Upload
apekzzzz
View
245
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
aaa
Citation preview
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
TINJAUAN PUSTAKA
PNEUMOTORAKS
1.1. DEFINISI
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura.Pada keadaan
normal, rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap
rongga dada.1
1.2. EPIDEMIOLOGI
Insidens pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak diketahui, pria
lebih banyak daripada wanita dengan perbandingan 5 : 1. Pneumotoraks Spontan Primer
(PSP) sering juga dijumpai pada individu sehat, tanpa riwayat penyakit paru sebelumnya. PSP
banyak dijumpai pada pria dengan usia antara decade 3 dan 4. Salah satu penelitian
menyebutkan sekitar 81% kasus PSP berusia kurang dari 45 tahun. Seaton dkk, melaporkan
bahwa pasien tuberkulosis aktif mengalami komplikasi pneumotoraks sekitar 1,4% dan jika
terdapat kavitas paru komplikasi pneumotoraks meningkat lebih dari 90%.2
1.3. KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI PNEUMOTORAKS
Klasifikasi pneumotoraks berdasarkan penyebabnya :
1.3.1. Pneumotoraks Spontan
Setiap pneumotoraks yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab (trauma
maupun iatrogenik), dibagi menjadi 2:
Pneumotoraks spontan primer: suatu pneumotoraks yang terjadi tanpa ada
riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya, umumnya dari bula pada apex
pleura yang ruptur, kista kecil antara atau di bawah dari pleura viseralis.3
Pneumotoraks spontan sekunder : suatu pneumotoraks yang terjadi akibat
adanya penyakit paru yang mendasarinya. Kelainan paru yang sering
menyebabkan terjadinya pneumotoraks spontan sekunder adalah PPOK. Penyebab
lainnya adalah asma, kelainan interstisial, infeksi dan adanya keganasan.4
1.3.2. Pneumotoraks Traumatik
Pneumotoraks yang terjadi akibat suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan
yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.Pneumotoraks
traumatik diperkirakan 40% dari semua kasus pneumotoraks. Pneumotoraks traumatik
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 1
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
tidak harus disertai dengan fraktur iga maupun luka penetrasi yang terbuka. Trauma
tumpul atau kontusio pada dinding dada juga dapat menimbulkan pneumotoraks.
Beberapa penyebab trauma penetrasi pada dinding dada adalah luka tusuk, luka
tembak, akibat tusukan jarum maupun pada saat dilakukan kanulasi vena sentral.2
Pneumotoraks traumatik berdasarkan kejadiannya dibagi 2:
Pneumotoraks traumatik bukan iatrogenik: adalah pneumotoraks yang terjadi
karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada baik terbuka maupun
tertutup.
Pneumotoraks traumatik iatrogenik: adalah pneumotoraks yang terjadi akibat
komplikasi tindakan medis.
Klasifikasi pneumotoraks berdasarkan jenis fistulanya:
1.3.3. Pneumotoraks tertutup (simple pneumothorax)
Suatu pneumotoraks dengan tekanan udara dalam rongga pleura yang sedikit lebih
tinggi dibandingkan tekanan pleura pada
sisi hemitoraks kontralateral tetapi
tekananya masih lebih rendah dari tekanan
atmosfir. Pada jenis ini tidak didapatkan
defek atau luka terbuka dari dinding dada.
Pnuemotoraks tertutup yang kecil dengan
kurang dari 15 persen pada rongga pleura,
sedang dari 15 hingga 60 persen, dan besar
pneumotoraks lebih dari 60 persen dari
rongga pleura.5 (gambar 1.1)
1.3.4. Pneumotoraks terbuka (open pneumothorax)
Terjadi karena luka terbuka pada dinding dada sehingga pada saat inspirasi udara
dapat keluar melalui
luka tersebut. Pada
saat inspirasi,
mediastinum dalam
keadaan normal
tetapi pada saat
ekspirasi
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 2
Gambar 1.1Closed pneumothorax
Gambar 1.2 Open pneumothorax
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
mediastinum bergeser kearah sisi dinding dada yang terluka
(sucking chest wound).5 (gambar 1.2)
1.3.5. Tension pneumothorax
Terjadi karena mekanisme check valve yaitu pada saat inspirasi udara masuk ke dalam
rongga pleura tetapi pada saat ekspirasi udara dalam rongga pleura tidak dapat keluar.
Semakin lama tekanan udara didalam rongga pleura akan meningkat dan melebihi
tekanan atmosfir. Udara
yng terkumpul dalam
rongga pleura ini dapat
menekan paru sehingga
sering menimbulkan
gagal nafas.
Pneumotoraks jenis ini
juga sering disebut pneumotoraks ventil.5 (gambar 1.3)
1.4. PATOGENESISDalam keadaan normal, rongga pleura memiliki tekanan negatif. Tekanan negatif tersebut
menyebabkan paru dapat mengembang mengikuti pergerakan dinding dada pada saat inspirasi
dan mengempis sesuai gaya lenting paru pada saat ekspirasi. Apabila rongga pleura terisi
udara, maka tekanan negatif akan hilang sehingga paru tidak mengembang mengikuti dinding
dada dan cendrung mengecil (recoil) mengikuti gaya lenting yang sesuai dengan sifat jaringan
paru. Semakin luas pneumotoraks, semakin kecil ukuran paru sehingga menurunkan kapasitas
vital paru.4
Pleura secara anatomis merupakan satu lapis sel mesotelial, ditunjang oleh jaringan
ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening.Rongga pleura dibatasi oleh 2
lapisan tipis sel mesotelial, terdiri atas pleura parietalis dan pleura viseralis.Pleura parietalis
melapisi otot-otot dinding dada, tulang dan kartilago, diafragma dan mediastinum, sangat
sensitif terhadap nyeri.Pleura viseralis melapisi paru dan menyusup ke dalam semua fisura
dan tidak sensitif terhadap nyeri.Rongga pleura individu sehat terisi cairan (10-20 ml) dan
berfungsi sebagai pelumas antara kedua lapisan pleura.Patogenesis pneumothoraks spontan
sampai sekarang belum jelas.6
1.4.1. Pneumotoraks Spontan Primer (PSP)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 3
Gambar 1.3 Tension pneumothorax
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
Terjadi karena robeknya suatu kantong udara dekat pleura viseralis.Penelitian secara
patologis membuktikan bahwa pasien pneumotoraks spontan yang parunya direseksi
tampak adanya satu atau dua ruang berisi udara dalam bentuk bleb dan bulla. Bulla
merupakan suatu kantong yang dibatasi sebagian oleh pleura fibrotic yang menebal,
sebagian oleh jaringan fibrosa paru sendiri dan sebagian lagi oleh jaringan paru
emfisematous. Bleb terbentuk dari suatu alveoli yang pecah melalui jaringang
interstisial ke dalam lapisan fibrosa tipis pleura viseralis yang kemudian berkumpul
dalam bentuk kista. Mekanisme terjadinya bulla atau bleb masi belum jelas, banyak
pendapat menyatakan terjadi kerusakan bagian apeks paru berhubungan dengan
iskemia atau peningkatan distensi pada alveoli daerah apeks paru akibat tekanan
pleura yang lebih negatif.2,4
Apabila dilihat secara patologis dan radiologis sering didapatkan bulla di
apeks paru. Observasi klinis yang dilakukan pada pasien PSP ternyata angka
kejadiannya lebih banyak dijumpai pada pasien pria tinggi dan kurus. Kelainan
intrinsik jaringan konektif seperti pada sindrom marfan, prolapse katup
mitral,kelainan bentuk tubuh mempunyai kecenderungan terbentuknya bleb atau bulla.
