22
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang digolongkan kronis yang sering diderita penduduk Indonesia dengan ditandai adanya peningkatan kadar glukosa darah diatas nilai normal karena pankreas tidak menghasilkan insulin yang cukup atau metabolisme tubuh tidak mampu menggunakan insulin secara efektif. DM adalah penyakit yang tidak menular akan tetapi diprediksi akan meningkat jumlahnya di masa depan. World Health Organization (WHO) memprediksi semakin lama akan meningkat pengidapnya, pada tahun 2000 pengidapnya berjumlah 171.230.000 orang. Pada kurun waktu 30 tahun kedepannya jumlah tersebut akan terus meningkat menjadi 366.210.100 pengidapnya atau peningkatannya mencapai 114%. Hasil survey terakhir WHO, negara-negara di Asia Tenggara menunjukkan peningkatan tertinggi jumlah pengidap DM, termasuk Indonesia yang jumlahnya terbanyak dan menempati peringkat pertama di Asia Tenggara serta peringkat lima sedunia dengan pengidap DM sebanyak 8.426.000 orang pada tahun 2000 dan diprediksi mengalami peningkatan sebanyak 152 % dengan 21.257.000 orang (Anonim, 2012). Kebanyakan kasus diabetes melitus yang ditemui adalah DM tipe 2 dengan keterangan tersebut banyak ditandai adanya resisten insulin. Sensitivitas insulin yang turun tidak akan menyebabkan DM secara langsung. Sel β pankreas penghasil insulin masih mampu menstabilkan kadar glukosa dalam darah yang berlebih sehingga kadar glukosa dalam darah menjadi normal. Namun jika tidak 1

S1-2013-273104-chapter1_2

  • Upload
    hafif

  • View
    218

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

asasa

Citation preview

Page 1: S1-2013-273104-chapter1_2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang digolongkan kronis

yang sering diderita penduduk Indonesia dengan ditandai adanya peningkatan

kadar glukosa darah diatas nilai normal karena pankreas tidak menghasilkan

insulin yang cukup atau metabolisme tubuh tidak mampu menggunakan insulin

secara efektif. DM adalah penyakit yang tidak menular akan tetapi diprediksi akan

meningkat jumlahnya di masa depan. World Health Organization (WHO)

memprediksi semakin lama akan meningkat pengidapnya, pada tahun 2000

pengidapnya berjumlah 171.230.000 orang. Pada kurun waktu 30 tahun

kedepannya jumlah tersebut akan terus meningkat menjadi 366.210.100

pengidapnya atau peningkatannya mencapai 114%. Hasil survey terakhir WHO,

negara-negara di Asia Tenggara menunjukkan peningkatan tertinggi jumlah

pengidap DM, termasuk Indonesia yang jumlahnya terbanyak dan menempati

peringkat pertama di Asia Tenggara serta peringkat lima sedunia dengan pengidap

DM sebanyak 8.426.000 orang pada tahun 2000 dan diprediksi mengalami

peningkatan sebanyak 152 % dengan 21.257.000 orang (Anonim, 2012).

Kebanyakan kasus diabetes melitus yang ditemui adalah DM tipe 2 dengan

keterangan tersebut banyak ditandai adanya resisten insulin. Sensitivitas insulin

yang turun tidak akan menyebabkan DM secara langsung. Sel β pankreas

penghasil insulin masih mampu menstabilkan kadar glukosa dalam darah yang

berlebih sehingga kadar glukosa dalam darah menjadi normal. Namun jika tidak

1

Page 2: S1-2013-273104-chapter1_2

2

diatasi akan dapat berubah menjadi DM tipe 2 (Soegondo, 2006). Resistensi

insulin banyak disebabkan oleh obesitas yang ditandai dengan kadar lemak yang

tinggi dalam tubuh. Salah satu kemungkinan efek samping obesitas adalah

perlemakan hati, hal ini akan memacu meningkatnya kadar SGOT (Serum

Glutamic Oxalocetic Transminase) dan SGPT (Serum Glutanic Piruvic

Transminase).

Kelimpahan aneka ragam hayati fauna maupun flora yang ada di Indonesia

membuat masyarakatnya memanfaatkan untuk beberapa keperluan, salah satu

manfaatnya adalah untuk pengobatan. Sambiloto (Andrographis paniculata

(Burm.f.) Nees) dan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah beberapa

hasil alam yang banyak digali manfaatnya secara ilmiah, zat aktif yang

terkandung pada temulawak dan sambiloto mampu mempengaruhi kadar

SGOT/AST-SGOT/ALT (Wiyono, 2011; Astykasary & Masjhoer, 2006).

