol (terutama α-tokoferol), klorofil, karotenoid (β-

karoten dan lutein) dan antioksidan (polifenol) (Ghanbari, 2012). Komposisi

MUFA yang terbesar dalam minyak zaitun adalah asam oleat (asam oleat). Asam

oleat telah banyak dibuktikan dapat meningkatkan high density lipoprotein (HDL)

dan apoprotein A1 serta menurunkan low density lipoprotein (LDL) dan apoprotein

(Vito L, et al, 2015)

10

B, karena itulah minyk zaitun dapat mencegah penyakit kardiovaskular yang

menjadi salah satu penyebab kematian tebesar di negara maju (Klonoff, 2009).

Tabel 2.3 Kandungan Berbagai Jenis Asam Lemak pada Minyak Zaitun

Asam Lemak Kandungan (%)

Myristic acid

Palmitic acid

< 0,05

7,5-20,0

Palmitoleic acid 0.3-3,5

Heptadecanoic acid < 0,3

Stearic acid 0,5-5,0

Oleic acid 55,0-83,0

Linoleic acid 3,5-21,0

Lignoceric acid < 1,0

Linolenic acid 3,5-21,0

Arachidic acid < 0,6

Gadoleic acid < 0,4

Behenic acid < 0,2 (Ghanbari et al., 2012)

2.2 Diabetes Melitus

2.2.1 Definsi DM

DM merupakan penyakit metabolik, karakteristiknya adalah adanya

hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin, maupun keduanya.

DM disebabkan oleh gangguan metabolisme yang menghambat aktivitas insulin

atau produksi insulin yang kurang. Kekurangan mutlak insulin dapat disebabkan

oleh perubahan degeneratif dari sel-sel beta, penurunan efektifitas hormon, dan

tumor endokrin yang menyebabkan penurunan sekresi hormone (PERKENI, 2011).

Faktor penyebab DM antara lain pola makan, pola hidup, dan faktor herediter.

Faktor herediter sering juga menyebabkan timbulnya DM melalui peningkatan

kerentanan sel-sel beta terhadap penghancuran oleh virus atau mempermudah

perkembangan antibodi autoimun melalui sel-sel beta sehingga mengarah pada

penghancuran sel-sel beta. Obesitas juga merupakan salah satu penyebab terjadinya

11

DM karena obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor insulin di dalam sel target

insulin di seluruh tubuh, sehingga membuat jumlah insulin yang tersedia kurang

efektif dalam meningkatkan efek metabolik insulin yang biasa (Guyton dan Hall,

2012). Seiring bertambahnya umur, maka intoleransi terhadap glukosa juga

meningkat. Hal ini dikarenakan pada usia lanjut sering terjadi obesitas, aktivitas

fisik yang kurang, berkurangnya massa otot, penyakit penyerta dan penggunaan

obat-obatan sehingga terjadi penurunan sekresi insulin dan resistensi insulin

(Misnadiarty, 2006). Selain itu penyebab diabetes lainnya adalah: kadar

kortikosteroid yang tinggi, kehamilan (diabetes gestasional) yang akan hilang

setelah melahirkan, obat-obatan yang dapat merusak pankreas dan racun yang

mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.

2.2.2 Tipe Diabetes Melitus

2.2.2.1 Diabetes Melitus Tipe 1

Pada tipe ini terdapat destruksi sel beta yang diperantai oleh system imun

(autoimun) maupun idiopatik, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut.

Proporsi DM Tipe 1 kurang lebih 5-10% dari seluruh penderita diabetes. Disebut

juga Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). (ADA, 2010; PERKENI 2011).

2.2.2.2 Diabetes Melitus Tipe 2

Pada diabetes mellitus tipe 2 terdapat insensitivitas sel terhadap insulin yang

menyebabkan hiperglikemi. Kadar insulin yang dihasilkan oleh sel beta pankereas

sedikit menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin masih tetap

diproduksi, maka diabetes mellitus tipe II disebut Non Insulin Dependent Diabetes

Mellitus (NIDDM) (Fatimah, 2015).