Belum ada hubungan yang jelas antara aktivitas yang berat dengan pecahanya bleb
atau bulla karena pada keadaan tanpa aktivitas juga dapat terjadi pneumotoraks.
Pecahnya alveoli berhubungan dengan obstruksi check valve pada sluran nafas kecil
sehingga timbul distensi ruang udara di bagian distalnya. Obstruksi jalan nafas dapat
diakibatkan oleh penumpukan mucus dalam bronkioli baik oleh karena infeksi atau
bukan infeksi.2,4
1.4.2. Pneumotoraks spontan sekunder (PSS)
Terjadi karena pecahnya bleb viseralis atau bulla subpleura dan sering berhubungan
dengan penyakit paru yang mendasarinya.Patogenesis PSS multifactorial, umumnya
terjadi akibat komplikasi PPOK, asma, fibrosis kistik, TB paru, penyakit paru
infiltrative lainnya. PSS umumnya lebih serius keadaanya daripada PSP, karena pada
PSS terdapat penyakit paru yang mendasarinya.
Pneumotoraks merupakan salah satu komplikasi penting dari TB paru yang
membutuhkan terapi bedah. Pneumotoraks sekunder yang disebabkan oleh TB
biasanya terjadi akibat keterlibatan TB secara menyeluruh pada paru, dan terjadinya
fistul brokopleural secara tiba-iba serta empyema dengan terbentuknya kavitas atau
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 4
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
terkadang dikarenakan TB milier. Organisme TB menyerang pleura dan menyebabkan
nekrosis liquefaktif, kemudian terjadilah ruptur pleura.oleh sebab itu, lesi apical yang
tersisa setelah re-ekspansi paru setelah pneumotoraks spontan harus dicurigai adanya
TB paru. Beberapa re-ekspansi paru terjadi pada beberapa pasien melalui pengobatan
TB, namun sebagian besar pasien memerlukan pemasangan WSD, yang merupakan
terapi pilihan untuk resolusi secara lengkap.7
Pneumotoraks katamenial adalah bentuk lain dari PSS yang timbulnya
berhubungan dengan menstruasi pada wanita dan sering berulang. Artritis rheumatoid
juga dapat menyebebkan pneuotoraks spontan karena terbentuknya nodul rheumatoid
pada paru.2,4
1.5. MANIFESTASI KLINIS
1.5.1. Keluhan Subyektif
Gejala utama yang dirasakan pada penumotoraks adalah nyeri dada dan dispneu, yang
terjadi 95 persen pasien. Nyeri biasanya akut, terlokalisir pada sisi yang terkena, dan
tipikal pleuritik. Batuk, hemoptysis, ortopneu, dan Horner’s syndrome yang jarang
menjadi manifestasi dari pneumotoraks. Sebagian kecil kasus adalah asimtomatik atau
mengeluh hanya lemas diseluruh tubuh.4
Pneumotoraks spontan biasanya terjadi saat istirahat.Pada pneumotoraks
spontan primer, antara dispneu dan nyeri dada dapat selanjutnya mereda setelah 24
jam pertama.Hal ini menjelaskan mengapa hampir setengah pasien merasakan gejala
pada 2 hari sebelum mendapatkan terapi dan mengapa 18 persen menuggu lebih dari
seminggu. Kebanyakan pasien dengan pneumotoraks spontan sekunder memiliki
gejala yang lebih berat dan dispneu tergantung dari ukuran dari pneumotoraksnya.4
1.5.2. Pemeriksaan Fisik
Pneumotraks kecil (kurang dari 20 persen) biasanya tidak terdeteksi pada pemeriksaan
fisik. Pada pasien dengan penyakit paru obstruktif lebih susah dideteksi karena suara
nafas berkurang dan hipersonor mungkin sudah terjadi sebelum terjadi pneumotraks.4
Tanda-tanda vital biasanya normal kecuali takikardi moderate.Pada
pemeriksaan fisik dada yang terkena didapatkan rongga dada lebih besar daripada
biasanya atau normal dan tertinggal dalam gerak pernapasan.Taktil fremitus
menghilang atau berkurang pada sisi yang terkena.Hamman’s sign mungkin juga
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 5
Gambar 1.5 Estimasi ukuran luas pneumotoraks
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
ditemui. Tension Pneumotoraks dicurigai bila didapatkan adanya takikardia berat,
hipotensi, sianosis dan pergeseran mediastinum atau trakea.4
1.5.3. Pemeriksaan Penunjang
Foto toraks saat inspirasi lebih direkomendasikan dibandingkan saat ekspirasi untuk
mendiagnosis pneumotoraks.CT scan toraks direkomendasikan untuk kasus yang kompleks
dan untuk membedakan ukuran besar atau kecilnya pneumotoraks secara akurat. Selain CT
scan dapat pula digunakan PACS systems dimana akan terlihat lebih dari 2 cm antara sisi
paru-paru dengan dinding dada pada level hilum.8
Pada foto toraks PA garis pleura viseralis nampak
putih, lurus, atau cembung terhadap dinding dada dan
terpisah dari garis pleura parietalis.Celah antara kedua
garis pleura tersebut tampak lusen karena berisi kumpulan
udara dan tidak didapatkan corakan vaskular pada daerah
tersebut. Pada tension pneumothorax gambaran foto
dadanya nampak jumlah udara pada hemitoraks yang
cukup besar dan susunan mediastinum yang
bergeser ke arah kontralateral.4 (gambar 1.4)
1.6. MENENTUKAN UKURAN PNEUMOTORAKS
Menentukan ukuran dari pneumotoraks dapat
digunakan dua metode.Metode Light
menggunakan volume paru dan hemitoraks
dihitung sebagai diameter kubus.Jumlah isi paru
yang kolaps ditentukan dengan rata-rata diameter
kubus paru dan toraks sebagai nilai perbandingan.
