29
BAB I PENDAHULUAN Degenerasi makula adalah suatu keadaan dimana makula mengalami kemunduran sehingga ketajaman penglihatan dan kemungkinan akan menyebabkan hilangnya fungsi penglihatan sentral. Makula adalah pusat dari retina dan merupakan bagian yang vital dari retina yang memungkinkan mata melihat detail-detail halus pada pusat lapangan pandang 1 . Tanda utama dari degenerasi makula adalah adanya bintik-bintik abu-abu atau hitam pada pusat lapangan pandang. Kondisi ini biasanya berkembang secara perlahan dan kadang-kadang progresif, sehingga menyebabkan kehilangan penglihatan yang sangat berat pada satu atau kedua mata. Terdapat 2 jenis tipe dasar penyakit ini yaitu Standar Macular Degeneration dan Age Related Macular Degeneration (ARMD) atau degenerasi makula terkait usia. Bentuk yang paling sering terjadi adalah ARMD 1 . Terdapat 2 macam degenerasi makula yaitu tipe kering (atrofi) sering disebut dengan non eksudatif ARMD dan tipe basah atau eksudatif ARMD. Kedua jenis degenerasi tersebut biasanya mengenai kedua mata secara bersamaan. Degenerasi makula terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada epitel pigmen retina 2 . 1

Reprat Mata

Embed Size (px)

DESCRIPTION

age related macular degeneration

Citation preview

Page 1: Reprat Mata

BAB I

PENDAHULUAN

Degenerasi makula adalah suatu keadaan dimana makula mengalami

kemunduran sehingga ketajaman penglihatan dan kemungkinan akan

menyebabkan hilangnya fungsi penglihatan sentral. Makula adalah pusat dari

retina dan merupakan bagian yang vital dari retina yang memungkinkan mata

melihat detail-detail halus pada pusat lapangan pandang1.

Tanda utama dari degenerasi makula adalah adanya bintik-bintik abu-abu

atau hitam pada pusat lapangan pandang. Kondisi ini biasanya berkembang secara

perlahan dan kadang-kadang progresif, sehingga menyebabkan kehilangan

penglihatan yang sangat berat pada satu atau kedua mata. Terdapat 2 jenis tipe

dasar penyakit ini yaitu Standar Macular Degeneration dan Age Related Macular

Degeneration (ARMD) atau degenerasi makula terkait usia. Bentuk yang paling

sering terjadi adalah ARMD1.

Terdapat 2 macam degenerasi makula yaitu tipe kering (atrofi) sering

disebut dengan non eksudatif ARMD dan tipe basah atau eksudatif ARMD.

Kedua jenis degenerasi tersebut biasanya mengenai kedua mata secara bersamaan.

Degenerasi makula terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada epitel pigmen

retina2.

World Health Organization (WHO) melaporkan pada tahun 2002, ARMD

menempati urutan ke-4 (8,7%) penyebab kebutaan terbanyak didunia. Di Amerika

Serikat ARMD merupakan penyebab utama hilangnya ketajaman penglihatan

pada 1 atau 2 mata pada orang berusia di atas 50 tahun. Diperkirakan 15 juta

warga negara Amerika Utara menderita ARMD. Prevalensi ARMD non eksudatif

adalah 85-90% dan ARMD eksudatif 10-15%2.

Di Indonesia hingga saat ini belum ada data pasti tentang insidensi dan

angka morbiditas ARMD. Salah satu penelitian dari Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia periode 3 Maret 2008 sampai 5 Januari 2009 di Jakarta

Timur dengan 1259 responden didapatkan prevalensi 52 orang (4,1%) menderita

ARMD non eksudatif dan 3 orang (0,2%) menderita ARMD eksudatif. Prevalensi

1

Page 2: Reprat Mata

ARMD didapatkan semakin meningkat dengan bertambahnya usia, dimana 3,4%

pada kelompok usia 40-49 tahun, 4,8% pada kelompok usia 50-59 tahun dan 7,4%

pada usia >70 tahun1.

Penyebab pasti ARMD ini belum diketahui, tetapi insidensi gangguan ini

meningkat pada setiap dekade setelah usia 50 tahun. Keterkaitan lain adalah ras,

riwayat keluarga, riwayat merokok, jenis kelamin, obesitas dan asupan lemak

yang tinggi, hipertensi, dll3.

2

Page 3: Reprat Mata

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Retina

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan

multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.

Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliaris dan

akhirnya di tepi oraserrata1.

