94

REPRESEIXmSl DAN SlGNIFIMSl HEMANISME · Pengarang seperti Anak Agung Panji Tisna, I Nyoman ... Angin Senja Berhembus 23 ... 3.2.1 Analisis Kumpulan Cerpen Anak-anak 45

Embed Size (px)

Citation preview

REPRESEIXmSl DAN SlGNIFIMSl HEMANISME

I GUSH NGURAH PARSUA

Nomor ISBN : 979 - 685 -149 - 0

Hak CIpta Dilindungi oleh Undang-UndangOieh:

Paulus Yos Adi Riyadii Nyoman Darma Putrai Gusti Ketut Ardhana

Cokorda Istri Sukrawati

00004700

Desain Kulit Oleh : Percetakan Pelawa Sari

Diterbitkan Pertama kali oleh :

Balai Penelltian Bahasa DenpasarDepartemen Pendidikan Nasional

Bekerjasama dengan.Lembaga Seniman Indonesia Bali

Agustus 2001

7 i7

1 r"7AT

Kissifiliaai

P5935 1

TH.

Ttd. ;

r

7,7>

m -' ; 7-

*!jf.;. 7^ ^'v - '.y'

.fft .-y iyy -y-

-^r ; ,/-; .;

7.-'':7i77 .

-7S' 7 ' ''fl 'i 7^^'^!7^7 i' r- '" 7-'' n9n'7;i ;7.7

7n7n:;>t> " ': " 7.i ->83i.i7^ > ' RDfaC'^ ' .

A-

REPRESENTASI DAN SIGNIFIKASl HUMANISME

I GUSTI NGURAH PARSUA

Oleh :

Paulus Yos Adi RiyadiI Nyoman Darma Putra ' -1I Gusti Ketut Ardhana

Cokorda Istri Sukrawati s

DITERBITKAN OLEH :

PERPUSTAKAAN

PUSAT BAHASA

DEPARftF.'-!; f-JASIOMAL

BALAI BAHASA DENPASAR

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

Bekerjasama denganLembaga Seniman Indonesia Bali

2001

KATAPENGANTAR

Berkat rahmatTuhan Yang Maha Esa akhirnya selesailah laporanpenelitian yang berjudul "Representasi dan Signifikasi Humanisme IGusti Ngurah Parsua". Penelitian ini dikerjakan oleh tim peneliti yangterdiri atas Drs. Paulus Yos Adi Riyadi, S.U. (Ketua); Drs. I NyomanDarma Putra, M. Lit., Drs. I Gusti Ketut Ardhana, dan Dra. CokordaIstri Sukrawati (anggota); dengan penanggung jawab: Kepala BalaiPenelitian Bahasa Denpasar; dan konsultan: Prof. Dr. I Gusti NgurahBagus. Tim bekerja sesuai dengan Surat Perintah kerja Kepala BalaiPenelitian Bahasa DenpasarNomor 319/BPB/KP/lll/94tanggal 1 Juni1994.

Kami bersyukur karena berbagai rintangan telah dapat diatasi.Rintangan itu, antara lain, berupa kesibukan sehari-hari para peneliti.Namun, dengan kerja sama dan saling pengertian yang baik, kamiberhasil menyajikan laporan penelitian ini.

Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasihkepada semua pihak, termasuk dan terutama pengarang I GustiNgurah Parsua, yang telah memungkinkan kami melakukan penelitianini. Meskipun demikian, kami sangat menyadari bahwa laporan inimasih jauh dari sempurna. Hal Ini disebabkan keterbatasankemampuan para peneliti. Oleh karena itu, kami menadahkan tanganuntuk menerima bimbingan, kritik, dan petunjuk yang berguna.

Denpasar, Maret 1995 Ketua Tim Peneliti

SAMBUTAN KEPALA BALAI

BAHASA DENPASAR

Kehidupan sastra di Bali selama in! tidak hanya diwarnai oiehkehidupan sastra Bali kiasik dan sastra Baii modern, namun banyakpula diwarnai oieh aktifitas sastra Indonesia modern. Banyakpengarang Bali yang ikut memperkaya kazanah sastra Indonesiamelalui karya-karyanya yang dibaca oieh peminat sastra di seluruhIndonesia. Pengarang seperti Anak Agung Panji Tisna, I NyomanRasta Sindhu, Putu Wijaya, dan Ngurah Parsua merupakan parapengarang Bali yang telah mempublikasikan karya-karya di tingkatnasional. Mereka diakui sebagai pengarang yang mempunyai gayadan sudut pandang tersendiri terhadap tema yang diangkat dalamkaryanya. Ngurah Parsua misalnya, dinilai sebagai pengarang yangmempunyai perhatian tajam terhadap tema-tema kemanusiaan.Sebagai seorang tokoh Lesiba (Lembaga Seniman Indonesia Baii),Ngurah Parsua melalui karya-karyanya sepertinya inginmengumandangkan Ikrar Kebudayaan Lesiba yang pemah diucapkanpada tanggai 28 April 1971. Ikrar tersebut berbunyi: "Oieh karenakebudayaan adalah buah bud! manusia sebagai hasil perjuanganmengatasi alam dan zaman, maka kegiatan kebudayaan merupakanperjuangan kemanusiaan menuju keadilan, kebenaran, dankemanusiaan" Kesetiaannya pada ikrar inilah yang menyebabkankonsep humanisms sangat jeias teriihat pada puisi, cerpen, maupunnovel karya Ngurah Parsua.

Sehubungan dengan keterkaitan pada karya-karya NgurahParsua tersebut, Balai Bahasa pada tahun 1995 mengadakanpenelitian dengan judul RepresenUisi dan Signifikasi HumanismeI Gusti Ngurah Parsua. Penelitian ini dilakukan oieh sebuah tim

yang diketuai oleh Drs. Paulus Yos Adi Riyadi, S.U. Kami sadar bahwahas!! penefitian ini akan kurang bermanfaat jika hanya berbentuklaporan penelitian yang jumlahnya sangat terbatas. Oleh karena itu,Balal Bahasa Denpasar bekerjasama dengan Lembaga SenimanIndonesia Baii (Lesiba) berupaya menerbitkan hasil peneiitian ituberupa buku yang diharapkan dapat dibaca dan dimanfaatkan olehkalangan yang lebih luas. Kami berharap sekecil apa pun arti bukuini, mudah-mudahan masih ada manfaatnya bagi upaya pengayaankritik sastra di Indonesia

Denpasar, Agustus 2001Kepaia,

Drs. Ida Baqus DarmasutaNIP 131913264

IV

OAFTARISI

KATA PENGANTAR iSAMBUTAN KERALA BALAI BAHASA DENPASAR iiDAFTAR ISl "i

BAB i PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang dan Masalah 1

1.1.1 Latar Belakang 11.1.2. Masalaih 2

1.2 Tujuan Penelitian 21.3. Metode dan Teknik Penelitian 31.4. Kerangka Teori 31.5. Popuiasi dan Sampei 6

BAB n RIWAYATHIDUPDANKONSEPKEPENGARANGAN PARSUA

2.1. Riwayat Hidup 82.1.1 Asai-usul 82.1.2 Pendidikan dan Beberapa

Pandangan Parsua 92.1.3 Masalah Pekerjaan 10

2.2 Latar Belakang Kreativitas dan KonsepKepengarangan Parsua 11

BAB III ANALISIS MIKRO KARYA-KARYA PARSUA3.1 Gaya Ucap dan isu Humanisme Puisi Parsua 19

S.I.IPersepsi Parsua pada Puisi 193.1.2Analisis Kumpulan Puisi Setelah

Angin Senja Berhembus 233.1.3Analisis Kumpulan Puisi Pemburu 293.1.4Analisis Kumpulan Puisi

Sajak-sajak Dukana 383.1.SBeberapa Catalan 42

3.2 Representasi Tokoh dan isu HumanismeKarya Fiksi Parsua 453.2.1 Analisis Kumpulan Cerpen Anak-anak 453.2.2Analisis Novel Sembilu dalam Taman 52

3.3. Beberapa Catatan 64

BAB iV SIGNIFIKASI HUMANISME DALAM

KARYA-KARYA PARSUA 66

BAB V SIMPULAN 76

DAFTAR PUSTAKA

VI

BAB I PENDAHULUAtJ

1.1 Latar Belakang dan Masalah

1.1.1 Latar Beiakang

Pertumbuhan sastra Indonesia modem di Bali sudah berlangsunglama, setidak-tidaknyasejaktahun 1930-an ketikaAnakAgung PanjiTisna menerbitkan karya-karyanya di tingkat nasional. Salah satuciri panting karya pengarang Bali utara itu adalah intensitasnya dalammerepresentasikan persoalan-persoalan adat, sosial dan budayaBali. Tema-tema yang berkaitan dengan adat dan sistem nilai budayaBali juga menjadi perhatian pengarang-pengarang Bali yang lain,misalnya Gde Srawana, yang menulis fiksi dalam bahasa Bali.Kenyataan di atas menunjukkan bahwa dalam pertumbutian sastraIndonesia modem di Bali, pertiatian para pengarang Bali tidak pemahlepas dari masalah-masalah nilai, tradisi, dan kultur masyarakatnyasendiri.

Dalam perkembangan selanjutnya, yakni pada akhirtahun 1960-an, kecenderungan pengarang Bali mengekisplorasikan persoalanadat-istiadat tetap berlanjut. Sebagai contoh dapat disebutkankehadiran cerpenis I Nyoman Rasta Sindhu yang terkenal dengancerpennya "Ketika Kentongan Dipukul di Bale Banjar" (hadiah CerpenAsli Horison 1969). Karya-karya awal Putu Wijaya, antara lain" BilaMalam Bertambah Malam", juga banyak mengungkapkan bias-biastradisi Bali. Kenyataan itu menunjukkan bahwa eksotisme nilai sosialbudaya Bali mendapat perhatian serius para pengarang Bali Modern.

Pada pertengahan tahun 1980-an perkembangan sastra Indonesia modem di Bali mencatat terbitnya dua fiksi karya I Gusti NgurahParsua, masing-masing novel Sembilu dalam Taman (CV Kayumas,

1

1986) dan kumpulan cerpen Anak-anak (Badai Pustaka, 19LV).Dalam beberapa hal katya pengarang muda Bali Itu pun tidak dapatlepas sepenuhnya dari warna-warni Bali, terutama novelnya. Akantetapi, jika dicermati lebih jauh, representasi itu tampaknyamempunyai arah dan makna yang agak lain. Nilai-nilai kemanusiaan,kematian, kemiskinan yang terungkap dalam cerpen-cerpennyamisalnya, memang diadopsi dari nilai-nilai eksklusif Bali, tetapidirepresentasikan dalam konteks yang lebih luas sehingga identikdengan hal-hal yang terdapat dalam masyarakat yang berbudayalain di muka bumi ini.

1.1.2 Masalah

Beranjak dari uraian "latar belakang" di atas, penelitian ini akandiarahkan untuk mengungkapkan kecenderungan representasi nilai-nilai universal dalam karya-karya Parsua. Masalah-masalah yanghendak dijawab dalam penelitian ini sebagai behkut.(a) Bagaimana representasi nilai-riilai humanisms dalam karya

Parsua?

(b) Apakah latar belakang sosial historis representasi nilai-nilai itu ?(c) Apatoh sighifikasi nilai-nilai itu dalam perkembangan maSyarkat

dewasaini?

1.2. Tujuan Penelitian

(a) Mengungkapkan representasi nilai-nilai humanisms dalamkaryanya.

(b) Mengetahui latar belakang sosial historis nilai-nilai humanismedalam karyanya.

(c) Menguraikan signifikasi nilai-nilai huhnianisme itu dalamperkembangan masyarakiat dewaisa ini.

1.3 Metode dan Teknik Penelitian

Metode dan teknik yang diterapkan dalam penelitian ini adalahsebagai berikut.

Pertama, untuk mengungkapkan representasi nilai-nilaihumanisme dalam karya Parsua akan diterapkan metode analisisstruktur. Analisis struktur ini difokuskan pada kajian sudut pandang(point of view). Targetnya untuk mengetahui bagaimana nilai-nilaihumanisme diaktualisasikan pengarang dalam karya-karyanyamelalui dialog atau kontemplasi tokoh-tokohnya.

Kedua, pendekatan sosiologis diterapkan untuk mengungkapkanlatar belakang sosial historis nilai-nilai humanisme dalam karyaParsua. Arah pendekatan ini ada dua, masing-masing latar belakangsosial pengarangnya (diungkapkan dengan teknik wawancara danriset) dan latar belakang sosial pada umumnya, terutama dalamperiods karya-karya itu ditulis.

Ketiga, pendekatan dan kajian disesuaikan dengan alenia I danII sosiologis diterapkan lagi untuk melihat signifikasi nilai-nilaihumanisme karya-karya Parsua dalarn perkembangan masyarakatdewasa ini. Dalam proses ini kajian resiprokal akan diterapkan anfaranilai-nilai yang terungkap di dalam karya dengan kondisi-kondisi yangrelevan pada masyarakat,

Langkah kerja pertama hanya mungkin dilakukan denganmembaca secara saksama karya-karya yang diteliti, sedangkanlangkah kedua dan ketiga mengisyaratkan tinjauan-tinjauan yangefisien terhadap studi sosial historis tentang Bali dan konsep nilaihumanisme yang terseleksi.

