Upload
dhanitafauziahulfa
View
32
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Renstra Kementrian Perindustrian 2010-2014
Citation preview
REN
CA
NA
STR
ATEG
IS K
EM
EN
TER
IAN
PER
IND
US
TR
IAN
TA
HU
N 2
010 - 2
014
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN2010
RENCANA STRATEGISKEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
TAHUN 2010 - 2014
RENCANA STRATEGISKEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
TAHUN 2010 - 2014
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN2010
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | iii
Menteri Perindustrian Republik Indonesia
PERATURANMENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 151/M-IND/PER/12/2010
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN NOMOR 10/M-IND/PER/1/2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2010 2014
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyesuaian terhadap organisasi Kementerian Perindustrian sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, perlu mengubah Rencana Strategis Kementerian Perindustrian Tahun 2010 2014 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 10/M-IND/PER/1/2010;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu dikeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian;
Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional;
2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
3. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 10/M-IND/PER/1/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Perindustrian Tahun 2010 - 2014;
iv | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
4. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 105/M-IND/PER/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN NOMOR 10/M-IND/PER/1/2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2010 2014
Pasal I
Mengubah Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 10/M-IND/PER/1/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Perindustrian Tahun 2010 2014 menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakartapada tanggal 28 Desember 2010
MENTERI PERINDUSTRIAN RI,
MOHAMAD S. HIDAYAT
Salinan Peraturan Menteri ini disampaikan kepada:1. Para Eselon I di lingkungan Kementerian Perindustrian;2. Pertinggal.
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | v
KATA PENGANTAR
Sehubungan dengan perubahan Struktur Organisasi Kementerian Perindustrian sesuai Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, dipandang perlu dilakukan penyempurnaan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Perindustrian 2010-2014 (Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 10/M-IND/PER/1/2010).
Renstra Kementerian Perindustrian 2010-2014 dimaksudkan untuk merencanakan kontribusi yang signifi kan bagi keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 (Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010), Kebijakan Industri Nasional (Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007), serta disusun antara lain berdasarkan hasil evaluasi terhadap pelaksanaan Renstra Kementerian Perindustrian periode 2005-2009, analisa terhadap dinamika perubahan lingkungan strategis baik tataran daerah, nasional, maupun di tataran global, serta perubahan paradigma peningkatan daya saing dan kecenderungan pengembangan industri ke depan.
Dalam rangka menjamin keberhasilan pelaksanaannya dan terwujudnya pencapaian Visi Renstra Kementerian Perindustrian 2010-2014 yaitu untuk meman-tapkan daya saing basis industri manufaktur yang berkelanjutan (Sustainable) serta terbangunnya pilar industri andalan masa depan, maka akan dilakukan evaluasi setiap tahun, dan dengan memperhatikan kebutuhan serta perubahan lingkungan strategis, maka apabila diperlukan akan disempurnakan sesuai dengan mekanisme yang berlaku dengan tanpa mengubah visi dan misi Kementerian Perindustrian periode 2010-2014.
vi | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
Renstra Kementerian Perindustrian 2010-2014 diharapkan akan mampu meningkatkan keterpaduan, keteraturan, dan keterkendalian perencanaan program dan kegiatan dari seluruh unit kerja dalam rangka mencapai kinerja yang tinggi sebagaimana yang digariskan pada indikator kinerja dari masing-masing unit kerja di lingkungan Kementerian Perindustrian.
Jakarta, Desember 2010
MENTERI PERINDUSTRIAN
MOHAMAD S. HIDAYAT
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | vii
DAFTAR ISI Hal.KATA PENGANTAR ........................................................................................ v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Kondisi Umum ...................................................................................... 1
B. Potensi dan Permasalahan ................................................................... 10 1. Perkembangan Industri Indonesia ................................................. 15 2. Kontribusi Industri Terhadap Ekonomi ......................................... 16 3. Struktur Industri .............................................................................. 27 4. Persebaran Lokasi dan Konsentrasi Pertumbuhan Industri ......... 29 5. Perkembangan Ekspor Impor dan Neraca Perdagangan ............... 32 6. Penyerapan Tenaga Kerja ................................................................ 35
C. Maksud dan Tujuan .............................................................................. 38 1. Tugas Pokok dan Fungsi .................................................................. 39 2. Ruang Lingkup ................................................................................. 41
BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN ......... 43 A. Visi ......................................................................................................... 44
B. Misi ........................................................................................................ 45
C. Pendekatan ............................................................................................ 46
D. Kondisi yang Diharapkan Tahun 2020 - 2025 ..................................... 52
E. Kondisi yang Diharapkan Tahun 2010 - 2014 ...................................... 54
F. Tujuan .................................................................................................... 55
G. Sasaran .................................................................................................. 57
BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI ................................................. 73
A. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional ................................................. 73
B. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Perindustrian .................. 84
viii | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
BAB IV PENUTUP ................................................................................................... 119 LAMPIRAN 1. TARGET PEMBANGUNAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2010-2014 ............................................ 121
LAMPIRAN 2. KEBUTUHAN PENDANAAN PEMBANGUNAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2010-2014 ............... 165
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | ix
DAFTAR TABEL Hal.
Tabel 1.1 Pertumbuhan Sektor-Sektor Ekonomi (tahun dasar 2000, persen) 16
Tabel 1.2 Nilai PDB Sektoral dan Kontribusinya terhadap PDB Nasional 17
Tabel 1.3 Pertumbuhan PDB: tradables (persen) 18
Tabel 1.4 Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas 21
Tabel 1.5 Perkembangan Realisasi Investasi (PMDN) Industri 23
Tabel 1.6 Perkembangan Realisasi Investasi (PMA) Industri 25
Tabel 1.7 Struktur Industri Indonesia, 2005-2009 27
Tabel 1.8 Peranan Cabang Industri Terhadap Total Sektor Industri 28
Tabel 1.9 Persebaran Industri di Pulau Jawa 29
Tabel 1.10 Persebaran Industri di Luar Pulau Jawa 30
Tabel 1.11 Persebaran Industri di Indonesia 31
Tabel 1.12 Perkembangan Ekspor Non Migas Tahun 2004 - 2009 (US$ juta) 32
Tabel 1.13 Perkembangan Impor Non Migas Tahun 2004 - 2009 (US$ juta) 33
Tabel 1.14 Perkembangan Impor Menurut Golongan Penggunaan 35
Tabel 1.15 Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Non-Migas Tahun 2004 - 2009 36
Tabel 2.1 Perkiraan Pertumbuhan Industri Kecil, Menengah dan Besar Tahun 2009 - 2015, 2020, 2025 58
Tabel 2.2 Target Pertumbuhan setiap Cabang Industri Tahun 2010 2014 (%) 66
Tabel 2.3 Sasaran Kuantitatif Industri di Jawa (%) 68
Tabel 2.4 Sasaran Kuantitatif Industri di Sumatera (%) 69
Tabel 2.5 Sasaran Kuantitatif Peran Industri di Sulawesi dan Gorontalo (%) 69
Tabel 2.6 Sasaran Kuantitatif Peran Industri di Maluku dan Papua (%) 69
Tabel 2.7 Sasaran Kuantitatif Peran Industri di Kalimantan (%) 69
Tabel 2.8 Sasaran Kuantitatif Peran Industri di Bali, NTB, dan NTT (%) 70
Tabel 2.9 Perkiraan Kebutuhan Investasi Industri Pengolahan Non-Migas 71
Tabel 2.10 Perkiraan Penyerapan Tenaga Kerja Industri Pengolahan Non-Migas 71
x | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 1.1 Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas 2004-2009 22
Gambar 1.2 Realisasi PMDN Industri (Rp milyar) 24
Gambar 1.3 Realisasi PMA Industri (US$ juta) 26
Gambar 1.4 Share Wilayah terhadap PDB Industri Indonesia 29
Gambar 1.5 Persebaran Industri Indonesia (%) 31
Gambar 1.6 Total Ekspor Industri Non Migas Tahun 2004 - 2009 (US$ juta) 33
Gambar 1.7 Total Impor Industri Non Migas Tahun 2004 - 2009 (US$ juta) 34
Gambar 1.8 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Non-Migas Tahun 2004 - 2009** 36
Gambar 2.1 Target Pertumbuhan Industri Tahun 2010 - 2014 (%) 37
Gambar 2.2 Sasaran Kuantitatif Pertumbuhan Industri 2010-2025 per provinsi 70
Gambar 3.1 Peta Strategis Kementerian Perindustrian 85
Gambar 3.2 Struktur Organisasi Kementerian Perindustrian 90
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | 1
BAB IPENDAHULUAN
A. KONDISI UMUM
Situasi dunia saat ini dihadapkan pada berbagai tantangan ekonomi, energi minyak bumi, dan teknologi yang menjadikan pendekatan masa kini lebih cepat usang. Bahkan issue lingkungan dan perubahan iklim seperti menipisnya ozon yang berakibat pada pemanasan global turut menjadi pendorong gerakan masyarakat dunia untuk mencegah pengelolaan lingkungan yang merusak kualitas kehidupan masyarakat. Laju pertumbuhan ekonomi dunia selama periode 2005-2007 mencapai 4,8 persen dimana dalam periode tersebut dunia menghadapi beberapa permasalahan yang dampaknya berlanjut hingga tahun 2009. Salah satunya adalah peningkatan harga minyak, dimana sejak tahun 2005 telah mendorong laju infl asi dunia. Harga rata-rata minyak dunia telah meningkat dua kali lipat, dimana pada tahun 1996 hanya pada kisaran US$ 20 per barrel meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi US$ 53,3 per barrel pada tahun 2005, bahkan harga minyak melonjak sangat tajam pada pertengahan tahun 2008 hingga mencapai US$ 146 per barrel, walaupun kemudian menurun hingga memasuki tahun 2009.
Laju pertumbuhan ekonomi tahun 2005 mencapai 5,69 persen, sedikit menguat dibandingkan tahun 2004 yang sebesar 5,03 persen. Kemudian, pada tahun 2006 pertumbuhan ekonomi melemah mencapai 5,50 persen. Memasuki pertengahan tahun 2007, muncul tekanan baru yang berawal dari gejolak di pasar keuangan Amerika Serikat. Masalah pemberian kredit yang tidak prudent dan regulasi yang kurang memadai, terutama berkaitan dengan pemberian kredit sektor perumahan (subprime mortgage) berdampak luas ke Eropa, kemudian meluas ke segala penjuru dunia, mengingat besarnya peran ekonomi Amerika Serikat. Krisis ini mengakibatkan memburuknya kinerja sektor riil yang mulai menunjukkan dampaknya pada tahun 2008. Meskipun pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007 tetap tumbuh sebesar 6,35 persen, namun pada tahun 2008 mengalami perlambatan dimana ekonomi hanya tumbuh sebesar 6,01 persen. Pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan yang cukup besar dibanding dengan tahun 2008, yaitu tumbuh sebesar 4,55 persen. Sementara Bank
2 | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
Dunia lebih pesimis menyatakan perdagangan merosot ke tingkat paling rendah dalam 80 tahun terakhir dan perekonomian global kemungkinan menciut untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia II, tanpa menyebutkan angka estimasinya. Menurut laporan Bank Dunia, Asia Timur akan menghadapi masalah paling berat akibat menurunnya perdagangan dunia tahun 2009, juga dilaporkan antara lain mengenai:
1. Produksi industri dunia menurun 15 persen dibandingkan tahun 2008, dan akan lebih banyak negara emerging markets, baik pemerintah maupun swastanya mengambil hutang berisiko tinggi dari pasar modal dengan bunga sangat tinggi.
