Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA
DINAS KEHUTANAN
KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI
UNIT XXIV GULARAYA JL. ALAM RIA NO. 73 TLP 082188054799 DS. ANDUNA KEC. LAEYA KAB. KONAWE SELATAN
Email : [email protected]
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN
JANGKA PANJANG KPHP MODEL UNIT XXIV GULARAYA
DI KABUPATEN KONAWE SELATAN DAN KOTA KENDARI
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
DISUSUN OLEH : KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI MODEL UNIT XXIV GULARAYA
KENDARI, MARET 2014
BUKU RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHP MODEL UNIT XXIV GULARAYA
Digandakan dan dijilid oleh : Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional IV
Tahun 2014
HALAMAN JUDUL
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG
KPHP MODEL UNIT XXIV GULARAYA DI KABUPATEN KONAWE SELATAN DAN KOTA KENDARI
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari :
KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
Nomor : SK. 3694/Menhut-II/Reg.4-1/2014
Tanggal : 9 Mei 2014
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 ii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999, menyebutkan bahwa
pembangunan kehutanan diselenggarakan berdasarkan azas manfaat dan lestari,
kerakyatan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan dengan tujuan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Selanjutnya disebutkan bahwa tujuan pembangunan kehutanan, adalah : (1).
Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang
proporsional; (2). Mengoptimalkan aneka fungsi hutan dan ekosistem termasuk
perairannya yang meliputi fungsi konservasi, lindung dan produksi kayu dan non
kayu, jasa lingkungan untuk mencapai manfaat lingkungan social, budaya dan
ekonomi yang seimbang dan lestari; (3). Meningkatkan daya dukung daerah aliran
sungai; (4). Mendorong peran serta masyarakat; dan (5). Menjamin distribusi
manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Sesuai dengan amanat pasal 13 ayat (1) PP No 6 TAHUN 2007 JO PP No
3 TAHUN 2008 bahwa Kepala KPH , menyusun Rencana Pengelolaan Hutan dan
pada ayat (3 ) disebutkan bahwa Rencana Pengelolaan Hutan jangka panjang
disusun oleh Kepala KPH. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang disusun
oleh Kepala KPH dinilai oleh Gubernur dan disahkan oleh Menteri dan menjadi
pedoman dan acuan seluruh kegiatan pengelolaan hutan diwilayah KPH yang
bersangkutan .
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang disusun dari hasil tata hutan
dan mengacu pada rencana kehutanan Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota
serta memperhatikan aspirasi , nilai Budaya masyarakat setempat dan kondisi
lingkungan. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang memuat unsur – unsur
1) Tujuan yang akan dicapai 2) Kondisi yang dihadapi , 3)Strategi serta kelayakan
pengembangan pengelolaan hutan yang meliputi tata hutan, pemanfaatan dan
penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, perlindungan hutan
dan konservasi alam, 4)Arahan kegiatan pembangunan jangka panjang KPH.
Selanjutnya Rencana Pengelolaan Hutan jangka Panjang dituangkan dalam
dokumen “ Buku Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang “
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang dilakukan untuk
mendesain fungsi-fingsi manajemen KPHP Unit XXIV Gularaya sejak tahun 2013-
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 iii
2023 yaitu perencanaan (planning), organisasi (organizing), pelaksanaan
(actuating) dan pengawasan (controlling) ditinjau dari aspek SDM (man),
pembiayaan/anggaran (money), metodologi (methods), material (materials),
peralatan (machine).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan nomor SK 61/Menhut–II/ 20011
ditetapkan KPHP Model Unit XXIV Konawe Selatan–Kota Kendari seluas 134.
419 ha atau % dari total wilayah KPH di Sultra (sebelum revisi tata ruang 2011) ,
terletak antara 4º 01′ 09" s.d 4º 31′ 15" Lintang Selatan dan 122º 07′ 57" s.d 122º
46′ 07" Bujur Timur dan secara administrasi Wilayah Kelolanya meliputi kabupaten
Konawe Selatan dan Kota kendari. KPHP unit XXIV ini merupakan KPH lintas
sehingga kewenangan berada pada Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara.
Organisasi KPHP model unit XXIV dibentuk melalui Peraturan Gubernur
Sulawesi Tenggara nomor 42 tahun 2011, merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas
(UPTD) Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara yang strukturnya terdiri
atas Kepala UPTD KPH, Kepala Seksi Penataan Pemanfaatan dan Penggunaan
Kawasan Hutan, Kepala Seksi Rehabilitasi dan Perlindungan kawasan Hutan, dan
Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan unit Pengelolaan ( Resort ).
Visi UPTD KPHP Unit XXIV Gularaya adalah “ Menjadi Pengelola Hutan Lestari
Tingkat Tapak Yang Mandiri dan Berdaya Saing Tahun 2014 – 2023 “
Untuk mewujudkan visi diatas maka ditetapkan misi sebagai berikut :
1. Mengelola SDH dengan prinsip pengelolaan hutan lestari berdasarkan
Karakteristik dan daya dukung DAS
2. Meningkatkan manfaat hasil hutan kayu dan bukan kayu, ekowisata, jasa
lingkungan, serta potensi usaha berbasis kehutanan lainnya guna
menghasilkan keuntungan untuk menjamin kemandirian KPHP Gularaya
secara berkelanjutan.
3. Mengembangkan KPHP Gularaya yang profesional dan handal berbasis
kearifan lokal
4. Membangun kelas kelas perusahaan seperti KP HHK-HA, KP HHK-HT, KP
HHK- HHBK , KP JASLING
5. Melaksanakan pengelolaan Wilayah tertentu sesuai dengan peruntukan
lahan dan arah pengelolaan
6. Melaksanakan bisnis berbasis kehutanan dan menerapkan PPK BLUD
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 iv
7. Memberdayakan masyarakat Hkm , HTR , HD melalui peningkatan peran
multipihak
8. Meningkatkan pelayanan masyarakat melalui optimalisasi fungsi hutan
9. Memberikan kontribusi bagi pembangunan daerah ( Kabupaten / Kota ,
Provinsi ) dan Nasional melalui Peningkatan Pelayanan Umum ,
Kesejahteraan Masyarakat, PAD dan penyelesaian permasalahan
lingkungan
Adapun tujuan pengelolaan hutan yang akan dicapai oleh KPHP gularaya
pada akhir jangka pengelolaan tahun 2023 adalah :
1. Terselenggaranya pengelolaan hutan lestari pada wilayah kelola KPHP
gularaya
2. Terwujudnya bisnis bidang kehutanan dengan core bisnis KP HHK HT jati
unggul seluas 31.024,61 Ha, KP HHBK bambu seluas 10.136,87 Ha ,
budidaya dan pemungutan madu serta, Terapi tropis Wallacea berbasis
lebah seluas 10,06 Ha.
3. Meningkatnya pelayanan masyarakat
4. Meningkatkan pemberdayaanmasyarakat melalui skema HTR, Hkm ,HD
dan kemitraan
Dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang mengacu
pada Visi Misi KPH, Rencana Strategis Kehutanan Tingkat Nasional 2009-2014,
Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi 2011-2030 ,Rencana Strategi Dinas
Kehutanan Sulawesi Tenggara 2009-2013, dan permasalahan, hambatan atau
kendala yang diprediksi terjadi kedepan. Permasalahan Utama yang muncul
sebagai KPH yang baru akan beroperasi adalah belum ada alokasi sumber daya
KPH, belum bergeraknya fungsi fungsi manajemen ,tidak tersedianya data yang
akurat, kurang lengkap dan tidak tertata dengan baik terkait dengan penyusunan
Rencana tersebut. Disamping itu adanya pemekaran wilayah kabupaten kota turut
mempersulit dalam pengumpulan data informasi yang dibutuhkan. Sedangkan
permasalahan teknis yaitu belum mantapnya kawasan hutan, perambahan,
pembalakan/illegal loging, banyaknya lahan kritis, kemiskinan dan tekanan
terhadap hutan cukup tinggi.
Berdasarkan visi, misi dan permasalahan tersebut, disusun Program
Pokok yang direncanakan selama tahun 2014-2023 yaitu Alokasi suberdaya
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 v
(SDM, Dana , sarpras dll), menggerakkan fungsi dan unsur manajemen KPH,
Pemantapan Kawasan Hutan, Tata hutan dan penyusunan Rencana Pengelolaan
Jangka panjang & jangka pendek KPH, Rehabilitasi lahan kritis, Pemanfaatan dan
penggunan kawasan hutan, Pemberdayaan masyarakat, Optimalisasi peran dan
fungsi DAS sebagai daya Dukung ,Perlindungan hutan dan konsevasi alam .
Program-Program tersebut dijabarkan menjadi kegiatan kegiatan pada setiap tahun
menurut skala prioritas, sehingga diharapkan pada pada tahun 2022 menjad KPH
Mandiri .
Pelaksanaan kegiatan Tata hutan yaitu inventarisasi potensi, inventarisasi
social budaya telah dilasanakan bulan februari-maret 2012 dengan sumber dana
dari BPKH wil VII Makasar. Menyusul kegiatan Penyusunan Rencana Pengelolaan,
pemenuhan Sarpras ( bangunan kantor, kendaraan roda 4, roda dua, perlengkapan
kantor, komputer/laptop) akan dialokasikan pada tahun 2012 dengan sumber dana
yang sama. Pada tahun 2012 ini belum ada dukungan dana dari APBD mengingat
lembaga ini baru terbentuk , namun demikian akan diupayakan pada APBD-P.
Prioritas kegiatan lain adalah pemantapan kawasan untuk mendapat
kepastian hukum tentang kawasan hutan yang menjadi wilayah kelola
KPH,Pembagian blok/ Zonasi , rehabilitasi ,Perlindungan dan pengamanan hutan ,
mendorong pemegang izin HTR,HKm, HD ,HTI mendapat sertifikasi sebagaimana
yang telah dicapai oleh Koperasi Hutan Jaya Lestari (KHJL) pada hutan Rakyat,
Perdagangan Karbon, meningkatkan kualitas SDM dll. Untuk melaksanakan
kegiatan dalam implementasinya peran koordinasi dengan para stakeholder dan
menghidupkan forum multi pihak menjadi sangat penting.
Monitoring, evaluasi dan pelaporan terhadap pelaksanaan kegiatan teknis
lapangan secara umum sudah berjalan, akan tetapi belum optimal sesuai standart
operating system (SOP) yang baku sesuai indikator pencapaian kinerja yang
ditetapkan dalam rencana tahunan, meliputi indikator masukan/input, indikator
keluaran/output, indikator hasil/outcome; indikator manfaat/benefit, indikator
dampak/impact pada setiap jenjang manajemen yang sudah tertuang dalam DPA-
APBD. Kondisi tersebut karena belum tertampungnya seluruh struktur aparatur
pelaksana Balai KPH (BDH, RPH, Kepala Pabrik dan Mandor) dalam tatanan
struktur dan jabatan organisasi Balai KPH.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 vi
P E T A S I T U A S I
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat Rahmat dan
Karunia-Nya, sehingga Laporan Rencana Pengelolaan Hutan Produksi Jangka
Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) unit XXIV Gularaya
Provinsi Sulawesi Tenggara dapat diselesaikan sesuai rencana.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang disusun dari hasil tata hutan
dan mengacu pada Rencana Kehutanan Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota
serta memperhatikan aspirasi , nilai Budaya masyarakat setempat dan kondisi
lingkungan. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang memuat unsur – unsur
1) Tujuan yang akan dicapai 2) Kondisi yang dihadapi , 3)Strategi serta kelayakan
pengembangan pengelolaan hutan yang meliputi tata hutan, pemanfaatan dan
penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, perlindungan hutan
dan konservasi alam, 4)Arahan kegiatan pembangunan jangka panjang KPH.
Selanjutnya Rencana Pengelolaan Hutan jangka Panjang dituangkan dalam
dokumen “Buku Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang“.
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang bertujuan untuk
memberikan pedoman dan acuan seluruh kegiatan pengelolaan hutan diwilayah
KPH dan juga acuan dalam melakukan evaluasi proses pembangunan KPH,
sehingga proses pembangunan KPH model Gularaya dapat berjalan secara
sistimatis dan terarah menuju pencapaian target pembangunan KPH
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu, sehingga terselesaikannya Buku Rencana Pengelolaan Hutan Jangka
Panjang KPHP Model Unit XXIV Gularaya Sulawesi Tenggara
Demikian laporan ini semoga dapat bermanfaat
Kendari, Februari 2014
K E P A L A Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
(KPHP) Gularaya
Ir. H. Fajar Sudrajat, MS NIP.19620914 199203 1 004
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 x
DAFTAR ISI
SAMPUL .. ........... i
HALAMAN JUDUL .. ....... ... ii
LEMBAR PENGESAHAN .. ....... ... iii
PETA SITUASI .. ........ . iv
RINGKASAN EKSEKUTIF .......... . v
KATA PENGANTAR .. ....... .... ix
DAFTAR ISI .. ......... ..... x
DAFTAR TABEL .. ....... ... xii
DAFTAR GAMBAR .. ............. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .. ....... ... xv
DAFTAR LAMPIRAN PETA ... ....... ... xvi
I. PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang������������...������......���.. 1
B. Tujuan Pengelolaan����������..�����...�����. 4
C. Sasaran���������������..������......���.. 5
D. Ruang Lingkup�����������..��.......��������. 5
E. Batasan Pengertian���������..�������.......���. 6
II. DESKRIPSI KAWASAN
12
A. Risalah Wilayah���������������.......�..�����. 12
1. Letak, Luas dan Keadaan Wilayah������..........�����.
2. Kondisi Biofisik Areal KPH���������..��..�����.
a. Fungsi kawasan����������������.....���
b. Kondisi topografi��������������.�..����
c. Jenis tanah����������������..�..����.
3. Aksesiblitas Kawasan��������������.....����.
4. Sejarah Wilayah kelola KPHP Gularaya�����..�..����..
5. Pembagian Blok pada Wilayah KPH Gularaya���.....����..
12
14
14
15
15
18
19
23
B. Potensi Wilayah KPH���������������............��... 26
1. Penutupan Vegetasi��������������............��.. 26
2. Potensi Kayu����������������..��..����
3. Potensi Non Kayu��������������..��...����
27
30
4. Keberadaan Flora Fauna�����������.........����.. 31
5. Potensi Jasa Lingkungan dan Wisata Alam���..........����.. 34
C. Sosial Budaya�����������������....������. 36
D. Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan����..........������ 39
E. Posisi KPHP Gularaya dalam Perspektif Tata Ruang Wilayah dan
Pembangunan Daerah�������������..���..���..
43
F. Isu Stategis, Kendala dan Permasalahan�����...���..���.. 44
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 xi
III. VISI DAN MISI PENGELOLAAN HUTAN������......���...��.. 51
IV ANALISIS DAN PROYEKSI�������������......�...���. 54
A. Analisis Data dan informasi�����������...��...����
1. Pemantapan batas kawasan hutan���������...����
2. Pemanfaatan potensi sumber daya hutan���..��...����..
a. Kondisi tutupan lahan����������..����...��..
b. Potensi kayu, bukan kayu dan jasling����..���..��...
3. Pembinanaan pemegang izin���������..���..���
4. Pemberdayaan masyarakat���������...���..���..
5. Rehabilitasi kawasan hutan����������...�...����.
6. Konservasi sumber daya alam��������..��..����..
7. Perlindungan dan pengamanan hutan����..��.�����.
8. Optimalisasi pemanfaatan wilayah tertentu dan penerapan PPK
BLUD�����������������.........�...�����
54
54
57
57
58
61
63
64
66
69
71
B. Proyeksi Kondisi wilayah����������....���..�����
1. Proyeksi peluang kelas perusahaan strategis, kemitraan dan konservasi ���������������...���..����..
2. Proyeksi peluang pendanaan�������...........................�. 3. Proyeksi kapasitas internal���������..���..���� 4. Proyeksi potensi resiko����������.���..����..
71
71
72
73
73
74
V. RENCANA KEGIATAN��������������..���..���.. 75
A. Inventarisasi Berkala Wilayah Kelola serta Penataan
Hutannya............................................................................................
1. Inventarisasi berkala 5 tahunan.....................................................
2. Rekontruksi batas luar wilayah KPH..............................................
3. Penataan batas blok pada wilayah KPH.........................................
75
75
78
79
B. Pemanfaatan Hutan Pada Wilayah Tertentu....................................... 80
C. Pemberdayaan Masyarakat................................................................. 87
D. Pembinaan Izin dan Pemantauan (Controlling) pada areal KPH yang
telah ada Izin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan
Hutan�����������.................................................���
a. Pinjam pakai kawasan����������...����..����
b. Perubahan peruntukan kawasan hutan���..�����..��...
c. Perubahan fungsi kawasan hutan�����......����..���
97
99
102
102
E. Penyelenggaraan Rehabilitasi Pada Areal Diluar Izin..........................
1. Dasar hukum dan acuan pelaksanaan rehabilitasi hutan................
2. Lokasi penyelenggaraan rehabilitasi areal KPHP Gularaya.............
3. Kegiatan teknis rehabilitasi hutan...................................................
a. Reboisasi.................................................................................
b. Pemeliharaan tanaman.............................................................
c. Pengayaan tanaman.................................................................
d. Penerapan teknik konservasi...................................................
4. Model rehabilitasi hutan dan lahan.................................................
a. Pola agroforestry......................................................................
104
104
106
108
108
109
109
110
110
110
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 xii
b. Pola pengayaan.......................................................................
c. Pola hutan campuran sistem jalur.............................................
d. Pola hutan tanaman campuran/hutan serbaguna......................
5. Civil teknis dalam RHL...................................................................
111
111
111
112
F. Pembinaan dan Pemantauan (Controlling) pelaksanaan Rehabilitasi
dan Reklamasi pada areal yang sudah ada hak atau izin pemanfaatan
dan penggunaan kawasan hutannya........................�.........................
112
G. Penyelenggaraan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam..�.........
a. Perlindungan hut an dari kebakaran hutan�����..���
b. Perlindungan hutan atas hasil hutan�������..����
c. Perlindungan hutan dari gangguan ternak����..�..��..
d. Perlindungan hutan dari daya-daya alam������..���
e. Perlindungan hutan dari hama dan penyakit����....���
f. Polisi kehutanan�����������������..��..
114
120
121
122
122
123
123
H. Penyelenggaraan Koordinasi dan Sinkronisasi antar pemegang
izin.......................................................................................................
125
I. Koordinasi dan Sinergi dengan instansi dan Pemangku
kepentingan������������������..............���.
128
J. Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas SDM����...............��.
a. Persyratan jabatan.........................................................................
b. Kompetensi SDM pengelola KPH..................................................
c. Penataan dan pengembangan personil..........................................
128
129
130
132
K. Penyediaan Pendanaan���������.............��..����� 134
L. Penyediaan Sarana dan Prasarana�������...............���� 135
M. Pengembangan Data Base������������...............��..
a. Pengelola data base KPH Gularaya................................................
b. Arahan dan pencapaian pengembangan data base KPH Gularaya.
136
137
138
N. Rasionalisasi Wilayah Kelola............................................................... 139
O. Review Rencana Pengelolaan ( minimal 5 tahun sekali )..................... 140
P. Pengembangan investasi�������������..............��.
a. Masalah........................................................................................
b. Sasaran.........................................................................................
c. Prioritas arah kebijakan.................................................................
d. Kegiatan pokok yang akan dilaksanakan........................................
141
141
141
141
142
VI. PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN ............ . 143
VII. PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN ............ . 144
VIII
.
PENUTUP .............. .. 145
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 146
LAMPIRAN ..........
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 xiii
DAFTAR TABEL
No Keterangan Halaman
1 Sebaran Wilayah Administrasi Pada Wilayah KPH Gularaya.......... 13
2 Perincian Luas KPHP Gularaya berdasarkan Fungsi Kawasan.............. 14
3 Kondisi Topografi di Wilayah KPH Gularaya............................. 15
4 Sebaran Jenis Tanah di Wilayah KPH Gularaya.......................
16
5 Jaringan Jalan yang berada di sekitar Wilayah KPHP Gularaya... 19
6 Luas Kawasan Hutan Wilayah Kelola Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Gularaya Berdasarkan Kelompok
Hutan...................................................................................
20
7 Perkembangan Tata Batas Pengukuhan Kawasan Hutan wilayah Kelola Kesatuan Pengelolaan hutan Produksi (KPHP)
Gularaya Berdasarkan Berita Acara Tata Batas BIPHUT Sultra...
21
8 Sebaran Pembagian Blok Pada Wilayah KPH Gularaya..............
24
9 Sebaran Penutupan Lahan Di Wilayah KPH Gularaya................
26
10 Produksi Kayu Kabupaten Konawe Selatan Menurut Jenisnya
tahun 2006 – 2010...........................................................
28
11 Produksi Kayu Kota Kendari Menurut Jenisnya tahun 2006 – 2010.....................................................................................
28
12 Potensi Luas Tanaman Jati Menurut Kecamatan dan Desa di
Areal KPHP Gularaya tahun 2004 ...........................................
29
13 Produksi Hasil Hutan Bukan kayu tahun 2009 – 2010............... 31
14 Jenis Tumbuhan yang Ditemukan di Wilayah KPH Gularaya....... 32
15 Persebaran Penduduk Kota Kendari Menurut Kecamatan tahun
2010...............................................................................
37
16 Persebaran Penduduk Kabupaten Konawe Selatan Menurut
Kecamatan tahun 2010.......................................................
38
17 Rata Rata Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Konawe Selatan Menurut Kecamatan tahun 2005 – 2011.................................
39
17 Kondisi Potensi Wilayah dan Penutupan Lahan Wilayah Kelola KPHP Gularaya Unit XXIV.........................................................................
55
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 xiv
No Keterangan Halaman
18 Realisasi Tata Batas di Kabupaten Konawe Selatan hingga
tahun 2010......................................................................
56
19 Sebaran Penutupan Lahan Di Wilayah KPH Gularaya............... 57
20 Produksi Kayu Kabupaten Konawe Selatan Menurut Jenisnya tahun 2006 – 2010...............................................................
59
21 Penggunaan Lahan di Kabupaten Konsel dan Kota Kendari....... 62
22 Luas Wilayah kecamatan, Jumlah desa di wilayah KPHP Gularaya...... 63
23 Penyebaran lahan Kritis di Kawasan Hutan Kab Konsel dan Kota Kendari.....................................................................................
65
24 Uraian Kegiatan Inventarisasi Berkala Pada Wilayah KPHP Gularaya...............................................................................
77
25 Jumlah Target Trayek dan Rencana Pelaksanaan Rekonstruksi Batas Luar KPH Gularaya....................................................
78
26 Jumlah Target Trayek dan Rencana Pelaksanaan Tata Batas Blok pada KPH Gularaya............................................................
79
27 Pembagian Blok dan Penentuan Wilayah Tertentu...................
81
28 Sebaran Lokasi Wilayah Tertentu Dan Rencana Program
Kegiatan Pada Wilayah Tertentu KPH Gularaya.......................
82
29 Rekapitulasi Rencana Kegiatan Strategis Pemanfaatan Pada Wilayah Tertentu KPH Gularaya dan Target Capainnya.................................
86
30 Kondisi Tutupan Lahan, Luas dan Letak Blok pemberdayaan KPH Gularaya pada Wilayah Administrasi Kabuapten Konawe Selatan dan Kota Kendari..............................................................
87
31 Rekapitulasi Rencana Kegiatan Pemberdayaan Masyarakati KPH Gularaya jangka 2014-2023...................................................
91
32 Sebaran Desa-Desa Sasaran Kegiatan Pemberdayaan pada
Blok Pemberdayaan masyarakat KPH Gularaya........................
95
33 Areal Kph yang Telah ada Izin Pemanfaatan Maupun Penggunaan Kawasan Hutan dan dalam proses perijinan tersebut.......................
97
34 Rekapitulasi Rencana Kegiatan Pembinaan dan Pemantauan pada areal yang telah ada hak atau izin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan KPHP Gularaya jangka 2014 – 2023......
103
35 Sebaran Lokasi Prioritas Sasaran Rehabilitasi pada Wilayah KPH Gularaya........................................................................................
106
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 xv
No Keterangan Halaman
36 Rekapitulasi rencana Penyelenggaraan Rehabilitasi pada areal diluar izin KPH Gularaya jangka 2014 – 2023..........................
110
37 lokasi Potensial Rehabilitasi Dan Reklamasi Pada Areal Yang
Sudah Ada Hak Atau Izin Pemanfaatan Dan Penggunaan Kawasan Hutannya Berdasarkan Tutupan Lahannya Di Wilayah Kph Gularaya.........................................................................
113
38
kapitulasi rencana Kegiatan Pembinaan dan Pemantauan Pelaksanaan Rehabilitasi dan Reklamasi pada areal yang sudah Ada Hak atau izin Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan KPH Gularaya jangka 2014-2023..........................................................................
114
39
Areal Blok inti dan Blok Perlindungan yang Perlu dilakukan Program Kegiatan Perlindungan dan Konservasi Alam..............
114
40
Rekapitulasi Rencana Kegiatan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam pada KPH Gularaya jangka 2014-2023....................................
124
41
Ruang Lingkup Kegiatan Koordinasi dan Sinkronisasi Antara Pemegang Izin di Wilayah Kelola KPHP Gularaya..............................
126
42
Penyelenggaraan Kegiatan Koordinasi dan Sinkronisasi antara Pemegang Izin di Wilayah Kelola KPHP Gularaya..............................
127
43
Persyaratan Administrasi Minimal SDM KPH.............................. 129
44 Kelompok Kompetensi Jabatan Struktural dan Kepala Unit........ 131
45
Pengelola (Resort) pada Organisasi KPHP Gularaya (unit
XXIV)............................................................................. Kebutuhan pegawai selema periode 2014 – 2023............................
132
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 xvi
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Peta Situasi iv
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 xvii
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 xviii
DAFTAR LAMPIRAN PETA
No Halaman
1 Peta Wilayah KPHP Gularaya
2 Peta Penutupan Lahan KPHP Gularaya
3 Peta Daearah Aliran Sungai KPHP Gularaya
4 Peta Sebaran Potensi KPHP Gularaya
5 Peta Blok/Petak KPHP Gularaya
6 Peta Penggunaan Lahan KPHP Gularaya
7 Peta Izin Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan
Hutan
8 Peta Tanah, Iklim dan Geologi
9 Peta Pemanfaatan Wilayah Tertentu KPHP Gularaya
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 1
A. Latar Belakang
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan mengamanahkan
pembangunan Kehutanan diselenggarakan berdasarkan azas manfaat dan
lestari,kerakyatan,kebersamaan,keterbukaan dan keterpaduan dengan tujuan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Untuk
itu, tujuan pembangunan kehutanan diarahkan untuk : (1) Menjamin keberadaan
hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional;(2)
Mengoptimalkan aneka fungsi hutan dan ekosistem termasuk perairannya yang
meliputi fungsi konservasi, lindung dan produksi kayu dan non kayu, jasa
lingkungan untuk mencapai manfaat lingkungan sosial, budaya dan ekonomi yang
seimbang dan lestari; (3) Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai; (4)
Mendorong peran serta masyarakat; dan (5) Menjamin distribusi manfaat yang
berkeadilan dan berkelanjutan.
Fenomena pemanfaatan sumberdaya hutan yang berkelanjutan belum
membuahkan hasil yang menggembirakan, bahkan setelah lebih dari ± 40 tahun,
sumber daya alam hutan dimanfaatkan secara berlebihan, sehingga menimbulkan
laju degradasi dan deforestasi hutan yang sangat tinggi. Tingkat degradasi dan
deforestasi di Indonesia ini merupakan ancaman keberlanjutan yang tidak hanya
mengancam secara sektoral kehutanan,namun dapat berdampak pada aspek
kehidupan yang lebih luas. Berdasarkan data State of the World’s Forest 2007 yang
dikeluarkan The UN Food & Agriculture Organization ( FAO ),angka deforestasi
Indonesia pada periode 2000 – 2005 mencapai 1,8 juta hektar/tahun yang
menempatkan Indonesia sebagai top rangking negara dengan daya rusak tercepat
didunia versi Guiness Book of The Record.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 2
Laju deforestasi hutan di Indonesia dipicu oleh kegiatan sektor kehutanan
dan non kehutanan yang berada dalam kawasan hutan. Pemanfaatan dan
penggunaan kawasan hutan kerap mengabaikan fungsi kawasan hutan sehingga
laju deforestasi cenderung tidak terkendali. Berbagai hasil kajian menyebutkan,
kerusakan hutan yang terjadi disebabkan oleh banyak faktor,antara lain
penyalahgunaan HPH, HPHH dan IPK yang diberikan sehingga mengarah pada
pembalakan liar. Penebangan hutan di Indonesia mencapai 40 juta meter kubik per
tahun, sedangkan laju penebangan yang sustainable (lestari berkelanjutan)
sebagaimana yang direkomendasikan oleh Departemen Kehutanan menurut World
Bank adalah 22 juta meter kubik per tahun.
Perkembangan pembangunan yang pesat di berbagai sektor, pertumbuhan
penduduk yang memerlukan ruang lebih besar serta adanya dinamika perubahan
kebijakan dan politik dalam sistem pemerintahan berimplikasi terhadap kondisi
kawasan hutan yang kian memprihatinkan. Meningkatnya laju deforestasi, illegal
loging, illegal trade, lemahnya pengawasan di lapangan, kebakaran hutan, alih
fungsi hutan menjadi Lahan non kehutanan, penyerobotan Lahan hutan, rendahnya
pendapatan masyarakat di dalam dan sekitar hutan serta meningkatnya luas
kawasan hutan yang tidak terkelola secara baik merupakan indikasi merosotnya
kualitas dan kuantitas kawasan hutan.
Dalam lingkungan global, isu-isu internasional semakin gencar seperti climate
change dan global warming serta meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Dampak negatif perubahan iklim telah dirasakan banyak negara termasuk
Indonesia, seperti kekeringan, banjir, tanah longsor, badai iklim serta kenaikan
permukaan laut yang secara signifikan akan mempengaruhi ketenangan hidup
manusia di bumi. Hutan dipandang tidak hanya sebagai penghasil kayu, tetapi juga
sebagai penyelamat ekosistem bumi karena kemampuannya dalam menyerap dan
menyimpan karbon.
Hal-hal yang menyebabkan pengelolaan hutan dimasa lampau gagal
mewujudkan kelestarian sumberdaya hutan dan tujuan pembangunan kehutanan
antara lain (1) Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan belum didukung
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 3
oleh kepastian batas-batas kawasan hutan yang mantap dan diakui oleh semua
pihak terkait; (2) Dalam memanfaatkan sumberdaya alam hutan telah terjadi
pengambilan potensi hasil-hasil hutan yang melebihi kemampuan/potensi yang
dimiliki oleh hutan tersebut (kayu dan non kayu); (3) Kerusakan sumberdaya hutan
yang terjadi selama periode pengelolaan dan pemanfaatan hutan tidak segera
diperbaiki, direhabilitasi, dan diselesaikan dengan baik; (4) Pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya hutan tidak dievaluasi secara periodik oleh semua pihak
terkait (baik kondisi fisik hutan maupun sosial budaya) dan (5) Tidak adanya
organisasi tingkat tapak yang mengelola sumber daya hutan secara lestari sesuai
fungsi dan peruntukannya.
Berdasarkanhaltersebutdiatas keberadaan organisasitingkat tapak menjadi
sangat penting peranannya sebagai pengelola kawasan yang mengetahui kondisi
tingkat tapak sehingga dapat melaksanakan pemanfaatan hutan, penggunaan
kawasan hutan, rehabilitasi hutan dan reklamasi serta perlindungan hutan dan
konservasi alam secara optimal.
Pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) merupakan serangkaian
proses perencanaan/penyusunan desain kawasan hutan, yang didasarkan atas
fungsi pokok dan peruntukannya, dalam upaya mewujudkan pengelolaan hutan
lestari. KPH menjadi bagian dari penguatan sistem pengurusan hutan nasional,
provinsi dan kabupaten kota, yang pembentukannya ditujukan untuk menyediakan
wadah bagi terselenggaranya kegiatan pengelolaan hutan secara efisien dan lestari.
Sasaran pembentukan KPH antara lain: memberikan kepastian areal kerja
pengelolaan hutan, kepastian wilayah tanggung jawab pengelolaan dari suatu
organisasi pengelolaan tertentu, memastikan satuan analisis dalam penyusunan
perencanaan pembangunan dan pengelolaan hutan, sebagai dasar dalam rencana
pengembangan usaha, penguatan legitimasi status, sebagai sarana perolehan
kepastian hukum wilayah pengelolaan hutan, terlaksananya penerapan kriteria dan
standar pengelolaan hutan lestari, serta terbentuknya institusi pengelola
(organisasi) KPH.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 4
Strategi pembentukan KPH, dalam rangka mewujudkan pengelolaan hutan
lestari meliputi: manajemen kawasan (pemantapan, penataan, dan pengamanan
kawasan), pengelolaan hutan (kelola produksi, lingkungan dan sosial), dan
manajemen kelembagaan (penataan organisasi, sumberdaya manusia, keuangan,
materil, metode dan waktu).
Berdasarkan Permenhut Nomor P.06/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar,
Prosedur dan Kriteria Pengelolaan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung
(KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP), salah satu tugas dan
fungsi organisasi KPHL dan KPHP adalah penyusunan tata hutan dan rencana
pengelolaan hutan, agar pembentukan KPH dapat memenuhi target yang
ditetapkan sekaligus menjadi pedoman pelaksanaan pengelolaan hutan bagi KPH.
Rencana Pengelolaan Hutan KPHP Gularaya Provinsi Sulawesi Tenggara
difokuskan pada target dan rencana pengelolaan yang disusun melalui analisis
proyeksi, target pencapaian sebagai dasar dalam penyusunan kegiatan yang
terencana pada setiap blok-blok pengelolaan. Dengan demikian, rencana
pengelolaan KPHP Gulayara diharapkan dapat membentuk arah dan perencanaan
kerja, yang melibatkan semua pihak dalam upaya pengembangan KPH di Provinsi
Sulawesi Tenggara.
B. Tujuan Pengelolaan
Tujuan pengelolaan hutan yang akan dicapai oleh KPHP Gularaya hingga
tahun 2023 adalah :
1. Terwujudnya manajemen pengelolaan hutan KPHP Gularaya sehingga
mengarah pada kelestarian hutan.
2. Terwujudnya bisnis bidang kehutanan dengan core bisnis Kelas
Perusahaan HHK-HT jati unggul seluas 31.024,61Ha, Kelas Perusahaan
HHBK bambu seluas 10.136,87Ha,Kelas Perusahaan Jasa Lingkungan
ekowisata Wallacea Health Center seluas 10,06 Ha.
3. Peningkatan luasan penutupan Lahanhutan untuk terwujudnya
pelayanan masyarakat dari bahayabanjir dan erosi.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 5
4. Terselenggranya pemberdayaan masyarakat melalui skema HTR,
HKm/HD, dan kemitraan.
5. Terwujudnya pengamanan kawasan hutan melalui pemberdayaan
masyarakat didalam dan sekitar hutan.
C. Sasaran
Sasaran kegiatan periode 2014 – 2023 (10 tahun) adalah :
1. Terwujudnya kelas perusahaan hutan tanaman jati unggul seluas
31.024,61Ha.
2. Terwujudnya kelas perusahaan bambu 10.136,87Ha.
3. Terwujudnya kelas Perusahaan Wallacea Health Center ( WHC ) seluas
10,06 Ha.
4. Terwujudnya pemberdayaan masyarakat HTR seluas 7.512,91Ha.
5. Terwujudnya pemberdayaan masyarakat HKm seluas 1.723,97Ha.
6. Terwujudnya pencadangan HTR dan HKm/HD seluas 8.524,60Ha.
7. Terwujudnya Perencanaan Jangka Panjang Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu Hutan Alam Restorasi Ekosistem, pada Arahan blok HHK HA Hutan
Produksi dan Pemanfaatan HHBK, Jasling dan penjualan karbon (carbon
trading)pada arahan blok pemanfatan HL.
8. Penyelesaian masalah konflik tenurial.
9. Terwujudnya kemandirian KPHP Gularaya melalui penerapan PPK BLUD
dengan core businesshutan tanaman, hutan bambu, terapi tropis
Wallacea.
10. Terbinanya pemegang ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan
hutan.
11. Terjaminnya perlindungan dan pengamanan hutan dalam wilayah kelola
KPHP Gularaya secara berkelanjutan.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 6
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Rencana Pengelolaan meliputi :
1. Inventarisasi berkala wilayah kelola serta penataan hutan.
2. Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu.
3. Pemberdayaan masyarakat.
4. Pembinaan dan pemantauan pada areal yang telah ada izin pemanfaatan
dan penggunaan kawasan hutan.
5. Penyelenggaraan rehabilitasi pada areal diluar izin.
6. Pembinaan dan pemantauan pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi
padaareal yang sudah ada izin pemanfaatan dan penggunaan kawasan
hutan.
7. Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam.
8. Penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang izin.
9. Koordinasi dan sinergi dengan instansi dan stakeholder terkait.
10. Penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM.
11. Penyediaan pendanaan.
12. Pengembangan data base.
13. Rasionalisasi wilayah kelola.
14. Review rencana pengelolaan.
15. Pengembangan investasi.
E. Batasan Pengertian
1. Hutan adalah kesatuan ekosistem pada suatu hamparan Lahan yang
berisikan sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan dengan alam lingkungannya, dimana antara satu dengan
yang lain tidak dapat dipisahkan.
2. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki fungsi utama
sebagai pendukung kelestarian ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS)
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 7
dan sebagai pendukung bagi upaya optimalisasi fungsi sumberdaya
buatan yang ada pada bagian hilir DAS.
3. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang memiliki fungsi pokok
memproduksi hasil hutan.
4. Hasil hutan adalah aneka produk berupa barang dan atau jasa yang
diperoleh atau berasal dari sumberdaya hutan yang dapat dimanfaatkan
dan atau diperdagangkan.
5. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu daratan yang merupakan suatu
kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak sungai yang melintasi
daerah tersebut, yang berfungsi untuk menampung dan menyimpan air
hujan ataupun air yang berasal dari sumber lainnya, serta mengalirkan
air termaksud ke laut melalui badan-badan sungai.
6. Sub DAS adalah bagian wilayah dari DAS yang dibatasi oleh pemisah
topografi berupa punggung bukit yang menerima air hujan dan
mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama.
7. Degradasi hutan adalah penurunan luasan dan kualitas sumberdaya
hutan, yang berakibat pada penurunan potensi, nilai manfaat, dan
fungsi hutan yang bersangkutan.
8. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau
ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai
hutan tetap.
9. Kehutanan adalah sistem pengurusan hutan, kawasan hutan, dan hasil
hutan yang diselenggarakan secara terpadu.
