Revisi SKRIPSI

Embed Size (px)

Citation preview

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Penduduk di indonesia, amerika tengah dan selatan jagung di gunakan sebagai makanan pokok selain itu jagung juga di gunakan sebagai pakan ternak, di ambil minyaknya dan akhir akhir ini di gunakan sebagai bahan Bio Etanol. Dan beberapa penduduk daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil tanaman farmasi. Jagung (Zea mays. L.) merupakan kebutuhan yang cukup penting bagi kehidupan manusia dan hewan. Jagung mempunyai kandungan gizi dan serat kasar yang cukup memadai sebagai bahan makanan pokok pengganti beras. Selain sebagai makanan pokok, jagung juga merupakan bahan baku makanan ternak. Kebutuhan akan konsumsi jagung di Indonesia terus meningkat. Hal ini didasarkan pada makin meningkatnya tingkat konsumsi perkapita per tahun dan semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia. Jagung merupakan bahan 1

2

dasar / bahan olahan untuk minyak goreng, tepung maizena, ethanol, asam organic, makanan kecil dan industri pakan ternak. Pakan ternak untuk unggas membutuhkan jagung sebagai komponen utama sebanyak 51, 4 % ( Subandi et al.1988). Areal dan agroekologi pertanaman jagung sangat bervariasi, dari dataran rendah sampai dataran tinggi, pada berbagai jenis tanah, berbagai tipe iklim dan bermacam pola tanam. Tanaman jagung dapat ditanam pada lahan kering beriklim basah dan beriklim kering, sawah irigasi dan sawah tadah hujan, toleran terhadap kompetisi pada pola tanam tumpang sari, sesuai untuk pertanian subsistem, pertanian komersial skala kecil, menengah, hingga skala sangat besar. Menurut Subandi et al suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman jagung rata-rata 26300C dan pH tanah 5,7-6,8. Produksi jagung berbeda antardaerah, terutama disebabkan oleh perbedaan kesuburan tanah, ketersediaan air, dan varietas yang ditanam. Variasi lingkungan tumbuh akan mengakibatkan adanya interaksi genotipe dengan lingkungan (Allard and Brashaw 1964), yang berarti agroekologi spesifik memerlukan varietas yang spesifik untuk dapat memperoleh produktivitas optimal.

1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian

penambahan pupuk organik dan fungisida terhadap tingkat serangan penyakit bulai pada tanaman jagung.

3

1.3 Hipotesa Diduga dengan pemberian atau penambahan pupuk organic dan fungisida bisa mengurangi tingkat serangan bulai pada tanaman jagung

Diduga dengan pemberian fungisida yang berbahan aktif Dimetomorf 10 gram dalam 1 kg benih jagung dapat menekan tingkat serangan penyakit bulai pada tanaman jagung.

II.

TINJAUAN PUSTAKA.

2.1. Klasifikasi Tanaman Jagung Tanaman jagung dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L. adalah salah satu jenis tanaman biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan

(Graminaceae). Jagung hibrida merupakan generasi pertama atau F1 dari persilangan antara dua galur. Jagung hibrida dapat diperoleh dari hasil seleksi kombinasi atau biasa disebut hibridisasi. Hibridisasi merupakan perkawinan silang antara tanaman satu dengan tanaman yang lain dalam satu spesies untuk mendapatkan genotipe (sifat-sifat dalam) yang unggul. Hal ini dapat menciptakan suatu jenis atau spesies baru yang dapat meningkatkan produksi, tahan terhadap serangan hama dan penyakit serta berumur pendek. Tanaman jagung (Zea mays L.) dalam tata nama atau sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan dimasukkan dalam klasifikasi sebagai berikut : Divisi Sub divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledoneae : Graminae : Graminaceae : Zea : Zea mays L.

(Warisno, 2009).

4

5

Tanaman jagung merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dimana bunga jantan (staminate) terbentuk pada ujung batang, sedangkan bunga betina (pistilate) terletak pada pertengahan batang (Muhadjir, 1988). Ditambahkan oleh Warisno (2009) bunga betina pada tanaman jagung biasa disebut tongkol, selalu dibungkus oleh kelopak-kelopak bunga yang jumlahnya sekitar 614 helai. Selain itu, pada bunga betina terdapat sejumlah rambut yang jumlahnya cukup banyak (sesuai dengan jumlah biji yang ada dalam tongkol). Bunga jantan yang terdapat di ujung tanaman masak lebih dahulu daripada bunga betina. Bunga betina (tongkol) hanya siap dibuahi 5 dalam waktu tiga hari saja. Persarian tanaman jagung pada umumnya dibantu oleh angin, persariannya adalah persarian bersilang. Bunga pada tanaman jagung terdiri dari bunga jantan dan bunga betina yang letaknya terpisah, sedangkan bunga betina terdapat pada tongkol jagung. Biji jagung tersusun dalam janggel adalah tongkol yang dibentuk pada bunga betina setelah terjadi pembuahan terjadi perkembangan biji 7 hari sampai 10 hari, yang pertama perkembangannya lambat. (Nurmala, 2000). Suhu yang dikehendaki tanaman jagung berkisar antara 21C 30C. Akan tetapi untuk pertumbuhan yang baik tanaman jagung khususnya jagung hibrida suhu yang optimal adalah 23C 27C. Suhu sekitar 25C akan mengakibatkan perkecambahan biji jagung lebih cepat dan suhu tinggi lebih dari 40C akan mengakibatkan kerusakan embrio sehingga tanaman tidak jadi berkecambah. (Syukur, 2008).

6

Kondisi pH yang baik untuk pertumbuhan jagung hibrida berkisar antara 5,5 7,0 dan pH optimal 6,8 terutama pada saat berbunga dan pengisian biji. Curah hujan yang normal untuk pertumbuhan tanaman jagung yang ideal adalah sekitar 250 mm/tahun sampai 2000 mm/tahun. Jagung hibrida akan tumbuh dengan baik di daerah yang ketinggiannya lebih dari 5000 m di atas permukaan laut. (Harsono, 2008). Tanaman jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia ataupun hewan, jagung merupakan makanan pokok kedua setelah padi, produksi jagung kini dapat dikonsumsi oleh manusia dalam bentuk penyajian, jagung merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung hidrat arang, yang dapat digunakan untuk menggantikan (mensubtitusi) beras. (Efendi, 2008). Jagung termasuk tanaman akar serabut yang terdiri dari tipe akar yaitu akar dan seminal, akar adventif dan akar udara, seminal tumbuh dari radikma dan embiro. Akar adventif disebut juga akar tunjang. Akar ini dari buku paling bawah. Sekitar 4 cm di bawah permukaan tanah. Akar udara adalah akar yang keluar dari dua atau lebih dari buku terbawah dekat permukaan tanah. (Sunarti, 2008) Batang jagung tidak bercabang, berbentuk silinder. Pada buku ruas akan muncul tunas yang berkembang menjadi tongkol. Tinggi jagung tergantung variates, umumnya berkisar 100 300 cm. Daun jagung memanjang dan keluar dari buku-buku batang. Jumlah daun terdiri dari 8-48 helaian tergantung varietasnya. Antara kelopak dan helaian terdapat lidah daun yang disebut Ligula, fungsi Ligula adalah mencegah air masuk ke dalam kelopak daun dan batang. (Nurmala, 2000)

7

2.2 Botani Tanaman Jagung. Tanaman jagung merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dimana bunga jantan (staminate) terbentuk pada ujung batang, sedangkan bunga betina (pistilate) terletak pada pertengahan batang (Muhadjir, 1988). Ditambahkan oleh Warisno (2009) bunga betina pada tanaman jagung biasa disebut tongkol, selalu dibungkus oleh kelopak-kelopak bunga yang jumlahnya sekitar 614 helai. Selain itu, pada bunga betina terdapat sejumlah rambut yang jumlahnya cukup banyak (sesuai dengan jumlah biji yang ada dalam tongkol). Bunga jantan yang terdapat di ujung tanaman masak lebih dahulu daripada bunga betina. Bunga betina (tongkol) hanya siap dibuahi dalam waktu tiga hari saja. Persarian tanaman jagung pada umumnya dibantu oleh angin, persariannya adalah persarian bersilang. (R. Neni Iriany, dkk, 2009).

