40
 Seabad Teori Relativitas Einstein, Manusia Biasa  Oleh: L Wilardjo Dalam paruh kedua, dasawarsa 1960-an, ada koran kampus yang memampangkan gambar Einstein. Itu gambar Einstein di usia senjanya. Rambutnya putih ubanan, gondrong, dan awut-awutan. Tulisan (caption) di bawah gambar itu berbunyi: ´It¶s not the hair that counts, but what¶s underneath...´ (Yang penting  bukan rambutnya, tapi yang di bawahnya...) Di bawah rambut awut-awutan itu memang ada otak yang sangat encer. Tak ada orang yang meragukan kegeniusan Einstein sebagai ilmuwan. Di samping teori relativitas yang merupakan karya keilmuannya yang monumental dan revolusioner, ada pula temuan-temuan Einstein yang penting, seperti efek fotoemisi, radiasi terangsang, dan kondensat Bose-Einstein. Einstein bukan tipe ilmuwan yang suka nimbrung dengan ilmuwan-ilmuwan lainnya, mengerumuni programa penelitian Lakatosian yang progresif. Ia menggarap ranah pemikiran yang tidak dipikirkan ilmuwan-ilmuwan lain. Di bidang telaahnya, ia mencari dan menemukan jalannya sendiri, tanpa saingan. Pemikirannya asli. Selain sebagai ilmuwan genius, Einstein juga dikenal sebagai humanis sejati. Ia membenci disiplin militeristik yang dipaksakan secara otoriter. Ia anti terhadap diskriminasi rasial. Ia antiperang dan cinta damai. Ia memiliki keberanian moral seperti yang ditunjukkannya dengan menentang Akademi Ilmu Pengetahuan Prusia dan Bavaria. Keberaniannya itu ditunjukkan dengan cara mengecam Sekretaris Liga Bangsa-Bangsa dari Jerman, dengan Manifestonya ketika meninggalkan Jerman, dan dengan suratnya kepada Presiden Franklin D Roosevelt yang memperingatkan betapa  berbahayanya kalau para ilmuwannya Hitler di Peenemunde berhasil membuat bom atom lebih dulu. Bukan pemeluk agama Meskipun Einstein bukan pemeluk agama yang mursyid dalam beribadah, ia menunjukkan sikap keberagamaan yang kuat. Ia ´dekat´ dengan Tuhan dan sepanjang hidupnya bergumul sangat keras untuk mengetahui pikiran Tuhan. Ia  bahkan berani memberi predikat kepada Tuhannya dan predikat itu bukan stereotip, tetapi asli, muncul dari lubuk keyakinannya sendiri: ´Raffiniert ist der Herr Got, aber boshaft ist Er nicht´ (Gusti Allah itu cerdik, tetapi tidak licik). Ada yang mengatakan bahwa dalam seruannya itu Einstein memakai kata bosartig, bukan boshaft. Mana yang benar, entahlah, tetapi kedua kata itu artinya sama, yakni ¶licik¶ atau ¶tak jujur¶. Ada baiknya untuk diketahui bahwa di balik citranya sebagai ilmuwan cemerlang dan humanis tulen itu, Einstein adalah manusia biasa. Ia merasakan susah dan senang, frustrasi dan eforia, dan tak luput dari cacat dan kekurangan. Bila jengkel, ia mengumpat. Bila sedang kasmaran, ia sangat romantis. Jika dikecewakan, tak segan-segan ia memutus hubungan silaturahmi. Ia juga  bukan suami yang sempurna. Ia bercerai dan kemudian kawin lagi. Ia memang genius, tetapi tak berarti bahwa gagasan-gagasannya yang hebat datang sendiri kepadanya dengan mudah. Seperti dikatakan Thomas Alva Edison: ´Genius is ten percent inspiration and ninety percent perspiration´ (Genius ialah 10% bakat dan 90% keringat). Untuk Einstein barangkali proporsinya bukan (10:90), tetapi kira-kira (35:65)-anlah. Inspirasinya tidak mengalir terus-menerus dengan derasnya, tetapi harus dibarengi dengan usaha yang keras. Teori Relativitas Umum digarapnya dengan bekerja keras selama lebih dari 10 tahun. Pernah dalam frustrasinya menghadapi persoalan matematis, ia minta tolong sahabatnya, Marcel Grossmann, dengan mengiba memelas: ´Grossmann, Du musst mir helfen, sonst werd' ich verruckt! ´ (Grossmann, kamu harus menolongku; kalau tidak, aku akan jadi gila!). Marcel Grossmann jugalah yang dulu membantu Einstein dalam Matematika, sewaktu mereka sama-sama kuliah S1 di Institut Teknologi Federal, di Zürich. Einstein menyelesaikan program S1 itu dengan pas-pasan sehingga tak seorang pun dari dosen-dosennya mau memberinya rekomendasi untuk meneruskan ke program pascasarjana. Profesor Matematikanya, Hermann Minkowski, bahkan menyebutnya ´anjing pemalas´. Ironiya, kemudian setelah Einstein berhasil membangun Teori Relativitas Khusus (1905), Minkowski-lah yang mengungkapkannya secara geometris. Geometri Euklidean berupa ruang-waktu caturmatra yang kosong dan (karenanya) ´rata´ itu disebut ´dunia Minkowski´. Itulah yang mengilhami Einstein untuk menggeneralisasikan teori relativitas khususnya dengan retrosipasi ke segi ragam spasial. Paul Adrian Maurice Dirac adalah salah seorang di antara banyak pengagum Einstein. Dirac masih seorang mahasiswa di Universitas Bristol di Inggris ketika Einstein sudah mengukuhkan dirinya sebagai ilmuwan besar. Namun, Dirac juga fisikawan genius. Werner Heisenberg, fisikawan besar lainnya dari Götinggen, terkagum-kagum akan kecemerlangan rekannya yang lebih muda itu.

Seabad Teori Relativitas

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 1/40

 

 Seabad Teori Relativitas

Einstein, Manusia Biasa Oleh: L Wilardjo

Dalam paruh kedua, dasawarsa 1960-an, ada koran kampus yang memampangkan gambar Einstein. Itu gambar Einsteindi usia senjanya. Rambutnya putih ubanan, gondrong, dan awut-awutan.

Tulisan (caption) di bawah gambar itu berbunyi: ´It¶s not the hair that counts, but what¶s underneath...´ (Yang penting  bukan rambutnya, tapi yang di bawahnya...)

Di bawah rambut awut-awutan itu memang ada otak yang sangat encer. Tak ada orang yang meragukan kegeniusanEinstein sebagai ilmuwan. Di samping teori relativitas yang merupakan karya keilmuannya yang monumental dan

revolusioner, ada pula temuan-temuan Einstein yang penting, seperti efek fotoemisi, radiasi terangsang, dan kondensat

Bose-Einstein.

Einstein bukan tipe ilmuwan yang suka nimbrung dengan ilmuwan-ilmuwan lainnya, mengerumuni programa penelitian

Lakatosian yang progresif. Ia menggarap ranah pemikiran yang tidak dipikirkan ilmuwan-ilmuwan lain. Di bidangtelaahnya, ia mencari dan menemukan jalannya sendiri, tanpa saingan. Pemikirannya asli.

Selain sebagai ilmuwan genius, Einstein juga dikenal sebagai humanis sejati. Ia membenci disiplin militeristik yangdipaksakan secara otoriter. Ia anti terhadap diskriminasi rasial. Ia antiperang dan cinta damai. Ia memiliki keberanian

moral seperti yang ditunjukkannya dengan menentang Akademi Ilmu Pengetahuan Prusia dan Bavaria. Keberaniannya ituditunjukkan dengan cara mengecam Sekretaris Liga Bangsa-Bangsa dari Jerman, dengan Manifestonya ketikameninggalkan Jerman, dan dengan suratnya kepada Presiden Franklin D Roosevelt yang memperingatkan betapa

  berbahayanya kalau para ilmuwannya Hitler di Peenemunde berhasil membuat bom atom lebih dulu.

Bukan pemeluk agama

Meskipun Einstein bukan pemeluk agama yang mursyid dalam beribadah, ia menunjukkan sikap keberagamaan yang

kuat. Ia ´dekat´ dengan Tuhan dan sepanjang hidupnya bergumul sangat keras untuk mengetahui pikiran Tuhan. Ia  bahkan berani memberi predikat kepada Tuhannya dan predikat itu bukan stereotip, tetapi asli, muncul dari lubuk 

keyakinannya sendiri: ´Raffiniert ist der Herr Got, aber boshaft ist Er nicht´ (Gusti Allah itu cerdik, tetapi tidak licik).Ada yang mengatakan bahwa dalam seruannya itu Einstein memakai kata bosartig, bukan boshaft. Mana yang benar,entahlah, tetapi kedua kata itu artinya sama, yakni ¶licik¶ atau ¶tak jujur¶.

Ada baiknya untuk diketahui bahwa di balik citranya sebagai ilmuwan cemerlang dan humanis tulen itu, Einstein adalah

manusia biasa. Ia merasakan susah dan senang, frustrasi dan eforia, dan tak luput dari cacat dan kekurangan. Bila jengkel,

ia mengumpat.

Bila sedang kasmaran, ia sangat romantis. Jika dikecewakan, tak segan-segan ia memutus hubungan silaturahmi. Ia juga

  bukan suami yang sempurna. Ia bercerai dan kemudian kawin lagi.

Ia memang genius, tetapi tak berarti bahwa gagasan-gagasannya yang hebat datang sendiri kepadanya dengan mudah.

Seperti dikatakan Thomas Alva Edison: ´Genius is ten percent inspiration and ninety percent perspiration´ (Genius ialah

10% bakat dan 90% keringat). Untuk Einstein barangkali proporsinya bukan (10:90), tetapi kira-kira (35:65)-anlah.Inspirasinya tidak mengalir terus-menerus dengan derasnya, tetapi harus dibarengi dengan usaha yang keras.

Teori Relativitas Umum digarapnya dengan bekerja keras selama lebih dari 10 tahun. Pernah dalam frustrasinyamenghadapi persoalan matematis, ia minta tolong sahabatnya, Marcel Grossmann, dengan mengiba memelas:´Grossmann, Du musst mir helfen, sonst werd' ich verruckt! ´ (Grossmann, kamu harus menolongku; kalau tidak, aku

akan jadi gila!).

Marcel Grossmann jugalah yang dulu membantu Einstein dalam Matematika, sewaktu mereka sama-sama kuliah S1 di

Institut Teknologi Federal, di Zürich. Einstein menyelesaikan program S1 itu dengan pas-pasan sehingga tak seorang pun

dari dosen-dosennya mau memberinya rekomendasi untuk meneruskan ke program pascasarjana.

Profesor Matematikanya, Hermann Minkowski, bahkan menyebutnya ´anjing pemalas´. Ironiya, kemudian setelahEinstein berhasil membangun Teori Relativitas Khusus (1905), Minkowski-lah yang mengungkapkannya secara

geometris. Geometri Euklidean berupa ruang-waktu caturmatra yang kosong dan (karenanya) ´rata´ itu disebut ´dunia

Minkowski´. Itulah yang mengilhami Einstein untuk menggeneralisasikan teori relativitas khususnya dengan retrosipasike segi ragam spasial.

Paul Adrian Maurice Dirac adalah salah seorang di antara banyak pengagum Einstein. Dirac masih seorang mahasiswa diUniversitas Bristol di Inggris ketika Einstein sudah mengukuhkan dirinya sebagai ilmuwan besar. Namun, Dirac jugafisikawan genius. Werner Heisenberg, fisikawan besar lainnya dari Götinggen, terkagum-kagum akan kecemerlangan

rekannya yang lebih muda itu.

Page 2: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 2/40

 

 

Menurut Dirac, ketika ujian yang pertama terhadap teori relativitas umum membenarkan teori itu, Einstein biasa-biasa

saja. Ia tidak berteriak-teriak histeris dalam eforia sebab sebelumnya pun ia sudah yakin bahwa teorinya benar.

Saya tidak tahu apakah cerita Dirac itu benar. Ujian yang pertama itu mengenai presesi orbit Merkurius. Perhitungan

 berdasarkan teori relativitas memberikan pergeseran-maju perihelion planet itu sebesar kira-kira 43 sekon-busur per abad.Ini sesuai dengan pengamatan Leverrier lebih dari setengah abad sebelumnya.

Menurut Dirac, Arthur Eddingtonlah yang melakukan pengujian itu, padahal sejarah mencatat bahwa Eddington ialahastronom pertama yang pada tahun 1919 berhasil dalam pengujian kedua, mengenai pembelokan cahaya bintang yangmelintas dekat Matahari.

Tidak berjingkrak 

Ketika diberi tahu fisikawan Belanda, Hendrik Lorentz, tentang sukses ekspedisi Eddington di pulau Principe itu,Einstein memang tidak berjingkrak-jingkrak kegirangan, tetapi ia juga tidak menyambut berita itu dengan sikap cuek.

Ia menulis surat kepada ibunya, Ny Pauline Koch Einstein, ´Bunda sayang! Kabar baik hari ini. HA Lorentz menelegramsaya bahwa ekspedisi-ekspedisi Inggris telah sungguh-sungguh membuktikan pembelokan cahaya oleh Matahari.´Bentuk jamak ´ekspedisi-ekspedisi´ mengacu ke ekspedisi Eddington ke lepas pantai Barat Afrika dan ekspedisi yang

satu lagi ke Sobral, Brasil.

Surat kepada wanita yang paling dekat dengannya itu menunjukkan betapa sebenarnya Einstein berbahagia memperoleh

konfirmasi atas prediksi teoretisnya. Pada waktu itu istri Einstein, Mileva Maric, telah lebih dari empat tahunmeninggalkannya di Berlin, kembali ke Zürich. Hancurnya bahtera rumah tangga Einstein barangkali disebabkan oleh

makin terserapnya seluruh perhatian Einstein ke dalam penelitiannya.

Setelah sukses dengan teori relativitas khususnya (1905), Einstein pindah dari Bern, tempat ia bekerja di kantor paten, keZürich, sebab ia diangkat menjadi profesor madya di Institut Teknologi Federal.

Empat tahun kemudian, pada tahun 1911, Einstein sekeluarga pindah ke Praha. Ia diangkat menjadi profesor diUniversitas Jerman di kota itu, dengan gaji yang lebih besar. Ia rela menyesuaikan diri dengan disiplin hierarkis di sana.

Ia yang selama itu tidak biasa beribadah, sekarang mau bergabung dengan komunitas Yahudi di Praha.

 Namun, ia hanya sebentar di Universitas Jerman di Praha sebab dipanggil kembali ke Zürich dengan jabatan guru besar.

Pada tahun 1914 ia kembali ke Jerman, bahkan ke ibu kotanya, Berlin, karena diangkat menjadi anggota Akademi IlmuPengetahuan Prusia.

Einstein, yang sejak muda telah begitu membenci disiplin militeristik Jerman sampai pindah kewarganegaraan menjadiorang Swiss, ternyata mau kembali ke Jerman. Praha merupakan batu loncatannya ke Berlin. Ia, yang benci militer,

sekarang mau memakai seragam dinas ala militer. Tampak di sini bahwa Einstein bukanlah nonkonformist sejati. Ia

manusia biasa, yang demi ambisinya mau menyesuaikan diri dengan sistem otoritarian-militeristik.

Setelah ia kembali dari Praha ke Zürich, pada tahun 1912 ia mengunjungi temannya, Erwin F Freundlich, di Berlin.

Einstein minta bantuan astronom muda itu untuk menguji prediksinya tentang pembelokan cahaya oleh Matahari.Einstein menunjukkan caranya, dan Freundlich yang melaksanakannya.

Untuk itu, Freundlich harus pergi ke daerah pesisir Krimea, di Rusia. Ekspedisinya memerlukan biaya 5.000 mark.

Einstein dari Zürich berusaha mencari dana hibah, tetapi tak berhasil. Freundlich di Jerman malah lebih berhasil.

Dari Hermann Struve, Direktur Observatorium Kerajaan di Postdam, ia memperoleh bantuan 2.000 mark, walaupunStruve memberikan bantuannya itu sambil bersungut-sungut. Kekurangannya, 3.000 mark, ditutup Gustav Krupp, raja

  baja-besi Jerman yang kemudian menjadi pendukung setia Hitler.

Einstein sudah pindah dari Zürich ke Berlin ketika ekspedisi Freundlich bertolak ke Krimea. Namun, di sana Freundlich

ditangkap tentara Rusia. Ia dituduh sebagai mata-mata Jerman dan dijebloskan ke penjara. Waktu itu Jerman memangmusuh Rusia dalam Perang Dunia I. Walaupun kemudian Freundlich dibebaskan, ekspedisinya gagal dan biayanya

mubazir sebab gerhana Matahari total di Krimea sudah lewat.

Einstein sangat kecewa atas kegagalan Freundlich. Meskipun nasib malang menimpa Freundlich itu bukan semata-mata

akibat kesalahannya, tetapi tetap saja Einstein menyalahkan Freundlich.

Mengapa ekspedisinya ke daerah musuh?! Sampai tiga tahun kemudian, Einstein belum melupakan kekecewaannya.

Waktu itu, tahun 1917, Freundlich minta bantuan Einstein untuk mencarikan pekerjaan di observatorium. Einsteinmenjawab Freundlich dengan surat. Dulu ia selalu mengawali suratnya dengan pembukaan: ´Tuan Kolega Yang SangatTerhormat´. Sekarang cuma dengan ´Freundlich Yth´. Nada suratnya juga kasar. ´Kemarin Planck berbicara dengan

Struve tentang kamu. Struve menyumpahi kamu. Kamu tidak melakukan apa yang dia harap kamu kerjakan....´

Bersikap kasar 

Page 3: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 3/40

 

Einstein juga tega bersikap kasar kepada rekannya. Pernah ia menulis (memo?): ´Sarafmu terburai, dan kamu bahkan tak 

  punya selembar irisan daging pun di kepalamu untuk melindungi dirimu.´ Menurut EL Aczel dan A Aczel, Einstein

  bukan hanya cermat sangat ambisius; ia siap untuk memanfaatkan orang- orang lain untuk mencapai tujuannya danmencampakkannya bila mereka sudah tak berguna lagi baginya.

Einstein suka melecehkan orang yang tak sekaliber dengan dirinya. Ketika ia berkunjung ke Observatorium Kerajaan diBerlin selama seminggu di bulan April 1912, ia menemukan pelensaan gravitasi. Perhitungannya ada di buku catatannya,tetapi tidak diterbitkan, dan bahkan dilupakannya. Pada tahun 1936 seorang ilmuwan amatir dari Cheko, Rudi W Mandl,

mengunjungi Einstein di Princeton.

Sejak 1933 Einstein hijrah ke Amerika dan menjadi peneliti di Institut Telaah Lanjut (Institute of Advanced Studies).

Mandl mendesak Einstein untuk mendeskripsikan efek pelensaan gravitasi itu dan menerbitkannya.

Dalam pengantarnya kepada editor jurnal Science, Einstein menulis ´Beberapa waktu yang lalu RW Mandl berkunjung

dan meminta saya untuk menerbitkan hasil sedikit perhitungan yang telah saya kerjakan atas permintaannya. Catatan ini(untuk) memenuhi harapannya.´

Lalu tambahnya: ´Izinkan saya juga mengucapkan terima kasih kepada Anda atas kerja sama Anda dalam penerbitan

(catatan) kecil itu, yang telah diperas dari saya oleh Sdr Mandl.

Makalah itu nilainya rendah, tetapi membuat orang yang malang itu bahagia.´ (´It is of little value, but it makes the poor guy happy.´)

L Wilardjo Guru Besar Emeritus Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga

URL Source: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0507/07/opini/1873265.htm 

Membumikan Iptek Oleh: Eko Budihardjo

We cannot discuss the third millennium (the 21st century) without taking education into account (Tony Blair, 2002)

HAMPIR semua orang telah bicara tentang milenium ketiga, abad ke-21, dan globalisasi. Namun, kebanyakan lebihterpancang pada aspek politik, ekonomi, finansial, dan pasar, jarang sekali menyentuh aspek pendidikan.

Padahal, seperti pernyataan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, yang dikutip di atas, tak ada gunanya membicarakan

milenium ketiga tanpa membahas dunia pendidikan. Mestinya pendidikan dijadikan ujung tombak guna menghadapi eraglobal yang sarat tantangan dan kompetisi. Secara spesifik dan menyengat Tony Blair menyebutkan "I have three burnin

issues: the firt is education, the second is education, and the third is education" (baca Changing Education: From Equality

and Uniformity to Competition and Individuality", dalam jurnal PHP Japan Close Up, January 2003).

Berbagai kritik dan kecaman yang selalu terlontar ke dunia pendidikan tinggi di Indonesia, antara lain: pertama, lulusan perguruan tinggi di Indonesia tidak cukup siap menghadapi tuntutan kebutuhan dunia kerja baik dunia bisnis maupun

dunia industri, akibat terlalu banyak dijejali teori (sampai-sampai ITB pun dipelesetkan oleh tokoh ITB sendiri menjadi

Institut Teori Bandung).

Kedua, pola pembelajarannya lebih berorientasi pada dosen (lecturer oriented atau faculty centered) padahal seharusnya

  berorientasi pada kepentingan mahasiswa (student oriented atau learner centered). Para mahasiswa cenderung pasif,ibarat mangkuk kosong yang sekadar menerima curahan ilmu para dosennya.

Ketiga, ilmu-ilmu yang diajarkan cenderung terlalu terbawa arus pemikiran ilmuwan dari negara maju, sehingga para

dosen tidak lebih dari sekadar "pengasong ilmu", karena terbatasnya kuantitas dan kualitas penelitian yang dilakukan pengajar di Indonesia sendiri.

Keempat, cara belajar-mengajar yang berlangsung lebih bersifat terkotak-kotak, lepas satu sama lain, sendiri-sendiri(solitary learning), tidak mendorong terciptanya suasana pembelajaran lintas-disiplin yang bersifat interaktif 

(interactive/collaborative learning). Yang disebut universitas di Indonesia lebih mirip multiversitas atau multi-fakultas.

Kelima, kurikulum dan silabus cenderung seragam dan linier, kurang tanggap terhadap kekhasan atau keunikan lokal

yang di Indonesia sungguh amat beragam. Selain itu juga tidak cukup luwes untuk beradaptasi terhadap perubahan.Masyarakat Indonesia amat beraneka rona, masih ada yang hidup di zaman batu, boleh dikata tanpa perubahan, namun

Page 4: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 4/40

 

uga ada yang sudah hidup di abad teknologi informasi dengan perubahan yang amat cepat.

Keenam, kemampuan berbahasa asing, khususnya Inggris, baik mahasiswa, alumni maupun sebagian besar dosennya,masih belum memadai untuk bisa berkomunikasi dalam skala global. Kebanyakan dosen lantas jadi "jago kandang".Bahkan, Prof Jajah Koswara pernah menyebut dosen-dosen dan peneliti Indonesia sering melakukan scientific

masturbation: meneliti sendiri, ditulis sendiri, dimuat di jurnal sendiri, dibaca sendiri, dinikmati sendiri. Perubahan

Paradigma

Dalam tulisannya Chalenges in the Era of Information Technology (2002) Richard Mengko mengemukakan perlunya perubahan paradigma dunia pendidikan tinggi, sebagai berikut, "From monopoly to competition, from centralization todecentralization, from wall regulation to enabling regulation, from telecommunication to information infrastructure, from

material to knowledge based economy".

Dalam seminar Association of Southeast Asia Institution of Higher Learning (ASAIHL) di Bangkok 13-15 Desember 

2002, muncul perbincangan tentang inovasi dan perubahan peran perguruan tinggi, perubahan sistem atau reformasi pendidikan, penerapan Total Quality Management di dunia pendidikan, quality assurance pengembangan karier alumni,

internasionalisasi pendidikan tinggi, dan semacamnya. Namun, yang menarik adalah pemikiran tentang apa yang lazim

disebut problem-based, evidence-based, atau experience-based education.

Ilmu pengetahuan, teknologi dan seni budaya yang berasal dari negara industri, negara maju, atau negara Barat tampak 

kian mendesak dan mendominasi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Kiranya sudah saatnya

kita mengonsolidasikan kekuatan pakar dan ilmuwan di segenap pelosok Tanah Air untuk mulai "membumikan" iptek (dan bukannya justru "mengebumikan").

Di bidang ilmu yang saya geluti-arsitektur dan planologi-terlihat betapa karya-karya arsitektur tradisional warisan budaya

 berciri tropis karya nenek moyang kita cenderung dilecehkan. Pemikiran para arsitek dan perencana kota modern lebih

terpasung pada pemikiran para profesional negara Barat yang cenderung boros energi, miskin misteri, serba formal.Muncul karya-karya bangunan tinggi baru yang modern dalam bentuk kotak kaca (glass box building) yang tidak memiliki keunikan.