2. Dalam tahun 2009 hutang swasta yang jatuh tempo sebesar US$ 1 triliun, dan hutang pemerintah mencapai US$ 3 triliun.
3. Sekitar 94 negara akan mengalami perlambatan ekonomi diikuti melonjaknya tingkat kemiskinan hingga mencapai 43 persen dan krisis ekonomi tersebut akan menambah jumlah penduduk miskin hingga 46 juta, maka akibatnya ketergantungan pada bantuan luar negeri semakin lebih besar.
Dampak krisis keuangan sebagaimana diuraikan di atas, yaitu terjadinya capital outfl ow dari SBI, SUN dan pasar modal sehingga likuiditas US$ di pasar modal mulai mengering, rupiah terdepresiasi dan ekspor mulai menampakkan tanda-tanda terancam menurun. Walaupun perkembangan perekonomian pada tahun 2008 ternyata aman, namun keadaan makro pada tahun 2009 lebih berat, karena dampak krisis terasa signifi kan oleh Indonesia pada awal tahun. Untuk itu, perekonomian Indonesia hanya tumbuh sekitar 4,55 persen dan ekspor tumbuh di bawah posisi tahun 2008. Terdapat perubahan tiga indikator yang berpengaruh terhadap perekonomian dunia selama periode lima tahun, yaitu kebijakan dan pertumbuhan PDB dunia, perkembangan ekonomi dan harga minyak dunia, serta pengaruh krisis global.
Selain tinjauan global, maka kondisi domestik dapat dijelaskan berikut ini. Selama tahun 2005-2009, tiga sektor utama yaitu sektor Pertanian, Industri Pengolahan, dan Perdagangan bersama-sama memberikan kontribusi sekitar 56 persen terhadap PDB total, sementara pada tahun 2004 ketiga sektor utama tersebut menyumbang sedikit lebih besar yaitu sebesar 58,45 persen. Masing-masing ketiga sektor utama tersebut memberi sumbangan dengan rincian: sektor Industri Pengolahan memberi sumbangan sebesar 28,07 persen pada tahun 2004
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | 3
dan 26,38 persen pada tahun 2009; sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 16,05 persen pada tahun 2004 dan 13,37 persen pada tahun 2009; dan sektor Pertanian sebesar 14,34 persen pada tahun 2004 dan 15,29 persen pada tahun 2009.
Dari ketiga sektor utama di atas yang merupakan penyumbang utama bagi perekonomian nasional adalah sektor Industri Pengolahan karena merupakan penyumbang tertinggi. Rata-rata kontribusi sektor Industri Pengolahan (tahun 2005-2009) yaitu sebesar 27,47 persen terhadap PDB nasional. Dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2009, sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan tertinggi dari tahun ke tahun adalah dari sektor Pengangkutan dan Komunikasi. Pertumbuhan dari sektor ini dari tahun 2004 sampai tahun 2009 berturut-turut adalah 13,38 persen; 12,76 persen; 14,23 persen; 14,04 persen; 16,57 persen; dan 15,53 persen. Sementara untuk pertumbuhan sektor Industri Pengolahan selama periode 2004-2009 relatif mengalami penurunan pertumbuhan, yaitu: 6,38 persen; 4,60 persen; 4,59 persen; 4,67 persen; 3,66 persen dan 2.11 persen.
Menurut hasil pemeringkat World Economic Forum (WEF), pada tahun 2010 posisi daya saing Indonesia berada pada urutan ke-54 dari 133 negara. Rendahnya daya saing tersebut merupakan akibat dari berbagai faktor. Menurut tolok ukur WEF, diidentifi kasi 15 faktor penting yang menjadi masalah utama yang menghambat dunia usaha, yaitu:
1. Birokrasi Pemerintah yang tidak efi sien;2. Kurangnya infrastruktur yang memadai;3. Tidak konsistennya kebijakan pemerintah; 4. Tingginya tingkat korupsi;5. Sulitnya akses pembiayaan; 6. Peraturan ketenagakerjaan yang kurang akomodatif;7. Regulasi pajak yang memberatkan dunia usaha; 8. Tingginya infl asi;9. Tidak stabilnya regulasi mata uang asing;10. Rendahnya tenaga kerja berpendidikan;11. Rendahnya etos kerja tenaga kerja; 12. Ketidakstabilan pemerintahan;13. Tingginya tingkat pajak; 14. Rendahnya tingkat kesehatan masyarakat;15. Tingginya tingkat kriminal dan kejahatan.
4 | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) dalam laporannya (Industrial Development Report 2004) menyatakan bahwa dalam periode 1980-2005, kinerja Industri Manufaktur Indonesia dikategorikan sebagai salah satu pemenang utama (main winners) bersama beberapa negara berkembang lain yang kebanyakan berasal dari kawasan Asia Timur. Di antara kinerja negara-negara tersebut, China berada pada posisi tertinggi. Sedangkan peringkat kinerja Industri Manufaktur Indonesia meningkat dari urutan ke-75 pada tahun 1980 menjadi urutan ke-54 pada tahun 1990 dan menjadi urutan ke-42 pada tahun 2005. Namun demikian, dibandingkan dengan beberapa negara pesaing utama di Asia Timur (termasuk ASEAN), peningkatan posisi Indonesia memang relatif rendah.
Beberapa faktor penting di luar ekonomi juga belum menunjukkan perbaikan kinerja secara nyata. Sebagai contoh, pengembangan dan penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) terutama untuk kepentingan produksi masih sangat terbatas. Dengan urutan Indonesia di posisi ke-60 dari 72 negara dalam Indeks Pencapaian Teknologi (IPT), mengindikasikan bahwa integrasi peningkatan IPTEK untuk produksi masih banyak mengalami hambatan. Pengembangan kelembagaan dan kemampuan untuk peningkatan kapasitas SDM pada tingkat perusahaan tidak berjalan sesuai harapan. Sementara itu, standardisasi nasional produk industri, pengembangan infrastruktur yang efi sien dan sesuai dengan kebutuhan sektor industri, serta peningkatan kompetensi tenaga kerja belum sepenuhnya berjalan optimal karena keterbatasan sumber daya.
Meskipun permasalahan penurunan daya saing berawal dari krisis tahun 1997, perkembangan industri ternyata memburuk setelah krisis dimaksud. Banyak pengamat mengindikasikan terjadinya deindustrialisasi, yang ditunjukkan dengan penurunan kapasitas terpasang Industri Manufaktur dari 80 persen pada periode sebelum krisis menjadi hanya berkisar 60 persen, penurunan jumlah unit usaha perusahaan industri berskala sedang dan besar, dan juga penurunan signifi kan dari indeks produksi industri pengolahan berskala sedang dan besar. Penyebab utama kondisi ini adalah daya saing produk-produk manufaktur yang terus melemah. Di dalam negeri, produk manufaktur seperti elektronika rumah tangga kalah bersaing dengan produk impor, apalagi diperburuk dengan banyaknya produk impor ilegal. Di pasar internasional, produk tekstil dan produk tekstil (TPT) dan produk kayu kalah bersaing dengan produk dari China dan negara ASEAN lainnya.
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | 5
Di bidang Pengembangan Industri, dalam rangka menentukan arah, sasaran dan kebijakan Pengembangan Industri Nasional ke depan, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, yang di dalamnya diatur mengenai pemberian fasilitas berupa Insentif Fiskal, Insentif Non-Fiskal, dan kemudahan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada pengusaha industri tertentu, seperti industri prioritas tinggi, industri pionir, industri yang dibangun di daerah terpencil dan sebagainya. Hasil-hasil yang dicapai oleh Kementerian Perindustrian dalam mengembangkan sektor industri, tergambar pada uraian berikut ini.
Selama lima tahun terakhir, telah dilaksanakan berbagai langkah pengem-bang an industri. Hasil yang diperoleh dari berbagai langkah tersebut diantaranya dalam hal penguatan dan pengembangan 10 klaster Industri Inti, yaitu Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), Alas Kaki, Makanan, Pengolahan Sawit, Pengolahan Kayu/Rotan, Pengolahan Karet, Pulp & Kertas, Pengolahan Hasil Laut, Mesin & Peralatan Listrik dan Petrokimia serta beberapa klaster industri penunjang dan industri terkait. Pengembangan klaster industri telah dilaksanakan melalui:
1. Sosialisasi pembangunan Klaster Industri.
2. Diagnosis dan penyusunan Peta Jalan Pengembangan Klaster-klaster yang ditargetkan.
3. Pembentukan working group serta forum komunikasi kerjasama industri pada masing-masing klaster industri.
4. Perbaikan iklim usaha dan dukungan program kelembagaan.
5. Pengembangan kerjasama antara industri inti, industri terkait dan industri penunjang.
Pada bidang Pengembangan Iklim Industri telah dilaksanakan berbagai langkah untuk mendukung peningkatan usaha, investasi dan produksi. Beberapa langkah penting antara lain:
1. Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri dalam rangka lebih menertibkan dan mengatur sebaran industri sesuai kaidah efi siensi dan pengelolaan lingkungan yang baik.
2. Penyusunan Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM Kementerian Perindustrian tentang Peningkatan
6 | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
Efektivitas Pengembangan IKM melalui Pendekatan Satu Desa Satu Produk (One Village One Product - OVOP) dengan terbitnya Peraturan Menteri Perindustrian No. 78/M.IND/PER/9/2007.
3. Pengakomodasian usulan beberapa sektor industri (Perkapalan, Komponen Otomotif, Elektronika) untuk mendapatkan fasilitas PPh (PP No. 1 Tahun 2007 dan PP No. 62 Tahun 2008).
4. Penerbitan Peraturan Menteri Perindustrian penting lainnya dalam upaya memfasilitasi iklim usaha yang lebih baik yang dapat memberikan kepastian berusaha, khususnya yang terkait dengan perbaikan infrastruktur, teknologi, permodalan dan penanganan lingkungan.
Pada bidang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 49/M-IND/PER/4/2009 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri, yang telah disosialisasikan untuk diterapkan di Instansi Pemerintah Pusat maupun di Daerah. Pada sektor-sektor penting tertentu tengah dilaksanakan usaha-usaha untuk: 1) Memaksimalkan pemanfaatan kemampuan industri strategis dalam pengadaan Alutsista sektor Pertahanan; 2) Memberdayakan industri Perkapalan Nasional sesuai Inpres No. 5 Tahun 2005; 3) Mendorong BUMN-BUMN untuk memaksimalkan peng-gunaan produksi dalam negeri dalam rangka Program Percepatan Pembangunan PLTU Batubara dan Program Konversi Minyak Tanah ke LPG; 4) Memprakarsai penyusunan RUU Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri.
Pada bidang Peningkatan Kemampuan Teknologi, Kementerian Perindustrian telah melaksanakan beberapa langkah penting, seperti: 1) Penetapan hasil-hasil riset unggulan untuk IKM yang diseleksi dari hasil-hasil Litbang pada 11 Balai Besar dan 11 Balai Riset dan Standardisasi Industri; 2) Proyek Percontohan Coco-diesel; 3) Program Restrukturisasi Industri TPT; 4) Bantuan Mesin/Peralatan (untuk pengelasan, alsintan, fasilitas Pusat Desain Optik, fasilitas UPT Kulit Magetan, pembuatan bahan bakar nabati dari biji jarak, pabrik Biodiesel; 5) Bimbingan Teknis untuk pengelolaan limbah; 6) Penghargaan Rintisan Teknologi; 7) Penghargaan Indonesia Good Design Selection dan 8) Pembangun-an Pusat Desain Industri Perkapalan.