2.3 Jenis jenis Tanaman Jagung Menurut (Rahmat, 2004) jenis tanaman jagung pada dasarnya bentuk yang tumbuh di dunia dibedakan atas tujuh jenis sebagai berikut :1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Jagung gigi kuda ( Zea Mays Indentata ) Jagung mutiara ( Zea Mays Indurata ) Jagung manis ( Zea Mays Saccharata ) Jagung berondong ( Zea Mays Everta) Jagung tepung ( Zea Mays Amylaceae ) Jagung polong ( Zea Mays Tunicata ) Jagung ketan ( Zea Mays ceratina )

8

Pada proses tumbuh tanaman jagung dibedakan dalam dua stadia yaitu:1.

Stadia vegetatiF

Pada stadia vegetatif ini melalui fase kecambah, dilanjutkan dengan fase pertumbuhan vegetatif, akar batang daun yang cepat pada akhirnya

pertumbuhan vegetatif menjadi lambat sehingga dinamainya stadia generatif. (Subekti, dkk, 2008) 2. Stadia generatif Pada stadia ini dinamai dengan pembentukan primordia. Proses pembungaan yang mencakup peristiwa penyerbukan dan pembuahan. Penyerbukan yang terjadi pada tanaman jagung biasanya dibantu dengan angin, yaitu dengan cara menebarkan tepung sari kemudian menjatuhkan pada tangkai. Letak bunga jantan dan betina tidak berada di satu tempat. Bunga jantan pada ujung batang yang sedang berbunga, sedangkan bunga betina berada di pertengahan batang atau tongkol. Perlu dijaga kemurnian biji dari varietas yang dibudidayakan dan juga terjadinya penyerbukan silang pada tanaman jagung. Proses penyerbukan, tepung sari tidak harus menempel pada kepala putik. Karena tangkai putik dapat menyebabkan proses penyerbukan tetap berlangsung. Tangkai putik berupa rambut jagung bila ditempel tepung sari. Perkembangan dan pertumbuhan serbuk sari berlanjut. Proses pertumbuhan merupakan kelanjutan peristiwa penyerbukan dapat berlangsung selama serbuk sari menempel pada putik. Kemudian saluran-saluran tangkai putik bertemu sel telur. ( Subekti, dkk, 2008 )

9

Biji jagung disebut kariopsis, dinding ovari atau perikarp menyatu dengan kulit biji atau testa, membentuk dinding buah. Biji jagung terdiri atas tiga bagian utama, yaitu (a) pericarp, berupa lapisan luar yang tipis, berfungsi mencegah embrio dari organisme pengganggu dan kehilangan air; (b) endosperm, sebagai cadangan makanan, mencapai 75 % dari bobot biji yang. mengandung 90 % pati dan 10 % protein, mineral, minyak dan (c) embrio (lembaga), sebagai miniatur tanaman yang terdiri atas plamule, akar radikal, scutelum dan koleoptil. ( Junita, 2009 ). Selain itu, jenis jagung dapat diklasifikasikan berdasarkan: (i) sifat biji dan endosperm, (ii) warna biji, (iii) lingkungan tempat tumbuh, (iv) umur panen, dan (v) kegunaan (R. Neni Iriany, dkk, 2009). Jenis jagung berdasarkan lingkungan tempat tumbuh meliputi: (i) dataran rendah tropik (1.600 m dpl). Jenis jagung berdasarkan umur panen dikelompokkan menjadi dua yaitu jagung umur genjah dan umur dalam. Jagung umur genjah adalah jagung yang dipanen pada umur kurang dari 90 hari, jagung umur dalam dipanen pada umur lebih dari 90 hari. Sejalan dengan perkembangan pemuliaan tanaman jagung, jenis jagung dapat dibedakan berdasarkan komposisi genetiknya, yaitu jagung hibridadan jagung bersari bebas. Jagung hibrida mempunyai komposisi genetic yang heterosigot homogenus, sedangkan jagung bersari bebas memiliki komposisi genetik heterosigot heterogenus. Kelompok genotipe dengan karakteristik yang spesifik (distinct), seragam (uniform), dan stabil disebut sebagai varietas atau kultivar,

10

yaitu kelompok genotipe dengan sifat-sifat tertentu yang dirakit oleh pemulia jagung. Diperkirakan di seluruh dunia terdapat lebih dari 50.000 varietas jagung. (R. Neni Iriany, dkk, 2009). 2.3.1. Jagung Hibrida. Jagung Hibrida di peroleh dari hasil seleksi kombinasi atau biasa di sebut hibridisasi. Hibridisasi dalam pengertian sederhana ialah menyerbuki bungabunga yang telah di kebiri dengan tepung sari dari jenis jagung yang yang di kehendaki sebagai bapak. Secara konvensional hibridisiasi bisa juga di sebut perkawinan silang antara tanaman yang satu dengan tanaman yang lain dalam satu spesiesies untuk mendapatkan genotipa (sifat-sifat dalam) yang unggul,dan biasa disebut breeding. Dengan breding (hibridisasi) di harapkan bisa membentuk suatu jenis tanaman yang mempunyai kromosom yang polyploidy, yakni susunan kromoom yang mempunyai lebih dari dua set kromosom dalam sel somatisnya. Hal ini dapat menciptakan suatu jenis atau sepesies baru yang dapat meningkatkan produksi tahan terhadap serangan hama dan penyakit, umur lebih pendek dan sebagainya (Wariso, 2009 ). Deskripsi Jagung Hibrida Varietas Bisi 222. Keputusan Mentri Pertanian Nomor : 606/kpts/SR.120/2/2009 Umur Tinggi Tanaman Batang Warna Daun : 102 hari : 217 cm. : Besar, kokoh dan tegak : Hijau daun.

11

Warna malai(anther) Warna sekam(glume) Warna rambut Warna tongkol Bentuk tongkol Jumlah Baris Potensi hasil Rata-rata Ketahanan terhadap hama dan penyakit

: Ungu kemerahan. : Ungu kehijauan. : Ungu kemerahan. : Merah : Silindris. : 14 16. : 13,71 ton pipil kering : Tahan terhadap penyakit busuk pucuk tongkol (Gibberella zeae), tahan penyakit bulai (Peronosclerospora maydis), tahan terhadap penyakit karat daun (Puccinia sorghi) dan hawar daun (Helminthosporium maydis).