Secara garis besar retina dibagi atas 2 bagia yaitu kutub posterior dan perifer

yang dipisahkan oleh ekuator retina. Kutup posterior sampai equator retina ini

merupakan area posterior retina. Kutub posterior retina terbagi atas 2 area yaitu

optik disk dan makula lutea. Retina perifer di posterior dibatasi oleh ekuator retina

dan anterior dengan oraserrata. Oraserrata merupakan batas yang paling perifer

tempat retina berakhir, terbagi dalam2 bagian : anterior pars plikata dan posterior

pars plana. Oraserrata juga tempat melekat vitreus dan koroid2.

gambar 2.1 anatomi bola mata

3

Page 4: Reprat Mata

Secara mikroskopis lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai

berikut4:

1. Membran limitans interna

2. Lapisan sel saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan

menuju nervus optikus.

3. Lapisan sel ganglion

4. Lapisan pleksiformis dalam yang mengandung sambungan-sambungan sel

ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar.

5. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal.

6. Lapisan pleksiformis luar yang mengandung sambungan-sambungan sel

bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor.

7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor

8. Menbran limitans eksterna

9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut,

10. Epitelium pigmen retina.

Gambar 2.2 Histologi lapisan-lapisan retina

4

Page 5: Reprat Mata

Ditengah-tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis makula

dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh

pigmen luteal atau xantofil. Definisi alternatif secara histologis adalah bagian

retina yang lapisan ganglionnya mempunyai lebih dari 1 lapis sel. Secara

topografi makula terdiri dari umbo, foveola, fovea, parafovea dan perifovea3.

Retina menerima darah dari 2 sumber yaitu khoriokapilaris yang berada

tepat diluar menbran Bruch, yang memperdarahi sepertiga luar retina, termasuk

lapisan fleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor dan lapisan epitel

pigmen retina, serta cabang-cabang dari sentralis retina yang mempredarahi 2/3

sebelah dalam3.

Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaris dan mudah terkena

kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah

retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang, yang membentuk sawar

darah retina. Lapisan endotel pembuluh koroid dapat ditembus. Sawar darah retina

sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina2.

2.2 Fisiologi Retina

Untuk melihat mata harus berfungsi sebagai suatu alat optik, sebagai suatu

reseptor kompleks dan sebagai suatu transduser yang efektif. Sel-sel batang dan

kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi

suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf

optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Retina mengandung sel batang lebih

dari 30 kali lebih banyak dari sel kerucut (100 juta sel batang dibandingkan 3 juta

sel kerucut per mata)4.

Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan

untuk penglihatan warna dan sebagian besar selny adalah sel kerucut. Di fovea

sentralis terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel

ganglionnya dan serat saraf yang keluar dan hal ini menjamin penglihatan yang

paling tajam. Di retina perifer banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion

yang sama dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Susunan seperti

itu menjadikan makula digunakan terutama untuk penglihatan setral dan warna

(penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina lainnya yang sebagian besar terdiri

5

Page 6: Reprat Mata

dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam

(skotopik)3.

Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar avaskuler

padaretina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang

mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung

redopsin yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif yang terbentuk

sewaktu molekul protein opsin bergabung dengan 11-sis-retinal. Sewaktu foton

cahaya diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal segera mengalami isomerisasi

menjadi bentuk ali-trans2.

Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang.

Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap in, terlihat bermacam-macam nuansa abu-

abu, tetapi warna tidak dapat dibedakan. Sewaktu retina telah beradaptasi penuh

terhadap cahaya, sensitivitas spektral retina bergeser dari puncak dominasi

rodopsin 500 nm ke sekitar 560 nm dan muncul sensasi warna2.

Suatu benda akan berwarna bila benda tersebut mengandung fotopigmen

yang menyerap panjang-panjang gelombang tertentu di dalam spektrum sinar

tampak (400-700 nm). Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh

fotoreseptor kerucut, senja oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan

penglihatan malamoleh fotoreseptor batang1.

2.3 Age Related Macular Degeneration

A. Definisi

Berdasarkan American Academy of Ophtalmology, Age Related Macular

Degeneration (ARMD) adalah gangguan pada makula yang dikarakteristikkan

dengan salah-satu atau lebih dari tanda-tanda berikut5 :

1.Terbentuknya drusen

2. Abnormalitas dari epitelium pigmen retina seperti hipopigmentasi atau

hiperpigmentasi

3. Atrofi geografik koriokapiler

4. Neovaskular makulopati

National Health and Nutrition Eye Study mendefinisikan ARMD sebagai

suatu keadaan dimana hilangnya refleks makular, dipersi dan penggumpalan dari

6

Page 7: Reprat Mata

pigmen retina, dan terbentuknya drusen yang berhubungan dengan ketajaman

penglihatan.

