Upload
budi-usmanto
View
76
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Rumah Sakit Umum Pringsewu
Rumah Sakit Umum Pringsewu didirikan pada tahun 1939 oleh
pemerintah kolonial Belanda. Awalnya RSUD Pringsewu adalah rumah sakit
misi yang melayani masyarakat umum dan anggota misionaris dan
pemerintahan Belanda. RSUD Pringsewu didirikan diatas tanah 980 m3 dan
saat ini berkapasitas 150 tempat tidur dan di lengkapi dengan ruang operasi,
UGD 24 jam, lima ruang rawat inap dan 7 poli rawat jalan.
Saat ini Rumah Sakit Umum Pringsewu mempunyai 348 pegawai yang
terdiri dari 224, paramedic, 42 medis, dan 80 staf lainnya.
Ruang kebidanan memiliki 3 ruang perawatan yaitu ruang partus dan
nifas, dan ruang perinatologi. Berikut data khusus ruang kebidanan :
a. Ruang Bersalin dan ruang nifas memiliki 21 tempat tidur yaitu 3 di kamar
bersalin dan 18 diruang nifas. Jumlah pegawai di ruang bersalin dan nifas
adalah 18 orang yang terdiri dari 4 cleaning servis dan 14 bidan.
b. Ruang perinatologi memiliki kapasitas 10 tempat tidur untuk bayi dengan
jumlah pegawai 11 orang yang terdiri dari 4 cleaning servis, 2 bidan dan 6
perawat.
c. Khusus untuk pasien ibu bersalin dapat menempati pavilium asri dan
alamanda, dengan catatan pre op dan post op 1 hari di ruang kebidanan.
35
2
B. Hasil Penelitian
1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Keputihan
Tabel 4.1Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Keputihan
di Asrama Prodi D3 Kebidanan STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung Tahun 2012
Keputihan Jumlah Persentase (%)
Ya 34 70,8Tidak 14 29,2
Jumlah 48 100,0
Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa dari 48 sampel yang
diteliti di Asrama Prodi D3 Kebidanan STIKes Muhammadiyah Pringsewu
Lampung tahun 2012, terdapat 34 (70,8%) mahasiswi yang mengalami
keputihan dan 14 (29,2%) mahasiswi yang tidak mengalami keputihan
2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perawatan Genetalia Eksterna
Tabel 4.2Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perawatan Genetalia Eksterna
di Asrama Prodi D3 Kebidanan STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung Tahun 2012
Perawatan Jumlah Persentase (%)
Baik 20 41,7Tidak Baik 28 58,3
Jumlah 48 100,0
Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa dari 48 sampel yang
diteliti di Asrama Prodi D3 Kebidanan STIKes Muhammadiyah Pringsewu
Lampung tahun 2012, terdapat 20 (41,7%) mahasiswi yang melakukan
perawatan genetalia eksterna wanita yang baik dan 28 (58,3%) mahasiswi
yang melakukan perawatan genetalia eksterna wanita yang tidak baik.
3
C. Hubungan Perawatan Genetalia Eksterna Wanita dengan Kejadian
Keputihan
Tabel 4.3Hubungan Perawatan Genetalia Eksterna Wanita dengan Kejadian
Keputihan di Asrama STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung Tahun 2012
PerawatanKeputihan
JumlahX2
hitung OR Ci 95%Ya TidakN % N % N %
Baik 10 50,0 10 50,0 20 1005,578 6,000
(1,518-23,714)Tidak Baik 24 85,7 4 14,3 28 100
Jumlah 34 70,8 14 29,2 48 100
Berdasarkan Tabel 4.3 di atas dari 48 mahasiswi yang melakukan perawatan
genetalia eksterna wanita dengan baik 10 (50,0%) diantaranya mengalami
keputihan dan 10 (50,0%) tidak mengalami keputihan. Sedangkan dari 48
mahasiswi yang tidak melakukan perawatan genetalia eksterna tidak baik
sebanyak 24 (85,7%) diantaranya mengalami keputihan dan 4 (14,3%) tidak
mengalami keputihan.