Misalnya, diameter hemitoraks 10 cm dan
diameter paru yang kolaps 6 cm maka ratio
diameter kubus adalah 100 - 6³/10³, sehingga
diperkirakan ukuran pneumotoraksnya 78
persen.4
Cara lain untuk menentukan luas atau
peresentase pneumotoraks adalah metode Rhea
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 6
Gambar 1.4Foto rontgen toraks
Tension pneumothorax
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
dengan menggunakan nomogram untuk mengkalkulasi ukuran dari pneumotoraks.
Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal ditambah dengan jarak
terjauh celah pleura pada garis horizontal ditambah dengan jarak terdekat celah pleura pada
garis horizontal, kemudian dibagi 3 dan hasilnya dimasukan pada nomogram.4 (gambar 1.5)
1.7. DIAGNOSIS BANDING
Pneumotoraks memberikan gejala seperti infark miokard, emboli paru, dan pneumonia.Pada
pasien muda, tinggi, pria dan perokok, jika setelah difoto diketahui ada pneumotoraks,
umumnya diagnosis menjurus ke pneumotoraks spontan primer.Pneumotoraks spontan
sekunder kadang- kadang sulit dibedakan dengan pneumotoraks yang terlokalisasi dari suatu
bleb atau bulla subpleura. 2
1.8. KOMPLIKASI
Tension pneumotoraks dapat mengakibatkan kegagalan respirasi akut.Pio-pneumotoraks,
hidropneumotoraks / hemopneumotoraks, henti jantung paru dan kematian sangat jarang
terjadi.Pneumomediastinum dan emfisema subkutan sebagai akibat dari komplikasi
pneumotoraks spontan, biasanya karena pecahnya esophagus atau bronkus, sehingga kelainan
tersebut harus ditegakkan.Pneumotoraks kronik, bila tetap ada selama waktu > 3 bulan.2
1.9. PENATALAKSANAAN
1.9.1. Prinsip dasar penanganan penumotoraks
Tindakan pengobatan pneumotoraks tergantung dari luasnya pneumotoraks.Tujuan
dari penatalaksanaan tersebut yaitu untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura dan
menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. British Thorachic Society dan
American College of Chest Physicians telah memberikan rekomendasi untuk
penanganan pneumotoraks.4,6
1.9.1.1 Observasi dan Pemberian Tambahan Oksigen
Tindakan ini dilakukan apabila luas pneumotoraks kurang dari 15 persen dari
hemitoraks. Apabila fistula dari alveoli ke rongga pleura telah menutup, udaradalam
rongga pleura perlahan-lahan akan diresorbsi. Laju reabsobsi diperkirakan 1,25 persen
dari sisi pneumotoraks perhari. Laju reabsobsi tersebut akan meningkat jika diberikan
tambahan oksigen.4,6
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 7
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
Observasi dilakukan dalam beberapa hari/minggu dengan foto dada serial tiap
12 – 24 jam selama 2 hari bisa dilakukan dengan atau tanpa harus dirawat di RS. Jika
pasien dirawat di RS, dianjurkan untuk diberikan tambahan oksigen.Pasien dengan
luas pneumotoraks kecil unilateral dan stabil, tanpa gejala diperbolehkan berobat jalan
dan dalam 2 – 3 hari pasien harus kontrol lagi.4,6
1.9.1.2 Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi
dengan atau tanpa pleurodesis
Tindakan ini dilakukan seawal mungkin pada pasien pneumotoraks yang luasnya
>15%.Tindakan ini bertujuan mengeluarkan udara dari rongga pleura (dekompresi).4,6
Tindakan dekompresi dapat dilakukan dengan cara:
Menusukan jarum melalui dinding dada sampai masuk rongga pleura, sehingga
tekanan udara positif akan keluar melalui jarum tersebut.
Membuat hubungan dengan udara luar melalui saluran kontra ventil, yaitu dengan:
o Jarum infus set ditusukkan ke dinding dada sampai masuk rongga pleura,
kemudian ujung pipa plastik di pangkal saringan tetesan dipotong dan
dimasukkan ke dalam botol berisi air, kemudian klem dibuka, maka akan
timbul gelembung-gelembung udara di dalam botol.4,6
o Jarum abbocath no. 14 ditusukkan ke rongga pleura setelah mandarin
dicabut, dihubungkan dengan pipa infus set4,6
o Water Sealed Drainage (WSD), yaitu pipa yang steril dimasukkan ke
rongga pleura dengan perantaran trokar atau klem penjepit. Sebelum trokar
dimasukkan ke rongga pleura, terlebih dahulu dilakukan insisi kulit pada
ruang antar iga ke enam pada linea aksilaris media. Insisi kulit juga bisa
dilakukan pada ruang antar iga kedua pada linea mid klavikula. Sebelum
melakukan insisi kulit, daerah tersebut harus diberikan cairan disinfektan
dan dilakukan injeksi anestesi lokal dengan xilokain atau prokain 2% dan
kemudian ditutup dengan kain duk steril.
o Setelah trokar masuk ke dalam rongga pleura, pipa khusus segera
dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian trokar dicabut sehingga hanya
pipa khusus tersebut yang masih tertinggal di rongga pleura. Pemasukan
pipa khusus tersebut ke arah atas apabila lubang insisi kulit di ruang antar
iga keenam dan diarahkan ke bawah jika lubang insisi kulitnya ada di ruang
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 8
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
antar iga kedua. Pipa khusus tersebut kemudian dihubungkan dengan pipa
yang lebih panjang dan terakhir dengan pipa kaca yang dimasukkan ke
dalam air di dalam botol. Masuknya pipa kaca ke dalam air sebaiknya 2 cm
dari permukaan air, supaya gelembung udara mudah keluar. Apabila
tekanan rongga pleura masih tetap positif, perlu dilakukan penghisapan
udara secara aktif (continuous suction) dengan memberikan tekanan -10 cm
sampai 20 cm H2O agar supaya paru cepat mengembang. Apabila paru
sudah mengembang penuh dan tekanan rongga pleura sudah negatif, maka
sebelum dicabut dilakukan uji coba dengan menjepit pipa tersebut selama
24 jam.