Padahal, sebagai sumber ilham sebetulnya arsitektur tradisional Jawa, Bali, Toraja, Minang, untuk menyebut beberapacontoh, sungguh teramat kaya. Ibarat sumur zamzam yang tidak akan habis ditimba. Ironisnya, orang-orang Barat sudah

sejak cukup lama menyadari kekeliruannya, sampai-sampai mereka meledek kota Chicago dengan Sickago, Frankfurtdisebut Krankfurt, Indianapolis dipelesetkan menjadi India-no-place, Dysfunctional City.

Moral dan budaya 

Kesadaran dan kecenderungan untuk membumikan iptek di Indonesia sebetulnya beberapa waktu belakangan ini sudahmulai muncul dari berbagai kalangan dan disiplin ilmu.

Dalam ceramah dan tulisan Indonesianisasi Ilmu Pengetahuan (8/1/2003), Prof Mubyanto mengatakan, kebanyakan ilmu-

ilmu pengetahuan di Indonesia hanya menerapkan ilmu-ilmu pengetahuan dari Barat yang belum tentu sepenuhnya cocok   bagi bangsa Indonesia. Paling tidak ada tiga contoh ilmu-ilmu sosial yang dirasakan "mandul" dan jika dipaksakan penerapannya di Indonesia diperkirakan akan meleset, yaitu ilmu-ilmu ekonomi, hukum, dan sosiologi. Atau mungkin

malah sudah bukan sekadar akan terjadi.

Disebutkan, melesetnya ilmu-ilmu dari Barat karena moral dan budaya Indonesia tidak dapat menerimanya. Berkaitan

dengan ilmu hukum, Prof Satjipto Rahardjo pernah menyampaikan pendapatnya, penekanan pada prosedur hukum alaAmerika menghasilkan praktik-praktik penerapan hukum yang mengabaikan moral Indonesia. Akibatnya, keadilan tidak 

tegas dan masyarakat kecewa berat. Prof Mubyanto mengutip pendapat Alejandro Sanz de Santamaria, "Economic

science has produced mostly 'universal' intellectuals... it's time for economists to start transforming themselves - and todo it fast-into more 'specific', humble intellectuals".

Joseph Stigliz, pemenang hadiah Nobel, dalam buku Globalization and Its Discontents (2000) membeberkan berbagai

contoh tentang kekeliruan International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (WB) dalam menerapkan ilmu ekonomiBarat guna memecahkan masalah di Indonesia, dengan hasil krisis ekonomi berkepanjangan. Itu sebabnya di Malaysia

IMF disebut International Monster Fund, It's My Fault, dan I'm Failed. World Bank disebut sebagai Worst Bank, karena berbagai rekomendasinya ternyata membuat ekonomi Indonesia terpuruk.

"TITS" 

Bila dicermati, bidang-bidang keilmuan eksakta atau natural sciences kiranya tidak jauh berbeda. Menuntut ilmu harus

tetap dilakukan di mana dan ke mana saja, sejauh dan setinggi apa pun, the sky is the limit, namun dalam penerapannya

Page 5: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 5/40

 

mesti dikaji dan dipilah-pilah yang memungkinkan dikembangkan guna memecahkan masalah yang aktual.

Upaya membumikan iptek mesti diawali dengan TITS yaitu trust (percaya), integrity (ketulusan), tolerance (keluwesan),dan spirit (semangat) untuk mengubah paradigma pendidikan konvensional yang disebut Paulo Freire dengan istilah

 banking education, menjadi model pendidikan berparadigma baru, disebut problem solving education.

Untuk itu dituntut kesiapan para dosen yang tidak menghabiskan waktunya untuk mengajar dan mengajar saja, namun

wajib banyak melakukan penelitian, menulis hasil penelitian, menyusun artikel, berdiskusi, dan menerbitkan buku.

Selain itu, seyogianya menjalin hubungan yang bersifat simbolis mutualistis dengan dunia usaha dan masyarakat agar hasil penelitian dan gagasan atau teori-teorinya dapat diimplementasikan di lapangan. Orang Barat mengatakan "research

without action is daydream, action without research is nightmare."

Saya ingat sebuah kisah saat istirahat makan siang dalam pertemuan Dewan Riset Nasional di Serpong beberapa tahun

lalu. Seorang gurubesar Institut Teknologi Bandung bercanda, meledek gurubesar Institut Pertanian Bogor (IPB), "Mas,mengapa sekarang kita kebanjiran buah-buahan dari Bangkok: jambu bangkok, belimbing bangkok, kelengkeng bangkok,durian bangkok. Memangnya ada IPB atau tidak?" Sang gurubesar IPB membalas ketus: "Kita ini sama saja. Coba lihat

di jalanan, semua mobil buatan mancanegara: Toyota, Honda, Suzuki, Isuzu, Nissan, BMW, Mercedes Benz.Memangnya ada ITB atau tidak?"

Kelihatannya mereka berdua sekadar bercanda, tetapi sesungguhnya esensi yang dibicarakan amat serius.

Bila dikaitkan dengan tekad membumikan iptek, mestinya keberagaman hasil agrikultur dan hortikultur Indonesia

dikembangkan para pakar dan ilmuwan IPB untuk dimasyarakatkan sehingga terlihat hasil nyata. Jangan sampai IPB laludiartikan dengan Institut Pertanian Bangkok, seperti desas-desus yang beredar. Para pakar dan ilmuwan kampus PTN danPTS pun wajib melakukan penelitian terus-menerus untuk pengembangan ilmu dan teknologi berbagai bidang, supaya

kecaman kampus sebagai gudang teori semata-mata, dapat ditangkal dan disangkal.

Tugas membumikan Iptek adalah tugas kita yang bergulat di dunia pendidikan tinggi, agar tidak ada lagi sindiran, mereka

yang tidak bisa berbuat apa-apa, mengajar sajalah.

Prof Ir Eko Budihardjo MSc, Rektor Universitas Diponegoro, Ketua Kehormatan Forum Rektor Indonesia 

URL Source: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0302/14/opini/129145.htm 

Ajaran Baru Bikin Pusing, Lulus Sekolah Lebih Pusing 

TAHUN ajaran baru sekolah selalu membuat orangtua pusing. Mereka lebih pusing lagi ketika anaknya lulus

sekolah dan akan melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.

Beban semakin bertambah ketika yang membutuhkan biaya sekolah itu bukan hanya satu anak, tetapi beberapaanak dari satu keluarga. Ini dialami oleh orangtua yang masuk kategori tidak mampu alias ekonomi lemah.

Pusing karena memikirkan dua hal. Pertama, memikirkan biaya pendidikan selanjutnya, baik untuk naik kelasapalagi bila lulus dan meneruskan sekolah.

Kedua, apa yang akan digadaikan atau dapat dana dari mana untuk "menebus" rapor atau surat tanda kelulusan."Jangankan mikirin biaya daftar ulang karena naik kelas atau biaya pindah sekolah karena sudah lulus, sekarang

aja mikirin biaya untuk hidup sehari-hari termasuk buat nebus rapor atau surat lulus udah pusing," kata seorangibu.

Mereka, para orangtua yang tengah pusing itu, sebenarnya memiliki harapan sederhana saja, yakni agar anak yangdisayanginya dapat terus sekolah dengan baik, tidak putus sekolah hanya karena tidak ada uang.

Bila bisa menyelesaikan sekolahnya dengan baik, maka para orangtua itu memperhitungkan bahwa kehidupan anak 

mereka di masa depan kelak tidak akan sesusah mereka. Syukur bila mereka kemudian bisa turut membantukesulitan orangtua.

Page 6: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 6/40

 

Setiap tahun keluarga kurang mampu dipusingkan oleh uang sekolah yang harus dilunasi. Tanpa melunasi uang

sekolah dan biaya lain-lain, rapor atau STTB (surat tanda tamat belajar) dan surat tanda kelulusan tidak bisa

diambil.

Pusing dan bingung dialami Ny Sri Riyani, ibu dari Andriansyah (12), siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri Bulak 

III, Pamulang, Tangerang. Anak pertama pasangan Suyateno dan Sri Riyani ini sudah lulus SD.

Ternyata, lulus SD selain menyenangkan juga membingungkan orangtua. Ny Sri Riyani bingung, ke mana harusmencari uang untuk melunasi uang sekolah agar anaknya bisa meneruskan ke SLTP. Menurut pengakuannya,suaminya menganggur dan jarang pulang. Dia sendiri yang harus menghidupi tiga orang anak yang masih kecil-kecil.

Saat mengajukan permohonan bantuan kepada Dana Kemanusiaan Kompas (DKK), Sri Riyani memberikan daftar tunggakan yang harus dibayar, seperti Uang BP3 satu tahun, bu ku semester I dan II, Kartu BP3, uang praktik ujian

akhir semester, uang foto, dan biaya piknik. Semua itu harus dilunasi agar anaknya bisa mengambil STTB dan bisamelanjutkan sekolah.

"Saya sudah tidak sanggup menyekolahkan anak saya ini. Biar dia melanjutkan SLTP di Cepu tempat neneknyadari pihak bapak," kata Ny Sri sedih.

Setelah diteliti, DKK setuju untuk membantu kesulitan yang dialami Ny Sri Riyani dan Andriansyah. Tim DKK  pun datang ke SDN Bulak III, Pamulang, Tangerang, Senin (30/6), untuk memberikan bantuan melunasi uang

sekolah atas nama Andriansyah.

Saat pembagian STTB, Andriansyah kelihatan pucat, tubuhnya kecil tidak seperti anak berusia 12 tahun. KepalaSekolah SDN Bulak III Eni Suparni mengucapkan banyak terima kasih atas kepedulian pembaca Kompas

membantu anak didik yang kurang mampu. Eni Suparni didampingi Wali Murid Kelas VI, Andriyeni.

Sambil mengucapkan terima kasih, Kepala Sekolah menyelipkan amplop pada anggota tim DKK. "Ini sekadar 

tanda terima kasih kami dari sekolah Pak," katanya. Tim DKK terkejut dan langsung menolak. "Kami pekerjasosial, kami melakukan pelayanan tulus untuk memberi bantuan dan bukan sebaliknya," kata anggota tim DKK.

"Justru karena bapak menolak, kami jadi sangat malu," kata Eni Suparni . "Baru kali ini ada yang menolak. Sudah

 biasa kami menerima tamu yang kadang-kadang mengharapkan sesuatu dari kami. Padahal, Bapak lihat sendirikeadaan sekolah kami," kata Ibu Andriyeni, wali kelas VI pada anggota tim DKK.

LAIN lagi yang dialami Yuki (39) yang berwiraswasta kecil-kecilan. Sudah dua tahun dagangannya habis dan

tidak mampu lagi meneruskan usahanya. Kini Yuki kerja serabutan.

Sejak perkawinannya dengan Sukwati tahun 1986, keluarga ini memiliki tujuh anak. Anak tertua Sukwandana (16)naik kelas III SLTP dan Sukwandini (14), anak kedua, naik kelas II SLTP, anak ketiga Ikhsan Takwa (11) terpaksa

tidak sekolah, dan anak keempat Ade Salam (9) naik kelas III SD. Juhansa anak kelima, bulan depan akan masuk 

sekolah, sedangkan dua anak yang lain belum sekolah.

Dari ketiga anak yang kini bersekolah sampai akhir ajaran, uang sekolah yang terbayar baru satu bulan. Padahal,uang pangkal masuk untuk anak kelima juga harus ada.

Yuki dan istrinya sangat kesulitan untuk membiayai anak-anaknya. Untuk makan sehari-hari pun sudah sangatkesulitan. Belum lagi untuk membayar kontrak rumah dengan ruangan kecil sekitar 4 x 5 m berlantai tanah denganharga Rp 50.000 per bulan di Depok.

"Dulu kami tinggal di daerah Pasar Rumput. Tapi kontrak rumah di situ sekarang mahal, jadi kami memilih diDepok yang murah. Kami juga ikut KB tapi gagal, makanya anak ada tujuh orang," katanya, waktu ditanya

mengapa tidak ikut keluarga berencana.

Sukwati merasa sangat berat untuk membesarkan anak- anaknya. Apalagi biaya pendidikannya sudah sangat jauh

dari jangkauan.

Menurut Sukwati, ada anaknya yang rangking satu di sekolah dan dia ingin terus sekolah. Tapi mereka tidak 

sanggup membiayai. "Kalau perlu anak-anak ini tidak usah sekolah lagi sebab kami sudah tidak sanggup lagimembiayai sekolah mereka," katanya kepada tim DKK.

Page 7: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 7/40

 

"Kami rela bila ada panti asuhan yang bersedia menerima anak kami untuk disekolahkan dan dididik dengan baik,

dan kami orangtuanya masih diperkenankan bertemu. Yang penting mereka bisa sekolah. Kepada pembaca

Kompas melalui DKK kami ucapkan terima kasih atas kepedulian kepada kami orang susah," kata Sukwati saatmenerima sumbangan uang sekolah dari DKK.

ROHAEMI, janda berumur 46 tahun, dipusingkan oleh tunggakan uang sekolah salah satu anaknya, Pipit Romlah

(18). Pipit naik ke kelas II Sekolah Menengah Kejuruan Tri Dharma 2 Bogor, belum bisa menerima rapor karenamasih punya tunggakan berupa sumbangan akhir tahun/bangunan, uang SPP Desember 2002 sampai Juni 2003,

uang praktik, dan lain-lain. Seluruhnya berjumlah Rp 572.500.

Dalam surat permohonannya kepada DKK, Rohaemi menyatakan bahwa dia janda miskin yang ingin

menyekolahkan anak-anaknya. Tunggakan uang sekolah tiga orang anaknya tidak mampu dibayarnya.

DKK membantu Rohaemi dengan mengirimkan uang sekolah yang belum terbayar atas nama Pipit Romlah ke

SMK Tri Dharma 2 Bogor sebesar Rp 572.500. Dengan demikian, beban Rohaemi atas kebutuhan sekolah anak-anaknya bisa diperingan.

Selain Pipit, Rohaemi juga punya tanggungan tiga anak yang masih bersekolah. Sementara, beban yang ditanggunguntuk hidup sehari-hari pun sudah terasa sangat berat. Apalagi dengan tahun ajaran baru yang penuh dengan biaya,mulai dari kebutuhan buku, baju seragam, hingga uang sekolah.

BEBAN biaya sekolah juga dirasakan Sukaesih, orangtua dari Nurlaela (17), siswi kelas II jurusan akuntansi SMK 

Rahayu Mulyo, Jakarta Timur. Nur harus melunasi uang sekolah Rp 120.000 saja agar dapat menerima rapor, dandengan itu dia bisa tahu apakah naik atau tinggal kelas.

Bila rapor sudah "ditebus", maka Sukaesih harus memikirkan lagi biaya daftar ulang. "Berapa, ya?" katanya

kepada Tim DKK yang mengunjungi dan menyerahkan tali asih untuk membantu kesulitan keluarga ini hari Kamis(3/7).

H Pandi, orangtua Nurlaela adalah buruh bangunan yang saat ini sedang tidak ada pekerjaan, sementara Sukaesih buruh cuci pakaian. Kakak Nurlaela, Aisah, membantu penghasilan keluarga dengan menerima borongan jahitankonveksi pakaian. Sementara adiknya, juga masih membutuhkan uang untuk membiayai sekolah. Keluarga ini

tinggal di Tanjung Lengkong, Bidara Cina, Jaktim, daerah perumahan padat yang langganan banjir.

SRI Riyani, Sukwati, Rohaemi, dan Sukaesih adalah contoh ibu-ibu yang kurang mampu. Setiap tahun mereka

harus dipusingkan dengan segala kebutuhan sekolah anak-anaknya. Dari usia SD pun sudah membutuhkan banyak  biaya, dan itu sudah menyulitkan para orangtua. Apalagi, bila pendidikan anak-anak itu sampai perguruan tinggi.

Harian Kompas hari Kamis (3/7) juga mewartakan warga tidak mampu di Kota dan Kabupaten Bogor yang stresmenjelang tahun ajaran baru. Selain penghasilan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka jugadipusingkan dengan biaya masuk sekolah yang dapat mencapai hingga Rp 1 juta.

DKK sendiri setiap bulan menyalurkan bantuan kepada anggota masyarakat yang mengalami kesulitan dalam pembiayaan pendidikan anak-anaknya. Umumnya yang mendapat bantuan adalah anak-anak tingkat SD, sebagian

tingkat SLTP, dan sedikit tingkat SLTA, digunakan untuk membayar berbagai tagihan yang belum dibayar.Dengan cara "menebus" tagihan yang belum dibayar, para anak murid itu dapat melanjutkan pendidikannya.

Tentu saja, pemohon bantuan yang dimajukan harus dilengkapi dengan surat-surat tertentu. Bantuan yangdiberikan pun hanya satu kali saja karena dana sumbangan dari pembaca Kompas sangat terbatas, sementara yangingin dibantu atau mengajukan permohonan sangat banyak dan sangat beragam.

Rata-rata setiap bulan, DKK menyalurkan sekitar Rp 3,5 juta untuk membantu anak sekolah yang langsung

mengajukan permohonan. Mereka yang dibantu itu umumnya bersekolah di Jakarta.

Permohonan bantuan dana untuk anak sekolah yang diterima DKK, umumnya mengalami lonjakan pada saat-saat penerimaan rapor dan pendaftaran murid baru.

Keluarga ekonomi lemah itu memang benar-benar membutuhkan biaya agar anak-anaknya dapat terus bersekolah.Semangat mereka untuk bersekolah cukup tinggi, hanya terkadang terbentur pada masalah biaya. (TIM DKK/BSP)

URL Source: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0307/10/DKK/419540.htm 

Page 8: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 8/40

 

Mengapa Mesti Perpeloncoan? Oleh: Limas Sutanto

MENGAPA sekolah-sekolah lanjutan di Indonesia selalu menyelenggarakan perpeloncoan untuk murid-murid baru

mereka? Mereka mengatakan, kini tiada lagi perpeloncoan.

 Namun secara riil, praktik perpeloncoan, atau setidaknya acara bernuansa perpeloncoan di awal tahun pelajaran, tetap berlangsung. Tak pelak, hari-hari awal tahun pelajaran baru adalah kurun waktu yang menegangkan buat siswa-siswi

kelas satu SLTP dan SLTA di seluruh Indonesia. Pada hari-hari itu nyaris semua SLTP dan SLTA di seluruh Indonesiamengawali "pengalaman belajar dan pendidikan" pertama untuk murid- murid baru mereka justru dengan rangkaian acara

yang secara lugas namun hakiki niscaya disebut perpeloncoan.

Memang perpeloncoan itu dibungkus dengan serbaneka nama. Akhir-akhir ini nama yang populer adalah "Masa Orientasi

Studi" (biasa disingkat MOS). Ada pula yang membungkus perpeloncoan itu dengan nama-nama lain, namun dengan

serbaneka nama itu secara tak sadar sekolah memperagakan defensi atas kerancuan pemahaman mereka tentang pengalaman belajar dan pendidikan, justru sejak titik awal tahun pelajaran.

KRITIK masyarakat selalu dilancarkan terhadap praktik perpeloncoan pada setiap awal tahun pelajaran. Hamparan kritik 

itu telah membuahkan hasil, kendati tidak cukup mendasar. Praktik perpeloncoan keterlaluan, yang berulang terjadi di

masa lampau sampai memakan korban kesehatan jiwa murid baru, bahkan pula memakan korban nyawa, kini secararesmi dilarang oleh semua sekolah. Namun dalam kenyataan, perpeloncoan masih terus dilaksanakan, kendati diupayakantidak sesadis dulu. Masalahnya bukanlah semata pepeloncoan itu sadis atau tidak, melainkan kurun hari-hari pertama

 bersekolah semestinya memberikan pengalaman belajar dan pendidikan yang benar, baik, dan bemakna bagi setiap murid baru.

Jika diamati pada perspektif psikodinamika, terlihat betapa praktik perpeloncoan, terutama yang keterlaluan, padahakikatnya adalah ajang proyeksi impuls-impuls agresi, kekerasan, balas dendam, kebutuhan untuk menguasai, dankebutuhan untuk disanjung yang bersarang di dalam jiwa sebagian murid senior dan sebagian pendidik. Semua impuls

dan kebutuhan psikologis tersebut sulit diekspresikan secara sehat dan wajar di tengah kehidupan sehari-hari. Inikelihatannya adalah cerminan realitas relasi psikososial di tengah masyarakat kita.

Ironis betul, justru ajang Masa Orientasi Studi menjadi ladang pelampiasan semua impuls dan kebutuhan psikologis yangtertekan itu. Korban-korbannya adalah murid-murid baru yang justru semestinya mendapatkan pengalaman belajar dan

 pendidikan pertama di sekolah baru mereka secara baik, benar, dan bermakna lewat Masa Orientasi Studi.

Itulah sebabnya, di tengah perpeloncoan kita menyaksikan murid senior atau sebagian pendidik membentak-bentak murid baru tanpa alasan nan rasional, murid baru disuruh membawa gula pasir satu dua pertiga kilogram, air minum hangat 310

mililiter, pupuk kandang 147 gram, atau sepasang cicak jantan dan betina. Apa relevansi urgen semua aktivitas seperti iniuntuk suatu pengalaman belajar dan pendidikan awal yang benar, baik, dan bermakna bagi peserta didik?

Apakah manusia dilarang memproyeksikan impuls-impuls dan kebutuhan-kebutuhan psikologis yang tertekan itu? Tidak dilarang, sejauh proyeksi itu tidak merusak martabat kemanusiaan. Tidak dilarang, sejauh proyeksi itu tidak merusak 

 pengalaman belajar dan pendidikan yang seyogianya didapatkan dengan benar, baik, dan bermakna oleh setiap murid

 baru, justru sejak titik awal masa sekolah mereka.

Maka, sebenarnya pelampiasan impuls-impuls dan kebutuhan-kebutuhan psikologis seperti itu paling tepat dilakukan

dalam ajang psikoterapi atau konseling, di hadapan psikoterapis atau konselor profesional yang mampu memfasilitasikanalih ragam (transformasi) proyeksi yang regresif (merusak tumbuh kembang kehidupan) menjadi aktualisasi yang

 progresif (mendukung tumbuh kembang kehidupan). Sekolah bukanlah ajang yang tepat untuk pelampiasan itu karena

sekolah adalah lingkungan belajar dan pendidikan yang justru niscaya memfasilitasikan proses belajar dan pendidikan

yang menyenangkan.

SEBENARNYA sebutan Masa Orientasi Studi adalah nama yang amat bagus menggambarkan hari-hari pertama setiapmurid baru di sekolah mereka yang baru. Setiap murid baru itu membutuhkan dan memerlukan orientasi (pengenalan)

yang jelas di tengah lingkungan sekolah mereka yang baru. Seperti dikatakan konselor Gerald Corey (2001), manusia

tanpa orientasi ibarat orang menerbangkan pesawat terbang tanpa peta dan tanpa instrumen.

Orientasi ini pen ting untuk mengawali proses belajar dan pendidikan yang benar, baik, dan bermakna. Masa orientasi

 boleh dipandang sebagai semacam kurun waktu untuk meraih seperangkat pedoman umum yang bisa dimanfaatkan oleh

setiap murid baru untuk memberikan arti bagi setiap hal yang mereka lakukan nanti di sekolah, demi berlangsungnya proses belajar dan pendidikan yang benar, baik, dan bermakna untuk diri mereka. Maka, sesungguhnya sangat diharapkan

kurun hari-hari pertama bersekolah benar- benar menjadi masa orientasi studi yang sejati. Janganlah kurun tersebut hanyadipakai untuk bentak-membentak, hukum- menghukum, menyuruh murid-murid baru membawa tetek bengek yang tidak 

Page 9: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 9/40

 

relevan untuk suatu pengalaman belajar dan pendidikan yang benar, baik, dan bermakna.

Masa belajar dan pendidikan di sekolah itu singkat dan mahal. Maka, seyogianya kurun bersekolah benar-benar dimanfaatkan secara sungguh terarah untuk realisasi pengalaman belajar dan pendidikan yang benar, baik, dan bermakna

 bagi setiap murid.

Lihatlah betapa luas dan sulit tugas sekolah untuk merealisasikan pengalaman belajar yang benar, baik, dan bermakna

  buat setiap muridnya. Seperti diutarakan oleh pakar pendidikan T Raka Joni dalam sebuah kuliahnya di Universitas Negeri Malang, Juni 2003, tugas itu meliputi tiga subtugas yang saling berkait dalam integrasi dinamis namun harmonis.

Subtugas kesatu adalah mendidik demi penguasaan pengetahuan dan pemahaman lewat berbagai aktivitas pengkajian

kritis rasional. Subtugas kedua adalah melatih demi penguasaan keterampilan intelektual, personal, sosial, dan psikomotorik lewat berbagai aktivitas pelatihan. Dan subtugas ketiga adalah membimbing demi tumbuh kembang sikap profesional dan internalisasi nilai-nilai luhur lewat penghayatan nan otentik.