12

2.2.3 Patogenesis Diabetes Melitus

2.2.3.1 Diabetes Melitus Tipe 1

Diabetes tipe 1 terjadi akibat destruksi autoimun sel beta pankreas.

Terdapat tiga mekanisme yang berperan dalam destruksi sel beta pankreas:

kerentanan genetik, disregulasi imun dan gangguan lingkungan. Kerentanan

genetik berkaitan dengan alel spesifik kompleks histokompatibilitas mayor (MHC)

kelas II dan lokus genetik lain yang menyebabkan seseorang rentan terhadap

timbulnya disregulasi imun berupa produksi antibodi terhadap sel beta: GAD-

65,ICA512AA-2, IA.A. Pajanan lingkungan berupa irus, toxin, strees menambah

faktor predisposisi untuk menimbulkan disregulasi imun terhadap sel beta pankreas.

(Robbins et al., 2007; Pittas, 2004).

(Pittas, A.G, 2004)

Gambar 2.2

Patogenesis DM Tipe 1

Meskipun onset klinis diabetes mellitus tipe 1 bersifat mendadak,

kenyataannya peyakit ini terjadi akibat serangan autoimun kronis terhadap sel beta

yang berlangung lama sebelum timbul gejala klinis. Berbagai auto-antibodi

Genetic

Predisposition

Interaction

between

Susceptibility

and Protection

geneses

MC-HLA, DP3,

DR4,DQ

Environment

Modifiers of

genetic

predisposition

Viruses, Diet,

Toxins, Vaccnes,

Stress, Climatic

factors

Immune

Dysregulation

Islet

Antibodies

GAD-65,

ICA512AA-2,

IAA

Beta islet

cell

destruction

& Insulin

Deficiency

Normal Glucose Intolerance Diabetes

13

terhadap antigen sel Langerhans muncul usia 9 bulan dan terdapat pada 80% pasien

dengan diabetes onset baru. Pada 10% hingga 20% penderita diabetes tipe 1 juga

menderita penyakit autoimun spesifik seperti tiroiditis Hashimoto, Graves,

Addison, atau anemia pernisiosa (Robbins et al., 2007).

Serangan lingkungan dapat memicu autoimunitas dengan merusak sel beta.

Pengamatan epidemiologis mengisyaratkan bahwa virus dapat menjadi pemicu.

Beberapa virus dilaporkan berkaitan dengan diabetes tipe 1A, yaitu coxsackievirus

B, parotitis, campak, rubella, dan mononucleosis infeksiosa. Dalam pandangan lain

virus tidak memacu autoimunitas, tetapi memperkuat kumpulan sel T autoreaktif

yang sudah ada (Robbins et al., 2007).

2.2.3.2 Diabetes Melitus Tipe 2

Pada DM tipe 2 tidak ada bukti bahwa mekanisme autoimun berperan,

tetapi faktor genetiklah yang berperan lebih penting. Pada penelitian terakhir

mengenai dasar molekular, gangguan dalam pengenalan glukosa oleh sel beta

menunjukkan adanya suatu protein mitokondria yang memisahkan respirasi

biokimia dari fosforilasi oksidatif sehingga menghasilkan panas dan bukan

menghasilkan ATP. Protein ini disebut uncoupling protein 2 (UCP2) yang

diekspresikan pada sel beta. Kadar UCP 2 intrasel yang tinggi menurunkan respons

insulin, sedangkan kadar yang rendah memperkuatnya. Oleh karena itu,

dihipotesiskan bahwa peningkatan kadar UCP2 intrasel yang tinggi menumpulkan

respon insulin (Robbins et al., 2007).

14

(Gable, D.R, et al, 2006)

Gambar 2.3

Patogenesis DM tipe 2.

Uncoupling Protein 2 yang diekspresikan sel beta menurunkan pembentukan ATP

sehingga menurunkan sekresi insulin

2.2.4 Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnosis laboraturium menurut Robbins et al, 2007, yaitu

Konsentrasi gukosa plasma vena puasa (semalam) 126 mg/dL atau lebih pada

satu kali pemeriksaan, gejala klinis DM dan kadar glukosa sewaktu 200 mg/dL

atau lebih, setelah ingesti 75 g glukosa, KGD vena 2 jam 200 mg/dL atau lebih.