Gambar 1.7 Water Sealed Drainage 2 botol dan 3 botol
o Tindakan selanjutnya adalah melakukan evaluasi dengan foto rontgen
toraks, apakah paru mengembang dan tidak mengempis lagi atau tekanan
rongga pleura menjadi positif lagi. Apabila tekanan di dalam rongga pleura
menjadi positif lagi maka pipa tersebut belum dapat dicabut. Bila paru
sudah mengembang maka WSD dicabut. Pencabutan WSD dilakukan saat
pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal. Pemasangan WSD tersebut bisa
dengan sistem 2 botol atau 3 botol. Apabila akan dilakukan pleurodesis, dari
pipa tersebut dapat diinjeksi suatu derivat tetrasiklin sehingga risiko untuk
kambuh dapat dikurangi. (gambar 1.7) 2,4,6
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 9
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
1.9.1.3 Torakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya bleb
atau bulla
Torakoskopi adalah suatu tindakan untuk melihat langsung kedalam rongga toraks
dengan alat bantu torakoskop. Torakoskopi yang dipandu dengan video (Video
Assisted Thoracoscopy Surgery = VATS) memberikan kenyamanan dan kemanan
bagi operator maupun pasiennya karena akan diperoleh lapangan pandang yang lebih
luas dan gambar yang lebih bagus. Tindakan ini sangat efektif dalam penanganan PSP
dan mencegah berulangnya kembali.Dengan prosedur ini dapat dilakukan reseksi
bulla atu bleb dan juga bisa dilakukan pleurodesis.2,4
Tindakan ini dilakukan apabila:
1. Tindakan aspirasi maupun WSD gagal
2. Paru tidak mengembang setelah 3 hari pemasangan tube torakostomi.
3. Terjadinya fistula bronkopleura
4. Timbulnya kembali pneumotoraks setelah tindakan pleurodesis
5. Pada pasien yang berkaitan dengan pekerjaannya agar tidak mudah
kambuh kembali seperti pada pilot dan penyelam
1.9.1.4 Torakotomi
Tindakan ini dilakukan jika dengan torakoskopi gagal atau jika bleb atau bulla
terdapat di apek paru, maka tindakan torakotomi ini efektif untuk reseksi bleb atau
bulla tersebut.2,4
1.9.2. Pneumotoraks spontan primer
Pasien dengan pneumotoraks spontan primer atau pneumotoraks spontan sekunder dan
sesak nafas berhubungan dengan ukuran dari pneumotoraks, harus menjalani
intervensi aktif.Observasi adalah tatalaksana untuk pneumotoraks spontan primer
yang kecil, tanpa sesak nafas yang signifikan.Beberapa pasien asimtomatik dengan
pneumotoraks primer yang besar mungkin hanya dilakukan observasi. Namun jika
pasien dengan pneumotoraks spontan primer yang besar atau disertai dengan gejala
diharuskan untuk dilakukan catheter aspiration.Chest drains biasa dilakukan pada
pasien bilateral atau tension pneumothorax. 8
Needle aspiration dengan 14-16G sama efektifnya dengan chest tube ukuran
besar (lebih besar dari 20 F) dan mungkin berhubungan dengan lama rawat inap. NA
tidak boleh diulang kecuali ada kesulitan teknis dalam pemasangan. Jika NA gagal,
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 10
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
direkomendasikan pemasangan chest tube ukuran kecil (kurang dari 14 F). Chest tube
ukuran besar tidak diperlukan untuk pneumotoraks. Suction tidak rutin dilakukan
karena beresiko RPO (Re-expansion Pulmonary Oedema). Waktu yang dianjurkan
untuk dirujuk ke spesialis kurang dari 24 jam.8 (gambar 1.8)
1.9.3. Pneumotoraks spontan sekunder
Semua pasien dengan pneumotoraks spontan sekunder harus dirawat minimal 24 jam
dan mendapatkan oksigen 3-4L nasal kanul. Kebanyakan pasien akan dilakukan
insersi dengan chest tube ukuran kecil. Semua pasien seharusnya dirujuk ke spesialis
secepatnya.
Harus segera didiskusikan dengan spesialis bedah toraks dalam 48 jam jika disertai
dengan PAL (persistent air leak). Pada pasien inoperable maka dapat dilakukan
pleurodesis dan Heimlich valve.8
Berdasarkan penelitian terdahulu dari total 53 pasien dengan pneumotoraks, 47
pasien membutuhkan terapi bedah. Semua pasien menerima terapi WSD, pemberian
oksigen, dan observasi secara tertutup. 6 pasien (11%) tidak mendapatkan intervensi
secara bedah, hanya diberikan observasi saja dan dapat disembuhkan melalui terapi
TB saja, namun hal ini tidak di deskripsikan lebih lanjut. 11 pasien (24%)
mendapatkan terapi aspirasi dan istirahat, 4 pasien (9%) mendapatkan terapi
torakosentesis, 24 pasien (52%) mendapatkan terapi WSD dan 7 pasien (15%)
membutuhkan terapi bedah lanjutan.7
1.9.4. Tension pneumothorax
Berbeda dengan pneumotoraks jenis lain, pada tension pneumothorax adalah keadaan
gawat darurat dengan pengawasan yang ketat. Penatalaksanaan yang dilakukan adalah
pemberian oksigen dan emergency needle decompression.Kanul standard
kemungkinan kurang panjang jika digunakan pada sela iga kedua.8
1. 10. PROGNOSIS
Pasien dengan pneumotoraks spontan hampir separuhnya akan mengalami
kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube
torakostomi. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien pneumotoraks yang
dilakukan torakotomi terbuka. Pasien-pasien yang penatalaksanaanya cukup baik,
umunya tidak dijumpai komplikasi. Pasien pneumotoraks spontan sekunder
tergantung penyakit paru yang mendasarinya.2
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 11
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
Pada pneumotoraks sekunder yang disebabkan oleh TB dari total 47 pasien
yang mendapatkan terapi bedah 27 pasien (57%) sembuh, 14 pasien (30%)
memerlukan drainase secara terbuka, dan 6 pasien (13%) tidak mengalami perbaikan.7
Gambar 1.8 Penatalaksanaan pneumotoraks spontan
LAPORAN KASUS
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 12
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
A. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny.S
Umur : 51 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Sudah menikah
Alamat : Garung Lor 02/02 Kaliwungu - Kudus
Pekerjaan : -
Nomor CM : 530093
Dirawat di ruang : Melati 1 kamar D4
Tanggal Masuk RS : 5 November 2015
Tanggal keluar RS : 16 November 2015
Tanggal dikasuskan : 6 November 2015
B. RIWAYAT PENYAKIT
Anamnesis : Autoanamnesis dan Alloanamnesis
