Upload
tchalla
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/29/2019 Sejarah Toraja
http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-toraja 1/3
Sejarah Toraja
Asal kata Toraja berawal dari bahasa Bugis Sidendreng yaitu “to ri aja”, yang berarti “orang
pegunungan” atau “orang hulu sungai”. Masyarakat Luwu menyebut Toraja sebagai “to riajang” yang
berarti “orang yang berdiam di sebelah barat”. Sementara itu menurut bahasa Makassar, Toraja jugabisa berarti “to = tau” dan “raja = maraya”, “to atau tau” berarti “orang”, sedangkan “raja atau
maraya” dapat berarti “utara atau besar”, maka Toraja dapat berarti “orang dari utara” atau “orang
besar/bangsawan”. Penambahan kata Tana, yang berarti negeri tempat pemukiman suku Toraja,
membuat wilayah Toraja kemudian lebih dikenal dengan sebutan Tana Toraja.
Toraja pertama kali menjadi bagian dari Kerajaan Bugis sampai sebelum masa penjajahan oleh
Belanda. Pada masa kolonialisasi di tahun 1926, daerah Tana Toraja ditetapkan sebagai Onder
Afdeeling Makale-Rantepao yang berada dibawah Self Bestuur Luwu, yaitu sebuah wilayah yang
setingkat dengan kewedanaan. Tana Toraja kemudian berdiri sendiri sebagai swaraja pada tanggal 9
Oktober 1946 berdasarkan Besluit Lanschap Nomor 105, tertanggal 8 Oktober 1946. Kemudian pada
tahun 1957, berdasarkan UU Darurat Nomor 3 Tahun 1957, Swaraja Tana Toraja ditetapkan sebagai
Kabupaten Daerah Tingkat II Tana Toraja. Pada tahun 1999, seiring dengan otonomi daerah di
Indonesia, Tana Toraja diubah statusnya menjadi Kabupaten Tana Toraja sesuai dengan UU Nomor
22 Tahun 1999.
Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2008, bagian utara wilayah Kabupaten Tana Toraja ini dimekarkan
menjadi Kabupaten Toraja Utara, dengan ibu kotanya Rantepao. Kabupaten Toraja Utara terdiri
dari 21 kecamatan, 40 kelurahan dan 111 lembang (desa). Kabupaten induk yaitu Tana Toraja tetap
beribukota di Makale.
Toraja dikenal dengan lansekap budayanya (cultural landscape) yang unik. Diantara sekian banyak
budaya Toraja salah satu yang paling khas yaitu adanya tradisi menguburkan jenazah leluhurnya pada
tebing batu. Keunikan budaya Toraja menjadikan wilayah ini dinominasikan menjadi UNESCO World
Heritage Sites pada tahun 1995 yang lalu. Nilai serta daya tarik budaya yang ada juga menjadikan
Tana Toraja sebagai daerah tujuan wisata utama kedua setelah Pulau Bali, khususnya bagi wisatawan
mancanegara. Letak Tana Toraja yang dikelilingi pegunungan membuat wilayah ini memiliki
panorama alam yang sangat indah, yang merupakan perpaduan antara bebatuan karst dengan sawah
dan bukit yang hijau. Selain itu adanya upacara pemakaman para leluhur, pekuburan di tebing batu,
arsitektur dan kerajinan ukiran kayunya yang khas, serta penduduknya yang hingga kini masih
memegang tradisi adat dengan kuat, merupakan sekilas gambaran mengenai keutuhan budaya Tana
Toraja.
Suku Toraja yang ada sekarang ini bukanlah suku asli, tapi merupakan suku pendatang. Menurut
kepercayaan atau mythos yang sampai saat ini masih dipegang teguh, suku Toraja berasal darikhayangan yang turun pada sebuah pulau Lebukan.
Kemudian secara bergelombang dengan menggunakan perahu mereka datang ke Sulawesi bagian
Selatan. Di pulau ini mereka berdiam disekitar danau Tempe dimana mereka mendirikan
perkampungan. Perkampungan inilah yang makin lama berkembang menjadi perkampungan Bugis.
Diantara orang-orang yang mendiami perkampungan ini ada seorang yang meninggalkan
perkampungan dan pergi ke Utara lalu menetap di gunung Kandora, dan di daerah Enrekang. Orang
inilah yang dianggap merupakan nenek moyang suku Toraja.
