19
SEJARAH IMUNOBIOLOGI Jenadi Binarto NPM 160121140001 Ariyaka Niastya P. NPM 160121140002 Sabella Trinolaurig NPM 160121140003 Fajar Rezandaru NPM 160121140004 Willy Bernadi NPM 160121140005 Fachrul Razi NPM 160121140006 Adria Permana P. NPM 160121140007 A.A Manik Swayoga NPM 160121140008 Evan Yulius S. NPM 160121140009 Annisya Muharty NPM 160121140010 PEMBIMBING Prof. Dr. Endang Sutedja, dr, SpKK

SEJARAH IMUNOBIOLOGI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

history

Citation preview

SEJARAH IMUNOBIOLOGI

Jenadi BinartoNPM 160121140001Ariyaka Niastya P.NPM 160121140002Sabella TrinolaurigNPM 160121140003Fajar RezandaruNPM 160121140004Willy BernadiNPM 160121140005Fachrul RaziNPM 160121140006Adria Permana P.NPM 160121140007A.A Manik SwayogaNPM 160121140008Evan Yulius S.NPM 160121140009Annisya MuhartyNPM 160121140010

PEMBIMBINGProf. Dr. Endang Sutedja, dr, SpKK

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS BEDAH MULUTFAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARANBANDUNG2015

SEJARAH IMUNOBIOLOGI

Sejarah PerkembanganMetamorfosis imunologi berkembang di dunia kedokteran bermula dari keingin-tahuantentang perlindungan terhadap sesuatu hingga ke pengetahuan modernyang terfokus pada penelitian kedokteran molekuler.Orang-orang dan peristiwa yang menyebabkanperkembangan ini tidak menarik daripada subjek itusendiri.Sejumlah besar para peneliti di berbagai bidang berkontribusi terhadap pengetahuan yang kita miliki sekarang. Mungkin untuk hanya beberapa nama di sini, tetapi kontribusi mereka sangat besar .Pertahanan terhadap penyakit infeksi menjadi perhatian utama dari para ilmuwan untuk mendirikandasar imunologi klasik pada akhirsetengah dari ke-19 dan awal abad ke-20.

Perkembangan ImunologiDitinjau dari perkembangannya, imunologi berkembang melalui beberapa tahap :1) Tahap empirikMithridates Eupatoris VI seorang raja dari Pontis di Yunani yang hidup antara tahun 132 - 63 S.M. mungkin dapat dianggap sebagai seorang ahli imunologi pertama di dunia, karena beliau telah menemukan cara agar seseorang kebal terhadap racun. Cara yang dipakai tidak lain dasar-dasar imunologi yang pada saat ini banyak dipakai. Beliau minum berbagai jenis racun yang berbahaya sedikit demi sedikit sehingga akhirnya tidak menimbulkan efek yang merugikan apabila minum racun dalam dosis besar. Cara yang digunakan oleh raja Mithridates tersebut sekarang dinamakan mithridatisme.Bahkan dalam tahun 430 S.M. oleh sejarawan Yunani : Thucydides telah mengamati adanya fenomena dalam wabah penyakit sampar di Eropa pada waktu itu, yaitu mereka yang sembuh dari penyakit sampar akan terhindar dari kejangkitan penyakit tersebut di kemudian hari.Dalam abad ke-11, bangsa Cina telah mengetahui dari pengalamannya bagaimana caranya untuk menanggulangi seseorang agar tidak terjangkit cacar yang pada jaman itu merupakan wabah yang mengerikan sama seperti wabah sampar di Eropa. Mereka dengan sengaja menggunakan cairan atau kerak yang berasal dari kulit penderita cacar yang tidak begitu parah, untuk dioleskan kepada kulit orang lain yang masih sehat agar diharapkan nantinya terlindung dari serangan penyakit cacar.Menyusul peristiwa di Timur Tengah yang dilanda wabah cacar pada abad ke-18. Para orang tua khawatir anak gadisnya akan cacat pada kulit wajahnya oleh penyakit cacar, dengan sengaja mereka menggores kulit pada anaknya dengan membubuhkan bubuk yang berasal dari penderita cacar yang tidak parah. Cara yang dipakai oleh kedua bangsa untuk mencegah terjangkitnya penyakit dinamakan variolasi. Sebenarnya cara demikian sangat berbahaya, karena kadang-kadang dapat mengakibatkan kematian orang tersebut. Cara ini sempat pula meluas di Inggris, diperkenalkan oleh Lady Mary Wortley Montagu (1689-1762) istri Duta Besar Inggris di Turki pada saat itu, yang memperkenalkan inokulasi sebagai sarana untuk mencegah penyakit cacar di Inggris pada tahun 1722.