1.4 Kerangka Teori

Seperti tersirat dalam uraian tentang metode di atas, bahwa

kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini merupakanpaduan antara strukturalisme dan sosiologi sastra. Padanan untukpendekatan itu disebut dengan istilah pendekatan instrinsik danekstrinsik (Rene Weiek dan Austin Werren, 1989). Sementara Itu,Sapardi Djoko Damono (1993) mengistilahkan konsep itu dengnapendekatan mikro (struktur, intrinsik) dan pendekatan makro(sosiologist ekstrinsik).

Pendekatan intrinsik, stmktur, mikro diiakukan jika peneiiti inginrnemfokuskan kajiannya pada unsur formal karya sastra. Unsur formal itu misainya insiden, perwatakan, plot, penokohan. Pendekatanseperti itu berangkat dari keyakinan bahwa sastra memiliki otonomidan dapat dipahami tanpa mengaitkannya dengan unsur di luarnya.Pendekatan itu tidak memuaskan para kritikus sastra yang berpikiranbahwa sastra bukanlah gejala tersendiri. Mereka memperkenalkanpendekatan makrp, yang melihat sastra sebagai institusi sosial yangsejajar kedudukannya dengan sejarah, filsafat, dan agama Dengankata lain, pendekatan sosiai terhadap sastra mengaitkan hubunganantara karya sastra dengan kondisi sosiai masyarakat yang relevan.Mereka berkeyakinan bahwa sastra tidak jatuh dari iangit.

Sadar akan kelemahan dan keunggulan pendekatan mikro danmakro itu, Lucien Goldman kemudian mengintroduksi pendekatanyang mencoba menggabungkan keduanya. Pendekatan yangkemudian dikenal dengan istilah "strukturalisme genetik" itumemadukan analisis struktural dengan analisis sosiai historis, atauanalisis mikro dengan analisis makro.

Dalam pendekatan itu seperti diuraikan Goldmann dalambukunya: Method in the Sociology of Literature (1980) dan Sapardidalam buku Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas muia-muia diteliti struktur tertentu dalam teks, selanjutnya dihubungkandengan kondisi sosia! dan historis yang konkret, dengan kelompoksosiai dan kelas sosiai pengarang, dan dengan pandangan duniakelas yang bersangkutan. Inti metode ini adalah perhatian yang terus-menerus pada teks, struktur sosiai (kelompok dan kelas sosiai),

dan pandangan dunia (Sapardi Djoko Damono, 1979; 46 - 47).Pandangan dunia (vision du monde, world vision) tenwujud daiam

semu^ karya sastra dan filsafat yang besar. Pandangan dunia berartisuatu'Ifemahaman terahdap dunia. Maksudnya, pada suatu saattertentu dalam sejarah, manusia mencoba memahami dunia;kemudian pandangan itu terwujud dalam sastra dan filsafat. BagiGoldmann, pandangan dunia merupakan struktur gagasan, aspirasi,dan perasaan yang dapat menyatukan suatu kelompok sosial.Goldmann menyebut pandangan dunia sebagai suatu bentukkesadaran kelompok yang menyatukan individu-individu menjadisuatu kelompok yang memiiiki identitas kolektif. Pandangan duniabukan hanya merupakan ekspresi kelompok sosial, melainkan jugakelas sosial. Seorang pengarang adalah anggota keias sosial sebablewat suatu kelaslah la berhubungan dengan perubahan sosial danpolitik yang besar. Kesimpulan : pandangan dunia adalah ekspresisuatu keals sosial pada saat-saat bersejarah tertentu. Para pengarangdan filsuf menampilkannya dalam karya-karya mereka (Sapardi DjokoDamono, 1979 : 4445).

Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metodestrukturalisme genetikyang terbatas. Artinya, dalam studi mikro karya-karya Parsua tidak semua elemen struktur dianalisis. Unsur yangdiutamakan untuk dianalisis adalah penokohan, terutama padawacana-wacana tokoh dan narator yang memiiiki bobot humanismesebagaimana yang ditargetkan penelitian ini. Insiden, gaya bahasa,dan sebagainya hanya disinggung sepanjang potensial memberikaninformasi sosial. Dari sana kemudian studi makro dilaksanakan.Dengan kerangka teori seperti itu, bobot pendekatan makro(ekstrinsik, sosiologis) memang terasa lebih dominan dan efektif.

1.5. Populasi dan Sampel

Karya fiksi Parsua yang berbentuk novel dan kumpulan (Jrpen ~yaitu:Sekeras Baja (kumpulan cerpen, i 984);Sembilu daiam Taman (novel, 1986);"Permulaan Duka" (cerita bersambung pada harian Nusa Tenggara,

1989);"Melasti" (kumpulan cerpen, 1990);"Rumah Penghabisan" (kumpulan cerpen, 1993); 'Anak-anak (kumpulan cerpen, 1987).

Seyogyanya semua karya fiksi di atas diteliti untuk mendapatkanhasil yang mendekati sempurna. Namun, karena keterbatasan waktu,hanya novel Sembilu dalam Taman_dan kumpulan cerpen Anak-anak yang dianalisis dalam penelitian ini dengan harapan karya-karya yang lain dapat diteiiti dalam kesempatan yang akan datang.Hasil penelitian novel Sembilu dalam Taman dan kumpulan cerpenAnak-anak diharapkan memadai untuk mengungkapkan representasi Jtokoh dan humanisme fiksi Parsua dengan tujuan penelitian ini.

Parsua juga menulis sebanyak puisi. Sebagian besar karya-karyapuisi yang diciptakan sudah terbit daiam empat kumpulan yaitu:

Matahari (1970);Setelah Angin Senja Berhembus (1973);Sajak-sajak Dukana (1982);Pemburu (1987); ^

Ketiga kumpulan yang disebut terakhir diterbitkan oleti LembagaSeniman Indonesia Bali (Lesiba), kemudian digabungkan ke daiamsatu paket antologi puisi yang berjudul "Pemburu Angin Senja dalamDukana" (1993), tetapi masih dalam bentuk ketikan biasa (belumterbit). Isi paket puisi yang belum terbit itu sebagian besar sama i

dengan puisi-puisi Parsua dalam kumptilao Setelah Angin SenjaBerhembus, Sajak-aajak Dukana, dan Pe'mburu. Sajak-sajakdalam Mataharl tidak termasuk di dalamnya. Sampai penelitian inidibuat, kumpulan sajak Mataharl belum ditemukan, sehingga tidakdiketahui siapa penerbitnya. Empat kumpulan puisi dl atasmenunjukkan bahwa Parsua sangat produktif, terutama sejakmemasuki dunia sen! sastra pada akhir tahun 1960-an hingga awal1990-anlni.

Karya-karya Parsua yang dianallsis dalam penelitian ini adaiahkarya-karya yang termuat dalam tiga kumpulan puisinya, yaitu SetelahAngin Senja Berhembus, Sajak-sajak Dukana, dan Pemburu. Sajak-sajak dalam kumpulan Mataharl tidak dianallsis karena sampaipenelitian ini ditulis, buku itu tidak ditemukan. Selain itu, ketigakumpulan puisi yang dianallsis dianggap cukup merepresentasikanperkembangan peneiptaan dan kekhasan puisi-puisi Parsua yangdiciptakan dalam dua setengah dekade belakangan ini.

BAB 11 RIWAYAT HIDUP DAN KONSEPKEPENGARANGAN PARSUA

2.1 RiwayatHidup

21.1.1 Asal-usul

Di kalangan peminat sastra Indoensia modern di bali nama IGusti Ngurah Parsua sudah tidak asing lagi. Dalam karya-karyanya,ia lebih banyak menggunakan nama Ngurah Parsua saja daripadanama lengkapnya.

Parsua tidak saja dikenal sebagai penyair, tetapi juga sebagalprosals. Sebagai sastrawan Parsua sama sekali tidak beriatarbelakang pendidikan sastra, bahkan ia adaiah seorang sarjanapeternakan. Oleh sejumlah kritikus sastra, karya-karyanya diniiaiberbobot dan mempunyai niiai tersendiri. Dilihat dari iatar belakangseperti itu tentulah sangat menarik untuk mengetahui lebih jauh Iatarbelakang kehidupan serta asal-usul pengarang Bali yang satu ini.

Parsua dilahirkan di Desa Bondalem, Kecamatan Tejakula,Kabupaten Buieleng (Bali utara) pada tanggal 22 Desember 1946.Ayahnya bemama I Gusti Ketut Semara Oka dan ibunya I Gusti BiangMade Sumita. Ayahnya adaiah seorang petani dan ibunya seorangpedagang.

Parsua adaiah anak tertua di antara lima orang bersaudara.keempat saudaranya yang lain adaiah I Gusti NerpaTemaja, bekerjasebagai petani ; I Gusti Arthana Mandala, seorang insinyur teknikindustri, bekerja sebagai karyawan dan kini menjabat sebagai direkturpengawasan mutu pada perusahaan Amerika yang berkedudukandi Batam; I Gusti Wijaya Mandala, sarjana ekonomi jurusan tataniaga, bekerja pada kantorTelkom; dan 1 Gusti Ayu Putu Suciati yangmeneruskan bakat ibunya dalam berdagang. Meskipun dengan kadar

yang berbeda-beda, pada umumnya keiaurga Parsua mencintai senisastra atau kesenian pada umumnya.

Asal-usui keluarga parsua yang lebih lengkap dapat dilihat dalambuku (tulisan) yang berjudul "Babad I Gusti Kaler Pacekan", disusunoleh I Gusti Ngurah Nala pada tahun 1982.

Pada tanggal 9 April 1976 Parsua mempersunting seorang gadisketurunan jawa-Ball bernama AdiwatI sebagal istrinya. Adiwati lahirdi Tabanan, 27 April 1949. Waktu menikah, istrinya masih seorangmahasiswi, dan kini telah menjadi dosen pada almamaternya, yaituFakultas Hukum Universitas udayana.

Dari perkawinan itu mereka dikarunia dua orang putri, yaitu (1) IGusti Ayu Mahayu Parisawati yang telah duduk di keias tiga SMANegeri 3 Kediri-Jawa Timur; (2) I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati,siswi kelas dua pada SMP Negeri 2 Denpasar. Kedua orang putrinyaini pun rupanya mempunyai minat dalam bidang kesusastraan.Mereka juga menulis cerpen dan puisi, meskipun belum pernahdipublikasikan dan pernah menjadi juara dalam lomba baca puisiHUT Universitas Udayana dan Bali Post.

Kini Parsua dan keluarga tinggal di Denpasar. la hidup dengantenteram bersama istri dan anaknya.

2.1.1 Pendidikan dan Beberapa Pandangan ParsuaMenurut Parsua, jika dibandingkan dengan masa lalu ketika ia

masih muda, kehidupan generasi muda masa kini memang berbeda,banyak mengalami perubahan. Duiu minat genrasi muda pada sastradan kegiatan membaca sangat besar, tetapi sekarang dirasakan relatifkurang. Dengan situasi ekonomi dan fasilitas yang jauh lebih baikseperti sekarang yang sekajigus merupakan kesempatan yang baikuntuk meningkatkan nilai hidup, apalagi ditambah dengan adanyaberbagai bentuk persaingan, minat generasi muda untuk membacaseharusnya lebih tinggi.

Parsua sempat mengenyam pendidikan SMP di Singaraja,

kemudian pindah ke SLUB Karangasem. Seteiah tamat SMP iameneruskan pendidikan ke SMA di Bengkalis, kemudian melanjutkanserta menamatkan pendidikan tinggi pada Fakultas Peternakan Uni-versitas Udayana.

Semasa mengikuti pendidikan ianjutan, Parsua sangat menyukaipeiajaran bahasa Indoensia. Apalagi guru bahasa indonesianyabermiant pada kesenian, khususnya sastra dan teater.

Ketika membandingkan pendidikan yang dialaminya denganpendidikan generasi muda sekarang Parsua mengatakan bahwapendidikan sekarang memang cukup baik, tetapi sayang kegiatanyang megnarah pada apresiasi budaya sangat kurang. Pada masamudanya kegiatan apresiasi budaya mendapat perhatian yang cukupbaik, termasuk apresiasi sastra. Kegiatan-kegiatan budaya, misalnyapertemuan budaya, kemati sastra, membaca sajak, diskusi budaya,mengundang pakar budaya dan seniman, pementasan teater seringdiadakan.

2.1.3 Masalah Pekerjaan

Parsua yang berlatarbeiakang pendidikan tinggi peternakan dandikenal sebagai sastrawan, kini bekerja pada Kantor WilayahDepartemen Koperasi dan Pengusaha KecN Propinsi Bali. Sebelumbekerja pada kantor tersebut ia telah menjalani berbagai jenispekerjaan, terutama yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Parsuapernah bekerja pada Laboratorium penyakit hewan. Selain itu ia jugamenajdi guru Biologi di SMP dan SMA swasta, dosen honorer bidangllmu Sosial Dasar, dan Penyuiuhan pada perguruan tinggi swasta diDenpasar dan Tabanan. Parsua juga pernah menjabat sebagaiKepala Sekolah Menengah Pertanian Atas swasta di Tabanan. KiniParsua juga bekerja sebagai redaktur majalah (Koperasi yangditerbitkan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin).

Pekerjaan-pekerjaan itu ikut memberikan inspirasi bagi sejumlah

10 PEIBP'JS s As\AAi'l

PUSAT BAHASADEPARTEMEM PEt^D'.Ei.WJ NASIOHAL

kaiyanya, terutama cerpen-Cerpennya. Namun, tidak semua karyanyalahir dari ilham yang berhubungan dengaii peketjaannya. Sebagiatikarya-karyanya berasal dart basil observasi dl maSyarakat, basilmerenung, babkan tidak jarang juga dari basil mernbaca.