Pada perspektif tugas yang sedemikian utuh, pengalaman belajar dan pendidikan di sekolah niscaya memberikan andil bermakna untuk peraihan kompetensi oleh setiap murid, yang meliputi penguasaan akademik, penguasaan keterampilan,

  pemilikan sikap, nilai, dan kecenderungan bertindak yang profesional dan luhur, serta peragaan riil unjuk kerja profesional.

TENTU sekolah tidak pernah menjadi satu-satunya lembaga yang bertanggung jawab untuk realisasi semua pengalaman belajar dan pendidikan itu. Kendati demikian, sekolah sebagai lembaga pendidikan formal niscaya memberikan andil

 bermakna untuk semua itu.

Dengan demikian, boleh sungguh disadari betapa tugas pokok sekolah adalah sebegitu luas, banyak, dan berat. Makasesungguhnya pada perspektif realistis kita tidak akan pernah melihat sekolah memiliki waktu yang tersisa-sisa untuk 

diisi dengan acara yang hanya merangkum ingar- bingar proyeksi jiwa nan tertekan dalam manifestasi bentak-membentak, hardik-menghardik, memberikan serbaneka tugas tetek bengek yang tidak relevan dengan tugas pokok merealisasikan pengalaman belajar dan pendidikan yang benar, baik, dan bermakna untuk setiap muridnya.

Maka, mengapa mesti perpeloncoan? Perpeloncoan hanyalah salah satu simtom yang ikut mencerminkan betapa tidak terarahnya proses belajar dan pendidikan di sekolah-sekolah kita.

Limas Sutanto  P  sikiater  

URL Source: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0307/21/opini/442912.htm 

Mengapa Mesti Perpeloncoan? Oleh: Limas Sutanto

MENGAPA sekolah-sekolah lanjutan di Indonesia selalu menyelenggarakan perpeloncoan untuk murid-murid baru

mereka? Mereka mengatakan, kini tiada lagi perpeloncoan.

 Namun secara riil, praktik perpeloncoan, atau setidaknya acara bernuansa perpeloncoan di awal tahun pelajaran, tetap

 berlangsung. Tak pelak, hari-hari awal tahun pelajaran baru adalah kurun waktu yang menegangkan buat siswa-siswi

kelas satu SLTP dan SLTA di seluruh Indonesia. Pada hari-hari itu nyaris semua SLTP dan SLTA di seluruh Indonesiamengawali "pengalaman belajar dan pendidikan" pertama untuk murid- murid baru mereka justru dengan rangkaian acara

yang secara lugas namun hakiki niscaya disebut perpeloncoan.

Memang perpeloncoan itu dibungkus dengan serbaneka nama. Akhir-akhir ini nama yang populer adalah "Masa Orientasi

Studi" (biasa disingkat MOS). Ada pula yang membungkus perpeloncoan itu dengan nama-nama lain, namun denganserbaneka nama itu secara tak sadar sekolah memperagakan defensi atas kerancuan pemahaman mereka tentang

 pengalaman belajar dan pendidikan, justru sejak titik awal tahun pelajaran.

KRITIK masyarakat selalu dilancarkan terhadap praktik perpeloncoan pada setiap awal tahun pelajaran. Hamparan kritik 

itu telah membuahkan hasil, kendati tidak cukup mendasar. Praktik perpeloncoan keterlaluan, yang berulang terjadi di

masa lampau sampai memakan korban kesehatan jiwa murid baru, bahkan pula memakan korban nyawa, kini secararesmi dilarang oleh semua sekolah. Namun dalam kenyataan, perpeloncoan masih terus dilaksanakan, kendati diupayakantidak sesadis dulu. Masalahnya bukanlah semata pepeloncoan itu sadis atau tidak, melainkan kurun hari-hari pertama

 bersekolah semestinya memberikan pengalaman belajar dan pendidikan yang benar, baik, dan bemakna bagi setiap murid baru.

Jika diamati pada perspektif psikodinamika, terlihat betapa praktik perpeloncoan, terutama yang keterlaluan, pada

Page 10: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 10/40

 

hakikatnya adalah ajang proyeksi impuls-impuls agresi, kekerasan, balas dendam, kebutuhan untuk menguasai, dan

kebutuhan untuk disanjung yang bersarang di dalam jiwa sebagian murid senior dan sebagian pendidik. Semua impuls

dan kebutuhan psikologis tersebut sulit diekspresikan secara sehat dan wajar di tengah kehidupan sehari-hari. Inikelihatannya adalah cerminan realitas relasi psikososial di tengah masyarakat kita.

Ironis betul, justru ajang Masa Orientasi Studi menjadi ladang pelampiasan semua impuls dan kebutuhan psikologis yang

tertekan itu. Korban-korbannya adalah murid-murid baru yang justru semestinya mendapatkan pengalaman belajar dan pendidikan pertama di sekolah baru mereka secara baik, benar, dan bermakna lewat Masa Orientasi Studi.

Itulah sebabnya, di tengah perpeloncoan kita menyaksikan murid senior atau sebagian pendidik membentak-bentak murid baru tanpa alasan nan rasional, murid baru disuruh membawa gula pasir satu dua pertiga kilogram, air minum hangat 310

mililiter, pupuk kandang 147 gram, atau sepasang cicak jantan dan betina. Apa relevansi urgen semua aktivitas seperti ini

untuk suatu pengalaman belajar dan pendidikan awal yang benar, baik, dan bermakna bagi peserta didik?

Apakah manusia dilarang memproyeksikan impuls-impuls dan kebutuhan-kebutuhan psikologis yang tertekan itu? Tidak dilarang, sejauh proyeksi itu tidak merusak martabat kemanusiaan. Tidak dilarang, sejauh proyeksi itu tidak merusak 

 pengalaman belajar dan pendidikan yang seyogianya didapatkan dengan benar, baik, dan bermakna oleh setiap murid

 baru, justru sejak titik awal masa sekolah mereka.

Maka, sebenarnya pelampiasan impuls-impuls dan kebutuhan-kebutuhan psikologis seperti itu paling tepat dilakukan

dalam ajang psikoterapi atau konseling, di hadapan psikoterapis atau konselor profesional yang mampu memfasilitasikan

alih ragam (transformasi) proyeksi yang regresif (merusak tumbuh kembang kehidupan) menjadi aktualisasi yang progresif (mendukung tumbuh kembang kehidupan). Sekolah bukanlah ajang yang tepat untuk pelampiasan itu karena

sekolah adalah lingkungan belajar dan pendidikan yang justru niscaya memfasilitasikan proses belajar dan pendidikanyang menyenangkan.

SEBENARNYA sebutan Masa Orientasi Studi adalah nama yang amat bagus menggambarkan hari-hari pertama setiapmurid baru di sekolah mereka yang baru. Setiap murid baru itu membutuhkan dan memerlukan orientasi (pengenalan)yang jelas di tengah lingkungan sekolah mereka yang baru. Seperti dikatakan konselor Gerald Corey (2001), manusia

tanpa orientasi ibarat orang menerbangkan pesawat terbang tanpa peta dan tanpa instrumen.

Orientasi ini pen ting untuk mengawali proses belajar dan pendidikan yang benar, baik, dan bermakna. Masa orientasi

 boleh dipandang sebagai semacam kurun waktu untuk meraih seperangkat pedoman umum yang bisa dimanfaatkan olehsetiap murid baru untuk memberikan arti bagi setiap hal yang mereka lakukan nanti di sekolah, demi berlangsungnya

 proses belajar dan pendidikan yang benar, baik, dan bermakna untuk diri mereka. Maka, sesungguhnya sangat diharapkan

kurun hari-hari pertama bersekolah benar- benar menjadi masa orientasi studi yang sejati. Janganlah kurun tersebut hanyadipakai untuk bentak-membentak, hukum- menghukum, menyuruh murid-murid baru membawa tetek bengek yang tidak 

relevan untuk suatu pengalaman belajar dan pendidikan yang benar, baik, dan bermakna.

Masa belajar dan pendidikan di sekolah itu singkat dan mahal. Maka, seyogianya kurun bersekolah benar-benar dimanfaatkan secara sungguh terarah untuk realisasi pengalaman belajar dan pendidikan yang benar, baik, dan bermakna

 bagi setiap murid.

Lihatlah betapa luas dan sulit tugas sekolah untuk merealisasikan pengalaman belajar yang benar, baik, dan bermakna

  buat setiap muridnya. Seperti diutarakan oleh pakar pendidikan T Raka Joni dalam sebuah kuliahnya di Universitas Negeri Malang, Juni 2003, tugas itu meliputi tiga subtugas yang saling berkait dalam integrasi dinamis namun harmonis.

Subtugas kesatu adalah mendidik demi penguasaan pengetahuan dan pemahaman lewat berbagai aktivitas pengkajiankritis rasional. Subtugas kedua adalah melatih demi penguasaan keterampilan intelektual, personal, sosial, dan

 psikomotorik lewat berbagai aktivitas pelatihan. Dan subtugas ketiga adalah membimbing demi tumbuh kembang sikap

 profesional dan internalisasi nilai-nilai luhur lewat penghayatan nan otentik.

Pada perspektif tugas yang sedemikian utuh, pengalaman belajar dan pendidikan di sekolah niscaya memberikan andil

 bermakna untuk peraihan kompetensi oleh setiap murid, yang meliputi penguasaan akademik, penguasaan keterampilan,  pemilikan sikap, nilai, dan kecenderungan bertindak yang profesional dan luhur, serta peragaan riil unjuk kerja profesional.

TENTU sekolah tidak pernah menjadi satu-satunya lembaga yang bertanggung jawab untuk realisasi semua pengalaman belajar dan pendidikan itu. Kendati demikian, sekolah sebagai lembaga pendidikan formal niscaya memberikan andil

 bermakna untuk semua itu.

Dengan demikian, boleh sungguh disadari betapa tugas pokok sekolah adalah sebegitu luas, banyak, dan berat. Maka

sesungguhnya pada perspektif realistis kita tidak akan pernah melihat sekolah memiliki waktu yang tersisa-sisa untuk diisi dengan acara yang hanya merangkum ingar- bingar proyeksi jiwa nan tertekan dalam manifestasi bentak-

Page 11: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 11/40

 

membentak, hardik-menghardik, memberikan serbaneka tugas tetek bengek yang tidak relevan dengan tugas pokok 

merealisasikan pengalaman belajar dan pendidikan yang benar, baik, dan bermakna untuk setiap muridnya.

Maka, mengapa mesti perpeloncoan? Perpeloncoan hanyalah salah satu simtom yang ikut mencerminkan betapa tidak terarahnya proses belajar dan pendidikan di sekolah-sekolah kita.

Limas Sutanto  P  sikiater  

URL Source: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0307/21/opini/442912.htm 

Jalan Lurus PT-BHMN Oleh: Sofian Effendi 

PEMBERITAAN di media cetak dan elektronik beberapa waktu lalu tentang sistem seleksi calon mahasiswa bukan saja

membingungkan masyarakat, tetapi juga mendistorsi opini publik.

Editorial koran nasional (Media Indonesia, 26/6) bahkan telah menabalkan sistem seleksi mahasiswa itu, yang oleh

kalangan media dinamakan "jalur khusus", sebagai "jalur sesat". Penamaan secara apriori kian membingungkan. Sayang, peringatan tokoh pers Jakob Oetama, pada pidato promosi Dr Honoris Causa di Universitas Gadjah Mada, 17 April 2003,

 bahwa tugas pers bukan semata-mata "memenuhi kebutuhan khalayak ramai tentang fakta, tetapi harus mampu memberimakna atas fakta itu tampaknya belum dihayati insan pers.

Jalan sesat adalah istilah yang banyak digunakan penyebar agama tauhid. Umat dan calon umat selalu diajarkan, agar 

masuk surga mereka harus ada di jalan benar, jalan tauhid. Bila menyeleweng atau goyang ketauhidan seseorang, diamenyimpang menuju jalan sesat.

Sebelum memberi cap sistem seleksi khusus pada PT-BHMN sebagai jalan sesat, mungkin perlu diketahui jalan lurus  bidang pendidikan. Menurut saya, paling tidak ada dua arah jalan lurus. Pertama, kewajiban perguruan tinggimenyediakan pendidikan bermutu tinggi, tidak saja dalam penguasaan iptek, tetapi juga dalam kualitas moral dan budi

 pekerti luhur. Kedua, kewajiban perguruan tinggi menjadi tiang penyangga keadilan dalam pelaksanaan salah satu hak 

asasi manusia (HAM) warga negara memperoleh pendidikan tersier yang bermutu.

Terobosan manajemen 

Belajar dari kegagalan negara lain dalam reformasi pendidikan tinggi, Pemerintah Indonesia, melalui PP No 61 Tahun

1999, menurut saya, telah melakukan terobosan manajemen cukup berani. Terobosan manajemen itu dilakukan denganmenyapih PTN, yang selama ini merupakan instansi pemerintah, menjadi suatu independent administrative entity yangditabalkan dengan nama Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT-BHMN). Secara administratif badan itu

adalah badan milik pemerintah yang bersifat nirlaba. Dia diberi kemandirian dalam mengelola urusan akademik,keuangan, dan kepegawaian. Semua kebebasan ini diberikan agar PT-BHMN tidak terikat berbagai kekakuan peraturan

 birokrasi pemerintah, khususnya dalam bidang keuangan dan kepegawaian

Selama hampir 60 tahun, kinerja PTN terkendala berbagai aturan ketat yang diterapkan pada instansi pemerintah.Akibatnya, cukup fatal. Lembaga pendidikan nasional tidak mampu melaksanakan misinya dengan baik dan tertinggal

auh dari PT negara tetangga dalam mutu akademik dan memberikan akses yang adil bagi golongan masyarakat

 berpenghasilan rendah.

Bahwa PT Indonesia belum mampu menyediakan pendidikan tinggi bermutu, ditunjukkan Survei PT yangdiselenggarakan majalah Asiaweek. Tahun 2000, PT papan atas Indonesia (UI dan UGM), hanya mampu menduduki

 posisi 61 dan 68 dari 77 PT yang ikut disurvei. UGM, hanya menduduki rangking 43 dalam kualitas akademik, rangking77 dalam kualitas dosen, rangking 69 dalam kualitas penelitian, rangking 73 dalam sumber keuangan, 76 dalam publikasiilmiah, dan 71 dalam fasilitas teknologi informasi. UNDIP dan UNAIR lebih rendah.

Keadilan akses 

Kemampuan perguruan tinggi dalam menyediakan akses secara adil bagi golongan tidak mampu juga tidak terbukti.

Persepsi masyarakat, pendidikan tinggi murah yang disubsidi besar-besaran oleh pemerintah lebih mampu menciptakan pemerataan dan keadilan, seumur-umur tidak pernah tercapai.

Penulis sudah mengamati keadilan akses golongan berpenghasilan rendah pada pelayanan pendidikan, kesehatan, dan

Page 12: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 12/40

 

  public utilities sejak 1969 (Prisma, 1969). Dalam pendidikan, hanya pada pendidikan dasar sudah ada tanda-tanda

  pemerataan. Namun, semakin tinggi jenjang pendidikan, subsidi pemerintah cenderung lelbih dinikmati golongan

mampu.

Tren ini tidak berubah sampai sekarang. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2001 menunjukkan, pada tingkat

nasional, akses golongan berpendapatan rendah terhadap pendidikan tinggi hanya 3,2 persen, sedangkan golongan

 berpendapatan tinggi mencapai 30,6 persen. Di DIY akses golongan pertama hampir dua kali lipat, 6,9 persen. Tetapi,akses golongan berpenghasilan tinggi juga meningkat lebih dua kali lipat, menjadi 76,7 persen. Dengan kata lain, pada

tingkat nasional kesenjangan akses pendidikan tinggi cukup lebar, Jumlah anak-anak dari golongan berpenghasilan tinggiyang menikmati pendidikan tinggi bersubsidi hampir sepuluh kali lipat dari anak-anak golongan berpenghasilan rendah.Di DIY, keadilan akses menjadi bertambah rendah karena jumlah anak-anak dari golongan berpenghasilan tinggi yang

menikmati subsidi pendidikan tinggi mencapai hampir 13 kali jumlah anak-anak golongan berpenghasilan rendah.

Sebaliknya, melalui UM- UGM, yang sama sekali bukan "jalur khusus" seperti persepsi masyarakat dan sebagian media,

terbukti lebih mampu menciptakan keadilan akses di UGM. Akses golongan tidak mampu mencapai 9,5 persen dan aksesgolongan mampu hanya mencapai 26,1 persen. Dengan kata lain, kesenjangan di UGM turun drastis menjadi 2,7 kali.Menurut pendapat saya ini adalah peningkatan akses dan keadilan amat signifikan, dan sesuai dengan semangat

kerakyatan UGM.

Prioritas politik rendah 

Mau tidak mau kita akan teringat hipotesis Francis Fukuyama, dalam buku Trust. Bangsa Indonesia, kata Fukuyama,adalah bangsa yang rendah kepercayaan kepada sesamanya. Karena itu bangsa Indonesia sukar maju. Ingar-bingar opini

 publik sekitar sistem penerimaan calon mahasiswa baru yang dilakukan PT-BHMN, cenderung mendukung kebenaranhipotesis ekonom AS keturunan Jepang itu.

Landasan hukum pemberian kemandirian kepada empat PTN dengan mentransformasi mereka menjadi PT-BHMN sudahelas, yakni Undang-Undang No 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004. Bab VII.C.3.

Undang-undang itu jelas mencantumkan, salah satu sasaran Program Pendidikan Tinggi adalah "mewujudkan otonomi

 pengelolaan empat perguruan tinggi, yaitu Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Indonesia,dan Universitas Gadjah Mada.

Selain itu, ada dua sasaran pokok Program Pendidikan Tinggi, yaitu meningkatkan partisipasi pendidikan tinggimencapai 15 persen dari jumlah penduduk usia 19-24 tahun, dan meningkatkan jumlah lulusan yang terserap oleh pasar kerja.

Aaron Vildavsky, negara warga AS ahli kebijakan keuangan, pernah menulis "prioritas politik suatu pemerintah dapatdilihat dari alokasi anggarannya". Apa kualitas dan akses pendidikan tinggi merupakan prioritas politik Pemerintah

Reformasi yang sedang memegang tampuk kekuasaan saat ini? Tampaknya tidak.

Paling tidak bila diukur dari pengeluaran pemerintah untuk pendidikan. Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan bukan

saja kecil, jauh di bawah pengeluaran negara tetangga seperti Malaysia, tetapi yang lebih mengejutkan, pengeluaran itusemakin lama semakin turun.

Pada tahun 1980 pengeluaran pemerintah untuk pendidikan hanya 1,2 persen dari PDB, 1990 turun menjadi 1,0, dan

2000 turun lagi menjadi hanya 0,80 persen.

Sedangkan di negara jiran, pengeluaran pemerintah untuk pendidikan hampir lima kali lebih besar, 5,2 pada 1980, naik menjadi 5,6 pada 1990 dan naik lagi menjadi 5,8 pada 2000.

Tampaknya, Pemerintah Dato¶ Seri Dr Mahathir Muhammad memberi prioritas besar pada pencerdasan anak bangsanya.

Sementara itu, Pemerintah Indonesia, sepertinya belum memberi prioritas tinggi pada bidang pendidikan.

Jangan-jangan polemik berkepanjangan tentang sistem penerimaan mahasiswa baru adalah gejala low trust, termasuk  pada PT-BHMN yang sedang melaju di jalan lurus. Tetapi, itu kan hipotesis Fukuyama.

Sofian Effendi  P engamat  P endidikan Tinggi, tinggal di Yogyakarta 

URL Source: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0307/21/opini/442913.htm 

"Orangtua yang Kudambakan" 

Page 13: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 13/40

 

Oleh: JC Tukiman Taruna

SEKOLAH Dasar Negeri 02 Karangsari, Kecamatan Pejawaran, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, sejak empat

 bulan terakhir ini memiliki Radio Suara Pelajar (Supel) dengan modal sekitar Rp 250.000. Kekuatan jelajah hanya radiusdua kilometer, tetapi sudah amat memadai untuk dapat didengar murid-murid (dan orangtua atau famili).

Setiap hari, pukul 15.00-17.00 Supel mengudara dengan pertama-tama membacakan pekerjaan rumah (PR) yang harus

segera dikerjakan anak di rumah masing-masing atau secara berkelompok.

Teman-teman kelas satu, pekerjaan rumah (PR) hari ini ialah Bahasa Indonesia," dan penyiar cilik itu menghidupkanmusik selingan agar murid-murid kelas I di rumah masing-masing menyiapkan buku Bahasa Indonesia. Itu hanya

 beberapa detik saja, lalu: "Siaplah mencatat, yakni dari buku Bahasa Indonesia, halaman...., nomor .... sampai..... Selamat

mengerjakan." Berikutnya musik selingan dibunyikan lagi beberapa lama, lalu: "Nah, teman-teman kelas 2 pasti sudahsiap mencatat PR yang harus dikerjakan, yaitu Matematika, dari buku ...., halaman ...., nomor....."

Ketika siang itu (pukul 13.30), Rabu, 4 Juni 2003, saya bertemu dengan sembilan orang kepala sekolah rintisan MBS(Manajemen Berbasis Sekolah) untuk membahas "pemantauan yang baik," seorang guru sedang bersiap diri untuk "siaran." Bahan yang akan disiarkan ialah analisis atas hasil "angket" tentang "Orangtua yang Kudambakan." Semua

siswa dari kelas 3 sampai dengan kelas 6 terlibat pengisian angket itu, dan ..... "Bapak, Ibu orangtua murid Sekolah Dasar   Negeri (SDN) Karangsari 02 di rumah. Anak-anak kita tidak pernah bohong, anak-anak yang jujur, anak-anak yang

ketika ditanya, pasti menjawab sesuai dengan apa yang dirasakannya. Ketika minggu lalu sekolah menyebarkan

 pertanyaan mengenai "Orangtua yang Kudambakan" kepada anak-anak kita, terungkap empat jawaban utama. Pertama,

anak-anak kita mendambakan orangtua yang bersikap adil tidak pilih kasih, tidak membanding-bandingkan, dan tidak membedakan atas alasan laki-laki atau karena perempuan. Bapak, Ibu, tanpa sering kita sadari, kita amat sering mudah

mengatakan: ¶Anak- anak laki-laki tidak boleh menangis, memalukan¶, namun ketika anak perempuan kita suatu saatmenangis, kita dengan spontan berkata: ¶Dasar mata kepiting, begitu saja menangis¶."

Mengapa radio sekolah? 

Kedua, anak-anak mendambakan orangtuanya tidak berlaku kasar/keras, misalnya menyuruh anak mengerjakan sesuatu

yang memberatkan, menimpakan kesalahan selalu kepada anak, bahkan bapak dan ibu bertengkar pun (dan anak 

mengetahuinya) hal itu sudah dirasakan anak sebagai hal yang amat memberatkan. Ketiga, orangtua diharapkan memberidorongan agar anak berprestasi dan melanjutkan sekolah. Ungkapan mereka bervariasi, seperti "Hendaknya kalau

menyuruh anak, bapak/ibu melihat situasi," atau "Tidak melarang anak belajar jauh," bahkan muncul "Mengertilah perasaaan anak." Dan keempat, "Kami mendambakan orangtua yang tidak mudah putus asa."

Bila siaran hari Rabu difokuskan ke laporan tentang pengumpulan pendapat anak (pertemuan Rabu minggu sebelumnya,

"Guru yang Saya Anggap Baik"), dan tentu setiap hari selalu didahului pembacaan PR hari itu, siaran hari Kamisdifokuskan "Pengalaman Tak Terlupakan", seperti anak pernah menjadi komandan upacara hari besar, pernah juara kelas,

dan sebagainya. Untuk siaran hari Jumat lebih pada hiburan. Lalu, siaran hari Sabtu penuh "Sajian Desa" karena melaluiradio sekolah itu pula pihak desa memanfaatkannya untuk mengumumkan sesuatu, mengajak warga masyarakat ramai-ramai menonton pertandingan voli (di wilayah Pejawaran, bola voli rupanya amat digemari masyarakat), dan sebagainya.

Mengapa PR diberikan lewat siaran radio, bukan di sekolah oleh masing-masing guru secara langsung? Ada tiga alasanutama yang disampaikan para guru. Pertama, memberi ikatan waktu kepada anak agar antara jam siaran itu mereka sudah

siap di rumah dan siap mengerjakan PR. Pengalaman menunjukkan, sebelum ada radio sekolah, anak-anak mengerjakanPR seingatnya saja, bahkan tidak jarang anak lupa sehingga keesokan harinya tidak membawa hasil pekerjaan apa pun.

Tegasnya, anak tidak teratur jam belajarnya.

Kedua, lewat siaran Supel orangtua didorong untuk ikut mendengarkan, dan harapan lebih lanjut ialah orangtuamendampingi anak ketika sedang belajar. Ada banyak contoh menjelaskan, orangtua jarang mendampingi anak saat

 belajar karena ketidakteraturan jam belajar. Lewat radio sekolah, setidaknya tercipta "jam belajar" secara bersama-sama.