( Sumber : Putu Darsana, MD, PT.Bisi International. Tbk. 2009 ) Deskripsi Jagung Hibrida Varietas Bisi 816. Keputusan Mentri Pertanian Nomor : 606/kpts/SR.120/2/2009 Umur Tinggi Tanaman Batang Warna Daun Warna malai(anther) Warna sekam(glume) Warna rambut Warna tongkol Bentuk tongkol Jumlah Baris Potensi hasil Rata-rata Ketahanan terhadap hama dan penyakit : 99 hari : 214 cm. : Besar, kokoh dan tegak : Hijau daun. : Ungu kemerahan. : Ungu kehijauan. : Ungu kemerahan. : Kuning kemerahan : Silindris. : 16 18. : 13,65 ton pipil kering : Tahan terhadap penyakit busuk pucuk tongkol (Gibberella zeae), tahan penyakit bulai

12

(Peronosclerospora maydis), tahan terhadap penyakit karat daun (Puccinia sorghi) dan hawar daun (Helminthosporium maydis). ( Sumber : Putu Darsana, MD, PT.Bisi International. Tbk. 2009 ) Deskripsi Jagung Hibrida Varietas Bisi 12. Keputusan Mentri Pertanian Nomor : 102/kpts/SR.84/3/2007 Umur Tinggi Tanaman Batang Warna Daun Warna malai(anther) Warna sekam(glume) Warna rambut Warna tongkol Bentuk tongkol Jumlah Baris Potensi hasil Rata-rata Ketahanan terhadap hama dan penyakit : 99 hari : 205 cm. : Besar, kokoh dan tegak : Hijau daun. : Ungu kemerahan. : Ungu kehijauan. : Ungu kemerahan. : Kuning kemerahan : Silindris. : 14 16. : 12,40 ton pipil kering : Tahan terhadap penyakit busuk pucuk tongkol (Gibberella zeae), tahan penyakit bulai (Peronosclerospora maydis), tahan terhadap penyakit karat daun (Puccinia sorghi) dan hawar daun (Helminthosporium maydis).

( Sumber : Putu Darsana, MD, PT.Bisi International. Tbk. 2007 )

2.3.2. Non Hibrida. Jagung Non Hibrida adalah merupakan jagung lokal asli indonesia yang sudah di budidayakan sejak zaman nenek moyang kita secara sederhana dengan

13

bentuk yang kecil ada yang berwarna kuning atau merah hati ,yang mana setelah masak di biarkan di lahan sampai 5-6 bulan karna umurnya yang sangat panjang 200-240 hari baru bisa di panen terus cara penyimpanan nya sangat sederhana setelah panen kira-kira umur 200-240 hari panen diambil tanpa di buang kulit luar atau klobot nya terus di simpan di atas rumah atau di gubuk bisa awet sampai 3-4 tahun kemudian bisa di tanam kembali, mungkin dulu pernah ada dengan nama Jagung ARJUNA-1 dan ARJUNA-2. (Arifin c. Dkk, 2009)

2.4 Syarat Tumbuh Tanaman Jagung Produktifitas tanaman jagung sangat dipengaruhi oleh beberapa fakto, diantaranya temapat tumbuh atau tanah, air dan iklim. 1. Keadaan Tanah Tanah merupakan media tanam tanaman jagung. Akar tanaman berpengang kuat pada tanah serta mendapatkan air dan unsur hara dari tanah. Perubahan tubuh tanaman secara kimi, fisik dan biologi akan berpegaruhi fungsi dan kekuatan akar dalam menopang pertumbuhan serta produktifitas tanaman. Pemberian pupuk, akan memberikan dan menambah kesuburan tanah sehingga pertumbuhan dan produktifitas tanaman jagung dapat di penenuhi dengan seimbang ( Purwono, 2005 ) Menurut ( Rudi, 2005 ). Secara umum ada beberapa persyaratan kondisi yang dikehendaki tanaman jagung anatara lain sebagai berikut.

14

a.

Jenis tanah andosol merupakan tanah yang berasal dari gunung

berapi, lotosol merupakan tanah tekstur lepung atau liat berdebu dan grumosol merupakan tanah tekstur berat. b. Keasaman tanah erat berhubungan dengan ketersediaan unsur hara

tanaman. Keasaman yang ideal untuk pertumbuhan tanaman jagung antara 5,6 7,5. Pada tanah yang memiliki pH kurang dari 5,5 tanaman jagung tidak bisa tumbuh maksimal karena keracunan oim alumanium. c. Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan

ketersediaan air dalam kondisi baik. d. Kemiringan tanah yang optimal untuk tanaman jagung maksimum

8%. Hal ini dikarenakan kemungkinan terjadi erosi tanah sangat kecil, pada daerah dengan tingkat kemiringan 5 8 % , sebaiknya dilakukan pembentukan teras. Tanah dengan kemiringan lebih dari 8 % kurang sesuai dengan penanaman jagung. Sebagian terdapat juga di daerah pegunungan pada ketinggian 1000 1800 m di atas permukaan air laut, Tanah yang di kehendaki adalah gembur dan subur, karena tanaman jagung memerlukan aerasi dan pengairan yang baik, Jagung dapat tumbuh baik pada berbagai macam tanah, Tanah lempung berdebu adalah yang paling baik bagi pertumbuhannya, Tanah-tanah berat masih dapat di tanami jagung dengan pengerjaan tanah lebih sering selama pertumbuhannya, sehingga aerasi dalam tanah berlangsung dengan baik. Air tanah yang berlebihan dibuang melalui saluran pengairan yang dibuat diantara

15

barisan jagung. Kemasaman tanah (pH) yang terbaik untuk jagung adalah sekitar 5,5 7,0. Tanah dengan kemiringan tidak lebih dari 8% masih dapat ditanami jagung dengan arah barisan tegak lurus terhadap miringnya tanah, dengan maksud untuk mencegah keganasan erosi yang terjadi pada waktu turun hujan besar 2. Keadaan Iklim Tanaman jagung berasal dari daerah tropis dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan di luar daerah tersebut. Ikilim yang di kehendaki tanaman jagung sebagian besar daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim subtropics dan tropis. Pertumbuhan tanaman dan produksi membutuhkan penyinaran matahari atau intensitas yang baik mencapai 100% areal terbuka.(Radmat, 2007) Faktor iklim yang terpenting adalah jumlah dan pembagian dari sinar matahari dan curah hujan, temperatur ,kelembapan dan angin. Tempat penanaman jagung harus mendapatkan sinar matahari cukup dan jangan terlindung oleh pohon pohonan atau bangunan, Bila tidak terdapat penyinaran dari matahari, hasilnya akan berkurang. Temperatur optimum untuk pertumbuhan jagung adalah antara 23 27 C. (Dahlan M 1992). Tanaman Jagung dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah maupun ketinggi 1000 1.800 m di atas permukaan laut. Curah hujan merupakan faktor pendukung dalam pertumbuhan dan produksi tanaman jagung, curah hujan yang ideal bagi pertumbuhan jagung yaitu 85 200 mm/bulan dengan

16

suhu 27 32C. Pada proses perkecambahan benih jagung memerlukan suhu berkisar antara 30C ( Purnomo, 2004 ). 3. Kebutuhan Air Tanaman jagung membutuhkan air cukup banyak, terutama pada saat pertumbuhan awal, saat berbunga dan saat pengisian biji. Kekurangan air pada stadium tersebut akan menyebakan produksi menurun. Kebutuhan jumlah air setiap varietas sangat beragam, namun secara umum tanaman jagung membutuhkan 2 liter air pertanaman perhari saat kondisi panas dan berangin. Hasil penelitian di amerika menunjukkan bahwa kekurangan air pada saat 3 minggu setelah keluar rambut tongkol akan menurunkan hasil hingga 3 % sementara kekurangan air selama pembungaan akan menguragi junlah biji yang terbentu. ( Rahmat. 2007 )

2.5 Pupuk organik Pupuk organik/pupuk kandang (khusus untuk lahan kering masam dianjurkan pupuk kandang yang digunakan adalah kotoran ayam ras/petelor karenacukup mengandung unsur kapur), diaplikasikan pada saat tanam sebanyak segenggam (25-50 g) per lubang penempatan benih (sebagai penutup

benih),setara dengan 1,5-3,0 t/ha (Didi Ardi Suriadikarta dan R.D.M. Simanungkalit, 2006)

17

2.6 Fugisida Fungisida adalah pestisida yang secara spesifik membunuh atau menghambat cendawan penyebab penyakit, Fungisida dapat berbentuk cair (paling banyak digunakan), gas, butiran, dan serbuk. Perusahaan penghasil benih biasanya menggunakan fungisida pada benih, Umbi transplant akar dan organ propagatif lainnya, untuk membunuh cendawan pada bahan yang akan ditanam dan melindungi tanaman muda dari Cendawan pathogen Selain itu, penggunaan fungisida dapat digunakan melalui injeksi pada batang semprotan cair secara langsung, dan dalam bentuk fumigan(berbentuk gas yang disemprotkan). Fungisida dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu fungisida selektif (fungisida sulfur,tembaga, quinon heterosiklik) dan non selektif (fungisida hidrocarbona aromatik, anti-oomycota, oxathiin, organofosfat, fungisida yang menghambat sintesis seterol serta fungisida sistemik lainnya).

