7
Review Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008 Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008 pada intinya adalah media untuk mengkomunikasikan kebijakan di bidang pertahanan pemerintah Indonesia kepada masyarakat domestik maupun internasional. Buku putih tahun 2003 direvisi pada tahun 2008 untuk pemutakhiran kebijakan pertahanan yang berimplikasi pada kehidupan berbangsa bernegara. Roda kehidupan berbangsa terus berputar. Lingkungan domestik maupun internasional turut memengaruhi kehidupan bangsa. Seluruh aspek kehidupan kini tak bisa dipungkiri dapat dengan mudahnya dirasuki oleh beragam kepentingan. Era globalisasi semakin eksis. Serangan dan ancaman bisa dimasuki dari berbagai sektor kehidupan. Globalisasi semakin canggih. Teknologi menjadi daya dukung utama globalisasi semakin kuat. Ia diiringi dengan batas ruang yang memudar. Alasan ruang dan waktu bukan lagi menjadi faktor penghambat arus lalu lintas antarbangsa. Kerjasama ekonomi lintas benua bukan lagi menjadi kesulitan. Semua dengan mudahnya menjadi nyata. Kerja sama lintas negara bahkan benua semakin semarak mengingat beragam tujuan yang memerlukan bantuan negara lain. Dengan kondisi demikian, negara kita, Indonesia, semakin dirasuki beragam serangan dan ancaman dari berbagai penjuru. Terlebih, Indonesia berada di posisi strategis secara

Review Buku Putih

Embed Size (px)