Ketiga, meski baru tiga-empat bulan Supel mengudara, namun tampak kemajuan anak baik dalam hal daya serap,

kerajinan belajar, maupun sikap kritisnya. Mulai tumbuh rasa malu bila tidak mengerjakan PR, dan dengan sendirinyaguru juga malu bila tidak mengoreksi hasil PR anak-anak. Hal-hal seperti itu ternyata besar dorongannya bagi kemajuan

 belajar anak termasuk sikap dan kerajinan guru untuk memberikan umpan balik.

Murah dan mudah 

Radio sekolah yang ada di SDN 02 Karangsari itu bolehlah disebut "meniru" radio sekolah yang telah lebih dulu ada diSDN Kalisari, Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas. Biaya pengadaan yang hanya sekitar Rp250.000, justru termahal diserap untuk membeli pipa ledeng 12 meter untuk antena, sedang komponen lainnya amat

Page 14: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 14/40

 

mudah dan murah diperoleh bahkan di toko elektronik paling sederhana pun.

Ketika tanggal 23 Mei 2003, saya menemani seorang wartawan berkebangsaan Kanada, seorang murid kelas 3 dari SDKalisari, Cilongok, dengan amat bagus membacakan cerita Bona dan Rongrong dari majalah Bobo. Ia membaca dengansangat bagus, suaranya jernih, dan sopir yang mengantar saya mendengarkan dari dalam mobil berkomentar dalam

 perjalanan pulang: "Saya sangat ingin mempunyai anak seperti penyiar cilik tadi."

JC Tukiman Taruna  P elaksana lapangan program- program pendidikan kerja sama Diknas-Unesco-Unicef di JawaTengah 

URL Source: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0307/21/opini/442233.htm 

Memaknai Pemikiran Ki Had jar Dewantara tentangPendidikan Oleh: Ki Gunawan

BANGSA kita adalah bangsa pemimpi, kata Totok Amin Soefijanto (Kompas, 26/5), dan telah tidur sejak 1913

sambil memimpikan pendidikan sebagai obat mujarab untuk semua penyakit yang ada di masyarakat. Setidak-

tidaknya Totok Amin Soefijanto benar saat menyebut kelalaian (atau malah kemahiran kita?) dalam memilih obatyang salah dalam memecahkan masalah bangsa.

 Namun, saat mengurai persoalan bangsa dengan fokus pemikiran Ki Hadjar Dewantara (KHD), sekurangnya ada

tiga hal yang memerlukan koreksi. Pertama, kesimpulannya terhadap KHD pada 1913 Als ik eens Nederlander was

(bukan Is Ik Nederlander was) yang dimuat dalam brosur yang diterbitkan Comite tot herdenking van  Nederlandsch Honderdjarige Vrijheid atau "Komite Bumiputera" dan buku Onze Verbanning (bukan mediaBelanda De Express-mungkin maksudnya De Expres, media berbahasa Belanda yang amat kritis terhadap

Pemerintah Kolonial Belanda, yang diasuh di antaranya oleh kaum nasionalis seperti dr EFE Douwes Dekker,seorang Indo Belanda yang sangat bersimpati kepada kaum nasionalis, dr Tjipto Mangunkusumo dan SuwardiSurjaningrat/KHD) sebagai tonggak dimulainya "masa tidur panjang" bangsa kita.

Kedua, merangkaikan begitu saja pemikiran KHD pada masa aktif dalam bidang politik melalui Boedi Oetomo danterutama melalui kegiatan jurnalistik, pada 1908-1922 dengan pemikiran KHD setelah itu yang mulai beralih ke

 bidang pendidikan. Ketiga, kekeliruannya menafsirkan konsepsi KHD tentang pendidikan karena hanya menyorotsecara sepotong-sepotong, khususnya tentang "metode Among" dengan tri logi kepemimpinannya (Ing ngarsa sung

tuladha, Ing madya mangun karsa, Tutwuri Handayani) sehingga justru mengaburkan gagasan awalnya sendiritentang rekonstruksi pemikiran KHD.

TULISAN KHD dalam brosur walaupun berjudul Seandainya Aku Seorang Belanda (Als ik eens Nederlander was)

 bukanlah cermin dari angan-angan atau mimpi KHD. Tulisan itu justru merupakan sindiran halus yang nyelekit

terhadap Pemerintah Kolonial Belanda yang tengah merancang perayaan satu abad kemerdekaan negerinya secara besar-besaran di negara yang dijajahnya dengan memungut biaya dari rakyat bangsa yang dijajahnya.

Coba simak penggalan dari tulisan itu yang diterjemahkan KHD sendiri: ... Andai aku seorang Nederlander,

tidaklah aku akan merayakan kemerdekaan bangsaku di negeri yang rakyatnya tidak kita besar kemerdekaan....

Dengan tidak sadar seolah-olah kita berteriak-teriak: 'lihatlah hai orang-orang, bagaimana kita memperingatikemerdekaan kita; cintailah kemerdekaan, karena sungguh bahagialah rakyat yang merdeka, lepas dari

  penjajahan!'.... kemudian... Sungguh, seandainya aku seorang Nederlander, tidaklah aku akan merayakan

  peringatan kemerdekaan di negeri yang masih terjajah. Lebih dahulu berilah kemerdekaan kepada rakyat yangmasih kita kuasai, barulah boleh orang memperingati kemerdekaannya sendiri. Penggalan itu sama sekali tidak menunjukkan KHD sedang berandai-andai sebagai seorang Belanda yang berniat memberikan kemerdekaan

kepada tanah jajahannya. Yang tampak justru sebuah sindiran halus yang tajam dan nyelekit tentang

ketidakpantasan sikap orang-orang Belanda yang berniat merayakan kemerdekaannya dengan melibatkan rakyatHindia Belanda (baca: Indonesia) bahkan dengan memungut sumbangan dari rakyat.

Tentang tulisan itu, Prof Dr Sardjito, dalam pidato pemberian gelar doktor honoris causa kepada KHD menilai,

karya itu merupakan wujud ketangkasan menulis dalam menyerang pihak Belanda. Menurut Prof Dr Sardjito,

tamparan yang amat hebat itu dilakukan secara tidak kasar, tidak dengan memaki-maki, senantiasa tetap sebagai

ksatria, memberi kata-kata yang tepat, jitu, indah susunannya, ada humornya, ada sinisnya, tercampur denganejekan yang pedas yang dilemparkan kepada si penjajah, tetapi selanjutnya juga memberikan pandangan-

Page 15: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 15/40

 

 pandangan yang dapat direnungkan untuk pihak sana, dan juga untuk pihak kita.

Dari tulisan-tulisan KHD yang terhimpun di berbagai literatur, dengan mudah kita dapat menangkap gaya KHDdalam mengekspresikan pemikirannya yang sama sekali jauh dari sikap seorang pemimpi yang putus asa. Als ik eens Nederlander was yang menyebabkan KHD dibuang ke Belanda pada 1913 itu rasanya tidak tepat disebut

sebagai awal bangsa kita tidur.

SISTEM Among dengan trilogi kepemimpinannya sebagai salah satu konsepsi pendidikan KHD bukanlah konsepsiyang muncul tiba-tiba dan dipasarkan melalui Boedi Oetomo (KHD menjadi anggota Boedi Oetomo hanya pada1908) pada masa KHD aktif di dunia politik (1908-1922) karena KHD baru secara intens menggeluti pemikirantentang pendidikan justru dalam masa pembuangannya di negeri Belanda (1913-1919). Di Belanda, selain tetap

aktif dalam bidang politik, KHD menambah pengetahuannya dalam bidang pendidikan dan mendapat akta guru

 pada 1915.

Di Belanda pula KHD mulai berkenalan dengan gagasan- gagasan tokoh-tokoh pendidikan dunia seperti JJRousseau, Dr Frobel, dr Montessori, Rabindranath Tagore, John Dewey, dan Kerschensteiner. Tokoh yang

  pemikirannya tampak sangat mempengaruhi KHD adalah Frobel dengan pendidikan anak-anaknya yang

menekankan pengembangan angan-angan anak-anak untuk mengajarkan anak-anak berpikir melalui permainan,kemudian Montessori yang mengutamakan pelatihan pancaindra untuk mengembangkan tabiat dan kekuatan jiwaanak dan Rabindranath Tagore yang mengutamakan pengembangan kepribadian anak. Gagasan-gagasannya

tentang pendidikan mulai berkembang dan baru mulai 1922 dipraktikkan KHD di Tamansiswa.

Dengan tegas KHD menolak penerapan konsepsi regeering, tucht, en orde (paksaan, hukuman, dan ketertiban)

dalam pendidikan yang menempatkan guru sebagai figur sentral dan siswa sebagai obyek. KHD mengenalkankonsepsi orde en vrede (tertib dan damai) sebagai dasar pendidikan dengan bertumpu kepada prinsip bertumbuhmenurut kodrat. Menurut KHD, yang dipakai sebagai alat pendidikan adalah pemeliharaan dengan sebesar-

  besarnya perhatian untuk memperoleh tumbuhnya hidup anak lahir dan batin menurut kodratnya sendiri. Dan,inilah yang disebut sebagai metode Among dengan Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tutwuri

Handayani yang diterapkan di Tamansiswa sejak 1922.

MENEMPELKAN anak sebagai figur sentral dalam pendidikan dengan memberikan kemerdekaan sepenuh-  penuhnya untuk berkembang itulah ide dasar pengembangan konsepsi KHD. Guru hanya membimbing dari

  belakang dan baru mengingatkan anak kalau sekiranya mengarah kepada suatu tindakan yang membahayakan

(tutwuri handayani) sambil terus membangkitkan semangat dan memberikan motivasi (ing madya mangun karsa)dan selalu menjadi contoh dalam perilaku dan ucapannya (ing ngarsa sung tuladha).

Persoalannya, sekarang ini sering kali guru menjadikan dirinya otoritas yang paling berkuasa dalam proses

 pendidikan sehingga alih-alih membangkitkan semangat malah justru memasung kreativitas. Sangat banyak guru,

 baik dalam arti sempit/sebenarnya maupun dalam arti luas, justru berperilaku yang tak pantas untuk diteladani.

Berbeda dengan pandangan Totok AS yang menyebut bahwa yang sekarang dipakai hanyalah Ing ngarsa sung

tuladha, menurut hemat saya sekarang ini justru tidak satu pun dari konsepsi KHD yang diterapkan di lapangan.Kerja guru sekarang ini tampak semakin mekanis dan hampir tak berjiwa lagi karena diburu target kurikulum dan

target kehidupan yang semakin tinggi tuntutannya. Pendidikan pun sudah secara pasti berganti baju menjadi

sekadar pengajaran yang bersifat intelektualistik.

Bagaimanapun saya setuju bila terhadap konsepsi-konsepsi KHD perlu dilakukan kajian ilmiah agar dengan mudah

dipelajari dan dipahami. Akan tetapi, betapa indahnya pun sebuah konsepsi, tanpa praktik yang benar dan sungguh-

sungguh, hasilnya pasti akan mengecewakan. Dan, memang pada akhirnya kita hanya akan menjadi bangsa pemimpi dengan segudang persoalan yang tak pernah terselesaikan.

Ki Gunawan  P anitera Majelis Luhur  P ersatuan Tamansiswa, Tinggal di Yogyakarta. 

URL Source: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0307/21/opini/442055.htm 

Inti Permasalahan Pendidikan Oleh: Sayidiman Suryohadiprojo

Masyarakat Indonesia diguncang masalah pendidikan saat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional diundangkan.

Sebenarnya sudah lama pendidikan merupakan masalah yang amat mengganggu perkembangan bangsa.

Page 16: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 16/40

 

Sekurangnya sepuluh tahun lalu sudah banyak orangtua tidak yakin akan mutu pendidikan yang diperoleh anaknya. Juga

sudah lama para guru dan pendidik tak puas akan kesejahteraan yang mereka peroleh. Para pakar pendidikan sudah lama

 berdebat tentang perlunya renovasi pendidikan. Bahkan, ada yang mengatakan, pendidikan nasional bagai bola ruwetyang sukar memberi manfaat bagi bangsa dan negara.

Tidak mungkin ada sistem persekolahan berjalan baik tanpa kehadiran guru yang memadai mutunya, baik intelektual,

teknik keguruan, mental, maupun fisik. Itu memerlukan korps guru yang memperoleh pendidikan guru bermutu,diberikan tingkat kesejahteraan memadai dan status sosial terhormat bahkan di atas status sosial profesi lain. Dan tidak 

mungkin ada sistem pendidikan nasional yang baik tanpa sistem persekolahan bermutu. Tetapi itu semua memerlukandana.

Sistem pendidikan nasional yang baik harus dapat menyajikan pendidikan bermutu karena pendidikan bertujuan

mentransfer tata nilai dan kemampuan kepada pihak lain, maka pendidikan yang buruk tidak mungkin mencapai tujuanitu. Karena itu, per definisi, pendidikan harus selalu bermutu. Bangsa akan merasakan akibat amat berat dan negatif 

dalam seluruh aspek kehidupan apabila pendidikan kurang bermutu, seperti dialami bangsa Indonesia kini.

DENGAN makin berkembangnya manusia, berkembang pula ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang. Itu

semua mengharuskan pendidikan menyesuaikan langkahnya jika ingin tetap relevan. Hal itu menjadikan pendidikan kianmahal, satu kenyataan yang sering kurang disadari banyak orang. Di pihak lain berkembangnya umat manusiamendorong makin banyak orang untuk maju dan tak mau tertinggal. Dan mereka semua memerlukan pendidikan yang

 baik.

Akibatnya, baik faktor kualitas maupun kuantitas pendidikan tidak dapat diabaikan. Pendidikan harus diselenggarakan

secara bermutu dan adil merata bagi seluruh rakyat yang berminat. Maka, pendidikan yang sudah mahal, karena harusmencapai kualitas, menjadi makin mahal karena harus pula melayani kuantitas.

Jika bangsa itu sejahtera, mayoritas bangsa berpenghasilan cukup. Dalam kondisi demikian, masyarakat dapat memegang peran utama dalam penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan negara atau pemerintah hanya berperan sebagai penentukebijakan umum dan pengatur.

 Namun, jika bangsa tergolong sedang berkembang, warga yang kaya terbatas jumlahnya. Dalam kondisi demikian tidak mungkin peran utama pendidikan di tangan masyarakat. Jika dilakukan, hanya anak orang kaya yang mendapat

 pendidikan yang bermutu, sedangkan mayoritas anak bangsa tidak sekolah atau harus puas dengan pendidikan kurang  bermutu. Lembaga pendidikan swasta dengan sendirinya menuntut bayaran yang sesuai dengan penyelenggaraan pendidikan bermutu dan itu mahal sehingga hanya anak orang kaya yang dapat menikmatinya.

Dalam jangka panjang, itu akan mencelakakan bangsa. Akan terjadi polarisasi antara golongan kaya yang sedikit dengangolongan miskin yang banyak. Sebab, dalam negara sedang berkembang harus ada peran negara atau pemerintah yang

kuat guna menjamin pendidikan bermutu, adil merata. Pemerintah harus menyelenggarakan seluruh pendidikan dasar danmenengah tanpa rakyat harus membayar.

Kita lihat negara maju, Jerman dan Swedia, yang pemerintahnya berperan utama dalam menyelenggarakan sistem  persekolahan, dari tingkat dasar sampai pendidikan tinggi. Maka, segala persoalan pendidikan, seperti mutu guru,kualitas, dan kuantitas, tidak mungkin terjawab memuaskan selama masalah pendidikan tidak diatasi.

INTI permasalahan pendidikan, pertama, adalah kepemimpinan bangsa, tingkat pusat maupun daerah, yang menyadari bahwa pendidikan adalah investasi utama satu bangsa. Tanpa pendidikan yang baik, masa depan bangsa akan celaka.

Inilah yang sedang kita alami akibat masa lampau.

Kedua, selain sadar akan makna pendidikan sebagai investasi utama, kepemimpinan bangsa juga mengusahakan dengan

sungguh-sungguh tersedianya segala faktor yang mendukung pendidikan yang baik, terutama tersedianya dana yangcukup untuk diinvestasikan dalam pendidikan. Para pemimpin bangsa harus berusaha agar dapat memenuhi keperluandana bagi penyelenggaraan pendidikan bermutu, adil merata. Dengan dana itu, kesejahteraan guru dan pendidik lain

dapat dijamin sesuai status sosial yang diperlukan. Juga penyelenggaraan pendidikan bermutu untuk seluruh anak bangsadapat dilakukan secara baik.

Malaysia sejak awal kemerdekaan telah menetapkan minimal 20 persen dari APBN untuk pendidikan, tetapi angka itukurang berarti jika jumlah APBN terbatas. Karena itu, harus ada peningkatan produksi nasional yang memungkinkannegara menciptakan revenue besar. Tak heran pendidikan di Malaysia kini jauh lebih maju dari Indonesia meski dulu

Malaysia meminjam guru dan dosen Indonesia.

Indonesia belum pernah sungguh-sungguh menangani inti permasalahan pendidikan. Itu sebabnya, mutu pendidikan terus

menurun. Sekitar 20 tahun lalu, mungkin kita masih dapat mengandalkan sisa-sisa hasil pendidikan bermutu masa  penjajahan Belanda, tetapi tidak merata. Kini kita dihadapkan hasil pendidikan masa Orde Bung Karno dan Orde

Page 17: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 17/40

 

Soeharto yang keduanya kurang menaruh minat pada pendidikan.

Bung Karno dengan elan revolusionernya mengira rakyat akan terdidik melalui gerakan massa yang bersifat politik.Bahkan Bung Karno selalu mengejek kaum cendekiawan yang dianggapnya hanya textbook thinking. Sikap itusebenarnya menunjukkan pandangan rendahnya terhadap pendidikan sekolah. Akibatnya, betapa mundur pendidikan

semasa Orde Bung Karno.

Soeharto dalam ucapannya mengakui pentingnya pendidikan. Akan tetapi, tindakannya tidak menunjukkan kesadaran  pentingnya pendidikan sebagai investasi utama bangsa. Buktinya, saat Indonesia memperoleh untung besar (windfall  profit) dari minyak akhir 1970-an, pemerintah tidak banyak menginvestasikan perolehan itu dalam pendidikan. Baik Soeharto maupun kaum ekonom dalam pemerintahan cenderung menganggap pendidikan sebagai komoditas yang

 prioritasnya lebih rendah dari pembangunan jalan atau bendungan air, bukan sebagai investasi utama bangsa.

Kelengahan itu mengakibatkan makin menurunnya mutu pendidikan. Sebaliknya, rakyat yang menginginkan pendidikan

kian banyak. Untuk itu, rezim Soeharto menetapkan wajib belajar sembilan tahun, tetapi tanpa dukungan dana memadaisehingga menghasilkan pendidikan tidak bermutu.

JADI, apabila kini kita melihat pertentangan antara para mahasiswa dan pemimpin universitas BHMN, maka hanya dapatdikatakan keduanya ada benarnya. Mahasiswa menghendaki pendidikan bermutu bagi anak kaya dan miskin, pemimpinuniversitas tahu itu, tetapi memerlukan dana besar. Selama pemerintah tak mampu mendukungnya, pertentangan tidak 

akan selesai memuaskan.

Karena itu, marilah kita usahakan adanya kepemimpinan bangsa yang sadar akan makna pendidikan sebagai investasiutama bangsa dan mampu menciptakan revenue sehingga mampu mendukung secara efektif penyelenggaraan sistem

 persekolahan yang bermutu dan adil merata. Ini berlaku bagi kepemimpinan tingkat nasional, tetapi juga kepemimpinan

daerah sejak otonomi memberi kekuasaan besar pada daerah.

Sayidiman Suryohadiprojo Mantan Gubernur Lemhannas 

URL Source: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0307/21/opini/442908.htm 

Reproduksi Kesen jangan Sosial Melalui Sekolah Oleh: Haryatmoko

SEJAK masih di sekolah dasar, peserta didik sudah dipacu untuk berprestasi agar masuk peringkat. Sejak dini mereka

mulai berlomba memperebutkan tempat di setiap jenjang proses pendidikan karena menjanjikan posisi sosial di masadepan.

Maka, perburuan sekolah favorit sudah menghantui orangtua. Lembaga-lembaga yang menawarkan bimbingan belajar   persiapan masuk sekolah atau universitas favorit menjamur. Sistem sekolah menciptakan mitos, semua punyakesempatan sama.

Perburuan sekolah favorit ini memberi bukti, orang telah menyetujui sistem seleksi masyarakat sejak dini. Betulkahsemua peserta didik punya kesempatan sama? Ideologi bakat kian melanggengkan mitos, semua mempunyai kesempatan

yang sama. Namun, bukankah asal-usul sosial peserta didik menjadi faktor paling menentukan dalam keberhasilan ataukegagalan di sekolah (P Bourdieu, 1970)?

Ada faktor yang memelihara mitos kesamaan kesempatan itu. Representasi kisah sukses telah mengecoh denganmenampilkan dua atau tiga tokoh yang berhasil meski berasal dari keluarga miskin atau petani desa. Kisah itu maumeyakinkan, berkat ketekunan, mereka mampu meniti tiap jenjang pendidikan hingga berhasil menduduki jabatan

tertentu. Orang tidak bertanya berapa persen jumlah yang berasal dari keluarga miskin atau petani bisa berhasil sepertiitu. Setelah lulus dari perguruan tinggi, untuk menemukan pekerjaan, hubungan- hubungan sosial ikut menentukan,

apalagi jabatan mapan. Padahal, keluarga miskin biasanya lemah dalam modal sosial ini.

Representasi seperti itu meyakinkan, seakan berkat bakat dan ketekunan, semua peserta didik berkesempatan sama untuk   berhasil. Padahal, asal-usul lingkungan sosial amat menentukan. Peserta didik dari keluarga miskin atau petani harus

 berjuang keras untuk meniti tangga sekolah karena jauh dari fasilitas pendidikan dan budaya.

Lain halnya dengan mereka yang sejak kecil tidak asing dengan buku, komputer, kunjungan ke perpustakaan,

 berlangganan majalah atau koran, diskusi di mana olah-pikir menjadi aktivitas utama, maka menulis dan berbicara telahmenjadi bagian hidup. Terbiasa dengan lingkungan di mana bahasa cerdik menjadi bahasa ibu, mereka mumpunimenggunakan kata-kata dan cara berpikir lebih terasah tajam (P Bourdieu, 1964).

Page 18: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 18/40

 

Kebiasaan membaca dan belajar karena sudah menjadi tradisi keluarga mempermudah peserta didik dari lingkungan

sosial tertentu memenangi persaingan. Dari sini muncul ideologi bakat, seakan kemampuan dan keunggulan peserta didik 

adalah bakat bawaan. Padahal, keberhasilan itu berkat disposisi, hasil keterampilan dan pembiasaan, lalu menjadi bagiankesadaran praktis, kemudian diungkapkan dalam kemampuan yang kelihatannya alamiah, bisa berkembang lantaranlingkungan sosial tertentu (habitus menurut P Bourdieu, Le Sens Pratique, 1980).

Mekanisme seleksi sosial dini 

Konsep habitus ini tidak berarti menyetujui determinisme yang memenjara tindakan manusia dalam kerangka pembatasdari luar atau struktur sosial yang mengondisikan seakan individu tidak mandiri dan rasional. Memang, meski manusiamandiri dan rasional, gagasan atau pemikirannya tidak lepas dari suatu visi tentang dunia yang berakar dalam posisi

sosial tertentu.

Keterampilan seseorang dalam menjawab tantangan dikondisikan oleh lingkungannya dan dipengaruhi rutinitas

tindakannya. Namun, kebiasaan dan keterampilan itu berfungsi seperti program yang memiliki kemampuan kreatif danangkauan strategis dalam lingkungan tertentu.

Jadi, meski ada faktor determinisme yang membebani representasi-representasi peserta didik, konsep habitus jugamemperhitungkan kemampuan kreatif dan strategis. Maka, tidak disangkal peserta didik dari lingkungan miskinmembuktikan bisa berhasil. Mereka tidak terpenjara oleh keterbatasan lingkungan sosial dan mampu mengatasinya.

Masalahnya, berapa persen jumlah yang bisa menikmati keberhasilan seperti itu. Jerih payah dan pengorbanan macam

apa harus menyertai keberhasilan yang relatif rendah itu. Dan yang menyesatkan, saat tingkat keberhasilan yang rendahitu justru cukup untuk menyelubungi mekanisme seleksi sosial melalui sekolah.

Lalu mitos bahwa setiap peserta didik mempunyai kesempatan sama kian hidup dan diyakini. Mekanisme seleksi sosial

melalui sekolah tidak pernah dipertanyakan lagi karena tampak seperti alamiah, meski hanya menguntungkan kalangan berkecukupan. Ia menjadi sarana mempertahankan posisi-posisi sosial atau sarana dominasi kelompok sosial tertentu.Mekanisme seleksi ini dipertajam kecenderungan untuk berbeda dalam selera kegiatan budaya dan pilihan apa yang

dikonsumsi, dipakai, serta dimiliki.

