Upload
pepo-aryabarja
View
392
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Pharmacy
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sectio caesarea berarti bahwa bayi dikeluarkan dari uterus yang utuh
melalui operasi abdomen. Di negara-negara maju, angka sectio caesarea
meningkat dari 5 % pada 25 tahun yang lalu menjadi 15 %. Peningkatan ini
sebagian disebabkan oleh “mode”, sebagian karena ketakutan timbul perkara
jika tidak dilahirkan bayi yang sempurna, sebagian lagi karena pola
kehamilan, wanita menunda kehamilan anak pertama dan membatasi jumlah
anak (Jones, 2002).
Menurut statistik tentang 3.509 kasus sectio caesarea yang disusun oleh
Peel dan Chamberlain, indikasi untuk sectio caesaria adalah disproporsi janin
panggul 21%, gawat janin 14%, plasenta previa 11% pernah sectio caesaria 11%,
kelainan letak janin 10%, pre eklamsi dan hipertensi 7% dengan angka kematian
ibu sebelum dikoreksi 17% dan sesudah dikoreksi 0,5% sedangkan kematian
janin 14,5% (Winkjosastro, 2005).
Menurut Andon dari beberapa penelitian terlihat bahwa sebenarnya
angka kesakitan dan kematian ibu pada tindakan operasi sectio caesarea lebih
tinggi dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Angka kematian langsung
pada operasi sesar adalah 5,8 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan angka
kesakitan sekitar 27,3 persen dibandingkan dengan persalinan normal hanya
sekitar 9 per 1000 kejadian. WHO (World Health Organization)
2
menganjurkan operasi sesar hanya sekitar 10-15 % dari jumlah total kelahiran.
Anjuran WHO tersebut tentunya didasarkan pada analisis resiko-resiko yang
muncul akibat sesar. Baik resiko bagi ibu maupun bayi. (Nakita, 2008).
Pada tahun 2007-2008 jumlah persalinan dengan tindakan sectio
caesarea di Rumah Sakit Umum Meuraxa Banda Aceh berjumlah 145 kasus
dari 745 persalinan keseluruhannya atau 19,46 %. Dari data diatas dapat
disimpulkan bahwa angka tersebut sudah melebihi batas yang ditetapkan oleh
WHO yaitu 10-15 % (Iqbal, 2002).
Post partum dengan sectio caesaria dapat menyebabkan perubahan
atau adaptasi fisiologis yang terdiri dari perubahan involusio, lochea, bentuk
tubuh, perubahan pada periode post partum terdiri dari immiediate post
partum, early post partum, dan late post partum, proses menjadi orang tua dan
adaptasi psikologis yang meliputi fase taking in, taking hold dan letting go.
Selain itu juga terdapat luka post op sectio caesarea yang menimbulkan
gangguan ketidaknyamanan : nyeri dan resiko infeksi yang dikarenakan
terputusnya jaringan yang mengakibatkan jaringan terbuka sehingga
memudahkan kuman untuk masuk yang berakibat menjadi infeksi.
Dengan demikian klien dan keluarga dapat menerima info untuk
menghadapi masalah yang ada, perawat juga diharapkan dapat menjelaskan
prosedur sebelum operasi sectio caesarea dilakukan dan perlu diinformasikan
pada ibu yang akan dirasakan selanjutnya setelah operasi sectio caesarea.
Selain itu perawat diharapkan untuk dapat mengatasi masalah keperawatan
yang timbul agar tidak timbul infeksi silang.
3
Dalam mencermati masalah-masalah tersebut maka penulis tertarik
untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Post
Sectio Caesarea dengan indikasi Panggul Sempit”.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mendiskripsikan Asuhan Keperawatan Post Sectio
Caesarea dengan indikasi Panggul Sempit dengan pendekatan proses
keperawatan dari tahap pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi
dan evaluasi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menggambarkan hasil pengkajian pada klien Post SC dengan
indikasi panggul sempit.
b. Menggambarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien Post
SC dengan panggul sempit.
c. Mengggambarkan respon klien Post SC dengan panggul sempit.
d. Menggambarkan tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah
diagnosa keperawatan klien Post SC dengan panggul sempit.
e. Menggambarkan hasil evaluasi.
f. Menggambarkan faktor pendukung dan penghambat dalam
pengelolaan Post SC dengan panggul sempit.
4
C. Metode Penulisan
Metode yang dipakai adalah dengan proses keperawatan yang terdiri
dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan
evaluasi. Adapun teknik penulisannya adalah deksriptif. Deskriptif merupakan
gambaran kasus yang dikelola dengan cara pengumpulan data yang diperoleh
saat pengkajian.
1. Wawancara
Mengadakan tanya jawab dengan pihak terkait klien maupun tim
kesehatan mengenai data klien dengan post sectio caesarea. Wawancara
dilakukan selama proses keperawatan berlangsung.
2. Observasi
Dengan mengadakan pengamatan dan melaksanakan asuhan keperawatan
secara langsung pada klien dengan post sectio caesarea dengan indikasi
panggul sempit.
3. Studi dokumentasi
Dokumentasi ini diambil dan dipelajari dari catatan medis, catatan
perawatan untuk mendapatkan data-data mengenai perawatan dan
pengobatan.
4. Studi kepustakaan
Menggunakan dan mempelajari literatur medis maupun perawatan yang
menunjang sebagi teoritis untuk menegakkan diagnosa dan perencanaan
keperawatan.
5
D. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai karya tulis
ilmiah ini, penulis menggunakan sistematika penulisan yang terdiri dari lima
bab, yaitu :
BAB I : berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan
penilaian, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : berisi tentang konsep dasar yang meliputi : pengertian, anatomi
fisiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, komplikasi,
pentalaksanaan, pengkajian fokus, pathways keperawatan,
diagnosa keperawatan, fokus investasi dan rasional.
BAB III : berisi tentang tinjauan kasus yang membahas kasus pasien,
meliputi : pengkajian, ananlisa data, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi.
BAB IV : berisi tentang pembahasan kasus yang bertujuan untuk menemukan
kesenjangan antara teori dan fakta yang ada mulai dari pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
BAB V : berisi kesimpulan dan saran tentang kasus yang dibahas dan dapat
menjadi pemikiran selanjutnya.
6
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Yusmiati (2007) menyatakan bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan
anak dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen
seorang ibu dan uterus untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya
dilakukan ketika kelahiran melalui vagina akan mengarah pada komplikasi-
komplikasi, kendati cara ini semakin umum sebagai pengganti kelahiran normal.
Sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan
berat di atas 500 gr, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh
(intact) (Syaifuddin, 2006).
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerektomi untuk
melahirkan janin dari dalam rahim. Jenis-jenis operasi sectio caesarea, terdiri
atas :
1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
a. SC klasik atau corporal, dilakukan dengan membuat sayatan
memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm. Kelebihannya antara
lain : mengeluarkan janin dengan cepat, tidak mengakibatkan
komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bisa diperpanjang
proksimal dan distal. Sedangkan kekurangannya adalah infeksi mudah
7
menyebar secara intraabdominal karena tidak ada peritonealis yang
baik, untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri
spontan.
b. SC ismika atau profundal, dilakukan dengan melakukan sayatan
melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servikal transversal)
kira-kira 10 cm. Kelebihan dari sectio caesarea ismika, antara lain :
penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi
yang baik, tumpang tindih dari peritoneal flop baik untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum, dan kemungkinan ruptur
uteri spontan berkurang atau lebih kecil. Sedangkan kekurangannya
adalah luka melebar sehingga menyebabkan uteri pecah dan
menyebabkan perdarahan banyak, keluhan pada kandung kemih post
operasi tinggi.
c. SC ekstra peritonealis, yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dan
tidak membuka cavum abdominal.
2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan dengan
sayatan memanjang (longitudinal), sayatan melintang (transversal), atau
sayatan huruf T (T insision) (Rachman, M, 2000; Winkjosastro, Hanifa,
2007).
8
B. Panggul Sempit
Menurut morfologinya, jenis-jenis panggul dibedakan menjadi 4, yaitu:
1. Panggul Ginekoid, dengan pintu atas panggul yang bundar atau dengan
diameter transversal yang lebih panjang sedikit daripada diameter
anteroposterior dan dengan panggul tengah serta pintu bawah panggul
yang cukup luas.
2. Panggul Anthropoid, dengan diameter anteroposterior yang lebih panjang
daripada diameter transversa dan dengan arkus pubis menyempit sedikit.
3. Panggul Android, dengan pintu atas panggul yang berbentuk sebagai
segitiga berhubungan dengan penyempitan ke depan, dengan spina
iskiadika menonjol ke dalam dan dengan arkus pubis yang menyempit.
4. Panggul Platipelloid, dengan diameter anteroposterior yang jelas lebih
pendek daripada diameter transversa pada pintu atas panggul dan dengan
arkus pubis yang luas.
Dalam Obstetri yang dimaksud panggul sempit secara fungsional yang
artinya perbandingan antara kepala dan panggul. Kesempitan panggul dibagi sebagai
berikut:
1. Kesempitan Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit bila conjugata vera kurang dari 10 cm atau
kalau diameter transversa kurang dari 12 cm. Penyebab yang dapat menimbulkan
kelainan panggul antara lain :
a. Kelainan karena gangguan pertumbuhan, terdiri atas : 1) panggul
sempit seluruh : semua ukuran kecil; 2) panggul picak : ukuran muka
9
belakang sempit, ukuran melintang biasa; 3) panggul sempit picak :
semua ukuran kecil tapi berlebihan ukuran muka belakang; 4) panggul
corong : pintu atas panggul biasa, pintu bawah panggul sempit; 5)
panggul belah : simpisis terbuka.
b. Kelainan karena penyakit tulang panggul dan sendi-sendinya, terdiri
atas : 1) panggul rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruh
panggul sempit picak; 2) panggul osteomalacci : panggul sempit
melintang; 3) radang articulation sacroiliaca : panggul sempit miring.
c. Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang, terdiri atas :
1) kiposis di daerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong; 2)
sciliose di daerah tulang punggung menyebabkan panggul sempit.
d. Kelainan panggul disebabkan kelainan anggota bawah, antara lain :
coxitis, luxatio, dan atrofia menyebabkan panggul sempit.
2. Kesempitan Bidang Tengah Panggul
Bidang tengah panggul terbentang antara pinggir bawah simfisis dan spina os
ischii dan memotong sakrum kira-kira pada pertemuan ruas sakral ke-4 dan ke-5.
Dikatakan bidang tengah panggul sempit jika jumlah diameter transversa dan
diameter sagitalis posterior 13,5 cm atau kurang dari 15,5 cm dan diameter antara
spina kurang dari 9 cm.
3.Kesempitan Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul terdiri atas 2 segitiga dengan jarak antar kedua tuber
isiadika sebagai dasar. Pintu bawah panggul dikatakan sempit jika jarak antara
tubera ossis ischii ≥ 8 cm dengan sendirinya arcus pubis akan meruncing
(Bratakoesoema, Dinan S., 2005).
10
C. Anatomi dan Fisiologi
1. Alat Genetalia Eksterna
Gambar 1
Alat Genetalia Eksterna
Sumber : Elaine N. Marrieb, 2001
a. Mons Pubis
Adalah bantalan berisi lemak yang terletak di permukaan anterior
simfisis pubis. Mons pubis berfungsi sebagai bantalan pada waktu
melakukan hubungan seks.
b. Labia Mayora (bibir besar)
Labia mayora ialah dua lipatan kulit panjang melengkung yang
menutupi lemak dan jaringan ikat yang menyatu dengan mons pubis.
Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah bawah mengelilingi
labia monora, berakhir di perineum pada garis tengah. Labia mayora
11
melindungi labia minora, meatus urinarius, dan introitus vagina
(muara vagina).
c. Labia Minora (bibir kecil)
Labia minora, terletak di antara dua labia mayora, merupakan lipatan
kulit yang panjang, sempit dan tidak berambut yang memanjang ke
arah bawah dari bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette.
Sementara bagian lateral dan anterior labia biasanya mengandung
pigmen, permukaan medial labia minora sama dengan mukosa vagina;
merah muda dan basah. Pembuluh darah yang sangat banyak
membuat labia berwarna merah kemurahan dan memungkinkan labia
minora membengkak, bila ada stimulus emosional atau stimulus fisik.
d. Klitoris
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil yang
terletak tepat dibawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak terangsang,
bagian yang terlihat adalah sekitar 6 x 6 mm atau kurang. Ujung
badan klitoris di namai glans dan lebih sensitif daripada badannya.
Saat wanita secara seksual terangsang, glans dan badan klitoris
membesar.
e. Vulva
Adalah bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong,
berukuran panjang mulai dari klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil,
sampai ke belakang dibatasi perineum.
12
f. Vestibulum
Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau
lonjong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette.
Vestibulum terdiri dari muara utetra, kelenjar parauretra (vestibulum
minus atau skene), vagina dan kelenjar paravagina (vestibulum
mayus, vulvovagina, atau Bartholini). Permukaan vestibulum yang
tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia (deodoran
semprot, garam-garaman, busa sabun), panas, rabas dan friksi (celana
jins yang ketat).
g. Fourchette
Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis,
terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di
garis tengah dibawah orifisium vagina. Suatu cekungan kecil dan
fosa navikularis terletak di antara fourchette dan himen.
h. Perineum
Perineum terletak diantara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm.
Jaringan yang menopang perineum adalah diafragma pelvis dan
urogenital. Perineum terdiri dari otot-otot yang dilapisi, dengan kulit
dan menjadi penting karena perineum dapat robek selama melahirkan.
13
2. Alat Genetalia Interna
Gambar 2
Alat Genetalia Interna
Sumber : Winkjosastro, 2007
a. Ovarium
Ovarium merupakan organ yang berfungsi untuk
perkembangan dan pelepasan ovum, serta sintesis dari sekresi hormon
steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5 – 5 cm, lebar 1,5 – 3 cm, dan
tebal 0,6 – 1 cm. Normalnya, ovarium terletak pada bagian atas
rongga panggul dan menempel pada lakukan dinding lateral pelvis di
antara muka eksternal yang divergen dan pembuluh darah hipogastrik
Fossa ovarica waldeyer. Ovarium melekat pada ligamentum latum
melalui mesovarium. Dua fungsi ovarium ialah menyelenggarakan
ovulasi dan memproduksi hormon. Ovarium juga merupakan tempat
utama produksi hormon seks steroid (estrogen, progesteron, dan
14
androgen) dalam jumlah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan,
perkembangan dan fungsi wanita normal.
b. Vagina
Vagina, suatu struktur tubular yang terletak di depan rektum
dan di belakang kandung kemih dan uretra, memanjang dari introitus
(muara eksterna di vestibulum di antara labia minora vulva) sampai
serviks (portio). Vagina merupakan penghubung antara genetalia
eksterna dan genetalia interna. Bagian depan vagina berukuran 6,5
cm, sedangkan bagian belakang berukuran 9,5 cm. Vagina
mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai saluran keluar dari uterus
dilalui sekresi uterus dan kotoran menstruasi sebagai organ kopulasi
dan sebagai bagian jalan lahir saat persalinan.
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat
dan mampu meregang secara luas. Ceruk yang terbentuk di sekeliling
serviks yang menonjol tersebut disebut forniks: kanan, kiri, anterior
dan posterior.
Mukosa vagina berespons dengan cepat terhadap stimulasi
estrogen dan progesteron. Sel-sel mukosa tanggal terutama selama
siklus menstruasi dan selama masa hamil. Sel-sel yang diambil dari
mukosa vagina dapat digunakan untuk mengukur kadar hormon seks
steroid.
Cairan vagina berasal dari traktus genitalia atas atau bawah.
Cairan sedikit asam. Interaksi antara laktobasilus vagina dan glikogen
15
mempertahankan keasaman. Apabila pH naik di atas lima, insiden
infeksi vagina meningkat (Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2004).
c. Uterus
Uterus merupakan organ muskular yang sebagian tertutup oleh
peritoneum / serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng.
Uterus wanita nullipara panjang 6-8 cm, dibandingkan dengan
9-10 cm pada wanita multipara. Berat uterus wanita yang pernah
melahirkan antara 50-70 gram. Sedangkan pada yang belum pernah
melahirkan beratnya 80 gram / lebih. Uterus terdiri dari:
a) Fundus uteri, merupakan bagian uterus proksimal, kedua tuba fallopi
berinsensi ke uterus.
b) Korpus uteri, merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang
terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri
terdiri dari 3 lapisan: serosa, muskula dan mukosa. Mempunyai fungsi
utama sebagai janin berkembang.
c) Serviks, merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak
dibawah isthmus. Serviks memiliki serabut otot polos, namun terutama
terdiri atas jaringan kolagen, ditambah jaringan elastin serta pembuluh
darah.
d) Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan: endometrium, miometrium, dan
sebagian lapisan luar peritoneum parietalis.
d. Tuba Falopii
Tuba falopii merupakan saluran ovum yang terentang antara
kornu uterine hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan
16
jalan ovum mencapai rongga uterus. Panjang tuba fallopi antara 8-14
cm. Tuba falopii oleh peritoneum dan lumennya dilapisi oleh
membran mukosa.
Tuba fallopi terdiri atas: pars interstialis : bagian tuba yang
terdapat di dinding uterus, pars ismika : bagian medial tuba yang
sempit seluruhnya, pars ampularis : bagian yang terbentuk agak lebar
tempat konsepsi terjadi, pars infudibulum : bagian ujung tuba yang
terbuka ke arah abdomen mempunyai rumbai/umbul disebut fimbria.
e. Serviks
Bagian paling bawah uterus adalah serviks atau leher. Tempat
perlekatan serviks uteri dengan vagina, membagi serviks menjadi
bagian supravagina yang panjang dan bagian vagina yang lebih
pendek. Panjang serviks sekitar 2,5 sampai 3 cm, 1 cm menonjol ke
dalam vagina pada wanita tidak hamil. Serviks terutama disusun oleh
jaringan ikat fibrosa serta sejumlah kecil serabut otot dan jaringan
elastic (Evelyn, 2002).
17
3. Anatomi Tulang Panggul
Gambar 3
Anatomi Tulang Panggul
Sumber : Syaifuddin, 2007
Tulang panggul (os sakrum) terdiri atas kiri dan kanan yang
melekat satu sama lain di garis medianus persambungan tulang rawan
disebut simpisis oseum pubis sehingga terbentuk gelang panggul yang
disebut singulum ekstremitas inferior.
Os sakrum dibentuk oleh os ileum (tulang usus), os pubis (tulang
kemaluan), dan os iskii (tulang duduk). Di dalam os ileum terdapat lekuk
besar yang disebut fossa iliaka, di depan krisna iliaka terdapat tonjolan
spina iliaka anterior superior dan di belakang spina iliaka posterior
superior. Os iskii terdiri atas korpus ossis iskii, di belakang asetabulum
korpus ossis iskii mempunyai taju yang tajam disebut spina iskiadika
yang terdapat insisura iskiadika mayor dan dibawahnya spina iskiadika
18
minor. Os pubis terdiri dari pubis kanan dan kiri yang terdapat tulang
rawan disebut simpisis pubis. (Syaifuddin, 2007).
4. Anatomi Konjugata Obstetrika
Gambar 4
Konjugata Obstetrika
Sumber : Harry, 2003
Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke
promontorium panjangnya lebih kurang 11 cm. Jarak terjauh garis
melintang pada pintu atas panggul disebut diameter tranversa. Bila ditarik
garis dari artikulasio sakroiliaka ke titik persekutuan antara diameter
transversa dan konjugata vera dan diteruskan ke linea innominata, disebut
diameter oblikua. Konjugata vera sama dengan konjugata diagonalis
dikurangi 1,5 cm. Konjugata obstetrika merupakan konjugata yang
paling penting yaitu jarak antara bagian tengah dalam simfisis dengan
promontorium.
19
5. Anatomi Kulit Abdomen
Gambar 5
Anatomi Kulit Abdomen
Sumber : Winkjosastro, 2005
Kulit terdiri dari 2 lapisan, yaitu :
1) Lapisan epidermis, merupakan lapisan luar, terdiri dari epitel skuamosa
bertingkat. Sel-sel yang menyusunnya dibentuk oleh lapisan germinal
dalam epitel silindris dan mendatar, ketika didorong oleh sel-sel baru ke
arah permukaan, tempat kulit terkikis oleh gesekan. Lapisan luar terdiri
dari keratin, protein bertanduk, Jaringan ini tidak memiliki pembuluh
darah dan sel-selnya sangat rapat.
2) Lapisan dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen, jaringan fibrosa
dan elastin. Lapisan superfasial menonjol ke dalam epidermis berupa
sejumlah papila kecil. Lapisan yang lebih dalam terletak pada jaringan
subkutan dan fasia. Lapisan ini mengandung pembuluh darah, pembuluh
limfe dan saraf.
3) Lapisan subkutan mengandung sejumlah sel lemak, berisi banyak
pembuluh darah dan ujung saraf. Lapisan ini mengikat kulit secara
20
longgar dengan organ-organ yang terdapat dibawahnya. Dalam
hubungannya dengan tindakan SC, lapisan ini adalah pengikat organ-
organ yang ada di abdomen, khususnya uterus. Organ-organ di abdomen
dilindungi oleh selaput tipis yang disebut peritonium. Dalam tindakan
SC, sayatan dilakukan dari kulit lapisan terluar (epidermis) sampai
dinding uterus.
6. Anatomi Otot Perut dan Fasia
Gambar 6
Otot Perut dan Fasia
Sumber :
21
a. Fasia
Di bawah kulit, fasia superfisialis dibagi menjadi lapisan lemak
yang dangkal, Camper's fasia, dan yang lebih dalam lapisan fibrosa,.
Fasia profunda terletak pada otot-otot perut. menyatu dengan fasia
profunda paha. Susunan ini membentuk pesawat antara Scarpa's fasia
dan perut dalam fasia membentang dari bagian atas paha bagian atas
perut. Di bawah lapisan terdalam otot abdominis transverses, terletak
fasia transversalis. Para fasia transversalis dipisahkan dari peritoneum
parietalis oleh variabel lapisan lemak.. Fascias adalah lembar
jaringan ikat atau mengikat bersama-sama meliputi struktur tubuh.
b. Otot Perut
Otot perut terdiri dari : otot dinding perut anterior dan lateral,
serta otot dinding perut posterior.
Otot dinding perut anterior dan lateral (rectus abdominis)
meluas dari bagian depan margo costalis di atas dan pubis di bagian
bawah. Otot itu disilang oleh beberapa pita fibrosa dan berada
didalam selubung. Linea alba adalah pita jaringan yang membentang
pada garis tengah dari procecuss xiphodius sternum ke simpisis pubis,
memisahkan kedua musculus rectus abdominis. Obliquus externus,
obliquus internus dan transverses adalah otot pipih yang membentuk
dinding abdomen pada bagian samping dan depan. Serat obliquus
externus berjalan ke arah bawah dan atas, serat obliquus internus
berjalan ke atas dan ke depan ; serat transverses (otot terdalam dari
22
otot ketiga dinding perut) berjalan transversal di bagian depan ketiga
otot terakhir otot berakhir dalam satu selubung bersama yang
menutupi rectus abdominis.