B. Faktor Resiko

Terdapat beberapa faktor resiko terjadinya ARMD dimana faktor resiko

yang telah banyak diteliti adalah usia, ras, riwayat keluarga dan merokok.

Sedangkan beberapa faktor resiko yang mungkin lainnya adalah jenis kelamin,

status sosioekonomi, rasio cup/disc, penyakit kardiovaskuler, hipertensi, kadar

lemak tubuh dan asupan lemak, indeks massa tubuh, faktor hematologi, infeksi

Chlamydia pneumonia, reproduks, degenerasi dermal elastotic, enzimantioksidan,

paparan sinar matahasi, mikronutrien, asupan ikan dan konsumsi alkohol4,5.

1. Usia

Usia merupakan faktor resiko yang paling berpegaruh pada ARMD. Pada

Fammingham Eye Study, 6,4% pasien usia 65-74 tahun dan 19,7% pasien usia

lebih dari 75 tahun memiliki tanda-tanda ARMD. The Eye Disease Reseach

Prevalence Group menemukan bahwa pasien usia di atas 80 tahun memiliki

prevalensi 6 kali lipat dibandingkan dengan pasien usia 60-64 tahun5.

2. Ras

ARMD lebih sering terjadi pada pasien ras Kaukasia dibandingkan dengan

Afrika-Amerika berkulit hitam, sedangkan pada orang Asia dijumpai adanya

peningkatan dibandingkan dengan Afrika Amerika yang berkulit hitam. Penelitian

Kohort oleh Klein, dkk, menunjukkan prevalensi ARMD6.

3. Riwayat Keluarga

Beberapa predisposisi terjadinya ARMD adalah faktor genetik yaitu gen

CHF (kromosom 1), BF (komplemen faktor B), C2 (komplemen 2) (kromosom 6)

dan gen LOC (kromosom 10). Sekitar 10-20% pasien dengan ARMD memiliki

sekurang-kurangnya 1 keluarga derajat 1 yang mengalami kebutaan. Penelitian

menunjukkan ARMD dengan kebutaan terjadi pada sedikitnya 1 orang dari orang

tua atau saudara dari pasien dengan ARMD6.

4. Merokok

Hubungan antara merokok dengan meningkatnya resiko terjadinya ARMD

telah dilaporkan pada beberapa penelitian. Perokok memiliki resiko 2,4-2,5 kali

7

Page 8: Reprat Mata

menderita ARMD dibandingkan dengan pasien yang tidak merokok. Hal ini dapat

dijelaskan degan menurunnya CHF pada perokok sehingga terjadi aktivasi jalur

komplemen yang mengakibatkan inflamasi pada makula5.

5. Jenis Kelamin

Data dari beberapa penelitian dengan populasi yang banyak, termasuk the

Breaver Dam study, the Third National Helath and Examination and Nutrition

Examination Survey, dan the Framingham study menunjukkan bahwa wanita lebih

beresiko menderita ARMD dibandingkan dengan pria5.

6. Hipertensi dan Diabetes

Degenerasi makula menyerang penderita diabetes dan hipertensi karena

mudah pecahnya pembuluh-pembuluh darah kecil (trombosis) disekitar retina.

Trombosis mudah terjadi akibat penggumpalan sel-sel darah merah dan penebalan

pembuluh dinding pembuluh darah halus6.

C. Klasifikasi

1. Degenerasi Makula Tipe Kering Tipe Non Eksudatif (Tipe Kering) atau Non

Neovaskular

Rata-rata 90% kasus degenerasi makula terkait usia adalah tipe kering.

Kebanyakan kasus ini memberikan efek berupa kehilangan penglihatan sedang.

Pada gambaran fundus makula tampak lebih kuning atau pucat dikelilingi oleh

bercak-bercak dan pembuluh darah tampak melebar. Bercak-bercak ini disebut

drusen, yaitu bangunan khas yang berbentuk bulat, berwarna kekuningan. Secara

histopatologi drusen terdiri atas kumpulan eosinofilik yang terletak di antara epitel

pigmen dan membran Brunch sehingga drusen dapat menyebabkan pelepasan

fokal dari epitel pigmen7.

Bentuk ini mucul dalam bentuk timbulnya drusen serta kelainan epitel

pigmen retina (EPR). Drusen merupakan suatu timbunan material ekstraseluler

yang terletak di antara membran basal EPR dengan membran EPR. Secara klinis

drusen tampak sebagai lesi kekuningan yang terletak pada lapisan luar retina, di

polus posterior6,7.

