Upload
others
View
15
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH POLA KONSUMSI SAGU TERHADAP KADAR LOW DENSITY LIPOPROTEIN (LDL) DAN HIGH DENSITY LIPOPROTEIN
(HDL) PADA WANITA USIA 35-55 TAHUN KABUPATEN LUWU UTARA
EFFECTS OF SAGO CONSUMPTION PATTERN ON LOW DENSITY LIPOPROTEIN (LDL) AND HIGH DENSITY LIPOPROTEIN (HDL) IN WOMEN AGED 35-55 YEARS OLD NORTH LUWU DISTRICT
SAKINAH AMIR
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
PENGARUH POLA KONSUMSI SAGU TERHADAP KADAR LOW DENSITY LIPOPROTEIN (LDL) DAN HIGH DENSITY LIPOPROTEIN
(HDL) PADA WANITA USIA 35-55 TAHUN KABUPATEN LUWU UTARA
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Master
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Disusun dan diajukan oleh
SAKINAH AMIR
kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Sakinah Amir
Nomor mahasiswa : P1803215008
Program studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambil alihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari
terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini
hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi perbuatan tersebut.
Makassar, November 2017
Yang menyatakan
Sakinah Amir
v
vi
vii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya
dengan kuasa dan izin-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
yang berjudul “Pengaruh Pola Konsumsi Sagu Terhadap Kadar Low
Density Lipoprotein (LDL) dan High Density Lipoprotein (HDL) pada
Wanita Usia 35-55 Tahun Kabupaten Luwu Utara”.
Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan
studi di Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Pascasarjana Universitas
Hasanuddin Makassar. Penyusunan tesis ini tidak akan terselesaikan tanpa
bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan penuh
rasa hormat, penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. dr.
Burhanuddin Bahar, MS selaku Pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. dr. Muh.
Tahir Abdullah, M.Sc., MSPH selaku Pembimbing II, yang telah meluangkan
waktu dan pikirannya untuk membimbing dan memberikan dorongan kepada
penulis sejak proses awal hingga akhir penyusunan tesis ini. Ucapan yang
sama juga kepada Ibu Dr. dr. Citrakesumasari, M.Kes., Sp.GK selaku
Penguji I, Bapak Prof. dr. Veni Hadju, M.Sc., Ph.D selaku Penguji II dan
Bapak Prof. Dr. Saifuddin Sirajuddin, MS selaku Penguji III yang secara
aktif telah memberikan masukan dalam perbaikan tesis ini.
viii
Secara khusus penulis ucapan banyak terima kasih kepada keluarga
tercinta, Ayahanda Prof. Dr. H. M. Amir HM, M.Ag dan Ibunda Dra. Hj.
Aisyah Rasyid, M.Sy, drg. Saidah Amir, SKG., Muhammad Alamsyah,
S.Pdi., M.Pdi, H. Muhammad Fakhri Amir, Lc., ME serta keponakan kecil
penulis Najhiyah Haris Masaid atas segala pengorbanan, doa, kesabaran,
kasih sayang, dan motivasi yang tak pernah berhenti kepada penulis. Dengan
selesainya tesis ini, penulis juga mengucapkan terima kasih serta
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1) Rektor Universitas Hasanuddin yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis melanjutkan studi di Pascasarjana Universitas
Hasanuddin Makassar.
2) Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Ketua
Program Studi Kesehatan Masyarakat dan Ketua Departemen Gizi
beserta seluruh staf pengelola yang telah membantu dan membimbing
penulis selama mengikuti pendidikan di Pascasarjana Universitas
Hasanuddin Makassar.
3) Seluruh dosen di Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar yang
telah memberikan bekal ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis.
4) Staf Gizi yaitu Kak Sri, kak Yessi, Kak Risal, Kak Ija yang telah banyak
membantu penulis hingga penyelesaian Tesis ini.
5) Bapak Kepala Desa Buangin, Bapak Camat Masamba, dan Bapak Desa
Kaluku yang telah memberi ruang kepada penulis untuk meneliti di lokasi
ix
penelitian, terkhusus untuk ibu-ibu yang telah bersedia menjadi sampel
dalam penelitian ini.
6) Kakak-kakak petugas UTD yaitu kak Wizal, kak Gede, dan kak Abel serta
Laboran RSUD Andi Djemma yaitu kak Rukayah yang telah membantu
peneliti selama di lokasi penelitian.
7) Harmiany Andi Shadiq dan keluarga yang telah banyak membantu dan
memberi tempat tinggal selama penulis berada di lokasi penelitian.
8) Teman-teman seperjuangan Gizi Angkatan 2015 yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, atas kebersamaan selama ± 2 tahun bersama
yang senantiasa memberikan dukungan, semangat serta bantuan yang
tak terhingga dalam proses penyelesaian Tesis ini.
9) Sahabat seperjuangan Nur Fauzia Asmi yang sejak awal berjuang
bersama dari pembuatan proposal hingga akhir penyelesaian Tesis ini.
10) Sahabat-sahabat group “Berbagi Info” (Nuro’, Pia, Elli, Rara, Lia, Febi,
Titi, Desi, Curly, Nini, Ippi, Cica, Marini, Diana, Raisya, Ika, Riska, Oni,
Etti, Febry, Taqwa) yang telah memberikan dukungan dan motivasi pada
penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
11) Sahabat-sahabat terkasih penulis Masitah, S.P., Yusdiarni HS, S.Sy.,
Syaema Hamzah, S.Pd.I., Mufliha Haerati, S.Pd., Musafirah, S.Si., dan
St. Nurfadillah, S.Sos yang telah menjadi pendengar yang baik bagi
penulis sejak MAN hingga sekarang.
x
12) Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang turut
membantu dalam terselesainya tesis ini.
Harapan penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak, dan penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna penyempurnaan tesis ini. Akhir kata semoga sumbangsih
yang diberikan akan memperoleh balasan dari Allah SWT. Aamiin...
Makassar, November 2017
Sakinah Amir
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.... .............................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN.... ............................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN.... ................................................................. iii
ABSTRAK ............................................................................................... v
PRAKATA ............................................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvii
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................ xviii
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian .................................................................... 8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 9
A. Tinjauan Pustaka Tentang Low Density Lipoprotein (LDL) dan
High Density Lipoprotein (HDL) ................................................. 9
xii
B. Tinjauan Pustaka Tentang Hubungan Kadar Low Density
Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein (HDL), Serat dan
Penyakit Jantung Koroner ......................................................... 25
C. Tinjauan Pustaka tentang Sagu (Metroxylon sp.)...................... 43
D. Kerangka Teori .......................................................................... 54
E. Kerangka Konsep ...................................................................... 55
F. Tabel Sintesa ............................................................................ 56
G. Definisi Operasional .................................................................. 61
H. Kriteria Inklusi dan Ekslusi ........................................................ 62
I. Hipotesis Penelitian ................................................................... 63
BAB III. METODE PENELITIAN .............................................................. 64
A. Rancangan Penelitian ............................................................... 64
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 64
C. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................ 65
D. Pengambilan Sampel ................................................................ 66
E. Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ........................... 67
F. Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 68
G. Alur Penelitian ........................................................................... 70
H. Kerangka Penarikan Sampel..................................................... 71
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 72
A. Hasil Penelitian ......................................................................... 72
B. Pembahasan ............................................................................ 100
xiii
C. Keterbatasan Penelitian ........................................................... 120
BAB V. KESIMPULAN DA SARAN ....................................................... 121
A. Kesimpulan ................................................................................ 121
B. Saran ........................................................................................ 122
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 123
LAMPIRAN .............................................................................................. 132
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Komposisi Lipoprotein ............................................................... 10
Tabel 2.2 Klasifikasi Kadar Profil Lipid menurut NCEP-ATP III (2001) ..... 27
Tabel 2.3 Nilai Gizi Sagu dan Beberapa Bahan Pangan per 100 gram .... 51
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Umum
Responden ............................................................................... 76
Tabel 4.2 Perbandingan Rata-Rata Lingkar Perut, Tekanan Darah
Sistolik dan Tekanan Darah Diastolik pada Kelompok Sering
Mengonsumsi Sagu dan Kelompok Jarang Mengonsumsi
Sagu ......................................................................................... 78
Tabel 4.3 Perbandingan Rata-Rata Kadar LDL dan HDL pada
Kelompok Sering Mengonsumsi Sagu dan Kelompok Jarang
Mengonsumsi Sagu .................................................................. 80
Tabel 4.4 Perbandingan Asupan Zat Gizi Responden pada Kelompok
Sering Mengonsumsi Sagu dan Kelompok Jarang
Mengonsumsi Sagu .................................................................. 81
Tabel 4.5 Distribusi Responden Kelompok Sering Mengonsumsi Sagu
Berdasarkan Konsumsi Makanan Sumber karbohidrat ............. 85
Tabel 4.6 Distribusi Responden Kelompok Jarang Mengonsumsi Sagu
Berdasarkan Konsumsi Makanan Sumber Karbohidrat ............ 86
Tabel 4.7 Distribusi Responden Kelompok Sering Mengonsumsi Sagu
Berdasarkan Konsumsi Sayuran ............................................... 88
Tabel 4.8 Distribusi Responden Kelompok Jarang Mengonsumsi Sagu
Berdasarkan Konsumsi Makan Sayuran ................................... 89
xv
Tabel 4.9 Distribusi Responden Kelompok Sering Mengonsumsi Sagu
Berdasarkan Konsumsi Makan Buah ........................................ 91
Tabel 4.10 Distribusi Responden Kelompok Jarang Mengonsumsi Sagu
Berdasarkan Konsumsi Buah ................................................... 92
Tabel 4.11 Distribusi Responden Kelompok Sering Mengonsumsi Sagu
Berdasarkan Konsumsi Lemak ................................................. 93
Tabel 4.12 Distribusi Responden Kelompok Jarang Mengonsumsi Sagu
Berdasarkan Konsumsi Lemak ................................................. 93
Tabel 4.13 Distribusi Responden Kelompok Sering Mengonsumsi Sagu
Berdasarkan Konsumsi Protein Hewani .................................... 94
Tabel 4.14 Distribusi Responden Kelompok Sering Mengonsumsi Sagu
Berdasarkan Konsumsi Protein Nabati ..................................... 95
Tabel 4.15 Distribusi Responden Kelompok jarang Mengonsumsi Sagu
Berdasarkan Konsumsi Protein Hewani .................................... 96
Tabel 4.16 Distribusi Responden Kelompok Jarang Mengonsumsi Sagu
Berdasarkan Konsumsi Protein Nabati ..................................... 97
Tabel 4.17 Distribusi Aktivitas Fisik Responden pada Kelompok Sering
Mengonsumsi Sagu dan Kelompok Jarang Mengonsumsi
Sagu ......................................................................................... 98
Tabel 4.18 Hubungan Aktivitas Fisik Terhadap Kadar HDL dan LDL
pada Kelompok Sering Mengonsumsi Sagu dan Kelompok
Jarang Mengonsumsi Sagu ...................................................... 99
Tabel 4.19 Kandungan Omega-3, Omega-6, Omega-9 pada Beberapa
Ikan ........................................................................................... 115
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Jalur Metabolisme Lipid Endogen Dan Eksogen …………… 18
Gambar 2.2 Animasi Struktur LDL…………………………………………… 25
Gambar 2.3 Intake Makanan Terhadap PJK………………………………… 29
Gamabr 2.4 Sirkulasi Enterohepatik Empedu ………………………………. 31
Gambar 2.5 Diagram Alir Proses Pengolahan Sagu Basah dan Tepung
Sagu Kering Dengan Teknologi Sederhana ………………….. 50
Gambar 2.6 Kerangka Teori Penelitian………………………………………. 54
Gambar 2.7 Kerangka Konsep……………………………………………….. 55
Gambar 2.8 Kerangka Alur Penelitian ………………………………………. 70
Gambar 2.9 Kerangka Pengambilan Sampel……………………………….. 71
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Surat Izin Penelitian
Lampiran Rekomendasi Persetujuan Etik
Lampiran Foto Penelitian
Lampiran Foto Proses Pembuatan Sagu
Lampiran Foto Proses Pembuatan Kapurung
Lampiran Informed consent
Lampiran Kuesioner Food Frekuensi Semi Kuantitatif
Lampiran Kuesioner Recall 24 jam
Lampiran Kuesioner Aktivitas Fisik
Lampiran Output SPSS Hasil Analisis Penelitian
Lampiran Contoh Perhitungan PAL
Lampiran Contoh Perhitungan Frekuensi Makan
Lampiran Daftar Riwayat Hidup
xviii
DAFTAR SINGKATAN
ABCA1 : ATP-binding cassette transporter AI
AHA : American Heart Association
ATP : Adenosine Triphosphate
CAD : Coronary Artery Diseases
HL : Hepatic Lipase
HDL : High Density Lipoprotein
LDL : Low Density Lipoprotein
LPL : Lipoprotein Lipase
LCAT : Lecithin-Cholesterol Acyltransferase
MUFA : Mono Unsaturated Fatty Acids
PUFA : Polyunsaturated Fatty Acids
PLTP : Phospholipid Transport Protein
PJK : Penyakit Jantung Koroner
PTM : Penyakit Tidak Menular
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
VLDL : Very Low Density Lipoprotein
WHO : World Health Organization
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pergerakan penyakit menular ke penyakit tidak menular mulai
terjadi di sebagian besar negara. Penyakit tidak menular merupakan
penyakit kronis yang tidak dapat ditularkan dari orang ke orang. Jumlah
kesakitan akibat penyakit tidak menular dan kecelakaan akan meningkat
dan penyakit menular akan menurun (WHO, 2011). Penyakit tidak menular
mempunyai durasi yang panjang dan umumnya berkembang lambat.
Empat jenis penyakit tidak menular (PTM) utama menurut WHO adalah
penyakit kardiovaskular (penyakit jantung koroner, stroke), kanker,
penyakit pernafasan kronis (asma dan penyakit paru obstruksi kronis), dan
diabetes (Riskesdas, 2013).
Secara global, penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab
kematian nomor satu dan diproyeksikan akan tetap demikian. Penyakit
kardiovaskuler mencakup penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskuler, peningkatan tekanan darah, penyakit arteri perifer,
penyakit jantung rematik, penyakit jantung bawaan, dan gagal jantung
(WHO, 2015).
Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan salah satu penyakit
non-infeksi yang menjadi sorotan dunia. Hal ini terkait dengan adanya
perubahan gaya hidup seiring dengan kemajuan dan perkembangan
zaman. World Health Organization (WHO) pada tahun 2008
memperkirakan 17,3 juta jiwa meninggal akibat penyakit kardiovaskular,
7,3 juta jiwa diakibatkan oleh penyakit jantung koroner dan 6,2 juta akibat
stroke (WHO, 2012).
Di Amerika Serikat, dilaporkan setiap menit ada satu orang yang
meninggal akibat PJK. Di Indonesia juga dilaporkan hal yang sama atau
hampir sama. Penyebab utama penyakit ini adalah proses penuaan dan
berbagai faktor risiko yang memicu. Jadi terjadinya PJK karena umur rata-
rata penduduk dunia saat ini semain meningkat ditambah gaya hidup
masa kini yang penuh resiko terjadinya PJK membuat penyakit ini menjadi
masalah kesehatan utama. Padahal jantung sebenarnya merupakan
organ paling kuat dibanding organ-organ lain dalam tubuh manusia (Kabo,
2012).
Hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2013 menunjukkan
penyakit jantung koroner berada pada posisi ketujuh tertinggi PTM
(Penyakit Tidak Menular) di Indonesia. Prevalensi penyakit jantung
koroner berdasarkan diagnosis dokter Indonesia sebesar 0.5%,
sedangkan berdasarkan gejala (tanpa diagnosis dokter) sebesar 1.5%.
WHO memperkirakan kematian akibat PJK di Indonesia mencapai 17.5%
dari total kematian di Indonesia (Riskesdas, 2013).
Penyakit Jantung Koroner (PJK) ialah penyakit jantung yang
terutama disebabkan karena penyempitan arteri koronaria akibat proses
aterosklerosis atau spasme atau kombinasi keduanya (Majid, 2007).
Proses aterosklerosis, berawal dari penumpukan kolesterol terutama Low
Density Lipoprotein (LDL) di dinding arteri. Hal tersebut dapat
mengakibatkan pembuluh darah koroner menyempit, sehingga pasokan
oksigen dan darah berkurang yang mengakibatkan kinerja jantung
terganggu dan menimbulkan nyeri dada (Maulana, 2007).
Abnormalitas kadar lipid dalam darah merupakan salah satu faktor
risiko timbulnya penyakit kardiovaskular dan metabolik, misalnya
aterosklerosis, penyakit jantung koroner, stroke, sindrom metabolik dan
sebagainya. Serangkaian penelitian mengindikasikan bahwa kadar LDL
yang tinggi diduga menjadi penyebab utama penyakit jantung koroner,
sehingga penurunan kadar LDL masih menjadi target utama
penatalaksanaan abnormalitas kadar kolesterol (Riskesdas, 2013).
Data di Indonesia yang diambil dari riset kesehatan dasar nasional
(RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan ada 35.9 % dari penduduk
Indonesia yang berusia ≥ 15 tahun dengan kadar kolesterol abnormal
(berdasarkan NCEP ATP III, dengan kadar kolesterol ≥ 200 mg/dl) dimana
perempuan lebih banyak dari laki-laki dan perkotaan lebih banyak dari di
pedesaan. Dislipidemia merupakan faktor risiko primer untuk PJK dan
mungkin berperan sebelum faktor risiko utama lainnya muncul. Data
epidemiologi menunjukkan bahwa hiperkolesterolemia merupakan faktor
risiko untuk stroke iskemia (Perkeni, 2015).
Pada penduduk >15 tahun didapatkan kolesterol total abnormal
35,9 persen, HDL rendah 22,9 persen, LDL tidak optimal dengan kategori
gabungan near optimal-borderline tinggi 60,3 persen dan kategori tinggi-
sangat tinggi 15,9 persen, trigliserida abnormal dengan kategori borderline
tinggi 13,0 persen dan kategori tinggi-sangat tinggi 11,9 persen, serta
kreatinin serum abnormal 6,0 persen (Riskesdas, 2013).
Pola makan menjadi perhatian khusus dalam pencegahan penyakit
jantung dan kardiovaskular, terutama penyakit jantung koroner. Pola
makan yang tidak sehat dapat meningkatkan kadar kolestrol dalam darah
yang kemudian akan menumpuk di dinding bagian dalam pembuluh darah
sehingga menimbulkan atherosklerosis. Modifikasi faktor risiko merupakan
salah satu hal yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan penyakit
jantung dan kardiovaskular, terutama modifikasi pola makan (Zulfa, 2016).
Diet tinggi serat-makanan (> 25 g/hari) berhubungan dengan
penurunan kejadian PJK. The American Heart Association (AHA)
merekomendasikan peningkatan asupan serat larut 10 hingga 25 g/hari
untuk menurunkan lipid, khususnya mengurangi kolesterol LDL.
Peningkatan asupan serat larut paling sedikit 5 sampai 10 g/hari bisa
mengurangi kolesterol LDL sebesar 5 persen (Anderson JW et al, 2004).
Sagu (Metroxylon sp) merupakan pangan pokok lokal yang sudah
dikenal sejak dahulu, di beberapa daerah antara lain : Maluku, Papua dan
Sulawesi. Sebagai tanaman tradisional khas masyarakat Maluku, sagu
merupakan tanaman yang cukup berpotensi, dimana sejak dahulu, pati
sagu telah dimanfaatkan sebagai bahan pangan pokok (Staple food),
seperti : papeda, sagu lempeng, sinoli, bubur sagu serta penganan,
seperti serut, bagea dan sagu tumbu (Louhenapessy, dkk., 2010). Bahan
pangan tradisional ini memiliki nilai gizi tidak kalah dengan sumber
pangan lainnya seperti beras, jagung, ubi kayu, dan kentang. Tepung
sagu dan produk olahannya dapat dikelompokkan sebagai pangan
fungsional karena memiliki kandungan karbohidrat (84,7%) dan serat
pangan (3,69-5,96%) yang cukup tinggi, indeks glikemik (28) rendah, dan
mengandung pati resisten, polisakarida bukan pati, dan karbohidrat rantai
pendek yang sangat berguna bagi kesehatan (Janes Berthy Alfons dan A.
Arivin Rivaie, 2011). Selain itu kandungan pati sagu sangat berguna bagi
kesehatan pencernaan karena memiliki kandungan serat pangan yang
berguna untuk menurunkan kadar kolesterol darah dan mempermudah
dalam proses pencernaan makanan di dalam usus (Achmad dkk, dalam
huningkor, 2015).
Produksi sagu di Sulawesi Selatan pada tahun 2010 sebesar 1.065
ton. Total potensi lahan yang dikembangkan untuk sagu di Sulawesi
Selatan seluas 4.102 ha, yang berada di Kabupaten Luwu seluas 1.462 ha
(35,6%) dan di Luwu Utara seluas 1.590 ha (38,8%), sehingga kedua
kabupaten tersebut merupakan daerah penghasil sagu terbesar di
Sulawesi Selatan. (Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2010).
Pada umumnya masyarakat Luwu sebagian besar mengkonsumsi
sagu karena Kabupaten Luwu Utara merupakan sentra penghasil sagu.
Tingginya persentase masyarakat yang sering mengkonsumsi sagu di
Kabupaten Luwu Utara disebabkan karena sagu bagi sebagian besar
masyarakat sekitar merupakan makanan pokok kedua setelah beras.
Alasan bagi masyarakat Kabupaten Luwu Utara mengapa mereka
mengkonsumsi sagu karena rasanya enak dan sudah menjadi kebiasaan
secara turun temurun. Selain itu karena bahan bakunya mudah didapat,
harganya terjangkau dan dapat digunakan sebagai pengganti beras. Jika
suatu saat terjadi krisis beras, sebagian besar masyarakat di Kabupaten
Luwu Utara menyatakan bahwa sagu dapat dijadikan sebagai alternatif
pengganti beras (Syahdima dkk, 2013).
Berbagai penelitian tentang sagu telah dilakukan, namun sampai
saat ini belum ada penelitian yang melihat konsumsi sagu terhadap kadar
LDL dan HDL pada kelompok yang sering mengonsumsi sagu dan
kelompok yang jarang mengonsumsi sagu di Kabupaten Luwu Utara yang
dapat menjadi salah satu faktor risiko terhadap penyakit jantung koroner.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah
ada pengaruh konsumsi sagu terhadap kadar Low Density
Lipoprotein (LDL) dan High Density Lipoprotein (HDL) pada wanita
usia 35-55 tahun Kabupaten Luwu Utara?”
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Menganalisis pengaruh konsumsi sagu terhadap kadar Low
Density Lipoprotein (LDL) dan High Density Lipoprotein (HDL) pada
wanita usia 35-55 tahun pada kelompok yang sering mengonsumsi
sagu dan kelompok yang jarang mengonsumsi sagu.
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui perbedaan karakteristik fisik lingkar perut dan
tekanan darah pada kelompok yang sering mengonsumsi sagu dan
kelompok yang jarang mengonsumsi sagu.
2. Untuk mengetahui perbedaan kadar Low Density Lipoprotein (LDL)
wanita usia 35-55 tahun pada kelompok yang sering mengonsumsi
sagu dan kelompok yang jarang mengonsumsi sagu.
3. Untuk mengetahui perbedaan kadar High Density Lipoprotein (HDL)
wanita usia 35-55 tahun pada kelompok yang sering mengonsumsi
sagu dan kelompok yang jarang mengonsumsi sagu.
4. Untuk mengetahui perbandingan asupan da pola konsumsi sagu
pada kelompok sering mengonsumsi sagu dan kelompok jarang
mengonsumsi sagu.
5. Untuk mengetahui distribusi aktivitas fisik kedua kelompok dan
mengetahui hubungan antara aktivitas fisik terhadap kadar LDL dan
HDL pada kelompok sering mengonsumsi sagu dan kelompok jarang
mengonsumsi sagu.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
khasanah ilmu pengetahuan dan wawasan dibidang kesehatan
khususnya mengenai konsumsi sagu terhadap Low Density Lipoprotein
(LDL) dan High Density Lipoprotein (HDL) sebagai salah satu faktor
resiko penyakit jantung koroner sehingga dapat dilakukan tindakan
preventif yang nantinya dapat dilakukan perbaikan gaya hidup di
masyarakat terutama melalui pola konsumsi sagu yang merupakan
salah satu makanan pokok lokal.
2. Manfaat Praktis
Dari aspek kemasyarakatan, diharapkan hasil penelitian ini dapat
memberi informasi kepada masyarakat khususnya mengenai konsumsi
sagu terhadap Low Density Lipoprotein (LDL) dan High Density
Lipoprotein (HDL) sebagai salah satu faktor risiko penyakit jantung
koroner.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka Tentang Low Density Lipoprotein (LDL)
dan High Density Lipoprotein (HDL)
Lipid didefinisikan sebagai senyawa yang tak larut dalam air yang
diekstrak dari organisme hidup menggunakan pelarut yang kepolarannya
lemah atau pelarut nonpolar. Definisi ini berdasarkan atas sifat fisik,
berlawanan dengan definisi protein, karbohidrat, maupun asam nukleat
yang berdasarkan atas struktur kimianya. Istilah lipid mencakup berbagai
macam kelompok senyawa yang berbeda-beda strukturnya (Ngili, 2009).
Lipid dalam makanan manusia yang utama adalah triasilgliserol,
sterol, dan membran fosfolipid yang berasal dari hewan dan tumbuhan.
Proses metabolisme lipid membentuk dan mendegradasi simpanan lipid
dan memproduksi karakteristik struktur dan fungsi lipid dalam jaringan
tertentu (Ngili, 2009).
Lemak (fat) yang diserap dari makanan dan lipid yang disintesis
oleh hati dan jaringan adiposa harus diangkut ke berbagai jaringan dan
organ untuk digunakan dan disimpan. Karena lipid tidak larut di dalam air,
maka cara pengangkutan lipid dalam plasma darah yang berbahan dasar
air, dipecah dengan cara menggabungkan lipid nonpolar (triasilgliserol dan
ester kolesteril) dengan lipid amfipatik (fosfolipid dan kolesterol) serta
protein untuk menghasilkan lipoprotein yang dapat bercampur dengan air
(Murray, 2006).
Lipoprotein merupakan gabungan molekul lipid dan protein yang
disintesis di dalam hati. Seperempat sampai sepertiga bagian dari
lipoprotein adalah protein dan selebihnya lipid. Lipoprotein mempunyai
fungsi mengangkut lipid di dalam plasma ke jaringan-jaringan yang
membutuhkannya sebagai sumber energi, sebagai komponen membran
sel atau sebagai prekursor metabolit aktif (Almatsier, 2009).
Empat kelompok utama lipoprotein yang penting secara fisiologis
yaitu (1) Kilomikron yang berasal dari penyerapan triasilgliserol dan lipid
lain di usus; (2) Lipoprotein berdensitas sangat rendah (Very Low Density
Lipoprotein,VLDL, atau pra-β-lipoprotein) yang berasal dari hati untuk
ekspor triasilgliserol; (3) Lipoprotein berdensitas rendah (Low Density
Lipoprotein, LDL, atau β-lipoprotein) yang menggambarkan suatu tahap
akhir metabolisme VLDL; dan (4) Lipoprotein berdensitas tinggi (High
Density Lipoprotein, HDL, atau α-lipoprotein) yang berperan dalam
transpor kolesterol dan pada metabolisme VLDL dan kilomikron.
Tabel 2.1. Komposisi Lipoprotein
Lipoprotein Trigliserida Kolesterol Fosfolipid Protein
% % % %
Kilomikron 80-90 2-7 3-6 1-2
VLDL 55-65 10-15 15-20 5-10
LDL 10 45 22 25
HDL 5 20 30 45-50
1. Low Density Lipoprotein (LDL)
LDL merupakan turununan VLDL yang kehilangan inti
trigliserida sehingga menghasilkan zat baru dengan berat jenis antara
1019-1063 g/mL. Secara struktur LDL yang lebih kecil merupakan tipe
yang mengandung makin sedikit ester dan kolesterol bebas.
Penurunan persentase kolesterol atau komponen lipid dibanding
dengan apo B atau komponen protein merupakan karakteristik LDL
padat kecil (Yoshini G, 2002).
Fungsi LDL yaitu membawa kolesterol dari hepar ke jaringan
perifer termasuk ke sel otot jantung, otak, dan lain-lain agar dapat
berfungsi sebagaimana mestinya (untuk sintesis membran plasma dan
hormon steroid). Rangkaian proses penyediaan kolesterol pada
jaringan ekstrahepatik disebut LDL receptor pathway, sedangkan
rangkaian proses pengembalian kolesterol ke hepar dari jaringan
perifer disebut reverse cholesterol transport. Kedua jalur tersebut
dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan (Mayes dan Botham,
2003).
Partikel LDL mengandung trigliserida sebanyak 10 persen dan
kolesterol 60 persen. Kadar LDL plasma tergantung dari banyak faktor
termasuk kolesterol dalam makanan, asupan lemak jenuh, kecepatan
produksi dan eliminasi LDL dan VLDL. Bila kita makan banyak lemak
jenuh atau bahan makanan yang kaya akan kolesterol, maka kadar
LDL dalam darah kita tinggi. Kelebihan LDL akan mudah melekat
pada dinding sebelah dalam (intima) pembuluh darah degan risiko
penumpukan atau pengendapan kolesterol LDL pada dinding
pembuluh darah arteri, yang diikuti dengan terjadinya aterosklerosis.