Otot dinding perut posterior (Quadrates lumbolus) adalah otot
pendek persegi pada bagian belakang abdomen, dari costa keduabelas
diatas ke krista iliaca (Gibson, J. 2002).
D. Pelvimetri
1. Pelvimetri Luar
Cara ini dapat ditentukan secara garis besar jenis, bentuk, dan ukuran-ukuran
panggul apabila dilakukan dengan pemeriksaan dalam. Alat-alat yang dipakai
antara lain : jangkar-jangkar panggul Martin, Oseander, Collin, Boudeloque dan
sebagainya. Yang diukur adalah :
a. Distansia spinarum (± 24-26 cm), jarak anatar kedua spina iliaka anterior
superior sinistra dan dekstra.
b. Distansia kristarum (± 28-30 cm), jarak yang terpanjang antara dua tempat
yang simetris pada krisna iliaka sinistra dan dekstra.
c. Distansia oblikua eksterna (ukuran miring luar), jarak antara spina iliaka
posterior sinistra dan spina iliaka anterior superior dekstra dan dari spina
iliaka posterior dekstra dan spina iliaka anterior superior sinistra.
d. Distansia intertrokanterika, jarak antara kedua trokanter mayor.
e. Konjugata eksterna (Boudeloque) ± 18 cm, jarak antara bagian atas
simfisis ke profesus spinosus lumbal 5.
f. Distansia tubernum (± 10,5 cm), jarak antara tuber iskii kanan dan kiri.
23
2. Pelvimetri Dalam
Memasukkan dua jari (telunjuk dan jari tengah) ke jalan lahir hingga menyentuh
bagian tulang belakang / promotorium. Hitung jarak dari tulang kemaluan
hingga promotorium untuk mengetahui ukuran pintu atas panggul dan pintu
tengah panggul. Pemeriksaan ini mendapatkan konjugata diagonal (Aflah Nur,
2010).
3. Pelvimetri roentgenologik, untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang
bentuk panggul dan ditemukan angka-angka mengenai ukuran-ukuran dalam
ketiga bidang panggul.
E. Macam-Macam Anestesi
Anestesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan kesadaran disertai
hilangnya rasa sakit yang sifatnya sementara. Anestesi pada setiap keadaan
membawa problema-problema tersendiri sesuai dengan kondisi penderita, sebab
obat-obat anestesi bersifat depresi pada organ-organ vital.
1. Aspek farmakologik anestesi yaitu :
a. Narkotik dan analgesik;
b. Sedatif, hipnotik, dan neuroleptik;
c. Relaksasi otot-otot;
d. Vasokonstriktor dan vasopresor; dan
e. Oksitosik.
2. Teknik anestesi
a. Anestesi Umum adalah menghilangkan rasa nyeri secara sentral yang
disertai dengan hilangnya kesadaran.
24
1) Fisiologi terjadinya anestesi
Obat anestetika masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi kemudian
menyebar ke jaringan, yang pertama terpengaruh adalah jaringan yang
kaya akan pembuluh darah yaitu otak sehingga kesadaran menurun atau
hilang, disertai hilangnya rasa nyeri dan lain-lain.
2) Cara pemberian obat :
a) Melalui rectum : Tiopental 10%, kloralhidrat
b) Intramuskular : ketamin HCl, diazepam
c) Intra vena : Tiopental 5%, 2,5% diazepam, ketamin
d) Perinhalasi : N2O, halotan, sevofluran
3) Kontra indikasi :
a) Kontra indikasi mutlak payah jantung.
b) Kontra indikasi relatif, tergantung kepada efek farmakologis dari
obat yang dipakai yaitu :
(1) Kelainan jantung : hindarkan pemakaian obat yang mendepresi
miokard, misalnya eter, tiopental dan halotan.
(2) Kelainan hepar : hindarkan obat yang dimetabolisme di hepar
(3) Kelainan ginjal : hindarkan obat yang diekresi di ginjal, misal
petidin atau gallarmin, morfin.
(4) Kelainan paru : hindarkan obat-obat yang menyebabkan
hipersekresi saluran pernafasan yang mengakibatkan pengentalan
sekresi dalam paru misal : eter.
(5) Kelainan endokrin : pada diabetes melitus hindarkan pemakaian
obat yang merangsang simpatis karena menyebabkan peninggian
gula darah misal eter. (Latief, 2009).
25
b. Anestesi regional dan lokal adalah untuk menghilangkan impuls rasa nyeri
dari bagian tubuh tertentu dengan cara memblokir hantaran syaraf sensorik
untuk sementara. Fungsi motorik dapat terkena atau tidak sama sekali, dan
penderita tidak kehilangan kesadarannya. Yang termasuk anastesi regional
adalah :
a) Topikal : obat anestesi diberikan pada akhir serabut saraf di
mukosa dengan cara menyemprot atau mengoles.
b) Infiltrasi : obat anestesi regional dengan cara infiltrasi langsung
pada garis insisi atau luka.
c) Field block : obat anestesi regional dengan cara membentuk
dinding anestesi sekitar daerah operasi.
d) Blok syaraf : obat anestesi regional dengan cara suntikan langsung
ke saraf atau sekitar saraf yang mempersarafi bagian
badan tertentu. Misal anestesi spinal, epidural atau
peridural.
Cara kerja obat anestesi regional adalah bergabung dengan
protoplasma sel saraf dan menghasilkan anestesi dengan cara mencegah
depolarisasi yang ditimbulkan oleh impuls transmisi. Syaraf-syaraf motorik,
karena penampang yang lebih kecil dan selubung mielin saraf sensorik yang
lebih tipis.
1) Kontra indikasi menurut Mochtar, Rustam, 1998
a) Kelainan daerah punggung : spondilitis, infeksi kulit.
b) Kelainan kardiovaskuler : arrythmia, hypertensi, anemia berat
(Mochtar Rustam, 2002).
26
F. Fase Penyembuhan Luka
1. Fase Inflamasi
Respons vascular dan selular terjadi ketika jaringan terpotong atau
mengalami cedera. Vasokonstriksi pembuluh terjadi dan bekuan
fibrinoplatelet. Ketika mikrosirkulasi mengalami kerusakan, elemen
darah seperti antibodi, plasma protein, elektrolit, komplemen, dan air
menembus edema, teraba hangat, kemerahan dan nyeri. Netrofil adalah
leukosit pertama yang bergerak ke dalam jaringan yang rusak. Antigen-
antibodi juga timbul. Sel-sel basal pada pinggir luka mengalami mitosis
dan menghasilkan sel baru
2. Fase Proliferatif
Fibrosis memperbanyak diri dan membentuk jaring-jaring untuk sel-sel
yang bermigrasi. Sel-sel epitel membentuk kuncup pada pinggiran luka;
kuncup ini berkembang menjadi kapiler, yang merupakan sumber
nutrisi bagi jaringan granulasi yang baru.
3. Fase Maturasi
Sekitar 3 minggu setelah cedera, fibroplas mulai meninggalkan luka.
Jaringan parut tampak besar, sampai fibril kolagen menyusun ke dalam
posisi yang lebih padat. Hal ini, sejalan dengan dehidrasi, mengurangi
jaringan parut tetapi meningkatkan kekuatannya. Maturasi jaringan
seperti ini terus berlanjut dan mencapai kekuatan maksimum dalam 10
atau 12 minggu, tetapi tidak pernah mencapai kekuatan asalnya dari
jaringan sebelum luka.
27
Fase penyembuhan luka menurut Sjamsuhidajat R, 1997
Fase Proses Gejala dan tanda
I Inflamasi Reaksi radang Dolor, rubor, kalor, tumor
II Proliferasi Regenerasi /
fibroplasias
Jaringan granulasi / kalus
tulang penutupan: epitel /
endotel / mesotel
III Penyudahan Pematangan dan
perupaan kembali
Jaringan parut / fibrosis
G. Adaptasi Post Partum
Perubahan fisiologis pada post partum menurut Fahrer Helen (2001)
meliputi :
1. Involusio, yaitu suatu proses fisiologis pulihnya kembali alat kandungan ke
keadaan sebelum hamil, terjadi karena masing-masing sel menjadi lebih kecil
karena sitoplasmanya yang berlebihan dibuang.
a. Involusio Uterus
Terjadi setelah plasenta lahir, uterus akan mengeras karena
kontraksi dan reaksi pada otot-ototnya, dapat diamati dengan
pemeriksaan TFU yaitu setelah plasenta lahir hingga 12 jam
pertama TFU 1 - 2 jari dibawah pusat. Pada hari ke-6 TFU
normalnya berada di pertengahan simfisis pubis dan pusat. Pada
hari ke- 9atau 12 TFU sudah tidak teraba.
28
b. Involusio tempat melekatnya plasenta
Setelah plasenta dilahirkan, tempat melekatnya plasenta menjadi
tidak beraturan dan ditutupi oleh vaskuler yang kontraksi serta
trombosis pada endometrium terjadi pembentukan scar sebagai
proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka pada
endometrium ini memungkinkan untuk implantasi dan
pembentukan plasenta pada kehamilan yang akan datang.
2. Lochea, yaitu kotoran yang keluar dari liang senggama dan terdiri dari
jaringan-jaringan mati dan lendir berasal dari rahim dan liang senggama.
Lochea terbagi menjadi 4 jenis, yaitu :
a. Lochea rubra, berwarna merah yang terdiri dari lendir dan darah,
terdapat pada hari kesatu dan kedua.
b. Lochea sanguinolenta, berwarna coklat yang terdiri dari cairan
bercampur darah dan pada hari ke 3 - 6 post partum.
c. Lochea serosa, berwarna merah muda agak kekuningan yang
mengandung serum, selaput lendir, leukosit dan jaringan yang telah mati,
pada hari ke 7 - 10.
d. Lochea alba, berwarna putih / jernih yang berisi leukosit, sel epitel,
mukosa serviks dan bakteri atau kuman yang telah mati, terdapat pada
hari ke-1 hingga 2 minggu setelah melahirkan.
3. Adaptasi Fisik
a. Tanda-tanda vital
Suhu meningkat karena perubahan hormonal tetapi bila suhu diatas 38C
dan selama 2 hari dalam 10 hari pertama post partum perlu dipikirkan
kemungkinan adanya infeksi saluran kemih, endometritis dan
29
sebagainya. Pembengkakan buah dada pada hari ke 2 atau 3 setelah
melahirkan dapat menyebabkan kenaikan suhu, walaupun tidak selalu.
b. Adaptasi cardiovaskuler
1) Tekanan darah stabil, penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg
dapat terjadi pada saat ibu berubah posisi berbaring - duduk.
Keadaan sementara ini sebagai kompensasi cardiovaskuler terhadap
penurunan dalam rongga panggul dan perdarahan.
2) Denyut nadi berkisar antara 60 - 70 /menit, berkeringat dan
menggigil mengeluarkan cairan yang berlebihan sering terjadi
terutama pada malam hari.
c. Adaptasi sistem gastro intestinal
Diperlukan waktu 3 - 4 hari sebelum faal usus kembali normal meskipun
kadar progesteron menurun setelah melahirkan namun asupan makanan
juga mengalami penurunan selama 1 - 2 hari.
d. Adaptasi traktus urinarius
Selama proses persalinan kandung kemih mengalami trauma yang dapat
mengakibatkan oedem dan menghilangkan sensifitas terhadap tekanan
cairan. Perubahan ini dapat menyebabkan tekanan yang berlebihan dan
pengosongan yang tidak sempurna, biasanya ibu mengalami
ketidakmampuan untuk buang air kecil selama 2 hari pertama setelah
melahirkan.
e. Adaptasi sistem endokrin
Perubahan buah dada, umumnya produksi air susu baru berlangsung pada
hari ke 2 - 3 post partum, buah dada nampak membesar, keras dan nyeri.
