Upload
nanda-pratama
View
53
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
SPONDYLOLISTHESIS
Definisi
Kata spondylolisthesis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas kata spondylo
yang berarti “tulang belakang (vertebra)”, dan listhesis yang berarti “bergeser”. Maka
spondilolistesis merupakan istilah deskriptif untuk pergeseran (biasanya ke anterior) dari
vertebra relatif terhadap vertebra yang dibawahnya.1,4,5,9
Etiopatofisiologi
Penyebab dari sindrom ini adalah malformasi persimpangan lumbosakral (kecil
bagian belakang dan bagian belakang panggul) yang kecil, sendi facet tidak kompeten, yang
dapat bersifat kongenital (bawaan), disebut sebagai spondilolisthesis displastik, atau mungkin
terjadi selama masa remaja karena patah tulang atau cedera pada salah satu tulang-tulang
belakang darikegiatan olahraga terkait seperti angkat berat, berlari, berenang, atau sepak bola
yang menyebabkan seseorang memiliki spondilolisthesisisthmic.1,9
Ada lima jenis utama dari Spondilolisthesisdikategorikan oleh sistem klasifikasi
Wiltse:
1. Displatik.
- Sendifacetmemungkinkanpergeseran kedepan.
- Lengkungan neural biasanya masih utuh.2
2. Isthmic.
- Lesi dari pars.
- Terdapat 3 subtipe: fraktur stress, pemanjangan dari pars, dan fraktur pars akut.2
3. Degeratif.
Spondilolisthesis bisa disebabkan oleh penuaan, umum, dan keausan tulang, jaringan,
otot-otot, dan ligamen tulang belakang disebut sebagai spondilolisthesis degeneratif.2
4. Trauma.
Setelah kecelakaan besar atau trauma untuk kembali menghasilkan kondisi
yang disebut spondilolisthesis trauma.2
5. Patologis.
Jenis terakhir Spondilolisthesis, yang juga yang paling langka, disebut
spondilolisthesispatologis. Jenis Spondilolisthesis terjadi karena kerusakan pada
elemen posterior dari metastasis (kanker sel-sel yang menyebar ke bagian lain dari
tubuh dan menyebabkan tumor) atau penyakit tulang metabolik. Jenis ini telah
1
dilaporkan dalam kasus-kasus penyakit Paget tulang (dinamai Sir James Paget,
seorang ahli bedah Inggris yang menggambarkan gangguan kronis yang biasanya
menghasilkan tulang membesar dan cacat), tuberkulosis (penyakit menular
mematikan yang biasanya menyerang paru-paru tetapi dapat menyebar ke bagian lain
dari tubuh), tumor sel raksasa, dan metastasis tumor.2
Diagnosis yang tepat dan identifikasi jenis atau kategori Spondilolisthesis adalah
penting untuk memahami serta keparahan dari pergeseran yang terbagi menjadi 5 kelas
sebelum pengobatan yang tepat untuk kondisi tersebut dapat disarankan.2
Epidemiologi
Insidensi spondilolisthesis tipe ismik berkisar 5% berdasarkan studi otopsi.
Spondilolisthesis degeneratif memiliki frekuensi tersering karena secara umum populasi
pastinya akan mengalami penuaan. Paling sering melibatkan level L4-L5. Sampai 5,8% pria
dan 9,1% wanita memiliki listhesis tipe ini.1,2,8
Gejala klinis
Presentasi klinis dapat bermacam-macam, tergantung pada jenis pergeseran dan usia
pasien.Selama tahun-tahun awal kehidupan, presentasi klinis dapat berupa nyeri punggung
bawah ringan yang sesekali dirasakan pada panggul dan paha posterior, terutama saat
beraktivitas. Gejala jarang berkorelasi dengan tingkat pergeseran, meskipun mereka
disebabkan ketidakstabilan segmental. Tanda neurologis seringkali berkorelasi dengan
tingkat selip dan melibatkan motorik, sensorik, dan perubahan refleks yang sesuai untuk
pelampiasan akar saraf (biasanya S1).3
Gejala yang palingumum darispondylolisthesis adalah:
1. Nyeripunggung bawah.
Hal inisering lebih memberat dengan latihan terutama dengan ekstensi tulang
belakang lumbal.4
2. Beberapa pasiendapat mengeluh kannyeri, mati rasa, kesemutan,atau kelemahan pada
kaki karena kompresi saraf.Kompresi parah dari saraf dapat menyebabkan hilangnya
kontrol dari usus atau fungsi kandung kemih.4
3. Keketatan dari paha belakang dan penurunan jangkauan gerak dari punggung bawah.4
2
Pasien dengan spondilolistesis degeneratif biasanya lebih tua dan datang dengan nyeri
punggung, radikulopati, klaudikasio neurogenik, atau kombinasi dari gejala-gejala tersebut.