(http://id.wikipedia.org/wiki/fungisida) Fungisida sistemik local; diabsorbsi oleh jaringan tanaman, tetapi tidak ditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya. Contoh: simoksanil dan dimetomorf. Fungisida demetomorf adalah salah satu fungisida yang berfungsi mengendalikan atau mematikan cendawan dengan beberapa cara, antara lain dengan merusak dinding sel, mengganggu pembelahan sel, memmpengaruhi permeabilitas membrane sel, dan menghambat kerja enzim tertentu yang menghambat proses metabolisme cendawan (Lee et al, 1992).

18

2.7 . Penyakit pada tanaman jagung a. Penyakit Bulai ( Downy mildew ) Penyakit bulai pada jagung merupakan penyakit utama yang paling berbahaya karena sebarannya yang sangat luas meliputi beberapa negara penghasil jagung di dunia seperti Filipina, Thailand, India, Indonesia, Afrika, dan Amerika (Shurtleff, 1980) dan hampir di semua propinsi di Indonesia (Semangun, 1973; 1993), dan kehilangan hasil yang ditimbulkannya dapat mencapai 100% pada varietas jagung yang rentan(Sudjono, 1988) Shurtleff (1980), Wakman dan Djatmiko (2002), serta Rathore dan Siradhana (1988) melaporkan bahwa penyakit bulai pada jagung dapat disebabkan oleh 10 spesies dari tiga generasi yaitu:1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Peronosclerospora maydis (Java downy mildew) P. philippinensis (Philippine downy mildew) P. sorghi (Sorghum downy mildew) P. sacchari (Sugarcane downy mildew) P. spontanea (Spontanea downy mildew) P. miscanthi (Miscanthi downy mildew). P. heteropogoni (Rajasthan downy mildew) Sclerophthora macrospora (Crazy top) S. rayssiae var. zeae (Brown stripe) graminicola (Graminicola downy mildew)

10. Sclerospora

19

Penyakit bulai di Inonesia di sebabkan oleh 3 spesies cendawan dari genus cendawan Peronosclero Spora Maydis dan P.spora Javanica serta P.spora Philipinensis. Yang akan merajalela pada suhu udara 27 derajat C ke atas serta keadaan udara lembab . Gejala daun yang terinfeksi berwarna khlorotik, biasanya memanjang sejajar tulang daun, dengan batas yang jelas, dan bagian daun yang masih sehat berwarna hijau normal. Warna putih seperti tepung pada permukaan bawah maupun atas bagian daun yang berwarna khlorotik, tampak dengan jelas pada pagi hari. Gejala sistemik terjadi bila infeksi cendawan mencapai titik tumbuh sehingga semua daun terinfeksi. Daun yang khlorotik sistemik menjadi sempit dan kaku. Tanaman menjadi terhambat pertumbuhannya dan pembentukan tongkol terganggu sampai tidak bertongkol sama sekali. Tanaman yang terinfeksi sistemik sejak muda di bawah umur 1 bulan biasanya mati. Gejala lainnya adalah terbentuk anakan yang berlebihan dan daun-daun menggulung dan terpuntir, bunga jantan berubah menjadi massa daun yang berlebihan dan daun sobek-sobek. Tanaman jagung mengalami periode kritis antara umur 1 minggu hingga 5 minggu, apabila selama periode kritis tersebut tanaman tidak menimbulkan gejala serangan maka tanaman jagung akan tumbuh normal dan bisa menghasilkan tongkol. Gejala lain juga dapat diamati (1) pada tanaman berumur 2-3 minggu, daun runcing dan kecil, kaku dan pertumbuhan batang terhambat, warna menguning, sisi bawah daun lapisan spora cendawan warna putih ; (2) pada tanaman berumur 3-5 minggu, tanaman yang terserang mengalami gangguan

20

pertumbuhan, daun berubah warna dan perubahan warna ini dimulai dari bagian pangkal daun, tongkol berubah bentuk dan isi; (3) pada tanaman dewasa, terdapat garis-garis keclokatan pada daun tua. Pengendalian (1) Penanaman dilakukan menjelang awal musim penghujan; (2) Pola tanam dan pola pergiliran tanam,menanam Varietas unggul dan tahan terhadap bulai contoh Bisi 816 (3) dilakukan pencabutan tanaman yang terserang, kemudian dimusnahkan. Siklus Hidup Jamur dapat bertahan hidup sebagai miselium dalam biji, namun tidak begitu penting sebagai sumber inokulum. Infeksi dari konidia yang tumbuh di permukaan daun akan masuk jaringan tanaman melalui stomata tanaman muda dan lesio lokal berkembang ke titik tumbuh yang menyebabkan infeksi sistemik. Konidiofor dan konidia terbentuk keluar dari stomata daun pada malam hari yang lembab. Apabila bijinya yang terinfeksi, maka daun kotiledon selalu terinfeksi, tetapi jika inokulum berasal dari spora, daun kotiledon tetap sehat. Pembentukan konidia jamur ini menghendaki air bebas, gelap, dan suhu tertentu, P. maydis di bawah suhu 24C, P. philippinensis 21-26oC, P. sorghi 2426C, P. sacchari 20-25C, S. rayssiae 20-22C, S. graminicola 17-34C, dan S. macrospora 24-28C. Beberapa jenis serealia yang dilaporkan sebagai inang lain dari patogen penyebab bulai jagung adalah Avena sativa (oat), Digitaria spp. (jampang merah), Euchlaena spp. (jagung liar), Heteropogon contartus, Panicum spp.

21

(millet, jewawut), Setaria spp.(pokem/seperti gandum), Saccharum spp.(tebu), Sorghum spp., Pennisetum spp.(rumput gajah), dan Zea mays (jagung). Oleh karena itu dalam pengembangan jagung di Indonesia, kewaspadaan terhadap penyakit bulai perlu mendapat perhatian serius dengan berpegang pada 5 komponen pengendalian yaitu : 1) Periode bebas tanaman jagung, 2). Tanam serempak, 3). Eradikasi tanaman terserang bulai, 4). Varietas tahan bulai, 5). Fungisida berbahan aktif metalaksil (Bisa menggunakan Demorf berbahan aktif Dimethomorp). Komponen pengendalian penyakit bulai yang umum dilakukan selama ini adalah perlakuan benih dengan fungisida saromil atau ridomil yang berbahan aktif metalaksil, karena praktis dan mudah dilakukan, bahkan petani tidak perlu melakukan tindakan apapun, hanya menanam benih jagung yang sudah diberi perlakuan fungisida. Selain pengendalian dengan fungisida, varietas tahan bulai sebenarnya sudah lama diteliti, namun tidak banyak yang memanfaatkannya karena adanya fungisida barbahan aktif metalaksil yang selama ini efektif mengendalikan penyakit bulai melalui perlakukan biji. Dalam penerapan varietas tahan bulai untuk pengendalian penyakit bulai, pemerintah Indonesia telah membuat aturan, dalam pelepasan varietas jagung harus memiliki sifat ketahanan terhadap penyakit bulai. Hal ini amat penting karena sekalipun telah dilepas, apabila tidak tahan bulai tidak akan tersebar luas karena bisa gagal panen akibat penyakit bulai yang telah tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia, dan juga baru-baru ini diketahui telah terjadinya resistensi P.

