Upload
phungdieu
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Tanah memiliki arti penting bagi kelangsungan hidup manusia, baik sebagai
faktor produksi dan barang konsumsi maupun sebagai ruang ( space ) tempat
melakukan kegiatan. Penggunaan dan pemanfaatan tanah di muka bumi ini
mengalami perubahan yang relatif cepat, akibat pembangunan dan pertumbuhan
manusia yang semakin meningkat, sedangkan tanah yang tersedia relatif tetap.
Kebutuhan data penggunaan dan pemanfaatan tanah kini semakin diperlukan
seiring dengan laju pesat pembangunan. Terkait dengan keruangan, tanah
merupakan komponen ruang tempat berbagai kegiatan kehidupan manusia yang
mendasar berlangsung, yang sering menimbulkan berbagai konflik penggunaan
tanah. Salah satu contoh adalah penggunaan tanah yang tidak tepat di kawasan
lindung menyebabkan adanya peningkatan intensitas dan sebaran banjir dan longsor
pada musim hujan, sebaliknya terjadi kekeringan yang parah pada musim kemarau.
Pada Lokasi perkotaan muncul permukiman tanpa kendali menimbulkan kantong –
kantong wilayah kumuh yang minim sanitasi dan fasilitas kebersihan. Di samping itu
terjadi juga ketimpangan sosial sebagai akibat perencanaan pembangunan yang
kurang tepat.
Peta penggunaan dan pemanfaatan tanah mempunyai berbagai manfaat baik
untuk kalangan pemerintahan maupun masyarakat. Informasi pada peta penggunaan
dan pemanfaatan tanah dapat digunakan sebagai analisis perkembangan dan
pembangunan wilayah. Selain itu, peta tersebut dapat digunakan sebagai kontrol laju
pembangunan wilayah agar keseimbangan alam maupun ekonomi tetap terjaga,
contohnya pergantian penggunaan tanah dari sawah menjadi perumahan, hutan
menjadi kawasan pertambangan, dan sebagainya.
Laju pembangunan di Kota Yogyakarta sangat pesat. Hal ini ditunjukkan
dengan banyaknya perubahan status penggunaan dan pemanfaatan tanah. Oleh
karena itu, diperlukan peta tematik penggunaan dan pemanfaatan tanah Kota
Yogyakarta.
PEMUTAKHIRAN PETA PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KOTA YOGYAKARTA (StudiKasus : Kota Yogyakarta,Daerah Istimewa Yogyakarta)RIZKY ERLANGGAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2
I.2. Lingkup Kegiatan Agar tidak menyimpang dari permasalahan dan dapat mencapai sasaran yang
diharapkan, maka lingkup kegiatan pada skripsi ini sebagai berikut :
1. Obyek kegiatan dibatasi pada perubahan penggunaan sawah, tegalan, perumahan,
dan pemanfaatan akan tanah tersebut.
2. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi, observasi
lapangan, dan data yang diperoleh dari lembaga yang terkait.
3. Analisis penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan membandingkan hasil
interpretasi citra satelit IKONOS resolusi empat meter dengan hasil survey
lapangan.
I.3. Tujuan Berdasarkan dari latar belakang yang tertera di atas, maka tujuan dari kegiatan
ini adalah:
1. Menyajikan informasi persebaran, keberadaan, penggunaan tanah dan
pemanfaatan tanah di Kota Yogyakarta.
2. Pembaharuan peta penggunaan dan pemanfaatan tanah Kota Yogyakarta.
I.4. Manfaat Pelaksanaan kegiatan ini diharapkan dapat memberi manfaat seperti yang
tertera di bawah ini:
1. Memberikan informasi perkembangan pembangunan di Kota Yogyakarta.
2. Sebagai kontrol pembangunan di Kota Yogyakarta.
I.5. Landasan Teori
I.5.1. Peta Tematik Penggunaan Tanah Peta tematik adalah peta yang isinya mengutamakan penggambaran obyek
tertentu (Prihandito, 2000). Peta tematik disebut juga peta khusus, yaitu peta dengan
obyek khusus. Contoh peta tematik antara lain peta kadastral (batas kepemilikan),
peta zona (peta rancangan legal penggunaan tanah), peta penggunaan tanah, peta
kepadatan penduduk, peta kelerengan, peta geologi, peta curah hujan dan peta
produktivitas pertanian.