Sistem representasi kelas sosial dan konsumerisme 

Ketika sekolah menerapkan pakaian seragam, peserta didik dari kelas sosial atas menyatakan perbedaannya melaluimerek sepatu, jam tangan, handphone, kendaraan, dan aksesori yang dipakai. Apa yang dipakai bukan hanya masalah

selera, sadar atau tidak ditentukan dan diorganisasi sesuai dengan lingkungan dan posisi di masyarakat. Tidak sekadar masalah pendapatan, pilihan sekolah, pilihan jenis olahraga, musik, kursus bahasa, atau les tambahan dan sebagainya,

selera mengungkapkan sistem representasi yang khas pada kelompok sosial tertentu, posisi mereka dalam masyarakat dankeinginan untuk menempatkan diri dalam tangga kekuasaan (Bourdieu, 1979).

Sistem representasi kelompok sosial itu ditentukan oleh akses ke kegiatan budaya tertentu yang pada dasarnya tidak 

setara, sesuai kepemilikan sosial. Keinginan untuk berbeda merupakan upaya representasi posisi sosial dalam kerangkamekanisme konstruksi penilaian. Di balik ketidaksetaraan akses dan perbedaan penilaian itu, tercermin kode-kode danwacana yang dikuasai berkat lingkungan sosial yang kemudian diperkokoh sekolah.

Kesukaan pada musik klasik, penguasaan bahasa Inggris, ikut les piano, mencerminkan kepemilikan lingkungan sosialtertentu. Apa yang dipakai, dimiliki, dan pilihan jenis hiburan bukan hanya sesuatu yang bermakna, tetapi terkait dengan

hubungan antarmanusia untuk mempertahankan atau menaiki tangga kepemilikan lingkungan sosial. Dari sini tampak hubungan sistem representasi kelas sosial dan konsumerisme. Jadi, semua kelas sosial terkena wabah itu.

Konsumerisme bukan hanya dorongan memiliki atau belanja berlebihan untuk afirmasi keberadaan ego. Ego ini bukanego modern yang terisolasi, ia dalam jalinan sosial. Konsumerisme itu menjadi proyeksi pembatasan dan keinginan sosial

atau proyeksi ketakutan kepada yang sosial yang diinternalisasikan. Ia terkait organisasi atau rekayasa representasi-representasi, pesan-pesan, dan penataan tanda-tanda.

Organisasi atau penataan itu salah satunya mendasarkan mekanisme hasrat mimetis ¶meniru¶ (R Girard, 1982): sesuatu

menjadi menarik karena diinginkan oleh orang lain. Pihak lain yang awalnya membantu menumbuhkan keinginan lalumenjadi penghalang. Maka, dalam konsumerisme ada unsur persaingan, hubungan kekuasaan.

Hasrat mimetis tidak lepas dari hubungan kekuasaan. Selera kelas penguasa menentukan budaya, sistem komunikasi danintegrasi kelompok yang dilanggengkan dalam institusi sekolah. Maka, menjadi kepentingan kelompok itu untuk tetapmemelihara mitos bahwa sekolah membuka kesempatan yang sama bagi semua. Mitos ini menghidupkan hasrat mimetis

untuk berhasil dalam diri peserta didik yang berasal dari lingkungan miskin dalam modal budaya. Dengan demikian,

Page 19: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 19/40

 

sistem sekolah yang lebih menguntungkan mereka yang kuat modal ekonomi dan budaya tidak dipertanyakan.

Wilayah pendidikan prioritas 

Kebijakan pemerintah mengurangi subsidi perguruan- perguruan tinggi negeri favorit tertentu membahayakan cita- cita

 pendidikan untuk rakyat. Jalur khusus seleksi mahasiswa baru sudah merupakan diskriminasi terhadap calon mahasiswadari kalangan miskin, sudah menjadi sarana seleksi sosial. Bukan maksud tulisan ini mempertanyakan sistem institusi

sekolah. Tulisan ini hendak melihat suatu mekanisme reproduksi kesenjangan sosial yang tersembunyi. Memecah mitosseakan semua mempunyai kesempatan yang sama. Padahal, peserta didik dari kalangan sosial tertentu dengan besarnyaakumulasi modal budaya lebih siap menghadapi persaingan. Kesadaran ini diharapkan memobilisasi upayamenyingkirkan hambatan sosio-budaya penyebab tingginya kegagalan di sekolah peserta didik dari kalangan sosial

 bawah.

Upaya itu ialah pengembangan kelas-kelas penyesuaian selama satu tahun bagi mereka yang berasal dari wilayah

  pendidikan tertinggal; penyelenggaraan perpustakaan umum; menyediakan penyewaan komputer yang dapat diakseskalangan miskin; penciptaan wilayah pendidikan prioritas untuk peserta didik yang berasal dari kalangan miskin, wilayah

 pedesaan tertentu, dan daerah terpencil agar mendapatkan tenaga pengajar dan fasilitas pendidikan yang bermutu.

Haryatmoko  P engajar  P rogram  P ascasarjana UI dan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 

URL Source: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0307/21/opini/444020.htm 

Gon jang-gan jing Pendidikan Oleh: Eko Budihardjo

BEBERAPA hari ini, gonjang-ganjing terasa di dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi dengan aneka "jalur 

khusus"-nya. Dalam tulisan saya (Kompas, 14/2/2003), saya kutip ucapan Perdana Menteri Inggris Tony Blair: "Kitatidak dapat membicarakan milenium ketiga atau abad ke-21 tanpa menyentuh dunia pendidikan".

Disebutkan pula tentang tiga isu paling panas dewasa ini. Pertama, pendidikan. Kedua, pendidikan. Ketiga, pendidikan. Namun, mengapa dunia pendidikan kita dinilai terpuruk, ada di peringkat bawah dibandingkan dengan pendidikan dinegara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand?

Salah satu penyebabnya adalah karena selama lebih dari tiga dekade, orientasi pembangunan negara kita terlalu tercurah pada pembangunan ekonomi. Aspek- aspek yang berkait dengan dunia pendidikan dan kebudayaan terkesan dilecehkan.

Pendidikan terus dipinggirkan.

Pada saat awal gerakan reformasi di Indonesia tahun 1998, tertulis grafiti pada tembok pembatas Kampus Universitas

Diponegoro (Undip): "Angon sapi dadi presiden (maksudnya tentu Pak Harto); ora sekolah dadi Ketua DPR (yangdimaksud pasti Harmoko yang bukan sarjana); sarjana pengangguran". Sungguh amat menyengat.

Dalam era Orde Baru, orang-orang yang tidak berpendidikan tinggi menempati posisi hebat. Bob Hasan yang lulusanSLTA jadi komisaris bank dan pemilik hak pengusahaan hutan (HPH). Liem Sioe Liong yang bukan sarjana jadikonglomerat kaya raya. Nah, buat apa sekolah tinggi-tinggi?

Dana dan fasilitas untuk pendidikan dari tahun ke tahun menurun. Tahun 1960-an ketika menjadi mahasiswa FakultasTeknik Jurusan Arsitektur di Universitas Gadjah Mada (UGM), negara kita masih di bawah Presiden Soekarno, rumah

dinas dosen UGM dibangun di pinggir Kampus Bulaksumur dengan ukuran kapling kurang lebih 400 meter persegi.Tahun 1965 rumah dinas dosen menyempit, dibangun dengan ukuran kapling kurang lebih 200 meter persegi. Giliransaya jadi dosen di Undip tahun 1970, saya dapat rumah dinas di Semarang dengan ukuran kapling mini 150 meter 

 persegi.

Masih untung dapat rumah dinas biarpun kecil. Sebab, sejak tahun 1975 di bawah Presiden Soeharto sampai sekarang di

 bawah Ibu Mega, tidak ada lagi pembangunan rumah dinas untuk dosen. Dosen-dosen baru hanya memperoleh uang pengganti pengadaan rumah sekali seumur hidup, yang jumlahnya tidak cukup untuk kontrak rumah kecil setahun. Masihuntung dosen yang bisa mencari tambahan penghasilan di luar sebagai arsitek, dokter-dokter hewan, psikolog, konsultan,

 pemborong, dan lainnya.

Muncullah sindiran "dosen luar biasa" yang diartikan "dosen biasa di luar". Memang ada kecenderungan dosen-dosen

yang berpotensi malah lebih banyak kiprah di luar kampus, sedangkan tugas utamanya untuk mendidik mahasiswa malahmenjadi sekadar sambilan. Itu sebabnya muncul program studi pascasarjana S2-S3, lintas jalur, ekstensi, di hampir semua

 perguruan tinggi negeri untuk mengikat mereka di kampus masing-masing.

Page 20: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 20/40

 

Guru besar = petugas satpam 

  Nasib para guru, mulai dari guru TK, SD, SLTP, hingga SLTA, tentu saja tidak lebih baik ketimbang nasib dosen.Bahkan ada guru wiyata bakti yang honorariumnya jauh di bawah upah minimum regional atau UMR.

Jangan bandingkan dengan penghasilan gubernur, bupati, wali kota yang bisa mencapai ratusan juta rupiah per bulan.Jangan dibandingkan pula dengan gaji dan pendapatan para wakil rakyat kita yang puluhan juta rupiah per bulan.

Dibandingkan dengan penghasilan pegawai rendah atau petugas satpam bank swasta saja barangkali masih kalah.

Saya mendengar sendiri dari seorang pimpinan BPD Jawa Tengah, gaji seorang petugas satpam di instansinya tiap bulan bisa mencapai Rp 1.500.000. Bayangkan, gaji pokok seorang dosen senior atau guru besar yang sudah golongan tertinggi

(IV E) masih lebih rendah ketimbang penghasilan petugas satpam bank swasta.

Dosen-dosen itu sebenarnya dibayar tidak layak (underpaid). Untung mereka tidak suka mogok seperti mahasiswanya.

Paling-paling brain drain ke negara jiran. Secara tidak langsung, dengan gaji dosen yang amat rendah itu, merekasebetulnya ikut menyubsidi para mahasiswa.

Saya kutip beberapa bait puisi Gus Mus: Kinilah saatnya kita bicara terbuka/ Setelah sekian lama kita dihimpit gelap

kabut/ Kinilah saatnya kita ungkap/Setelah kita diguncang deru angin dan dijajah rasa ingin/ Kinilah saatnya kita bicaraterus terang/ Kinilah saatnya meluapkan rasa/ Jangan tutupi lagi kebenaran/ agar dunia lebih terang jangan selubungi lagi

kesalahan masa silam/ agar dada jadi lapangan/ Kinilah saatnya...

Kita semua mesti bersatu padu, saiyeg seeka untuk menyadarkan semua pihak, terutama presiden, para penentu kebijakan

dan pengambil keputusan, serta wakil rakyat agar lebih peduli terhadap dunia pendidikan. Mulai dari TK sampai  pascasarjana. Negeri maupun swasta. Formal maupun nonformal dan informal. Kejuruan maupun umum. Kampusmaupun pondok pesantren.

Pemerintah pusat dan daerah harus taat pada UUD 1945 yang telah diamandemen, yang menyebutkan, untuk pendidikan

disediakan dana 20 persen dari APBN maupun APBD. Saat ini berapa yang telah disediakan pemerintah? Mungkin

  belum sampai separuhnya. Itu sebabnya kita selalu kalah dibandingkan dengan Malaysia yang sudah sejak lamamenerapkan prinsip 20 persen APBN mereka untuk dunia pendidikan.

Guru-guru tidak boleh lagi sekadar diyem-yemi sebagai "pahlawan tanpa tanda jasa". Sudah tidak memperoleh tanda

asa, uang jasa pun tidak memadai. Untungnya (lagi-lagi untung) orang Indonesia, khususnya orang Jawa itu serba nrima, pasrah, manut. Terutama para guru yang merasa tugasnya itu sebagai amanah dan ibadah yang dijalankan dengan penuh

kecintaan, ketulusan, dan pengabdian.

Tidak pernah ada guru-guru di Indonesia turun ke jalan berdemo menuntut kenaikan gaji, seperti dilakukan guru-guru di

Inggris tahun 1995. Kebahagiaan mereka adalah apabila anak- anak didik mereka berhasil, sukses, menjadi orang yangterpandang.

Orang Barat mengatakan, "The roots of educations are bitter, but the fruits are sweet." Akar dari pendidikan memang

 pahit, tetapi buahnya manis.

Kekuatan cinta 

Saya kutip beberapa catatan kesan dan pesan celelekan dari para wisudawan Undip dalam buku kenangan 30 April 2003:

"Kuliah itu susah dicerna dan ujian bikin pusing kepala, tetapi nikmatnya tiada tara (ketika dinyatakan lulus)".

"Dosen-dosen itu angker, tetapi pinter, namun penilaiannya jangan mepet bemper". Memang selalu saja ada dosen killer 

di setiap fakultas, tetapi sebagian besar mengajar dengan prinsip edutainment. Mendidik mahasiswa dengan cara yang

menyenangkan.

Kaidah para guru dan dosen adalah kekuatan cinta atau the power of love. Dengan kecintaan yang tulus, para guru dan

dosen membina watak generasi muda calon pemimpin bangsa. Bukannya membentuk lulusan yang tanpa adab tanpanurani, ibarat robot-robot.

Kita renungkan puisi mbeling Jeihan ini: Nadi kita adalah kabel listrik/ Tulang kita adalah besi cor/ Muka kita adalah

tembok beton/ Mulut kita adalah transistor/ Hidung kita adalah detektor/ Darah kita adalah alkohol/ Hanya nyawa kita

yang masih murni/ Ciptaan dan milik Tuhan.

Berarti, selama kita masih dikaruniai hidup dan kehidupan, masih tetap terbuka peluang bagi segenap pihak untuk 

Page 21: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 21/40

 

mengubah keadaan menjadi lebih baik. Ujung tombak paling ampuh adalah pendidikan. Kita mesti terus berkiprah, Panta

rei, bagaikan air yang selalu mengalir, tidak kenal henti.

Air yang tergenang akan berbau busuk/ Logam yang tergeletak akan berkarat/ Sepeda yang tidak dikayuh akan jatuh.

Kepada masyarakat luas, kita sampaikan pesan arif, mereka yang menyumbang kepada dunia pendidikan berarti merekasedang membangun rumah di surga. Jangan membesar-besarkan masalah "jalur khusus" saja. Semoga semua menjadi

sadar. Tak ada istilah terlambat.

Eko Budihardjo  Rektor Undip, Ketua Dewan Kesenian Jawa Tengah  

URL Source: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0307/21/opini/442244.htm 

Peran Orangtua Membimbing Anak Menghadapi DuniaPenga jaran Oleh: J Drost 

KATA pendidikan selalu dipakai dalam dua arti: pendidikan (education, opvoeding) dan pengajaran (teaching,onderwijs).

Kita melihat, di TK masih pendidikan melulu, bahkan pengajaran dilarang. Di SD sudah ada pengajaran, seperti

 berhitung, menulis, membaca, sampai di kelas lima dan kelas enam sudah lebih banyak pengajaran daripada pendidikan.Di sekolah menengah (SLTP, SMU, dan SMK) hampir seluruhnya lebih ditekankan pada pengajaran. Pendidikan untuk 

menciptakan suasana belajar.

Oleh karena akhir-akhir ini, di mana-mana di dunia, kurikulum dan silabus di sekolah menengah begitu berat hingga

tidak ada waktu untuk pendidikan, maka dikembangkan sebuah pedagogi baru yang menekankan pengajar harusmendidik para pelajar lewat mengajar (Lihat J Drost, SJ, Proses Pembelajaran sebagai Proses Pendidikan, Grasindo1999).

Peran orangtua dalam membimbing adalah sebagai pendidik utama, termasuk membimbing anak menghadapi dunia  persekolahan. Karena proses pembelajaran berlangsung lewat lembaga sekolah, bimbingan nyata dari orangtua ialahmenyiapkan anak-anak untuk akhirnya masuk ke perguruan tinggi. Dan, saya kira, hanya untuk beberapa anak masuk 

dunia kerja. Namun, kepada mereka semua dituntut kedewasaan dan kemandirian yang sama.

Anak dibimbing, apa tujuannya?

Tujuan pendidikan (sama dengan bimbingan) dan pengajaran ialah membantu anak menjadi dewasa mandiri dalamkehidupan bermasyarakat. Anak mencapai kematangan, baik intelektual maupun emosional, untuk dapat menempuh

 belajar tersier (akademi atau profesional). Teras dari kematangan itu adalah kemampuan bernalar dan bertutur yang telahterbentuk. Ia mampu secara bebas menyampaikan pendapatnya dengan kritis. Ia mampu menilai kesimpulan-kesimpulantanpa terbawa arus perasaan. Ia menjadi orang yang berkomitmen, berani melibatkan diri. Ia mempunyai rasa

keterbilangan (sense of belonging). Ia menjadi manusia bebas; bebas memilih belajar, bebas memilih karier, bebasmemilih cara hidup, bebas memilih teman hidup, bebas lepas dari bimbingan orangtua.

Itulah tujuan usaha orangtua. Kenyataan itu merupakan sesuatu yang paling berat bagi seorang ibu di mana pun di duniaini.

Kembali kepada yang dibimbing. Anak adalah manusia muda yang akan didewasakan, bukan dewasa kecil yang akandibesarkan. Let boys be boys and girls be girls, they are not small adult. Anak itu akan dibimbing orangtua menjadi

 pribadi dewasa dan mandiri, khususnya pada bidang menghadapi sekolah.

Seorang pembimbing harus mulai dengan mengenal siapa yang akan dibimbing, lalu menerimanya sebagaimana adanya.Itu berarti, secara nyata orangtua harus menerima anak mereka. Anak yang tidak diterima orangtua tidak dapat dibimbing

menjadi seorang dewasa yang berbahagia. Anak perlu diterima apa adanya; entah pandai, entah biasa, entah lemah,terbuka atau tertutup, lasak atau pendiam, alim atau nakal. Anak itu lahir sebagai anak itu. Anak itu harus diterima, laludibentuk menjadi manusia dewasa. Kenyataan dan tuntutan itu akan menentukan cara dan bentuk bimbingan bagi anak 

untuk menghadapi pengajaran dan pendidikan di sekolah.

Demi lengkapnya bahasan saya, akan saya sebut beberapa kesalahan yang cukup sering dibuat orangtua:

Page 22: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 22/40

 

* Menuntut TK mengajarkan berhitung dan membaca, dan menuntut SD mengajarkan bahasa Inggris.

* Menyuruh anak SD yang peringkatnya biasa-biasa saja mengikuti bimbingan belajar dan mencarikan guru les untuk meningkatkan peringkatnya.

* Memaksa anak TK dan SD masuk les musik dan tari, padahal anak tidak berbakat.

* Mencarikan anak SLTP guru-guru les supaya peringkatnya tinggi.

* Memaksa anak SLTP masuk SLTA yang terlalu berat.

Itu semua bentuk tidak menerima anak apa adanya. Anak bukan anak itu lagi, tetapi rekaan orangtua. Tidak lagi demikebahagiaan anak, tetapi demi kepuasan orangtua. Itu bukan bimbingan, melainkan penggiringan.

Jadi, secara positif orangtua yang ingin membimbing anak menghadapi dunia persekolahan harus menerima apabila,

misalnya, di SD anak tidak bisa menjadi juara sekolah. Anak dibantu, kalau bisa oleh ibunya sendiri, supaya anak tetapmerasa kerasan di sekolah. Bukannya anak dituntut yang tidak-tidak, tetapi anak diberi semangat. Anak yang pandai

tidak perlu lebih dipuji dan lebih dihargai daripada adiknya atau kakaknya yang tidak begitu pandai. Pada waktu masuk sekolah menengah, mohon pendapat kepada kepala sekolah mengenai potensi belajar anak. Anak dicarikan SLTP, danlebih-lebih SLTA, yang sesuai dengan potensi belajar anak.

Itu semua tidak berarti bahwa bimbingan anak serba boleh. Sama sekali tidak. Bimbingan harus tegas. Yang dapat dan perlu dituntut harus dituntut. Anak pandai yang malas belajar jangan dibiarkan malas. Perlu tegas. Namun, kalau tetap

malas, orangtua perlu menghubungi seorang ahli bimbingan dan konseling atau seorang psikolog untuk mengetahui adamasalah apa pada anak itu.

Bimbingan juga didasarkan atas kepercayaan pada anak, bukan atas kecurigaan. Bimbingan orangtua harus disesuaikankeadaan dan kemampuan nyata si anak. Yang pasti juga, apabila anak bersalah, anak tidak langsung dimarahi ataudihukum begitu saja.

Pola pendidikan yang tidak memberi kesempatan kepada anak untuk membuat kesalahan adalah pola pendidikan yangsalah. Apabila karena setiap kesalahan anak langsung ditindak, itu berarti anak dididik menjadi penakut yang tidak 

 pernah berani berinisiatif. Tunggu komando. Orang semacam itu tidak perlu bertanggung jawab karena hanya pembeo.Apabila anak salah, anak harus diberi tahu apa yang salah dan dibantu untuk memperbaiki kesalahannya. Dengandemikian, ia belajar dari kesalahan-kesalahannya. Namun, apabila setelah dibimbing ia tetap nekat membuat kesalahan,

anak itu perlu ditindak.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa orangtua perlu menghargai pribadi seorang anak. Anak berhak memohon

didekati penuh hormat. Anak pun memiliki hak-hak asasi dalam keluarga, di sekolah, dan di masyarakat. Kendati masihamat bergantung pada orang lain, masih lemah, ia harus tetap diperlakukan sebagai seorang pribadi.

Apabila orangtua lupa akan hal itu, akan timbul banyak konflik karena patokan, kriteria, dan tolok ukur yang dipakaitidak cocok bagi si anak. Sering dilupakan, daripada memberi perintah, lebih baik orangtua mengajukan permintaan.Setelah anak menyelesaikan apa yang diminta, kepadanya orangtua mengucapkan terima kasih.

Sekarang ingin saya membicarakan unsur bimbingan yang lebih sukar dirumuskan. Seorang pelajar baru bisa berhasil disekolah apabila ia kerasan di sekolah. Ia mengetahui bahwa nilai-nilai pada rapor hasil pekerjaannya dan tidak dikurangi

karena nakal. Semua ulangan dikembalikan. Boleh protes. Tidak ada anak emas dan anak tiri. Guru-guru sungguh baik dan pandai sebagai guru. Sekolah baginya tempat yang aman. Kerasanlah dia. Kalau ini berlaku untuk sebuah sekolah,apalagi untuk rumah. Hanya anak yang benar-benar mengalami rumah, keluarga sebagai home, akan menerima

 bimbingan guna menghadapi dunia persekolahan. Dan ini berlaku pula untuk anak orang tua yang sudah mahasiswa.Sebab, apa ada mahasiswa dari Jakarta yang ada pondok di Depok hampir setiap malam pulang? Home, itu bukan

sejumlah fasilitas yang mewah. Mereka kerasan karena merasa aman, merasa dilindungi, dan yang penting merasa

dihargai, mengetahui bahwa pandangan dan pendapatnya didengar dan bisa diterima. Yang paling penting, orangtuamerupakan pegangan hidup.

Wibawa ayah. Karena penuh respek terhadap istrinya yang ibunya anak-anaknya. Kebijaksanaan mencari penyelesaian

apabila timbul beda pendapat mengenai sikap terhadap anak. Andalan dan tumpuan keluarga karena sikap tegas baik dirumah maupun dalam pekerjaannya. Terbuka terhadap anak yang sudah mulai besar mengenai masalah-masalah intern

keluarga maupun dalam tugas dan usaha-usaha sehari-hari. Juga mengenai masalah keuangan. Wibawa ibu. Penuhhormat terhadap suaminya. Pencipta suasana. Penuh cinta, tetapi tetap tegas. Terbuka terhadap semua masalah anak,tetapi tidak permisif, semua serba boleh. Penuh perhatian, namun, yang perlu dituntut, memang dituntut. Tabah waktu

Page 23: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 23/40

 

 penderitaan dan musibah melanda keluarga. Penanam sikap memperhatikan dan memedulikan orang lain.

Pendek kata, keluarga yang menghargai pribadi masing-masing. Kendati anak masih bergantung pada orangtua, ia harusdiperlakukan sebagai pribadi. Pengalaman saya, makin memiliki home, sarang hangat, makin ia akan berhasilmenyelesaikan semua tuntutan dari dunia persekolahan yang sesuai dengan kemampuan intelektual, bakat, dan minatnya.

J Drost  Ahli  P endidikan, Tinggal di Semarang  

URL Source: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0307/21/opini/329174.htm 

Memikirkan Sains untuk Publik Oleh: Premana W Premadi 

INI memang bukan keprihatinan sesaat. Akan tetapi, pengalaman dua minggu lalu di Planetarium Jakarta danObservatorium Bosscha Lembang yang dibanjiri masyarakat gara-gara demam Planet Mars, mengingatkan kalangan

akademik untuk mengevaluasi usahanya berbagi ilmu dengan publik.