Hasil analisis dengan menggunakan uji chi square diperoleh X2hitung =
5,578 dengan X2tabel = 3,814, X2
hitung ≥ X2tabel dengan demikian hipotesis nol
ditolak. Hal ini berarti ada hubungan yang bermakna antara perawatan
genetalia eksterna wanita dengan kejadian keputihan di asrama di asrama
Prodi D3 Kebidanan STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung tahun
2012. Hasil analisis juga menemukan OR = 6,000 yang berarti mahasiswi
yang melakukan perawatan genetalia eksterna wanita dengan tidak baik
beresiko 6 kali mengalami keputihan dibandingkan wanita yang melakukan
perawatan genetalia eksterna wanita dengan baik.
4
D. Pembahasan
1. Gambaran Asfiksia di RSUD Pringsewu Periode Januari-Juni Tahun
2012
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum
Daerah Pringsewu jumlah ibu bersalin di RSUD Pringsewu periode
Januari-Juni tahun 2012, terdiri dari 554 persalinan dan 37 (6,7%) orang
diantaranya mengalami kejadian asfiksi. Berdasarkan hasil penelitian pada
tabel 5.4 menunjukkan bahwa bayi yang lahir dengan asfiksia sebesar
42,86 %.
Menurut Wiknjosastro (2004), asfiksia terjadi karena gangguan
pertukaran gas dan pengangkutan O2 dari ibu ke janin, sehingga terdapat
gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2 dan dapat
berakibat O2 tidak cukup dalam darah disebut hipoksia dan CO2 tertimbun
dalam darah disebut hiperapnea. Akibatnya dapat menyebabkan asidosis
tipe respiratorik atau campuran dengan asidosis metabolik karena
mengalami metabolisme yang anaerob serta juga dapat terjadi
hipoglikemia.
Towel (2002) mengemukakan bahwa kegagalan pernafasan /
asfiksia pada bayi disebabkan karena beberapa faktor, salah satunya adalah
faktor persalinan yang meliputi partus lama, partus dengan tindakan (SC,
VE dan FE). Sedangkan menurut Helen Varney (2007), kegagalan
pernafasan pada bayi baru lahir adalah disebabkan karena persalinan
5
dengan tindakan, partus lama, trauma kelahiran, infeksi serta penggunaan
obat-obatan selama persalinan.
2. Gambaran Sectio Caesarea di RSUD Pringsewu Periode Januari-Juni
Tahun 2012
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah
Pringsewu jumlah ibu bersalin di RSUD Pringsewu periode Januari-Juni
tahun 2012, terdapat 33 (44,6%) ibu bersalin dengan sectio caesarea dan
41 (55,4%) ibu bersalin tidak dengan sectio caesarea. Dari data tersebut
terlihat RSUD Pringsewu memiliki proporsi pasien ibu bersalin dengan
sectio caesarea yang reltif tinggi, hal ini mungkin karena RSUD
Pringsewu menjadi tempat rujukan bagi pasien ibu bersalin yang memiliki
masalah dengan kehamilan dan persalinannya.
Menurut Kasdu Dini (2003), persalinan dengan seksio sesarea
dilakukan dengan tujuan untuk melahirkan bayi melalui tindakan
pembedahan dengan membuka dinding perut dan dinding rahim.
Melakukan bedah caesar untuk persalinan merupakan fenomena yang
saat ini meluas di kota-kota besar di Indonesia. Beragam alasan melatar
belakangi semakin banyaknya ibu yang memilih persalinan dengan bedah
caesar. Menurut Dr. Andon Hestiantoro, SpOG (K) dari Departemen
Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSCM menjelaskan bahwa seharusnya
persalinan caesar dilakukan atas dasar indikasi medis. Namun saat ini
terjadi kecenderungan lain untuk indikasi persalinan dengan bedah caesar.
Indikasi tersebut seringkali tidak sesuai dengan indikasi medis.
