9
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan saluran akar merupakan perawatan atau tindakan yang bertujuan untuk mempertahankan gigi vital atau gigi nekrosis, agar gigi tetap berfungsi di lengkung gigi (Harty, 1992). Perawatan saluran akar dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu preparasi biomekanis saluran akar (pembersihan dan pembentukan), sterilisasi dan obturasi saluran akar. Preparasi biomekanis merupakan langkah untuk membuka jalan masuk ke kamar pulpa yang menghasilkan penetrasi garis lurus ke orifis saluran akar. Langkah selanjutnya adalah eksplorasi saluran akar, ekstirpasi jaringan pulpa yang tertinggal dan debridemen jaringan nekrotik, langkah ini diikuti dengan instrumentasi, irigasi serta disinfeksi saluran akar dan diakhiri dengan obturasi (Grossman dkk., 1995). Obturasi merupakan langkah perawatan saluran akar yang bertujuan untuk menciptakan kerapatan yang sempurna sepanjang sistem saluran akar, dari koronal sampai ke apeks (Walton dan Torabinejad, 2008). Gigi yang akan dirawat saluran akar biasanya pulpanya telah mengalami infeksi dan atau nekrosis yang terkadang disertai abses pada periapikal yang dapat disebabkan karena bakteri yang masuk ke dalam saluran akar dan meluas ke jaringan periapikal. Nekrosis pulpa adalah pulpa yang mengalami kematian jaringan, dapat sebagian atau seluruhnya. Nekrosis pulpa dapat disebabkan oleh injuri yang membahayakan pulpa seperti bakteri, trauma, dan iritasi kimiawi. Saluran akar gigi yang telah mengalami nekrosis terdapat banyak bakteri yang

S1-2014-297137-chapter1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

a

Citation preview

Page 1: S1-2014-297137-chapter1

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perawatan saluran akar merupakan perawatan atau tindakan yang

bertujuan untuk mempertahankan gigi vital atau gigi nekrosis, agar gigi tetap

berfungsi di lengkung gigi (Harty, 1992). Perawatan saluran akar dapat dibagi

menjadi tiga tahap, yaitu preparasi biomekanis saluran akar (pembersihan dan

pembentukan), sterilisasi dan obturasi saluran akar. Preparasi biomekanis

merupakan langkah untuk membuka jalan masuk ke kamar pulpa yang

menghasilkan penetrasi garis lurus ke orifis saluran akar. Langkah selanjutnya

adalah eksplorasi saluran akar, ekstirpasi jaringan pulpa yang tertinggal dan

debridemen jaringan nekrotik, langkah ini diikuti dengan instrumentasi, irigasi

serta disinfeksi saluran akar dan diakhiri dengan obturasi (Grossman dkk., 1995).

Obturasi merupakan langkah perawatan saluran akar yang bertujuan untuk

menciptakan kerapatan yang sempurna sepanjang sistem saluran akar, dari

koronal sampai ke apeks (Walton dan Torabinejad, 2008).

Gigi yang akan dirawat saluran akar biasanya pulpanya telah mengalami

infeksi dan atau nekrosis yang terkadang disertai abses pada periapikal yang dapat

disebabkan karena bakteri yang masuk ke dalam saluran akar dan meluas ke

jaringan periapikal. Nekrosis pulpa adalah pulpa yang mengalami kematian

jaringan, dapat sebagian atau seluruhnya. Nekrosis pulpa dapat disebabkan oleh

injuri yang membahayakan pulpa seperti bakteri, trauma, dan iritasi kimiawi.

Saluran akar gigi yang telah mengalami nekrosis terdapat banyak bakteri yang

Page 2: S1-2014-297137-chapter1

2

berpotensi untuk menyebar ke jaringan lainnya. Fragmen jaringan pulpa dan

debris dentin juga ditemukan pada saluran akar gigi yang mengalami nekrosis.

Salah satu tujuan dilakukannya perawatan saluran akar adalah menghilangkan

mikroorganisme yang ada pada saluran akar (Grossman dkk., 1995). Dinding

saluran akar yang kurang bersih pada waktu preparasi biomekanis dapat menjadi

tempat persembunyian bakteri, meningkatkan celah apikal, dan mengurangi

pelekatan bahan pengisi saluran akar (Yanti, 2000). Debris yang tertinggal dalam

saluran akar dapat pula mengurangi adaptasi bahan pengisi dengan dinding

saluran akar. Adaptasi bahan pengisi yang kurang baik dapat menyebabkan

kurangnya kerapatan obturasi sehingga dapat memperbesar kemungkinan

kegagalan perawatan (Grossman dkk., 1995).