Sedangkan keluhan klasik yang diderita oleh penderita DM adalah poliuria,

polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan

sebabnya, lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada

pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Untuk evaluasi dan pemeriksaan komplikasi, dilakukan pemeriksaan

berupa uji hemoglobin glikosilat (HbA1c) untuk memantau keefektifan terapi

jangka panjang pada pasien yang sebelumnya didiagnosis diabetes. Uji ini

menunjukkan kadar hemoglobin yang menggambarkan kadar glukosa darah

rata-rata selama 2-3 bulan sebelumnya, selain itu berupa pemeriksaan

H+

UCP2

ADP

UCP2-866A Reduces Insulin Secretion from Beta Cell

4) Insulin Secretion

3) Activvation of KATP Channel

1) Glucose Entry via GLUT 2

2) Glycolysis

ATP Heat

H+

15

oftalmologi dapat menunjukkan diabetik retinopati dan urinalisis untuk

menentukan adanya aseton dalam urin. (PERKENI, 2011)

2.3 Pankreas

Pankreas terletak sejajar dan di belakang lambung, struktur dalamnya hampir

sama seperti kelenjar saliva. Pankreas merupakan kelenjar endokrin sekaligus

eksokrin. Organ eksokrin menghasilka n enzim-enzim pankreas (amilase,

peptidase, lipase) yang disekresikan asini pankreas ke duodenum. Kelenjar

endokrin menghasilkan hormon insulin, glukagon, somatostatin. Yang berfungsi

sebagai organ endokrin adalah pulau Langerhans (Widjadja, 2009).

2.3.1 Anatomi Pankreas

Gambar 2.4

Gambaran Anatomi Pankreas

Pankreas terletak pada regio epigastrika dan hipokondria kiri, di bagian

belakang abdomen, di belakang peritoneum parietal dan membentuk stomatch bad

pada lambung. Panjangnya antara 12-15 cm dan beratnya kurang lebih 90 g.

Bagian Pankreas adalah kaput, korpus, kolum, dan kauda pankreas. Pankreas

(Sobotta, 2006)

16

memiliki dua saluran keluar utama, yaitu ductus pankreaticus Wirsungi dan ductus

pancreatikus accessories Santorini. Pembuluh darah yang memvaskularisasi

pankreas adalah cabang-cabang arteri lienalis, memvaskularisasi bagian korpus

dan kaput, dan arteriae pancreaticus duodenalis superior dan inferior,

memvaskularisasi bagian kaput. Vena dari pankreas dialirkan ke vena porta, vena

dialirkan ke nodi lymphaticilienalis, dan vena mesenterica superior. Saluran limfe

pankreas mengikuti aluran darahnya. Sebagian besar limfe dialirkan ke nodi

lymphatici mesenterici superiors. Pankreas diinervasi oleh nervi vagi dan

splanchnici (Widjadja, 2009).

(Longnecker, 2014)

Gambar 2.5

Anatomi Pancreas Tikus Dewasa

Pankreas dari tikus dewasa ditampilkan dikelilingi oleh lambung (atas),

duodenum dan jejunum proksimal (gambar kiri dan bawah), dan limpa (gambar

kanan). duodenum membungkus di sekitar kepala pankreas (seperti dibatasi oleh

garis). Rodent pankreas lebih lembut dan menyebar dibandingkan dengan pankreas

manusia (Longlecker, Daniel, 2014). Berbeda dari pankreas manusia yang memiliki

17

bentuk yang jelas dan padat, pankreas tikus secara longgar tersebar dalam

mesenterika (Dintzis, S.M dan Liggitt, Daniel, 2011).