Peketiaan-pekerjaannya yang sebetujnya tidak berbubungandengan dunia kepengarangan itu rnarnang sering dirasakanmengganggu kegiatannya mengarang. Kadang kala pekerjaantersebut memberikan dorongan, tetapi lebib banyak dirasakanhyasebagai pengbambat atau pengganggu.

Parsua mengakui babwa pekerjaan-pekerjaannya memangdapat memberikan wawasan dan pengalaman, tetapi banyak menyitawaktu dan energinya. Karena lelab, energi sering babis sebinggapikiran menjadi jenub. Mood menajdi bilang, sedangkan untukmendapatkan mood sangt suiit. Mood yang hiiang mengakbiatkanide yang sudab ada tidak dapat terwujud. Kalag mood atau suasanabati itu sudab masak, maka ide, ibspirasi; atau ilbam dapat labirdengan balk. Kaiau ide djpaksa labir, maka basilnya sering mengaiamipenuiisan uiang secara terus-menerus. Bagi Parsua menUiis karyasastra, kbususnya puisi, justru iebib banyak labir dari prosesperenungan fanpa meiakukan peketjaan fisik yang teiialu berat.

2.2 Latar Belakang Kreativitas dan konsep KepengaranganParsua

Beranjak dari pendapat babwa pada bakikatnya cipta sastraadalab buab pikiran yang mencerminkan situsi zamannya, bal itumengisyaratkan babwa karya sastra senantiasa mengekspreSikanprobiematik manusia dan masyarakatnya. Memang karya sastra tidakselalu identik dengan pengarangnya sebab dalam kenyataanpenuiisan sastra kreatif tidak Sedikit cipta sastra yang iabir daii duniaimajiner pengarang. Dalatti bai in|, kadang-kadang pengarang

11

berlindung di balik ide-idenya, gagasan-gagasannya, atau dunia idealyang hendak disodorkannya.

Dari sis! lain, pengkajian sastra secara makro menganggap,bahwa pengenalan latar belakang sosial budaya seorang pengarangatau penyair masih dipandang relevan untuk menylngkap konsepdan ide-ide kepengaranganriya. Tanpa mengenal kehidupan dan latarbelakang sosial budaya tersebut, mungkin saja seorang peneliti ataupenganalisis sastra akan tergelinclr kepada interpretasi-interpretasiyang keliru faahkan mungkin menyesatkan. Misalnya saja dalamusaha memahami karya-karya Danarto dan pengakuan pariyem LinusSuryadi AG, sedikitnya kita harus memiliki pengetahuan danpemahaman tentang konsep mistik dan kebatinan Jawa. Dernikianpula halnya dalam usaha memahami Putu Wijaya lewat karya-karyakontemporernya, minimal kita harus memahami simbol-simbolsurrealis individualis dan filsafat absurd dunia barat.

Dalam konteks pemblcaraan subbab ini, konsep kepengaranganParsua ternyata tidak jauh berbeda. Sebagai orang yang lahir dandibesarkan di lingkungan kehidupan Hindu, tidak dapat dipungkiribahwa nafas dan warna lokal Hindu yang teradopsi berupa konsep-konsep, norma-norma atau nilai-nilai yang menjadi obsesinya, ikutterbias ke dalam karya-karya sastranya. Di bawah ini akan dicobadideskripsikan latar belakang kreativitas kepengarangannya serta Ide-ide yang terlihat dalam karya-karyanya.

Parsua sudah mulai menggemari sastra sejak dia duduk dibangku SMP. Dia sudah menulis di majalah binding sekolahnya. Diabaru merasa mantap dalam bidang sastra setelah menjadi mahasiswadan banyak bergaul dengan seniman dan sastrawan Bali antara lainMade Sukada, Nyoman Rasta Sindhu (almarhum), dan Abu Bakar.

Pada mulanya dia sama sekali tidak bermaksud menjadi seorangsastrawan atau penyair. Dengan kata lain, ia menulis tanpa pretensidan tujuan tertentu. Yang jelas, individu-individu yang berada dilingkungan Parsua adalah orang-orang yang sangat meminati dan

12

mencintai sastra Bali tradisional, khususnya sastra kakawin puisiliris tradisional Bali.

Sejak kecil Parsua sudah sangat tertarik mendengkarkanpembacaan kakawin, khususnya kakawin Arjunawiwaha. Waktu itu,minat Parsua memang hanya terbatas pada mendengarkan sertamembaca.

Ketika ia masih duduk di SLTP itu, secara finansial uang sakuParsua cukup memadai sehingga keinginannya untuk memenuhiminat baca dengan cara membeli buku-buku sastra bukanlah suatumasalah. Majalah-majalah yang berisi cerpen dibelinya. Ketika itumembaca sastra merupakan suatu hiburan baginya.

Seiring dengan perkembangan waktu, minat Parsua dalambidang sastra semakin besar. la sering diajak berbincang-bincangtentang nilai-nila yang terkandung di daiam sastra Bali tradisionalyang sempat dibaca ayahnya. Dari hasil perbincangan tersebut,kemudian Parsua dapat memahami fungsi sastra dan merasakankenikmatan dalam membaca sastra. Selain itu, pergaulan di kotadengan para seniman serta banyaknya membaca karya sastra yangtersebar pada waktu itu dengan harga yang relatif terjangkaumembuat minat Parsua pada sastra semakin tebal.

Bagi Parsua, menggeluti karya sastra bukanlah seal rutin atausesuatu yang dapat dikerjakan dengan sambil lalu. Parsuamemandang pekerjaan itu merupakan masalah serius. Pada saatmenulis karya sastra, dia sangat tergantung pada desakan mood.Bila tidak menulis karya sastra, biasanya Parsua menulis artikel-artikel lain, misalnya artikel tentang koperasi, sesuai dengan profesiutama yang kini digelutinya.

Bagi Parsua, adanya mood atau ilham memang belum cukup untukmenulis karya sastra. Mood harus mengalami proses pengendapan,perenungan, kemudian diolah. Kadang-kadang ide dan mood hilangkarena tidak ada waktu untuk menuangkannya. Namun, sewaktu-waktu ide yang hilang tersebut dapat muncul kembali.

13

Jika mood dan konsentrasi menulis Parsua sedang menyita dirinya,ia pantang diganggu. Demikian puia situasi di sekitarnya tidak akanmampu mengganggu konsentrasi pribadinya.

Pada saat mengarang, Parsua selalu mulai dengan perenungandan pemiklran. "Tidak ada karya saya yang lahir secara kebetulan",demikian ungkapnya. Hasil perenungan dan pemiklran tersebut barudapat dituangkan ketika suasana hati atau mood berada dalamkeadaan mengasyikkan. "Mood inilah yang sulit diperoleh ataudiciptakan. Mood memerlukan suasana tertentu, yakni istirahatyangcukup, kesehatan yang prima, dan waktu yang memadai", demikiankata Parsua.

Karya-karya Parsua tidak ada yang dibuat "sekali jadi". Kelahirankarya-karyanya selalu mengalami proses yang panjang. Karya-karyayang telah selesai ditulis, dibiarkan dulu, diendapkan. prosespengendapan tersebut ada yang sampai berbulan-bulan, bahkanhingga bertahun-tahun. Beberapa waktu kemudian, ia membacaulang karya-karya yang telah diseiesaikan sambil menemukansuasana hati yang balk, suasana batin yang puitis, yang halus. Parsuaagak sulit mengungkapkan proses peneiptaan karya-karyanya secaragamblang dan pasti.

Seorang pengarang memang sudah semestinya memilikiwawasan yang luas. Wawasan tersebut diperoleh parsua tidak sajameiaiui pengamatan serta perenungan, tetapi juga melalui membacabuku-buku yang penting dan menarik baginya. Membaca buku-bukuitu tidaklah dilakukan secara khusus dalam kaitannya dengankesiapannya mengarang. Namun, Parsua mengakui kata-kata ataukalimat-kalimat menarik yang ditemukan dalam bacaannya seringmuncul secara tidak di sadari dalam karya-karya yang ditulisnyakarena hal itu meluncur begitu saja dengan sendirinya. Sehinggaperlu rnengalami koreksi kembali.

Bukii-buku yang sermg dibaca adalah buku-buku tentangkebudayaan. Selain itu, Parsua Juga banyak membaca buku-bukuagama khususnya kitab suci Bhagawad Gita uhtuk mendapatkanpengertian dan pemahaman mengenai norma-norma dan nilai-nilai

14

kehidupan. Parsua jiiga membaca kitab-kitab suci agama lain.Singkatnya, dapat dikatakan bahwa buku-buku yang sering dibacaParsua adalah buku-buku kebudayaan dan agama.

Informasi yang diungkapkan melalui buku-buku yang d|bacatersebut sudah tentu menambah pengetahuan, wawasan, dankekayaan batin Pareua. Informasiiiterer yang telah direnungkan dandihayati itu berhasil menambah penetahuan filsafat dan keyakinankeagamaan Parsua. Apaladi kalau bahasa buku-buku tersebut bagus.Bacaan seperti itu membawa keriikmatan tersendiri bagi pribadinya.

Selain buku kebudayaan, agamav dan filsafat, Parsua jtiga sukamembaca buku-buku yang lain. Bahkan, hamp1rsemuajenis buku dibacanya, terutama yang isinya menarik. Bagi dirinya, selainbermanfaat menambah wawasan pengetahuan dan memperkayabatin, bacaan itu dapat juga memberikah pengetahuan praktis atauketerampilan tertentu. Parsua merasa tidak perlu sengaja mehcaribuku-buku yang akan dibaca. Dia menyadari pula bahwa sering kaliisi buku-buku menarik yang pernah djbaca muncul di bawah sadardi dalam karyanya.

"Hidup ini kan kompleks?" kata Parsua. "Sastra yang balkmungkin dapat memberikan informasi yang kcmpleksi" Bagi Parsua,haklkat sastra yang pertama adalah "estetika". Yang dimaksud denganestetik itu adalah kepuitisannya, kekayaan inforamsinya, dan jde-idenya, terutama yang terkait dengan rohani. Hal itu berarti bahwadalam berkarya Parsua mementingkan keutuhan, bentuk maupunisi, kesejmbangah antara bentuk dan isi, kehalusan, religiositas, danpengucapan yang padat. Dari situ dapat dinilai bahwa Parsuaberkarya berdasarkan pandangan universal dalam dunia sastra,pandangan estetik dan etik yang pada daaarnya merupakan satukesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.

Parsua mengawali karier kepengarangannya melalui penulisanpuisi. Setelah itu, barulah dia menulis cerpen. Sajak pertamanyadimiiat pada majalah dinding sekoiah. Parsua tidak ingat secara pasti

15

judui sajaknya itu. Menulis pada media majalah dinding merupakansalah satu bentukromantisme pengarang"masa,lalu", yang menjadisalah satu bagian dari proses lahirnya seorang pengarang ataupenyair.

Selanjutnya, kaiya-karya Pareua mulal dlpublikasikan lewat suratkabar, yaltu surat kabar Suluh Marhaen, dan kin! bemama harianBali Post. Karya-karya puislnya diniuat dalam rubrik "Banteng Muda".Cerpennya yang dimuat pertama kali pada surat kabar tersebutberjudul "Kakek Jadi Pahlawan". Sejak itu karya-karyanyadipubiikasikan di berbagai media, baik media yang terbit di Bali yaituBali Post, Karya Bhakti, Nusa Tenggara, dan ball Courier maupunniedia terbitan pusat, Jakarta yaiitu harian Merdeka, Berita Buana,Berita Yudha, Suara Karya, Sinar Harapari, Simponi, Swadesi,Memorandom, Prioritas, Majalah llmu dan Budaya, Basis, Horison,Topik, Dewan Budaya dan Dewan Sastra (Malaysia).

Menulis puisi, cerpen, atau artlkel biasa, bagi Parsua tidak adasuatu perbedaan. Meski demikiari, ia rhengatakan bahwa menulispuisi agak lebih mudah daripada menulis cerpen atau novel asal waktuistirahat untuk merenung cukup dan badan dalam keadaan sehatMemburu ide yang benar-benar menarik dan dapat dihayati olehParsua memang sulit.

Sebagai seorang pengarang, Parsua cukup produktif. Dalam usia48 tahun Parsua telah menulis tidak kurarig dari 80 buah cerpen;100 buah puisi; 60 buah artlkel seni, sastra, dan budaya; darisekitar 90 buah artlkel yang berkaitan debgan petemakan, penyakithewan, koperasi, dan Iain-Iain. Selain itu, Parsua juga menulisbeberapa novelet. Sejumlah puislnya juga telah terbit dalam kupulahpuisi, demikian pula cerpen-Qerpennya, Kumpulan puislnya yangsudah terbit adalah Matahari (1970), Setelah Angin Senja Berhembus(1973), Sajak-sajak Dukana (1982), Sajak-sajak Langit (tanpa tahun),dan pemburu (1987). selain kumpulan puisi yang bersifat mandiri,

16

penyair lain, dalam kumpulan puisi berjudu! Sepuluh PenyairIndoensia-Malaysia (1983) dan Antoiogi Penyair Asean (1983).Sepuluh buah puisinya yang lain dibuat dalam kumpulan Tonggak 3yang diterbitkan PT Gramedia, jakarta (1987). Di antara sekian jumlahkumpulan puisi yang diterbitkan, rupanya karya-karya Parsua yangtemimpun dalam Sajak-sajak Dukana dianggap paling berhasil danmenarik minat para kritikus sastra untuk dibicarakan. Dalamkumpulan itulah dapat ditemukan sajak-sajaknya yang mengandungkonsep dan nilai-nilai humanisme universal.