Keluhan Utama : Sesak
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli paru RSUD Kudus dengan keluhan sesak napas. Pasien
mengatakan keluhan sesak napas sudah berlangsung 5 hari terakhir dan semakin
bertambah parah. Pasien mengatakan tidak dapat tidur dalam posisi berbaring karena
sesak, sehingga pasien harus tidur dalam posisi duduk. Rasa sesak yang dialami pasien
diawali oleh keluhan batuk kurang lebih selama 1 minggu, batuk berdahak, namun sulit
untuk dikeluarkan. Rasa sesak yang dialami pasien juga disertai rasa nyeri pada dada
kanan ketika batuk. Pasien mengakui nafsu makannya berkurang sehingga berat badannya
semakin menurun. Pasien menyangkal adanya batuk yang disertai darah. Kemudian
pasien mengatakan bahwa sebelumnya pasien sudah berobat ke Puskesmas Jetak –
Kaliwungu pada tanggal 2 November 2015. Menurut pengakuan pasien, di puskesmas
tersebut pasien diminta melakukan pemeriksaan foto dada, dan pasien juga diberikan obat
batuk, namun rasa sesak dan batuk yang dialami pasien diakui tidak mengalami
perbaikan. Pada tanggal 4 November pasien datang kembali ke Puskesmas Jetak untuk
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 13
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
membawa hasil foto, dan oleh puskesmas diberikan surat rujukan ke poli paru untuk
keesokan harinya. Pasien mengaku pernah mendapat pengobatan paru selama 6 bulan
pada 8 tahun yang lalu namun belum dinyatakan sembuh pasien sudah tidak berobat lagi.
Riwayat Penyakit Dahulu :
o Riwayat TB paru (+)
o Riwayat trauma (-)
o Riwayat penyakit jantung (–)
o Riwayat hipertensi (–)
o Riwayat diabetes mellitus (–)
o Riwayat penyakit asma (–)
o Riwayat penyakit ginjal (–)
Riwayat Penyakit Keluarga :
o Riwayat TB paru pada keluarga (-)
o Riwayat penyakit jantung (–)
o Riwayat hipertensi (–)
o Riwayat diabetes mellitus (–)
o Riwayat penyakit asma (–)
o Riwayat penyakit ginjal (–)
Riwayat Sosial dan Pekerjaan :
o Pasien tidak bekerja. Biaya rumah sakit ditanggung oleh BPJS.
Riwayat Kebiasaan
o -
Riwayat Lingkungan
a. Pasien tinggal serumah dengan anaknya
b. Lingkungan sekitar rumah cukup padat.
C. PEMERIKSAAN FISIK – 06 April 2015, pukul 09.30
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 14
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
Keadaan umum : Tampak sesak
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Denyut nadi : 92 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Laju pernafasan : 42 x/menit
SpO2 : 97 % (dengan O2 4 lpm nasal kanul)
Suhu : 37,2oC (aksila)
BB : 33 kg
TB : 147 cm
IMT : 15,27 (Underweight)
Kulit : pucat (-), sianosis (-), ikterik (-)
Kepala : Normocephal, rambut hitam, terdistribusi merata,
tidak mudah dicabut
Mata : Pupil isokor, diameter pupil 3 mm, refleks cahaya (+/+),
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
edema palpebra (-/-), exophthalmus (-/-)
Hidung : Deviasi septum hidung (-), rhinorrhea (-), epistaksis (-)
Telinga : Nyeri tekan tragus (-), sekret (-), edema (-), hiperemis (-)
Mulut : Sulkus nasolabialis simetris, sianosis (-), lidah normal, tremor (-),
faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Leher : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran kelenjar
tiroid (-), deviasi trakea(-) , JVP 5+2cm H2O
Thorax :
o Jantung : Inspeksi : Pulsasi iktus cordis (-)
Palpasi : Pulsasi iktus cordis (+) diameter 2cm pada ICS V MCLS,
kuat angkat, thrill (-)
Perkusi : Redup
Batas atas jantung di ICS III PSLS
Batas kanan jantung di ICS IV PSLD
Batas kiri jantung di ICS V MCLS
Auskultasi: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-), HR 92 x/menit
Paru depan kanan Kiri
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 15
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
Inspeksi Pergerakan dinding dada
kanan tertinggal
Rongga dada lebih besar,
retraksi supraklavikula (+),
retraksi suprasternal (+),
Retraksi ICS (+) 5-7
Pergerakan dinding dada
normal,
Rongga dada normal,
retraksi supraklavikula (+),
retraksi suprasternal (+),
Retraksi ICS (+) 5-7
Palpasi stem fremitus , lebih
lemah daripada kiri, sela
iga melebar
stem fremitus normal , lebih
kuat dari kanan, sela iga
normal
Perkusi Hipersonor Sonor
Auskultasi Suara dasar vesikuler
melemah
Wheezing (-)
Ronki (+) basah halus di
basal
Suara normal
Wheezing (+)
Ronki (+) basah kasar
Paru belakang kanan Kiri
Inspeksi Pergerakan dinding dada
kanan tertinggal
Pergerakan normal
Palpasi stem fremitus , lebih
lemah daripada kiri
stem fremitus normal , lebih
kuat dari kanan
Perkusi Hipersonor Sonor
Auskultasi SdV melemah
Wheezing (-)
Ronki (+) basah halus di
basal
SdV normal
Wheezing (+)
Ronki (+) basah kasar
o Abdomen : Inspeksi : Flat, simetris, benjolan (-), venektasi (-), pulsasi pada
epigastrium (-), bekas luka (-), striae (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal, bruit (-)
Perkusi : Timpani diseluruh kuadran abdomen, castle sign (-),
shifting dullness (-), fluid wave (-), nyeri ketok CVA (-/-)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 16
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
Palpasi : Supel, tahanan (-), tidak teraba hepar dan lien, pulsasi aorta
(-), nyeri tekan dan nyeri lepas (-) pada 4 kuadran abdomen,
ballotement ginjal (-/-)
o Ekstremitas
Superior Inferior
Pembesaran kel.limfe axiler -/-
Pembesaran kel.limfe inguinal -/-
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Petechiae -/- -/-
Akral Hangat Hangat
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
o Foto toraks – 02 November 2015
Cor: Bentuk dan letak normal,
tidak membesar
Pulmo: pneumotoraks kanan
o Pemeriksaan Laboratorium – 05 November 2015
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 17
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKANHEMATOLOGI
Hemoglobin 14,2 g/dL 12,0-15,0Eritrosit 5,15 jt/ul 4,0 – 5,1
Hematokrit 44,8 % 36-47Trombosit 348 103/uL 150 – 400Leukosit 14,7 103/ul 4.0 – 12.0Netrofil 79,9 % 50 – 70Limfosit 10,1 % 25 – 40Monosit 6,1 % 2 – 8Eosinofil 2,7 % 2-4Basofil 0,8 % 0-1MCV 87,0 fL 79-99MCH 27,6 Pg 27-31