30
f. Adaptasi sistem muskuloskeletal
Otot dinding abdomen teregang secara bertahap selama kehamilan,
mengakibatkan hilangnya kekenyalan otot. Keadaan ini terlihat jelas
setelah melahirkan dinding perut tampak lembek dan kendor.
g. Perineum
Setelah melahirkan perinuem menjadi kendur karena sebelumnya
teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju, pada post partum
hari ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya
sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum melahirkan
(nuliparia).
h. Laktasi
Setelah partus, pengaruh penekanan dari estrogen dan progesteron
terhadap hipofisis hilang timbul. Pengaruh hormon-hormon hipofisis
kembali antara lain lactogenic hormon (prolaktin) yang akan
menghasilkan mammae yang telah dipersiapkan pada masa hamil,
terpengaruhi akibat kelenjar-kelenjar susu berkontraksi sehingga
mengeluarkan air susu. Umumnya produksi air susu baru berlangsung
betul pada hari ke-2 - 3 post partum.
4. Periode Post Partum
Berdasarkan waktu periode post partum dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Immidiate post partum, dihitung 24 jam pertama setelah plasenta lahir,
ditandai dengan ibu hanya memperhatikan diri sendiri tidak peduli
lingkungan dan ingin dirawat.
31
b. Early post partum, pada hari ke 2-7 setelah melahirkan mulai dengan
perawatan bayi, memandikan dan perawatan tali pusat
c. Late Post Partum, pada minggu ke 2-6 setelah melahirkan, ditandai
dengan ibu telah melaksanakan peran barunya dan mulai memperhatikan
tubuhnya.
5. Proses menjadi orang tua
Steele dan Pollack (1968) menyatakan bahwa menjadi orang tua
merupakan suatu proses yang terdiri dari dua komponen. Komponen pertama
bersifat praktis atau mekanis yang melibatkan ketrampilan kognitif dan
motorik, dan komponen kedua bersifat emosional yang melibatkan
ketrampilan afektif dan kognitif. Kedua komponen tersebut penting untuk
perkembangan dan keberadaan bayi.
a. Ketrampilan Kognitif-Motorik
Komponen ini melibatkan orang tua dalam aktivitas perawatan
anak, seperti memberikan makan, menggendong, menenakan pakaiaan,
dan membersihkan bayi, menjaganya dari bahaya, dan memungkinkan
untuk bergerak (Steele, Pollack,1968).
Kemampuan orang tua dalam hal ini dipengaruhi oleh pengalaman
pribadinya dan budayanya. Banyak orang tua harus belajar untuk
melakukan tugas ini dan proses belajar mungkin sukar bagi mereka.
Akan tetapi, hampir semua orang tua yang memiliki keinginan untuk
belajar dan dibantu dukungan orang lain menjadi terbiasa dengan
aktivitas merawat anak.
32
b. Ketrampilan Kognitif-Afektif
Komponen psikologis dalam menjadi orang tua, sifatnya keibuan
atau kebapakan tampaknya berakar dari pengalaman orang tua di masa
kecil saat mengalami dan menerima kasih sayang dari ibunya. Dalam
hal ini orang tua bisa dikatakan mewarisi kemampuan untuk menunjuk
perhatian dan kelembutan serta menyalurkan kemampuan ini ke
generasi berikutnya dengan meniru hubungan orangtua-anak yang
pernah dialaminya.
Ketrampilan ini meliputi sikap yang lembut, waspada, dan
memberikan perhatian terhadap kebutuhan dan keinginan anak.
Komponen menjadi orang tua ini memiliki efek yang mendasar pada
cara perawatan anak yang dilakukan dengan praktis dan pada respon
emosionl anak terhadap asuhan yang diterimanya. Suatu hubungan
orangtua-anak yang positif adalah saling memberi satu sama lain yang
dapat mendasari dalam memberikan bantuan mempunyai arti bahwa
orang tersebut berharga untuk menerima bantuan.
Konsep Erikson (1959-1964) mengatakan tentang dasar
kepercayaan perkembangan rasa percaya ini akan menentukan respon
bayi seumur hidupnya. Orang-orang yang mengalami hubungan orang
tua-anak yang positif cenderung lebih mudah bersosialisasi dan terbuka
serta mampu meminta bantuan dan menerima bantuan dari orang lain.
Sebaliknya, mereka yang kurang rasa percaya cenderung
mengasingkan diri dan menyendiri. Mereka memiliki kemungkinan
yang lebih besar untuk mengalami krisis karena ketidakmampuanya
33
menggunakan dukungan orang lain ketika menghadapi masalah (Bobak,
Lowdermilk, Jensen, 2004).
6. Adaptasi Psikososial
a. Fase “taking in” (Fase Dependen)
Selama 1 - 2 hari pertama, dependensi sangat dominan pada ibu
dan ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri. Beberapa hari setelah
melahirkan akan menangguhkan keterlibatannya dalam tanggung jawab
sebagai seorang ibu dan ia lebih mempercayakan kepada orang lain dan
ibu akan lebih meningkatkan kebutuhan akan nutrisi dan istirahat.
Menunjukkan kegembiraan yang sangat, misalnya menceritakan tentang
pengalaman kehamilan, melahirkan dan rasa ketidaknyamanan.
b. Fase “taking hold” (Fase Independen)
1) Ibu sudah malu menunjukkan perluasan fokus perhatiannya yaitu
dengan memperlihatkan bayinya.
2) Ibu mulai tertarik melakukan pemeliharaan pada bayinya.
3) Ibu mulai terbuka untuk menerima pendidikan kesehatan bagi dirinya
dan bayinya.
c. Fase “letting go” (Fase Interdependen), merupakan suatu kemajuan
menuju peran baru, ketidaktergantungan dalam merawat diri dan bayinya
lebih meningkat. Dan mampu mengenal bahwa bayi terpisah dari dirinya
(Farrer, 2001).
34
H. Penatalaksaan
Prognosis persalinan dengan panggul sempit tergantung berbagai faktor,
antara lain : bentuk panggul, ukuran panggul, pergerakan sendi-sendi panggu;,
besarnya kepala janin, persentasi dan posisi kepala, serta his. Secara pasti, sebelum
persalinan berlangsung hanya dapat ukuran-ukuran panggul. Oleh karena itu, jika
CV < 8 ½ cm dilakukan sectio caesarea primer sedangkan CV > 8 ½-10 cm dapat
dilakukan persalinan percobaan.
Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak
dilakukan pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak lainnya.
Ada 2 macam persalinan percobaan, yaitu :
1. Trial of labor, dimulai pada permulaan persalinan dengan pervaginam secara
spontan atau dibantu dengan ekstraksi (forceps atau vakum) dan anak serta ibu
dalam keadaan baik (dikatakan berhasil).
2. Test of labor, dimulai pada saat pembukaan lengkap dan berakhir 1 jam
sesudahnya. Setelah 1 jam kepala turun sampai H III, test of labor berhasil.
Persalinan percobaan dihentikan jika pembukaan tidak atau kurang sekali
kemajuan, keadaan ibu atau anak menjadi kurang baik, ada lingkaran retraksi yang
patologis, dan forceps/vakum ekstraksi gagal. Dalam keadaan-keadaan tersebut,
dilakukan sectio caesarea (Dinan S. Bratakoesoema, 2005).
Penatalaksanaan post operasi sectio caesarea, antara lain :
1. Periksa dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30
menit pada 4 jam kemudian.
2. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat.
3. Pemberian tranfusi darah, bila terjadi perdarahan post partum.
35
4. Pemberian antibiotika.
Walaupun pemberian antibiotika sesudah sesar efektif dapat dipersoalkan,
namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
5. Mobilisasi.
Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat tidur
dengan dibantu paling sedikit 2 kali.
Pada hari kedua penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan
bantuan.
6. Pemulangan
Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari kelima
setelah operasi (Mochtar Rustam, 2002).
I. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada post sectio caesarea, antara lain :
1. Infeksi puerperal (nifas). Tahapan ringan suhu meningkat beberapa hari; tahapan
sedang suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit
kembung; sedangkan pada tahapan berat terjadi peritonealis, sepsis, dan usus
paralitik.
2. Perdarahan karena banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka serta
perdarahan pada plasenta bed.
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
peritonealisasi terlalu tinggi.
4. Kemungkinan ruptur uteri pada kehamilan berikutnya (Bobak, 2002).
36
J. Pengkajian Fokus
1. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah keluarga yang menderita hipertermia malignan atau reaksi anastesi?
2. Riwayat penyakit hepatik, alergi terhadap obat, makanan, plester, dan larutan.
3. Pengkajian Kata Dasar
a. Sirkulasi
Riwayat masalah jantung, edema pulmonal, penyakit vaskuler perifer atau
stasis vaskuler (peningkatan pembentukan trombus).
b. Integritas ego
Perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya faktor stres multipel.
Dengan tanda tidak dapat beristirahat dan peningkatan tegangan.
c. Makanan/cairan
Malnutrisi, membran mukosa yang kering, pembatasan puasa praoperasi.
d. Pernafasan
Adanya kondisi kronik/batuk, merokok.
e. Keamanan
Riwayat transfusi darah dan tanda munculnya proses infeksi.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah lengkap, golongan darah, dan pencocokan silang, tes
Coombs.
b. USG : melokalisasi plasenta, menentukan pertumbuhan, kedudukan, dan
presentasi janin.
c. Urinalisis : menentukan kadar albumin/glukosa.
37
d. Kultur : mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tipe II.
e. Pelvimetri : menentukan CPD.
f. Amniosentesis : mengkaji maturitas paru janin.
g. Tes stres kontraksi atau tes nonstres : mengkaji respon janin terhadap
gerakan/stres dari pola kontraksi uterus atau pola abnormal.
h. Pemantauan elektronik kontinue : memastikan status janin atau aktivitas
uterus (Doengoes, 2001).
40
K. Pathways Keperawatan Hamil
Sumber : Bobak, 2004
Judith, 2007
Doengoes, 2001
Sarwono Prawirohardjo, 1999
Panggul sempit
Section caesarea
Perubahan fisiologisAdaptasi psikologis
Taking in Taking holdLetting go
Efek anastesi Sistem endokrinLuka operasi Sistem reproduksi
Dependent, perlu
pelayanan dan
perlindungan
Belajar
mengalami
perubahan
Mampu
menyesuaikan
dengan keluarga
Penurunan kerja
medulla oblongataJaringan
terputus
Penurunan
progesteron
dan
Uterus
Jaringan
terbuka
Penurunan
kerja saraf
pernafasan
Penurunan
reflek batuk
Bersihan jalan
nafas tidak efektif
Proteksi
tubuh
Pintu
masuk
kuman
Nyeri
Imobilisasi
Kontraksi
Peningkatan
produksi ASI
Peningkatan
prolaktin dan
oksitosin
Lemah Kuat
Pelepasa
nlochea
Perdarahan
Ovarium
Peningkatan
FSH dan LH
Resiko syok
hipovolemik
Resti
infeksi
Lochea
statis
Menstruasi
Isapan
bayi
Perawata
n
payudara
Perawatan
payudara
tidak adekuat
Hambatan
mobilitas
Inefektif
laktasi
Efektif
laktasi
Kurang
informasi
Adanya
kelemahan fisik
(lemah, pusing)
Kurang
pengetahua
Perubahan
peran
Defisit
perawatan diri
Ansietas
Hambatan
mobilitas fisik
41
L. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi
(Doenges, 2002).
2. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan,
efek anestesi, efek hormonal, distensi kandung kemih (Doenges, 2001).
3. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam
pembedaran (Doenges, 2001).
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas dan
nyeri (Judith, 2007).
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik (Doenges,
2002).
6. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh
terhadap bakteri sekunder pembedahan (Doenges, 2001).
7. Ansietas berhubungan dengan perubahan peran atau transmisi
interpersonal (Doenges, 2001).
8. Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan perpisahan dengan bayi.
(Carpenito, 2006).
9. Kurang pengetahuan berhubungan dengan mengenai perubahan fisiologis,
periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan diri
(Doenges, 2001).
42
M. Fokus Intervensi dan Rasional
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi.
Hasil yang diharapkan : mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan kriteria
hasil tidak mengalami penumpukan sekret, bunyi
nafas bersih, dan dapat melakukan batuk efektif.
Intervensi
a. Kaji faktor–faktor penyebab (sekret, penurunan kesadaran, reflek batuk).
Rasional : penumpukan sekret, penurunan kesadaran dan reflek batuk
menurun dapat menghalangi jalan nafas.
b. Pertahankan klien pada posisi miring, maka sekret dapat mengalir ke
bawah.
Rasional : dengan memberikan posisi miring, maka sekret dapat mengalir
ke bawah.
c. Kaji posisi lidah, yakinkan tidak jatuh ke belakang dan menghalangi nafas.
Rasional : posisi lidah yang jatuh ke belakang dapat menghalangi jalan
nafas.
d. Tinggikan kepala tempat tidur.
Rasional : pengembangan paru lebih maksimal.
e. Ajarkan batuk efektif.
Rasional : untuk pengeluaran sekret dan jalan nafas.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan insisi,
peningkatan/kontraksi otot yang lebih lama.
43
Hasil yang diharapkan : dapat mengontrol rasa nyerinya dengan kriteria hasil
mampu mengidentifikasikan cara mengurangi nyeri,
mengungkapkan keinginan untuk mengontrol
nyerinya, dan mampu untuk tidur/istirahat dengan
tepat.
Intervensi
a. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas, dan lamanya.
Rasional : memberikan informasi untuk membantu memudahkan tindakan
keperawatan.
b. Ajarkan dan catat tipe nyeri serta tindakan untuk mengatasi nyeri.
Rasional : meningkatkan persepsi klien terhadap nyeri yang di dalamnya.
c. Ajarkan teknik relaksasi.
Rasional : meningkatkan kenyamanan klien.
d. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.
Rasional : tirah baring diperlukan pada awal selama fase reteksi akut.
e. Anjurkan menggunakan kompres hangat.
Rasional : membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan
klien.
f. Berikan obat sesuai indikasi
Rasional : mengurangi nyeri.
g. Masukan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase.
Rasional : pengaliran kandung kemih menurunkan tegangan.
44
3. Defisit volume cairan berhubungan dengan pengeluaran integritas pembuluh
darah, perubahan dalam kemampuan pembekuan darah.
Hasil yang diterapkan : adanya tanda-tanda vital yang stabil, palpasi denyut
nadi dengan kualitas baik, turgor kulit normal,
membran mukosa lembab, dan pengeluaran urine
yang sesuai.
Intervensi
a. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran. Tinjau ulang catatan
intraoperasi.
Rasional : membantu mengidentifikasi pengeluaran cairan atau kebutuhan
penggantian.
b. Kaji pengeluaran urinarius.
Rasional :mengindikasikan malfungsi atau obstruksi sistem urinarius.
c. Awasi TD, nadi, dan tekanan hemodinamik.
Rasional : hipoteksi, takikardia penurunan tekanan hemodinamik
menunjukan kekurangan cairan.
d. Catat munculnya mual/muntah.
Rasional : mual yang terjadi 12–24 jam pascaoperasi dihubungkan dengan
anestesi; mual lebih dari tiga hari pascaoperasi dihubungkan
dengan narkotik untuk mengontrol rasa sakit atau terapi obat-
obatan lainnya.
e. Periksa pembalut atau drain pada interval reguler. Kaji luka untuk
terjadinya pembengkakan.
45
Rasional : pendarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada
hipovolemia/hemoragi. Pembengkakan lokal mengindikasikan
formasi hematoma/pendarahan.
f. Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.
Rasional : kulit dingin/lembab, denyut lemah mengindikasikan penurunan
sirkulasi perifer.
g. Pasang kateter urinarius sesuai kebutuhan.
Rasional : memberikan mekanisme untuk memantau pengeluaran urinarius
yang adekuat.
h. Berikan cairan parental, produksi darah dan/ atau plasma ekspander sesuai
petunjuk.
Rasional : gantikan kehilangan cairan. Catat waktu penggunaan volume
sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi.
i. Awasi pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.
1) Hb/Ht
Rasional : menurun karena anemia atau kehilangan darah aktual.
2) Elektrolit serum dan pH.
Rasional : ketidakseimbangan dapat memerlukan perubahan dalam
cairan atau tambahan pengganti untuk mencapai
keseimbangan.
j. Berikan darah atau kemasan SDM bila diperlukan sesuai indikasi.
Rasional : kehilangan pendarahan, penurunan produksi SDM dapat
mengakibatkan anemia berat atau progresif.
46
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas dan nyeri.
Hasil yang diharapkan : mempertahankan posisi fungsi dibuktikan tidak adanya
kontraktur, meningkatkan kekuatan bagian tubuh
yang sakit / kompensasi, dan mendemonstrasikan
teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan
kembali aktivitas.
Intervensi
a. Kaji fungsi motorik dengan menginstruksikan pasien untuk melakukan
gerakan.
Rasional : mengevaluasi keadaan khusus.pada beberapa lokasi trauma
mempengaruhi tipe dan pemilihan intervensi.
b. Catat tipe anestesi yang diberikan pada saat intra partus pada waktu klien
sadar.
Rasional : pengaruh anestesi dapat mempengaruhi aktifitas klien.
c. Berikan suatu alat agar pasien mampu untuk meminta pertolongan, seperti
bel atau lampu pemanggil.
Rasional : Membuat pasien memiliki rasa aman, dapat mengatur diri dan
mengurangi ketakutan karena ditinggal sendiri.
d. Bantu / lakukan latihan ROM pada semua ekstremitas dan sendi, pakailah
gerakan perlahan dan lembut.
Rasional : meningkatkan sirkulasi, meningkatkan mobilisasi sendi dan
mencegah kontraktur dan atrofi otot.
47
e. Anjurkan klien istirahat.
Rasional : mencegah kelelahan.
f. Tingkatkan aktifitas secara bertahap.
Rasional : aktifitas sedikit demi sedikit dapat dilakukan oleh klien sesuai
yang diinginkan, memberikan rasa tenang dan aman pada klien
emosional.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
Hasil yang diharapkan :mampu mendemonstrasikan teknik-teknik untuk
memenuhi kebutuhan perawatan diri, dan
mengidentifikasi / menggunakan sumber-sumber
yang tersedia.
Intervensi :
a. Pastikan berat / durasi ketidaknyamanan.
Rasional : nyeri dapat mempengaruhi respons emosi dan perilaku,
sehingga klien mungkin tidak mampu berfokus pada perawatan
diri sampai kebutuhan fisik.
b. Tentukan tipe-tipe anastesi.
Rasional : Klien yang telah menjalani anestesia spinal dapat diarahkan
untuk berbaring datar.
c. Ubah posisi klien setiap 1-2 jam.
Rasional : membantu mencegah komplikasi bedah seperti flebitis.
d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan (perawatan mulut, mandi, gosokan
punggung dan perawatan perineal).
48
Rasional :memperbaiki harga diri, meningkatkan perasaan kesejahteraan.
e. Berikan pilihan bila mungkin (jadwal mandi, jarak selama ambulasi).
Rasional :mengizinkan beberapa otonomi meskipun tergantung pada
bantuan profesional.
f. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi.
Rasional :menurunkan ketidaknyamanan, yang dapat mempengaruhi
kemampuan untuk melaksanakan perawatan diri.
6. Resti infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kerusakan kulit, pemajanan
pada patogen.
Hasil yang diharapkan : tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor,
tumor dan fungsio laesa), tanda-tanda vital normal
terutama suhu (36-370C), dan pencapaian tepat
waktu dalam pemulihan luka tanpa komplikasi.
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : suhu yang meningkat, dapat menunjukkan terjadinya infeksi
(color).
b. Kaji luka pada abdomen dan balutan.
Rasional :mengidentifikasi apakah ada tanda-tanda infeksi adanya pus.
c. Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan klien, rawat luka dengan
teknik aseptik.
Rasional :mencegah kontaminasi silang/penyebaran organisme infeksius.
49
d. Dapatkan kultur darah, vagina, dan plasenta sesuai indikasi.
Rasional : mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan tingkat
keterlibatan.
e. Catat hemoglobin dan hematokrit. Catat perkiraan kehilangan darah selama
prosedur pembedahan.
Rasional : risiko infeksi pasca melahirkan dan penyembuhan buruk
meningkat bila kadar hemoglobin rendah dan kehilangan darah
berlebihan.
f. Berikan antibiotik pada praoperasi.
Rasional : mencegah terjadinya proses infeksi.
7. Ansietas berhubungan dengan perubahan peran atau transmisi interpersonal.
Hasil yang diharapkan : mampu mengungkapkan perasaan takut, tampak rileks,
dan menggunakan sumber / sistem pendukung
dengan efektif.
Intervensi
a. Kaji respon psikologis pada kejadian dan ketersediaan sistem pendukung.
Rasional : semakin klien merasakan ancaman, semakin besar tingkat
ansietas.
b. Tetap bersama klien dan tenang. Bicara perlahan. Tunjukkan empati.
Rasional :membantu membatasi transimisi ansietas interpersonal, dan
mendemonstrasikan perhatian terhadap klien/pasangan.
50
c. Beri penguatan aspek positif dari ibu dan kondisi janin.
Rasional : memfokuskan pada kemungkinan keberhasilan hasil akhir dan
membantu membawa ancaman yang dirasakan / aktual ke
dalam perspektif.
d. Anjurkan klien / pasangan mengungkapkan dan/atau mengekspresikan
perasaan (menangis).
Rasional : membantu mengidentifikasi perasaan/masalah negative dan
memberikan kesempatan untuk mengatasi perasaan ambivalen
atau teratasi/berduka.
e. Dukung / arahkan kembali mekanisme koping yang diekspresikan.
Rasional :mendukung mekanisme koping dasar meningkatkan
kepercayaan diri dan penerimaan serta menurunkan ansietas.
f. Berikan masa privasi. Kurangi rangsang lingkungan, seperti jumlah orang
yang ada, sesuai keinginan klien.
Rasional : untuk menginternalisasi informasi, menyusun sumber-sumber,
dan mengatasi dengan efektif.
8. Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan perpisahan dengan bayi.
Hasil yang diharapkan : dapat mengidentifikasi aktivitas yang menentukan
atau meningkatkan menyusui yang berhasil.
Intervensi
a. Kaji isapan bayi, jika ada lecet pada putting.
Rasional : menentukan kermampuan untuk memberikan perawatan yang
tepat.
51
b. Anjurkan klien breast care dan menyusui yang efektif.
Rasional : mempelancar laktasi.
c. Anjurkan klien memberikan asi esklusif.
Rasional : ASI dapat memenuhu kebutuhan nutrisi bagi bayi sehingga
pertumbuhan optimal.
d. Berikan informasi untuk rawat gabung.
Rasional : menjaga meminimalkan tidak efektifnya laktasi.
e. Anjurkan bagaimana cara memeras, menyimpan, dan mengirim atau
memberikan ASI dengan aman.
Rasional : menjaga agar ASI tetap bisa digunakan dan tetap higienis bagi
bayi.
