21
BAB I 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis Sebagai informasi ilmiah yang bermanfaat dalam usaha pengembangan ilmu kedokteran, khususnya tentang epilepsi. 1.4.2. Manfaat Aplikatif 1.4.2.1 Manfaat bagi Masyarakat Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan dalam usaha pencegahan epilepsi yang diimplementasikan dalam bentuk pelayanan kesehatan dan perencanaan program kesehatan. Dapat juga menjadi acuan sebagai bahan sosialisasi yang bersifat penerangan kepada masyarakat. 1.4.2.2 Manfaat bagi Institusi Pendidikan (FK UNSRI) Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan sebagai bahan rujukan dan pembanding untuk penelitian berikutnya. 1.4.2.3 Manfaat bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian dan sebagai bekal ilmu untuk masa depan.

Revisi ProSkrip

Embed Size (px)

DESCRIPTION

n

Citation preview

Page 1: Revisi ProSkrip

BAB I

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Sebagai informasi ilmiah yang bermanfaat dalam usaha pengembangan

ilmu kedokteran, khususnya tentang epilepsi.

1.4.2.Manfaat Aplikatif

1.4.2.1 Manfaat bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan dalam usaha

pencegahan epilepsi yang diimplementasikan dalam bentuk pelayanan kesehatan

dan perencanaan program kesehatan. Dapat juga menjadi acuan sebagai bahan

sosialisasi yang bersifat penerangan kepada masyarakat.

1.4.2.2 Manfaat bagi Institusi Pendidikan (FK UNSRI)

Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan sebagai bahan rujukan dan

pembanding untuk penelitian berikutnya.

1.4.2.3 Manfaat bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan

pengalaman dalam melakukan penelitian dan sebagai bekal ilmu untuk masa

depan.

Page 2: Revisi ProSkrip

BAB II

2.11. Hipotesis

2.11.1. Hipotesis Nol

Tidak ada hubungan antara usia penderita epilepsi dan etiologi epilepsi

pada penderita epilepsi rawat jalan di Poliklinik Epilepsi Rumah Sakit

Mohammad Hoesin Palembang periode 1 Juli 2010 - 30 Juni 2011.

2.11.2. Hipotesis Alternatif

Ada hubungan antara usia penderita epilepsi dan etiologi epilepsi pada

penderita epilepsi rawat jalan di Poliklinik Epilepsi Rumah Sakit Mohammad

Hoesin Palembang periode 1 Juli 2010 - 30 Juni 2011.

Page 3: Revisi ProSkrip

BAB III

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan

retrospektif yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara usia penderita

epilepsi dan etiologi epilepsi.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Epilepsi (Poliklinik Epilepsi Anak

dan Poliklinik Epilepsi Dewasa) Rumah Sakit Umum Pusat Mohammad Hoesin

Palembang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober - Desember 2011.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah semua penderita epilepsi rawat jalan dan

epilepsi rawat inap di Poliklinik Epilepsi (Poliklinik Epilepsi Anak dan Poliklinik

Epilepi Dewasa) Rumah Sakit Umum Pusat Mohammad Hoesin Palembang

periode 1 Juli 2010 – 30 Juni 2011.

3.3.2. Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh penderita epilepsi rawat jalan di

Poliklinik Epilepsi (Poliklinik Epilepsi Anak dan Poliklinik Epilepi Dewasa)

Rumah Sakit Umum Pusat Mohammad Hoesin Palembang periode 1 Juli 2010 –

30 Juni 2011 yang memenuhi kriteria inklusi.

3.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.3.3.1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah penderita epilepsi rawat jalan

yang datang dengan data rekam medik dalam waktu 1 tahun terakhir (1 Juli – 30

Juni 2011) tersebut.

Page 4: Revisi ProSkrip

3.3.3.2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah penderita epilepsi rawat jalan

yang data rekam mediknya tidak lengkap (tidak memuat variabel–variabel

penelitian).

3.3.4. Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dari populasi dilakukan dengan cara accidental

sampling. Pada accidental sampling semua anggota sampel yang memenuhi

kriteria inklusi diambil sebagai sampel dalam penelitian.

3.7. Kerangka Operasional

Semua penderita rawat jalan epilepsi di Poliklinik Epilepsi (Poliklinik Epilepsi Anak dan Poliklinik Epilepsi Dewasa) RSUP Mohammad Hoesin periode 1 Juli 2010 – 30 Juni 2011.

Memenuhi kriteria inklusi

Etiologi epilepsi

Epilepsi Idiopatik Epilepsi Simptomatik

Usia penderita epilepsi

Perbandingan etiologi epilepsi antara kelompok usia bayi dan anak-anak, kelompok remaja dan dewasa, dan kelompokn tua

Hubungan usia penderita epilepsi dengan etiologi epilepsi

Pengolahan, Analisis, dan Penyajian Data

Page 5: Revisi ProSkrip

3.5. Definisi Operasional

3.5.2 Usia

Definisi : usia penderita epilepsi yang dibagi dalam kelompok usia

berdasarkan kriteria WHO dan Depkes RI.