MCHC 31,7 g/dL 33-37RDW 13,2 % 10 -15
MPV 9,6 fL 6.5 – 11
PDW 9,9 fL 10 – 18
Waktu perdarahan 1’30” 1-5
Waktu pembekuan 5’30” 2-6
ELEKTROLITCalsium 2,01 mmol/L 2,02 – 2,60Kalium 3,5 mmol/L 3,6 – 5,5
Natrium 134 mmol/L 135-155Klorida 103 mmol/L 75-108
Magnesium 0,9 mmol/L 0,8 – 1,0SERO IMUNOLOGI
HBsAG Non reaktif Non reaktifAnti HIV Non reaktif Nonreaktif
E. PROBLEM
Daftar Masalah
1. Sesak napas sudah berlangsung 5 hari terakhir dan semakin bertambah parah.
2. Tidak dapat tidur dalam posisi berbaring karena sesak
3. Batuk selama kurang lebih 1 minggu, batuk berdahak, namun sulit untuk dikeluarkan
4. Pasien mengakui nafsu makannya berkurang sehingga berat badannya semakin
menurun
5. Pasien menyangkal adanya batuk yang disertai darah.
6. Nyeri pada dada kanan ketika batuk.
7. Riwayat TB paru diakui
8. Pada pemeriksaan fisik didapatkan, Tekanan darah 140/90 mmHg, Laju pernapasan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 18
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
42 x/menit, SpO2 97 % (dengan O2 4 lpm nasal kanul), IMT 15,27 (Underweight),
o Paru :
Paru Depan Paru Belakang
Inspeksi Pergerakan dinding dada kanan
tertinggal
Rongga dada kanan lebih besar,
retraksi supraklavikula (+),
retraksi suprasternal (+),
Retraksi ICS (+) 5-7
Pergerakan dinding dada
kanan tertinggal,, retraksi (-)
Palpasi stem fremitus kanan lebih lemah
daripada kiri, sela iga kanan
melebar
stem fremitus kanan lebih
lemah daripada kiri
Perkusi Paru kanan Hipersonor
Paru kiri sonor
Paru kanan Hipersonor
Paru kiri sonor
Auskultasi Suara dasar vesikuler melemah
pada paru kanan,
Ronki (+) basah halus di basal
pada paru kanan ,
ronki (+) basah kasar di paru
kanan
Wheezing (+) pada paru kiri
Suara dasar vesikuler
melemah pada paru kanan,
Ronki (+) basah halus di basal
pada paru kanan,
ronki (+) basah kasar di paru
kanan
Wheezing (+) pada paru kiri
9. Pemeriksaan Laboratorium – 05 November 2015
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKANHEMATOLOGI
Eritrosit 5,15 jt/ul 4,0 – 5,1Leukosit 14,7 103/ul 4.0 – 12.0Netrofil 79,9 % 50 – 70Limfosit 10,1 % 25 – 40MCHC 31,7 g/dL 33-37PDW 9,9 fL 10 – 18
ELEKTROLITCalsium 2,01 mmol/L 2,02 – 2,60Natrium 134 mmol/L 135-155
10. Pada Foto toraks didapatkan gambaran Pneumotoraks kanan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 19
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
Initial Assessment
o Penumothoraks Kanan
o Bekas Tuberkulosis paru
Rencana Diagnostik
o Foto thorax
o Periksa Sputum BTA SPS
Rencana Terapi
o WSD
o Oksigen 4L/mnt (nasal kanul)
o Infus Futrolit 20 tpm
o Tramadol 100mg/2ml 1x1 IV
o Salbutamol tab 2 mg 3x1
o Ambroxol tab 30 mg 3x1
Pemantauan
o Keluhan subjektif (terutama keluhan sesak nafas), tanda-tanda vital (TD, RR, nadi,
suhu dan SPO2), pemeriksaan fisik paru
o Foto thorax
o Hasil periksa sputum BTA
Edukasi
o Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang dideritanya, terapi yang akan
diberikan, serta komplikasi yang dapat terjadi
Prognosis
o Ad vitam : dubia ad bonam
o Ad fungsionam : dubia ad bonam
o Ad sanationam : dubia ad bonam
F. CATATAN KEMAJUAN
Sabtu , 07 November 2015
S : Sesak nafas (+) berkurang, batuk (+), nyeri luka WSD
O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 20
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
TD : 140/80 mmHg
Nadi : 96 x/menit, isi dan tegangan cukup, regular
RR : 35 x/menit
Suhu : 37,3°C
SpO2 : 97%
Paru :
Paru Depan Paru Belakang
Inspeksi Pergerakan dinding dada
simetris
retraksi supraklavikula (+)
Pergerakan dinding dada kanan
simetris,
retraksi (-)
Palpasi stem fremitus paru kanan dan
kiri sama kuat
pergerakan napas simetris kanan
dan kiri
stem fremitus paru kanan dan
kiri sama kuat
pergerakan napas simetris
kanan dan kiri
Perkusi Sonor di kedua lapang paru Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi Suara dasar vesikuler (+),
Ronki basah kasar (+/+)
Wheezing (+) di paru kiri
Suara dasar vesikuler (+),
Ronki basah kasar (+/+)
Wheezing (+) di paru kiri
A : Pneumotoraks Kanan dengan terpasang WSD H+1
Bekas TB paru
P : Terapi :
o Oksigen 4L/mnt (nasal kanul)
o Infus RL 20 tpm
o Salbutamol tab 2 mg 3x1
o Tramadol 100mg/2ml 1x1 IV
Senin , 09 November 2015
S : Sesak nafas berkurang, batuk (+), nyeri luka WSD
O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
TD : 140/90 mmHg
Nadi : 90 x/menit, isi dan tegangan cukup, regular
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 21
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
RR : 35 x/menit
Suhu : 37,3°C
SpO2 : 98%
Paru :
Paru Depan Paru Belakang
Inspeksi retraksi supraklavikula (+) retraksi (-)
Palpasi stem fremitus paru kanan = kiri stem fremitus paru kanan = kiri
Perkusi Sonor di kedua lapang paru Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi Suara dasar vesikuler (+),
Ronki basah kasar (+/+)
Suara dasar vesikuler (+),
Ronki basah kasar (+/+)
A : Pneumotoraks Kanan dengan terpasang WSD H+3
Bekas TB paru
P : Terapi :
o Oksigen 4L/mnt (nasal kanul)
o Infus RL 20 tpm
o Salbutamol tab 2 mg 3x1
Monitoring :
- Foto toraks ulang
Selasa, 10 November 2015
S : Sesak nafas berkurang, batuk (+)
O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit, isi dan tegangan cukup, regular
