17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Rumah Sakit Umum Pringsewu Rumah Sakit Umum Pringsewu didirikan pada tahun 1939 oleh pemerintah kolonial Belanda. Awalnya RSUD Pringsewu adalah rumah sakit misi yang melayani masyarakat umum dan anggota misionaris dan pemerintahan Belanda. RSUD Pringsewu didirikan diatas tanah 980 m3 dan saat ini berkapasitas 150 tempat tidur dan di lengkapi dengan ruang operasi, UGD 24 jam, lima ruang rawat inap dan 7 poli rawat jalan. Saat ini Rumah Sakit Umum Pringsewu mempunyai 348 pegawai yang terdiri dari 224, paramedic, 42 medis, dan 80 staf lainnya. Ruang kebidanan memiliki 3 ruang perawatan yaitu ruang partus dan nifas, dan ruang perinatologi. Berikut data khusus ruang kebidanan :

Reni Bab 4-5

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Reni Bab 4-5

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Rumah Sakit Umum Pringsewu

Rumah Sakit Umum Pringsewu didirikan pada tahun 1939 oleh

pemerintah kolonial Belanda. Awalnya RSUD Pringsewu adalah rumah sakit

misi yang melayani masyarakat umum dan anggota misionaris dan

pemerintahan Belanda. RSUD Pringsewu didirikan diatas tanah 980 m3 dan

saat ini berkapasitas 150 tempat tidur dan di lengkapi dengan ruang operasi,

UGD 24 jam, lima ruang rawat inap dan 7 poli rawat jalan.

Saat ini Rumah Sakit Umum Pringsewu mempunyai 348 pegawai yang

terdiri dari 224, paramedic, 42 medis, dan 80 staf lainnya.

Ruang kebidanan memiliki 3 ruang perawatan yaitu ruang partus dan

nifas, dan ruang perinatologi. Berikut data khusus ruang kebidanan :

a. Ruang Bersalin dan ruang nifas memiliki 21 tempat tidur yaitu 3 di kamar

bersalin dan 18 diruang nifas. Jumlah pegawai di ruang bersalin dan nifas

adalah 18 orang yang terdiri dari 4 cleaning servis dan 14 bidan.

b. Ruang perinatologi memiliki kapasitas 10 tempat tidur untuk bayi dengan

jumlah pegawai 11 orang yang terdiri dari 4 cleaning servis, 2 bidan dan 6

perawat.

c. Khusus untuk pasien ibu bersalin dapat menempati pavilium asri dan

alamanda, dengan catatan pre op dan post op 1 hari di ruang kebidanan.

35

Page 2: Reni Bab 4-5

2

B. Hasil Penelitian

1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Keputihan

Tabel 4.1Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Keputihan

di Asrama Prodi D3 Kebidanan STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung Tahun 2012

Keputihan Jumlah Persentase (%)

Ya 34 70,8Tidak 14 29,2

Jumlah 48 100,0

Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa dari 48 sampel yang

diteliti di Asrama Prodi D3 Kebidanan STIKes Muhammadiyah Pringsewu

Lampung tahun 2012, terdapat 34 (70,8%) mahasiswi yang mengalami

keputihan dan 14 (29,2%) mahasiswi yang tidak mengalami keputihan

2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perawatan Genetalia Eksterna

Tabel 4.2Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perawatan Genetalia Eksterna

di Asrama Prodi D3 Kebidanan STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung Tahun 2012

Perawatan Jumlah Persentase (%)

Baik 20 41,7Tidak Baik 28 58,3

Jumlah 48 100,0

Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa dari 48 sampel yang

diteliti di Asrama Prodi D3 Kebidanan STIKes Muhammadiyah Pringsewu

Lampung tahun 2012, terdapat 20 (41,7%) mahasiswi yang melakukan

perawatan genetalia eksterna wanita yang baik dan 28 (58,3%) mahasiswi

yang melakukan perawatan genetalia eksterna wanita yang tidak baik.