Tulisan-tullsan Parsua dalam bentuk cerpen, novel, dan esaiseperti CatatanKebudayaandaii Bali {esalhersama, 1983), SekerasBaja (kumpulan cerpen, 1984), "Puisi dan Kebangkitan" {kumpulanesai, 1984), Sembiiu dalam Taman {novel, 1986), KWe/as//"(kumpulancerpen, 1990), "Hakikat" (kumpulan esai, 1987). "RumahPenghabisan" {kumpulan cerpen, 1993), dan Anak-anak (kumpulancerpen, 1987). Novelnya yang berjudut "Permuiaan Duka" dlmuaXsecara bersambung pada harlan Nusa Tenggara pada tahun 1989.

Selain menulis dalam bahasa Indonesia, Parsua juga menulispuisi dalam bahasa Bali. Puisi-puisinya yang berbahasa Bali (lebihkurang sepuluh buah) diterbitkan oleh Balai penelitian Bahasa denganjudul Kembang Rampe Kasusastraan Bali Anyar.

Menurut beberapa orang pengamat sastra, Parsua justru sangatkuat dalam penulisan cerpen. Cerpen-cepennya rill, bahasanya kuat,dan mampu mengangkat kenyataan hidup. Dia konsisten memilihobjekyang menjadi realistas kehidupan manusia sehari-hari denganberbagai masalahnyayang kompleks. Hal itulah yang menyebabkanantara lain cerpen-cerpen Parsua penuh vitalitas. "Dunia Parsuasebetulnya adalah cerpen", ungkap pengamat-pengamat tersebut.

Berdasarkan beberapa komentar yang pernah dilontarkankepada dirinya, Parsua cenderung lebih banyak menumpahkanperhatiannya kepada estetika puisi. Karena Parsua beranggapanbahwa karya sastra, khususnya puisi, tidak dapat dipisahkan dari

17

pesan moral dan problpmatik kemanusiaan. Parsua menyadari bahwapesan moral dan amanat huraanisme haruslah di ucapkan secaraestetjk, dan masalah estetik merupakan hal yang paling esensialdalam karya sastra. Karya sastra bukan sekadar penyampaian pesanmoral. Aspek moral dan estetik, bentuk dan isi, dlibaratkan Parsuasebagai rnata uang yang kedua permukaannya harus salingmelengkapi. Sastra adalah media yang dapat menjadikan manusiasebagai manusia yang manusiawi. ltulah prinsip Parsua.

Ide-ide dalam karya Parsua memang berangkat dari latarbelateng sosial budaya serta relegi masyarakat Bali dengan berbagaiimplikasi nilai yang terjadi di dalamnya. Dia sendiri mengakui bahwakarya-karyanya sangat dipengaruhi oieh bentuk-bentuk sastra Balitradisional, misalnya tembang-tembang macapat (gBguritdn),palawakia, termasuk sastra lisan Bali. Bentuk-bentuk dan gagasan-gagasan yang terdapat dalam sastra Bali tradisional tersebut diolahdan dikembangkan di dalam karya-karyanya.

Mengenai pengaruh sastrawan lain, Parsua mengatakan bahwaia hanya membandingkan karya-karya yang dibuatnya dengan karya-karya penulis lain. Sebagai seorang per\garang, Parsua sangatmengagumi Rabindranath Tagore.

18

Ngurali Parsua bersama salah seomng penyair imna. rencmuu,, ...diKuta Bali 25 Maret 1983 (Folo diambil tahun 1983)

A.A. Panji Tisna dan I Gusti Ngurah Farsua Dua Pengarang Bali dari Generasiberbeda [Polo diarnhil tahun 1972 di Lovina Buleleng)

BAB III ANALISIS MIKRO KARYA PARSUA

3.1. Gaya Ucap dan Isu Humanisthe Puisi Parsua

Secara umum, kekhasan kaiya Parsua bisa dilihat dalam duaaspek. Pertama dalam ha! bentuk, terutama tipografi sajak-sajakParsua, menunjukkan dinamika dari waktu ke waktu. Hal itumenandakan Parsua masih aktif be'reksperimen dalam berkarya.Kedua, dalam hal tema, puisi Parsua tetap bergbrak seputarpersoalan-soalanyang dihadapi manusia di duniafana ini, baik dalamhubungannya dengan manusia lain, dengan dirinya sendiri, maupundengan Tuhan. Parsua cenderung mengintemalisasi prsdalan ataukonflik batin yang dihadapi aku lirik dalam karya-karyanya. Dalamkeadaan demikian, puisi-puisi Parsua banyak mempromosikanpentingnya manusia menghayati nilai-nilai normatif sosial atau religius,bukan menolaknya secara derhonstratif.

Sebelum menganalisis puisi-puisi Parsua, berikut akan diuraikansecara ringkas pandangan Parsua lentang puisi. Persepsi penyairtentang puisi diharapkan dapat membuka jalan untuk menganalisiskarya-karyanya.

3.1^1 Persepsi Parsua pada PuisiDalam kumpulan puisi Pemburu Parsua menulis kata pengantar

berjudul "Surat Pei1

i"SuratPerkenalan Penyait" itu.

Menulis puisi bagi saya, mervpakan ekspresi secara total bagidirl pribadi sebagal manusia. Hanya dengan pengucapan puisidan Ijerkesnianiah, saya merasabetjas dan terwakiii secara jujur,total berekspresi. mengucap dengan merdeka, berekspresimenggaii seiuruh pengaiaman batin hidup saya. balk sebagaisarjana, guru, warga negara Repubiik indonesiat anggotamasyarakat, sebagai ayah dan iain-iainnya, sehingga tercakuputuh sebagai manusia yang menjadi warga semesta.Pada saat saya berkarya, maka pribadi yang terjeima saat ituadaiah pribadi yang utuh sebagai manusia. Tak iagi pribadisarjana, ayah dan sebagainya (hat. 34).

Pokok pikiran Parsua yang dikutip di atas mengisyarat beberapahal. Pertama, pengertian Parsua terhadap puisi. Puisi bagi Parsuaadaiah sarana ekspresi yang paling "sempuma" atau sarana ekspresiyang paiing "memuaskan". Hanya melalui puisi-lah dia bisamengartikuiasikan pengaiaman batinnya secara "jujur. Ini berarti bagiParsua katya puisi adaiah sarana ekspresi yang sangat panting. Puisibisa menjadi sarana untuk mencapai Utopia kesempurnaan,kepuasan, dan kejujuran-suatu kebutuhan yang bisa dikatakan paling tinggi ieveinya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai nilai,kesempurnaan, kepuasaan, dan kejujuran itu bersifat universal,diidam-idamkan oieh manusia secara universal.

Kedua, bagi Parsua puisi adaiah ekspresi terhadap pengaiamanbatin penyairnya. Pernyataan ini harus ditafsirkan bahwa puisimengungkapkan hal-hal yang bersifat batiniah, insaniah, yangberkaitan erat dengan emosi, perasaan, serta imajiansi-imajinasipenyaimya, baik yang bersifat personal maupun pengaiaman individuyang berdimensi sosial. Jika penafsiran ini bisa diterima berarti bahwa

20

karya-karya Parsuatidak hanya mengartikulasikan pengalaman ataugagasan individual (personal), tetapi juga isu-isu sosial. Dalambeberapa hal, pengalaman batin seseorang memang bisa juga dialamioleh orang lain sehlngga Identik dengan pengalaman kolektlf.

Ketlga, dalam menulls penyair leblh bertlndak sebagal manusiablasa (manusia sebagal manusia) bukan sebagal makhluk sosial.Dalam kehldupan sehari-harl, seseorang memlllkl berbagal atributsosial yang membuat penampllan, tanggung jawab, dan perhatlan-perhatlannya berbeda-beda sesual dengan status soslalnya,jabatannya, situasi dan kondisi yang dihadapl. Akan tetapi, ketlkamenulls pulsl semua atribut sosial Itu, melebur menjadi satumenampllkan manusia yang utuh, yang menulls dengan tanggungjawab sebagal manusia. Identik dengan butir pertama dl atas, dl sinlpun Parsua Ingin mengatakan bahwa dalam menulls pulsl penyairItu bertanggungjawab kepada kemanuslaan bukan kepangkatan ataustatus sosial. Perhatlan Parsua leblh diarahkan kepada hal-lhwalkemanuslaan atau humanlsme.

PersepsI Parsua terhaidap pulsl yang tercermin dalam tullsannyaseperti yang dirumuskan dl alas dipertegas lagi dalam sajaknya yangberjudul "Sajak".

SAJAK

Dalam sajakkah tergenggam bijak ?tanah keras tertipat berpljakcermin lalu hllang terbantingberpulng-puingketemu sumbing

Dalam sajak tergapal gelombang rasa nyerl perlahanSemua IntI pati sumber pohongas beracun membakar marah bangga

21

air mata ibu kepayangkenang dari semua kenangpengasah sayang

Bayang-bayang sia-sia tak ada sianyaIbu setia memimpin putranyamenidurkan tangisnyadoa lapangnya ber^gema saja

Pertemuan duka semua bangsadikandungnya damai

Denpasar1981

Dalam karya di atas jelas tertangkap bahwa sajak atau puisiadaiah "cermin" tempat penyair (manusia) untuk berkaca, melihat kevyajah, atau ke dalam hati dan batin sendiri. Dalam sajak jugaterkandung " semua inti" atau semua esensi kehidupan. Bag! Parsuasajak atau puisi adaiah "ibu yang setia memimpin putranya". Untuk?Jawaban terhadap pertanyaan ini terlihat tegas daiam puisi berjudul"Surat Seorang Penyair kepada kekasihnya" dalam kumpulan puisiSetelah Angin Senja Berhembus (hal. 20 21), dia mengungkapkanbahwa puisi itu adaiah sarana beribadah. Ini berarti puisi identikdengan doa, dan doa selaju berhubungan dengan dunia batin.

Parsua memandang puisi sebagai sarana ekspresi dunia batinmanusia, inner world, di maha kebijakan, kebajikan, kedukaan,kemarahan, kebanggaan, dan air mata (tangis), terkandung didalamnya. Semua hal itu berkait erat dengan humariisme. bait terakhiryang mengungkapkan "Pertemuan duka semua bangsa/dikandungnya damai" menunjukkan sikap universalisme yang menajdiorientasi Parsua sebagai penyair. Kedukaan dan atau kesenangan

22

bersifat universal karena dialarni oleH semua manusia.Pertanyaan yang kemudlan muncul dari ImplikasI dl atas,

bagaimana konsepsi humanisme universaHtu diartikuiasikan dalamkarya-karya puisi Parsua secara umum? Pertanyaan iniiah yangdijadlkan pegangan untuk memahami pulsi-puisi Parsua secara mikrodalam analisis berlkut Ini.

3.1.2 Analisis Kumpulan Puisi Seteiah Angin Senja Berhembus

Kumpulan puisi Seteiah Angin Senja Berhembus (selanjutnyadisingkat SASB) berisi 22 sajak yang dituiis dalam rentang waktulima tahun, yakni dari tahun 1368 hingga 1972. Judui kumpulan sajakini diambil dari judul sajak "Seteiah Angin Senja Berhembus" (hal.3), sebuah puisi yang dituiis buat "aimarhuhn Rastha Sindhu" (cerpenisterkemuka Baii yang mehinggartahun 1972).

Seteiah Angin Senja Berhembus(buat: Almarhum Rastha Sindhu)

seteiah angin senja berhembusberderai angin musim dukamutopan dan badai tidur di tangah berahibaju coklat pena terlena sunyiblous segaia pakaian makam bumitidur menyendiri, dibebaskan sepidi dalam ruang waktu tak terbagi

di sinikah tempat tenteram abadihya pikiranlelap senyap tak terusik bayangarimati tidur abadi dibebaskan haririndu dimamah waktu

sedih duka angin berlalu

23

setelah angin senja berhembuspadang-padang gembala tandusdimakamkan di atas bayangan wujudmudari gema sekapan rumah fanamutidurlah hatimu gelisahmenghadap ke ruang waktu akhir sempurna

Oenpasar1972

Dari segi bentuk, puisi di atas tidakterlalu istimewa. Semua barisditutis dari kiri dan iurus ke bawah. Ekspresi Parsua dalam sajak diatas banyak bersifat definitif (memberikan batasan pengertianterhadap sesuatu), seperti terungkap dalam baris ini: mati tidurabadidibebaskan had atau pada baris terakhir yang berbunyi menghadapke ruang waktu akhir sempurna. Ungkapan-ungkapan ini jelas bersifatdefinitif meskipun tidak penuh. Dalam ekspresi pertama tidak adakata "adaiah" sebagai predikat, sedangkan daiam ekspresi keduatidak ada kata "mati" sebagai subjek. Gaya ucap seperti itu membuatsajak Parsua ini terasa padat, mengingatkan gaya artikulasi puisi-puisi Chairil Anwar. Irama atau resonansi bunyi juga terasa kuatsehingga daiam sajak di atas boleh dikatakan penyairnya bisamenyampaikan gagasan dengan baik atau harmonis denganresonansi bunyi yang mengaiun di dalamnya.

Sajak tersebut mengungkapkan dua pokok gagasan, yaknigagasan tentang "arti kematian" di satu pihak dan "arti kehidupan" dipihak iain. Kedua hal itu merupakan hai yang sangat esensiai bagimanusia di mana pun mereka berada. Tidak ada yang bisa menoiakkematian dan tidak ada yang bisa meminta untuk dilahirkan. ketikadilahirkan manusia sebetulnya sudah membawa tanggal kematianyang pasti, hanya saja tidak ada yang tahu kapan tanggal kematianitu tiba. Inilah salah satu contoti gagasan yang bernada humanismeuniversal yang diungkapkan Parsua dalam puisinya.