RR : 33 x/menit
Suhu : 37,4°C
SpO2 : 97%
Paru :
Paru Depan Paru Belakang
Inspeksi retraksi supraklavikula (+) retraksi (-)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 22
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
Palpasi stem fremitus paru kanan = kiri stem fremitus paru kanan = kiri
Perkusi Sonor di kedua lapang paru Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi Suara dasar vesikuler (+),
Ronki basah kasar (+/+)
Suara dasar vesikuler (+),
Ronki basah kasar (+/+)
A : Pneumotoraks Kanan dengan terpasang WSD H+4
Bekas TB paru
P : Terapi :
o Oksigen 4L/mnt (nasal kanul)
o Infus RL 20 tpm
o Salbutamol tab 2 mg 3x1
Monitoring :
- Hasil foto torak ulang belum ada
Rabu, 11 November 2015
S : Sesak nafas berkurang, batuk (+)
O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 92 x/menit, isi dan tegangan cukup, regular
RR : 33 x/menit
Suhu : 37,4°C
SpO2 : 97%
Paru :
Paru Depan Paru Belakang
Inspeksi retraksi supraklavikula (+) retraksi (-)
Palpasi stem fremitus paru kanan = kiri stem fremitus paru kanan = kiri
Perkusi Sonor di kedua lapang paru Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi Suara dasar vesikuler (+),
Ronki basah kasar (+/+)
Suara dasar vesikuler (+),
Ronki basah kasar (+/+)
Hasil foto toraks – 09 November 2015
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 23
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
Cor : Bentuk dan letak normal , tak membesar
Pulmo : Paru mengembang 100%,
Kesan : pneumotoraks (-)
A : Pneumotoraks Teratasi , terpasang WSD H+5
Bekas TB paru
P : Terapi :
o Oksigen 4L/mnt (nasal kanul)
o Infus RL 20 tpm
o Salbutamol tab 2 mg 3x1
Monitoring :
- Periksa sputum BTA SPS
Kamis, 12 November 2015
S : Sesak nafas berkurang, batuk (+)
O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 96 x/menit, isi dan tegangan cukup, regular
RR : 32 x/menit
Suhu : 37,0°C
SpO2 : 98%
Paru :
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 24
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
Paru Depan Paru Belakang
Inspeksi retraksi (-) retraksi (-)
Palpasi stem fremitus paru kanan = kiri stem fremitus paru kanan = kiri
Perkusi Sonor di kedua lapang paru Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi Suara dasar vesikuler (+),
Ronki basah kasar (+/+)
Suara dasar vesikuler (+),
Ronki basah kasar (+/+)
A : Pneumotoraks Teratasi , terpasang WSD H+6
Bekas TB paru
P : Terapi :
o Infus RL 20 tpm
o Salbutamol tab 2 mg 3x1
o WSD di klem
Monitoring :
- Monitoring tanda vital, pemeriksaan fisik, keluhan subjektif (sesak)
- Hasil pemeriksaan sputum BTA SPS (belum ada hasil)
Jumat, 13 November 2015
S : Sesak nafas (-), batuk (+)
O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit, isi dan tegangan cukup, regular
RR : 27 x/menit
Suhu : 37,0°C
SpO2 : 98%
Paru :
Paru Depan Paru Belakang
Inspeksi retraksi (-) retraksi (-)
Palpasi stem fremitus paru kanan = kiri stem fremitus paru kanan = kiri
Perkusi Sonor di kedua lapang paru Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi Suara dasar vesikuler (+), Suara dasar vesikuler (+),
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 25
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
Ronki basah kasar (+/+) Ronki basah kasar (+/+)
A : Pneumotoraks Teratasi , terpasang WSD H+7
Bekas TB paru
P : Terapi :
o Infus RL 20 tpm
o Salbutamol tab 2 mg 3x1
o Program Aff WSD (besok)
Monitoring :
- Hasil pemeriksaan sputum BTA SPS (belum ada hasil)
Sabtu, 14 November 2015
S : Sesak nafas (-), batuk (+), nyeri luka post WSD
O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
TD : 120/90 mmHg
Nadi : 94 x/menit, isi dan tegangan cukup, regular
RR : 27 x/menit
Suhu : 37,4°C
SpO2 : 98%
Paru :
Paru Depan Paru Belakang
Inspeksi retraksi (-) retraksi (-)
Palpasi stem fremitus paru kanan = kiri stem fremitus paru kanan = kiri
Perkusi Sonor di kedua lapang paru Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi Suara dasar vesikuler (+),
Ronki basah kasar (+/+)
Suara dasar vesikuler (+),
Ronki basah kasar (+/+)
A : Pneumotoraks Teratasi
Bekas TB paru
P : Terapi :
o Infus RL 20 tpm
o Salbutamol tab 2 mg 3x1
Monitoring :
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 26
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
- Hasil pemeriksaan sputum BTA SPS (belum ada hasil)
Senin, 16 November 2015
S : Sesak nafas (-), batuk (+), pasien dipulangkan
O : Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit, isi dan tegangan cukup, regular
RR : 24 x/menit
Suhu : 37,0 °C
SpO2 : 98%
Paru :
Paru Depan Paru Belakang
Inspeksi retraksi (-) retraksi (-)
Palpasi stem fremitus paru kanan = kiri stem fremitus paru kanan = kiri
Perkusi Sonor di kedua lapang paru Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi Suara dasar vesikuler (+),
Ronki basah kasar (+/+)
Suara dasar vesikuler (+),
Ronki basah kasar (+/+)
A : Pneumotoraks Teratasi
Bekas TB paru
P : Terapi :
o Salbutamol tab 2 mg 3x1
Monitoring :
- Monitoring tanda vital, pemeriksaan fisik, keluhan subjektif
- Hasil pemeriksaan sputum BTA SPS (Belum ada hasil)
Edukasi :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga untuk kontrol minggu depan ke poli
paru.