22

maydis terhadap fungisida metalaksil di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat (Wakman, 2008). Terjadinya outbreak atau wabah penyakit bulai di beberapa daerah penghasil jagung seperti di Bengkayang (Kalbar), di Kediri dan Jombang (Jawa Timur), dan Medan (Sumatera Utara) yang sekalipun diberi perlakuan dengan fungisida berbahan aktif metalaksil, merupakan indikasi telah terjadinya perubahan ketahanan yang meningkat dari Peronosclerospora penyebab penyakit bulai. Adanya resistensi P. maydis terhadap metalaksil yang telah terbukti terjadi di Kalbar, merupakan ancaman bagi pengembangan jagung di Indonesia, hal ini disebabkan fungisida metalaksil tidak efektif lagi digunakan dalam pengendalian penyakit bulai. Oleh karenanya komponen pengendalian bulai lainnya perlu digalakkan. Pengembangan varietas tahan bulai merupakan langkah yang perlu dilakukan untuk pengembangan tanaman jagung di Indonesia. Ketahanan terhadap penyakit bulai dipengaruhi oleh banyak gen (polygenic) dan bersifat aditif. Dengan varietas jagung tahan bulai petani akan lebih untung karena resiko gagal panen kecil dan biaya perawatan lebih murah karena penggunaan fungisida lebih sedikit. b. Penyakit bercak daun ( Leaf bligh ) Merupakan penyakit pada tanaman jagung yang disebabkan oleh Cendawan Helminthosporium turcicum. Gejala pada daun tampak bercak

23

memanjang dan teratur berwarna kuning dan dikelilingi warna coklat, bercak berkembang dan meluas dari ujung daun hingga ke pangkal daun, semula bercak basah, kemudian berubah warna menjadi coklat kekuning kuningan, kemudian menjadi coklat tua, Akhirnya seluruh permukaan daun berwarna coklat. Pengendalian: (1) pergiliran tanaman hendaknya selalu dilakukan guna menekan meluasnya cendawan: (2) mekanis dengan mengatur kelembaban lahan agar kondisi lahan tidak lembab: (3) kimiawi dengan pestisida antara lain: Daconil 75 WP, Difolatan 4 F. c. Penyakit Karat ( Rust ) Merupakan cendawan Puccinia sorghi Schw dan Puccinia polypora Underw. Gejala: pada tanaman dewasa yaitu pada daun yang sudah tua terdapat titik-titik noda yang berwarna merah kecoklatan seperti karat serta terdapat serbuk yang berwarna kuning kecoklatan, serbuk cendawan ini kemudian berkembang dan memanjang, kemudian akhirnya karat dapat berubah menjadi bermacam-macam bentuk. Pengendalian: (1) mengatur kelembaban pada areal tanam; (2) menanam varietas unggul atau varietas yang tahan terhadap penyakit; (3) melakukan sanitasi pada areal pertanaman jagung; (4) kimiawi menggunakan pestisida seperti pada penyakit bulai dan bercak daun.

24

d. Penyakit gosong benkak ( Corn smut/boil smut ) Merupakan penyakit pada tanaman jagung yang disebabkan oleh Cendawan Ustilago maydis (DC) Cda, Ustilago zeae (Schw) Ung, Uredo zeae Schw, Uredo maydis DC. Gejala: pada tongkol di tandai dengan masuknya cendawan ini ke dalam biji sehingga terjadi pembengkakan dan mengeluarkan kelenjar ( gall ), pembengkakan ini menyebabkan pembungkus terdesak hingga pembungkus rusak dan kelenjar keluar dari pembungkus dan spora akhirnya tersebar, Pengendalian: (1) mengatur kelembaban areal pertanaman jagung dengan cara pengeringan dan irigasi: (2) memotong bagian tanaman kemudian di bakar: (3) benih yang akan di tanam di campur dengan fungisida secara merata hingga semua permukaan benih terkena. e. Penyakit busuk tongkol dan busuk biji Merupakan penyakit pada tanaman jagung yang disebabkan oleh Cendawan Fusarium atau Gibberella antara lain Gibberella zeae (Schw), Gibberella fujikuroi (Schw), Gibberella moniliforme, Gejala: dapat diketahui setelah membuka pembungkus tongkol, biji-biji jagung berwarna merah jambu atau merah kecoklatan kemudian berubah menjadi coklat sawo matang, Pengendalian: (1) menanam jagung Varietas unggul, dilakukan pergiliran tanam, mengatur jarak tanam, perlakuan benih: (2) Penyemprotan fungisida setelah di temikan gejala serangan ( R, Neny Irianty, dkk, 2009 ).

25

II.8.

Hama pada tanaman Jagung.

Hama pada tanaman jagung seringkali menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu. Hama disebabkan oleh hewan kelas rendah sampai tinggi dan penyakit disebabkan oleh bakteri dan jamur. Hama yang sering menyerang tanaman jagung antara lain :

1. Lalat Bibit (Antherigona exigua Stein) Menyerang tanaman yang masih muda umur 7 hari atau bibit (jumlah daun 2-3 helai). Telur lalat bibit berwarna putih bentuknya lonjong, larva membuat jalan menuju titik tumbuh dan memakan pucuk daun pada bagian pangkal sebelah bawah. 2. Ulat Tanah (Agrotis epsilon)Gejala serangan

Larva aktif pada malam hari untuk mencari makan dengan menggigit pangkal batang. Pangkal batang yang digigit akan mudah patah dan mati. Di samping menggigit pangkal batang, larva yang baru menetas, sehari kemudian juga menggigit permukaan daun. Ulat tanah sangat cepat pergerakannya dan dapat menempuh jarak puluhan meter. Seekor larva dapat merusak ratusan tanaman muda.

26

3. Ulat Grayak (Spodopthera Litura) Gejala Serangan Larva yang masih kecil merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas, transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja. Larva instar lanjut merusak tulang daun. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun, menyerang secara serentak berkelompok. Serangan berat menyebabkan tanaman gundul karena daun habis dimakan ulat, umumnya terjadi pada musim kemarau. 4. Penggerek Batang Telur yang baru menetas akan memakan permukaan helaian daun yang masih lunak sehingga nampak bintik-bintik berwarna putih pada daun. Tanaman diserang sejak umur 1 bulan sampai terbentuk tongkol, selain menggerek batang ulat ini juga dapat masuk dan merusak tongkol yang masih muda.

27

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di desa Jombok Kecamatan Ngoro dengan ketinggian 100 di atas permukaan air laut dengan curah hujan 200 ml per jam dengan pH tanah adalah 7 pada Bulan April sampai Bulan Juni 2011. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pH meter, Cangkul, tugal,Sabit, Gejik, Ember, Rafia,meteran,timbangan,jangka sorong,alat

tulis,buku,hands sprayer. 3.2.2. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Benih jagung,Bisi816,12,222 ,pupuk organik, Demorf (bahan aktif Dimetomorf). 3.3 METODE PENELITIAN Metode penelitian ini merupakan percobaan Faktorial yang di susun dalam rancangan Acak Kelompok ( RAK ) yang terdiri dari dua faktor dan di ulang tiga kali adapun faktur kedua tersebut adalah :

28

Faktor I

: Dosis pupuk Petroganik yang terdiri dari empat taraf yaitu :

P0 : Tanpa pupuk Organik. P1 : Dosis pupuk Petroganik 100 gr per tanaman. P2 : Dosis pupuk Petroganik 200 gr per tanaman. P3 : Dosis pupuk Petroganik 300 gr per tanaman. Faktor II : Dosis fungisida Demorf yang terdiri dari empat taraf yaitu :

Do : Tanpa fungisida Demorf. D1 : Dosis fungisida Demorf 5 gr per 2 kg benih D2 : Dosis fungisida Demorf 10 gr per 2 kg benih D3 : Dosis fungisida Demorf 15 gr per 2 kg benih Denganq demikian akan di peroleh 14 kombinasi yaitu : P0 D0 I ; P1 D0 I ; P2 D0 1 ; P3 D0 1 ; P0 D1 II ; P1 D1 II ; P2 D1 II ; P3 D1 II ; P0 D2 III P1 D2 III P2 D2 III P3 D2 III

Kombinasi antara perlakuan di atas sebanyak tiga kali sehingga di peroleh 42 petak perlakuan. Penempatan 14 kombinasi perlakuan pada masingmasing ulangan di lakukan secara acak ( Gambar 1 ). 3.3.1 Persiapan lahan KONDISI LAHAN IDEAL : Tanah gembur, subur, tidak mudah tergenang air. Memiliki cukup bahan organik.