Berdasarkan penelitian sebelumnya ektsrak herba sambiloto

(Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) selain sebagai obat antidiabetes dapat

juga mencegah kenaikan kadar SGOT-SGPT dalam darah tikus Wistar yang

diinduksi CCL4 dan etil alkohol dengan takaran dosis 500mg/kgBB (Trivedi,

2001; Choudhury, 1984). Enzim yang keluar dan meningkat kadarnya ketika ada

kerusakan hati adalah SGOT-SGPT (Akbar, 2003; Wenas, 2003).

Zat aktif pada sambiloto yang mampu menurunkan kadar SGOT-SGPT di

duga adalah andrografolid, zat ini paling banyak kadarnya pada daun sambiloto

(2,39%) dan paling rendah pada bagian akarnya. Andrografolid banyak diteliti dan

dipercayai sebagai agen protektor hepar serta kandung empedu, menurunkan

Page 3: S1-2013-273104-chapter1_2

3

kadar serum bilirubin dan alkali fosfatase, dan melindungi sel hati serta mampu

mengurangi kadar SGOT-SGPT pada pasien terutama pada penderita DM (Hadi,

2000). Berdasarkan penelitian lainnya selain andrografolid yang terkandung

dalam sambiloto masih banyak kandungan zak aktif diterpen lakton, antara lain

deoksiandrografolid, neoandrografolid, 14-deoksi-11-12-didehidroandrografolid

(dehidroandrografolid) dan homoandrografolid. Terkandung juga flavonoid,

keton, alkan, mineral, dammar, dan aldehid (Prapanja, 2003).

Tumbuhan herba sambiloto mempunyai banyak manfaat antara lain

antibiotik, antipiretik, antiinflamasi, antidiare, antitumor, dan hepatoprotektor.

Selain khasiat tersebut sambiloto berfungsi sebagai obat infeksi, imunostimulan,

berefek hipoglikemik, hipotermia, diuretik, antibakteri, analgetik, dan

meningkatkan imunitas tubuh secara seluler, serta meningkatkan aktivitas

kelenjar-kelenjar tubuh (Winarto, 2003).

Temulawak adalah salah satu hasil alam yang secara empiris turun

temurun yang digunakan untuk pengobatan tradisional (Sampurno, 2004).

Kandungan zat aktif pada temulawak sangat banyak, khususnya senyawa fenolik

dan terpenoid, seperti kurkumin, desmetoksikurkumin, minyak atsiri dengan

komponen utama xantorizol, dan oleoserin (Anonim, 2004)

Penelitian uji klinik Hadi (1985) menyebutkan bahwa temulawak

mempengaruhi naiknya sekresi empedu dan pankreas. Dengan ekstrak temulawak

dalam etanol 50% yang dipejankan hewan uji dapat memperbaiki kerusakan sel

parenkim hati yang diakibatkan oleh karbon tetra klorida dan o-galaktosamin.

Temulawak yang diseduh dengan dosis 400 dan 800 mg/kg BB. Selama 14 hari

Page 4: S1-2013-273104-chapter1_2

4

pemberian memberikan efek penurunan aktivitas GPT serum dan luas daerah

nekrosis akibat diinduksi oleh parasetamol pada dosis hepatotoksik. Kurkumin

temulawak juga memiliki efek memacu produksi cairan empedu yang sangat

memperlancar kerja hati.

Manfaat sambiloto dan temulawak yang digunakan untuk terapi

pengobatan DM cukup umum dimasyarakat, akan tetapi penggunaanya langka

jika dikombinasikan antara keduanya, sehingga menginisiasi adanya penelitian

untuk menguji aktivitas kombinasi keduanya sebagai obat alternatif antidiabetes.

Pada penderita DM tipe 2 resisten insulin memiliki risiko meningkatnya

SGOT-SGPT karena tugas hati menjadi berat akibat salah satu fungsinya untuk

memproduksi glukosa terhambat. Berdasarkan hal tersebut dan adanya

kemampuan sambiloto sebagai obat antidiabetes serta temulawak sebagai penurun

kadar SGOT-SGPT, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh

kombinasi ekstrak tak larut n-heksan herba sambiloto (FTS) dan fraksi

kurkuminoid temulawak (FKT) dalam menurunkan kadar SGOT-SGPT tikus DM

tipe 2 resisten insulin.