Makin kecil ukuran LDL atau makin tinggi kepadatannya, makin
mudah pula LDL tersebut menyusup kedalam intima. LDL demikian
disebut LDL kecil padat (small dense LDL). Oleh karena sifat tersebut,
maka LDL disebut kolesterol jahat. LDL mengalami katabolisme
melalui jalur reseptor dan jalur non reseptor. Jalur katabolisme
reseptor dapat ditekan oleh produksi kolesterol endogen. Bila
katabolisme LDL oleh hati dan jaringan perifer berkurang maka kadar
kolesterol plasmanya meningkat. Peningkatan kadar kolesterol
sebagian disalurkan ke dalam makrofag yang akan membentuk sel
busa (foam cells) yang berperan dalam terjadinya aterosklerosis
(Rader dan Hobbs, 2005).
Pembentukan LDL oleh reseptor LDL ini penting dalam
pengontrolan kolesterol darah. Di samping itu dalam pembuluh darah
terdapat sel-sel perusak yang dapat merusak LDL. Melalui jalur sel-sel
perusak ini (scavenger pathway) molekul LDL dioksidasi, sehingga
tidak dapat masuk kembali ke dalam aliran darah. Kolesterol yang
banyak terdapat dalam LDL akan menumpuk dalam sel-sel perusak.
Bila hal ini terjadi selama bertahun-tahun, kolesterol akan menumpuk
pada dinding pembuluh darah dan membentuk plak. Plak akan
bercampur dengan protein dan ditutupi oleh sel-sel otot dan kalsium.
Hal inilah yang kemudian dapat berkembang menjadi aterosklerosis.
Pengatur utama kadar kolesterol darah adalah hati, karena sebagian
besar (50-75%) reseptor LDL terdapat di dalam hati (Almatsier, 2009).
2. High Density Lipoprotein (HDL)
High Density Lipoprotein (HDL) adalah lipoprotein berdensitas
tinggi, terutama mengandung protein. HDL diproduksi di hati dan usus
halus. HDL mengambil kolesterol dan fosfolipid yang ada di dalam
darah dan menyerahkannya ke lipoprotein lain untuk diangkut kembali
atau dikeluarkan dari tubuh (Muray, 2009).
HDL adalah partikel lipoprotein yang terkecil, memiliki densitas
yang paling tinggi karena lebih banyak mengandung protein
dibandingkan kolesterol. Kandungan apolipoprotein terbanyak adalah
Apo A-1 dan Apo A-II. Hati mensintesis lipoprotein sebagai kompleks
dari apolipoprotein dan fosfolipid, yang membentuk partikel kolesterol
bebas, kompleks ini mampu mengambil kolesterol yang dibawa secara
internal dari sel melalui interaksi dengan ATP-binding cassette
transporter AI (ABCA1). Suatu enzim plama yang disebut Lecithin-
Cholesterol Acyltransferase (LCAT) mengkonversi kolesterol bebas
menjadi kolesteril ester (bentuk yang lebih hidrofobik dari kolesterol),
yang kemudian tersekuestrasi ke dalam inti dari partikel lipoprotein,
akhirnya menyebabkan HDL yang baru disintesis berbentuk bulat.
Partikel HDL bertambah besar karena beredar melalui aliran darah
dan memasukkan lebih banyak kolesterol dan molekul fosfolipid dari
sel dan lipoprotein lainnya, misalnya dengan interaksi dengan
transporter ABCG1 dan Phospholipid Transport Protein (PLTP)
(Murray, 2009).
HDL mengangkut kolesterol sebagian besar ke hati atau organ
steroidogenik seperti adrenal, ovarium, dan testis oleh kedua jalur
langsung dan tidak langsung. HDL akan dibersihkan oleh reseptor
HDL seperti Scavenger Reseptor BI (SR-BI), yang memediasi
penyerapan selektif kolesterol dari HDL. Pada manusia, mungkin jalur
yang paling relevan adalah yang tidak langsung, yang dimediasi oleh
Kolesterol Ester Trafer Protein (CEPT). Protein ini merubah trigliserida
dari VLDL terhadap esterl kolesterol HDL. Sebagai hasilnya, VLDL
diproses untuk LDL, yang dibuang dari sirkulasi oleh reseptor LDL
jalur. Trigliserida tidak stabil dalam HDL, tetapi teregredasi oleh
hepatik lipase sehingga partikrl HDL kecil yang tersisa, yang akan
memulai kembali penyerapan kolestererol dari sel. Kolesterol yang
ditranspor ke hati akan disekresikan ke empdu usus baik secara
langsung maupun tidak langsung setelah dikonversi menjadi asam
empedu. Pengiriman kolesterol HDL ke adrenal, ovarium, dan testis
penting untuk sintesis hormon streroid (Murray, 2009).
3. Metabolisme Lipoprotein
Lemak yang beredar di dalam tubuh diperoleh dari dua sumber
yaitu dari makanan dan hasil produksi organ hati, yang bisa disimpan
di dalam sel-sel lemak sebagai cadangan energi. Lemak yang
terdapat dalam makanan akan diuraikan menjadi kolesterol,
trigliserida, fosfolipid dan asam lemak bebas pada saat dicerna dalam
usus. Keempat unsur lemak ini akan diserap dari usus dan masuk ke
dalam darah.
Lemak tidak larut larut dalam air, berarti lemak juga tidak larut
dalam plasma darah. Agar lemak dapat diangkut ke dalam peredaran
darah, maka di dalam plasma darah, lemak akan berikatan dengan
protein spesifik membentuk suatu kompleks makromolekul yang larut
dalam air. Ikatan antara lemak (kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid)
dengan protein ini disebut lipoprotein. Setiap jenis lipoprotein memiliki
fungsi yang berbeda dan dipecah serta dibuang dengan cara yang
berbeda. Lemak dalam darah diangkut dengan dua cara yaitu melalui
jalur eksogen dan jalur endogen (Adam, 2009).
a. Jalur eksogen
Makanan berlemak yang kita makan terdiri atas trigliserid
dan kolestrol. Trigliserida dan kolesterol dalam usus halus akan
diserap ke dalam enterosit mukosa usus halus. Trigliserida akan
diserap sebagai asam lemak bebas sedangkan kolestrol, sebagai
kolestrol. Di dalam usus halus asam lemak bebas akan diubah
lagi menjadi trigliserida, sedangkan kolestrol mengalami
esterifikasi menjadi kolestrol ester. Keduanya bersama fosfolipid
dan apolipoprotein akan membentuk partikel besar lipoprotein,
yang disebut Kilomikron. Kilomikron ini akan membawanya ke
dalam aliran darah. Trigliserid dalam kilomikron tadi mengalami
penguraian oleh enzim lipoprotein lipase yang berasal dari
endotel, sehingga terbentuk asam lemak bebas (free fatty acid)
dan kilomikron remnant (Adam,2009).
Asam lemak bebas dapat disimpan sebagai trigliserida
kembali di jaringan lemak (adiposa), tetapi bila terdapat dalam
jumlah yang banyak sebagian akan diambil oleh hati menjadi
bahan untuk pembentukan trigiserid hati. Sewaktu-waktu jika kita
membutuhkan energi dari lemak, trigliserida dipecah menjadi
asam lemak dan gliserol, untuk ditransportasikan menuju sel-sel
untuk dioksidasi menjadi energi. Proses pemecahan lemak
jaringan ini dinamakan lipolisis. Asam lemak tersebut
ditransportasikan oleh albumin ke jaringan yang memerlukan dan
disebut sebagai asam lemak bebas (Adam, 2009).
Kilomikron remnan akan dimetabolisme dalam hati
sehingga menghasilkan kolesterol bebas. Sebagian kolesterol
yang mencapai organ hati diubah menjadi asam empedu, yang
akan dikeluarkan ke dalam usus, berfungsi seperti detergen &
membantu proses penyerapan lemak dari makanan. Sebagian lagi
dari kolesterol dikeluarkan melalui saluran empedu tanpa
dimetabolisme menjadi asam empedu kemudian organ hati akan
mendistribusikan kolesterol ke jaringan tubuh lainnya melalui jalur
endogen. Pada akhirnya, kilomikron yang tersisa (yang lemaknya
telah diambil), dibuang dari aliran darah oleh hati. Kolesterol juga
dapat diproduksi oleh hati dengan bantuan enzim yang disebut
HMG Koenzim-A Reduktase, kemudian dikirimkan ke dalam aliran
darah (Adam, 2009).
b. Jalur endogen
Pembentukan trigliserida dan kolesterol disintesis oleh hati
diangkut secara endogen dalam bentuk VLDL. VLDL akan
mengalami hidrolisis dalam sirkulasi oleh lipoprotein lipase yang
juga menghidrolisis kilomikron menjadi IDL (Intermediate Density
Lipoprotein). Partikel IDL kemudian diambil oleh hati dan
mengalami pemecahan lebih lanjut menjadi produk akhir yaitu
LDL.LDL akan diambil oleh reseptor LDL di hati dan mengalami
katabolisme.LDL ini bertugas menghantar kolesterol kedalam
tubuh. HDL berasal dari hati dan usus sewaktu terjadi hidrolisis
kilomikron dibawah pengaruh enzim lecithin cholesterol
acyltransferase (LCAT). Ester kolesterol ini akan mengalami
perpindahan dari HDL kepada VLDL dan IDL sehingga dengan
demikian terjadi kebalikan arah transpor kolesterol dari perifer
menuju hati. Aktifitas ini mungkin berperan sebagai sifat
antiterogenik (Adam, 2009).
Gambar 2.1 Jalur Metabolisme Lipid Endogen Dan Eksogen
4. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar HDL dan LDL
1) Pola konsumsi
Makanan yang tidak sehat adalah makanan yang tidak
mengandung gizi seimbang seperti karbohidrat, protein, mineral,
vitamin dan lemak tak jenuh. Konsumsi gizi yang berlebihan juga
tidak baik bagi kesehatan. Konsumsi gizi yang berlebihan seperti
masukan energi dari karbohidrat, lemak, protein maupun alkohol
dapat menaikan kolesterol dalam darah. Hal tersebut akan
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular (WHO, 2016).
Kolesterol merupakan zat di dalam tubuh yang berguna
untuk membantu pembentukan dinding sel, garam empedu,
hormon, dan vitamin D serta sebagai penghasil energi. Sumber
utamanya berasal dari organ hati (sekitar 70%) dan sisanya
bersumber dari makanan yang masuk ke dalam tubuh.
Peningkatan kadar profil lipid dapat disebabkan asupan makan
antaranya asupan karbohidrat, lemak dan juga serat. Konsumsi
karbohidrat yang berlebihan dapat memicu penyakit jantung pada
seseorang. Karbohidrat berlebih bisa meningkatkan kadar glukosa
di dalam darah dan berakibat pada resiko penyakit jantung yang
semakin tinggi. Konsumsi tinggi karbohidrat cenderung
meningkatkan kadar trigliserida dan menurunkan kadar kolesterol
HDL. Kadar trigliserida tinggi dan HDL rendah maka akan
berpengaruh pada aterosklerosis dan berimbas pada penyakit
jantung sehingga dapat terjadi serangan jantung yang mendadak
(Grundy, 1998).
Peningkatan konsumsi lemak jenuh dan kolesterol dapat
meningkatkan konsentrasi kolesterol Low Density Lipoprotein
(LDL). Lemak jahat seperti lemak jenuh dapat diubah menjadi
kolesterol sehingga meningkatkan kadar kolesterol dalam darah
terutama LDL dengan cara menurunkan perombakan atau
katabolismenya. Lemak tak jenuh bermanfaat menurunkan kadar
kolesterol dalam darah. asam lemak tidak jenuh dapat memberikan
efek hipokolesterolemik dengan menurunkan kadar LDL dalam
darah dan meningkatkan kadar HDL sehingga mengurangi risiko
penyakit aterosklerosis dan kardiovaskuler (Maulana, 2008).
Serat mempunyai peran yang penting terhadap penurunan
kadar kolesterol darah. mengnsumsi serat minimal 28 gr per hari
dapat menurunkan kadar kolesterol sampai 15-19% (Supariasa,
2012). Studi epidemiologi yang meneliti serat secara keseluruhan
menyatakan bahwa ada hubungan antara asupan serat dengan
kadar kolesterol total karena mekanisme serat memiliki sifat
menurunkan kolesterol darah. beberapa studi menunjukkan bahwa
serat dapat menurunkan kadar LDL tanpa menurunkan kadar
kolesterol HDL (Belitz, 2009).
2) Kebiasaan Merokok
Menghisap sebatang rokok akan mempunyai pengaruh
besar terhadap kenaikan kadar kolesterol yang akan
mengakibatkan gangguan pada jantung, hal ini disebabkan oleh
zat-zat yang terkandung dalam asap rokok. Asap rokok terdiri dari
4000 bahan kimia dan 200 diantaranya beracun, antara lain
Carbon Monoxide (CO) yang dihasilkan oleh asap rokok dan dapat
menyebabkan pembuluh darah menyempit, sehingga tekanan
darah naik, dinding pembuluh darah dapat robek. Gas CO dapat
pula menimbulkan desaturasi pada hemoglobin, menurunkan
langsung peredaran oksigen untuk jaringan seluruh tubuh
termasuk miokard. CO menggantikan tempat oksigen di
hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat
atherosklerosis (pengapuran atau penebalan dinding pembuluh
darah). Nikotin juga merangsang peningkatan tekanan darah dan
zat kimia yang terkandung dalam rokok dapat meningkatkan kadar
kolesterol jahat LDL dan menurunkan kadar kolesterol baik HDL
(Sianturi, 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Mamat (2010) menyimpulkan
bahwa semakin banyak jumlah rokok yang dihisap semakin
meningkatnya jumlah kasus dan peluang terjadinya kadar
kolesterol HDL yang tidak normal.
Penelitian yang dilakukan oleh Sanhia, dkk (2015) yang
melakukan penelitian yang melihat gambaran kadar kolesterol LDL
pada masyarakat perokok di pesisir pantai menunjukkan bahwa
terdapat peningkatan kadar LDL pada perokok yang tinggal di
pesisir pantai dimana 60% sampel memiliki kadar LDL di atas
ambang rata-rata (Sanhia dkk, 2015).
Menurut Veena et al (2014) nikotin yang merupakan
komponen utama dari rokok dapat meningkatkan sekresi dari
katakolamin sehingga meningkatkan lipolisis. Hal ini menyebabkan
meningkatnya kadar trigliserid, kolesterol dan VLDL, serta
menurunkan kadar HDL. Merokok juga dapat menyebabkan
peningkatan oksidasi LDL kolesterol yang akan menyebabkan
atherosklerosis.
3) Obesitas
Obesitas merupakan akumulasi massa jaringan lemak tubuh
yang berlebih ataupun abnormal yang disebabkan akibat adanya
ketidakseimbangan antara asupan makanan dan keluaran
makanan yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan (WHO,
2011).
Obesitas yang menetap selama periode waktu tertentu,
kilokalori yang masuk melalui makanan lebih banyak dapat
menyebabkan terjadinya gangguan metabolik berupa
hiperkolesterolemia. Pengaturan metabolisme kolesterol akan
berjalan normal apabila jumlah kolesterol dalam darah mencukupi
kebutuhan dan tidak melebihi jumlah normal yang dibutuhkan.
Namun pada obesitas dikatakan dapat terjadinya gangguan pada
regulasi asam lemak yang akan meningkatkan kadar trigliserida
dan ester kolesteril. Akibat beberapa mekanisme ini yang
merupakan akibat dari penimbunan lemak (Obesitas) dalam jangka
panjang sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan kadar
kolesterol dalam darah (kolesterolemia) (Subramanian, 2012)
Penelitian yang dilakukan oleh Senduk dkk (2016) yang
melihat gambaran profil lipid pada remaja obes di kota Bitung
menunjukkan bahwa dari total sampel yang termasuk kategori
remaja obes, 62% sampel memiliki kadar HDL dibawah normal dan
82% sampel memiliki kadar LDL diatas normal.
Penelitian yang dilakukan oleh Ercho (2014) yang melihat
hubungan obesitas dengan kadar LDL dan HDL pada mahasiswa
preklinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung menunjukkan
bahwa hasil rerata HDL sebesar 38,26mg/dL dan LDL sebesar
153,83 mg/dL dan menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara obesitas dengan kadar HDL dan LDL dengan
nilai p<0,005.
4) Jenis Kelamin
Secara fisiologis, profil lipid cenderung sama pada
perempuan dan laki-laki pada masa kanak-kanak, tapi mulai dari
masa pubertas, tingkat lipoprotein cenderung berbeda. Profil lipid
berubah drastis pada perempuan daripada laki-laki, dikarenakan
adanya perubahan hormon terutama yag berhubungan dengan
kehamilan dan menopause (Russo, 2015).
Dalam hal ini hormon estrogen meningkatkan kadar HDL dan
merendahkan kadar LDL pada perempuan. Jadi meskipun angka
koleterol total lebih tinggi, seorang perempuan memiliki tingkat
proteksi lebih baik dibanding laki-laki dengan kadar kolesterol yang
sama (Kabo, 2008).
5) Aktivitas Fisik
Faktor lain yang mempengaruhi kadar HDL dan LDL dalam
darah yaitu aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang hanya duduk terus-
menerus dalam bekerja (sedentary) dan kurang gerak dapat
meningkatkan resiko PJK. Aktivitas teratur akan meningkatkan
aktivitas enzim lipoprotein lipase (LPL) dan menurunkan aktivitas
enzim hepatic lipase. Lipoprotein lipase membantu memindahkan
LDL dari darah ke hati, kemudian diubah menjadi empedu atau
disekresikan sehingga kadar LDL dan kadar kolesterol menurun
(Thompson dan Rader, 2001). Semakin banyak aktivitas fisik yang
dilakukan maka akan semakin banyak kebutuhan ATP dan akan
menyebabkan sedikitnya pembentukan kolesterol total dan
kolesterol Low-Density Lipoprotein (LDL) serta peningkatan
kolesterol High-Density Lipoprotein (HDL) (Whitney, 2015).
Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati (2015)
menyimpulkan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan
kadar LDL pada pasien penyakit jantung koroner rawat jalan di
RSUD Dr. Moewardi dengan nilai p yaitu 0,021.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Zuhroiyyah (2017) yang
melihat hubungan kadar kolesterol total, kolesterol LDL dan
kolesterol HDL pada masyarakat Jatinangor menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara aktivitas fisik terhadap kadar kolesterol
total dan kadar LDL yang ditunjukkan dengan nilai p <0,05, namun
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik
terhadap kadar HDL dengan nilai p>0,05.
B. Tinjauan Pustaka Tentang Hubungan Kadar Low Density
Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein (HDL), Serat dan
Penyakit Jantung Koroner
LDL mempunyai diameter antara 20 –25 mikron (Murray dkk, 2009).
Lipoprotein ini disusun oleh inti berupa 1500 molekul kolesterol yang
dibungkus oleh lapisan fosfolipid dan molekul kolesterol tidak
teresterifikasi (Gambar 2.2).
Gambar 2.1 Animasi Struktur LDL
Trigliserida dan kolesterol disintesis di hati dan disekresi ke dalam
sirkulasi sebagai lipoprotein VLDL dengan apolipoprotein B-100. Dalam
sirkulasi, trigliserida di VLDL mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein
lipase (LPL) berubah menjadi LDL yang mengalami hidrolisis dan berubah
menjadi LDL. Dalam sirkulasi trigliserida yang banyak di VLDL bertukar
dengan kolesterol ester dari LDL menghasilkan LDL yang kaya trigliserida
tetapi kurang kolesterol ester. Trigliserida didalam LDL akan dihidrolisis
oleh enzim Hepatic Lipase (HL) menghasilkan LDL yang kecil tetapi padat,
yang dikenal dengan small dense LDL (Adam, 2005).
LDL kaya akan kolesterol. Partikel ini mengandung 10 %
trigliserida, 40 % kolesterol dan ester kolesterol, 30 % fosfolipid dan 20 %
protein. LDL berfungsi membawa kolesterol dan fosfolipid ke berbagai
jaringan untuk sintesis membran sel (Murray, 2009). LDL belum
berpotensi sebagai senyawa aterogenik sebelum dirubah menjadi
senyawa LDL teroksidasi. Oksidasi inilah yang nantinya akan berpotensi
dalam pembentukan sel busa sebagai awal dari aterogenesis (Fathoni,
2011).
Sementara itu HDL dianggap kolesterol baik antiaterogenik, terlibat
dalam transportasi balik dari lipid. Studi epidemiologis telah menemukan
hubungan yang berbanding terbalik antara kadar HDL dan risiko PJK. Bila
dikelompokkan menurut tingkat HDL, subjek dengan kadar HDL lebih dari
60 mg/dL memiliki risiko PJK lebih rendah dibandingkan mereka yang
memiliki HDL 40-60 mg/dL, tingkat ini masih memiliki risiko yang lebih
rendah daripada mereka yang memiliki HDL kurang dari 40 mg/dL. Tidak
ada batas optimal untuk efek menguntungkan dari HDL pada risiko PJK
yang telah diidentifikasi. Kadar HDL plasma diatas 75 mg/dL berefek
perlindungan dari aterosklerosis dan kebebasan relatif dari PJK.
Peningkatan 1 mg/dL dari HDL menurunkan risiko PJK sebesar 2% pada
pria dan 3% pada wanita (Rajagopal,et al, 2012).
Penyakit kardiovaskular tidak secara otomatis terjadi hanya karena
memiliki kadar lipid abnormal, tetapi fakta menunjukkan bahwa semakin
tinggi kadar kolesterol total atau LDL dan semakin rendah kadar kolesterol
HDL, maka semakin tinggi risiko terkena penyakit kardiovaskular. Kadar
kolesterol tinggi atau kadar lipid abnormal meningkatkan risiko serangan
jantung dan angina yang merupakan dua hal yang paling sering terjadi
pada PJK (Bull, 2007).
Tabel 2.2 Klasifikasi Kadar Profil Lipid menurut NCEP-ATP III (2001)
Profil lipid Interpretasi Kolesterol total < 200 200-239 ≤240
Optimal Borderline Tinggi
Trigliserida < 150 150-199 200-499 ≥ 500
Optimal Borderline Tinggi Sangat tinggi
HDL < 40 ≥ 60
Rendah Tinggi
LDL < 100 100-129 130-159 160-189 ≥190
Optimal Mendekati optimal Borderline Tinggi Sangat tinggi
Tingginya kadar kolesterol dalam darah akan menyebabkan
kerusakan sturktur pembuluh darah mulai dari penempelan lemak pada
dinding pembuluh darah arteri kemudian dilanjutkan dengan kondisi
menyempitnya lumen pembuluh darah. Kejadian selanjutnya adalah
infiltrasi kalsium dalam lapisan otot polos tunika media arteri, hal ini
memicu terjadinya proliferasi otot polos tunika media arteri, semakin
banyaknya kalsium dan kolesterol dalam dinding akan mengurangi
serabut elastis pembuluh darah. Kondisi ini menyebabkan perubahan
struktur pembuluh darah dengan kondisi sempitnya lumen arteri, dinding
yang rapuh dan tidak elastis yang disebut arterosklerosis (Harjana, 2011).
Kebiasaan merokok, kurang olahraga, kebiasaan meminum
minuman beralkohol, dan pola makan yang tidak sehat merupakan gaya
hidup yang melatarbelakangi besarnya angka kematian akibat penyakit
kardiovaskular di dunia (WHO, 2015). Pola makan menjadi perhatian
khusus dalam pencegahan penyakit jantung dan kardiovaskular, terutama
penyakit jantung koroner. Pola makan yang tidak sehat dapat
meningkatkan kadar kolestrol dalam darah yang kemudian akan
menumpuk di dinding bagian dalam pembuluh darah sehingga
menimbulkan aterosklerosis. Modifikasi faktor risiko merupakan salah satu
hal yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan penyakit jantung dan
kardiovaskular, terutama modifikasi pola makan (Hatma, 2012).
Intake makanan yang berlebih, terutama lemak akan
mengakibatkan kolesterol dalam tubuh naik dan terjadi obesitas atau
kegemukan. Kolesterol tinggi dapat mempercepat terjadinya
arteriosklerosis, dimana arteriosklerosis ini dapat menyebabkan PJK.
Obesitas dapat pula menyebabkan kolesterol total dan LDL tinggi yang
pada akhirnya terjadi PJK. Selain itu, obesitas dapat pula menyebabkan
diabetes melitus dan komplikasinya adalah hipertensi, dimana diabetes
melitus dan hipertensi merupakan faktor risiko PJK (Notoatmodjo, 2011).
Gambar 2.3 Intake Makanan Terhadap PJK
Modifikasi pola makan dilakukan dengan mengurangi atau
mengganti asupan makanan yang tidak sehat menjadi makanan yang
mengandung banyak serat. Diet yang berkembang sebelumnya memiliki
tujuan mengurangi kolesterol darah dengan asupan rendah kolesterol,
rendah saturated-fat dan tinggi polyunsaturated-fat. Tetapi diet ini memiliki
efek yang minimal dalam menurunkan risiko penyakit jantung dan
kardiovaskular (Hu FB, 2002).
Diet tinggi serat membantu menurunkan kolesterol. Vegetarian,
yang mengkonsumsi diet tinggi serat, memiliki risiko terkena penyakit
jantung yang rendah. Serat merupakan bagian yang terdapat dalam
bahan pangan yang tidak tercerna dan mempunyai sifat positif bagi gizi
dan metabolisme (Winarno 1992). Serat makanan atau dietary fiber
merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan terhadap proses
hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil. Serat-serat tersebut
Intake Makanan
Kolestero
Obesitas
Diabetes Melitus
Hipertensi
Arteriosklerosisi
s
Penyakit
Jantung Koroner
banyak berasal dari dinding sel berbagai sayuran dan buah-buahan
(Winarno 1992).
Serat makanan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu serat larut
(soluble fiber) dan serat tidak larut (insoluble fiber). Umumnya, tanaman
mengandung kedua-duanya dengan serat tidak larut pada porsi yang lebih
banyak. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa dengan
meningkatkan konsumsi dietary fiber dapat menurunkan kadar kolesterol
dalam darah terutama jika dilakukan secara kontinyu (Winarno 1992).
Penurunan kolesterol diduga berkaitan dengan metabolisme asam
empedu (Almatsier 2009). Asam empedu dan steroid netral disintesis
dalam hati dari kolesterol yang kemudian disekresi ke dalam empedu dan
biasanya kembali ke hati melalui reabsorbsi dalam usus halus (siklus
entero hepatik). Serat makanan diduga menghalangi siklus ini dengan
menyerap asam empedu sehingga perlu diganti dengan asam empedu
baru dari kolesterol persediaan (Almatsier, 2009).
Disamping bolak-balik antara hati dan sel-sel tubuh lain, lipoprotein
dan kolesterol dapat diubah oleh hati menjadi bahan empedu dan
disimpan dalam kantung empedu. Ada dua kemungkinan bila empedu
masuk ke dalam usus halus. Pertama, bahan empedu berfungsi sebagai
pengemulsi lemak sehingga diabsorpsi kembali oleh dinding usus dan
diedarkan kembali. Kedua, bahan empedu dalam usus halus diserap oleh
serat makanan dan dikeluarkan dari tubuh melalui feses (Almatsier, 2009).
Gambar 2.4
Serat dari sumber yang berbeda mempunyai kemampuan mengikat
asam empedu yang berbeda pula. Selulosa yang telah dimurnikan dan
dedak gandum hampir tidak mempunyai kemampuan untuk menurunkan
kadar kolesterol serum. Serat alfalfa dan oats sangat efektif menur
kadar kolesterol serum. Pektin dan gum cukup efektif dalam menurunkan
kadar kolesterol. Serat jenis lain juga dapat membantu meningkatkan
pengeluaran kolesterol melalui feces dengan jalan meningkatkan waktu
transit bahan makanan melalui usus kecil. S
Dalam hati, Kolesterol di ubah menjadi empedu
Empedu diabsorpsi
kembali ke dalam
darah
Gambar 2.4 Sirkulasi Enterohepatik Empedu
Serat dari sumber yang berbeda mempunyai kemampuan mengikat
asam empedu yang berbeda pula. Selulosa yang telah dimurnikan dan
dedak gandum hampir tidak mempunyai kemampuan untuk menurunkan
kadar kolesterol serum. Serat alfalfa dan oats sangat efektif menur
kadar kolesterol serum. Pektin dan gum cukup efektif dalam menurunkan
kadar kolesterol. Serat jenis lain juga dapat membantu meningkatkan
pengeluaran kolesterol melalui feces dengan jalan meningkatkan waktu
transit bahan makanan melalui usus kecil. Sehingga dapat dikatakan
Dalam kantung empedu, empedu
disimpan
Dalam usus halus, empedu
mengemulsi lemak
Dalam hati, Kolesterol di ubah menjadi empedu
Dalam usus besar empedu
dibuang melalui feses yang
menyebabkan warna pada
feses
Empedu diabsorpsi
kembali ke dalam
mpedu
Serat dari sumber yang berbeda mempunyai kemampuan mengikat
asam empedu yang berbeda pula. Selulosa yang telah dimurnikan dan
dedak gandum hampir tidak mempunyai kemampuan untuk menurunkan
kadar kolesterol serum. Serat alfalfa dan oats sangat efektif menurunkan
kadar kolesterol serum. Pektin dan gum cukup efektif dalam menurunkan
kadar kolesterol. Serat jenis lain juga dapat membantu meningkatkan
pengeluaran kolesterol melalui feces dengan jalan meningkatkan waktu
ehingga dapat dikatakan
Dalam usus halus, empedu
mengemulsi lemak
Dalam usus besar empedu
dibuang melalui feses yang
menyebabkan warna pada
bahwa sebagian serat makanan mempunyai sifat hipokolesterolemik dan
menurunkan risiko aterosklerosis (Nova Sulviana, 2008).