PEMUTAKHIRAN PETA PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KOTA YOGYAKARTA (StudiKasus : Kota Yogyakarta,Daerah Istimewa Yogyakarta)RIZKY ERLANGGAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3
Pemilihan sumber data peta tematik disesuaikan dengan maksud dan tujuan
pembuatan peta. Sumber data yang digunakan pada pemetaan yaitu pengamatan
langsung di lapangan, penginderaan jauh dan peta yang sudah ada (base map).
Peta tematik penggunaan tanah adalah salah satu jenis peta tematik yang
memperlihatkan informasi secara kualitatif dan kuantitatif dari bentuk-bentuk
penggunaan tanah saat ini dalam hubungannya dengan unsur-unsur topografi
(Sudiarto, 1994). Jenis penggunaan tanah yang ditampilkan antara lain perumahan,
pertanian, industri, jalan, sungai, dan sebagainya.
I.5.2. Penggunaan Tanah
Kota Yogyakarta merupakan salah satu daerah padat penduduk dengan
beragam aktifitas yang dilakukan oleh penduduk setempat. Oleh karena itu
penggunaan tanah yang ada cukup beragam.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 1 Tahun 1997,
klasifikasi penggunaan tanah di daerah perkotaan dapat dibedakan menjadi
(Ritohardoyo, 2002) :
1. Tanah Perumahan
Tanah perumahan merupakan persil-persil tanah yang digunakan untuk
perumahan yang difungsikan sebagai rumah tinggal atau tempat hunian beserta
dengan sarana lingkungan yang dibutuhkan.
2. Tanah Perusahaan
Tanah perusahaan yaitu bidang tanah yang digunakan oleh negara, swasta
maupun suatu badan hukum untuk kegiatan komersil dan transaksi jual beli barang
dan jasa. Contoh dari penggunaan tanah perusahaan ini diantaranya yaitu
pembangunan hotel, bank, kantor swasta, dan lain-lain.
3. Tanah Industri
Tanah industri yaitu tanah yang digunakan oleh suatu badan hukum, badan
usaha milik swasta, maupun badan usaha milik negara sebagai tempat untuk kegiatan
komersil, produksi, perakitan, dan maintenance. Misalnya penggunaan tanah untuk
percetakan, perakitan kendaraaan, pembuatan barang, dan lain-lain.
PEMUTAKHIRAN PETA PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KOTA YOGYAKARTA (StudiKasus : Kota Yogyakarta,Daerah Istimewa Yogyakarta)RIZKY ERLANGGAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4
4. Tanah Jasa
Tanah jasa merupakan suatu bidang tanah yang digunakan oleh organisasi
masyarakat, pemerintah atau swasta yang dipergunakan untuk kegiatan sosial dan
non komersial. Contohnya untuk pembangunan rumah sakit, puskesmas, apotek,dan
lain-lain.
5. Tanah Tidak Ada Bangunan
Tanah ini merupakan tanah yang tidak ada atau belum digunakan untuk
pembangunan di perkotaan.
6. Tanah Terbuka
Tanah terbuka yaitu bidang tanah yang tidak digunakan untuk bangunan dan
digunakan untuk taman terbuka atau tanaman.
7. Tanah Non-Urban
Tanah non-urban yaitu tanah di wilayah perkotaan yang digunakan untuk
pertanian dalam artian yang luas. Misalnya tanah tersebut digunakan sebagai
persawahan, tegalan, kebun, dan sebagainya.
Survei dan pemetaan penggunaan tanah dimaksudkan untuk memperoleh data
dari berbagai jenis tutupan tanah baik yang merupakan bentukan alami maupun
buatan manusia (BPN, 2012).
I.5.3. Pemanfaatan Tanah Pemanfaatan tanah adalah pemanfaatan atas suatu penggunaan tanah tanpa
merubah wujud fisik seluruhnya dengan maksud untuk memperoleh nilai lebih atas
penggunaan tanahnya (BPN, 2012).
Survei dan pemetaan pemanfaatan tanah dilakukan untuk memperoleh data
mengenai nilai tambah dari suatu penggunaan tanah tanpa merubah wujud fisik
penggunaan tanahnya. Misalnya sebuah lapangan yang digunakan sebagai tempat
pasar malam memiliki bentuk pemanfaatan berupa jasa perdagangan.
