24
Karakter, Filsafat, Logika dan Etika Oleh Claudia Maya Indraputri,1306412180 Judul : “Buku Ajar 1 : Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat, Logika, dan Etika” Pengarang : Bagus Takwin, Fristian Hadinata, Saraswati Putri Data Publikasi : Diterbitkan oleh Universitas Indonesia tahun 2013 Dalam program Pengembangan Kepribadian Perguruan Tinggi di Universitas Indonesia, pihak universitas mewajibkan pengambilan mata kuliah yaitu MPKT A dan MPKT B. MPKT A membahas masalah sosial dalam masyarakat sedangkan MPKT B membahas masalah sains. Dalam mata kuliah MPKT A, mahasiswa diberikan 3 buah buku yaitu Buku Ajar 1,2 dan 3. Buku ajar 1 membahas mengenai Karakter, Filsafat, Logika dan Etika. Menurut Allport, karakter adalah karakter adalah segi-segi kepribadian yang ditampilkan keluar dari, dan disesuaikan dengan nilai dan norma tertentu. Karakter didapatkan melalui suatu proses pengasuhan dan pendidikan. Menurut Peterson dan Seligman, karakter sendiri terbagi berdasarkan 3 level konseptual yaitu keutamaan, kekuatan dan tema situasional. Tema situasional dalam suatu karakter berarti kebiasaan khusus yang mengarahkan orang untuk mewujudkan kekuatan karakter dalam situasi tertentu. Tema situasional berada di posisi terbawah, dilanjutkan oleh kekuatan karakter. Kekuatan karakter adalah bagian kecil yang membentuk keutamaan karakter seseorang. Kekuatan karakter

Ringkasan Buku Ajar 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

MPKT B UI

Citation preview

Page 1: Ringkasan Buku Ajar 1

Karakter, Filsafat, Logika dan Etika

Oleh Claudia Maya Indraputri,1306412180

Judul : “Buku Ajar 1 : Kekuatan dan Keutamaan Karakter, Filsafat, Logika, dan

Etika”

Pengarang : Bagus Takwin, Fristian Hadinata, Saraswati Putri

Data Publikasi : Diterbitkan oleh Universitas Indonesia tahun 2013

Dalam program Pengembangan Kepribadian Perguruan Tinggi di Universitas

Indonesia, pihak universitas mewajibkan pengambilan mata kuliah yaitu MPKT A dan

MPKT B. MPKT A membahas masalah sosial dalam masyarakat sedangkan MPKT B

membahas masalah sains. Dalam mata kuliah MPKT A, mahasiswa diberikan 3 buah buku

yaitu Buku Ajar 1,2 dan 3. Buku ajar 1 membahas mengenai Karakter, Filsafat, Logika dan

Etika. Menurut Allport, karakter adalah karakter adalah segi-segi kepribadian yang

ditampilkan keluar dari, dan disesuaikan dengan nilai dan norma tertentu. Karakter

didapatkan melalui suatu proses pengasuhan dan pendidikan.

Menurut Peterson dan Seligman, karakter sendiri terbagi berdasarkan 3 level

konseptual yaitu keutamaan, kekuatan dan tema situasional. Tema situasional dalam suatu

karakter berarti kebiasaan khusus yang mengarahkan orang untuk mewujudkan kekuatan

karakter dalam situasi tertentu. Tema situasional berada di posisi terbawah, dilanjutkan oleh

kekuatan karakter. Kekuatan karakter adalah bagian kecil yang membentuk keutamaan

karakter seseorang. Kekuatan karakter berada di level tengah. Keutamaan karakter adalah

karakteristik utama dari suatu karakter.

Keutamaan karakter dapat dibedakan menjadi kebijaksanaan, courage (kesatriaan),

kemanusiaan, keadilan, pengendalian atau pengelolaan diri, dan transendensi. Kebijaksanaan

merupakan kekuatan karakter yang berkaitan dengan fungsi kognitf yaitu bagaimana

mendapatkan dan memanfaatkan penemuan tersebut. Keutamaan Kemanusiaan dan Cinta

berarti kekuatan karakter yang berhubungan dengan kemampuan interpersonal serta

bagaimana cara menjalin pertemanan dengan orang lain. Keutamaan kesatriaan berarti

karakter seseorang yang berkemauan keras mencapai suatu tujuan walaupun menghadapi

berbagai tantangan secara internal maupun eksternal. Keutamaan keadilan merupakan

keutamaan yang menjadi dasar dalam kehidupan sosial dan mencakup kekuatan

kewarganegaraan, kesetaraan dan kepemimpinan. Keutamaan pengelolaan diri merupakan

keutamaan yang memfokuskan pada perlindungan diri dari hal buruk akibat dari perbuatan

Page 2: Ringkasan Buku Ajar 1

diri sendiri yang terjadi di masa depan. Keutamaan yang terakhir adalah keutamaan

transendensi yaitu keutamaan yang membangun hubungan antara manusia dengan alam

semesta serta memberikan makna dari kehidupan. Selanjutnya karakter dibentuk dari

spiritualitas seseorang. Spiritualitas berarti pemahaman terhadap alam semesta serat kaitan

antara satu sama lain. Karakter juga mempengaruhi kebahagiaan seseorang. Seseorang akan

mendapatkan kebahagiaan apabila ia mampu menggunakan daya-daya spiritual yang

dimilikinya. Kebahagiaan yang dimaksud adalah memaknai semua tindakan yang dilakukan,

mengetahui kekuatan tertinggi serta menggunakan kekuatan tertinggi tersebut untuk melayani

hal yang dipercayai lebih besar dari diri sendiri. Oleh sebab itu, setiap inti pendidikan adalah

pembinaan karakter sehingga dengan begitu setiap peserta didik dilatih untuk dapat

memaknai setiap tindakan yang ia lakukan.