B. Perumusan Masalah

Apakah Kombinasi FTS dan FKT mempunyai efek penurunan kadar

SGOT-SGPT yang lebih besar pada tikus dengan resistensi insulin dibandingkan

dengan pemberian FTS tunggal?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan data ilmiah dan

mengetahui pengaruh pemberian kombinasi FTS dan FKT dalam menurunkan

Page 5: S1-2013-273104-chapter1_2

5

kadar SGOT-SGPT dalam darah pada tikus wistar jantan dengan resitensi insulin

dibandingkan pemberian FTS tunggal.

D. Manfaat Penelitian

Penyakit DM adalah penyakit degeneratif yang banyak dialami oleh

masyarakat, untuk mengobati DM biasanya membutuhkan waktu yang lama dan

biaya yang tidak sedikit karena pasien dituntut untuk membeli obat sintetik secara

berkelanjutan. Obat sintetik tersebut belum banyak disadari masyarakat bahwa

obat tersebut jika dikonsumsi dalam waktu yang lama dapat menimbulkan efek

samping disfungsi organ pemetabolit (hati), maka dibutuhkan terapi pengobatan

yang murah, potensial berkhasiat, dan aman dikonsumsi. Herba sambiloto dan

temulawak terbukti secara ilmiah maupun secara empiris berpotensi sebagai obat

antidiabetes dan menjaga fungsi organ terutama organ pemetabolit dengan

mekanisme penurunan kadar SGOT-SGPT dalam darah. Hasil penelitian ini

diharapkan akan menghasilkan data ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan

untuk digunakan sebagai landasan pengembangan obat-obat herbal alami, dalam

hal ini sambiloto dan temulawak dalam bentuk ekstrak sebagai obat antidiabetes

dilihat dari parameter kadar SGOT-SGPT.

Page 6: S1-2013-273104-chapter1_2

6

E. Tinjauan Pustaka

1. Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees)

a. Klasifikasi tanaman sambiloto: (Backer & Van Den Brink, 1965)

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Classis : Dicotyledoneae

Ordo : Solanales

Familia : Acanthaceae

Genus : Andrographis

Species : Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees

Gambar 1. Herba sambiloto

b. Nama lain dan kegunaan di masyarakat

Nama daerah sambiloto antara lain: Takilo, ki Oray, Ki Peurat (sunda),

Pepaitan (Melayu), Ampadu tanah (Minang), Takila, Bidara, Sambiloto, Sadilata

(Jawa).

Page 7: S1-2013-273104-chapter1_2

7

Daun sambiloto di masyarakat digunakan untuk mengobati berbagai

penyakit, antara lain Peluruh air seni, penurun panas, antidiabetes, disentri basiler,

influenza, amandel, radang paru-paru, radang saluran pernafasan, obat gatal,

gigitan ular berbisa, luka bakar, luka karena infeksi, radang ginjal, abses, dan

kudis (Anonim, 1985; Dharma, 1985).

c. Morfologi

Sambiloto merupakan tumbuhan herba, terna, batang tegak, bunganya

majemuk, ujungnya sering bercabang, dengan cabang bentuk rasemis, pada ujung

panikel membentuk daun, anak cabang kecil, sama pendek pada tangkai bunga;

tidak ada anak cabang; kelopak dibagi 5 bagian, bagian-bagiannya kecil, semua

hampir sama, melengkung dan lurus pada tabung mahkota bunga, sari pipih,

berbulu, ada 2 ruang pada kepala sari, sejajar pada tingkat yang sama, sel telur 4-7

pada bakal biji, kapsulnya tegak, lanset, memapat; bentuk samar urat daunnya,

tiap katup terdapat benih 3-7, tersudut tajam pada tangkai, bagian atas tebal,

bongkol daunnya separti paku dan sedikit sistolit serta dihubungkan oleh tepi

yang melintang. Bentuk mahkotanya batang, relatif sempit, lurus sama, panjang

0,6 mm, bibir mahkota ungu putih, 0,6 mm panjangnya, bunga sari sedikit keluar,

panjang lebih kurang 6 mm, pelebaran pada dasar dasar kepala sari, kapsul

memapat; perpanjangan akar, tipis berambut kelenjarnya, panjang lebih kurang

1,74 cm, lebar 3,5 mm; 3-7 katup pada benih, tangkai bunga 3-7, kelopak 3-4 mm.

Daun lanset dasarnya tajam, sedikit tajam, panjang 3-12 cm, lebar 1-3 cm, anak

cabang sering dijumpai pada bagian atas (Backer & Van den Brink, 1965).