24

Menurut sajak tersebut kematian adalah lidur abadi di bebaskanban". Atau, pembebasan dari "sedih duka", dari "gelisah untuk menuju"ke ruang waktu akhir sempurna". Sedangkan kehidupan, sepertiterkesan dalam sajak tersebut, identik dengan kesedihan, kedukaan,dan atau kesepian. Alam kehidupan dan alam kematian dalam sajaktersebut dikontraskan, yang pertama bersifat serrientafa, sedangkanyang kedua bersifat abadi. Ke arah pencarian keabadian iniiahtampaknya cita-cita Parsua hendak diarahkan. Orang-orang percayabahwa perbuatan baik akan memberikan kebaikan, sedangkanperbuatan burukakan memberikan pahala buruk. Dengan menghayatinilai-nilai itulah mereka mencoba berdiaiog dengan misteri kehidupan.Di sinilah ietak universalitas gagasan Parsua

Pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupaaterus muncui sebagaimisteri dalam sajak-sajak Parsua lainnya dalam kumpulan SASBtersebut. Dalam sajak "Laut Masih Memanggir (hal.1) penyairnyamencoba melihat kehidupan itu sebagai sebuah nasib yang harusdijaiankan, tanpa sebuah pilihan, seperti tertUang dalam ungkapanbaris ini: nasib itu kesetiaan/bebas merangkul hidup usia. Ungkapanitu jelas menyatakan bahwa kesetiaan nasib daiam menjalankantugas-tugasnya terhdap manusia tidak bisa ditawar-tawar, nasibmempunyai hak penuh atau kebebasan untuk mengakhiri riwayatseseorang. Akan tetapi, kapan tanggal ajal tiba tidak ada orang yangtahu. Daiam sajak" Di Ujung Senja" (hal. 18) Parsua mengungkapkan; duh, agungnya Engkau/tiada tahu, ujung pangkai perasaan/rinduyang misteri/ajalkah di sana. Ekspresi itu lagi-lagi menegaskanketidakpahaman manusia akan arti hidup, seperti terungkap dalamekspresi apa sebenarnya dicaripada kehadiran dalam sajak "SebuahSerambi di Ladang Sunyi" (Hal. 6).

Dunia kehidupan manusia dalam sajak-sajak Parsua terlukisdengan segala kekelaman, penuh persoalan, misteri, keterbatasan,kesedihan, kedukaan, dan seterusnya. Dalam keadaan begitu,sebetulnya tidak banyak yang bisa diiakirkan manusia untuk

25

m^ngubah nasibnya kecuali dengan berbuat baik, bertindak bajik,dan pasrah menyerahkan diri kepada Tuhan atau meretualisasi dirikepada Tuhan dengan jalan menginternalisasi semua persoalan hidupyang dihadapi. Ajakan-ajakan menyerahkan diri kepada Tuhan (IdaSang Hyang Widhi) dan senantiasa berbuat baik, teriukis denganbaik dalam sajak "Surat Seorang Penyair kepada Kekasihnya" (hai.2021), sajak terpanjang dalam kumpulan itu. Salah satu bait danpuisi itu berbunyi sebagai berikut:

Puisi mengajarku beribadahkepada siapa aku harus memberi penghormatansujud menyerahkan segenap diri kumal karatanAkupun bukan milik diriku, ibu-bapasekilas bayangan menjaiankan papa.

Papa bukanlah nestapa untuk menyerahdiberikan cinta untuk bergairah.

Penderitaan dalam hidup tidak harus membuat manusiamenyerah, manusia harus sadar bahwa hidup bertahan untukmembangun harapan. Kapan kehidupan harus berakhir, tidak periudipertanyakan, segalanya akan tiba. Dalam sajak "Perjalanan" (hal.15), Parsua mengungkapkan hal ini seperti berikut.

26

PERJALANAN

kembangkan jayarmutopan menerpa, hujan gerimisberdendang tenanag-tenangjangan sedih takut geiombang

matahari melepas anak panahnya ditimurkarang terkikis mesti hancurbegitulah peredaran akan sampaisaat dimana waktu usai

DenpasarVO

Kehidupan-kehidupan yang terlukis dalam sajak dan petikanbaris sajak di atas sebagai sesuatu penderitaan memangdimaksudkan penyairnya untuk menegaskan kepercayaan Hinduyang percaya bahwa hidup in! adalah penderitaan, lahir ke duniaidentik dengan menebus dosa, bukan untuk bersenang-senang.Dalarri ekspresi lain, Parsua menegaskan hal ini dalam sajak "Duka"(hai. 16). Sajak inilahtampaknya menjadi wakil dari pikiran, perasaan,dan obsesi Parsua tentang arti kehidupan dan sekaligus arti kematian.Dalam sajak "Duka" Inl, Parsua menegaskan bagalmana juga dukaabadl.

Ada banyak lag! ungkapan dalam sajak Parsua yangmempertanyakan art! kehidupan In! dan yarig mengartlkulasikankehidupan Ini sebagai bentuk lain dari kesengsaraan. Perasaan-perasaan demikian diperkuat iagi dengan kepasrahan untukmempersiapkan diri menghadapi kematian. Dari sajak "SebuahSerambi di Ladang Sunyi" (hal. 6) kita menemukan ucapan yangmengekspresikan kehidupan ini sebagai sebuah elegi, sebuahkesedihan, kesengsaraan: elegi diantara ian^dan tanah {bans ke-

27

8), lalu ada ucapan apatis terhadap kehidupan : apa sebenamyadicaripada kehadiran. Desahan kematian yang memperkuat arti dibalik kedua petikan baris tersebutterasa pada dua baris terakhiryangberbunyi : marilah sayang, maiilah sayang/memahat batu nisansendiri-sendiri. Bukankah itu petanda kepasrahan atau kesadaranaku lirik terhadap kematian, akhir darl kehidupan.

Aku iirik dalam sajak itu tidak beridentitas, tetapi mungkin seorangpetani. Oaiam sajak lain, seperti "Penyerahan Seorang Gelandangan"identitas aku lirik agak lebih jelas, yaitu seorang gelandangan. Apapun jati diri aku iiriknya, persoalan yang mereka hadapi hampir tidakterkait dengan identitas sosial mereka (petani, gelandangan, ataupenyair), tetapi berkait dengan eksistensi mereka sebagai manusia.Mereka sama-sama merasakan bahwa kehidupan ini identik denganduka, sengsara, sepi, kelam, haru, muram, bising, dan sebagainya.Dengan kata lain, mereka merasakan sisi-sisi yang paling humandan kehidupan ini. Makna-makna kehidupan yang bersifat humanitu dituangkan secara estetik dalam ucapan seperti bumihampa hiduplapar terasa (sajak "Penyerahan Seorang Gelandangan"), durhakadan lalim duka di sini (sajak "Pesta Anggur"), masuklah sayang/menyiram iadang sukma yang tandus (sajak "Wajah dalambayangan"), atau angin menerpa tidurku yang resah berblsing danbagalmana juga duka abadi (sajak "Duka). Keresahan, kedukaan,kebisingan (jiwa), kegersangan (tandus/jiwa) adalah pengalamanhidup yang universal sifatnya, bisa menimpa nasib manusia di manapun mereka berada.

Dalam usahanya mengekspresikangagasanyang mengandungnilai universal. Parsua berusaha untuk tidak menghanyutkan diripada ekspresi personal (yang suiit dipahami) dan juga tidak lupa diripada ekspresi vulgar (yang iugas dan kurang estetis). Dengan katalain Parsua mampu memainkan sarana-sarana (penulisan) puisidengan balk tanpa kehjiangan kesadaran menuangkan gagasanpokok dan merangkai irama bunyi.

28

3.13. Analisis Kumpuian Puisi Pemburu

Kumpulan puisi Pe/T7bumberisi 40 sajakyang disusun penyairnyaantara waktu 1977 1982, yakni dalam kurun waktu lima tahun(waktu yang relatif lama). DaJam tenggang waktu itu Parsuamenghasilkan sajak-sajak dengan tema dan bentuk yang bervariasi,namun substansi isinya tetap dominan pada persepsi manusiaterhadap arti kehidupan, kematian, kepercayaan padaTuhan. Semuapersoalan manusia yang diekspresik^n itu baik dalam kontekshubungannya dengan alam, manusia lain, dan Tuhan penyairParsua cenderung mempromosikan nilai-nilai normatifsesuai denganajaran-ajaran agama yang telah kuat berakar dalam tatananmasyarakat.Dalam seal bentuk,ditampilkan dalam kumpulan puisi itu sajak-sajakyang bertipografi eksperimental. Kekhasan tipografi sajak-sajak dalamkumpulan puisi itu akan terlihat jelas jika dibandingkan dengan karya-karya dalam kumpulan puisi SASB. Dalam SASB tipografi sajakterkesan konvensional, poios karena baris-baris sajak ditulis dari kirike kanan secara konsistentidak pernah dimulai dari tengah. Dalamsajak "Pemburu", ada banyak sajak yang penulisannya bervariasi,tipografi lebih kaya, seperti terlihat dalam sajak "Kiriman Teroris","Doa", Tahu", dan "Caru". Seiain itu, keberanian meninggalkan katadan pilihan memakai bunyi serta tanda baca (-,1) juga berpengaruhpada bentuk dan mencerminkan sikap.tertentu penyairnya pada sajak.Sebagai contoh, berikut dipetikkan sajak berjudul "Kiriman Teroris"(hal. 16).

Kiriman Teroris

Bum., m.... Ill

Uh, uuuhuh

Denpasar1981

29

Dalam soal isi atau tema, sajak - sajak dalam kumpulan tersebutkembali menyuarakan kepasrahan, penderitaan, dan aneka persoalanyang dialami manusia dalarti kehidupan ini. Untuk ke luardari kemeluthidup itu, Parsua lebih senang menawailcan gagasan dgar manusiaselalu tabah, jangan frustrasi, menghayati arti kesementaraan dalamhidup ini, percaya kepada Tuhan, berbuat baik, mengutamakan esensidari pada atribut, dan sebagainya. Dengan kata lain, manusia harusmembawa ke daiam batinnya persoalan yang dihadapi sehingga bisamerenunginya untuk kemudian berituai seperti diamanatkan ajaran-Nya.

Puisi "Caru" (hai.31) beiikut agaknya baik dipetik untuk memUiaiahaiisis mikro sajak-sajak daiam kumpulan Pemburu karena temasajak ini identik dengan tema-tema iainnya.

CARU*)

dagingiahditikam mentra

darah mengaiir segaiajiwa jsadanya roh darah roh

berjingkrak; roh, roh, rohi korbanbagikaia

penguji semua roh

Denpasar, 1982

*) Upacara korban untuk keseiamatan duniaDari segi bentuk, sajak ini menunjukkan tipografi yang unik,

dengan mudah menimbuikan gambaran atau asosiasi padapembacanya untuk membayangkan sebuah banten yang terangkaidalam dulang. Judul "Caru" dalam sajak di atas mengandung muatan

30

sosiologis yang basarterutama dalam konteks agama dan kultur Bali,seperti disebutkan dalam catatan kaki sajak tersebut (caru adalahupacara korban untuk keselamatan dunia). Sajak tersebutmengisyaratkan bahwa kehidupah in! pehufi dengan percobaanpenderitaan; Untuk mencegah berjatuhnya korban, mahusia (HinduBali) mempunyai kepercayaan dalam ajaran agamanya untukmemberikan korban "suci". Kepercayaan itu bertuuan untuk menjagakeselamatan dan keseimbangan ekpsistem dunia ini. Meskipunsistem niiai "caru" ini bersifat lokal, tietapi dalam ekspresi Parsuasistem nilai itu memiliki dimensi universal, yakni "untuk keselamatandunia", tidak semata-mata untuk keselamatan Bali.

I manusia

tidaklah mengontrol alam ini karena ada kekuatan lain (kala atauBhatara Kala) yang mengontol kehidUpan manusia. Dapat jugadikatakan bahwa kehidupan manusia dibatasi oleh waktu. Dengankata lain, hidup di dunia ini sementara sifatnya. Dalam kesementaraanitu, manusia ditentukan oleh Tuhan. Hanya mereka yang tidak pemahfrustasi, putus asa, orang yang seialu berusaha, bergairah, yang akandapat mencapai tujuan hidupnya, seperti terungkap dalam sajak"Pemburu".

Dalam sajak "Pemburu" (hal.39) terungkap kisah (seorang)pemburu yang akhirnya menemukan tuhan-Nya karena dalamhidupnya dia "berburu" terus tanpa pernah mengeluh, tidak pernahtakut luka dada, tidak mengharapkan bintang (tanda jasa), tidakmemerlukan apa-apa alias tanpa pemerih. Petikan sebagian sajakberikut mungkin bisa memberikan gambaran tema sajak tersebut.

31

PEMBURU

.... Buru, burulah ! Burqnan dfari segala benua,terrnabuk lelap karena tembang cjanjur yang dangkai, karenadoa telah dijadikan iagu disco, direguknya tubuh perempuanbinal

darl negeri siluman, dan inenjadikan musuh kemanusiaan.Burulah!