Dari pendidikan karakter, kita memasuki pelajaran mengenai filsafat. Filsafat berarti

cinta kebenaran. Seseorang harus memiliki karakter untuk bisa berfilsafat. Di dalam

berfilsafat dibutuhkan kekuatan dan keutamaan karakter pengetahuan dan kebijaksanaan.

Tetapi, filsafat juga menjadi salah satu cara untuk mengembangkan karakter seseorang.

Berfilsafat berarti usaha seseorang yang tidak pernah berhenti untuk memahami pernyataan

secara kritis, radikal dan sistematis. Kritis berarti memiliki pemikiran yang terbuka terhadap

kemungkinan baru, tidak membekukan pemikiran yang sudah ada, dan selalu waspada dan

hati-hati terhadap kemungkinan pembekuan pemikiran. Radikal berarti memiliki pemahaman

yang mendalam dan penjelasan yang mendasar agar dapat menentukan kebenaran suatu

pernyataan. Sistematis berarti memiliki jaminan mengikuti langkah berpikir yang tepat.

Secara sistematis, filsafat dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu Ontologi, Epistemologi,

dan Axiologi. Pada Ontologi dibahas mengenai hakikat suatu ‘ada’. Ontologi dibagi menjadi

2 yaitu ontologi dalam arti sempit dan metafisika. Ontologi dalam arti sempit membahas

mengenai eksistensi suatu ‘ada’ yang dapat diinderai oleh panca indera manusia, sedangkan

metafisika membahas mengenai eksistensi suatu ‘ada’ yang tidak dapat diinderarai dengan

panca indera tetapi keberadaannya tetap dipercaya masyarakat.

Epistemologi adalah ilmu filsafat yang mengkaji teori mengenai hakikat, sumber dan

batas pengetahuan. Epistemologi dibagi menjadi 4 yaitu epistemologi dalam arti sempit,

filsafat ilmu, metodologi dan logika. Epistemologi dalam arti sempit membahas tentang

sumber, struktur, keabsahan dan batas pengetahuan. Filsafat ilmu mengkaji tentang cara-cara

dan ciri-ciri memperoleh suatu pengetahuan. Pengetahuan yang dibahas adalah pengetahuan

ilmiah (science). Metodologi adalah pengkajian mengenai metode yang digunakan untuk

mendapatkan pengetahuan secara sistematis, logis, sahid/valid, dan teruji. Metodologi juga

Page 3: Ringkasan Buku Ajar 1

mengkaji kemungkinan adanya metode baru. Logika adalah ilmu yang mempelajari

mengenai penalaran berbagai pernyataan. Pernyataan tersebut disebut juga argumen.

Argumen dapat dibedakan menjadi argumen induktif dan argumen deduktif. Argumen

induktif berasal dari penalaran premis khusus untuk mendapatkan kesimpulan umum,

sedangkan argumen deduktif berarti penalaran dari premis umum ke suatu premis khusus.

Axiologi adalah ilmu yang mempelajari nilai dalam berbuat baik dan perilaku baik.

Axiologi dapat dibagi menjadi etika dan estetika. Etika adalah ilmu yang mengkaji mengenai

nilai yang berkaitan dengan kebenaran serta perilaku yang baik sehingga dapat mewujudkan

masyarakat yang berbudaya. Estetika berarti ilmu yang mengkaji penghayatan manusia

mengenai keindahan.

Dalam perkembangan filsafat, bermunculan juga aliran-aliran kepercayaan yang ikut

mempengaruhi sejarah dunia ,antara lain :Rasionalisme (akal sebagai sumber pengetahuan),

Empirisme (pengalaman sebagai sumber pengetahuan), Kritisme (kritik terhadap paham

empirisme dan rasionalisme), Idealisme (pengetahuan sebagai proses mental dan proses

psikologis yang sifatnya subjektif), Vitalisme (kehendak manusia membuat hidupnya menjadi

dinamis), dan fenomenologi (kajian mengenai gejal-gejala dan kaitan antara gejala dengan

kesadaran).

Dalam berpikir filsuf, diperlukan tahap-tahap yang sistematis yaitu analisis dan

sintesis. Dalam beranalisis, filsuf membagi-bagi istilah berdasarkan kategori-kategori tertentu

yang relevan. Selanjutnya, filsuf melakukan proses sintesis(membandingkan bagian dari

istilah dari proses analisis) dengan tujuan mencari kesamaan antara istilah-istilah yang

sehingga menemukan istilah yang mampu menghubungkan seluruh bagian istilah yang ada.

Cara-cara tersebut sering digunakan oleh para filsuf. Akan tetapi, para ilmuwan tidak hanya

menggunakan filsafat yang bersifat radikal, kritis, dan sistematis untuk menemukan

pengetahuan. Mereka juga membutuhkan bukti yang empirik.