Pergeseran yang paling umum adalah di L4-5 dan kurang umum di L3-4. Gejala-gejala
radikuler sering hasil dari stenosis recessus lateral dari facet dan ligamen hipertrofi dan/ atau
disk herniasi. Akar saraf L5 dipengaruhi paling sering dan menyebabkan kelemahan
ekstensor halusis longus. Stenosis pusat dan klaudikasio neurogenik bersamaan mungkin atau
mungkin tidak ada.4
Penyebab gejala klaudikasio selama ambulasi adalah multifaktorial. Rasa sakit ini
berkurang ketika pasien memfleksikan tulang belakang dengan duduk atau bersandar. Fleksi
memperbesar ukuran kanal oleh peregangan ligamentum flavum menonjol, pengurangan
lamina utama dan aspek, dan pembesaran foramen tersebut. Hal ini mengurangi tekanan pada
akar saraf keluar dan, dengan demikian, mengurangi rasa sakit.4
Diagnosis
Pada kebanyakan kasus, jarang ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik pasien
spondilolistesis. Pasien biasanya mengeluh nyeri di bagian punggung yang disertai dengan
nyeri intermitten pada tungkai. Spondilolistesis sering menyebabkan spasme otot, atau
kekakuan pada betis.
Spondilolistesis mudah didiagnosis dengan menggunakan foto polos tulang belakang. X-
ray lateral akan menunjukkan kelainan apabila terdapat vertebra yang bergeser ke depan
dibandingkan dengan vertebra di dekatnya. Spondilolistesis dibagi berdasarkan derajatnya
berdasarkan persentase pergeseran vertebra dibandingkan dengan vertebra di dekatnya, yaitu:
1. Derajat I: pergeseran kurang dari 25%
2. Derajat II diantara 26-50%
3. Derajat III diantara 51-75%
4. Derajat IV diantara 76-100%
5. Derajat V, atau spondiloptosis terjadi ketika vertebra telah terlepas dari tempatnya
3
Gambar 1. Pengukuran Derajat Spondilolisthesis
Gambar 2. Spondilolisthesis Grade I
Gambar 3. Spondilolisthesis Traumatik Grade IV.
Jika pasien mengeluh nyeri, kebas-kebas, kelemahan pada tungkai, pemeriksaan
penunjang tambahan mungkin diperlukan. Gejala-gejala ini dapat disebabkan stenosis atau
4
penyempitan ruang tempat lewatnya saraf pada tungkai. CT scan atau MRI dapat membantu
mengidentifikasi kompresi saraf yang berhubungan dengan spondilolistesis. Pada keadaan
tertentu, PET scan dapat membantu menentukan adanya proses akftif pada tulang yang
mengalami kelainan. Pemeriksaan ini juga berperan dalam menentuskan terapi pilihan untuk
spondilolistesis.6
Pemeriksaan Penunjang
Berikut adalah pemeriksaan-pemeriksaan yang menunjang diagnosis
spondilolisthesis:
a. X-ray
Pemeriksaan awal untuk spondilolistesis yaitu foto AP, lateral, dan spot
view radiograffi dari lumbal dan lumbosacral junction. Foto oblik dapat
memberikan informasi tambahan, namun tidak rutin dilakukan. Foto lumbal dapat
memberikan gambaran dan derajat spondilolistesis tetapi tidak selalu
membuktikan adanya isolated spondilolistesis.
b. Computed tomography (CT) scan
CT scan dengan potongan 1 mm, koronal ataupun sagital, dapat
memeberikan gambaran yang lebih baik dari spondilolistesis. CT scan juga dapat
membantu menegakkan penyebab spondilolistesis yang lebih serius.
c. Magnetic resonance imaging (MRI)
MRI dapat memperlihatkan adanya edema pada lesi yang akut. MRI juga
dapat menentukan adanya kompresi saraf spinal akibat stenosis dadri kanalis
sentralis.
d. EMG
EMG dapat mengidentifikasi radikulopati lainnya atau poliradikulopati
(stenosis), yang dapat timbul pada spondilolistesis.7
Penatalaksanaan
5
Nonoperatif
Pengobatan untuk spondilolistesis umumnya konservative. Pengobatan non operative
diindikasikan untuk semua pasien tanpa defisit neurologis atau defisit neurologis yang stabil.