Page 8: S1-2013-273104-chapter1_2

8

d. Kandungan kimia dan khasiat

Senyawa utama yang terkandung dalam sambiloto adalah diterpen lakton

dan flavonoid. Pada daun dan percabangan bisa diisolasi diterpen lakton

deoksiandrografolid, andrografolid, neoandrografolid, 14-deoksi-11,12-

didehidroandrografolid dan homoandrografolid. Pada akar yang isolasi

terbanyaknya golongan flavonoid, yaitu; polimetoksiflavon, panikulin, mono-o-

metilwigtin apigenin-7, 4-dimetil eter dan andrografin. Kandungan lainnya adalah

aldehid, alkana, keton, berbagai mineral, seperti; kalsium, natrium, kalium, dan

asam kersik.

(1) (2)

Gambar 2. Struktur andrografolid (1) dan 14-deoksi-11,12-didehidroandrografolid (2)

dalam sambiloto (Akowuah, et al., 2006)

Page 9: S1-2013-273104-chapter1_2

9

Tumbuhan obat herba sambiloto mempunyai berbagai khasiat, antara lain;

obat demam, obat penyakit kulit, obat antidiabetes, obat radang telinga, dan obat

masuk angin (Hutapea & Syamsuhidayat, 1991). Selain itu juga mempunyai

khasiat lainnya, yaitu; antibiotik, antiinflamasi, antitumor, antidiare, antiinflamasi,

dan hepatoprotektor, serta efektif sekali untuk obat infeksi dan sebagai perangsang

fagositosis (antistimulan), mempunyai efek hipotermia, diuretik, hipoglikemik,

antibakteri, dan analgetik, ditambah bisa meningkatkan kekebalan tubuh serta

meningkatkan aktivitas kelenjar-kelenjar tubuh (Winarto, 2003).

2. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

a. Klasifikasi tanaman temulawak: (Backer & Van Den Brink, 1965)

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Classis : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Familia : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Species : Curcuma xanthorrhiza Roxb.

Page 10: S1-2013-273104-chapter1_2

10

Gambar 3. Tanaman temulawak

b. Nama lain dan kegunaan di masyarakat

Nama lain atau nama daerah dari temulawak adalah temulawak (jawa),

temu besar (Melayu), temulatah, temulabak (Madura), konceng gede, temu raya

(Sunda) (Heyne, 1987).

Sejak zaman nenek moyang terdahulu, temulawak sering digunakan untuk

obat tradisional. Temulawak banyak manfaatnya di masyarakat, seperti; pelancar

ASI, penurun panas, antijerawat, menurunkan kolesterol, peluruh batu ginjal,

pelancar pencernaan, peluruh batu empedu, selain itu juga sebagai penambah

nafsu makan, serta sebagai obat antidiabetes (Anonim, 1979; Wagner, 1993).

c. Morfologi

Temulawak adalah golongan semak berimpang, tingginya ± 2,5 m, bentuk

batangnya semu tersusun dari pelepah daun yang saling melekat, lunak,

pangkalnya berbentuk rimpang membesar berwarna kuning muda, globular, kulit

pada rimpangnya berwarna kuning tua atau coklat kemerahan, pada daging

rimpangnya berwarna orange kecoklatan; bercabang dan berwarna lebih pucat.

Bau khas rangsangan terasa pahit. Rimpang induk berbentuk bulat telur dan

Page 11: S1-2013-273104-chapter1_2

11

rimpang anakannya berbentuk langsing jumlahnya 3-4. Bentuk daunnya oval,

tunggal, serta ujungnya meruncing, permukaan licin dan tepinya rata, bentuk

tulang daunnya menyirip, daunnya berwarna hijau dengan tulang daun yang di

tengah berwarna ungu. Letak tumbuh bunganya dekat permukaan tanah, berupa

bunga majemuk berbulir, daun pelindungnya banyak, berambut pada kelopaknya

berwarna putih, bentuk mahkotanya tabung dan berwarna putih, serta warna

benang sari kuning muda (Sastrapraja et al., 1978; Hutapea & Syamsuhidayat,

1991; Tjitrisoepomo, 1994).

d. Kandungan kimia dan khasiat

Kurkumin dan monodesmetoksi-kurkumin 1-2% (zat warna kuning).

Minyak atsiri 5% (dominasi komponen 1-sikloisoprene-mirsene 85%). Komponen

minyak atsiri lainnya :β-kurkumen ar-kurkumen, germakron (Pandji et al., 1993;

Wicthl, 1994).

Zat aktif kurkumin yang terkandung dalam temulawak membuktikan telah

memiliki banyak manfaat dan khasiat, antara lain; untuk kelainan empedu,

anoreksia, batuk, diabetes, kerusakan hati, rematitis, sinusitis, kanker, dan

penyakit Alzheimer (Aggarwal et al., 2003).