29

pH netral sampai agak asam (5,5 7). Kemiringan tanah tidak lebih dari 8%. Ketinggian 0 700 meter dpl. Jenis tanah liat berlempung, tanah lempung atau tanah lempung berpasir. Areal yang memiliki persediaan air yang cukup dan curah hujan merata 200 mm/bulan Sinar Matahari penuh.

3.3.2. Pengolahan Tanah Melakukan pengolahan tanah dengan baik, agar tanah menjadi gembur dan tanaman bisa tumbuh dengan baik. Tujuan pengolahan tanah adalah :

Memperbaiki TeksturTanah. Memperbaiki Aerasi Tanah. Membunuh Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Menghambat tumbuhnya gulma. Melancarkan Drainase (pemasukan dan pembuangan air) Mengatur jarak tanam

3.3.3. Penanaman Jarak Tanam yang dianjurkan 70 x 20 cm (1 tnm/lubang) Cara penanaman :

30

Buat 2 (dua) lubang dengan kedalaman 5 cm dengan jarak antar lubang 5 cm, satu lubang untuk benih dan satunya untuk pupuk.

Tanam benih tiap lubang 1 biji kemudian tutup lubang dengan tanah

3.3.4. Pemberian pupuk organik dan fungisida Demorf Pemberian pupuk organik dilakaukan dengan cara menyebarkan pupuk tersebut secara merata, pemberian demorf dilakukukan dengan cara benih jagung di tuangkan keember yg telah disediakan dan diberi air 240/2kg benih dengan ketentuan dosis sebagai berikut : 3.3.5. Pemeliharaan. Penyulaman di maksudkan untuk menggantikan tanaman yang pertumbuhannya terganggu dan mati, agar di dapat kan pertumbuhan yang seragam dan optimal pada semua tanaman jagung, penyulaman di laksanakan pada waktu tanaman ber umur 7-9 HST. Pemberian pupuk di lakukan dengan cara di tugal pada saat tanam dengan jarak 5cm dari tanaman, Pengairan di berikan pada awal pertumbuhan , fase penumbangan dan waktu pengisian biji, agar tanaman tidak mengalami tekanan kekurangan air. Pengairan di lakukan dengan cara penggenangan (leb), yang di hentikan apabila tanah sudah basah.

31

Penyiangan di lakukan pada saat tanaman berumur 25-30 HST dan umur 65 HST secara mekanis dengan menggunakan tangan dan cangkul atau herbisida jika perlu,pembumbunan dilaksanakan langsung setelah pemupukan ke dua sekaligus untuk mengurangi pertumbuhan gulma Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan cara monitoring apabila keadaan sudah di ambang batas ekonomi, maka di lakukan penyemprotan dengan Winder 100 EC atau Raydock 25 EC atau Marsal 25 ST. 3.3. 5. Pengamatan Pengamatan dilakukan selama 37 hari, dimulai tanaman berumur 7 hari sampai 37 hari dengan interval 5, 1. Tinggi tanaman di ukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh2.

Jumlah daun di hitung dari jumlah daun yang telah membuka sempurna dan masih hijau sampai ujung daun.

3. Panjang daun di ukur dari pangkal daun sampai ujung daun. 4. Prosentase tingkat serangan penyakit bulai

3.3.6. Analisa Data Data di analisa menggunakan uji ragam, yaitu uji F dengan taraf 1% dan 5% selanjutnya apabila terjadi perbedaan nyata atau sangat nyata di lanjutkan dengan uji Duncan dengan taraf signifikansi 5%.

32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian. Keadaan di daerah tersebut adalah daerah yang Endemik Bulai yaitu tanah nya lempung berpasir maka dengan adanya kami adakan penelitian tersebut guna untuk mengatasi masalah yang mana para petani menganggapnya suatu momok bagi pertumbuhan tanaman jagung. Dengan di adakan penelitian tersebut kami ingin agar imet petani terhadap penyakit bulai tidak di anggap momok yang selalu menghambat keberhasilan petani khususnya pada hasil dan produksi jagung pada saat ini dengan menggunakan organk atau perlakuan fungisida demorf.

1. Keadaan Wilayah. Desa Jombok Kecamatan Ngoro Kabupaten Jombang terdiri dari delapan (8)Dusun,antaralain Jatirejo,Ngasem,Jembaran,Pageng,Bicek,Jombok,Sumberejo,Dawuhan. Letak desa di batasi oleh :-

Sebelah Utara Sebelah timur

: Desa Pulurjo : Desa Genukwatu

-

Sebelah Selatan : Wilayah Kecamatan Badas Kab.Kediri Sebelah Barat : Wilayah Kecamatan Kunjang Kab.Kediri

33

2. Topografi dan iklim. Tinggi permukaan air tanah 100 m diatas permukaan laut. Mata pencarian pokok penduduk sebagian besar adalah petani. 1. Pembagian lahan adalah sebagai berikut: Sawah Tegal Pekarangan : 83,7% : 1,10% : 13,07%

2. Data Curah Hujan 4 (empat) tahun Terakhir: Tabel Data Curah Hujan Desa Jombok Kec Ngoro Kab. Jombang Tahun 2010.

Tahun 1 2007 2008 2009 2010

2

3

4

5

6 11 9 -

7 2 2

8 -

9 4 4

10 2 2

11

12

Jumlah

137 172 110 182 37 102 148 214 107 31 246 251 216 129 48 217 185 107 135 24

131 187 958 115 134 866 127 226 1252 162 176 1008 535 723 4084

Rerata 602 756 647 553 140 20

(Sumber : PPL Kec .Ngoro dan Dinas Pertanian Kab, Jombang)

4.1.1 Tinggi Tanaman Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman ( cm ) pada berbagai umur pengamatan

34

Perlakuan P0 P1 P2 P3

Rata-rata tinggi tanaman (cm) 7 HST 12,30 12,87 13,09 13,41 12 HST 22,20 22,92 23,43 23,72 17 HST 26,40 26,85 27,38 27,68 22 HST 32,35 32,93 32,45 32,81 27 HST 43,37 43,72 44,02 44,43 32 HST 59,30 59,78 50,12 50,42 37 HST 127,40 127,92 128,23 128,38

Hasil perhitungan SPSS diperoleh bahwa rata-rata tinggi tanaman tanpa perlakukan = 46,1886, rata-rata P1 (Pemberian Pupuk1) = 46,71, rata-rata P2 (Pemberian Pupuk2) = 45,53, rata-rata P3 (Pemberian Pupuk3) = 45,83. Jadi ratarata tertinggi adalah P1. Dari sini tampak tidak adanya perbedaan hasil tinggi tanaman pada perlakuan yang berbeda. Untuk membuktikan ada tidaknya perbedaan, dilakukan uji F, dan uji Duncan, dengan SPSS dengan hasil :