Definisi dari klasifikasi penggunaan tanah dan pemanfaatannya, kriterianya
adalah sebagai berikut (Mulyadi, 2004) :
1. Pemanfaatan Tanah untuk kegiatan ekonomi dan/atau pemanfaatan tanah untuk
kegiatan sosial, yaitu :
PEMUTAKHIRAN PETA PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KOTA YOGYAKARTA (StudiKasus : Kota Yogyakarta,Daerah Istimewa Yogyakarta)RIZKY ERLANGGAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5
a. Pemanfaatan tanah untuk produksi pertanian seperti pertanian tanah basah,
pertanian tanah kering, peternakan dan/atau perikanan.
b. Pemanfaatan tanah untuk produksi non pertanian seperti kerajinan dan/atau
lainnya.
c. Pemanfaatan tanah untuk jasa pendidikan seperti pendidikan formal dan non
formal yang dimiliki pemerintah atau pun swasta.
d. Pemanfaatan tanah untuk jasa kesehatan seperti rumah sakit, klinik atau pun
jasa kesehatan lainnya yang dimiliki pemerintah atau pun swasta.
e. Pemanfaatan tanah untuk jasa perdagangan seperti transaksi jual beli barang
atau jasa dan/atau keduanya, tukar menukar dan lainnya yang dilakukan
pasar, toko, warung, minimarket, supermarket, dan sebagainya.
f. Pemanfaatan tanah untuk jasa hiburan adalah berbagai jenis hiburan yang
dilakukan di suatu tempat seperti pertunjukan musik, film, berupa
permainan dan/atau tempat wisata.
g. Pemanfaatan tanah untuk jasa olahraga seperti tempat/sarana untuk olah
raga seperti GOR, tempat fitness, lapangan olah raga, dan/atau fasilitas olah
raga lainnya.
h. Pemanfaatan tanah untuk jasa lainnya.
i. Pemanfaatan tanah untuk sosial peribadatan seperti masjid, gereja, pura,
vihara, dan klenteng.
j. Pemanfaatan tanah untuk sosial pendidikan, sama halnya dengan jasa
pendidikan tetapi tidak berorientasi keuntungan.
k. Pemanfaatan tanah untuk sosial kesehatan seperti sama halnya dengan jasa
kesehatan tetapi tidak berorientasi keuntungan.
2. Pemanfaatan tanah untuk kegiatan ekonomi, yaitu :
a. Pemanfaatan bidang produksi (produksi pertanian : produksi pertanian,
dan/atau produksi non pertanian)
b. Pemanfaatan bidang jasa (jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa perdagangan,
jasa hiburan, jasa olahraga dan/atau jasa lainnya).
PEMUTAKHIRAN PETA PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KOTA YOGYAKARTA (StudiKasus : Kota Yogyakarta,Daerah Istimewa Yogyakarta)RIZKY ERLANGGAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6
I.5.4. Pemutakhiran Peta Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah Peta tematik pertanahan belum memberikan informasi yang lengkap karena
belum dikelola dengan baik dan terintegrasi. Hal tersebut membuat Badan
Pertanahan Nasional (BPN) membuat rencana strategis yaitu Rencana Strategis BPN-
RI 2010-2014. Rencana Strategis tersebut adalah stimulasi, dinamisasi, dan
memfasilitasi terselenggaranya survei dan pemetaan tanah secara cepat, modern, dan
lengkap.
Pemutakhiran merupakan kegiatan pembaharuan data maupun informasi dari
yang sebelumnya. Peta penggunaan dan pemanfaatan tanah perlu diperbaharui agar
informasi yang terkandung dalam peta selalu up to date.
Status penggunaan dan pemanfaatan tanah diperbaharui dengan melakukan
survei lapangan. Pada survei tersebut dilakukan pengecekan obyek survei, baik yang
berubah maupun tidak. Contohnya, sawah berubah penggunaan menjadi perumahan,
dan lain-lain. Data survei tersebut menjadi bahan untuk memperbaharui peta
penggunaan dan pemanfaatan tanah yang lama.
I.5.5. Proyeksi Peta Proyeksi peta adalah metode penyajian permukaan bumi pada suatu bidang
datar dari koordinat geografis pada bola atau koordinat geodetis pada elipsoid.
Permukaan bumi fisis tidak teratur, sehingga dipilih suatu bidang yang teratur yang
mendekati bidang fisis bumi, yaitu bidang elipsoid. Bidang tersebut merupakan suatu
bidang lengkung yang dapat digunakan sebagai bidang referensi hitungan untuk
menyatakan posisi titik-titik di atas permukaan bumi dalam suatu sistem koordinat
geodetis, yaitu lintang (φ) dan bujur (λ) (Prihandito, 2010).