Page 12: S1-2013-273104-chapter1_2

12

Gambar 4. Struktur kurkuminoid temulawak (Hegnauer, 1963)

Dilihat dari bentuk strukturnya kurkumin diklaim sebagai antioksidan

dengan mekanisme menangkap radikal bebas pada proses oksidasi asam lemak

dan sebagai obat hepatoprotektor (Masuda et al., 1992; Damayanti, 1992).

3. Metode penyarian dan ekstrak

Penyarian atau ekstraksi dilakukan untuk bertujuan untuk menarik zat aktif

yang terkandung dalam bahan tumbuhan obat. Penyarian merupakan metode

pengambilan zat-zat aktif yang dapat larut dari bahan yang tak larut dengan

menggunakan pelarut cair. Bahan simplisia baik yang berupa potongan atau

serbuk yang disari banyak mengandung zat aktif yang dapat larut dan tak larut

seperti serat, karbohidrat, protein, dan banyak lagi yang lainnya (Anonim, 1986).

Ada tiga metode penyarian yang sering dilakukan, yaitu; maserasi,

perkolasi, dan penyarian berkesinambungan. Pemilihan metode ekstraksi yang

Page 13: S1-2013-273104-chapter1_2

13

akan digunakan harus disesuaikan dengan fraksi yang diinginkan. Perendaman

simplisia dalam waktu tertentu disuhu ruang serta pengadukan menggunakan

pelarut sesuai kepolaran dengan zat aktif yang diinginkan adalah metode yang

paling sederhana, metode ini disebut maserasi (Harborne, 1984). Maserasi

mempunyai beberapa kelebihan, antara lain; proses pengerjaanya tidak sulit serta

menggunakan alat yang murah dan mudah diperoleh. Etanol dipertimbangkan

sebagai penyari karena: lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam

etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral, absorpsinya baik, etanol dapat

bercampur dengan air pada segala perbandingan, panas yang diperlukan untuk

pemekatan lebih sedikit. Untuk meningkatkan penyarian biasanya menggunakan

campuran etanol dan air. Perbandingan jumlah etanol dan air tergantung pada

bahan yang disari. Etanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak menguap,

glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar, dan klorofil.

Lemak, malam, tanin dan saponin hanya sedikit larut. Dengan demikian zat

pengganggu yang terlarut hanya sedikit (Anonim, 1986).

Hasil dari ekstraksi simplisia nabati maupun hewani biasanya disebut

ekstrak dalam bentuk sediaan pekat yang masih campur dengan pelarutnya. Untuk

memenuhi baku yang ditetapkan, maka perlu penguapan pelarut yang tersisa

sehingga tampak menjadi lebih pekat atau serbuk (Anonim, 1995).

4. Kromatografi lapis tipis

Metode Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah metode yang paling

sederhana dan sering digunakan. Metode ini mempunyai beberapa kelebihan,

antara lain; mudah, murah, dan pemakaian pelarut serta jumlah cuplikannya

Page 14: S1-2013-273104-chapter1_2

14

sedikit. Kromatografi lapis tipis dapat dipakai sebagai pemisah antara senyawa

yang sangat berbeda seperti senyawa organik alami dan senyawa organik sintetik,

organik kompleks, dan ion organik. Kromatografi lapis tipis melibatkan fase

gerak, fase diam, atau campuran pelarut yang dikembangkan. (Gritter et al.,

1991).

Identifikasi pada KLT umumnya digunakan harga Rf (Retardation factor)

atau hRf yang menunjukkan jarak pengembangan senyawa pada kromatogram.

Angka Rf berkisar antara 0,0 sampai 1,0 dan hanya dapat ditentukan dua desimal.

Angka hRf ialah angka Rf yang dikalikan faktor 100, menghasilkan nilai

berjangka 0 sampai 100. Harga Rf didefinisikan sebagai jarak yang digerakan

senyawa dari titik asal jarak yang digerakan pelarut dari titik asal. Jika tidak

timbul warna pada bercak yang ditotolkan, maka tahap selanjutnya menggunakan

pendeteksi sinar UV254 nm atau UV366 nm. Apabila dengan metode tersebut

senyawa belum terdeteksi, maka tahap selanjutnya menggunakan pereaksi

semprot serta pemanasan jika diperlukan (Sastrohamidjojo, 2001; Stahl, 1985).

Plat KLT diamati di bawah sinar UV254 nm atau UV366 nm agar solut tampak

sebagai bercak yang gelap atau berflouresensi terang (Gandjar & Rohman, 2012).