Drusen mempunyai ukuran yang bervariasi, ukurannya dapat diperkirakan

dengan membandingkannya dengan caliber vena besar disekitar pupio yaitu

8

Page 9: Reprat Mata

sekitar 125 mikron. Menurut ukurannya drusen dibagi menjadi: kecil (<64 um),

sedang (64-125 um), besar (>125 um). Menurut bentuknya drusen dibagi menjadi

keras dan lunak. Beberapa drusen dapat bergabung menjadi satu yang disebut

drusen confluent7.

Drusen keras merupakan residual bodies yang bertanggung jawab terhadap

penebalan membran Brunch, yang berhubungan dengan adanya deposit laminar

basal yang terdiri dari hialin. Drusen lunak merupakan timbunan membranosa dan

vesikular yang berhubungan dengan deposit laminar basal. Biasanya ukurannya

lebih besar dari drusen keras dan batasnya kurang tegas8.

Pada angiografi fluoresin, drusen keras akan tampak sebagai bercak-bercak

hiperfluoresensi yang cemerlang pada stadium midvena dan memudar setelah

memudarnya corakan latar belakang fluoresin koroid, sedangkan drusen lunak

muncul sebagai daerah hiperflioresensi lebih lambat dan kurang cemerlang

dibanding drusen keras.Drusen keras ditemukan pada 95,5% individu berumur

lebih dari 49 tahun, tetapi sebagian besar hanya berupa drusen kecil yang

jumlahnya tidak banyak8.

Drusen keras bisa mengalami regresi spontan, dapat membesar atau

menyatu dengan drusen disebelahnya atau menimbulkan atrofi sel EPR yang ada

diatasnya, yang dapat menimbulkan atrofi sel EPR apabila daerahnya luas,

sehingga corak pembuluh darah koroid di bawahnya dapat terlihat, serta retina

diatasnya tampak tipis, yang berlanjut menjadi atrofi fotoreseptor, yang

menyebabkan atrofi geografik retina atau berkembang membentuk

neovaskularisasi koroid (CNV)6.

Perubahan lain yang dapat terjadi adalah hipopigmentasi dan

hiperpigmentasi. Hiperpigmentasi terjadi karena hipertrofi EPR dan sel makrofag

yang mengandung pigmen melanin mengalami migrasi ke arah fotoreseptor.

Hipopigmentasi terjadi karena depigmentasi di sekitar EPR yang mengalami

hiperpigmentasi. Secara klinis, atrofi retina geografis tampak sebagai daerah

hipopigmentasi dan depigmentasi atau hilangnya EPR yang berbentuk bulat atau

oval dan berbatas tegas4,6.

Atrofi geografik merupakan penyebab kehilangan ketajaman sentral sebesar

12%-21% dari seluruh kehilangan penglihatan sentral yang diakibatkan ARMD.

9

Page 10: Reprat Mata

Kemampuan membaca akan menurun bukan hanya karena adanya skotoma

parasentarl saja, melainkan juga karena penurunan sensitivitas adaptasi gelap pada

fovea, kemunduran ketajaman penglihatan pada keadaan redup, serta menurunkan

sensitivitas kontras8.

Gambar 2.1 Foto fundus ARMD noneksudatif

2. Degenerasi Makula Tipe Eksudatif (Tipe Basah) atau Neovaskular

Degenerasi makula tipe ini jarang terjadi namun lebih berbahaya

dibandingkan dengan tipe kering. Kira-kira didapatkan adanya 10% dari semua

degenerasi makula terkait usia dan 90% dapat menyebabkan kebutaan. Tipe ini

ditandai dengan adanya neovaskularisasi subretina dengan tanda-tanda degenerasi

makula terkait usia yang mendadak atau baru mengalami gangguan penglihatan

sentral termasuk penglihatan kabur, distorsi atau skotoma baru7,8.

Pada keadaan ini terjadi pembetukan pembuluh darah baru subretinal dan

terjadi kerusakan makula yang disertai eksudat. Cairan serosa dari koroid bocor

melalui defek pada membran Brunch sehingga menyebabkan pelepasan epitel

pigmen. Pemeriksaan fundus menunjukkan adanya perdarahan dan eksudat

subretina, lesi berwarna hijau keabu-abuan pada makula dan tampak adanya

neovaskularisasi9.

Adanya kerusakan pada membaran Brunch memungkinkan pembuluh darah

neovaskularisasi yang berasal dari kapiler koroid menembus membran Brunch.

Pembuluh darah neovaskular ini disertai oleh jaringan fibrosa, membentuk suatu

komples fibrovaskular yang dapat mengganggu dan merusak membran Brunch,

kapiler koroid serta EPR8.