ANOVA Tinggi Tanaman (cm) Sum of Squares Between Groups 5.406 Within Groups 35932.670 Total 35938.075 df 3 24 27 Mean Square 1.802 1497.195 F .001 Sig. 1.000

SV

Db

JK

KT

F hitung

F-tabel 5%

Perlakukan

3

5.406

1.802

0,001

2,86

35

Galat Total

24 7

35932.670 35938.075

F hitung lebih kecil dari F table sehingga tidak ada perbedaansehingga tidak perlu dilanjutkan dengan uji Duncan. Tabel 3. Rata-rata tinggi tanaman ( cm ) pada berbagai umur pengamatan D0 D1 D2 D3 12,38 12,49 13,23 13,64 22,20 22,72 23,16 23,37 26,40 26,62 26,84 26,97 32,35 32,51 32,78 33,11 43,37 43,63 43,91 44,29 59,30 59,67 60,27 60,42 127,40 127,72 127,98 128,26

Hasil perhitungan SPSS diperoleh bahwa rata-rata tinggi tanaman tanpa perlakukan (D0) = 46,2, rata-rata D1 (Dosis fungisida1) = 46,48, rata-rata D2 (Dosis fungisida2)) = 46,88, D3 (Dosis fungisida3) = 47,15. Jadi rata-rata tertinggi adalah P3. Namun dDari sini tampak tidak adanya perbedaan hasil tinggi tanaman pada perlakuan yang berbeda. Untuk membuktikan ada tidaknya perbedaan, dilakukan uji F, dan uji Duncan, dengan SPSS dengan hasil :

36

ANOVA Tinggi Tanaman (Cm/Dosis) Sum of Squares Between Groups 3.732 Within Groups 36284.751 Total 36288.483 df 3 24 27 Mean Square 1.244 1511.865 F .001 Sig. 1.000

SV Perlakukan Galat Total

Db 3 24 7

JK 3.732 36284.751 36288.483

KT 1.244

F hitung 0,001

F-tabel 5% 2,86

F hitung lebih kecil dari F table sehingga tidak ada perbedaansehingga tidak perlu dilanjutkan dengan uji Duncan. Dari sini terlihat bahwa sebaran data baik perlakukan terhadap pupuk maupun dosis fungisida tidak menunjukkan perbedaan yang berarti pada masingmasing perlakukan.

4.1.2. Jumlah Daun Tabel 4. Rata-rata Jumlah daun diambil dari daun yg masih produktif atau yang masih keadaan hijau dari mulai batang yang paling bawah sampai atas atau di bawah bunga.

Perlakuan P0

Rata-rata Jumlah daun 7 HST 3 12 HST 5 17 HST 7 22 HST 9 27 HST 11 32 HST 13 37 HST 15

37

P1 P2 P3 D0 D1 D2 D3

3 3,4 3,4 3 3 3,4 3,4

5 5,7 5,7 5 5 5,7 5,7

7 7,7 7,7 7 7 7,7 7,7

9 9,8 9,8 9 9 9,8 9,8

11 11,50 11,50 11 11 11,50 11,50

13 13,55 13,55 13 13 13,55 13,55

15 15,55 15,55 15 15 15,55 15,55

Hasil perhitungan SPSS diperoleh bahwa rata-rata jumlah daun tanpa perlakukan = 9, rata-rata P1 (Pemberian Pupuk1) 9,6, rata-rata P2 (Pemberian Pupuk2) = 9,6, rata-rata P3 (Pemberian Pupuk3) = 9,3. Jadi rata-rata tertinggi adalah P2. Dari sini tampak tidak adanya perbedaan hasil jumlah daun pada perlakuan yang berbeda. Sedangkan jumlah daun pada dosis fungisida tanpa perlakukan (D0) = 9, rata-rata D1 (Dosis fungisida1) = 9, rata-rata D2 (Dosis fungisida2) = 9,6, D3 (Dosis fungisida3) = 9,6. Jadi rata-rata tertinggi adalah P2 dan P3. Namun dari sini tampak tidak adanya perbedaan hasil tinggi tanaman pada perlakuan yang berbeda Untuk membuktikan ada tidaknya perbedaan, dilakukan uji F, dan uji Duncan, dengan SPSS dengan hasil :

ANOVA Jumlah daun (P) Sum of Squares 2.520 447.830 450.350 df 3 24 27 Mean Square .840 18.660 F .045 Sig. .987

Between Groups Within Groups Total

38

ANOVA Jumlah daun (D) Sum of Squares 2.520 447.830 450.350 df 3 24 27 Mean Square .840 18.660 F .045 Sig. .987

Between Groups Within Groups Total

1.

Perlakuan (P) diperoleh F hitung (0,045) lebih kecil dari F table (2,86) sehingga dapat disimpulkan tidak ada perbedaan antar pelakukan dan tidak perlu dilanjutkan pembuktian perbedaan dengan uji Duncan.

2.

Perlakuan (D) diperoleh F hitung (0,045) lebih kecil dari F table (2,86)sehingga dapat disimpulkan tidak ada perbedaan antar pelakukan dan tidak perlu dilanjutkan pembuktian perbedaan dengan uji Duncan.

Jadi baik dari perlakukan pupuk maupun dosis fungisida tidak ada perbedaan signifikan terhadap jumlah daun.

4.1.3. Panjang Daun Tabel 5. Rata-rata Panjang daun diambil dari mulain tumbuh sempurna yang paling bawah sampai yang paling atas ato di bawah bunga. Perlakuan P0 P1 P2 P3 Rata-rata Panjang daun (cm) 7 HST 10,45 10,45 10,48 10,49 12 HST 15,67 15,67 15,69 15,72 17 HST 24 ,25 24 ,25 24,28 24,31 22 HST 31,43 31,43 31,47 31,49 27 HST 42,61 42,61 42,68 42,71 32 HST 83,32 83,32 83,36 83,39 37 HST 75,83 75,83 75,87 75,89

39

D0 D1 D2 D3

10,46 10,46 10,49 11,18

15,68 15,67 15,71 15,78

24 ,26 24 ,25 24 ,28 24 ,35

31,44 31,43 31,47 31,51

42,62 42,61 42,66 42,69

83,33 83,32 83,38 83,42

75,84 75,83 75,92 76,23

Hasil perhitungan SPSS diperoleh bahwa rata-rata panjang daun tanpa perlakukan = 40,5, rata-rata P1 (Pemberian Pupuk1) = 40,51, rata-rata P2 (Pemberian Pupuk2) = 40,55, rata-rata P3 (Pemberian Pupuk3) = 40,73. Jadi ratarata tertinggi adalah P3. Dari sini tampak adanya sedikit perbedaan hasil panjang daun tanaman pada perlakuan yang berbeda. Sedangkan jumlah daun pada dosis fungisida tanpa perlakukan (D0) = 40,51, rata-rata D1 (Dosis fungisida1) = 40,51, rata-rata D2 (Dosis fungisida2) = 40,5, D3 (Dosis fungisida3) = 40,73. Jadi ratarata tertinggi adalah P2 dan P3. Namun dari sini tampak sedikit adanya perbedaan hasil panjang daun pada perlakuan yang berbeda. Untuk membuktikan ada tidaknya perbedaan, dilakukan uji F, dan uji Duncan, dengan SPSS dengan hasil :

ANOVA Panjang Daun (P) Sum of Squares Between Groups .020 Within Groups 19813.060 Total 19813.080 df 3 24 27 Mean Square .007 825.544 F .000 Sig. 1.000

40

ANOVA Panjang Daun (D) Sum of Squares Between Groups .237 Within Groups 19796.773 Total 19797.010 df 3 24 27 Mean Square .079 824.866 F .000 Sig. 1.000

1.