Pemerintah telah melaksanakan berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan untuk Peningkatan Kemampuan SDM Industri, antara lain: 1) Dalam rangka
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | 7
peningkatan daya saing (HACCP, CEFE, Marketing, Manajemen Lingkungan, TQM, dsb); 2) Pengelasan Sertifi kasi Internasional; 3) Konservasi dan Audit Energi; 4) Teknologi Produksi & Desain; 5) Penanganan Zat-zat Kimia Berbahaya; dan 6) Pelatihan Asesor terintegrasi ISO 9001. Sedangkan pada Bidang Peningkatan Kemampuan SDM Aparatur, pemerintah telah melaksanakan kegiatan antara lain: 1) Diklat Sistem Industri (I, II, III, dan IV) untuk meningkatkan kapasitas aparatur Dinas Perindustrian di Provinsi/Kabupaten/Kota; 2) Diklat-diklat Struktural; 3) Diklat Teknis, Diklat Jabatan Fungsional; 4) Program beasiswa S2 dan S3; 5) Program Beasiswa D3 Tenaga Penyuluh Lapangan Industri dengan ikatan dinas di Unit Pendidikan Tinggi di Lingkungan Kementerian Perindustrian; dan 6) Pelatihan Petugas Pengawas Standar Barang dan Jasa di pabrik (PPSP) sebanyak 8 angkatan .
Industri Kecil Menengah (IKM) yang diharapkan dapat menjadi penggerak utama perekonomian nasional pada akhir RPJMN (2005-2009) telah memberikan kontribusi PDB Sektor Industri sebesar 24,95 persen. Program Pengembangan IKM dalam pelaksanaan program utama dan pelaksanaan program pendukung meliputi: Pengembangan 6 Klaster IKM; Pengembangan IKM penunjang klaster industri; Pengembangan IKM Unggulan Daerah; Pengembangan IKM di daerah tertinggal, perbatasan, pasca konfl ik & pasca bencana; Pengembangan Promosi dan Informasi; Peningkatan SDM IKM; Peningkatan Kerjasama Industri; dan Peningkatan Standardisasi dan Teknologi.
Dari sisi penyerapan tenaga kerja di sektor Industri Pengolahan, secara kumulatif dari tahun 2005-2009 mengalami peningkatan sebesar 2.551.507 orang atau rata-rata per tahun sekitar 519.137 orang (5,28 persen), yang berarti di atas yang ditargetkan pada RPJMN (2005-2009) sebesar 500 ribu per tahun. Pada periode yang sama pula penanaman modal di sektor Industri Pengolahan terealisasi rata-rata per tahun senilai 15,97 triliun rupiah untuk Proyek Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan US $ 3,69 miliar untuk Proyek Penanaman Modal Asing (PMA). Dengan asumsi kurs rata-rata 10.000 rupiah per 1 US$, maka PMA yang diserap sektor Industri Pengolahan sekitar 36,91 triliun rupiah per tahun. Bila dijumlahkan, total investasi PMA dan PMDN yang tertanam di sektor Industri Pengolahan rata-rata sebesar 52,88 triliun rupiah per tahun. Angka tersebut melebihi sasaran investasi sektor Industri Pengolahan pada RPJMN (2005-2009), yaitu sebesar 40-50 triliun rupiah.
8 | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
Pertumbuhan sektor Industri Pengolahan Non-Migas selama 5 tahun terakhir boleh dikatakan berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Pada tahun 2005, laju pertumbuhan sektor industri sebesar 5,86 persen sedikit diatas pertumbuhan ekonomi yang besarnya 5,69 persen. Pada tahun 2006, 2007 dan 2008, laju pertumbuhan sektor industri selalu di bawah pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2009, ekonomi tumbuh sebesar 4,93 persen sedangkan pertumbuhan sektor industri non migas pada tahun 2009 tumbuh sebesar 2,52 persen.
Penurunan yang cukup besar pada tahun-tahun terakhir disebabkan terjadinya pertumbuhan negatif pada beberapa cabang industri, seperti Tekstil, Kertas, Semen, dan Barang Galian Logam. Walau demikian, terdapat kelompok utama industri yang pertumbuhannya cukup tinggi, yaitu Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatan, yang memberikan sumbangan pertumbuhan besar, walau pada tahun 2009 sumbangan tersebut menjadi melemah.
Menurun serta negatifnya pertumbuhan sektor-sektor industri tersebut disebabkan berbagai permasalahan yang dihadapi, seperti: keterbatasan infrastruktur dan listrik, kurangnya pasokan bahan baku untuk Industri Pengolahan Kayu dan Hasil Hutan lainnya, serta maraknya illegal logging dan illegal trading, kurangnya pasokan gas bumi sebagai bahan baku dan energi untuk industri pupuk, serta beredarnya isu penggunaan bahan tambahan pangan yang tidak diperbolehkan untuk industri makanan dan minuman yang sempat meresahkan masyarakat.
Dari semua cabang industri, terdapat dua cabang industri yang mendominasi, yaitu Industri Makanan, Minuman dan Tembakau dan Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatan. Peran Industri Makanan, Minuman dan Tembakau relatif konstan sekitar 28-33 persen, tetapi Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatan pada periode tahun 2000-2005 perannya masih sekitar 20-26 persen, pada periode 2005-2009 meningkat menjadi sekitar 27-29 persen. Hal ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi pendalaman dan penguatan struktur industri ke arah produksi produk-produk yang bernilai tambah tinggi dan memiliki kandungan teknologi yang lebih tinggi .
Utilisasi industri juga menjadi isu penting karena baru sekitar 47 subsektor industri di Indonesia yang utilisasinya di atas 80 persen, sementara 96 subsektor dan 83 subsektor industri utilisasinya masing-masing baru mencapai antara 61 dan 79 persen, dan bahkan di bawah 60 persen. Subsektor yang memiliki utilitas di atas 80 persen didominasi oleh subsektor Industri Kimia Hulu,
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | 9
dimana sektor hilir industri yang nilai tambahnya lebih tinggi, utilisasi kapasitas terpasangnya lebih rendah. Kelompok industri yang memiliki nilai tambah yang tinggi dibandingkan dengan Industri Kimia seperti Industri Permesinan dan Elektronika, ternyata utilitasnya berkisar antara 61 sampai dengan 79 persen, bahkan beberapa di antaranya di bawah 60 persen seperti Industri Radio/Radio Cassette, Industri Mesin Proses Minyak Kelapa Sawit, Industri Mesin Proses Pengolahan Gula, dan Mesin Proses Pengerjaan Logam.
Penguatan struktur industri selama kurun waktu 2005-2009 telah terjadi pada Industri Turunan Minyak Sawit, Industri Petrokimia (aromatik, C1, Olefi n), Industri Pasir Kuarsa, Industri Keramik, Industri Air Laut, Industri Mesin Proses Tekstil, Industri Mesin Proses Pabrik Gula, Industri Mesin Proses Pabrik Minyak Kelapa Sawit, Industri Logam, Industri Aluminium, Industri Tembaga, Industri Perkapalan, Industri Bangunan Lepas Pantai, Industri Telematika, Industri TV, Industri Video Cassette/Disc Player, dan Industri Lampu Listrik. Namun perkembangan tersebut dirasakan masih belum memenuhi sebagaimana yang diharapkan. Dari sisi pandang lain struktur yang belum lengkap yang diperlihatkan dengan banyak industri yang belum ada di tanah air, menunjukkan masih besarnya peluang investasi pada sektor industri tertentu, baik berupa pendirian perusahaan baru pada industri yang sudah ada maupun membuka perusahaan pada industri yang belum ada.
Struktur industri pada pohon industri masih kurang lengkap dipandang dari dua sisi dimensi yang berbeda. Sisi pertama kurang lengkapnya struktur industri memperlihatkan masih besarnya peluang investasi pada sektor industri yang masih terbuka lebar, baik pendirian perusahaan baru pada industri yang sudah eksis (perluasan struktur) maupun membuka perusahaan pada industri yang belum eksis (pendalaman struktur). Sisi lain, kurang lengkapnya struktur industri pada pohon industri mencerminkan belum kokohnya kemampuan industri dan strategi yang diterapkan dalam pengembangannya. Sebaran industri di Indonesia masih terkonsentrasi secara geografi s di Pulau Jawa dan Sumatera. Pada tahun 2008, persebaran Industri Manufaktur masih terfokus di Pulau Jawa dan Sumatera yang menyerap hingga 79,83 persen. Pada tahun 2006, kedua pulau tersebut menyerap 79,5 persen unit usaha yang ada di Indonesia, sementara pada tahun 2004 serapannya 77,5 persen.
Realisasi Investasi PMDN menunjukkan perkembangan yang makin membaik walau masih tetap di bawah periode sebelum krisis tahun 1998.
10 | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
Sektor industri merupakan sektor utama yang paling banyak diminati oleh perusahaan-perusahaan PMDN. Realisasi Investasi PMDN di sektor industri dari 2005-2009 mencapai Rp 95,64 triliun dari Rp 144,42 triliun PMDN secara keseluruhan. Investasi sektor industri paling besar terdapat pada industri Kertas dan Percetakan yaitu Rp 28,95 triliun dengan 52 proyek. Penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan telah meningkat rata-rata 6,38 persen pada periode tahun 2005-2009. Dibandingkan tahun 2005, penyerapan tenaga kerja pada tahun 2006, 2007, 2008, dan 2009 masing-masing meningkat sebesar 14,82 persen; 20,527 persen, 22,36 persen, dan 27,49 persen.
Dari sisi ekspor, nilai ekspor produk hasil Industri Manufaktur pada tahun 2005 sebesar US$ 55.566,99 juta dengan kontribusi 64,87 persen terhadap total nilai ekspor Indonesia dan 83,65 persen terhadap produk non migas. Pada tahun 2009, nilai ekspor produk hasil Industri Manufaktur meningkat menjadi sebesar US$ 73.435,84 juta serta mempunyai kontribusi 63,03 persen terhadap total nilai ekspor Indonesia dan 75,33 persen terhadap produk non migas dengan pertumbuhan dari tahun 2005-2009 sebesar 46,76 persen.
B. POTENSI DAN PERMASALAHAN
Potensi Sumber daya alam Indonesia (cadangan hutan, kelautan dan perikanan, migas, mineral dan batubara, dsb) sangat potensial untuk menumbuh-kembangkan industri berbasis sumber daya alam. Letak Indonesia yang sangat strategis dapat mengakomodasi kepentingan berbagai negara serta kerjasama yang saling menguntungkan dengan negara-negara di sekelilingnya.
Indonesia yang terdiri dari atas ribuan pulau dan penduduknya yang besar merupakan captive market bagi berbagai industri. Penduduk Indonesia yang besar tersebut tidak saja dapat merupakan modal bagi tumbuhnya industri (khususnya IKM) yang berbasis tenaga kerja, tetapi juga peluang bagi tumbuhnya sektor industri yang berbasis padat iptek dan daya kreatif.