PENGAMATAN KEJADIAN alam yang seperti oposisi Planet Mars jelas memerlukan penanganan istimewa pula.Observatorium Bosscha menerima kunjungan tidak kurang dari 7.000 orang dalam tiga malam (27-29 Agustus), jauh di

luar dugaan dan melebihi kapasitas observatorium.<="" kapasitas="" melebihi="" dan="" dugaan="" luar="" di=""

auh="" agustus),="" (27-29="" malam="" tiga="" dalam="" orang="" 7.000="" dari="" kurang="" tidak=""kunjungan="" menerima="" bosscha="" observatorium="" pula.="" istimewa="" penanganan="" memerlukan="" jelas=""

mars="" planet="" oposisi="" seperti="" yang="" alam="">

Di sisi lain, animo masyarakat yang begitu besar pada fenomena astronomis amat membesarkan hati. Pengunjung tahan

  berdiri berjam-jam antre dalam gelap dan dingin untuk dapat sejenak melihat Mars melalui teropong. Akibatnya,walaupun pada umumnya proses kunjungan berjalan cukup baik, informasi sains yang ingin disampaikan kepada publik tidak sepenuhnya tersalurkan.

Keadaan ini buat komunitas astronomi-dan mestinya juga sebagian besar pengunjung-meresahkan, sebab mereka tentu

tidak hanya ingin melihat dengan lebih jelas (kenyataannya banyak yang pulang dengan kecewa karena tidak melihat

Mars sebesar Bulan lewat teropong seperti yang didesas-desuskan), tetapi juga mengenal obyek-obyek langit denganlebih baik.

ASTRONOMI bisa dikatakan sebagai cabang sains paling populer. Jumlah anak di dunia yang bertanya tentang lubang

hitam (black hole) mungkin sama banyaknya dengan yang menanyakan Tyrannosaurus rex!

Pemandangan langit malam memang mengundang kekaguman, membangkitkan berbagai imajinasi dan inspirasi, bahkanmembangunkan gejolak spiritual. Tanpa bermaksud mengurangi nuansa itu semua, tugas astronom adalah memberikan

dimensi sains pada apa yang terlihat di langit.

Deskripsi ilmiah suatu fenomena alam kadang terkesan dingin. Akan tetapi, mungkin ini karena sifat sains yang tidak  berpihak, hanya mencari dan menunjukkan kebenaran ilmiah. Di lain pihak, perkembangan sains tidak lepas dari kultur 

masyarakat. Karena itu, sains melalui ilmuwan harus dapat dengan baik berperan dalam kultur masyarakat. Salah satu

contoh klasik adalah perjuangan ilmuwan Galileo Galilei tentang kebenaran sains dalam kultur masyarakat di zamannya.

Dalam era modern, tantangan ilmuwan menjalankan perannya dalam perkembangan kultur masyarakat mungkin tidaklahsedramatis itu, namun tetap memerlukan persiapan.

Masyarakat modern menerima banyak sekali informasi, dari berbagai media, tetapi dengan tingkat penerimaan dan

 persepsi beragam. Ilmuwan dapat membantu memilah dan mengolah informasi menjadi logis dan deskriptif.

Tidak perlu menjadi ahli musik untuk menikmati Sonata dan Partita untuk solo violin karya Bach, tetapi dengan sedikitmengerti struktur musik, apresiasi terhadap harmoni yang dihasilkan akan muncul menjulang-tinggikan entitas persepsi.Informasi ilmiah yang baik juga demikian, tidak hanya membantu memahami fenomena alam tetapi lebih dari itu

membangkitkan apresiasi yang tinggi.

Pemahaman tentang letak Bumi dalam tata surya, tentang Galaksi Bima Sakti di mana Matahari hanya merupakan satu

 bintang biasa dari ratusan miliar bintang lain, dan tentang alam semesta di mana Galaksi Bima Sakti hanya satu darientah berapa banyak galaksi lain, membantu mengidentifikasi posisi manusia di dalam jagat raya ini.

Page 24: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 24/40

 

Dari sini akan dipahami, antara lain, betapa istimewanya kondisi Bumi sehingga dapat menopang kehidupan

sebagaimana manusia mengerti kehidupan. Apresiasi ini akan menimbulkan kesadaran untuk turut menjaga dan merawat

rumah kita ini.

BAGAIMANA ilmuwan bersama-sama dengan lembaga keilmuannya dapat mengembangkan kultur sains dalam

masyarakat?

Komunikasi antarkelompok ilmuwan sebidang adalah hal biasa. Akan tetapi, mengomunikasikan sains pada masyarakatakan menjamin berlanjutnya aktivitas saintifik itu sendiri. Berkomunikasi dengan masyarakat membuat ilmuwan menjadilebih peka terhadap apa yang ingin diketahui masyarakat.

Lembaga-lembaga riset besar di negara-negara maju seperti Badan Antariksa Nasional Amerika Serikat (NASA), BadanAntariksa Eropa (ESA), dan banyak lagi menyiapkan divisi khusus untuk pelayanan informasi publik. Divisi ini bekerjamulai dari memberikan informasi informal hingga terprogram seperti pelatihan guru sekolah dan bantuan implementasi

kurikulum ilmu pengetahuan alam.

Orang dapat berargumen bahwa sikap ini didasari atas obligasi lembaga tersebut untuk mengembalikan sains dan

teknologi yang mereka kembangkan kepada masyarakat, yang telah menyalurkan dana untuk mendukung aktivitas ilmiahlembaga riset tersebut. Namun, perlu ditambahkan bahwa obligasi moral atau kesenangan setiap ilmuwan untuk berbagiilmu itu tulus dan lepas dari kelembagaan. Agar hasil optimum, perlu pengorganisasian pendidikan sains untuk publik.

Contoh adalah kasus demam Mars baru-baru ini. Komunitas astronomi di Indonesia adalah komunitas yang sangat kecil.

Ketika suatu fenomena astronomis seperti oposisi Planet Mars terjadi, maka komunitas kecil ini harus membagi dirinyauntuk dua aktivitas yang sama pentingnya: riset ilmiah dan pelayanan publik.

Pada banyak kesempatan, Observatorium Bosscha bekerja sama dengan Planetarium Jakarta dan Lembaga Penerbangan

dan Antariksa Nasional. Namun demikian, untuk lebih dari 200 juta penduduk Indonesia, sekitar 50 astronom profesionalaktif dengan hanya satu observatorium besar dan beberapa teropong kecil sangatlah kurang.

Setiap tahun, 40 ribu orang berkunjung ke Observatorium Bosscha dengan fraksi terbesar siswa sekolah. Minatmasyarakat yang begitu besar pada astronomi meminta peningkatan jumlah maupun kualitas astronom, dilengkapidengan instrumentasi memadai, untuk ditempatkan pada berbagai sektor pendidikan.

MASALAH serupa juga dihadapi cabang-cabang sains lain ketika harus menghadapi publik yang besar volumenya. Yang baru diangkat adalah aspek sumber daya. Aspek lain yang memerlukan pemikiran adalah substansinya. Apa yang harus

disampaikan pada publik dan bagaimana caranya.

Publik juga perlu waktu dan ketenangan untuk mencerna dan meresapi apa yang mereka pelajari. Ini akan mengantar 

mereka ke tingkat keingintahuan berikutnya. Proses belajar akan berulang, seperti tangga berspiral ke atas: dalam setiap putaran satu pemahaman terangkum dan apresiasi terangkat.

Ada banyak cara yang bisa dilakukan, di antaranya lewat Internet dengan menyediakan banyak informasi dalam bahasa

non-teknis dengan ilustrasi yang baik, demikian pula di media massa. Namun demikian, interaksi langsung antarpublik dengan ilmuwan tetap diperlukan. Dialog instan menumbuhkan simbiosis mutualisme publik dan kalangan ilmuwan.

Dalam peradaban modern ini negara juga perlu bertindak sebagai patron dan masyarakat sebagai stakeholder. Apa pun

strukturnya, yang jelas negara memerlukan lebih banyak dermawan untuk membantu di sektor pendidikan. Masih

diperlukan tambahan museum sejarah alam, penemuan, observatorium kecil, planetarium, dan lain-lain, di mana publik  bisa memperoleh pengalaman belajar secara multi-indera.

Fasilitas di atas membantu memahami konsep-konsep dasar dalam sains, sedangkan para ilmuwan menyediakaninformasi tentang kemajuan sains di garis depan dan informasi tentang fenomena alam yang aktual. Ini suatu kombinasi

yang saling mendukung dalam usaha mencerdaskan bangsa.

Sains pada hakikatnya adalah rasional dan dunia sains menjunjung tinggi kejujuran. Jadi, masyarakat yang mengerti sainsmestinya juga rasional dan etis.

Premana W Premadi Ketua Himpunan  A stronomi Indonesia 

URL Source: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0309/11/inspirasi/552790.htm 

Memikirkan Sains untuk Publik 

Page 25: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 25/40

 

Oleh: Premana W Premadi 

INI memang bukan keprihatinan sesaat. Akan tetapi, pengalaman dua minggu lalu di Planetarium Jakarta dan

Observatorium Bosscha Lembang yang dibanjiri masyarakat gara-gara demam Planet Mars, mengingatkan kalanganakademik untuk mengevaluasi usahanya berbagi ilmu dengan publik.

PENGAMATAN KEJADIAN alam yang seperti oposisi Planet Mars jelas memerlukan penanganan istimewa pula.

Observatorium Bosscha menerima kunjungan tidak kurang dari 7.000 orang dalam tiga malam (27-29 Agustus), jauh diluar dugaan dan melebihi kapasitas observatorium.<="" kapasitas="" melebihi="" dan="" dugaan="" luar="" di=""

auh="" agustus),="" (27-29="" malam="" tiga="" dalam="" orang="" 7.000="" dari="" kurang="" tidak=""kunjungan="" menerima="" bosscha="" observatorium="" pula.="" istimewa="" penanganan="" memerlukan="" jelas=""

mars="" planet="" oposisi="" seperti="" yang="" alam="">

Di sisi lain, animo masyarakat yang begitu besar pada fenomena astronomis amat membesarkan hati. Pengunjung tahan  berdiri berjam-jam antre dalam gelap dan dingin untuk dapat sejenak melihat Mars melalui teropong. Akibatnya,

walaupun pada umumnya proses kunjungan berjalan cukup baik, informasi sains yang ingin disampaikan kepada publik 

tidak sepenuhnya tersalurkan.

Keadaan ini buat komunitas astronomi-dan mestinya juga sebagian besar pengunjung-meresahkan, sebab mereka tentutidak hanya ingin melihat dengan lebih jelas (kenyataannya banyak yang pulang dengan kecewa karena tidak melihat

Mars sebesar Bulan lewat teropong seperti yang didesas-desuskan), tetapi juga mengenal obyek-obyek langit dengan

lebih baik.

ASTRONOMI bisa dikatakan sebagai cabang sains paling populer. Jumlah anak di dunia yang bertanya tentang lubang

hitam (black hole) mungkin sama banyaknya dengan yang menanyakan Tyrannosaurus rex!

Pemandangan langit malam memang mengundang kekaguman, membangkitkan berbagai imajinasi dan inspirasi, bahkan

membangunkan gejolak spiritual. Tanpa bermaksud mengurangi nuansa itu semua, tugas astronom adalah memberikandimensi sains pada apa yang terlihat di langit.

Deskripsi ilmiah suatu fenomena alam kadang terkesan dingin. Akan tetapi, mungkin ini karena sifat sains yang tidak  berpihak, hanya mencari dan menunjukkan kebenaran ilmiah. Di lain pihak, perkembangan sains tidak lepas dari kultur masyarakat. Karena itu, sains melalui ilmuwan harus dapat dengan baik berperan dalam kultur masyarakat. Salah satu

contoh klasik adalah perjuangan ilmuwan Galileo Galilei tentang kebenaran sains dalam kultur masyarakat di zamannya.

Dalam era modern, tantangan ilmuwan menjalankan perannya dalam perkembangan kultur masyarakat mungkin tidaklah

sedramatis itu, namun tetap memerlukan persiapan.

Masyarakat modern menerima banyak sekali informasi, dari berbagai media, tetapi dengan tingkat penerimaan dan

 persepsi beragam. Ilmuwan dapat membantu memilah dan mengolah informasi menjadi logis dan deskriptif.

Tidak perlu menjadi ahli musik untuk menikmati Sonata dan Partita untuk solo violin karya Bach, tetapi dengan sedikit

mengerti struktur musik, apresiasi terhadap harmoni yang dihasilkan akan muncul menjulang-tinggikan entitas persepsi.

Informasi ilmiah yang baik juga demikian, tidak hanya membantu memahami fenomena alam tetapi lebih dari itumembangkitkan apresiasi yang tinggi.

Pemahaman tentang letak Bumi dalam tata surya, tentang Galaksi Bima Sakti di mana Matahari hanya merupakan satu

 bintang biasa dari ratusan miliar bintang lain, dan tentang alam semesta di mana Galaksi Bima Sakti hanya satu dari

entah berapa banyak galaksi lain, membantu mengidentifikasi posisi manusia di dalam jagat raya ini.

Dari sini akan dipahami, antara lain, betapa istimewanya kondisi Bumi sehingga dapat menopang kehidupan

sebagaimana manusia mengerti kehidupan. Apresiasi ini akan menimbulkan kesadaran untuk turut menjaga dan merawatrumah kita ini.

BAGAIMANA ilmuwan bersama-sama dengan lembaga keilmuannya dapat mengembangkan kultur sains dalammasyarakat?

Komunikasi antarkelompok ilmuwan sebidang adalah hal biasa. Akan tetapi, mengomunikasikan sains pada masyarakatakan menjamin berlanjutnya aktivitas saintifik itu sendiri. Berkomunikasi dengan masyarakat membuat ilmuwan menjadilebih peka terhadap apa yang ingin diketahui masyarakat.

Lembaga-lembaga riset besar di negara-negara maju seperti Badan Antariksa Nasional Amerika Serikat (NASA), Badan

Page 26: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 26/40

 

Antariksa Eropa (ESA), dan banyak lagi menyiapkan divisi khusus untuk pelayanan informasi publik. Divisi ini bekerja

mulai dari memberikan informasi informal hingga terprogram seperti pelatihan guru sekolah dan bantuan implementasi

kurikulum ilmu pengetahuan alam.

Orang dapat berargumen bahwa sikap ini didasari atas obligasi lembaga tersebut untuk mengembalikan sains dan

teknologi yang mereka kembangkan kepada masyarakat, yang telah menyalurkan dana untuk mendukung aktivitas ilmiah

lembaga riset tersebut. Namun, perlu ditambahkan bahwa obligasi moral atau kesenangan setiap ilmuwan untuk berbagiilmu itu tulus dan lepas dari kelembagaan. Agar hasil optimum, perlu pengorganisasian pendidikan sains untuk publik.

Contoh adalah kasus demam Mars baru-baru ini. Komunitas astronomi di Indonesia adalah komunitas yang sangat kecil.Ketika suatu fenomena astronomis seperti oposisi Planet Mars terjadi, maka komunitas kecil ini harus membagi dirinya

untuk dua aktivitas yang sama pentingnya: riset ilmiah dan pelayanan publik.

Pada banyak kesempatan, Observatorium Bosscha bekerja sama dengan Planetarium Jakarta dan Lembaga Penerbangan

dan Antariksa Nasional. Namun demikian, untuk lebih dari 200 juta penduduk Indonesia, sekitar 50 astronom profesionalaktif dengan hanya satu observatorium besar dan beberapa teropong kecil sangatlah kurang.

Setiap tahun, 40 ribu orang berkunjung ke Observatorium Bosscha dengan fraksi terbesar siswa sekolah. Minatmasyarakat yang begitu besar pada astronomi meminta peningkatan jumlah maupun kualitas astronom, dilengkapidengan instrumentasi memadai, untuk ditempatkan pada berbagai sektor pendidikan.

MASALAH serupa juga dihadapi cabang-cabang sains lain ketika harus menghadapi publik yang besar volumenya. Yang

 baru diangkat adalah aspek sumber daya. Aspek lain yang memerlukan pemikiran adalah substansinya. Apa yang harusdisampaikan pada publik dan bagaimana caranya.

Publik juga perlu waktu dan ketenangan untuk mencerna dan meresapi apa yang mereka pelajari. Ini akan mengantar 

mereka ke tingkat keingintahuan berikutnya. Proses belajar akan berulang, seperti tangga berspiral ke atas: dalam setiap putaran satu pemahaman terangkum dan apresiasi terangkat.

Ada banyak cara yang bisa dilakukan, di antaranya lewat Internet dengan menyediakan banyak informasi dalam bahasanon-teknis dengan ilustrasi yang baik, demikian pula di media massa. Namun demikian, interaksi langsung antarpublik dengan ilmuwan tetap diperlukan. Dialog instan menumbuhkan simbiosis mutualisme publik dan kalangan ilmuwan.

Dalam peradaban modern ini negara juga perlu bertindak sebagai patron dan masyarakat sebagai stakeholder. Apa punstrukturnya, yang jelas negara memerlukan lebih banyak dermawan untuk membantu di sektor pendidikan. Masih

diperlukan tambahan museum sejarah alam, penemuan, observatorium kecil, planetarium, dan lain-lain, di mana publik  bisa memperoleh pengalaman belajar secara multi-indera.

Fasilitas di atas membantu memahami konsep-konsep dasar dalam sains, sedangkan para ilmuwan menyediakaninformasi tentang kemajuan sains di garis depan dan informasi tentang fenomena alam yang aktual. Ini suatu kombinasiyang saling mendukung dalam usaha mencerdaskan bangsa.

Sains pada hakikatnya adalah rasional dan dunia sains menjunjung tinggi kejujuran. Jadi, masyarakat yang mengerti sainsmestinya juga rasional dan etis.

Premana W Premadi Ketua Himpunan  A stronomi Indonesia 

URL Source: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0309/11/inspirasi/552790.htm 

Masa Depan STPDN Oleh: Sadu Wasistiono

MENINGGALNYA Wahyu Hidayat, mahasiswa STPDN, menjadi polemik. Sebagai dosen STPDN, saya terpanggil

untuk memberi sumbangan pemikiran agar diperoleh informasi yang relatif l engkap.

Munculnya kasus itu sebenarnya merupakan puncak gunung es berbagai masalah di tubuh STPDN. Hal itu sekaligus

menjadi momentum tepat untuk memperbaiki sistem pendidikan secara mendasar dan menyeluruh.

STPDN merupakan perubahan bentuk dan peningkatan dari APDN Nasional, sebagai peleburan 20 APDN Daerah.

Page 27: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 27/40

 

Konsep perubahan yang digunakan mengadopsi sistem di Akabri Magelang. Padahal, ada perbedaan mendasar antara

  berkarier di lingkungan militer dan sipil. Organisasi pemerintah dibangun untuk melayani masyarakat, sedangkan

organisasi militer untuk menghancurkan musuh. Filosofi terhadap manusia antara militer dengan pamongpraja, berbeda.Cara pandang pamongpraja, pada dasarnya manusia itu baik, kecuali telah terbukti bahwa dirinya adalah jahat.

Selama ini orang tidak melihat adanya ketidakcocokan sistem. Selain karena organisasinya bersifat tertutup, masyarakat

maupun pers belum kritis. Pendidikan di STPDN mencakup tiga hal: transfer pengetahuan (transfer of knowledge),transfer keterampilan (transfer of ability), dan transfer nilai (transfer of values) yang dilaksanakan secara proporsional.

Kurikulum seperti itu menjadi ciri khas yang membedakan STPDN dengan perguruan tinggi lain. Menghilangkan cirikhas pendidikan tinggi kedinasan akan memperkuat alasan untuk melikuidasinya.

Dilihat dari sistem pendidikan nasional, pendidikan tinggi kedinasan memang bersifat substitutif. Artinya, pendidikan

tinggi kedinasan didirikan guna memenuhi kebutuhan sendiri dan bila perguruan tinggi umum belum mampumenyelenggarakannya.

Kriteria kebutuhan kader pimpinan pemerintahan dalam negeri di STPDN, baik kualitas maupun kuantitas, ditentukan

 pemilik yakni pemerintah pusat (Departemen Dalam Negeri/Depdagri) dan pengguna yakni pemerintah daerah provinsi,

kabupaten/kota. Selama itu, pengguna tidak mengeluhkan kualitas lulusan STPDN. Bahkan, dari tahun ke tahun permintaan terhadap lulusan terus meningkat sejalan dengan bergulirnya otonomi daerah.

SEIRING reformasi di segala bidang, STPDN telah melakukannya, antara lain dalam pengisian pimpinan maupun

lembaga senat. Dulu, pemimpin STPDN dijabat kalangan militer berpangkat mayor jenderal, kini diisi kalangan sipil.Anggota Senat yang dulu ditunjuk dari atasan, kini sebagian diisi melalui pemilihan. Sivitas akademika telah menyusun

visi baru, yakni "Unggul sebagai lembaga pendidikan kedinasan yang profesional, demokratis, dan berwawasankebangsaan".

Ada tiga kompetensi dasar yang dikembangkan, yakni kepemimpinan (leadership), kepelayanan (stewardship), dankenegarawanan (statesmanship). Dikembangkan tiga jurusan, yakni tata pemerintahan, tata pelayanan masyarakat, sertatata keuangan daerah. Suasana akademis dibangun lebih meluas antara lain dengan membentuk pusat kajian, mendirikan

 program pascasarjana, dan menyelenggarakan seminar nasional. Pusat kajian telah banyak meneliti, menerbitkan bukudan jurnal tentang otonomi daerah, memberikan konsultasi pada pemerintah daerah kabupaten/kota serta memberikanorientasi pada lebih 300 DPRD kabupaten/kota di Indonesia. Mahasiswa juga menyelenggarakan aktivitas ilmiah antara

lain Lomba Karya Ilmiah Ilmu Pemerintahan bekerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan

kegiatan akademik lainnya.

PERUBAHAN pada dimensi akademik ternyata tidak diikuti perubahan nilai. Visi demokratis yang dicanangkanmenghadapi kendala dalam implementasinya. Depdagri sebagai departemen induk memandang STPDN sebagai bagian

 birokrasi struktural, belum sebagai lembaga pendidikan yang relatif otonom.

Pengisian pemimpin didasarkan pertimbangan struktural dibanding kemampuan akademis. Lembaga Senat belum berfungsi sebagai lembaga normatif yang menentukan kebijakan penyelenggaraan pendidikan. Hubungan antartingkat

dan angkatan yang hierarkis masih berjalan. Pembangkitan motivasi dari luar melalui pengarahan, memberi hukuman bilamelanggar lebih dominan daripada membangkitkan motivasi dari dalam.

Di STPDN sedang terjadi pergeseran nilai. Nilai lama yang bercorak militeristik ingin ditinggalkan, sedangkan nilai baruyang bercorak demokratis dan akademis masih belum dapat diterima sepenuhnya. Mahasiswa maupun pendidik menjadigamang menghadapi perubahan sehingga timbul kepribadian terbelah (split personality), kemudian mereka mencari tata

nilai sendiri yang mungkin tidak sesuai dengan tata nilai lembaga.

"Pembinaan" antara senior terhadap yunior yang dilakukan di luar jam aktivitas resmi dan di luar kendali lembaga,

merupakan indikasi adanya upaya mencari tata nilai mereka sendiri. Diperlukan figur pemimpin visioner yang mampumenggagas pembaruan dan mengawal pembaruan tersebut dengan baik.

Selain faktor internal, kejadian di STPDN juga dipengaruhi faktor eksternal antara lain sistem seleksi mahasiswa barudan jumlah peserta didik yang diterima. Pada era otonomi daerah, sistem seleksi masuk STPDN dijalankan bersamaantara Depdagri dengan Pemda sehingga kualitas masukan sering tidak sesuai standar yang ditetapkan karena banyak 

kepentingan yang melekat di dalamnya.

Jumlah peserta didik yang diterima pun tidak lagi didasarkan kapasitas fasilitas yang tersedia tetapi tergantung kebutuhan

 pemerintah daerah masing-masing. Ketersediaan air bersih, penyediaan makan, tempat tinggal peserta didik kini melebihikapasitas yang ada. Situasi dan kondisi semacam itu memberi andil munculnya budaya kekerasan karena kampus yang

semakin tidak nyaman. Begitu pula dengan ketimpangan jumlah pembina dibanding jumlah peserta didik akan membuat

 pembinaan menjadi longgar.

Page 28: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 28/40

 

Penghapusan atau penggabungan yang dilakukan karena pertimbangan emosional akan merugikan banyak pihak.

Pemerintahan dalam negeri akan kekurangan kader berkualitas dan memiliki wawasan kebangsaan. Perancis, Filipina,

Vietnam dan lainnya memiliki lembaga pendidikan semacam STPDN. Pembenahannya harus dikembalikan pada hakikatlembaga pendidikan tinggi kedinasan itu sendiri, yakni memenuhi kebutuhan kedinasan yang sifatnya spesifik.

LANGKAH strategis yang perlu dilakukan, yaitu melakukan survei kepada pengguna mengenai keberadaan STPDN.