Lady Mary Wortley Montagu (1689-1762) istri Duta Besar Inggris di Turki pada saat itu, yang memperkenalkan inokulasi sebagai sarana untuk mencegah penyakit cacar di Inggris pada tahun 1722.

Dr. Edward Jenner (1749-1823) pada saat menjadi mahasiswa kedokteran menemukan yang lebih aman dan efektif untuk penanggulangan penyakit cacar. Berbeda dengan cara yang digunakan di Cina atau Timur Tengah, Jenner menggunakan bibit penyakit cacar dari sapi untuk ditularkan kepada manusia. Cara Jenner tersebut didasarkan pada pengamatannya bahwa gadis-gadis pemerah susu yang terjangkit cacar sapi melalui tangannya di samping tidak menderita cacar yang parah juga terbebas dari serangan penyakit cacar manusia yang ganas itu. Sebagai pengganti variolasi dipakai istilah vaksinasi yang berasal dari kata vacca yang berarti sapi.

Edward Jenner (1749-1822) sebagai pendiri imunologi atas kontribusinya, cara untuk mendapatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit.

2) Tahap ilmiahPendekatan melalui pengalaman dikembangkan menjadi pendekatan ilmiah, baru seabad kemudian berkat kepeloporan Louis Pasteur (1822 - 1895) dan kawan-kawan sekerjanya dalam meneliti kemungkinan pencegahan seseorang terhadap terjangkitnya penyakit infeksi dengan cara vaksinasi melalui penggunaan bibit penyakit yang telah dilemahkan terlebih dahulu. Pendekatan ilmiah berarti melakukan percobaan-percobaan di laboratorium. Secara kebetulan sekali bibit penyakit kolera pada ayam yang dinamakan Pasteurella aviseptica kehilangan keganasannya setelah biakannya ditinggalkan beberapa saat oleh karena liburan beberapa hari. Bibit-bibit penyakit yang telah ditinggalkan tersebut apabila disuntikkan pada ayam tidak menimbulkan penyakit kolera, bahkan sebaliknya ayam-ayam tersebut dapat tahan terhadap bibit penyakit kolera yang masih ganas, apabila dikemudian hari ayam-ayam tersebut sengaja dijangkit oleh bibit segar yang masih ganas (1878 - 1880). Selanjutnya untuk tetap mengenang jasa Jenner, metoda Pasteur-pun menggunakan istilah vaksinasi juga.

Louis Pasteur (1822-1895), Prancis.Bapak imunologi.Salah satu ilmuwan yang paling produktif di zaman modern, kontribusinya meliputi kristalisasi L Dan O-asam tartarat menyanggah teori spontan generasi, dan studi tentang penyakit dalam anggur, bir, dan ulat sutra.Dia berhasil mengimunisasi domba dan ternak terhadap Anthrax, teknik terming "Vaksinasi" untuk menghormati Jenner.Dia menggunakan bakteri dan virus dilemahkan untuk vaksinasi.