Dengan Sumber Daya Industri yang begitu besar yang dimiliki baik itu Sumber Daya Alamnya maupun Sumber Daya Manusianya, masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahan antara lain sebagai berikut :
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | 11
1. Faktor Sumber Daya Alam
Kekuatan Kelemahan1. Lahan Luas dan Subur
2. Penanaman sepanjang tahun
3. Cadangan hutan produksi cukup luas
4. Pembukaan lahan baru sektor pertanian
5. Ketersediaan sumber daya laut & potensi penangkapan ikan 6,7 juta ton pertahun
6. Ketersediaan sumber daya mineral cukup besar
1. Rendahnya produktivitas sektor pertanian & agrobisnis
2. Melambatnya pertumbuhan sektor pertanian
3. Meningkatnya ketergantungan terhadap impor makanan
4. Bahaya kerusakan ekologi
5. Terjadinya penebangan hutan berlebihan
6. Bahaya atas terjadinya penangkapan ikan berlebihan di beberapa wilayah
2. Faktor Sumber Daya Manusia
Kekuatan Kelemahan1. Jumlah Penduduk Besar
2. Tingkat upah kompetitif
3. Keterampilan Seni (craftmanship) tinggi
4. Tekun dan mudah menerima pelatihan
5. Kemampuan bidang operasional
6. Kemampuan bidang rancang bangun dan perekayasaan sudah berkembang
1. Tidak meratanya penyebaran penduduk dan pendapatan
2. Tingkat pendidikan, keterampilan, dan produktifi tas tenaga kerja relatif rendah
3. Disiplin rendah
12 | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
3. Faktor Geografi
Kekuatan Kelemahan1. Terdiri dari ribuan pulau
2. Terletak di geo stasioner
3. Posisi strategis
1. Belum bisa didayagunakan sebagai penggerak pertumbuhan industri
2. Peluang baru akan diambil oleh perusahaan-perusahaan asing
3. Infrastruktur telekomunikasi relatif belum memadai
4. Faktor Permodalan
Kekuatan Kelemahan1. Telah adanya investasi ekstensi
selama dua dekade lalu dalam bentuk aset tetap (bangunan, mesin, & peralatan)
1. Rendahnya pemanfaatan kapasitas terpasang pada beberapa subsektor industri
2. Terdapat mesin-mesin sudah tua di beberapa sektor industri
3. Cadangan devisa, perbankan, pasar Modal belum cukup menunjang
5. Faktor Prasarana (Fisik)
Kekuatan Kelemahan1. Pernah melakukan investasi secara
berarti dan adanya pertumbuhan selama dua dekade lalu sebelum krisis
1. Beberapa prasarana (jalan raya, pelabuhan, dll) & sarana kurang memadai
2. Ketergantungan tinggi terhadap bantuan asing dan swasta dalam pengembangan prasarana
3. Angkutan Laut dikuasai asing dan belum memadai
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | 13
6. Faktor Teknologi
Kekuatan Kelemahan1. Investasi mendorong
terjadinya impor teknologi
2. Jumlah SDM relatif besar pada lembaga-lembaga R&D Pemerintah
3. Penyebaran Teknologi secara nyata lebih efektif melalui impor dan pengenalan mesin
1. Kegiatan R&D industri dilakukan oleh pemiliknya di luar negeri
2. Relatif rendahnya tingkat pengembangan teknologi
3. Rendahnya respon lembaga-lembaga R&D terhadap permintaan pasar
4. Rendahnya produktivitas sektor manufaktur
5. Relatif rendahnya biaya R&D per orang
6. Lemahnya keterkaitan antara lembaga-lembaga R&D pemerintah dengan swasta
7. Lemahnya koordinasi & arah pengembangan lembaga riset
Walau telah dicapai berbagai perkembangan yang cukup penting dalam pengembangan industri, namun dirasakan industri belum tumbuh seperti yang diharapkan, khususnya bila dibandingkan dengan kinerja industri pada masa sebelum krisis multidimensi pada tahun 1998. Berbagai masalah baik yang secara umum menghambat pertumbuhan industri, maupun yang secara khusus dihadapi oleh beberapa industri (penting) tertentu dipaparkan pada uraian di bawah ini.
Masalah Umum
a. Masalah Internal Industri
1. Struktur industri masih belum kuat.
2. Industri dasar yang menjadi pemasok bahan baku dan bahan penolong industri jumlah dan kemampuannya masih terbatas, dan sama halnya dengan kemampuan produksi barang setengah jadi dan komponen, sehingga ketergantungan impor masih tetap tinggi.
14 | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
3. Masih terbatasnya populasi industri berteknologi tinggi.
4. Kapasitas produksi masih belum optimal.
5. Penurunan kinerja di beberapa cabang industri akibat terpaan krisis global.
6. Terganggunya penguasaan pasar domestik (khususnya akibat penyelundupan).
7. Ketergantungan ekspor pada beberapa komoditi dan beberapa negara tujuan.
8. Lemahnya penguasaan desain dan rancang bangun untuk pembangunan industri.
9. Tidak tersedianya dana penelitian dan pengembangan produk industri untuk produk buatan lokal yang cukup di perusahaan industri.
10. Penerapan standar produk komponen dan bahan baku yang tersedia di pasar dalam negeri tidak atau belum memenuhi standar yang telah ditetapkan, sehingga menyulitkan dalam proses fabrikasi dan manufacturing.
11. Belum kuatnya peranan industri kecil dan menengah.
b. Masalah Eksternal Industri
1. Keterbatasan infrastruktur (jaringan jalan, pelabuhan, kereta api, listrik, pasokan gas).
2. Birokrasi yang belum pro-bisnis.
3. Arus barang impor ilegal yang tinggi (penyelundupan), walau pada satu tahun terakhir ini sudah menunjukkan perbaikan yang berarti.
4. Masalah perburuhan (pesangon, premi Jamsostek, UMR dan lainlain).
5. Masalah kepastian hukum.
6. Insentif fi skal yang belum bersaing dibanding dengan yang ditawarkan oleh negara tetangga.
7. Suku bunga perbankan yang masih tinggi.
8. Ketentuan limbah B3 (limbah batu bara, baja, dan lainlain) yang sering kali menyulitkan dunia usaha.
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | 15
9. Kurangnya keberpihakan serta kesadaran masyarakat untuk menggunakan produk dalam negeri.
10. Belum tersedianya perbankan yang khusus ditunjuk pemerintah untuk pembangunan industri per sektor (misalnya: bank khusus untuk agro, untuk industri, untuk migas, untuk IKM, dan lain sebagainya), dengan tingkat bunga kompetitif.
11. Belum terjalinnya komunikasi/hubungan yang intensif antara hasil riset dari balai riset industri dalam negeri dengan perusahaan industri lokal.
1. Perkembangan Industri Indonesia
Secara kumulatif petumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia tahun 2008 berada pada angka 6,01 persen (Tabel 1.1), lebih rendah dari target APBN sebesar 6,4 persen. Pencapaian pertumbuhan Produk Domestik Bruto tahun 2009 jauh lebih rendah yakni sebesar 4,55 persen. Kondisi ini terjadi akibat tekanan global karena kasus di Amerika Serikat dan akumulasi permasalahannya. Pertumbuhan sektor ekonomi tertinggi tahun 2009 disumbang oleh sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 15,53 persen yang berarti menurun dibandingkan tahun 2008 sebesar 16,57 persen, diikuti Listrik, Gas dan Air Bersih sebesar 13,78 persen yang meningkat dari tahun 2008 sebesar 10,92 persen. Namun, terjadi penurunan pertumbuhan pada Industri Pengolahan sebesar 1,55 persen dibandingkan tahun 2008 yakni semula tercatat 3,66 persen, menjadi hanya 2,11 persen pada tahun 2009. Secara keseluruhan terjadi penurunan pertumbuhan, terkecuali pada sektor Pertambangan, Listrik dan Gas, dan sektor Jasa-Jasa. Kondisi ini menunjukkan imbas krisis fi nansial global di tengah berbagai permasalahan yang masih dihadapi pada lapangan usaha sektor dimaksud.
16 | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
Tabel 1.1 Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi(tahun dasar 2000, persen)
LAPANGAN USAHA 2004 2005 2006 2007 2008* 2009**
1. PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN
2.82 2.72 3.36 3.47 4.83 4.13
2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN -4.48 3.20 1.70 1.93 0.68 4.37
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 6.38 4.60 4.59 4.67 3.66 2.11 a. Industri Migas -1.95 -5.67 -1.66 -0.06 -0.34 -2,21 b. Industri Non Migas 7.51 5.86 5.27 5.15 4.05 2.52 4. LISTRIK, GAS, DAN AIR
BERSIH 5.30 6.30 5.76 10.33 10.92 13.78
5. B A N G U N A N 7.49 7.54 8.34 8.53 7.51 7.05 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN
RESTORAN 5.70 8.30 6.42 8.91 6.87 1.14
7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 13.38 12.76 14.23 14.04 16.57 15.53
8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH. 7.66 6.70 5.47 7.99 8.24 5.05
9. JASA - JASA 5.38 5.16 6.16 6.44 6.23 6.40 PRODUK DOMESTIK BRUTO 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.55 PRODUK DOMESTIK BRUTO TANPA MIGAS 5.97 6.57 6.11 6.95 4.46 4.93
Sumber : BPS diolah Kemenperin* Angka Sementara** Angka Sangat Sementara
2. Kontribusi Industri Terhadap Ekonomi
Sampai dengan tahun 2009, sektor Industri Pengolahan masih menjadi penyumbang tertinggi terhadap perekonomian nasional (Produk Domestik Bruto-PDB). Sektor Industri Pengolahan pada tahun 2009 menyumbang sekitar 26,38 persen, diikuti oleh sektor Pertanian 15,29 persen dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 13,37 persen. Dari tahun 2005 sampai dengan 2009, kontribusi sektor Industri Pengolahan memberikan sumbangan rata-rata 27 persen, tetapi pada tahun 2009 turun mencapai 26,38 persen. Yang tampak memberikan kontribusi agak baik pada tahun 2009 adalah sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan, Konstruksi serta Jasa-jasa, sebagaimana terlihat pada Tabel 1.2.
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | 17
Tabe
l 1.2
Nil
ai P
DB
Sek
tora
l dan
kon
trib
usin
ya te
rhad
ap P
DB
Nas
iona
l
No
LAPA
NG
AN
USA
HA
2005
2006
2007
2008
*20
09**
Jum
lah
%Ju
mla
h%
Jum
lah
%Ju
mla
h%
Jum
lah
%1
PERT
ANIA
N,
PETE
RNAK
AN,
KEH
UTA
NAN
DAN
PE
RIK
ANAN
364.
169,
31 3
,1343
3.22
3,4
12,9
754
1.931
,513
,72
716.
065,
314
,46
858.
252,
015
,29
2PE
RTAM
BAN
GAN
DAN
PE
NG
GAL
IAN
30
9.01
4,1
11,14
366.
520,
810
,98
440.
609,
611,
1554
0.60
5,3
10,9
259
1.531
,710
,54
3IN
DU
STRI
PE
NG
OLA
HAN
76
0.36
1,327
,41
919.
539,
327
,54
1.068
.653
,927
,05
1.380
.713
,127
,89
1.480
.905
,426
,38
a. M
igas
138.
440,
95,
6317
2.09
4,9
5,15
182.
324,
34,
6124
2.04
3,0
4,89
213.
706,
53,
81b.
Non
Mig
as62
1.920
,421
,78
747.
444,
422
,38
886.
329,
622
,43
1.138
.670
,123
,00
1.267
.198,
922
,57
4LI
STRI
K, G
AS, D
AN A
IR
BERS
IH
26.6
93,8
0,96
30.3
54,8
0,91
34.7
23,8
0,88
40.8
46,7
0,82
46.8
23,1
0,83
5KO
NST
RUK
SI
195.
110,6
7,03
251.1
32,3
7,52
304.
996,
87,
7241
9.64
2,4
8,48
554.
982,
29,
896
PERD
AGAN
GAN
, H
OTE
L D
AN
REST
ORA
N
431.6
20,2
15,5
650
1.542
,415
,02
592.
304,
114
,99
691.4
94,7
13,9
775
0.60
5,0
13,3
7
7PE
NG
ANG
KU
TAN
DAN
KO
MU
NIK
ASI
180.
584,
96,
5123
1.523
,56,
9326
4.26
3,3
6,69
312.
190,
26,
3135
2.40
7,2
6,28
8K
EUAN
GAN
, REA
L ES
TAT
& JA
SA P
ERSH
. 23
0.52
2,7
8,31
269.