Serat pangan, terutama serat yang punya viskositas tinggi, secara
konsisten menurunkan total kolesterol dan kadar LDL-c. Selain itu, terjadi
penyerapan asam empedu oleh polisakarida atau serat larut, sehingga
kadar asam empedu di tubuh akan menurun. Tubuh akan mengirim sinyal
kurangnya empedu dan secara alami membentuk asam empedu dari
kolesterol yang diambil dari peredaran tubuh. Penyerapan kolesterol
darah menyebabkan kadar Very low density lipoprotein (VLDL-c) yang
terbentuk menjadi lebih sedikit. Karena LDL-c disintesis dari VLDL-c,
menurunnya VLDL-c mengakibatkan juga penurunan kadar kolesterol LDL
dalam darah (Maligan, 2011).
Terdapat bukti kuat hubungan antara kolesterol LDL dengan
kejadian kardiovaskular berdasarkan studi luaran klinis. Kolesterol HDL
dapat memprediksi kejadian kardiovaskular bahkan pada pasien yang
telah diterapi dengan statin (Perkeni, 2015). Kadar kolesterol LDL dan
kadar kolesterol HDL merupakan indikator untuk penyakit kardiovaskuler.
Rasio LDL terhadap HDL menggambarkan profil kolesterol LDL dan HDL
dalam darah. Rasio LDL/HDL yang menunjukan abnormalitas pada kadar
fraksi LDL dan HDL. Semakin tinggi rasio LDL/HDL semakin meningkat
risiko terjadinya penyakit jantung koroner.
Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau dikenal juga sebagai
Ischaemic Heart Disease merupakan penyakit yang disebabkan karena
penyumbatan salah satu atau beberapa pembuluh darah yang menyuplai
aliran darah ke otot jantung. Pada umumnya manisfestasi kerusakan dan
dampak akut sekaligus fatal dari PJK disebabkan gangguan pada fungsi
jantung (WHO, 2012).
Penyakit jantung koroner adalah penyempitan lumen arteri yang
memperdarah otot jantung akibat plak ateromatus pada dinding arteri.
Penyempitan ini membatasi suplai darah ke otot jantung, menyebabkan
nyeri (angina) dan sesak napas ketika beraktivitas. Cedera plak
mencetuskan respon pembekuan yang nantinya berlanjut dengan
lepasnya trombus dari dinding arteri dan menyumbat lumen sehingga otot
jantung pun mati (infark miokardium) (Gandy Joan Webster, 2012).
Pada awal abad ke-20, angka kematian akibat PJK meningkat
tajam. Tetapi karena kurangnya data-data penelitian berskala besar,
penyebab penyakit ini pada saat itu masih bersifat spekulatif. Sampai
pada pertengahan abad ke-20, National Health Institute di Amerika
melakukan sebuah studi di kota Framingham, Massachustts, yang
melibatkan 2.421 wanita dan 1.980 laki-laki yang ditindaklanjuti selama 6
tahun. Ternyata hasilnya menunjukkan bahwa hipertensi (darah tinggi),
merokok, dan kadar kolesterol yang tinggi merupakan faktor utama
penyebab PJK. Hasil studi ini kemudian dimuat di Annuals of Internal
Medicine 1961, dan memperkenalkan konsep baru mengenai faktor risiko
di dunia kedokteran. Dalam kaitannya dengan PJK, faktor risiko adalah
faktor yang memicu timbulnya aterosklerosis (Kabo, 2008).
Dikenal berbagai macam faktor risiko PJK, namun secara garis
besar dapat dibagi dua. Yang pertama adalah faktor risiko yang dapat
diperbaiki (reversible) atau bisa diubah (modifiable) dan yang kedua
adalah yang sudah menetap atau tidak bisa diubah (non-modifiable)
(Bustan, 2007).
1. Faktor yang tidak dapat dikendalikan (nonmodifiable risk factors).
a. Keturunan
Riwayat penyakit jantung di dalam keluarga pada usia di
bawah 55 tahun merupakan salah satu faktor yang perlu
dipertimbangkan. Dilaporkan juga bahwa faktor-faktor risiko PJK
yang diturunkan, seperti hipertensi, kolesterolemia, penyakit darah
tinggi, atau kencing manis (diabetes) (Notoadmojo, 2011).
The reykjavik Cohort Study menemukan bahwa pria dengan
riwayat keluarga menderita PJK mempunyai risiko 1,75 kali lebih
besar untuk menderita PJk dan wanita dengan riwayat keluarga
menderita PJK mempunyai risiko 1,83 kali lebih besar untuk
menderita PJK dibandingkan dengan yang tidak mempunyai riwayat
PJK (Lee, 2000).
Faktor keturunan sangat berperan dalam insiden penyakit
jantung koroner. Risiko infark miokard pada orang dengan keturunan
pertama menderita miokard infark adalah 7 kali lebih tinggi dibanding
mereka yang tanpa riwayat keluarga miokard infark. Terdapat
perbedaan ukuran partikel kolesterol LDL, trigliserida, dan kolesterol
HDL pada mereka yang mempunyai keturunan hiperkolesterolemia,
dimana faktor genetik terbukti berperanan. Plaque atheromatosus
lebih tinggi pada mereka yang mempunyai riwayat orang tua
meninggal akibat penyakit jantung koroner (Zureik M et al, 1999).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh I Putu Sudayasa
(2014) menunjukkan bahwa adanya riwayat keluarga menderita
premature CAD meningkatkan risiko terkena PJK 9,4 kali lebih besar
dibanding dengan yang tidak memiliki riwayat keluarga (Sudayasa,
2014)
b. Umur, makin tua risiko makin besar.
Usia juga merupakan faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi. Semakin lanjut usia, semakin tinggi kemungkinannya
terjadi PJK. Beberapa buku mengatakan bahwa PJK juga
diakibatkan oleh faktor genetis (Kathryn, 2006). Usia 45 tahun
merupakan usia yang kritis dan harus diwaspadai oleh kaum pria
sedangkan pada kaum wanita yaitu pada usia 55 tahun atau ketika
sudah memasuki masa menopause (Maulana, 2007).
Dari hasil penelitian juga terbukti bahwa makin bertambahnya
usia, risiko terkena PJK makin tinggi, dan pada umumnya dimulai
pada usia 40 tahun keatas. Menurut data yang dilaporkan American
Heart Association (AHA), 1 dari 9 wanita berusia 45-60 tahun
menderita PJK dan 1 dari 3 wanita berusia di atas 60 tahun
menderita PJK. Sedangkan 1 dari 2 wanita akan meninggal karena
penyakit jantung dan stroke (Notoadmodjo, 2011).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putri Yuriandini
(2015) menyatakan bahwa frekuensi terbanyak pasien PJK berada
pada kelompok usia 51-56 tahun, yaitu sebanyak 38 kasus dan
frekuensi paling sedikit berada pada kelompok usia 81-86 tahun
sebanyak 1 kasus ( Yulsam, 2015).
c. Jenis kelamin, pria mempunyai risiko lebih tinggi dari pada wanita
(wanita risikonya meningkat sesudah menopouse)
Laki-laki memiliki risiko lebih besar terkena serangan jantung
dan kejadiannya lebih awal dari pada wanita. Mobiditas penyakit PJK
pada laki-laki dua kali lebih besar dibanding dengan wanita dan
kondisi ini hampir 10 tahun lebih dini pada laki-laki daripada wanita.
Estrogen endogen bersifat protektif pada perempuan, namun setelah
menopouse insiden PJK meningkat dengan pesat, walaupun tidak
sebesar insiden PJK pada laki-laki (AHA, 2007). Dalam hal ini
estrogen meningkatkan kadar HDL dan merendahkan LDL pada
perempuan. Jadi meskipun angka kolesterol total lebih tinggi,
seorang perempuan memiliki tingkat proteksi lebih baik dibanding
laki-laki dengna kadar kolesterol yang sama (Kabo, 2008).
2. Faktor yang dapat dikendalikan (modifiable risk factors)
a. Dislipidemia
Dislipidemia diyakini sebagai faktor risiko mayor yang dapat
dimodifikasi untuk perkembangan dan perubahan secara progresif
atas terjadinya PJK. Kolesterol ditranspor dalam darah dalam
bentuk lipoprotein, 75% merupakan lipoprotein densitas rendah
(Low Density Lipoprotein/ LDL) dan 20% merupakan lipoprotein
densitas tinggi (High Density Lipoprotein/ HDL). Kadar kolesterol
HDL yang rendah memiliki peran yang baik pada PJK dan terdapat
hubungan terbalik antara kadar HDL dan insiden PJK (Supriyono,
2008).
Peningkatan LDL dan penurunan HDL merupakan faktor
risiko yang penting pada PJK. setiap penurunan 4 mg% HDL akan
meningkatkan risiko PJK sekitar 10%. Penelitian epidemiologi juga
melaporkan bahwa tingkat rendahnya HDL akan menggambarkan
banyaknya cabang pembuluh darah koroner yang tersumbat dan
terjadinya penyempitan ulang setelah operasi jantung lebih sering
terjadi (Notoatmodjo, 2011).
b. Tekanan darah tinggi (hipertensi)
Hipertensi dijumpai pada seseorang bila tekanan diastolik
sama dengan atau diatas 90 mmHg dan tekanan sistolik sama
dengan atau di atas 140 mmHg. Hipertensi merupakan faktor risiko
yang berperan penting terhadap PJK dan proses arteriosklorosis
akan dialami sekitar 30% penderita hipertensi. Pada studi
Framingham dilaporkan bahwa insiden penyakit iskemia jantung
lebih dari 5 kali pada pria dewasa muda dengan tekanan darah
lebih dari 160/95 dibandingkan dengan kelompok tekanan darah
normal 140/90 atau di bawahnya (Notoadmodjo, 2011).
Risiko PJK secara langsung berhubungan dengan tekanan
darah, untuk setiap penurunan tekanan darah diastolik sebesar 5
mmHg risiko PJK berkurang sekitar 16% (Massie BM et al, 2003).
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi
terhadap pemompaan darah dari vertikel kiri, sebagai akibatnya
terjadi hipertropi vertikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi.
Kebutuhan oksigen oleh miokardium akan meningkat akibat
hipertrofi vertikel, hal ini mengakibatkan peningkatan beban kerja
jantung yang pada akhirnya menyebabkan angina dan infark
miokardium (Sylvia A et al, 2002). Disamping itu juga secara
sederhana dikatakan peningkatan tekanan darah mempercepat
aterosklerosis dan arteriocklerosis, sehingga rupture dan oklusi
vaskuler terjadi 20 tahun lebih cepat daripada orang normotensi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lannywati Ghani
dkk (2016) menyatakan bahwa faktor risiko penyakit jantung
koroner adalah hipertensi, gangguan mental emosional, diabetes
melitus, stroke, usia ≥ 40 tahun, kebiasaan merokok, perempuan,
tingkat pendidikan rendah,obesitas sentral, dan tingkat sosial
ekonomi rendah dengan OR adjusted berkisar dari 1,30 hingga
10,09. Faktor risiko dominan penyakit jantung koroner di Indonesia
adalah hipertensi, gangguan mental emosional, dan diabetes
melitus (Ghani, 2016).
c. Merokok
Zat-zat racun dalam rokok yang masuk ke peredaran darah
akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Racun nikotin
dari rokok akan menyebabkan darah menjadi kental sehingga
mendorong percepatan pembekuan darah karena agregasi platelet
dan fibrinogen meningkat. Sehinga sewaktu-waktu menyebabkan
terjadi trombosis pada pembuluh darah koroner yang sudah
menyempit. Selain itu, telah dibuktikan bahwa rokok dapat
meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL), dan menurunkan kadar
kolesterol baik (HDL) (Notoadmodjo, 2011).
Orang yang merokok lebih > 20 batang perhari dapat
mempengaruhi atau memperkuat efek dua faktor utama resiko
lainnya. Penelitian Framingham mendapatkan kematian mendadak
akibat PJK pada laki-laki perokok 10 kali lebih besar daripada
bukan perokok dan pada perempuan 4-5 kali lebih besar daripada
bukan perokok. Efek merokok adalah menyebaban beban miokard
bertambah karena rangsangan ole katekolamin dan menurunnya
konsumsi O2 akibat inhalasi CO atau dengan kata lain dapat
menyebabkan tahikardi, vasokontriksi pembuluh darah, merubah
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5-10% Hb
menjadi carboksi-Hb, disamping itu dapat menurunkan HDL
kolesterol tetapi mekanismenya belum jelas. Makin banyak jumlah
rokok yang dihisap, kadar HDL kolesterolnya makin menurun.
Perempuan yang merokok penurunan kadar HDL kolesterolnya
lebih besar dibanding laki-laki perokok. Apabila berhenti merokok
penurunan risiko PJK akan berkurang 50% pada akhir tahun
pertama setelah berhnti merokok dan kembali seperti yang tidak
merokok setelah berhenti merokok selama 10 tahun (Kasron,
2012).
Merokok merupakan faktor risiko mayor untuk terjadinya
penyakit jantung termasuk serangan jantung dan stroke, dan juga
memiliki hubungan yang kuat untuk terjadinya PJK sehingga
dengan berhenti merokok akan mengurangi risiko terjadinya
serangan jantung. Merokok sigaret meningkatkan risiko serangan
jantung sebanyak 2 sampai 3 kali. Sekitar 24% kematian akibat
PJK pada laki-laki dan 11% pada perempuan disebabkan karena
kebiasaan merokok (Huon H, 2002). Orang yang tidak merokok dan
tinggal bersama perokok (perokok pasif) memiliki peningkatan risiko
sebesar 20-30% dibanding dengan orang yang tinggal dengan
bukan perokok. Risiko terjadinya PJK akibat merokok berkaitan
dengan dosis dimana orang yang merokok 20 batang rokok atau
lebih dalam sehari memiliki risiko sebesar 2 hingga 3 kali lebih
tinggi daripada populasi umum untuk mengalami kejadian PJK
(Supriyono, 2008).
Peran rokok dalam patogenesis PJK merupakan hal yang
kompleks diantaranya:
a) Timbulnya aterosklerosis
b) Peningkatan tekanan darah dan denyut jantung
c) Provokasi aritmia jantung
d) Peningkatan kebutuhan oksigen miokard
e) Penurunan kapasitas pengangkutan oksigen
f) Risiko terjadinya PJK akibat merokok turun menjadi 50% setelah
satu tahun berhenti merokok dan menjadi normal setelah 4 tahun
berhenti. Rokok juga merupakan faktor risiko utama dalam
terjadinya penyakit saluran nafas, saluran pencernaan, cirrhosis
hepatis, kanker kandung kemih dan penurunan kesegaran
jasmani.
d. Penyakit Diabates Mellitus
Diabetes mellitus berhubungan dengan perubahan fisik-
pathologi pada sistem kardiovaskular. Diantaranya dapat berupa
disfungsi endothelial dan gangguan pembuluh darah yang pada
akhirnya meningkatkan risiko terjadinya Coronary Artery Diseases
(CAD). Kondisi ini dapat mengakibatkan terjadinya mikroangiopati,
fibrosis otot jantung, dan ketidaknormalan metabolisme otot jantung
(Christophe Bauters, 2003).
Diabetes melitus memperburuk prognosis PJK. Angka
kematian karena PJK meningkat 40-70% pada penderita diabetes.
Penderita diabetes wanita memiliki risiko terkena PJK 3-7 kali
dibandingkan dengan wanita yang tidak menderita diabetes. Pada
penderita diabetes tipe 2 (tidak tergantung pada insulin),
peningkatan risiko PJK berkaitan erat dengan kelainan lipoprotein,
yaitu rendahnya HDL dan peningkatan trigliserida. Oleh karena itu,
kontrol gula darah melalui obat, diet, dan olahraga dapat membantu
menekan risiko terkena PJK pada penderita diabetes
(Notoadmodjo, 2011).
e. Stres
Respon tubuh terhadap stres adalah keluarnya hormon-
hormo dan neurotransmiter, diantaranya paling dominan adalah
pengeluaran adrenalin dan nornadrenalin. Selain itu, stres juga
merangsang otak mengeluarkan hormon adenokortikotropik,
kortisol, aldosteron, vasopressin, dan thyroid stimulating hormone.
Apabila substansi-substansi ini meningkat di dalam tubuh, maka
denyut jantung akan bertambah cepat dan kuat, pembuluh darah
mengadakan vasokonstriksi, kolesterol darah meningkat, gula
darah meningkat, sel-sel darah cenderung bergumpal (Kabo, 2008).
Dalam Norwegian Study, pemeriksaan kolesterol pada sembilan
orang mahasiswi kedokteran usia 22-33 tahun saat ujian dan 48
jam setelah ujian. Dua bulan kemudian kadar kolesterol diperiksa
lagi saat jeda, ternyata kolesterol total meningkat 20% selama ujian
(Notoadmodjo, 2011).
f. Kelebihan berat badan dan obesitas.
Seseorang disebut obesitas bila berat badannya melebihi
20% dari berat badan normal dan mengalami penimbunan lemak
yang berlebihan. Penelitian melaporkan kaitan erat obesitas sentral
atau obesitas abdominal (perut) dengan PJK. Jaringan lemak
abdominal merupakan prediktor terjadinya PJK dan kematian.
Suatu studi melaporkan bahwa sekitar 30% kematian akibat PJK
terjadi pada mereka yang menderita obesitas dan umumnya proses
arteriosklerosis dimulai pada penderita obesitas pada usia 50 tahun
(Notoatmodjo, 2011).
Penurunan berat badan diharapkan dapat menurunkan
tekanan darah, memperbaiki sensitivitas insulin, pembakaran
glukosa dan menurunkan dislipidemia. Hal tersebut ditempuh
dengan cara mengurangi asupan kalori dan menambahkan aktivitas
fisik (Supriyono, 2008).
C. Tinjauan Pustaka Tentang Sagu (Metroxylon sp.)
1. Pengertian Sagu dan Klasifikasi Sagu
Sagu termasuk tumbuhan monokotil dari keluarga (famili)
Palmae, Marga (genus) Metroxylon dari ordo Spadiciflorae. Di
kawasan IndoPasifik terdapat lima marga Palma yang zat tepungnya
telah dimanfaatkan, yaitu Metroxylon, Arenga, Coryphya, Euqeissona,
dan Caryota. Pohon Arenga Pinnata dikenal dengan sagu aren,
kandungan seratnya sangat besar dan hampir seluruh batangnya
diliputi serat kasar (Ebook, 2006).
Di Indonesia, dikenal ada dua spesies sagu, yakni sagu sisika
yang berduri (Metroxylon rumphii Mart.) dan sagu beka yang tidak
berduri (Metroxylon sago Rottb.) Sagu beka yang tidak berduri
memiliki lebih banyak keunggulan dibandingkan dengan sagu sisika
yang berduri. Namun populasi sagu beka hanya 20% dari total
populasi yang ada. Pada umumnya tanaman sagu tumbuh liar, namun
ada juga yang sengaja ditanam oleh petani meskipun jarak tanam dan
tata ruasnya belum memenuhi syarat agronomis. Biasanya, sagu
tumbuh di daerah rawa yang berair tawar atau daerah rawa yang
bergambut dan di daerah sepanjang aliran sungai, sekitar sumber air,
atau di hutan rawa yang kadar garamnya tidak terlalu tinggi dan tanah
mineral di rawa-rawa air tawar dengan kandungan tanah liat lebih dari
70% dan bahan organik 30%. Pertumbuhan sagu yang paling baik
adalah pada tanah liat kuning coklat atau hitam dengan kadar bahan
organik tinggi (Bintoro, 2008).
Palma sagu (Metroxylon sp.) dalam botani sagu digolongkan
menjadi dua, yaitu palma sagu yang berbunga dua kali atau lebih
(pleonanthic) dan palma sagu yang berbunga hanya sekali
(hapaxanthic). Kedua golongan palma sagu tersebut adalah sebagai
berikut (Ebook, 2006) :
a) Pohon sagu yang berbunga hanya satu kali selama hidupnya terdiri
dari :
1) Metroxylon longispinum MART, terdapat di Maluku. Jenis ini
kurang disukai karena produksi tepungnya rendah sekitar 200
kg tiap pohon. Pohon sagu tersebut dikenal dengan sagu
merah (red sago) atau sagu “makanaru”. Patinya tidak enak,
walaupun dapat dimakan.
2) Metroxylon microcanthum MART, sagu ini dikenal dengan sagu
rotan dan terdapat di daerah Maluku dan Pulau Seram.
Tepungnya kurang disukai.
3) Metroxylon rumphii MART, sagu ini dikenal dengan nama sagu
“tuni” atau “lapia tuni” di Ambon. Tiap pohon dapat
menghasilkan 500 kg tepung sagu dan tepungnya enak.
Spesies ini paling komersil dan paling banyak tumbuh di
Indonesia.
4) Metroxylon sagu ROTT, jenis tanaman ini banyak dijumpai di
kepulauan Riau. Tiap pohon dapat menghasilkan 200 kg
tepung sagu. Tepung ini juga paling disukai dan mempunyai
sebutan sagu perempuan atau sagu “molat” (lapia mulat).
5) Metroxylon Sylvester MART, tepung sagu dari jenis ini kurang
disukai dan kurang enak. Pohon sagu jenis ini banyak terdapat
di Halmahera dan mempunyai nama lain sagu “ihur”.
b) Pohon sagu yang berbunga lebih dari satu kali selama hidupnya.
Tepung sagunya kurang disukai dan kandungan karbohidratnya
rendah. Jenis sagu ini ialah Metroxylon filare dan Metroxylon
elatum.
Pohon Sagu (Hasil potret di Desa Buangin, 2017)
2. Potensi Sagu di Indonesia
Indonesia memiliki areal pertanaman/hutan sagu terluas di
dunia, serta diversitas genetik yang terkaya. Luas areal sagu
Indonesia diperkirakan sekitar 1.398 juta hektar atau 56.51 persen dari
2.474 juta hektar areal sagu dunia, disusul oleh Papua New Guinea
sebesar 41.23 persen. Namun dari segi pemanfaatannya, Indonesia
masih jauh tertinggal dibandingkan dengan Malaysia (bahkan sudah
membuat perkebunan sagu) dan Thailand yang masing-masing hanya
memiliki areal seluas 1.82 persen dan 0.12 persen (Flach 1997 dalam
Louhenapessy et al. 2010).
Pohon sagu banyak dijumpai diberbagai daerah di Indonesia,
terutama di Indonesia bagian timur dan masih tumbuh secara liar.
Diperkirakan luas area tanaman sagu di dunia kurang lebih 2.200.000
ha, 1.128.000 ha diantaranya terdapat di Indonesia. Jumlah tersebut
setara dengan 7.896.000 – 12.972.000 ton pati sagu kering per tahun
(Ebook, 2006).
Usia panen tanaman sagu, dihitung sejak penanaman pertama,
diperlukan waktu sekitar 12 tahun (Haryanto dan Pangloli, 1992). Ciri-
ciri pohon sagu yang kandungan patinya mencapai maksimum dan
siap untuk dipanen adalah apabila pangkal daun yang terletak
disebelah bawah pelepah daun berwarna kelabu biru (Ebook, 2006).
Populasi tanaman per hektar kurang lebih 200 rumpun, sehingga
diperoleh tebangan 800 batang. Hasil tepung kering per batang sagu
antara 100 sampai dengan 200 kg, atau minimal dari tiap hektar hutan
sagu akan dapat dipanen 80 ton sagu kering, atau 6,6 ton tepung
sagu kering per tahun. Akan tetapi dalam prakteknya, potensi
maksimal dari satu hektar hutan sagu per tahun, bisa mencapai 20 ton
tepung kering (Haryanto dan Pangloli, 1992).
3. Produksi Pati Sagu
Ciri-ciri pohon sagu siap panen pada umumnya dilihat dari
perubahan yang terjadi pada daun, duri, pucuk dan batang. Umumnya
taaman sagu siap panen menjelang pembentukan primodia bunga
atau kuncup bunga buah muncul tetapi belum mekar. Pada saat
tersebut daun-daun terakhir yang keluar mempunyai jarak yang
berbeda dengan daun sebelumnya dan daun terakhir juga agak
berbeda, yaitu lebih tegak dan ukurannya kecil. Perubahan ini adalah
pucuk menjadi agak menggelembung. Di samping itu duri semakin
berkurang dan pelepah daun menjadi lebih bersih dan licin dibanding
dengan pohon yang masih muda (Ebook, 2006).
Usia panen tanaman sagu, dihitung sejak penanaman pertama,
diperlukan waktu sekitar 12 tahun. Populasi tanaman per hektar
kurang lebih 200 rumpun, sehingga diperoleh tebangan 800 batang.
Hasil tepung kering per batang sagu antara 100 sampai dengan 200
kg, atau minimal dari tiap hektar hutan sagu akan dapat dipanen 80
ton sagu kering, atau 6,6 ton tepung sagu kering per tahun. Akan
tetapi dalam prakteknya, potensi maksimal dari satu hektar hutan sagu
per tahun, bisa mencapai 20 ton tepung kering (Haryanto dan
Pangloli, 1992).
Pada umumnya pemanenan sagu masih dilakukan secara
sederhana dan dengan tenaga manual, setelah dipilih pohon sagu
yang akan ditebang, dilakukan persiapan penebangan. Biasanya
penebangan dilakukan dengan menggunakan kapak. Setelah pohon
tumbang, pelepahnya dibersikan dan sebagian ujung batang dibuang
karena kandungan patinya rendah. Di daerah Irian Jaya dan Maluku,
pohon yang sudah dibersihkan dipotong-potong menjadi bagian-
bagian yang pendek-penek dengan ukuran 1,5-2 meter. Gelendongan
tersebut kemudian dibawa ke parit-parit atau sumber air terdekat
langsung di ekstraksi. Sedangakan di kendari kadang-kadang pohon
sagu langsung diolah di tempat penebangan dengan membuat sumur-
sumur darurat di sekitar penebangan sebagai sumber air untuk proses
ekstraksi (Ebook, 2006).
Komponen yang paling dominan dalam tepung sagu adalah pati
atau kabohidrat. Pati ini berupa butiran atau granula yang berwarna
putih mengkilat, tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa. Granula pati
mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam sesuai dengan
sumbernya. Pati sagu berbentuk elips lonjong, dan berukuran relatif
lebih besar dari pati serealia. Pati sagu yang berasal dari hasil
ekstraksi empulur/batang sagu bebas dari bahan kimiawi, merupakan
ingredien alami, layak dikonsumsi sebagai bagian dari diet tiap hari
dan memiliki fungsi tertentu dalam metabolisme tubuh (Papilaya,
2009).
Ekstraksi pati sagu merupakan proses pengolahan terhadap
empulur batang pohon sagu (Metroxylon sp.) untuk mendapatkan pati
yang terkandung di dalamnya. Prinsip ekstraksi pati sagu terdiri dari
pembersihan gelondongan atau batang sagu yang sudah ditebang
dari kulit serat yang kasar setebal 2 – 4 cm, pembelahan gelondongan
menjadi beberapa bagian dengan panjang 40 – 70 cm. Setelah itu
dilakukan pemarutan dan pemisahan pati sagu dari sabut serta
pengeringan pati sagu (Ebook, 2006).
Gambar 2.5 Diagram Alir Proses Pengolahan Sagu Basah dan
Tepung Sagu Kering Dengan Teknologi Sederhana
4. Kandungan Gizi Sagu
Sagu merupakan bahan makanan dengan kandungan
karbohidrat mudah larut sedangkan kandungan protein, lemak dan
mineral yang sangat rendah. Hasil analisis Kimia tepung dan Ampas
sagu Metroxylon sp. Sebagai berikut: Tepung sagu: kadar air 13,1%,
protein kasar 1,6%, lemak 0,5%, serat kasar-, abu 0,5%, dan KH
87,7%. Sedangkan ampas sagu: kadar air 12,2%, protein kasar 3,3%,
lemak 0,3%, serat kasar 14%, abu 5%, KH 64,4%. Selain itu setip 100
gr tepung sagu juga mengandung Ca 11 mg, P 13 mg, Fe 1,5 mg,
vitamin B 0,01 mg. kandungan kalori sagu adalah 353 kal/100 gr,
bandingkan dengan jagung giling 361 kal, beras giling 360 kal, ubi
kayu 195 kal, ubi jalar 143 kal (Harsanto, 1976, dalam Huningkor,
2016).
Tepung sagu kaya dengan karbohidrat namun sangat miskin
gizi lainnya. Protein, vitamin, dan mineral yang terdapat dalam tepung
sagu sangat sedikit. Kandungan gizinya secara lengkap dapat dilihat
pada Tabel 2.3
Tabel 2.3 Nilai Gizi Sagu dan Beberapa Bahan Pangan per 100 gram
Komponen Kalori (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Serat (g)
Beras giling 375 8,4 1,7 77,1 0,2 Ketala
pohon/Singkong 154 1,0 0,3 36,8 0,9
Ubi jalar 83 1,5 0,2 18,8 0,6 Jagung kuning 147 5,1 0,7 31,5 1,3
Sagu aren kering
355 0,6 1,1 85,6 0,3
Sagu aren segar 231 0,6 0,2 56,6 3,2 Sagu lempeng 347 0,9 0,3 85,2 4,7
Papeda 61 0,2 0,1 14,9 0,5 Ongol-ongol
sagu 111 0,3 2,7 21,2 0,3
Kapurung 41 2 0,3 7,8 2 Sumber: Tabel Komposisi Pangan, 2009
Kandungan protein sagu memang rendah, namun dapat
dilengkapi dengan protein ikan dan sayuran melalui menu makan
seperti papeda dan atau sagu lempeng di tambah ikan kuah, ikan
bakar ditambah colo-colo dan sayuran(menu sagu khas Maluku). Pati
sagu juga mengandung 3,69-5,96% serat pangan (Achmad et al.,
1999) dan nilai Indeks Glikemik (IG) 28, termasuk dalam kategori
rendah karena kurang dari 55 (Purwani et al., 2006). Rasio amilosa
dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu sendiri. Apabila
kadar amilosa tinggi, maka pati akan bersifat kering, kurang lekat, dan
cenderung menyerap air lebih banyak (higroskopis).