Peta merupakan gambar permukaan bumi pada bidang datar dalam ukuran
yang lebih kecil. Dalam hal ini posisi titik-titik pada peta ditentukan terhadap sistem
siku-siku x dan y, sedang posisi titik-titik pada muka bumi ditentukan oleh lintang
dan bujur (φ dan λ). Di dalam konstruksi suatu proyeksi peta, bumi biasanya
digambarkan sebagai bola (dengan jari-jari R = 6370,283 km). Dalam hal ini volume
ellipsoid sama dengan volume bola. Bidang bola inilah yang nantinya akan diambil
sebagai bentuk matematis dari permukaan bumi untuk mempermudah dalam
perhitungan.
PEMUTAKHIRAN PETA PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KOTA YOGYAKARTA (StudiKasus : Kota Yogyakarta,Daerah Istimewa Yogyakarta)RIZKY ERLANGGAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
7
Pada dasarnya bentuk bumi tidak datar tapi mendekati bulat maka untuk
menggambarkan sebagian muka bumi untuk kepentingan pembuatan peta, perlu
dilakukan langkah-langkah agar bentuk yang mendekati bulat tersebut dapat
didatarkan dan distorsinya dapat terkontrol, untuk itu dilakukan proyeksi ke bidang
datar.
Secara umum, proyeksi peta merupakan suatu fungsi yang merelasikan
koordinat titik-titik yang terletak di atas permukaan suatu kurva (biasanya berupa
elipsoid atau bola) ke koordinat titik-titik yang terletak di atas bidang datar. Metode
proyeksi peta bertujuan untuk memindahkan pola-pola atau unsur-unsur yang
terdapat di atas suatu permukaan ke permukaan yang lain dengan menggunakan
rumus-rumus matematis tertentu sehingga tercapai kondisi yang diinginkan. Di
bidang geodesi (pemetaan), secara khusus proyeksi peta bertujuan untuk
memindahkan unsur-unsur titik, garis, dan sudut dari permukaan bumi (elipsoid) ke
bidang datar dengan menggunakan rumus-rumus proyeksi peta sehingga tercapai
kondisi yang diinginkan.
Universal Transverse Mercator (UTM) merupakan rangkaian proyeksi
transverse mercator global dimana bumi dibagi menjadi 60 zona. Setiap zona
memiliki ukuran 60 x 60. Ciri-ciri sistem proyeksi UTM adalah:
1. Bidang proyeksi silinder
2. Bersifat konform (sama bentuk)
3. Proyeksi transversal, sumbu simetri tegak lurus sumbu bumi
4. Tangent, bola bumi bersinggungan dengan bidang proyeksi
Trasnverse Mercator 30 (TM30) merupakan sistem proyeksi yang digunakan
oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Proyeksi TM30 memiliki ciri-ciri yang sama
dengan sistem proyeksi UTM. Akan tetapi, ukuran setiap zona pada sistem proyeksi
ini adalah 30 x 30.
I.5.6. Transformasi Koordinat
I.5.6.1 Transformasi koordinat adalah mengubah koordinat titik dari suatu sistem
koordinat tertentu menjadi sistem koordinat lainnya dengan aturan tertentu. Untuk
mencegah kesalahan interpretasi terhadap koordinat-koordinat yang digunakan, jenis
sistem koordinat suatu peta harus disamakan dengan jenis sistem koordinat yang
PEMUTAKHIRAN PETA PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KOTA YOGYAKARTA (StudiKasus : Kota Yogyakarta,Daerah Istimewa Yogyakarta)RIZKY ERLANGGAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
8
menjadi peta dasarnya. Dengan demikian, diperlukan transformasi koordinat dari
suatu sistem proyeksi ke sistem proyeksi peta yang lain.
I.5.6.2 Transformasi koordinat TM3º ke koordinat UTM. Untuk mengubah dari
sistem proyeksi TM3 ke sistem proyeksi UTM, harus dikonversikan atau
ditransformasikan koordinatnya ke dalam koordinat geodetis (φ,λ) terlebih dahulu,
kemudian dikonversikan kembali ke Proyeksi UTM (Muryamto, 1999). Konversi
koordinat proyeksi TM 3° (X,Y) ke dalam Koordinat Geodetik (φ,λ). tersebut
diilustrasikan pada Gambar I.1.