121,4
8,06
305.
213,
57,
7336
8.12
9,7
7,43
404.
116,4
7,20
9JA
SA -
JASA
27
6.20
4,2
9,96
336.
258,
910
,07
398.
196,
710
,08
481.6
69,9
9,73
573.
818,
710
,22
10PR
OD
UK
DO
MES
TIK
BR
UTO
2.
774.
281,1
100,
003.
339.
216,
810
0,00
3.95
0.89
3,2
100,
004.
951.3
56,7
100,
005.
613.
441,7
100,
00
11PR
OD
UK
DO
MES
TIK
BR
UTO
TAN
PA M
IGAS
2.
458.
234,
388
,61
2.96
7.04
0,3
88,8
53.
534.
406,
589
,46
4.42
7.19
3,3
89,,4
15.
146.
512,
191
,68
Sum
ber :
BPS
dio
lah
Kem
enpe
rin
*Ang
ka S
emen
tara
, **
Ang
ka S
anga
t Sem
enta
ra
18 | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
Dampak krisis fi nansial global sangat dirasakan oleh beberapa industri terutama yang melakukan ekspor dengan tujuan pasar Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang akibat melemahnya pasar di negara tersebut. Produk yang terkena dampak cukup berarti antara lain: TPT, Produk Karet, Produk Kayu, serta Pulp dan Kertas, Minyak Sawit, dan produk-produk Logam. Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan, mengalami pertumbuhan negatif karena sulitnya pasokan bahan baku dan menurunnya pasar ekspor. Kondisi yang sama juga terjadi pada Industri Kertas & Barang Cetakan. Industri Makanan, Minuman & Tembakau mengalami penurunan permintaan akibat penurunan daya beli masyarakat. Kondisi melemahnya pasar global tersebut, berakibat terganggunya rencana perluasan investasi.
Sebagaimana terlihat pada Tabel 1.3, semua cabang industri Pengolahan Non Migas mendapat tekanan hebat. Dari sembilan cabang industri yang mengalami pertumbuhan positif sampai tahun 2009 adalah Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau mengalami pertumbuhan sebesar11,29 persen, Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet sebesar 1,51 persen, Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki sebesar 0,53 persen, Industri Kertas dan barang cetakan sebesar 6,27 persen dan Barang Lainnya3,13 persen. Sedangkan beberapa cabang industri yang mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 2009 adalah industri Barang Kayu dan Hasil Hutan lainnya yang mencapai -1,46 persen, Industri Semen dan Barang Galian bukan logam sebesar -0,63 persen dan Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya sebesar -2,94 persen. Sedangkan cabang industri Logam Dasar Besi dan Baja mengalami penurunan terbesar dibanding cabang industri yang lain mencapai -4,53 persen.
Tabel 1.3 Pertumbuhan PDB: tradables (persen)
No LAPANGAN USAHA 2004 2005 2006 2007 2008* 2009**
1 PERTANIAN, PETERNAKAN,KEHUTANAN DAN PERIKANAN
2.82 2.72 3.36 3.47 4.83 4.13
a. Tanaman Bahan Makanan 2.89 2.60 2.98 3.35 6.06 4.71 b. Tanaman Perkebunan 0.40 2.48 3.79 4.55 3.67 2.46 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 3.35 2.13 3.35 2.36 3.52 3.72 d. K e h u t a n a n 1.28 -1.47 -2.85 -0.83 -0.03 1.51 e. P e r i k a n a n 5.56 5.87 6.90 5.39 5.07 5.20
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | 19
No LAPANGAN USAHA 2004 2005 2006 2007 2008* 2009**
2 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN -4.48 3.20 1.70 1.93 0.68 4.37
a. Minyak dan gas bumi -4.32 -1.77 -1.07 -1.15 0.45 0.07 b. Pertambangan Bukan Migas. -7.96 12.24 4.84 5.27 -1.10 10.56 c. Penggalian. 7.46 7.69 8.33 8.53 7.51 7.043 INDUSTRI PENGOLAHAN 6.38 4.60 4.59 4.67 3.66 2.11 a. Industri M i g a s -1.95 -5.67 -1.66 -0.06 -0.34 -2.21 1). Pengilangan Minyak Bumi -0.23 -5.00 -1.89 -0.13 0.92 0.48 2). Gas Alam Cair -3.22 -6.19 -1.48 -0.01 -1.30 -4.32 b. Industri bukan Migas 7.51 5.86 5.27 5.15 4.05 2.52 1). Makanan. Minuman dan
Tembakau 1.39 2.75 7.21 5.05 2.34 11.29
2). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 4.06 1.31 1.23 -3.68 -3.64 0.53 3). Brg. kayu & Hasil hutan
lainnya. -2.07 -0.92 -0.66 -1.74 3.45 -1.46
4). Kertas dan Barang cetakan 7.61 2.39 2.09 5.79 -1.48 6.27 5). Pupuk, Kimia & Barang dari
karet 9.01 8.77 4.48 5.69 4.46 1.51
6). Semen & Brg. Galian bukan logam 9.53 3.81 0.53 3.40 -1.49 -0.63
7). Logam Dasar Besi & Baja -2.61 -3.70 4.73 1.69 -2.05 -4.53 8). Alat Angk., Mesin &
Peralatannya 17.67 12.38 7.55 9.73 9.79 -2.94
9). Barang lainnya 12.77 2.61 3.62 -2.82 -0.96 3.134 LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 5.30 6.30 5.76 10.33 10.92 13.78 a. L i s t r i k 5.13 6.68 6.36 7.64 6.65 6.96 b. Gas Kota 9.40 6.48 5.33 30.16 33.21 41.03 c. Air bersih 2.47 4.53 3.57 3.28 3.74 3.915 KONSTRUKSI 7.49 7.54 8.34 8.53 7.51 7.056 PERDAGANGAN, HOTEL DAN
RESTORAN 5.70 8.30 6.42 8.93 6.87 1.14
a. Perdagangan Besar dan Eceran 5.52 8.82 6.60 9.41 7.03 0.02 b. H o t e l 7.93 6.23 5.18 5.37 4.51 3.60 c. R e s t o r a n 6.08 5.88 5.75 7.08 6.58 7.537 PENGANGKUTAN DAN
KOMUNIKASI 13.38 12.76 14.23 14.04 16.57 15.53
a. P e n g a n g k u t a n 8.76 6.25 6.61 2.82 2.74 5.46 1). Angkutan Rel -0.92 -2.98 6.44 1.28 14.31 -6.83
20 | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
No LAPANGAN USAHA 2004 2005 2006 2007 2008* 2009**
2). Angkutan Jalan raya 4.99 4.84 4.93 3.71 4.93 5.67 3). Angkutan laut 3.63 8.75 7.24 -2.30 -5.05 -2.50 4). Angk. Sungai, Danau &
Penyebrangan 4.11 3.94 3.81 3.31 4.75 5.02
5). Angkutan Udara 30.07 10.42 10.65 8.02 5.32 11.65 6). Jasa Penunjang Angkutan 8.73 5.56 7.06 0.60 0.43 5.05 b. K o m u n i k a s i 22.88 24.58 26.03 28.74 31.04 23.808 KEUANGAN, REAL ESTAT &
JASA PERSH. 7.66 6.70 5.47 7.99 8.24 5.05
a. B a n k 6.02 4.50 1.55 7.96 7.41 2.40 b. Lembaga Keuangan Bukan
Bank 9.24 8.35 7.15 8.14 9.03 7.61
c. Jasa Penunjang Keuangan 9.18 6.66 7.55 9.68 3.40 7.00 d. Real Estate 8.89 8.17 8.47 7.85 8.88 5.24 e. Jasa Perusahaan 9.23 9.28 9.49 8.15 8.97 9.649 JASA JASA 5.38 5.16 6.16 6.44 6.23 6.40 a. Pemerintahan Umum 1.65 1.90 3.96 5.43 4.46 5.10 1). Adm. Pemerintahan &
Pertahanan 1.46 1.81 3.74 5.15 4.07 4.91
2). Jasa Pemerintahan lainnya 2.00 2.06 4.34 5.92 5.12 5.43 b. S w a s t a 8.96 8.09 8.02 7.27 7.65 7.40 1). Sosial Kemasyarakatan 7.78 7.22 6.96 6.62 7.07 7.32 2). Hiburan dan Rekreasi 8.34 6.52 7.95 6.97 8.08 8.20 3). Perorangan dan Rumah
tangga 9.51 8.62 8.45 7.56 7.82 7.34
PRODUK DOMESTIK BRUTO 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.55 PRODUK DOMESTIK BRUTO
TANPA MIGAS 5.97 6.57 6.11 6.95 6.46 4.93
Sumber : BPS, diolah* Angka sementara, ** Angka sangat sementara
Industri Non Migas terus mengalami penurunan sejak tahun 2005 sebagaimana dilihat pada Tabel 1.4. Dari tabel tersebut terdapat lima industri yang mengalami pertumbuhan negatif sampai dengan tahun 2009 yakni: Barang kayu & Hasil Hutan Lainnya sebesar -1,46 persen; Semen & Barang Galian bukan logam sebesar -0,63 persen; Logam Dasar Besi dan Baja sebesar-4,53 persen; serta Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya sebesar -2,94 persen. Sedangkan cabang industri yang menunjukkan pertumbuhan
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | 21
positif ada empat yakni Makanan, Minuman dan Tembakau 11,29 persen; Tekstil, Barang. Kulit & Alas Kaki sebesar 0,53 persen; Kertas dan Barang Cetakan sebesar 6,27 persen; Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet sebesar 1,51 persen; serta Barang Lainnya sebesar 3,13 persen.
Tabel 1.4 Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas
No Cabang Industri Pertumbuhan (%)
2004 2005 2006 2007 2008* 2009 ** 1 Makanan, Minuman dan
Tembakau 1.39 2.75 7.21 5.05 2.34 11.29
2 Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 4.06 1.31 1.23 -3.68 -3.64 0.533 Brg. kayu & Hasil hutan
lainnya. -2.07 -0.92 -0.66 -1.74 3.45 -1.46
4 Kertas dan Barang cetakan 7.61 2.39 2.09 5.79 -1.48 6.275 Pupuk, Kimia & Barang dari
karet 9.01 8.77 4.48 5.69 4.46 1.51
6 Semen & Brg. Galian bukan logam 9.53 3.81 0.53 3.40 -1.49 -0.63
7 Logam Dasar Besi & Baja -2.61 -3.70 4.73 1.69 -2.05 -4.538 Alat Angk., Mesin &
Peralatannya 17.67 12.38 7.55 9.73 9.79 -2.94
9 Barang lainnya 12.77 2.61 3.62 -2.82 -0.96 3.13Total Industri Pengolahan Non Migas 7.51 5.86 5.27 5.15 4.05 2.52
Sumber: BPS, diolah* Angka sementara, ** Angka sangat sementara.
Kondisi cabang-cabang industri masih menunjukkan kondisi tidak stabil pada tahun 2009, dimana ada lima cabang industri yang mengalami pertumbuhan negatif dan empat cabang industri yang positif. Terdapat dua industri yang mengalami penurunan dan kenaikan yang cukup tinggi, untuk kenaikan terjadi pada Industri Makanan, Minuman dan Tembakau sebesar 11,29 persen dan penurunan terjadi pada Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya sebesar -2,94 persen. Alat Angkut, Mesin dan Peralatan yang semula membukukan pertumbuhan positif 9,79 persen pada tahun 2008, turun drastis menjadi -2,94 persen, kemudian Industri Makanan, Minuman dan Tembakau pada tahun 2008 sebesar 2,34 persen menjadi 11,29 persen pada tahun 2009. Perkembangan Pertumbuhan Industri Pengolahan Migas Tahun Tahun 2004-2009 dapat dilihat pada Gambar 1.1 .