10

Page 11: Reprat Mata

Gejala yang dialami oleh pasien dengan CNV saja berupa gangguan

penglihatan sentral seperti penurunan visus, mikropsia, makropsia ataupun

skotoma sentral. Walaupun demikian apabila kelainan terjadi di luar fovea, maka

dapat tanpa gejalapenglihan sentral sama sekali. Pada fundus tampaj adanya

banyangan hijau keabu-abuan dengan ablasio EPR diaatasnya. Walaupun

demikian CNV kadang hanya memberikan tanda berupa ablasio EPR yang datar

saja9.

D. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya ARMD belum diketahui pasti sampai saat ini.

Beberapa teori yang diajukan antara lain9 :

a. Proses Penuaan

Bagian paling luar dari sel fotoreseptor yang berbentuk keping sering

dimakan oleh EPR dengan pola diurnal, yaitu keping terluar sel batang dimakan

pada siang hari dan keping terluar sel batang dimakan pada siang hari dan keping

terluar sel kerucut dimakan pada mamal hari. Keping yang tidak terfagosit akan

tertimbun dalam EPR yang disebut Lipohfusin. Lipohfusin akan menghambat

degradasi makromolekul seperti protein dan lemak, mempengaruhi ekspresi gen

yang mengantur keseimbangan antara vascular endothelial growth factor (VEGF)

dengan produksi pigment epithelial derived factor yang merupakan zat anti

angiogenik serta bersifat fotoreaktif, akibatnya menimbulkan terjadinya apoptosis

EPR.

Lipohfusin yang tertimbun dalam sel EPR akan mengurangi volume

sitoplasma, sehingga makin menurunkan kemapuan EPR untuk memfagosit

keping-keping sel fotoreseptor. Lipohfusin tertimbun tertimbun diantara

sitoplasma dan membran basalis sel EPR, membentuklapisan yang disebut basal

laminar deposit yang bertanggung jawab dalam penebalan membran Brunch.

2. Teori Iskemi

Angiogenesis terjadi karena adanya iskemik pada jaringan yang memacu

timbulnya suatu agen angiogenik antara lain VEGF. Pada penelitian didapatkan

fakta yang menunjukkan pada ARMD iskemi tidak memegang peranan yang

11

Page 12: Reprat Mata

penting. Sel fotoreseptor hanya terpapar oleh sedikit oksigen, sedangkan EPR

terpapar oleh oksigen dalam konsentrasi yang sangat tinggi.

Pada kenyataannya sel fotoreseptor tidak memproduksi VEGF, justru sel

EPR yang memproduksi VEGF dalam jumlah besar. Disamping itu ditemukan

pula tanda-randa adanya sel radang pada jaringan CNV yang dieksisi, sehingga

lebih besar kemugkiinannya CNV tumbuh sebagai reaksi perbaikan luka daripada

sebagai reaksi terhadap iskemia.

3. Teori Kerusakan Oksidatif

Kerusakan oksidatif karena terbentuknya zat yang disebut reactive oxygen

substance (ROS) yang dihasilkan oleh oksidasi pada mitokondria. Adanya ROS

menimbulkan gangguan metabolisme intrasel antara lain metabolisme protein dan

lemak. Lemak yang sangat rentan terhadap kerusakan oksidatif adalah asam lemak

tak jenuh ganda. Sel EPR yang mengalami kerusakan oksidatif akan memproduksi

VEGF dalam julah besar, yang memicu timbulnya CNV.

Retina sangat mudah mengalami kerusakan oksidatif karena beberapa

alasan, yaitu :

- Bagian luar fotoreseptor sangat banyak mengandung asam lemak tak jenuh

ganda.

- Bagian dalam sel batang mengandung sangat banyak mitokondria yang dapat

membocorkan ROS.

- Penyediaan oksigen yang sangat tinggi pada koroid.

- Paparan terhadap sinar menimbulkan proses foto oksidatif oleh ROS.

E. Gejala Klinis

Gejala klinis yang biasa didapat pada penderita degenerasi makula antara

lain10 :

1. Distorsi penglihatan, objek-objek terlihat salah ukuran atau bentuk

2. Garis-garis lurus mengalami distorsi (membengkok) terutama dibagian pusat

penglihatan

3. Kehilangan kempampuan membedakan warna dengan jelas

4. Ada daerah kosong atau gelap di pusat penglihatan

5. Kesulitan membaca, kata-kata terlihat kanur atau berbayang

12

Page 13: Reprat Mata

6. Secara tiba-tiba ataupun secara perlahan akan terjadi gangguan fungsi

penglihatan tanpa rasa nyeri.