Hal ini dapat merupakan pengurangan berat badan, stretching exercise, pemakaian brace,
pemakain obat anti inflamasi. Hal terpenting dalam manajemen pengobatan spondilolistesis
adalah motivasi pasien.6
Operatif
Pasien dengan defisit neurologis atau nyeri yang mengganggu aktifitas, yang gagal
dengan non operative manajemen diindikasikan untuk operasi. Bila radiologis tidak stabil
atau terjadi progresivitas slip dengan serial x-ray disarankan untuk operasi stabilisasi. Jika
progresivitas slip menjadi lebih 50% atau jika slip 50% pada waktu diagnosis, ini indikasi
untuk fusi. Pada high grade spondilolistesis walaupun tanpa gejala, fusi tetap harus
dilakukan. Dekompresi tanpa fusi adalah logis pada pasien dengan simptom oleh karena
neural kompresi. Bila manajemen operative dilakukan pada dewasa muda maka fusi harus
dilakukan karena akan terjadi peningkatan slip yang bermakna bila dilakukan operasi tanpa
fusi. Jadi indikasi fusi antara lain: usia muda, progresivitas slip lebih besar 25%, pekerja yang
sangat aktif, pergeseran 3mm pada fleksi/ekstensi lateral x-ray. Fusi tidak dilakukan bila
multi level disease, motivasi rendah, aktivitas rendah, osteoporosis, habitual tobacco abuse.
Pada habitual tobacco abuse angka kesuksesan fusi menurun. Brown dkk mencatat
pseudoarthrosis (surgical non union) rate 40% pada perokok dan 8% pada tidak perokok. Fusi
insitu dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan:6
1. anterior approach
2. posterior approach (yang paling sering dilakukan)
3. posterior lateral approach
Komplikasi
Progresifitas dari pergeseran dengan peningkatan tekanan ataupun penarikan
(traction) pada saraf spinal, bisa menyebabkan komplikasi. Pada pasien yang membutuhkan
penanganan dengan pembedahan untuk menstabilkan spondilolistesis, dapat terjadi
komplikasi seperti nerve root injury (<1%), kebocoran cairan serebrospinal (2%-10%),
kegagalan melakukan fusi (5%-25%), infeksi dan perdarahan dari prosedur pembedahan (1%-
5%). Pada pasien yang perokok, kemungkinan untuk terjadinya kegagalan pada saat
6
melakukan fusi ialah (>50%). Pasien yang berusia lebih muda memiliki resiko yang lebih
tinggi untuk menderita spondilolistesis isthmic atau congenital yang lebih progresif.
Radiografi serial dengan posisi lateral harus dilakukan setiap 6 bulan untuk mengetahui
perkembangan pasien ini.8
Prognosis
Pasien dengan fraktur akut dan pergeseran tulang yang minimal kemungkinan akan
kembali normal apabila fraktur tersebut membaik. Pasien dengan perubahan vertebra yang
progresif dan degenerative kemungkinan akan mengalami gejala yang sifatnya intermiten.
Resiko untuk terjadinya spondilolistesis degenerative meningkat seiring dengan
bertambahnya usia, dan pergeseran vertebra yang progresif terjadi pada 30% pasien. Bila
pergeseran vertebra semakin progresif, foramen neural akan semakin dekat dan menyebabkan
penekanan pada saraf (nerve compression) atau sciatica hal ini akan membutuhkan
pembedahan dekompresi.8
7
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PRIBADI
Nama : Asiah Usma
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 54 tahun
Suku Bangsa : Minang
Agama : Islam
Alamat : Gunung Pangilun,Padang
Status : Menikah
Pekerjaan : Tani
Tanggal Kunjungan ke Poli Syaraf M.Djamil : 25 September 2012
ANAMNESA
Keluhan Utama : Nyeri punggung bawah
RPS : Nyeri punggung bawah sejak 1minggu yang lalu dan semakin berat
sejak 2 hari sebelum berobat ke Poli syaraf M.Djamil Padang..