5. Pengertian diabetes melitus dan resistensi insulin

Istilah Diabetes Melitus diperoleh dari bahasa latin yang berasal dari kata

Yunani, yaitu Diabetes yang berarti pancuran dan Mellitus yang berarti madu. Jika

diterjemahkan, Diabetes Melitus adalah pancuran madu. Istilah pancuran madu

berkaitan dengan kondisi penderita yang mengeluarkan sejumlah besar urin

dengan kadar gula yang tinggi (Wijayakusuma, 2004). Diabetes melitus (DM)

Page 15: S1-2013-273104-chapter1_2

15

merupakan suatu sindrom dengan terganggunya metabolisme karbohidrat, lemak,

dan protein akibat kurangnya sekresi insulin atau penurunan sensitivitas jaringan

terhadap insulin (Guyton & Hall, 2007). Penyakit DM bisa disebabkan berbagai

faktor, antara lain; makanan yang terlalu banyak mengandung gula, obesitas, stres

atau depresi, dan keturunan. Selain itu, kehamilan juga dapat menjadi faktor

penyebabnya. Penderita DM tidak bisa disembuhkan, akan tetapi hal ini bisa

dicegah dengan melakukan kontrol dan terapi yang relatif serta kedisplinan yang

tinggi (Sudewo, 2004).

Klasifikasi diabetes melitus

DM sampai sekarang terbagi menjadi 4 tipe, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2,

Diabetes Kehamilan, dan DM tipe lain. Umumnya secara klinis DM hanya dibagi

menjadi 2 tipe: DM tipe 1 dan DM tipe 2 (Sudoyo, 2006). Secara klinis penderita

DM tipe 1 adalah usia onset biasanya <20 tahun, dan gangguan ini disebabkan

utamanya oleh karena kurangnya produksi insulin oleh sel β pankreas, sedangkan

DM tipe 2 mempunyai onset usia biasanya >40 tahun, karena gangguan yang

disebabkan oleh resistensi jaringan terhadap efek metabolik insulin (Guyton et al,

2007).

a. Diabetes Tipe I

Diabetes tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) ditandai

adanya ketidakmampuan untuk memproduksi insulin karena sel-sel β pankreas

telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan

maupun minuman tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam

darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Konsentrasi

Page 16: S1-2013-273104-chapter1_2

16

glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua

glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin

(glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang

berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami

peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi) (Brunner &

Suddarth, 2002).

b. Diabetes Tipe II

Diabetes tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)

disebabkan karena kegagalan relatif sel β pankreas dan resistensi insulin.

Resistensi insulin merupakan menurunnya kemampuan reseptor insulin untuk

memacu pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat

produksi glukosa oleh hati. Sel β pankreas tidak mampu mengimbangi resistensi

insulin ini sepenuhnya, maka terjadi defisiensi relatif insulin. Hal ini terlihat dari

menurunnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, tetapi pada rangsangan

glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel β pankreas

mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Mansjoer, 2001).

Standard yang umum digunakan untuk mendiagnosis DM adalah sebagai

berikut; jika kadar glukosa atau urine seorang pasien saat berpuasa >120mg/dl

atau seling waktu 2 jam sesudah berbuka sebesar 140-190mg/dl, maka pasien

tersebut didiagnosa menderita DM. Seorang dikatakan normal kadar gulanya

dalam darah atau urine jika saat berpuasa <110mg/dl dan setelah 2 jam berbuka

puasa sebesar <140mg/dl (Sudewo, 2004).

Page 17: S1-2013-273104-chapter1_2

17

Hormon insulin dalam keadaan normal akan terikat dengan reseptor

khusus pada membran sel. Reaksi yang timbul dari ikatan tersebut memacu proses

metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe 2 disertai

dengan menurunnya reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif

untuk menstimulasi penarikan glukosa oleh jaringan. Solusi mengatasi resistensi

insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus meningkatkan

insulin yang disekresikan. Penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini

terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan

dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Keadaan sel β

pankreas ini tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin

maka kadar glukosa mengalami peningkatan dan terjadi diabetes tipe 2 (Brunner

& Suddarth, 2002).

Pakan diet lemak tinggi dan fruktosa dapat menyebabkan terjadinya

peningkatan kadar glukosa darah meningkat, karena lemak yang dikonsumsi

memacu produksi asam lemak, trigliserida, dan kolesterol dalam jumlah yang

tinggi. Fruktosa lebih dimetabolisme dalam hati menjadi lemak daripada glikogen.