Pada dasarnya, berpikir filsafat membantu manusia untuk mendapatkan pengetahuan

yang mendalam dan mendasar. Akan tetapi, dengan berpikir filsafat, manusia juga disadarkan

akan keterbatasan dalam pengetahuan yang dimilikinya. Oleh karena itu, dengan berpikir

filsafat, manusia diharapkan mampu mengembangkan keutamaan pengetahuan dan

kebijaksanaan yang dimilikinya.

Pada bab ketiga, dibahas mengenai Logika. Alexander Aphrodisias mendefinisikan

logika sebagai penyelidikan terhadap argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari

putusan-putusan yang sudah dipastikan kebenarannya, serta dialektika untuk penyelidikan

Page 4: Ringkasan Buku Ajar 1

terhadap argumentasi argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-putusan yang belum pasti

kebenarannya.

Logika dapat dimengerti sebagai cabang filsafat dan sebagai cabang matematika.

Sebagai cabang filsafat, logika memberikan manusia pemahaman akan alam semesta yang

awalnya dianggap kacau balau sehingga ditemukan penamaan identitas benda dan hubungan

antara satu benda dengan benda lain di alam. Secara matematik, logika dipahami sebagai

upaya untuk menyusun bahasa matematika yang baku, formal dan jelas maknanya serta

upaya menyimpulkan pernyataan yang benar. Di sisi lain, logika juga membahas mengenai

bagaimana pengetahuan dikumpulkan, disusun dan ditata serta bagaimana menentukan

kebenaran dari suatu pernyataan.

Untuk membantu manusia berpikir menggunakan logika, para filsuf memperkenalkan

penggunaan kategori. Kategori adalah suatu cara mengenali berbagai benda di dunia

berdasarkan kompleksitasnya. Banyak filsuf yang membentu berbagai kategori. Aristoteles

membagi benda menjadi 10 kategori yaitu substansi, kualitas, kuantitas atau ukuran, relasi,

aksi, reaksi atau terkena aksi (pasif, menderita, pasio), waktu (kapan), lokasi (dimana), posisi

(dalam arti posisi fisik) dan memiliki atau mengenakan. Kategori didasarkan pada

kemungkinan mengenai segala yang mungkin ada.

Selanjutnya Immanuel Kant melihat berbagai hal dalam bidang ruang dan waktu.

Kant lalu membagi kategori menjadi 4 kelompok besar yang terdapat 3 kelompok di dalam

tiap kelompok besar itu, yaitu kuantitas, kualitas, relasi dan modalitas. Kuantitas membahas

mengenai keseluruhan penggunaan term yaitu partikular (mencakup sebagian) atau universal

(mencakup semua).Kualitas membahas mengenai pernyataan yang negatif, afirmatif, atau

infinit. Pernyataan yang afirmatif berarti pernyataan yang mengiyakan suatu hal, sedangkan

pernyataan yang negatif berarti pernyataan yang menolak menyetujui suatu hal. Pernyataan

yang infinit berarti pernyataan tersebut mengungkapkan sesuatu yang tidak terbatas.

Dari segi relasi, pernyataan dapat dibagi menjadi kategorikal (benar salahnya tidak

bergantung pada kondisi tertentu), hipotetikal (benar salahnya bergantung pada kondisi

tertentu), ataupun disjunktif (pernyataan yang saling meniadakan satu sama lain). Modalitas

mencakup problematik (pernyataan berupa kemungkinan), asertotik (pernyataan yang pernah

terjadi), apodeiktik (pernyataan yang harus terjadi). Berbeda dengan filsuf yang lain, George

Wilhelm Friedrich Hegel menyatakan bahwa tidak ada kategori yang bisa dibuat jika tidak

ada sistem realitas yang dapat dijelaskan dengan lengkap.

Page 5: Ringkasan Buku Ajar 1

Dalam logika terdapat istilah term, definisi dan divisi. Term berarti penamaan suatu

hal yang dapat diinderai. Tanda tersebut dibagi menjadi tanda formal (kesamaan tanda

menggunakan gambar, simbol,dll) dan instrumental. Penandaan instrumental dapat dibagi

menjadi tanda alamiah(berdasarkan keterkaitan alamiah antara tanda dengan benda yang

ditandai) dan tanda konvensional (penandaan berdasarkan kesepakatan bersama pada saat

tertentu). Setiap term memiliki makna yang berbeda. Makna tersebut bisa dalam makna

denotatif, emotif, dan kesan. Definisi menerangkan mengenai suatu hal. Definisi bisa

menjadi tidak jelas karena ada keterbatasan term dan keterbatasan pengetahuan. Definisi

digolongkan menjadi definisi real dan definisi nominal. Definisi real menyangkut arti dari

suatu hal tersebut. Definisi real dapat dibagi menjadi definisi esensial dan deskriptif. Definisi

esensial menyertakan genus (kelompok besar benda) dan differentia (ciri unik benda).Definisi

deskriptif juga dapat dibedakan menjadi definisi distingtif (properti), genetik (asal

mula/proses terjadinya), kausal (penyebab/akibat) dan aksidental (tidak mengandung hal

esensial).