Alat ukur : catatan rekam medik penderita epilepsi

Cara ukur : melihat catatan usia penderita epilepsi

Hasil ukur : 0-14 tahun (bayi dan anak-anak), 15-60 tahun (remaja dan

dewasa), >60 tahun (lansia)

3.8.1 Dummy Tabel (Tabel Analisis Data)

Tabel 1. Distribusi Subjek Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin

Variabel Jumlah (n) Persentase (%)

Usia

< 1 tahun

1 – 4 tahun

5 – 14 tahun

15 – 60 tahun

>60 tahun

Jenis Kelamin

Laki-Laki

Perempuan

Page 6: Revisi ProSkrip

Tabel 2. Distribusi Subjek Berdasarkan Karakteristik Klinis

Variabel Jumlah (n) Persentase (%)

Tipe Serangan Epilepsi

General

Parsial

Etiologi Epilepsi

Idiopatik

Simptomatik

- Pascatrauma Kepala

- Infeksi

- Tumor Otak

- Stroke

Tabel 3. Distribusi Subjek Berdasarkan Kelompok Usia

Usia Jumlah (n) Persentase

(%)

Bayi dan anak-anak (0-14 tahun)

Remaja dan Dewasa (15-60 tahun)

Lanjut Usia (>60)

Page 7: Revisi ProSkrip

Tabel 4. Distribusi Subjek Berdasarkan Etiologi dan Kelompok Usia

Etiologi Kelompok Usia

Bayi dan

anak-anak

Remaja

dan

Dewasa

Lansia Total

(n)

%

Idiopatik

Simptomatik

Pascatrauma

Kepala

Infeksi

Tumor Otak

Stroke

Total

%

Tabel 5. Hubungan antara usia penderita rawat jalan epilepsi dan etiologi

epilepsi

Usia Etiologi Jumlah Nilai

ρ PRIdiopatik Simptomatik

Bayi dan Anak-

anak

Remaja dan

Dewasa

Lansia

Total

Page 8: Revisi ProSkrip

Pembagian Usia

1. Pembagian Usia Anak berdasarkan perencanaan PNBAI (Program Nasional

Bagi Anak Indonesia) 2015 tahun 2004 (Survei Kesehatan Nasional 2001) oleh

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI

(2002)

Kelompok Umur anak;

1. < 1 tahun

2. 1 – 4 tahun

3. 5 – 14 tahun

Survei ini dilakukan untuk melihat kasus terbanyak penderita rawat jalan klinik

tumbuh kembang anak, termasuk epilepsi. Epilepsi dimasukkan dalam kategori

gangguan tumbuh kembang anak karena pada survey sebelumnya epilepsi

menduduki posisi ke-8 dalam 10 macam kasus terbanyak penderita rawat jalan

baru pada anak di Unit Rawat Jalan RSU Dr.Soetomo Surabaya tahun 2005

Sumber:

Irwanto, Suryawan A, Narendra MB. Penyimpangan Tumbuh kembang Anak.

Surabaya: Divisi Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Bagian Ilmu Kesehatan

Anak; 2006.

2. Pembagian Usia berdasarkan untuk keperluan perbandingan maka WHO

menganjurkan pembagian-pembagian umur sebagai berikut:

a. Menurut tingkat kedewasaan:

0 - 14 tahun : bayi dan anak-anak

15 - 49 tahun : orang muda dan dewasa

50 tahun keatas : tua

Page 9: Revisi ProSkrip

b. Interval Usia Anak:

< 1 tahun

1 - 4 tahun

5 - 14 tahun

Sumber:

Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan

Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003.

3. Pembagian Usia berdasarkan WHO 2001 (Epilepsy-Regional Office for

South-East Asia)

A few common causes of secondary/provoked seizures in different age

groups:

a. Newborn

b. Infant (less than one year of age)

c. School-aged child

d. Young adult (15-25 years)

e. Adult (26-50 years)

f. Elderly citizen (50 plus)

4. Pembagian Usia berdasarakan Pembagian Usia di Rekam Medik Poliklinik

Epilepsi Anak dan Poliklinik Epilepsi Dewasa RSUP Mohammad Hoesin

Palembang

Poliklinik Epilepsi Anak : 0 – 14 tahun

Poliklinik Epilepsi Dewasa: 15 tahun – 34 tahun, 36 – 64 tahun, >65 tahun

Page 10: Revisi ProSkrip

5. Usia Anak secara Hukum menurut UNDANG-UNDANG TENTANG

PERLINDUNGAN ANAK BAB I PASAL 1

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

termasuk anak yang masih dalam kandungan.