2.3.2 Histologi Pulau Langerhans

(Eroschenko,2008)

Gambar 2.6

Gambaran Histologi Pulau Langerhans Manusia

Pankreas manusia mempunyai 1 sampai 2 juta pulau Langerhans, Setiap

pulau terdiri dari sel-sel bulat atau poligonal pucat disusun dalam tumpukan yang

dipisahkan oleh jalinan kapiler darah bertingkap. Ada kecenderungan pulau yang

di bagian ekor pankreas jumlahnya lebih banyak (Junqueira & Carneiro, 2005;

Baradero, et al., 2009).

Pulau langerhans mengandung empat jenis sel, yaitu sel alfa, sel beta, sel

delta dan sel PP (Polipeptida Pankreas). Pada manusia, sel alfa mempunyai granula

yang teratur dengan sebuah inti padat yang dikelilingi daerah jernih yang dibatasi

oleh sebuah membran. Sel beta mempunyai granul yang tidak teratur dengan inti

yang terbentuk oleh kristal-kristal kompleks insulin. Sel beta mencakup 70% dari

semua sel pulau dan menyekresi hormon insulin dan amilin. Sel alfa kira-kira

mencakup 5% hingga 20% dari semua sel pulau dan menyekresi glucagon. Sel delta

kira-kira mencakup 5% hingga 10% dari semua sel pulau dan menyekresi

somatostatin, yang menekan pengeluaran insulin dan glucagon. Sedangkan sel PP

18

membentuk 1% hingga 2% dari semua sel (Junqueira dan Carneiro, 2005 ; Robbins

et al., 2007).

Pada tikus, pulau Langerhans dikelilingi oleh sel-sel eksokrin. Pulau

langerhans pada tikus tersebar merata pada organ pankreas. Sel beta tampak

berwarna biru dan jumlah lebih mendominasi (±75%) dibandingkan sel alfa (±18%)

(Dintzis, S.M dan Liggitt, Daniel, 2011).

(Walvekar, et al, 2016)

Gambar 2.7

Gambaran Histologi Pulau Langerhans Tikus.

Pada pulau Langerhans tikus perbesaran 400x tampak gambaran histologi normal.

I menunjukkan pulau Langerhans, AC menunjukkan sel asinar

2.4 Patofisiologi Defek Sel Beta Pankreas

Kerusakan sel beta pankreas disebabkan oleh beberapa hal, antara lain karena

penumpukan amiloid, glukotoksisitas, lipotoksisitas (Stumvoll et al., 2005).

2.4.1 Penumpukan amiloid pada sel beta pankreas

Kegagalan sel beta pada diabetes tipe 2 dilaporkan berkaitan dengan

pengendapan amiloid di pulau Langerhans. Pada 90% pasien diabetes tipe 2

ditemukan endapan amiloid pada autopsy. Amilin, komponen utama amiloid yang

19

mengendap, secara normal dihasilkan oleh sel beta pankreas dan disekresikan

bersama dengan insulin sebagai respons terhadap pemberian glukosa.

Hiperinsulinemia yang disebabkan oleh resistensi insulin pada fase awal diabetes

tipe 2 menyebabkan produksi amilin meningkat yang kemudian mengendap sebagai

amiloid di islet. Amilin yang mengelilingi sel beta mungkin menyebabkan sel beta

refrakter dalam menerima sinyal glukosa. Amiloid juga bersifat toksik bagi sel beta

sehingga berperan menyebabkan kerusakan sel beta yang ditemukan pada kasus

diabetes tipe 2 tahap lanjut (Robbins et al., 2007).

2.4.2 Glukotoksisitas

Pada penyakit fase awal, sekresi insulin akan meningkat sebagai respon dari

resistensi insulin. Namun selanjutnya terjadi gangguan sekresi sehingga jumlah

insulin berkurang. Apabila sekresi insulin berkurang dan resisten, maka akan

menyebabkan hiperglikemia. Hiperglikemia kronik dapat mengganggu fungsi sel

beta pankreas dengan cara memicu apoptosis sel beta melalui mekanisme

glukotoksisitas. Metabolisme glukosa yang meningkat dan bersifat oksidatif di sel

beta pankreas serta peningkatan kalsium intraseluler sampai konsentrasi yang

sitotoksik akan menyebabkan pembentukan reactive oxygen species (ROS).