Keputusan mengenai masa depan STPDN tidak lagi dapat ditentukan secara sepihak dari atas (Depdagri), tetapi jugamelibatkan pengguna (pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota). Kedua, menyusun kurikulum (dalam arti luas)

  baru sesuai kebutuhan pengguna dan perkembangan ilmu pengetahuan. Ketiga, menyusun kelembagaan baru sesuai  perubahan kurikulum, dengan menghapus eselonering pada pucuk pimpinan seperti pada perguruan tinggi negeri.Keempat, meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga pendidik. Kelima, meningkatkan kualitas atau menambah fasilitas

 pendidikan sesuai standar minimal. Keenam, menyempurnakan sistem administrasi untuk mendukung proses pendidikan.

Apabila hasil survei menunjukkan mayoritas responden tidak lagi membutuhkan lulusan STPDN, keberadaan STPDN

 perlu ditinjau kembali. Peninjauannya dapat berupa penghapusan lembaga maupun perubahan bentuk dan pengelolanya.Penghapusan dilakukan bertahap sampai angkatan terakhir menyelesaikan pendidikan. Perubahan bentuk maksudnyadijadikan perguruan tinggi swasta dan dikelola oleh asosiasi pemerintah daerah (APPSI, Apkasi, Apeksi) seperti

dilakukan di beberapa negara.

SaduWasistiono Dosen ST  P  DN  

URL Source: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0309/25/opini/580416.htm 

Kekerasan di Balik Tembok STPDN

Konvensi Menentang Penyiksaan Oleh: A Irmanputra Sidin

"Bahwa negara Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum sehingga segala bentuk penyiksaan dan perlakuan atau

  penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia harus dicegah dan

dilarang " . (UU No 5/1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or DegradingTreatment or Punishment)

MENYAKSIKAN tayangan eksklusif SCTV (Kekerasan di Balik Tembok STPDN), Minggu (21/9), sungguh

menggoyahkan perasaan kemanusiaan.

Bagaimana tidak, dalam gedung sekolah yang mewah dan megah ternyata tersembunyi praktik kekerasan atau  penyiksaan. Kekerasan atau penyiksaan merupakan perilaku primitif yang merupakan anomali di tengah kemajuan

 peradaban dan dunia pendidikan.

Para praja masuk Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) dengan spirit luhur menimba pendidikan guna

 pembangunan pribadi dan bangsa, menjadi pelayan HAM (masyarakat) harus menerima siksaan yang melanggar hak asasi manusia (HAM), yang tak terbayangkan (unimaginable) sebelumnya.

Tampak dalam tayangan itu praja (mahasiswa) berbaris, atau dalam posisi "kayang" lalu dipukul, ditendang dengan gayakungfu oleh sekelompok praja lain. Tayangan yang juga mengenaskan saat beberapa praja berbaris lalu dipukuli dengankedua tangan ke dada, praja itu langsung terhuyung dan jatuh, meringis kesakitan. Perlakuan seperti inilah yang mungkin

dialami praja Ery Rahman (2000) dan Wahyu Hidayat (2003) yang akhirnya mengembuskan napas terakhir saat sedangmenjalankan niat luhurnya menjadi manusia terdidik sebagai calon pemimpin bangsa.

SUNGGUH ironis dan irasional, sebuah lembaga pendidikan kreasi negara ternyata di dalamnya terjadi penyiksaan

(torture) yang diharamkan manusia secara universal. Tanggal 10 Desember 1984, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan resolusi 39/46 tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman

Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia.

Konvensi ini berlaku efektif 27 Juni 1987. Dasar konvensi ini adalah Pasal 5 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan

Pasal 7 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik bahwa tak seorang pun boleh menjadi sasaran penyiksaandan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia.

Karena itu, dengan proses ratifikasi atau aksesi negara-negara, rakyat bangsa-bangsa melalui PBB berjuang menentang  penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia diseluruh dunia. Indonesia pada 23 Oktober 1998 telah meratifikasi konvensi ini dengan bingkai hukum UU No 5/1998

Page 29: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 29/40

 

tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment.

MESKI cikal konvensi antipenyiksaan ini ditujukan kepada mereka yang dirampas kemerdekaannya, namun kinimengalami kemajuan perkembangan dan interpretasi ekstensif dimungkinkan oleh konvensi ini (Pasal 2). Kekerasanyang terjadi di dunia pendidikan seperti STPDN, sudah tergolong "penyiksaan" yang menjadi musuh umat manusia

(hostis humanis generis).

Menurut Pasal 1 konvensi ini, penyiksaan adalah "setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja sehinggamenimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh

 pengakuan... atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, bila rasa sakit atau penderitaan ituditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan pejabat publik...".

Bahwa perbuatan yang menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat seperti dialami praja STPDN yangditendang, dipukul hingga ada yang digotong, menurut konvensi ini, termasuk kategori penyiksaan.

Bahwa stigma senior memiliki legitimasi melakukan kekerasan atas yunior yang dibangun dalam tradisi, suatu bentuk diskriminasi yang dijadikan alasan. Bahwa keyuniorannya harus menerima perlakuan yang menimbulkan penderitaan,

rasa sakit jasmani atau rohani maka hal i tu tidak memiliki legitimasi dan legalitas universal yang diakui manusia beradab.Hal ini diakui dalam semua instrumen hukum HAM universal, internasional, regional, dan nasional yang menyebut, tak seorang pun yang boleh menjadi sasaran penyiksaan dengan alasan apa pun (non-derogable rights).

PENYIKSAAN terang-terangan di lapangan sekolah menunjukkan, pemimpin STPDN secara kelembagaan mengamini

kekerasan sistematis dan massal. Artinya, pemimpin STPDN terindikasi memberi "persetujuan" atau "atassepengetahuannya". Dalam konvensi ini, pemimpin STPDN dapat dikategorikan pejabat publik. Karena itu, pemimpinSTPDN tidak hanya bertanggung jawab moral dan harus mundur atau dimundurkan, tetapi juga tanggung jawab pidana

atas kekerasan dapat dijatuhkan padanya.

Penyiksaan yang dialami praja yunior STPDN dengan argumen pengasuhan, pembinaan, melatih fisik, atau bagian terapiekstrakurikuler bukan sesuatu yang dibenarkan dalam konvensi ini dan seluruh bingkai hukum serta HAM yang diakui

universal. Apalagi yang ingin dicetak STPDN adalah calon-calon pemimpin bangsa, dengan tugas melayani dan

mengayomi HAM masyarakat. Yang dibutuhkan bangsa ini bukan pamong yang berpengalaman atau mampu bersikap barbar saat menghadapi masyarakat tetapi yang berpikiran maju dan cerdas.

Yang pasti, penyiksaan dapat merusak kemampuan tubuh dan otak manusia. Karena itu, penyiksaan yang terjadi diSTPDN yang mungkin terjadi pada institusi pendidikan lain, harus segera dihentikan, dan proses hukum terhadap pelaku

langsung dan pemimpin yang terindikasi "menyetujui" dan atas "sepengetahuannnya" harus diterapkan agar penyik 

URL Source: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0309/25/opini/580420.htm 

Masuk Bursa Oleh: Liek Wilardjo

SENIN 6 Oktober lalu Kompas menyelenggarakan diskusi panel terbatas di HotelSantika Jakarta. Diskusi itu diberi judul dramatis, "Bahasa Indonesia dalamBahaya". Ada tujuh panelis yang diundang, tetapi seorang tak hadir. Diskusi itudipandu Daniel Dhakidae. 

Baik moderator dan keenam panelis, maupun peserta lain, tidak menaruh

keberatan terhadap penyerapan kata dan istilah dari bahasa daerah dan bahasaasing, bila itu diperlukan, dan belum/tidak ada padanannya yang "pas" dalamBahasa Indonesia. Pengalih- ejaan (transkripsi) dan penyesuaian lafal istilah asingitu lebih baik dari penerjemahan istilah asing secara sekenanya, tanpamemperhatikan ketepatan maknanya. "Nuansa" sebagai padanan nuance,misalnya, lebih baik daripada penerjemahan nuance itu secara ceroboh menjadi"suasana". Panelis Ayatrohaedi mengecam pemadanan nuance dengan "suasana",yang muncul beberapa kali di Kompas. 

Page 30: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 30/40

 

NAMUN, sebelum mencomot istilah asing, sebaiknya dilihat dulu apakahtidak/belum ada kata dalam bahasa kita yang secara tepat mengungkap maknakonsep, proses, sifat, atau keadaan yang dikandung istilah tersebut. Hal ituditekankan panelis Faisal Basri dan Sudjoko. Bila padanan yang tepat itu belumada, sebaiknya dicoba dulu mereka, cipta padanan itu secara kreatif. "Masukbursa" yang diusulkan Anton Moeliono sebagai padanan go public menurut Faisal

Basri amat tepat. 

Sayang, penggunaan padanan itu tidak didukung otoritas bersangkutan, sepertiBapepam, BEJ, dan Kantor Menteri BUMN. "Masuk bursa" lebih luas dipakai dalampengertian "ikut dicalonkan menduduki jabatan tertentu". Misalnya, "Cak Nur urungmasuk bursa capres melalui konvensi Partai Golkar". 

Contoh baik dari "masuk bursa" sebagai padanan go public itu dapat ditiru.Misalnya go international dapat dipadankan dengan "merambah mancanegara",dan go nuclear dengan "menggunakan tenaga inti". Bila terjemahan "tenaga inti"kurang keren, bolehlah dipakai transkripsi "energi nuklir". 

Sudjoko mengusulkan agar "massa" sebagai padanan mass ditulis dengan satu "s"

saja. Saya kurang setuju. Memang dalam bahasa kita selain ada homofon juga adapolisemi, tetapi kalau penggunaan dua "s" itu mampu menyuguhkan makna yangdimaksudkan dengan lebih langsung, apa salahnya? Apalagi kalau kata "massa"itu berdiri sendiri, terlepas dari konteksnya, dan tak merupakan bagian dari istilahmajemuk! 

Faisal Basri mengeluhkan kemalasan dan/atau ketakreatifan para ekonom kitauntuk mencari atau mereka cipta istilah Indonesia guna dipadankan dengan istilahasing. Saya mendukung keluhan itu. Banyak yang memakai "ritel dan grosir"."Ritel" ialah alih-ejaan dari retail, lawannya dalam bahasa Inggris ialah wholesale,sedangkan "grosir" dipungut dari kata dalam bahasa Belanda, grossier. Mengapatidak dipakai "eceran dan borongan"? 

Istilah "pusat perkulakan" juga kurang tepat. "Kulak" artinya "membeli-biasanyadalam jumlah besar atau secara borongan-untuk dijual lagi", misalnya secaraeceran. Padahal, mereka yang berbelanja di "pusat perkulakan" tidak semuanyamenjual lagi apa yang dibelinya itu untuk mendapatkan laba. Pasti ada yangmemakai sendiri barang belanjaannya itu. Karena itu, "pusat penjualan borongan"atau, lebih singkat, "pusat jual borongan", lebih tepat sebagai padanan wholesalecentre. 

MENJELANG pemilihan umum, sering terdengar istilah electoral threshold. Apasusahnya, sih memadankan istilah itu dengan "ambang pemilihan"? Istilah/akronim"pemilu" juga dikecam Ayatrohaedi sebab arti "pemilihan umum" membebanimakna asli kata itu, yakni "yang membuat (hati menjadi) pilu". Selaras dengancatatan Ayatrohaedi, saya sarankan agar pengangkatan sebuah kata menjadi

istilah, terlebih bila disertai penyempitan/perluasan/ pengingsutan makna asli kataitu, hanya dilakukan pada kata- kata yang sudah tidak lazim dipakai. 

Penggunaan "canggih" sebagai padanan sophisticated tidak menimbulkan masalahsebab makna asli kata itu, yakni "rewel", sudah tidak diingat mayoritas penggunabahasa Indonesia. Pengingsutan maknanya juga dapat diterima sebab "rewel"(fussy, finicky) juga menandai orang yang sophisticated pemikirannya, yangmenuntut mutu atau kesaksamaan yang tinggi. Demikian pula, saya kira, padanan"rampat" (dari "merampat papan" yang dalam bahasa Jawa berarti nggebyah uyah)

Page 31: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 31/40

 

untuk general, ratah -simple, renjang-perpendular/normal, pudur-quench, dansebagainya. 

Saking getolnya mengalih- ejakan istilah asing, banyak juga yang kebablasan."Nominator" dianggap lebih gagah daripada "calon unggulan", padahal kata yangbenar dalam bahasa Inggris ialah nomenee. "Penanaman modal" juga kurang

canggih, lalu dipakai "investasi", padahal dalam bahasa Inggris istilahnyainvestment, sedangkan dalam bahasa Belanda kapitaalsinvesteering. Begitu jugaeffectiveness dialih- ejakan secara salah menjadi "efektivitas". Karena kata "algojo"atau "pelaku pembunuhan" mungkin dianggap kurang modern, orang lalumenggunakan kata "eksekutor", padahal dalam bahasa Inggris kata itu adalahexecutioner! 

DALAM diskusi itu saya mengeluhkan kebiasaan jelek kita untuk membuang katadepan yang seharusnya ada dan tidak membedakan klausa penakrif (definingcluase) dari klausa bukan-penakrif (nondefining clause). Saya juga mintaketegasan sikap para bahasawan terhadap berkembangnya penggunaan nominaperampat abstrak (abstract generalizing noun). Misalnya, "Penyebab kecelakaanitu sedang dalam penyelidikan", atau "Usulan perubahan itu masih dalam

penggodokan". 

Di antara para pakar bahasa yang hadir dalam diskusi itu tidak ada yang memberiawaban. Panelis Nirwan Ahmad Arsuka mengatakan, "pembendaan" kata kerja itudipakai untuk menghindari tanggung jawab. Pernyataan itu didukung DanielDhakidae. Saya kira bukan (atau bukan hanya) itu alasannya. Penggunaan verbadalam bentuk pasif juga menyingkirkan pelaku, tetapi mengapa tidak dikatakan"Penyebab kecelakaan itu sedang diselidiki?" 

Liek Wilardjo F isikawan 

URL Source: http://www.unisosdem.org/usd-admin/login.php 

Menin jau Program "Study Tour " Oleh: Darmaningtyas

KEMATIAN 51 murid dan dua guru SMK Yapemda, Kecamatan Berbah, KabupatenSleman, DIY, serta seorang pemandu wisata dalam kecelakaan di Situbondo, Rabu(8/10), mengajak kita merenung sekaligus mengkaji kembali program study tour sekolah. 

Sejauh mana manfaat program itu dibandingkan dengan besarnya biaya yang harusdikeluarkan dan risiko yang ditanggung? Persoalan ini amat mungkin terabaikan olehpara penentu kebijakan di sekolah. 

Perlu ka jian 

Kajian tentang tingkat risiko ini penting agar kita dapat mengambil keputusan secaraernih tentang penting tidaknya program study tour bagi pelajar. Terlebih bila kitamengetahui kondisi sosial ekonomi orangtua pelajar. Tanpa mengurangi rasa simpatipada sekolah maupun keluarga korban yang ditinggalkan, tetapi setelah mengetahuikondisi ekonomi keluarga korban kecelakaan sekaligus mengetahui lokasi sekolah,maka program study tour bagi murid-murid SMK Yapemda itu memang suatu ironi. 

Kita dapat mengatakan sebagai ironi karena sebenarnya kemampuan orangtua murid

Page 32: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 32/40

 

untuk membayar biaya study tour Rp 450.000/murid (khusus untuk transportasi danakomodasi, belum uang jajan) amat terbatas. Banyak di antara orangtua murid yangmembiayai anaknya dengan mencari pinjaman. Bahkan, salah seorang murid yangtidak ikut study tour itu-sehingga selamat-karena orangtua gagal mencari pinjaman,untuk uang jajan karena untuk biaya transportasi dan akomodasinya dapat dilunasisetelah dari Bali. 

Seorang ibu rumah tangga yang sempat melayat ke ketujuh korban dan seorang kawanyang tinggal di sekitar SMK Yapemda menuturkan, kondisi orangtua murid korban itusecara obyektif memprihatinkan karena kemiskinan. Tidak ada kecelakaan saja kondisimereka sudah mengundang iba. Tragedi yang menimpa anaknya menambah rasa ibasebab semakin lengkap penderitaan mereka: miskin dan ditinggal mati anaknya secaramemilukan. Di antara orangtua korban itu umumnya bermata pencaharian sebagaipetani gurem, buruh tani, buruh bangunan (kuli), dan pedagang kecil atau kulakan(pedagang yang membeli untuk langsung dijual pada hari itu juga karena keterbatasanmodal). 

Kisah yang lebih tragis lagi dialami orangtua yang memiliki dua anak dan keduanyamati dalam kecelakaan: satu ketika mengikuti kegiatan pramuka beberapa waktu silam,

satunya lagi kecelakaan di Situbondo kemarin. Padahal, secara ekonomis orangtua ituuga pas- pasan. Dengan kata lain, begitu besar biaya yang harus dibayar orangtuamurid, terutama bila dibandingkan dengan kondisi ekonomi mereka sehari-hari yangserba pas-pasan. 

Tanpa harus datang satu per satu ke rumah orangtua korban, kita dapat menebak profilmurid-murid SMK Yapemda. Mereka yang bersekolah di situ mayoritas (90 persen)berasal dari keluarga pas-pasan, yang secara sadar tidak mampu untuk melanjutkankuliah ke perguruan tinggi. 

 Apalagi mereka yang bersekolah di SMK swasta dan di desa lagi, jelas mereka berasaldari kelompok paling miskin yang tidak diterima di SMK negeri. Tidak diterimanyamereka itu karena NEM mereka rendah dan rendahnya NEM karena mereka belajar 

tanpa bimbingan orangtua sekaligus tanpa fasilitas lengkap. Semua itu terjadi karenakemiskinannya. 

Masuk ke dalam lingkungan SMK Yapemda memberi gambaran yang kian lengkaptentang profil anak-anak yang bersekolah di sana. Di sekolah itu ada dua lokasi parkir sepeda yang cukup panjang. Artinya, sebagian besar murid bersekolah dengan naiksepeda onthel, sebagian lagi naik angkutan umum-jarang lewat-dan berjalan kaki. Adapula yang naik sepeda motor. 

Dari majalah dinding (mading) yang terpasang, terlihat penampilan mading itu jauh dibawah penampilan mading SMA bermutu di kota, baik soal isi maupun penyajian. Inimenandakan kemampuan, wawasan, dan kreativitas mereka juga amat terbatas, jauh dibawah anak-anak SMA bermutu di kota. 

Apa yang dicari? 

Pertanyaan tentang apa yang dicari di Bali menjadi relevan bila kita melihat profil muriddan sekolah SMA Yapemda. Secara sosial ekonomis, profil murid sudah jelas, merekadari kalangan miskin pedesaan dan orientasi kerja mereka di sektor industri, yaitusebagai buruh pabrik. Adapun letak sekolahnya berada di pedesaan. Di tempat gedungsekolah itu berdiri dulunya adalah lapangan olah raga bagi orang kampung. Namun,lapangan itu dipindah ke sebelahnya dua puluh tahun lalu. Bangunannya sederhana

Page 33: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 33/40

 

dengan fasilitas seadanya. 

Seorang guru yang berjaga pada Minggu (12/10) menuturkan, September lalu baru sajamemberangkatkan 70 lulusannya secara legal ke Malaysia dari total permintaan 150orang. Tidak terpenuhinya permintaan itu karena sisanya sudah terserap ke mana-mana. 

Lulusan SMK Yapemda memang banyak dipesan industri, baik di Indonesia maupunMalayasia. Di Malaysia mereka kebanyakan bekerja di industri elektronik. Memang jauhdari disiplin ilmu di sekolah menengah ekonomi atas (SMEA), tetapi pekerjaan itu dapatdipelajari cepat dengan modal ketekunan dan kedisiplinan tinggi yang didapat darisekolah. 

Jadi jelas, kehadiran sekolah di desa itu untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagiorang miskin di desa agar dapat mengakses pendidikan menengah sekaligus memberibekal untuk medapatkan pekerjaan yang layak. Dengan profilnya yang semacam itu,sebetulnya study tour jauh-jauh ke Bali dengan biaya mahal hanya untuk melihatpengolahan ikan, menjadi kurang pas. Kurang pasnya itu dapat dilihat dari dua hal.Pertama, berlawanan dengan perannya untuk melayani orang miskin. Kedua, program

itu tidak memiliki relevansi langsung dengan upaya peningkatan mutu sekolah. 

Bila kita analogikan, program study tour itu sama kesia-siaannya dengan program paraanggota DPR/DPRD yang studi banding ke luar negeri: sama- sama memboroskanbiaya dengan hasil amat minim. Pengenalan murid dengan dunia kerja tidak perludilakukan jauh-jauh ke Bali, cukup dengan mengunjungi, bahkan magang ke industri-industri yang ada di sekitar sekolah atau di wilayah DIY atau di Ungaran, tempat latihankerja setiap tahunnya. 

Kesalahan yang banyak dilakukan pengelola sekolah adalah lingkungan sekitar yangterdekat tidak dikenali, tetapi berusaha mengenali lingkungan terjauh, yang memerlukanbiaya tinggi. Cara-cara semacam itu sebetulnya merupakan "penindasan" terselubungsekaligus kesia-siaan. Memang tidak etis menggugat sekolah dalam kondisi duka

seperti sekarang. Namun, membiarkan semuanya berlalu juga tidak benar karena kitacenderung akan mengulangi kesalahan yang sama di masa datang. 

Komersialisasi pendidikan 

Tanpa bermaksud berburuk sangka, bila dicermati program study tour dari TK-SMTA-seperti program pakaian seragam dan buku pelajaran-sebetulnya lebih berbau bisnisdaripada "studi"nya. Di sana ada banyak kepentingan terselubung yang bermain,seperti mendapat tumpangan piknik gratis ke tempat-tempat rekreasi yang jauh, yangtidak mungkin dilakukan dengan mengandalkan gaji guru, memperoleh diskon dari birowisata, dan akomodasi. Jumlahnya memang tidak besar, tetapi itu merupakanpendapatan sampingan bagi guru/sekolah. Kata "studi" yang melekat di depannyasekadar membungkus kata tur agar tidak terlalu vulgar, tetapi tekananan lebih pada

turnya. 

Kecuali tidak memiliki relevansi dengan upaya peningkatan mutu pendidikan nasional,penulis curiga, munculnya mental suka foya-foya, tetapi malas bekerja dari lulusanpendidikan formal itu salah satu akarnya adalah program study tour karena yangditangkap oleh murid dari program itu adalah rekreasinya, bukan studinya karena dilapangan tidak ada studi, yang ada hanya tur saja. Karena itu, melalui harian ini,sepuluh tahun lalu penulis mengusulkan agar Stop Program Study Tour dan Pakaian

Page 34: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 34/40

 

Seragam (Kompas, 19/7/1993). 

Bagaimana menjawab kebutuhan guru untuk rekreasi agar tidak kuper dan jenuh?Pemerintah maupun pengelola sekolah swasta wajib menyediakan dana untuk rekreasibagi guru, seperti dilakukan beberapa yayasan di Jakarta dan Surabaya. 

Peningkatan mutu guru tidak cukup melalui penataran yang diberikan para tutor produkdan gaya lama, tetapi melalui program rekreasi guru juga dapat memperluas wawasan,pengetahuan, pengalaman, dan meningkatkan kedewasaannya, terlebih guru IPS danagama sehingga mereka tidak kerdil. 

Semua itu akan menjadi bahan mengajar amat kaya sehingga kehadiran guru di kelasdapat lebih bermakna karena dapat memberi inspirasi kepada murid-muridnya. Programini sekaligus menghilangkan kejenuhan guru dalam mengajar. 

Darmaningtyas Guru dan Anggota Dewan Penasihat CBE (The Center for theBatterment of Education) di Jakarta 

URL Source: http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0310/18/opini/632907.htm 

Menin jau Program "Study Tour " Oleh: Darmaningtyas

KEMATIAN 51 murid dan dua guru SMK Yapemda, Kecamatan Berbah, KabupatenSleman, DIY, serta seorang pemandu wisata dalam kecelakaan di Situbondo, Rabu(8/10), mengajak kita merenung sekaligus mengkaji kembali program study tour sekolah. 

Sejauh mana manfaat program itu dibandingkan dengan besarnya biaya yang harusdikeluarkan dan risiko yang ditanggung? Persoalan ini amat mungkin terabaikan olehpara penentu kebijakan di sekolah. 

Perlu ka jian 

Kajian tentang tingkat risiko ini penting agar kita dapat mengambil keputusan secaraernih tentang penting tidaknya program study tour bagi pelajar. Terlebih bila kitamengetahui kondisi sosial ekonomi orangtua pelajar. Tanpa mengurangi rasa simpatipada sekolah maupun keluarga korban yang ditinggalkan, tetapi setelah mengetahuikondisi ekonomi keluarga korban kecelakaan sekaligus mengetahui lokasi sekolah,maka program study tour bagi murid-murid SMK Yapemda itu memang suatu ironi. 

