Sastra baru

Embed Size (px)

Citation preview

Sastra Baru Angkatan Pujangga Baru/Angkatan 30-anTahun 30-an kita menyaksikan sebuah polemik besar mengenai kebudayaan Indonesia yang diikuti oleh pemikir dan pejuang kemerdekaan Indonesia. Polemik yang terbesar dalam berbagai majalah dan surat kabar itu melukiskan kegelisahan yang terdapat pada budayawan dan pemikir kebudayaan Indonesia masa itu, yaitu keinginan untuk menemukan identitas dalam pembangunan suatu bangsa baru. Kesadaran akan kenyataan bahwa pada waktu itu mereka menjadi bangsa yang di jajah menimbulkan dua macam sikap yaitu: yang pertama memuja kebesaran masa lalu dengan romantik dan sering dibesar-besarkan, menghanyutkan diri dalam impian kemegahan. yang kedua : menganggap bahwa kebesaran masa lalu tidak ada artinya. Karena terbukti tidak dapat memecahkan kedatangan bangsa penjajah. Sehingga sikap terakhir menimbulkan sikap yang serba ingin meniru ataupan bahkan menyamai bangsa penjajah dan jika mungkin mengalahkannya sebab hanya dengan berbuat begitulah bangsa Indonesia dapat merdeka dan menjadi bangsa yang besar. Pujangga baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan balai pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut terutama pada karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sultan Takdir Ali Syahbana adalah orang yang paling lantang suaranya dalam menganjurkan agar bangsa Indonesia kalau hendak maju meniru kebudayaan bangsa barat, sebanyak-banyaknya. Dalam rangka karangannya puisi Indonesia yang dimuat dimajukan pujangga baru yang kemudian diterbitkan sebagai buku dengan judul kebangkitan puisi Indonesia baru (1969). takdirpun sangat keras mengejek bentuk syair dan pantun sebagai ucapan neneknenek tua yang terbuai antara kuap dan kantuk. Takdir menolak bentuk-bentuk puisi (melayu) lama sebagai wadah puisi Indonesia baru dan mengajurkan agar puisi baru lebih mencerminkan ekspresi penyairnya secara individual sifat angkuh seperti itu besar pengaruhnya terhadap pemuda yang lain, terutama generasi yang lebih kemudian. Seperti dalam masyarakat, masuk semangat perseorangan dan kebebasan, demikian pula halnya dalam puisi, masuk masuk semangat perseorangan dan kebebasan, yang mengemukakan sebanyak asli. perjuangan yang terjadi dalam masyarat menentang berbagai bagai adat yang lama yang tersaji sebagai perjuangan yang sangat untuk melepaskan kebiasaan yang lama, baik tentang isi maupun tentang bentuk seperti yang dilagukan Rustam Effendi dalam sajaknya:

bukan beta bijak berperi, pandai mengubah madahan syair

bukan beta budak negri mesti menurut undangan molir sarat-sarat saya mungkiri untai rantaian seloka lama, beta buang beta singkiri sebab laguku menurut sukma , bukan beta bijak berlagu, dapat melemah bingkaian pantun, bukan beta berbuat baru, hanya mendengar bisikan alun. Dari puisi tersebut dapat kita ketahui , bahwa tiap-tiap penyair mempunyai pilihan kata, susunan kalimat, jalan irama, pikiran dan perasaan sendirisendiri. Dalam tiap-tiap sajak yang terkemukan ialah individualistis, yaitu pribadi penyair itu sendiri . Seperti yang telah kita ketahui, khusus mengenai karya sastra berbentuk puisi, di samping menyuarakan rasa cinta terhadap tanah air juga menyuarakan rasa cinta terhadap Tuhan, seperti puisi karya Amir Hamzah dan JE. Tetangkeng, di bawah ini adalah contoh puisi yang menyuarakan rasa cinta terhadap Tuhan karya JE. Tatengkeng:

RINDU DENDAM semalam alam dingin sekali kini pagi terang cemerlang ku angkat kaki melangkah masuk ke dalam taman

udara yang segar, alam yang indah !.... semua hijau semua hidup.. apakah yang terang cemerlang ..

tergantung-gantung di daun bunga bakung itu? kuhampiri , o, sebutir embun! o, betapa jernih, betapa suci dan putih..

ku pandang ke dalam, o, keindahan aku meninjau ke dalam alam yang tak terbatas jauhnya langit bercermin di dalamnya, matahari berpancaran dalamnya

makin tinggi matahari naik, makin berderang embun itu memancarkan terang itu keluar.. makin kecil jai a akhirnya lenyap dari pandanag mata,

o, Tuhanku, biarlah aku menjadi embunmu, memancarkan terangmu, sampai aku hilang lenyap olehnya

Dari puisi di atas dapat kita ketahui bahwa pada tahun 30-an, karya sastra tidak hanya menyuarakn rasa cinta terhadap tanah air tapi juga menyarakan rasa cinta terhadap Tuhan. dan dapat kita ketahui pula bahwa dalam sajaknya, JE. Tatengkeng adalah seorang yang dimana-mana melihat Tuhan dan sangat senang bernyanyi memuliakannya. JE Tatengkeng

adalah seorang nasrani, tetapi sajaknya dapat dirasakan oleh semua orang, sebab perasaan terhadap Tuhan yang dilukiskannya sangat umum, tidak semata-mata berhubungan dengan agama nasrani.

The Boss and The TraineeA Man Joined a big Multi National Company as a trainee. On his first day he dialed the pantry and Shouted into the phone, Get me a coffee quickly! The voice from the other side responded,you fool youve dialed the wrong extension! Do you know who youre talking to, dumbo? No, replied the trainee. Its the Managing Director of the company, you fool! the man shouted back, and do you know who YOU are talking to, you fool? No, replied the Managing Director.Thats Good!, replied the trainee and put down the phone!