22 | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
Gambar 1.1 Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas 2004-2009
Ditinjau dari realisasi investasi dalam negeri (PMDN), sebagian besar Industri Manufaktur mengalami peningkatan realisasi investasi pada tahun 2009 dibanding tahun 2008, dengan nilai realisasi tertinggi pada cabang Industri Kimia dan Farmasi sebesar Rp 5.850,1 miliar diikuti dengan Industri Makanan sebesar Rp 5.768,5 miliar. Nilai realisasi Industri Makanan mengalami penurunan sangat besar pada tahun 2009 sebesar 29,6 persen dibanding tahun sebelumnya (Tabel 1.5) dari Rp 8.192,9 miliar pada tahun 2008 hanya dibukukan senilai Rp 5.768,5 miliar di tahun 2009. Apabila ditinjau dari jumlah izin usaha tetap yang dikeluarkan, maka industri yang mencapai perkembangan signifi kan dibanding tahun 2008 adalah cabang Industri Tekstil, diikuti cabang Industri Karet dan plastik dan industri lainnya.
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | 23
Tabe
l 1.5
Per
kem
bang
an R
eali
sasi
Inve
stas
i (P
MD
N) I
ndus
tri
NO
.SE
KTO
R20
0420
0520
0620
0720
0820
09P
IP
IP
IP
IP
IP
I1
Indu
stri
Mak
anan
28
,03.
507,
935
,04.
490,
819
,03.
175,
327
5.37
1,749
8.19
2,9
345.
768,
52
Indu
stri
Tek
stil
7,0
70,0
22,0
1.640
,77,
081
,78
228,
220
719,
623
2.64
5,7
3In
d. B
aran
g D
ari K
ulit
&
Ala
s K
aki
2,0
24,5
1,014
,61,0
4,0
258
,52
10,1
14,
0
4In
dust
ri K
ayu
4,0
888,
99,
019
8,8
9,0
709,
03
38,8
430
6,6
233
,55
Ind.
Ker
tas d
an P
erce
taka
n4,
020
5,7
13,0
9.73
2,6
9,0
1.871
,28
14.5
48,2
141.7
97,7
81.0
00,8
6In
d. K
imia
dan
Far
mas
i 10
,04.
284,
817
,01.9
45,2
10,0
3.24
8,9
141.1
68,2
2350
3,7
155.
850,
17
Ind.
Kar
et d
an P
last
ik11,
044
5,4
18,0
678,
411,
025
3,6
1056
4,5
2779
7,8
311.5
32,8
8In
d. M
iner
al N
on L
ogam
10
,052
4,5
4,0
774,
64,
021
8,2
212
4,2
784
5,3
478
6,1
9In
d. L
ogam
, Mes
in &
El
ektr
onik
19,0
546,
616
,01.1
51,5
22,0
3.33
4,2
173.
541,6
312.
381,1
311.4
66,8
10In
d. In
stru
. Ked
okte
ran,
Pr
esis
i & O
ptik
dan
Jam
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
--
27,
0-
-
11In
d. K
enda
raan
Ber
mot
or
& A
lat T
rans
port
asi L
ain
1,019
,66,
028
4,6
4,0
116,6
860
9,4
631
4,7
366
,5
12In
dust
ri L
ainn
ya0,
00,
08,
079
,40,
00,
02
36,5
438
,46
279,
5
Jum
lah
96,0
10.5
17,9
149,
020
.991
,296
13,0
12.7
101
26,2
89.8
189
15,9
14.8
158
19,4
34.4
Sum
ber :
BK
PM (2
009)
CAT
ATA
N :
1. D
iluar
Inve
stas
i Sek
tor
Min
yak
& G
as B
umi,
Perb
anka
n, L
emba
ga K
euan
gan
Non
Ban
k, A
sura
nsi,
Sew
a G
una
Usa
ha, P
erta
mba
ngan
dal
am r
angk
a Ko
ntra
k Ka
rya,
Pe
rjan
jian
Kary
a, P
engu
saha
an P
erta
mba
ngan
Bat
ubar
a, In
vest
asi y
ang
peri
zina
nnya
dik
elua
rkan
ole
h in
stan
si te
knis
/sek
tor,
Inve
stas
i Por
to fo
lio (P
asar
Mod
al) d
an
Inve
stas
i Rum
ah T
angg
a.2.
P :
Jum
lah
Izin
Usa
ha T
etap
yan
g di
kelu
arka
n.3.
I :
Nila
i Rea
lisas
i Inv
esta
si d
alam
Rp
Mily
ar.
4. D
ata
sem
enta
ra, t
erm
asuk
izin
usa
ha te
tap
yang
dik
elua
rkan
ole
h da
erah
yan
g di
teri
ma
BKPM
sam
pai d
enga
n ta
ngga
l 31 D
esem
ber 2
009.
24 | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
Perkembangan Realisasi Investasi PMDN per tahun dapat dilihat pada Gambar 1.2.
Gambar 1.2 Realisasi PMDN Industri (milyar Rp)
Ditinjau dari realisasi nilai investasi PMA pada tahun 2009 menunjukkan penurunan dibanding tahun 2008, yakni dari sebesar US$ 4.515,2 menjadi US$ 3.831,1 Juta. Dari sejumlah tersebut, kontribusi investasi 3 besar pada tahun 2009 berada pada sub sektor Industri Kimia dan Farmasi dengan nilai US$ 1.183,1 juta, kemudian diikuti Industri Logam, Mesin & Elektronika sebesar US$ 654,9 juta dan Industri Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain sebesar US$ 583,4 juta (Tabel 1.6). Jumlah izin usaha tetap yang dikeluarkan untuk investasi PMA rata-rata meningkat pada tahun 2009 terkecuali Industri Makanan yang mengalami penurunan sejumlah 7 izin usaha. Total izin yang dikeluarkan adalah sejumlah 474 izin pada tahun 2009 dibandingkan 495 izin pada tahun 2008 atau terjadi penurunan realisasi pemberian izin usaha sebesar 4,24 persen dan secara nilai investasi terjadi penurunan sebesar 15,15 persen.
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | 25
Tabe
l 1.6
Per
kem
bang
an R
eali
sasi
Inve
stas
i (P
MA
)
NO
.SE
KTO
R20
0420
0520
0620
0720
0820
09P
IP
IP
IP
IP
IP
I1
Indu
stri
Mak
anan
29
,057
4,3
4660
3.2
4535
4.4
5370
4.1
4249
1.449
552.
12
Indu
stri
Tek
stil
24,0
165,
531
71.1
6142
4.0
6313
1.767
210.
266
251.4
3In
d. B
aran
g D
ari K
ulit
&
Ala
s K
aki
6,0
13,2
647
.811
51.8
1095
.920
145.
821
122.
6
4In
dust
ri K
ayu
6,0
4,1
1875
.518
58.9
1712
7.9
19119
.518
62.1
5In
d. K
erta
s dan
Pe
rcet
akan
16,0
414,
56
9.9
1674
7.0
1167
2.5
1529
4.7
1868
.7
6In
d. K
imia
dan
Far
mas
i 39
,061
4,1
411,1
52.9
3226
4.6
321,6
11.7
4262
7.8
411,1
83.1
7In
d. K
aret
dan
Pla
stik
16,0
81,0
2739
2.6
33112
.736
157.
950
271.6
4220
8.1
8In
d. M
iner
al N
on L
ogam
10
,010
8,1
1166
.27
94.8
627
.811
266.
48
19.5
9In
d. L
ogam
, Mes
in &
El
ektr
onik
51,0
312,
887
521.8
8695
5.7
9971
4.1
141
1,281
.412
165
4.9
10In
d. In
stru
. Ked
okte
ran,
Pr
esis
i & O
ptik
dan
Jam
4,0
13,0
23.
11
0.2
110
.97
15.7
55.
1
11In
d. K
enda
raan
Ber
mot
or
& A
lat T
rans
port
asi L
ain
22,0
402,
631
360.
628
438.
538
412.
347
756.
252
583.
4
12In
dust
ri L
ainn
ya25
,010
1,429
195.
925
117.1
2430
.234
34.7
3312
0.1
Ju
mla
h24
8,0
2.80
4,6
335
3,50
0.6
363
3,61
9.7
390
4,69
7.0
495
4,51
5.2
474
3,83
1.1
Sum
ber :
BK
PM (2
009)
CAT
ATA
N :
1. D
iluar
Inve
stas
i Sek
tor
Min
yak
& G
as B
umi,
Perb
anka
n, L
emba
ga K
euan
gan
Non
Ban
k, A
sura
nsi,
Sew
a G
una
Usa
ha, P
erta
mba
ngan
dal
am r
angk
a Ko
ntra
k Ka
rya,
Pe
rjan
jian
Kary
a, P
engu
saha
an P
erta
mba
ngan
Bat
ubar
a, In
vest
asi y
ang
peri
zina
nnya
dik
elua
rkan
ole
h in
stan
si te
knis
/sek
tor,
Inve
stas
i Por
to fo
lio (P
asar
Mod
al) d
an
Inve
stas
i Rum
ah T
angg
a.2.
P :
Jum
lah
Izin
Usa
ha T
etap
yan
g di
kelu
arka
n.3.
I : N
ilai R
ealis
asi I
nves
tasi
dal
am U
S$ Ju
ta.
4. D
ata
sem
enta
ra, t
erm
asuk
izin
usa
ha te
tap
yang
dik
elua
rkan
ole
h da
erah
yan
g di
teri
ma
BKPM
sam
pai d
enga
n ta
ngga
l 31 D
esem
ber 2
009.
26 | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
Perkembangan Realisasi Investasi PMA per tahun dapat dilihat pada Gambar 1.3.
Gambar 1.3 Realisasi PMA Industri (US$ juta)
Sektor industri masih didominasi oleh industri padat tenaga kerja yang memiliki rantai pendek sehingga penciptaan nilai tambah juga relatif kecil. Industri dimaksud lebih menekankan penggunaan tenaga manusia untuk melakukan pemrosesan tahap awal yang berupa sedikit peningkatan mutu komoditas tanpa mengubah menjadi produk olahan. Pasar tujuan masih tertuju pasar-pasar tradisional (existing market) seperti ke Singapura, Amerika Serikat yang hanya menyerap komoditas dengan nilai tambah kecil yang kurang menguntungkan bagi Indonesia.
Berbagai permasalahan dihadapi atas kondisi ini baik dari sisi eksternal maupun internal. Permasalahan eksternal dihasilkan dari taktik perdagangan negara pembeli yang memiliki posisi rebut tawar (bargaining power) lebih tinggi sehingga memiliki kekuatan penekan untuk mengatur, kampanye negatif yang menunjukkan seakan Indonesia tidak mampu menjadi negara industri pengolah, dan penerapan hambatan perdagangan. Perlakuan tidak berkeadilan atas praktek hambatan perdagangan yang memaksa secara sepihak negara berkembang membuka pasar domestik atas pasar produk negara maju terutama Amerika Serikat, membuat industri negara berkembang yang baru tumbuh menjadi kalah bersaing ketika berhadapan dengan produk industi maju.