Perlakuan (P) diperoleh F hitung (0,000) lebih kecil dari F table (2,86) sehingga dapat disimpulkan tidak ada perbedaan antar pelakukan dan tidak perlu dilanjutkan pembuktian perbedaan dengan uji Duncan.

2.

Perlakuan (D) diperoleh F hitung (0,000) lebih kecil dari F table (2,86)sehingga dapat disimpulkan tidak ada perbedaan antar pelakukan dan tidak perlu dilanjutkan pembuktian perbedaan dengan uji Duncan.

Jadi baik dari perlakukan pupuk maupun dosis fungisida tidak ada perbedaan signifikan terhadap jumlah daun.

4.1.4. Serangan Hama Tabel 6. Rata-rata diambil dari prosentase dari serangan awal sampai dengan yang sudah mengering bahkan bahkan sampai tumbuhannya mati Perlakuan P0 P1 P2 Prosentase Tingkat serangan Penyakit Bulai (%) 7 HST 0 0 0 12 HST 0 0 0 17 HST 2 2 2 22 HST 3 3 3 27 HST 3 3 3 32 HST 0 0 0 37 HST 0 0 0

41

P3 D0 D1 D2 D3

0 0 0 0 0

0 0 0 0 0

2 2 2 1 1

3 3 3 2 1

3 3 3 2 1

0 0 0 0 0

0 0 0 0 0

Untuk membuktikan ada tidaknya perbedaan serangan hama, dilakukan uji F, dan uji Duncan, dengan SPSS dengan hasil :

ANOVA Serangan hama (P) Sum of Squares .000 51.429 51.429 df 3 24 27 Mean Square .000 2.143 F .000 Sig. 1.000

Between Groups Within Groups Total

ANOVA Serangan hama (D) Sum of Squares 2.571 32.857 35.429 df 3 24 27 Mean Square .857 1.369 F .626 Sig. .605

Between Groups Within Groups Total

1.

Perlakuan (P) diperoleh F hitung (0,000) lebih kecil dari F table (2,86) sehingga dapat disimpulkan tidak ada perbedaan antar pelakukan dan tidak perlu dilanjutkan pembuktian perbedaan dengan uji Duncan.

42

2.

Perlakuan (D) diperoleh F hitung (0,626) lebih kecil dari F table (2,86)sehingga dapat disimpulkan tidak ada perbedaan antar pelakukan dan tidak perlu dilanjutkan pembuktian perbedaan dengan uji Duncan.

Jadi baik dari perlakukan pupuk maupun dosis fungisida tidak ada perbedaan signifikan terhadap jumlah daun. Dengan demikian hasil penelitian ini membuktikan bahwa : 1. Dengan pemberian atau penambahan pupuk organic dan fungisida tidak bisa mengurangi tingkat serangan bulai pada tanaman jagung.2.

Dengan pemberian fungisida yang berbahan aktif Dimetomorf 10 gram dalam 1 kg benih jagung tidak dapat menekan tingkat serangan

penyakit bulai pada tanaman jagung

4.2. Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan panjang batang, jumlah daun dan panjang daun pada jagung yang diberi pupuk dengan perlakuan berbeda dan fungisida dengan perlakuan berbeda pual. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa tidak ada perbedaan tingkat serangan hama antara yang diberi pupuk dan fungisida. Hal ini terjadi dikarenakan mewabahnya hama pada musim panen yang menyeluruh pada tananam, sehingga perlu ditingkatkan intensitas pemberian pupuk dan dosis

43

fungisida, selain itu diperlukan kajian-kajian terhadap faktor lain selain pupuk dan fungsida.

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : 1. Dengan pemberian atau penambahan pupuk organic dan fungisida tidak bisa mengurangi tingkat serangan bulai pada tanaman jagung.2.

Dengan pemberian fungisida yang berbahan aktif Dimetomorf 10 gram dalam 1 kg benih jagung tidak dapat menekan tingkat serangan

penyakit bulai pada tanaman jagung.

5.2. Saran Hasil penelitian juga menunjukan bahwa tidak ada perbedaan tingkat serangan hama antara yang diberi pupuk dan fungisida. Hal ini terjadi dikarenakan mewabahnya hama pada musim panen yang menyeluruh pada

44

tananam, sehingga perlu ditingkatkan intensitas pemberian pupuk dan dosis fungisida, selain itu diperlukan kajian-kajian terhadap faktor lain selain pupuk dan fungsida.

DAFTAR PUSTAKA

Allard, R.W. and A.D. Bradshaw.1964. Implication of genotype-environment interaction in applied plant breeding. Crop Sci. 4: 503-507 Didi Ardi Suriadikarta dan R.D.M. Simanungkalit, 2006. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Jl. Ir. H. Juanda No.98 Bogor 16123 Jawa Barat Telp. 0251-336757, Fax: 062-0251-321608 E_mail: [email protected] Dahlan M, Pembentukan benih jagung Hibrida, Risalah lokakarya produksi benih hibrida, hal 1-13 (Malang: Balai penelitian tanaman pangan, 1992) R. Neni Iriany, M. Yasin H.G., dan Andi Takdir M, 2009. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros Subandi, I. Manwan, and A. Blumenschein. 1988. National Coordinated Research Program: Corn. Central Research Institute for Food Crops. Bogor. p.83. Warsino, 2009. Tumbuhan Berguna Indonesia-I. Balai Penelitian Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan Bogor. (http://id.wikipedia.org/wiki/fungisida) dan

45

DAFTAR ISI

Halam an I.I.1. I.2. I.3. II. II.1. II.2. II.3.

PENDAHULUAN Latar Belakang.......................................................................... Tujuan Penelitian..................................................................... Hipotesa..................................................................................... TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Jagung .................................................... Botani Tanaman Jagung ........................................................... Jenis Jenis Tanaman Jagung .................................................. 2.3.1. Hibrida. ........................................................................... 2.3.2. Non Hibrida .................................................................... 4 5 6 7 9 10 36 11 12 1 2 3

II.4. II.5. II.6. II.7.

Syarat Tumbuh Tanaman Jagung ............................................ Pupuk Organik ........................................................................ Fungisida ................................................................................. Penyakit Bulai Pada Tanaman Jagung ....................................

46

II.8. III.

Hama pada tanaman jagung ..................................................... BAHAN DAN METODE ....................................................... Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. Alat dan Bahan ......................................................................... 3.2.1.Alat .................................................................................. 3.2.2.Bahan ...............................................................................

14 17 17 17 17 17 17 18 19 19 20 20 21 21

3.1. 3.2.

3.3.

Metode Penelitian ..................................................................... ................................................................................................... 3.3.1. Persiapan Lahan ............................................................. 3.3.2. Pengolahian Tanah ......................................................... 3.3.3. Penanaman ..................................................................... 3.3.4. Pemberian Pupuk Organik dan Fungisida Demorf ........ ....................................................................................... 3.3.5. Pemeliharaan .................................................................. 3.3.6. Pengamatan .................................................................... 3.3.7. Analisa Data ...................................................................

IV. IV.1.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian .........................................................................IV.1.1. IV.1.2. IV.1.3.

22 24 27 29 31 33

Tinggi tananaman ....................................................... Jumlah daun ............................................................... Panjang daun...............................................................

IV.1.4. Serangan Hama ..........................................................IV.2.

Pembahasan .............................................................................

47

V................................................................................................KES IMPULAN DAN SARANV.1. V.2.

Kesimpulan .............................................................................. Saran ........................................................................................

34 34

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK DAN FUNGISIDA (DIMETOMORF ) TERHADAP TINGKAT SERANGAN PENYAKIT BULAI (Downy Mildew) PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.). SKRIPSI

Oleh :

48

Aam MuzakkirNIM : 09810484

JURUSAN BUDI DAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS DARUL ULUM

JOMBANG2011