5. Pemanfaatan Sagu
Dalam perspektif diversikasi pangan, sagu dapat diolah mejadi
berbagai macam bentuk sajian yang menarik. Pati sagu dapat dioleh
menjadi berbagai produk organis-tradisional, antara lain: papeda,
sinoli, ongol-ongol, sagu lempeng, sagu gula, sagu tumbuh, bubur ne,
sagu mutiara, bagea dan lainnya. Disamping itu, pati sagu/tepung
sagu kering sudah dapat dioleh menjadi aneka penganan/produk
kontemporer-fungsional, antara lain: bika, brouwnis, rollcook, bruder,
roti, mi, bakso, dan lainnya (Papilaya, 2009).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nur Hayati (2014)
tentang preferensi masyarakat terhadap makanan berbahan sagu
sebagai alternatif sumber karbohidratdi Luwu dan Luwu Utara
menyatakan bahwa kebiasaan mengkonsumsi sagu sudah ada sejak
dari nenek moyang mereka. Apabila satu hari saja tidak makan sagu,
mereka merasa “haus”. Permintaan sagu akan meningkat apabila
menjelang bulan Ramadhan, karena mereka menjadikan kapurung
sebagai makanan pembuka puasa. Bahkan setaip kali ada pesta atau
upacara adat selalu ada menu makanan berbahan baku sagu. Jenis
makanan olahan yang digemari di Kabupaten Luwu adalah Kapurung
(98,33%) sedangkan di Luwu Utara 54,1% dan dange 45,9%. Di Luwu
Utara juga terjadi perbedaan pola konsumsi sagu, misalnya di daerah
pesisir lebih menyukai jenis olahan “dange” karena dianggap lebih
mengenyangkan dibanding “kapurung” (Nurhayati, 2014).
Penelitian lain tentang manfaat sagu bagi petani hutan rakyat di
Kabupaten Konawe Selatan oleh Nurhaedah (2014) menyatakan
bahwa Kabupaten Konawe Selatan didominasi oleh Suku Tolaki yang
memiliki budaya dan kebiasaan untuk makan sagu. Sinonggi adalah
makanan pokok Suku Tolaki yang terbuat dari saripati sagu. Di
Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan makanan serupa dikenal
dengan nama Kapurung dan di Kepulauan Maluku disebut Papeda.
Meskipun makanan tersebut memiliki kemiripan bahan, cara
penyajiannya agak berbeda. Untuk sinonggi, tepung sagu yang sudah
dimasak tidak dicampurkan dengan sayur, kuah ikan, sambal dan
bumbu lainnya, namun tergantung selera penikmat. Bagi suku Tolaki,
sinonggi dahulu merupakan makanan pokok, namun saat ini telah
menjadi makanan sekunder pengganti beras pada masa paceklik.
D. Kerangka Teori
Gambar 2.6 Kerangka Teori Penelitian
Sumber : teori H.L.Blum,
Zougwu, et al., 2013, Willet, et
al. 2002, Notoatmodjo, 2011,
Modifikasi Peneliti
Glukosa Darah
Frekuensi Konsumsi
Jenis Makanan
Jumlah konsumsi
Sagu
Mencegah
disfungsi sel β
Tinggi Serat IG Rendah
Obesitas
Sentral
Absorbsi KH
Hormon insulin Metabolise Lemak
Prediabetes
Diabetes
Mellitus
Penyakit Jantung
Koroner
aterosklerosis
Perilaku / Gaya
Hidup
Aktifitas Fisik Pola Konsumsi
Lingkungan
Konsumsi
Alkohol
Merokok
Hipertensi
E. Kerangka Konsep
Keterangan :
Variabel Terikat : Pola Konsumsi Sagu
Variabel Bebas : kadar LDL dalam darah
Variabel antara :Lingkar perut, tekanan darah
Gambar 2.7 Kerangka Konsep
Kadar LDL dan HDL
Lingkar Perut
Tekanan Darah
Pola Konsumsi
Sagu
Sering mengonsumsi
sagu
Jarang mengonsumsi
sagu
F. TABEL SINTESA
No Nama/Tahun dan Sumber Jurnal
Judul Penelitian Desain Penelitian
Sampel Hasil
1. Parvin Mirmiran et al Nutrients 2016, 8, 686; doi:10.3390/nu8110686
A Prospective Study of Different Types of Dietary Fiber and Risk of Cardiovascular Disease: Tehran Lipid and Glucose Study
Kohort Prospektif
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis bahwa diet dari berbagai jenis asupan serat dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Sejak tahun 2006-2008 digunakan FFQ untuk melihat asupan serat pada sampel yang berjumlah 2295 responden yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Sampel kemudian diikuti sampai tahun 2012 untuk melihat kejadian CVD.
Hasil penelitian bahwa rata-rata umur responden laki-laki (42,8%). Standar deviasi jumlah asupan serat adalah 23,4 (8,9) g/hari. Terdapat hubungan yang signifikan antara asupan serat total, serat larut air, tidak larut terhadap risiko CVD. Disimpulkan bahwa asupan tinggi serat dari berbagai sumber berhubungan dengan CVD dan dapat memodifikasi faktor risiko utama CVD.
2. Yusuf Honingkor (2015) Disertasi, Universitas Hasanuddin
Pengaruh Makanan Pokok Tradisional Maluku terhadap Faktor Ridiko Penyakit Jantung Koroner: Kajian tentang Lipolisis, Lipogenepsis, dan Free Fatty Acid terhadap Mekanisme Atherosklerosis.
Cross Sectional
Sampel diambil dari populasi laki-laki suku Maluku dengan usia 40-60 tahun, 73 orang di Kota Ambon yang menggunakan Non-MPTM, dan 73 orang di Desa Taniwel yang menggunakan MPTM.
MPTM diduga dapat menurunkan faktor risiko PJK melalui modifikasi terhadap obesitas dan kadar adiponektin tubuh. Aktivitas fisik berat diduga tidak berpengaruh secara bermakna.
3. Eny A. Watumlawar, dkk (2015) Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015
Pengaruh pemberian sagu dibanding nasi terhadap berat badan tikus wistar
Eksperimental laboratorium acak pre-post test with control group design
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian sagu terhadap berat badan dibanding nasi pada tikus wistar. Subjek penelitian ialah tikus wistar jantan berusia 5-6 bulan dibagi atas 2 kelompok: kelompok nasi (kontrol) dan kelompok sagu. Sagu dimasak dalam bentuk papeda
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sagu sebanyak 2 cc setiap hari selama seminggu mampu meningkatkan berat badan secara bermakna (p = 0,001) sedangkan pemberian nasi menurunkan berat badan (p=0,001).
sebanyak 75 g sagu kering dan 300 mL air. Tikus diperlihara selama 2 minggu. Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan. Data dianalisis dengan uji Wilcoxon.
3 Mamat Supriyono (2008)
Faktor-Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Penyakit Jantung Koroner Pada Kelompok Usia < 45 Tahun (Studi Kasus Di Rsup Dr. Kariadi Dan Rs Telogorejo Semarang) Tesis Universitas Diponegoro Semarang
Case Control Jumlah sampel 80 kasus dan 80 kontrol. Kasus adalah pasien pasien penyakit jantung koroner yang pernah dan sedang dirawat di RSUP Dr. Kariadi Semarang dan RS Telogorejo Semarang yang diperoleh dari observasi langsung dan dari data rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
faktor-faktor yang terbukti berpengaruh terhadap kejadian PJK dan merupakan faktor risiko PJK pada kelompok usia < 45 tahun adalah: dislipidemia, kebiasaan merokok, penyakit DM dan penyakit DM dalam keluarga.
4. Dewi Merien Sari, Azrimaidaliza, dan Idral Purnakrya (Jurnal Kesehatan Masyarakat, Maret 2010-September 2010, Vol. 4. No. 2)
Faktor Resiko Kolesterol Total Pasien Penyakit Jantung Koroner di Rumah Sakit Achmad Mochtar Bukittinngi
Case Control Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor resiko dari kadar kolesterol total pada pasien PJK di RSAM Bukittinggi. Jumlah sampel 68 responden dengan rasio kasus dan kontrol, yaitu 1:1, dimana kasus adalah pasien PJK di Poli klinik Jantung dan kontrol adalah pasien di poli klinik Karyawan yang tidak menderita PJK dengan matching umur, jenis kelamin dan pekerjaan.
Hasil penelitian menunjukkan konsumsi makanan berserat dan IMT responden merupakan faktor resiko kadar kolesterol total. Diketahui responden dengan konsumsi makanan berserat kurang beresiko 3,684 kali untuk memiliki kadar kolesterol tinggi dibanding responden dengan konsumsi makanan berserat cukup. Dan responden dengan kategori IMT tinggi beresiko 4,643 kali memiliki kadar kolesterol total yang tinggi dibanding responden dengan ategori IMT normal.
5. Yunita Diana Sari, Sri Prihatini, dan Krisnawati Bantas. Penel Gizi Makan, Juni 2014 Vol. 37 (1): 51-58
Asupan Serat Makanan Dan Kadar Kolesterol-LDL Penduduk Berusia 25-65 Tahun Di Kelurahan Kebon Kalapa, Bogor
Cross sectional menggunakan sampel dari data dasar (baseline data) studi kohor Faktor Risiko PTM tahun 2011.
Sampel penelitian adalah penduduk berusia 25-65 tahun dengan jumlah sampel 1.265 orang di Kelurahan Kepon Kalapa Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Responden berasal dari 9 RW dari 10 RW yang berada di Kelurahan Kebon Kalapa, yang terdiri dari 45 RT. Variabel yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, riwayat menderita penyakit diabetes, kebiasaan minum minuman beralkohol, berat badan, tinggi badan, aktivitas fisik dan asupan gizi makrp (KH, protein, lemak), asupan serat-makanan, dan LDL.
Sebesar 78,3% penduduk usia 25-65 tahun mempunyai kadar kolesterol LDL tinggi dengan kadar rata-rata 120 mg/dl serta rata-rata asupan serat-makanan sebesar 7 gram/hari. Seluruh responden (100%) mengonsumsi serat makanan dibawah yang dianjurkan dimana 78,3% diantaranya mempunyai kadar kolesterol LDL tinggi. Variabel umur, asupan lemak dan asupan protein nabati mempunyai hubungan yang signifikan dengan kadar kolesterol LDL.
G. Definisi Operasional
1. Pola konsumsi sagu : gambaran konsumsi sagu seperti kapurung,
dange, kue bagea dan produk olahan sagu lainnya yang dikonsumsi
responden dalam sehari.
a. Sering mengonsumsi sagu : apabila responden yang makanan
pokok utamanya adalah sagu dalam bentuk olahan kapurung dan
dange yang dikonsumsi satu kali atau lebih setiap hari.
b. Jarang mengonsumsi sagu : apabila responden yang makanan
pokok utamanya adalah nasi sebagai sumber karbohidrat harian.
2. Low Density Lipoprotein (LDL) : Lipoprotein plasma yang
mengandung 10 % trigliserida, 40 % kolesterol dan ester kolesterol, 30
% fosfolipid dan 20 % protein yang berfungsi membawa kolesterol dan
fosfolipid ke berbagai jaringan untuk sintesis membran dengan satuan
mmHg.
3. High Density Lipoprotein (HDL) : Lipoprotein yang terdiri dari 52%
protein dan 48% lemak yang berperan sebagai transport kolesterol
dari jaringan perifer ke hepar dengan satuan mmHg.
4. Lingkar perut : Lingkar perut diukur dengan menggunakan meteran
plastik. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan alat ukur melingkar
perut secara horizontal dimana merupakan bagian paling kecil dari
tubuh. Bagi mereka yang gemuk, dimana sukar untuk menemukan
bagian paling kecil, daerah yang harus diukur adalah antara tulang
rusuk dengan tonjolan iliaca.
5. Tekanan darah : Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan
menggunakan alat sphygmonometer air raksa dalam satuan mmHg.
Pengukuran dilakukan dalam posisi duduk dengan lengatas diletakkan
di atas eja. Bunyi krotkoff 1 dinilai sebagai TDS dan korotkoff 5
sebagai TDD.
6. Aktivitas fisik : Penilaian aktivitas fisik dilakukan melalui
pengukuran aktivitas sehari-hari selama 24 jam yang berdasarkan nilai
PAL (Physical Activity Level).
H. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
1. Kriteria Inklusi
1) Perempuan berusia 35-55 tahun yang sering mengonsumsi sagu
di Desa Buangin, Kelurahan Masamba dan Desa Kaluku.
2) Perempuan berusia 35-55 tahun yang jarang mengonsumsi sagu
di Desa Buangain, Kelurahan Masamba dan Desa Kaluku.
3) Perempuan yang bersedia ikut dalam penelitian dan
menandatangani informed consent.
2. Kriteria Eksklusi
1) Individu yang sedang menderita penyakit hipertensi, diabetes
melitus atau infeksi berat.
2) Individu yang sedang mengonsumsi obat anti hipertensi, anti
diabetik, obat dislipidemia, steroid.
3) Ibu hamil.
4) Ibu dengan sedentary life
I. Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :
H0 : Tidak ada perbedaan kadar LDL dan HDL pada kelompok yang
sering mengonsumsi sagu dan kelompok yang jarang
mengonsumsi sagu.
Ha : Ada perbedaan kadar LDL dan HDL pada kelompok yang sering
mengonsumsi sagu dan kelompok yang jarang mengonsumsi
sagu.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitinan yang digunakan adalah penelitian
observasional dengan metode cross sectional yaitu suatu penelitian untuk
mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek,
dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada
suatu saat atau point time approach pada populasi yang sering mengonsumsi
sagu dan yang jarang mengonsumsi sagu.
Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu kelompok yang sering
mengonsumsi sagu dan kelompok yang jarang mengonsumsi sagu,
sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemeriksaan LDL dan
HDL.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2017. Lokasi
penelitian adalah Desa Buangin, Kelurahan Masamba dan Desa Kaluku di
Kabupaten Luwu Utara.
Pemilihan lokasi didasarkan pada data produksi sagu terbanyak yaitu
di Luwu Utara. Dan berdasarkan hasil observasi, Desa Buangin merupakan
desa yang memiliki pohon sagu yang tergolong banyak dibandingkan dengan
desa lainnya.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Utara Nomor 02
Tahun 2011 menyatakan bahwa kawasan khusus pengembangan sagu yang
ada di kabupaten yaitu kecamatan Sabbang, Kecamatan Baebunta,
Kecamatan Malangke, Kecamatan Malangke Barat, Kecamatan
Mappedeceng, Kecamatan Sukamaju, Kecamatan Bone-Bone, dan
Kecamatan Masamba yang lokasinya disepanjang pinggiran sungai dan
daerah genangan (Perda Luwu Utara, 2011).
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi merupakan seluruh subjek yang akan diteliti dan
memenuhi karakteristik yang ditentukan (Agus Riyanto, 2013). Populasi
dalam penelitian ini adalah semua perempuan yang berusia 35-45 tahun di
Desa Buangin, Kelurahan Masamba dan Desa Kaluku.
2. Sampel
Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diharapkan dapat
mewakili atau representatif populasi. Adapun sampel dalam peilitian ini
didapatkan dengan memilih berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
Adapun jumlah sampel yang dibutuhhkan dalam penelitian ini
diperoleh dengan menggunakan rumus lemeshow, yaitu :
� = �� ����� �⁄ � ����� �
(�� − ��) �
Keterangan :
N : perkiraan besar sampel
S : Standar deviasi
Z1-α/2 : Nilai standar alpha. Nilai merupakan
judgment/ketetapan peneliti = 95% = 1.96
Z1-β : Nilai standar dari beta. Nilainya merupakan
judgment/ketetapan peneliti = 80% = 0.84
x1 – x2 : selisih rerata minimal yang dianggap bermakna anatara
kelompok satu dan kelompok dua.
� = �� ����� �⁄ � ����� �
(�� − ��) �=
125.52�(1.96 + 0.84) �
(149.808 − 95.219)= 41.45 = 42
Sehingga perkiraan besar sampel yang dibutuhkan untuk 1 kelompok
adalah 42 orang, dan total sampel adalah 84 orang.
D. Pengambilan Sampel
Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan cluster random
sampling, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan terhadap sampling unit,
dimana sampling unitnya terdiri dari satu kelompok (cluster). Tiap individu
didalam kelompok yang terpilih akan diambil sebagai sampel. Peneliti akan
memberikan kuesioner pada subjek yang memiliki karakteristik yang telah
ditentukan yang secara tidak sengaja ditemukan oleh peneliti di daerah yang
menjadi lokasi penelitian.
E. Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
1. Pengumpulan data
a. Data primer
Data lingkar perut dan tekanan darah diperoleh melalui
pengukuran lingkar perut dan tekanan darah yang dilakukan oleh
petugas kesehatan setempat. Data aktivitas fisik, recall 24 jam dan
Food Frequency Semi Kuantitatif diperoleh melalui wawancara langsung
kepada responden.
Pengambilan darah dilakukan di satu titik kumpul, pemeriksaan
awal berupa pengukuran lingkar perut dan tekanan darah dan
dilanjutkan dengan pengambilan darah vena untuk pemeriksaan kadar
HDL dan LDL. Sebelum pengambilan sampel darah, responden
dipastikan telah berpuasa selama 12 jam (tidak boleh makan atau
minum kecuali air putih), hal ini dilakukan untuk memastikan agar hasil
pemeriksaan darah tidak dipengaruhi oleh konsumsi makanan terakhir.
Pengambilan sampel darah dilakukan oleh 2 petugas Unit Transfusi
Darah (UTD) dari RSUD Andi Djemma Masamba. Hasil pengambilan
sampel darah selanjutnya dibawa ke Laboratorium RSUD Addi Djemma
Masamba untuk di analisis lebih lanjut kadar HDL dan LDL dalam darah.
b. Data sekunder
Data diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Luwu Utara dan dari
kantor Kecamatan Sabbang.
2. Instrumen penelitian
1. Food Frekuensi Semi Kuantitatif
2. Recall 24 jam
3. Kuesioner Aktivitas Fisik
4. Disposible (jarum suntik yang digunakan untk mengambil darah
responden).
F. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan program SPSS
for windows versi 22.0.dan aplikasi nutrisurvey yang hasilnya akan
dinarasikan dan diperjelas dengan menggunakan tabel dan grafik. Untuk uji
statistik, tingkat kemaknaan (signifikansi) yang digunakan yaitu 0,05.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui dua tahap, yaitu
analisis univariat dan analisis bivariat. Tahapan analisis data
selanjutnyasebagai berikut:
1. Analisis univariat
Dilakukan untuk memperoleh informasi dan gambaran umum
terhadap tiap variabel dari hasil penelitian meliputi karakteristik responden,
frekuensi konsumsi sagu, kadar LDL dan HDL dengan menggunakan table
distribusi frekuensi sehingga menghasilkann distribusi dan persentase
setiap variabel penelitian.
2. Analisis bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk menghubungan hubungan
variabel dependen dan independen dengan menggunakan program SPSS.
Terlebih dahulu dilakukan uji normalitas, jika terdistribusi normal
menggunakan uji independent T-test, tetapi jika tidak normal harus
menggunakan uji Mann Whitney.
G. Alur Penelitian
Gambar 2.8 Kerangka Alur Penelitian
Pendataan Awal 1. Menetap di kabupaten Luwu Utara
2. Frekuensi konsumsi Sagu 3. Tidak/belum didiagnosa dokter
menderita hipertensi 4. Tidak sedang mengkonsumsi obat
hipertensi
Populasi Penelitian
Perempuan usia 35-55 tahun N= 84
Pengukuran tekanan darah dan
Lingkar perut
Pengukuran asupan makanan dengan
Recall 24 jam dan pengukuran pola
konsumsi dengan menggunakan FFQ
semi kuantitatif, aktivitas fisik
Pemeriksaan
Laboratorium
Kadar HDL Kadar LDL
Entri Data
Analisis Data
H. Kerangka Penarikan Sampel
Gambar 2.9 Kerangka Pengambilan Sampel
Populasi
Kabupaten Luwu
Utara
Rumus Lemeshow
Berdasarkan penelitian
Yusuf Huningkor 2015.
Berdasarkan Perda Luwu
Utara Bahwa Desa Buangin
termasuk kawasan khusus
pengembangan sagu
n = 42 orang
per daerah
Populasi Desa
Buangin
Populasi Kelurahan Masamba
Populasi Desa
Kaluku
1. Menetap di lokasi
penelitian selama minimal
5 tahun
2. Wanita usia 35-55 tahun
3. Tidak memiliki riwayat HT
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2017 yang
berlokasi di tiga kecamatan di Kabupaten Luwu Utara yaitu di Kecamatan
Sabbang (Desa Buangin), Kecamatan Masamba (Kelurahan Masamba) dan
Kecamatan Sukamaju (Desa Kaluku) yang pada awalnya tidak termasuk
dalam lokasi penelitian. Penambahan satu lokasi dikarenakan di kedua lokasi
awal tidak mencukupi total sampel yang dibutuhkan sehingga dilakukan
pelebaran lokasi pengambilan sampel ke daerah terdekat dengan Kecamatan
Masamba yaitu Kecamatan Sukamaju.
Sampel dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok yang sering
mengonsumsi sagu dan kelompok yang jarang mengonsumsi sagu, dimana
setiap kelompok terdiri dari 42 sampel sehingga total sampel secara
keseluruhan dalam penelitian ini yaitu 84 sampel. Pengambilan sampel
dalam penelitian ini adalah seseorang yang tidak memiliki riwayat hipertensi,
tidak/belum pernah didiagnosa dokter sedang hipertensi dan sedang tidak
mengonsumsi obat hipertensi.
Pengumpulan data dimulai dengan menjelaskan maksud dan tujuan
dari penelitian, data-data yang diperlukan dalam penelitian, metode
pengambilan darah, risiko serta ketidaknyamanan yang mungkin akan
dialami oleh sampel selama penelitian, dan keuntungan yang diperoleh jika
bersedia menjadi sampel dalam penelitian. Kemudian, peneliti menawarkan
kesediaan menjadi sampel penelitian. Sampel yang telah bersedia dianjurkan
untuk berpuasa selama 12 jam sebelum dilakukan pengambilan darah untuk
kadar LDL dan HDL pada keesokan harinya. Pengambilan darah dilakukan di
satu titik kumpul. Pemeriksaan awal berupa pengukuran tinggi badan, berat
badan, lingkar perut, tekanan darah dan dilanjutkan dengan pengambilan
darah vena untuk pemeriksaan kadar LDL dan HDL. Peneliti juga melakukan
pengukuran asupan melalui Food Recall 24 jam dan pengukuran pola makan
dengan menggunakan Kuesioner Semi Kuantitatif. Hasil pengambilan darah
selanjutnya dibawa ke Laboratorium RSUD Andi Djemma Masamba untuk di
analisis lebih lanjut.
1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Kabupaten Luwu Utara pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2
wilayah berdasarkan topografinya yaitu wilayah dataran rendah sebanyak
9 kecamatan dengan ketinggian 15-70 meter di atas permukaan laut dan
daratan tinggi sebanyak 3 kecamatan dengan ketinggian di atas 1.000
meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 010 53’ 19”-020 55’ 36”
Lintang Selatan dan 1990 47’ 46” - 1200 37’ 44” Bujur Timur (BPS, 2017).
Kabupaten Luwu Utara secara administrasi terbagi menjadi 12
Kecamatan dan dibagi lagi menjadi sebanyak 172 Desa/UPT dan 7
kelurahan. Kabupaten Luwu Utara terdiri dari 12 wilayah kecamatan
dengan luas masing-masing yaitu: Sabbang (525.08 km2), Baebunta
(295.25 km2), Malangke (229.70 km2), Malangke Barat (214.05 km2),
Sukamaju (255.48 km2), Bone-Bone (127.92 km2), Tanalili (149.41 km2),
Masamba (1,068.85 km2), Mappedeceng (275.50 km2), Rampi (1,565.65
km2), Limbong (686.50 km2), Seko (2,109.19 km2) (BPS, 2017).
Luwu Utara memiliki batas-batas: Sulawesi tengah di Utara,
Sulawesi Barat dan Tana Toraja di sebalah barat dan Kabupaten Luwu
dan Teluk Bone di sebelah selatan (BPS, 2017).
Penduduk Kabupaten Luwu Utara berdasarkan proyeksi penduduk
tahun 2016 sebanyak 305.372 jiwa yang terdiri atas 153.296 jiwa
penduduk laki-laki dan 152.076 jiwa penduduk perempuan. Dibandingkan
dengan proyeksi jumlah penduduk tahun 2015, penduduk Luwu Utara
mengalami pertumbuhan sebesar 0,88 % dengan masing-masing
persentase pertumbuhan penduduk laki-laki sebesar 0,86 % dan penduduk
perempuan sebesar 0,92 %. Sementara itu besarnya angka rasio jenis
kelamin tahun 2016 penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan
sebesar 101 (BPS, 2017).
Kepadatan penduduk di Kabupaten Luwu Utara tahun 2016
mencapai 41 jiwa/km2 dengan rata-rata jumlah penduduk per rumah
tangga 4 orang. Kepadatan penduduk di 12 kecamatan cukup beragam
dengan kepadatan penduduk tertinggi terletak di kecamatan Bone-Bone
dengan kepadatan sebesar 208 jiwa/km2 dan terendah di kecamatan
Rampi sebesar 2 jiwa/km2. Sementara itu jumlah rumah tangga mengalami
pertumbuhan sebesar 0,89% dari tahun 2015 (BPS, 2017).
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Utara Nomor 02
Tahun 2011 menyatakan bahwa kawasan khusus pengembangan sagu
yang ada di kabupaten yaitu kecamatan Sabbang, Kecamatan Baebunta,
Kecamatan Malangke, Kecamatan Malangke Barat, Kecamatan
Mappedeceng, Kecamatan Sukamaju, Kecamatan Bone-Bone, dan
Kecamatan Masamba yang lokasinya disepanjang pinggiran sungai dan
daerah genangan (Perda Luwu Utara, 2011).
2. Karakteristik Umum Responden
Distribusi karakteristik umum responden menurut kelompok sering
mengonsumsi sagu dan kelompok jarang mengonsumsi sagu dapat dilihat
pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Umum Responden
Karakteristik Responden
Kelompok Sering mengonsumsi
sagu
Kelompok Jarang mengonsumsi
sagu n % n %
Usia (tahun) 35-45 46-55
28 14
66.7 33.3
19 23
45.2 54.8
Tempat Tinggal Buangin Masamba Sukamaju
19 7 16
45.2 16.7 38.1
8 9
25
19
21.4 59.5
Pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMA PT
0 9 18 13 2
0
21.4 42.9 31 4.8
2
18 7
13 2
4.8
42.9 16.7 31 4.8
Pekerjaan Guru IRT Pedagang Bidan
0 37 4 1
0
88.1 9.5 2.4
1
31 10 0
2.4
73.8 23.8
0 Sumber : Data Primer Terolah, 2017
Karakteristik responden menunjukkan bahwa umur responden yang
paling banyak pada kelompok sering mengonsumsi sagu terdapat pada
kelompok umur 35-55 tahun yaitu sebanyak 28 orang (66.7%) sedangkan
pada kelompok jarang mengonsumsi sagu terdapat pada kelompok umur
46-55 tahun yaitu sebanyak 23 orang (54.8%).
Tempat tinggal responden pada kelompok sering mengonsumsi
sagu terbanyak di Desa Buangin yaitu 19 orang (45.2%) sedangkan pada
kelompok jarang mengonsumsi sagu terbanyak di Desa Sukamaju yaitu 25
orang (59.5%).
Tingkat pendidikan responden pada kelompok sering mengonsumsi
sagu yaitu pada tingkat SMP sebanyak 18 orang (42.9%) sedangkan pada
kelompok jarang mengonsumsi sagu terbanyak yaitu SD sebanyak 18
orang (42.9%). Pekerjaan responden yang paling banyak yaitu IRT,
masing-masing 31 orang (73.8%) pada kelompok jarang mengonsumsi
sagu dan 37 orang (88.1%) pada kelompok sering mengonsumsi sagu.
2. Perbandingan Rata-rata Lingkar Perut, Tekanan Darah Sistolik dan
Tekanan Darah Diastolik
Hasil analisis statistik rata-rata lingkar perut, tekanan darah sistolik
dan tekanan darah diastolik pada kelompok sering mengonsumsi sagu dan
kelompok jarang mengonsumsi sagu dapat dilihat pada tabel 4.2
Tabel 4.2 Perbandingan Rata-Rata Lingkar Perut, Tekanan Darah Sistolik dan Tekanan Darah Diastolik pada Kelompok Sering Mengonsumsi Sagu
dan Kelompok Jarang Mengonsumsi Sagu
Variabel Sering mengonsumsi sagu
Jarang mengonsumsi sagu P
Value Mean±SD
95 % CI Mean±SD
95% CI Lower Upper Lower Upper
Lingkar Perut
81,68±10,47
78,42 84,94 85±11,04 81,56 88,44 0,161
Tekanan Darah Sistolik
123,57±15,58 118,71 128,43 124,05±16,
97 118,7
6 129,3
4 0,956
Tekanan Darah
Diastolik 87,62±9,83 84,56 90,68
86,43±10,78
83,07 89,79 0,573
Sumber: Data Primer Terolah, 2017
Hasil analisis rata-rata lingkar perut menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang bermakna pada kelompok sering mengonsumsi sagu dan
kelompok jarang mengonsumsi sagu dengan p value 0.161, terlihat bahwa
nilai rata-rata lingkar perut pada kelompok sering mengonsumsi sagu yaitu
81,68 cm (SD 10.47 dan 95% CI 78,42-84,94) dan nilai rata-rata lingkar
perut pada kelompok jarang mengonsumsi sagu yaitu 85 cm (SD 11.04
dan (5% CI 81,56-88,44).