Citation preview

Review Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008 pada intinya adalah media untuk mengkomunikasikan kebijakan di bidang pertahanan pemerintah Indonesia kepada masyarakat domestik maupun internasional. Buku putih tahun 2003 direvisi pada tahun 2008 untuk pemutakhiran kebijakan pertahanan yang berimplikasi pada kehidupan berbangsa bernegara.Roda kehidupan berbangsa terus berputar. Lingkungan domestik maupun internasional turut memengaruhi kehidupan bangsa. Seluruh aspek kehidupan kini tak bisa dipungkiri dapat dengan mudahnya dirasuki oleh beragam kepentingan. Era globalisasi semakin eksis. Serangan dan ancaman bisa dimasuki dari berbagai sektor kehidupan.Globalisasi semakin canggih. Teknologi menjadi daya dukung utama globalisasi semakin kuat. Ia diiringi dengan batas ruang yang memudar. Alasan ruang dan waktu bukan lagi menjadi faktor penghambat arus lalu lintas antarbangsa. Kerjasama ekonomi lintas benua bukan lagi menjadi kesulitan. Semua dengan mudahnya menjadi nyata. Kerja sama lintas negara bahkan benua semakin semarak mengingat beragam tujuan yang memerlukan bantuan negara lain. Dengan kondisi demikian, negara kita, Indonesia, semakin dirasuki beragam serangan dan ancaman dari berbagai penjuru. Terlebih, Indonesia berada di posisi strategis secara geografis maupun kandungan alamnya. Indonesia semakin diminati oleh pihak-pihak luar. Indonesia dilirik oleh beragam negara. Alhasil, bumi pertiwi sekarang semakin diuji. Ia dihujani banyak gangguan. Indonesia kini masih dihantui aksi terorisme. Indonesia kini masih dihantui barang-barang impor. Indonesia kini masih dihantui konflik komunal. Indonesia kini masih dihantui aksi separatisme maupun radikalisme yang kian menantang. Untuk itulah, buku putih pertahanan membentangkan beragam kenyataan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Kondisi bangsa dipaparkan dengan cukup jujur. Selanjutnya, keadaan nyata tersebut dirajut bersama penjelasan mengenai kebijakan pertahanan Indonesia untuk memperjelas sikap dan posisi kita dalam menghadapi kenyataan yang ada. Ancaman dapat berupa ancaman militer maupun nirmiliter. Ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan kekuatan bersenjata dan terorganisasi yang dinilai mempunyai kemampuan membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman militer dapat berupa agresi, pelanggaran wilayah, pemberontakan bersenjata, sabotase, spionase, aksi teror bersenjata, ancaman keamanan laut dan udara, serta konflik komunal. Sementara itu, ancaman nirmiliter merupakan ancaman dari sektor nirmiliter. Dalam hal ini dapar berdimensi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, teknologi dan informais, serta keselamatan umum. Dengan hadirnya ancaman tersebut, maka pertahanan negara berfungsi untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman. Sistem pertahanan negara disusun untuk mengorganisasikan pertahanan negara. Indonesia memiliki sistem pertahanan semesta. Sistem ini berarti konsep pertahanan kita memiliki dua fungsi, pertahanan militer dan nirmiliter. Pertahanan militer dilakukan oleh TNI sedangkan pertahanan nirmiliter dilakukan oleh sipil. Sistem pertahanan negara memiliki fungsi penangkalan, penindakan, dan pemulihan. Hal ini berarti pertahanan negara dimulai dari saat pencegahan, saat kejadian, dan setelah kejadian. Ketiga fungsi sistem ini harus berjalan dengan saksama. Mengingat arus ancaman kuat dan multidimensi, sudah seyogyanya ketiga fungsi pertahanan tersebut saling berkesinambungan. Hal ini mencegah banyak celah yang kosong diantara berbagai kejadian mengganggu yang datang dan pergi. Celah ini sangat berbahaya jika dibiarkan menganga. Peluang bisa dimanfaatkan dengan baik oleh para pemancing kailnya. Dalam menghadapi ancaman militer, strategi pertahanan Indonesia disesuaikan dengan sumber serta bentuk dan besarnya ancaman aktual. Ancaman militer berupa invasi misalkan, harus dihadapi dengan segenap kekuatan pertahanan negara. Sementara untuk bukan invasi, penggunaan kekuatan pertahanan disesuaikan dengan skala ancaman serta tinmgkat resikonya. TNI merupakan komponen utama dalam menghadapi ancaman militer. Namun, upaya diplomasi merupakan langkah utama yang selalu dikedepankan agar tidak terjadi perang kekuatan bersenjata. Inilah yang disebut sebagai strategi pertahanan defensif aktif. Diplomasi selalu diutamakan sebelum kekuatan bersenjata turun. Untuk menghadapi aksi pelanggaran wilayah, dilaksanakan penggunaan kekuatan militer sebagai wujud wibawa pemerintah dan rakyat. Tindakan preventif didahulukan dengan peringatan pada pelaku dan menggiringnya ke luar wilayah. Namun, apabila hal ini tetap dilanggar, maka dipergunakan tindakan koersif. Selain itu, upaya menghadapi gerakan separatisme dilakukan berdasarkan putusan politik pemerintah dan dilindungi dengan undang-undang. Penggunaan kekuatan TNI dilakukan melalui jalan memilih operasi yang tepat dalam menangani kasus yang ada. Selain itu, pertahanan nirmiliter untuk mencegah aksi separatisme bisa dilakukan dengan mengefektifkan fungsi-fungsi pembangunan nasional. Sabotase dan spionase ditindak oleh TNI dengan komponen nirmiliter yang turut membantu menyadarkan kepekaan masyarakat akan kondisi sekitar. Ancaman terorisme dijawab dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang pemberantasan tindak terorisme. Selain itu, pemerintah dan DPR telah meratifikasi Konvensi Internasional Pemberantasan Pengeboman oleh Terorisme Tahun 1997 dan Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme Tahun 1999. Untuk menghadapi ancaman nirmiliter, tindakan yang dikeluarkan harus selaras dengan jenis dan resiko ancaman. Misalkan dalam menghadapi ancaman ideologi, kebijakan dan langkah politik haruslah tepat. Organisasi atau lembaga negara juga harus berlaku sesuai Pancasila. Dalam aspek ekonomi, kita bisa membuat kebijakan yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan yang ada. Misalkan mengedepankan pembangunan infrastruktur juga usaha kecil dan menengah.Selanjutnya, pertahanan militer yang dibangun di masa yang akan datang tidak diprioritaskan pada kapabilitas TNI. Sasaran pembangunan kapabilitas TNI diarahkan pada penataan organisasi dengan modernisasi alutsista. Kekuatan dukungan TNI berupa Komando Pendidikan dan Pelatihan (Kodiklat), Badan Pelaksana Pusat (Balakpus), serta Pusat Kecabangan Fungsi (Puscabfung) diarahkan untuk dirampingkan dan direvitalisasi. Selain itu, alutsista diperbaharui dengan alutsista generasi baru. Alutsista berupa senjata Artileri, senajata Kavaleri, amunisi, kendaraan tempur, pesawat udara, alat angkut air, dan Materiil Zeni (Matzi) secara bertahap ditambah untuk memenuhi kebutuhan Tabel Organisasi dan Peralatan/ Daftar Susunan Personel dan Peralatan (TOP/ DSPP).