Burulah ! Buru menjadi pemburu tanpa keiuh tanpa takut lukadadatanpa uang tanpa jasa tanpa bintang, tanpa apa-apa. Maka,pemburulah dia darl sla-sia yang hllang, ketemu suara AUM, dlsaria darl suara Allahu Akbar, darl suara kebangkltan Kristusdarl semua roh kemanusiaan kaslh sayang. Dam ! Dam! Dam!Jangan terburu oleh patah dan tertidur oleh galrah.

Denpasar1981

: Kisah ini bisa mengingatkan kita pada cerita Lubdhaka dalamtradisi Hindu. Ljjbdhaka adaiah pemburu yang "dianggao banyakdosa" karena membunuh binatang. Suatu bar! dia pergi berburu kehutan, akan tetapi malang dia tidak mendapat seekor binatang danterpaksa menginap di tengah hutan karena tidak mungkin meianjutkanperjalanan saat maiam gelap tiba. Diceritakan Lubdhaka semalamsuntuk duduk di cabang pohon kayu yang dibawahnya terdapat telagasuci. Dia takut tidur, khawatir akan dimangsa binatang buas. Waktuitu tepat penanggaian bulan genap (tilem), dan Lubdhaka tiada punyapilihan lain kecuali meiek sepanjang maiam sambii memusatkanperhatiannya kepada Tuhan. Kekusukan Lubdhaka melakukansemadi waktu itu membuat dia selamat maiam itu, bisa meiewatumaiam genap tanpa haiangan. Dengan kata lain, pengaiaman spir-

32

itual Lubdhaka waktu itu mencapai hasil. Dia mendapat pertolonganIda Sang Hyang WIdhl. Hari Itu dikenal sebaga! haii Slwaratri, yangpopular dengan sebutan "malam menebus dosa" di kalangan umatHindu.

Esensi dari cerlta Itu adalah bahwa hanya orang-orang yangbersungguh-sungguh, tidak mudah frustrasl, yang percaya kepadaTuhan yang dapat sukses dalarn menghadapl bidupnya di alam fanainl. Teguh dengan orientasi huntanlsme universal, Parsua dalam sajak"Pemburu" Itu mengekspreslkan tanda kehadlran Tuhan dalamberbagal ungkapan sepertl AUM (Hindu), Allahu Akbar (Islam),Kebangkltan Kristus (Kristen). Yang terpenting dl sinl adalah IntI darlpemburuan mencarl Tuhan untuk menghadap-Nya.

Dalam sajak lain, sepertl "Oca" (hal. 17), "Bima Suwarga" (hal.29), "Kemelut Sang Roh" (hal. 34). "Kepada Ball" (Hal. 40), dan "KItabSucI" (hal 41), Parsua banyak meluklskan usaha manusia untukmencarl Tuhan dengan tulus Ikhlas, kepasrahan (dalam artl positif),keyaklnan yang tinggi, dan keberanlan. Dalam sajak "BIna Suwarga"misalnya, Parsua mengungkapkan usaha BIma dengan sabar, berani,tak gentar, sekallgus sujud menuju sorga untuk memuja Tuhan.

BIMA SUWARGA

Tuhan : Hamba tarlkan tail perangdarl kesetlaan tanpa untung rugl

Tuhan : Hamba pemujaMu, ahugerahmuaku bakar roh, aku bakaryang tak berdlrl tegakAku bakar langit, bakar dirl, bakar!

33

cahaya bening berkelip-kelip dititi Bimasampai ke alam neraka rsorga

Denpasar1980

Bima adalah tokoh pewayangan yang berasal dari pihakPandawa yang terkenai berwatak keras, berani, kuat, dan tidak

"mengenal mundur (pantang mundur). Pillhan Parsua untukmengangkat tokoh in! ke dalam sajaknya jelas dimaksudkan untukmelukiskan bahwa hanya orang-orang yang teguhlah yang bisamenghadap Tuhan. Tetapi, keteguhan itu tidak selalu mesti mengaoupada ha! fisik tetapi pada emosi dan penghayatan. Keteguhan Bimatidak semata-mata keteguhan fisik, tetapi pada emosi, hati, danpikirannya.

Dalam sajak "Kepada Bali", Parsua mempertanyakan sejauhmanakah Bali mampu mempertahankan keberadaan sesajen(iambang ritual) dan mendorong agar orang - orang sungguh-sungguhmencari inti ajaran agama. Sajak ini sejalan dengan wacana utama(grand discourse) yang banyak mewarnai polemik pemikiran di sekitaragama Hindu di Bali, di mana kelompok "modernis" mengusuikanagar umat Hindu lebih mempertebal bobot pemahaman terhadapfilsafat ajaran agama (tatwal daripada semata-mata melakukanpameran kekuatan menyelenggarakan upacara (ritual) yang berlebih-lebihan dari esensi yang seharusnya. Kecendrungan seperti itu jugaterlihat dalam perjalanan agama lain, walaupun dalam proses inimasih banyak teijadi dialog, beium sampai pada wujud final.

Keistimewaan sajak-sajak dalam kumpulan Pemburu adalahdominan dan eksplisitnyaekspresi yang iangsung mengarah kepadaKe-Tuhan-an, baik untuk agama Hindu maupun untuk agama lain.Dalam menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhan, penyairmelukiskan perlunya manusia berkorban secara tulus dan

34

menyerahkan diri secara pasrah. Dalam berbagai bencana yangterjadi, kesalahan diarahkan kepada manusia, seperti teriihat dalambans terakhir sajak "Banjif^hal. 24): Takada banjir terpanggil kalautak salah manusia. 0\eh karena itiilah, dalam-sajak "Doa", penyairmenegaskan bahwa doa itu pentihg tetapi yang jiiga tidak kalahpentingnya adaiah konsistennya ucapah dan perbuatan sepertitercermin dalam penggalan baris beiikut, ... doa bukan sokadar/meminta/Barangkali: "perbuatan dan ucapan bersatu"(ha\.i7).

Tema-tema dalam kumpulan Pembi/m jelas masih searahdengan tema-tema kumpulan SASB, yakni berkisar pada gagasan-gagasan yang dapat merangsang manusia untuk merenungkanbahwa kehidupan in! penuh keterbatasan, penderitaan,keSementaraan, dan jalan terbaik untuk menghadapinya adaiahpercaya kepada Tuhan, menyerahkan diri kepada^Nya melaluiberbagai ajaran. Segala persoaian yang dihadapi manusia harusdikembalikan kepada kekeliruan manusia bertindak. Hal penting disiniadaiah internalisasi dan introspeksi. Demikianlah cara-cara yangditempuh Parsua untuk memperoleh nilai-nilai normatif religiuSsekaligus mengagungkan Tuhan.

Sebagai penutup analisis mikro sajak-sajak dalam kumpulanPemburu, Ada baiknya mehgutip sajak Tahulah! Maka SerpihanBadai JadI Nyanyian Damai" yang melukiskan keagungan Tuhan,keiinduan manusia atas-Nya, sekaiigus keterbatasan manusia untukmencapai-Nya.

Dari manakah semua asal muasal? Kalau aku punya, denganuang kubell dunia, dengan meslu kubunuh burung dengan kapalkucapai pulau ke pulau, pelabuhMn ke pelabuhan - dengan apa tit!langit, udara maya, ke padaNya.

Apakah tabu? Tergantung dari tahu ku dan MulH

Denpasar1980

35

3.1.4 Analisis Kumpulan Puisi Sajak-sajak Dukana

Kumpulan S^a/c-sa/akDu/rana (selanjutnya disingkat SSD) terbitpada tahun 1982, berisi 47 puisis yang ditulis antara tahun 1970^anhingga tahun 1980. Kekhasan puisis ini dibandingkan sajak-sajakdalam kumpuian terdahulu adalah metafora alam yang dipilihnya.Diksi sajak-sajak Parsua dalam kumpulan SSD banyak mengangkatmetaWa alam atau yang berkaitan dengan geografij sepertiPegunungan Himalaya, Selat Malaka, ("Pada Puisi"), Sungai Nil("Pintu Sorga"), Sungai Mekong dan Chitagong ("Pengertian"),Missisipi, Niagara Fall ("Petualangan Bumi dan Orang Tua"), Kuta("Kuta"), yang jelas mengacu ke satu tempat tertentu, dan sejumlahmetafora alamiah umum seperti "hutan purba", "rawa-rawa", "Bukitnasib", dan sebagainya. Metafora demikian tidak banyak munculdalam kumpulan SASB (kecuali hanya satu, seperti terlihat dalamsajak "Bedugul").

Diksi-diksi yang mengacu kepada nama tempat dan geografi diberbagai negeri bisa dilihat sebagaipetanda bahwa imajinasi Parsuadalam menulis sajak tidak terkungkung lingkungan yang sempit, tetapiluas dan universal. Parsua tidak menjadikan semata-mata Bali atauIndonesia dengan segala medan nilainya fvalues) sebagai tempatberkait sajak-sajaknya, tetapi jauh iuas ke mancanegara. Jika pokok-pokok pikiran itu bisa diterima berarti humanisms dan universalitas.Parsua dalam kumpulan SSD identik dengan tema-tema sajak dalamkumpulan SASB, walaupun diksinya berbeda. Perbedaan diksi ituhendaknya dilihat sebagai kreativitas penyaimya yang dinamik.

Selain itu, diksi-diksi yang mengacu ke nama-nama geografisitu dipakai penyaimya untuk melukiskan kebesaran, kejauhan,ketinggian, keterasingan, kesunyian, dan kesucian alam lain yangdilukiskan. Dengan kata lain, iuMsan-lukisan itu dimaksudkan uritukmenggambarkan kebesaran Tuhan, seperti tepat dicontohkan padasajak "Pada Puisi" (hal. 13) sebagai berikut.

36

GUNUNG HIMALAYA

Kenapa mesti berdiri dengan angkuh ?hujan gerimis di pundak yang kukuhaku mau tinggal d! puncakmu bermain saljuah, biar cuma menipu diriBarangkali besok Engkau sendirimengirim surat via diahingga terbaiing dengan gampangseperti daun terbangdi antara iintasan kijang-kijangTinggai khayaii bergantunganbeiita derita mendung, hancursebeium mengusap puas

Denpasar1970

Kata ganti "Engkau" daiam sajak di atas bisa ditafsirkan Tuhan ataubisa juga Himalaya, atau barangkali Himalaya sendiri adalah simbolkeagungan Tuhan. Yang jelas tanpa bantuan "Engkau", aku lirik daiampuisi di atas tidak akan bisa mencapai cita-citanya; cita-cita bersatudengan-Nya.

Daiam kumpulan SSO, terdapatsatu puisi menarikyang memitikitema identik dengan sajak "Setelah Angin Senja Berhembus" daiamSASB. Sajak itu berjudui "Perjaianan Terakhir" (1970), balk dipakaititik toiak untuk mengurai iebih jauh tema puisi-puisi Parsua yangbergerak di antara dua kosmologi yang berbeda, yakni aiamkehidupan dan aiam kematian, aiam fana dan alam baka.

37

PERJALANAN TERAKHIR

Tibalah saatnya di sinidiambang kelopak senja dan perpisahan sunyiSudut jendelaku terkatup telah terbukaseruling bergema membebaskan beban deritaMenggefepar dari lelahku berat dan sayubanguniah manis, bangunlah manismemanggil kawanku mimpi menangis

Telah lama bersama, karibkubadanku kereta usang, aku kusinnuucapkan selamat jatan padakuselamat untukmu dan untuk kalian

Sari bunga hidupku akan kusajikankepada yang tersenyum dari langitdatang menjemput memberikan kehidupan barumengulurkan cahayanya gemerlap menyongsongkumemeluk mesra, menggaibkan angan-anganAkupun mencintainya karena aku cinta kehidupan

Berangkat aku dengan kereta senyapkemudian berbeiok ke jaian semarakcahaya terang, bunga berjurai bermekaranbersorak angin daiam tamanmusik paling nyaring dan merdu ditabuhkan-termangu aku tiba-tiba senyapgapura emas bertabur jambrud di ujungnya.Aku kembaiikan yang dahuiukepada kalian, ambiiiah- sebab itu bukan miiikku iagi

38

Aku berangkat akan menghadap kepadaNyasenjata telah punah semuanyatak ada lagi kebanggaan pada diritak kekuatanuntuk tegak kepadaNya berdirisegala pesoiek dan keangkuhan larila pun berakar ke gubug paling tuapada gelandangan terkumal kudisankepada siapa-siapa yang pernah adadi Sana berdegap menyentuh tanganmumengelus ntkmatnya bagai belal ibusejati dan abadi

Perjalanan terakhir telah tibajangan hadiahkan aku apa-apakecuali kudus doa

setelah sampai di ujung jembatan gelap gulitakudengar tangis mereka berdukaAku akan menghadap menikmatinya ladangkusiapa durhaka

Dengan kata-kata yang sederhana, frase-frase yang biasa, dangatra - gatra yang umum (impersonal), Parsua bisa melahirkan puisiyang utuh, kontemplatif, dan berkepribadian. Kata, frase, dan gatrayang biasa muncul dalam wacana sehari-hari teijalin sedemikian rupasehingga benar-benarmenjadi "bagian sajak" yang secara bersama-sama dan serentak "bertugas" menyampaikan gagasan penyaimya.

Gagasan yang terartikuiasi dalam sajak di atas transparan sekali,yakni tentang perjalanan kematian si aku lirik. Dia berbicara tentang"waktu kematiannya" (TIbalah saatnya of/s/n/), yang terjadi pada "senjahari" (di ambang kelopak senja...). Dia juga bercerita tentangperasaannya dalam menghadapi kematian yang diiukiskan sebagaiproses dan awal "pembebasan beban derita" sehingga muncui kesan

39

bahwa bagi si aku lirik "kematian" itu identik dengan "kesenangan"atau kebahaglaan. Tetapl, apakah makna kematian itu bagi oranglain? Bagi orang lain, seperti sahabat, keluarga, dan orang -oranglain di sekitar aku lirik, kematian itu (kematian siaku lirik) identikdengan duka. Mereka menyambutnya dengan tangis, air mata,sebagai tanda sedih.