6
Berdasarkan data rekam medik yang ada di Rumah Sakit Umum
Daerah Pringsewu pada tahun 2011 terdapat sekitar 624 (74%) ibu
bersalin dengan sectio caesarea dari 842 persalinan mulai bulan. Ini
menunjukkan bahwa di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu masih
cenderung tinggi untuk persalinan dengan seksio sesarea.
Kasus terbanyak di Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu persalinan
dengan sectio caesarea adalah dilakukan atas dasar indikasi sosial, yaitu
memilih waktu dan tanggal kelahiran serta faktor pemahaman ibu hamil
yang salah tentang melahirkan caesar lebih aman dibandingkan dengan
persalinan normal. Operasi Caesar sudah memasyarakat dikalangan
kedokteran kebidanan, apalagi ditunjang oleh perkembangan ilmu anestesi
(pembiusan). Bahkan, pada perkembangan saat ini, operasi caesar
dianggap jauh lebih aman daripada sebelumnya. Hal ini berhubungan
dengan kemajuan dibidang teknologi kesehatan, farmasi, maupun di
bidang-bidang penunjang lainnya, seperti laboratorium yang terus
berkembang menemukan metode-metode yang lebih baik dan mengurangi
risiko yang merugikan ibu maupun bayinya. Bagi masyarakat perkotaan
golongan ekonomi menengah keatas, operasi caesar merupakan hal yang
tidak menakutkan lagi. Meskipun penyebab harus dilakukannya tindakan
operasi adalah untuk menyelamatkan nyawa ibu dan bayinya, tetapi
sebagian kecil masyarakat memilih cara ini karena kekhawatiran akan
mengalami rasa sakit jika melahirkan secara alami. Padahal, menjalani
persalinan dengan bedah caesar tidak lebih baik daripada persalinan alami
7
dan juga dalam kehamilan sehat, persalinan alami jauh lebih aman bagi ibu
maupun bayinya.
3. Hubungan Sectio Caesarea dengan kejadian Asfiksia di RSUD
Pringsewu Periode Januari-Juni Tahun 2012
Hasil penelitian dengan menggunakan uji chi square menghasilkan
nilai X2hitung = 6,618 dengan X2
tabel = 3,814, X2hitung ≥ X2
tabel yang berarti ada
hubungan yang bermakna antara sectio caesarea dengan kejadian asfiksia
di RSUD Pringsewu periode Januari-Juni tahun 2012. Hasil analisis juga
menemukan OR = 3,467 yang berarti ibu bersalin dengan sectio caesarea
berpeluang 3,467 kali mengalami asfiksia dibandingkan ibu bersalin yang
tidak sectio caesarea.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Anne Hansen dari Aarhus
University Hospital, Denmark, dimana berkaitan dengan perubahan
fisiologis akibat proses kelahiran. Proses kelahiran dengan sectio caesarea
memicu pengeluaran hormon stress pada ibu yang menjadi kunci
pematangan paru-paru bayi yang terisi air. Sedangkan menurut Helen
Varney (2007), bayi yang lahir melalui sectio caesarea, terutama jika tidak
ada tanda persalinan, tidak mendapatkan manfaat dari pengurangan cairan
paru dan penekanan pada toraks sehingga mengalami paru-paru basah
yang lebih persisten. Situasi ini dapat mengakibatkan takipnea sementara
pada bayi baru lahir. Di samping itu bayi lahir dengan sectio caesarea
yang mengalami asfiksia juga berkaitan dengan tindakan anestesi yang
mempunyai pengaruh depresi pusat pernafasan bayi.