Hal ini dapat menyebabkan penggunaan glukosa oleh jaringan semakin rendah

sehingga kadar glukosa darah meningkat serta memicu terjadinya resisten insulin

(Andrie, 2012).

Resisten insulin merupakan keadaan dimana sensitivitas sistem jaringan

terhadap kerja insulin menurun, akibatnya sekresi insulin meningkat sebagai

tanggapan sel β pankreas. Faktor-faktor yang menyebabkan resistensi insulin

Page 18: S1-2013-273104-chapter1_2

18

antara lain; reseptor yang mengikat insulin jumlahnya menurun, kinerja reseptor

abnormal, atau adanya hambatan pada transportasi insulin menuju tempat

pembakaran yang di dalam sel (Tjay & Rahardja, 2002).

Sel otot, sel lemak, dan hati pada tubuh kemampuannya berkurang untuk

merespon insulin ketika seseorang dalam keadaan resistensi insulin. Resistensi

insulin mengakibatkan keperluan tubuh akan insulin meningkat agar dapat

memacu glukosa masuk ke tempat pembakaran dalam sel. Pada keadaan ini

pankreas dituntut bekerja lebih keras untuk menghasilkan insulin yang lebih

banyak (hiperinsulinemia). Karena terlalu lama bekerja keras, pankreas akan

mengalami kelelahan untuk menghasilkan insulin yang sesuai permintaan pada

sistem tubuh, hal ini dapat mengakibatkan penyakit DM tipe I secara tidak

langsung (U.S. Department of Healt and Human Service, 2008).

Pemicu resistensi insulin diakibatkan oleh pelepasan sitokin TNF-α yang

distimulasi adanya peningkatan konsentrasi asam lemak bebas dan pengaktifan

enzim lipoprotein lipase karena penyimpanan adiposa yang tinggi, hal ini terjadi

pada orang yang obesitas. Selain itu resistensi insulin dapat disebabkan oleh

stimulasi aktivitas sistem simpatik dan obat-obatan (Soegondo, 2006).

Resistensi insulin yang dikaitkan dengan diabetes melitus tipe 2 serta

obesitas dapat mengakibatkan bermacam-macam ketidaknormalan metabolisme

tubuh seperti; aterosklerosis, pembentukan pro-koagulan, hipertensi, dan

dislipidemia, hal tersebut adalah faktor resiko yang memicu penyakit jantung

koroner (Siswono, 2002).

Page 19: S1-2013-273104-chapter1_2

19

6. SGOT-SGPT

Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa pada keadaan resistensi

insulin, kemampuan hati untuk memproduksi glukosa terganggu. Hal ini dapat

menyebabkan hati menjadi berat sehingga mempengaruhi kadar SGOT-SGPT.

Ketika terjadi kerusakan sel atau permeabilitas pada membran, enzim dapat

ditemukan dengan kadar yang berlebih di ruang ekstraseluler, hal ini dapat

digunakan sebagai parameter diagnosis. Enzim yang biasanya berhubungan

dengan kerusakan hati antara lain; SGOT, SGPT, GLDH, dan LDH. Pengertian

secara medis SGOT yaitu Serum Glutamic Oxalocetic Transminase atau yang

juga disebut aspartateaminotransferase (AST), adalah sebuah enzim yang selalu

berada di dalam jantung dan sel-sel hati. SGOT merupakan enzim yang dproduksi

oleh hati, selain itu juga dapat ditemukan di otot rangka, otot-otot jantung,

jaringan ginjal, sel darah merah. Singkatan SGPT adalah Serum Glutamic Piruvic

Transaminase, atau yang juga dinamakan ALT (Alanin Amino Transferase)

merupakan enzim yang banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk

mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Enzim ini dalam jumlah yang kecil

dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes

SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut,

sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya (Wibowo et al, 2008; Akbar,

2003). Serum SGOT/AST maupun SGPT/ALT umumnya diperiksa secara

fotometri atau spektrofotometri, secara semi otomatis atau otomatis.

Page 20: S1-2013-273104-chapter1_2

20

7. Uji histopatologi hepar

Uji histopatologi adalah analisis kualitatif secara mikroskopik dari

jaringan yang bertujuan untuk mengetahui perubahan organ dalam. Uji

histopatologi termasuk pemeriksaan preparat dari hasil pembedahan yang

sebelumnya preparat tersebut diambil dari bagian tertentu dan diletakkan pada

slide gelas untuk selanjutnya analisis seluler diamati melalui mikroskop oleh

seorang ahli patologi (Glaister, 1986).