Kata "kawanku" dan "karibku" bersinonim karena memiliki medan

makna yang sama. Akan tetapi, dalam sajak tersebut kedua katabersinonim itu mengacu kepada dua hai yang berbeda, yakni"kawanku" mengacu pada sahabat, karib, teman atau orang lain disekitarnya yang memiliki hubungan dekat', sedangkan kata "karibku"mengacu pada "badannya senidir" atau raga si aku. Hai itu dikuatkandengan adanya ucapan "aku kusirmu" (kusir dari badan wadag atautubuh). Dalam proses kematiannya, si aku iirik tidak saja berdiaiogdengan teman-teman, keluarga, kerabatnya yang hidup, tetapi jugadengan badannya atau tubuhnya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwaada dua unsur panting dalam esensi dari eksistensi manusia ini, yaitujiwa dan badan.

Dalam bait-bait berikutnya diungkapkan hal-hal yang dirasakan,dilihat, dan dipikirkan oleh si aku lirik dalam memasuki dunia baruatau kehidupan baru. "Kematian" bagi aku lirik bukanlah akhir darikehidupan, tetapi itu jauh lebih memukau (termanggu aku tiba-tiba),tempatnya lebih semarak, bercahayaterang, mengembirakan (mus/kpaling nyaring, banga terjurai bermekaran). Iniiah dunia yang sejatidan abadi (dunia baka, tempat aku lirik berusaha menyatukan diridengan Sang Pencipta. Oleh karena keriangan itulah, aku lirikberpesan kepada kawan-kerabatnya agar tidak menangisikepergiannya ke alam baka itu. Yang panting adalah doa yang kudus,bukan air mata yang berlinang.

Yang substansial dalam sajak itu adalah tersiratnya konsepadanya kehidupan baru setelah kematian (hidup sesudah mati). MadeSukada menilai bahwa sajak itu berkaitan dengan filosofis reinkamasi

40

dalam BHagawadgita. Sesuatu yang tidak kurang panting adalahtersiratnya Ida kosmologi dunia di dalamnya, yakni adanya dunia bakasalain dunia fana ini. Panyair tidak sacara langsung mambandingkansatu par satu (one to one comparlso) aspak dari kadua kosmik itu,namun jalas bisa ditangkap bahwa alam baka (dunia sasudah mati)jauh labih mangasankan, membahagiakan, dunia yang paripurna,dunia tanpa keangkuhan, tanpa pasolek. Uniknya, kontras antaradua dunia itu muncul barulang-uiang daiam sajak-sajak Parsua.Kosmologi kadua dunia itu dilukiskan dalam kontaks kahidupan dankamatian.

Dalam sajak barjudul "Gugur Daun-daun di Atas Bukif (1971),Parsua mampartanyakan tantang tampat "kakakalan" (di manakahsebenarnya kekekaian ini): Jika dikaitkan dangan gagasan di atas,maka "kekekaian" yang idantik dangan dunia yang "kakal" atau"kaabadian" dalam arti kabanaran itu hanya ada di alam baka, bul^ndi alam fana ini yang idantik dangan "prahara", "sangsara", "sadih",dan "ronta".

Dalam sajak "Badugul" (1972), Parsua juga malawankankosmologi dua dunia di atas. Panyair manggunakan idiom "maru"yang tardapat di Danau Baratan (Badugul) sabagai sarana imajinasiuntuk manggambarkan alam baka sabagai "rumah yang sajati" {kanbersua daiam rumah batu sejati) yang dilawankan dalam alam fanayang kedinginan (hujan iagi gerimis menggigii di sini) sapartiditagaskan olah kata "di sini". Daiam sajak SASB. karaktaristik kosmikalam baka dilukiskan sabagai tampat yang tanang, tantram, tidaktarusik olah bayangan, tidak dibatasi olah waktu, dan tarbabas darisadih-duka. Sajak yang ditujukan Parsua kapada aimarhum RasthaSindhu (carpanis Indonesia dari Bail yang pamah mamanangkanhadiah sastra Hor/son tahun 1969 untuk carpan barjudul "KatikaKantongan Dipukul di Bale Banjar") jalas manunjukkan oriantasiobsasi panyairnya. Parsua sangat tartarik mangaksplorasi wujuddunia baru yang akan dituju oiah satiap orang yang maninggal.

41

Sikapnya jelas, menegaskan bahwa dunia sesudah hidupmarupakan dunia sejati, kontras dengan karakteralam fana in! yangpenuh kepalsuan, duka lara. Seperti terang terasa dalam sajak-sajaknya, kehldupan di dunia ini tidak lain dan tidak bukan merupakan"mimpi yang selalu berontak" seperti diutarakan Parsua dalam sajak"Laut Masih Memanggil" (1971). Dunia fana ini identik dengankekejaman (kekejaman milikbumi, dari sajak "Kejam"). Berdasarkanimajinasi-imajinasi itulah akhirnya Parsua rnerasa periu mengajukanpertanyaan : dapatkah aku tidur dengan tentram/tanpa diusik bumiyang hitam (sajak "Suatu Malam Sunyi", 1970). Pertanyaan itumenyentuh sekali. Semuanya mengindikasikan bahwa kehidupanmanusia ini adalah misteri, tidak bisa dipahami, yang terang terasaadalah penderitaan, kecongkakan, takabur, dan sifat-sifat tidak bijaklainnya.

3.1.5 Beberapa Catalan

Setelah menganalisis ketiga kumpulan puisi Parsua, beberapacatatan bisa diususn sebagai berikut. Pertama, tema puisi-puisiParsua yang ditulis dalam periode 1970-an dan 1980-an tidak bisadilepaskan dari kosmologi dua dunia. Kosmoiogi adalah cabangfilsafat metafisika yang mengkonsentrasikan perhatiannya padafajsafah alam semesta. Seperti juga metafisika, kosmologi punberusaha menyelidiki apakah objek yang terlihat itu nyata atau ilusisemata; apakah dunia luar bisa ada (exist) di iuar kesadaran manusia;apakah realitas bisa direduksi atau disederhanakan secara tunggal;apakah semesta itu teratur, harmonis, atau tak teratur aliasdisharmonis?

Sejaian dengan wilayah batasan tersebut, maka yangdimaksudkan dengan kosmologi dua dunia dalam uraian ini adalahaianri dinarnis dari.dunia yang secara dikotomis disepakati memiiikikarakteristikyang bertolak belakang karena ideologi dan kemampuan

42

ekspresi bahasa manusia. Kedua alamdunia tersebut adalah duniakehidupan dan dunia kematlan, alam fana dan alam baka,mikrokosmos d^n maktokosmos, dunia raga dan dunia jiwa, aiamsini dan aiam sana, dunia yang sementara dan dunia yang abadi,duniayangberontakdan duniayangtentram. Dunia yang disebutkanpertama Itu adalah dunia yang real, sednagkan yang disebutbeiakangan adalah dunia yang ideal.

Di antara dua kosmik Ituiah, gagasan-gagasan puisi Parsuabergerak, beresonansi, atau berartikujasi. Gatra -gatra dajamkebanyakan sajak-sajaknya berusaha mempresentasikan citra atau[mage-image kedua kosmoiogi yang di-dikotomi-kan itu secaraberlawanan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Konsepdua dunia itu adalah konsep yang universal, bukan lokal walau daiamkontekstertentu tampak eksklusif dibandingkan eksistensinya daiamkonteks lain. Yang jelas esensinya sama.

Kedua, puisi-puisi Parsua banyak melukiskan hubungan manusiadengan Tuhan. Daiam sajak-sajaknya, citraan Tuhan dilukiskan olehParsua sebagai sesuatu yang agung dan dirindukan oleh manusia.Manusia adalah makhluk yang lahir untuk mati. Kehidupan merekaidentik dengan penderitaan. Untuk memecahkan persolana daiamkehidupan mereka, manusia dituntut pasrah kepada nasib, teguhbetjuang, sekaligus percaya kepada Tuhan. Hanya dengan demikianperjaianan manusia ke alam baka saat kematlan bisa memberikankenyamanan, karena alam ituiah hidup yang sesungguhnya tetjadi.

Ketiga, memperhatikan tenggang waktu penulisan sajak-sajakdan gejolak sosial politik di Indonesia atau Bali akhir 1960-an dan1970-an, kuat terasa bahwa perhatian-perhatian Parsua ternyatatidak diarahkan untuk merespon gejolak dinamika sosial politik yangterjadi di masyarakat secara reaktif tetapi mengarahkan energiperhatiannya kedaiam (internalisasi) untuk menangkap persoalan -persoaian kemanusiaan (iawan dari persoalan sosial) secarakontemplatif. Di sini terjadi semacam proses internalisasi, bukanproses, demonstratif ke luar atau reaksi sejenis lainnya.

43

Pilihan Parsua untuk meritualisasi atau menginternalisasipersoalan seperti itu identik dengan salah satu karakter orang Bali,sepetti terpantui secara simbolik pada adegan penari kerls dalamtan barong Ybarong dance; yang memiiih nebek (menusuk) dirinyadaripada mengarahkan kens ke arah lawannya. Hal itu berkaitandengan Usaha mengendalikan diri, sebuah nilai itu berkaitan denganusaiha mengendalikan diri, sebuah nilai universal, yang secaradinamik dipraktekkan masyarakat Indonesia yang kebetulan juga kuattertaham dalam ajaran - ajaran agama yang dianut orang Bali.

44

3.2. Representasi Tokoh dan Isu HMmanisme Karya Fiksi Parsua

Sejalan dengan penatapan sampel di depan, analisis penplitianterhadap karya fiksi Parsua dijakukan dengan merigambil sebuahkumpulan cprpennya yang berjudul Anak-anak 6an novel SembiludalamTaman. Mengirigatketerbatasanalokasi waktupenelitian, makakumpulan cerpen Sekeras fiaya dan cerita bersambung "PerrnulaanDuka" tidak disdrtakan dalam analibjs. Namun, alasan yang palingprinslpij dikemukakan karena dalam kedua.karya yang dipilih yaltukumpuian cerpen anak-anakdan novel Sembjlu dalamTaman muatanhumanisme universal yang menjadi target penelltian ini dinilai cukuprepreseritatif untuk sebuah penelitian pendahuluan.

3.2.1 Analisis Kumpuian Cerpen Anak-anak

Kumpulan cerpen anak-anak berisi delapan cerita. Tidak adaangka tahun yang menunjukkan kapan cerita itu ditulis, tetapimengingat kumpulan itu terbit tatiun 1987, bisa diperkirakan karya-karya dalam kumpulan itu disusun awal sampai pertengahan 1980-an. Dalam "Kata Pengatar" kumpulan cerpen itu, penerbit BalaiPustaka mengungkapkan bahwa cerpen - cerpen Parsua yangterhimpun itu "bernilai sastra" dengan "tema berbagai ragara". Yangmenarik dalam pengantar itu adalah diungkapkannya tema tentangsikap manusia menghadapi dan memberi makna pada kematian(dalam cerpen "kematian") dan ajaran "bahwa kehidupan sebaiknyajangan dihadapi dehgan jiwa yang lemah serta sikapmenggantungkan bantuan orang lain" (dalam cerpen "laut").

Peniiaian penerbit Balai Pustaka itu pentihg dicsintumkan di ataskarena pendapatitu Identik dengan kecenderungan tema-tema puisiParsua yang sudah dianalisis^i depan. Dalam sajak-sajak Parsuabanyak dibicarakan tentang kematian dan kehidupan; tentang dunia

45

fana dan dunia baka; tentang perilaku yang baikyang mesti diambiluntuk menghadapi persoalan kehidupan; tentang kepasrahan danoptimisme; dan tentang orientasi nilai ke-Tuhanan. Dengan demikian,dapat dikatakan bahwa ada hubungan antarteks antara pliisi dancerpen Pansua. Sebagai contoh dapat disebutkan ceipen "Kematian"(hal. 9-15) dan cerpen Terim^ Kasih" (hal. 16-22) dengan puisi"Setelah Angin Senja Berhembus". Ada kesamaan tema dankemiripan persepsi dalam memberikan makna kematian.

Cerpen "Kematian%engisahkan tentang persepsi tokoh "Aku"terhadap kehidupan dan kematian. Untuk mengkongkretkan temaitu, pengarang menampilkan tokoh Aku berhadapan dengan tokohKakek dengan segala prinsipnya tentang kehidupan dan kematian.Dalam diaiog-diaiog kedua tokoh ituiah tema tentang arti kematiandan kehidupan terungkap secara bertahap sampai akhimya mencapaiklimaksnya. Hai yang sama juga tersaji daiam cerpen Terima Kasih",hanya saja di sini tokoh Aku dikisahkan berhubungan dengan tokohNenek. Daii dialog dan reiasi mereka, kuat terkesan bahwa tokohAku alias cucu banyak beiajar tentang kehidupan dan kematian daritokoh Kakek dan nenek. Dengan kata lain, dapat diungkapkan bahwadaiam cerpen-cerpen itu generasi muda menjadikan generasi tuasebagai tempat bercermin untuk memahami arti kehidupan dankematian dengan iebih tepat.