Rata-rata tekanan darah sistolik pada kelompok sering
mengonsumsi sagu dan kelompok jarang mengonsumsi sagu memiliki p
value 0,956 yang artinya tidak ada perbedaan yang bermakna pada rata-
rata tekanan darah sistolik pada kedua kelompok. Nilai rata-rata tekanan
darah sistolik pada kelompok sering mengonsumsi sagu yaitu 123.57
mmHg (SD 15.58 dan 95% CI 118,71-128,43), dan nilai rata-rata tekanan
darah sistolik pada kelompok jarang mengonsumsi sagu yaitu 124,05
mmHg (SD 16.97 dan 95% CI 118,76-129,34).
Sedangkan rata-rata tekanan darah diastolik pada kelompok sering
mengonsumsi sagu dan kelompok jarang mengonsumsi sagu memiliki p
value yaitu 0,573 yang artinya tidak ada perbedaan yang bermakna pada
rata-rata tekanan darah diastolik pada kedua kelompok. Nilai rata-rata
tekanan darah diastolik pada kelompok sering mengonsumsi sagu yaitu
87.6 mmHg (SD 9.83 dan 95% CI 84,56-90,68), dan nilai rata-rata tekanan
darah sistolik pada kelompok jarang mengonsumsi sagu yaitu 86.43
mmHg (SD 10.78 dan 95% CI 83,07-89,79).
3. Perbandingan Rata-Rata Kadar High Density Lipoprotein (HDL) dan
Low Density Lipoprotein (LDL) pada Kelompok Sering mengonsumsi
sagu dan Kelompok Jarang mengonsumsi sagu
Hasil analisis statistik rata-rata LDL dan HDL pada kelompok sering
mengonsumsi sagu dan kelompok jarang mengonsumsi sagu dapat dilihat
pada tabel 4.3
Tabel 4.3 Perbandingan Rata-Rata Kadar LDL dan HDL pada Kelompok Sering
Mengonsumsi Sagu dan Kelompok Jarang Mengonsumsi Sagu
Profil Lipid
Sering mengonsumsi sagu
Jarang mengonsumsi sagu P
Value Mean±SD
95 % CI Mean±SD
95% CI Lower Upper Lower Upper
LDL 77,48 ± 20,95
70,94 84 102.83 ±
30,34 93,38 112,29 0,000
HDL 47,57 ±
9,54 44,59 50,55
52,14 ± 11,88
48,44 55,85 0,055
Sumber: Data Primer Terolah, 2017
Hasil analisis rata-rata kadar LDL pada kelompok sering
mengonsumsi sagu dan kelompok jarang mengonsumsi sagu memiliki p
value 0,000 yang artinya ada perbedaan yang bermakna pada rata-rata
kadar LDL pada kedua kelompok. Rata-rata kadar LDL pada kelompok
sering mengonsumsi sagu yaitu 77,476 mg/dL (SD 20,9 dan 95% CI 70,94-
845), sedangkan pada kelompok jarang mengonsumsi sagu yaitu 102,833
mg/dL (SD 30,34 dan 95% CI 93,38-112,29).
Rata-rata kadar HDL menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
yang bermakna pada kelompok sering mengonsumsi sagu dan kelompok
jarang mengonsumsi sagu konsumsi sagu (p value 0.055). Rata-rata kadar
HDL pada kelompok sering mengonsumsi sagu yaitu 47.571 mg/dL (SD
9,54 dan 95% CI 44,59-50,55), dan nilai rata-rata kadar HDL pada
kelompok jarang mengonsumsi sagu yaitu 52,143 mg/dL (SD 11,88 dan
95% CI 48,44-55,85).
4. Asupan berdasarkan Recall 24 jam
Hasil pengukuran asupan makanan responden melalui food recall
24 jam yang dianalisis dengan nutrisurvey. Hasil analisis meliputi energi
(kkal), protein (g), lemak (g), karbohidrat (g), serat (g), vitamin A (μg),
vitamin E (mg), vitamin C (mg), vitamin B3 (mg), kalsium (mg), magnesium
(mg), zink (mg) dan tembaga (μg). Hasil analisis perbandingan asupan
responden berdasarkan kelompok jarang mengonsumsi sagu dan sering
mengonsumsi sagu dapat dilihat pada tabel 4.4
Tabel 4.4
Perbandingan Asupan Zat Gizi Responden pada Kelompok Sering Mengonsumsi Sagu dan Kelompok Jarang Mengonsumsi Sagu
Asupan
Kelompok Sering mengonsumsi
sagu
Kelompok Jarang
mengonsumsi sagu
P Value
Mean±SD Mean±SD Energi 1882,97 ± 117,65 1863,79 ± 125,69 0,491 Protein 52,85 ± 9,43 58,06 ± 14,30 0,052 Lemak 35,25 ± 11,69 41,82 ± 15,42 0,031
Karbohidrat 335,07 ± 24,24 310,44 ± 43,39 0,019 Serat 8,18 ± 4,84 7,94 ± 3,26 0,943
Vitamin A 528,43±337,22 519,23±619,73 0,125 Vitamin E 3,12±1,28 2,75±1,63 0,124 Vitamin C 27,71±14,88 21,05±21,72 0,009 Vitamin B3 9,34±3,02 9,86±3,03 0,289 Kalsium 223,73±134,33 289,44±409,94 0,050
Magnesium 241,43±44,12 263,28±63,14 0,085 Zink 5,30±1,28 6,71±1,58 0,000
Tembaga 0,74±0,18 0,81±0,18 0,038 MUFA 5,91±2,86 6,36±4,02 0,052 PUFA 5,42±3,11 6,22±3,75 0,378
Sumber: Data Primer Terolah, 2017
Perbandingan asupan pada kedua kelompok menunjukkan bahwa
tidak terdapat perbedaan rata-rata asupan pada asupan energi, protein,
serat, vitamin A, vitamin E, vitamin B3, kalsium, dan magnesium pada
kelompok sering mengonsumsi sagu maupun kelompok jarang
mengonsumsi sagu dengan masing-masing nilai p yaitu p= 0,491; p=
0,052; p=0,943; p= 0,125; p=0,124; p= 0,289; p= 0,050 dan p= 0,085.
Sedangkan untuk asupan lemak, karbohidrat, vitamin C, zink dan tembaga
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan asupan pada kedua kelompok
dengan masing-masing nilai p= 0,031, p=0,019, p= 0,009, p= 0,000 dan p=
0,038. Pada kelompok sering mengonsumsi sagu, rata-rata asupan energi
yaitu 1882,97 kkal, protein 52,85 g, lemak 32,25 g, karbohidrat 335,07 g,
serat 8,18 g, vitamin A 528,43 mcg, vitamin E 3,12 mg, B3 9,34 mg,
kalsium 223,73 mg, magnesium 241,43 mg, zink 5,30 mg, dan tembaga
0,74 mcg. Sedangkan pada kelompok jarang mengonsumsi sagu, rata-rata
asupan energi yaitu 1863,79 kkal, protein 58,06 g, lemak 41,82 g,
karbohidrat 310,33 g, serat 7,94 g, vitamin A 519, 23 mcg, vitamin E 2,75
mg, vitamin C 21,05 mg, B3 2,61 mg, kalsium 289,44 mg, magnesium
263,28 mg, zink 6,71 mg dan tembaga 0,81 mcg.
Penelitian ini juga membandingkan auspan MUFA dan PUFA antara
kedua kelompok yang menunjukkan perbandingan asupan lemak pada
kedua kelompok yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
bermakna pada asupan MUFA dan PUFA pada kedua kelompok dengan p
value PUFA yaitu 0,378 dengan rata-rata asupan PUFA pada kelompok
sering mengonsumsi sagu yaitu 5,42 g sedangkan pada kelompok jarang
mengonsumsi sagu yaitu 6,22 g. Rata-rata asupan MUFA pada kelompok
sering mengonsumsi yaitu 5,91 g sedangkan pada kelompok jarang
mengonsumsi sagu yaitu 6,36 g dengan p value 0,052.
5. Pola Konsumsi berdasarkan FFQ (Food Frekuensi Quesioner) Semi
Kuantitatif
Pengukuran pola konsumsi menggunakan Food Frequency
Questioner (FFQ) semi kuantitatif yang didalamnya terdapat banyak jenis
makanan yang biasa di konsumsi oleh responden. Kemudian dilakukan
wawancara terhadap responden untuk mengetahui frekuensi makanan
kemudian diberikan skor sebagai berikut (Nutritional Epidemiology) :
Tidak Pernah = 0
1-3 kali/bulan = 0.07
1 kali/minggu = 0.14
2-4 kali/minggu = 0.43
5-6 kali/minggu = 0.79
1 kali/hari = 1
2-3 kali/hari = 2.5
≥ 4 kali/hari = 4
Adapun yang termasuk dalam kelompok makanan sumber
karbohidrat yaitu kapurung, dange, nasi, beras merah, jagung kuning, ubi
kayu, ubi jalar ungu, ubi jalar merah, bihun, mie basah, mie kering, mie
instan, macaroni, kentang, tepung, roti tawar, roti isi.
Berdasarkan konsumsi sayur yang termasuk adalah kangkung,
bayam, buncis, tauge, labu siam, labu kuning, sawi hijau, kubis, daun
katuk, daun kacang, daun singkong, kacang panjang, pare, jantung pisang,
wortel, nangka muda, daun kelor, daun papaya.
Berdasarkan konsumsi buah yang termasuk adalah pisang susu,
pisang raja, pisang ambon, apel, jeruk manis, manga, nangka, semangka,
durian, sirsak.
Berdasarkan konsumsi protein hewani yang termasuk adalah
daging sapi, daging kambing, bakso daging, cumi-cumi, udang, kepiting,
ikan cakalang, ikan merah, ikan bandeng, ikan teri, ikan layang, ikan ekor
putih, ikan teri kering, ikan asin, kerang, daging ayam, hati ayam, hati sapi,
bebek, telur ayam ras, telur ayam kampung, dan telur bebek. Sedangkan
konsumsi protein nabati berasal dari tahu, tempe, kacang kedelai, kacang
hijau, kacang merh dan kacang tanag. Untuk asupan lemak berasal adari
minyak goreng, minyak kelapa sawit, margarine dan santan.
4.1 Distribusi Frekuensi Makanan Sumber Karbohidrat
Tabel 4.5 Distribusi Responden Kelompok Sering Mengonsumsi Sagu
Berdasarkan Konsumsi Makanan Sumber karbohidrat
Jenis Makanan
Jumlah
Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan
Total
Skor Rata-Rata
2-3x/h 1x/h 5-
6x/m 2-
3x/m 1x/m
1-3x/b
Tidak pernah
2.5 1 0.79 0.43 0.14 0.07 0
Kapurung n 0 42 0 0 0 0 0 42 1
Skor 0 42 0 0 0 0 0 42
Dange n 0 0 0 0 18 4 20 42 0.067
Skor 0 0 0 0 2.52 0.28 0 2.8
Nasi n 42 0 0 0 0 0 0 42 2.5
Skor 105 0 0 0 0 0 0 105
Jagung n 0 0 1 21 16 3 1 42 0.292
Kuning Skor 0 0 0.79 9.03 2.24 0.21 0 12.27
ubi kayu n 0 0 0 0 7 35 0 42 0.082
Skor 0 0 0 0 0.98 2.45 0 3.43
ubi jalar n 0 0 0 0 0 15 27 42 0.025
Ungu Skor 0 0 0 0 0 1.05 0 1.05
ubi jalar n 0 0 0 0 4 26 12 42 0.057
Merah Skor 0 0 0 0 0.56 1.82 0 2.38
Mie n 0 0 0 2 6 33 1 42 0.095
Basah Skor 0 0 0 0.86 0.84 2.31 0 4.01
Mie n 0 0 0 0 10 15 17 42 0.058
Kering Skor 0 0 0 0 1.4 1.05 0 2.45
mie instan
n 0 0 3 11 13 14 1 42 0.236
Skor 0 0 2.37 4.73 1.82 0.98 0 9.9
Kentang n 0 0 5 8 4 25 0 42 0.231
Skor 0 0 3.95 3.44 0.56 1.75 0 9.7
roti tawar n 0 0 0 4 1 24 13 42 0.084
Skor 0 0 0 1.72 0.14 1.68 0 3.54
roti isi n 0 0 0 1 3 12 26 42 0.04
Skor 0 0 0 0.43 0.42 0.84 0 1.69
Sumber : Data Primer Terolah, 2017
Hasil analisis pola konsumsi makanan sumber karbohidrat pada
kelompok sering mengonsumsi sagu menunjukkan bahwa sumber
karbohidrat terbesar berasal dari nasi dengan skor rata-rata 2,5 atau
dikonsumsi 2-3 x/hari, kapurung (makanan pokok dari sagu)
mempunyai skor 1 atau dikonsumsi 1 x/hari, jagung kuning dengan
skor rata-rata 0,292 yang dikonsumsi 2-3x/mingggu.
Sumber asupan karbohidrat paling sedikit berasal dari konsumsi
roti isi dengan skor rata-rata 0,04 atau dikonsumsi 1-3x/bulan, ubi jalar
ungu dengan skor rata-rata 0,025 yang dikonsumsi 1-3x/bulan serta
ubi jalar merah dengan skor rata-rata 0,57 yang dikonsumsi 1-
3x/bulan.
Tabel 4.6 Distribusi Responden Kelompok Jarang Mengonsumsi Sagu
Berdasarkan Konsumsi Makanan Sumber Karbohidrat
Jenis Makanan
Jumlah
Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan
Total
Skor Rata-Rata
2-3x/h 1x/h 5-
6x/m 2-
3x/m 1x/m 1-3x/b
Tidak pernah
2.5 1 0.79 0.43 0.14 0.07 0 Kapurung n 0 0 0 0 1 19 22 42
0.035
Skor 0 0 0 0 0.14 1.33 0 1.47
Dange n 0 0 0 0 0 5 37 42 0.008
skor 0 0 0 0 0 0.35 0 0.35
Nasi n 41 1 0 0 0 0 0 42 2.464
skor 102.5 1 0 0 0 0 0 103.5
beras merah
n 0 0 0 0 0 1 41 42 0.002
skor 0 0 0 0 0 0.07 0 0.07
jagung kuning
n 0 0 6 24 2 9 1 42 0.374
skor 0 0 4.47 10.32 0.28 0.63 0 15.7
ubi kayu n 0 0 0 3 15 22 2 42 0.117
skor 0 0 0 1.29 2.1 1.54 0 4.93
ubi jalar ungu
n 0 0 0 0 0 12 30 42 0.02
skor 0 0 0 0 0 0.84 0 0.84
ubi jalar merah
n 0 0 0 0 0 29 13 42 0.048
skor 0 0 0 0 0 2.03 0 2.03
mie basah n 0 0 1 15 6 18 2 42
0.222 skor 0 0 0.79 6.45 0.84 1.26 0 9.34
mie kering n 0 0 0 1 10 11 20 42
0.062
skor 0 0 0 0.43 1.4 0.77 0 2.6
Jenis Makanan
Jumlah
Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan
Total Skor Rata-Rata
2-3x/h 1x/h 5-
6x/m 2-
3x/m 1x/m 1-3x/b
Tidak pernah
2.5 1 0.79 0.43 0.14 0.07 0
mie instan n 0 0 4 10 13 12 3 42
0.241 skor 0 0 3.16 4.3 1.82 0.84 0 10.12
Kentang n 0 0 5 11 3 23 0 42 0.255
skor 0 0 3.95 4.73 0.42 1.61 0 10.71
roti tawar n 0 0 0 0 1 26 15 42
0.047 skor 0 0 0 0 0.14 1.82 0 1.96
roti isi n 0 0 0 0 1 27 14 42 0.048
skor 0 0 0 0 0.14 1.89 0 2.03
Sumber : Data Primer Terolah, 2017
Hasil analisis pola konsumsi sumber karbohidrat pada kelompok
jarang mengonsumsi sagu menunjukkan bahwa sumber karbohidrat
terbesar berasal dari nasi dengan skor rata-rata 2,46 atau dikonsumsi
2-3 x/hari.
Sumber karbohidrat terkecil berasal dari konsumsi beras merah
dengan skor rata-rata 0,002 yang dikonsumsi 1-3x/bulan, ubi jalar
ungu dengan skor rata-rata 0,02 yang dikonsumsi 1-3x/bulan serta
dange dengan skor rata-rata 0,008 yang dikonsumsi 1-3x/bulan.
4.2 Distribusi Frekuensi Konsumsi Sayuran Tabel 4.7
Distribusi Responden Kelompok Sering Mengonsumsi Sagu Berdasarkan Konsumsi Sayuran
Jenis Makanan
Jumlah
Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan
Total
Skor Rata-Rata
1x/h 2-3x/m 1x/m 1-
3x/b Tidak
pernah
1 0.43 0.14 0.07 0
Kangkung n 4 27 9 2 0 42 0.405
skor 4 11.61 1.26 0.14 0 17.01
Bayam n 0 16 10 14 2 42 0.22
skor 0 6.88 1.4 0.98 0 9.26
Buncis n 0 14 4 24 0 42 0.197
skor 0 6.04 0.56 1.68 0 8.28
Tauge n 0 20 1 21 0 42 0.243
skor 0 8.6 0.14 1.47 0 10.21
labu siam n 0 7 12 19 4 42 0.143
skor 0 3.01 1.68 1.33 0 6.02
Labu n 0 2 9 30 1 42 0.1
Kuning skor 0 0.86 1.26 2.1 0 4.22
Sawi n 0 28 8 5 1 42 0.322
Hijau skor 0 12.04 1.12 0.35 0 13.51
Kubis n 0 3 6 32 1 42 0.104
skor 0 1.29 0.84 2.24 0 4.37
daun katuk
n 0 1 0 36 5 42 0.07
skor 0 0.43 0 2.52 0 2.95
Daun n 0 4 31 7 0 42 0.156
Kacang skor 0 1.72 4.34 0.49 0 6.55
Daun n 1 13 25 3 0 42 0.245
Singkong skor 1 5.59 3.5 0.21 0 10.3
Kacang n 14 12 12 4 0 42 0.503
Panjang skor 14 5.16 1.68 0.28 0 21.12
Pare n 0 5 16 15 6 42 0.129
skor 0 2.15 2.24 1.05 0 5.44
Jantung n 0 5 3 25 9 42 0.103
Pisang skor 0 2.15 0.42 1.75 0 4.32
Wortel n 0 20 2 20 0 42 0.245
skor 0 8.6 0.28 1.4 0 10.28
Nangka n 0 1 0 36 5 42 0.07
Muda skor 0 0.43 0 2.52 0 2.95
Daun n 0 1 1 36 4 42 0.074
Kelor skor 0 0.43 0.14 2.52 0 3.09
Daun n 0 1 19 10 12 42 0.09
Pepaya skor 0 0.43 2.66 0.7 0 3.79
Sumber : Data Primer Terolah, 2017
Hasil analisis konsumsi sayur pada kelompok sering mengonsumsi
sagu menunjukkan bahwa 3 jenis sayur yang paling sering dikonsumsi
yaitu kacang panjang dengan skor rata-rata 0,503 yang dikonsumsi 1 kali
per hari, kangkung dengan skor rata-rata 0,405 yang dikonsumsi 2-3 kali
per minggu, dan sawi hijau dengan skor rata-rata 0,322 yang dikonsumsi
2-3 kali per minggu. Sedangkan jenis sayur yang paling jarang di konsumsi
adalah daun papaya dengan skor rata-rata 0.09 yang dikonsumsi 1
x/minggu, daun katuk, daun kelor dan nangka muda dengan skor 0.07
yang dikonsumsi 1- 3 x/ bulan.
Tabel 4.8
Distribusi Responden Kelompok Jarang Mengonsumsi Sagu Berdasarkan Konsumsi Makan Sayuran
Jenis Makanan
Jumlah
Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan
Total
Skor Rata-Rata
1x/h 5-
6x/m 2-
3x/m 1x/m
1-3x/b
Tidak pernah
1 0.79 0.43 0.14 0.07 0
Kangkung n 0 0 19 19 3 1 42 0.263
skor 0 0 8.17 2.66 0.21 0 11.04
Bayam n 0 0 14 7 19 2 42 0.198
skor 0 0 6.02 0.98 1.33 0 8.33
Buncis n 0 0 8 3 23 8 42 0.13
skor 0 0 3.44 0.42 1.61 0 5.47
Tauge n 0 0 12 7 23 0 42 0.185
skor 0 0 5.16 0.98 1.61 0 7.75
labu siam n 0 0 1 0 39 2 42 0.075
skor 0 0 0.43 0 2.73 0 3.16
Labu n 0 0 0 2 36 4 42 0.067
Kuning skor 0 0 0 0.28 2.52 0 2.8
Sawi n 0 0 16 12 6 8 42 0.214
Hijau skor 0 0 6.88 1.68 0.42 0 8.98
Kubis n 0 0 0 2 23 17 42 0.045
skor 0 0 0 0.28 1.61 0 1.89
Jenis Makanan
Jumlah
Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan
Total Skor Rata-Rata
1x/h 5-
6x/m 2-
3x/m 1x/m
1-3x/b
Tidak pernah
1 0.79 0.43 0.14 0.07 0
Daun n 0 0 7 1 22 12 42 0.112
Katuk skor 0 0 3.01 0.14 1.54 0 4.69
Daun n 0 0 5 31 4 2 42 0.161
Kacang skor 0 0 2.15 4.34 0.28 0 6.77
Daun n 0 0 16 21 3 2 42 0.239
Singkong skor 0 0 6.88 2.94 0.21 0 10.03
Kacang n 1 1 6 19 12 3 42 0.187
Panjang skor 1 0.79 2.58 2.66 0.84 0 7.87
Pare n 0 0 7 7 19 9 42 0.127
skor 0 0 3.01 0.98 1.33 0 5.32
Jantung n 0 0 2 0 30 10 42 0.07
Pisang skor 0 0 0.86 0 2.1 0 2.96
Wortel n 0 1 17 4 20 0 42 0.239
skor 0 0.79 7.31 0.56 1.4 0 10.06
Nangka n 0 0 0 0 36 6 42 0.06
Muda Skor 0 0 0 0 2.52 0 2.52
Daun n 0 0 1 0 38 3 42 0.073
Kelor Skor 0 0 0.43 0 2.66 0 3.09
Daun n 0 0 2 12 14 14 42 0.084
Pepaya Skor 0 0 0.86 1.68 0.98 0 3.52
Sumber : Data Primer Terolah, 2017
Hasil analisis pola konsumsi sayur menunjukkan bahwa 3 jenis
sayur yang paling sering di konsumsi pada kelompok jarang mengonsumsi
sagu yaitu kangkung dengan skor rata-rata 0,263 yang dikonsumsi 1 kali
per minggu dan 2-3 kali per minggu, daun singkong dengan skor rata-rata
0,239 yang dikonsumsi 1 kali seminggu, wortel dengan skor rata-rata
0,239 yang dikonsumsi 1-3 kali per bulan.
Sedangkan jenis sayur yang paling jarang di konsumsi adalah
nangka muda dengan skor rata-rata 0,06 yang dikonsumsi 1-3x/bulan,
jantung pisang dengan skor rata-rata 0,07 yang dikonsumsi 1-3x/bulan dan
buncis yang memiliki skor rata-rata 0,13 yang di konsumsi 1-3x/bulan.
4.3 Distribusi Frekuensi Konsumsi Buah
Tabel 4.9 Distribusi Responden Kelompok Sering Mengonsumsi Sagu
Berdasarkan Konsumsi Makan Buah
Jenis Makanan
Jumlah
Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan
Total
Skor Rata-Rata
5-6x/m 2-3x/m 1x/m 1-3x/b Tidak
pernah
0.79 0.43 0.14 0.07 0
Pisang n 1 5 1 20 15 42 0.107
Susu skor 0.79 2.15 0.14 1.4 0 4.48
Pisang n 0 2 1 19 20 42 0.055
Raja skor 0 0.86 0.14 1.33 0 2.33
Pisang n 0 0 1 23 18 42 0.042
Ambon skor 0 0 0.14 1.61 0 1.75
Apel n 0 0 0 33 9 42 0.055
skor 0 0 0 2.31 0 2.31
Jeruk n 0 0 0 34 8 42 0.057
Manis skor 0 0 0 2.38 0 2.38
Mangga n 0 0 0 25 17 42 0.042
skor 0 0 0 1.75 0 1.75
Nangka n 0 0 0 19 23 42 0.032
skor 0 0 0 1.33 0 1.33
Semangka n 0 17 0 2 23 42 0.177
skor 0 7.31 0 0.14 0 7.45
Durian n 0 0 0 3 39 42 0.005
skor 0 0 0 0.21 0 0.21
Sirsak n 0 2 0 0 40 42 0.0005
Skor 0 0.86 0 0 0 0.02
Sumber : Data Primer Terolah, 2017
Hasil analisis pola konsumsi buah menunjukkan bahwa beberapa
buah yang paling sering dikonsumsi pada kelompok sering mengonsumsi
sagu yaitu semangka dengan skor rata-rata 0,177 yang dikonsumsi 2-3
kali per minggu, pisang susu dengan skor rata-rata 0,107 yang dikonsumsi
1-3 kali per bulan, jeruk manis dengan skor rata-rata 0,057 yang
dikonsumsi 1-3 kali per bulan, pisang raja dengan skor rata-rata 0,055
yang dikonsumsi 1-3 kali per bulan, dan apel dengan skor rata-rata 0,055
yang dikonsumsi 1-3 kali per bulan. Sedangkan jenis buah yang paling
jarang dikonsumsi baik pada kelompok jarang mengonsumsi sagu maupun
kelompok sering mengonsumsi sagu yaitu sirsak.
Tabel 4.10 Distribusi Responden Kelompok Jarang Mengonsumsi Sagu
Berdasarkan Konsumsi Buah
Jenis Makanan
Jumlah
Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan
Total
Skor Rata-Rata
5-6x/m 2-3x/m 1x/m 1-3x/b Tidak
pernah
0.79 0.43 0.14 0.07 0
Pisang n 15 2 0 19 6 42 0.334
Susu Skor 11.85 0.86 0 1.33 0 14.04
Pisang n 0 3 4 23 12 42 0.824
Raja Skor 0 1.29 0.56 1.61 0 3.46
Pisang n 0 0 0 40 2 42 0.067
Ambon Skor 0 0 0 2.8 0 2.8 Apel n 0 1 1 28 12 42
0.6
Skor 0 0.43 0.14 1.96 0 2.53
Jerus n 0 5 1 26 10 42 0.098
Manis Skor 0 2.15 0.14 1.82 0 4.11
Mangga n 0 0 0 27 15 42 0.044
Skor 0 0 0 1.86 0 1.86
Nangka n 0 1 0 19 22 42 0.042
Skor 0 0.43 0 1.33 0 1.76
Semangka n 0 20 0 4 18 42 0.211
Skor 0 8.6 0 0.28 0 8.88
Durian n 0 0 0 2 40 42 0.003
Skor 0 0 0 0.14 0 0.14
Sirsak n 0 0 0 0 42 42 0
Skor 0 0 0 0 0 0
Sumber : Data Primer Terolah, 2017
Hasil analisis pola konsumsi buah menunjukkan bahwa jenis buah
yang paling sering dikonsumsi pada kelompok jarang mengonsumsi sagu
yaitu pisang raja dengan skor rata-rata 0,824 yang dikonsumsi 1-3 kali per
bulan, pisang susu dengan skor rata-rata 0,334 yang dikonsumsi 1-3 kali
per bulan, semangka dengan skor rata-rata 0,211 yang dikonsumsi 2-3 kali
per minggu, jeruk manis dengan skor rata-rata 0,098 yang dikonsumsi 1-3
kali per bulan, dan pisang ambon dengn skor rata-rata 0,067 yang
dikonsumsi 1-3 kali per bulan.
4.4 Distribusi Frekuensi Konsumsi Lemak
Tabel 4.11 Distribusi Responden Kelompok Sering Mengonsumsi Sagu
Berdasarkan Konsumsi Lemak
Jenis Makanan
Jumlah
Frekuensi Konsumsi Lemak
Total Skor Rata-Rata
2-3x/h
1x/h 5-
6x/m 2-
3x/m 1x/m
1-3x/b
Tidak pernah
2.5 1 0.79 0.43 0.14 0.07 0 Minyak Goreng
n 0 6 0 0 0 0 36 42 0.143
Skor 0 6 0 0 0 0 0 6 Minyak Kelapa Sawit
n 24 16 0 1 0 0 1 42 1.82
Skor 60 16 0 0.43 0 0 0 76.43
Margarinen 0 0 0 1 2 26 13 42
0.060 Skor 0 0 0 0.43 0.28 1.82 0 2.53
Santan n 0 0 1 17 14 8 2 42
0.253 Skor 0 0 0.79 7.31 1.96 0.56 0 10.62
Sumber: Data Primer Terolah, 2017
Tabel 4.12 Distribusi Responden Kelompok Jarang Mengonsumsi Sagu
Berdasarkan Konsumsi Lemak
Jenis makanan
Jumlah
Frekuensi Konsumsi Lemak
Total Skor Rata-Rata
2-3x/h
1x/h 5-
6x/m 2-
3x/m 1x/m
1-3x/b
Tidak pernah
2.5 1 0.79 0.43 0.14 0.07 0 Minyak Goreng
n 0 0 0 0 0 0 42 42 0
Skor 0 0 0 0 0 0 0 0 Minyak Kelapa Sawit
n 19 16 5 0 2 1 1 42 1.613
Skor 47.5 16 3.95 0 0.28 0 0 67.73
Margarine n 0 0 0 0 1 35 6 42
0.062 Skor 0 0 0 0 0.14 2.45 0 0.59
Santan n 0 0 1 13 11 15 2 42
0.213 Skor 0 0 0.79 5.59 1.54 1.05 0 8.97
Sumber: Data Primer Terolah, 2017
Minyak kelapa sawit merupakan sumber asupan lemak terbesar
baik pada kelompok yang sering mengonsumsi sagu maupun kelompok
yang jarang mengonsumsi sagu.