F. Diagnosis

1. Anamnesis

Pasien dengan ARMD sering mengeluhkan penurunan penglihatan sentral

yang tidak disertai nyeri yang sapat terjadi secara akut ataupun perlahan-lahan.

Pasien yang mengalami perdarahan subretinal dari neovaskularisasi ARMD pada

ARMD eksudatif biasanya penurunan penglihatan terjadi secara akut. Selain itu

dapat terjadi distorsi penglihatan (objek-objek terlihat salah ukuran atau bentuk),

garis-garis lurus mengalami distorsi terutama di bagian pusat penglihatan,

kehilangan kemampuan untuk membedakan warna secara jelas, ada daerah

kosong atau gelap di pusat penglihatan (skotoma), kesulitan membaca dimana

kata-kata tampak kabur atau berbayang10.

2. Pemeriksaan Fisik

ARMD biasanya terjadi bilateral tetapi dapat juga asimetris. Ketajaman

penglihatan akan menurun. Tes yang dapat dilakukan adalah tes Amsler Grid dan

tes penglihatan warna. Tes Amsler Grid dimana pasien diminta suatu halaman uji

yang mirip dengan kertas milimeter grafis untuk memeriksa luar titikyang

terganggu luar titik yang terganggu penglihatannya. Kemudian retina diteropong

melalui lampu senter kecil dengan lensa khusus11.

Tes penglihatan warna dilakukan untuk melihat apakan penderita masih

dapat membedakan warna, dan tes-tes lain untuk menemukan keadaan yang dapat

menyebabkan kerusakan pada makula11.

3. Angiografi Fluoresens (Flurescein Angiography, FA)

FA merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi

adanya kelainan pada makula oleh karena ARMD. Pada pemeriksaan ini, zat

warna fluoresens akan diinjeksikan secara intravena dan foto serial dari retina

akan diambil seiring perjalanan zat tersebut melalui koroid dan pembuluh darah

retina. Abnormalitas yang tampak adalah adanya daerah dimana zat tersebut

13

Page 14: Reprat Mata

berkumpul (hiperfluoresens) dan daerah dimana zat tersebut tidak tampak

(hipofluoresens)9,10.

Lesi hiperfluresens:

a. Drusen lunak dan keras

b.Atrofi lapisan pigmen retina

c. Robekan lapisan pigmen retina (RPE)

d. Chroidal neovascularisation)

e. Serous PED (Pigment Endothelial Detachment)

f. Skar laser

Lesi Hipofluoresens:

a. Perdarahan

b.Lemak

c. Proliferasi pigmen

G. Diagnosa Banding

Diagnosa banding ARMD non eksudatif adalah sebagai berikut5,7.8:

a. Central Serous Retinophaty (CSC), dapat dibedakan dengan ARMD non

eksudatif dengan usia di bawah 50 tahun. Apabila lebih dari 50 tahun, CSC

dibedakan dengan tidak adanya drusen, atrofi lapisan pigmen retina (RPE) dan

serous detachment RPE multipel.

b. Pattern dystrophy of RPE, dapat dibedakan dengan ARMD noneksudatif

dengan adanya pewarnaan kuning lambat pada pemeriksaan FA dan bisa pada

pasien muda.

c. Toksisitas obat seperti klorokuin, dapat dibedakan dengan ARMD noneksudatf

dengan adanya riwayat penggunaan obat dan tidak dijumpai adanya drusen

ukuran besar.

Diagnosis banding ARMD eksudatif adalah sebagai berikut:

a. Makroaneurisma arteri retina

b. Vitelliform detachments

c. Polypoidal choroidal vasculopathy

d. Central serous chorioretinophaty

e. Inflammatory conditions

14

Page 15: Reprat Mata

f. Small tumor such as choroidal melanoma

H. Penatalaksanaan

Tatalaksana ARMD noneksudatif meliputi edukasi dan follow up,

mikronutrient dan perubahan gaya hidup. Edukasi dan follow up merupakan hal

yang penting untuk mencegah progresi ARMD menjadi lebih lanjut. Penggunaan

Amsler Grid penting untuk tes penglihatan pada apsien dan dilakukan setiap hari.

Amsler Grid adalah suatu tes dengan garis-garis warna hitam pada latar putih

dengan titik fiksasi di tengah. Setiap mata diperiksa berganti-gantian dengan

menggunakan kacamata baca untuk mengevaluasi adanya metamorfosia yang

baru, skotoma dan perubahan penglihatan sentral. Setiap perubahan pada Amsler

Grid harus di evaluasi10,11.