Gambar I.1. Diagram urutan transformasi dari TM3º ke UTM
Koordinat titik pada proyeksi TM 3° (X,Y), dihitung dari koordinat geodetik
(φ,λ). Hubungan koordinat proyeksi dengan koordinat geodetik digambarkan pada
gambar Gambar I.2.
Gambar I.2. Konversi koordinat proyeksi TM 3° ke koordinat geodetik
(Prihandito, 2010)
Sistem Proyeksi TM3 (X,Y)
Sistem Koordinat Geodetis (φ,λ)
Sistem Proyeksi UTM
)
PEMUTAKHIRAN PETA PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KOTA YOGYAKARTA (StudiKasus : Kota Yogyakarta,Daerah Istimewa Yogyakarta)RIZKY ERLANGGAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
9
I.5.7. Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem yang dapat digunakan
untuk pemasukan, penyimpanan, manipulasi, menampilkan, dan keluaran informasi
geografis berikut atribut-atributnya (Prahasta, 2001).
Menurut Aronoff (1989), SIG mempunyai empat komponen dasar sebagai
berikut:
1. Data masukan. Komponen data masukan mengubah data dari keadaannya semula
kesalah satu bentuk yang dapat digunakan oleh SIG. Data yang dimasukan dalam
SIG mempunyai dua tipe, yaitu data spasial dan data atribut.
a. Data Spasial. Data spasial adalah data berupa peta atau gambar lainnya yang
menyajikan informasi aspek keruangan yang tersusun dalam bentuk titik
(point), garis (line), ataupun luasan (poligon).
b. Data Non-Spasial atau Data Atribut. Data non-spasial adalah data yang
umumnya bersifat tabular yang menyajikan informasi atau
keterangan/atribut pada setiap kenampakan dari data spasial (titik, garis, dan
luasan). Data atribut dapat berupa data kualitatif (nama, jenis, tipe, dan lain-
lain) atau kuantitatif (jumlah, tingkatan, dan sebagainya).
2. Manajemen data. Komponen manajemen data dalam SIG berisikan fungsi yang
diperlukan untuk menyimpan dan memanggil data.
3. Manipulasi dan analisis data. Fungsi dari manipulasi dan analisis data menentukan
informasi apa yang dapat diperoleh dari SIG.
4. Data keluaran. Data keluaran merupakan prosedur untuk menyajikan informasi
dari SIG dalam bentuk yang diinginkan pemakai. Data keluaran dapat ditampilkan
dalam dua format yaitu format hardcopy dan softcopy atau elektronik.
I.5.7.1. Model data dalam Sistem Informasi Geografis. Dalam SIG, dikenal dua jenis
model data, yaitu model data vektor dan model data raster.
Model data vektor menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial
dengan menggunakan titik-titik, garis-garis, atau poligon beserta atribut-atributnya.
Bentuk-bentuk dasar representasi data spasial di dalam sistem model data vektor
didefinisikan oleh sistem koordinat kartesian dua dimensi (x, y). Di dalam model
PEMUTAKHIRAN PETA PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KOTA YOGYAKARTA (StudiKasus : Kota Yogyakarta,Daerah Istimewa Yogyakarta)RIZKY ERLANGGAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
10
data spasial vektor, garis-garis atau kurva merupakan sekumpulan titik-titik terurut
yang dihubungkan.Sementara itu, luasan atau poligon juga disimpan sebagai
kumpulan daftar titik-titik, tetapi dengan catatan bahwa titik awal dan titik akhir
poligon memiliki nilai koordinat yang sama (poligon tertutup sempurna). Contoh
model data vektor dapat dilihat pada Gambar I.3.
Gambar I.3. Model data vektor (Nuarsa, 2013)
Model data raster adalah struktur data yang menampilkan, menempatkan, dan
menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matrik atau piksel-piksel
yang membentuk grid. Lokasi tiap sel atau piksel ditentukan dari nomor baris dan
kolom.Kumpulan sel-sel tersebut disusun dalam bentuk matriks. Nilai (value) yang
diberikan pada tiap sel mengindikasikan nilai atribut yang diwakilinya. Contoh data
raster (Gambar I.4.).