Glukotoksisitas juga mengakibatkan peningkatan sintesis granul protein pada sel

beta termasuk proinsulin dan pro-islet amyloid associated peptide (proIAPP) yang

memicu stress retikulum endoplasma. (Stumvoll et al., 2005).

Sel beta pankreas hanya mempunyai sedikit enzim katalase dan superoksida

dismutase, yang berfungsi untuk merubah ROS. ROS akan mengaktifkan NF-κB

yang berpotensial menginduksi apoptosis sel beta. Penurunan progresif sel beta

20

adalah sebagai akibat meningkatnya apoptosis yang melebihi proses replikasi dan

neogenesis (Purnamasari dan Poerwantoro, 2011).

2.4.3 Lipotoksisitas

Lipotoksisitas adalah efek berbahaya dari akumulasi lemak pada jaringan

perifer saat pasokan asam lemak memenuhi kapasitas jaringan adiposa

menyebabkan kematian sel dan kegagalan sel beta. (Biden, 2010). Walaupun asam

lemak bebas dapat merangsang peningkatan sekresi insulin, namun setelah 24 jam

akan menghambat sekresi insulin. Dengan adanya glukosa, oksidasi asam lemak di

sel beta dihambat dan terjadilah akumulasi rantai panjang asetil co-A. dimana rantai

panjang asetil co-A sendiri dapat mengurangi proses sekresi insulin dengan

membuka kanal kalium dan berujung menghambat pembentukan ATP (Stumvoll,

et al., 2005).

2.5 Perubahan Histopatologis Pankreas Tikus pada Diabetes Melitus

Pada penelitian oleh Sursana, et al. (2010), ultrastruktur jaringan pankreas tikus

positif DM terlihat ukuran, jumlah, maupun bentuk pulau Langerhans mengalami

penurunan. Sekretori granula insulin berkurang, pertautan antara sel asinar dengan

pulau Langerhans lepas, membran mitokondria bocor (rupture), mitokondria

kehilangan struktur kristae dan inti sel beta mengalami kariopiknotis (Sursana, et

al, 2010).

Pada pancreas tikus model DM terjadi degenerasi sel endokrin hingga nekrosa

sel. Nekrosis adalah kerusakan sel fatal, ciri-cirinya adalah struktur dan fungsi sel

rusak secara menyeluruh kemudian diikuti lisisnya sel dan peradangan jaringan

sehingga berakibat kematian sel. Penurunan jumlah sel beta pankreas menunjukkan

21

terdapat gangguan metabolisme insulin pada pankreas. Inti sel yang berubah bentuk

menjadi polimorf menunjukkan degenerasi sel endokrin (Zubaidah, et al., 2015).

(Walvekar, et al, 2016)

Gambar 2.8

Gambaran Histolopatologi Pulau Langerhans Tikus Model DM.

Luas pualu Langerhans pada perbesaran 400x mengalami penyusutan

akibat dari keadaan diabetes mellitus. I menunjukkan pulau Langerhans,

AC menunjukkan sel asinar

2.6 Tikus Model Diabetes Melitus

Keadaan DM pada tikus didapatkan dengan cara menginduksi tikus dengan

aloksan. Aloksan merupakan bahan kimia sitotoksik analog glukosa yang dapat

terakumulasi pada sel beta pancreas melalui reseptor GLUT 2 (Szkudelski, T.,

2001). Aloksan mengandung glutation yang menyebabkan terjadinya reaksi redoks

pada Aloksan. Reaksi redoks tersebut menghasilkan ROS dan produk sisa berupa

asam diularik. Autoksidasi pada asam diularik menghasilkan radikal superoksida,

hydrogen peroksida, dan radikal hidroksil yang menyebabkan kerusakan pada sel

beta pancreas (Lenzen, S, 2008). Aloksan mampu menimbulkan keadaan

22

hiperglikemi setelah 48 jam pasca penginduksian, sedangkan secara morfologi,

terjadi pula degranulasi sel beta pancreas secara komplit (Lenzen, S, 2008).