Bakteri yang paling banyak terdapat dalam saluran akar gigi yang nekrosis

adalah bakteri anaerob, selain itu juga terdapat bakteri mikroaerofili, fakultatif

anaerob, dan bakteri obligat anaerob (Baumgartner dkk., 2002). Hasil dari isolasi

bakteri yang diambil dari gigi nekrosis dengan periapical pathosis menunjukkan

adanya bakteri anaerob yaitu bakteri gram positif kokus (Peptococcus dan

Peptostreptococcus), bakteri gram positif basil (Lactobacilli, Bifidobacterium,

Propionobacterium dan Eubacterium), bakteri gram negatif kokus (Veillonella

parvula), dan bakteri gram negatif basil (Bacteroids dan Fusobacterium). Bakteri

aerob seperti Diphtheroids, Staphylococci, Streptococci, E.coli, Pneumoniae,

Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) juga ditemukan pada saluran akar gigi

yang mengalami nekrosis (Rani dan Ashok, 2012).

Page 3: S1-2014-297137-chapter1

3

Bakteri P. aeruginosa merupakan bakteri gram negatif anggota dari kelas

Gamma Proteobacteria, bersifat motil, aerob, berbentuk batang berukuran 1,5-3,0

µm, dapat tumbuh pada temperatur 37OC dan dapat bertahan pada suhu 42OC

(Phee dkk., 2012). Bakteri P. aeruginosa resisten terhadap larutan garam,

antiseptik lemah, dan beberapa antibiotik. Bakteri ini dapat menghasilkan dua

macam pigmen yaitu fluorescent pigment pyoverdin dan blue pigmen pyocianin.

Bakteri ini dapat menghasilkan polisakarida yang berperan sebagai pembatas

antara dinding sel dengan lingkungan dan sebagai perantara interaksi host-

pathogen, serta dapat membentuk komponen struktur biofilm (Phee dkk., 2012).

Bakteri P. aeruginosa merupakan komponen mikrobia saluran akar yang

bersifat oportunistik yang dapat ditemukan pada infeksi endodontik primer, pada

gigi nekrosis, abses, luka ekstraksi, infeksi endodontik, cairan sinus, dan trauma

injuri (Phee dkk., 2012, Mergenhagen, 1991, Willet dkk., 1991). Bakteri P.

aeruginosa bersifat aerob, tetapi bakteri tersebut dapat bertahan hidup pada

lingkungan anaerob dengan memanfaatkan nitrat (NO) sebagai media alternatif

akseptor elektron (Lee dkk., 2012). Pada saluran akar yang terinfeksi, NO adalah

faktor virulen hasil metabolisme polimikroba yang menginfeksi saluran akar

tersebut (Kayaoglu dan Orstavik, 2004).

Adanya bakteri P. aeruginosa pada pulpa nekrosis dengan abses

periapikal dapat menyebabkan pus pada abses dengan warna hijau kebiruan

(Brooks dkk., 2007). Gigi nekrosis yang disertai dengan abses pada periapikal

disebabkan oleh infeksi polimikroba yang terjadi pada saluran akar seperti bakteri

Staphylococcus aureus, streptococcus sanguinis, P. aeruginosa, dan Bacteroides

Page 4: S1-2014-297137-chapter1

4

fragilis diperlukan cara perawatan khusus dan yang terpenting adalah debridemen

iritan dari saluran akar, oleh karena itu dibutuhkan pembersihan dan pembentukan

saluran akar yang sempurna disertai dengan irigasi yang mencukupi dan hati-hati

(Gulabivala, 2004, Walton dan Torabinejad, 2008).

Pembersihan mekanis dan irigasi dapat mengurangi jumlah bakteri dalam

sistem saluran akar, tetapi tidak menghilangkan bakteri tersebut (Harty, 1992).

Prinsip utama dan pembersihan saluran akar yaitu alat harus mencapai seluruh

dinding saluran akar dan melepaskan debris yang kemudian dikeluarkan dari

saluran akar oleh larutan irigasi. Larutan irigasi berfungsi sebagai disinfektan,

pelarut jaringan pulpa, pemutih, sebagai pelumas yang akan mengurangi

kemungkinan patahnya alat endodontik. Bahan irigasi saluran akar sebaiknya

memiliki sifat antibakteri agar dapat merusak, dapat menghambat reproduksi atau

metabolisme mikroba dan dapat menjadikan saluran akar steril (Grossman dkk.,

1995).