Gambar I.4. Struktur Model Data Raster
Sumber(Arcgisdesktop/10.0/helpHelp\data_integration.chm::/rasterdata.chm::/raster_
rat.gif)
PEMUTAKHIRAN PETA PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KOTA YOGYAKARTA (StudiKasus : Kota Yogyakarta,Daerah Istimewa Yogyakarta)RIZKY ERLANGGAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
11
I.5.7.2. Analisis Sistem Informasi Geografis. Analisis pada SIG terdiri dari analisis
spasial dan analisis atribut. Salah satu analisis spasial adalah proses overlay. Fungsi
ini dilakukan dengan menggunakan minimal dua data spasial sebagai data
masukannya. Secara grafis proses overlay harus dilakukan dalam satu koordinat yang
sama, sehingga setiap tema/layer dapat digabungkan menjadi satu visualisasi.
Gambar I.5. Ilustrasi proses overlay (Anonim, 2010)
Contoh overlay secara grafis dapat dilihat pada Gambar I.5. Gambar tersebut
dapat dijelaskan bahwa proses overlay dapat dilakukan dengan lebih dari satu
layer,baik itu berupa point, line (garis), dan poligon. Hasil dari overlay ini menjadi
satu gabungan tampilan dari layer-layer yang merepresentasikan kenampakan dunia
nyata (real world).
I.5.8. Kartografi
Kartografi merupakan ilmu dan seni serta suatu teknik dalam pembuatan peta
(Riyadi,1994). Peta secara tradisional sudah dibuat menggunakan kertas dan pena,
tetapi munculnya komputer sudah merevolusionerkan kartografi. Banyak peta dibuat
dengan perangkat lunak komputer antara lain CAD, SIG, dan perangkat lunak
lainnya.
Kegiatan kartografi meliputi pengumpulan data, klasifikasi, analisa data,
produksi peta, evaluasi, dan penafsiran peta. Seseorang yang melakukan kegiatan
tersebut disebut kartograf. Titik berat studi kartografi adalah hubungan antara data
PEMUTAKHIRAN PETA PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KOTA YOGYAKARTA (StudiKasus : Kota Yogyakarta,Daerah Istimewa Yogyakarta)RIZKY ERLANGGAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
12
yang terkumpul, proses kartografinya, dan pemakaian peta. Hal tersebut dikarenakan
peta harus dapat menyajikan fungsi dan informasi dari obyek yang digambarkan.
I.5.9. Interpretasi Citra
Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara atau citra dengan
maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut
(Sutanto,1992).
Jadi di dalam interpretasi citra, penafsir mengkaji citra dan berupaya mengenali
obyek melalui tahapan kegiatan, yaitu:
a. Deteksi
b. Identifikasi
c. Analisis
Setelah melalui tahapan tersebut, citra dapat diterjemahkan dan digunakan ke
dalam berbagai kepentingan seperti dalam: geografi, geologi, lingkungan hidup, dan
sebagainya. Pada dasarnya kegiatan interpretasi citra terdiri dari 2 proses, yaitu
melalui pengenalan obyek melalui proses deteksi dan penilaian atas fungsi obyek.
1. Pengenalan obyek melalui proses deteksi yaitu pengamatan atas adanya suatu
obyek, berarti penentuan ada atau tidaknya sesuatu pada citra atau upaya untuk
mengetahui benda dan gejala di sekitar kita dengan menggunakan alat pengindera.
Untuk mendeteksi benda dan gejala di sekitar kita, penginderaannya tidak
dilakukan secara langsung atas benda, melainkan dengan mengkaji hasil rekaman
dari foto udara atau satelit. Ada 3 (tiga) ciri utama Identifikasi benda yang
tergambar pada citra, berdasarkan ciri yang terekam oleh sensor yaitu:
a. Spektoral. Ciri spektoral ialah ciri yang dihasilkan oleh interaksi antara
tenaga elektromagnetik dan benda yang dinyatakan dengan rona dan warna.
b. Spatial. Ciri spatial ialah ciri yang terkait dengan ruang yang meliputi
bentuk, ukuran, bayangan, pola, tekstur, situs, dan asosiasi.
c. Temporal. Ciri temporal ialah ciri yang terkait dengan umur benda atau saat
perekaman.
2. Penilaian atas fungsi obyek dan kaitan antar obyek dengan cara menginterpretasi
dan menganalisis citra yang hasilnya berupa klasifikasi yang menuju ke arah
PEMUTAKHIRAN PETA PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KOTA YOGYAKARTA (StudiKasus : Kota Yogyakarta,Daerah Istimewa Yogyakarta)RIZKY ERLANGGAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
13
teorisasi dan akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari penilaian tersebut. Pada
tahapan ini, interpretasi dilakukan oleh seorang yang sangat ahli pada bidangnya,
karena hasilnya sangat tergantung pada kemampuan penafsir citra.