Pengecekan efek aloksan dilakukan dengan melihat kadar gula darah pada

tikus. Tikus dipuasakan selama 14-18 jam pada malam hari sebelum dilihat kadar

gula darahnya. Selama 14-18 jam puasa, cadangan glikogen pada hepar tikus mulai

habis, sehingga kadar gula darah yang terdeteksi merupakan glukosa yang murni

teregulasi pada pembuluh darah dan bukan merupakan glukosa cadangan tubuh

(Ayala, J.E., Samuel V.T., Morton G.J., et al, 2010).

2.7 Peran Minyak Zaitun pada Diabetes Melitus

Pada keadaan DM terjadi peningkatan produksi ROS. Jika produksi ROS

berlebihan maka menjadikannya sebagai radikal bebas. Kadar radikal bebas yang

lebih tinggi dari antioksidan dalam tubuh menyebabkan kerusakan sel beta pankreas

hingga mengakibatkan produksi dan sekresi insulin menurun. Pada keadaan sekresi

dan produksi insulin menurun, kadar glukosa darah akan naik sehingga

memperparah kerusakan beta pankreas (Setiawan dan Suhartono, 2005). Sel beta

pankreas mencakup 70% dari semua sel di pulau langerhans pankreas (Robbins, et

al., 2007), sehingga dengan kerusakan sel beta pankreas akan menurunkan luas

pulau Langerhans.

Minyak zaitun kaya akan kandungan senyawa fenolik. Senyawa fenolik

terkenal berfungsi sebagai antioksidan (Orey, 2008). 90% senyawa fenolik pada

minyak zaitun terdiri dari hidroksitirosol, tirosol, dan turunan secoroid (Torre, et

al, 2005). Bioavaibilitas senyawa fenolik yang tinggi pada manusia menjadikannya

efektif dalam menurunkan radikal bebas (Sara, et al, 2010). Selain itu, penelitian

23

oleh Carolina E., et al membuktikan bahwa pemberian hidroksitirosol dan ekstrak

polifenol dari minyak zaitun ekstra virgin mampu menurunkan kadar ROS

(Carolina E., et al, 2014). Menurunnya kadar ROS ini juga berhubungan dengan

Kandungan hidroksitirosol juga mampu menurunkan tingkat F2-isoprostan yang

merupakan marker stress oksidatif yang jumlahnya mengalami peningkatan pada

penderita diabetes mellitus (Visioli, F., Galli, C., Plasmati, E., et al, 2000).

Pada pankreas DM ditemukan agregasi human islet amyloid polypeptide

(hIAPP) yang bersifat toksik pada sel itu sendiri. hIAPP merupakan suatu residu

peptida yang dikeluarkan bersama insulin oleh sel beta pankreas oleh karena respon

peningkatan glukosa plasma. Kandungan utama phenol pada minyak zaitun yang

dapat menghambat agregasi hIAPP ini adalah oleuropein, sehingga oleuropein

dalam minyak zaitun extra virgin dapat menghambat kerusakan sel beta pankreas

(Rigacci, 2010).

Produksi insulin yang kurang ataupun aktivitas insulin yang terhambat

merupakan manifestasi gangguan metabolisme pada DM. Perubahan degeneratif

sel beta sebagai produsen insulin menyebabkan kekurangan insulin secara mutlak

(PERKENI, 2011). Minyak zaitun mengandung MUFA sebesar 65-80% (Viola,

2009). MUFA sebagai komponen utama dari minyak zaitun (Ghanbari, et al, 2012)

sangat baik untuk pemenuhan kebutuhan lemak penderita DM (PERKENI, 2011).

MUFA menyekresikan protein kinase C, dimana adanya protein kinase C

dapat mencetuskan pengeluaran hormone antidiabetik GLP-1 (Iakoubov, et al,

2011). Hormon antidiabetik GLP-1 meningkatkan produksi cAMP, dimana hasil

dari peningkatan produksi cAMP adalah pencegahan apoptosis sel beta, dan

memelihara sensitisasi glukosa terhadap sel beta (Doyle dan Egan, 2007).