Sistim pemerintahan yang dikenal di Toraja waktu dulu adalah sistim federasi. Daerah Toraja dibagi
menjadi 5 (lima) daerah yang terdiri atas :
7/29/2019 Sejarah Toraja
http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-toraja 2/3
1. Makale
2. Sangala
3. Rantepao
4. Mengkendek
5. Toraja Barat
Daerah-daerah Makale, Mengkendek, dan Sangala dipimpin masing-masing oleh seorang bangsawan
yang bernama PUANG. Daerah Rantepao dipimpin bangsawan yang bernama PARENGI, sedangkan
.daerah Toraja Barat dipimpin bangsawan bernama MA'DIKA.
Didalam menentukan lapisan sosial yang terdapat didalarn masyarakat ada semacam perbedaan
yang sangat menyolok antara daerah yang dipimpin oleh PUANG dengan daerah yg dipimpin oleh
PARENGI dan MA'DIKA. Pada daerah yang dipimpin oleh PUANG masyarakat biasa tidak akan dapat
menjadi PUANG,. sedangkan pada daerah Rantepao dan Toraja Barat masyarakat biasa bisa saja
mencapai kedudukan PARENGI atau MA'DIKA kalau dia pandai. Hal inilah mungkin yangmenyebabkan daerah Rantepao bisa berkembang lebih cepat dibandingkan perkembangan yang
terjadi di Makale.
Kelembagaan masyarakat adat di kabupaten Tana Toraja dikenal dengan nama Saroan. Saroan adalah
suatu kumpulan orang-orang tertentu yang membentuk suatu organisasi yang terpola dan
terstruktur untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Kumpulan orang tertentu artinya anggota saroan
adalah kerabat keluarga yang masih memiliki ikatan garis keturunan, punya adat kebiasaan yang
sama. Terpola dan terstruktur artinya saroan ini sudah terbentuk dari sejak nenek moyang dan
penentuan kedudukan/status anggotanya dari tertinggi sampai terendah ditentukan berdasarkan
musyawarah berdasarkan garis keturunan terhormat, tertua dan terpandai/terbijak serta didukung
oleh finansial yang cukup.
Pada umumnya kegiatan Saroan ini masih terfokus pada kegiatan ritual adat budaya masyarakat
seperti pesta adat, baik pesta adat sukacita (rambu tuka’) maupun pesta adat duka cita (rambu solo’).
Namun demikian kegiatan tolong-menolong dalam segala segi kehidupan masih kental akibat adanya
kebersamaan yang tercipta dalam setiap kegiatan ritual adat tersebut. Kegitan tolong-menolong ini
sering disebut Sisaro, artinya saling bergantian membantu dalam bekerja tanpa diberi upah.
Anggotanya punadalah semua dari kalangan di dalam Saroan tersebut. Setiap lembaga adat (saroan)
dipimpin oleh To Parenge’(Pemimpin Masyarakat) dan To Makaka (Pemimpin Adat). Penentuan To
Parenge’ dan To Makaka ini sudah ada sejak nenek moyang terdahulu dan akan terus diwariskan
kepada anak cucunya berdasarkan garis keturunan tertua.
Penentuan jumlah organisasi/lembaga adat (saroan) di Tana Toraja pada umumnya ditentukan
dengan dengan dua cara yaitu (1) di tiap dusun terdapat satu saroan. (2) ditentukan berdasarkan
kesepakatan beberapa rumpun keluarga untuk membentuk saroan. Masyarakat di Kecamatan
Tondon Nanggala dan Kecamatan Buntao’ rantebua menerapkan cara (1) sedangkan masyarakat di
Kecamatan Sa’dan Balusu menerapkan cara (2). Bila masyararakat menerapkan cara (1) maka setiap
kepala keluarga otomatis menjadi anggota salah satu saroan yang terdapat di dusun tempat
tinggalnya. Tetapi jika masyarakat menerapkan cara (2) maka seorang kepala keluarga
memungkinkan menjadi anggota beberapa saroan oleh karena masing-masing orang berhak
menentukan jumlah saroan yang dikehendaki.
Rata-rata jumlah saroan yang dimiliki oleh setiap responden di Kecamatan Sa’dan Balusu adalah 3
buah. Sedangkan interval rata-rata jumlah anggota setiap saroan sebanyak 40 –70 kepala keluarga.
Masing-masing saroan memiliki To Parenge’ sebanyak 10 – 20 orang. Urutan nomor To Parenge’
7/29/2019 Sejarah Toraja
http://slidepdf.com/reader/full/sejarah-toraja 3/3