10. Perencanaan kehutanan adalah proses penetapan tujuan, jenis dan
tahapan kegiatan, serta penentuan perangkat yang diperlukan dalam
pengurusan hutan, yang diharapkan dapat mendasari dan sekaligus
menjadi pedoman dan pemberi arah bagi penyelenggaraan kehutanan
sehingga sumberdaya hutan dapat didayagunakan sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyat, secara berkeadilan dan berkelanjutan.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 8
11. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) adalah unit pengelolaan hutan
terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang diharapkan dapat
mendukung dan atau menjamin pengelolaan sumberdaya hutan secara
efisien dan lestari.
12. KPH Model adalah wujud awal dari KPH yang diharapkan dapat
dikembangkan secara bertahap menuju situasi dan kondisi KPH aktual
pada tingkat tapak, yang diindikasikan oleh kemampuan dalam
menyerap tenaga kerja dan investasi, serta memproduksi barang dan
jasa kehutanan secara melembaga dalam sistem pengelolaan hutan yang
efisien dan lestari.
13. Arahan pencadangan KPH adalah suatu kebijakan yang diwujudkan
melalui surat keputusan dan peta pencadangan KPH, yang ditetapkan
oleh Kepala Badan Planologi Kehutanan a.n. Menteri Kehutanan
berdasarkan hasil pengkajian rancang bangun KPH dengan
memperhatikan kriteria dan standar pembentukan KPH.
14. Model adalah perwakilan atau abstraksi dari sebuah obyek atau situasi
aktual, yang juga dapat dimaknai sebagai bentuk atau wujud
penyederhanaan dari suatu realitas yang kompleks.
15. Pembentukan KPH adalah proses pengembangan kesepahaman dan
kesepakatan pihak-pihak terkait dalam hal penjabaran arahan
pencadangan KPH ke dalam unit pengelolaan hutan pada suatu wilayah,
yang dapat meliputi satu wilayah kabupaten/kota tertentu, ataupun
meliputi wilayah beberapa kabupaten/kota, yang hasilnya dituangkan
dalam bentuk buku dan peta KPHP.
16. Penetapan KPH adalah rangkaian akhir dari pembentukan KPH berupa
pengesahan KPH oleh Menteri Kehutanan.
17. Rancang bangun KPH adalah rancangan makro KPH yang memuat hasil
identifikasi dan delinasi areal yang akan dibentuk menjadi KPH dalam
bentuk buku dan peta.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 9
18. Kriteria dan standar pembentukan KPHP adalah ukuran yang menjadi
dasar penilaian atau penetapan Kesatuan Pengelolaan Hutan.
19. Komoditas andalan kehutanan adalah produk kehutanan yang dapat
dikelola dan lebih dikembangkan menjadi kekuatan utama untuk
mendukung pertumbuhan wilayah, yang dicirikan oleh daya serap tenaga
kerja yang relatif tinggi, kontribusi terhadap pendapatan daerah yang
relatif besar, serta daya mengangkat atau daya dorong terhadap
pertumbuhan sektor non kehutanan yang relatif kuat.
20. Core Business KPHP Gularaya adalah usaha HHK-HT jati unggul, usaha
HHBK tanaman bambu dan jasa lingkungan ekowisata Wallacea Health
centeryang merupakan komoditas unggulan serta memliki nilai komersial
dan konservasi.
21. Komoditas komersial kehutanan adalah hasil-hasil hutan yang memiliki
keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif untuk diusahakan
atau dimanfaatkan sebagai komoditas bisnis berbasis kehutanan.
22. Komoditasunggulan kehutanan adalah produk kehutanan yang mampu
bersaing dengan komoditas serupa yang berasal dari provinsi atau
negara lain, baik pada pasar nasional maupun pada pasar internasional.
23. Konservasiadalahupayamempertahankan,meningkatkandanatau
mengembalikan daya dukung Lahan hutan, untuk menjamin kelestarian
fungsi dan manfaat Lahan hutan yang bersangkutan, melalui
pemanfaatan secara bijaksana.
24. Perlindungan dan pengamanan hutan adalah upaya-upaya untuk
melindungi dan mengamankan sumberdaya hutan dari berbagai
gangguan seperti, kebakaran hutan, serangan hama dan penyakit,
perambahan dan pencurian hasil hutan, perburuan liar, dan lain-lain.
25. Kemitraan adalah suatu kerjasama yang sinergis diantara para
pemangku kepentingan yang didasari prinsip-prinsip:saling
ketergantungan,saling membutuhkan, saling mempercayai, saling
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 10
mendukung dan saling melindungi, demi terwujudnya tujuan dan sasaran
pengembangan.
26. Konflik adalah ketegangan atau ketidakharmonisan hubungan antar
individu atau kelompok-kelompok sosial sebagai akibat dari adanya
perbedaan pemahaman, perbedaan persepsi dan atau perbedaan
kepentingan dalam upaya pencapaian tujuan atau sasaran
pengembangan.
27. Jejaring adalah sistem komunikasi yang dikembangkan dan
memungkinkan semua stakeholder untuk saling berinteraksi (bertukar
informasi) secara langsung ataupun tidak langsung, dengan
menggunakan beragam media (multi-media), dalam kedudukan yang
setara atas dasar saling membutuhkan dan saling ketergantungan.
28. Masyarakat lokal adalah kelompok masyarakat di dalam suatu kawasan
geografis tertentu, meliputi penduduk asli atau penduduk tradisional dan
para pendatang yang melakukan pemukiman swakarsa.
29. Stakeholders adalah pihak-pihak yang terkait, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dengan suatu program atau kegiatan.
30. Peranmultipihak adalah fungsi,kedudukan dan tugas yang seharusnya
diemban oleh masing-masing stakeholder dalam kaitan dengan
pembentukan dan pengembangan KPH.
31. Pengembangansumberdaya manusia (SDM) adalah segala upaya yang
ditujukan untuk peningkatan mutu, baik dalam kualifikasi maupun
produktivitas SDM, pada hakekatnya diwujudkan melalui kegiatan-
kegiatan pemberdayaan masyarakat.
32. Pengusahaanhutanadalahupaya pemanfaatan sumberdaya hutan
berdasarkan azas kelestarian fungsi dan azas perusahaan yang meliputi
penanaman, pemeliharaan dan pengamanan, pemanen hasil,serta
pengoLahan dan pemasaran hasil hutan.
33. RehabilitasiHutandanLahanadalahupaya-upaya pemulihan, dan
peningkatan fungsi Lahan dan hutan sehingga daya dukung,
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 11
produktifitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga
kehidupan tetap berjalan.
34. Social forestry adalah sistem pengelolaan kawasan hutan negara dan
atau hutan hak, melalui pelibatan masyarakat setempat sebagai pelaku
dan atau mitra utama dalam rangka peningkatan kesejahteraan mereka
dan perwujudan kelestarian hutan.
35. Wilayah pengelolaan hutan pada tingkat kabupaten/kota adalah
himpunan unit-unit pengelolaan hutan di wilayah kabupaten/kota.
36. Wilayah pengelolaan hutan pada tingkatprovinsi adalah himpunan
wilayah-wilayah pengelolaan hutan pada tingkat kabupaten/kota dan unit
pengelolaan hutan lintas kabupaten/kota dalam satu provinsi.
37. Wilayah tertentu antara lain adalah wilayah hutan yang situasi dan
kondisinya belum menarik bagi pihak ketiga untuk mengembangkan
pemanfaatannya berada diluar areal ijin pemanfaatan dan penggunaan
kawasan hutan.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 12
A. Risalah Wilayah
1. Letak dan Luas Wilayah KPH Gularaya
KPHP Gularaya merupakan KPH lintas administratif yang melintasi 2 wilayah
administrasi di Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu Kabupaten Konawe Selatan dan
Kota Kendari. Secara Geografis, Wilayah KPH pada Kabupaten Konawe Selatan
terletak pada 4° 01’ 09” sampai 4°31’ 15” Lintang Selatan, dan antara 122° 07’ 57”
dan 122° 46’ 07” Bujur Timur dengan batas wilayah sebagai berikut :
• Bagian Utara : Kabupaten Konawe dan Kota Kendari
• Bagian Timur : Laut Banda dan Laut Maluku
• Bagian Selatan : Kabupaten Muna
• Bagian Barat : Kabupaten Kolaka
Adapun batas KPH Gularaya yang masuk dalam wilayah administrasi Kota
Kendari sebagai berikut :
• Bagian Utara : Kabupaten Konawe
• Bagian Timur : Laut Kendari
• Bagian Selatan : Kabupaten Konawe Selatan
• Bagian Barat : Kabupaten Konawe Selatan
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.61/Menhut-II/2011
tangga 28 Pebruari 2011 seluas ± 134.419 Ha, Secara administratif KPHP Gularaya
merupakan KPH lintas yang meliputi Kabupaten Konawe Selatan dan Kota Kendari,
Selanjutnya tahun 2012 kawasan hutan provinsi Sulawesi Tenggara mengalami
perubahan luas dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
SK.465/Menhut-II/2011 tanggal 9 Agustus 2011 tentang Perubahan Peruntukan
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 13
Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan dan Perubahan Antar Fungsi
Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara sehingga luas kawasan
hutan wilayah kelola Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Gularaya
menjadi ± 115.363,01Ha, terdiri dari Kabupaten Konawe Selatan seluas
112.439,13Ha dan Kota Kendari seluas 2.923.88Ha. Secara keseluruhan wilayah
KPHP Gularaya meliputi 22 kecamatan dan 160 desa. Selengkapnya disajikan pada
tabel di bawah ini.
Tabel 1. Sebaran Wilayah Administrasi Pada Wilayah KPHP Gularaya
No Kecamatan Luas (Ha) Persentase Jumlah Desa
1 Andolo 79,90
0.07 1
2 Abeli 969,83
0.84 8
3 Angata 2790,32
2.42 8
4 Baito 8502,31
7.37 5
5 Baruga 342,16
0.30 1
6 Benua 563,64
0.49 4
7 Buke 7998,76
6.93 5
8 Kolono 16876,26
14.63 18
9 Konda 4614,36
4.00 7
10 Laeya 14412,09
12.49 13
11 Lainea 10147,92
8.80 13
12 Landono 4742,65
4.11 6
13 Laonti 388,37
0.34 3
14 Moramo 11060,21
9.59 14
15 Moramo Utara 8516,33
7.38 9
16 Mowila 2018,06
1.75 2
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 14
No Kecamatan Luas (Ha) Persentase Jumlah Desa
17 Palangga 2218,82
1.92 4
18 Palangga Selatan 1680,03
1.46 9
19 Poasia 1611,89
1.40 4
20 Ranomeeto 2327,36
2.02 6
21 Tinanggea 2856,07
2.48 13
22 Wolasi 10644,95
9.23 7
Jumlah 115363,01
100,00 160
Sumber : Hasil Analisis GIS, 2013
2. Kondisi Biofisik Areal KPHP
a. Fungsi Kawasan
Kawasan hutan pada KPHP Gularaya menurut fungsinya terdiri atas Hutan
Lindung, Hutan Produksi, Hutan Produksi Terbatas dan DPCLS. Total luas KPHP
Gularaya adalah 115.363,01Ha, dengan perincian menurut fungsi kawasannya
dapat dilihat pada Tabel 2, sedang penyebarannya secara spasial disajikan pada
Lampiran.
Tabel 2. Perincian Luas KPHP Gularaya Berdasarkan Fungsi Kawasan
No Fungsi Hutan
Jumlah Keterangan
Ha %
1 Hutan Lindung 43.688,38 37.86
2 Hutan Produksi Tetap 65.920,85 57.16
3 Hutan Produksi Terbatas 3.643,72 3.15
4 Dampak Penting Cakupan Luas Strategis 2.110,06 1.83
Proses Persetujuan DPR RI
5 Total 115363.01 100.00
Sumber : Hasil Ananlisis SIG, 2013
Tabel di atas menunjukkan bahwa KPHP Gularaya memiliki kawasan hutan
produksi yang relatif cukup luas yakni ± 60.31% dari seluruh wilayah
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 15
KPHPGularaya, yang terdiri atas kawasan hutan produksi tetap seluas 65.920,85Ha
dan hutan produksi terbatas seluas 3.643,72Ha. Dari segi luasan, kawasan hutan
produksi ini cukup potensil untuk memproduksi hasil hutan, khususnya kayu,
asalkan dikelola dengan baik. Hanya saja kondisi kawasan hutan produksi
termaksud, pada saat ini, umumnya merupakan hutan sekunder dengan potensi
kayu yang sangat rendah. Hasil peninjauan di lapangan menunjukkan bahwa kayu-
kayu yang ada dalam hutan produksi ini umumnya berdiameter di bawah 30 cm.
Jika tidak dilakukan upaya-upaya antisipatif maka diperkirakan akan terus
mengalami penurunan, mengingat adanya indikasi maraknya ilegal logging yang
terjadi. Oleh karena itu, agar kawasan hutan produksi termaksud dapat
menghasilkan kayu dan atau hasil hutan lainnya secara optimal dan
berkesinambungan, maka perlu dilakukan tindakan-tindakanrehabilitasi,
pemeliharaan dan pengamanan, yang didahului dengan tindakan penataan.
b. Kondisi Topografi
Gambaran tentang kondisi topografi di wilayah KPHP Gularaya dapat dilihat
pada Tabel 3 di bawah ini, sedang penyebarannya secara spasial disajikan pada
Lampiran.
Tabel 3. Kondisi Topografi di Wilayah KPH Gularaya
No Kelerengan Luas (Ha) Persentase Keterangan
1 0% - 5 % 11522,20 9.99 Datar
2 5% - 8% 2812,74 2.44 Landai
3 8% - 15 % 8489,14 7.36 Bergelombang
4 15% - 25% 59076,17 51.20 Agak Curam
5 > 25% 33462,04 29.01 Curam
Jumlah 115363,01 100
Sumber : Hasil Analisis SIG, 2013
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 16
Tabel di atas menunjukkan bahwa wilayah KPHP Gularaya didominasi oleh
topografi yang agak curam(51.20%) dan curam (29.01%), dengan luas masing-
masing 59.076,17Ha dan 33.462,04Ha. Dengan kondisi tersebut maka kedepannya
sebagai KPH produksi maka dalam pengelolaannya perlu dilakukan secara bijak
dengan teknik dan pola pengelolaan yang tepat, mengingat kondisi topografinya
yang sangat rentan untuk terjadinya erosi dan degradasi Lahan akibat faktor
topografi.
c. Jenis Tanah
Gambaran mengenai jenis tanah di wilayah KPHP Gularaya diperoleh dengan
memanfaatkan data tanah pada peta Land System Report dan analisis SIG.
Sebaran jenis tanah pada KPHP Gulararaya dapat dilihat pada tabel dibawah ini,
sedang penyebarannya secara spasial disajikan pada Lampiran.
Tabel 4. Sebaran Jenis Tanah di Wilayah KPH Gularaya
No Tanah Luas (Ha) Persentase
1 Dystropepts 73.048,12 63,32
2 Eutropepts 4.736,73 4,11
3 Fluvaquens 340,94 0,30
4 Hydraquens 6.636,65 5,75
5 Rendolls 3.830,20 3,32
6 Tropaqueps 1.229,70 1,07
7 Tropudults 25.539,96 22,14
Jumlah 115.363,01 100
Sumber : Hasil Analisis SIG, 2013
Berdasarkan angka-angka pada tabel di atas maka terlihat bahwa wilayah
KPHP Gularaya didominasi oleh jenis Dystropept dengan luas 73.048,12Ha atau
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 17
63,32% dari total luas wilayah KPH kemudian jenis Tropudults dengan luas
25.539,96 Ha atau 22,14% dari total luas wilayah KPH. Selanjutnya pada posisi
ketiga dan keempat masing-masing terdapat jenis Hydraquens seluas 6.636,65Ha
(5.75%) dan jenis Eutropepts seluas 4.736,73Ha (4.11%).
Karakteristik dari jenis-jenis tanah yang disebutkan diatas (keempat jenis
tanah yang dominan) dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Jenis dystropept merupakan jenis tanah yang perkembangannya baru
pada tahap awal (inceptum). Jenis ini umumnya terbentuk dari assosiasi
batuan induk serpentinit, perioditit dan dunit yang tergolong dalam
klasifikasi batuan ultra basic. Tanah ini mempunyai kejenuhan basa
kurang dari 50% dan umumnya menunjukkan reaksi masam. Struktur
tanahnya gumpal dengan ratio liat debu 1 : 10. Akumulasi aluminium di
lapisan bawah pada kisaran kedalaman 50-100 cm dan dapat menjadi
kendala bagi komoditas perkebunan utamanya kakao. Tanaman kakao
yang diusahakan pada tanah distropept potensil mengalami stagnasi
pertumbuhan setelah perakarannya mencapai kedalaman 50 cm.
Pembukaan Lahan pada jenis tanah ini akan menjadikan lapisan
permukaan tanah akan mengeras diikuti dengan penurunan laju infiltrasi
secara nyata. Lokasi keberadaan jenis ini sering berasosiasi dengan
kondisi topografi yang bergunung pada kisaran lereng 41% sampai 60%
dan bahkan lebih dari 60%, sehingga sangat rentan terhadap erosi.
2. Jenis tropudult merupakan tanah yang tergolong telah mengalami
tingkat pencucian yang lanjut. Jenis tanah ini terbentuk pada bagian
wilayah bergunung dengan kemiringan lereng >60% dengan penutupan
Lahan hutan yang rapat pada kisaran curah hujan 2.737 mm per tahun.
Batuan induknya merupakan asosiasi batu pasir, batu lanau, batu
lumpur, serpih dan konglomerat. Lahan dengan jenis tanah ini umumnya
memiliki tingkat kesuburan yang rendah dengan tingkat kemasaman
yang tinggi.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 18
3. Jenis tropaquepts terbentuk dari bahan sedimen pada topografi datar
dengan kisaran lereng 0 sampai 2% sehingga pembentukannya dijenuhi
air. Pada lapisan atas dijumpai lapisan tanah yang berwarna kelabu dan
pada lapisan bawah dijumpai bercak-bercak berwarna coklat. Tanah ini
terbentuk dari bahan induk alluvium dengan tingkat kesuburan yang
sangat bergantung pada sumber sedimen itu berasal.
4. Jenis eutropepts merupakan jenis yang mempunyai kejenuhan basa
sekurang-kurangnya 50% sehingga tingkat kemasamannya lebih rendah
dibandingkan dengan dystropepts. Menyebar pada bentuk wilayah
bergunung dengan kemiringan lereng 41% sampai 60%. Fungsi kawasan
termasuk dalam hutan lindung. Eutropepts banyak mengandung liat
silikat tetapi tidak keseluruhannya termasuk tipe liat kaolinit. Jenis ini
umumnya mempunyai kemampuan menyediakan air dan hara yang
cukup. Bahan induk pembentuk eutropepts adalah batuan sedimen kapur
(limestone).
Uraian tentang sifat-sifat jenis tanah yang telah dikemukakan diatas
mengindikasikan bahwa KPHP Gularaya didominasi oleh jenis tanah yang
sebenarnya tidak sesuai diolah untuk pengembangan jenis-jenis tanaman
perkebunan, utamanya pada bagian wilayah dengan tingkat kelerengan di atas
41%. Jika dipaksakan untuk mengusahakan tanaman perkebunan pada bagian
lokasi ini, maka tanaman tersebut akan mengalami stagnasi pertumbuhan pada
tingkat tertentu sehingga berkonsekuensi pada tidak berproduksinya tanaman
secara baik. Implikasi lanjutan dari kondisi ini ialah gairah pemiliknya untuk
memelihara tanaman yang diusahakan akan menurun dan bahkan hilang, sehingga
tanaman akan diterlantarkan, dan akhirnya akan berkonsekuensi pada kerugian,
baik dari aspek sosial ekonomi maupun dari aspek ekologi.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 19
3. Aksesibilitas Kawasan
Wilayah KPHP Gularaya dari aspek aksesibilitas tergolong wilayah yang
mudah untuk diakses dari ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara. Hal tersebut karena
wilayah KPHP Gularaya meliputi wilayah Kota Kendari yang merupakan ibukota
Provinsi dan Kabupaten Konawe Selatan yang ibukotanya hanya berjarak ± 75 km
dari Kota Kendari dengan akses jalan provinsi. Wilayah terjauh KPHP Gularaya
pada bagian selatan berjarak ± 55 km dari ibukota provinsi, sebelah barat ± 85 km
dan sebelah timur ± 80 km (Analsis SIG, 2013).
Untuk mencapai wilayah KPHP Gularaya terdapat 5 jalur utama yang berada
dalam wilayah maupun sangat dekat dengan wilayah KPHP Gularaya. Yaitu (1) Jalur
Kendari – Moramo, (2) Jalur Kendari – Lainea – Kolono, (3) Kendari – Punggaluku –
Andolo, (4) Kendari – Torobulu – Tinanggea, (5) Kendari – Boro-Boro – Motaha.
Berikut disajikan uraian aksesibiltas jalan yang berada di wilayah KPHP Gularaya
dan sekitarnya yang dapat dimanfaatkan untuk mengakses wilayah KPHP Gularaya.
Tabel 5. Jaringan Jalan yang berada di sekitar Wilayah KPHP Gularaya
No Uraian Panjang (Km) %
1 Jalan Primer 185.60 25.37
2 Jalan Sekunder 197.20 26.96
3 Jalan Tersier & Tani 348.71 47.67
Jumlah 731.51 100.00
Sumber : Hasil Analisis GIS, 2013
Dari tabel diatas maka terlihat bahwa wilayah KPHP Gularaya dapat dikatakan
memiliki aksesibilitas yang tinggi, hal ini tentu akan memberikan dampak pada
potensi kerusakan hutan akibat perambahan dan illegal logging. Indikasi tersebut
sudah mulai nampak melalui analisis SIG yang menunjukkan areal dengan tutupan
hutan sekunder rawan perambahan dan illegal logging dengan indikator banyaknya
tutupan non hutan berupa pertanian Lahan kering campuran dan semak belukar,
yang memerlukan kegiatan rehabilitasiLahan.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 20
4. Sejarah Wilayah Kelola KPHP Gularaya
Sejarah kawasan hutan yang menjadi wilayah kelola Kesatuan Pengelolaan
Hutan Produksi (KPHP) Gularaya dimulai dengan penunjukan berdasarkan surat
Swapraja Laiiwoi pada tahun 1934, dan pada tahun 1982 diperkuat berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 639/Kpts-II-Um/1982 tanggal 1 September
1982 tentang Tata Guna Hutan Kesepakatan, selanjutnya pada tahun 1999 wilayah
kelola KPHP Gularaya ditunjuk dan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kehutanan dan Perkebunan Nomor 454/Kpts-II/1999 tanggal 16 Juni 1999 tentang
Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan di Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara.
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Gularaya Sulawesi Tenggara
ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor P.61/Menhut-II/2011
tangga 28 Pebruari 2011 seluas ± 134.419 Ha. Selanjutnya tahun 2012 kawasan
hutan Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami perubahan luas berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.465/Menhut-II/2011 tanggal 9 Agustus
2011 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan
Hutan dan Perubahan Antar Fungsi Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Sulawesi
Tenggara sehingga luas kawasan hutan wilayah kelola Kesatuan Pengelolaan hutan
Produksi (KPHP) Gularaya menjadi ± 115.363,01Ha, secara rinci luas kawasan
hutan wilayah kelola Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Gularaya
disajikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 6. Luas Kawasan Hutan Wilayah Kelola Kesatuan Pengelolaan
Hutan Produksi (KPHP) Gularaya Berdasarkan Kelompok Hutan
No Kelompok
Hutan
Hutan Lindung HPT HP KLHS
JUMLAH
Daratan Mangrove HP HL
1 Wolasi 22.244,63 - 2.892,56 25.420,36 629,6 28.942,52 22.244,63
2 Papalia 11.250,75 5.411,07 751,16 39.944,02 640,89 41.336,07 16.661,82
3 Torobulu - 4.781,93 -
556,47 839,57 1.396,04 4,681.93
Jumlah 33.495,38 10.193,00 3.643,72 65.920,85 2.110,06 71.674,63 43.688,38
115.363,01
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 21
Berdasarkan tabel diatas luas kawasan hutan produksi seluas 25,08%(28.492,52Ha)
merupakan potensi pemanfaatan HHBK/Jasling, HHK-HT, HHK-HA dan
pemberdayaan masyarakat pola HKm/HD, HTR, serta kawasan hutan lindung
seluas 37,87 %(43.688,38Ha) merupakan potensi pemanfaatan HHBK dan Jasa
Lingkungan.
Berdasarkan Berita Acara Hasil Tata Batas pengukuhan dan penatagunaan
kawasan hutan BIPHUT Kendari status kawasan hutan wilayah kelola Kesatuan
Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Gularaya sebagian besar telah ditatabatas dan
dikukuhkan, secara rinci hasil tata batas pengukuhan kawasan hutan disajikan pada
tabel 7.
Tabel 7. Realisasi Tata Batas di Kabupaten Konawe Selatandan Kota Kendari Hingga Tahun 2010
Kawasan
Hutan
Kabuaten
/ Kota
Fungsi
Hutan
Tahun
Pelaksanaan
Panjang
Batas
(Km)
Keterangan
Wolasi Konsel
HP,HPT,HL 69/70 175,5 BL
Papalia Konsel HP 89/90 168,5 Batas l HTI
Papalia Konsel HP,HPT,HL 90/91 214,5 BL
Torobulu Konsel HP 92/93 124,3 BL
Wolasi Konsel HL,HP 93/94 144,8 BF ( HL/HP)
Papalia Konsel HL,HPT,HP 94/95 66,2 BF
Wolasi Konsel HL,HPT 94/95 38,1 BF(HL,HTI)
Torobulu Konsel HL 96/97 74,2 BL(Mangrove)
Torobulu Konsel HL 97/98 49,6 BL(Mangrove)
Papalia Konsel HL 97/98 37,8 BL(Mangrove)
Papalia Konsel HL 98/99 45,4 BL(Mangrove)
Torobulu Konsel HL 98/99 70,0 BL(Mangrove)
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 22
Kawasan
Hutan
Kabuaten
/ Kota
Fungsi
Hutan
Tahun
Pelaksanaan
Panjang
Batas
(Km)
Keterangan
Papalia Konsel HL 2000 18,1 BL(Mangrove)
Papalia Konsel HL 2002 15,3 BL(Mangrove)
Papalia Kota
Kendari HP,HPT,HL 90/91 46,6 BL
Papalia Kota
Kendari HP,HL 94/95 19,4 BF
1.039.895
Sumber : Statistik Dishut Prov Sultra 2011
KPHP Gularaya merupakan institusi pengelola hutan yang dibentuk
berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara nomor 42 tahun 2011 tanggal
27 Oktober tahun 2011 tentang Pembentukan Organissi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis Dinas Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Gularaya (Unit XXIV)
Kabupaten Konawe Selatan dan Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara di Kota
Kendari,dengan tugas pokok dan fungsi antara lain :
1. Pelaksanaan Pengelolaan Hutan di Wilayah UPTD KPHP Gularaya yang
meliputi : tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan,
pemanfaatan hutan, penggunan kawasan hutan, rehabilitasi dan
reklamasi hutan, perlindungan hutan dan konservasi alam;
2. Penjabaran kebijakan kehutanan nasional, provinsi dan kabupaten/kota
untuk diimplementasikan diwilayah kerja KPHP Gularaya;
3. Pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan diwilayah kerja KPHP Gularaya
mulai dari, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan serta pengendalian;
4. Pelaksanaan pemantauan dan penilaian atas pelaksanan kegiatan
pengelolaan hutan diwilayah kerja UPTD KPH Gularaya;
5. Membuka peluang investasi guna mendukung tercapainya tujuan
pengelolaan hutan diwilayah kerja UPTD KPHP Gularaya.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 23
Berdasarkan pembagian wilayah DAS, KPHP Gularaya berada pada 3 Daerah
Aliran Sungai (DAS) yaitu : DAS Wanggu, DAS Laeya dan DAS Roraya. Cakupan
wilayah DAS tersebut menjadi pertimbangan nomenklatur KPHP Unit XXIV Sulawesi
Tenggara yang didasarkan pada Peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara nomor 42
tahun 2011 tanggal 11 Oktober 2011. Nama KPHP GULARAYA yang merupakan
akronim dari GU (DAS WANGGU), LA (DAS LAEYA) dan RAYA (DAS RORAYA).
Nomenklatur KPHP unit XXIV ini sengaja menggunakan pendekatan Daerah Aliran
Sungai dengan harapan dalam pengelolaannya selalu memperhatikan peranan dan
fungsi strategis ekosistem DAS dalam mewujudkan kelestarian hutan.
5. Pembagian Blok pada Wilayah KPH Gularaya
Pengertian blok di kehutanan digunakan untuk berbagai pengertian dan tujuan
yang berbeda. Dalam kegiatan pemanfaatan hutan kayu, blok digunakan untuk
satuan luas tebangan rencana karya lima tahun dan rencana karya tahunan.
Pengertian ini berbeda dengan konsepsi blok dalam rangka tata hutan dalam KPH.
Dalam tata hutan pada KPH, blok diartikan bagian dari wilayah KPH dengan
persamaan karakteristik biogeofisik dan sosial budaya, bersifat relatif permanen
yang ditetapkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi manajemen. Dengan
demikian pembentukan blok didasarkan faktor biogeofisik dan sosial budaya.
Faktor-faktor biogeofisik yang berpengaruh antara lain penutupan Lahan, potensi
sumber daya hutan, bentang alam, topografi dan ekosistem. Faktor sosial budaya
yang berpengaruh antara lain jumlah penduduk, mata pencaharian, pemilikan
Lahan, jarak pemukiman, pola-pola pemanfaatan hutan oleh masyarakat,
keberadaan hutan adat, dsb. Terminologi blok ini digunakan pada hutan produksi,
hutan lindung dan kawasan konservasi selain taman nasional. Untuk taman
nasional, terminologi yang digunakan adalah zona.
Berdasarkan petunjuk dan kriteria yang telah ditetapkan dalam petunjuk
teknis tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan di wilayah KPH, maka
wilayah KPH Gularaya dikelompokkan dalam 9 blok pengelolaan yaitu (1) Blok
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 24
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (HHK – HA), (2) Blok Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu Hutan Tanaman (HHK – HT), (3) Blok Pemanfaatan Kawasan, Jasa
Lingkungan dan HHBK, (4) Blok Pemberdayaan Masyarakat, (5) Blok Perlindungan,
(6) Blok Khusus HP, (7) Blok Inti, (8) Blok Pemanfaatan HL, (9) Blok Khusus HL.
Berikut disajikan sebaran Blok di wilayah KPH Gularaya.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 24
Tabel 8. Sebaran Pembagian Blok Pada Wilayah KPH Gularaya
No Arahan Blok Kelas Hutan Arahan Kegiatan lOKASI Luas (Ha)
Keterangan
1
2.
Blok Pemanfaatan HHK-HT Blok Pemanfaatan HHBK
Kelas Hutan Produksi Hutan Tanaman Kelas Hutan Produksi Pemanfaatan HHBK
Pencadangan Pengusahaan Hutan Tanaman, Tanaman Jati Eks HTI Model Kemitraan dengan Investor
Komplek Hutan Papalia dan Wolasi
31.024,61
Pengusahaan Hutan Tanaman HHBK Usaha Bambu
Komplek Hutan Papalia dan Wolasi
10.136,87
3 Blok Pemanfaatan HHK-HA
Kelas Hutan Produksi Hutan Alam
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu - Hutan Alam Restorasi Ekosistem
Komplek Hutan Papalia dan Wolasi
12.129.36
4 Blok Pemanfaatan Kawasan, Jasling dan HHBK
Kelas HutanP emanfatan kawasan
Areal Penggunaan Kawasan Batu Moramo Pola pemberdayaan
Komplek Hutan Papalia
744,74
Areal Penggunaan Kawasan Izin Pinjam Pakai Non Kehutanan
Komplek Hutan Papalia
962,44
5 Blok Pemberdayaan Masyarakat
Kelas Hutan Produksi Hutan Tanaman
Pengusahaan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman,-HTR, (Izin KHJL)
Komplek Hutan Papalia, Wolasi
4.639,95
Fasilitasi Pengusahaan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman,-HTR, (area pencadangan HTR)
Komplek Hutan Wolasi
2.872,95
Pengusahaan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam HKm Gapoktan Teorumbu
Komplek Hutan Wolasi Kab. Konsel
160
Pengusahaan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam HKm/HD (SK Pencadangan) di Kab. Konsel
Komplek Hutan Papalia, Wolasi dan Torobulu
870
Pengusahaan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam HKm/HD (SK Pencadangan)
Komplek Hutan Papalia, Wolasi dan Torobulu
693,97
Fasilitasi Pengusahaan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam dan Tanaman,-( HKM/HD dan HTR)
Komplek Hutan Papalia, dan Wolasi
2.822,51
5 Blok Khusus HP Kelas Hutan Khusus untuk Hutan Pendidikan
Hutan pendidikan Komplek Hutan Papalia
352,98
Kelas Hutan Khusus untuk Penelitian dan Pengembangan (Kebun
Penelitian dan Pengembangan (Kebun Raya)
Komplek Hutan Papalia
64,62
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014 – 2024 25
No Arahan Blok Kelas Hutan Arahan Kegiatan lOKASI Luas (Ha)
Keterangan
Raya)
6 Blok Perlindungan HL Kelas Hutan Non Produksi untuk Perlindungandan Pengawetan Tata Air serta Orologi
Perlindungan dan Pengawetan Tata Air dan Orologi
Komplek Hutan Papalia dan Wolasi
4.534,18
7 Blok Inti Kelas Hutan Non Produksi untuk Perlindungan dan Pengawetan Tata Air serta Orologi
Perlindungan dan Pengawetan Tata Air dan Orologi
Komplek Hutan Papalia, Wolasi
17.961,44
8 Blok Pemanfaatan HL Kelas Hutan Produksi Lestari, Pemanfaatan Melalui Peningkatan Fungsi
Pemanfaatan HHBK , UsahaMelalui Peningkatan Fungsi, Prod Karbon & Jasling
Komplek Hutan Papalia, Wolasi dan Torobulu
25.654,47
9 Blok Khusus HL
Kelas Hutan Khusus untuk Penelitian dan Pengembangan (Kebun Raya)
Penelitian dan Pengembangan (Kebun Raya)
Komplek Hutan Papalia, di Kota Kendari
72,47
Total 115.363.01
Sumber : Hasil Analisis GIS, 2013
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 26
B. Potensi Wilayah KPH
1. Penutupan Vegetasi
Kelas Penutupan Lahan di KPHP Unit XXIV Gularaya berdasarkan peta
penutupan Lahan Provinsi Sulawesi Tenggara hasil penafsiran citra landsat 7
ETM+ tahun 2011, menunjukkan bahwa wilayah KPHP Gularaya terdiri dari 20
kelas penutupan Lahan. Selengkapnya Peta Penutupan Lahan secara keseluruhan
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 9. Sebaran Penutupan Lahan Di Wilayah KPHP Gularaya
No Penutupan Lahan Luas (Ha) Persentase
(%)
Daemeter
Klas Luas
1 Hutan Primer 2,91 0,003
Forest 41,998
2 Tubuh Air 9,19 0,008
Water 4,150
3 Transmigtrasi 43,23 0,037
4 Pemukiman 56,11 0,049
Settlement 366
5 Sawah 77,73 0,067 Paddy
fields 66
6 Hutan Mangrove Sekunder 143,13 0,124
Mangrove 3,229
7 Semak Belukar Rawa 181,60 0,157
8 Padang Rumput/Savana 264,62 0,229
9 Pertanian Lahan Kering
Campur 266,69
0,231 Mixed
agriculture
+ Oil palm
17,802 +
31
10 Perkebunan 377,25 0,327
Teak 16,084
11 Tanah terbuka 628,70 0,545
12 Tambak 1.080,56 0,937
Ponds 1,489
13 Hutan Tanaman 1.086,54 0,942
14 Hutan Sekunder 2.233,81 1,936 Degraded
forest 22,417
15 Pertanian Lahan Kering 2.820,82 2,445
Savana 408
16 Hutan Lahan Kering
Primer
5.653,39 4,901
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 27
No Penutupan Lahan Luas (Ha) Persentase
(%)
Daemeter
Klas Luas
17 Hutan Mangrove Sekunder 6.862,81 5,949
18 Pertanian Lahan Kering
Campur Semak 14.480,82 12,552
19 Semak /Belukar 22.424,61 19,438
Scrub 7,341
20 Hutan Lahan Kering
Sekunder
56.667,79 49,122
Jumlah 115.363,01 100,000
Sumber : Analisis SIG, 2013
Dari Tabel di atas terlihat bahwa kelas penutupan Lahan yang masih
berhutan terdiri dari 7 kelas tutupan lahan yaitu;(1) Hutan Primer, (2) Hutan
Mangrove Primer, (3) Hutan Tanaman, (4) Hutan Sekunder, (5) Hutan Lahan
Kering Primer, (6) Hutan Mangrove Sekunder, (7) Hutan Lahan Kering Sekunder
dengan luas keseluruhan72.516,44Ha atau 62,86% dari total luas wilayah KPH
Gularaya. Informasi ini mengindikasikan besarnya potensi kayu yang dapat
dimanfaatkan secara lestari di wilayah KPHP Gularaya.
Berdasarkan kondisi penutupan, yang didominasi oleh hutan sekunder, maka
salah satu kegiatan yang perlu dilakukan dalam pengelolaan KPHP Gularaya adalah
kegiatan rehabilitasi dan pengamanan kawasan hutan. Sehubungan dengan itu
perlu dilakukan inventarisasi dan pemetaan secara detail terhadap kondisi
penutupan kawasan. Berdasarkan hasil inventarisasi dan pemetaan detail tersebut
diharapkan dapat dibuat skala prioritas bagi lokasi-lokasi yang akan direhabilitasi,
dalam artian bahwa pada lokasi dengan skala prioritas yang lebih tinggi perlu
dilakukan tindakan rehabilitasi terlebih dahulu. Penentuan skala prioritas tersebut
didasarkan pada tingkat kekritisan lokasi dan tingkat pengaruh lokasi yang
bersangkutan terhadap kelestarian ekosistem KPH secara keseluruhan.
2. Potensi Kayu
Berdasarkan Statistik Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2011. Potensi kayu semua jenis dalam wilayah KPHP Gularaya pada Hutan Produksi
Tetap (HP) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) adalah sebanyak 2.948.786,3
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 28
m3dengan asumsi potensi rata rata per hektar 31,02 m3. Untuk jenis kayu
perdagangan sebanyak 2.094.189,6 m3dengan asumsi potensi kayu rata-rata per
hektar 22,03 m3. Berdasarkan Laporan penyusunan potensi jati Konawe Selatan
Tahun 2004, terdapat tanaman jati seluas 24.538,29 Ha, namun hingga tahun
2004, luasnya tinggal 8.596,83 Ha atau 35,03 % kondisi baik dan 64,97 % kondisi
rusak.