Dari hasil karya Pasteur tersebut, oleh peneliti lain dikembangkan untuk bibit-bibit penyakit lain terutama untuk penyakit-penyakit yang menyerang manusia. Misalnya Pfeifer (1889) yang menjadi murid Koch mencoba pada Vibro Cholerae untuk mengatasi wabah kolera manusia.Elie Metchnikoff (1845 - 1916) mencoba mengungkapkan bagaimana mekanisme efektor bekerja dalam tubuh terhadap benda asing. Ia mengamati peran sel-sel yang dapat bergerak-gerak dalam seekor bintang laut terhadap serangan dari luar. Metchnikoff berkesimpulan bahwa mekanisme efektor yang bekerja terhadap serangan luar berbentuk seluler. Sebenarnya fenomena tersebut telah dilihat pula oleh Koch dan Neisser sebelumnya, yaitu pada waktu terlihat adanya bakteri-bakteri yang berada dalam sel-sel lekosit. Perkiraan Koch dan Neisser bahwa bakteri-bakteri tersebut secara aktif menyerbu sel-sel lekosit, bukan sebagai mekanisme efektor yang berusaha mengusir bakteri. Selanjutnya mekanisme beradanya bakteri dalam sel lekosit dinamakan proses fagositosis dan sel-sel tubuh yang berkemampuan fagositosis dinamakan fagosit.

Elie Metchnikoff (1845-1916) Lahir di Ivanovska, Ukraina. Dia mendapatkan gelar Ph.D di University of Odessa di mana ia juga menjabat sebagai profesor zoologi.Ia mempelajari sel fagositik larva bintang laut pada tahun 1884 dalam sebuah laboratorium laut di Italia.Memberikan kontribusi dasar untuk teori fagositik selular kekebalan.Dia juga membuat banyak kontribusi untuk imunologi dan bakteriologi.Ia berbagi Hadiah Nobel tahun 1908 Nobel dalam Fisiologi atau Kedokteran dengan Paul Ehrlich "dalam pengakuan pekerjaan mereka pada kekebalan.Fodor pada tahun 1886 merupakan seorang ilmuwan pertama yang mengamati pengaruh langsung dari serum imun terhadap mikroba tanpa campur tangannya komponen seluler. Penemuan ini dikukuhkan oleh Behring dan Kitasato (1890) yang menunjukkan bahwa serum dapat menetralkan aktivitas tetanus dan difteri. Lebih mencengangkan lagi penemuan seorang ilmuwan muda bangsa Belgi, Jules Bordet (1870 - 1961) bahwa untuk lisis diperlukan 2 komponen yang terdapat dalam serum imun. Sebuah di antaranya bersifat termostabil yang dikemudian hari dikenal dengan antibodi, sedang komponen lainnya bersifat termolabil yang dinamakan komplemen.

Jules Jean Baptiste Vincent Bordet (1870-1961) Belgia, dokter yang lulus dengan gelar dokter medis dari University of Brussels. Dia preparateur di laboratorium Metchnikoff di Institut Pasteur 1894-1901, di mana ia menemukan kekebalan hemolisis dan menguraikan mekanisme diperantarai komplemen-lisis bakteri.