Semua hambatan tarif di negara berkembang dipaksa dihapuskan hingga membuka luas pasar produk Pertanian. Namun sebaliknya, Amerika Serikat dan Eropa melakukan subsidi sektor Pertanian di negara mereka, bahkan
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | 27
industri maju meminta liberalisasi industri Kimia, Elektronik, maupun Keuangan. Inilah distorsi perdagangan global yang masih menjadi tantangan negara berkembang termasuk Indonesia. Walaupun sekarang negara yang tergabung pada BRICS (Brazil, Rusia, India, China) telah memiliki kekuatan dan menuntut World Trade Organization (WTO) lebih berlaku adil dan memberlakukan akses pada produk-produk negara berkembang, namun realisasinya belum secara nyata terwujud.
Memang terdapat beberapa permasalahan dari kemampuan Sumber Daya Manusia terutama dalam pengolahan produk atau penanganan lepas panen, hambatan teknologi pengolahan (processing), permodalan untuk industri padat modal, integrasi hulu dan hilir. Permasalahan generik yang ditemukan hampir di semua lokasi terdiri empat hal pokok, yakni: rantai pasokan, sarana dan prasarana, permodalan, dan kemampuan sumber daya manusia. Beberapa kondisi khusus diantaranya pemasaran, hubungan industri kecil menengah dan industri besar, dan kebijakan pemerintah.
3. Struktur Industri
Terdapat tiga unsur pelaku ekonomi yang mendukung perkembangan sektor industri, yaitu Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Pengusaha Kecil/Menengah, serta Koperasi (Tabel 1.7). Jumlah Industri Kecil/Menengah sebesar 3.755.238 juta unit usaha sedangkan industri besar berkisar 2.867 unit usaha. Bangun industri di Indonesia terdiri dari 45 persen merupakan industri berbasis sumber daya alam (resources based industries), 17 persen merupakan industri padat orang (labour intensives industries), sedangkan sisanya tersebar antara capital based industries, sciences based industries, dan di erentiated based industries. Pembangunan Industri diharapkan mampu mewujudkan perimbangan antara industri kecil-menengah dan industri besar. Industri berbasis padat modal dan teknologi difokuskan untuk menyeimbangkan industri yang berbasis Tenaga Kerja dan Sumber daya alam.
Tabel 1.7 Struktur industri Indonesia, 2005 - 2009
Uraian Satuan 2005 2006 2007 2008* 2009**1 Unit Usaha/Unit Unit 2.811.468,0 3.220.061,0 3.442.306,0 3.545.100 3.758.105
1.1 Industri Kecil Unit 2.795.237,0 3.200.620,0 3.422.672,0 3.526.420 3.739.5071.2 Industri Menengah Unit 13.712,0 16.886,0 15.782,0 15.709 15.731
28 | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
Uraian Satuan 2005 2006 2007 2008* 2009**1.3 Industri Besar Unit 2.519,0 2.555,0 3.852,0 2.971 2.8672 Tenaga Kerja Orang 10.971.630,0 12.597.214,0 13.223.776,0 13.424.341 13.987.659
2.1 Industri Kecil Orang 6.745.086,0 7.195.356,0 7.441.995,0 7.800.576 7.871.8882.2 Industri Menengah Orang 140.992,0 175.901,0 190.936,0 190.696 201.9662.3 Industri Besar Orang 4.085.552,0 5.011.535,0 5.590.844,0 5.433.069 5.913.8053 PDB (adhk2000) Mil Rp 491.422,0 514.192,0 538.078,0 557.766 570.629
3.1 Industri Kecil Mil Rp 64.073,1 66.271,5 69.350,0 71.887 73.5453.2 Industri Menengah Mil Rp 59.726,0 62.034,7 64.916,4 67.292 68.8433.3 Industri Besar Mil Rp 367.622,8 385.886,0 403.811,5 418.587 428.241
Sumber: BPS diolah Kemenperin* ) Angka Sementara, ** ) PerkiraanKriteria: Industri Kecil: penjualan / tahun < 1 Milyar Rupiah Industri Menengah: penjualan / tahun 1 10 Milyar Rupiah Industri Besar: penjualan / tahun > 10 Milyar Rupiah
Ditinjau dari peranan cabang industri, cabang-cabang Industri Pengolahan Non Migas yang memberikan kontribusi tinggi terhadap PDB adalah cabang Industri Makanan, Minuman dan Tembakau sebesar33,19 persen. Cabang Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya 27,32 persen, Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 12,84 persen, serta cabang industri lainnya memiliki peran di bawah 10 persen, sebagaimana tersaji pada Tabel 1.8.
Tabel 1.8 Peranan Cabang Industri terhadap Total Sektor Industri
CABANG INDUSTRI 2004 2005 2006 2007 2008* 2009**1). Makanan, Minuman dan Tembakau 29,73 28,58 28,46 29,80 30,40 33,192). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 12,99 12,40 12,06 10,56 9,21 9,193). Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. 5,68 5,67 5,97 6,19 6,43 6,324). Kertas dan Barang cetakan 5,64 5,45 5,30 5,12 4,56 4,825). Pupuk, Kimia & Barang dari karet 11,64 12,25 12,59 12,50 13,53 12,846). Semen & Brg. Galian bukan logam 3,92 3,95 3,88 3,70 3,53 3,437). Logam Dasar Besi & Baja 2,94 2,96 2,77 2,58 2,57 2,118). Alat Angk., Mesin & Peralatannya 26,54 27,81 28,02 28,69 28,97 27,329). Barang lainnya 0,92 0,93 0,95 0,85 0,80 0,77
Industri tanpa Migas 100,00 100,00 100.0 100.0 100.0 100.0Sumber: BPS diolah Kemenperin* Angka Sementara** Angka Sangat Sementara
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | 29
4. Persebaran Lokasi dan Konsentrasi Pertumbuhan Industri
Kontribusi industri selama ini masih disumbang sebesar 75 persen dari industri-industri yang berada di Pulau Jawa dan sisanya di luar Pulau Jawa dan Bali. Hal ini dapat dimengerti karena persebaran masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Lokasi industri untuk Pulau Jawa, berada di Jawa Tengah sebesar 38.71 persen, diikuti Jawa Timur 31,05 persen dan Jawa Barat sebesar 21,29 persen (Tabel 1.9). Sedangkan di luar Pulau Jawa, terkonsentrasi di Sumatera. Selain kedua daerah tersebut juga terdapat kawasan-kawasan lainnya, antara lain: Kawasan Timur Indonesia, Maluku, dan Papua. Industri yang berada di Maluku dan Papua memiliki tingkat pertumbuhan industri terkecil kedua, dimana pertumbuhan industri terkecil terletak di kawasan pulau Bali, NTB, NTT. Share wilayah terhadap PDB Industri dan persebarannya dapat dilihat pada Gambar 1.4 dan 1.5. Secara lebih lengkap, persebaran industri di Luar Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 1.10 .
Gambar 1.4 Share Wilayah terhadap PDB Industri Indonesia
Tabel 1.9 Persebaran Industri di Pulau Jawa
Jawa PDRB IND (T Rp) Unit Usaha Persen Share thd PDB Ind (%)Banten 92,52 78.959 3.65 7,37Jawa Barat 345,6 460.341 21.29 27,52DKI Jakarta 158,1 37.749 1.75 12,59
30 | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
Jawa PDRB IND (T Rp) Unit Usaha Persen Share thd PDB Ind (%)Jawa Tengah 91,99 837.114 38.71 7,33DI Yogyakarta 7,4 76.616 3.54 0,59Jawa Timur 246,1 671.490 31.05 19,6Total 941,71 2.162.269 100 75
Sumber: BPS (Hasil sensus ekonomi 2006)
Tabel 1.10 Persebaran Industri di Luar Pulau Jawa
Non Jawa PDRB IND(T Rp)
Share thdPDB Ind
(%)
Unit Usaha Persen
NAD 2,67 0,21 62.157 5.82Sumatera Utara 75,67 6,03 78.449 7.35Sumatera Barat 12,04 0,96 57.640 5.40Riau 44,15 3,52 22.095 2.07Riau Kepulauan 49,4 3,93 7.958 0.75Jambi 4,66 0,37 17.423 1.63Bengkulu 0,85 0,07 12.092 1.13Sumatera Selatan 20,98 1,67 5.2499 4.92Bangka Belitung 6,49 0,52 6.119 0.57Lampung 13,66 1,09 88.395 8.28Bali 6,43 0,51 83.831 7.85Kalimantan Barat 14,54 1,16 39.944 3.74Kalimantan Tengah 3,99 0,32 18.334 1.72Kalimantan Selatan 9,74 0,7 48.392 4.53Kalimantan Timur 15,45 1,23 14.347 1.34NTB 2,85 0,23 124.935 11.71NTT 0,57 0,05 70.081 6.57Sulawesi Utara 3,87 0,31 30.917 2.90Gorontalo 0,4 0,03 14.996 1.41Sulawesi Tengah 2,99 0,24 23.960 2.25Sulawesi Selatan 16,65 1,33 108.551 10.17Sulawesi Barat 0,84 0,07 13.584 1.27Sulawesi Tenggara 2,25 0,18 39.553 3.71Maluku 0,52 0,04 14.826 1.39Maluku Utara 1,02 0,08 7.654 0.72Irian Jaya Barat 1,3 0,1 2.525 0.24Papua 0,95 0,08 5.976 0.56Total 313,9 25 1.067.233 100.00
Sumber: BPS (Hasil sensus ekonomi 2006)
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | 31
Tabel 1.11 Persebaran Industri di Indonesia
No WILAYAH/PROVINSI1998 2003 2006
Unit Usaha*) persen
Unit Usaha persen
Unit Usaha persen
I Jawa 1.418.895 61,95 1.893.768 62,50 2.162.269 66,951. DKI Jakarta 22.436 1,01 23/733 0,78 37.749 1,172. Jawa Barat dan Banten 314.014 13,71 387.983 12,80 539.300 16,703. Jaw tengah 556.748 24,31 798.814 26,36 837.114 25,924. DIY 75.131 3,28 133.613 4,41 76.616 2,375. Jawa Timur 450.566 19,67 549.625 18,14 671.490 20,79
II Luar Jawa 871.394 38,05 1.136.342 37,50 1.067.234 33,051. Sumatera 288.829 12,61 381.611 12,60 404.827 12,542. Kalimantan 97.738 4,27 694.844 4,83 121.018 3,753. Bali/NTB/NTT 212.680 9,29 333.989 11,02 278.847 8,634. Sulawesi 173.543 7,58 246.614 8,14 231.561 7,175. Maluku / Papua 19.604 4,31 27.684 0,91 30.981 0,96
INDONESIA 2.290.298 100,00 3.030.116 100,00 3.229.503 100,00Sumber: BPS (Hasil sensus ekonomi 2006)Catatan : - Unit Usaha meliputi : Industri Mikro, Industri Kecil, Industri Menengah dan Industri Besar- Status Badan Hukum : BUMN, BUMD, PT, CV, Firma, Koperasi, Yayasan, Lainnya, Tidak berbadan
Hukum, Tidak ditanyakan.
Gambar 1.5 Persebaran Industri Indonesia (%)
32 | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
5. Perkembangan Ekspor Impor dan Neraca Perdagangan
Perkembangan ekspor total industri nasional selama lima tahun terakhir mengalami pertumbuhan sebesar 32,16 persen. Pertumbuhan ini disumbang oleh 12 industri yang tumbuh selama lima tahun terakhir sebesar 31,39 persen. Total nilai sumbangan nilai ekspor sebesar US$ 65.376,57 juta dibandingkan tahun 2004 sebesar US$ 43.455,17 juta. Pengolahan Kelapa/Kelapa Sawit masih menjadi penyumbang paling tinggi dengan nilaiUS$ 12.924,89 juta, diikuti Tekstil sebesar US$ 9.245,13 juta, dan Besi Baja, Mesin-mesin dan Otomotif sebesar US$ 8.701,12 juta. Adapun penyumbang terkecil adalah industri Kulit, Barang Kulit, dan Sepatu/Alas Kaki sebesar US$ 1.888,08 juta. Secara rinci Perkembangan Ekspor Non-Migas tahun 2004-2009 dapat dilihat pada Tabel 1.12 dan Gambar 1.6.