4.5 Distribusi Frekuensi Konsumsi Protein
Tabel 4.13 Distribusi Responden Kelompok Sering Mengonsumsi Sagu
Berdasarkan Konsumsi Protein Hewani
Jenis Makanan
Jumlah
Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan
Total
Skor Rata-Rata
1x/h 5-
6x/m 2-
3x/m 1x/m
1-3x/b
Tidak pernah
1 0.79 0.43 0.14 0.07 0
Daging Sapi
n 0 0 0 0 8 34 42 0.013
skor 0 0 0 0 0.56 0 0.56
Daging Kambing
n 0 0 0 0 3 39 42 0.005
skor 0 0 0 0 0.21 0 0.21
Bakso n 0 0 9 8 21 4 42 0.154
Daging skor 0 0 3.87 1.12 1.47 0 6.46
Udang n 0 0 6 3 22 11 42
0.108 skor 0 0 2.58 0.43 1.54 0 4.55
Cumi-cumi
n 0 0 1 2 13 26 42 0.038
skor 0 0 0.43 0.28 0.91 0 1.62
Kepiting n 0 0 1 0 4 37 42 0.017
skor 0 0 0.43 0 0.28 0 0.71
Ikan Cakalang
n 3 1 10 16 8 4 42 0.187
skor 3 0.79 4.3 2.24 0.56 0 7.89
Ikan merah
n 1 1 1 3 15 21 42 0.071
skor 1 0.79 0.43 0.42 0.35 0 2.99
Ikan Bandeng
n 4 0 14 11 3 10 42 0.280
skor 4 0 6.02 1.54 0.21 0 11.77
Ikan Teri n 0 1 11 7 18 5 42
0.185 skor 0 0.79 4.73 0.98 1.26 0 7.76
Ikan Layang
n 0 0 19 12 7 4 42 0.241
skor 0 0 8.17 1.68 0.49 0 10.12
Ikan ekor putih
n 0 0 1 0 5 36 42 0.018
skor 0 0 0.43 0 0.35 0 0.78
Ikan teri kering
n 0 0 12 5 18 7 42 0.087
skor 0 0 1.68 0.7 1.26 0 3.64
Ikan asin
n 0 0 1 2 20 19 42 0.050
skor 0 0 0.43 0.28 1.4 0 2.11
Kerang n 0 1 0 0 3 38 42 0.024
Skor 0 0.79 0 0 0.21 0 1
Jenis Makanan
Jumlah
Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan Total
Skor Rata-Rata
1x/h 5-
6x/m 2-
3x/m 1x/m
1-3x/b
Tidak pernah
1 0.79 0.43 0.14 0.07 0 Daging Ayam
n 0 0 12 3 24 3 42 0.173
Skor 0 0 5.16 0.42 1.68 0 7.26 Hati
Ayam n 0 0 1 0 19 22 42
0.042 Skor 0 0 0.43 0 1.33 0 1.76
Hati Sapi
n 0 0 0 0 4 38 42 0.007
Skor 0 0 0 0 0.28 0 0.28
Bebek n 0 0 0 0 5 37 42
0.008 Skor 0 0 0 0 0.35 0 0.35
Telur Ayam ras
n 0 2 25 7 8 0 42 0.330
Skor 0 1.58 10.75 0.98 0.56 0 13.87 Telur Ayam
Kampung
n 0 0 1 1 11 29 42 0.032
skor 0 0 0.43 0.14 0.77 0 1.34
Telur Bebek
n 0 0 3 1 19 19 42 0.066
Skor 0 0 1.29 0.14 1.33 0 2.76 Sumber: Data Primer Terolah, 2017
Tabel 4.14 Distribusi Responden Kelompok Sering Mengonsumsi Sagu
Berdasarkan Konsumsi Protein Nabati
Jenis Makanan
Jumlah
Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan Total
Skor Rata-Rata
5-6x/m
2-3x/m
1x/m 1-3x/b Tidak
pernah 0.79 0.43 0.14 0.07 0
Tahu n 11 15 11 4 1 42
0.404 Skor 8.69 6.45 1.54 0.28 0 16.96
Tempe n 10 21 9 1 1 42
Skor 7.9 9.03 1.26 0.07 0 18.26 0.425 Kacang Kedelai
n 0 0 2 1 39 42 Skor 0 0 0.28 0.07 0 0.35 0.008
Kacang Hijau
n 0 5 7 24 6 42 0.115
Skor 0 2.15 0.98 1.68 0 4.81 Kacang Merah
n 0 1 3 18 20 42 0.050
Skor 0 0.43 0.42 1.26 0 2.11 Kacang Tanah
n 0 8 9 18 7 42 0.142
Skor 0 3.44 1.26 1.26 0 5.96 Sumber: Data Primer Terolah, 2017
Hasil analisis menunjukkan bahwa sumber protein hewani yang
terbesar pada kelompok yang sering mengonsumsi sagu berasal dari telur
ayam ras dengan skor rata-rata 0.330 yang dikonsumsi 2-3x/minggu, ikan
bandeng dengan skor rata-rata 0.280 yang dikonsumsi 2-3x/minggu dan
ikan layang dengan skor rata-rata 0,241 yang dikonsumsi 2-3x/minggu.
Sedangkan untuk protein nabati diperoleh dari konsumsi tahu dan tempe.
Tabel 4.15 Distribusi Responden Kelompok jarang Mengonsumsi Sagu
Berdasarkan Konsumsi Protein Hewani
Jenis Makanan
Jumlah
Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan
Total
Skor Rata-Rata
1x/h 5-
6x/m 2-
3x/m 1x/m
1-3x/b
Tidak pernah
1 0.79 0.43 0.14 0.07 0
Daging Sapi
n 0 0 0 0 4 34 42 0.006
Skor 0 0 0 0 0.28 0 0.28
Daging Kambing
n 0 0 0 0 0 42 42 0
Skor 0 0 0 0 0 0 0
Bakso n 0 0 1 1 28 12 42 0.060
Daging Skor 0 0 0.43 0.14 1.96 0 2.53
Udang n 0 0 1 6 25 10 42
0.072 Skor 0 0 0.43 0.84 1.75 0 3.02
Cumi-cumi
n 0
0 0 16 26 42 0.027
Skor 0 0 0 0 1.12 0 1.12
Kepiting n 0 0 0 0 9 33 42 0.015
skor 0 0 0 0 0.63 0 0.63
Ikan Cakalang
n 0 0 9 9 23 1 42 0.160
skor 0 0 3.87 1.26 1.61 0 6.74
Ikan merah
n 0 0 1 1 18 22 42 0.044
skor 0 0 0.43 0.14 1.26 0 1.83
Ikan Bandeng
n 1 5 12 15 4 5 42 0.297
skor 1 3.95 5.16 2.1 0.28 0 12.49
Ikan Teri n 0 2 11 12 17 0 42
0.218 skor 0 1.58 4.73 1.68 1.19 0 9.18
Ikan Layang
n 0 1 17 16 4 4 42 0.253
skor 0 0.79 7.31 2.24 0.28 0 10.62
Ikan ekor putih
n 0 0 1 1 5 35 42 0.022
skor 0 0 0.43 0.14 0.35 0 0.92
Ikan teri kering
n 0 0 5 3 21 13 42 0.096
skor 0 0 2.15 0.42 1.47 0 4.04
Ikan asin
n 0 0 0 0 17 25 42 0.028
skor 0 0 0 0 1.19 0 1.19
Kerang n 0 0 0 0 0 42 42
0 Skor 0 0 0 0 0 0 0
Jenis Makanan
Jumlah
Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan
Total Skor Rata-Rata
1x/h 5-
6x/m 2-
3x/m 1x/m
1-3x/b
Tidak pernah
1 0.79 0.43 0.14 0.07 0
Daging Ayam
n 0 0 5 12 24 1 42 0.131
Skor 0 0 2.15 1.68 1.68 0 5.51
Hati
Ayam n 0 0 0 3 19 20 42
0.042 Skor 0 0 0 0.42 1.33 0 1.75
Hati Sapi
n 0 0 0 0 4 38 42 0.007
Skor 0 0 0 0 0.28 0 0.28
Bebek n 0 0 0 0 2 40 42
0.003 Skor 0 0 0 0 0.14 0 0.14
Telur Ayam ras
n 0 0 19 13 0 10 42 0.238
Skor 0 0 8.17 1.82 0 0 9.99 Telur Ayam
Kampung
n 0 0 0 2 5 35 42 0.015
skor 0 0 0 0.28 0.35 0 0.63
Telur Bebek
n 0 0 0 2 18 22 42 0.037
Skor 0 0 0 0.28 1.26 0 1.54 Sumber: Data Primer Terolah, 2017
Tabel 4.16 Distribusi Responden Kelompok Jarang Mengonsumsi Sagu
Berdasarkan Konsumsi Protein Nabati
Jenis Makanan
Jumlah
Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan Total
Skor Rata-Rata
5-6x/m
2-3x/m 1x/m 1-
3x/b Tidak
pernah 0.79 0.43 0.14 0.07 0
Tahu n 4 25 11 2 0 42
0.303 Skor 3.16 10.75 1.54 0.14 0 15.59
Tempe n 8 27 6 1 0 42
0.448 Skor 6.32 11.61 0.84 0.07 0 18.84
Kacang Kedelai
n 0 0 0 0 0 42 0
Skor 0 0 0 0 0 0 Kacang Hijau
n 0 2 5 35 0 42 0.095
Skor 0 0.86 0.7 2.45 0 4.01 Kacang Merah
n 0 0 0 21 21 42 0.035
Skor 0 0 0 1.47 0 1.47 Kacang Tanah
n 0 2 4 36 0 42 0.094
Skor 0 0.86 0.56 2.52 0 3.94 Sumber: Data Primer Terolah, 2017
Hasil analisis menunjukkan bahwa sumber protein hewani yang
terbesar pada kelompok yang jarang mengonsumsi sagu berasal dari ikan
bandeng dengan skor rata-rata 0.297 yang dikonsumsi 1x/minggu, ikan
layang dengan skor rata-rata 0.253 yang dikonsumsi 2-3x/minggu dan telur
ayam ras dengan skor rata-rata 0,238 yang dikonsumsi 2-3x/minggu.
Sedangkan untuk protein nabati diperoleh dari konsumsi tahu dan tempe.
6. Distribusi Aktivtas Fisik dan Hubungan Aktivitas Fisik terhadap kadar
HDL dan LDL pada Kelompok Sering mengonsumsi sagu dan
Kelompok Jarang Konsumsi Sagu
Hasil analisis aktivitas fisik responden berdasarkan kelompok sering
mengonsumsi sagu dan kelompok jarang mengonsumsi sagudibagi
menjadi dua kategori yaitu aktivitas fisik ringan dan aktivitas fisik sedang.
Penilaian aktivitas fisik dilakukan melalui pengukuran aktivitas sehari-hari
selama 24 jam dengan berdasarkan nilai PAL (Physical Activity Level).
Hasil analisis dapat dilihat pada tabel 4.17
Tabel 4.17 Distribusi Aktivitas Fisik Responden pada Kelompok Sering
Mengonsumsi Sagu dan Kelompok Jarang Mengonsumsi Sagu
Aktivitas Fisik
Kelompok Sering mengonsumsi sagu
Kelompok Jarang mengonsumsi sagu
n % n % Ringan 33 78,6 27 64,3 Sedang 9 21,4 15 35,7
Sumber: Data Primer Terolah, 2017
Hasil analisis menunjukkan bahwa aktivitas fisik responden yang
mendominasi baik pada kelompok jarang mengonsumsi sagu maupun
pada kelompok sering mengonsumsi sagu adalah aktivitas ringan yaitu 27
orang (64,3%) pada kelompok jarang mengonsumsi sagu dan 33 orang
(78,6%) pada kelompok sering mengonsumsi sagu.
Selanjutnya dilakukan uji hubungan antara aktivitas fisik terhadap
kadar LDLD dan HDL pada kelompok sering mengonsumsi sagu dan
kelompok jarang mengonsumsi sagu dapat dilihat pada tabel 4.18
Tabel 4.18 Hubungan Aktivitas Fisik Terhadap Kadar HDL dan LDL pada Kelompok Sering Mengonsumsi Sagu dan Kelompok Jarang
Mengonsumsi Sagu
Kelompok Aktivitas
Fisik n (%)
HDL LDL
Mean±SD P
Value Mean±SD
P Value
Sering mengonsumsi
sagu
Ringan 33 (78,6) 48,73±9,97 0.135
80,03±21,91 0.132
Sedang 9 (21,4) 43,33±6,56 68,11±14,23
Jarang mengonsumsi
sagu
Ringan 27 (64,3) 53,73±12,34 0.108
99,69±28,02 0.203
Sedang 15 (35,7) 46,33±8,12 114,33±37,23
Sumber: Data Primer Terolah, 2017
Tabel 4.17 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara aktivitas
fisik dengan kadar HDL dan LDL baik pada kelompok sering mengonsumsi
sagu maupun kelompok jarang mengonsumsi sagu dimana pada kelompok
sering mengonsumsi sagu memiliki p value HDL yaitu 0,135 dan LDL yaitu
0,132 sedangkan pada kelompok jarang mengonsumsi sagu memilikip
value HDL yaitu 0,108 dan LDL yaitu 0,203.
B. PEMBAHASAN
1. Karakteristik Umum Responden
Usia merupakan salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner
yang tidak dapat dimodifikasi. Data dari Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013 menunjukkan bahwa prevalensi PJK meningkat seiring
dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok umur 65-74 tahun
yaitu 2,0% dan 3,6%, menurun sedikit pada kelompok umur ≥ 75 tahun
(Riskesdasr, 2013). Sampel yang digunakan dalam penelitian yaitu
wanita usia 35 sampai 55 tahun yang dibagi ke dalam dua kelompok
umur yaitu 35-45 tahun dan 46-55 tahun. Umur responden terbanyak
pada kelompok sering mengonsumsi sagu yaitu pada kelompok umur 35-
45 tahun sebanyak 28 orang (66,7%) sedangkan pada kelompok jarang
mengonsumsi sagu yaitu pada kelompok umur 46-55 tahun sebanyak 23
orang (54,8%).
Semakin bertambahnya usia, risiko terkena PJK makin tinggi, dan
pada umumnya dimulai pada usia 40 tahun keatas. Menurut data yang
dilaporkan American Heart Association (AHA), 1 dari 9 wanita berusia 45-
60 tahun menderita PJK dan 1 dari 3 wanita berusia di atas 60 tahun
menderita PJK (Notoadmodjo, 2011). Usia 45 tahun merupakan usia
yang kritis dan harus diwaspadai oleh kaum pria sedangkan pada kaum
wanita yaitu pada usia 55 tahun atau ketika sudah memasuki masa
menopause (Maulana, 2007).
Risiko terkena PJK pada wanita lebih rendah dibanding pria
sebagai efek perlindungan dari estrogen endogen (Perk et al. 2012).
Hormon estrogen berperan melindungi perempuan dari PJK. Hormon
estrogen pada wanita yang masih produktif berperan menjaga
homeostatis kolesterol darah yaitu menjaga K-HDL tetap tinggi dan K-
LDL tetap rendah. Estrogen berperan dalam pengaturan faktor
metabolisme, seperti lipid, petanda inflamasi, sistim trombotik,
vasodilatasi reseptor. Oleh karena itu, terjadinya menopouse
berpengaruh terhadap kejadian PJK meskipun secara umum risiko PJK
antara kedua jenis kelamin tidak berbeda (Perk et al. 2012).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat
pendidikan responden tergolong rendah yaitu pada kelompok sering
mengonsumsi sagu kebanyakan responden memiliki tingkat pendidikan
yaitu SMP sebanyak 18 orang (42,9%) sedangkan pada kelompok jarang
mengonsumsi sagu kebanyakan respoden memiliki tingkat pendidikan
yaitu SD sebanyak 18 orang (42,9%). Rata-rata pekerjaan sampel kedua
kelompok yaitu sebagai ibu rumah tangga. Meskipun tingkat pendidikan
dan pekerjaan bukan merupakan salah satu faktor risiko penyakit jantung
koroner namun tingkat pendidikan dan pekerjaan dapat mempengaruhi
seseorang dalam memilih makanan dan pola hidup sehat.
Penelitian yang dilakukan oleh Ratih dan Rustika (2015) yang
melihat faktor risiko penyakit jantung koroner pada perempuan
menyatakan bahwa persentase PJK tertinggi terdapat pada responden
dengan pendidikan yang rendah (p= 0,01).
2. Rata-Rata Lingkar Perut dan Tekanan Darah pada Kelompok Sering
mengonsumsi sagu dan Kelompok Jarang mengonsumsi sagu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang
bermakna pada rata-rata lingkar perut pada kedua kelompok dengan p
value 0,161. Namun, jika dilihat nilai rara-rata kedua kelompok diperoleh
bahwa nilai rata-rata lingkar perut pada kelompok sering mengonsumsi
sagu lebih baik yaitu 81,68 cm dibanding nilai rata-rata lingkar perut pada
kelompok jarang mengonsumsi sagu yaitu 85 cm.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Huningkor (2015)
yang menunjukkan bahwa lingkar perut pada kelompok yang
mengkonsumsi sagu memiliki nilai rata-rata yang lebih baik yaitu 78.8 cm
dibanding pada kelompok yang tidak mengkonsumsi sagu dengan rata-
rata lingkar perut 93,4 cm (Huningkor, 2015).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Lannywati, dkk (2016)
menyatakan bahwa prevalensi PJK lebih tinggi pada populasi dengan
obesitas sentral, berdasarkan data lingkar perut yang termasuk kategori
obesitas sentral berisiko 1,45 kali dibanding yang tidak obesitas terhadap
penyakit jantung koroner (Lannywati, 2016)
Obesitas, terutama obesitas sentral, merupakan komponen penting
dari sindroma metabolik dan secara signifikan berhubungan dengan
penyakit kardiovaskular baik pada laki-laki maupun perempuan.
Dibandingkan dengan IMT atau berat badan, Obesitas sentral tampaknya
merupakan faktor risiko yang lebih bermakna terhadap terjadinya PJK.
Studi menunjukkan bahwa lingkar perut merupakan faktor risiko
independen untuk terjadinya PJK, baik pada perempuan dengan berat
badan lebih maupun berat badan normal. Studi Interheart yang merupakan
studi kasus terkontrol yang melibatkan 6787 perempuan dari 52 negara,
juga menunjukkan bahwa obesitas sentral memiliki nilai prediksi yang lebih
kuat untuk terjadinya infark miokard dibandingkan IMT (Perkeni, 2015).
Lemak intra-abdominal menghasilkan protein dan hormon tertentu
seperti adipokin, inflamatori, angiotensinogen dan kortisol yang
berhubungan dengan penyakit kardiometabolik seperti dislipidemia,
penyakit jantung koroner, dan hipertensi (Yulliasi, 2009). Pada obesitas
abdominal terjadi penurunan adiponektin, maka proses aterosklerosis
dapat mudah terjadi. Hilangnya distensibilitas arteri (arteri menjadi kaku)
menyebabkan tekanan darah meningkat dan darah tidak dapat
mengembang saat darah dari jantung melewati arteri tersebut (Guyton,
2008).
Faktor risiko lainnya terhadap penyakit jantung koroner adalah
hipertensi. Hipertensi yang juga dikenal dengan peningkatan tekanan
darah adalah kondisi pembuluh darah yang mengalami kenaikan tekanan
secara terus menerus. Menurut WHO, hipertensi adalah keadaan dimana
tekanan sistolik ≥140 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 90 mmHg (WHO,
2013).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik tidak ada
perbedaan yang bermakna antara rata-rata tekanan darah sistolik dan
tekanan darah diastolik pada kelompok sering mengonsumsi sagu maupun
kelompok jarang mengonsumsi sagu, hal ini dikarenakan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sampel dengan tekanan darah
kategori normal atau borderline, sehingga dapat meminimalisir terjadinya
bias dalam penelitian.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Huningkor (2015)
menyatakan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata tekanan darah sistolik
pada masyarakat kota Ambon (tidak mengonsumsi sagu) dan pada
masyarakat Desa Taniwel (mengonsumsi sagu) dengan nilai p= 0,204.
Begitupun dengan rata-rata tekanan darah diastolik, tidak ada perbedaan
pada kedua kelompok dengan nilai p= 0,072 (Huningkor, 2015).
Hipertensi disebut juga sebagai silent killer karena tidak ditemukan
tanda-tanda fisik. Individu dengan tekanan darah >160/95 mmHg memiliki
risiko 2-3 kali lebih tinggi untuk terkena penyakit jantung dan 3 kali lebih
tinggi untuk terkena stroke. Seseorang menderita darah tinggi, lapisan
dinding pembuluh darah menebal sebagai usaha untuk kompensasi
terhadap tekanan darah yang tinggi sehingga lumen menyempit dan
tekanan meningkat (Notoadmodjo, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Hussain, etc (2016) menyatakan
bahwa hipertensi merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular, dimana
20%-25% merupakan kejadian penyakit jantung koroner, 36%-42%
kejadian stroke baik pada jenis kelamin perempuan maupun laki-laki. Dan
sepertiga dari jumlah kejadian PJK dan seperdua dari kejadian stroke pada
usia muda maupun usia tua disebabkan oleh kebiasaan merokok (25%
PJK dan 17% stroke) (Hussain, etc., 2016).
Jumlah penderita hipertensi meningkat seiring bertambahnya umur,
hal ini disebabkan karena bertambahnya serabut kolagen di pembuluh
darah dan dinding arteriol sehingga menyebabkan berkurangnya
elastisitas pembuluh darah sehingga akan menyebabkan tekanan darah
rata-rata meningkat (Wolff, 2008).
3. Kadar LDL dan HDL
Hasil analisis rata-rata kadar LDL pada kelompok sering
mengonsumsi sagu dan kelompok jarang mengonsumsi sagu
menunjukkan bahwa secara statistik terdapat perbedaan yang bermakna
(p=0,000) dengan nilai rata-rata kadar LDL pada kelompok sering
mengonsumsi sagu yaitu 77,48 mg/dL (SD 20,95) sedangkan pada
kelompok jarang mengonsumsi sagu yaitu 102,83 mg/dL (SD 30,34).
Sedangkan hasil analisis rata-rata kadar HDL pada kedua kelompok
menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat perbedaan rata-rata
kadar HDL antar kedua kelompok (p= 0,055). Rata-rata kadar HDL pada
kelompok sering mengonsumsi sagu yaitu 47,57 mg/dL (SD 9,54)
sedangkan pada kelompok jarang mengonsumsi sagu yaitu 52,14 mg/dL
(SD 11,88). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa kadar LDL pada kelompok sering mengonsumsi sagu lebih baik
dibanding kelompok jarang mengonsumsi sagu dan rata-rata kadar HDL
pada kedua kelompok termasuk kategori normal.
Penelitian yang dilakukan oleh Huningkor (2015) yang melihat
pengaruh makanan tradisional Maluku (Sagu) terhadap PJK menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada rata-rata kadar LDL pada
kelompok yang mengkonsumsi sagu (desa Taniwel) dengan kelompok
yang tidak megkonsumsi sagu (kota Ambon) dengan nilai p= 0,000 dan
terdapat perbedaan pada rata-rata kadar HDL pada kedua kelompok
dengan p=0,000 (Huningkor, 2015).
Penelitian yang dilakukan oleh Erkki Vartiainen et al (2016) yang
memprediksi risiko penyakit jantung koroner, kejadian stroke dan
kombinasi keduanya untuk 10 tahun ke depan yang dilakukan di 3 wilayah
di Finlandia menyatakan bahwa merokok, tekanan darah sistolik, kolesterol
total, HDL, diaetes dan riwayat keluarga memiliki pengaruh posistif
terhadap kejadian PJK dimana efek protektif HDL lebih kuat pada wanita
dibanding pria (Erkki Vartiainen et al, 2016).
Cara lain untuk mengetahui adanya kesenjangan pada profil lipid
maka dapat dilakukan penghitungan rasio kolesterol LDL/HDL yang
dihitung dengan perbadingan (3) LDL : (1) HDL, jika hasil dari perhitungan
tersebut positif maka disinyalir menjadi faktor risiko PJK.
Rasio LDL terhadap HDL (LDL/HDL) menggambarkan profil
kolesterol LDL dan HDL dalam darah. Rasio LDL/HDL yang menunjukkan
abnormalitas pada kadar fraksi LDL atau HDL, dapat berupa peningkatan
kadar LDL atau penurunan kadar HDL. Semakin tinggi rasio LDL/HDL
semakin meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis dan trombosis
vaskuler yang juga berperan dalam patogenesis terjadinya stroke iskemik
ulang. Nilai rasio LDL/HDL yang dianjurkan adalah < 3,3 mg/dl dengan
nilai ideal 2,5 mg/dl. Rasio LDL/HDL yang melebihi 3,3 mg/dl
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler (National Cholesterol
Education Program, 2001).
Dalam penelitian ini rasio LDL/HDL pada kelompok jarang
mengonsumsi sagu lebih tinggi dibanding rasio LDL/HDL pada kelompok
yang sering mengonsumsi sagu. Rasio LDL/HDL pada kelompok jarang
mengonsumsi sagu yaitu 1,97 mg/dL dan 1,63 mg/dL pada kelompok
sering mengonsumsi sagu, walaupun rasio LDL/HDL pada kedua
kelompok tidak termasuk berisiko terhadap penyakit jantung koroner
namun tetap perlu diperhatikan baik dari segi perilaku kesehatan maupun
dari pola makan sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit jantung
koroner dikemudian hari.
Rasio LDL terhadap HDL (LDL/HDL) menggambarkan profil
kolesterol LDL dan HDL dalam darah. Rasio LDL/HDL yang menunjukkan
abnormalitas pada kadar fraksi LDL atau HDL, dapat berupa peningkatan
kadar LDL atau penurunan kadar HDL. Penelitian yang dilakukan oleh
Chen et al (2016) yang melihat rasio LDL/HDL sebagai salah satu faktor
risiko penyakit kardiovaskular di antara orang dewasa di Xianjiang China
yang menyatakan bahwa nilai rasio LDL/HDL yang dapat digunakan
sebagai penanda untuk mendeteksi faktor risiko kardiovaskular yaitu 2,5
mg/dL (Chen, 2016).
Salah satu cara agar dapat mengontrol kadar lipid dalam darah
yaitu dengan mengonsunsi makanan tinggi serat. Sagu merupakan
makanan pokok lokal yang memiliki kandungan serat yang tinggi. Saggu
memiliki nilai gizi tidak kalah dengan sumber pangan lainnya seperti beras,
jagung, ubi kayu, dan kentang. Tepung sagu dan produk olahannya dapat
dikelompokkan sebagai pangan fungsional karena memiliki kandungan
karbohidrat (84,7%) dan serat pangan (3,69-5,96%) yang cukup tinggi,
indeks glikemik (28) rendah, dan mengandung pati resisten, polisakarida
bukan pati,dan karbohidrat rantai pendek yang sangat bergunabagi
kesehatan (Alfons, 2011).
Serat mempunyai peranan penting terhadap penurunan kadar
kolesterol darah. Mengonsumsi serat minimal 28 g per hari dapat
menurunkan kadar kolesterol sampai 15-19 persen. Studi epidemiologi
yang meneliti serat secara keseluruhan menyatakan bahwa ada hubungan
antara asupan serat dengan kadar kolesterol total karena mekanisme serat
memiliki sifat menurunkan kolesterol darah. Beberapa studi menunjukkan
serat dapat larut menurunkan kadar LDL tanpa menurunkan kadar
kolesterol HDL (Belitz, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Aprionika (2016) yang melihat
hubunan asupan serat dan vitamin C dengan kadar HDL dan LDL pada
pasien PJK rawat inap di RSUD DR Moewardi Surakarta menyatakan
bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan serat dengan kadar LDL
dan HDL pada pasien PJK (p= 0,937) dan (p= 0,252) (Aprionika, 2016).
Asupan gizi kapurung dalam satu kali konsumsi kapurung yaitu
energi 451,7 kkal, karbohidrat 95,9 g, protein 14,4 g, lemak 0.7 g, dan
serat 3,1 g. Sedangkan konsumsi nasi memiliki asupan gizi yaitu energi
415,3 kkal, protein 15,5 g, lemak 1 g, karbohidrat 84,1 g, dan serat 1,9 g.
Menurut Belitz HD (2009) serat yang larut dapat menurunkan kadar
LDL tanpa menurunkan kadar kolesterol HDL, sehingga konsumsi sagu
yang tinggi serat disinyalir dapat membantu dalam menurunkan kadar LDL
dalam darah.