Awalnya nyeri dirasakan setelah pasien terpeleset di kamar mandi dan
jatuh terduduk,lalu pasien di urut karena merasa tidak ada perbaikan
pasien borobat ke Poli Syaraf M.Djamil Padang. Nyeri dirasakan saat
beraktivitas dan berkurang saat beristirahat sehingga pasien
mengeluhkan tidak sanggup lagi untuk pergi bekerja ke sawah. Pasien
juga merasakan kesemutan pada kedua tungkai sejak 2 hari ini.
Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat trauma (+) 1 minggu yang lalu.
- Riwayat batuk batuk lama dengan penurunan berat badan (-)
- Riwayat tumor (-)
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita sakit yang sama.
8
Riwayat Sosial ekonomi
Pasien adalah seorang petani.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : sedang
Keadaan gizi : baik
Kesadaran : compos mentis kooperatif
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 88 kali/ menit
Frekuensi Nafas : 20 kali/menit
Suhu : 37,50C
Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 168 cm
Sianosis : tidak ada
Edema : tidak ada
Kulit : tidak ada kelainan
KGB : tidak membesar
Kepala : wajah simetris
Rambut : tidak ada kelainan
Mata : pupil isokor, reflek cahaya (+), diameter 3 mm/3mm
9
gerak mata ke segala arah baik
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Telinga : pendengaran baik
Hidung : tidak ada kelainan
Tenggorokan : tidak hiperemis
Mulut : caries tidak ada
Leher : JVP 5 - 2 cmH2O
Thorax
Paru : Inspeksi : gerakan nafas simetris statis dan dinamis
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing tidak ada
Jantung : Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba pada 1 jari medial linea midclavicularis sinistra RIC V
Perkusi : Batas jantung atas : RIC II
Batas jantung kanan : Linea sternalis dekstra
Batas jantung kiri : 1 jari medial linea midclavicularis sinistra RIC
V
Auskultasi : Bunyi jantung murni, irama teratur, bising tidak ada.
10
Abdomen
Inspeksi : Perut tidak membuncit
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Punggung I : Deformitas (-), Gibbus (-).
Pa : Nyeri tekan (-)
Genitalia : tidak diperiksa.
Status Neurologis :
1. Tanda rangsangan meningeal :
Kaku kuduk : (-)
2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial (-)
3. Nn. Kranial : tidak ada kelainan
4. Motorik :
Ekstremitas superior kanan kiri
Tonus eutonus eutonus
Kekuatan 555 555
Trofi eutrofi eutrofi
11
Ekstremitas inferior
Tonus eutonus eutonus
Kekuatan 555 555
Trofi eutrofi eutrofi
5. Sensorik : Normal
6. Otonom : Normal
7.Refleks Fisiologis Kanan Kiri
B/T : ++/++ ++/++
KPR/APR : ++/++ ++/++
8. Refleks Patologis Kanan Kiri
H/T : -/- -/-
Babinski : - -
9. Tanda Perangsangan Radikuler
Laseque : (-)
Cross Laseque : (-)
Patrick : (-)
Contra Patrick : (-)
Lhermitte : (-)
Naffziger : (-)
Pemeriksaan Penunjang
Foto Lumbosakral AP/L
Kedudukan tulang-tulang vertebra baik,, densitas tulang terlihat menurun, tampak
penyempitan diskus intervertebralis L5/S1. Tampak listesis L5 terhadap S1 ke
12
anterior. Tampak kompresi dari corpus L5. Jaringan lunak paravertebra baik. Tampak
osteofit dan sklerotik pada kedua sacroileo joint.
Kesan: Spondilolistesis grade I dan spondiloartrosis, penyempitan diskus L5/S1
Diagnosis Kerja :
Diagnosis Klinis : LBP
Diagnosis Topik : Vertebre L5
Diagnosis Etiologi : Spondylolisthesis
Diagnosis Sekunder : Spondyloartrosis
Pemeriksaan Anjuran
- CT Scan LumboSacral
Terapi
- Na Diclofenac 2 x 50 mg
-Neurodex 2 x 1
- Corset
Prognosa
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
13
DISKUSI
TEORI KASUS
Faktor risiko spondilolistesis adalah umur,
trauma, mengangkat beban berat,
berlari,penyakit kanker.