PEMBAHASAN
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 27
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
Berdasarkan laporan kasus diatas, pada anamnesa didapatkan pasien mengalamai
sesak napas sudah berlangsung 5 hari dan semakin bertambah parah. Pasien mengatakan
tidak dapat tidur dalam posisi berbaring karena sesak. Pasien juga mengeluhkan batuk
yang sudah dialami selama kurang lebih 1 minggu, batuk berdahak, namun sulit untuk
dikeluarkan Pasien mengakui nafsu makannya berkurang sehingga berat badannya
semakin menurun. Pasien menyangkal adanya batuk yang disertai darah. Nyeri pada
dada kanan ketika batuk. Riwayat TB paru diakui
Kemudian berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan Laju pernapasan 42 x/menit,
IMT 15,27 (Underweight), dari pemeriksaan fisik paru didapatkan pergerakan dinding
dada kanan tertinggal, rongga dada kanan terluhat lebih besar, dan terdapat retraksi
supraklavikula, retraksi suprasternal, dan retraksi pada ICS 5-7 pada saat inspirasi.
Pada palpasi didapatkan stem fremitus kanan lebih lemah dibandingkan kiri, dan sela
iga dada kanan pun lebih lebar. Hipersonor terdengar pada perkusi paru sebelah
kanan. Suara dasar vesikuler melemah pada paru kanan dan terdengar ronki basah
pada daerah basal paru kanan dan ronki basah kasar pada paru kiri, serta terdengar
wheezing pada lapang paru kiri. Pada foto rontgen didapatkan pneumotoraks kanan.
Berdasarkan buku Ilmu Penyakit Dalam edisi V, CURRENT Medical Diagnosis&
Treatment, dan Fishman’s pulmonary disease and disorders, tanda dan gejala klinis,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan dapat ditegakkan
diagnosis penyakit yang dialami oleh Ny. S adalah Pneumotoraks spontan sekunder paru
kanan. Dimana hal ini didukung dengan adanya riwayat TB paru yang dialami pasien.
Pada diagnosis pneumotoraks, penting untuk menghitung presentase pneumotoraks,
karena hal tersebut akan menentukan terapi yang akan diberikan kepada pasien. Dan
berdasarkan British Guideline apabila jarak interpleural setinggi hilus paru >2cm maka dapat
diprediksikan persentase pneumotoraks >50% dan dalam kasus ini didapatkan jarak
interpeural 3 cm.
Adapun prinsip penanganan pada pasien ini yaitu mengatasi penyakit dasarnya agar
keluhan sesak (akibat pneumotoraks) dapat berkurang. Untuk mengurangi gejala sesak nafas
akibat pneumotoraks dengan persentase >15%, dapat dipertimbangkan tindakan aspirasi
sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi atau WSD dengan tujuan
mengurangi kompresi pada dinding thorax.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 28
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
Terapi yang dapat diberikan pada pasien ini sejalan dengan alur penanganan yang di
terbitkan oleh British Thoracic Society pleural diseases guideline management of
spontaneous pneumothorax. Dimana apabila diemukan adanya pneumotoraks sekunder
dengan jarak interpleural lebih dari 2 cm maka akan dilakukan pemasangan WSD.
Setelah 3 hari pemasangan WSD keluhan sesak pada pasienpun berkurang, pada WSD
sudah tidak terlihat adanya gelembung udara, begitupun pada hasil foto toraks ke 2
didapatkan pengembangan paru sudah sempurna. Kemudian setelah dilakukan pengkleman
pada selang WSD dan pemberhentian pemberian oksigen pada pasien, pasien tidak
mengeluhkan sesak napas. Namun apabila setelah 72 jam atau 3 hari masih terdapat
kebocoran udara atau tidak didapatkan perbaikan maka akan dilakukan intervesi secara bedah
(torakoskopi atau torakotomi)
Sangat disayangkan pada kasus ini hasil pemeriksaan sputum pasien tidak
membuahkan hasil, hal ini dikarenakan tidak terkumpulnya sputum ke 3, sehingga penyebab
pasti dari pneumotoraks sekunder yang dialami pasien belum dapat diketahui pasti apakah
dikarenakan infeksi berulang MTB atau hal ini dikarenakan riwayat TB yang dialami oleh
pasien.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 29
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Dalam Clarencia - 406148121
DAFTAR PUSTAKA
1. Papadakis, Maxine A., MD, Stephen J. McPhee, MD, editors. CURRENT Medical
Diagnosis& Treatment. 52nd edition. The McGraw-Hill : 2013
2. Sudoyo ,Aru W, Bambang Setiyohadi, dll. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
edisi ke V. Departmen Penyakit Dalam FK UI : 2009.
3. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, et al, editors. Harrison’s Principle of Internal
Medicine 18th edition. McGraw-Hill: 2012
4. Fishman AP. Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Senior RM, Pack AI. Fishman’s
pulmonary disease and disorders. 4th edition. McGraw-Hill: 2008
5. Marx JA, Hockberger RS, Walls RM, Adams JG, Barsan WG, et al. Rosen’s
emergency medicine: concepts and clinical practice. 7th editon. Elsevier Inc: 2010
6. Bimal H. Ashar, MD, MBA, Redonda G. Miller, MD, MBA, editors. The Johns
Hopkins Internal Medicine Board Review 4th edition.Elsevier Inc: 2012
7. Shamaei Masoud, Payam Tabarsi MD, Saviz Pojhan MD, Leila Ghorbani, Parvaneh
Baghaei MD, Majid Marjani MD, et al. Tuberculosis-Associated Secondary
Pneumothorax: A Retrospective Study of 53 Patients. 2011 Mar; VOL 56 NO 3
8. MacDuff A, Arnold A, Harvey J. Management of spontaneous pneumothorax: British
Thoracic Society pleural diseases guideline 2010. Thorax. 2010; 65:18-31
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah KudusPeriode 05 Oktober 2015 – 12 Desember 2015 30