Page 3: Reni Bab 4-5

3

C. Hubungan Perawatan Genetalia Eksterna Wanita dengan Kejadian

Keputihan

Tabel 4.3Hubungan Perawatan Genetalia Eksterna Wanita dengan Kejadian

Keputihan di Asrama STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung Tahun 2012

PerawatanKeputihan

JumlahX2

hitung OR Ci 95%Ya TidakN % N % N %

Baik 10 50,0 10 50,0 20 1005,578 6,000

(1,518-23,714)Tidak Baik 24 85,7 4 14,3 28 100

Jumlah 34 70,8 14 29,2 48 100

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas dari 48 mahasiswi yang melakukan perawatan

genetalia eksterna wanita dengan baik 10 (50,0%) diantaranya mengalami

keputihan dan 10 (50,0%) tidak mengalami keputihan. Sedangkan dari 48

mahasiswi yang tidak melakukan perawatan genetalia eksterna tidak baik

sebanyak 24 (85,7%) diantaranya mengalami keputihan dan 4 (14,3%) tidak

mengalami keputihan.

Hasil analisis dengan menggunakan uji chi square diperoleh X2hitung =

5,578 dengan X2tabel = 3,814, X2

hitung ≥ X2tabel dengan demikian hipotesis nol

ditolak. Hal ini berarti ada hubungan yang bermakna antara perawatan

genetalia eksterna wanita dengan kejadian keputihan di asrama di asrama

Prodi D3 Kebidanan STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung tahun

2012. Hasil analisis juga menemukan OR = 6,000 yang berarti mahasiswi

yang melakukan perawatan genetalia eksterna wanita dengan tidak baik

beresiko 6 kali mengalami keputihan dibandingkan wanita yang melakukan

perawatan genetalia eksterna wanita dengan baik.

Page 4: Reni Bab 4-5

4

D. Pembahasan

1. Gambaran Asfiksia di RSUD Pringsewu Periode Januari-Juni Tahun

2012

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum

Daerah Pringsewu jumlah ibu bersalin di RSUD Pringsewu periode

Januari-Juni tahun 2012, terdiri dari 554 persalinan dan 37 (6,7%) orang

diantaranya mengalami kejadian asfiksi. Berdasarkan hasil penelitian pada

tabel 5.4 menunjukkan bahwa bayi yang lahir dengan asfiksia sebesar

42,86 %.

Menurut Wiknjosastro (2004), asfiksia terjadi karena gangguan

pertukaran gas dan pengangkutan O2 dari ibu ke janin, sehingga terdapat

gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2 dan dapat

berakibat O2 tidak cukup dalam darah disebut hipoksia dan CO2 tertimbun

dalam darah disebut hiperapnea. Akibatnya dapat menyebabkan asidosis

tipe respiratorik atau campuran dengan asidosis metabolik karena

mengalami metabolisme yang anaerob serta juga dapat terjadi

hipoglikemia.

Towel (2002) mengemukakan bahwa kegagalan pernafasan /

asfiksia pada bayi disebabkan karena beberapa faktor, salah satunya adalah

faktor persalinan yang meliputi partus lama, partus dengan tindakan (SC,

VE dan FE). Sedangkan menurut Helen Varney (2007), kegagalan

pernafasan pada bayi baru lahir adalah disebabkan karena persalinan

Page 5: Reni Bab 4-5

5

dengan tindakan, partus lama, trauma kelahiran, infeksi serta penggunaan

obat-obatan selama persalinan.

2. Gambaran Sectio Caesarea di RSUD Pringsewu Periode Januari-Juni

Tahun 2012

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah

Pringsewu jumlah ibu bersalin di RSUD Pringsewu periode Januari-Juni

tahun 2012, terdapat 33 (44,6%) ibu bersalin dengan sectio caesarea dan

41 (55,4%) ibu bersalin tidak dengan sectio caesarea. Dari data tersebut

terlihat RSUD Pringsewu memiliki proporsi pasien ibu bersalin dengan

sectio caesarea yang reltif tinggi, hal ini mungkin karena RSUD

Pringsewu menjadi tempat rujukan bagi pasien ibu bersalin yang memiliki

masalah dengan kehamilan dan persalinannya.

Menurut Kasdu Dini (2003), persalinan dengan seksio sesarea

dilakukan dengan tujuan untuk melahirkan bayi melalui tindakan

pembedahan dengan membuka dinding perut dan dinding rahim.

Melakukan bedah caesar untuk persalinan merupakan fenomena yang

saat ini meluas di kota-kota besar di Indonesia. Beragam alasan melatar

belakangi semakin banyaknya ibu yang memilih persalinan dengan bedah

caesar. Menurut Dr. Andon Hestiantoro, SpOG (K) dari Departemen

Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSCM menjelaskan bahwa seharusnya

persalinan caesar dilakukan atas dasar indikasi medis. Namun saat ini

terjadi kecenderungan lain untuk indikasi persalinan dengan bedah caesar.