6. Pembagian Usia Remaja berdasarkan IDAI (Ikatan Dokter AnakIndonesia)

Masih terdapat berbagai pendapat tentang umur kronologis berapa seorang

anak dikatakan remaja (perkembangan jiwa dan psikologi, perkembangan

fisik, kesejahteraan anak, dan pubertas)

Berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes) Republik

Indonesia tahun 2006, remaja Indonesia (usia 10-19 tahun)

berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61% dari jumlah penduduk.3

Menurut WHO

Remaja adalah bila anak telah mencapai umur 10-19 tahun.

Menurut Undang-Undang No.4 tahun 1979 mengenai

kesejahteraan anak, remaja adalah individu yang belum mencapai

umur 21 tahun dan belum menikah. Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan menganggap remaja bila sudah berusia 18 tahun yang

sesuai dengan saat lulus dari sekolah menengah.

Perkembagan masa remaja menurut teori perkembangan fisik dan emosional. Masa remaja berlangsung melalui 3 tahapan yaitu masa remaja awal (10-14 tahun), menengah (15-16 tahun), dan akhir (17-20 tahun). Masa remaja awal ditandai dengan peningkatan cepat pertumbuhan dan pematangan fisik. Masa remaja menengah ditandai dengan hampir lengkapnya pertumbuhan pubertas, timbulnya keterampilan-keterampilan berpikir yang baru, peningkatan pengenalan terhadap datangnya masa dewasa, dan keinginan untuk memapankan jarak emosional dan psikologis dengan orangtua.

Page 11: Revisi ProSkrip

7. Pembagian Usia Tua

Usia yang dijadikan patokan sebagai lanjut usia berbeda-beda,

umumnya berkisar antara 60-65 tahun. Di Indonesia, batasan lanjut usia

adalah 60 tahun ke atas. Hal ini dipertegas dalam Undang-Undang Nomor

13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pad Bab 1 Pasal 1 Ayat 2.

Menurut Depkes RI batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu:pertengahan umur usia lanjut (virilitas) yaitu masa persiapan usia lanjut yangmenampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45-54 tahun, usia lanjut dini (prasenium) yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara 55-64 tahun, kelompok usia lanjut (senium) usia 65 tahun ke atas dan usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat (Mutiara, 1996).

Perbedaan Perkembangan Otak pada Kelompok Usia.

Tahapan embrional yang penting dalam perkembangan otak adalah

neurulasi, proliferasi, migrasi, mielinisasi dan sinatogenesis. Keadaan mulai lahir

sampai usia 5 tahun akan terjadi pertumbuhan fisik yang cepat diikuti dengan

perkembangan otak. Maturitas dari otak yang paling tinggi pada batang otak dan

terakhir pada kortek serebri. Setelah usia 5 tahun maka pertumbuhan otak berjalan

lambat, dan progresivitasnya untuk mencapai usia pertengahan masa kanak-kanak

biasanya antara usia 6-8 tahun. Sinaptogenesis terjadi secara cepat pada kortek

serebri saat 2 tahun dari kehidupan. Myelinisai paling cepat saat usia 2 tahun

pertama kemudian berlangsung lebih lambat setelah itu. Neuron-neuron yang

berhubungan (fungsi motorik, sensorik dan kognitif) mengalami mielinisasi yang

besar dimulai saat usia anak masuk sekolah (6 tahun) dan sel saraf area ini terjadi

mielinisasi yang lengkap antara usia 6-12 tahun. Lebih jauh lagi hal ini erat

hubungannya dengan maturasi hipokampus di mana terjadi mielinisasi pada anak-

anak.

Pada bayi dan anak-anak, sel neuron masih imatur sehingga mudah

terkena efek traumatik, gangguan metabolik, gangguan sirkulasi, infeksi dan

Page 12: Revisi ProSkrip

sebagainya. Efek ini dapat berupa kemusnahan neuron-neuron serta sel-sel glia

atau kerusakan pada neuron atau glia, yang akhirnya dapat menimbulkan neuronal

epileptogenik.

Perbandingan elektrolit di dalam dan di luar sel pada susunan saraf pusat

anak-anak belumlah sempurna seperti dewasa. Demam yang sering terjadi juga

dapat menimbulkan peningkatan metabolisme dalam susunan saraf pusat.

Perbandingan elektrolit yang belum sempurna pada anak merupakan suatu

predisposisi kejang yang disebut kejang demam. Kecenderungan timbulnya

epilepsi yang diturunkan atau diwariskan biasanya terjadi pada masa anak-anak.

Hal ini disebabkan karena ambang lepas muatan yang lebih rendah dari normal

yang berarti neuron-neuron lebih mudah melepaskan muatan listriknya dan sel-sel

neuron hiperiritabel terhadap peningkatan suhu tubuh cenderung diturunkan pada

anak.