Kita dapat mengatakan sebagai ironi karena sebenarnya kemampuan orangtua muriduntuk membayar biaya study tour Rp 450.000/murid (khusus untuk transportasi danakomodasi, belum uang jajan) amat terbatas. Banyak di antara orangtua murid yangmembiayai anaknya dengan mencari pinjaman. Bahkan, salah seorang murid yang

tidak ikut study tour itu-sehingga selamat-karena orangtua gagal mencari pinjaman,untuk uang jajan karena untuk biaya transportasi dan akomodasinya dapat dilunasisetelah dari Bali. 

Seorang ibu rumah tangga yang sempat melayat ke ketujuh korban dan seorang kawanyang tinggal di sekitar SMK Yapemda menuturkan, kondisi orangtua murid korban itusecara obyektif memprihatinkan karena kemiskinan. Tidak ada kecelakaan saja kondisimereka sudah mengundang iba. Tragedi yang menimpa anaknya menambah rasa ibasebab semakin lengkap penderitaan mereka: miskin dan ditinggal mati anaknya secara

Page 35: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 35/40

 

memilukan. Di antara orangtua korban itu umumnya bermata pencaharian sebagaipetani gurem, buruh tani, buruh bangunan (kuli), dan pedagang kecil atau kulakan(pedagang yang membeli untuk langsung dijual pada hari itu juga karena keterbatasanmodal). 

Kisah yang lebih tragis lagi dialami orangtua yang memiliki dua anak dan keduanya

mati dalam kecelakaan: satu ketika mengikuti kegiatan pramuka beberapa waktu silam,satunya lagi kecelakaan di Situbondo kemarin. Padahal, secara ekonomis orangtua ituuga pas- pasan. Dengan kata lain, begitu besar biaya yang harus dibayar orangtuamurid, terutama bila dibandingkan dengan kondisi ekonomi mereka sehari-hari yangserba pas-pasan. 

Tanpa harus datang satu per satu ke rumah orangtua korban, kita dapat menebak profilmurid-murid SMK Yapemda. Mereka yang bersekolah di situ mayoritas (90 persen)berasal dari keluarga pas-pasan, yang secara sadar tidak mampu untuk melanjutkankuliah ke perguruan tinggi. 

 Apalagi mereka yang bersekolah di SMK swasta dan di desa lagi, jelas mereka berasaldari kelompok paling miskin yang tidak diterima di SMK negeri. Tidak diterimanya

mereka itu karena NEM mereka rendah dan rendahnya NEM karena mereka belajar tanpa bimbingan orangtua sekaligus tanpa fasilitas lengkap. Semua itu terjadi karenakemiskinannya. 

Masuk ke dalam lingkungan SMK Yapemda memberi gambaran yang kian lengkaptentang profil anak-anak yang bersekolah di sana. Di sekolah itu ada dua lokasi parkir sepeda yang cukup panjang. Artinya, sebagian besar murid bersekolah dengan naiksepeda onthel, sebagian lagi naik angkutan umum-jarang lewat-dan berjalan kaki. Adapula yang naik sepeda motor. 

Dari majalah dinding (mading) yang terpasang, terlihat penampilan mading itu jauh dibawah penampilan mading SMA bermutu di kota, baik soal isi maupun penyajian. Inimenandakan kemampuan, wawasan, dan kreativitas mereka juga amat terbatas, jauh di

bawah anak-anak SMA bermutu di kota. 

Apa yang dicari? 

Pertanyaan tentang apa yang dicari di Bali menjadi relevan bila kita melihat profil muriddan sekolah SMA Yapemda. Secara sosial ekonomis, profil murid sudah jelas, merekadari kalangan miskin pedesaan dan orientasi kerja mereka di sektor industri, yaitusebagai buruh pabrik. Adapun letak sekolahnya berada di pedesaan. Di tempat gedungsekolah itu berdiri dulunya adalah lapangan olah raga bagi orang kampung. Namun,lapangan itu dipindah ke sebelahnya dua puluh tahun lalu. Bangunannya sederhanadengan fasilitas seadanya. 

Seorang guru yang berjaga pada Minggu (12/10) menuturkan, September lalu baru sajamemberangkatkan 70 lulusannya secara legal ke Malaysia dari total permintaan 150orang. Tidak terpenuhinya permintaan itu karena sisanya sudah terserap ke mana-mana. 

Lulusan SMK Yapemda memang banyak dipesan industri, baik di Indonesia maupunMalayasia. Di Malaysia mereka kebanyakan bekerja di industri elektronik. Memang jauhdari disiplin ilmu di sekolah menengah ekonomi atas (SMEA), tetapi pekerjaan itu dapatdipelajari cepat dengan modal ketekunan dan kedisiplinan tinggi yang didapat dari

Page 36: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 36/40

 

sekolah. 

Jadi jelas, kehadiran sekolah di desa itu untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagiorang miskin di desa agar dapat mengakses pendidikan menengah sekaligus memberibekal untuk medapatkan pekerjaan yang layak. Dengan profilnya yang semacam itu,sebetulnya study tour jauh-jauh ke Bali dengan biaya mahal hanya untuk melihat

pengolahan ikan, menjadi kurang pas. Kurang pasnya itu dapat dilihat dari dua hal.Pertama, berlawanan dengan perannya untuk melayani orang miskin. Kedua, programitu tidak memiliki relevansi langsung dengan upaya peningkatan mutu sekolah. 

Bila kita analogikan, program study tour itu sama kesia-siaannya dengan program paraanggota DPR/DPRD yang studi banding ke luar negeri: sama- sama memboroskanbiaya dengan hasil amat minim. Pengenalan murid dengan dunia kerja tidak perludilakukan jauh-jauh ke Bali, cukup dengan mengunjungi, bahkan magang ke industri-industri yang ada di sekitar sekolah atau di wilayah DIY atau di Ungaran, tempat latihankerja setiap tahunnya. 

Kesalahan yang banyak dilakukan pengelola sekolah adalah lingkungan sekitar yangterdekat tidak dikenali, tetapi berusaha mengenali lingkungan terjauh, yang memerlukan

biaya tinggi. Cara-cara semacam itu sebetulnya merupakan "penindasan" terselubungsekaligus kesia-siaan. Memang tidak etis menggugat sekolah dalam kondisi dukaseperti sekarang. Namun, membiarkan semuanya berlalu juga tidak benar karena kitacenderung akan mengulangi kesalahan yang sama di masa datang. 

Komersialisasi pendidikan 

Tanpa bermaksud berburuk sangka, bila dicermati program study tour dari TK-SMTA-seperti program pakaian seragam dan buku pelajaran-sebetulnya lebih berbau bisnisdaripada "studi"nya. Di sana ada banyak kepentingan terselubung yang bermain,seperti mendapat tumpangan piknik gratis ke tempat-tempat rekreasi yang jauh, yangtidak mungkin dilakukan dengan mengandalkan gaji guru, memperoleh diskon dari birowisata, dan akomodasi. Jumlahnya memang tidak besar, tetapi itu merupakan

pendapatan sampingan bagi guru/sekolah. Kata "studi" yang melekat di depannyasekadar membungkus kata tur agar tidak terlalu vulgar, tetapi tekananan lebih padaturnya. 

Kecuali tidak memiliki relevansi dengan upaya peningkatan mutu pendidikan nasional,penulis curiga, munculnya mental suka foya-foya, tetapi malas bekerja dari lulusanpendidikan formal itu salah satu akarnya adalah program study tour karena yangditangkap oleh murid dari program itu adalah rekreasinya, bukan studinya karena dilapangan tidak ada studi, yang ada hanya tur saja. Karena itu, melalui harian ini,sepuluh tahun lalu penulis mengusulkan agar Stop Program Study Tour dan PakaianSeragam (Kompas, 19/7/1993). 

Bagaimana menjawab kebutuhan guru untuk rekreasi agar tidak kuper dan jenuh?

Pemerintah maupun pengelola sekolah swasta wajib menyediakan dana untuk rekreasibagi guru, seperti dilakukan beberapa yayasan di Jakarta dan Surabaya. 

Peningkatan mutu guru tidak cukup melalui penataran yang diberikan para tutor produkdan gaya lama, tetapi melalui program rekreasi guru juga dapat memperluas wawasan,pengetahuan, pengalaman, dan meningkatkan kedewasaannya, terlebih guru IPS danagama sehingga mereka tidak kerdil. 

Semua itu akan menjadi bahan mengajar amat kaya sehingga kehadiran guru di kelas

Page 37: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 37/40

 

dapat lebih bermakna karena dapat memberi inspirasi kepada murid-muridnya. Programini sekaligus menghilangkan kejenuhan guru dalam mengajar. 

Darmaningtyas Guru dan Anggota Dewan Penasihat CBE (The Center for theBatterment of Education) di Jakarta 

URL Source: http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0310/18/opini/632907.htm 

Jalan Lurus PT-BHMN Oleh: Sofian Effendi 

PEMBERITAAN di media cetak dan elektronik beberapa waktu lalu tentang sistem seleksi calon mahasiswa bukan sajamembingungkan masyarakat, tetapi juga mendistorsi opini publik.

Editorial koran nasional (Media Indonesia, 26/6) bahkan telah menabalkan sistem seleksi mahasiswa itu, yang olehkalangan media dinamakan "jalur khusus", sebagai "jalur sesat". Penamaan secara apriori kian membingungkan. Sayang,

 peringatan tokoh pers Jakob Oetama, pada pidato promosi Dr Honoris Causa di Universitas Gadjah Mada, 17 April 2003, bahwa tugas pers bukan semata-mata "memenuhi kebutuhan khalayak ramai tentang fakta, tetapi harus mampu memberi

makna atas fakta itu tampaknya belum dihayati insan pers.

Jalan sesat adalah istilah yang banyak digunakan penyebar agama tauhid. Umat dan calon umat selalu diajarkan, agar 

masuk surga mereka harus ada di jalan benar, jalan tauhid. Bila menyeleweng atau goyang ketauhidan seseorang, diamenyimpang menuju jalan sesat.

Sebelum memberi cap sistem seleksi khusus pada PT-BHMN sebagai jalan sesat, mungkin perlu diketahui jalan lurus

  bidang pendidikan. Menurut saya, paling tidak ada dua arah jalan lurus. Pertama, kewajiban perguruan tinggimenyediakan pendidikan bermutu tinggi, tidak saja dalam penguasaan iptek, tetapi juga dalam kualitas moral dan budi

 pekerti luhur. Kedua, kewajiban perguruan tinggi menjadi tiang penyangga keadilan dalam pelaksanaan salah satu hak 

asasi manusia (HAM) warga negara memperoleh pendidikan tersier yang bermutu.

Terobosan manajemen 

Belajar dari kegagalan negara lain dalam reformasi pendidikan tinggi, Pemerintah Indonesia, melalui PP No 61 Tahun1999, menurut saya, telah melakukan terobosan manajemen cukup berani. Terobosan manajemen itu dilakukan dengan

menyapih PTN, yang selama ini merupakan instansi pemerintah, menjadi suatu independent administrative entity yangditabalkan dengan nama Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT-BHMN). Secara administratif badan itu

adalah badan milik pemerintah yang bersifat nirlaba. Dia diberi kemandirian dalam mengelola urusan akademik,keuangan, dan kepegawaian. Semua kebebasan ini diberikan agar PT-BHMN tidak terikat berbagai kekakuan peraturan

 birokrasi pemerintah, khususnya dalam bidang keuangan dan kepegawaian

Selama hampir 60 tahun, kinerja PTN terkendala berbagai aturan ketat yang diterapkan pada instansi pemerintah.Akibatnya, cukup fatal. Lembaga pendidikan nasional tidak mampu melaksanakan misinya dengan baik dan tertinggal

auh dari PT negara tetangga dalam mutu akademik dan memberikan akses yang adil bagi golongan masyarakat

 berpenghasilan rendah.

Bahwa PT Indonesia belum mampu menyediakan pendidikan tinggi bermutu, ditunjukkan Survei PT yang

diselenggarakan majalah Asiaweek. Tahun 2000, PT papan atas Indonesia (UI dan UGM), hanya mampu menduduki

 posisi 61 dan 68 dari 77 PT yang ikut disurvei. UGM, hanya menduduki rangking 43 dalam kualitas akademik, rangking77 dalam kualitas dosen, rangking 69 dalam kualitas penelitian, rangking 73 dalam sumber keuangan, 76 dalam publikasi

ilmiah, dan 71 dalam fasilitas teknologi informasi. UNDIP dan UNAIR lebih rendah.

Keadilan akses 

Kemampuan perguruan tinggi dalam menyediakan akses secara adil bagi golongan tidak mampu juga tidak terbukti.Persepsi masyarakat, pendidikan tinggi murah yang disubsidi besar-besaran oleh pemerintah lebih mampu menciptakan

 pemerataan dan keadilan, seumur-umur tidak pernah tercapai.

Penulis sudah mengamati keadilan akses golongan berpenghasilan rendah pada pelayanan pendidikan, kesehatan, dan

  public utilities sejak 1969 (Prisma, 1969). Dalam pendidikan, hanya pada pendidikan dasar sudah ada tanda-tanda  pemerataan. Namun, semakin tinggi jenjang pendidikan, subsidi pemerintah cenderung lelbih dinikmati golonganmampu.

Page 38: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 38/40

 

Tren ini tidak berubah sampai sekarang. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2001 menunjukkan, pada tingkat

nasional, akses golongan berpendapatan rendah terhadap pendidikan tinggi hanya 3,2 persen, sedangkan golongan

 berpendapatan tinggi mencapai 30,6 persen. Di DIY akses golongan pertama hampir dua kali lipat, 6,9 persen. Tetapi,akses golongan berpenghasilan tinggi juga meningkat lebih dua kali lipat, menjadi 76,7 persen. Dengan kata lain, padatingkat nasional kesenjangan akses pendidikan tinggi cukup lebar, Jumlah anak-anak dari golongan berpenghasilan tinggi

yang menikmati pendidikan tinggi bersubsidi hampir sepuluh kali lipat dari anak-anak golongan berpenghasilan rendah.Di DIY, keadilan akses menjadi bertambah rendah karena jumlah anak-anak dari golongan berpenghasilan tinggi yangmenikmati subsidi pendidikan tinggi mencapai hampir 13 kali jumlah anak-anak golongan berpenghasilan rendah.

Sebaliknya, melalui UM- UGM, yang sama sekali bukan "jalur khusus" seperti persepsi masyarakat dan sebagian media,terbukti lebih mampu menciptakan keadilan akses di UGM. Akses golongan tidak mampu mencapai 9,5 persen dan akses

golongan mampu hanya mencapai 26,1 persen. Dengan kata lain, kesenjangan di UGM turun drastis menjadi 2,7 kali.Menurut pendapat saya ini adalah peningkatan akses dan keadilan amat signifikan, dan sesuai dengan semangat

kerakyatan UGM.

Prioritas politik rendah 

Mau tidak mau kita akan teringat hipotesis Francis Fukuyama, dalam buku Trust. Bangsa Indonesia, kata Fukuyama,adalah bangsa yang rendah kepercayaan kepada sesamanya. Karena itu bangsa Indonesia sukar maju. Ingar-bingar opini

 publik sekitar sistem penerimaan calon mahasiswa baru yang dilakukan PT-BHMN, cenderung mendukung kebenaran

hipotesis ekonom AS keturunan Jepang itu.

Landasan hukum pemberian kemandirian kepada empat PTN dengan mentransformasi mereka menjadi PT-BHMN sudah

elas, yakni Undang-Undang No 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004. Bab VII.C.3.Undang-undang itu jelas mencantumkan, salah satu sasaran Program Pendidikan Tinggi adalah "mewujudkan otonomi

 pengelolaan empat perguruan tinggi, yaitu Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Indonesia,

dan Universitas Gadjah Mada.

Selain itu, ada dua sasaran pokok Program Pendidikan Tinggi, yaitu meningkatkan partisipasi pendidikan tinggi

mencapai 15 persen dari jumlah penduduk usia 19-24 tahun, dan meningkatkan jumlah lulusan yang terserap oleh pasar kerja.

Aaron Vildavsky, negara warga AS ahli kebijakan keuangan, pernah menulis "prioritas politik suatu pemerintah dapatdilihat dari alokasi anggarannya". Apa kualitas dan akses pendidikan tinggi merupakan prioritas politik PemerintahReformasi yang sedang memegang tampuk kekuasaan saat ini? Tampaknya tidak.

Paling tidak bila diukur dari pengeluaran pemerintah untuk pendidikan. Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan bukansaja kecil, jauh di bawah pengeluaran negara tetangga seperti Malaysia, tetapi yang lebih mengejutkan, pengeluaran itu

semakin lama semakin turun.

Pada tahun 1980 pengeluaran pemerintah untuk pendidikan hanya 1,2 persen dari PDB, 1990 turun menjadi 1,0, dan

2000 turun lagi menjadi hanya 0,80 persen.

Sedangkan di negara jiran, pengeluaran pemerintah untuk pendidikan hampir lima kali lebih besar, 5,2 pada 1980, naik 

menjadi 5,6 pada 1990 dan naik lagi menjadi 5,8 pada 2000.

Tampaknya, Pemerintah Dato¶ Seri Dr Mahathir Muhammad memberi prioritas besar pada pencerdasan anak bangsanya.

Sementara itu, Pemerintah Indonesia, sepertinya belum memberi prioritas tinggi pada bidang pendidikan.

Jangan-jangan polemik berkepanjangan tentang sistem penerimaan mahasiswa baru adalah gejala low trust, termasuk  pada PT-BHMN yang sedang melaju di jalan lurus. Tetapi, itu kan hipotesis Fukuyama.

Sofian Effendi  P engamat  P endidikan Tinggi, tinggal di Yogyakarta 

URL Source: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0307/21/opini/442913.htm 

"Orangtua yang Kudambakan" Oleh: JC Tukiman Taruna

Page 39: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 39/40

 

 

SEKOLAH Dasar Negeri 02 Karangsari, Kecamatan Pejawaran, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, sejak empat

 bulan terakhir ini memiliki Radio Suara Pelajar (Supel) dengan modal sekitar Rp 250.000. Kekuatan jelajah hanya radiusdua kilometer, tetapi sudah amat memadai untuk dapat didengar murid-murid (dan orangtua atau famili).

Setiap hari, pukul 15.00-17.00 Supel mengudara dengan pertama-tama membacakan pekerjaan rumah (PR) yang harussegera dikerjakan anak di rumah masing-masing atau secara berkelompok.

Teman-teman kelas satu, pekerjaan rumah (PR) hari ini ialah Bahasa Indonesia," dan penyiar cilik itu menghidupkanmusik selingan agar murid-murid kelas I di rumah masing-masing menyiapkan buku Bahasa Indonesia. Itu hanya

 beberapa detik saja, lalu: "Siaplah mencatat, yakni dari buku Bahasa Indonesia, halaman...., nomor .... sampai..... Selamat

mengerjakan." Berikutnya musik selingan dibunyikan lagi beberapa lama, lalu: "Nah, teman-teman kelas 2 pasti sudahsiap mencatat PR yang harus dikerjakan, yaitu Matematika, dari buku ...., halaman ...., nomor....."

Ketika siang itu (pukul 13.30), Rabu, 4 Juni 2003, saya bertemu dengan sembilan orang kepala sekolah rintisan MBS(Manajemen Berbasis Sekolah) untuk membahas "pemantauan yang baik," seorang guru sedang bersiap diri untuk "siaran." Bahan yang akan disiarkan ialah analisis atas hasil "angket" tentang "Orangtua yang Kudambakan." Semua

siswa dari kelas 3 sampai dengan kelas 6 terlibat pengisian angket itu, dan ..... "Bapak, Ibu orangtua murid Sekolah Dasar   Negeri (SDN) Karangsari 02 di rumah. Anak-anak kita tidak pernah bohong, anak-anak yang jujur, anak-anak yang

ketika ditanya, pasti menjawab sesuai dengan apa yang dirasakannya. Ketika minggu lalu sekolah menyebarkan

 pertanyaan mengenai "Orangtua yang Kudambakan" kepada anak-anak kita, terungkap empat jawaban utama. Pertama,anak-anak kita mendambakan orangtua yang bersikap adil tidak pilih kasih, tidak membanding-bandingkan, dan tidak membedakan atas alasan laki-laki atau karena perempuan. Bapak, Ibu, tanpa sering kita sadari, kita amat sering mudah

mengatakan: ¶Anak- anak laki-laki tidak boleh menangis, memalukan¶, namun ketika anak perempuan kita suatu saatmenangis, kita dengan spontan berkata: ¶Dasar mata kepiting, begitu saja menangis¶."

Mengapa radio sekolah? 

Kedua, anak-anak mendambakan orangtuanya tidak berlaku kasar/keras, misalnya menyuruh anak mengerjakan sesuatu

yang memberatkan, menimpakan kesalahan selalu kepada anak, bahkan bapak dan ibu bertengkar pun (dan anak mengetahuinya) hal itu sudah dirasakan anak sebagai hal yang amat memberatkan. Ketiga, orangtua diharapkan memberidorongan agar anak berprestasi dan melanjutkan sekolah. Ungkapan mereka bervariasi, seperti "Hendaknya kalau

menyuruh anak, bapak/ibu melihat situasi," atau "Tidak melarang anak belajar jauh," bahkan muncul "Mengertilah perasaaan anak." Dan keempat, "Kami mendambakan orangtua yang tidak mudah putus asa."

Bila siaran hari Rabu difokuskan ke laporan tentang pengumpulan pendapat anak (pertemuan Rabu minggu sebelumnya,"Guru yang Saya Anggap Baik"), dan tentu setiap hari selalu didahului pembacaan PR hari itu, siaran hari Kamisdifokuskan "Pengalaman Tak Terlupakan", seperti anak pernah menjadi komandan upacara hari besar, pernah juara kelas,

dan sebagainya. Untuk siaran hari Jumat lebih pada hiburan. Lalu, siaran hari Sabtu penuh "Sajian Desa" karena melaluiradio sekolah itu pula pihak desa memanfaatkannya untuk mengumumkan sesuatu, mengajak warga masyarakat ramai-

ramai menonton pertandingan voli (di wilayah Pejawaran, bola voli rupanya amat digemari masyarakat), dan sebagainya.

Mengapa PR diberikan lewat siaran radio, bukan di sekolah oleh masing-masing guru secara langsung? Ada tiga alasanutama yang disampaikan para guru. Pertama, memberi ikatan waktu kepada anak agar antara jam siaran itu mereka sudah

siap di rumah dan siap mengerjakan PR. Pengalaman menunjukkan, sebelum ada radio sekolah, anak-anak mengerjakanPR seingatnya saja, bahkan tidak jarang anak lupa sehingga keesokan harinya tidak membawa hasil pekerjaan apa pun.

Tegasnya, anak tidak teratur jam belajarnya.

Kedua, lewat siaran Supel orangtua didorong untuk ikut mendengarkan, dan harapan lebih lanjut ialah orangtuamendampingi anak ketika sedang belajar. Ada banyak contoh menjelaskan, orangtua jarang mendampingi anak saat

 belajar karena ketidakteraturan jam belajar. Lewat radio sekolah, setidaknya tercipta "jam belajar" secara bersama-sama.

Ketiga, meski baru tiga-empat bulan Supel mengudara, namun tampak kemajuan anak baik dalam hal daya serap,

kerajinan belajar, maupun sikap kritisnya. Mulai tumbuh rasa malu bila tidak mengerjakan PR, dan dengan sendirinyaguru juga malu bila tidak mengoreksi hasil PR anak-anak. Hal-hal seperti itu ternyata besar dorongannya bagi kemajuan

 belajar anak termasuk sikap dan kerajinan guru untuk memberikan umpan balik.

Murah dan mudah 

Radio sekolah yang ada di SDN 02 Karangsari itu bolehlah disebut "meniru" radio sekolah yang telah lebih dulu ada diSDN Kalisari, Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas. Biaya pengadaan yang hanya sekitar Rp250.000, justru termahal diserap untuk membeli pipa ledeng 12 meter untuk antena, sedang komponen lainnya amat

Page 40: Seabad Teori Relativitas

5/13/2018 Seabad Teori Relativitas - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/seabad-teori-relativitas 40/40

 

mudah dan murah diperoleh bahkan di toko elektronik paling sederhana pun.

Ketika tanggal 23 Mei 2003, saya menemani seorang wartawan berkebangsaan Kanada, seorang murid kelas 3 dari SDKalisari, Cilongok, dengan amat bagus membacakan cerita Bona dan Rongrong dari majalah Bobo. Ia membaca dengansangat bagus, suaranya jernih, dan sopir yang mengantar saya mendengarkan dari dalam mobil berkomentar dalam

 perjalanan pulang: "Saya sangat ingin mempunyai anak seperti penyiar cilik tadi."

JC Tukiman Taruna  P elaksana lapangan program- program pendidikan kerja sama Diknas-Unesco-Unicef di JawaTengah 

URL Source: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0307/21/opini/442233.htm