Sel akan beradaptasi (fisiologis dan morfologi) jika terpapar zat asing yang

ditandai naiknya jumlah sel (hiperlasia), mengecil (atropi) atau membesar

(hipertropi) sel tertentu. Sel akan mengalami kerusakan bahkan kematian

(nekrosis atau apoptosis) jika terpejani senyawa asing yang berlebih (Cotran et al.,

1999).

F. Landasan Teori

Herba sambiloto sejak dulu secara empiris mempunyai khasiat mengobati

beberapa penyakit, sambiloto sering dan sudah umum digunakan sebagai obat

antidiabetes (Sastroamidjojo, 1997). Pemberian kombinasi fraksi tak larut n-

heksan ekstrak etanolik herba sambiloto dan fraksi kurkuminoid rimpang

temulawak mampu menurunkan kadar glukosa serum tikus resisten insulin

(Kusumaramdani, 2012). Sambiloto juga mempunyai kemampuan untuk

menurunkan kadar SGOT-SGPT pada tikus wistar jantan (Anonim, 2004).

Sambiloto dipercaya juga sebagai agen hepatoprotektor yang dapat mengatasi

peradangan hepar seperti gejala hepatitis (Sudewo, 2004).

Page 21: S1-2013-273104-chapter1_2

21

Berdasarkan penelitian di India ektsrak herba sambiloto (Andrographis

paniculata (Burm.f.) Nees) dapat mencegah kenaikan kadar SGOT-SGPT dalam

darah tikus Wistar yang diinduksi CCL4 dan etil alkohol dengan takaran dosis

500mg/kgBB (Trivedi, 2006 ). Penelitian lain sambiloto dengan dua efek dosis

yaitu 50 dan 100 mg/kg BB/hari selama 14 hari terapi dari ekstrak hidroalkohol

80% berpotensi sebagai kemopreventif (Singh et al, 2001).

Penderita diabetes umumnya lebih rentan terhadap infeksi. Salah satu

kemungkinan penyebab infeksi pada penderita DM adalah virus, virus dapat

mempengaruhi kerusakan pada sel β pankreas serta menimbulkan insulitis.

Hubungan antara DM dengan peran hormon selain hormon insulin yang kaitannya

terhadap ketahanan tubuh sehingga mengakibatkan infeksi masih belum jelas

(Soetmadji, 2003). Infeksi pada hepar akan memacu peningkatan kadar SGOT-

SGPT karena adanya peningkatan permeabilitas membran dan kerusakan sel

hepar, hal ini menyebabkan enzim intraseluler menjadi migrasi ke ruang

ekstraseluler (Akbar, 2003).

Temulawak adalah salah satu bahan baku obat tradisional yang banyak

dikembangkan secara modern dalam penelitian dan dunia kesehatan. Obat

fitofarmaka temulawak diduga dapat merangsang sekresi empedu dan pankreas.

Khasiat temulawak sebagai hepatoprotektor juga berkaitan dengan adanya reaksi

penurunan kadar SGOT-SGPT (Mursito, 2001).

Peran temulawak sebagai obat yang berkaitan dengan hati, empedu, dan

pankreas dapat dikombinasikan dengan sambiloto yang berkhasiat sebagai

antidiabetes sehingga dapat berefek saling sinergis. Temulawak dalam

Page 22: S1-2013-273104-chapter1_2

22

memelihara kesehatan fungsi hati dengan cara meningkatkan produksi empedu

dalam hati dan merangsang sekresi empedu, hal ini berkaitan erat adanya aktivitas

kolagoga dari temulawak yang sangat berpengaruh pada hati (Anonim, 2005).

Penelitian yang membuktikan bahwa ekstrak sambiloto dan ekstak temulawak

mempuyai aktivitas menurunkan SGOT-SGPT telah dilakukan, namun belum ada

penelitian yang menggunakan kombinasi keduanya dalam menurunkan SGOT-

SGPT. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas kombinasi fraksi tak

larut n-heksan ekstrak etanolik herba sambiloto (FTS) dan fraksi kurkuminoid

temulawak (FKT) sebagai penurun SGOT-SGPT. Penelitian kombinasi FTS dan

FKT yang berhubungan dengan penurunan kadar glukosa serum sudah pernah

dilakukan (Kusumaramdani, 2012), tetapi belum ada laporan penelitian kombinasi

FTS dan FKT yang berhubungan dengan penurunan kadar SGOT-SGPT serum.

G. Hipotesis

Kombinasi FTS dan FKT mampu memberikan efek penurunan kadar

SGOT-SGPT yang lebih besar pada tikus dengan resistensi insulin dibandingkan

dengan pemberian FTS tunggal.