Dalam periode perkembangan inilah diperkenalkan istilah antigen untuk memberikan nama bagi semua substansi yang dapat menimbulkan reaksi dalam tubuh terhadapnya. Sekaligus diperkenalkan pula istilah antibodi untuk substansi dalam serum yang mempunyai aktivitas menanggulangi terhadap antigen yang masuk tubuh. Penemuan yang diawali oleh Fodor diikuti di kemudian hari oleh penelitian lainnya yang kesemuanya mendukung teori mekanisme melalui imunitas humoral.Dua teori mekanisme efektor yaitu teori humoral dan teori seluler nampaknya saling bertentangan walaupun masing-masing mempunyai segi kebenarannya sendiri. Untunglah dua teori yang semula nampak bertentangan tersebut dapat dijembatani oleh adanya penemuan baru oleh Wright dan Douglas (1903) yaitu berlangsungnya proses fagositosis yang telah diamati oleh Metchnikoff sebelumnya akan dipermudah apabila dibubuhkan serum imun. Pada saat itu bahan yang diduga dikandung dalam serum dinamakan opsonin dan peristiwanya sendiri dinamakan opsonisasi. Dari penemuan ini jelaslah bahwa mekanisme efektor baik secara seluler maupun humoral tidak bertentangan, bahkan bekerja sama saling memperkuat.Pada waktu yang bersamaan ditemukan fenomena lain dalam imunologi yaitu adanya penyimpangan imunitas dalam tubuh seseorang karena bereaksi terlalu peka. Pirquet yang bekerja di Wina membedakan fenomena tersebut dalam bentuk "serum sickness", alergi dan anafilaksis. Tahun 1940 menjelang PD II, masa tersebut diisi dengan aplikasi dan pengembangan pengetahuan fenomena imunologik, khususnya dalam kegiatan pembuatan dan penyediaan serum imun (antitetanus, anti rabies) reagen untuk diagnostik serta kegiatan vaksinasi.Betapa pentingnya pengetahuan kimia dalam pengembangan imunologi ternyata telah munculnya istilah imunokimia dalam tahun 1904. Nama yang tidak asing lagi dalam imunokimia yaitu Landsteiner dan Obermayer.Pada awal PD II, oleh Felton ditemukan fenomena lain dalam imunologi yaitu bahwa dalam tubuh mungkin dapat timbul tidak adanya respons imun terhadap sesuatu substansi atau antigen tertentu. Fenomena Felton ini sekarang disebut toleransi imunologik. Oleh Felton pula berhasil dimurnikan untuk pertama kalinya antibodi dari anti-serum kuda terhadap pneumococcus. 3) Tahap ModernPeriode perkembangan imunologi sebagai suatu disiplin ilmu sebenarnya dimulai beberapa saat sebelum pecahnya Perang Dunia II. Hal tersebut ditandai oleh munculnya begitu banyak data baru mengenai imunologi. Suatu tonggak lain yang menandai dengan jelas kepesatan kemajuan bidang ilmu ini telah dipancangkan oleh J.F. A.P. Miller di London dengan diungkapkannya peran sentral kelenjar Timus yang sebelumnya diabaikan begitu saja atau keliru memahami fungsinya. Tonggak itu pula dan bersama tonggak-tonggak lain memberikan arah perkembangan imunologi dan selanjutnya memungkinkan munculnya cabang-cabang baru dari imunologi seperti : imunopatologi, imunogenetika, imunologi tumor, imunologi transplantasi, imunokimia dan pengetahuan yang secara khusus mempelajari penyimpangan-penyimpangan sistem imun seperti alergi dan otoimunitas. Bahkan sekitar tahun 1980 Dr. Robert Ader dari Universitas Rochester memelopori suatu cabang terbaru yang disebut psikoneroimunologi.

J.F.A.P.Miller (1931 -) Buktikan peran dalam kekebalan timus saat menyelidiki leukimia pada tikus yang baru lahir.

Tahun 1980 merupakan tahun kebahagiaan bagi para pakar Benacerraf, Dausset dan Snell, oleh karena mereka menerima Hadiah Nobel berkat jasanya dalam mengungkapkan masalah antigen permukaan sel-sel yang penting dalam usaha orang untuk mencangkokkan organ, yaitu sistem HLA. Oleh karena sistem HLA sangat penting dalam peristiwa penolakan jaringan. Hadiah Nobel berikutnya menyusul pada tahun 1984 yang diterimakan kepada Milstein dan Kohler atas jasa-jasanya menemukan cara-cara bagaimana memproduksi antibodi monoklonal. Rupanya Hadiah Nobel masih berlanjut diterimakan kepada peneliti-peneliti bidang imunologi. Pada tahun 1987 Susumu Tonegawa yang bekerja dalam biologi molekuler imunoglobulin, telah menerima Hadiah Nobel atas jasa jasanya mengungkapkan mekanisme diversitas antibodi.