Dalam pembuatan term, ada aturan yang harus diikuti yaitu definisi harus lebih jelas

dari yang didefinisikan, definisi tidak boleh mengandung term yang sedang didefinisikan,

definisi dan yang didefinisikan harus dapat saling menjelaskan ketika dibolak-balik, dan

definisi harus berada dalam bentuk kalimat positif. Selanjutnya, term harus bisa diuraikan

dalam bentuk divisi. Divisi dapat dibagi menjadi divisi real dan logis. Divisi real diambil

berdasarkan ciri fisik maupun metafisik dari objek. Divisi logis diambil berdasarkan

penyempitan/spesifikasi dari suatu term. Pembuatan divisi harus mengikuti aturan khusus

yaitu tidak boleh ada bagian yang terlewati, bagian tidak boleh melebihi keseluruhan, tidak

boleh ada bagian yang meliputi bagian yang lain, divisi harus jelas dan teratur, dan jumlah

bagian harus terbatas; kalau kebanyakan akan kacau. Jika diperlukan, dibuat subbagian.

Dalam logika, terdapat kalimat, pernyataan dan proposisi. Kalimat didefinisikan

sebagai: serangkaian kata yang disusun berdasarkan aturan-aturan tata bahasa dalam suatu

bahasa, dan dapat digunakan untuk tujuan menyatakan, menanyakan, atau memerintahkan

sesuatu hal. Salah satu jenis kalimat adaah pernyataan. Pernyataan adalah kalimat yang

menunjukkan benar atau salahnya suatu hal. Pernyataan tidak dapat berarti benar maupun

salah sekaligus. Pernyataan dimaknai.diinterpretasikan dalam proposisi. Berdasarkan definisi

kalimat, pernyataan dan proposisi, dapat disimpulkan bahwa kalimat yang tidak koheren

berarti tidak memiliki prosposisi apapun. Pernyataan atau kalimat yang sama bisa memiliki

proposisi yang berbeda, sedangkan pernyataan dan kalimat yang berbeda memiliki proposisi

yang berbeda juga.

Page 6: Ringkasan Buku Ajar 1

Pernyataan ada yang sederhana dan ada yang kompleks. Proposisi dalam pernyataan

disebut juga komponen logika yang menentukan kebenaran dari suatu pernyataan. Pernyataan

kompleks dapat dibedakan berdasarkan hubungan dalam proposisinya menjadi negasi

(pengingkaran terhadap pernyataan), konjugasi, disjungsi dan kondisional. Konjungsi terdiri

dari pernyataan yang dihubungkan dengan kata ‘dan’. Dalam konjungsi , jika salah satu

pernyataan salah, berarti seluruh pernyataan dianggap salah. Konjungsi dianggap benar jika

kedua pernyataan di dalamnya bernilai benar. Disjungsi adalah beberapa pernyataan yang

dihubungkan dengan kata ‘atau’. Disjungsi bernilai benar jika salah satu pernyataan di

dalamnya benar dan bernilai salah jika semua pernyataan di dalamnya salah. Pernyataan

kondisional adalah pernyataan yang memiliki penghubung jika-maka. Pernyataan yang

diawali jika disebut anteseden dan pernyataan yang diawali maka disebut konsekuen. Dalam

pernyataan kondisional berlaku kontrapositif yang berarti Jika A maka B ekuivalen dengan

jika tidak B maka tidak A. Dalam hubungan kondisional dikenal kondisi niscaya(N) dan

kondisi yang mencukupi(S). Jika N maka S dianggap sebagai kondisional yang benar. Akan

tetapi ada keadaan dimana S dan N saling mencukupi. Dalam keadaan tersebut diungkapkan

dalam X jika dan hanya jika Y.

Dalam pernyataan juga ada hubungan antar pernyataan yaitu kontrari, kontradiktori ,

sub-alternasi, subkontrari. Kontradiktori/kontradiksi berarti tidak mungkin kedua pernyataan

benar maupun salah secara bersamaan, hanya salah satu yang benar. Kontrari berarti tidak

mungkin kedua pernyataan benar tetapi ada kemungkinan keduanya salah. Subkontrari berarti

mungkin saja keduanya benar tetapi tidak mungkin keduanya salah.Subalternasi berarti

pernyataan benar jika superalternasinya benar. Tetapi jika subalternasi benar, belum tentu

superalternasinya juga benar. Selain itu dikenal juga istilah konsisten dan inkonsisten.

Inkonsisten berlaku jika dan hanya jika tidak mungkin kedua pernyataan benar pada saat

bersamaan. Konsisten jika kedua pernyataan benar pada saat bersamaan.

Selain itu ada 3 jenis hubungan pernyataan lain yaitu ekuivalensi, implikasi dan

independensi logis. Pernyataan P mengimplikasikan pernyataan Q sehingga tidak logis jika P

benar dan Q salah pada waktu yang bersamaan. Suatu hubungan disebut ekuivalen jika kedua

pernyataan dapat saling mengimplikasikan satu sama lain. Ekuivalen berlaku dalam :

1. Negasi dari suatu konjungsi [Bukan (P dan Q)] ekuivalen dengan disjungsi dari

negasi konjung-konjungnya [Bukan-P atau Bukan-Q]

2. Negasi dari suatu disjungsi [Bukan-(P atau Q)] ekuivalen dengan konjungsi dari

negasi disjung-disjungnya [Bukan-P dan Bukan-Q]

3. Suatu pernyataan kondisional [Jika P maka Q] ekuivalen dengan pernyataan yang

Page 7: Ringkasan Buku Ajar 1

menolak bahwa antesedennya benar dan konsekuennya salah [Bukan-(P dan bukan-

Q)]

4. Suatu disjungsi [P atau Q] ekuivalen dengan pernyataan kondisional yang

antesedennya merupakan negasi dari salah satu disjung dan konsekuennya adalah

disjung yang lain [Jika Bukan-P maka Q, atau Jika Bukan-Q maka P]

Selanjutnya, dibahas mengenai hubungan independensi logis yang berarti kedua pernyataan

tidak saling mengimplikasikan sehingga kedua pernyataan tidak berhubungan secara logis.