9. Kurang pengetahuan berhubungan dengan mengenai perubahan fisiologis,
periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan diri.
Hasil yang diharapkan : mampu mengungkapkan pemahaman tentang
perubahan fisiologis, kebutuhan-kebutuhan
individu, hasil yang diharapkan.
Intervensi :
a. Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar.
Rasional : penyuluhan diberikan untuk membantu mengembangkan
pertumbuhan ibu, maturasi dan kompetensi.
b. Kaji keadaan fisik klien.
Rasional : ketidaknyamanan dapat mempengaruhi konsentrasi dalam
menerima penyuluhan.
52
c. Berikan informasi tentang perubahan fisiologis dan psikologis yang
normal.
Rasional : membantu klien mengenali perubahan normal.
d. Diskusikan program latihan yang tepat, sesuai ketentuan.
Rasional : program latihan dapat membantu tonus otot-otot,
meningkatkan sirkulasi, menghasilkan gambaran
keseimbangan tubuh dan meningkatkan perasaan sejahtera.
e. Demonstrasikan teknik-teknik perawatan diri.
Rasional : Membantu orang tua dalam penguasaan tugas-tugas baru.
53
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. BIODATA
Pada bab ini penulis melakukan pengkajian pada tanggal 27 april 2011
1. Identitas psien
Nama : Ny A
Umur : 18 th
Jenis : Perempuan
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Status perkawinan : Kawin
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Swasta
Alamat : dempet demak
Tanggal Masuk : 26 april 2011
No. Register : 10-16-80
Diagnosa medis : Post sectio caesaria hari ke 1
Penanggung jawab
Nama : Tn M
Umur : 56 th
Jenis kelamin : Laki - Laki
Pendidikan : SMP
54
Pekerjaan : Swasta
Hubungan dengan pasien : Ayah
B. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian dilakukan pada tanggal 27 april 2011 dan didapatkan
hasil pengkajian Ny. A dirawat di RSUD Sunan Kalijaga Demak dengan
rujukan bidan atas indikasi panggul sempit, maka di rumah sakit
dilakukan operasi sectio caesarea. Saat dirawat di rumah sakit klien
sudah mengalami pecahnya ketuban (KPD) dan his yang tidak teratur dan
kuat.
2. Riwayat kesehatan lalu
Awal menstruasi umur 12 tahun dengan lama menstruasi 7-10 hari.
Setiap bulan rutin menstruasi sesuai jadwal. Selama kehamilan klien
minum obat-obatan dari bidan untuk mencegah anemia dan menguatkan
rahim. Klien mengaku tidak pernah mengalami hipertensi baik saat
kehamilan maupun sebelum kehamilan, klien juga mengaku tidak
mengalami DM pada saat kehamilan maupun sebelum kehamilan.
3. Riwayat kesehatan kluarga
Klien mengatakan dikeluarganya tidak ada yang mengalami
persalinan secara sectio caesaria seperti dirinya. Klien juga mengatakan
tidak ada keluarganya yang mengalami panggul sempit seperti klien
maupun riwayat penyakit DM, hipertensi, dan Hepatitis B.
C. Pola Fungsional Gordon
55
1. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Klien memahami bahwa dirinya dioperasi dan harus lebih hati-hati.
Saat hamil klien selalu kontrol rutin di bidan terdekat. Selama masa
kehamilan klien mengatakan mengkonsumsi obat-obatan dari bidan
berupa obat penambah darah dan obat penguat kandungan.
2. Pola Nutrisi dan Metabolik
Saat dilakukan pengkajian klien sudah mulai makan sedikit-sedikit,
dengan makanan bubur halus.
3. Pola Eliminasi
Saat dilakukan pengkajian klien sudah bisa flatus, dan klien
menggunakan kateter dengan ukuran 14, warna urin klien yaitu kuning
jernih.
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Pada saat dilakukan pengkajian pasien masih takut untuk ber gerak,
pasien juga mengaku masih lemas.
5. Pola Istirahat dan Tidur
Klien mengalami sulit tidur karena masih merasakan nyeri disekitar
luka jahitan.
6. Pola Persepsi Sensori dan Kognitif
Sebelum dan setelah operasi, klien tidak mengalami penurunan
kemampuan sensasi (penglihatan, pendengaran, penghidung,
pengecapan, dan perabaan). Klien tidak menggunakan alat bantu
56
dengar maupun alat bantu penglihatan seperti kacamata. Saat sebelum
dan setelah operasi tidak ada masalah dengan kemampuan mengingat.
Karakteristik nyeri
P = dirasa meningkat saat bergerak
Q = nyeri terasa ditusuk-tusuk
R = nyeri terasa di abdomen
S = skala 6
T = nyeri timbul tidak teratur, lama 10-15 detik
7. Pola Hubungan dengan Orang Lain
Pada saat sebelum dan setelah menjalani operasi ini klien masih dapat
bergaul baik dengan lingkungan sekitar, klien berbicara dengan jelas
dan dapat menempatkan situasi yang ada.
8. Pola Reproduksi dan Seksual
Klien mengerti mengenai fungsi seksual maupun reproduksinya,
karena klien mengatahuinya dari orang tua dan sumber lainnya. Saat
hamil klien mengatakan ada gangguan pada hubungan seksual namun
itu tidak terlalu mengganggu.
9. Persepsi Diri dan Konsep Diri
Klien berharap bisa cepat sembuh. Perasaan klien saat ini adalah
merasa senang dan bahagia karena bertambahnya anggota baru di
dalam keluarga. Status dan posisi klien sebelum dirawat adalah sebagai
seorang istri, namun sekarang berubah menjadi seorang ibu. Klien
57
menerima apa yang terjadi pada dirinya dan tidak merasa rendah diri
dengan keadaannya sekarang.
10. Pola Mekanisme Koping
Dalam mengambil keputusan di keluarga Ny. A selalu
memusyawarahkan terlebih dahulu kepada suaminya dalam
menetapkan keputusan. Jika menghadapi masalah klien berusaha
memecahkan masalah tersebut dan memusyawarahkan dengan
keluarga. Upaya dalam menghadapi masalah sekarang ini, yaitu klien
mentaati anjuran dari tim kesehatan dan bantuan dari keluarga.
Menurut klien banyak yang telah dilakukan oleh perawat dalam
membantu terpenuhinya kebutuhan yang diperlukan selama dirumah
sakit.
11. Pola Nilai Kepercayaan/Keyakinan
Menurut pasien sumber kekuatan bagi dirinya adalah Allah SWT.
Tidak ada pertentangan dengan nilai/kebudayaan yang dianut terhadap
pengobatan yang dijalani saat ini.
D. PENGKAJIAN FISIK IBU
1. Keadaan umum :Tampak lemah
2. Kesadaran :Composmentis
3. TTV
4. TD :110/70 mmHg
5. Nadi :84x/menit
58
6. Suhu :37,2C
7. Respirasi :20x/menit
8. Kepala :Bentuk kepala mesochepal,tidak ada luka,warna
rambut hitam,tebal,dan bersih,tidak ada ketombe.
a. Mata :Konjungtiva tidak anemis,sklera tidak ikterik,tidak
terjadi penurunan kemampuan penglihatan
b. Hidung : Bersih,tidak ada polip,tidak ada penggunaan
oksigen
c. Telinga : Bersih,tidak ada serumen,pendengaran jelas
d. Mulut : Bersih,mukosa bibir kering,tidak sianosis
9. Leher dan tenggorok : ada nyeri menelan,tidak ada pembesaran
tiroid
10. Dada : Simetris
11. Payudara :Putting menonjol, areola menghitam, ASI keluar
hanya sedikit.
12. Paru-paru :
a. Inspeksi : Simetris,tidak menggunakan alat
bantu pernafasan
b. Palpasi :Vocal fremitus kanan dan kiri sama
c. Perkusi :Sonor seluruh lapang paru
d. Auskultasi :Vesikuler
13. Jantung
a. Inspeksi :Ictus cordis tidak tampak
59
b. Palpasi :Ictus cordis teraba pada ics 5
c. Perkusi :Pekak
d. Auskultasi :Tidak ada suara gallop
14. Abdomen
a. Inspeksi :Terdapat luka jahitan post sectio
caesaria ±12cm(luka tertutup)
b. Auskultasi :bising usus (+)14x per menit
c.Palpasi :Terdapat nyeri tekan pada daerah
bawah pusat,tinggi fundus uteri
adalah 28cm
d. Perkusi :Supel
15. Ekstremitas atas : Tidak ada edema,tangan kanan terpasang
infus RL 20tetes/ menit,tidak ada
kemerahan
16. Ekstremitas bawah :Tidak ada edema
17. Genitalia :Lochea rubra (±40cc),warna merah
segar,terpasang kateter
18. Kulit :Bersih,warna kuning langsat,turgor kulit
baik
E. PENGKAJIAN FISIK BAYI
1. Keadaan umum :Baik
2. Kesadaran :Composmentis
3. Jenis kelamin :Laki-laki
60
4. Berat badan :3400 gram
5. Panjang badan :43cm
6. Lingkar dada :32cm
7. Lingkar kepala :35cm
8. Lingkar perut :30cm
9. suhu :370 C
10. Kepala :bentuk molding,sutura kecil simetris,rambut
sedikit
11. Mata :Tidak juling,tidak ada perdarahan,tidak ikterik
12. Telinga :Simetris,terdapat lubang telinga
13. Hidung :Tidak ada pernafasan cuping hidung,simetris,tidak
ada polip dan sekret
14. Leher :tidak ada pembesaran tiroid
15. Dada :Pergerakan dada simetris
16. Abdomen :Tidak ada lesi,masih terdapat lanugo tipis dan
sedikit,utuh,hepar dapat diraba,ginjal dapat diraba
17. Genitalia : Laki-laki,terdapat sepasang testis,adanya lubang
penis dan anus
18. Ekstremitas :Tidak ada edema,akral dingin
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium,tanggal 27 april 2011 sebagai berikut :
Hemoglobin :12g/dL dengan nilai normal 11-16 g/dl
Leukosit :13500 dengan nilai normal 4000-11000 /mm3
61
Trombosit :265000 dengan nilai normal 150000-450000 /mm
Hematokrit :30,3 dengan nilai normal 34-40 %
2. Terapi tanggal 27 april 2011
Injeksi : Ceftriaxone 1x1g
Ranitidine 1x1 ampul(jika perlu)
Oral : Sulfas Ferosus 3x1 tab
Metergine 3x1 tab
G. ANALISA DATA
DATA MASALAH ETIOLOGI
Data Subjektif :
Klien mengatakan belum berani untuk
bergerak dan masih lemas
Data Objektif :
a. Kaki dan tangan masih sulit
digerakkan.
b. Keterbatasan rentang gerak.
c. Tremor
d. Melambatnya gerakan
e. Klien lemah
Intoleransi
aktivitas
Kelemahan fisik
Data Subjektif :
Klien mengatakan nyeri pada luka
sekitar jahitan
Data Objektif :
Karakteristik nyeri :
Gangguan rasa
nyaman (nyeri)
Kontraksi uterus
dan luka jahitan
62
P = dirasa meningkat saat bergerak
Q = nyeri terasa ditusuk-tusuk
R = nyeri terasa di abdomen
S = skala 6
T = nyeri timbul tidak teratur, lama 10-
15 detik
Data subjektif : --
Data Objektif :
a. Adanya luka insisi sepanjang 12 cm
- R: tidak adanya kemerahan
- E : tidak ada edema
- E : tidak ada kebiruan
- D: keluar lochea rubra ±40
cc, cairan berwarna merah
- A : jahitan berbentuk jelujur
b. Balutan bersih
c. Terpasang kateter dan infus
d. Hasil laboratorium
Hemoglobin = 12 g/dL
Leukosit = 13500
Trombosit = 265000
Hematokrit = 30,3
e. Tanda vital
Resti infeksi Prosedur invasif,
kerusakan kulit
63
S = 37,20C
N = 84x/menit
Data Subjektif : --
Data Objektif :
a. Puting menghitam.
b. Payudara membengkak.
c. Bayi dirawat di ruang khusus bayi.