Interpretasi citra terdiri dari dua kegiatan utama, yaitu perekaman data dari
citra dan penggunaan data tersebut untuk tujuan tertentu. Perekaman data dari citra
berupa pengenalan obyek dan unsur yang tergambar pada citra serta penyajiannya ke
dalam bentuk tabel, grafik atau peta tematik. Urutan kegiatan dimulai dari
menguraikan atau memisahkan obyek yang rona atau warnanya berbeda dan
selanjutnya ditarik garis batas/delineasi bagi obyek yang rona dan warnanya sama.
Kemudian setiap obyek yang diperlukan dikenali berdasarkan karakteristik spasial
dan atau unsur temporalnya. (Harsono, 2004)
Obyek yang telah dikenali jenisnya, kemudian diklasifikasikan sesuai dengan
tujuan interpretasinya dan digambarkan ke dalam peta kerja atau peta sementara.
Kemudian pekerjaan medan (lapangan) dilakukan untuk menjaga ketelitian dan
kebenarannya. Setelah pekerjaan medan dilakukan, dilaksanakanlah interpretasi akhir
dan pengkajian atas pola atau susunan keruangan (obyek) dapat dipergunakan sesuai
tujuannya.
I.5.10. Tata Letak Peta (Layout)
Tata letak peta merupakan salah satu bagian yang harus diperhatikan pada
pembuatan desain peta. Untuk menghasilkan sebuah tata letak peta yang baik, perlu
diperhatikan lima sasaran yang mempengaruhi penilaian keberhasilan tata letak peta,
yaitu (Riyadi, 1994):
1. Kejelasan. Informasi pada suatu peta sebaiknya disajikan dalam keadaan baik,
jelas, serta tidak mempunyai arti yang berbeda antara satu dengan yang lain.
2. Kelayakan. Kelayakan suatu tata letak mengacu pada logika suatu peta, apakah
beberapa elemen peta seperti legenda dan judul peta sudah diletakan sesuai
dengan logik hubungan antara satu elemen dengan elemen lainnya.
3. Keseimbangan visual. Pada peta, setiap elemen yang disajikan dengan
pertimbangan agar obyek ditampilkan dengan seimbang dan memudahkan
pemakai peta untuk mengidentifikasikan obyek secara maksimal.
PEMUTAKHIRAN PETA PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KOTA YOGYAKARTA (StudiKasus : Kota Yogyakarta,Daerah Istimewa Yogyakarta)RIZKY ERLANGGAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
14
4. Kekontrasan. Kekontrasan tata letak peta mengacu kepada perbedaan antara
terang dan gelap dari suatu warna yang digunakan, serta tebal dan tipisnya garis
yang ditampilkan dari elemen yang disajikan.
5. Kesatuan. Kesatuan suatu tata letak peta mengacu kepada hubungan antara
pemilihan dan penempatan huruf, kegunaan peta, skala peta, penyajian simbol,
dan reproduksi.
Tata letak peta dapat dibagi dalam tiga kategori (Riyadi, 1994), yaitu:
1. Frame Map
Tata letak dari tipe ini memiliki outer border line yang mengelilingi
muka peta. Garis batas tepi mempunyai fungsi memisahkan antara muka peta
dengan informasi tepi (marginal information) secara jelas. Peta tipe ini sangat
cocok untuk pemetaan yang berangkai (seri).
2. Island Map
Yang lebih konvensional dari frame map adalah island map. Neat line
atau batas dari area yang dipetakan berfungsi sebagai frame (batas garis),
sehinggaisland map mempunyai bentuk yang tidak beraturan. Tipe ini
memberikan kebebasan pada kartografer untuk merancang tata letak peta (map
lay-out) yang cocok.
3. Bleeding Map
Peta jenis ini mempunyai informasi pada batas potongan dari area peta,
atau dengan kata lain tidak mempunyai frame.
Gambar I.6. Contoh (dari kiri ke kanan) Frame map, Island map, dan Bleeding map (Riyadi,1994
PEMUTAKHIRAN PETA PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KOTA YOGYAKARTA (StudiKasus : Kota Yogyakarta,Daerah Istimewa Yogyakarta)RIZKY ERLANGGAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/