Larutan irigasi yang sering digunakan dalam perawatan saluran akar

adalah sodium hipokhlorit (NaOCI), Ethylene diamine tetraacetic Acid (EDTA),

Chlorhexidin (CHX) digluconat (Grossman dkk., 1995). Larutan irigasi NaOCI

memiliki sifat nontoksik selama penggunaan di dalam saluran akar. Penggunaan

NaOCI 5,25% dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan periapikal. Efek yang

dapat ditimbulkan oleh NaOCI yang masuk ke dalam jaringan periapikal dapat

berupa rasa nyeri, perdarahan periapikal, dan pembengkakan (Garg dan Garg,

2008).

Page 5: S1-2014-297137-chapter1

5

Larutan irigasi dengan sodium hipoklorit 5,25% tidak dapat

menghilangkan bakteri P. aeruginosa dari saluran akar dan penggunaan sealer

pada saluran akar tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri tersebut (Phee,

2012). Larutan CHX merupakan antibakteri kuat bentuk larutan yang digunakan

sebagai bahan irigasi saluran akar dengan konsentrasi 0,12% dan untuk sterilisasi

saluran akar 2% disebut dengan Chlorhexidin digluconat . Larutan Chlorhexidin

digluconat bukan merupakan bahan irigasi utama karena tidak dapat melarutkan

sisa jaringan nekrotik dan kurang efektif terhadap bakteri gram negatif (Gutmann,

2006). Larutan Chlorhexidin digluconat harus dikombinasikan dengan bahan

antibakteri yang lain misalnya kalsium hidroksida agar dapat meningkatkan sifat

antibakterinya (Delgado dkk., 2010). Larutan Chlorhexidin digluconat memiliki

sifat sitotoksik meskipun dapat ditoleransi dan dapat memberikan reaksi alergi

pada beberapa orang tertentu (Mohammadi dan Abbot, 2008).

Penelitian tentang bahan irigasi dari bahan alam diperlukan untuk

mengetahui kandungan bahan alam pada suatu tumbuhan yang mampu dijadikan

sebagai bahan irigasi yang lebih minimal efek sampingnya bagi aplikasi klinis.

Bahan alam tersebut diharapkan mampu menjadi bahan substitusi bahan kimia

yang digunakan saat ini yang memiliki beberapa efek samping yang kurang baik

seperti telah disebutkan di atas.

Siwak (Salvadora persica) merupakan tumbuhan berfamili Salvadoraceae

yang umumnya digunakan sebagai bahan pembersih gigi dan efektif untuk

mengurangi plak pada gigi tanpa menyebabkan luka pada gigi (Zaenab dkk.,

2004, Salehi dkk., 2006). Selain itu, siwak juga digunakan sebagai bahan

Page 6: S1-2014-297137-chapter1

6

pembuatan pasta gigi dan obat kumur untuk menghambat pertumbuhan bakteri

patogen rongga mulut. Ekstrak alkohol siwak memberikan efek antibakteri dan

efektif menghambat pembentukan akumulasi plak pada percobaan klinik sebagai

obat kumur (Al-Bayaty dkk., 2010). Salman dkk. (2005), dalam penelitiannya

menyimpulkan bahwa ekstrak siwak efektif sebagai bahan antibakteri aerob

maupun bakteri anaerob pada saluran akar.

Siwak tidak hanya membersihkan gigi, tetapi juga memiliki daya

antibakteri terhadap beberapa bakteri penyebab penyakit gigi (Zaenab dkk., 2004).

Siwak mengandung bahan antibakteri dan komponen profilaktik lainnya termasuk

fluoride, alkaloid, komponen sulfur, glukosinolat, dan minyak volatile seperti

isothiosianat (Al-Bayaty dkk., 2010). Siwak dapat bersifat antibakteri dan dapat

membersihkan smear layer pada saluran akar karena memiliki berbagai macam

kandungan bahan kimiawi yang serupa dengan sodium klorida yaitu salvadourea,

salvadorine, saponin, tannin, vitamin C, silika, dan resin (Darout dkk., 2000).

Prasad dkk. (2011), dalam penelitiannya tentang efek antibakteri siwak terhadap

mikroba patogen menyebutkan bahwa pada siwak yang telah diekstrak

mengandung karbohidrat, glikosid, sterol, terpenes flavonoid, tannin, dan alkaloid.

Telah dilaporkan juga bahwa ekstrak siwak memiliki sifat antibakteri, antifungal,

dan antiplasmodial.

Hasil uji in vitro efek antibakteri ekstrak alkohol siwak (1%, 5%, 10%,

15%) terhadap bakteri aerob dan anaerob menunjukkan bahwa ekstrak siwak

dengan konsentrasi 15% memiliki sifat antibakteri yang lebih baik dibandingkan

dengan ekstrak siwak konsentrasi yang lainnya (Almas dkk., 2005). Ekstrak

Page 7: S1-2014-297137-chapter1

7

alkohol siwak dengan konsentrasi 10 mg/ml memiliki daya antibakteri yang cukup

baik terhadap bakteri pembentuk plak gigi (Al-Bayaty, 2010). Ekstrak siwak

dengan kadar 25% paling efektif dibandingkan dengan larutan ekstrak siwak 5%

dan 10% dalam menghambat pembentukan plak gigi (Adriyati dan Oedijani,

2011).