Susumu Tonegawa (1939- ), kelahiran Jepang yang bekerja di AS.Ia menerima Hadiah Nobel pada 1987 untuk penelitiannya pada immunoglobulin keanekaragaman gen dan antibodi.Tonegawa dan banyak rekan-rekan yang bertanggung jawab untuk penemuan gen imunoglobulin C, V, J, dan D daerah dan penataan ulang mereka.

Perkembangan imunologi sebagai ilmu memberikan dampak pula terhadap perkembangan teknologi penelitian karena dalam mengungkapkan rahasianya telah digunakan peralatan dan metodologi yang makin canggih.

Imunitas Seluler vs HumoralTahun 1883, Elie Metchnikoff mengamati fagositosis spora jamur oleh lekosit dan memberikan ide bahwa imunitas terjadi pertama kali pada sel darah putih. Penemuan pelengkap pada tahun 1894 oleh Jules Bordet dan precipitins pada tahun 1897 oleh Rudolf Kraus. Teori Paul Ehrlichs, diajukan tahun 1898, menurut Ehrlich, sel-sel memiliki permukaan yang bervariasi rantai sisinya (disebut reseptor antigen) yang digunakan untuk membawa nutrien ke dalam sel.Tahun 1903, Sir Almoth Wright melaporkan bahwa antibodi dapat membantu dalam proses fagositosis, kemudian secara efektif menyelesaikan kontroversi mengenai komunitas seluler versus humoral. Istilah "anafilaksis" diciptakan oleh Charles Richet dan Paul Portier pada tahun -1902 untuk menyatakan keadaan letal dari shock yang dihasilkan oleh injeksi kedua dari antigen. Istilah "alergi" dikenalkan oleh Clemens von Pirquet tahun 1906 untuk menyatakan reaksi positif terhadap test gores dengan tuberkulin pada individu terinfeksi tuberkulosa.

Periode SerologiKelompok antigen darah dan aglutininnya ditemukan oleh Karl Landsteiner tahun 1900. Mengarah pada kemampuan untuk memberikan transfusi darah tanpa menyebabkan reaksi.Tahun 1901, Bordet dan Octave Gengou memperkenalkan test fiksasi pelengkap, yang menjadi standard test diagnosa di laboratorium rumah sakit. Kata "imunologi" pertama kali muncul dalam Index Medicus tahun 1910, dan Journal of Immunology mulai dipublikasikan tahun 1916.Buku Landsteiner, The Specificity of Serological Reactions, dipublikasikan di Jerman tahun 1936. Antibodi terlihat terbentuk secara langsung pada antigen, yang berfungsi sebagai tempat, dalam suatu teori yang dipublikasikan oleh Friedrich Breini dan Felix Haurowitz tahun 1930. Tahun 1939, Arne Wilhelm Tiselius dan Elvin Kabat menunjukkan bahwa antibodi tersebut adalah gama globulin. Tahun 1940, L. Pauling menyatakan beberapa teori pembentukan antibodi. Tes presipitin kuantitatif dikembangkan oleh M. Heidelberger, Edward Kendall, dan Kabat, digunakan untuk mempelajari struktur antigen polisakarida. (Parslow, T.S., Terr, A.I., Stites, D.P., 1997).

Kelahiran Kembali Imunologi SelulerAlbert Coons tahun 1941 - 1942 menunjukkan adanya antigen dan antibodi di dalam sel dengan teknik baru lmmunofluorescence. O.T. Avery, C.M. MacCleod, dan M. McCarty tahun 1943 melaporkan bahwa DNA bertanggung jawab terhadap transfer sifat herediter dalam bakteri.Tahun 1945, Ray Owen menemukan chimeras darah pada lembu kembar, dan tahun 1948, Astrid Fagraeus menunjukkan bahwa antibodi dibuat dalam sel plasma. Tahun 1949, Macfarlane Burnet dan Frank Fenner mempublikasikan teori enzim adaptif dari pembentukan antibodi.Tahun 1953, Rupert Billingham, Leslie Brent, dan Peter Medawar menunjukkan toleransi imunologis didapat dalam sumsum tulang tikus yang disuntikkan dengan sumsum tulang allogeneic pada atau sebelum kelahiran. Dua teori baru mengenai produksi antibodi dinyatakan, yang pertama oleh David Taimage dan yang kedua oleh Burnet. Kedua teori secara acak mengganti sel-sel berbeda untuk secara acak membedakan molekul gamaglobulin dan menyatakan bahwa interaksi antigen dengan reseptor pada permukaan sel distimulasi produksi antibodi dan replikasi dari sel yang dipilih.Tahun 1975 oleh perkembangan teknik Georges Kohler dan Cesar Milstein tentang produksi antibodi monoklonal. Imunologi seluler mencapai puncaknya tahun 1966 dengan penemuan Henry Claman, E.A. Chaperon, dan R.F. Triplett mengenai adanya dan kooperasi sel-sel B dan sel-sel T.