Indikasi tersebut seringkali tidak sesuai dengan indikasi medis.

Page 6: Reni Bab 4-5

6

Berdasarkan data rekam medik yang ada di Rumah Sakit Umum

Daerah Pringsewu pada tahun 2011 terdapat sekitar 624 (74%) ibu

bersalin dengan sectio caesarea dari 842 persalinan mulai bulan. Ini

menunjukkan bahwa di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu masih

cenderung tinggi untuk persalinan dengan seksio sesarea.

Kasus terbanyak di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu persalinan

dengan sectio caesarea adalah dilakukan atas dasar indikasi sosial, yaitu

memilih waktu dan tanggal kelahiran serta faktor pemahaman ibu hamil

yang salah tentang melahirkan caesar lebih aman dibandingkan dengan

persalinan normal. Operasi Caesar sudah memasyarakat dikalangan

kedokteran kebidanan, apalagi ditunjang oleh perkembangan ilmu anestesi

(pembiusan). Bahkan, pada perkembangan saat ini, operasi caesar

dianggap jauh lebih aman daripada sebelumnya. Hal ini berhubungan

dengan kemajuan dibidang teknologi kesehatan, farmasi, maupun di

bidang-bidang penunjang lainnya, seperti laboratorium yang terus

berkembang menemukan metode-metode yang lebih baik dan mengurangi

risiko yang merugikan ibu maupun bayinya. Bagi masyarakat perkotaan

golongan ekonomi menengah keatas, operasi caesar merupakan hal yang

tidak menakutkan lagi. Meskipun penyebab harus dilakukannya tindakan

operasi adalah untuk menyelamatkan nyawa ibu dan bayinya, tetapi

sebagian kecil masyarakat memilih cara ini karena kekhawatiran akan

mengalami rasa sakit jika melahirkan secara alami. Padahal, menjalani

persalinan dengan bedah caesar tidak lebih baik daripada persalinan alami

Page 7: Reni Bab 4-5

7

dan juga dalam kehamilan sehat, persalinan alami jauh lebih aman bagi ibu

maupun bayinya.

3. Hubungan Sectio Caesarea dengan kejadian Asfiksia di RSUD

Pringsewu Periode Januari-Juni Tahun 2012

Hasil penelitian dengan menggunakan uji chi square menghasilkan

nilai X2hitung = 6,618 dengan X2

tabel = 3,814, X2hitung ≥ X2

tabel yang berarti ada

hubungan yang bermakna antara sectio caesarea dengan kejadian asfiksia

di RSUD Pringsewu periode Januari-Juni tahun 2012. Hasil analisis juga

menemukan OR = 3,467 yang berarti ibu bersalin dengan sectio caesarea

berpeluang 3,467 kali mengalami asfiksia dibandingkan ibu bersalin yang

tidak sectio caesarea.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Anne Hansen dari Aarhus

University Hospital, Denmark, dimana berkaitan dengan perubahan

fisiologis akibat proses kelahiran. Proses kelahiran dengan sectio caesarea

memicu pengeluaran hormon stress pada ibu yang menjadi kunci

pematangan paru-paru bayi yang terisi air. Sedangkan menurut Helen

Varney (2007), bayi yang lahir melalui sectio caesarea, terutama jika tidak

ada tanda persalinan, tidak mendapatkan manfaat dari pengurangan cairan

paru dan penekanan pada toraks sehingga mengalami paru-paru basah

yang lebih persisten. Situasi ini dapat mengakibatkan takipnea sementara

pada bayi baru lahir. Di samping itu bayi lahir dengan sectio caesarea

yang mengalami asfiksia juga berkaitan dengan tindakan anestesi yang

mempunyai pengaruh depresi pusat pernafasan bayi.