Dari hubungan diatas, dilanjutkan ke pembahasan mengenai penalaran. Penalaran

berarti penarikan kesimpulan berdasarkan alasan yang relevan (bukti, data, informasi, adanya

hubungan yang jelas antara beberapa hal). Sebelum dilakukan penalaran, diambil kesimpulan

terlebih dahulu melalui penyimpulan langsung maupun tidak langsung. Penyimpulan

langsung adalah penarikan kesimpulan berdasarkan prinsip logika seperti prinsip identitas,

kontradiksi, dan prinsip tanpa nilai tengah. Prinsip identitas menyatakan sesuatu adalah

sesuatu itu sendiri. Prinsip kontradiksi menyatakan bahwa sesuatu yang merupakan dirinya

sendiri tidak mungkin sama dengan sesuatu yang bukan dirinya sendiri di saat bersamaan.

Prinsip tanpa nilai tengah berarti proposisi tidak dapat bernilai benar maupun salah sekaligus.

Penyimpulan langsung diambil berdasarkan penilaian panca indera manusia untuk

mengambil berbagai informasi.

Dari penyimpulan langsung, dilanjutkan dengan penyimpulan tidak langsung dengan

cara membandingkan ide-ide. Dari ide awal ditambahkan dengan ide ketiga. Ide ketiga ini

sering disebut perantara. Penggabungan ide awal dengan perantara disebut dengan penalaran.

Ada 2 jenis penalaran yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif. Penalaran deduktif

merupakan pengambilan kesimpulan yang ditarik dari hukum atau prinsiup umum dan

keadaan khusus dimana hukum atau prinsip tersebut masih berlaku. Penyimpulan deduktif

disebut juga silogisme. Penalaran induktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan hukum

umum dari kasus-kasus tertentu. Penalaran secara verbal disebut juga argumentasi. Dalam

argumentasi, Proposisi yang dijadikan dasar dari kesimpulan disebut premis atau anteseden.

Subjek (S) dan Predikat (P) dari kesimpulan masing-masing disebut ekstrem minor dan

ekstrem mayor yang cakupannya lebih luas dari subjek. Ungkapan dari ide ketiga yang

menghubungkan ide pertama dan ide kedua yang diperbandingkan dalam argumentasi disebut

term tengah (middle term, disingkat M). Premis yang mengandung term mayor disebut

premis mayor. Premis yang mengandung term minor disebut premis minor. Term tengah

boleh muncul dalam premis mayor dan minor tetapi tidak boleh muncul dalam kesimpulan.

Page 8: Ringkasan Buku Ajar 1

Argumentasi dapat dibedakan menjadi silogisme kategoris (analitika) dan silogisme

hipotetis (dialektika). Argumen ada yang menggunakan penalaran deduktif yang akan

dianggap benar jika ada bukti dan proses penarikan kesimpulannya juga sudah benar.

Penalaran deduktif umumnya menggunakan metode silogisme kategoris yang berisi 2 premis

yang memiliki proposisi kategoris dan satu kesimpulan. Silogisme kategoris adalah silogisme

yang berisi bahwa Jika A adalah bagian dari C maka B adalah bagian dari C (Adan B

adalah anggota dari C). Dalam silogisme berlaku hukum untuk semua atau tidak sama sekali.

Silogisme memiliki 8 hukum yang harus ditaati yaitu :

1. Silogisme hanya mengandung tiga term

2. Term mayor atau term minor tidak boleh menjadi universal dalam kesimpulan jika

dalam premis hanya bersifat pertikular

3. Term tengah tidak boleh muncul dalam kesimpulan

4. Term tengah harus digunakan sebagai proposisi universal dalam premis-premis,

setidak-tidaknya satu kali.

5. Jika kedua premis afirmatif, maka kesimpulan juga afirmatif

6. Tidak boleh kedua premis negatif, setidaknya salah satu harus afirmatif

7. Kalau salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif. Kalau salah satu

premis partikular, kesimpulan harus partikular.

8. Tidak boleh kedua premis partikular, setidaknya salah satu harus universal

Selain silogisme kategoris, ada juga silogisme hipotetis. Silogisme hipotetis

menggunakan premis mayor (proposisi hipotetis) yang menampilkan masalah, premis minor

dan kesimpulan adalah proposisi kategoris yang berada dalam bentuk afirmatif maupun

negatif. Premis mayornya memiliki anteseden dan konsekuen. Ada 3 bentuk dasar silogisme

ini yaitu Modus Tollens (menolak konsekuen), Modus Ponens (menyetujui anteseden) dan

silogisme hipotetis dengan rantai kondisional. Selain itu ada juga bentuk kompleks silogisme,

antara lain

1. Silogisme disjungtif

P V Q

~P

Q

2. Dilema konstruktif

(P→Q) & (R→S)

P V R

Q V S

Page 9: Ringkasan Buku Ajar 1

3. Dilema destruktif

(P→Q) & (R→S)