4. Asupan dan Pola Makanan
Pengukuran asupan makanan yang meliputi energi, protein, lemak,
karbohidrat, serat, vitamin A, vitamin C, vitamin E, Vitamin B3, kalsium,
magnesium, zink dan tembaga dilakukan dengan menggunakan food recall
24 jam kemudian dianalisis dengan nutrisurvey. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata asupan pada
energi, protein, serat, vitamin A, vitamin E, vitamin B3, kalsium, dan
magnesium pada kelompok sering mengonsumsi sagu maupun kelompok
jarang mengonsumsi sagu dengan nilai p= >0,05. Sedangkan untuk
asupan lemak, karbohidrat, vitamin C, zink dan tembaga menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan rata-rata asupan pada kedua kelompok dengan
nilai p= <0,05 dan rata-rata asupan lemak, karbohidrat, vitamin C, zink dan
tembaga pada kelompok jarang mengonsumsi sagu memiliki nilai standar
deviasi yang lebih tinggi di banding standar deviasi pada kelompok sering
mengonsumsi sagu. Walaupun terdapat perbedaan pada asupan lemak,
vitamin C, zink dan tembaga antar kedua kelompok namun tidak sesuai
dengan yang dianjurkan AKG 2013, hanya asupan karbohidrat berada di
atas 80% AKG.
Analisis lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui pola konsumsi
responden pada kedua kelompok dengan menggunakan Food Frequency
Questioner (FFQ) semi kuantitatif. Pola konsumsi makanan sumber
karbohidrat pada kedua kelompok menunjukkan bahwa nasi merupakan
makanan sumber karbohidrat yang paling sering di konsumsi oleh
responden. Kapurung juga merupakan salah satu makanan sumber
karbohidrat yang dikonsumsi 1 kali dalam sehari oleh responden kelompok
konsumsi sagu. Sedangkan untuk pola konsumsi protein pada kedua
kelompok menunjukkan bahwa ikan bandeng, ikan kembung dan telur
ayam ras yang merupakan makanan sumber protein yang paling sering
dikonsumsi oleh kedua kelompok. Berbeda dengan pola konsumsi sayur
dan buah pada kedua kelompok menunjukkan bahwa kacang panjang,
kangkung dan sawi hijau, semangka, pisang susu dan jeruk manis
merupakan jenis sayur dan buah yang paling sering dikonsumsi oleh
kelompok sering mengonsumsi sagu sedangakn kangkung, daun
singkong, wortel, pisang raja pisang susu dan semangka merupakan jenis
sayur dan buah yang sering dikonsumsi oleh kelompok jarang
mengonsumsi sagu.
Tingginya konsumsi karbohidrat dapat menyebabkan terjadinya
obesitas yang merupakan salah satu faktor risiko terhadap penyakit
jantung koroner. Penelitian yang dilakukan oleh Senduk dkk (2016) yang
melihat gambaran profil lipid pada remaja obes di kota Bitung
menunjukkan bahwa dari total sampel yang termasuk kategori remaja
obes, 62% sampel memiliki kadar HDL dibawah normal dan 82% sampel
memiliki kadar LDL diatas normal (Senduk, 2016). Penelitian yang
dilakukan oleh Ercho (2014) yang melihat hubungan obesitas dengan
kadar LDL dan HDL pada mahasiswa preklinik Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung menunjukkan bahwa hasil rerata HDL sebesar 38,26
mg/dL dan LDL sebesar 153,83 mg/dL dan menyimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara obesitas dengan kadar HDL dan LDL
dengan nilai p<0,005 (Ercho, 2014).
Konsumsi tinggi karbohidrat dapat meningkatkan kadar trigliserida
dan menurunkan kadar HDL. Kadar trigliserida tinggi dan kadar HDL yang
rendah dapat berpengaruh pada aterosklerosis dan berimbas pada
penyakit jantung koroner. Peningkatan kadar trigliserida dalam darah
merupakan salah satu faktor resiko dari penyakit jantung koroner.
Hipertrigliseridemia dapat menyebabkan peningkatan LDL kolesterol dan
penurunan HDL kolesterol. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa
trigliserida secara langsung dapat juga berperan sebagai faktor resiko
yang independen, terutama pada pria dan wanita yang berusia diatas 50
tahun (Imam, 2004).
Penelitian yang dilakukan oleh Utami (2016) yang melihat pengaruh
pemberian kapsul ubi jalar ungu terhadap kadar HDL dan LDL guru
obesitas sentral di SMPN Kota Makassar menunjukkan bahwa pada
kelompok perlakuan terjadi peningkatan kadar HDL 4,12 mg/dl (10,9%)
dan secara statistik menunjukkan ada perbedaan sebelum dan setelah
intervensi p = 0,000. Pada kadar LDL terjadi penurunan sebesar 24 mg/dl
(13,6%) dan secara statistik menunjukkan ada perbedaan sebelum dan
setelah intervensi p = 0,000 sehingga disimpulkan bahwa rerata kadar
HDL mengalami peningkatan sedangkan pada LDL mengalami penurunan.
Ubi jalar ungu merupakan salah satu jenis antioksidan yang mengandung
vitamin C, vitamin A, betakaroten, dan antsianin (Utami, 2016).
Antioksidan diperlukan untuk mencegah stres oksidatif. Stres
oksidatif adalah kondisi ketidakseimbangan antara jumlah radikal bebas
yang ada dengan jumlah antioksidan di dalam tubuh. Radikal bebas
merupakan senyawa yang mengandung satu atau lebih elektron tidak
berpasangan dalam orbitalnya, sehingga bersifat sangat reaktif dan
mampu mengoksidasi molekul di sekitarnya (lipid, protein, DNA, dan
karbohidrat). Antioksidan bersifat sangat mudah dioksidasi, sehingga
radikal bebas akan mengoksidasi antioksidan dan melindungi molekul lain
dalam sel dari kerusakan akibat oksidasi oleh radikal bebas atau oksigen
reaktif. Apabila LDL teroksidasi, Hydroxymethylglutaryl coenzymeA
reductase akan teraktivasi sehingga dapat meningkatkan kadar LDL
(Werdhasari, 2014).
Asupan gizi khususnya asupan asam lemak berkaitan erat dengan
peningkatan kadar LDL pada plasma darah. asupan asam lemak jenuh
pada umumnya berasal dari produk hewani jika dikonsumsi dalam jumlah
banyak secara signifikan akan meningkatkan kadar LDL darah maupun
HDL. Sedangkan, asupan asam lemak tidak jenuh sebagian besar berasal
dari minyak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan kacang-kacangan
dapat menurunkan kadar LDL dan HDL dalam darah. hasil studi subklinik
dan klinik menunjukkan bahwa penggantian asam lemak jenuh dengan
asam lemak tak jenuh dalam diet, berhasil menurunkan kadar kolesterol
total dan kolesterol LDL tanpa menurunkan kolesterol HDL, sehingga
dapat menurunkan risiko penyakit jantung koroner (Muller, 2003).
Asam lemak tak jenuh tunggal (Mono Unsaturated Fatty Acid/
MUFA) merupakan jenis asam lemak yang mempunyai 1 ikatan rangkap
pada rantau atom karbon. Asam lemak ini tergolong dalam asam lemak
rantai panjang (LCFA), yang kebanyakan ditemukan dalam minyak zaitun,
minyak kedelai, minyak kacang tanah, minyak biji kapas, dan kanola.
Secara umum, lemak tak jenuh tunggal berpengaruh menguntungkan
kadar kolesterol dalam darah, terutama bila digunakan sebagai pengganti
asam lemak jenuh. Asam lemak tak jenuh (MUFA) lebih efektif
menurunkan kadar kolesterol darah, dari pada asam lemak tak jenuh
jamak (PUFA). PUFA dapat menurunkan kolesterol LDL, dan dapat
munurunkan HDL. Sebaliknya MUFA dapat menurunkan LDL dan
meningkatkan HDL secara lebih besar daripada omega 3 dan omega 6
(Muller, 2003).
PUFA (asam lemak arakhidonat, linoleat, dan linolenat) antara lain
berperan penting dalam transpor dan metabolisme lemak, fungsi imun,
mempertahankan fungsi integritas membran sel. Asam lemak omega-3
dapat membersihkan plasma dari lipoprotein kilomikron dan VLDL, serta
menurunkan produksi trigliserida dan apolipoprotein β di dalam hati. Selain
berperan dalam pencegahan penyakit jantung koroner dan artritis, asam
lemak omega-3 dianggap penting untuk memfungsikan otak dan retina
secara baik (Mayes PA, 2003).
Hasil analisis perbandingan asupan MUFA dan PUFA menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan asupan MUFA dan PUFA pada kedua
kelompok dimana rata-rata asupan MUFA pada kelompok sering
mengonsumsi sagu yaitu 5,91 g (SD 2,86) dan PUFA 5,42 g (SD 3,11)
sedangkan rata-rata asupan MUFA pada kelompok jarang mengonsumsi
sagu yaitu 6,36 g (SD 4,02) dan PUFA 6,22 g (SD 3,75). Rata-rata asupan
MUFA dan PUFA pada kedua kelompok belum mencukupi asupan yang
dianjurkan.
Tabel 4.19 Kandungan Omega-3, Omega-6, Omega-9 pada Beberapa Ikan
No Jenis Ikan Berat Omega-3 Omega-6 Omega-9
1 Ikan bandeng 50 0,035 0,235 0,75 40 0,028 0,188 0,6 30 0,021 0,141 0,45
2 Ikan kembung 100 0,01 0,01 0,02 60 0,006 0,006 0,012 40 0,004 0,004 0,008
3 Ikan mujair 40 0,012 0,18 0,072 25 0,0075 0,1125 0,045
4 Ikan tongkol 70 0 0,007 0 60 0 0,006 0
5 Ikan mas 130 0,032 0,585 0,962 100 0,02 0,45 0,74 40 0,008 0,18 0,296
6 Ikan selar 10 0,006 0,332 1,208 5 0,003 0,166 0,604
7 Ikan lemuru 70 0,021 0,028 0,133 20 0,006 0,008 0,038
8 Ikan teri 20 0,008 0,258 0,928 15 0,006 0,194 0,696
Sumber: Kandungan Asam Lemak Pangan Indonesia, 2015
Selain asupan MUFA dan PUFA menurunkan kadar LDL darah,
serat juga mempunyai peranan penting terhadap penurunan kadar
kolesterol darah. Sagu merupakan salah satu makanan pokok yang
memiliki kandungan serat yang tinggi. Namun konsumsi makanan yang
memiliki kandungan serat yang tinggi merupakan salah satu faktor perancu
dalam penelitian ini. Adapun kadar serat pangan dalam sayuran, buah-
buaha, kacang-kacangan dan produk olahnnya yang biasa dikonsumsi
oleh responden sebagai berikut :
Jenis Sayuran/Buah-
Buahan/Kacang-Kacangan
Jumlah Serat Per 100 Gram
Jenis Sayuran/Buah-
Buahan/Kacanga-Kacangan
Jumlah Serat Per 100 Gram
a. Sayuran Kentang Singkong Ubi jalar Wortel Kangkung Labu
0,5 0,9 0,6 1 2
2,7
Daun singkong Buncis Daun kelor Tomat Daun bayam Jagung manis
2,4 1,9 8,2 1,5 2,2 2,2
b. Buah-Buahan Anggur Mangga
1,2 1,6
Pisang ambon Nanas
1,9 0,6
c. Kacang-Kacangan Kacang tanah Kacang hijau Kacang panjang
2,4 7,5 2,7
Tahu Tempe kedelai
0,1 1,4
Sumber : Tabel Komposisi Pangan Indonesia (2009)
Walaupun kandungan serat pada pada sayur, buah serta kacang-
kacangan cukup tinggi namun sayur, buah dan kacang-kacangan tersebut
tidak di konsumsi oleh responden setiap harinya. Sedangkan serat yang
terkandung pada sagu yang dikonsumsi dalam bentuk kapurung dapat
memberi sumbangsi terhadap asupan serat harian responden.
5. Aktivitas Fisik
Salah satu faktor risiko terhadap penyakit jantung koroner adalah
aktivitas fisik. Menurut WHO (2010), aktivitas fisik adalah setiap gerakan
tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran
energi. Aktivitas fisik yang kurang merupakan faktor risiko independen
untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan
menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010) termasuk penyakit
jantung koroner.
Penilaian aktivitas fisik dilakukan melalui pengukuran aktivitas
sehari-hari selama 24 jam dengan berdasarkan nilai PAL (Physical
Activity Level). Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukkan
bahwa aktivitas fisik ringan merupakan aktivitas fisik yang mendominasi
responden pada kedua kelompok. Hal ini diperkuat dengan kebanyakan
pekerjaan utama responden baik pada kelompok sering mengonsumsi
sagu maupun kelompok jarang mengonsumsi sagu merupakan seorang
ibu rumah tangga. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan diperoleh
bahwa kegiatan ibu rumah tangga dilapangan tergolong ringan karena
tidak semua aktivitas rumah tangga dilakukan responden seorang diri dan
kegiatan berbelanja dan mencuci tidak dilakukan setiap hari.
Penelitian yang dilakukan oleh Jian Li (2012) yang merupakan
penelitian metaanalisis dengan menggunakan 21 studi kohort prospektif
terhadap pria dan wanita yang bebas dari penyakit kardiovaskular,
penelitian ini menyimpulkan bahwa aktivitas fisik yang tinggi dan sedang
memiliki efek menguntungkan bagi kardiovaskular dengan mengurangi
risiko penyakit jantung koroner dan stroke antara pria dan wanita masing-
masing 20-30% dan 10-20% (Jian Li, 2012).
Hasil analisis hubungan aktivitas fisik terhadap kadar LDL dan
HDL pada kelompok sering mengonsumsi sagu dan kelompok jarang
mengonsumsi sagu diperoleh bahwa tidak ada hubungan antara aktivitas
fisik dengan kadar LDL dan HDL pada kedua kelompok. Kelompok sering
mengonsumsi sagu memiliki p value HDL yaitu 0,135 dan LDL yaitu
0,132 sedangkan pada kelompok jarang mengonsumsi sagu memiliki p
value HDL yaitu 0,108 dan LDL yaitu 0,203.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Utari (2017) yang
melihat hubungan antara aktivitas fisik dan angka kecukupan gizi
makronutrien terhadap rasio kolesterol total/HDL pada masyarakat
pedesaan yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara aktivitas fisik terhadap rasio kolesterol/HDL dengan p
value 0,038 (Utari, 2017).
Penelitian yang dilakukan oleh Hasanah (2016) yang melakukan uji
hubungan antara aktivitas fisik dengan profil lipid darah menunjukkan
kecenderungan semakin tinggi aktivitas fisik dapat menurunkan kadar
kolesterol darah dan trigliserida (Fathia, 2016).
Hasil penelitian yang sejalan dilakukan oleh Zuhroiyyah dkk (2017)
yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan
kadar kolesterol HDL dengan nilai r= 0,090 dan nilai p >0,05. Secara teori
menyatakan bahwa ketika pembentukan ATP meningkat, maka tubuh akan
mengkompensasi dengan cara pembentukan High-Density Lipoprotein
(HDL). Pembentukan HDL ini dimaksudkan untuk memfasilitasi kolesterol
berlebih di perifer dapat diangkut menuju hepar sebagai cadangan energi
(Zuhroiyyah dkk, 2017).
Hubungan antara aktivitas fisik dengan kadar LDL yang dilakukan
oleh Zuhroiyyah, dkk (2017) menunjukkan hubungan yang berbanding
terbalik dengan kadar kolesterol LDL dengan hasil nilai koefisien
korelasinya -0,288 dan nilai p= 0,001 yang berarti ada hubungan antara
variabel. Hal ini sejalan dengan teori bahwa setelah melalui proses
pencernaan dan penyerapan, makanan akan mengalami pembentukan
menjadi Acetyl-CoA yang selanjutnya memasuki siklus krebs untuk proses
pembentukan ATP, sehingga proses pembentukan dan transportasi
kolesterol ke seluruh tubuh akan menurun yang mengakibatkan kolesterol
Low Density Lipoprotein (LDL) sebagai alat transportasi kolesterol ke
seluruh tubuh tidak banyak dibentuk, maka dari itu kadar kolesterol LDL
menurun (Zuhroiyyah dkk, 2017).
C. Keterbatasan Penelitian
Adapun ketebatasan dalam penelitian ini yaitu pengumpulan data
konsumsi dan frekuensi makanan menggunakan metode food frekuensi semi
kuantitatif dengan bantuan food picture bukan food model sehingga
menimbulkan under-estimated maupun over-estimated terhadap asupan
yang dilaporkan responden.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan lingkar perut, tekanan darah
sistolik dan tekanan darah diastolik pada kedua kelompok. Dan tidak terdapat
perbedaan rata-rata kadar HDL pada kelompok sering mengonsumsi sagu
dan kelompok jarang mengonsumsi sagu (p= 0,055). Dan terdapat
perbedaan rata-rata kadar LDL antara kelompok sering mengonsumsi sagu
dan kelompok jarang mengonsumsi sagu (p= 0,000). Rata-rata kadar LDL
pada kelompok yang sering mengonsumsi sagu memiliki nilai rata-rata lebih
baik dibanding kelompok yang jarang mengonsumsi sagu. Hal ini
menunjukkan bahwa pola konsumsi sagu dapat memberi pengaruh terhadap
kadar LDL dalam darah.
Terdapat perbedaan asupan lemak, karbohidrat, vitamin C, zink dan
tembaga pada kedua kelompok yang masing-masing memiliki nilai p secara
berturut-turut yaitu 0,031; 0,019; 0,009; 0,000; 0,038.
Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang dapat mempengarui
kadar LDL dan HDL dalam darah sehingga dilakukan analisis lebih lanjut
untuk melihat hubungan antara aktivitas fisik terhadap kadar LDL dan HDL
dan diperoleh bahwa tidak ada hubungan antara keduanya.
B. Saran
Berdasarkan analisis hasil penelitian, maka dapat disarankan kepada
pihak :
1. Kepada pihak pemerintahan yang terkait agar mendorong masyarakat
untuk bersama-sama meningkatkan upaya promotif maupun preventif
terkait dengan kontrol kadar LDL dan HDL yang merupakan salah satu
faktor risiko penyakit jantung koroner. Salah satu cara yaitu dengan
memanfaatkan pangan lokal dalam hal ini yaitu sagu sebagai salah satu
makanan pokok lokal yang memiliki banyak manfaat terhadap kesehatan.
2. Perlu penelitian lanjutan dengan memberikan intervensi sagu kepada
sampel untuk lebih mendalami pengaruh konsumsi sagu terhadap kadar
LDL dan HDL.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, F.B., P.A. Williams, J.L. Doublier, S. Durand, and A. Buleon. 1999. Physicochemical Characterization of Sago Starch. Carbohydrate Polymers, 38: 361-370.
Adam, J. M. F. 2005. Meningkatkan Kolesterol HDL, paradigma baru
penatalaksanaan dislipidemia. J. Med. Nus. 26: 200-4. Adult Treatment Panel III, 2001. Expert Panel on Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Cholesterol in Adults. Executive Summary of the Third Report of the National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel III). JAMA. 285:2486- 2496.
Almatsier S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama. American Heart Association (AHA)- Scientific Position, Risk factors and
coronary heart disease, AHA Scientific Position, November 24, 2007, 1-3.
Aprionika Fidara. (2016). Hubungan Asupan Serat dan Vitamin C dengan
Kadar Kolesterol LDL dan HDL pada Pasien Penyakit Jantung Koroner Rawat Inap di RSUD DR. Moewardi Surakarta. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiayh Surakarta.
Anderson JW, Randles KM, Kendall CWC, Jenkins DJA. Carbohydrate and
fiber recommendations for individuals with diabetes: a quantitative assessment and meta analysis of the evidence. J Am Coll Nutr. 2004;23:5-17.
Arsana, Putu Moda, dkk. Panduan Pengelolaan Dislipidemia di Indonesia.
PB. Perkeni- 2015. Badan Koordinasi Penanaman Modal. (2010). Potensi Sagu di Sulawesi
Selatan. Belitz HD, and Grosch W. Food chemistry. Berlin: Springer Verlag, 2009.
Bintoro, H.M.H. 2008. Bercocok Tanam Sagu. IPB Press. Bogor. Hal. 71. Bull E, Morrell J, 2007. Simple Guides Kolesterol. Edisi ke-1. Jakata,
Erlangga, 3-22. Bustan M.N. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta.
2007. Chen, Qing-Jie., Lai, Hong-Mei., Chen, Bang-Dang., Li, Xiao_mei., Zhai Hui.,
He, Chun-Hui He., Pan Shou., Lou, jun-Yi., Gao Jing., Lie Fen., Ma. Yi-Tong., and Yang, Yi-Ning.. Appropriate LDL-C-to-HDL-C ratio Cutoffs for Categorization of Cardiovascular Disease Risk Factors among Uygur Adults in Xinjiang, China. Int. J. Environ. Res. Public Health. 2016, 13, 235
Chandra Tony. 2007. Perbedaan Profil Lipid Remaja Dengan Orang Tua
Berpenyakit Jantung Koroner Dan Bukan Jantung Koroner. Semarang. Universitas Diponegoro.
Christophe Bauters, Nicolas Lamblin, Eugene P Mc Fadden, Eric van Belle,
Alain Millare and Pascal de Groote, Influence of diabetes mellitus on heart failurerisk and outcome, Cardiovascular Diabetology, Centre Hospitalier Universitaire de Little, January 8, 2003, 1-16.
Ebook Pangan. 2006. Sagu Sebagai Bahan Pangan. Dapat diakses di
http://tekpan.unimus.ac.id/wp-content/uploads/2013/07/SAGU-SEBAGAI-BAHAN-PANGAN.pdf
Ercho N.C. 2014. Hubungan Obesitas Dengan Kadar HDL dan LDL Pada
Mahasiswa Preklinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Lampung: Universitas Lampung. ISSN 2337-3776.
Erkki Vartiainen, Tiina L, Markku P, Pekka P . Predicting Coronary Heart
Disease and Stroke. 2016. Global Heart, Vol. 11, No. 2. Fathoni M, 2011. Penyakit Jantung Koroer: Patofisiologi, Disfungsi Endothel,
dan Manifestasi Klinis. edisi ke-1. Surakarta: UNS Press Flach, M. dan F. Rumawas, eds. 1996. Plant Resources of South-East Asia
(PROSEA) No.9: Plants Yielding Non-Seed Carbohydrates. Leyden. Blackhuys.
Gandy J. W, Angela Madden, Michelle Holdsworth. Gizi dan Dietetika. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012.
Ghani Lannywati, dkk. 2016. Faktor Risiko Dominan Penyakit Jantung
Koroner di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 44, No. 3, September 2016 : 153 – 164
Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran(terjemahan). Edisi ke-11.
Jakarta: EGC; 2008. Grundy SM. Nutrition in the management of disorder of serum lipid and
lipoprotein. In:Shils ME, Shike M, Ross AC, Caballero B, Cousins RJ,
editors.Modern nutirition in health and disease. 10thedition. Philadelpia:
Lippincott William & Wilkins, 2006. p. 1076-92. Harjana, Tri. 2011. Kajian Tentang Potensi Bahan-Bahan Alami Untuk
Menurunkan Kadar Kolesterol Darah. Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan Penerapan MIPA. Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta.
Haryanto, B. dan P. Pangloli., 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu.
Kanisius. Yogyakarta. Hasanah, Fathia Arifa. 2016. Hubungan Pola Konsumsi Pangan, Gaya Hidup
dan Status Gizi dengan Profil Lipid Darah pada Perempuan Dewasa Pedesaan. Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Hatma RD. Sosial determinan dan faktor risiko kardiovaskular. Buletin
Jendela Data dan Informasi Kesehatan. 2012; 2(2):15-22. Hu FB, Willett WC. Optimal diets for prevention of coronary heart disease.
JAMA [internet]. 2002; 288(20):2569-78. Tersedia dari: http://jama.jamanetwork.com/
Huningkor Yusuf. 2015. Pengaruh Makanan Pokok Tradisional Maluku
terhadap Faktor Risiko Penyakit jantung Koroner: Kajian tentang lipolisis, Lipogenesis, dan Free Fatty Acid terhadap Mekanisme Atherosklerosis. Universitas Hasanuddin.
Huon H. Gray, Keith D. Dawkins, John M. Morgan, Iain A. Simpson, Lecture notes cardiology, Edisi 4, Erlangga Medical Series, Jakarta, 2002, 107-150.
Hussain, Mohammad Akhtar, etc. 2016. The Burden of Cardiovascular
Disease Attributable to Major Modifiable Risk Factors in Indonesia. J Epidemiol 2016;26(10):515-521
Imam Soeharto, Penyakit jantung koroner dan serangan jantung, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004. Janes Berthy Alfons Dan A. Arivin Rivaie. 2011. Sagu Mendukung Ketahanan
Pangan Dalam Menghadapi Dampak Perubahan Iklim. Perspektif Vol. 10 No. 2 /Des 2011. Hlm 81 – 91.
Jian Li and Johannes Siegrist. 2012. Physical Activity and Risk of
Cardiovascular Disease-A Meta-Analysis of Prospective Cohort Studies. Int. J. Environ. Res. Public Health 2012, 9, 391-407; doi:10.3390/ijerph9020391
Kabo, Peter. 2012. Bagaimana menggunakan obat-obat kardiovaskuler
secara rasional. Balai penerbit Fakultas kedokteran UI, Jakarta. Kabo, Peter. Pengobatan Penyakit Jantung Koroner. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama. 2008. Karson, S. 2012. Kelainan dan Penyakit Jantung Pencegah Serta
Pengobatannya. Penerbit Nuha Medika yogyakarta. Kurniawati, Fauzia Khusnul. 2015. Hubungan Konsumsi Lemak Dan Aktivitas
Fisik Dengan Kadar Kolesterol Darah Dan Kadar Low Density Lipoprotein Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner Rawat Jalan Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi . Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Labibah Zulfa dan Dian Isti Anggraini. 2016. Diet Mediterania dan
Manfaatnya terhadap Kesehatan Jantung dan Kardiovaskular. Majority | Volume 5 | Nomor 3 | September 2016
Lannywati Ghani dkk. 2016. Faktor Risiko Dominan Penyakit Jantung
Koroner di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 44, No. 3, September 2016 : 153 – 164.
Lee WL et al, Impact of Diabetes on coronary artery disease in women and men : meta-analysis of prospective studies, Diabetes Care, 2000;23 : 962-968.
Louhenapessy dkk. 2010. Sagu Harapan Dan Tantangan. Penerbit Bumi
Aksara. Jakarta. Majid Abdul. 2007. Penyakit Jantung Koroner; Patofisiologi, Pencegahan dan
Pengobatan Terkini. USU e-Repository. Maligan, J.M., Estiasih, T., Sunarharum, W.B., dan Rianto, T. 2011. Efek
Hipokolesterolemik Tepung Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst) pada TikusWistar Jantan yang Diberi Diet Hiperkolesterol. Jurnal Teknologi Pertanian 12(2): 91-99.
Massie BM and Amidon TM, Heart: coronary heart dsease, In: Current
Medical Diagnosis & Treatment, 42nd Edition, Lange Medical Book/Mc Graw-Hill, 2003;10: 332-333.
Maulana M. 2007. Penyakit Jantung: Pengertian, Penanganan, dan
Pengobatan. Jogjakarta: Kata Hati. Murray, Grammer, Mayes, Rodwell. 2009. Biokimia Harper. Edisi : 27.
Jakarta: EGC. Muller H, Lindman AS, Brantsaeter AL, Pedersen JI. The serum LDL/HDL
cholesterol ratio is influenced more favorably by exchanging saturated with unsaturated fat than by reducing saturated fat in the diet of women. J Nutr. 2003.
Ngili, Yohanis. 2009. Biokimia Metabolisme dan Bioenergitika. Yogyakarta :
PT. Graha Ilmu Notoadmodjo, Soekidjo. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta:
Rineka Cipta. 2011. Adam, J.M.F., 2009. Dislipidemia. Dalam: Sudoyono, et. al. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 1926 -1932.
Nur hayati dkk. 2014. Preferensi Masyarakat terhadap Makanan Berbahan
Baku Sagu (Metroxylon Sagu Rottb) sebagai Alternatif Sumber Karbohidray di Kabupaten Lwu dan Luwu Utara Sulawesi Selatan.
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 1 Maret 2014, Hal. 82-90.
Nurhaedah M. 2014. Manfaat Sagu (Metroxylon spp) Bagi Petani Hutan
Rakyat di Kabupaten Konawe Selatan. Info Teknis Eboni Vol. 11 No. 2, Desember 2014 : 95 – 102.
Maulana M. Penyakit jantung: pengertian, penanganan, dan pengobatan.
Yogyakarta: Kata Hati, 2008. Mayes P. A, Botham KM. 2003. Lipid Transport and Storage. Harper's
illustrated Biochemistry. 26 th ed. USA. Mc Graw Hill. 205-18. Mc Namara JR, Warnick GR, Wu LL. Lipids and Lipoproteins. In: Bishop ML,
Engelkirk JLD, Fody EP, editors. Clinical Chemistry: Principles, procedures, correlations. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2000. p. 232-59.
Oeniati Ratih dan Rustika. 2015. Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner
(PJK) pada Perempuan (Baseline Studi Kohor Faktor Risiko PTM). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 18 No. 1 Januari 2015: 47–55.
Papilaya, E.C. 2009. Sagu untuk Pendidikan Anak Negeri. IPB Press, Bogor.
106p. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Utara Nomor 02 Tahun 2011 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Luwu Utara. Perk J, Backer GD, Gohlke H, Graham I, Reiner Z, Verschuren WMM, Albus
C, Benlian P, Baoysen G, Cifkova R, et al . 2012. European Guidelines on cardiovascular disease prevention in clinical practice (version 2012). The Fifth Joint Task Force of the European Society of Cardiology and Other Societies on Cardiovascular Disease Prevention in Clinical Practice (constituted by representatives of nine societies and by invited experts). Eur Heart J 33: 1635–1701.doi:10.1093/eurheartj/ehs092
Price Sylvia A, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2002. Purwani, E.Y., Widaningrum, H. Setiyanto, E. Savitri, dan R. Tahir. 2006.