Page 8: Reni Bab 4-5

8

Namun pada penelitian ini juga ditemukan bayi lahir dengan

persalinan spontan yang mengalami asfiksia sebesar 36,6%. Hal ini

berkaitan dengan perubahan fisiologis bayi baru lahir yaitu proses

perubahan dari ketergantungan total ke kemandirian fisiologis ( Helen

Varney, 2007 ). Di samping itu penyebab asfiksia pada bayi baru lahir

dengan spontan adalah dikarenakan adanya faktor anestesi epidural yang

bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri ibu ada saat persalinan. Sedangkan

pada kasus bayi lahir dengan persalinan sectio caesarea yang mengalami

asfiksia disebabkan karena proses kelahiran sectio caesarea itu sendiri

dimana tidak ada penekanan pada toraks sehingga paru bayi banyak terisi

cairan daripada oksigen, tetapi kebanyakan bayi yang asfiksia tersebut

cepat mengalami perbaikan dikarenakan tindakan yang baik dan tepat serta

pengawasan yang lebih lanjut dimana bayi mendapatkan perawatan yang

intensif di ruang NICU. Menurut Dr. Andon Hestiantoro SpOG ( K ) dari

FKUI/RSCM, peningkatan risiko akibat persalinan dengan bedah caesar

tidak hanya terjadi pada ibu, namun juga terjadi peningkatan risiko bagi

bayi yang baru lahir terkait dengan cara persalinan caesar. Risiko

gangguan pernafasan yang dialami bayi baru lahir terkait persalinan caesar

adalah 3,467 kali lebih besar dibandingkan persalinan normal. Di Rumah

Sakit Umum Daerah Pringsewu meskipun angka kejadian asfiksia pada

bayi baru lahir dengan seksio sesarea masih tergolong tinggi, tetapi pada

kenyataannya sebagian besar mengalami perbaikan dan tidak ada masalah

yang berarti. Hal ini dikarenakan adanya tim resusitasi yang tanggap dan

Page 9: Reni Bab 4-5

9

tepat dalam menangani kegawatdaruratan pada bayi baru lahir. Tetapi

dengan adanya bayi yang mengalami asfiksia akan memperpanjang masa

perawatan di Rumah Sakit. Hal ini tidak mempengaruhi keyakinan pada

pasien untuk memilih persalinan dengan bedah caesar karena mengingat

adanya Jamkesmas dari Pemerintah Daerah Pringsewu, sehingga biaya

yang harus dikeluarkan oleh pasien masih terjangkau, yaitu hanya sekedar

untuk pembelian obat.

Page 10: Reni Bab 4-5

10

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian yang berjudul

“Hubungan Sectio Caesarea dengan Kejadian Asfiksia di Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Pringsewu Periode Januari-Juni Tahun 2012”, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

a. Distribusi frekuensi kasus ibu bersalin dengan asfiksia di RSUD

Pringsewu periode Januari-Juni tahun 2012 yaitu 6,7%.

b. Distribusi frekuensi ibu bersalin di RSUD Pringsewu periode Januari-Juni

tahun 2012 dengan sectio caesarea sebesar 33 (44,6%) orang dan sisanya

41 (55,4%) tidak dengan sectio caesarea.

c. Ada hubungan yang bermakna antara sectio caesarea pada ibu bersalin

dengan kejadian asfiksia di RSUD Pringsewu periode Januari-Juni tahun

2012 yang ditunjukkan dengan nilai X2hitung = 6,618 > X2

tabel = 3,814, dan

OR = 3,467.

B. Saran

Berdasarkan hasil dan analisis data dalam penelitian ini maka saran yang

dapat diberikan adalah:

a. Bagi Institusi Pendidikan

Agar meningkatkan kualitas dalam kegiatan pembelajaran mengenai

dunia kebidanan supaya pengetahuan dan keterampilam mahasiswa

Page 11: Reni Bab 4-5

11

kebidanan bertambah dan menjadi bekal bagi kinerja bidan yang

berkualitas dimasa mendatang.

b. Bagi Ibu Bersalin

Meningkatkan pengetahuan ibu bersalin tentang pentingnya

pemeriksaan kehamilan secara berkala untuk mencegah terjadinya

gangguan-gangguan dan masalah-masalah pada bayi baru lahir.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian asfiksia pada variabel lain yang belum

diungkapkan sehingga didapatkan hasil/informasi yang lebih luas dan

dalam.

d. Bagi Rumah Sakit

Peningkatan pelayanan dalam melakukan pemeriksaan dengan teliti

untuk mengetahui tanda dan gejala serta melakukan diagnosis dengan tepat

untuk menentukan pertolongan persalinan secara tepat