~Q V ~S

~P V~R

Kemudian, dibahas mengenai argumen induktif. Argumen induktif memiliki sifat

ketidakpastian ketika bukti yang dimiliki juga tidak dipastikan kebenarannya. Penalaran

induktif dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain Induksi enumeratif, silogisme

statistikal, dan induksi eliminatif/diagnostik. Induksi enumeratif menggunakan karakteristik

sample untuk menarik kesimpulan umum. Induksi ini dapat diterima jika sample yang

diambil bisa menjadi representatif terhadap kelompoknya. Pada silogisme statistikal,

pengambilan kesimpulan terhadap suatu individu yang berasal dari karakteristik general

kelompok individu tersebut. Hal yang mempengaruhi kebenarannya adalah seberapa banyak

pengaruh individu terhadap kelompok. Induksi eliminatif memberikan kesimpulan terjelas

berdasarkan bukti yang ada tetapi tidak secara statistikal. Kebenaran induksi ini bergantung

pada pengetahuan dari si pembicara mengenai pernyataan yang diberikan. Dalam induksi

eliminatif terdapat 3 inti yaitu bukti, kondisi pembatas dan hipotesis bantuan. Bukti menjadi

informasi dalam pernyataan yang harus dijelaskan dalam kesimpulan. Bukti yang diambil

juga harus relevan dan mendorong argumen yang diberikan. Kondisi pembatas mengarahkan

bukti ke arah kesimpulan. Kondisi pembatas mendukung bukti sehingga argumen yang

diberikan dapat diterima sebagai kesimpulan terbaik.Hipotesis bantuan mendukung

kesimpulan berdasarkan bukti yang ada dalam kondisi pembatas menjadi kemungkinan

terbaik.

Dari penalaran yang salah bisa mengarahkan ke sesat pikir. Sesat pikir adalah

kesalahan penalaran akibat pengambilan keputusan yang tidak sesuai dengan langkah yang

seharusnya dilakukan sehingga melanggar kaidah logika yang seharusnya.Sesat pikir

dibedakan menjadi sesat pikir formal dan nonformal.Dalam penalaran deduksi , sesat pikir

yang umumnya terjadi adalah :

1. Empat term

Dianggap sesat pikir karena dalam silogisme yang sahih, dibutuhkan hanya 3 term

2. Term tengah yang tidak terdistribusikanTerm tengahnya tidak dapat menghubungkan antara term mayor dan term minor

3. Proses Ilisit

Page 10: Ringkasan Buku Ajar 1

Term yang universal merujuk ke partikuler sedangkan term yang partikuler justru merujuk ke universal

4. Premis-premis afirmatif tetapi kesimpulannya negatif5. Premis negatif dan kesimpulan afirmatif6. Dua premis negatif7. Mengafirmasi konsekuensi

Kesimpulan dihasilkan dari hubungan anteseden dan konsekuen yang tidak niscaya tetapi dibuat seolah-oleh niscaya

8. Menolak antesedenKesimpulan dihasilkan dari hubungan anteseden dan konsekuen yang tidak niscaya tetapi dibuat seolah-oleh niscaya

9. Mengiyakan suatu pilihan dalam suatu susunan argumentasi disjungsi subkontrerHal ini menyebabkan adanya pengingkaran antara salah satu pernyataan dalam premis

10. Mengingkari suatu pilihan dalam suatu disjungsi yang kontrerNilai kebenaran didapatkan dari pembenaran dari salah satu pernyataan yang ada.Lalu dalam sesat pikir nonformal, ada beberapa jenis penyebab sesat pikir yaitu :

1. Perbincangan disertai ancaman

2. Salah guna

3. Berdasarkan kepentingan tertentu

4. Argumentasi berdasarkan ketidaktahuan

5. Argumentasi berdasarkan belas kasihan

6. Argumentasi menyangkut semua orang

7. Argumentasi menggunakan keahlian/pendapat ahli yang tidak relevan

8. Argumentasi menggunakan ciri yang tak esensial

9. Perumusan yang tergesa-gesa

10. Sebab yang salah

11. Penalaran yang sirkuler

12. Sesat pikir karena banyak pertanyaan yang harus dijawab sehingga jawaban tidak lagi

relevan dengan pertanyaan

13. Kesimpulan tak relevan

14. Makna ganda

Page 11: Ringkasan Buku Ajar 1

15. Makna ganda ketatabahasaan

16. Sesat pikir karena perbedaan logat/dialek

17. Kesalahan komposisi

Kesalahan akibat menganggap kebenaran pada bagian tertentu sebagai kebenaran

secara menyeluruh

18. Kesalahan divisi

Terjadi karena menganggap karakteristik keseluruhan yang ada dalam setiap bagian-

bagiannya

19. Generalisasi tak memadai

Selain it, ada juga kesalahan-kesalahan dalam penalaran deduktif, yaitu :

1. Menilai penalaran induktif dengan standar deduktif.

Penilaian yang dimaksud adalah penilaian bukti yang tidak menjamin pernyataan.

Dalam menghadapi argumen induktif, cukup dengan menanamkan sedikit

keraguan yang masuk akal. Selain itu, diharapkan juga melakukan evaluasi

terhadap bukti serta mempertimbangkan argumen dari rival.