Pada saat dewasa, perbandingan elektrolit di dalam dan di luar sel pada

susunan saraf pusat seimbang sehingga menurunkan kejadian epilepsi pada

kelompok usia tersebut.

Pada lansia, terjadi perubahan terhadap beberapa sel-sel neuron di otak.

Proses menua adalah suatu proses berkurangnya secara perlahan-lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan

fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki

kerusakan yang diderita. Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada sel-sel

neuron menyebabkan sel menjadi lebih sedikit jumlahnya, lebih besar ukurannya,

berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler,

menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati, jumlah sel otak

menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel, serta otak menjadi atrofi yang

akhirnya dapat pula menimbulkan fokus epileptogenik.

Page 13: Revisi ProSkrip

2.3. Etiologi Epilepsi

Epilepsi sebagai gejala klinis bisa bersumber pada banyak penyakit di

otak.

Etiologi epilepsi, yaitu:16

1. Idiopatik

Epilepsi idiopatik adalah epilepsi yang tidak diketahui

penyebabnya, diduga karena faktor genetik. Sekitar 70% kasus epilepsi

dikelompokkan sebagai epilepsi idiopatik Diperkirakan 50% dari

penderita epilepsi idiopatik adalah anak-anak. Kecenderungan

timbulnya epilepsi yang diturunkan tersebut dikarenakan sifat yang

menyebabkan penurunan ambang rangsang bangkitan yang lebih

rendah dari normal diturunkan pada anak, sehingga neuron menjadi

lebih hipereksitabel.

Pada epilepsi idiopatik diduga adanya kelainan genetik, yaitu

terdapat suatu gen yang menentukan sintesis dan metabolisme asam

glutamik yang menghasilkan zat Gama amino butiric acid (GABA)

yang merupakan penghambat (inhibitor) cetusan neuron yang

abnormal. Penderita yang secara kurang cukup memproduksi GABA

mempunyai kecenderungan untuk mendapat bangkitan epilepsi.

2. Kriptogenik

Epilepsi yang dianggap simptomatik tapi penyebabnya belum

diketahui, termasuk di sini adalah sindrom West, sindrom Lennox-

Gestaut dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinik sesuai dengan

ensepalopati difus.

3. Simptomatik

Epilepsi yang disebabkan oleh kelainan atau lesi pada susunan

saraf pusat, misalnya trauma kepala, infeksi susunan saraf pusat (SSP),

tumor otak, gangguan peredaran darak otak, toksik (alkohol,obat),

Page 14: Revisi ProSkrip

metabolikdan kelainan neurodegeneratif. Sekitar 30% dari penderita

epilepsi dikelompokkan sebagai epilepsi simptomatik. Berbagai

macam kelainan di otak ini sebagai fokus epileptogenesis dapat

terganggu fungsi neuronnya (eksitasi berlebihan dan inhibisi yang

kurang) dan akan menimbulkan kejang bila ada rangsangan pencetus

yang berlebihan.

a. Trauma Kepala

Mekanisme terjadinya kejang akibat trauma kepala adalah

iskemia akibat terganggunya aliran darah, efek mekanis dari

jaringan parut, destruksi kontrol inhibitorik dendrit, gangguan

sawar darah-otak, dan perubahan dalam sistem penyangga ion

ekstrasel.

Sekitar 50% kejang akan timbul 1 tahun setelah trauma, dan 20%

baru timbul 2 tahun setelah trauma. Kejang yang terjadi selama

minggu pertama setelah trauma kepala meningkatkan kemungkinan

kejang berulang spontan di kemudian hari.

b. Infeksi Susunan Saraf Pusat (SSP)

Kejang dapat terjadi akibat fase akut atau sekuele dari

infeksi susunan saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh bakteri,

virus atau parasit. Infeksi merupakan penyebab sekitar 3% kasus

epilepsi simptomatik.

c. Tumor Otak

Kejang dapat merupakan gejala pada tumor otak tertentu,

khusunya meningioma, glioblastoma, dan astrositoma. Tumor yang

terletak supratentorium dan mengenai korteks kemungkinan besar

menyebabkan kejang. Insidensi tertinggi terjadi pada tumor yang

terletak di sepanjang ulkus sentralis disertai keterlibatan daerah

motorik. Semakin jauh tumor dari bagian ini, semakin kecil

kemungkinannya menyebabkan kejang.

d. Penyakit Vaskular

Page 15: Revisi ProSkrip

Arteriosklerotik dan Infark Serebrum merupakan kausa

utama kejang pada pasien dengan penyakit vaskular, hal ini tampak

pada peningkatan jumlah populasi orang berusia lanjut yang

menderita epilepsi akibat kelaianan vaskular. Infark yang meluas

ke sruktur-struktur subkorteks lebih besar kemungkinannya

menimbulkan kejang berulang.