Beberapa penelitian menunjukkan kegunaan konsumsi mikronutrient. The

Age Related Eye Diseases Study (AREDS) telah melakukan penelitian pada pasien

dengan ARMD noneksudatif ringan dan sedang yang diberikan suplemen

antioksidan dengan hasil adanya penurunan progresi ARMD menjadi ARMD

lanjut walaupun efek tersebut kecil. Data menunjukkan kegunaan lain yaitu

mencegah ARMD non eksudatif menjadi eksudatif. Berdasarkan American

Academy of Ophtalmology, suplemen mikronutrient yang disarankan adalah

vitamin C 500 mg, vitamin E 400 IU per hari, betakaroten 15 mg, seng 80 mg, dan

tembaga 2 mg10.

Gaya hidup juga berperan dalam terjadinya ARMD yaitu konsumsi

makanan tinggi lemak dan merokok. Pada pasien ARMD disarankan untuk

menurunkan berat badan dan berhenti merokok9.

Berbeda dengan tatalaksana ARMD noneksudatif, pada ARMD eksudatif

diterapi dengan medikamentosa, thermal laser photocoagulan, photodynamic

therapy dan terapi pembedahan. Terapi medikamentosa yang menjadi sorotan

sekarang adalah anti VEGF seperti Pegaptanib sodium, Ranibizumab,

Bevacizumab,dan Aflibercept9,10,11.

Pegaptanib sodium merupakan antagonis VEGF selektif yang menstabilkan

penglihatan dan mengurangi hilangnya ketajaman penglihatan serta menurunkan

15

Page 16: Reprat Mata

progresi terjadinya kebutaan. VEGF menyebabkan terjadinya angiogenesis dan

meningkatkan permeabilitas serta inflamasi, ketiga hal ini berperan dalam

neovaskularisasi pada ARMD eksudatif. Pegaptanib sodium diberikan secara

intravena dengan dosis 0,3 mg intravitrous selama 6 minggu11.

Ranizumab merupakan rekombinan IgG1-kappa isotype monoclonal

antibody fragment yang bekerja mengikat VEGF-A sehingga mencegah VEGF

berikatan dengan reseptornya (seperti VEGFR1, VEGFR2) pada permukaan sel

endotel sehingga mencegah proliferasi, kebocoran vaskular, dan pembentukan

pembuluh darah baru. Ranibizumab diberikan secara intravitreal dengan dosis 0,5

mg setiap bulan dan dapat diberikan 3 bulan kemudian setelah 4 suntikan7,8.

Bevacizumab merupakan monoklonal antibodi dari murin yangmenghambat

angiogenesis dengan menghambat VEGF. Bevacizumab diberikan secara

intravitreal dengan dosis 1,25 mg (dalam larutan 0,05 ml) setiap bulan.

Aflibercept berikatan dan mencegah aktivasi VEGF dan PIGF (Placental Growth

Factor). Aktivasi VEGF-A dan PIGF akan menyebabkan terjadinya

neovaskularisasi. Aflibercept diberikan secara intravitreal dengan dosis 2 mg

(dalam larutan 0,05 ml) setiap bulan selama 3 bulan pertama, dan mg setiap 2

bulan7.

Thermal laser photocoagulation biasanya digunakan untuk CNV diluar

fovea dan untuk terapi beberapa varian dari ARMD eksidatif termasuk retinal

angiomatous proliferation (RAP) dan polypoidal choroidal vasculopathy.

Walaupun data dari MPS untuk subfoveal CNV menyatakan bahwa laser

fotokoagulasi lebih baik dari observasi tapi kebanyakan dokter tidak

melakukannya karena menginduksi skotoma sentral iatrogenik9.

Photodynamic teraphy (PDT) untuk mencegah skotoma pada subfobeal

CNV. Setelah menginjeksi tinta fotosensitif dan menunggu sampai

mengkonsentrasikan pada CNV patologis, foto fotosensitif akan terstimulasi oleh

cahaya dengan panjang gelombang spesifik yang diarahkan ke CNV. Tinta akan

bereaksi dengan air untuk meghasilkan oksigen dan radikal bebas hidroksil yang

kemudian akan menginduksi oklusi pembuluh darah patologis akibat aktivasi

masif dari platelet dan trombosis. Tinta yang dapat digunakan adalah

16

Page 17: Reprat Mata

verteporfirin. Verteporfirin merupakan porfirin yang dimodifikasi dengan tingkat

absorpsi pada 689 nm yang diberikan secara intravena sampai 10 menit11.

Tindakan pembedahan submakular tidak menunjukkan manfaat yang

signifikan dibandingkan observasi. Hal ini telah diteliti oleh National Eye Institute

yang menbandingkan tindakan pembedahan dengan pbservasi selama 2 tahun11.