Resiko inefektif
laktasi
Perpisahan
dengan bayi
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kontraksi otot dan
luka jahitan.
3. Resti infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, dan kerusakan kulit.
4. Resiko inefektif laktasi berhubungan dengan perpisahan dengan bayi.
I. INTERVENSI
NODIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN DAN
KRITERIA
HASIL
INTERVENSI RASIONAL
1 Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan kelemahan
fisik.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
3x24 jam,
hambatan
mobilitas fisik
tidak terjadi.
a. Kaji rentang
gerak.
b. Anjurkan klien
untuk istirahat.
Untuk
mengetahui
perubahan
yang terjadi
pada klien.
.
Istirahat dapat
mempercepat
64
Kriteria hasil :
a. Peningkatan
rentang
pergerakan.
c. Bantu dalam
pemenuhan
aktifitas sehari-
hari sesuai
kebutuhan.
pemulihan
tenaga.
Memberikan rasa
tenang dan
aman pada
klien.
2. Gangguan rasa
nyaman (nyeri)
berhubungan
dengan kontraksi
otot dan luka
jahitan
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
2x24 jam,
gangguan rasa
nyaman teratasi.
kriteria Hasil :
a. Klien
mengatakan
nyeri
berkurang
b. Klien merasa
nyaman
a. Monitor
keadaan umum
dan tanda vital.
b. Kaji
karakteristik
nyeri.
c. Berikan posisi
yang nyaman.
d. Berikan
lingkungan
yang nyaman.
e. Ajarkan teknik
relaksasi.
f. Kolaborasi
pemberian obat
Mengetahui
perkembangan
klien.
Menandakan
ketepatan
tindakan.
Memberikan
relaksasi
tubuh.
Meminimalisir
pencetus nyeri.
Meningkatkan
kenyamanan.
3. Resti infeksi
berhubungan
dengan prosedur
invasif, kerusakan
kulit, dan ketuban
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
3x24 jam, resti
a. Monitor
keadaan umum
dan tanda vital.
b. Kaji tanda dan
gejala infeksi.
Mengetahui
perkembangan
klien.
Mempengaruhi
penyembuhan
65
pecah dini (KPD) infeksi tidak
terjadi. Kriteria
hasil :
a. Pencapaian
tepat waktu
dalam
pemulihan
luka.
b. Tidak terjadi
komplikasi.
c. Bebas dari
infeksi.
c. Kolaborasi
pemeriksaan
laboratorium.
d. Kolaborasi
pemberian obat
luka.
Mendeteksi dini
terjadinya
infeksi.
4. Resiko inefektif
laktasi
berhubungan
dengan kurang
pengetahuan dan
perpisahan dengan
bayi
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
1x24 jam,
inefektif laktasi
tidak terjadi.
Kriteria hasil :
a. mengidentifi
kasi aktivitas
yang
meningkatka
n menyusui.
b. Mengetahui
cara
menyusui
yang benar.
a. Anjurkan klien
memberikan
asi esklusif.
b. Kaji isapan
bayi.
c. Jika ada lecet
pada putting.
Berikan
perawatan
payudara dan
ASI dapat
memenuhi
kebutuhan
nutrisi bagi
bayi sehingga
pertumbuhan
optimal.
Menentukan
kermampuan
untuk
memberikan
perawatan
yang tepat.
Untuk mencegah
terjadinya
penyebaran
infeksi
66
anjurkan
istirahat.
d. Anjurkan klien
breast care dan
menyusui yang
efektif.
e. Berikan
informasi untuk
rawat gabung.
Mempelancar
laktasi.
Menjaga
meminimalkan
tidak
efektifnya
laktasi.
J. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NO
DIAGNOSAWAKTU IMPLEMENTASI RESPON PASIEN TT
1
1
2
27-4-2011
09.30
27-4-2011
11.00
28-4-2011
14.30
1. Mengkaji respon
pergerakan klien.
1. Membantu klien
untuk beraktivitas.
1. Mengkaji
karakteristik nyeri.
2. Memberikan posisi
S = klien mengatakan
lemas
O = pergerakan
masih sangat
lambat, aktivitas
dibantu keluarga
S = klien mengatakan
sudah mampu
menggerakan
anggota tubuhnya
O = klien sudah
mampu duduk
S = klien mengatakan
nyeri berkurang
O= karakteristik nyeri
67
3
4
28-4-2011
14.50
27-4-2011
13.00
yang nyaman.
3. Mengajarkan teknik
relaksasi.
1. Mengkaji tanda /
gejala infeksi
1. Melakukan breast
care
P :gerakan pada
perut
Q : nyeri seperti
ditusuk-tusuk
R : nyeri terasa di
abdomen
S : sekitar skala 6
T :setelah gerakan
S = -
O = tidak terdapat
tanda kemerahan,
tidak ada edema,
tidak ada
kebiruan, keluar
lochea rubra ±40
cc, cairan
berwarna merah,
jahitan berbentuk
jelujur
S = klien mengatakan
akan menyusui
bayinya
O = puting
menghitam dan
menonjol, ASI
keluar hanya
sedikit.
68
K. EVALUASI
NO
DIAGNOSAWAKTU EVALUASI TT
1
2
3
4
29-4-2011
08.00
30-4-2011
09.45
30-4-2011
11.00
29-4-2011
S = klien mengatakan belum mampu
berakvitas dan masih memerlukan
bantuan
O = klien belum mampu berdiri secara
mandiri
A = masalah belum teratasi.
P = lanjutkan intervensi
Anjurkan klien berlatih perlahan-lahan
S = klien mengatakan nyeri berkurang.
O = karakteristik nyeri
P : di sekitar perut
Q : sering
R : daerah abdomen
S : skala 4
T : sekitar 10 detik
A = masalah teratasi.
P = lanjutkan intervensi
Motivasi klien untuk manajemen nyeri,
ajarkan klien teknik relaksasi.
S = klien mengatakan merasakan nyaman.
O = perineal bersih, balutan bersih, pembalut
bersih, tidak ada tanda-tanda infeksi.
A = masalah teratasi sebagian.
P = optimalkan intervensi
Motivasi klien untuk perineal hygiene.
S = klien mengatakan akan berusaha
69
14.00 menyusui bayinya sendiri
O = produksi ASI meningkat, payudara
bersih.
A = masalah teratasi.
P = optimalkan intervensi
Motivasi pasien untuk memberi ASI
selama 2 tahun,anjurkan klien breast care
setiap hari setelah mandi.
70
BAB IV
PEMBAHASAN
Pembahasan kasus post sectio caesaria dengan indikasi panggul sempit
pada Ny A dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan yang meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi
keperawatan. Kesenjangan antara faktor kendala dan faktor pendukung selama
melakukan asuhan keperawatan sering di jumpai oleh penulis sejak pengkajian
sampai dengan evaluasi. Hal tersebut menjadi fokus utama penulis dalam
pembahasan ini.
Penulis akan membahas asuhan keperawan pada Ny A dengan post sectio
caesaria dengan indikasi panggul sempit beserta faktor pendukung dan faktor
penghambat yang ditemukan. Pembahasan akan dimulai tentang diagnosa yang
muncul pada kasus Ny A.
A. Pengkajian
Dalam pengkajian penulis tidak mengalami kesulitan dalam berinteraksi
dengan pasien dan keluarga karena pasien dan keluarga komunikatif dan
kooperatif. Penulis mendapatkan hasil data pengkajian pasien dari keluarga dan
pasien sendiri dengan cara wawancara, pengkajian fisik pada pasien. Penulis tidak
menguraikan pengkajian bayi secara lengkap karena bayi ada diruang bayi dan
yang perlu penulis kaji lebih lengkap adalah ibu.
71
B. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan analisis data, masalah atau diagnosa keperawatan
yang muncul 4 diagnosa dan semua sesuai dengan teori.
Diagnosa yang muncul pada kasus dan ada pada bab I antara lain :
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Intoleransi aktivitas merupakan suatu keterbatasan dalam
kemandirian pergerakan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu
ekstremitas atau lebih (Judith, 2007). Diagnosa hambatan mobilitas
fisik pada Ny. A ditegakkan, karena terdapat data-data : klien
kesulitan bergerak, klien lemah, keterbatasan rentang gerak, tremor,
dan melambatnya gerakan.
Intoleransi aktivitas diangkat sebagai prioritas diagnosa pertama
pada Ny. A, karena mobilisasi fisik merupakan keluhan utama pasien
dan merupakan masalah aktual yang memerlukan intervensi paling
cepat. Disamping itu penatalaksaan dengan klien merupakan hari
pertama post operasi. Sehingga diperlukan untuk mencegah
kekakuan pergerakan tubuh.
Dalam mengatasi gangguan mobilisasi fisik dilakukan tindakan,
antara lain : mengkaji respon klien terhadap aktivitas dan mencatat
tipe anestesi yang diberikan pada saat intra partus pada waktu klien
sadar untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada klien,
72
menganjurkan klien untuk istirahat agar memulihkan tenaga,
membantu dalam pemenuhan aktifitas sehari-hari sesuai kebutuhan,
serta meningkatkan aktifitas secara bertahap agar mampu
memberikan rasa tenang dan aman.
Untuk mengalami masalah gangguan mobilisasi telah dilakukan
tindakan selama 2 hari, dan hasilnya terjadi peningkatan pergerakan
secara perlahan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa diagnosa
keperawatan telah dapat diatasi dengan intervensi yang dilakukan.
2. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan efek pembedahan .
Nyeri yaitu keadaan dimana individu mengalami dan
melaporkan adanya rasa ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi
yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang
aktual atau potensial pada abdomen (Judith, 2007). Pada diagnosa ini
diakibatkan oleh adanya inkontinuitas jaringan. Diagnosa nyeri dapat
ditegakkan apabila terdapat data-data individu melaporkan
ketidaknyamanan, adanya respon autonomik pada nyeri, raut wajah
kesakitan, merintih (Carpenito, 2000). Diagnosa nyeri pada Ny. A
ditegakkan, karena terdapat data-data : pasien mengatakan nyeri
pada luka operasi, skala nyeri 6, maka dari data tersebut dapat
diangkat diagnosa nyeri.
Nyeri diangkat sebagai prioritas diagnosa kedua pada Ny. A,
karena nyeri merupakan keluhan utama pasien dan merupakan
73
masalah aktual yang memerlukan intervensi paling cepat. Disamping
itu menurut hirarki Kalish penghindaran nyeri merupakan kebutuhan
bertahan hidup yang berada pada tingkat dasar (Doenges,1995).
Dalam mengatasi nyeri dilakukan intervensi antara lain,
mengkaji skala nyeri pasien, akan membantu dalam menentukan
intervensi yang tepat, monitor nadi, respirasi yang berhubungan
dengan keluhan atau penghilangan nyeri. Mengamati keadaan pasien
saat nyeri muncul, menginformasikan pada pasien tentang penyebab
nyeri. Melatih relaksasi diharapkan dapat menurunkan rasa nyeri dan
menurunkan ketegangan otot dan melepaskan perasaan kontrol yang
mungkin dapat meningkatkan kemampuan koping terhadap nyeri
(Doenges, 2000). Penulis menggunakan kriteria waktu 4 x 24 jam.
Karena nyeri yang dirasakan disebabkan efek pembedahan yang
sudah merupakan hari keempat dan frekuensi nyeri hilang timbul,
seseorang sering mengalami ambang nyeri yang rendah karena
faktor psikis dan ketidaktahuan (Depkes RI, 1999).