Ditilik kembali, sebetulnya ada kalimat yang menarik di salah satu paragraf dalam buku putih pertahanan ini. Kalimatnya kurang lebih begini, Indonesia mencintai perdamaian, tetapi lebih mencintai kedaulatan dan kemerdekaannya. Selain itu, ada kalimat yang menyatakan keberhasilan Indonesia dalam menangani kasus keamanan. Nyatanya, terkadang saking Indonesia berupaya untuk diplomasi agar damai, kedaulatan negara pun hilang. Hal ini menimpa kasus Pulau Sipadan dan Ligitan. Selain itu, perdamaian yang terlalu diagung-agungkan nyatanya sudah kronis kondisinya. Gangguan keamanan menjadi hal yang marak kini. Bahkan, gangguan keamanan tersebut menggunakan senjata dan bisa menyerang para penegak hukum. Lemahnya keamanan kini jika dibiarkan akan menjalar ke segala aspek kehidupan. Dengan kondisi yang tidak aman, oknum bisa saja melancarkan aksi yang lebih brutal lagi. Selain itu, kondisi yang tidak aman akan menurunkan rasa kepercayaan rakyat pada pemerintah maupun para penegak hukum. Investasi pun sulit dilakukan karena kehilangan kepercayaan. Hal-hal semacam inilah yang menyebabkan kemerosotan di segala lini kehidupan. Disadari pula, bahwa Indonesia memiliki garis pantai yang sangat panjang. Dengan kondisi demikian, masih banyak penyelundupan barang ilegal maupun manusia yang memanfaatkan kelemahan tersebut. Kita bisa menerima berita di hari-hari kemarin bahwa perdagangan manusia maupun narkoba masih memanfaatkan garis pantai yang lemah diawasi. Sunguh kasus semacam ini akan menjadi gangguan besar tehadap kedaulatan, keutuhan wilayah, maupun keseamatan segenap bangsa. Lalu, kita juga pernah menerima berita bahwa ada kapal asing yang masuk perairan Indonesia sekaligus mencuri ikan di perairan pertiwi. Oleh karena itu, untuk memperkuat pertahanan NKRI, negara ini memerlukan industri pertahanan yang mandiri. Industri pertahanan ini menjamin pasokan kebutuhan alutsista dan sarana pertahanan secara berkelanjutan. Pemberdayaan industri nasional untuk pembangunan pertahanan memerlukan kerja sama diantara tiga pilar industri pertahanan: Badan Penelitian dan Pengembangan serta Perguruan Tinggi, Industri, dan pihak Dephan/TNI. Tiga pilar ini harus diimbangi dengan kebijakan nasional yang jelas untuk menggunakan produk hasil anak bangsa sendiri.