Hasil inventarisasi UPTD BIPHUT Dinas Kehutanan Provinsi Sultra di
Kabupaten Konsel tahun 2004 dengan intensitas sampling 2% diperoleh data
potensi jati dengan luasan tersebut memiliki kerapatan tegakan 565 batang/Ha
atau total 4.570.777 batang dan rata rata volume 10,65m3/Ha.
Berdasarkan data statistik Kabupaten Konawe Selatan dalam angka tahun
2011 dan Kota Kendari dalam angka tahun 2011, potensi kayu disajikan pada tabel
berikut.
Tabel 10. Produksi Kayu Kabupaten Konawe Selatan Menurut Jenisnya
tahun 2006 – 2010
Jenis Kayu Tahun Kayu Jati Kayu Rimba Rotan Jumlah
Kayu
Bulat (M3) Gergajian
(M3) Kayu
Rimba (M3) Gergajian
(M3) ( Ton ) ( M3 )
2010 2.310,85 1.250,63 2.046,17 531,00 600,00 1.781,63 2009 2.710,75 3.981,30 3.055,15 6.260,40 6.246,00 10.241,91 2008 6.199,47 3.244,28 14.731,81 3.000,00 499,95 20.931,28 2007 1.596,17 4.283,37 7.114,00 1.271,85 681,00 12.993,54 2006 8.459,79 9.810,59 6.467,60 805,29 2.546,90 24.737,98
Jumlah 21.277,03 22.570,17 33.414,73 11.868,54 10.573,85 70.686,34
Sumber : Kabupaten Konawe Selatan dalam angka tahun 2011
Tabel 11.Produksi Kayu Kota Kendari Menurut Jenisnya tahun 2006 – 2010
Jenis
Kayu
Tahun Kayu Jati Kayu Rimba Rotan Jumlah Kayu Bulat
( M3) Gergajian
( M3 ) Kayu Bulat
( M3 ) Gergajian
( M3) ( ton
)
2010 2.070,17 0 0 0 2070,17 2009 382,71 0 4.104,87 0 0 4.487,57 2008 75,25 0 7.758,17 0 0 7.833,43 2007 1.119,85 0 4.453,48 0 0 5.573,33 2006 234,41 0 4.969,41 0 0 5.203,82
Sumber : Dinas Kehutanan Prov Sultra dalam angka 2011
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 29
Tabel 12.Potensi Luas Tanaman Jati Menurut Kecamatan dan Desa
di Areal KPHP Gularaya, tahun 2014
No Kecamatan Desa Dalam Areal KPHP Luas (Ha)
1 KEC. BAITO Amasara 13,98
BAITO 24,86
Wonuaraya 98,44
Wonuaraya1 724,31
Wonuaraya2 8,03
JUMLAH 869,62
2 KEC. BUKE Adayu Indah 813,51
3 KEC. LAINEA Kaindi 146,72
4 KEC. KOLONO Adinete 241,43
Alosi 371,43
KOLONO 549,27
Maletumbo 0,05
Mataiwoi 516,1
Puupi 1072,7
Sawa 849,04
Silea 420,09
Tiraosu 642,92
UPT Puupi 52,93
Ulusena Jaya 702,67
Wawoosu 345,59
Waworano 1045,89
JUMLAH 6.810,11
5 KEC. LAEYA Aepodu 223,2
Ambesea 658,43
Ambolodangge 164,49
Anduna 248,17
Lambakara 420,29
Lamong Jaya 411,93
Ombu-Ombu Jaya 239,8
Punggaluku 16,06
Ramburambu 167,97
JUMLAH 2.550,34
6 KEC. LAINEA Areo 220,99
Kalo-Kalo 182,92
Lainea 493,27
Lalonggombu 523,79
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 30
No Kecamatan Desa Dalam Areal KPHP Luas (Ha)
Molinese 236,87
Ngapa Jaya 732,08
Pangan Jaya 431,95
Polewali 523,11
Watumeeto 128,53
JUMLAH 3.473,51
7 KEC. MORAMO Bakutaru 77,95
Wawodengi 396,99
JUMLAH 474,94
8 KEC. PALANGGA Asole 759,06
Eewa 0,03
Kapujaya 34,07
JUMLAH 793,16
9 KEC. WOLASI Aoma 35,54
Lelekaa 2,66
Matawolasi 11,78
WOLASI 101,97
JUMLAH 151,95
TOTAL 16.083,86
Sumber : Peta Penutupan Lahan 2013 (Daemeter) dan Analisis SIG 2014
Potensi sebaran jati diwilayah KPHP tersebar pada 9 kecamatan yang terdiri dari 45
desa dengan total luas 16.083,86Ha. Luasan terbesar berada di Kecamatan Kolono
6.810,11Ha dan diikuti Kecamatan Lainea 3.473,51 Ha. Dengan asumsi 1 Ha dapat
menghasilkan 5 m3 kayu, maka potensi jati eksisting diwilayah KPHP Gularaya saat
ini adalah 80.419.30m3.
3. Potensi Non Kayu
Paradigma baru sektor kehutanan memandang hutan sebagai sistem
sumberdaya yang bersifat multi fungsi, multi guna dan multi kepentingan serta
pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa produk HHBK merupakan salah
satu sumber daya yang memiliki keunggulan komparatif paling menyentuh dengan
kehidupan masyarakat di dalam dan disekitar hutan. HHBK dapat memberikan
dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat didalam dan disekitar hutan
dan memberikan kontribusi positif terhadap PAD.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 31
Mengacu kepada Peraturan Menteri Kehutanan no P.35/Menhut-II/2007 telah
ditetapkan jenis jenis HHBK yang terdiri dari 9 kelompok HHBK yang terdiri dari
557 spesies tumbuhan dan hewan. Menurut statistik Dishut Prov Sultra tahun 2011
potensiHasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) jenis rotan sebanyak 11.615,63ton pada
kawasan hutan produksi dan hutan lindung seluas 31.990,63 Ha dengan asumsi
potensi rata rata 0,36 ton/Ha.
Data produksi HHBK Kabupaten Konawe Selatan dan Kota Kendari tahun
2009 dan 2010 disajikan pada Tabel dibawah ini.
Tabel 13. Produksi Hasil Hutan Bukan Kayu tahun 2009 – 2010
Kab/ kota/
Tahun
Rotan Batang
(ton)
Rotan Lamban
g
( Ton)
Rotan Tohiti
( ton)
Rotan Torum
pu
( ton )
Madu Sagu Jumlah
( ton )
2009 Kab.Konsel 214 299 7 - - - 520 Kota Kendari 5 10 - - - - 15
2010 Kab Konsel 480 -- - - - - 480 Kota Kendari 67,07 - - - - - 67,7 Jumlah 766,07 309 7 - 1.082,7
Sumber : Statistik Dishut Prov Sultra 2011
Beberapa komoditas HHBK (rotan, bambu, lebah madu, sagu dll) diusahakan
dalam skala rumah tangga, kelompok dan skala usaha kecil. Inisiatif imbal jasa
hutan sebagai pengatur tata air dan jasa lingkungan lainnya belum dilakukan
secara optimal oleh Pemerintah Daerah.
4. Keberadaan Flora Fauna
Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari hasil survey tahun 2009,
diwilayah Tambang PT. Wijaya Inti Nusantara yang berada dalam wilayah KPHP
Gularaya. Sedikitnya terdapat 58 Jenis tumbuhanHabitus pohon, 5 jenis semak, 1
jenis palem, 2 jenis liana, dan 6 jenis rumput-rumputan. Berikut disajikan tabel
jenis tumbuhan yang berhasil didata.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 32
Tabel 14. Jenis Tumbuhan yang Ditemukan di Wilayah KPH Gularaya.
NO Nama Lokal Nama Latin Status Kelindungan
Habitus ; Pohon 1 Agel C orypHa utan Tidak dilindung 2 Angsana Ptercarpus indicus Tidak dilindung 3 Archidendron Archidendron pauciflorum Tidak dilindung 4 Aren Arenga pinata Tidak dilindung 5 Arytera Arytera littoralis Tidak dilindung 6 Batu-Batu Pternandra caerulescens Tidak dilindung 7 Bitti Vitex coffacuss. Reinw Tidak dilindung 8 Cleistantus Cleistanthus sumatranus Tidak dilindung 9 Denge Dillenia ochreata Tidak dilindung 10 Dysoxilum Dysoxylum alliaceum Tidak dilindung 11 Eha Castanopsis buruana Tidak dilindung 12 Gamal Gliricidia sepium Tidak dilindung 13 Bawah daun coklat Geuncia cinamomea Tidak dilindung 14 Gersen Tidak dilindung 15 Guioa Guioa cf. Diplopetala Tidak dilindung 16 Horsfielda Horsfielda glabra Tidak dilindung 17 Jambu mete Anacardium ocidentale Tidak dilindung 18 Jambu-Jambu Syzygium acuminatissimum Tidak dilindung 19 Jati Tectona grandis. LF Tidak dilindung 20 Kaliandra Leguminoceae spp. Tidak dilindung 21 Kayu Besi Metrosideros petiolata Tidak dilindung 22 Kayu Kolaka Syzygium sp. 1 Tidak dilindung 23 Kayu Kuku Pericopsis mooniana Tidak dilindung 24 Kemiri Aleurites molucana Tidak dilindung 25 Kersen-Kersen Tidak dilindung 26 LeseoHa Santiria laevigata Tidak dilindung 27 Litsea firma Litsea firma Tidak dilindung 28 Londrong Koordersiodendron pinnatum Tidak dilindung 29 Longkida Nauclea oreontalis Tidak dilindung 30 Macaranga gigantea Macaranga gigantea Tidak dilindung 31 Malotus Malotus sp Tidak dilindung 32 Mangga Mangifera indica Tidak dilindung 33 Melastoma Melastoma sp Tidak dilindung 34 Mengkudu Moringga citrifolia Tidak dilindung 35 Mirip Denge Paracroton pendulus Tidak dilindung 36 Mirip Gersen Tidak dilindung 37 Mirip Jati Putih Tidak dilindung 38 Mirip Ketapang Semecarpus cuneiformis Tidak dilindung 39 Mirip Rambutan Tidak dilindung 40 Olimbute Sterculia heterophylla Tidak dilindung 41 Oloho Tidak dilindung 44 Pondo Cinnamomum subavenium Tidak dilindung 45 Pulai Alstonia scolaris Tidak dilindung 46 RaHa-RaHa/Waio Cryptocarya infectoria Tidak dilindung 47 Roramo Ficus anulata Tidak dilindung 48 Sioh Tidak dilindung 49 Sisio Cratoxylon formosum Tidak dilindung
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 33
NO Nama Lokal Nama Latin Status Kelindungan
50 Sukun Artocarpus comunis Tidak dilindung 51 Syzigium Syzygium sp. Tidak dilindung 52 Syzigium Syzygium acuminatissimum Tidak dilindung 53 Tabarnae montana Tabernaemontana cf. Remota Tidak dilindung 54 Tirotasi Alstonia macrophylla Tidak dilindung 55 Tolihe Gardenia anisophylla Tidak dilindung 56 Umera Macaranga celebica Tidak dilindung 57 Uroko Euphobiaceae sp1/puroko Tidak dilindung 58 Vitex quinata Vitex quinata Tidak dilindung Habitus ; Semak 1 Rodu Melastoma Sp. Tidak dilindung 2 Komba-Komba EupHatorium odoratum L. Tidak dilindung 3 Ponda Pandanus sp2 Tidak dilindung 4 Pandan-pandan Freycinetia sp. Tidak dilindung 5 Bambu tamiang Schizostachyium blumei Tidak dilindung Habitus ; Palm 1 Palm Hutan Palmaceae sp2 Tidak dilindung Habitus ; Liana 1 Bambu rambat Dinochloa sp Tidak dilindung 2 Liana Tidak dilindung Rumput 1 Teki Cyperus rotundus Tidak dilindung 2 Harendong Melastoma malabathcricum Tidak dilindung 3 Alang-Alang Imperata Cylindrica Tidak dilindung 4 Pakis tanah/ Paka Glechenia linearis Tidak dilindung 5 Pulutan Urene lobata Tidak dilindung 6 Putri malu Mimosa invisa Tidak dilindung
Sumber : Dokumen Amdal PT. Wjaya Inti Nusantara, 2009.
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa di wilayah KPHP Gularaya tidak
ditemukan vegetasi alami yang dilindungi keberadaannya. Meskipun demikian tidak
menutup kemungkinan masih terdapat jenis-jenis lain yang belum terdata dan
kemungkinan jenis yang dilindungi keberadaanya, mengingat wilayah KPH Gularaya
yang sangat luas.
Jika dilihat secara spasial wilayah kerja KPHP Gularaya sangat berdekatan
atau berbatasan langsung dengan kawasan konservasi khususnya yang berada di
Kabupaten Konawe Selatan yaitu SM Tanjung Peropa 38.937 Ha (anoa, mangrove),
SM Tanjung Amolengo 610 Ha (anoa, monyet hitam) dan SM Tanjung Batikolo 4
hektar (anoa, maleo) dan untuk kawasan pelestarian alam yang berada di wilayah
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 34
Konsel termasuk Kolaka dan Bombana, yaitu TN Rawa Aopa Watumohai seluas
105.194 Ha (rusa, anoa, babi rusa, mangrove, danau). Di kota Kendari terdapat
Tahura Nipa nipa seluas 7.877,50 Ha (flora pohon besar seperti Eha,Sisio,Tamate,
Dao Toho, Lara wila dll dan tanaman penutup tanah, tanaman obat, tanaman
sebagai bahan baku makanan, sedangkan jenis fauna Anoa, Rusa, Kuskus, Monyet,
Bajing, Babi hutan, Biawak). Dengan kondisi tersebut maka tidak menutup
kemungkinan ada dari flora maupun fauna yang dilindungi tersebut berada dalam
wilayah KPHP Gularaya.
Adapun kegiatan penangkaran jenis fauna yang dilindungi di Kabupaten
Konawe Selatan saat ini adalah rusa sebanyak 43 ekor sedangkan di Kota Kendari
sebanyak 48 ekor (BKSDA Sultra).
5. Potensi Jasa Lingkungan dan Wisata Alam
Manfaat hutan sebagai penyedia jasa lingkungan sangat memberikan
kontribusi yang nyata karena kemampuannya dalam menyediakan sumberdaya air,
memasok oksigen, menyerap karbon, jasa wisata alam, perlindungan
keanekaragaman hayati, pengatur iklim global dan sebagainya. Segala manfaat
tersebut bisa dicapai dengan syarat kelestarian hutan tetap terjaga, antara lain
melalui upaya rehabilitasi maupun reforestasi.
Potensi Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam di wilayah KPHP
Gularaya yang dapat dikembangkan seperti ekowisata air terjun Moramo,
ekowisata permandian air panas Kaendi dan potensi jasa lingkungan lainnya.
Sehingga memberikan kontribusi terhadap penerimaan daerah dari sektor wisata.
- Air Terjun Moramo; Air terjun ini terletak di sebelah selatan Kabupaten
Konawe Selatan, dengan jarak sekitar ± 65 Km dari arah Kota Kendari.
yang terletak di Kecamatan Moramo, Desa Sumber Sari. Air terjun ini
memiliki 7 undakan/terap utama dan sekitar 60 undakan penunjang.
Selain itu sekitar wilayah tersebut akan ditemui berbagai pemandangan
eksotis berupa bentangan pohon-pohon kHas hutan hujan tropis yang
berusia ratusan tahun dan air terjun mini yang sangat jernih dan indah.
Selain itu komposisi pohon-pohon yang menjulang tinggi juga ikut
menguatkan image panorama yang indah tersebut.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 35
- Air Terjun Nanga-Nanga; Air Terjun Nanga-Nanga adalah salah satu air
terjun yang menjadi obyek wisata Kota Kendari. terletak di desa Nanga-
Nanga, Kecamatan Poasia, Kelurahan Kambu. Untuk sampai ke lokasi ini,
kita menempuh sekitar 20 menit perjalanan dari pusat Kota Kendari,
dengan menggunakan kendaraan pribadi/sewa kendaraan umum.
- Permandian air panas Kaendi. Tempat wisata ini terletak di Desa Kaendi
Kecamatan Lainea Kabupaten Konawe Selatan dengan jarak sekitar 70
km dari Kota Kendari. Selain wisata pemandian air panas di tempat ini
menyimpan berbagai potensi antara lain potensi terapi kesehatan
tropis berbasis lebah dan semut, tracking dlsb.
- Potensi jasa lingkungan lainnya;
Penyedia Sumberdaya Air,Peran hutan dalam menyediakan air melalui
kemampuannya sebagai regulator air ini bermula dari fungsi hutan
sebagai penyerap air hujan. Proses ini dimulai dari tajuk sampai dengan
sistem perakaran di dalam tanah yang bekerja secara sinergis dalam
menyimpan air. Selain berperan dalam proses penyimpanan air, sistem
stratifikasi tajuk yang bervariasi juga memungkinkan air hujan tidak
langsung jatuh ke tanah sehingga dapat mencegah erosi permukaan.
Serasah yang terdapat di permukaan tanah hutan juga berperan dalam
membantu meredam aliran air permukaan sehingga air hujan dapat
diserap dengan baik oleh tanah. Oleh karena itu, beberapa penelitian
memperlihatkan bahwa keberadaan dan luasan hutan berbanding lurus
dengan jumlah sumber mata air. Gambaran tersebut semakin
memperjelas fungsi penting dari hutan sebagai penyedia jasa lingkungan
berupa sumberdaya air yang sangat dibutuhkan oleh manusia.
Penyedia Jasa Wisata Alam, Keindahan bentang alam hutan diminati
sebagai tempat rekreasi sekaligus relaksasi. Dalam bentuk ekowisata,
bentang alam hutan dengan keunikan panoramanya ini merupakan jenis
wisata alternatif yang menawarkan banyak kelebihan, antara lain:
sifatnya yang alami, relatif murah dan tentu saja ramah lingkungan
(Kirsfianti, 2006). Selain itu, hutan yang baik mampu menciptakan iklim
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 36
mikro di dalamnya sehingga menjanjikan kenyamanan dan kesejukan
bagi penikmat wisata alternatif ini.
Sebagai Penyerap Karbon, Paradigma tentang peran hutan sebagai
penyimpan karbon sudah lama didengungkan. Setiap tahun sekitar 7,2
giga ton CO2 dilepas ke atmosfer. Dari jumlah tersebut, sekitar 2 giga
ton yang diserap oleh hutan (Mercer, 2000). Protokol Kyoto tahun 1997
menghasilkan sebuah mekanisme baru dimana negara industri dan
negara pengHasil polutan terbesar harus menurunkan emisinya dengan
penerapan teknologi tinggi dan diberi kesempatan untuk membayar
kompensasi kepada negara berkembang yang memiliki potensi
sumberdaya hutan untuk mencadangkan hutan yang mereka miliki
sehingga terjadi penyimpanan sejumlah besar karbon. Emisi (buangan)
karbon ini umumnya dihasilkan dari kegiatan pembakaran baHan bakar
fosil pada sektor industri, transportasi dan rumah tangga.
C. Sosial Budaya
Ditinjau dari aktifitas keseHarian ada perbedaan yang mendasar antara
kondisi sosial masyarakat Kota Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan.
Masyarakat Kota Kendari banyak dipengaruhi oleh kultur industri jasa dan barang
serta perdagangan yang menuntut dinamika relatif lebih tinggi dibandingkan
kabupaten lainnya, sedangkan masyarakat Kabupaten Konawe Selatan masih relatif
memegang tradisi desa yang tuntutan dinamikanya relatif lebih rendah.
Ditinjau dari sebarannya, masyarakat Kota Kendari cenderung berkelompok
dalam wilayah-wilayah pemukiman. Hal ini bisa dipahami karena ketersediaan
lahan untuk pemukiman dikota sangat sempit, sementara pertumbuhan jumlah
penduduk yang cukup tinggi baik dari peningkatan angka kelahiran maupun arus
urbanisasi .Tipe pemukiman masyarakat di Konawe Selatan lebih tersebar karena
kecukupan lahandiwilayah mereka masih cukup tersedia. Terdapat selisih 59%
lebih tinggi persebaran penduduk Kota Kendari dibandingkan penduduk Kabupaten
Konawe Selatan yang hanya rata-rata 12.266 jiwa/kecamatan dari 22 kecamatan
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 37
sedangkan penduduk Kota Kendari rata-rata 29.574 jiwa/kecamatan dari 10
kecamatan.
Dari aspek budaya, keberadaan suku Muna di Kota Kendari cukup
mendominasi menyusul suku pendatang lainnya seperti Bugis Makasar, Buton dan
Jawa. Sedangkan suku Tolaki sebagai suku asli kota Kendari masih relative lebih
sedikit. Suku yang mendominasi di Kabupaten Konawe Selatan adalah suku Tolaki.
Suku Tolaki merupakan suku asli masyarakat Konawe secara umum. Dilihat dari
perbandingan kedua wilayah tersebut, maka aktifitas keseharian masyarakat
dikedua wilayah tersebut sangat berbeda. Suku Tolaki masih memegang tradisi
bertani dengan tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya alam. Hal
ini dapat dilihat pada penguasaan lahan sebagai sumber penghidupan mereka
seperti kebun sagu dan lahan pertanian lainnya. Pada sisi lain sumber utama
masyarakat Kabupaten Konawe Selatan disekitar kawasan hutan sangat
bergantung dengan keberadan hutan disekitarnya. Mereka masih memandang
hutan sebagai sumber ekonomi mereka dengan memungut kayunya untuk
kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan ekonomi mereka dengan cara
memanfaatkan Hasil hutan dalam bentuk kayu untuk dijual.
Sebagian kecil lainnya dari masyarakat Kabupaten Konawe Selatan masih
menggantungkan hidupnya dengan cara memanfaatkan hasil hutan seperti sagu,
madu hutan, jamur dan rotan.Demikian halnya dengan masyarakat Kota Kendari
yang berada disekitar kawasan hutan, bagi mereka hutan adalah sumber
penghidupan mereka dengan cara memanfatkan hasil kayunya. Hutan juga bagi
masyarakat dikedua wilayah tersebut dipandang sebagai alternatif lahan untuk
bertani dan berkebun.
Berikut ini data persebaran penduduk Kota kendari dan Kabupaten Konawe
Selatan.
Tabel 15.Persebaran Penduduk Kota Kendari Menurut Kecamatan tahun 2011
Kecamatan Jumlah penduduk Persebaran ( % )
Mandonga 36.884 12,47
Baruga 19.755 6,68
Puwatu 28.301 9,57
Kadia 40.026 13,53
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 38
Kecamatan Jumlah penduduk Persebaran ( % )
Wua Wua 24891 8,42
Poasia 25.474 8,61
Abeli 22.884 7,74
Kambu 27.674 9,36
Kendari 26.065 8,81
Kendari Barat 43.783 14,80
J u m l a h 295.737 100,00
Sumber : Kota Kendari Dalam angka tahun 2012
Tabel 16. Persebaran Penduduk Kabupaten Konawe Selatan Menurut Kecamatan tahun 2011
Kecamatan Jumlah penduduk Persebaran ( % )
Tinanggea 21.772 8,07
Lalembuu 15.882 5,89
Andoolo 16.580 6,14
Buke 13.485 5,00
Palangga 12.526 4,64
Palangga Selatan 6.273 2,32
Baito 7.745 2,87
Lainea 9.068 3,36
Laeya 19.410 7,19
Kolono 13.931 5,16
Laonti 9.615 3,56
Moramo 13.225 4,90
Moramo Utara 7.362 2,73
Konda 18.464 6,84
Wolasi 4.815 1,78
Ranometo 16.573 6,14
Ranometo Barat 6.651 2,46
Landono 11.724 4,34
Mowila 11.386 4,22
Angata 15.229 5,64
Benua 9.846 3,65
Basala 8.291 3,07
Jumlah 269.853 100,00
Sumber : Konawe Selatan Dalam angka tahun 2012
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 39
Tabel 17. Rata Rata Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Konawe Selatan Menurut Kecamatan tahun2005 –2011
Kecamatan
Tahun 2005/ 2006
Tahun 2006/2007
Tahun
2007/ 2008
Tahun
2008/ 2009
Tahun
2009/ 2010
Tahun 2010/ 2011
Tinanggea 1,23 3,96 0,84 2,12 8,71 2,13
Lalembuu - - 0,93 1,64 -2,22 1,79
Andoolo 1,24 9,74 0,86 1,33 -2,08 1,62
Buke - - 1 1,71 12,7 1,88
Palangga 1,24 3,23 0,99 1,86 14,21 1,95
Palangga Selatan
- - 1.03 1,67 15,92 2,18
Baito - - 0,95 1,63 9,93 2,42
Lainea 1,24 -4,25 0,95 1,95 10,99 2,23
Laeya - - 0,9 1,95 14,03 2,13
Kolono 1,24 3,45 0,83 1,26 -3,02 2,42
Laonti 1,25 -1,1 0,8 1,63 3,78 1,81
Moramo 1,24 -3,06 0,85 2,07 9,42 1,92
Moramo Utara - - 0,87 1,96 12,3 2,62
Konda 1,23 -4,84 0,86 1,29 19,88 1,84
Wolasi - - 0,8 1,08 9,52 1,80
Ranometo 1,24 -0,07 0,88 2,24 24,02 2,16
Ranometo Barat
- - 1,11 2,04 4,34 2,06
Landono 1,23 3,99 0,96 1,39 -1,21 2,21
Mowila - - 0,84 1,31 7,74 1,77
Angata 1,24 1,58 0,85 1,82 8,5 2,17
Benua - - 0,82 1,34 2,6 1,15
Basala - - 1,08 1,24 14,52 1,67
Jumlah 1,24 1,5 0,9 1,66 8,42 1,99
Sumber : Konawe Selatan Dalam angka tahun 2012
D. Pemanfaatan Dan Penggunaan Kawasan
Pemanfaatan kawasan hutan pada wilayah KPHP Gularaya melalui kegiatan
perhutanan sosial dengan skema HTR dan HKm. Pencadangan areal kerja HTR di
Kabupaten Konawe Selatan seluas ± 9.835 hektar berdasarkan SK menteri
Kehutanan nomor SK.435/Menhut-II/2008, tanggal 26 November 2008.
Perkembangan HTR di Kabupaten Konawe Selatan pasca Pencadangan areal
adalah adanya IUPHHK–HTR seluas ± 4.639,95 hektar dengan pemegang ijin atas
nama Koperasi Hutan Jaya Lestari berdasarkan Surat Keputusan Bupati Konawe
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 40
Selatan nomor 1353 Tahun 2009 tanggal 10 Juni 2009 tentang Pemberian ijin
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat dalam hutan
tanaman kepada Koperasi Hutan Jaya lestari (KHJL) sisa luas pencadangan tinggal
2.872,95Ha karena sebagian berubah status menjadi APL sesuai kebijakan RTRW.
Pasca keluarnya ijin IUPHHK HTR dan pengesahan RKU oleh Dinas
Kehutanan Kabupaten Konawe Selatan, kegiatan KHJL stagnan/tidak ada aktifitas
selama kurang lebih 3 tahun dengan berbagai permasalahan yang muncul pada
Hal selama ini KHJL sudah berpengalaman dalam mengelola hutan rakyat. Kendala
utama yang muncul adalah tidak tersedianya dana operasional untuk pelaksanaan
tatabatas yang menjadi kewajiban pemegang ijin. Saat ini RKU KHJL dan RKT nya
sudah disyahkan oleh KPHP Gularaya setelah terlebih dahulu mengajukan revisi.
Pemanfaatan kawasan dengan skema HKm di wilayah KPHP Gularaya telah
diberikan status ijin IUPHHKHKm kepada KTH Teporumba Desa Ambololi
kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan seluas 160 Ha dengan jumlah KTH
6 kelompok dengan anggota 150 KK dan KTH Desa Tanea seluas 740 Ha dalam
proses usulan pencadangan areal dari Bupati Konawe Selatan kepada Menteri
Kehutanan serta di Kota Kendari yang sudah memasuki tahapanverifikasi oleh
Ditjen RLPS terhadap usulan penetapan areal kerja oleh kelompok tani. Verifikasi
areal kerja HKm diwilayah KPHP Gularaya di Kota Kendari dilakukan terhadap 5
kelompok tani seluas 798 hektar masing-masing KTH Nambo 100 hektar, KTH
Sambuli 120 Ha, KTH Tobimeita 200 Ha, Gapoktan Mataiwoi 298 Ha dan KTH Abeli
80Ha.Di Kabupaten Konawe Selatan yang telah diverifikasi untuk penetapan areal
kerjanya adalah Gabungan Kelompok Peserta (GKP) Graha Lestari Kec. Palangga
seluas 500 Ha, GKP HKm Mopokoaso 500 Ha, dan 6 KTH yang belum membentuk
kelembagaan seluas 150 hektar. Berdasarkan RTRW bahwa areal HKm tersebut
masuk APL. Untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan pembangunan non
kehutanan, kementrian kehutanan telah menetapkan ketentuan yang mengatur
perubahan peruntukan kawasan hutan, dimana kawasan hutan yang dapat dirubah
peruntukan kawasan hutannya adalah kawasan hutan produksi (HP) dan Hutan
Produksi yang dapat di Konversi (HPK).
Sampai dengan saat ini dalam area kelola KPHP Gularaya terdapat beberapa
izin dengan skema pemberdayaan masyarakat dan termasuk yang sudah
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 41
dicadangkan oleh Menteri Kehutanan (HKm,HD dan HTR) seluas 6.930,85 terdiri
dari Hutan Lindung 72,47 Ha dan Hutan Produksi 6.858,38 Ha.
Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan diluar kegiatan secara
permanen (Pemukiman, Transmigrasi, Perkebunan desa) diselenggarakan melalui
mekanisme pelepasan kawasan hutan dan relokasi fungsi, serta tukar menukar
kawasan hutan. Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan luar kehutanan
secara sementara dilakukan melalui prosedur pinjam pakai kawasan hutan tanpa
mengubah status, fungsi serta peruntukannya.
Penggunaan kawasan di Kabupaten Konawe Selatan untuk keperluan diluar
kehutanan adalah dalam bentuk Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan sebagai berikut:
1. PT Telkom berdasarkan SKB Ka Kanwil II Dephut Sultra dengan Kandatel
No 610/7034/KWL-PHKA/1992 tanggal 20-07-1992 pada HPB dengan
penggunaan Remute Area PT Telkom desa Wolasi luas 0,25 hektar.
2. PT Telkom berdasarkan SKB Ka Kanwil II Dephut Sultra dengan
Kandatel No 610/7034/KWL-PHKA/1992 tanggal 20-07-1992 pada HPB
dengan penggunaan Remute Area PT Telkom desa Punggaluku luas
0,25 hektar.
3. PT Telkom berdasarkan Rekomendasi Gubernur No 522/862/ tahun2006
tanggal 22-03-2006 pada HPB dengan penggunaan Pemancar Tower
BTS luas 0,093 hektar.
4. PT Telkom berdasarkan Rekomendasi Gubernur No 522/862/ tahun2006
tanggal 22-03-2006 pada HPB dengan penggunaan Pemancar Tower
BTS luas 0,211 hektar.
5. PT PLN Berdasarkan SKB Kakanwil II Dephut Sultra dengan kepala PLN
Kendari no tgl 26-08-1997 pada HPB dengan penggunaan Jaringan
listrik seluas 6,76 Ha.
6. PT Triple Eight Energy berdasrkan SK Menhut no 384/Menhut-II/2010
tanggal 30 Juni 2010 pada Hutan Lindung dengan penggunaan jalan
angkutan nikel dan penyangga jalan seluas7,69 hektar.
7. PT Baula Putra Utama,berdasarkan SK Menhut nomor SK 533/Menhut-II
/2009 TANGGAL 11 September 2009 pada Hutan Lindung seluas 19,14
Ha dengan peruntukan jalan angkutan tambang.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 42
Tabel 18. Ijin Penggunaan Kawasan Hutan di Areal KPHP Gularaya Untuk Keperluan Diluar Kehutanan, Tahun 2005-2010
No Uraian Luas (Ha)
1 PT Telkom berdasarkan SKB Ka Kanwil II Dephut
Sultra dengan Kandatel No 610/7034/KWL-
PHKA/1992 tanggal 20-07-1992 pada HPB dengan
penggunaan Remute Area PT Telkom desa Wolasi
0.25
2 PT Telkom berdasarkan SKB Ka Kanwil II Dephut
Sultra dengan Kandatel No 610/7034/KWL-
PHKA/1992 tanggal 20-07-1992 pada HPB dengan
penggunaan Remute Area PT Telkom desa
Punggaluku
0,25
3 PT Telkom berdasarkan Rekomendasi Gubernur
No 522/862/ tahun2006 tanggal 22-03-2006 pada
HPB dengan penggunaan Pemancar Tower BTS
luas 0,093 hektar.
0,093
4 PT Telkom berdasarkan Rekomendasi Gubernur
No 522/862/ tahun2006 tanggal 22-03-2006 pada
HPB dengan penggunaan Pemancar Tower BTS.
0,211
5 PT PLN Berdasarkan SKB Kakanwil II Dephut
Sultra dengan kepala PLN Kendari no tgl 26-08-
1997 pada HPB dengan penggunaan Jaringan
listrik
6,76
6 PT Triple Eight Energy berdasrkan SK Menhut no
384/Menhut-II/2010 tanggal 30 Juni 2010 pada
Hutan Lindung dengan penggunaan jalan
angkutan nikel dan penyangga jalan.
7,69
7 PT Baula Putra Utama,berdasarkan SK Menhut
nomor SK 533/Menhut-II /2009 TANGGAL 11
19,14
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 43
No Uraian Luas (Ha)
September 2009 pada Hutan Lindung peruntukan
jalan angkutan tambang.
Total Luas 34,394
Sumber Data Dishut Prov Sultra 2013
Selain izin pinjam pakai yang sudah ada, terdapat beberapa Izin Usaha
Pertambangan (Eksplorasi) yang diterbitkan oleh Bupati selaku Kepala Daerah
Otonom dan selanjutnya berpotensi menjadi izin pinjam pakai seluas 952,38 ha.
E. Posisi KPHP Gularaya dalam Perspektif Tata Ruang Wilayah dan
Pembangunan Daerah
Pembangunan nasional berkelanjutan selain akan memerlukan berbagai
sumberdaya juga menghendaki ketersediaan Lahan yang cukup antara lain untuk
memenuhi ekspansi pembangunan pertanian,perkotaan,pemukiman, perhubungan
dan pertambangan. Keperluan akan Lahan tersebut secara bertahap akan diperoleh
melalui konversi Lahan hutan menjadi non hutan. Berdasarkan Undang undang
Tata Ruang no 26 tahun 2007 penetapan tata ruang dilakukan melalui kajian teknis
dan analisa kebutuhan dari berbagai sektor diwilayah tersebut. Sekalipun demikian
seringkali Hasil akhir ditentukan melalui konsensus antar sektor yang
berkepentingan.
Hal lain yang mendorong terus mengemukanya isu tata ruang adalah
penataaan ruang yang memberi peluang pengkajian tataruang provinsi dan
kabupaten/kota dalam setiap lima tahun sekali. Selain itu seiring dengan
meningkatnya dinamika pembangunan daerah yaitu munculnya pemekaran daerah
kabupaten sehingga makinmempersulit penataan ruang provinsi dan berimplikasi
pada ketidakpastian alokasi lahan diwilayah tersebut yang pada akhirnya
menghambat pembangunan nasional secara umum dan khususnya pembangunan
daerah termasuk pembangunan kehutanan di KPHP Gularaya .
Berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan nomor 61/menhut-II/2009 KPHP
Gularaya merupakan KPH lintas memiliki luas kawasan hutan 134.419 Ha yang
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 44
berada pada dua wilyah administrasi pemerintahan yaitu Kabupaten Konawe
Selatan dan Kota Kendari. Kemudian pada tahun 2012 ada kebijakan mengenai
RTRW berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan No.465 tahun 2012 sehingga
luas wilayah kelola berubah menjadi 115.363,01Ha.Menurut rencana pemerintah
Kabupaten Konawe Selatan bahwa eks kawasan hutan tersebut yang statusnya
berubah menjadi APL akan dijadikan areal perkebunan tebu untuk mendukung
pembangunan pabrik gula. Sedangkan untuk wilayah Kota Kendari akan ada
pembangunan kebun raya seluas 137,09Ha pada komplek hutan Papalia (Nanga –
Nanga).
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, Kabupaten Konawe Selatan dan Kota
Kendari hingga saat ini belum memiliki RKTP dan RKTK kabupaten/kota,untuk
Rencana KehutananTingkat Provinsi baru diprogramkan tahun 2014 menyusul
Rencana kehutanan Tingkat Kabupaten dan Kota.Dengan demikian posisi wilayah
kelola KPHP Gularaya masih ditentukan oleh kebijakan provinsi, kabupaten dan
kota. Meskipun demikian wilayah kelola KPHP Gularaya masih sinkron dengan
RKTN dalam hal arahan pengelolaan.Maka dalam melaksanakan pembangunan
hutan dan kehutanan senantiasa berkaitan langsung dengan pemanfaatan
ruang/wilayah dan sumber daya lainnya, terkait dengan pemanfaatan ruang maka
Harusmemperhatikan koordinasi dan kebijakan penataan ruang/wilayah dan
pelaksanaan pembangunan daerah baik kebijakan pembangunan Pemerintah
Provinsi Sulawesi Tenggara, Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan maupun
Pemerintah Kota Kendari sehingga dalam implementasinya senantiasa terjadi
sinergisitas dan sinkronisasi tidak terjadi tumpang tindih program/kegiatan
sehingga tidak mengorbankan kepentingan pembangunan pada umumnya.
F. Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan
Untuk mencapai tujuan penyelenggaraan pengelolaan hutan perlu
rumusan isu-isu strategis yang berkembang, tetapi sebelumnya perlu dilakukan
analisis SWOT terhadap keberadaan KPHP Gularaya sebagai berikut :
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 45
Kekuatan
1. Potensi luas wilayah kelola/Lahan 115,363,01Hayang terdiri dari hutan
alam dan hutan tanaman.
2. Potensi hasil hutan kayu (jati, Pinus, Rimba campuran).
3. Potensi HHBK (Rotan, bambu, sagu,madu, , durian, mangrove).
4. Potensi Kawasan Hutan Mangrove.
5. Potensi JASLING (air terjun moramo, air panas Kaendi, Kebun Raya
Nanga -Nanga).
7. Komitmen Pengelola KPH.
KelemaHan
1. Belum mantapnya kawasan hutan.
2. Minimnya data dan informasi potensi wilayah kelola KPHP Gularaya.
3. Belum memadainya kuantitas dan kualitas SDM untuk mencapai visi
dan missi KPH.