Untuk mengalami masalah nyeri telah dilakukan tindakan
selama 2 hari, dan hasilnya terjadi penuruan skala 6 menjadi 4,
pasien telah mampu mengurangi nyeri dengan teknik relaksasi.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa keperawatan nyeri telah
dapat diatasi dengan intervensi yang dilakukan.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan efek pembedahan
74
Ada banyak cara penularan mikroorganisme dari reservoir ke
penjamu (host). Luka merupakan salah satu pintu masuknya kuman
kedalam tubuh. Begitu pula dengan adanya benda yang terpasang di
dalam tubuh merupakan pintu masuk kuman. Dengan adanya
luka/terbukanya jaringan maka tubuh tidak mempunyai perisai untuk
mencegah masuknya kuman/bakteri ke dalam tubuh sehingga kuman
yang masuk akan beredar dalam pembuluh darah dan akhirnya dapat
menimbulkan reaksi peradangan yang merupakan tanda awal dari
infeksi (Perry, Potter, 2005). Masalah infeksi dapat diangkat bila
terdapat data-data sebagai berikut : timbul dolor, rubor, kalor, tumur
dan fungsiolaesa, terdapat demam, suhu tubuh per axila lebih dari
370C, leukosit lebih dari 11.000 ul, terdapat pus, luka basah.
Data yang diperoleh dari pasien meliputi : luka insisi pada
abdomen, panjang luka 12 cm, leukosit : 13.500 ul, hanya data
tersebut belum dapat diangkat sebagai diagnosa infeksi karena tidak
ditemukan tanda-tanda infeksi lain seperti, adanya pus, suhu per
axila pasien 370C, luka bersih, selain itu data leukosit dalam batas
normal.
Resiko terhadap infeksi menggambarkan situasi bila pertahanan
pejamu lemah, dan membuat pejamu lebih mudah terserang oleh
patogen-patogen yang ada dilingkungan (Perry, 2000).
75
Diagnosa resiko tinggi infeksi diangkat menjadi prioritas ketiga
dalam kasus ini karena masalah bukan merupakan masalah aktual
yang memerlukan penanganan dengan segera, meskipun demikian
penanganan yang tepat sangat diperlukan untuk mencegah masalah
menjadi aktual, sehingga diagnosa resiko infeksi tidak menjadi
masalah utama.
Untuk mencegah terjadinya infeksi telah dilakukan beberapa
intervensi diantaranya : mengamati luka dan tanda-tanda infeksi,
agar dapat segera mendeteksi bila terjadi infeksi, sehingga akan
membantu dalam menentukan intervensi yang tepat dan
mengevaluasi keefektifan antibiotik, merawat luka, mengangkat
jahitan dengan septik dan aseptik betujuan untuk mencegah infeksi
dan agar luka mengalami penyembuhan dengan baik, menganjurkan
pasien selalu menjaga kebersihan dengan tujuan meminimalkan
masuknya kuman, memberikan antibiotik sesuai program terapi
untuk mengontrol mencegah infeksi (Doenges, 2000).
Dari intervensi yang telah dilakukan diperoleh hasil, yaitu pada
hari keempat pengelolaan, didapat luka jahitan bersih, jahitan
menutup tidak ada pus, tidak ada tanda-tanda peradangan pada luka,
dan kateter dilepas. Kriteria hasil yang ditetapkan, maka dapat
ditarik kesimpulan masalah teratasi sebagian, karena masih
memerlukan perawatan luka jahitan.
76
4. Resiko inefektif laktasi berhubungan dengan perpisahan dengan
bayi.
Tidak efektif menyusui merupakan keadaan dimana ibu, bayi
atau anak mengalami atau beresiko mengalami ketidakpuasan atau
kesukaran dengan proses menyusui (Carpenito, 1998). Data yang
diperlukan untuk mendukung diagnosa tidak efektif menyusui adalah
asi belum keluar, bayi tidak menghisap terus menerus, masuknya
mulut bayi tidak adekuat, bayi menangis saat disusui dan menolak
hisapan (Carpenito, 1998).
Pada Ny. A diperoleh data : pada saat dikaji pasien mengatakan
ASI belum lancar dan hanya keluar sedikit,dan belum disusukan
kebayinya, payudara membengkak, dan bayi dirawat di ruang lain
(tidak roming in). Pasien juga mengatakan belum pernah melakukan
perawatan payudara karena tidak tahu caranya.
Pada hari 2-3 post partum payudara akan membengkak, keras,
lembut dan hangat bila disentuh, terjadi karena akumulasi air susu
(Bobak, 2000). Pengkajian dilakukan pada hari pertama post sectio
caesarea dan didapatkan data asi keluar sedikit. Maka perlu
dilakukan perawatan payudara untuk menstimulasikan duktus-duktus
pada mamae.
Diagnosa ketidakefektifan menyusui menjadi prioritas terakhir
dari diagnosa yang diangkat penulis, meskipun merupakan masalah
77
aktual namun tidak memerlukan penanganan yang segera dan tidak
mengancam jiwa.
Untuk mengatasi ketidakefektifan menyusui pada pasien dikaji
terlebih dahulu keefektifan menyusui pasien untuk merumuskan
intervensi lebih lanjut, juga dikaji pengetahuan pasien mengenai
perawatan payudara yang dapat merupakan salah satu penyebab
menyusui menjadi tidak efektif. Mendemonstrasikan perawatan
payudara dan mengevaluasi pengetahuan dan ketrampilan pasien
dalam perawatan payudara, agar selanjutnya pasien dapat melakukan
sendiri tanpa bantuan (Doenges, 2001).
Setelah dilakukan perawatan payudara selama 30 menit, pasien
dapat melakukan perawatan payudara secara mandiri dan asi keluar,
jadi dapat ditarik kesimpulan masalah teratasi.
Beberapa diagnosa yang muncul pada bab II atau pada tinjauan
teori namun tidak muncul pada kasus diantaranya
1. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan pendarahan
Diagnosa perawatan ini tidak muncul karena tidak ada
data yang mendukung. Kontraksi uterus baik, pendarahan
per vagina sedang 50 cc. Tekanan darah 110/70 mmHg,
RR= 24 x/menit, nadi = 84 x/menit, akral hangat, sehingga
diagnosa diatas tidak muncul.
78
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
umum.
Diagnosa ini tidak muncul karena tidak ada keluhan
dari klien dan tidak didapat data yang mendukung.
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek
anestesi.
Diagnosa ini tidak muncul karena pasien post operasi
hari pertama dan tidak didapat data yang mendukung. T =
110/70 mmHg, RR = 24 x/menit, nadi = 84 x/menit.
C. Evaluasi
Dari empat diagnosa yang penulis angkat, tiga diagnosa dari masalah
keperawatan dapat teratasi sesuai dengan waktu dan kriteria hasil yang
telah ditetapkan, yaitu : intoleransi aktivitas, nyeri, dan inefektif laktasi.
Sedangkan diagnosa keperawatan resiko tinggi infeksi, masalah teratasi
sebagian karena jahitan pada luka operasi belum diangkat sehingga
masih melanjutkan intervensi angkat jahitan dan ganti balut. Dan
diagnosa resiko tinggi infeksi penulis mencantumkan waktu 4x24 jam
dalam rencana tindakan karena jahitan baru diangkat semua pada hari ke-
5, namun penulis hanya melakukan pengelolaan selama 3 hari,
disimpulkan infeksi tidak terjadi selama pengelolaan.
79
BAB V
PENUTUP
Setelah penulis melakukan Asuhan Keperawatan langsung pada Ny. A
dengan post sectio caesarea indikasi panggul sempit di Ruang Melati Rumah
Sakit Umum Daerah Kalijaga Demak dari tanggal 27 – 30 April 2011, maka
sebagai langkah terakhir dalam penyusunan Karya Tulis ini dapat diambil
beberapa kesimpulan dan memberikan saran yang dapat dipergunakan sebagai
bahan pertimbangan bagi pemberian Asuhan Keperawatan pada pasien khususnya
pasien post operasi sectio caesarea.
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama empat hari dapat
disimpukan :
1. Pengkajian yang dilakukan sejak tanggal 27 April 2011 didapatkan data
subjektif sebagai berikut : Klien mengatakan belum berani bergerak dan
masih lemas, mengatakan nyeri pada lukanya, dan mengatakan ASI hanya
keluar sedikit. Sedangkan data objektif, antara lain : kesulitan bergerak,
lemah, keterbatasan rentang gerak, tremor, melambatnya gerakan, nyeri
bila gerakan pada daerah perut di daerah sekitar jahitan dengan skala 6
dengan waktunya sekitar 15 menit setelah gerakan, adanya luka insisi
sepanjang 12 cm, balutan bersih, terpasang kateter dan infus, Hemoglobin
= 12 g/dL, Leukosit = 13500 ul, Trombosit = 265000 ul, Hematokrit =
80
30,3, Suhu 37,20C, Nadi 84x/menit, puting menghitam, dan payudara
membengkak.
2. Diagnosa keperawatan, yaitu : intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan fisik dan nyeri; gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan
dengan kontraksi uterus dan luka jahitan; resti infeksi berhubungan dengan
prosedur invasif, dan kerusakan kulit; serta inefektif laktasi berhubungan
dengan kurang pengetahuan dan perpisahan dengan bayi.
3. Rencana keperawatan, antara lain : kaji rentang pergerakan, bantu dalam
pemenuhan aktifitas sehari-hari sesuai kebutuhan, ajarkan latihan ROM
aktif/pasif, kaji karakteristik nyeri, berikan posisi yang nyaman, ajarkan
teknik relaksasi, kaji tanda dan gejala infeksi, berikan perawatan perineal,
kolaborasi pemeriksaan laboratorium, kolaborasi pemberian obat, kaji
isapan bayi, jika ada lecet pada putting, anjurkan klien breast care dan
menyusui yang efektif, dan berikan informasi untuk rawat gabung.
4. Implementasi yang sudah dilakukan, antara lain : mengkaji respon
pergerakan klien, mengajarkan klien ROM aktif, membantu klien untuk
beraktivitas, mengkaji karakteristik nyeri, memberikan posisi yang
nyaman, mengajarkan teknik relaksasi, mengkaji tanda / gejala infeksi,
melakukan perawatan perineum, dan melakukan breast care.
5. Dari tindakan yang dilakukan didapatkan evaluasi, yaitu : klien
mengatakan sudah mampu berakvitas namun masih memerlukan bantuan,
klien sudah mampu berdiri secara perlahan dan berjalan pelan-pelan, klien
81
mengatakan nyeri berkurang di sekitar perut, skala 4, klien mengatakan
merasakan nyaman, perineal bersih, balutan bersih, pembalut bersih, tidak
ada tanda-tanda infeksi, klien mengatakan akan berusaha menyusui
bayinya sendiri, payudara membengkak, produksi ASI meningkat, dan
payudara bersih.
B. Saran
1. Perawat
Hubungan antara perawat dan tim kesehatan lain, serta kerjasama perawat
dengan keluarga sangat diperlukan untuk membantu perkembangan
kondisi pasien ke arah lebih baik..
2. Mahasiswa
Sebelum ke lahan praktek hendaknya lebih memahami konsep kasus yang
terjadi di lapangan sehingga dapat lebih siap dalam menghadapi kasus dan
mengelola pasien berdasarkan konsep keperawatan.
3. Rumah Sakit
Rumah sakit sebaiknya memberikan atau menyediakan fasilitas alat-alat
pelaksanaan tindakan keperawatan yang lebih baik dan lebih lengkap.
Selain itu juga Rumah Sakit bisa memberikan pelayanan yang lebih baik.