Tokoh aku dalam cerpen "Kematian" adalah figur anak mudayang berpendidikan (hampirsanana, hal. 11) yang bersekoiah di Jawa(kaiau boieh Bali dianggap sebagai setting cerita). Di mata tokohAku, Kakek adalah figuryang "agung", berwibawa, bijakseperti teiiihatdari penampiiannya yang terhadap hai-hal misterius yang akan tetjadipada dirinya, pada kehidupannya. Di lain pihak, kakek adalah tokohyang pasrah, ulet dan tabah. Beginiiah tokoh Aku antara lainmeiukiskan respeknya pada tokoh kakek:

46

K^ek adalah tokoh yang suiit ditiindukkan olehkehidupan. Keras, ulet, dan rohaniahnya cukup Tinggi.Sangat percaya kepada dunia mistik:.. Mungkin hal iniyang menyebabkan kakekteguh, di aniara deru gelombanqombak kehidupan (hal. 10).

Persepsi aku terhadap kakek menunjukkan bahwa dia hormatdan kagum terhadap Kakek. Rslsa hormat dan kagum itu seringditunjukkan tokoh aku dengan cara berulahg-ulang merenungkanungkapan-ungkapan filosofis Kakek, seperti Tak ada ySng lebih indahdan kepasrahan" (hal 10)",... apa yang menentukan hidup manusia?"(hal. 11), atau "Kau tahu apa artlnya kepasrahan?" (hal.11). Padaakhircenta Aku semakln kagum terhadap Kakek karena Kakek benarmenebak waktu kematlannya ("Besok pukul satu malam, hari yanoterbalk bagiku pulang", hal. 14).

Aku semakln heran. Di depan matanya, Kakek itu gaib. Pendekkata bisa disebutkan bahwa Aku memandang tokoh Kakek sebagaitokoh ideal. Ideal dalam pengertian dinamis. Selain menghayatipemikiran-pemikiran Kakek, Aku juga berusaha mendebat pendapatkakek. Namun, semua sanggahan dan bantahan yang diajukan Akuadalah dalam rangka memahami orientasi Kakek lebih jauh lagi,bukan untuk membuang jauh-jauh pendapat Kakek.

Menurut Kakek kematlan itu adaiah :....kekasih kediia manusia setelah kehidupan. Kematianiahmenjadikan hidup ini berarti. Tanpa kematian manusiatakkan pernah berarti. Maka dengan kematianiahsebenarnya kita bisa menimbang, antara kesadaran akanarti dan kesia-siaan. Tapi bukan berarti bahwa ddngankematian manusia bebas dari penderitaan. Dia haruspunya tanggung jawab pada kekasihnya, kehidupan itusendiri" (hal.13).

47

Kutipan di atas jelas menyarankan bahwa kematian tidak perluditakiiti dan sudah merupakan bagian kehidupan. Konsep yang identikdengan itu juga tertuang dalam bait kedua sajak "SASB", sepertiberikut. , .

di sinlkah tempat tenteram abadinya pikiranleiap senyap tak terusik bayanganmat! tidur abadi dibebaskan haririndu dlnnamah waktu

sedlh duka angin berlalu (SASB, hal. 3)

Berbeda dengan sajak "SASB". dafam cerpen "Kematian"terkesan bahwa sesudah mati manusia berkewajibanmerppertanggungjawabkan perilakunya ketika hidup, sedangkandalam sajak "SASB" kuat terkesan Parsua mengungkapkan bahwaaiarn di sana itu semuanya akan menjadi "sempuma", tidak ada duka,dan tidak ada rindu (rindu dimamah waktu/sedih duka angin berlalu).

Masaiah kesetiaan akan nasib juga tercermin dalam cerpen"Kernatian", identik dengan tema sajak "Laut Masih Memanggil"(SASB. hai l Vvang mengharapkan manusia tabah, ulet, dan teguhsekaligus juga pasrah kepada suratan nasib. Daiam hampir semuasajaknya yang dibicarakan di depan, unsur, pasrah kepada Tuhantetap dipegang teguh oieh Parsua. Hal itu menunjukkan bahwa Parsuamemiiiki perhatian khusus daiam meiukiskan hubungan vertika antaramanusia dengan Tuhan.

Hubungan manusia (Aku) dengan Manusia (Kakek) punoenderung djiukiskan secara vertikai, bukan horisontai, Dalam haiini tidak ada konflik generasi tua dengan generasi muda. Potensikonflik dan potensi frustrasl dikemas dengan dua cara, yaituinternalisasi dan ritualisasi yang diiandasi dengan promosi niiai-niiainormatif di masyarakat. Promosi niiai normaitit seperti hormat, respekkerja keras, teguh, dan uiet demi keberhasilan banyak ditemukan

48

dalam cerpen-cerpen Parsua seperti dalam cerpen "Laut" (hal. 3641), terutama ketika narator mengatakan bahwa "kehidupan bukanharus dimulai daii kelemahan hati dan ketergantungan pada oranglain" (hal. 41). Pernyataan itu mengandung nilal posltif yang benarbag! kebanyakan orang (bukan bag! semua orang) yang berarti universal sifatnya.

Selain tema sekitar makna kehidupan dan kematlan, cerpen-cerpen Parsua juga banyak yang mengungkap tema-temakemanusiaan. Tentang nilai kemanusiaan yang universal dengannyata bisa disimak dalam cerpen berjudul 'Tugu Kenangan" (48-56).Cerpen itu mengisahkan hubungan seorang laki-laki Bali yangbernama Sudarma dengan seorang wanita Barat (Australia) yangbernama Elizabeth Yane. Dalam retasi yang membawa keduanyasaling mencintai itu, Yane menyampaikan bahwa pada dasarnyasemua wanita atau semua manusia sama, dan Sudarma menyetujuihal itu, seperti terlihat dalam kutipan berikut.

"Pada dasarnya semua wnaita Itu sama. Apakah ituwanita Barat atau wanita TImur. Wanita Indonesia aatauAustralia. Ada nllal-nllal yang universal dimlllkl manusia.Perbedaan yang timbui cuma varlasi oleh adanya latarbelakang budaya. tapl aku yakin wanita dl duniamempunyal sifat yang sama."

"Ya, rasa memlilkl kehormatan. harga dirl!" karaku(ku= Sudarma) memotong (hal. 5253).

Jelas dalam petikan di atas bahwa Parsua memang mempunyalperhatian khusus pada nilai -nilai humanisme universal. Manusiapada dasarnya sama, perbedaan terjadi karena latar belakang budayasejarah. Dalam soal harga diri, kehormatan, keinginan, cita-cita,semuanya sama. Dalam cerpen itu, batas budaya, bangsa, tidak lagimenjadi perintang buat umat manusia untuk saling mencintai. Yang

49

justru menghalangi eita-cita Sudarma dan Yane untuk menikah,melanjutkan mahligai cinta mereka, adaiah bencana yangmengakibatkan Vane meninggal dalam suatu keeelakaan pesawatterbang. Bencana itu di luar rencana dan keinginan manusia. Bencanaitu sudah meaipakan takdir, suratan hidup, yang ditentukan olehkekuatan supranatural. Dengan kata lain, terwujud tidaknya cita-cltamanusia, padakahlrnyaTuhanlahyang menentukan. Dalam konteksini, lagi-lagl terlihat pengarang Parsua menempatkan Tuhan di atassegala-galanya seperti banyak terselip dalam sajak-sajaknya.Manusia bisa bercita-cita tetapi pada akhirnya Tuhan yangmenentukan. Meskipun demikian, konsep manusia dalam rekaanParsua bukanlah manusia yang lemah, frustrasi, melainkan yang ulet,teguh, berani, seperti terungkap dalam cerpen 'Tugu Kenangan"bahwa "hidup dengan realitas adaiah suatu keberanian" (hai. 56).inilah konsep hidup yang bagi Parsua harus dijunjung manusia.

Tema kemanusiaan daiam konteks lain dengan yang tersajidalam cerpen 'Tugu Kenangan" dapat disimak dalam cerpen "anak-anak" (hal, 57-60). Isu kemanusiaan dalam cerpen itu muncul daiamhubungan antara orang tua dengan anak, bukan antara dua manusiayang beriainan kewarganegaraan. Gerpen "anak-anak" yang menjadijudul kumpulan itu mengisahkan seorang petani jeruk yang bemamaMade Gantar kecewa terhadap perlakuan istrinya bermain serongdengan laki-laki lain. Dia naik pitam dan hendak membunuh I Sukra,laki-iaki yang serong dengan istrinya yang bernama Luh Mening!Malam itu Luh Mening meninggalkan anaknya untuk menginap dirumah Sukra. Daiam marahnya saat itu, Gantar hendak memotongieher Sukra. Parsua melukiskan adegan kemarahan itu seperti berikut.

50

"Jangan panggil aku laki-laki kalau aku tak dapatmemotong leher lelaki jahanam itu," kata Made Gantar.

"Sebentar, sabarlah!" Wayan Dharma menahanMadeGantar.

"Apa yang lagi mau taiu katakan? Apakah aku harusmenjadi pengecut?" kata Made Gantar berteriakberingas.

"Bukan demikianrSukan, bukan seal pengecut ataulaki-laki".

"Laiu apa, dimana aioi taruh harga diriku?" kataMade Gantar.

"Bukan seal harga diri iagi," kata Wayan Dharma."Laiu apa? Laiu apa? "kata Made Gantar berteriak."Soai kemanusiaan!" kata Wayan Dharma menatap

tegas."Kemanusiaan macam apa? "kata Made Gantar."ingat, kalau mau membunuh I Sukra, apa artinya

ketiga orang anak-anakmu. Itu saja!" kata Wayan Dharmategar.

Tiba - tiba Made Gantar berubah mukanya (hal. 60)

Wayan Dharma daiam kutipan di atas adalah pihak ketiga yangmencoba menyabarkan dan menyadarkantokoh utama Made Gantar.Dharmaiah yang menunggui anak-anak Gantar ketika ditinggalkanoieh istrinya bersenang-senang dengan 1 Sukra. Pengarang tidakmelukiskan apakah benar istrl Gantar bermain serong, tetapi adegan-adegan dalam cerpen Ini tampak mementingkan nilai-nilaikemanusiaan. Seperti jelas dari kutipan di atas, Gantar diharapkanhati-hati bertindak. Kalau dia membunuh orang lain, diaakan masukpenjara, dan akibatnya anak-anaknya yang berjumlah tiga orang akanterlantar. Dharma mengingatkannya, sehingga Gantar menjadi iebihpeduli terhadap kemanusiaan, masa depan, dn kehidupan anak-anaknya.

51

Jikabisa ditafsirkan, di sini Parsua kembali menyodorkan konflikbatin tokoh yang berakhir pada usaha untuk menginternalisasipersoalan. Seolah-olah pesannya sama dengan filsafat penari barongyang mengarahkan kerisnya kepada dirinya sendiri, bukan kepadalawan. Ceipen "Anak-anak" merupakancerpen terbaik Parsua dalamkumpulan itu. Plot, karakteristik, tema cerita, suspensi dan kompliktersajl dengan baik dan ringkas, tetapl jitu.

Berdasarkan uraian di atas, secara ringkas dapat dikatakanbahwa tema-tema oerpen Parsua identik dengan tema-temakebanyakan karya puisinya. Pengarangnya Ini mempunyal minatkhusus terhadap konsep "pasrah", konsep humanisme universal, dankonsep vltalitas hidup. Seplntas terkesan konsep "pasrah" berlawanandengan konsep "vltalitas". Dalam karya-karya Parsua, pulsl dannovelnya, kedua konsep Itu saling menjiwal. Selain harus pasrahdengan kehldupan dan kematlan dalam kaltannya dengan hubunganmanusia dengan Tuhan, manusia pun harus ulet, teguh, dan beranimenghadapl realltas. Konsep pasrah dl mata Parsua bukanlah konsepnegatif, melalnkan mempunyal makna posltif seperti halnya maknakonsep vltalitas.

3.2.2 Analisis Novel Sembilu dalam Taman

Secara mikro novel Inl mengungkapkan kisah cinta "segltlga"antara seorang lakl-laki bernama I GustI Made Lodra dengan Artlnldan Suastlnl; Jlkadillhat darl segl makro, novel Inl mengungkapkansikap protes seorang lelaki yang berasal darl kelompok kasta ksatria(I GustI) dalam menghadapl kebekuan adat Istladat.

I GustI Made Lodra bukanlah termasuk golongan manusiatradlslonal konvenslonal yang memblarkan dirlnya dikungkung olehkeblasaan-keblasaan. Untuk sampal ke pekarangan rumah Nl LuhArtlnl, dia tidak melalul jalan yang lazim, melalnkan melompati pagartembok rumah kontrakannya. Selain Itu, dIa pun tIdak segan betialan

52

berangkulan bersamaArtini di Pantai Sanurpadasiang hari, bahkanhampir saja mencium bibir Artini kalau tidak ditegur oleh seorangpenjaga pantai.

...rnereka berjalan berangkulan. Layar-iayar jukungyang disewa para touris nampak mefaju tenang di depanHotel Bali Beach. Berkibar-kibar layarnya ditiup angindaratan. Ketlka Lodra liiau mengecup bibir Artini sambllberjalan berangkulan, tiba-tiba seseorang menegurnya.

"Jangan lewat di paritai itu Pak!" Lodra terperanjatdemikian pula Artini tersipu malu. Muka Lodra rnerahpadam sambll berkata gemetar.

"Oh ya, ada pengawal pantainya. Terima kasih Pak!Lodra bergegas sambll bersungut (hal. 20).

Sebagai seorang tokoh yang teiah bersentuhan denganpemikiran - pemikiran modern, diperjelas