4. Terbatasnya penganggaran untuk KPH.
5. Status KPHP Gularaya belum SATKER tersendiri.
6. Belum lengkapnya SARPRAS Pengamanan dan Perlindungan Hutan.
7. Belum adanya tenaga Penyidik PPNS.
8. Belum adanya tata batas blok dan petak.
9. KPHP Gularaya belum menerapkan PPK BLUD.
10. Belum optimalnya kelembagaan masyarakat.
11. Kurangnya sinergisitas pembangunan antar stakeholder.
Peluang
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 46
1. Komitmen pemerintah pusat dan daerah dalam mewujudkan
pengelolaan hutan lestari dalam bentuk suporting regulasi, kebijakan
pendanaan dll.
2. Adanya Permenhut No. P.47/Menhut–II/2013 tentang Standar Kriteria
pemanfaatan Wilayah Tertentu.
3. Tingginya minat investasi dalam memanfaatkan potensi kawasan
hutan.
4. Banyaknya ragam investasi Produk barang dan Jasa dari KPHP
Gularaya antara lain. HHK, HHBK, JASLING, Carbon trade dll.
5. Status KPHP Gularaya sebagai KPH MODEL.
6. Tingginya partisipasi masyarakat/potensi pemberdayaan masyarakat
dalam membangun hutan dan kehutanan melalui HTR, HKm dan
kemitraan.
7. Terbentuknya forum multi pihak (Dishut Provinsi, Dishut Kab Konsel,
Distanhut Kota Kendari, BKSDA Sultra, BPDAS Sampara, BPKH wil XXII
Kendari, TN Rawa Aopa, BIPHUT, UPTD PerbeniHan Dishut Prov,
Bidang bidang Dishut Prov, Perguruan Tinggi, Pemegang Iijin HTR KHJL,
pemegang ijin HKm KTH teporombu, LSM JAUH, LEPMIL, SCF, Yascita).
8. Adanya Isu pemanasan Global dan GRK.
Ancaman / tantangan
1. Luasnya jumlah Lahan kritis mencapai 24.000 Ha.
2. Tingginya laju degradasi dan deforestasi.
3. Maraknya pembalakan dan kegiatan ilegal loging.
4. Banyaknya perambaHan dan konflik tenurial (sertifikat diatas kawasan
hutan).
5. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang peran dan fungsi hutan
untuk kehidupan.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 47
6. Masih adanya Anggapan bahwa keberadaan/operasionalisasi KPHP
Gularaya akan membebani APBD.
7. Peningkatan pelayanan masyarakat dan PAD.
Didalam penyelenggaraan pengelolaan hutan oleh KPHP model Gularaya
untuk 10 tahun kedepan terdapat beberapa isu-isu strategis yang berkembang
pada tatanan kehutanan Sulawesi Tenggara khususnya kehutanan Konawe Selatan
dan Kota Kendari sebagai wilayah kelola KPHP Gularaya. Beberapa isu strategis
yang menjadi dasar sasaran pelaksanaan kegiatan selama periode 2014-2023
antara lain :
1. Ketidakjelasan batas wilayah kelola KPHP Gularaya
2. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang pososi
dan peran KPHP Gularaya
3. Komunikasi dengan stakeholder masih lemah
4. Meningkatnya ancaman gangguan keamanan hutan seperti ilegal
logging, perambaHan kawasan hutan, dan bahaya kebakaran hutan
yang berdampak pada meluasnya bahaya banjir
5. Masih adanya konflik tenurial dalam wilayah kelola KPHP Gularaya
6. Kurangnya pelibatan dan pemberdayaan masyarakat dalam pengamanan
dan pengelolaan hutan
7. Lemahnya Kapasitas Internal KPHP Gularaya
8. Belum adanya hubungan transaksional dengan mitra KPH seperti KHJL,
Investor, masyarakat
9. Belum adanya pengembangan bisnis disektor industri kehutanan
10. Lemahnya kapasitas monitoring dalam wilayah Kelola KPHP Gularaya.
11. Belum adanya strategi peningkatan produktivitas pada berbagai tipe
ekosistem hutan.
12. KPHP Gulraya belum menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) dalam rangka menuju kemandirian
kelembagaan KPH.
Mencermati analisis SWOT tersebut diatas dapat diambil benang merah
permasalahan pokok yang dihadapi KPHPGularaya yakni bagaimana
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 48
mengembangkan/mengelola potensi sumberdaya hutan secara optimal dan
bijaksana untuk mencapai pengelolaan hutan lestari (PHL) mandiri sehingga ada
keseimbangan fungsi ekonomi, sosial budaya dan lingkungan.
Berdasarkan hasil inventarisasi potensi dan inventarisasi sosial budaya bahwa
kondisi potensi kayu jenis rimba campuran masih baik dengan tutupan lahan 65 %
tetapi untuk jenis jati kondisinya sudah rusak tinggal 30 % dari luas 24.000 Ha.
Kondisi sosial budaya masyarakat dalam dan sekitar hutan masih tergolong
marjinal dengan tingkat pendidikan yang masih rendah dan mata pencaharian
menggantungkan pada keberadaan hutan.
Secara lebin rinci permasalahannya antara lain (1) Aspek pengelola hutan
tingkat tapak menghadapipermasalahankelembagaan, sarana prasarana,
sumberdaya manusia.(2) Aspek organisasi permasalahannya adalah bagaimana
lembaga KPHP Gularaya dapat berjalan efektif, efisien sesuai visi misi dan tujuan.
(3) Aspek sarana prasarana permasalahannya adalah bagaimana terpenuhinya
sarpras dasar operasional, sarpras pengelolaan hutan dan sarpras perlindungan
hutan. (4) Aspek keberadaan sumberdaya manusia dengan kuantitas dan kualitas
yang memadai sehingga secara sinergi dapat mengelola hutan dengan baik.
Kondisi kawasan hutan yang selama ini tidak terkelola sesuai prinsip prinsip
pengelolaan hutan lestari (kelola ekonomi,kelola sosial, kelola lingkungan)
memunculkan isu penting yang berpotensi untuk mendudkung visi misi tujuan
KPHP Gularaya berupa peluang sekaligus tantangan bagaimana menjadikan KPH
sebagai unit pengelola hutan tingkat tapak yang melaksanakan bisnis kehutanan
dengan menerapkan PPK BLUD dan memaksimalkan peningkatan pelayanan
masyarakat. Untuk menjawab isu tersebut saat ini ada komitmen dan dukungan
pemerintah pusat yang besar melalui pemenuhan sarpras dan regulasi sebagai
payung hukum operasionalisasi KPH.Regulasi yang memberikan kewenangan bagi
KPHP dalam memanfaatkan potensi hutan secara optimal yakni Permenhut No.
P.47/MENHUT-II/2013. Tentang pedoman, kriteria dan standar pemanfaatan hutan
diwilayah tertentu pada KPHL dan KPHP. Pemberian kewenangan dari Kementrian
Kehutanan ini merupakan modal dasar yang Harus dimanfaatkan sebaik baiknya
oleh KPH. Dukungan lain datang juga dari Pemerintah Provinsi, Dinas Kehutanan
Provinsi Sultra, Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan, Dinas Kehutanan
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 49
Kabupaten Konawe Selatan, Pemerintah Kota Kendari, Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kota Kendari, perguruan tinggi dan masyarakat (swasta, LSM yang
tergabung dalam forum multi pihak), asosiasi KPH seluruh Indonesia (AKSI) yang
saat ini menunggu teralisasinya keberhasilan kebijakan optimalisasi pemanfaatan
hutan, bisnis kehutanan dan penerapan PPK BLUD.
Disamping peluang dan tantangan sebagaimana tersebut diatas, maka
dijumpai pula hambatan dan gangguan yang bersifat internal dan eksternal apalagi
KPHP Gularaya merupakan KPH lintas yang secara administratif wilayahnya berada
di Kabupaten Konawe Selatan dan Kota Kendari. Hambatan internal yang mungkin
terjadi muncul dari tingkat kemampuan SDM pengelola dan dukungan pendanaan
operasional dan sarpras di tahun awal periode Rencana Pengelolaan.Hambatan
eksternal yang bakal terjadi yaitu faktor tata hubungan kerja antara stakeholder
khususnya Dinas Kehutanan Kabupaten Konawe Selatan dan Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kota Kendari yang kebetulan ada perbedaan esselonering sehingga
memerlukan koordinasi yang mantap,realisai konvergensi yang nampaknya masih
Harus ditingkatkan kordinasinya,kondisi sosial ekonomi masyarakat didalam dan di
sekitar hutan, penanganan permasalahan konflik lahan/tenurial, perambahan
kawasan hutan dll.
Tata hubungan kerja dengan stakeholder saat ini belum tertata sesuai
mekanisme yang menjamin adanya sinkronisasi, sinergisitas dan harmonisasi untuk
pencapaian program. Kebijakan Pemerinntah Kabupaten Konawe Selatan,
Pemerintah Kota Kendari seyogyanya harus sinkron dengan pemerintah provinsi.
Demikian juga hubungan dengan masyarakat (LSM, swasta) harus terjalin dengan
baik sebagai mitra dalam membangun KPH. KPH harus mampu memberdayakan
masyarakat, sebaliknya masyarakat juga harus berpartisipasi aktif dalam kegiatan
pengelolaan hutan. Sesuai dengan skema pemeberdayaan yang ada.
Ditinjau dari aspek bisnis pengelolaan hutan isu spesifik KPHP Gularaya
bahwa dengan luas wilayah 115.363,01Hamemungkinkan untuk melaksanakan
sendiri berbagai skema kegiatan pemanfaatan hutan seperti HHK-HA, HHK-
HT,HHBK, JASLING dan menerapkan PPK BLUD yang merupakan kebutuhan yang
mendesak. Prioritas kegiatan pemanfaatan hutan yang dipilih yaitu membuat kelas
perusahaan hutan tanaman (KP HT) jati JUN daur 8 -10 tahun seluas
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 50
31.024,61Ha, kelas perusahaan hasil hutan bukan kayu (KP HHBK) Bambu daur 3
– 5 tahun seluas 10.136,87 Ha dan KP JASLING Terapi tropis Wallacea berbasis
lebah seluas 10,06 Ha. Adapun Kelas perusahaan lain sebagaimana skema
tersebut akan dibuat setelah ada kajian rencana bisnisnya. Tiga kelas perusahaan
tersebut akan menjadi andalan KPHP Gularaya dalam kegiatan pemanfaatan hutan.
Dari data tersebut terbuka peluang investasi yang sangat luas bagi investor
dan masyarakat dalam bentuk kerjasama kemitraan. Dengan demikian KPH harus
mampu menggerakkan seluruh sumberdaya yang dimiliki termasuk menggerakkan
masyarakat yang berada didalam dan disekitar hutan agar turut serta dalam
kegiatan pengelolaan hutan sehingga masyarakat dapat mengambil manfaat dari
keberadaan hutan dan berfungsi sebagai unsur pelaku pengamanan mandiri.
Inilah yang Harus dikondisikan sehingga kegiatan Pembangunan Hutan Lestari
kedepan tidak diperHadapkan dengan permasalahan gangguan keamanan hutan
atau setidaknya dapat menurunkan tingkat gangguan keamanan hutan.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 51
Hutan merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan warisan kekayaan alam
yang tak ternilai harganya, oleh karenanya harus dikelola secara bijaksana,
terencana, optimal dan bertanggungjawab sesuai dengan daya dukungnya serta
memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup guna
menjamin pemanfaatan hutan bekelanjutan, yang ditujukan untuk sebesar besar
kemakmuran rakyat yang berkeadilan dimasa kini dan masa yang akan datang.
Jadi Pemanfaatan sumberdaya hutan harus dilaksanakan bedasarkan rasionalitas
danoptimalitas secara bertanggungjawab guna menjamin kelestarian dan
keseimbangan ekosistem serta pembangunan berkelanjutan secara berkeadilan.
Hutan bukan hanya sekedar sekumpulan pepohonan yang mampu
menyediakan kayu, akan tetapi sebagai ekosistem penyangga kehidupan bagi
manusia dimuka bumi karena hutan memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh
sumberdaya alam lainnya, yaitu :
1. Keanekaragaman Hayati.Berbagai macam spesies flora,fauna serta
system abiotik yang membentuk hutan, memberikan manfaat yang
sangat besar bagi kehidupan dimuka bumi sehingga untuk
mempertaHankan kelimpahan keanekaragaman hayati tersebut
memerlukan ruang dalam luasan tertentu agar mata rantai kehidupan
dapat berjalan normal.
2. Keragaman Peluang Pemanfaatan.
3. Kepentingan Antar Generasi.
4. Memerlukan Waktu yang Panjang.
5. Kepentingan Umum.
6. Interaksi dengan Masyarakat.
7. Pelayanan Masyarakat.
Karakter Sumberdaya hutan diatas menunjukkan bahwa hutan mempunyai
kedudukan fungsi dan peran yang sangat penting dan vital bagi kehidupan sosial
budaya, perekonomian serta kelestarian dan kualitas lingkungan hidup. Dengan
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 52
demikian pengelolaan sumberdayahutan harus dilakukan secara lestari guna
memenuhi fungsi sosial, ekonomi dan ekologi secara optimal.
Strategi pembangunan daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang tertuang
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2013 – 2018 adalah
membangun kesejahteraaan masyarakat BAHTERAMAS. Dengan visi Sulawesi
Tenggara yang Sejahtera, Mandiri dan berdayasaing 2013 – 2018. Berdasarkan
Karakteristik sumberdaya hutan, tupoksi KPH dan visi Sulawesi Tenggara
tersebut, maka visi KPHP Gularaya adalah :
“Menjadi Pengelola Hutan Lestari Tingkat Tapak Yang Mandiri dan
Berdaya Saing Tahun 2014 – 2023 “
Untuk mewujudkan visi diatas maka ditetapkan misi sebagai berikut :
1. Mengelola SDH dengan prinsip pengelolaan hutan lestari berdasarkan
karakteristik dan daya dukung DAS.
2. Meningkatkan manfaat hasil hutan kayu melalui pengembangan Kelas
Perusahaan Hutan tanaman jati seluas 31.024,61Ha.
3. Meningkatkan manfaat hasil hutan bukan kayu melalui pengembangan
Kelas Perusahaan Hutan tanaman bambu seluas 10.136,87 Ha.
4. Meningkatkan jasa lingkunganmelalui pengembanganKelas Perusahaan
Ekowisata Wallacea Health Center ( WHC ) di Kaendi Lainea seluas
10,06 Ha.
5. Melaksanakan bisnis berbasis kehutanan dan menerapkan PPK BLUD.
6. Meningkatkan pendapatan masyarakat melalui program kemitraan
dengan kelompok Tani Hutan HTR, dan HKm.
7. Meningkatkan pelayanan masyarakat melalui peningkatan fungsi DAS
Wanggu, Laeya dan Roraya untuk pencegahan bahaya banjir dan erosi.
8. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah melalui core bisnis KPH.
Tujuan pengelolaan hutan yang akan dicapai oleh KPHP Gularaya pada akhir
jangka pengelolaan tahun 2023 adalah :
1. Merevitalisasimanajemen KPHP Gularaya sehinggga mengarah pada
kelestarian hutan.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 53
2. Terwujudnya bisnis bidang kehutanan dengan core bisnis Kelas Perusahaan
HHK-HT Jati unggul seluas 31.024,61Ha, Kelas Perusahaan HHBK bambu
seluas 10.136,87 Ha,Kelas Perusahaan Jasa Lingkungan ekowisata Wallacea
Health Centerseluas 10,06 Ha.
3. Peningkatan luasan penutupan lahan hutan untuk terwujudnya pelayanan
masyarakat dari bahaya banjir dan erosi.
4. Terselenggaranya pemberdayaan masyarakat melalui skema HTR, HKm,
dan kemitraan.
5. Terwujudnya pengamanan kawasan hutan melalui pemberdayaan
masyarakat didalam dan sekitar hutan.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 54
A. Analisa Data dan Informasi
Dalam Rencana kerja Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara tahun
2012 ditetapkan salah satu tujuan pembangunan kehutanan Provinsi Sultra yaitu
“Terwujudnya pemantapan pengelolaan Hutan di kabupaten/kota “dengan
strategii“ Percepatan Pembangunan KPH dan KPH Model “Hal ini memberikan
peluang pembangunan KPHP Gularaya hingga beroperasi.
Pencapaian tujuan KPHP Gularaya 10tahun kedepan ditentukan oleh
bagaimana strategi operasional yang diterapkan. Berdasarkan data dan informasi
yang ada diterapkan strategi pencapaian tujuan yaitu:(1) Pemantapan batas
kawasan hutan, (2) Pemanfaatan potensi sumberdaya alam, (3) Pembinaan
terhadap pemegang ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, (4)
Pemberdayaan masyarakat, (5) Rehabilitasi kawasan hutan, (6) Konservasi sumber
daya alam, (7) Perlindungan dan pengamanan hutan, (8) Optimalisasi
pemanfaatan wilayah tertentu dan penerapan PPK BLUD.
1. Pemantapan Batas Kawasan Hutan
Wilayah kelola KPHP Gularaya ditetapkan berdasarkan keputusan Menteri
Kehutanan RI Nomor SK.61/Menhut-II/2011 tanggal 28 Februari 2011 tentang
Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Unit XXIV
di Kabupaten Konawe Selatan dan Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara seluas
134.419 Ha terdiri dari Hutan lindung 41,405Ha, Hutan Produksi Terbatas 3.671
Ha.Hutan produksi Tetap 89.343 Ha. Dalam Pencitraan potensi wilayah kelola
ternyata ada perbedaan luas yaitu Hutan Lindung 39.358,19 Ha, Hutan Produksi
Tetap 90.279,33 Ha dan Hutan Produksi Terbatas 4.781,48 Ha dengan kondisi
penggunaan dan penutupan lahan sebagai berikut :
Tabel 19. Kondisi Potensi Wilayah dan Penutupan Lahan Wilayah
KelolaKPHP Gularaya
Jenis Penutupan
Lahan
Hutan Lindung
( Ha )
Hutan
Produksi Tetap(Ha)
Hutan
Produksi Tebatas (Ha)
Jumlah
( Ha )
Awan 8.729,24 17.765,5 1.962,24 3.7456,98
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 55
Jenis Penutupan
Lahan
Hutan Lindung
( Ha )
Hutan
Produksi Tetap(Ha)
Hutan
Produksi Tebatas (Ha)
Jumlah
( Ha )
Semak Belukar 1.473,97 6.436,06 31,20 7.941,23
Hutan Mangrove Primer
1.931,15 - - 1.931,15
Hutan Mangrove Sekunder
3842,06 - - 3.842,05
Hutan Primer 13.790,21 12.197,86 870,46 26.858,53
Hutan sekunder 8.534,88 35.154,89 1.720,53 4.5410,4
Pertanian Lahan Kering Campur
152,08 8.150,3 1,7 7.304,08
Perkebunan - - 114,68 114,68
Pemukiman 0,03 212,08 - 212,11
Pertanian Lahan Kering
530,27 10.145,72 80,59 1.0756,58
Sawah - 49,36 - 49,36
Rawa 307,41 - - 307,41
Tanah Terbuka / Kosong
56,84 167,56 - 224,4
Tambak 10,1 - - 10,1
Jumlah Total 39.358,19 90.279,33 4.781,48 134.419
Sumber : Dishut Prov Sultra tahun 2010
Secara umum kawasan hutan wilayah kelola KPHP Gularaya masih
berdasarkan Kepmenhut Nomor 454/Kpts-II/1999 tentang Penunjukan Kawasan
Hutan dan Perairan Provinsi Sulawesi Tenggara, yang dikompilasi dengan hasil
kegiatan tata batas yang dilaksanakan secara bertahap sejak tahun 1969 sesuai
ketersediaan anggaran. Seiring dengan Review Rencana Tata Ruang di Provinsi
Sulawesi Tenggara, maka di Kabupaten Konawe Selatan berdasarkan Kepmenhut
Nomor SK. 465/Menhut-II/2011 terjadi penurunan status APL sehingga luas KPHP
Gularaya menjadi 115.363,01Ha. Dengan perubahan status kawasan tersebut
mengharuskan untuk melakukan kegiatan tata batas dan penetapan luas areal KPH
dari Menteri Kehutanan.
Proses pengukuhan kawasan hutan dilaksanakan melalui tahapan penunjukan
kawasan hutan, penataan kawasan hutan, dan penetapan kawasan hutan. Data
Hasil perubahan tata batas kawasan hutan wilayah kelola KPHP Gularaya
Berdasarkan SK.465/Menhut-II/2011 tanggal 9 Agustus 2011 belum tersedia
sehingga data yang ditampilkan dibawah ini adalah berdasarkan SK. 454/Kpts-
II/1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Sulawesi
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 56
Tenggara, realisasi tata batas Kabupaten Konawe Selatan dan Kota Kendari
sebagai berikut :
Tabel 20. Realisasi Tata Batas di Kabupaten Konawe Selatandan Kota Kendari hingga tahun 2010
Kawasan
Hutan
Kabuaten/
Kota
Fungsi
Hutan
Tahun
Pelaksanaan
Panjang
Batas (Km) Keterangan
G Wolasi Konsel
HP,HPT,HL 69/70 175,5 BL
Papalia Konsel HP 89/90 168,5 Batas l HTI
Papalia Konsel HP,HPT,HL 90/91 214,5 BL
Torobulu Konsel HP 92/93 124,3 BL
Wolasi Konsel HL,HP 93/94 144,8 BF ( HL/HP)
Papaia Konsel HL,HPT,HP 94/95 66,2 BF
Wolasi Konsel HL,HPT 94/95 38,1 BF(HL,HTI)
Torobulu Konsel HL 96/97 74,2 BL(Mangrove)
Torobulu Konsel HL 97/98 49,6 BL(Mangrove)
Papaia Konsel HL 97/98 37,8 BL(Mangrove)
Papaia Konsel HL 98/99 45,4 BL(Mangrove)
Torobulu Konsel HL 98/99 70,0 BL(Mangrove)
Papaia Konsel HL 2000 18,1 BL(Mangrove)
Papaia Konsel HL 2002 15,3 BL(Mangrove)
Papalia Kota
Kendari
HP,HPT,HL 90/91 46,6 BL
Papalia Kota
Kendari
HP,HL 94/95 19,4 BF
1.039.895
Sumber : Statistik Dishut Prov Sultra 2011
Berdasarkan data realisasi tata batas Wilayah KPHP Gularaya menunjukkan
bahwa batas luar dan batas fungsi sudah penetapan, terkecuali hasil perubahan
tata batas berdasarkan SK. 465/Menhut-II/2011 tanggal 9 Agustus 2011.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 57
Kegiatan yang harus dilakukan KPHP Gularaya adalah memperjelas batas-
batas luar kawasan yang sudah berumur 15 tahun dimana batas-batas tersebut
sebagian sudah tidak jelas di lapangan. Kegiatan selanjutnya memperjelas batas
tapak di dalam areal KPHP Gularaya terutama pada areal pembangunan hutan,
tanaman jati, hutan bambu, Wallacea Health Center, wilayah pemberdayaan
masyarakat dalam skema HTR, HKm dan kemitraan. Dengan demikian batas
kawasan hutan yang kondisinya tidak jelas pada wilayah kelola KPH akan
terpelihara dengan sendirinya bilamana pembangunan hutan tanaman jati, hutan
bambudan pemberdayaan masyarakat terlaksana dengan baik.
2. Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan
a. Kondisi tutupan Lahan
Kelas Penutupan Lahan di KPHP Gularaya berdasarkan peta penutupan lahan
Provinsi Sulawesi Tenggara hasil penafsiran citra landsat 7 ETM+ tahun 2011,
menunjukkan bahwa wilayah KPH Gularaya terdiri dari 20 kelas penutupan lahan.
Selengkapnya Peta Penutupan Lahan secara keseluruhan dapat dilihat pada
dibawah ini :
Tabel 21. Sebaran Penutupan Lahan Di Wilayah KPH Gularaya
No Penutupan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)
1 Hutan Primer 2,91 0,003
2 Tubuh Air 9,19 0,008
3 Transmigtrasi 43,23 0,037
4 Pemukiman 56,11 0,049
5 Sawah 77,73 0,067
6 Hutan Mangrove Primer 143,13 0,124
7 Semak Belukar Rawa 181,60 0,157
8 Padang Rumput/Savana 264,62 0,229
9 Pertanian Lahan Kering Campur 266,69 0,231
10 Perkebunan 377,25 0,327
11 Tanah terbuka 628,70 0,545
12 Tambak 1.080,56 0,937
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 58
No Penutupan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)
13 Hutan Tanaman 1.086,54 0,942
14 Hutan Sekunder 2.233,81 1,936
15 Pertanian Lahan Kering 2.820,82 2,445
16 Hutan Lahan Kering Primer 5.653,39 4,901
17 Hutan Mangrove Sekunder 6.862,81 5,949
18 Pertanian Lahan Kering Campur Semak 14.480,82 12,552
19 Semak /Belukar 22.424,61 19,438
20 Hutan Lahan Kering Sekunder 56.667,79 49,122
Jumlah 115.363,01 100,000
Sumber : Analisis SIG, 2013
Dari Tabel di atas terlihat bahwa kelas penutupan lahan yang masih berhutan
terdiri dari 7 kelas tutupan lahan yaitu;(1) Hutan Primer, (2) Hutan Mangrove
Primer, (3) Hutan Tanaman, (4) Hutan Sekunder, (5) Hutan Lahan Kering Primer,
(6) Hutan Mangrove Sekunder, (7) Hutan Lahan Kering Sekunder dengan luas
keseluruhan72.661,46 Ha atau 62,89% dari total luas wilayah KPH Gularaya.
Informasi ini mengindikasikan besarnya potensi kayu yang dapat dimanfaatkan
secara lestari di wilayah KPH Gularaya.
Berdasarkan kondisi penutupan, yang didominasi oleh hutan sekunder, maka
salah satu kegiatan yang perlu dilakukan dalam pengelolaan KPHP Gularaya adalah
kegiatan rehabilitasi dan pengamanan kawasan. Sehubungan dengan itu perlu
dilakukan inventarisasi dan pemetaan secara detail terhadap kondisi penutupan
kawasan. Berdasarkan Hasil inventarisasi dan pemetaan detail tersebut diharapkan
dapat dibuat skala prioritas bagi lokasi-lokasi yang akan direhabilitasi, dalam artian
bahwa pada lokasi dengan skala prioritas yang lebih tinggi perlu dilakukan tindakan
rehabilitasi terlebih dahulu. Penentuan skala prioritas tersebut didasarkan pada
tingkat kekritisan lokasi dan tingkat pengaruh lokasi yang bersangkutan terhadap
kelestarian ekosistem KPH secara keseluruhan. Kegiatan pembangunan hutan
tanaman jati unggul dan bambu akan memperluas areal penutupan Lahan.
b. Potensi Kayu , Bukan Kayu dan Jasling
Berdasarkan Statistik Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2011. Potensi kayu semua jenis dalam wilayah KPHP Gularaya pada Hutan Produksi
Tetap (HP) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) adalah sebanyak 2.948.786,3
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 59
m3dengan asumsi potensi rata rata per hektar 31,02 m3. Untuk jenis kayu
perdagangan sebanyak 2.094.189,6 m3 dengan asumsi potensi kayu rata rata per
hektar 22,03 m3. Berdasarkan Laporan penyusunan potensi Jati Konawe Selatan
Tahun 2004, terdapat tanaman Jati seluas 24.538,29 Ha, namun hingga tahun
2004, luasnya tinggal 8.596,83 Ha atau 35,03 % kondisi baik dan 64,97 % kondisi
rusak.
Hasil inventarisasi UPTD BIPHUT Dinas Kehutanan provinsi Sultra di Kab
Konawe Selatan tahun 2004 dengan intensitas sampling 2 % diperoleh data
potensi jati dengan luasan tersebut memiliki kerapatan tegakan 565 batang/Ha
atau total 4.570.777 batang dan rata-rata volume 105,6454 m3/Ha atau total
855.393,1747 m3.
Berdasarkan data statistik Kabupaten Konawe Selatan dalam angka tahun
2011 dan Kota Kendari dalam angka tahun 2011, potensi kayu disajikan pada tabel
berikut :
Tabel 22. Produksi Kayu Kabupaten Konawe Selatan Menurut Jenisnya
tahun 2006 – 2010
Jenis Kayu
Tahun Kayu Jati Kayu Rimba Rotan Jumlah
Kayu Bulat
(M3) Gergajian
(M3) Kayu
Rimba (M3) Gergajian
(M3) ( Ton ) ( M3 )
2010 2.310,85 1.250,63 2.046,17 531,00 600,00 1.781,63
2009 2.710,75 3.981,30 3.055,15 6.260,40 6.246,00 10.241,91
2008 6.199,47 3.244,28 14.731,81 3.000,00 499,95 20931,28
2007 1.596,17 4.283,37 7.114,00 1.271,85 681,00 12993,54
2006 8.459,79 9.810,59 6.467,60 805,29 2546,90 24737,98
Jumlah 21.277,03 22.570,17 33.414,73 11.868,54 10.573,85 70.686,34
Sumber : Kabupaten Konawe Selatan dalam angka tahun 2011
Hasil inventarisasi potensi oleh BPKH wilayah VII Makassar pada tahun
2012 menunjukan data potensi jumlah batang 565 batang/Ha atau total 4.570.777
batang dan rata-rata volume 105,6454 m3/Ha atau total 855.393,1747 m3. Kondisi
saat ini tentunya potensinya jauh dari angka tersebut mengingat laju
degradasi/daya rusak hutan yang cukup tinggi. Jika laju degradasi hutan 1,5 %
/tahun maka potensi yang tersisa hingga saat ini diprediksi tinggal 7.909 hektar
atau 735.221 m3.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 60
Berdasarkan analisa SIG (Daemeter 2014), data tanaman jati existing
adalah seluas 16.000 Ha dengan asumsi potensi kubikasi jati trubusan sebesar 5
m3. Sehingga potensi jati hingga tahun 2014 ini adalah yang adalah 80.000 m3.
Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa tingkat kerusakan hutan
sangat tinggi dengan berbagai macam penyebab seperti illegal loging, perambahan
hutan, penjarahan hutan pada saat awal era reformasi dan sebagainya. Untuk
mengamankan potensi sumberdaya hutan tersebut maka harus diupayakan
perlindungan dan pengamanan hutan melalui peningkatan sarana prasarana
pengamanan, pendanaan yang memadai dan SDM, pengamanan yang
cukup.Selanjutnya diupayakan rehabilitasi hutan sesuai dengan jenis tanah dan
iklim setempat.
Kondisi kualitas tegakan akan meningkat dengan memberikan solusi
alternatif lapangan kerja bagi masyarakat melalui core bisnis KPH, kegiatan
pemberdayaan masyarakat dan kemitraan, sehingga pendapatan masyarakat
meningkat dan menurunkan tekanan penduduk terhadap pemanfaatan kawasan
hutan wilayah KPHP Gularaya. Keterkaitan yang bersifat simbiostik ini memberikan
peluang kepada kepastian usaha, keamanan dan kelestarian pengelolaan kawasan
hutan dalam jangka panjang.
Paradigma baru sektor kehutanan memandang hutan sebagai system
sumberdaya yang bersifat multi fungsi, multi guna dan memuat multi kepentingan
serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar besar kemakmuran
rakyat. Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa produk HHBK merupakan
salah satu sumber daya yang memiliki keunggulan komparatif paling menyentuh
dengan kehidupan masyarakat didalam dan disekitar hutan. HHBK terbukti dapat
memberikan dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat didalam dan
disekitar hutan dan memberikan kontribusi yang berarti bagi PAD. Potensi Hasil
Hutan Bukan Kayu (HHBK) jenis rotan sebannyak 11.516,627 ton pada kawasan
hutan produksi dan hutan lindung seluas 31.990,63Ha dengan asumsi potensi rata
rata 0,36 Ton/Ha.
Angka potensi rotan tersebut sudah menurun dan keberadaannya sudah jauh
kedalam hutan sehingga dalam rangka pemanfaatan/pemanenan sulit mencari
tenaga kerja. Sehubungan Hal tersebut maka dalam rangka meningkatkan potensi
rotan tersebut perlu dilakukan upaya budidaya rotan yang intensif tetapi
berdasarkan informasi yang diperoleh dari Dinas Kehutanan Provinsi bahwa tingkat
keberhasilan budidaya rotan sangat rendah sehingga usaha ini sulit untuk
dilaksanakan kecuali kalau ada teknologi dan inovasii baru yang dapat mengatasi
kendala kegagalan tersebut. Jenis HHBK yang lainnya dapat pula dikembangkan
seperti sagu, bambu, madu, aren dll.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 61
Potensi Jasa Lingkungan dan Wisata Alam di wilayah KPHP Gularaya yang
mungkin dapat dikembangkan adalah ekowisata air terjun Moramo, ekowisata air
terjun Nanga Nanga, Wisata air panas Kaindi, situs sejarah jaman jepang di
Ranomeeto, keindahan panorama Teluk Kolono, perdagangan karbon (carbon
trade), dll. Langkah awal dalam pengembangan potensi tersebut Harus dilakukan
studikelayakan/Pengkajian lebih lanjut dan diupayakan pengelolannya baik
Pemerintah Daerah/BUMN/ BUMD/BUMS.
Keberadaan potensi jasa lingkungan di wilayah KPHP Gularaya memiliki
prospek untuk dikembangkan ke depan ditinjau trend perkembangan yang semakin
meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan masyarakat
Kendari dan Konawe selatan cukup pesat masing masing 2%/tahun, dan
kebutuhan rekreasi makin meningkat sehingga memberikan peluang usaha
pemanfaatan jasa lingkungan. Pengembangan potensi jasa lingkungan lainnya
yaitu perdagangan karbon (carbon trade) yang dapat dilakukan sebagai upaya
optimalisasi peran dan fungsi kawasan hutan dalam mitigasi dan adaptasi
perubahan iklim. Persyaratan dalam rangka memasuki era perdagangan karbon
diantaranya identifikasi lokasi yang potensial, mengkaji mekanisme tataniaganya
hingga proses penjualan.
3. Pembinaan Pemegang izin
Pemanfaatan kawasan hutan pada wilayah KPHP Gularaya melalui kegiatan
skema HTR. Pencadangan HTR di Kabupaten Konawe Selatan seluas ± 9.835
hektar berdasarkan SK menteri Kehutanan nomor SK.435/Menhut-II/2008, tanggal
26 November 2008. Perkembangan HTR di Kabupaten Konawe Selatan pasca
Pencadangan areal adalah adanya IUPHHK–HTR seluas ± 4.639,95hektar dengan
pemegang ijin atas nama Koperasi Hutan Jaya Lestari berdasarkan Surat
Keputusan Bupati Konawe Selatan nomor 1353 Tahun 2009 tanggal 10 Juni 2009
tentang Pemberian ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman
Rakyat dalam Hutan Tanaman kepada Koperasi Hutan Jaya lestari (KHJL) seluas
4.639,95 hektar di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara.Saat ini
RKU-RKT pemegang ijin IUPHHK HTR atas nama KHJL sudah disyahkan oleh KPH
dan telah melaksanakan kegiatan tatabatas serta penanaman berbagai jenis
komersial dalam bentuk demplot seluas 20 Ha atas dukungan AFD.
KHJL sebelumnya telah bergerak dihutan rakyat yang merupakan gabungan
kelompok tani dan telah menunjukan kinerja yang baik yaitu dengan diperolehnya
sertifikat Pengelollaan Hutan Lestari (S-PHL) skema sukarela (voluntary) Forest
Stewardship Council (FSC). Keberhasilan KHJL dalam pengelolaan hutan lestari
tersertifikasi ini diharapkan menjadi contoh pemegang ijin lainnya di wilayah KPHP
Gularaya baik Hutan Desa (HD), HTR dan HKm.dan menjadi icon HTR model di
Indonesia.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 62
Pemanfaatan kawasan hutan dengan skema HKm di wilayah KPHP Gularaya
sudah memasuki tahapanverifikasi oleh Ditjen RLPS terhadap usulan Penetapan
Areal kerja oleh kelompok tani. Verifikasi areal kerja HKm di wilayah KPHP Gularaya
di Kota Kendari dilakukan terhadap 5 kelompok tani seluas 798 Ha masing masing
KTH Nambo 100 Ha, KTH Sambuli 120 Ha, KTH Tobimeita 200 Ha, Gapoktan
Mataiwoi 298 Ha dan KTH Abeli 80Ha sedangkan yang berada di Kabupaten
Konawe Selatan yang telah diverifikasi untuk penetapan areal kerjanya adalah
Gabungan Kelopok Peserta (GKP) GraHa Lestari Kec. Palangga seluas 500 Ha, GKP
HKm Mopokoaso 500 Ha, dan telah terbit Izin Usaha Pemanfaatan Hutan
Kemasyarakatan (IUPHHKm) An. Gapoktan Teporombu Desa Ambololi Kec. Konda
Kab. Konawe Selatan seluas 160 Ha.Meskipun sudah direkomendasikan untuk
penetapan areal kerja HKm namun baru 1 (satu) yang telah terbit IUPHHKm oleh
Bupati. Bilamana Hal ini tidak segera ditindak lanjuti dikHawatirkan hilangnya
kepercayaan dari masyarakat. Pada Kementrian CQ Direktorat BPDAS & PS.
Untuk memenuhi kebutuan atau kepentingan pembangunan non kehutanan,
Kementerian Kehutanan telah menetapkan ketentuan yang mengatur perubahan
peruntukan kawasan hutan, dimana kawasan hutan yang dapat dirubah
peruntukan kawasan hutannya adalah kawasan hutan produksi (HP) dan Hutan
Produksi yang dapat di Konversi (HPK).
Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan diluar kegiatan kehutanan
secara permanen (Pemukiman, Transmigrasi, Perkebunan dsb) diselenggarakan
melalui mekanisme pelepasan kawasan Hutan dan relokasi fungsi, serta tukar
menukar kawasan hutan. Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan luar
kehutanan secara sementara dilakukan melalui prosedur pinjam pakai kawasan
hutan tanpa mengubah status, fungsi serta peruntukannya. Penggunaan Kawasan
Hutan di Kabupaten Konawe Selatan dan Kota Kendari yaitu untuk kegiatan
perkebunan,pertambangan, Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Kota dengan
perincian sebagai berikut :
Tabel 23. Penggunaan Lahan di Kabupaten Konsel dan Kota Kendari
No Penggunaan Luas (Ha)
Lokasi Jenis Penggunaan
Keterangan
1 PT PN XIV/PT Industri Gula Tinanggea
6.080 Kec. Tinanggea Perkebunan Tebu
2 PT Suber Madu Bukari 13.210 Kec Landono Kec Tinanggea
Perkebunan Tebu
3 PT Cipta Agung Manis 18.000 Tinanggea,Buke,Palangga
Perkebunan Tebu
4 PT Selaras 12.000 Angata,Mowila,Benua, Buke
Perkebunan Tebu
5 Hutan Kemasyarakatan 245 Desa nanga-nanga &
Tobimeita
Perkebunan Tebu
Pada HL,HP dan HPT
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 63
No Penggunaan Luas
(Ha) Lokasi Jenis
Penggunaan Keterangan
6 Hutan Kota 43 Bumi Praja, UnHalu,Kantor
Walikota, Hutan Kota
Sumber : Statistik Dishut Prov Sultra 2011
Pinjam Pakai Kawasan Hutan di Kabupaten Konawe Selatan dan Kota
Kendari adalah untuk kegiatan telekomunikasi, jaringan listrik dan jalan darat.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut :
1. PT Baula Petra Buana berdasarkan SK Menhut No. 533/Menhut-II/2009
tanggal 11-09- 2009 pada Hutan Lindung dengan penggunaan jalan
angkutan tambang seluas 19,14 hektar.