Kadar Hambat Minimum (KHM) ekstrak siwak terhadap bakteri

Streptococcus mutans didapatkan pada konsentrasi 50% dan Kadar Bunuh

Minimum didapat pada konsentrasi 53,3% (Santosaningsih dkk., 2011). Balto

dkk. (2012), mengatakan bahwa ekstrak siwak sebanyak 5 mg/ml memiliki daya

antibakteri yang sama dengan larutan EDTA 17% dalam menghilangkan lapisan

smear layer pada saluran akar. Almas (2002), meneliti perbandingan pengaruh

antara ekstrak siwak dengan Chlorhexidin digluconat yang sering digunakan

sebagai cairan kumur dan zat anti plak pada dentin manusia. Penelitian

tersebut memberikan hasil data yang menunjukkan bahwa ekstrak siwak 50%

lebih banyak menghilangkan lapisan smear layer pada dentin dibandingkan

dengan CHX 0,2%.

Salah satu ciri bahan irigasi yang ideal tidak dapat menimbulkan

diskolorasi (perubahan warna) pada gigi (Gulabivala, 2004). Salehi dkk. (2006),

mengatakan bahwa ekstrak siwak yang digunakan sebagai obat kumur lebih

sedikit menimbulkan diskolorasi pada gigi dibandingkan dengan Chlorhexidin

digluconat. Pada kelompok subjek pengguna obat kumur siwak ditemukan adanya

diskolorasi gigi sebesar 13%, sedangkan pada kelompok pengguna obat kumur

Chlorhexidin digluconat terjadi diskolorasi sebesar 86%.

Page 8: S1-2014-297137-chapter1

8

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah disebutkan di atas maka perlu

dilakukan pengujian daya antibakteri ekstrak siwak terhadap bakteri yang ada

pada saluran akar sehingga diharapkan ekstrak siwak dapat dijadikan sebagai

salah satu bahan alternatif irigasi saluran akar.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka timbul perumusan masalah apakah

ekstrak kayu siwak dengan konsentrasi 10%, 15%, 20%, 30%, 40%, dan 50%

memiliki daya antibakteri terhadap bakteri P. aeruginosa.

C. Keaslian Penelitian

Almas dkk. (2005), melakukan penelitian secara in vitro tentang efek

antibakteri ekstrak alkohol siwak dengan konsentrasi 1%, 5%, 10%, dan 15%

terhadap bakteri aerobik dan anaerobik. Dalam penelitian tersebut menyimpulkan

bahwa ekstrak siwak konsentrasi 15% memiliki sifat antibakteri yang lebih baik

dibandingkan dengan ekstrak siwak konsentrasi yang lainnya. Balto dkk. (2011)

dalam penelitiannya tentang keefektifan ekstrak siwak dalam mengeliminasi

lapisan smear layer menyebutkan bahwa ekstrak alkohol siwak sebanyak 5 mg/ml

efektif menghilangkan lapisan smear layer pada dinding saluran akar.

Santosaningsih (2011), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ekstrak kayu

siwak memiliki aktivitas antimikroba, semakin tinggi konsentrasi ekstrak kayu

siwak maka pertumbuhan koloni bakteri cenderung menurun. Kadar Hambat

Minimum (KHM) didapat pada konsentrasi 50% dan Kadar Bunuh Minimum

(KBM) sebesar 53,3% pada bakteri Streptococcus mutans. Berdasarkan hasil dari

Page 9: S1-2014-297137-chapter1

9

beberapa penelitian yang telah disebutkan di atas sesuai dengan sepegetahuan

penulis, belum pernah ada penelitian yang menguji daya antibakteri ekstrak kayu

siwak dengan konsentrasi 10%, 15%, 20%, 30%, 40%, dan 50% sebagai bahan

irigasi saluran akar terhadap bakteri P. aeruginosa.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya antibakteri ekstrak kayu siwak

dengan konsentrasi 10%, 15%, 20%, 30%, 40%, dan 50% sebagai bahan irigasi

saluran akar terhadap bakteri P. aeruginosa.

E. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat :

a. Memberikan informasi ilmiah di bidang kedokteran gigi mengenai daya

antibakteri ekstrak kayu siwak sebagai bahan irigasi saluran akar terhadap

bakteri P. aeruginosa.

b. Menjadi dasar acuan untuk penelitian selanjutnya.