I. Prognosis

Perkembangan kehilangan penglihatan pada ARMD noneksudatif bervariasi

dan harus dievaluasi secara individual. Gambaran oftalmoskopik dari makula

tidak berkolerasi langsung dengan derajat kehilangan penglihatan. Keterlibatan

foveal tampaknya terjadi di awal proses atrofik, tetapi interval rata-rata dari

pengamatan pertama hingga kebutaan adalah 9 sampai 10 tahun. Prognosis

ARMD noneksudatif secara signifikan lebih baik daripada prognosis untuk

ARMD eksudatif. Pasien mungkin mengalami perburukan ketajaman penglihatan

tetapi terjadi secara perlahan-lahan9,10.

17

Page 18: Reprat Mata

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan American Academy of Ophtalmology, Age Related Macular

Degeneration (ARMD) adalah gangguan pada makula yang dikarakteristikkan

dengan salah-satu atau lebih dari tanda-tanda berikut: terbentuknya drusen,

abnormalitas dari epitelium pigmen retina seperti hipopigmentasi atau

hiperpigmentasi, atrofi geografik koriokapiler dan neovaskular makulopati.

Terdapat beberapa faktor resiko terjadinya ARMD dimana faktor resiko

yang telah banyak diteliti adalah usia, ras, riwayat keluarga dan merokok.

Sedangkan beberapa faktor resiko yang mungkin lainnya adalah jenis kelamin,

status sosioekonomi, rasio cup/disc, penyakit kardiovaskuler, hipertensi, kadar

lemak tubuh dan asupan lemak, indeks massa tubuh, faktor hematologi, infeksi

Chlamydia pneumonia, reproduks, degenerasi dermal elastotic, enzimantioksidan,

paparan sinar matahasi, mikronutrien, asupan ikan dan konsumsi alkohol.

ARMD diklasifikasi menjadi degenerasi makula tipe non eksudatif (tipe

kering) dan degenerasi makula tipe eksudatif (tipe basah). Rata-rata 90% kasus

degenerasi makula terkait usia adalah tipe kering. Kebanyakan kasus ini

memberikan efek berupa kehilangan penglihatan sedang. ARMD tipe eksudatif

jarang terjadi namun lebih berbahaya dibandingkan dengan tipe kering.

Tatalaksana ARMD noneksudatif meliputi edukasi dan follow up,

mikronutrient dan perubahan gaya hidup, sedangkan ARMD eksudatif diterapi

dengan medikamentosa, thermal laser photocoagulan, photodynamic therapy dan

terapi pembedahan. Terapi medikamentosa yang menjadi sorotan sekarang adalah

anti VEGF seperti Pegaptanib sodium, Ranibizumab, Bevacizumab,dan

Aflibercept.

Prognosis ARMD noneksudatif secara signifikan lebih baik daripada

prognosis untuk ARMD eksudatif. Pasien mungkin mengalami perburukan

ketajaman penglihatan tetapi terjadi secara perlahan-lahan.

18

Page 19: Reprat Mata

DAFTAR PUSTAKA

1. Angela A, Tri W, Aditya T. 2007. Ilmu Kesehatan Mata: Degenerasi Makula Terkait Usia hal 109-114. Jakarta : FK UGM press.

2. Lisegang TJ, Skuta GL, Cantor LB. 2004. Retina and Viterous. California : American Academy of Ophtalmology.

3. Regillo and Carl D. 2012. Retina and Viterous : Age Related Macular Degeneration. American Academy of Ophtalmology.

4. Fletcher, Emily, Victor C. 2007. Retina, in: Oftalmologi Umum Vaughan dan Asbury. Mc Graw Hill.

5. Lim and Jenifer. 2008. Age Related macular Degeneration second edition. New York: Informa Helathcare USA, Inc.

6. Lang K, Gerrald. 2000. Ophtalmology: Age Related macular Degeneration. New York: Georg Thieme Verlag.

7. Effendi dan Gunawan R. 2008. Idiopatic Macular Hole. Jurnal Oftalmologi Indonesia 6(3): 158-168

8. Kanski, Jack J, Bowling B. 2011. Clinical Ophtalmology, A Systemic Approach. China : Elsevier.

9. Cavallerano et al,. 2004. Care of The Patient with Age Related Macular Degeneration. American ophtometric Association.

10. Holz G et al,. 2004. Age Related Macular Degeneration. Germany: Springer.

11. Becerra EM et al,. 2011. Cinical Evidence of Intravitreal Triamcinolon Acetonide in the Management of Age Related Macular Degeneration. Current Drug Targets 12: 149-172.

19

Page 20: Reprat Mata

20