2. PT Triple Eight Energy berdasrkan SK Menhut No. 384/Menhut-II/2010
tanggal 30 Juni 2010 pada Hutan Lindung dengan penggunaan jalan
angkutan nikel dan penyangga jalan seluas7,69 hektar.
Penggunaan Kawasan Hutan untuk Telekomunikasi, jaringan listrik PLN dan
jalan darat yang menyangkut kepentingan umum dapat dilakukan koordinasi untuk
kegiatan penggunaan kawasan berikutnya agar tidak merubah fungsi hutan.
Beberapa model pembinaan ke pemegang izin yang dapat dilakukan oleh
KPH, antara lain :
1. Melalui pola kemitraan,monitoring dan evaluasi bersama dalam
pengelolaaan hutan.
2. Pembinaan ke para pihak pemegang izin juga dilakukan melalui sosialisasi
kebijakan dan aturan yang akan disepakati bersama.
3. Pengamanan bersama wilayah kelola.
4. Pemberdayaan Masyarakat
Berdasarkan data Hasil rancang bangun KPH di Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2002, desa-desa yang berada didalam atau di sekitar wilayah kerja KPHP
Gularaya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 64
Tabel 24. Luas Wilayah kecamatan, Jumlah desa di wilayah KPHP
Gularaya
No Kabupateen/
Kecamatan
Luas Kecamatan
( Km2 )
Jumlah
Desa
Keterangan
Kepadatan
Penduduk
1 Tinanggea Konsel 509,39 12 21.330
2 Palangga, konsel 495,18 9 12.286
3 Anngata, konsel 1341,19 9 14.991
4 Landono, Konsel 282,85 6 11.461
5 Ranometo, Konsel 172,09 4 16.240
6 Konda,Konsel 329,08 1 18.129
7 Lainea, Konsel 370,66 6 8.871
8 Moramo, Konsel 354,64 10 13.035
9 Poasia, Kota kendari 103,07 11 24.966
10 Baruga, Kota kendari 65,94 1 19.162
Jumlah 69
Sumber : Laporan Rancang Bangun KPHP Prov Sultra 2002
Berbagai elemen masyarakat didalam dan disekitar hutan telah merasakan
manfaat dari berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan selama
ini. Berbagai kebijakan dan program pemberdayaan masyarakat seperti Hutan
Kemasyarakatan (HKm)/Agroforestry, Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Kegiatan
Agroforestry telah dikembangkan sejak tahun 2000 dan pada tahun 2008 telah
dicadangkan areal oleh Menhut untuk alokasi kegiatan HTR, Tahun 2004 -2008
kegitan GERHAN, Peningkatan Usaha Masyarakat Sekitar Hutan Produksi.
(PUMSHP) dan lain lain.
Dimasa yang akan datang pelibatan masyarakat secara aktif dalam
pembangunan kehutanan terus didorong dengan meningkatkan akses masyarakat
pada hutan untuk meningkatkan kesejahteraan melalui HTR, HKm. Hutan Desa dan
lain sebagainya sesuai kebijakan pemerintah. Hal ini ditunjang dengan komitmen
Pemerintah Daerah bahwa dalam rangka pengelolaan hutan, UPTD KPHP Gularaya
melakukan pendampingan penyusunan rencana dan pelaksanaan kerja dan
kegiatan pada tingkat unit Pengelolaan (Resort). Disamping itu KPHP Gularaya
dapat melakukan kemitraaan dan memfasiltasi terbentuknya forum multi pihak.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 65
Kualitas sumber daya manusia yang bermoral, professional, disiplin serta
beorientasi pada pelayanan masyarakat Harus ditingkatkan.
5. Rehabilitasi Kawasan Hutan
Berdasarkan data potensi wilayah KPHP Gularaya kondisi penutupan lahan
hutan primer 28.789,68 Ha (21,4% ), Hutan sekunder 49.252,46 Ha (36.64%)
dan tidak berhutan 56.376,86 Ha (41,94%). Kawasan tidak berhutan ini terdiri dari
belukar, Lahan pertanian, perkebunan, sawah, tambak, rawa, tanah kosong dan
pemukiman yang kondisinya ada yang tergolong Lahan kritis. Penetapan Lahan
kritis tersebut didasarkan pada tingkat kerusakan Lahan yang diakibatkan karena
kehilangan penutupan vegetasi sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya
sebagai penaHan air, pengendali erosi, siklus hara, pengatur iklim mikro dan
penyerap karbon. Berdasarkan tingkat kerusakan lahan dapat diklasifikasikan
sebagai sangat kritis, kritis, agak kritis, potensial kritis. Berdasarkan data dari
Dishut Prov Sultra sebaran luas kawasan hutan yang tergolong Lahan kritis di
Kabupaten Konawe Selatan dan Kota Kendari adalah sebagaimana tabel dibawah
ini :
Tabel 25. Penyebaran Lahan Kritis di Kawasan Hutan Kab Konsel
dan Kota Kendari
Tingkat Morfologi DAS DAS Prioritas Fungsi Hutan
Kekritisan
/ Hulu
(Ha)
Tengah
(Ha)
Hilir
(Ha)
Laeya-
Wanggu
(Ha)
Roraya
(Ha)
KonaweH
a
(Ha)
Hutan Hutan
Prioritas Lindung
(Ha)
Pruduksi
(Ha)
Sangat
Kritis/
Prioritas I
14,568.6
8
4,301.5
4
1,697.6
3
17,387.3
7
1,985.34
1,195.14
3,429.44
17,138.4
1
Kritis/
Prioritas II
16,637.9
6
6,473.9
7
2,060.4
7
22,416.0
0
1,094.30
682.91
14,181.9
2
10,990.4
8
Agak
Kritis/
Prioritas
III
58,297.5
9
8,486.1
7
6,770.1
2
53,400.5
3
10,183.9
2
9,969.43
27,203.1
9
46,350.6
9
Sumber : Analisis Peta RTk RHL DAS, BPDAS Sampara, 2004, diolah 2013
Luasnya lahan kritis pada kawasan hutan sebagaimana tabel tersebut dan
tingginya angka degradasi dan deforestasi mengHaruskan untuk melakukan
rehabilitasi atau penanaman kembali. Kegiatan penanaman yang telah
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 66
dilaksanakan melalui kegiatan gerakan Indonesia menanam, yang diikuti oleh
gerakan aksi penanaman serentak, peliHara pohon dan OBIT.
Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai kasatuan ekoistem daratan dan sungai
mempunyai implikasi terhadap baik buruknya tata air. Pada kondisi DAS yang
secara ekologis masih baik maka tata air dalam kedaan baik dan demikian pula
sebaliknya. Di wilayah KPHP Gularaya mengalir 3 DAS, yaitu DAS Wanggu, DAS
Laeya dan DAS Roraya. Berdasarkan data Hasil Rancang Bangun KPHP, DAS
Roraya memilik luas 177.422 Ha yang berada di wilayah administratif Kendari
Selatan (Konawe Selatan) Kolaka, DAS Laeya Sambuli memiliki luas 261.047 Ha
terletak di wilayah administrative Kendari selatan (Konawe Selatan) Kota Kendari.
Kondisi DAS umumnya kritis sehingga perlu penanganan intensif. Hal ini
diindikasikan adanya bencana tanah longsor, banjir dan kekeringan. Data Lahan
kritis berdasarkan daerah aliran sungai berbeda dengan tutupan Lahan sehingga
dalam rangka rehabilitasi perlu ada Rencana Pengelolaan RHL (RP RHL) secara
terpadu pada seluruh wilayah kelola KPH.
6. Konservasi Sumber Daya Alam
Pengertian konservasi sumber daya alam hayati menurut pasal 1 ayat (2) UU
No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
dirumuskan bahwa ”pengelolalaan sumber daya alam hayati yang
pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan
persediannya dengan tetap memeliHara dan meningkatkan kualitas
keanekaragaman dan nilainya”. Dengan demikian konservasi dalam undang-
undang ini mencakup pengelolaan sumber alam hayati, yang termasuk didalamnya
hutan.
Sasaran konservasi yang ingin dicapai menurut UU No. 5 Tahun 1990, yaitu:
1. Menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem
penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan
dan kesejahteraan manusia (perlindungan sistem penyangga
kehidupan);
2. Menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe
ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu
pengetahuan, dan teknologi yang memungkinkan pemenuhan
kebutuhan manusia yang menggunakan sumber daya alam hayati bagi
kesejahteraan (pengawetan sumber plasma nutfah);
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 67
3. Mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumber daya alam hayati
sehingga terjamin kelestariannya. Akibat sampingan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang kurang bijaksana, belum harmonisnya penggunaan
dan peruntukan tanah serta belum berhasilnya sasaran konservasi
secara optimal, baik di darat maupun di perairan dapat mengakibatkan
timbulnya gejala erosi genetik, polusi, dan penurunan potensi sumber
daya alam Hayati (pemanfaatan secara lestari).
Dalam upaya perlindungan terhadap hutan, harus dipandang sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dengan lingkungan atau ekosistem secara global.
lingkungan global adalah lingkungan hidup sebagai suatu keseluruhan, yaitu wadah
kehidupan yang di dalamnya berlangsung hubungan saling mempengaruhi
(interaksi) antara makhluk hidup (komponen biotik) dengan lingkungan setempat
(komponen abiotik).
Konservasi sumber daya alam di wilayah KPHP Gularaya dilaksanakan melalui
upaya perlindungan terhadap potensi keanekaragaman hayati. Potensi
keanekaragaman hayati ini mempunyai nilai yang positif bagi pengelolaan kawasan
terutama sebagai plasma nutfah, obyek penelitian dan pendidikan dan
pengembangan serta kegiatan untuk menunjang budidaya. Kepunahan jenis-jenis
ini akan merupakan hilangnya sumber genetik utama dalam keanekaragaman jenis
hayati Indonesia khususnya di wilayah Sulawesi Tenggara yang banyak memiliki
keanekaragaman Hayati yang endemik. Keanekaragaman Hayati dalam kawasan
KPHP Gularaya merupakan aset untuk menggali dan mengkaji fenomena-fenomena
alam yang dapat memberikan sumbangan berHarga bagi kehidupan masyarakat.
Untuk itu aset ini perlu dipertaHankan dan dimanfaatkan demi kepentingan dan
kesejahteraan masyarakat pada umumnya di masa kini dan akan datang.
Perlindungan keanekaragaman hayati ini tidak terlepas juga dari perlindungan
terhadap keutuHan kawasan baik itu jenis maupun luasannya. Dengan melakukan
perlindungan terhadap keutuHan kawasan KPHP Gularaya berarti tetap menjamin
sistem penyangga kehidupan bagi masyarakat yang ada di sekitarnya terutama
dalam mengatur sistem tata air (hidroorologi) maupun dalam mengatur stabilitas
iklim lokal dan regional yang sangat dibutuhkan bagi kelangsungan hidup manusia.
Selain itu dengan terjaminnya keutuHan kawasan ini akan mengurangi dampak dari
berbagai fenomena alam seperti banjir maupun tanah longsor yang sangat
merugikan kita.
Keadaan demikian tidak dapat dipertaHankan apabila faktor-faktor yang
mempengaruhi keanekaragaman Hayati tidak dikelola dengan baik dan terarah.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 68
Faktor yang mempengaruhi tersebut terdiri dari faktor internal berupa komponen-
komponen ekosistem tempat jenis-jenis flora maupun fauna tersebut hidup dan
berkembangbiak. Sedangkan faktor eksternal berupa aksesibilitas masyarakat ke
dalam kawasan. Kelangsungan sistem ekologi kawasan tersebut akan berlangsung
lestari apabila komponen-komponennya berada dalam keseimbangan sehingga
potensi keanekaragaman hayati dapat dipertahankan dan menjadi aset bagi
pembangunan daerah.
Konservasi sumber daya alam di wilayah KPHP Gularaya kedepan menjadi
sangat strategis, mengingat perspektif pembangunan daerah dihadapkan pada dua
pilihan antara perspektif ekonomi dan ekologi. Kegiatan konservasi sering dianggap
sebagai beban pembangunan, karena lebih menuntut biaya daripada pendapatan.
Kondisi seperti ini menyebabkan kegiatan konservasi menjadi terabaikan, dan
akibatnya perjuangan untuk melindungi ekosistem bumi dan plasma nutfah
menjadi semakin terancam. Sementara di kawasan tropis, yang menjadi andalan
penyeimbang sistem kehidupan di muka bumi ini, masih dihadapkan pada
kurangnya SDM yang tangguh serta terdesaknya kawasan untuk kepentingan
pembangunan ekonomi. MemaHami perspektif ekonomi dan ekologi secara
terintegrasi diperlukan untuk mencari keseimbangan kepentingan antara keduanya.
Dalam perspektif ekologi, proses alamiah merupakan dasar dari penggunaan
sumber daya, bagaimana menggunakan sumber daya tersebut sedemikian rupa
sehingga struktur dasar dari sistem alamiah tak berubah. Perspektif ekologi
menyatakan perlunya menguraikan proses-proses ekologi yang ada di alam sebagai
dasar pengelolaan sumberdaya alam, serta memahami berbagai konsekuensi
ekologis dari sekian banyak beban yang diberikan manusia pada sistem alam
(dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang dilakukan).
Dalam perspektif ekonomi, sumberdaya alam adalah bahan baku dalam
sistem produksi sehingga berlaku sistem penawaran (supply) dan permintaan
(demand). Inti dari studi ekonomi adalah memahami karakteristik ekonomi
sumberdaya alam, nilai ekonomi sumberdaya alam, serta bagaimana sistem
ekonomi mempengaruhi pengelolaan (pemanfaatan) sumberdaya alam. Jadi
memahami sistem ekonomi adalah hal mendasar dalam konservasi sumberdaya
alam. Sumberdaya alam adalah komoditas, kita memberinya nilai atas apa yang
disediakannya untuk kebutuhan kita (makanan, pakaian, tempat tinggal, dll), cara
kita menilai sumberdaya alam berpengaruh pada cara kita mengelolanya.
Perspektif ekonomi dalam konservasi sumberdaya hutan memerlukan penilaian
secara ekonomi sumberdaya hutan. Menghitung ‘Harga’ dari sumberdaya hutan
khususnya yang memiliki sifat intangible bukanlah Hal yang mudah. Tidak semua
sumberdaya alam dapat ‘diHargai’ dengan nilai uang seperti udara bersih, air
bersih, Habitat flora fauna.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 69
Beberapa kegiatan yang mendukung upaya konservasi sumber daya alam
yang dapat dilakukan di KPHP Gularaya diantaranya yaitu peningkatan database
kawasan melalui kegiatan inventarisasi potensi flora dan fauna; pembinaan habitat
satwa; penilaian ekonomi kawasan; pemeliharaan pal batas kawasan dan lain-lain
kegiatan yang dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan serta disesuaikan
dengan kemampuan anggarannya.
Paradigma baru pembangunan kehutanan lebih menitikberatkan terhadap
bagaimana memanfaatkan potensi sumber daya alam tanpa mengenyampingkan
upaya kelestariannya. Hal ini sesuai dengan visi Kementerian Kehutanan 2010 –
2014 “Hutan Lestari untuk Masyarakat yang Berkeadilan” yang lebih menekankan
pada aspek kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan sehingga kawasan hutan
beserta keanekaragaman Hayati yang terkandung di dalamnya dapat dijadikan aset
pembangunan daerah demi kesejahteraan masyarakat pada umumnya kini dan
masa yang akan datang.
Seiring dengan aktifitas dikawasan hutan yang semakin semarak baik
kegiatan pemanfaatan hutan maupun penggunaan kawasan hutan serta
pengrusakan hutan maka sumber daya alam pada areal kawasan hutan Harus
tetap dijaga keberadaannya baik jenis maupun luasannya.
7. Perlindungan dan Pengamanan Hutan
Penyelenggaraan perlindungan dan pengamanan hutan bertujuan untuk
menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi
konservasi, dan fungsi produksi, tercapai secara optimal dan lestari. Kegiatan
perlindungan dan pengamanan hutan merupakan usaha untuk mencegah dan
membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan Hasil hutan yang disebabkan
oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, Hama serta
penyakit; kemudian mempertaHankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat,
dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, Hasil hutan, investasi serta perangkat
yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Intensitas gangguan terhadap kawasan hutan akhir-akhir ini semakin
meningkat. Hal ini disebabkan semakin meningkatnya kebutuhan akan Lahan serta
berbagai Hasil hutan seperti kayu, rotan dll. Oleh karena itu upaya-upaya
pengamanan hutan menjadi sangat penting dalam menjaga keutuHan fungsi
kawasan. Upaya-upaya pengamanan kawasan hutan dapat dilakukan melalui
kegiatan-kegiatan yang bersifat preemtif, preventif dan represif.
Upaya preemtif adalah kegiatan dalam upaya penciptaan kondisi yang
kondusif dengan tujuan menumbuhkan peran aktif masyarakat dalam pengamanan
kawasan hutan. Kegiatan pengamanan hutan Hanya dengan mengandalkan patroli
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 70
dan penegakkan hukum tak akan mampu menjamin keutuhan kawasan jika tidak
didukung dengan partisipasi aktif dari masyarakat. Kegiatan yang dapat dilakukan
diantaranya sosialisasi, temu wicara serta pemberdayaan masyarakat.
Upaya preventif adalah segala kegiatan yang dilaksanakan untuk mencegah
terjadinya gangguan keamanan kawasan dan hasil hutan. Bentuk kegiatan
preventif, diantaranya pemeliharaan dan pengamanan batas kawasan hutan dan
penjagaan kawasan hutan yang dilakukan di pos-pos jaga.
Upaya represif adalah kegiatan penindakan dalam rangka penegakan hukum
dimana situasi dan kondisi gangguan keamanan kawasan hutan telah terjadi dan
cenderung terus berlangsung atau meningkat sehingga perlu segera dilakukan
penindakan terhadap pelakunya. Contohnya adalah operasi gabungan maupun
operasi yustisi.
Beberapa kegiatan yang diperlukan dalam upaya perlindungan dan
pengamanan kawasan hutan ini yaitu selain dari faktor SDM berupa ketersediaan
tenaga Polhut yang sebanding dengan luas kawasan KPHP yang dikelola, juga
sarana dan prasarana pendukung perlu disediakan seperti pos-pos jaga dan
kendaraan operasional/patroli. Dalam keadaan tenaga dan dana pengamanan
kawasan KPHP Gularaya sangat terbatas maka perlu dikembangkan pada pola
kerjasama/kemitraan dengan masyarakat sekitar yang saling menguntungkan
kedua belah pihak.
Pola perlindungan dan pengamanan kawasan hutan kedepan akan lebih
menitikberatkan pada pelibatan masyarakat sekitar yang memperoleh dampak
yang paling besar terhadap baik buruknya keutuHan kawasan hutan. Pelibatan ini
akan memberikan pemahaman serta kesadaran akan pentingnya menjaga
kelestarian kawasan hutan. Setiap ada upaya perusakan terhadap keutuHan
kawasan hutan, maka masyarakat yang sudah memiliki kesadaran akan pentingnya
menjaga keutuHan kawasan karena manfaat yang diHasilkan dari keberadaan
kawasan hutan ini, maka akan dengan serta merta akan berusaha mencegah setiap
ada gangguan terhadap kawasan hutan ini.
Namun demikian upaya pemberdayaan masyarakat berupa peningkatan
kesejahteraan perlu lebih ditingkatkan oleh pihak pengelola kawasan hutan,
terutama masyarakat yang memiliki ketergantungan terhadap kawasan hutan.
Sehingga keterpaduan antara masyarakat dengan pengelola KPHP dapat
diwujudkan melalui kemitraan yang saling menguntungkan. Dengan demikian visi
“Hutan Lestari untuk Masyarakat yang Berkeadilan” dapat terwujud.
Sehubungan dengan tingkat pengrusakan hutan yang tinggi maka dalam
rangka pengamanannya Harus meningkatkan frekwensi patroli rutin sekaligus
mengamati batas batas kawasan hutan. Mengenai jumlah tenaga jagawana perlu
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 71
menambah jumlah SDM karena tidak sebanding dengan luasan hutan yang ada,
Disamping itu dari aspek pengadaan sarana dan prasarana perlu ditingkatkan
seperti POS pengamanan, Kendaraan patroli, Hal ini penting karena jumlahnya
sangat minim tetapi intensitas pengrusakan hutan cukup tinggi, Kegiatan ini
diarahkan pada daerah daerah yang rawan pencurian, perambahan dan
pengrusakan hutan lainnya.
8. Optimalisasi Pemanfaatan Wilayah Tertentu dan Penerapan PPK
BLUD
Dengan keluarnya peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.47/2013 tentang
wilayah tertentu memberikan peluang sekaligus dasar hukum KPH untuk
melakukan pemanfaatan potensi hutan. Pengelolaan wilayah tertentu ini menjadi
bagian yang sangat penting bagi kegiatan operasional KPHP Gularaya karena
wilayah tertentu adalah bentuk pelimpahan kewenangan Menteri Kehutanan
kepada KPH untuk melakukan berbagai kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu,
bukan kayu, jasa lingkungan. KPH dapat melakukan penjualan tegakan dan bisnis
kehutanan lainnya setelah menerapkan PPK BLUD. Kegiatan yang akan
dilaksanakan diwilayah tertentu antara lain. Pembangunan hutan tanaman jati
unggul yang berdaur pendek 10 tahun luas 31.024,61Ha, pembangunan
hutan bambu seluas 10.136,87 Ha dan ekowisata pengobatan terapi
Wallacea seluas 10,06 Ha.
Dasar hukum untuk melaksanakan bisnis atau untuk dapat melakukan
pengelolaan keuangan yakni menerapkan PPK BLUD. Lembaga yang dapat
menerapakan PPK BLUD setelah memenuhi tiga persyaratan yakni persyaratan
substantif, teknis dan administratif. Bila ketiga persyaratan tersebut dipenuhi KPH,
maka dengan mempertimbangkan rekomendasi tim penilai, Gubernur menetapkan
PPK BLUD kepada KPH.
B. Proyeksi Kondisi Wilayah
Berdasarkan analisa data diatas dapat diproyeksikan kondisi wilayah KPHP
Gularaya kedepan yakni proyeksi peluang (kelas perusahaan strategis, kemitraan,
konservasi), proyeksi peluang pendanaan, proyeksi ancaman strategis,resiko
eksternal, proyeksi kapasitas internal, dan proyeksi potensi resiko karena
kelemahan manajemen.
1. Proyeksi peluang kelas perusahaan strategis, kemitraan dan konservasi
Untuk melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan sesuai potensi, kondisi
biofisik dan faktor sosial ekonomi maka dibuat kelas-kelas perusahaan strategis.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 72
Beberapa kelas perusahaan strategis yang direncanakan oleh KPH adalah:
a. Pada kelompok Hasil Hutan Kayu akan dibuat kelas perusahaan jati unggul
seluas 31.024,61Ha, Pembuatan kelas perusahaan ini merupakan hal yang
sangat mungkin dilakukan mengingat kondisi wilayah kelola KPH adalah eks
pengembangan tanaman jati HTI, Reboisasi dengan pertumbuhan yang
bagus sesuai dengan kondisi biofisik dan dilihat dari aspek pasar
merupakan produk unggulan yang digemari masyarakat (markettable)’.
Diproyeksikan dari sisa reboisasi dapat dimanfaatkan oleh KPH dengan 500
Ha dengan asumsi 5 m3/Hamaka KPH dapat menghasilkan sebesar 2,5
milyar/tahun (asumsi Harga Rp.1.000.000/m3), Diproyeksikan tahun ke 8
(delapan) KPH sudah dapat memproduksi kayu jati seluas 500 Ha dengan
potensi sebesar 300 m3/Ha.
b. Pengembangan kelompok Hasil Hutan Bukan Kayu akan dibuat kelas
perusahaan bambu mengingat produk bambu mudah tumbuh dan berdaur
pendek 3 - 5 tahun serta memiliki pangsa pasar tersendiri dimana
kebutuhan bambu nasional baru terpenuhi 10 %. Rendahnya supply bambu
karena masyarakat belum banyak mengetahui manfaat bambu yang begitu
besar jika dilihat dari aspek konservasi, peningkatan pendapatan
masyarakat. Diusia muda bambu menghasilkanrebung untuk kebutuhan
konsumsi makanan dan Hasil panen bambu dapat digunakan untuk
mendukung industri furniture dll. Diawal-awal kegiatan, KPH dapat memulai
dengan pemanfaatan bambu yang tumbuh secara alami, bila diproyeksikan
bambu dipanen sebesar 5000 batang/minggu dan Harga jual bambu
sebesar Rp.3000/batang maka pengHasillan KPH sebesar Rp.15.000.000/
minggu. Sedang potensi pendapatan dari Hasil budidaya bambu petung
pada tahun ke-4 diproyeksikan sebesar Rp. 20 Milyar.
c. Kelas perusahaan lain pada kelompok HHBK dan jasa lingkungan adalah
integrasi permandian air panas Kaindi dengan usahabudidaya lebah madu
dengan memanfaatkan ruang pada hutan produksi. Kelas perusahaan
dikembangkan dengan tujuan menyediakan sistem pengobatan tropis
berbasis lingkungan dalam bentuk unit usahaWallacea Health
Centreberbasis lebah.Pangsa pasar dari bisnis ini disamping pasar domestik
maka dirancang juga pasar manca negara. Mekansime pengembangan unit
usaha ini dengan pola kemitraan dengan pihak swasta. Sementara kelas
perusahaan jasa lingkungan lain yang potensi dikembangkan adalah wisata
air terjun Moramo, perdagangan karbon dan penangkaran rusa.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 73
2. Proyeksi peluang pendanaan
Berdasarkan pasal 17Permendagri Nomor 61 tahun 2010sumber pendanaan
untuk mendukung kegiatan KPH dapat berasal dari APBN,APBD dan atau sumber
dana lainnya yang syah dan tidak mengikat.Dukungan APBN yang telah
dilaksanakan diantaranya; (1) Fasilitasi SARPRAS dasar untuk KPH Model melalui
Ditjen Planologi seperti bangunan kantor KPH, perlengkapan kantor, kendaraan
operasional mobil motor, alat alat survey, Tata hutan. Penyusunan RP Dukungan
suply SDM teknis menengah lulusan SMK kehutanan dalambentuk tenaga kontrak,
peningkatan mutu SDM dengan berbagai jenis pelatiHan (diklat CKPH, diklat
perencanaan, diklat GIS dll; (2) Dukungan dana dekon dengan berbagai kegiatan
konvergensi; (3) Dana Alokasi Khusus/DAK yang baru berjalan satu tahun untuk
melengkapi sarpras pamhut, RHL dll.
Dalam kenyataannya dukungan APBN pada tahap awal adalah pemenuHan
sarpras dasar KPH model seperti pengadaan kantor KPH, mobil, motor,
peralatan survey dll. Selanjutnya dukungan anggaran APBN dilaksanakan dalam
bentuk konvergensi kegiatan esselon 1 yang dilaksanakan dibawa koordinasi
PUSDAL regional IV. Realisasi konvergensi diharapkan berjalan maksimal dan
sinkron dengan program KPH.
Proyeksi peluang pendanaan dapat bersumber dari kegiatan investasi yang
dilakukan oleh investor atau mitra dengan berbagai skema yang disepakati
bersama, termasuk juga program kemitraan denganberbagai komponen
masyarakat untuk secara bersama sama melaksanakan suatu jenis usaha tertentu
dibidang kehutanan atau bidang lain yang mendukung visi misi KPH.Proyeksi
peluang pendanaan juga direncanakan dari areal sisa reboisasi tanaman
jati dan HTI yang telah menjadi hutan trubusan jati,serta pemanfaatan
bambu dalam areal KPH.
3. Proyeksi ancaman strategis,resiko eksternal
Sebagai KPH lintas wilayah kelola KPHP Gularaya meliputi wilayah Kabupaten
Konawe Selatan dan Kota Kendari sehingga potensi ancaman kedepan yang
mungkin terjadi yakni meliputi gangguan keamanan hutan, berbagai masalah
sosial seperti rekruitmen ketanaga kerjaan,dan lain-lain.Ancaman gangguan
keamanan hutan diantaranya illegal loging dan perambahan kawasan hutan.
Berbagai faktor penyebab ilegal loging diantaranya adalah tingkat kebutuhan kayu
yang semakin meningkat dan kemiskinan masyarakat.Sedangkan perambahan
kawasan disebabkan karena tipologi masyarakat yang lapar lahan.
Untuk mengatasi berbagai kendala tersebut perlu dilakukan koordinasi,
konsultasi dan sosialisasi/deseminasi secara terus menerus kepada seluruh
stakeholder termasuk tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pendidikan, tokoh
pemuda dan lain-lain.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 74
4. Proyeksi kapasitas internal
Proyeksi kapasitas internal tidak lepas dari kondisi dan keberadaan sumber
daya yang dimiliki KPH Gularaya diantaranya sumber daya manusia. Hal ini terkait
dengan masih minimnya kemampuan KPH untuk membayar gaji karyawan murni
KPH/non PNS kecuali kalau kondisi KPH sudah menghasilkan yang diperkirakan
tahun ketiga dari usahabambu. Kemampuan/mutu SDM KPH dapat dipersiapkan
dengan kegiatan kursus, diklat, magang, studi banding, seminar dan lain
sebagainya.
Disamping tuntutan kualitas sebagamana disebutkan terdahulu, ternyata
ada faktor yang lebih penting lagi yaitu faktor integritas. Hal ini penting karena
dalam menyelenggarakan pengelolaan hutan untuk mencapai visi misi tidak hanya
dituntut kualitas akan tetapi integritas menjadi faktor yang sangat penting untuk
mencegah tindakan korupsi.
5. Proyeksi potensi resiko kelemahan manajemen
Sebagaimana lazimnya berjalannya suatu organisasi sangat bergantung
pada keberadaan 6unsur manajemen manusia, dana, metoda, mesin,
dan dalam hal penyelenggaraannya harus mempertimbangkan faktor POAC
(Perencanaan, Organisasinya, Pelaksanaannya dan Pengawasannya).
Kondisi KPH Gularaya saat ini belum mendukung pelaksanaan manajemen
secara oprtimal mengingat berbagai sumber daya masih minim, namun demikian
seiring dengan dinamika yang berkembang manajemen KPHP Gularaya secara
bertahap akan diperbaiki sehingga penyelenggaraan pengelolaan hutan lestari
secara mandiri berlangsung optimal.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 75
Perencanaan Program dan Kegiatan KPHP Gularaya mengacu pada Rencana
Strategis Kementrian Kehutanan 2010 - 2014,Rencana Kehutanan Tingkat Propinsi
(RKTP) Sulawesi Tenggara Tahun 2011-2030,Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP) Dinas Kehutanan Sulawesi Tenggara Tahun 2007 - 2027,Rencana
Strategi Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2008-2013, Rencana
kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara
tahun 2013,Isu Strategis dan Permasalahan.
Berdasarkan Hal tersebut ditetapkan Visi Misi KPHP Gularaya untuk tahun
2014 - 2023 untuk selanjutnya dijabarkan dalam bentuk kegiatan - kegiatan guna
mencapai tujuan KPHP Gularaya yang ditetapkan hingga tahun 2023. Kegiatan KPH
Gularaya selama 10 tahun mulai tahun 2014 -2023 adalah sebagai berikut :
A. Inventarisasi Berkala Wilayah Kelola serta Penataan Hutannya
Inventarisasi yang dimaksudkan adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk
mengetahui dan memperoleh data serta informasi tentang sumberdaya, potensi
sumber daya hutan serta lingkungannya secara lengkap dengan tujuan untuk
mendapatkan data dan informasi yang dipergunakan sebagai baHan perencanaan
dan perumusan kebijaksanaan strategi jangka panjang, jangka menengah dan
operasional jangka pendek sesuai dengan tingkatan dan kedalaman inventarisasi
yang dilaksanakan.
Tata hutan adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan,
mencakup kegiatan pengelompokan sumber daya hutan sesuai dengan tipe
ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya dengan tujuan untuk
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 76
1. Inventarisasi berkala 5 tahunan
Inventarisasi berkala wilayah kelola KPH merupakan kegiatan berkala perlu
dilakukan untuk mengetahui dengan tepat perubahan yang terjadi diwilayah KPH
selama kurun waktu tertentu. Kegiatan berkala ini juga dapat mengakomodir
perubahan yang terjadi pada kondisi biogeofisik dan dinamika sosial ekonomi dan
budaya pada setiap blok pengelolaan hutan di wilayah KPH Gularaya.
Kegiatan ini dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Kegiatan ini bertujuan untuk
memperoleh data update dan akurat pada masing-masing unit pengelolaan, blok
dan petak, Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah kegiatan dilaksanakan
sesuai arah kebijakan pengelolaan yang telah ditetapkan dan perkembangan yang
dicapai. Inventarisasi hutan secara berkala pelaksanannya mengacu pada pedoman
inventarisasi hutan. Hasil inventarisasi ini memberikan gambaran tentang risalah
kondisi unit pengelolaan hutan secara berkala sebagai berikut:
• Kondisi Awal
• Kondisi 5 tahun berikutnya dan dilengkapai dengan (uraian peningkatan
dan penurunan serta permasalahan).
• Kondisi 10 tahun berikutnya dan dilengkapai dengan (uraian
peningkatan dan penurunan serta permasalahan).
Target kegiatan inventarisasi berkala ini menyebar pada 22 kecamatan di
Kabupaten Konawe Selatan dan Kota Kendari, yang mencakup 8 (delapan) blok
pengelolaan yaitu : Pada kawasan Hutan produksi yang terdiri dari : Blok
Pemanfaatan HHK – HA, Blok Pemanfaatan HHK – HT, Blok Pemanfaatan Jasling
dan HHBK, Blok Pemberdayaan Masyarakat dan Blok Perlindungan. Pada kawasan
Hutan Lindung terdiri dari Blok Inti, Blok Pemanfaatan dan Blok Khusus.
Selengkapnya uraian kegiatan inventarisasi pada wilayah KPHP Gularaya disajikan
pada tabel di bawah ini :
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 77
Tabel 26. Uraian Kegiatan Inventarisasi Berkala Pada Wilayah KPHP Gularaya
No Kawasan - Arahan blok Jumlah Aktiitas Inventarisasi Berkala
1 Blok pemanfaatan HHK-HA (HP) 12.129,36 a) Inventarisasi lokasi-lokasi yang berpotensi tutupan hutan (tinggi, sedang dan rendah)
b) Inventarisasi Jenis dan potensi tegakan kayu (m³/Ha) pada berbagai tutupan hutan.
c) Inventarisasi potensi HHBK d) Inventarisasi areal yang perlu rehabilitasi. e) Inventarisasi Carbon Trade (Petak Ukur Permanen)
2. Blok pemanfaatan HHK-HT (HP) 31.024,61 a) Inventarisasi Jenis dan potensi tegakan kayu (m³/Ha) pada berbagai potensi
tutupan hutan b) Inventarisasi areal yang perlu rehabilitasi
3
Blok pemanfaatan kawasan jasling dan HHBK (HP)
10.136,87 a) Inventarisasi Potensi HHBK b) Inventarisasi Restorasi Ekosistem c) Inventarisasi Areal yang Harus direhabilitasi d) Inventarisasi Potensi Jasling
4. Blok Khusus (HP) – Kebun Raya 64,62 Pihak Pemkot Kendari Blok Khusus (HP) – Hutan Pendidikan 288,35 Pihak Universitas Halu Oleo
5. Blok Pemberdayaan Masyarakat 12.534,18 a) Inventarisasi lokasi-lokasi yang berpotensi tutupan hutan (tinggi, sedang dan rendah)
b) Inventarisasi Jenis dan potensi tegakan kayu (m³/Ha) pada berbagai tutupan hutan.
c) Inventarisasi potensi HHBK d) Inventarisasi areal yang perlu rehabilitasi. e) Inventarisasi Carbon Trade (Petak Ukur Permanen)
6. Blok Perlindungan 4.534.18 (a) Inventarisasi flora dan fauna yang endemik dan dilindungi (b) Inventarisasi areal tutupan hutan dan non hutan yang perlu rehabilitasi (c) Inventarisasi lokasi-lokasi yang berpotensi tutupan hutan (tinggi, sedang dan
rendah) 7. Blok Inti HL 17.961,44
(a) Inventarisasi flora dan fauna yang endemik dan dilindungi (b) Inventarisasi areal tutupan hutan dan non hutan yang perlu rehabilitasi (c) Inventarisasi lokasi-lokasi yang berpotensi tutupan hutan (tinggi, sedang dan
rendah) (d) Pembuatan PUP Carbon
8. Blok Pemanfaatan HL 25.654,48 a) Inventarisasi Potensi Jasa Lingkungan, Wisata Alam dan HHBK b) Inventarisasi area yang perlu di rehabilitasi c) Inventarisasi Carbon (PUP Carbon)
9. Blok Khusu HL 72,47 d) Inventarisasi Potensi Jasa Lingkungan, Wisata Alam dan HHBK e) Inventarisasi area yang perlu di rehabilitasi
Inventarisasi Carbon (PUP Carbon)
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 78
2. Rekonstruksi Batas Luar Wilayah KPH
Kegiatan pembuatan batas luar wilayah KPH merupakan kegiatan riil fisik
dilapangan lanjutan dari sketch mapping yang telah dilakukan dengan pendekatan
GIS dan survey awal terhadap batas-batas kawasan budidaya penduduk/non
kawasan hutan yang ada di lapangan. Batas Luar KPH Gularaya memisahkan
Wilayah KPH dengan areal luarnya yang dapat berupa;
• Kawasan hutan yang termasuk KPH Lain,
• Wilayah non kawasan hutan,
• Kawasan hutan dengan fungsi lain seperti kawasan lindung, atau
kawasan konservasi dan enclave untuk wilayah peruntukan lain, seperti
Jalan, rumah karyawan, dan lain-lain.