2. Kesalahan generalisasi.

Dalam hal ini, terdapat kesalahan akibat generalisasi yang terburu-buru yang

biasanya mengenai penarikan kesimpulan yang tidak sesuai dengan bukti yang

memadai.Cara menghadapi argumen tesebut adalah dengan memberikan argumen

lain yang bisa membuktikan bahwa argumen lawan memang salah. Ada juga

kesalahan kecelakaan yang terjadi apabila suatu peraturan diterapkan dalam

contoh yang salah. Untuk menghadapi kesalahan ini, hal yang sebaiknya

dilakukan adalah memberikan pemahaman lebih mendalam tentang arti dari

prinsip atau peraturan yang diberikan.

3. Penggunaan bukti secara salah

Kesalahan penggunaan bukti dapat dibedakan menjadi kesimpulan yang tidak

relevan serta kesalahan bukti yang ditahan. Dalam pengambilan kesimpulan yang

tidak relevan, umunya terjadi penarikan kesimpulan yang mirip/mendekati

kesimpulan yang benar berdasarkan bukti yang ada. Kesalahan seperti ini banyak

terjadi dalam penalaran induktif yang konteksnya rumit. Selain itu, ada kesalahan

bukti yang ditahan. Hal ini umumnya terjadi karena bukti yang dimiliki dapat

melemahkan kesimpulan yang sudah dibuat. Untuk mencegah hal ini, diperlukan

pemberian argumentasi dan bukti yang kuat sehingga lawan bicara akan

mengeluarkan bukti yang ditahan tersebut.

Page 12: Ringkasan Buku Ajar 1

4. Kesalahan statistikal

Kesalahan ini terjadi karena ketidaktelitian peneliti. Akibatnya ada 3 macam

kesalahan yang umumnya terjadi, yaitu kesalahan sample yang bias, kesalahan

pencontohan yang kecil dan kesalahan penjudi. Kesalahan sample yang bias

berarti sample yang diambil tidak dapat merepresentasikan kelompok yang diteliti.

Untuk menghindari hal ini, dialkukan pengambilan sample secara acak maupun

metode pengambilan sample yang lain. Ada juga kesalahan pencontohan yang

kecil yang biasanya terjadi karena jumlah sample yang kurang atau bukti yang

terlalu sedikit. Yang terakhir adalah kesalahan penjudi yang diakibatkan

kepercayaan akan paham bahwa suatu kejadian bisa dipengaruhi oleh kejadian

yang sebelumnya terjadi. Kesalahan ini terjadi karena kurangnya pemahaman

akan kaidah probabilitas.

5. Kesalahan kausal

Kesalahan kausal dapat dibagi menjadi mengacaukan sebab dan akibat,

mengabaikan penyebab bersama, menggunakan penyebab yang salah serta

mengacaukan penyebab yang merupakan Necessary condition dengan sufficient

condition. Kekacauan sebab dan akibat terjadi karena interpretasi yang salah dan

kurangnya penyelidikan terhadap hal yang sedang diteliti. Pengabaian penyebab

bersama berarti penyelidik tidak memikirkan adanya kemungkinan beberapa

pernyataan yang ada dapat menjadi penyebab dari suatu hal lain. Penggunaan

penyebab yang salah disebabkan karena penyimpulan tanpa ada bukti yang kuat

dan hipotesis pembantu yang bisa menghubungkan pernyataan yang ada.

Sedangkan untuk kekacauan penyebab yang menggunakan Necessary condition

dengan sufficient condition dapat terjadi karena kurangnya pengertian peneliti

tentang penggunaan term-term yang seharusnya ada.

6. Kesalahan analogi

Kesalahan analogi terjadi karena penggunaan analogi yang salah dan tidak dapat

menggantikan argumentasi dari sudut pandang tertentu. Cara mengatasi kesalahan

ini adalah dengan menunjukkan perbedaan dari analogi atau melanjutkan analogi

sampai pada kesimpulan yang salah.

Setelah membahas mengenai logika, pada bab terakhir dibahas tentang etika dan

moralitas. Etika adalah cabang ilmu filsafat yang membahas mengenai sistem prinsip moral

dan menjawab pertanyaan radikal menyangkut moralitas. Moralitas sendiri artinya keyakinan

seseorang mengenai hidup yang baik. Etika dapat dibagi menjadi 4 macam yaitu

Page 13: Ringkasan Buku Ajar 1

1. Etika Normatif

Etika ini mempelajari mengenai bagaimana berperilaku baik yang sesuai dengan

kriteria-kriteria tertentu. Kriteria tersebut diambil dari prioritas tertentu sehingga

kriteria tersebut dapat dirumuskan menjadi prinsip moral etis.

2. Etika Terapan

Etika terapan berarti penerapan teori etika spesifik dalam kasus kontroversial secara

publik maupun privat. Ada ketentuan khusus agar suatu masalah dianggap sebagai

masalah dalam etika terapan, yaitu adanya kontroversi/perbedaan pendapat antara 2

kelompok serta adanya dimensi dilema etis. Dilema etis berarti masih dipertanyakan

kebenaran secara etis. Untuk itu dibutuhkan pengidentifikasian terhadap hal yang

dianggap benar dalam bidang tersebut.

3. Etika Deskriptif

Etika ini mengkaji tentang etika berdasarkan masyarakat dengan tradisi tertentu. Etika

ini juga bisa menyelidiki mengenai lunturnya budaya tertentu di generasi yang lebih

muda. Hal ini menunjukkan adanya relativitas dari konsep etis dalam masyarakat.