Teknologi Pengolahan Mi Sagu. Balai Besar PPPBPPT.
Rader, D. J. And Hobbs, H.H. 2005. In Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th Ed. p 2286-2298. McGraw-Hill. New York.
Rajagopal G, Suaresh V, Sachan A, 2012. High-density lipoprotein
cholesterol: How High. Indian J Endocrinol Metab; 16 (2) Rencana Program Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit
Tidak Menular Tahun 2010 – 2014. Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas). (2013). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2013. Riyanto Agus. 2013. Statistik Deksriptif Untuk Kesehatan. Yogyakarta: Nuha
Medika. Russo Giuseppina T, et al. 2015. Gender Differences In Lipoprotein
Metabolism. Ital J Gender-Specific Med 2015; 1(2): 58-65. Sanhia, Aji M., dkk. 2015. Gambaran Kadar kolesterol Low Density
Lipoprotein (LDL) pada Masyarakat Perokok di Pesisir Pantai. Jurnal e-Biomedik (eBm), Volume 3, Nomor 1, Januari-April 2015.
Senduk, Billy., Bodhi, Widdhi., Kepel, billy J. Gambaran profil Lipid pada
Remaja Obes di Kota Bitung. Jurnal e-Biomedik (eBm), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016
Sianturi. (2013). Merokok dan Kesehatan. Dalam
http://aguscoy.wordpress.com. Subramanian, S. 2012. Hypertriglyseridemia secondary to obesity and
diabetes. Biochimica et Biophysica Acta 1821 (2012) 819–825. Sudayasa I Putu, dkk. 2014. Analisis Faktor Risiko Merokok, Stress dan
Riwayat Keluarga yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner. Fakultas Kedokteran, Universitas Halu Oleo.
Sulviana, Nova. 2008. Analisis Hubungan Gaya Hidup Dan Pola Makan
Dengan Kadar Lipid Darah Dan Tekanan Darah Pada Penderita Jantung Koroner. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Sunu, Utari Febrina Supomo, dkk. 2017. Hubungan antara Aktivitas Fisik dan
Angka Kecukupan Gizi Makronutrien terhadap Rasio Kolesterol Total/HD:
ada Masyarakat Pedesaan. JURNAL FARMASI SAINS DAN KOMUNITAS, Mei 2017, hlm. 15-24.
Supariasa IDN. Penilaian status gizi. Jakarta: EGC, 2012. Supriyono Mamat. 2008. Faktor-faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap
Kejadian Penyakit jantung Koroner pada Kelompok Usia ≤ 45 Tahun. Tesis. Universitas Diponegoro Semarang.
Syahdima, dkk. 2013. Kajian Etnobotani Tumbuhan Sagu (Metroxylon spp.
Arecaceae) pada Masyarakat Desa Radda Kecamatan Baebunta Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan. Biocelebes, Juni 2013, hlm. 17-26. ISSN: 1978-6417.
Thompson P.D., Rader D.J. 2001. Does Exercise Increase HDL Cholesterol
in Those Who Need It the Most. Arteriosclerosis, Thrombosis, and Vascular Biology. American Heart Association, 21:1097-1098 .
Utami, A.N.D.P., Hadju, Veni., dan Masni. (2016). Pengaruh Pemberian
Kaspsul Ubi Jalar Ungu terhadap Kadar HDL dan LDL Guru Obesitas Sentral di SMPN Kota Makassar (Tesis). Makassar: Universitas Hasanuddin.
Veena, H., Carlappa, K.B., Sathisha, T.G. 2014. Sequels of Smoking on
Blood Lipid Levels in a Rural Population of South India. Research and Reviews: Journal of Medical and Health Sciences. 3(2):23-25.
Werdhasari, Asri. (2014). Peran Antioksidan Bagi Kesehatan. Jurnal Biotek
Medisiana Indonesia. Vol.3.2.2014.: 59-68. Whitney E, Rolfes SR. Understanding Nutrition. 14th ed. Cengage Learning;
2015.hlm.142 – 147. Winarno F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama. Wolff, Hanns Peter. (2008). Hipertensi. Jakarta : PT Buana Ilmu Populer. World Health Organization. Cardiovascular diseases (CVDs) [internet]. USA:
WHO; 2015 World Health Organization. Cardiovascular disease (CVDs). 2012
World Health Organization. Noncommunicable Disease Country Profil 2011. Geneva: WHO 2011 Press
World Health Organization. Cardiovascular diseases (CVDs) [internet]. USA:
WHO; 2016 Yulliasih W. Obesitas abdominal sebagai faktor risiko peningkatan kadar
glukosa darah (karya tulis ilmiah). Semarang: Universitas Diponegoro; 2009
Yulsam Putri Yuriandini, Fadil oenzil dan Efrida. 2015. Insiden Riwayat
Hipertensi dan Diabetes pada Pasien Penyakit Jantung Koroner di RS. Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(2).
Zuhroiyyah, Siti Gatimah, dkk. 2017. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kadar
Kolesterol Total, Kolesterol Low Density Lipoprotein, dan Kolesterol High Density Lipoprotein pada Masyarakat Jatinangor. JSK, Volume 2 Nomor 3 Maret Tahun 2017
Zureik M, Touboul P.J, Kopp B, Courbon D, Ruelland I, Ducimetière P.
Differential Association of Common Carotid Intima-Media Thickness and Carotid Atherosclerotic Plaques With Parental History of Premature Death From Coronary Heart Disease. Arteriosclerosis, Thrombosis and Vascular Biology 1999;19:p366-371.
LAMPIRAN
FOTO PENELITIAN
Pengukuran TB Pengukuran LP
Pengukuran TD Pengisian Biodata Recall & FFQ
Pengambilan darah Pengambilan darah Pembagian makanan
Pengambilan darah ke 2 Sampel darah
PROSES PEMBUATAN SAGU
1) Pohon sagu siap
tebang
3) Di belah menjadi bagian2 kecil
5) Proses penyaringan
PROSES PEMBUATAN SAGU
Pohon sagu siap 2) 1 pohon di potong menjadi 10-20 bagian
Di belah menjadi bagian2 kecil
4) Kemudian di parut
Proses penyaringan 6) Ampas Sagu
pohon di potong
Kemudian di parut
Ampas Sagu
7) Proses pengendapan
Proses pengendapan 8) Pengemasan sagu
Proses wawancara
Pengemasan sagu
FOTO PENGOLAHAN SAGU MENJADI KAPURUNG
Sagu
Bahan-bahan pembuatan kapurung
Patikala
Ikan Sayur
Jeruk harum
Ikan yang telah di masak
Sagu yang telah di ecnerkan Penguntalan sagu
PERNYATAAN KESEDIAAN UNTUK IKUT PENELITIAN
(INFORMED CONSENT)
Yang bertandatangan dibawah ini, saya :
Nama :
Alamat Rumah :
Umur :
Pekerjaan :
Desa :
Dusun :
Setelah mendapat penjelasan tentang maksud dan tujuan serta
memahami penelitian yang dilakukan dengan judul :
“Pengaruh Pola Konsumsi Sagu Terhadap Kadar Low Density
Lipoprotein (LDL) Dan High Density Lipoprotein (HDL) Pada Wanita Usia
35-55 Tahun Kabupaten Luwu Utara”
Yang dibuat oleh :
Nama : Sakinah Amir
Nim : P1803215008
Dengan ini saya menyatakan kesediaan untuk berperan serta menjadi
subjek penelitian dan bersedia melakukan pemeriksaan sesuai dengan data
yang diperlukan. Demikian pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran
tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Yang Membuat Pernyataan,
( )
Lampiran Form Kuesioner FFQ Semi kuantitatif
Kuesioner Food Frekuensi Semi Kuantitatif
No. Sampel :
Tanggalwawancara :
Enumerator :
Nama :
Umur :
Jeniskelamin :
Pendidikan :
Pekerjaan :
No. Hp :
No. Nama
Makanan
URT Gram Frekuensi URT Rata-
Rata
frekuensi
Rata-
rata
intake
x/hr x/mgg x/bln x/th x/hr gr/hr
1. Karbohidrat Sagu
(kapurung) 1 sdm
20
Sagu (dange)
1 sdk 10
Beras giling masak(Nasi)
1 prg sdg
200
Beras merah
1 prg sdg
200
Jagung kuning segar
1 bgl 180
Jagung serut
1 ptg 35
Ketela pohon (singkong)
1 prg kcl
50
Ubi kayu 1 bh 100
kcl Ubi ungu 1 bh
kcl 100
Ubi jalar merah
1 bh kcl
100
Bihun 1 sdm
10
Mie basah 1 sdm
10
Mie kering 1 sdm
10
Mie instan 1 bks 75 Macaroni ½ gls 50 Kentang 1 bh
sdg 100
Tepung Terigu
1 sdk 10
Roti tawar putih
1 lbr 30
Lainnya 2. Protein Hewani Daging sapi 1 ptg
sdg 50
Daging kambing
1 ptg sdg
50
Bakso daging
1 bh sdg
15
Udang 5 ekr kcl
30
Cumi-cumi 1 skr sdg
30
Kepiting 1 bh sdg
100
Ikan cakalang
1 ekr sdg
80
Ikan merah 1 ekr sdg
120
Ikan bolu 1 skr sdg
120
Ikan teri 1 sdm
10
Ikan layang 1 ekr sdg
60
Ikan ekor putih
1 ekr kcl
100
Ikan sarden 1 ekr kcl
5
Ikan teri kering
1 sdm
15
Ikan asin 1 bh 10 Kerang 1 bh 10 Daging
ayam 1 bh 60
Hati ayam 1 ptg 30 Hati sapi 1 ptg 25 Paruh ayam 1 ptg 15 Bebek 1 ptg
sdg 50
Telur ayam ras
1 btr 60
Telur ayam kampong
1 btr 50
Telur bebek 1 btr 65 Telur puyuh 1 btr 10 Lainnya Nabati Tahu 1 ptg
sdg 40
Tempe 1 ptg sdg
24
Kacang kedelai
1 sdm
10
Kacang hijau
1 sdm
10
Kacang merah
1 sdm
10
Kacang tanah
1 sdm
10
3. Sayuran Kangkung 1
sdm 10
Bayam 1 sdk syr
15
Buncis 1 sdk syr
15
Tauge 1 sdm
10
Sayur gedi 1 sdm
10
Labu siam 1 bh kcl
50
Labu kuning 4 ptg kcl
50
Sawi hijau 1 prg 50 Kubis 1
mgk 30
Daun katuk 1 sdk syr
15
Daun kacang
1 sdk syr
15
Daun singkong
1 sdk syr
15
Kacang panjang
1 sdm
15
Pare 1 ptg 20 Jantung
pisang 1 bh kcl
100
Wortel 1 ptg bsr
15
Tomat 1 bh kcl
40
Nangka muda
8 ptg 50
Seledri 1 sdm
10
Kemangi 1 sdm
5
Daun kelor 1 sdk syr
15
Daun papaya
1 mgk kcl
30
4. Buah-buahan Pisang susu 1 bh 50 Pisang raja 1 bh 50
Pisang ambon
1 bh 100
Apel 1 bh 60 Jeruk manis 1 bh
sdg 100
Manga ½ bh 90 Nangka 1 bh
sdg 30
Nanas ¼ bh 95 Langsat 1 bh 10 Jambu air 1 bh 50 Jambu biji 1 bh
sdg 70
Kedondong 1 bh sdg
50
Durian 1 bj 30 Semangka 1 ptg 100 Melon 1 ptg
pnj 100
Sirsak 1 ptg sdg
60
Salak 1 bh sdg
40
Rambutan 1 bh 50 Alpukat 1 bh
sdg 130
Anggur 1 bh 15 Kelapa 1 sdk 15 5. Minuman Teh 1 cup 5 Susu sapi 1 sdk 10 Susu kental
manis 1 sdk 15
Susu kemasan
1 ktk kcl
220
Kopi 1 sdm
10
Yogurt 1 sdk 15 Lainnya 6. Pangan Lokal Bunga 1 sdk 15
pepaya syr Daun
paku/pakis 1 sdk syr
15
Ikan parede 1 ptg kcl
60
Lawa ikan 1 ptg kcl
30
Kue bagea 1 kpng
15
Kue ongol-ongol
1 bh 20
Pisang ijo 1 ptg 100 Es buah 1 gls 200 Lainnya : 7. Lemak dan Minyak Minyak
goreng 1 sdk 10
Minyak kelapa sawit
1 sdk 10
Margarine 1 sdk 10 Minyak ikan 1 sdk 10 Santan 1 gls
kcl 50
8. Serba Serbi Agar-agar 1 bks 30 Dodol 1 bh 20 Gula aren 1 ptg
dadu 13
Gula pasir 1 sdk 10 Madu 1 sdk 10 Kecap 1 sdk 10 Saos tomat 1 sdk 10 9. Produk kemasan Ikan sarden
kaleng 1 klg kcl
130
Minuman ale-ale
1 gls 200
Sirup marjan
1 sdk 10
Sirup ABC 1 sdk 10 Nutrisari 1 bks 14
You C-1000 1 btl 140 Hemaviton 1 btl 150 Mizone 1 btl 300 Lasegar 1 klg 320 Sari
kacanghijau 1 ktk 250
Buavita 1 ktk 250 Lainnya :
KUESIONER RECALL 24 JAM
PENGARUH KONSUMSI SAGU TERHADAP KADAR HDL DAN LDL PADA
WANITA USIA 35-55 TAHUN LUWU UTARA
Waktu Makan
Nama Makanan
Komposisi Cara
Pengolahan Jumlah
dalam URT Perkiraan
Gram Jam:
Jam:
Jam:
KUESIONER AKTIVITAS FISIK
RECALL AKTIVITAS
Nama Aktivitas Lama Kegiatan
Total
No. Jenis Aktivitas Fisik
Lama Kegiatan (Menit) PAR
Physical Activity
Ratio/satuan waktu
1 Tidur 1.0 0
2 Diantar dalam bus/mobil/motor 1.2 0
3 Aktivitas santai (nonton TV dan mengobrol 1.4 0
4 Makan 1.5 0
5 Duduk (bekerja kantor, menjaga toko) 1.5 0
6 Mengendarai motor 2.7 0
7 Mengendarai mobil 2.0 0
8 Memasak 2.1 0
9 Berdiri, membawa barang yang ringan 2.2 0
10 Mandi/berpakaian/berdandan 2.3 0
11 Membersihkan halaman 3.3 0
12 Mencuci baju 2.8 0
13 Mencuci piring 1.7 0
14 Menyapu 2.3 0
15 Rapat 1.2 0
16 Beribadah 1.2 0
17 Shalat 1.4 0
18 Berenang 7.9 0
19 Bulu tangkis 6.06 0
20 Main bola/futsal 8 0
21 Kerja bangunan, membetulkan rumah 3 0
22 Memancing 1.9 0
23 Mengerjakan tugas 1.5 0
24 Mengerjakan pekerjaan rumah tangga/membersihkan rumah 2.8 0
25 Berjalan 3.2 0
26 Berkebun 4.1 0
27 Olahraga ringan (jalan kaki/jogging/jalan cepat) 4.2 0
28 Jalan santai berkeliling 2.1 0
29 Kegiatan dilakukan dengan duduk (menggunakan HP/ membaca buku/mengaji) 1.5 0
30 Kegiatan ringan dll 1.4 0
TOTAL PAL 0
a) Ringan (sedentary lifestyle) = 1,40-1,69
b) Sedang (active or moderately active lifestyle) = 1,70-1,99
c) Berat (vigorous or vigorously active lifestyle) = 2,00-2,4
Sumber: FAO/WHO/UNU. Human Energy Requirements. WHO Technical Report Series, no. 724. Geneva: World Helath Organization; 2001.
SPSS PENELITIAN Karakteristik Umum Responden
Pola_Komsumsi_Sagu * UmurCrosstabulation
Umur Total
35 - 45 Tahun
46 - 55 Tahun
Pola_Komsumsi_Sagu
Mayoritas mengkonsumsisagu
Count 28 14 42
% within Pola_Komsumsi_Sagu
66.7% 33.3% 100.0%
Minoritas mengkonsumsisagu
Count 19 23 42
% within Pola_Komsumsi_Sagu
45.2% 54.8% 100.0%
Total
Count 47 37 84
% within Pola_Komsumsi_Sagu
56.0% 44.0% 100.0%
Pola_Komsumsi_Sagu * DesaCrosstabulation
Desa Total
Kaluku Masamba Tarrue
Pola_Komsumsi_Sagu
Mayoritas Mengkonsumsi sagu
Count 16 7 19 42
% within Pola_Komsumsi_Sagu
38.1% 16.7% 45.2% 100.0%
Minoritas Mengkonsumsi sagu
Count 25 9 8 42
% within Pola_Komsumsi_Sagu
59.5% 21.4% 19.0% 100.0%
Total
Count 41 16 27 84
% within Pola_Komsumsi_Sagu
48.8% 19.0% 32.1% 100.0%
Pola_Komsumsi_Sagu * pendidikanCrosstabulation
Pendidikan Total
PT SD SMA SMP TDK SEKOLAH
Pola_Komsumsi_Sagu
Mayoritas Mengkonsumsi sagu
Count 2 9 13 18 0 42
% within Pola_Komsumsi_Sagu
4.8% 21.4% 31.0% 42.9% 0.0% 100.0%
Minoritas mengkonsumsi sagu
Count 2 18 13 7 2 42
% within Pola_Komsumsi_Sagu
4.8% 42.9% 31.0% 16.7% 4.8% 100.0%
Total
Count 4 27 26 25 2 84
% within Pola_Komsumsi_Sagu
4.8% 32.1% 31.0% 29.8% 2.4% 100.0%
Perbedaan Ldl Dan Hdl Kelompok Sering Mengonsumsi Sagu (Mayoritas Dan Jarang Mengonsumsi Sagu (Minoritas)
Case Processing Summary
Cases
Included Excluded Total
N Percent N Percent N Percent
HDL * Pola_Komsumsi_Sagu
84 100.0% 0 0.0% 84 100.0%
LDL * Pola_Komsumsi_Sagu
84 100.0% 0 0.0% 84 100.0%
Report
Pola_Komsumsi_Sagu HDL LDL
Mayoritas mengkonsumsi sagu
Mean 47.5714 77.4762
N 42 42
Std. Deviation 9.54359 20.94620
% of Total N 50.0% 50.0%
% of Total Sum 47.7% 43.0%
Minoritas mengkonsumsi sagu
Mean 52.1429 102.8333 N 42 42 Std. Deviation 11.88475 30.33706 % of Total N 50.0% 50.0% % of Total Sum 52.3% 57.0%
Total
Mean 49.8571 90.1548
N 84 84
Std. Deviation 10.95681 28.87968
% of Total N 100.0% 100.0%
% of Total Sum 100.0% 100.0%
Tests of Normality
Pola_Komsumsi_Sagu Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
HDL Mayoritasmengkonsumsisagu
.101 42 .200* .969 42 .306
Minoritasmengkonsumsisagu
.128 42 .079 .895 42 .001
LDL Mayoritasmengkonsumsisagu
.079 42 .200* .979 42 .606
Minoritasmengkonsumsisagu
.140 42 .038 .957 42 .113
LingkarPerut Mayoritasmengkonsumsisagu
.108 42 .200* .951 42 .069
Minoritasmengkonsumsisagu
.089 42 .200* .983 42 .764
Sistolik Mayoritasmengkonsumsisagu
.186 42 .001 .935 42 .019
Minoritasmengkonsumsisagu
.213 42 .000 .932 42 .015
Diastolik Mayoritasmengkonsumsisagu
.233 42 .000 .865 42 .000
Minoritasmengkonsumsisagu
.225 42 .000 .896 42 .001
Energi Mayoritasmengkonsumsisagu
.148 42 .022 .961 42 .163
Minoritasmengkonsumsisagu
.076 42 .200* .978 42 .583
Lemak Mayoritasmengkonsumsisagu
.114 42 .197 .955 42 .095
Minoritasmengkonsumsisagu
.100 42 .200* .970 42 .338
Karbohidrat Mayoritasmengkonsumsisagu
.099 42 .200* .964 42 .212
Minoritasmengkonsumsisagu
.153 42 .014 .967 42 .271
Protein Mayoritasmengkonsumsisagu
.121 42 .128 .971 42 .349
Minoritasmengkonsumsisagu
.084 42 .200* .983 42 .787
Serat Mayoritasmengkonsumsisagu
.274 42 .000 .642 42 .000
Minoritasmengkonsumsisagu
.196 42 .000 .846 42 .000
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Perbedaan Rata-Rata
Group Statistics
Pola_Komsumsi_Sagu N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
LingkarPerut Mayoritasmengkonsumsisagu 42 81.6786 10.46899 1.61540
Minoritasmengkonsumsisagu 42 85.0024 11.03919 1.70338
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. T Df Sig. (2-
tailed)
Mean Differen
ce
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
LP
Equal variances assumed
.382 .538 -1.416 82 .161 -3.32381 2.34756 -7.99385 1.34623
Equal variances not assumed
-1.416 81.770 .161 -3.32381 2.34756 -7.99405 1.34643
Ranks
Pola_Komsumsi_Sagu N Mean Rank Sum of Ranks
Sistolik
Mayoritasmengkonsumsisagu 42 42.36 1779.00
Minoritasmengkonsumsisagu 42 42.64 1791.00
Total 84
Diastolik
Mayoritasmengkonsumsisagu 42 43.93 1845.00
Minoritasmengkonsumsisagu 42 41.07 1725.00
Total 84
Test Statisticsa
Sistolik Diastolik
Mann-Whitney U 876.000 822.000 Wilcoxon W 1779.000 1725.000 Z -.055 -.563 Asymp. Sig. (2-tailed) .956 .573
a. Grouping Variable: Pola_Komsumsi_Sagu
Group Statistics
Pola_Komsumsi_Sagu N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
HDL Mayoritasmengkonsumsisagu 42 47.5714 9.54359 1.47261
Minoritasmengkonsumsisagu 42 52.1429 11.88475 1.83386
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
Mean Differen
ce
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
HDL
Equal variances assumed
.135 .714 -1.944 82 .055 -4.57143
2.35194 -9.25018 .10732
Equal variances not assumed
-1.944 78.347 .056 -4.57143
2.35194 -9.25345 .11059
Ranks
Pola_Komsumsi_Sagu N Mean Rank Sum of Ranks
LDL
Mayoritasmengkonsumsisagu 42 32.08 1347.50
Minoritasmengkonsumsisagu 42 52.92 2222.50
Total 84
Test Statisticsa
LDL
Mann-Whitney U 444.500 Wilcoxon W 1347.500 Z -3.915 Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Grouping Variable: Pola_Komsumsi_Sagu
Group Statistics
Pola_Komsumsi_Sagu N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Lemak Mayoritasmengkonsumsisagu 42 35.2476 11.68725 1.80338
Minoritasmengkonsumsisagu 42 41.8190 15.41643 2.37881
Protein Mayoritasmengkonsumsisagu 42 52.8452 9.42905 1.45493
Minoritasmengkonsumsisagu 42 58.0619 14.30224 2.20688
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. T df Sig. (2-
tailed)
Mean Differen
ce
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Lemak
Equal variances assumed
4.171 .044 -2.201 82 .031 -6.57143
2.98511 -12.50977 -.63308
Equal variances not assumed
-2.201 76.426 .031 -6.57143
2.98511 -12.51626 -.62659
Protein
Equal variances assumed
4.891 .030 -1.974 82 .052 -5.21667
2.64333 -10.47508 .04175
Equal variances not assumed
-1.974 70.977 .052 -5.21667
2.64333 -10.48734 .05400
Ranks
Pola_Komsumsi_Sagu N Mean Rank Sum of Ranks
Energi
Mayoritasmengkonsumsisagu 42 44.33 1862.00
Minoritasmengkonsumsisagu 42 40.67 1708.00
Total 84
Karbohidrat Mayoritasmengkonsumsisagu 42 48.76 2048.00 Minoritasmengkonsumsisagu 42 36.24 1522.00 Total 84
Serat
Mayoritasmengkonsumsisagu 42 42.69 1793.00
Minoritasmengkonsumsisagu 42 42.31 1777.00
Total 84
Test Statisticsa
Energi Karbohidrat Serat
Mann-Whitney U 805.000 619.000 874.000 Wilcoxon W 1708.000 1522.000 1777.000 Z -.689 -2.353 -.072 Asymp. Sig. (2-tailed) .491 .019 .943
a. Grouping Variable: Pola_Komsumsi_Sagu
Pola_Komsumsi_Sagu * AktifitasFisikCrosstabulation
AktifitasFisik Total
Ringan Sedang
Pola_Komsumsi_Sagu
Mayoritasmengkonsumsisagu
Count 33 9 42
% within Pola_Komsumsi_Sagu
78.6% 21.4% 100.0%
Minoritasmengkonsumsisagu
Count 27 15 42
% within Pola_Komsumsi_Sagu
64.3% 35.7% 100.0%
Total
Count 60 24 84
% within Pola_Komsumsi_Sagu
71.4% 28.6% 100.0%
CONTOH PERHITUNGAN PHYSICAL ACTIVITY LEVEL (PAL)
No. Jenis Aktivitas Fisik
Lama Kegiatan (Menit) PAR
Physical Activity
Ratio/satuan waktu
1 Tidur 400
1.0 400
2 Diantar dalam bus/mobil/motor 60 1.2 72
3 Aktivitas santai (nonton TV dan mengobrol 1.4 0
4 Makan 40 1.5 60
5 Duduk (bekerja kantor, menjaga toko) 600 1.5 900
6 Mengendarai motor 2.7 0
7 Mengendarai mobil 2.0 0
8 Memasak 2.1 0
9 Berdiri, membawa barang yang ringan 2.2 0
10 Mandi/berpakaian/berdandan 60 2.3 138
11 Membersihkan halaman 3.3 0
12 Mencuci baju 2.8 0
13 Mencuci piring 1.7 0
14 Menyapu 2.3 0
15 Rapat 1.2 0
16 Beribadah 1.2 0
17 Shalat 50 1.4 70
18 Berenang 7.9 0
19 Bulu tangkis 6.06 0
20 Main bola/futsal 8 0
21 Kerja bangunan, membetulkan rumah 3 0
22 Memancing 1.9 0
23 Mengerjakan tugas 1.5 0
24 Mengerjakan pekerjaan rumah tangga/membersihkan rumah 70 2.8 196
25 Berjalan 100 3.2 320
26 Berkebun 4.1 0
27 Olahraga ringan (jalan kaki/jogging/jalan cepat) 4.2 0
28 Jalan santai berkeliling 2.1 0
29
Kegiatan dilakukan dengan duduk (menggunakan HP/ membaca buku/mengaji) 60 1.5 90
30 Kegiatan ringan dll 1.4 0
1440
TOTAL PAL 1.559722
**Karena total skor PAL/satuan waktu yaitu 1,559 termasuk kategori aktivitas fisik ringan.
a) Ringan (sedentary lifestyle) = 1,40-1,69
b) Sedang (active or moderately active lifestyle) = 1,70-1,99
c) Berat (vigorous or vigorously active lifestyle) = 2,00-2,4
Sumber: FAO/WHO/UNU. Human Energy Requirements. WHO Technical Report Series, no. 724. Geneva: World Helath Organization; 2001.
CONTOH MENGHITUNG FREKUENSI MAKAN DENGAN MENGGUNAKAN FFQ
Jenis Makanan
Jumlah
Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan
Total
Skor Rata-Rata
2-3x/h 1x/h 5-
6x/m 2-
3x/m 1x/m
1-3x/b
Tidak pernah
2.5 1 0.79 0.43 0.14 0.07 0
Kapurung n 0 42 0 0 0 0 0 42 1
Skor 0 42 0 0 0 0 0 42
Dange n 0 0 0 0 18 4 20 42 0.067
Skor 0 0 0 0 2.52 0.28 0 2.8
Nasi n 42 0 0 0 0 0 0 42 2.5
Skor 105 0 0 0 0 0 0 105
Jagung n 0 0 1 21 16 3 1 42 0.292
Kuning Skor 0 0 0.79 9.03 2.24 0.21 0 12.27
ubi kayu n 0 0 0 0 7 35 0 42 0.082
Skor 0 0 0 0 0.98 2.45 0 3.43
1. Setelah melakukan wawancara FFQ, dilanjutkan mengisi kolom frekuensi
makan dengan memberikan skor berdasarkan Nutritional Epidemiology
yaitu :
Tidak pernah = 0
1-3x/bulan = 0,07
1 x/minggu = 0,14
2-4 x/minggu = 0,43
5-6 x/minggu = 0,79
1 x/hari = 1
2-3 x/hari = 2,5
≥ 4 x/hari = 4
2. Menjumlah total skor kemudian di bagi dengan jumlah sampel sehingga
diperoleh skor rata-rata.
RIWAYAT HIDUP
A. DATA DIRI
1. Nama : Sakinah Amir
2. Tempat/ Tanggal Lahir : Ambon, 28 Juni 1992
3. Agama : Islam
4. Alamat Domisili :Jl.Bontotangnga Pao-Pao, Perumahan Hertasning
Madani Blok M No. 11
5. Alamat Asal : Jl. KH. Sulaeman Lr. 1, Kota Watampone
6. Nama Orang Tua : a. Ayah : Prof. DR. H. M. Amir HM, M.Ag
b. Ibu : Dra. Hj. Aisyah Rasyid, M.Sy
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. TK Al-Nisa’ Dharmawanita STAIN Abom (1995-1998)
2. SD Inpres 4/82 Biru, Kota Watampone (1998-2004)
3. MTsN Watampone (2004-2007)
4. MAN 1 Watampone (2007-2010)
5. S1 Gizi Universitas Hasanuddin Makassar (2010-2014)
6. S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar (2015-
2017)