Estimasi dan rencana pengukuran panjang trayek Rekonstruksi Batas Luar
wilayah Pengelolaan KPH Gularaya dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :
Tabel 27. Jumlah Target Trayek dan Rencana Pelaksanaan Rekonstruksi Batas Luar KPH Gularaya
Kawasan
Hutan
Kabuaten/
Kota
Fungsi
Hutan
Tahun
Pelaksanaan
Panjang
Batas (Km) Keterangan
G Wolasi Konsel
HP,HPT,HL 69/70 175,5 BL
Papalia Konsel HP 89/90 168,5 Batas l HTI
Papalia Konsel HP,HPT,HL 90/91 214,5 BL
Torobulu Konsel HP 92/93 124,3 BL
Wolasi Konsel HL,HP 93/94 144,8 BF ( HL/HP)
Papaia Konsel HL,HPT,HP 94/95 66,2 BF
Wolasi Konsel HL,HPT 94/95 38,1 BF(HL,HTI)
Torobulu Konsel HL 96/97 74,2 BL(Mangrove)
Torobulu Konsel HL 97/98 49,6 BL(Mangrove)
Papaia Konsel HL 97/98 37,8 BL(Mangrove)
Papaia Konsel HL 98/99 45,4 BL(Mangrove)
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 79
Kawasan
Hutan
Kabuaten/
Kota
Fungsi
Hutan
Tahun
Pelaksanaan
Panjang
Batas (Km) Keterangan
Torobulu Konsel HL 98/99 70,0 BL(Mangrove)
Papaia Konsel HL 2000 18,1 BL(Mangrove)
Papaia Konsel HL 2002 15,3 BL(Mangrove)
Papalia Kota
Kendari
HP,HPT,HL 90/91 46,6 BL
Papalia Kota
Kendari
HP,HL 94/95 19,4 BF
1.039.895
Sumber : Statistik Dishut Prov Sultra 2011
3. Penataan Batas Blok pada Wilayah KPH
Tata batas blok dilaksanakan sebagai penataan lanjutan setelah tata batas
terluar kawasan pengelolaan. Pembagian blok dilakukan berdasarkan kesamaan
karakter fisiografi, kesamaan fungsi pengelolaan dan kemudahaan aksesibilitas,
sehingga blok dapat dikelola secara efektif dan efesien. Adapun jumlah
targetrencana pelaksanaan penataan batas blok pada KPH Gularaya disajikan pada
Tabel 28.
Tabel 28. Jumlah Target Trayek dan Rencana Pelaksanaan Tata Batas Blok pada KPH Gularaya
NO Blok Panjang Trayek
(Km) Persentase (%)
1 Blok Pemanfaatan HHK-HA 30,92 5,88
2 Blok Pemanfaatan HHK-HT 113,54 21,60
3 Blok Pemanfaatan Jasling HHBK 102,37 19,48
4 Blok Pemberdayaan Masyarakat 0 0
5 Blok Perlindungan 49,81 9,47
6 Blok Khusus Hutan Produksi 4,14 0,78
7 Blok Inti HL 159,15 30,28
8 Blok Pemanfaatan hutan Lindung
62,61 11,91
9 Blok Khusus Hutan Lindung 3,20 0,60
Jumlah 525,75 100.00
Sumber : Hasil Analisis SIG, 2012
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 80
Hasil yang diharapkan dari adanya kegiatan rekontruksi batas luar, penataan
blok adalah ;
• Adanya batasluar yang jelas mempunyai kepastian hukum yuridis
formal dilapangan wilayah KPH Gularaya yang meliputi tata batas unit
pengelolaan dan blok serta petak yang keberadaannya memperoleh
legalitas dan pengakuan oleh seluruh pemangku kepentingan dan
pemanfaatan kawasan hutan, sehingga menjamin kepastian areal
pengelolaan kawasan hutan untuk produksi kayu, non kayu dan jasa
lingkungan sebagai unit manajemen terkecil.
• Kepastian luasan kawasan budidaya non kehutanan sebagai buffer
lingkungan dan pembinaan sosial.
• Meningkatnya pengendalian dan kelestarian kawasan hutan sesuai
dengan fungsinya.
B. Pemanfaatan Hutan Pada Wilayah Tertentu
Wilayah tertentu adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum
menarik bagi pihak ketiga atau belum diminati oleh pihak ketiga untuk
mengembangkan usaha pemanfaatanya. Wilayah kelola KPHP Gularaya yang belum
diminati oleh investor akan dikelola sendiri sesuai dengan fungsi hutan dan
potensinya. Pemanfaatan pada Wilayah tertentu akan dilaksanakan setelah KPHP
Gularaya menerapkan Pola Pengelolaan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) dan
mendapat penunjukan dari Menteri Kehutanan.
Wilayah tertentu pada KPH Gularaya memiliki luas 84.984,16Haantara lain:
1. Usaha Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), Perlindungan Ekosistem,
Pemanfaatan Jasa Lingkungan, Penyerapan dan Penyimpanan karbon pada
fungsi Hutan Lindung dan Hutan Produksi seluas 31.683,10 Ha.
2. Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) tanaman
jati skema corporate seluas 25.323,00 Ha.
3. Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) tanaman
jati unggulan lokal seluas 5.072 Ha.
4. Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA) Restorasi
Ekosistem (HPT,HP) seluas 12.129,00 Ha.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 81
5. Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Pengembangan bambu
(HPT,HP) seluas 10.137,00 Ha.
6. Ekowisata Terapi Kesehatan Walacea Health Centre berbasis sarang semut dan
lebah madu (Air Panas Kaindi, HP). Seluas 10,06 Ha.25.65
6 model usaha sebagaimana tersebut diatas adalah yang direncanakan akan
menjadi wilayah yang akan dikelola oleh KPH Gularaya ke depannya baik dengan
pola swakelola maupun dengan kemitraan atau dengan investor, masyarakat
ataupun pihak lain yang berminat. Selengkapnya sebaran spasial, kelasperusahaan
dan rencana program kegiatan pada wilayah tertentu KPH Gularaya disajikan pada
tabeldi bawah ini.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 81
Tabel 29. Pembagian Blok dan Penentuan Wilayah Tertentu
FungsiHuta
n
Blok Izin/Pemanfaatan/
penggunaan
Luas (Ha) Tahun
Pelaksanaan
HL 1. Inti Wilayah Tertentu
-Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan, Perlindungan ekosistem dan
penyerapan karbon 17.961,44 Tahun 3
Skala Prioritas II
2. Blok Khusus - Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan,KHDTK (Kebun Raya
Kendari)
72,47
Tahun 1
Tahun 2
Skala Prioritas II
3. Pemanfaatan
a. Izin --
b. Wilayah Tertentu - UsahaPemungutan HHBK, perlindungan ekosistem, pemanfaatan jasa lingkungan dan penyerapan karbon
25.654,48 Tahun 2-10
Skala Prioritas II
HP dan HPT 1. Blok Perlindungan Perlindungan dan Pengawetan Tata Air dan Orologi 4.534,18 Tahun 1
2. Blok Khusus Hutan pendidikan
Kebun Raya
288,36
64,62
Tahun 2
Tahun 1
Skala Prioritas II
3. Pemanfaatan HHK-HT
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 82
FungsiHuta
n
Blok Izin/Pemanfaatan/
penggunaan
Luas (Ha) Tahun
Pelaksanaan
a. Izin --- -
b. Wilayah Tertentu - Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (super teak/Tanaman jati lokasi eks HTI)
31.024,61 Tahun 1 – 10
Prioritas I
4. Pemanfaatan HHK-HA
a. Izin -
b. Wilayah Tertentu - HHK –HA , UsahaHasil Hutan kayu Hutan Alam Restorasi
Ekosistem
12,129,36 Tahun 2
Skala Prioritas II
5. PemanfaatanKawasan, lingkungan, HHBK
-
a. Izin -
b. Wilayah Tertentu - Usaha Pemanfaatan HHBK (Pengembangan bambu)
- Eko Wisata Terapi Kesehatan Wallacea Berbasis Budi daya Lebah
Madu (Air Panas Kaindi)
10.136.87
10,06
Tahun 1
Tahun I
Prioritas I
6. PemanfaatanKawasan, -
c. Izin -
d. Wilayah Tertentu - Usaha Penggunaan Kawasan Batu Moramo Pola Pemberdayaan
Masyarakat.
744,74 Tahun 3
Prioritas 2
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 83
FungsiHuta
n
Blok Izin/Pemanfaatan/
penggunaan
Luas (Ha) Tahun
Pelaksanaan
7. Pemberdayaanmasyarakat Tahun 1
a. Izin - HTR KHJL
- HKm Ambololi
4.639,95
160
Tahun 1
Tahun 1
b. Wilayah Pencadangan Ijin - Izin Pencadangan HTR
- Izin Pencadangan HKm
- Izin Pencadangan HKm Kota
- Pemanfaatan Hutan Tanaman Melalui HKm/HD,HTR
2.872,95
870,00
693,97
2.822,51
Tahun 1-2
Tahun 1-2
Tahun 1-2
Tahun 2-3
Tabel 30. Sebaran Lokasi Wilayah Tertentu Dan Rencana Program Kegiatan Pada Wilayah Tertentu KPH Gularaya
No Arahan Blok Kelas Perusahaan Program Rencana Kegiatan Tahun
Pelaksanaan Lokasi
Jumlah
(Ha)
1 Blok Pemanfaatan HHK-HA
Kelas Perusahaan Produksi Hutan Alam
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu - Hutan Alam
- Usaha Pemungutan HHBK, perlindungan ekosistem, pemanfaatan jasa lingkungan dan penyerapan karbon
Tahun 3 Prioritas 2
Komplek Hutan Papalia dan Wolasi
12.129,36
2
Blok Pemanfaatan HHK-HT
Kelas Perusahaan Produksi Hutan Tanaman
Pengusahaan Hutan Tanaman, Model Kemitraan dengan Investor
Membuka peluang kerjasama kemitraan dengan Investor dalam Pembangunan Hutan Tanaman Jati eks HTI
Tahun 1-10 Prioritas 1
Komplek Hutan Papalia dan Wolasi
31.024,61
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 84
No Arahan Blok Kelas Perusahaan Program Rencana Kegiatan Tahun
Pelaksanaan Lokasi
Jumlah
(Ha)
Pencadangan Pengusahaan Hutan Tanaman, Model Kemitraan dengan Investor
Membuka peluang kerjasama kemitraan dengan Investor dalam Pembangunan Hutan Tanaman HHBK Bambu
Tahun 1-5 Prioritas 1
Komplek Hutan Papalia dan Wolasi
10.136,87
3. Blok
Pemberdayaan
Kelas Perusahaan Hutan Taaman
Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan
- Fasilitasi Pengelolaan HTR oleh KHJL .
Tahun 1 Komplek Hutan Papalia dan Wolasi
4.639,95
Fasilitasi Izin HTR pada areal Pencadangan HTR
Tahun 1 Komplek Hutan Papalia,Wulasi, Torobulu
2.872.95
Fasilitasi Pengelolaan HKm oleh Gapoktan Teporumbu Desa Ambololi
Tahun 1 Komplek Hutan Wolasi
160
Rencana Fasilitasi Izin HKm Tahun 1 Komplek Hutan Papalia,Wulasi, Torobulu Kab Konsel
870
Rencana Fasilitasi Izin HKm Tahun 1
Komplek Hutan Papalia, Kota Kendari
693.97
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 85
No Arahan Blok Kelas Perusahaan Program Rencana Kegiatan Tahun
Pelaksanaan Lokasi
Jumlah
(Ha)
Pemanfaatan Hutan Tanaman elalui HKm/HD,HTR
Tahun 3-10 Komplek Hutan Papalia,Wulasi, Torobulu
2.822,51
4
Blok Perlindungan
Kelas Hutan Non Produksi untuk Perlindungan dan Pengawetan Tata Air serta Orologi
Perlindungan dan Pengawetan Tata Air dan Orologi
Perlindungan dan pengamanan sumber mata air yang terdapat di dalam wilayah hutan pada setiap desa.
Tahun 1
Komplek Hutan Papalia,Wulasi, Torobulu
4.536,98
5.
Blok Inti
Kelas Hutan Non Produksi untuk Perlindungan dan Pengawetan Tata Air serta Orologi
Perlindungan dan Pengawetan Tata Air dan Orologi
- Pemanfaatan jasa
lingkungan dan penyerapan karbon
Tahun 1
Komplek Hutan Papalia , Wolasi
17.961,44
umber : Hasil Analisis SIG, 2012
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 86
Prioritas kegiatan pada pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu di dalam
wilayah KPH Gularaya direncanakan pada pengembangan 3 (tiga) core bisnis di
wilayah-wilayah blok yang telah ditentukan. Pengembangan usaha tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Pengelolaan dan Pengembangan Hutan Tanaman Jati (commercial supertic)
2. Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Bambu
3. Pengelolaan Jasa lingkungan Ekowisata Air Panas Kaindi dan Budidaya
Lebah Madu (Wallacea Health centre).
Tabel 31. Prioritas Kegiatan Pemanfaatan Hutan pada Wilayah Tertentu
di Wilayah KPH Gularaya
No Jenis Usaha Blok
Lokasi/
Kab/kota
Luas
(Ha)
Tahun
Pelaksanan
Arahan
Pencapaian
1 Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Hutan Tanaman Jati Unggul Nusantara (Commercial supertic) :
Wilayah tertentu
Konsel 31.024,61 Tahun 1-10 (Usaha Hutan Tanaman Jati Unggul Nusantara (JUN) Prioritas 1
Terbentuknya Usaha dan Kelembagaan Pengelola Hutan Tanaman Jati Unggulan Nusantara Terbangun usaha hutan tanaman JUN untuk mendukung baHan baku indutsri produk pengoLahan jati
Pemanfaatan Jati Trubusan Sisa Reboisasi dan Eks HTI, dilanjutkan dengan penanaman
Wilayah tertentu
KONSEL 6.284 Tahun 1-5 (500 Ha/tahun) Prioritas 1
Tanaman jati trubusan dan tegakan tinggal sisa tebangan liar dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan awal KPHP Gularaya
2 Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Bambu:
Wilayah tertentu
Konsel 10.136,87 Tahun 1 Prioritas 1
Terbentuknya Usaha Pengelolaan Bambu Terbangun usaha tanaman Bambu untuk mendukung baHan baku industri produk pengoLahan bambu
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 87
No Jenis Usaha Blok Lokasi/
Kab/kota Luas (Ha)
Tahun Pelaksanan
Arahan Pencapaian
3 Wallacea Health centre
Wilayah Tertentu
Desa Lainea Kab Konsel
10,06 Tahun 1 Prioritas 1
Termanfaatkan nya jasa lingkungan untuk terapi pengobatan tropis yang seHat, aman, nyaman dan layak secara ekonomi
Sumber: Hasil analisis potensi di lapangan, 2013.
Selanjutnya untuk melaksanakan program-program kerja yang telah
diuraikan di atas maka terdapat beberapa kegiatan strategis yang perlu dilakukan
dalam pemanfaatan wilayah tertentu pada KPH Gularaya Periode 2014 – 2023.
Selengkapnya disajikan pada table dibawah ini :
Tabel 32. Rekapitulasi Rencana Kegiatan Strategis Pemanfaatan Pada Wilayah Tertentu KPH Gularaya dan Target Capainnya
No Uraian Kegiatan Target pencapaian
1 Inventarisasi hutan pada wilayah tertentu Tahun I
• Diperoleh data potensi baik kayu maupun non kayu • Diketahuinya penyebaran kelas diameter berbagai jenis
tegakan komersil dan non komersil. 3 Penataan hutan dan
penetapan areal kelola pemanfaatan wilayah tertentu KPHP Tahun II
• Ditetapkannya batas dan luas areal pemanfaatan, blok, petak dan anak petak pada areal pemanfaatan wilayah tertentu yang dikelola KPHP
• Berdasarkan Hasil inventarisasi dan penataan tersebut dapat dilakukan pengaturan Hasil berdasarkan etat luas dan berdasarkan etat volume
2. Prakondisi KPHP menerapkan pola Pengelolaan Badan Layanan Umum(BLU) Tahun I
• Penunjukan KPHP Gularaya mengelola wilayah tertentu oleh Mentri
• Penetapan KPHP sebagai lembaga yang menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD ) oleh Gubernur
4 Pembuatan Buisinessplan dan Penentuan kelas perusahaan ( KP )
Tersusunnya Buku Buisinesssplan dan Master plan Terbentuknya kelas perusahaan HHK , HHBK , JASLING
5. Oprasionalisasi Pengusahaan Hutan Tanaman dan Hutan Alam Tahun I
• Terlaksananya kegiatan Pengusahaan Hutan Tanaman pada areal wilayah tertentu
• Terbangunnya kemitraan dan kerjasama dengan investor dan atau masyarakat dalam kegiatan Pengusahaan Hutan
• Tersusunnnya buku Renstra Buisiness • Tersusunnya RKT/bagan kerja • Terbentuknya Operasionalisasi produksi dan pemasaran.
6. Operasionalisasi Usaha Wisata fauna Penangkaran Rusa Tahun IV
• Terlaksananya penangkaran rusa berbasis wisata dan kuliner • Terbangunya kerjasama dengan investor yang tertarik sebagai
mitra pada pengusahaan pariwisata tersebut. • Tersusunnya desain atau rancangan bangunan serta tata letak
prasarana dan sarana pendukung wisata fauna. • Adanya mekanisme pengelolaan wisata yang jelas dengan
pihak investor (apabila usaha tersebut dilakukan dengan kerjasama kemitraan)
• Mengembangkan sistem promosi pariwisata lokasi
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 88
No Uraian Kegiatan Target pencapaian
bersangkutan melalui media oline (melalui internet), pamflet atau media lainnya
8 Operasionalisasi Usaha Ekowisata alam air terjun moramo dan pengobatan tropis Wallacea Tahun I
• Terlaksananya kegiatan Usaha eko wisata alam terbuka air terjun moramo
• Terbangunya kerjasama dengan investor yang tertarik sebagai mitra pada pengusahaan pariwisata tersebut.
• Tersusunnya desain atau rancangan bangunan serta tata letak prasarana dan sarana pendukung ekowisata alam air terjun moramo
• Adanya mekanisme pengelolaan wisata yang jelas dengan pihak investor (apabila usaha tersebut dilakukan dengan kerjasamaan kemitraan)
• Terlaksananya wisata terapi keseHatan Tropis Wallacea ( Wallacea health therapy )
9 Operasionalisasi Usaha Jasa Lingkungan Tahun I
Terlaksananya kegiatan usaha Jasling berbasis penjualan karbon pada hutan lindung
C. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan dan pelibatan masyarakat setempat dalam pengelolaan hutan
merupakan salah satu upaya pemanfaatan sumberdaya hutan secara optimal dan
berkelanjutan. Upaya tersebut dapat dilakukan baik melalui pengembangan
kapasitas maupun pemberian akses pemanfaatan sumber daya hutan dengan
tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalam dan disekitar hutan.
Pemberdayaan masyarakat setempat tersebut merupakan kewajiban pemerintah,
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang pelaksanaannya menjadi
tanggungjawab KPH.
Dalam implementasinya di wilayah KPH Gularaya terdapat Blok Pemberdayaan
masyarakat, yang lokasinya berada pada wilayah yang telah terdapat aktivitas
masyarakat di dalam kawasan hutan tersebut atau masyarakat memiliki akses yang
tinggi terhadap kawasan hutan tersebut dan berada di luar areal ijin pengusahaan
hutan. Secara spasial lokasi blok pemberdayaan masyarakat tersebar di 18
kecamatan dengan total luas 12.534.18Ha. Dengan perincian sebagai berikut :
1. Rencana Pengembangan Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR) seluas
7.513,00 ha.
2. Rencana Pengembangan Hutan Kemasyarakatan (HKm) seluas 5.021,00 ha
Penutupan Lahan yang terdapat paling banyak pada blok pemberdayaan yaitu
berupa semak belukar (B), pertanian campuran (Pc) dan Hutan sekunder (HS).
Selengkapnya disajikan pada tabel di bawah ini :
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 89
Tabel 33. Kondisi, Luas dan Letak Blok pemberdayaan KPH Gularaya pada Wilayah Administrasi Kabuapten Konawe Selatan dan Kota Kendari
No Arahan Blok Kecamatan Desa/Kelurahan Luas (Ha) Ket
1 Blok Pemberdayaan BAITO Amasara 21,31
Baito 1,34
3
Wonuaraya 0,37
4
Wonuaraya1? 317,43
5
Wonuaraya2? 7,70
6
BUKE Adayu Indah 317,77
7
KOLONO Adinete 11,17
8
Puupi 160,35
9
Sawa 45,19
10
Wawoosu 423,21
11
KONDA Ambololi 80,54
12
Amohalo 68,35
13
Lawoila 15,52
14
Tanea 18,25
15
LAEYA Aepodu 57,41
16
Ambesea 693,39
17
Ambolodangge 460,59
18
Anduna 85,71
19
Lambakara 349,37
20
Lamong Jaya 166,74
21
Ombu-Ombu
Jaya 109,87
22
Punggaluku 15,53
23
Ramburambu 170,30
24
LAINEA Areo 137,35
25
Kaindi 34,43
26
Lainea 42,52
27
Lalonggombu 138,61
28
Ngapa Jaya 421,41
29
Pangan Jaya 4,80
30
Polewali 336,30
31
Watumeeto 180,68
32
MORAMO
UTARA Lamboeya 780,90
33
PALANGGA Asole 752,46
34
Eewa 12,31
35
Kapujaya 44,18
36
Kiaea 22,02
37
ABELI Nambo 32,62
38
Petoha 123,08
39
Sambuli 30,91
40
Tobimeita 17,24
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 90
No Arahan Blok Kecamatan Desa/Kelurahan Luas (Ha) Ket
41
Tondongeu 3,00
42
ANDOLO Potoro 47,51
43
ANGATA Angata 56,56
44
Matabondu 279,93
45
Puao 104,57
46
Pudambu 371,70
47
Puusanggula 354,83
48
Teteasa 0,02
49
BAITO Amasara 14,60
50
Wonuaraya1 3,92
51
BARUGA Baruga 342,21
52
BENUA Benua Utama 129,99
53
Horodopi 0,16
54
Lamara 245,93
55
Puosu 177,58
56
BUKE Adayu Indah 41,70
57
Asembu Mulya 206,28
58
Awalo 202,99
59
Adinete 0,00
60
KOLONO Kolono 0,34
61
Puupi 1,64
62
Sawa 1,02
63
Ulusena Jaya 0,01
64
KONDA Ambololi 22,97
65
Konda 232,19
66
Lambusa 437,06
67
Lamomeo 73,93
68
Tanea 18,44
69
LAEYA Aepodu 20,42
70
Ambesea 28,36
71
Ambolodangge 11,73
72
Anduna 1,43
73
Lambakara 6,50
74
Lamong Jaya 3,14
75
Ombu-Ombu
Jaya 23,81
76
Punggaluku 0,57
77
Ramburambu 2,57
78
LAINEA Areo 3,15
79
Kaindi 0,02
80
Lalonggombu 9,63
81
Ngapa Jaya 0,66
82
Watumeeto 7,66
83
LANDONO Amotowo 1,31
84
Arongo 0,20
85
Endanga 0,26
86
Lakomea 2,18
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 91
No Arahan Blok Kecamatan Desa/Kelurahan Luas (Ha) Ket
87
LANDONO 0,22
88
Landono? 1,28
89
MORAMO Amohola 0,01
90
Bakutaru 139,20
91
Lakomea 2,85
92
Landipo 6,18
93
Marga Cinta 46,49
94
Pudaria Jaya 0,57
95
Watu Porambaa 0,12
96
MOWILA Pudahoa 2,44
97
PALANGGA Asole 36,91
98
Kapujaya 0,67
99
POASIA Andonouho 221,00
100
RANOMEETO Ambaipua 55,63
101
Amoito 10,93
102
Amoito Siama 152,82
103
Boroboro 0,54
104
TINANGGEA Moolo Indah 62,14
105
Wadonggo 233,80
106
Watumelewe 71,37
107
WOLASI Matawolasi 0,33
108
Wolasi 0,01
109
MORAMO Selabangga 4,86
110
MORAMO
UTARA Lamokula 110,25
111
Mata Wawatu 74,34
112
Mataiwoi 55,89
113
Mekar Jaya 385,95
114
Lalowaru 91,15
115
Lamboeya 448,86
116
Mataiwoi 0,01
117
Sanggula 113,46
JUMLAH
12.534,18
Sumber : Hasil Analisis SIG, 2012
Selanjutnya Rencana Kegiatan yang akan dilaksanakan pada Blok
Pemberdayaan Masyarakat selama jangka 2014 - 2023 di KPHP Gularaya disajikan
pada tabel dibawah ini :
Tabel 34. Rencana Kegiatan Blok Pemberdayaan Masyarakat KPH Gularaya
No Rencana Kegiatan
Lokasi Tahun Pelaksanaan
Luas Wilayah
(Ha)
Indikator Pencapaian
Pendampingan Kelembagaan
1 Izin Hutan Tanaman Rakyat
Kompleks Hutan Paplia dan
2014 4.639,95 • Terbitnya Izin HTR
• Terbentuknya
• KHJL • KPH Gularaya
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 92
No Rencana
Kegiatan Lokasi
Tahun
Pelaksanaan
Luas Wilayah
(Ha)
Indikator
Pencapaian
Pendampingan
Kelembagaan
wolasi Usaha Pengelolaan Hutan Tanaman Rakyat pada hutan tanaman
2 Pencadangan Hutan Tanaman Rakyat
Kompleks Hutan wolasi dan Papalia Kab. Konsel
2014 2.872.95 • Terbentuknya Kelompok Tani HTR
• Terbentuknya UsahaPengelolaan HTR Pada Hutan Tanaman
• Kelompok Tani
• KPH Gularaya
3 Izin HKM Desa Ambololi Komplek Hutan Wolasi
2014 160 • Terbitnya Izin HKm
• Terbentuknya Usaha Pengelolaan HKm
• Gapoktan Teporumbu
• KPH Gularaya
4 Pencadangan areal HKM
Komplek Hutan Wolasi, Papalia dan Torobulu Kabupaten Konawe Selatan
2014 870,0 • Terbentuknya Kelompok Tani Ulat Sutra
• Terbentuknya Usaha Pengelolaan Ulat Sutra
• Kelompok tani Kab Konsel
• KPH Gularaya • LSM
5 Pencadangan areal HKM
Komplek Hutan Papalia Kota Kendari
2014 693.97 • Terbentuknya Kelompok Tani mangrove
• Terbentuknya Usaha Industri Pengelolaan Madu dalam skala Usaha Rumah Tangga
• Kelompok tani Kota Kendari
• KPH Gularaya • LSM
6. Area Persiapan pencadangan Pemeberdayaan pola HKm/HD dan HTR
Komplek hutan
2015 2.822,51 • Terbentuknya Kelompok Tani mangrove
• Terbitnya SK Pencadangan HKM/HD dan HTR
• Kelompok tani Kota Kendari
• KPH Gularaya • LSM
Untuk mendukung kegiatan pengembangan masyarakat pada blok
pemberdayaan secara lebih luas dari aspek kapasitas sumberdaya manusia, sosial
ekonomi, dan kelembagaannya, maka perlu diperluas dengan program kegiatan
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 93
lainnya yang terukur. Kegiatan pendukung dalam meningkatkan kaspitas dan
kemampuan di dalam dan sekitar areal KPH Gularaya diuraikan pada tabel berikut.
Tabel 35. Rekapitulasi Rencana Kegiatan Pendukung Dalam
Pemberdayaan MasyarakatKPH Gularaya Jangka 2014-2023
No Uraian Kegiatan Indikator /Target
1 Pengembangan Sumber daya Manusia (petani,Polhut,peneliti, pelaku bisnis,Birokrasi,LSM) ; • PelatiHan • Studi banding • Workshop/Seminar • Kursus / magang
Terlaksananya kegiatan pelatiHan,studi banding, workshop/seminar ,kursus dan magang
2 Pengembangan Kelembagaan ekonomiRakyat • Membuat Regulasi • Pembentukan Forum Multipihak • Pendampingan Kelembagaan
Terwujudnya regulasi , terbentuknya forum multi pihak dan terlaksananya pendampingan kelembagaan
3 Pengembangan kemampuan Permodalan • Membangun skema mikro finance untuk masyarakat
Terbangunnya skema mikro finance
4 Peningkatan Daya Saing • Sertifikasi produk • Industrialisasi produk berbasis masyarakat (home
industri)
Terwujudnya sertifikasi produk dan industrialisasi produk berbasis masyarakat
5 Pembinaan jejaring dan kemitraan • Kemitraan bisnis • Kemitraan Perlindungan dan konservasi hutan
Terlaksananya kemitraan bisnis ,perlindungan dan konservasi hutan
6 Membangun model kelembagaan masyarakat sekitar hutan produksi dalam rangka peningkatan usaha masyarakat sekitar hutan produksi
Terbangunnya model kelembagaan masyarakat sekitar hutan produksi
7 Fasilitasi Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat dan Hutan Desa serta Hutan Kemasyarakatan (HKm)
Terbangunnya HTR, HD dan HKm
8 Pengembangan centra HHBK unggulan Berkembangnya HHBK
Seperti yang terlihat pada tabel di atas pada poin 7 dan 8, secara teknis
program pembedayaan masyarakat setempat dalam pengelolaan hutan khusus
pada Blok Pemberdayaan Masyarakat pada KPH Gularaya, dapat dilakukan dengan
skema Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan dan
Pengembangan HHBK. Untuk menunjang upaya sinergisitas dan kerjasama antar
pihak, maka KPHP Gularaya memfasilitasi terbentuknya forum multi pihak.
Pembentukan forum ini dalam rangka mengakomodir aspirasi dari berbagai pihak
dan membangun jejaring kemitraan.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 94
Untuk kegiatan pemberdayaan yang direncanakan akan dilakukan dengan
skema Hutan Tanaman Rakyat (HTR) atau HKm, beberapa kegiatan pokok yang
perlu dilakukan, antara lain :
1. Mengembangkan skema Hutan Tanaman Rakyat (HTR) pola mandiri
atau pola developer, dan atau pola kemitraan pada kawasan hutan
produksi yang tidak produktif atau telah dirambah oleh masyrakat.
2. Fasilitasi pembentukan kelompok tani HTR atau HKm serta pengurusan
proses peroleHan ijin IUPHK-HTR dan IUPHHKm dilakukan secara
kemitraan antara lembaga pengelola KPHP Gularaya, kelompok tani HTR
dan HKm, Lembaga Dinas Kehutanan dan UPT kementerian kehutanan
yang membidangi HTR dan HKM.
Pelaksanaan kegiatan pada Blok Pemberdayaan Masyarakat bertujuan untuk
meningkatkan serapan tenaga kerja lokal, proses kemitraan dan penyediaan akses
usaha kehutanan dan ekonomi produktif lainnya bagi masyarakat. Diperlukan
prasyarat awal untuk melaksankan program kegiatan dan pencapaian tujuan dari
Rencana pengembangan blok pemberdayaan masyarakat di wilayah KPH Gularaya,
sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 95
Tabel 36. Rencana Pemberdayaan Masyarakat dalam Bentuk Penyerapan Tenaga Lokal, Kemitraan, Penyediaan Akses
Usaha Kehutanandan Ekonomi Produktif lainnya
No Kegiatan Tujuan Metode Lokasi Waktu Hasil
1 Sosialisasi KPH
(membangun kepercayaan
ke masyarakat dan
pemerintah desa)
memperkenalkan rencana kerja KPH
Gularaya dalam kaitannya dengan
pemberdayaan masyarakat di sekitar
kawasan KPH Gularaya
Pendekatan Interpersonal dan Kelembagaan
Prioritas lokasi Desa yang memiliki potensi
Tahun 1 KPH Gularaya dikenal oleh masyarakat di sekitar Wilayah KPH Gularaya dan SULTRA secara Umum
2. Mengumpulkan data desa
(monografi atau profil
desa)
- Data desa, data BPS, identifikasi
program-program yang masuk ke
desa.
- identifikasi institusi desa, tokoh
masyarakat, karang taruna,
kelompok tani, kelompok pengelolah
hutan, dll
Pendekatan Interpersonal dan Kelembagaan
Prioritas Lokasi Hutan Tanaman Jati dan Bambu
Tahun 1 Data Desa
3. Lokakarya atau pertemuan-
pertemuan kampung (desa)
Menghimpun data dari masyarakat/Kelompok, Sejarah Desa/Kelompok, Analisis potensi, Analisis Stakeholder, keterlibatan para pihak
FGD (Focus Group Discussion),
Prioritas Lokasi Hutan Tanaman Jati dan Bambui
Tahun 1 Historis Daerah, Potensi Desa (SDA) Jenis Program yang masuk, Terlibatnya pemangku kepentingan
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 96
No Kegiatan Tujuan Metode Lokasi Waktu Hasil
Penilaian tentang
kebutuhan kapasitas
Peran serta Masyarakat dalam aktifitas kelompok, transformasi pengetahuan, membangun dalam upaya meningkatkan penghasilan kelompok/masyarakat. Menetukan komoditi prioritas berdasarkan pasar.
FGD (Focus Group Discussion),
Prioritas Lokasi HKm dan HTR
Tahun 1 Kelompok desa, ruang saling berbagi informasi, menilai komiditi yang menjadi prioritas desa
4. Jasa lingkungan :
- Permandian air panas
(terapi wallacea)
Menunjang nilai ekonomi
FGD (Focus Group Discussion),
Desa Desa Kaindi Kec. Lainea Kab Konsel
Tahun 1 Tata kelola berdasarkan jasa lingkungannya
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 97
Dengan memanfaatkan Teknologi SIG maka dapat diketahui desa-desa
pada blok pemberdayaan yang menjadi sasaran kegiatan pemberdayaan
masyarakat dalam mendukung pengelolaan hutan yang lestari dan
berkelanjutan di wilayah KPH Gularaya. Berikut ini disajikan tabel sebaran desa
sasaran kegiatan pemberdayaan masyarakat pada Blok Pemberdayaan KPH
Gularaya, baik yang kegiatannya telah berjalan saat ini maupun yang masih
tahap perencanaan atau pencadangan.
Tabel 37. Sebaran Desa-Desa Sasaran Kegiatan Pemberdayaan pada Blok Pemberdayaan Masyarakat KPH Gularaya
No PEMANFAATAN Kecamatan Desa/
KeluraHan Luas (Ha)
Jumlah
1 Rencana Pembangunan Hutan Kemasyarakatan (HKM) Pengembangan HHBBK Kota Kendari.
Abeli Nambo 32,62
PetoHa 123,08
Sambuli 30.91
Tobimeita 17,24
Tondonggeu 3.00
Baruga Baruga Baruga 342.21
2 Pengembangan HHBK-HTR
Andoolo Potoro 47.51
3. Rencana Pengembangan HHK-HTR,HKm/HD dan pengembangan HHBK
Angata Angata 56.56
Matabondu 279.93
Puao 104.57
Pudambu 371.70
Puusanggula 354.83
Teteasa 0.02
4. Rencana Pengembangan HHK-HTR,HKm/HD dan pengembangan HHBK
Baito Amasara 55.62
Baito 81.71
Wonuaraya 1.670,00
5. Rencana Pengembangan HHK-HTR,HKm/HD dan pengembangan HHBK
Benua Benua Utama 129.99
Horodopi 0.16
Lamara 245.93
Puosu 177.58
6. Rencana Pengembangan HHK-HTR,HKm/HD dan pengembangan HHBK
Buke Adayu Indah 1.734.06
Asembu mulya 206.28
Awalo 202.99
7. Rencana Pengembangan HHK-HTR,HKm/HD dan pengembangan HHBK
Kolono Adinete 11.17
Kolono 0.34
Puupi 161.99
Sawa 46.22
Ulusena Jaya 0.01
Wawoosu 423.21
Rencana Pengembangan HHK-HTR,HKm/HD dan pengembangan HHBK
Konda Ambololi 103.50
AmoHalo 68.35
Konda 232.19
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 98
No PEMANFAATAN Kecamatan Desa/
KeluraHan Luas (Ha)
Jumlah
Lambusa 4376
Lamomea 73.93
Lawoila 15.52
Tanea 36.69
Rencana Pengembangan HHK-HTR,HKm/HD dan pengembangan HHBK
Laeya Aepodu 371.47
Ambesea 721.74
Ambolodangge 472.29
Anduna 87.14
Lambakara 355.87
Lamongjaya 169.88
Ombu-ombujaya 133.68
Punggaluku 16.10
Rambu rambu 339.19
Rencana Pengembangan HHK-HTR,HKm/HD dan pengembangan HHBK
Lainea Aoreo 140.50
Kaindi 34.45
Lainea 42.52
Lalonggombu 148.23
Ngapajaya 422.07
Panganjaya 4.80
Polewali 336.30
Watumeeto 188.33
Rencana Pengembangan HHK-HTR,HKm/HD dan pengembangan HHBK
Landono Amotowo 124.29
Arongo 202.69
Endanga 117.01
Lakomea 158.45
Landono 86.46
Rencana Pengembangan HHK-HTR,HKm/HD dan pengembangan HHBK
Moramo Amohola 0.01
Bakutaru 139.20
L:akomea 2.85
Landipo 6.18
Margacinta 46.49
Pudariajaya 0.57
Watu Porambaa 0.12
Rencana Pengembangan HHK-HTR,HKm/HD dan pengembangan HHBK
Moramo Utara Lalowaru 197.04
Lamboeya 1229.76
Mataiwoi 0.01
Tanjung Tiram 196.62
Wawatu 420.25
Rencana Pengembangan HHK-HTR,HKm/HD dan pengembangan HHBK Mowila Pudahua 934.43
Rencana Pengembangan HHK-HTR,HKm/HD dan pengembangan HHBK
Palangga Asole 968.08
Eewa 22.51
Kapujaya 44.85
Kiaea 22.02
Rencana Pengembangan HHK-HTR,HKm/HD dan pengembangan HHBK Poasia Andounuhu 221.00
Rencana Pengembangan Ranomeeto Ambaipua 55.63
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 99
No PEMANFAATAN Kecamatan Desa/
KeluraHan Luas (Ha)
Jumlah
HHK-HTR,HKm/HD dan pengembangan HHBK
Amoito 10.93
Amoito Siama 252.82
Boro-boro 29.55
Rencana Pengembangan HHK-HTR,HKm/HD dan pengembangan HHBK
Tinanggea Moolo Indah 62.14
Wadonggo 233.80
Watumelewe 71.37
Rencana Pengembangan HHK-HTR,HKm/HD dan pengembangan HHBK
Wolasi Matawolasi 0.33
Wolasi 0.01
Jumlah 12.534,18 Sumber : Hasil Analisis SIG, 2012
D. Pembinaan dan Pemantauan (Controlling) pada areal KPH yang
telah ada Izin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan Hutan
Pada prinsipnya semua hutan dan kawasan hutan dapat dimanfaatkan secara
optimal bagi kesejahteraan masyarakat dengan tetap memperhatikan sifat,
karakteristik dan kerentanannya serta tidak dibenarkan mengubah fungsi pokok
hutan, fungsi konservasi, lindung dan produksi. Kesesuaian ketiga fungsi tersebut
sangat dinamis dan yang paling penting dalam pemanfaatan hutan dan kawasan
hutan harus tetap sinergi.