4. Metaetika

Etika ini mempelajari mengenai makna dari suatu pernyataan dari etika. Dalam hal

ini, dibutuhkan bukti untuk mendapatkan makna dari suatu pernyataan. Selain itu,

diharapkan dalam penarikan pernyataan tentang apa yang seharusnya terjadi tidak

didasarkan pada apa yang sedang terjadi. Metaetika memiliki sisi sulit karena

pernyataan yang diberikan tidak selalu berupa fakta. Oleh karena itu Metaetika dapat

dibagi menjadi realisme etis dan nonrealisme etis. Realisme etis mengajarkan bahwa

kebenaran etis berada di luar pribadi manusi. Etika berasal dari aturan yang berlaku

secara universal bagi semua orang. Akan tetapi, realisme etis tidak memikirkan

perbedaan pandangan mengenai keyakinan etis dalam masyarakat. Sedangkan,

nonrealisme etis adalah paham bahwa etika berasal dari manusia. Karena banyaknya

perbedaan akan etika, nonrealisme etis tidak mampu menjembatani perbedaan moral

yang ada dalam masyarakat.

Selain jenis etika, ada juga 4 jenis pernyataan dalam etika, yaitu realisme moral,

subjektivisme, emotivisme, dan preskriptivisme. Realisme moral berasal pada gagasan

mengenai fakta nyata yang objektif mengenai masalah etika yang terjadi. Subjektivisme

dalam pernyataan berarti ungkapan perasaan dan sikap seseorang. Pernyataan tersebut tidak

memiliki nilai faktual. Ada juga emotivisme yang berarti pernyataan tersebut

mengungkapkan persetujuan atau pertidaksetujuan tentang suatu hal. Pernyataan tersebut

Page 14: Ringkasan Buku Ajar 1

didasarkan pada perasaan belaka. Preskriptivisme berarti pernyataan etis dianggap sebagai

suatu rekomendasi atau petunjuk untuk melakukan suatu hal yang etis mengenai suatu

masalah tertentu.

Etika memiliki kegunaan yaitu sebagai alat dalam menganalisis isu moral sehingga

dapat berpikir secara rasional sehingga dapat mengambil keputusan yang jelas dan solusi

yang tepat dalam masalah moral. Etika mampu memberikan banyak jawaban yang dianggap

tepat dan lebih baik satu dari yang lain. Etika juga membantu dalam mempertimbangkan

antara kepentingan pribadi maupun kepentingan orang lain.

Ada beberapa teori etika yang dikenal di dunia, salah satunya adalah etika kewajiban

oleh Immanuel Kant. Dalam etika kewajiban, dituliskan bahwa setiap individu memiliki

kehendak bebas untuk melaksanakan hukum prinsip moral yang berlaku universal demi

kepentingan bersama. Hal ini disebut juga prinsip deontologis. Menurut Kant, suatu tindakan

dianggap baik jika sesuai dengan rasio praktis (pemahaman individu dan pertimbangan

individu dalam memilih suatu tindakan yang disesuaikan dengan hukum etika yang berlaku

secara universal). Akan tetapi paham ini lama-kelamaan disebut Imperatif Kategoris karena

menimbulkan ketidaknyamanan karena ada pengecualian dalam hukum universal tertentu.

Selama seseorang menjalankan kewajiban berbuat baik walaupun ia tidak menyukainya, hal

tersebut dianggap tindakan yang bermoral.

Ada juga paham lain yaitu Etika Utilitarian oleh John Stuart Mill. Menurut Mill,

setiap tindakan harus memikirkan hasil akhir. Dalam bertindak etika, tujuan akhirnya adalah

mencapai kebahagian. Oleh karena itu, hal apapun diperbolehkan selama tujuan akhirnya

adalah mendapatkan kebahagiaan. Akan tetapi, tidak semua kebahagiaan dapat memuaskan

kebutuhan orang. Oleh karena itu harus dicapai kebahagiaan untuk orang lain juga. Dalam

paham ini, ada 2 hal utama yang harus dimiliki yaitu motif serta konsekuensi. Selama ada

motif yang jelas dan memikirkan konsekuensi yang terjadi, maka tindakan tersebut dianggap

beretika.

Paham terakhir adalah paham mengenai intuisi dan kewajiban yang dirumuskan oleh

W.D. Ross. Menurut Ross, seseorang dapat secara intuitif mengetahui perbuatan mana yang

dianggap baik. Ia juga berpendapat bahwa kebaikan bukanlah tujuan berbuat baik karena

kebaikan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan kebahagiaan. Kebenaran moral

berarti mewujudkan kebaikan bagi sebanyak mungkin orang. Ross juga mengeluarkan ide

mengenai Prima Facie yaitu situasi moral yang telah dipahami secara objektif sehingga orang

terlebih dahulu merefleksikan pilihan moral sebelum bertindak. Ada 6 macam kewajiban

menurut Prima Facie yaitu kesetiaan, kewajiban akan ungkapan terimakasih terhadap jasa

Page 15: Ringkasan Buku Ajar 1

orang lain, kewajiban yang adil, kewajiban menjalankan tanggung jawab sosial, kewajiban

merawat dan menjaga diri sendiri serta kewajiban untuk tidak menyakiti orang lain. Menurut

Ross, akan selalu ada pertentangan dalam menentukan pilihan moral sehingga dibutuhkan

kemampuan intuitif dalam mengambil keputusan. Kemampuan intuitif berarti melakukan

pertimbangan melihat segala aspek dalam melakukan suatu perbuatan sehingga dapat

menghindari kemungkinan buruk dari suatu perbuatan.