Cesar Milstein (1927-2002) lahir di Argentina, bekerja di Inggris tahun 1984 Ia berbagi Hadiah Nobel dengan Kohler untuk produksi mereka dari monoklonal antibodi oleh sel-sel myeloma hybridizing mutan dengan antibodi - produksi sel B (hybridoma teknik).

Kedatangan Imunologi MolekulerTahun 1959, bagian Kimia protein telah mencapai titik yang memungkinkannya untuk melakukan analisa struktur molekul antibodi secara rinci. Tiga fragmen imunoglobulins tersebut (dua Fabs dan satu Fe) dipisahkan oleh Rodney Porter, dan rantai berat dan ringan dipisahkan oleh Gerald Edelman. Penemuan dari berbagai regio oleh F. Putnam dan N. Hilscmann serta L. Craig datang tahun 1965. Edelman dan koleganya melaporkan rangkaian asam amino kompleks pertama dari molekul imunoglobulin tahun 1969.Tahun 1960-an dan 1970-an antibodi monoklonal pertama mengidentifikasi subset sel-T (OKT4, kini disebut CD4) yang digambarkan oleh Patrick Kung dan kawan-kawan tahun 1979. Reseptor sel-T yang sulit dipahami akhirnya diisolasi tahun 1982 - 1983 oleh James Allison dan koleganya serta Kathryn Haskins dan kawan-kawannya.

Imunogenetika & Teknik GenetikaAntigen histokompatibel mayor ditemukan oleh P.A. Gorer tahun 1936, tetapi tidak ditunjukkan sampai tahun 1968 dan Hugh McDevitt dan Marvin Tyan bahwa gen respon imun terkait pada gen-gen dari histokompatibel kompleks mayor. Peter Doherty dan Rolf Zinkernagel melaporkan bahwa pengenalan antigen oleh sel-T dibatasi oleh molekul-molekul histokompatibel kompleks mayor. Imunoglobulin oleh Susumu Tonegawa tahun 1978 dan produksi dari tikus transgenik oleh Jon Gordon dan koleganya tahun 1980.

Rolf Zinkernagel (kanan) (1944 -) dan Peter Doherty (kiri) (1940 -) Penerima tahun 1996, Hadiah Nobel Fisiologi atau Kedokteran untuk demonstrasi mereka tentang MHC.Dalam penyelidikan tentang bagaimana limfosit T melindungi tikus melawan infeksi virus choriomeningitis limfositik (LCMV).

DAFTAR PUSTAKA

Adi, S., F.K. UNPAD, Bandung, 2000, Imunodermatologi Bagi Pemula: l. 2.

Baratawidjaja, K.G., Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2000, Imunologi Dasar. 4th ed:3 - 4.

Bellanti, J.A., Gajah Mada University Press, 1993, Imunology III, 3th ed.:. 3 - 9.

Parslow, T.G., Stites, D.P., Terr, AA., Prentice - Hall International Inc, 1997, Medical Immunology. 9th ed. hal. 1 - 5.

Silverstein, A.M., Elsevier, 2009, History of Immunology 2nd Edition.

Cruse, J.M., Lewis, R.E., CRC Press,2003, Atlas of Immunology 2nd Edition

1