8
Namun pada penelitian ini juga ditemukan bayi lahir dengan
persalinan spontan yang mengalami asfiksia sebesar 36,6%. Hal ini
berkaitan dengan perubahan fisiologis bayi baru lahir yaitu proses
perubahan dari ketergantungan total ke kemandirian fisiologis ( Helen
Varney, 2007 ). Di samping itu penyebab asfiksia pada bayi baru lahir
dengan spontan adalah dikarenakan adanya faktor anestesi epidural yang
bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri ibu ada saat persalinan. Sedangkan
pada kasus bayi lahir dengan persalinan sectio caesarea yang mengalami
asfiksia disebabkan karena proses kelahiran sectio caesarea itu sendiri
dimana tidak ada penekanan pada toraks sehingga paru bayi banyak terisi
cairan daripada oksigen, tetapi kebanyakan bayi yang asfiksia tersebut
cepat mengalami perbaikan dikarenakan tindakan yang baik dan tepat serta
pengawasan yang lebih lanjut dimana bayi mendapatkan perawatan yang
intensif di ruang NICU. Menurut Dr. Andon Hestiantoro SpOG ( K ) dari
FKUI/RSCM, peningkatan risiko akibat persalinan dengan bedah caesar
tidak hanya terjadi pada ibu, namun juga terjadi peningkatan risiko bagi
bayi yang baru lahir terkait dengan cara persalinan caesar. Risiko
gangguan pernafasan yang dialami bayi baru lahir terkait persalinan caesar
adalah 3,467 kali lebih besar dibandingkan persalinan normal. Di Rumah
Sakit Umum Daerah Pringsewu meskipun angka kejadian asfiksia pada
bayi baru lahir dengan seksio sesarea masih tergolong tinggi, tetapi pada
kenyataannya sebagian besar mengalami perbaikan dan tidak ada masalah
yang berarti. Hal ini dikarenakan adanya tim resusitasi yang tanggap dan
9
tepat dalam menangani kegawatdaruratan pada bayi baru lahir. Tetapi
dengan adanya bayi yang mengalami asfiksia akan memperpanjang masa
perawatan di Rumah Sakit. Hal ini tidak mempengaruhi keyakinan pada
pasien untuk memilih persalinan dengan bedah caesar karena mengingat
adanya Jamkesmas dari Pemerintah Daerah Pringsewu, sehingga biaya
yang harus dikeluarkan oleh pasien masih terjangkau, yaitu hanya sekedar
untuk pembelian obat.
10
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian yang berjudul
“Hubungan Sectio Caesarea dengan Kejadian Asfiksia di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Pringsewu Periode Januari-Juni Tahun 2012”, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a. Distribusi frekuensi kasus ibu bersalin dengan asfiksia di RSUD
Pringsewu periode Januari-Juni tahun 2012 yaitu 6,7%.
b. Distribusi frekuensi ibu bersalin di RSUD Pringsewu periode Januari-Juni
tahun 2012 dengan sectio caesarea sebesar 33 (44,6%) orang dan sisanya
41 (55,4%) tidak dengan sectio caesarea.
c. Ada hubungan yang bermakna antara sectio caesarea pada ibu bersalin
dengan kejadian asfiksia di RSUD Pringsewu periode Januari-Juni tahun
2012 yang ditunjukkan dengan nilai X2hitung = 6,618 > X2
tabel = 3,814, dan
OR = 3,467.
B. Saran
Berdasarkan hasil dan analisis data dalam penelitian ini maka saran yang
dapat diberikan adalah:
a. Bagi Institusi Pendidikan
Agar meningkatkan kualitas dalam kegiatan pembelajaran mengenai
dunia kebidanan supaya pengetahuan dan keterampilam mahasiswa
11
kebidanan bertambah dan menjadi bekal bagi kinerja bidan yang
berkualitas dimasa mendatang.
b. Bagi Ibu Bersalin
Meningkatkan pengetahuan ibu bersalin tentang pentingnya
pemeriksaan kehamilan secara berkala untuk mencegah terjadinya
gangguan-gangguan dan masalah-masalah pada bayi baru lahir.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian asfiksia pada variabel lain yang belum
diungkapkan sehingga didapatkan hasil/informasi yang lebih luas dan
dalam.
d. Bagi Rumah Sakit
Peningkatan pelayanan dalam melakukan pemeriksaan dengan teliti
untuk mengetahui tanda dan gejala serta melakukan diagnosis dengan tepat
untuk menentukan pertolongan persalinan secara tepat