Tabel 1.12 Perkembangan Ekspor Non Migas Tahun 2004 - 2009 (US$ juta)
No URAIAN 2004 2005 2006 2007 2008 2009*
Pertum-buhan
(%)2005-2009
1 Pengolahan Kelapa/Kelapa Sawit 4.840,30 5.419,19 6.407,27 10.476,83 16.168,07 12.924,89 138,50
2 Besi Baja, Mesin-mesin dan Otomotif 4.581,84 5.949,69 7.712,68 9.606,92 11.814,98 8.701,12 46,24
3 T e k s t i l 7.626,15 8.584,85 9.422,75 9.790,09 10.116,35 9.245,13 7,694 Pengolahan Karet 2.954,10 3.545,82 5.465,16 6.179,87 7.579,66 5020,19 41,585 Elektronika 7.142,50 7.853,03 7.200,19 6.359,73 6.806,70 7.899,59 0,596 Pengolahan Tembaga, Timah
dll. 2.165,08 3.133,52 4.133,97 6.156,04 5.660,67 4.241,50 35,36
7 Pulp dan Kertas 2.817,61 3.257,48 3.983,27 4.440,49 5.219,62 4.272,38 31,168 Pengolahan Kayu 4.461,62 4.476,25 4.757,59 4.485,14 4.206,12 3.441,45 -23,129 Kimia Dasar 2.640,07 2.750,22 3.521,44 4.492,50 3.738,35 3.161,16 14,9410 Makanan dan Minuman 1.440,12 1.647,92 1.866,00 2.374,83 3.104,85 2.576,44 56,3411 Alat-alat Listrik 1.232,73 1.456,03 1.770,93 2.148,88 2.390,24 2.004,60 37,6812 Kulit, Barang Kulit dan
Sepatu/Alas Kaki 1.553,04 1.683,69 1.913,17 2.006,60 2.260,46 1.888,08 12,14
Total 12 Besar Industri 43.455,17 49.757,71 58.154,42 68.517,92 79.066,08 65.376,57 31,39Total Industri 48.660,11 55.566,99 64.990,33 76.429,60 88.351,70 73.435,84 32,16
Non migas 55.939,28 66.428,36 79.589,15 92.012,32 107.894,15 97.491,73 46,76Migas 15.645,33 19.231,60 21.209,48 22.088,57 29.126,27 19.018,30 -1,11
Sumber : BPS, diolah* Agka Sementara
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | 33
Gambar 1.6 Total Ekspor Non Migas Tahun 2004 - 2009 (US$ juta)
Total nilai impor nasional pada akhir tahun 2008 mengalami peningkatan hampir dua kali lipat dibandingkan dengan tahun 2007. Nilai total impor Non Migas tahun 2008 sebesar US$ 98.644,41 juta dan total industri sebesar US$ 91.800,67 juta. Dari total nilai impor tersebut terserap pada 9 industri sebesar US$ 80.372,42 juta. Industri yang menyerap impor paling tinggi adalah Industri Besi Baja, Mesin-mesin dan Otomotif sebesar US$ 31.683,82 juta pada tahun 2009. Nilai ini naik sebesar 80,73 persen dibandingkan tahun 2005. Industri Elektronika menyerap nilai impor sebesar US$ 10.496,71 juta dan Industri Kimia sebesar US$ 8.095,12 juta. Secara rinci perkembangan Impor Non Migas tahun 2004-2009 dapat dilihat pada Tabel. 1.13.
Tabel 1.13 Perkembangan Impor Non Migas Tahun 2004 - 2009 (US$ juta)
No URAIAN 2004 2005 2006 2007 2008 2009*
Pertum-buhan
(%) 2005-2009
1 Besi Baja, Mesin-mesin dan Otomotif
13.620,20 17.531,04 17.031,41 20.539,04 39.978,69 31.683,82 80,73
2 Elektronika 2.048,47 2.413,48 2.488,31 4.035,98 13.444,71 10.496,71 334,923 Kimia Dasar 5.690,64 5.935,32 6.315,39 7.115,75 10.716,70 8.095,12 36,39
34 | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
No URAIAN 2004 2005 2006 2007 2008 2009*
Pertum-buhan
(%) 2005-2009
4 T e k s t i l 1.036,36 1.026,87 1.085,68 1.192,00 3.901,78 3.396,92 230,805 Makanan dan
Minuman 1.390,67 1.914,52 2.178,23 3.616,14 3.157,97 2.810,63 46,81
6 Pulp dan Kertas 1.299,76 1.298,95 1.392,04 1.692,60 2.518,49 1.883,21 44,987 Alat-alat Listrik 724,42 877,79 852,98 1.118,31 2.470,79 2.105,82 139,908 P u p u k 431,99 518,87 624,65 761,78 2.337,64 929,14 79,079 Barang-barang
Kimia lainnya 1.078,06 1.167,23 1.170,03 1.293,82 1.845,64 1.661,88 42,38
Total 9 Besar Industri 27.320,57 32.684,07 33.138,71 41.365,42 80.372,42 63.063,25 92,95
Total Industri 31.550,79 37.300,34 38.624,63 48.084,08 91.800,67 72.398,09 94,09 Non Migas 34.792,48 40.243,21 42.102,59 52.540,61 98.644,41 77.848,50 93,45 Gas 11.732,05 17.457,68 18.962,87 21.932,82 30.552,90 18.980,75 8,72
Sumber : BPS, diolah*angka sementara
Total Impor Industri Non Migas 2004-2009 dapat dilihat pada Gambar 1.7.
Gambar 1.7 Total Impor Non Migas Tahun 2004 - 2009 (US$ juta)
Berdasarkan penggunaan, impor barang dibagi menurut barang konsumsi, bahan baku dan barang modal. Impor barang konsumsi, impor
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | 35
bahan baku/penolong dan impor barang modal pada periode yang sama di tahun 2009 terhadap 2008 mengalami penurunan. Peran impor bahan baku mengambil persentase paling besar yakni 71,36 persen diikuti barang modal 21,11 persen, dan barang konsumsi 7,53 persen. Pada tahun 2008, impor barang konsumsi mengalami penurunan sebesar 24,37 persen dibanding tahun 2009, bahan baku menurun 29,70 persen dan barang modal sebesar 3,86 persen. Pada tahun 2007 impor barang konsumsi naik 33,99 persen dibandingkan tahun sebelumnya, impor bahan baku sebesar 19,95 persen dan barang modal sebesar 25,20 persen.
Tabel 1.14 Perkembangan Impor Menurut Golongan Penggunaan
Golo-ngan
Barang2004 2005 Persen Perub. 2006
Persen Perub. 2007
Persen Perub. 2008
Persen Perub. 2009*
Peran (%)
terhadap total
imporBarang Kon-sumsi
3.849,96 4.752,32 23,44 5.314,84 11,84 7.121,56 33,99 9.647,11 -24,37 7.296,08 7,53
Bahan Baku 36.138,52 44.658,23 23,58 46.592,24 4,33 55.885,14 19,95 98.291,74 -29,70 69.094,67 71,36
Barang Modal 6.536,05 8.290,33 26,84 9.158,39 10,47 11.466,72 25,20 21.258,46 -3,86 20.438,50 21,11
Total Impor 46.524,53 57.700,88 24,02 61.065,47 5,83 74.473,43 21,96 129.197,31 -25,05 96.829,24 100,00
Sumber : BPS, diolah
6. Penyerapan Tenaga Kerja
Dari sisi penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan non migas secara kumulatif dari tahun 2005-2009 (prognosa) mengalami peningkatan sebesar 2.551.507 orang, dari 10.971.630 orang pada tahun 2005 meningkat menjadi 13.987.659 orang pada tahun 2009 (prognosa). Penyerapan tenaga kerja terbanyak pada subsektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau sebesar 1.559.117 orang, dari 3.513.958 orang pada tahun 2005 meningkat menjadi 5.073.075 orang pada tahun 2009 (prognosa). Secara rinci, perkembangan penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan non migas tersaji pada Tabel 1.15 dan perkembangan jumlah tenaga kerja dari tahun 2004-2009 dapat dilihat pada Gambar 1.8.
36 | RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014
Tabel 1.15 Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Non-Migas Tahun 2004 - 2009**
INDUSTRI 2004 2005 2006 2007 2008* 2009**
Makanan, Minuman dan Tembakau 3.605.304 3.513.958 4.696.783 4.649.786 4.820.563 5.073.075Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 2.182.795 2.212.119 2.241.723 2.337.045 2.350.885 2.404.431Barang dari kayu dan Hasil Hutan Lainnya 1.661.799 1.701.000 1.706.074 1.823.827 1.814.020 1.834.805
Kertas dan Barang Cetakan 251.228 254.641 305.651 324.868 345.017 371.033Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 611.545 603.804 750.104 756.908 791.638 839.805
Semen dan Barang galian bukan logam 946.584 966.480 995.671 1.061.571 1.077.890 1.112.437
Logam Dasar, Besi dan Baja 372.615 386.128 405.086 448.500 466.984 493.390Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya 473.377 510.995 517.482 625.855 417.245 346.656Barang Lainnya 767.587 822.505 978.640 1.195.776 1.340.100 1.512.027J u m l a h 10.872.834 10.971.630 12.597.214 13.223.776 13.424.341 13.987.659
Sumber: BPS, diolah *) angka sementara**) prognosa
Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Non Migas Tahun 2004 - 2009 dapat dilihat pada Gambar 1.8.
Gambar 1.8 Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Non Migas Tahun 2004 - 2009**
Kesimpulan dari berbagai permasalahan tersebut, melahirkan beberapa isu-isu strategis yang perlu mendapatkan perhatian dalam penyusunan Rencana Strategis tahun 2010-2014 yang terbagi menjadi Isu Nasional dan Isu Global, dengan perincian sebagai berikut :
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2010 - 2014 | 37
Isu Nasional1. Peningkatan kesejahteraan rakyat2. Perluasan pasar domestik3. Perbaikan infrastruktur4. Peningkatan kemampuan teknologi5. Penyebaran industri di luar Pulau Jawa6. Pemerataan kemampuan industri7. Nilai tambah produk industri8. Pemastian penerapan industri berwawasan lingkungan9. Pemanfaatan energi terbarukan10. Penciptaan Lapangan Kerja
Isu Global1. Pemulihan ekonomi negara-negara maju2. Perluasan pasar non tradisional3. Diversifi kasi produk ekspor4. Perubahan Iklim5. Free Trade Area
Terkait dengan Pembangunan Nasional secara terencana, diharapkan mampu mewujudkan Visi Indonesia menjadi Negara Mandiri, Maju, Adil dan Makmur pada tahun 2025, dengan pengertian mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan sederajat dengan bangsa lain dengan mengandalkan kemampuan dan kekuatan sendiri. Kata maju mempunyai pemaknaan kualitas Sumber Daya Manusia, tingkat kemakmuran, kemantapan sistem dan kelembagaan politik serta hukum dalam situasi tidak adanya diskriminasi dalam bentuk apapun terhadap kemampuan pemenuhan kebutuhan hidup. Untuk menjawab dan mengantisipasi berbagai masalah dan tantangan di atas, Kebijakan Pembangunan Industri Nasional disusun menggunakan pendekatan klaster guna membangun daya saing industri yang berkelanjutan.
Sesuai kriteria daya saing yang telah ditetapkan, untuk kurun waktu jangka menengah 2010 - 2014, pemeri