Pasien berusia 54 tahun dengan factor
resiko trauma dan umur.
Gejala yang paling umum
darispondylolisthesis adalah nyeri
punggung bawah yang memberat dengan
latihan terutama dengan ekstensi tulang
belakang lumbal, mati rasa, kesemutan,atau
kelemahan pada kaki karena kompresi saraf
(kompresi parah dari saraf dapat
menyebabkan hilangnya kontrol dari usus
atau fungsi kandung kemih), keketatan
daripaha belakang dan penurunan
jangkauan gerak dari punggung bawah.
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan
nyeri punggung bawah yang memberat
dengan perubahan posisi dan aktivitas,
kebas dirasakan os, kelemahan kaki tidak
dijumpai, keketatan paha belakang dan
penurunan jangkauan gerak punggung
bawah dijumpai pada os, hilangnya kontrol
usus dan kandung kemih tidak dijumpai.
Spondilolistesis mudah didiagnosis dengan
menggunakan foto polos tulang belakang.
X-ray lateral akan menunjukkan kelainan
apabila terdapat vertebra yang bergeser ke
depan dibandingkan dengan vertebra di
dekatnya. Selain itu, gejala klinis,
perjalanan penyakit dan hasil pemeriksaan
fisik juga dapat membantu diagnosis
sementara pasien sebelum ada hasil X-ray
lateral.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan:
- CT-Scan
- MRI
Pada pasien telah dilakukan foto
lumbosakral AP/L. Pada hasil foto tampak
listesis L5 terhadap S1 ke anterior.
Pasien dianjurkan melakukan pemeriksaan
lumbalsacral.
14
Pengobatan untuk spondilolistesis
umumnya konservatif. Hal ini dapat
merupakan pengurangan berat badan,
stretching exercise, pemakaian brace,
pemakain obat anti inflamasi. Hal
terpenting dalam manajemen pengobatan
spondilolistesis adalah motivasi
pasien.Pasien dengan defisit neurologis atau
nyeri yang mengganggu aktifitas, yang
gagal dengan non operative manajemen
diindikasikan untuk operasi.
Penatalaksanaan yang diberikan pada
pasien adalah:
-Na Diclofenac 2 x 50 mg
-Neurodex 2 x 1
- Corset
Prognosis dengan fraktur akut dan
pergeseran tulang yang minimal
kemungkinan akan kembali normal apabila
fraktur tersebut membaik. Pasien dengan
perubahan vertebra yang progresif dan
degenerative kemungkinan akan mengalami
gejala yang sifatnya intermiten.
Prognosis pada kasus ini:
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia
Ad sanationam : dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA
15
1. Sjamsuhidajat R, Jong Wd.2005. Spondilolistesis.Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi
ke-2. Jakarta: EGC. 835
2. Word press. 2011. Spondylolisthesis. Diunduh dari http://www.spondylolisthesis.org/
[Diakses tanggal 26 September 2012].
3. Syaanin, Syaiful. Neurosurgery of Spondylolisthesis. Padang: RSUP. Dr. M.
Djamil/FK-UNAND Padang.
4. Nicrovic, Peter. A. 2009. Back pain in children and adolescents: Overview of causes.
UpToDate Systematic review ver. 17.3
5. Lee, Dennis, 2011. Spondylolisthesis Symptoms. Diunduh dari
http://www.medicinenet.com/spondylolisthesis/page2.htm#symptoms [Diakses
tanggal 26 september 2012].
6. Irani, Z. Spondylolisthesis Imaging. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/396016-overview#showall [Diakses tanggal 26
Septermber 2012]
7. Shiel Jr, William C.Spondylolisthesis. MedicineNet.com . Diunduh dari :
http://www.medicinenet.com/spondylolisthesis/page2.htm[Diakses tanggal 26
September 2012]
8. Japardi, I.2002, Spondilolistesis. Dalam USU digital Library. Fakultas Kedokteran,
Bagian Bedah, Universitas Sumatera Utara.
9. Medical Disability Guidelines, 2009. Spondylolisthesis. Didapat dari :
http://www.mdguidelines.com/spondylolisthesis/definition
16