Secara umum pemanfaatan hutan pada hutan produksi dapat
diselenggarakan melalui kegiatan : (1) pemanfaatan kawasan, (2) pemanfaatan
jasa lingkungan, (3) pemanfaatan Hasil hutan kayu dan bukan kayu,(4). Sebaliknya
pemanfaatan hutan pada hutan lindung dibatasi pada jenis(1) pemanfaatan
kawasan,(2) pemanfaatan jasa lingkungan, dan (3) Pemungutan Hasil hutan bukan
kayu.
Tabel 38. Areal KPHyang Telah ada Izin Pemanfaatan Maupun
Penggunaan Kawasan Hutan dan Dalam Proses Perijinan tersebut
No Nama Izin Blok Kacamatan Luas(Ha) Jumlah
1 HKM Watudemba Palangga
Blok Pemberdayaan Masyarakat Kec. Palangga 22.29
22.29
2 Jalan Tambang PT.Baula
Blok Pemanfaatan HL Kec. Tinanggea 5.26
5.26
3 Jalan Tambang PT.Tripel
Blok Pemanfaatan HL
Kec. Palangga selata
1.11 1.11
7 HKM Ambololi
Blok Pemanfaatan HL Kec. Konda 49.98
148.65 Blok Pemberdayaan Masyarakat Kec. Konda 98.67
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 100
No Nama Izin Blok Kacamatan Luas(Ha) Jumlah
8 HKM Andaluke Tanea
Blok Pemanfaatan HL
Kec. Moramo utara 0.97
870.00 Blok Pemberdayaan
Masyarakat
Kec. Konda 84.40 Kec. Moramo utara 784.63
9 HKM Kota Kendari
Blok Pemanfaatan HL Kec. Poasia 0.38
19.64 Blok Pemberdayaan
Masyarakat Kec. Abeli 9.71
Kec. Poasia 9.55
10 HTR KHJL Blok Pemberdayaan Masyarakat
Kec. Baito 338.84
4.585.10
Kec. Buke 316.98
Kec. Kolono 641.21
Kec. Laeya 1809.67
Kec. Lainea 780.58
Kec. Palangga 697.84
11 Kebun Raya Blok Khusus HL Kec. Poasia 73.62
138.24 Blok Khusus HP Kec. Poasia 64.62
12 Pencadangan HTR
Blok Pemberdayaan Masyarakat
Kec. Baito 1.380.56
.2872.34
Kec. Buke 531.87
Kec. Laeya 307.48
Kec. Lainea 530.70
Kec. Palangga 121.73
13
Remote Area PT.TELKOM
Blok Pemanfaatan HL Kec. Konda 0.30
1.18 Blok Pemanfaatan Kawasan, Jasling
dan HHBK
Kec. Wolasi 0.30
Kec. Laeya 0.57
14 Rencana Hutan Pendidikan
Blok Khusus HP
Kec. Abeli 269.08
274.38
Kec. Poasia 5.30
Kec. Lainea 311.13 Blok Pemanfaatan Kawasan, Jasling dan HHBK
Kec. Laeya, Palangga Selatan
249.54 3.00
Total 8.938,19
Sumber : Analisis Gis, 2013
Penggunaan kawasan hutan bertujuan untuk mengatur penggunaan sebagian
kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan diluar kegiatan kehutanan tanpa
mengubah fungsi pokok kawasan hutan, sedangkan perubahan peruntukan
kawasan hutan adalah perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan
dan perubahan fungsi kawasan hutan adalah perubahan sebagian atau seluruh
fungsi hutan dalam satu atau beberapa kelompok hutan menjadi fungsi kawasan
hutan yang lain:
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 101
(a) Pinjam pakai kawasan hutan
Implementasi Penggunaan kawasan hutan adalah sebagai berikut :
i) Hanya dapat dilakukan di dalam Kawasan Hutan Produksi dan atau
Kawasan Hutan Lindung.
ii) Dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan
iii) Mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta
kelestarian lingkungan.
iv) Kegiatan yang mempunyai tujuan strategis, dalam arti yang
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh yang sangat penting
secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan keamanan
negara, pertumbuhan ekonomi, sosial budaya dan atau lingkungan
seperti :
- Religi,
- Pertambangan,
- Instalasi pembangkit, transmisi, distribusi listrik, teknologi energy
baru dan terbarukan,
- Pembangunan jaringan telekomunikasi, stasiun pemancar, radio,
stasiun relay televise,
- Jalan umum, jalan tol, jalur kereta api,
- sarana transportasi yang tidak dikatagorikan sebagai sarana
transportasi umum untuk keperluan pengakutan hasil produksi
- Sarana prasarana sumber daya air, pembangunan jaringaninstalasi
air, dan saluran air bersih dan atau air limbah,
- Fasilitas umum,
- Industri terkait kehutanan,
- Pertahanan keamanan, dan
- Prasarana penunjang keselamatan umum, penampungan sementara
korban bencana alam.
Penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan dapat dilakukan
pada kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung. Pada hutan produksi
dapat dilakukan dengan : a) Pola pertambangan terbuka b) Pola pertambangan
bawah tanah. Sedangkan pada hutan lindung hanya dapat dilakukan penambangan
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 102
dengan pola pertambangan bawah tanah dengan ketentuan dilarang
mengakibatkan : a) Turunnnya permukaan air tanah, b) Berubahnya fungsi pokok
kawasan hutan secara permanen, c) Terjadi kerusakan akuiver air tanah.
Penggunaan kawasan hutan dilakukan berdasarkan izin pinjam pakai kawasan
hutan :
i) Izin pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi lahan, untuk
kawasan hutan pada provinsi yang luas kawasan hutannya dibawah 30
% dari luasdaerah aliran sungai, pulau dan atau provinsi, dengan
ketentuan kompensasi Lahan dengan rasio paling sedikit 1 : 1 untuk non
komersial dan paling sedikit 1 : 2 untuk komersial.
ii) Izin pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi membayar
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) penggunaan kawasan hutan
dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran
sungai, untuk kawasan hutan pada propinsi yang luas kawasan
hutannya diatas 30 % dari luasdaerah aliran sungai,pulau dan atau
provinsi dengan ketentuan : 1) Penggunaan untuk non komersial
dikenakan kompensasi membayar PNBP penggunaan kawasan hutan
dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran
sungai dengan rasio 1 : 1. 2) Penggunaan untuk komerial dikenakan
kompensasi membayar PNBP penggunaan kawasan hutan dan
melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai
paling sedikit dengan rasio 1 : 1.
iii) Izin pinjam pakai kawasan hutan tanpa kompensasi lahan atau tanpa
kompensasi membayar PNBP penggunaan kawasan hutan dan tanpa
melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai
dengan ketentuan hanya untuk : 1) Kegiatan pertahanan Negara, sarana
keselamatan lalu lintas laut dan udara, cek dam,embung,sabodan sarana
meteorology, klimatologi dan geofisika, 2)Kegiatan survey dan
eksplorasi.
Penggunaan kawasan hutan dilakukan berdasarkan izin pinjam pakai kawasan
hutan yang diberikan oleh Menteri Kehutanan. Penggunaan kawasan hutan untuk
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 103
pertambangan yang berdampak penting dan cakupan luas dan bernilai strategis
harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Menteri menerbitkan persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan
sebelum menerbitkan izin pinjam pakai kawasan hutan kepada pemohon yang
memenuhi persyaratan. Persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan diberikan
untuk jangka waktu paling lama 2 tahun sejak diterbitkan dan dapat diperpanjang
berdasarkanHasil evaluasi.
Persetuan prinsip memuat kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemohon
yang meliputi :
i. Melaksanakan tata batas terhadap kawasan hutan yang disetujui dan
lahan kompensasi serta proses pengukuhnnya.
ii. Melaksanakan inventarisasi tegakan.
iii. Membuat pernyataan kesanggupan membayar penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) Penggunaan kawasan hutan dan melakukan
penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai.
iv. Menyerahkan dan menghutankan lahan untuk dijadikan kawasan hutan
dalam hal kompensasi berupa lahan.
v. Melaksanakan kewajiban lain yang ditetapkan oleh Menteri.
Dalam hal pemegang persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan telah
memenuhi seluruh kewajiban, Menteri Kehutanan menerbitkan izin Pinjam
PakaiKawasan Hutan, yang didalam izin tersebut diantaranya berisi kewajiban
pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Yang meliputi :
i. Membayar Peneriman Negara Bukan Pajak (PNBP) penggunaan kawasan
hutan.
ii. Melakukan penanaman dalam rangka rehabiitasi daerah aliran sungai.
iii. Melaksanakan reboisasi pada lahan kompensasi.
iv. Menyelenggarakan perlindungan hutan.
v. Melaksanakan reklamasi dan atau reboisasi pada kawasan hutan yang
dipinjam pakai yang sudah tidak digunakan.
vi. Melaksanakan kewajiban lain yang ditetapkan oleh menteri.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 104
(b) Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya KPHP Gularaya tidak mempunyai
peran dalam perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan, namunsesuai
dengan prinsip pengelolaan, maka setiap kegiatan yang berada diwilyah kelola
KPH, maka KPH wajib mengetahuinya.
Perubahan peruntukan kawasan hutan adalah perubahan kawasan hutan
menjadi bukan kawaan hutan. Perubahan peruntukan kawasan hutan dilakukan
untuk memenuhi tuntutan dinamika pembangunan nasional serta aspirasi
masyarakat dengan tetap berlandaskan pada optimalisasi distribusi fungsi, manfaat
kawasan hutan secara lestari dan berkelanjutan serta keberadaan kawasan hutan
dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional.
Perubahan peruntukan kawasan hutan meliputi : Perubahan peruntukan
kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan. Perubahan peruntukan
Hanya dapat dilakukan pada hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas
melalui tukar menukar kawasan hutan yang dapat dilakukan secara parsial atau
untuk wilayah provinsi yang melalui tukar menukar kawasan hutan atau pelepasan
kawasan hutan.
Tukar menukar kawasan hutandilakukan untuk pembangunan diluar kegiatan
kehutanan yang bersifat permanen, menghilangkan enclave atau memperbaiki
batas kawasan hutan dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Tetap terjaminnya luas kawasan hutan paling sedikit 30 % dari luas
daerah aliran sungai, pulau dan atau provinsi dengan sebaran yang
proporsional.
2) Mempertahankan daya dukung kawasan hutan tetap layak kelola.
Perubahan peruntukan kawasan hutan untuk wilayah provinsi dapat
dilakukan pada hutan konservasi, hutan lindung atau hutan produksi
berdasarkan usulan dari gubernur kepada menteri.
(c) Perubahan Fungsi Kawasan Hutan
Perubahan fungsi kawasan hutan adalah perubahan sebagian atau seluruh
fungsi hutan dalam satu atau beberapa kelompok hutan menjadi fungsi kawasan
hutan yang lain. Perubahan fungsi kawasan hutan dilakukan untuk memantapkan
dan mengoptimalisasikan fungsi kawasan hutan yang dapat dilakukan pada hutan
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 105
dengan fungsi pokok : Hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi.
Perubahan fungsi dilakukan mengingat adanya keterbatasan data dan informasi
yang tersedia pada saat penunjukan kawasan hutan, dinamika pembangunan,
faktor alam maupun faktor masyarakat, maka perlu dilakukan evaluasi fungsi
kawasan hutan. Dalam penetapan perubahan fungsi kawasan hutan tetap mengacu
pada kriteria masing-masing fungsi hutan produksi, hutan lindung dan hutan
konservasi.
Rencana Kegiatan Pembinaan dan Pemantauan pada areal KPHP Gularaya
yang telah ada Hak atau Izin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan selama
jangka 2014-2023 di KPHP Gularaya disajikan pada tabel dibawah ini :
Tabel 39. Rekapitulasi Rencana Kegiatan Pembinaan dan Pemantauan pada areal yang telah ada Hak atau izin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan KPHP Gularaya jangka 2014– 2023
No Uraian Kegiatan Target / Indikator
1 Inventarisasi izin-izin Pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan
1 kali setahun
2 Pembinaan,Monitoringdan evaluasi Pemanfaatan Hutan pada Hutan Lindung seperti :
1. Pemanfaatan kawasan, 2. Pemanfaatan jasa lingkungan 3. Pemungutan Hasil hutan bukan kayu
1 kali setahun 1 kali setahun 1 kali setahun
3 Pembinaan,Monitoring dan Evaluasi Pemanfaatan Hutan pada Hutan Produksi seperti :
1. Pemanfaatan kawasan 2. Pemanfaatan Jasa lingkungan 3. Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan bukan
kayu (Pemanfaatan Hasil hutan kayu dalam hutan alam, Pemanfaatan Hasil Hutan kayu dalam hutan tanaman melalui HTR,HTI dan Pemanfaatan Hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam,Pemanfaatan Hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman)
4. Pemungutan Hasil hutan kayu dalam hutan alam,
5. Pemungutan Hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam,
6. Pemungutan Hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman
1 kali setahun 1 kali setahun 1 kali setahun
1 kali setahun
1 kali setahun
1 kali setahun
4 Pembinaan,Monitoring,Evaluasi dan pelaporan penggunaan kawasan hutan untuk pertambangan, sarana perhubungan / jalan,sarana telekomunikasi /radio, Pinjam Pakai kawasan hutan, transmigrasi
1 kali setahun
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 106
E. Penyelenggaraan Rehabilitasi Pada Areal Diluar Izin
1. Dasar Hukum dan Acuan Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan
Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan berpedoman pada PP 76 tahun 2008
tentang rehabilitasi dan reklamasi hutan dan Permenhut Nomor P 39/Menhut-
II/2010 tentang pola umum, Kriteria dan Standar Rehabilitasi dan Reklamasi
Hutan.
Pola umum rehabilitasi hutan disusun dengan maksud memberikan kerangka
dasar dalam penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan yang memuat prinsip
dan pendekatan serta dengan tujuan agar diperoleh landasan bersama mengenai
pendekatan dasar, prinsip-prinsip pola penyelenggaraan dan mekanisme
pengendalian pelaksanaan, agar diperoleh hasil dan dampak yang efektif sesuai
dengan tujuan rehabilitasi hutan.
Prinsip penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan adalah :
a. Sistem penganggaran yang berkesinambungan (multi years)
b. Kejelasan kewenangan
c. Andil biaya (cost sharing)
d. Penerapan sistim insentif
e. Pemberdayaan masyarakat dan kapasitas kelembagaan
f. Pendekatan partisipatif
g. Transparasi dan akuntabilitas
Untuk keberhasilan penyelenggaraan rehabilitasi dilakukan pendekatan
melalui aspek Politik, Sosial, Ekonomi, Ekosistem dan Kelembagan & Organisasi.
Tujuan Rehabilitasi hutan adalah untuk memulihkan sumber daya hutan pada
hutan produksi dan hutan lindung yang rusak sehingga dapat berfungsi secara
optimal, mampu memberi manfaat kepada seluruh stakeholder, menjamin
keseimbangan lingkungan dan tata air DAS serta mendukung kelangsungan
industri Kehutanan. Rehabilitasi hutan dilaksanakan ketika pengelolaan hutan
lestari mengalami kegagalan dalam system perlindungan hutan khususnya dalam
Hal mengatasi perambaHan hutan, illegal loging dan alih fungsi hutan tidak
terencana sehingga dapat terjadi deforestasi dan degradasi fungsi hutan.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 107
Rehabilitasi hutan merupakan bagian sistem pengelolaan hutan, yang
ditempatkan pada kerangka daerah aliran sungai (DAS) yakni suatu wilayah
daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya yang
dibatasi oleh pemisah topografi berupa punggung bukit atau gunung yang
berfungsi menampung air yang berasal dari curah hujan, menyimpan dan
mengalirkannya kedanau atau laut secara alami.
Pengelolaan DAS pada prinsipnya adalah pengaturan tata guna lahan atau
optimalisasi penggunaan lahan untuk berbagai kepentingan secara rasional serta
praktek lainnya yang ramah lingkungan sehingga dapat dinilai dengan indikator
kunci kuantitas, kualitas dan kontinuitas aliran sungai pada titik pengeluaran
(outlet) DAS, Jadi salah satu karakteristik DAS adalah adanya keterkaitan biofisik
antara daerah hulu dengan daerah hilir melalui daur hidrologi.
Tingkat Kekritisan suatu DAS ditunjukan oleh menurunnya penutupan
vegetasi permanen dan meluasnya Lahan kritis sehingga menurunkan kemampuan
DAS dalam menyimpan air yang berdampak pada meningkatnya frekuensi banjir,
erosi dan penyebaran tanah longsor pada musim penghujan dan kekeringan pada
musim kemarau. Kekritisan DAS ditunjukan dengan DAS Prioritas I, II dan III. DAS
Prioritas I adalah DAS yang prioritas pengelolaannya paling tinggi karena
menunjukan kondisi DAS paling ” kritis“ atau “tidak seHat“ Prioritas II adalah DAS
DAS yang prioritas pengelolaannya sedang, sedangkan DAS prioritas III dianggap
kurang prioritas untuk ditangani karena kondisi biofisik dan soseknya masih relative
baik (tidak kritis) atau DAS tersebut dianggap masih sehat.
Sasaran Rehabilitasi Hutan adalah hutan produksi dan hutan lindung yang
telah terdegradasi dan merupakan DAS Prioritas berdasarkan kriteria kondisi
spesifik biofisik, sosial ekonomi, Lahan kritis pada bagian hulu DAS dan wilayah
hutan yang rentan perubahan iklim. DAS Prioritas itu terutama pada :
a. Bagian hulu DAS yang rawan memberikan dampak bencana banjir,
kekeringan dan tanah longsor.
b. Daerah tangkapan air (catchment area) dari waduk, bendungan dan
danau.
c. Daerah resapan air (recHarge area) di hulu DAS.
d. Daerah sempadan sungai, mata air, danau dan waduk.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 108
e. Bagian hilir DAS yang rawan bencana tsunami, intrusi air laut dan abrasi
pantai.
2. Lokasi Penyelenggaraan RehabilitasiAreal KPHP Gularaya
Pada dasarnya kegiatan rehabilitasi yang akan diselenggarakan di KPHP
gularaya adalah pada areal diluar izin yang luasnya mencapai 45.740,00 ha
masing-masing berada di Hutan Produksi 31.025,00 Ha dalam rangka
pembangunan hutan tanaman jati dan Hutan Lindung 14.715,00 Ha Dalam rangka
pengaturan tata air, perlindungan tanah dan ekosistem. Rehabilitasi pada
hakekatnya adalah upaya untuk menghutankan kembali kawasan hutan agar dapat
berfungsi optimal sebagaimana peruntukannya. Rencana Lokasi Penyelenggaraan
Rehabilitasi, diarahkan pada areal-areal yang tutupan hutannya telah terbuka atau
yang berpenutupan semak belukar sebagai akibat aktivitas perambaHan
masyarakat. Namun prioritas kegiatan rehabilitasi lebih diarahkan pada blok
perlindungan dan blok inti dengan tutupan tutupan hutannya telah terbuka atau
yang berpenutupan semak belukar sebagai akibat aktivitas perambahan
masyarakat. Hal tersebut mengingat fungsi utama dari kedua blok ini yaitu sebagai
Perlindungan dan Pengawetan Tata Air dan Orologi. Lokasi rencana kegiatan
rehabilitasi pada Blok Inti dan Blok Perlindungan di Wilayah KPH Gularaya disajikan
pada tabel berikut :
Tabel40. Sebaran Lokasi Prioritas Sasaran Rehabilitasi pada Wilayah KPH Gularaya
ARAHAN BLOK PENUTUPAN LAHAN KEC LUAS (HA) JUMLAH
(HA)
BLOK INTI
Lahan Terbuka Kec. Laeya 77.63 3.087.49
Kec. Lainea 21.23
Kec. Palangga selatan 9.11
Kec. Tinanggea 373.69 Padang Rumput/Savana Kec. Tinanggea 0.18 Pemukiman Kec. Kolono 0.02
Kec. Lainea 3.14
Kec. Palangga selatan 26.44 Pertanian Lahan Kering Kec. Moramo utara 59.38
Kec. Palangga selatan 6.52
Kec. Poasia 13.09
Kec. Tinanggea 0.02
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 109
ARAHAN BLOK PENUTUPAN LAHAN KEC LUAS (HA) JUMLAH
(HA)
Pertanian Lahan Kering Campur
Kec. Moramo 2.50
Kec. Laonti 0.60 Pertanian Lahan Kering Campur Semak
Kec. Kolono 0.73
Kec. Laeya 179.07
Kec. Lainea 24.97
Kec. Moramo 78.28
Kec. Moramo utara 415.53
Kec. Palangga selatan 4.04
Kec. Poasia 7.88
Kec. Tinanggea 0.01
Kec. Wolasi 35.20 Sawah Kec. Tinanggea 6.28 Semak Belukar
Kec. Baito 2.58
Kec. Kolono 154.89
Kec. Laeya 5.87
Kec. Lainea 14.25
Kec. Moramo 358.90
Kec. Moramo utara 92.29
Kec. Poasia 29.38 Semak Belukar Rawa Kec. Kolono 0.66
Kec. Laeya 36.89
Kec. Lainea 144.09 Tambak Kec. Kolono 21.06
Kec. Laeya 31.65
Kec. Lainea 265.37
Kec. Palangga selatan 13.90
Kec. Tinanggea 570.18 Blok Perlindungan Semak Belukar Kec. Kolono 826.5047
1.289.33 Kec. Laeya 119.9265
Kec. Lainea 342.8946
TOTAL 4.376.81
Sumber : Analisis SIG, 2013
Blok inti dan Blok perlindungan yang tutupan hutannya berupa semak
belukar dan belum dirambah masyarakat dilakukan rehabilitasilahan melalui
program Konvergensi RHL dengan sistem pembuatan tanaman dan pengkayaan
tanaman, sedang yang telah dirambah masyarakat dalam bentuk pertanian lahan
kering(PT) dan atau pertanian campur semak (PC) maka dilakukan rehabilitasi pola
agroforestry.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 110
Adapun rehabilitasi pada hutan produksi lebih pada tujuan ekonomis dengan
pertimbangan produktifitas Lahan yang dikelola dengan system bisnis.
Pelaksanaan rehabilitasi hutan pada wilayah KPH yang telah dibebani izin/hak
pemanfaatan hutan kepada pihak ketiga, pelaksanaannya dilakukan oleh
pemegang izin/hak yang bersangkutan.Sedangkan rehabilitasi hutan pada wilayah
KPH yang wilayahnya tidak dibebani izin/hak pemanfaatan hutan kepada pihak
ketiga,pelaksanannya dilakukan oleh KPH.
Pelaksanaan rehabilitasi terkait dengan areal diluar izin dilakukan pada areal
sesuai kelas perusahaan, kegiatan kemitraan dan konservasi yang kondisi
lahannya tergolong kritis sehingga perlu direhabilitasi.
Hasil pengamatan lapang dan wawancara dengan masyarakat menunjukkan
bahwa masyarakat menginginkan pengembangan beberapa jenis komoditas baik
berupa kayu-kayuan maupun komoditas MPTS (Multi Purpose Tree Spesies) pada
pelaksanaan RHL. Berdasarkan pertimbangan keadaan di lapangan yaitu
masyarakat yang telah melakukan kegiatan usahatani di dalam kawasan hutan,
maka pola rehabilitasi yang diusulkan adalah pola agroforestry. Dengan demikian
masyarakat tersebut tetap akan mendapatkan kebutuhanhariannya, sementara
mereka juga akan membangun tegakan hutan dengan menanam tanaman jenis
kayu-kayuan. Jenis-jenis yang diinginkam oleh masyarakat antara lain Jati, Jabon,
Gmelina, Kemiri, Durian, Rambutan dan Langsat.
3. Kegiatan Teknis Rehabilitasi Hutan
Rehabilitasi hutan diwilayah KPH diselenggarakan oleh KPH yang
dilaksanakan melalui kegiatan : (a) Reboisasi, (b) Pemeliharaan tanaman, (c)
Pengayaan tanaman dan (d) Penerapan teknik konservasi tanah.
a. Reboisasi
Pelaksanaan Reboisasi dimulai dengan tahap persiapan yang berupa :
1) Penyiapan kelembagaan : Meliputi penyiapan organisasi pelaksana dan
koordnasi dengan pihak terkait untuk penyiapan lokasi, bibit dan tenaga
kerja yang akan melakukan penanaman.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 111
2) Penyiapan Sarana Prasarana seperti penyiapan rancangan pembuatan
tanaman, penyiapan dokumen-dokumen untuk pembuatan
tanaman,penyiapan bahan dan alat, penyiapan bibit tanaman.
3) Penyiapan areal seperti pembagian blok petak, pembuatan jalan
pemeriksaan, pelaksanaan penanaman.
Adapun teknik penanaman dapat dilakukan melalui 3 sistem yaitu system
cemplongan, system jalur dan system tugal (Zerro tillage).
b. Pemeliharaan Tanaman
Pada Prinsipnya pemeliharaan tanaman dilakukan sampai dengan tanaman
mencapai umur tebang. Pada umumnya pemeliharaanhanya dilakukan sampai
dengan tahun kedua. Hal ini semata karena keterbatasan dana yang disediakan
oleh pemerintah. Untuk itu KPH harus mampu menyediakan anggaran mulai tahun
ketiga sampai dengan tanaman siap dipanen. Pemeliharaan tanaman melalui
perawatan tanaman dan pengendalian hama dan penyakit dilaksanakan oleh
KPHatau pemegang izin/hak untuk kawasan hutan yang telah dibebani hak atau
izin.
Pelaksanaan pemeliharaan dilakukan sebagai berikut :
1) Pemeliharaan I, dilaksanakan pada tahun kedua dengan komponen
pekerjaan penyiangan,pendangiran, pemberantasan hama penyakit dan
penyulaman. Jumlah bibit untuk penyulaman pada pemeliharaan I
sebanyak 20 % dari jumlah yag ditanam semula. Pemeliharaan I dapat
dilakukan apabila prosentase tumbuh tanaman pada tahun I minimal 70
%.
2) Pemeliharaan II,dilaksankan pada tahun ketiga, dengan komponen
pekerjaan penyiangan, pendangiran dan pemberantasan hama penyakit.
Pemeliharaan II dapat dilakukan apabila prosentase tumbuh tanaman
setelah pemliharaan I minimal 80%.
3) Pemeliharaanlanjutan,untuk jenis-jenis tanaman tertentu pemeliharaan
dapat dilanjutkan sampai dengan tanaman siap dipanen sepanjang dana
memungkinkan.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 112
c. Pengayaan Tanaman
Istilah pengkayaan tanaman ditunjukan pada hutan alam yang telah dilakukan
penebangan pada pohon-pohon yang diizinkan. Pengkayaan tanaman adalah
kegiatan penambaHan anakan pohon pada areal hutan rawang yang memiliki
tegakan berupa anakan, pancang, tiang dan pohon 500 - 700 batang per hektar,
dengan maksud untuk meningkatkan nilai tegakan hutan baik kuallitas maupun
kuantitas sesuai fungsinya.Pengayaan tanaman ditujukan untuk meningkatkan
produktifitas hutan, dengan pemanfaatan ruang tumbuh secara optimal melalui
jumlah dan keragaman jenis tanaman. Pengayaan tanaman dilaksanakan pada
hutan rawang baik dihutan produksi maupun hutan lindung.Pengayaan Tanaman
meliputi kegiatan persemaian, penanaman, pemeliharaan tanaman, dan
pengamanan.
d. Penerapan Teknik Konservasi
Rencana Penyelenggaraan Rehabilitasi pada areal diluar izin selama jangka
2014 -2023 di KPHP Gularaya disajikan pada tabel dibawah ini :
Tabel 41. Rekapitulasi rencana Penyelenggaraan Rehabilitasi pada areal diluar izin KPH Gularaya jangka 2013 - 2022
No Uraian Kegiatan Target
(satuan)
1 Identifikasi Lahan Kritis pada Lahan yang tidak dibebani Hak pada hutan produksi dan hutan lindung
1 kali setahun
2 Penyelenggaraan RHL seperti Reboisasi, pemeliharaan tanaman,pengayaan tanaman,penerapan teknik konservasi tanah di DAS Prioritas ( RHL kawasan Produksi, RHL Kawasan Lindung,RHL Kawasan Konservasi ,RehabilitasiLahan Kritis, Rehabilitasi Hutan Mangrove )
4.500 Ha per tahun
3 Kampanye Pengelolaan DAS Terpadu 1 kali setahun
4. Model Rehabilitasi Hutan dan Lahan
a. Pola Agroforestry
Pola agroforestry yang dapat dikembangkan antara lain Silvopasture dan
Agrisilviculture. Sistem penanaman dapat dilakukan dengan tumpangsari maupun
alley cropping. Alley cropping merupakan pola agroforestry yang sesuai untuk
Lahan datar sampai topografi agak miring. Dengan alley cropping tanaman pohon
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 113
ditanam secara kelompok berselang-seling dengan tanaman perkebunan coklat
menurut kontur membentuk jalur-jalur tanaman. Pohon-pohon yang ditanam
secara berkelompok tersebut dapat berfungsi sebagai penahan erosi yang cukup
efektif disamping sebagai sumber bahan organik untuk mempertahankan dan
mengembalikan kesuburan tanah. Pada jalur tanaman kayu-kayuan ditanam jenis
pohon seperti mahoni, jati, karet, durian, rambutan, nangka dll.
b. Pola Pengayaan
Pola Pengayaan dilakukan pada kawasan hutan yang penutupan Lahannya telah
mengalami kerusakan secara setempat-setempat yang penutupannya semak belukar,
atau pada lahan pertanian Lahan kering campur semak (PLKCS), sehingga tidak
diperlukan penanaman secara menyeluruh. Pengayaan ini mengikuti model
spot/mosaik dengan jalan menanam jenis-jenis kayu unggulan setempat dan jenis-
jenis pohon penghidupan (MPTS) yang ditanam secara mengelompok maupun secara
campuran. Jenis-jenis pohon unggulan setempat seperti: kemiri, durian, langsat,
rambutan, nangka, petai, mangga, kapuk, dan sebagainya. Penanaman dapat
dilakukan secara campuran ataupun secara kelompok.
c. Pola Hutan Campuran Sistem Jalur
Hutan campuran sistem jalur merupakan pola yang sesuai untuk penutupan pada
lahan milik dan kawasan hutan yang penutupannya semak belukar. Penanaman secara
jalur dimaksudkan agar belukar yang ada tidak ditebang habis melainkan ditebang
secara jalur sehingga akan terdapat jalur tanaman dan jalur konservasi secara
berselang - seling.
Lebar jalur tergantung dari kondisi tanah, kemiringan lereng dan jenis tanaman.
Untuk menentukan berapa lebar jalur yang paling efektif perlu dilakukan penelitian dan
uji coba, melalui pembangunan plot coba (demplot Agroforestry).
d. Pola Hutan Tanaman Campuran/Hutan Serbaguna.
Pada pola ini beberapa jenis pohon, jenis kayu-kayuan untuk pertukangan dan
jenis MPTS dapat ditanam secara bercampur disesuaikan dengan kondisi lapangan,
lebar tajuk dan kebutuhan akan cahaya dari masing-masing jenis yang dipilih. Pola ini
cukup baik untuk diterapkan pada penutupan semak belukar, dan atau alang-alang.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 114
Kombinasi tanaman dapat dilakukan sesuai keinginan dan tujuan penekanan yang
diinginkan. Perbandingan antara kayu-kayuan dan jenis MPTS dapat dipilih antara lain :
70% :30%, 60% : 40%, 50% : 50% dan seterusnya. Model kebun campuran ini
adalah mengkombinasikan tanaman kayu-kayuan, MPTS, dan tanaman semusim.
Beberapa pola yang dapat dikembangkan pada lahan alang-alang adalah sebagai
berikut:
1) Pola Hutan Tanaman Penghasil Kayu dan Buah. Pola ini sesuai dilaksanakan
pada areal alang-alang dan tanah kosong untuk meningkatkan
produktifitasnya dengan menanam tanaman MPTS yang bermanfaat bagi
penduduk.
2) Hutan Tanaman Kayu Pertukangan. Hutan tanaman kayu pertukangan
diarahkan pada areal semak belukar, alang-alang dan tanah kosong pada
kawasan hutan atau lahan milik. Jenis yang dikembangkan adalah jenis
kayu yang disenangi oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan kayu
pertukangan. Tanaman kayu-kayuan ditanam pada jalur tersendiri dan
tanaman MPTS ditanam pada jalur tersendiri pula, sehingga terbentuk
sabuk-sabuk yang mengikuti kontur.
5. Civil Teknis dalam RHL
Pembangunan bangunan-bangunan civil teknis dalam RHL diperlukan pada
lokasi-lokasi di luar kawasan hutan yang karena kondisi fisik Lahan dan aktivitas
usahatani masyarakat pada lahan tersebut berpotensi untuk terjadinya degradasi
lahan. Berdasarkan kondisi areal sasaran RHL, maka dapat dipertimbangkan untuk
membangun teras dan rorak pada lokasi-lokasi sasaran RHL yang saat ini
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai areal pertanian lahan kering pada lokasi-
lokasi sasaran RHL yang mempunyai potensi menimbulkan erosi dan longsor pada
desa -desa yang terletak pada Hulu DAS.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 115
F. Pembinaan Dan Pemantauan (Controlling) Pelaksanaan RehabilitasiDan Reklamasi Pada Areal Yang Sudah Ada Hak Atau
Izin Pemanfaatan Dan Penggunaan Kawasan Hutannya
Gambaran mengenai Areal yang diarahkan untuk rehabilitasi dan reklamasi
pada wilayah yang sudah ada Hak atau izin pemanfaatan dan penggunaan
kawasannya diperoleh dengan melakukan tumpang tindih antara peta izin
pemanfaatan kawasan pada wilayah KPH Gularaya dengan peta penutupan Lahan.
Berikut disajikan tabel sebaran lokasi potensial Rehabilitasi dan Reklamasi pada
areal yang sudah ada hak atau izin pemanfaatan dan penggunaan kawasan
hutannya berdasarkan tutupan Lahannya.
Tabel42. lokasi Potensial Rehabilitasi Dan Reklamasi Pada Areal Yang Sudah Ada Hak Atau Izin Pemanfaatan Dan Penggunaan Kawasan Hutannya Berdasarkan Tutupan Lahannya Di Wilayah KPH
Gularaya
IZIN PEMANFAATAN KAWASAN TUTUPAN LAHAN LUAS
HKM Ambololi Pertanian Lahan Kering Campur Semak 119.56
HKM Andaluke Tanea Pemukiman 1.06
Pertanian Lahan Kering 105.12 Pertanian Lahan Kering Campur Semak 236.18
Sawah 6.09
Semak Belukar 146.17 Pertanian Lahan Kering Campur Semak 22.64
HKM Kota Kendari Pertanian Lahan Kering 4.97 Pertanian Lahan Kering Campur Semak 8.26
HKM Watudemba Palangga Pertanian Lahan Kering Campur Semak 22.29
HTR KHJL Pertanian Lahan Kering Campur Semak 814.67
Sawah 28.03
Semak Belukar 2.638.18
Pertanian Lahan Kering 274.99 Jalan Tambang PT.Baula Lahan Terbuka 0.91
Tambak 2.05 Jalan Tambang PT.Tripel Pemukiman 0.46 Kebun Raya Pertanian Lahan Kering 2.70
Semak Belukar 28.88 Pencadangan HTR Pertanian Lahan Kering Campur 1.044.52
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 116
IZIN PEMANFAATAN KAWASAN TUTUPAN LAHAN LUAS
Semak
Semak Belukar 1.479.43 Remote Area PT.TELKOM Pertanian Lahan Kering Campur
Semak 0.29
Semak Belukar 0.30 Rencana Hutan Pendidikan Pertanian Lahan Kering Campur
Semak 91.58
Semak Belukar 8.95 Jumlah 13.957.03
Sumber : Hasil Analisis SIG, 2013
Rencana kegiatan pembinaan dan pemantauan pelaksanaan rehabilitasi dan
reklamasi pada areal yang sudah ada Hak atau izin pemanfaatan dan penggunaan
kawasan selama jangka 2013-2022 di KPHP Gularaya secara detail disajikan pada
lampiran sedangkan rekapitulasi per kegiatan disajikan pada tabel dibawah ini :
Tabel 43. Rekapitulasi rencana Kegiatan Pembinaan dan Pemantauan Pelaksanaan Rehabilitasi dan Reklamasi pada areal yang sudah Ada Hak atau izin Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan KPH
Gularaya jangka 2013-2022
No Uraian Kegiatan Target / indikator
1 Identifikasi lahan kritis pada lahanyang dibebani izin/Hak Pada hutan produksi dan hutan lindung.
Satu kali setahun
2 Pembinaan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan rehabilitasihutan oleh pemegang izin pemanfaatan dan atau penggunaan kawasan hutan.
Satu kali setahun
3 Membuat rencana reklamasi hutan yang meliputi inventarisasi lokasi,penetapan lokasi reklamasi hutan.
Satu kali setahun
4 Pembinaan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan reklamasi hutan oleh pemegang izin/Hak.
Satu kali setahun
5 Pembinaan penyelenggaraan pengelolaan DAS (Penglolaan DAS Terpadu,Base Line DAS,Data dan Peta Lahan Kritis).
Satu kali Setahun
G. Penyelenggaraan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 117
Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam di arahkan pada
blok inti dan blok perlindungan. Lokasi-lokasi yang menjadi prioritas utama
perlindungan hutan dan konservasi alam, yaitu pada tutupan hutan yang masih
primer yang terletak pada daerah topografi berat. Berikut disajikan tabel prioritas
Lokasi Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam :
Tabel 44. Areal Blok inti dan Blok Perlindungan yang Perlu dilakukan Program Kegiatan Perlindungan dan Konservasi Alam
Blok Penutupan Lahan Kecamatan Luas (Ha)
Jumlah (Ha)
Blok Inti
Hutan Lahan Kering Primer
Kec. Baito 2.173.449 23.803.28
Kec. Laeya 84.670
Kec. Wolasi 735.224
Hutan Lahan Kering Sekunder
Kec. Abeli 439.969
Kec. Baito 1.977.261
Kec. Buke 834.286
Kec. Kolono 262.463
Kec. Konda 43.689
Kec. Laeya 594.143
Kec. Landono 1.578.213
Kec. Moramo 1.413.891
Kec. Moramo utara 2.316.851
Kec. Poasia 1.153.431
Kec. Ranomeeto 657.860
Kec. Wolasi 2.803.443 Hutan Mangrove Primer Kec. Lainea 143.155
Hutan Mangrove Sekunder
Kec. Kolono 325.881
Kec. Laeya 1.306.141
Kec. Lainea 2.789.254
Kec. Moramo utara 0.008
Kec. Palangga se 908.290
Kec. Tinanggea 824.364
Hutan Sekunder Kec. Moramo 209.434
Kec. Laonti 218.714
Tubuh Air Kec. Kolono 0.001
Kec. Laeya 0.647
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 118
Blok Penutupan Lahan Kecamatan Luas (Ha)
Jumlah (Ha)
Kec. Lainea 8.231
Kec. Palangga se 0.001
Kec. Tinanggea 0.320 Blok
Perlindungan
Hutan Lahan Kering Primer
Kec. Baito 1.601.415 4.991.14
Kec. Laeya 627.778
Kec. Wolasi 80.343
Hutan Lahan Kering Sekunder
Kec. Kolono 1.227.029
Kec. Laeya 670.424
Kec. Lainea 773.875
Kec. Wolasi 10.274
Jumlah 28.794.42 28.794.42
Sumber : Hasil Analisis SIG, 2013
Perlindungan hutan bertujuan untuk menjaga dan memelihara hutan,
kawasan hutan dan lingkungannya agar berfungsi secara optimal dan lestari yang
dilaksanakan melalui upaya mencegah dan menanggulangi kerusakan hutan,
kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak,
kebakaran, daya-daya alam, serta hama dan penyakit.
Kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan oleh pemerintah desa dan
masyarakatnya sangat diperlukan dalam bentuk kegiatan secara berkelanjutan dan
efektif. Bentuk perlindungan dan pengamanan yang diharapkan dapat dilakukan
oleh masyarakat melalui kelompok atau lembaga yang dibentuk oleh masyarakat
berupa :
1) Perlindungan dan pengamanan sumber mata air yang terdapat di dalam
wilayah hutan pada setiap desa.
2) perlindungan terhadaplahanusaha dari gangguan serangan hama dan
penyakit.
3) Perlindungan dan pengamanan hutan di desa atau dusun dari gangguan
pembukaan lahan atau penebangan tanpa sepengetahuan lembaga
pengelolaan hutan oleh desa.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 119
4) Pengendalian sistem budidaya yang destruktif terhadap tutupan hutan
oleh masyarakat pendatang berbentuk tata aturan budidaya agroforestry
konservatif yang dapat menghindari terjadinya banjir erosi dan longsor.
5) Program pengamanan hutan oleh desa dengan pembentukan
lembaga/satuan pengamanan hutan di setiap dusun.
6) Perlindungan dan pengamanan tersebut seharusnya dijabarkan secara
tertulis dalam bentuk peraturan desa dan peraturan daerah yang
pembentukannya difasilitasi oleh lembaga pengelola KPHP Gularaya.
Tahapantahapan kegiatan perlindungan hutan dan konservasi
Tahun 1 dan tahun 2
1. Mengumpulkan informasi ilmiah dan teknis tentang areal KPH, yang terkait
dengan :
- Wilayah Perlindungan dan pengamanan sumber mata air yang terdapat di dalam wilayah hutan pada setiap desa.
- Wilayah Perlindungan terhadap potensi erosi, longsor dan banjir - Wilayah Perlindungan dan pengamanan hutan di desa atau dusun dari
gangguan pembukaan Lahan atau penebangan - Wilauyah PErlindungan terhadap wilayah potensi kebakaran hutan - Wilayah perlindungan dan pengawetan flora dan fauna yang dilindungi - Wilayah konservasi High Conservation Value Forest
2. Melakukan deliniasi terhadap wilayah wilayah diatas.
3. Menyusun rencana program kegiatan perlindungan.
4. Merumuskan tindakan teknis perlindungan dan konservasi yang tepat
terkait wilayah diatas.
5. Membuat peta lokasi kerawanan bencana (Banjir, Longsor, Erosi)
6. Menginventarisasi faktor penyebab kebakaran hutan.
7. Menyiapkan regu pemadam kebakaran.
8. Membuat prosedur tetap pemadaman kebakaran hutan.
9. Mengadakan sarana pemadaman kebakaran hutan.
Tahun 3
1. Meningkatkan efektifitas koordinasi kegiatan perlindungan hutan. 2. pemberdayaan masyarakat sekitar wilayah perlindungan. 3. Memantau biofisik lingkungan yang berpotensi menimbulkan bencana alam. 4. Mendorong terciptanya alternatif mata pencaharian masyarakatsekitar
wilayah perlindungan. 5. Membangun bangunan civil teknis.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 120
6. Melakukan pembinaan kesadaran dan penyuluhan kepada masyarakat. 7. Menyelenggarakan penelitian hama dan penyakit tumbuhan dan satwa
Tahun 3- 10
1. Pelaksanaan kegiatan teknis perlindungan hutan pada wilayah-wilayah yang telah disebutkan.
Tahun 4
1. Meningkatkan efektifitas pelaporan terjadinya gangguan keamanan hutan. 2. Mengambil tindakan pertama yang diperlukan terhadap gangguan keamanan
hutan; dan atau mengenakan sanksi terhadap pelanggaran hukum. Tahun 5
Evaluasi keberhasilan perlindungan wilayah perlindungan 5 tahun pertama.
Tahun 6
Menegakan sanksi terhadap pelaku pelanggaran hokum di wilayah
perlindungan.
Tahun 10
Evaluasi keberhasilan perlindungan wilayah perlindungan selama 10 tahun.
Prinsip perlindungan hutan yang sekaligus merupakan pengertian
perlindungan hutan adalah usaha untuk :
a. Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil
hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia,
ternak,kebakaran,daya-daya alam, hama serta penyakit.
b. mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan
perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta
perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Menurut PP 6/2007 joPP 3/2008 bahwa yang termasuk kegiatan Perlindungan
hutan antara lain :
a. Mencegah adanya pemanenan pohon tanpa izin,
b. Mencegah atau memadamkan kebakaran hutan,
c. Menyediakan sarana dan prasarana pengamanan hutan,
d. Mencegah perburuan satwa liar dan atau satwa yang dlindungi,
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 121
e. Mencegah penggarapan dan atau penggunaan dan atau menduduki
kawasan hutan secara tidak syah,
f. Mencegah perambahan kawasan hutan,
g. Mencegah terhadapgangguan hamadan penyakit,
h. Membangun unit satuan pengamanan hutan.
Perlindungan hutan diwilayah KPH diselenggarakan oleh KPH, pelaksanaan
perlindungan hutan pada wilayah yang telah dibebani izin/hak pemanfaatan hutan
dilakukan oleh pemegang izin/hak yang bersangkutan, sedangkan pada wilayah
yang tidak dibebani izin/hak pelaksanaannya dilakukan oleh KPH yang meliputi :
a. Mengamankan areal kerjanya menyangkut hutan, kawasan hutan dan
hasil hutan termasuk tumbuhan dan satwa.
b. Mencegah kerusakan hutan dari perbuatan manusia dan ternak,
kebakaran hutan, hama dan penyakit serta daya daya alam.
c. Mengambil tindakan pertama yang diperlukan terhadap gangguan
keamanan hutan diareal kerjanya.
d. Melaporkan setiap adanya kejadian pelanggaran hukum diareal kerjanya
kepada instansi kehutanan setempat.
e. Menyediakan sarana dan prasarana, serta tenaga pengamanan hutan
yang sesuai dengan kebutuhan.
Untuk mencegah, membatasi kerusakan hutan dan memperrtahankan serta
mennjaga kawasan hutan dan Hasil hutan, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan
unit Pengelolaan sebagai pelakana perlindungan hutan,melaksanakan kegiatan :
a. Melakukan sosialisasi dan penyuluhan peraturan perundang undangan
dibidang kehutanan.
b. Melakukan inventarisasi permasalahan.
c. Mendorong peningkatan produktifitas masyarakat.
d. Memfasilitasi terbentuknya kelembagaan masyarakat.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 122
e. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan pengelolaan
hutan.
f. Melakukan kerjasama dengan pemegang hak atau izin.
g. Meningkatkan efektifitas koordinasi kegiatan perlindungan hutan.
h. Mendorong terciptanya alternative mata pencaharian masyarakat.
i. Meningkatkan efektifitas pelaporan terjadinya gangguan keamanan
hutan.
j. Mengambil tindakan pertama yang diperlukan terhadap gangguan
keamanan hutan.
k. Mengenakan sanksi terhadap pelanggaran hukum.
Uraian di atas sudah cukup lengkap, namun sedikit ditambahkan mengenai
jenis-jenis kegiatan dalam tabel 27 Rekapitulasi Rencana Kegiatan Perlindungan
Hutan dan Konservasi Alam pada KPH Gularaya jangka 2014-2023, ada kegiatan
Pembinaan Habitat Satwa, dalam artian selain ada kegiatan inventarisasi satwa liar
yang dilindungi, juga ada kegiatan pembinaan habitatnya berupa perbaikan tempat
hidupnya maupun penyediaan kebutuhan akan pakan/makanannya, sehingga
kelestarian jenis satwa yang dilindungi tersebut dapat dipertahankan. Selain itu
kegiatan penilaian ekonomi kawasan, penting untuk mengetahui seberapa besar
nilai kawasan KPHP Gularaya Unit XXIV bila dilihat menurut aspek ekonomi,
sehingga upaya untuk mengkonversi kawasan menjadi peruntukan lainnya dapat
mempertimbangkan fungsi dan manfaat serta nilai ekonomi kawasan.
Untuk kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan, selain ada operasi yang
bersifat represif, harus ada kegiatan tindak lanjutnya berupa pemberkasan kasus
(penyidikan) oleh PPNS Kehutanan ataupun diperbantukan dari Polres maupun
Polda setempat, sehingga segala bentuk kegiatan illegal terhadap kawasan dapat
memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah masyarakat untuk melakukan
tindakan tersebut.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 123
a. Perlindungan Hutan dari Kebakaran Hutan
Untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan yang disebabkan oleh
kebakaran, dilakukan kegiatan pengendalian yang meliputi pencegahan,
pemadaman, dan penanganan pasca kebakaran.
Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan menetapkan rencana kegiatan
pengendalian kebakaran hutan yang menjadi tanggungjawabnya. Dalam
pelaksanaan pengendalian kebakaran hutan, KPH sebagai unit Pengelolaan Hutan
membentuk lembaga pengendalian kebakaran hutan yang disebut brigade
pengendalan kebakaran hutan yang bertugas menyusun dan melaksanakan
program pengendalian kebakaran hutan.
1. Pencegahan
Pencegahan kebakaran hutan pada tingkat KPH. izin pemanfaatan hutan,
izin penggunaan kawasan hutan dan hutan hak, dilakukan kegiatan antara lain :
� Melakukan inventarisasi lokasi rawan kebakaran hutan.
� Menginventarisasi faktor penyebab kebakaran hutan.
� Menyiapkan regu pemadam kebakaran.
� Membuat prosedur tetap pemadaman kebakaran hutan.
� Mengadakan sarana pemadaman kebakaran hutan.
� Membuat sekat bakar.
2. Pemadaman.
Dalam rangka pemadaman, maka setiap pemegang izin pemanfaatan hutan,
pemegang izin penggunaan kawasan hutan, pemilik hutan hak dan atau kepala
KPH, berkewajiban melakukan rangkaian tindakan pemadaman dengan cara :
� Melakukan deteksi terjadinya kebakaran hutan.
� Mendayagunakan seluruh sumberdaya yang ada.
� Membuat sekat bakar dalam rangka melokalisir api.
� Memobilisasi masyarakat untuk mempercepat pemadaman.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 124
Pemegang izin pemanfaatan hutan, pemeggang izin penggunaan kawasan
hutan, pemilik hutan hak dan atau kepala KPH melakukan :
� Koordinasi dengan instansi terkait dan tokoh masyarakat dalam rangka
mempercepat pemadaman, evaluasi, litigasi dan mencegah bencana.
� Pelaporan kepada bupati/walikota tentang kebakaran hutan yang terjadi
dan tindakan pemadaman yang dilakukan.
3. Penanganan Pasca Kebakaran
Penanganan pasca kebakaran hutan dilakukan upaya kegiatan meliputi
identifikasi dan evaluasi, rehabilitasi, penegakan hukum.
Kepala KPH, pemegang izin pemanfaatan,pemegang izin penggunaan
kawasan hutan melakukan kegiatan identifikasi dan evaluasi yang berupa :
� Pengumpulan data dan informasi terjadinya kebakaran hutan.
� Pengukuran dan sketsa lokasi kebakaran.
� Analisis tingkat kerusakan dan rekomendasi.
b. Perlindungan Hutan Atas Hasil Hutan.
KPH sebagai unit pengelola berkewajiban dalam melindungi hasil hutan dari
kegiatan illegal logging dan illegal trade. Perlindungan hasil hutan dilaksanakan
untuk menghindari pemanfaatan hutan secara berlebihan dan atau tidak syah dan
dilaksanakan melalui kegiatan pembinaan, pengawasan dan penertiban.
Pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan hanya dapat dilakukan
apabila telah memiliki izin dari pejabat yang berwewenang. Kegiatan pemanfaatan
hutan yang tergolong tidak memiliki izin adalah :
� Pemegang izin melakukan pemanfaatan hutan diluar areal yang diberi
izin.
� Pemegang izin melakukan pemanfaatan melebihi target volume yang
diizinkan.
� Pemegang izin melakukan penangkapan/pengumpulan flora fauna
melebihi target/ quota yang telah ditetapkan.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 125
� Pemegang izin melakukan pemanfaatan hutan dalam radius dari lokasi
tertentu yang dilarang undang undang.
c. Perlindungan Hutan dari Gangguan Ternak.
Kepala KPH dapat menetapkan lokasi penggembalaan ternak dalam hutan
produksi untuk mencegah dan membatasi gangguan ternak. Sebaliknya juga
Kepala KPH mempunyai kewenangan untuk menutup lokasi penggembalaan ternak
untuk kepentingan konservasi dan rehabilitasi hutan, tanah dan air.
d. Perlindungan Hutan Dari Daya-Daya Alam
Usaha-usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan yang
disebabkan oleh daya alam yang berupa gunung meletus, tanah longsor, gempa,
badai, banjir dan kekeringan dilaksanakan kegiatan :
� Memantau biofisik lingkungan yang berpotensi menimbulkan bencana
alam.
� Membuat peta lokasi kerawanan bencana.
� Membangun bangunan civil teknis.
� Melakukan pembinaan kesadaran dan penyuluhan kepada masyarakat.
� Menjaga kelestarian nilai dan fungsi hutan serta lingkungan.
� Menjaga mutu, nilai serta kegunaan hasil hutan.
e. Perlindungan Hutan dari Hama dan Penyakit.
Untuk mencegah dan membatasi kerusakan yang disebabkan oleh hamadan
penyakit, Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah :
� Menyelenggarakan penelitian hama dan penyakit tumbuhan dan satwa.
� Mengendalikan hama dan penyakit dengan metoda biologis,
mekanis,kimiawi dan atau terpadu.
� Hasil penelitian disampaikan kepada KPH untuk dilaksanakan.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 126
f. Polisi Kehutanan
Polisi Kehutanan memiliki wewenang memiliki tugas diwilayah hukumnya
yang meliputi :
� Mengadakan patroli/perondaan didalam kawasan hutan atau wilayah
hukumnya.
� Memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan
pengangkutan hasil hutan didalam kawasan hutan atau wilayah
hukumnya.
� Menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pidana yang
menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan.
� Mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana yang
menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan.
� Dalam hal tertangkap tangan, wajib menangkap tersangka untuk
diserahkan kepada yang berwewenang.
� Membuat laporan danimenandatangani laporan tentang terjadinya tindak
pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan.
Rencana Kegiatan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam selama jangka
2014-2023 di KPHP Gularaya disajikan pada tabel dibawah ini :
Tabel 45. Rekapitulasi Rencana Kegiatan Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam pada KPH Gularaya jangka 2014-2023
No Uraian Kegiatan Target (satuan) Anggaran
(Rp)
1. Sarana dan Prasarana antara lain • Pembangunan Pos Jaga 3 unit • Kendaraan roda 4 • Pickup, • Sepedamotor • senjata api laras panjang, • senjata api genggam • HT • Rig • GPS • Kompas • Kamera saku, • Tenda Regu, • Peralatan masak
3 unit 3 unit
pm
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 127
No Uraian Kegiatan Target (satuan) Anggaran
(Rp)
2. Membentuk Brigade Pengamanan Hutan 1 brigade Pm
3. Patroli Pengamanan Hutan pada areal yang tidak dibebani izin
1 kali sebulan Pm
4. Penyusunan Rencana Penanggulangan Kebakaran Hutan antara lain melakukan Inventarisasi sumber air, pemukiman sekitar kawasan hutan, perladangan,tegakan hutan, patroli hutan ,pemadaman api .
1 buku per tahun Pm
5. Penyusunan Rencana Kerja Penanggulangan Pencurian Hasil Hutan antara lain melalui Pengumpulan baHan dan keterangan, pemeliharaan dan pengamanan batas hutan,penjagaan, patroli,operasi pengamanan, operasi yustisi
1 buku per tahun Pm
6. Penyusunan Rencana Penanggulangan PerambaHan Hutan yang meliputi inventarisasi ladang dan pemukiman dalam hutan,inventarisasi pemukiman sekitar kawasan hutan, Penurunan Perambah dari dalam kawasan hutan.
1 buku per tahun Pm
7 Penyusunan Rencana Penaggulangan Hama Penyakit meliputi inventarisasi tumbuhan eksotik dan gulma, inventarisasi satwa eksotik,inventarisasi satwa liar, monitoring keseHatan tegakan hutan.
1 buku per tahun Pm
8 Preemtif : Sosialisasi dan PenyuluHan Peraturan perundang undangan dibidang kehutanan
1 kali setahun Pm
9 Pembentukan kader konservasi 1 regu Pm
10 Bina Cinta Alam 1 regu Pm
11 Sosialisasi batas batas kawasan hutan 1 kali setahun Pm
12 Temu wicara tentang konservasi hutan dan kehutanan
1 kali setahun Pm
13 Koordinasi dengan instansi terkait 1 kali setahun Pm
14 Preventif : Pengumpulan BaHan dan Keterangan 1 kali setahun Pm
15 Pemeliharaan dan Pengamanan batas Kawasan Hutan
1 kali setahun Pm
16 Represif : Operasi Taktis 4 kali setahun Pm
17 Operasi Yustisi 2 kasus setahun Pm
H. Penyelenggaraan Koordinasi dan Sinkronisasi antar
pemegangizin
KPHP Gularaya berperan sebagai penyelenggara pengelolaan hutan di tingkat
tapak harus menjamin bahwa pengelolaan hutan dilakukan secara lestari sesuai
fungsinya. Keberadaan KPHP Gularaya sebagai institusi negara menyelenggarakan
kewenangan tertentu pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota sesuai mandat undang-undang yaitu hutan dikuasai negara dan
harus dikelola secara lestari.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 128
Sesuai dengan pasal 9 Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 jo. Peraturan
Pemerintah No. 3 Tahun 2007 yang dijabarkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan
No. P.6/Menhut-II/2010 yang mengatur mengenai norma, standar, prosedur dan
kriteria pengelolaan hutan pada KPHL dan KPHP, dijelaskan bahwa fungsi kerja
KPH dalam penyelenggaraan pengelolaan hutan secara operasional diantaranya
melaksanakan pembinaan, monitoring dan evaluasi kinerja pengelolaan hutan yang
dilaksanakan oleh pemegang izin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan
hutan, termasuk dalam bidang rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan
hutan.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, koordinasi dan sinkronisasi antara
pemegang izin dalam penyelenggaraan pengelolaan hutan dilaksanakan dalam
rangka mencapai tujuan pengelolaan hutan di wilayah kelola KPHP Gularaya
sebagaimana termuat dalam Rencana Pengelolaan Hutan KPHP Gularaya. Untuk itu
koordinasi dan sinkronisasi pemegang izin pemanfaatan hutan dan kawasan hutan
di wilayah kelola KPHP Gularaya dilaksanakan menurut arahan kerangka kerja
sebagai berikut :
1. Evaluasi dan sinkronisasi Rencana Kerja Usaha (RKU) dan Rencana Kerja
Tahunan ( RKT ) pemegang izin, mengacu pada Rencana Pengelolaan
Jangka Panjang dan Rencana Pengelolaan Jangka Pendek KPHP
Gularaya.
2. Pembinaan, monitoring dan evaluasi kinerja pemegang izin mengacu
pada RKU, dan RKT pemegang izin yang bersangkutan.
3. Jenis perizinan dan ruang lingkup kegiatan yang menjadi kewenangan
KPHP Gularaya atas pemegang izin sebagai bahan evaluasi perencanaan,
sinkronisasi, pembinaan dan evaluasi disajikan pada tabel 28.
Berdasarkan Hasil analisa peraturan perundang-undangan, lingkup
perencanaan pemegang izin yang dapat dijadikan baHan evaluasi dan penilaian
kinerja pemegang izin meliputi pokok-pokok materi sebagai berikut :
1. Penyusunan Rencana Karya/Kerja 2. Penataan batas areal kerja 3. Pelaksanaan system silvikultur 4. Penggunaan peralatan pemanfaatan Hasil hutan 5. Penatausahaan Hasil hutan 6. Pengukuran atau pengujian Hasil hutan
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 129
7. Perlindungan hutan 8. Penggunaan tenaga professional 9. Pemberdayaan masyarakat 10. Kondisi financial termasuk iuran kehutanan
Tabel 46. Ruang Lingkup Kegiatan Koordinasi dan Sinkronisasi Antara
Pemegang Izin di Wilayah Kelola KPHP Gularaya
No Jenis Perizinan
Pemanfaatan Hutan
Ruang Lingkup Kewenangan dalam rangka
Koordinasi dan Sinkronisasi
1.
IUPK a. Hutan Lindung (untuk HKM) b. Hutan Produksi
1. Prakondisi dan penyiapan lokasi/pencadangan areal dalam rangka pemberian izin
2. Penyelarasan/sinkronisasi Rencana Kerja Usaha mengacu pada Rencana Pengelolaan Jangka Panjang/Jangka Pendek KPHP Gularaya
3. Pemantauan dan Penilain Kinerja
2.
IUPJL a. Hutan Lindung b. Hutan Produksi
1. Prakondisi/penyiapan lokasi dan Master Plan IUPJL berdasarkan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang/Jangka Pendek KPHP Gularaya.
2. Pemantauan dan Penilian Kinerja
3.
IUPHHK a. Hutan Alam b. Restorasi c. Hutan Tanaman
1) HTI
1. Penyelarasan/sinkronisasi Rencana Kerja Usaha mengacu pada Rencana Pengelolaan Jangka Panjang/Jangka Pendek KPHP Gularaya
2. Singkronisasi kewenangan : a. Pertimbangan Teknis b. Pengesahan RKT c. Pemantauan dan Penilaian Pelaksanaan Kegiatan d. Menerima laporan Hasil evaluasi 5 tahun RKU
3. Pemantauan dan Penilian Kinerja
2) HTR 3) HTHR
1. Prakondisi dan penyiapan lokasi/pencadangan areal dalam rangka pemberian izin.
2. Penyelarasan/sinkronisasi Rencana Kerja Usaha mengacu pada Rencana Pengelolaan Jangka Panjang/Jangka Pendek KPHP Gularaya
3. Pemantauan dan Penilain Kinerja 4. Singkronisasi kewenangan :
a. Pemberian Izin b. Pengesahan RKT c. Pemantauan dan Penilaian Pelaksanaan Kegiatan
IUPHHK e. HKm f. HD
1. Prakondisi dan penyiapan lokasi/pencadangan areal dalam rangka pemberian izin.
2. Penyelarasan/sinkronisasi Rencana Kerja Usaha mengacu pada Rencana Pengelolaan Jangka Panjang/Jangka Pendek KPHP Gularaya
3. Pemantauan dan Penilain Kinerja 4
1. IUPHHBK 2. IPHHK 3. IPHHBK a. Hutan Lindung b. Hutan Produksi
1. Prakondisi dan penyiapan lokasi/pencadangan areal dalam rangka pemberian izin.
2. Penyelarasan/sinkronisasi Rencana Kerja Usaha mengacu pada Rencana Pengelolaan Jangka Panjang/Jangka Pendek KPHP Gularaya
3. Penyelarasan/sinkronisasi Rencana Kerja Usaha mengacu pada Rencana Pengelolaan Jangka Panjang/Jangka Pendek KPHP Gularaya
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 130
No Jenis Perizinan
Pemanfaatan Hutan
Ruang Lingkup Kewenangan dalam rangka
Koordinasi dan Sinkronisasi
5 Izin Penggunaan Kawasan Hutan
1. Pertambangan 2. Non Kehutanan 3. Lainnya
1. Prakondisi dan penyiapan lokasi/pencadangan areal dalam rangka pemberian izin.
2. Penyelarasan/sinkronisasi Rencana Kerja Usaha mengacu pada Rencana Pengelolaan Jangka Panjang/Jangka Pendek KPHP Gularaya
3. Penyelarasan/sinkronisasi Rencana Kerja Usaha mengacu pada Rencana Pengelolaan Jangka Panjang/Jangka Pendek KPHP Gularaya
Penyelenggaraan kegiatan dan arahan pencapaian koordinasi dan sinkronisasi
antara pemegang izin di wilayah kelola KPHP Gularaya selama 10 tahun disajikan
pada tabel 47.
Tabel47. Penyelenggaraan Kegiatan Koordinasi dan Sinkronisasi antara Pemegang Izin di Wilayah Kelola KPHP Gularaya
No Ruang Lingkup
Kegiatan
Target Pencapaian Tahun Ke Indikator
I II III IV V VI VII VIII IX X
1.
Identifikasi perizinan, permasLahan dan koordinasi instansi terkait
Kesamaan Persepsi dan Konsepsi Pengelolaan
2.
Penyusunan Grand design Tata Kelola Perizinan di wilayah kelola KPHP Gularaya
ArahanTata Kelola Pengelolaan Hutan oleh Pemegang Izin
3.
Sinkronisasi Rencana Kerja Usaha Pemegangan Izin mengacu pada Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang/Jangka Pendek KPHP Gularaya
Kesesuaian antara RPH-KPHP Gularaya dengan Rencana Kerja Usaha Pemegang Izin
4.
Koordinasi, Evaluasi, Pembinaan dan Pengendalian
Pengelolaan Hutan Secara Lestari sesuai Fungsinya
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 131
I. Koordinasi dan Sinergi dengan instansi dan Pemangku kepentingan
Dalam keberhasilan pelaksanaan tugas sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan seringkali menjumpai hebatan/kendala non teknis, dalam arti kendala
dari stake holder lain yang sudah barang tentu mereka juga sudah menetapkan
rencana, tujuan dan kegiatan yang sama sehingga terjadi tarik menarik
kepentingan. Oleh karena itu perlu dilakukan koordinasi yang mantap dengan para
stake holder sehingga program dan kegiatannya bersinergi.
Efektifitas koordinasi dan sinkronisasi program kegiatan diwadahi dengan
keberadaan lembaga forum Multi Pihak yang sudah terbentuk beberapa waktu
yang lalu. Anggota forum ini terdiri dari Unsur Dinas Kehutanan Propinsi Sultra,
BAPPEDA Sultra, Dinas Kehutanan Kabupaten Konawe Selatan, Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kota Kendari, BKSDA Sultra, BP DAS Sampara, BPKH Wil XXII Kendari,
BIPHUT Kendari, Fak Kehutanan Universitas Halu Oleo Kendari, STIPER Kendari
jurusan Kehutanan, LSM JAUH, LSM LEPMIL, LSM Yascita, Badan Pemberdayaan
Masyarakat Sultra. Kegiatan forum antara lain terlibat dalam penyusunan rencana
pengelolaan KPH dan rapat koordinasi yang diselenggarakan minimal setahun
sekali.
J. Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas SDM
Untuk mencapai visi misi KPH Harus didukung dengan kuantitas dan mutu
SDM serta kompetensi yang dibutuhkan. Berdasarkan Permendagri Nomor 61
tahun 2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Keja Kesatuan Pengelolaan
Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi dan Peraturan Gubernur
Sulawesi Tenggara nomor42 tahun 2011 tentang Pembentukan organisasi dan Tata
kerja UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Gularaya Sulawesi Tenggara dan
SK Gubernur nomor 329 tahun 2012, maka saat KPH memiliki struktur organisasi
dengan jumlah personil dan jabatan personil sebagai berikut :
No Jabatan Jumlah ( orang )
1 Kepala KPHP 1
2 KSBTU 1
3 Kasi P3 KH 1
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 132
No Jabatan Jumlah ( orang )
4 Kasi RPKH 1
5 Polhut 1
6 Staf Seksi P3KH 3
7 Staf Seksi RPKH 3
8 Staf SBTU 4
Jumlah 15
( a ) Persyaratan Jabatan
Untuk menduduki jabatan struktural pada KPHP Gularaya disamping harus
memenuhi persyaratan umum PNS juga Harus memenuhi persyaratan khusus
sesuai Permenhut nomor 42 tahun 2011 sebagai berikut :
Tabel 48. Persyaratan Administrasi Minimal SDM KPH
No.
Persyaratan
Kepala
KPH
Kepala
Seksi
Kepala
SBTU
Kepala Unit
Pengelolaan/Resort
Staf
Adm.
Staf
Resort
Polhut
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Pangkat/ Gol/
Ruang
Penata Tk I , Gol III/d
Penata Muda Tk I, Gol.III/b
Penata Muda Tk I ,Gol.III/b
Pengatur Tk I, Gol .II/b
- -
2 Hsl Penilaian Kinerja (DP-3)
Baik Baik Baik Baik Baik Baik
3 Tkt. Pendidikan
Formal
S1/D-IV Kehutana,
S1 non Kehutanan
berlatar belakang
pendidikan Kehutanan(SKMA/SM
K Kehutana, DIIIKehuta
nan) dengan
pengalaman dibidang kehutanan lima tahun
SKMA/SMK Kehutanan
D-IIIKehutan
an, D-III non Kehutanan
dengan pengelaman dibidang Kehutanan lima tahun
SLTA/ D-III
SKMA/SMK Kehutanan,
D-IIIKehutanan,
D-III non Kehutanan
dengan pengalaman
dibidang Kehutanan dua tahun
SLTA SLTA
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 133
No.
Persyaratan
Kepala KPH
Kepala Seksi
Kepala SBTU
Kepala Unit Pengelolaan
/Resort
Staf Adm
.
Staf Resort
Polhut
1 2 3 4 5 6 7 8 9
4 Diklat Kepemimpina
n
Diklatpim III
Diklatpim IV
Diklatpim IV
- - -
5 Diklat Teknis
Diklat CKPH
Kemenhut
Diklat Teknis
Kehutanan seperti
PEH,Polhut,dll
IV.a - - -
6 Esselon III.a IV.a IV.a - - - 7 Kebutuhan
Personil 1 2 1 1 8 5 27
Kebutuhan tenaga untuk jabatan struktural berdasarkan forrmasi pada
struktur organisasi yang berlaku namun untuk jabatan fungsional seperti tenaga
Polhut, (Jagawana), PEH dan tenaga teknis Kehutanan lainnya, kebutuhannya
didasarkan pada luasan hutan yang dikelola dan kemampuan tenaga yang
bersangkutan.
Analisis kebutuhan tenaga teknisi lapangan termasuk Jagawana didasarkan
pada pertimbangan bahwa setiap staf tenaga teknis pada tingkat seksi kemampuan
mengurus hutan adalah 10.000 Ha/orang, sedangkan pada tingkat lapangan
(Jagawana) adalah 3.000 – 4.000 Ha/orang (rasio Ditjen PHKA 2013). Luas areal
unit KPHP Gularaya ± 115.363,01Ha.
(b) Kompetensi SDM Pengelola KPH
Sebagaimana dikemukakan terdahulu bahwa visi KPH dan salah satu misinya
adalah menjadi KPH mandiri dengan menerapkan PPK BLUD atau dengan kata
lain KPH akan melaksanakan binis dibidang kehutanan dengan core bisnis hutan
tanaman jati unggul, bambu dan terapi kesehatan berbasis lebah wallacea. maka
operasionalisasinya harus dilakukan oleh tenaga profesional bidang kehutanan,
pebisnis profesional sesuai dengan bidangnya. Tenaga profesional dibidang
kehutanan dan pebisnis dapat berasal dari sarjana kehutanan, diploma 3
kehutanan, dan tenaga teknis menengah yang meliputi lulusan sekolah kehutanan
menengah atas (SMK Kehutanan), serta tenaga-tenaga hasil pendidikan dan
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 134
latihan kehutanan antara lain penguji kayu (grader), perisalah hutan (cruiser) dan
pengukur (scaler). Sedangkan pebisnis dapat berasal dari praktisi dan kalangan
profesional.
Tenaga teknis bidang kehutanan sudah diatur dalam Permenhut 42/2011
tentang stándar kompetensi bidang teknis kehutanan pada KPHP dan KPHL. Dan
kebutuhan tenaga struktural diatur dalam Pergub sulawesi tenggara no 42 tahun
2011. Pada KPHP Gularaya terdapat 5 jabatan strukural terdiri dari kepala KPH,
Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala seksi Penataan, pemanfaatan penggunaan
kawasan hutan, seksi RehabilitasiLahan dan perlindungan kawasan hutan, Kepala
Resor/Kepala unit Bisnis dan 7 jabatan fungsional antara lain jabatan fungsional
perencanaan, pemanfaatan dan pengggunaan kawasan hutan, Pemantauan
manfaat dan guna kawasan, Rehabilitasi dan reklamasi hutan, Pemantauan RRL,
Perlindungan hutan dan konservasi alam, pemberdayaan masyarakat. Namun
demikian secara administrasi pegawai KPH harus memenuhi syarat administrasi
meliputi pangkat, golongan/ ruang, hasil penilaian kinerja,dan tingkat pendidikan
formal atau dengan kata lain pegawai KPH Harus memiliki sertifikasi kompetensi
jabatan struktural atau fungsional yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi profesi
dibidang kehutanan atau pengakuan oleh menteri. Sedangkan pebisnis profesional
disiapkan untuk melaksanakan kegiatan bisnis hutan tanaman jati, bambu, terapi
kesehatan wallacea dengan standar kompetensi tertentu.
Pada tabel disajikan kelompok kompetensi jabatan struktural dan kepala
resort pada Organisasi tipe A yang menunjukan kompetensi yang harus dimiliki
oleh pejabat struktural dalam organisasi KPH.
Tabel 49. Kelompok Kompetensi Jabatan Struktural dan Kepala Unit
Pengelola (Resort) pada Organisasi KPHP Gularaya (unit XXIV)
Kelompok Kompetensi
Jabatan
Ka KPH
Kasi P3KH
Kasi RPKH
Kepala
SBTU
Kepala UP/Resor
t
1 2 3 4 5 6
Kemampuan berpikir V v V V V
Pengelolaan tugas V v V V V Pengelolaan SDM V V V V V
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 135
Kelompok Kompetensi
Jabatan
Ka
KPH
Kasi
P3KH
Kasi
RPKH
Kepal
a
SBTU
Kepala
UP/Resor
t
1 2 3 4 5 6
Karakter personal V v V V V Pengelolaan sarpras dan keuangan V v V V V
Pengelolaan program dan kegiatan V v V V Pengelolaan para pihak (komunikasi,negosiasi,konsultasi,fasilitasi, pengelolaan konflik ,dll )
V v V V
Pengelolaan usaha / bisnis V v V V Penyelenggaraan tata hutan dan penyusunan rencana pngelolaan hutan
V v
a. Inventarisasi b. Penataan Hutan c. Penyusunan Pengaturan Hasil d. Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan
V V V V
V V V V
Penyelenggaraan Pemanfaatan Hutan a. Pemanfaatan kawasan b. Pemanfaatan Jaa Lingkungan c. Pemanfaatan Hasil hutan kayu d. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan
Kayu e. Pemungutan Hasil Hutan Kayu f. Pemungutan Hasil Hutan non
Kayu
V V V V V V
V V V V V v
V V V V V V
V V V V V v
Penyelenggaraan Penggunaan Kawasan Hutan
V v V V
Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan
V V V
Penyelnggaraan Perlindungan Hutan dan konservasi alam
V V V
Pengelolaan informasi dan pengendalian manajemen hutan
V v V V
(c)Penataan dan Pengembangan Personil
Penataan dan pengembangan personil KPH dilakukan berdasarkan analisis
jabatan dan sesuai dengan perkembangan kegiatan. Kekosongan job struktural,
job fungsional dan pelaku bisnis akan diisi sesuai kebutuhan dan kemampuan
organisasi. Adapun rencana kebutuhan pegawai selama 10 tahun dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 136
Tabel 50.Kebutuhan pegawai selama periode 2014 – 2023
No Komponen
Job
2
0
1
4
2
0
1
5
2
0
1
6
2
0
1
7
2
0
1
8
2
0
1
9
2
0
2
0
2
0
2
1
2
0
2
2
2
0
2
3
STRUKTURAL
1 KKPH 1
2 KSBTU 1
3 Kasi P3KH 1
4 Kasi RPKH 1
5 KRPH ( 5 unit ) 1 1 1 1 1
Fungsional
6 Ka Unit Bisnis 1 1 1
7 Perencanaan 1 1
8 Polhut 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2
9 Penataan dan Penggunaan kawasan hutan
1
10 Pemantauan manfaat dan guna hutan
1
11
12
Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan Pemantauan RRL
1 1
13 Perlindungan hutan dan konservasi alam
1
14 Pemberdayaan masyarakat
1
15 PEMETAAN/ GIS
1 1 1
16 BENDAHARA 1 1
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 137
No Komponen
Job
2
0
1
4
2
0
1
5
2
0
1
6
2
0
1
7
2
0
1
8
2
0
1
9
2
0
2
0
2
0
2
1
2
0
2
2
2
0
2
3
17 PEH 1
18 Staf SBTU 2 1
19 Staf P3KH 2 1
20 Staf RPKH 2 1
21 Staf KRPH 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Jumlah 77 20 11 9 6 6 8 5 4 4 4
Pengadaan personil dapat berasal dari :
1. Permintaan personil yang ada di lingkup Pemda Provinsi Sulawesi
Tenggara dan atau Pemda Kabupaten Konawe Selatan dan Kota
Kendari ,
2. Tenaga Kontrak teknis Kehutanan menengah ( SMKK ) dari Kemenhut;
3. Tenaga Kontrak Basarhut dari Kementrian Kehutanan;
4. Tenaga Pemkab konsel dan Pemkot Kendari;
5. Tenaga Profesional.
K. Penyediaan Pendanaan
Berdasarkan pasal 10 PP no 6 tahun 2007 Pemerintah Pemerintah Provinsi
dan Pemerinah Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya bertanggungjawab
terhadap pembangunan KPH dan infrastrukturnya. Dana untuk pemmbangunan
KPH se-Sulawesi Tenggara berasal dari APBD dan sumber lain yang syah dan tidak
mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Perencanaan pembiayaan harus dilakukan secara terpadu antara pemerintah,
pemerintah provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota untuk efisiensi
danmenghindari pengadaan suatu sarpras tumpang tindih.
Pembiayaan dengan sumber dana APBN, selain digunakan untuk pembangunan
sarana prasarana juga dimungkinkan untuk membiayai kegiatan pengelolaan
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 138
hutan. Menggunakan KPH sebagai bagian penguatan system pengurusan hutan
dengan mewujudkan integrasi program atau konvergensi program kehutanan
nasional, provinsi dan kabupaten/kota (rehabilitasi, inventarisasi, pemberdayaan
masyarakat, dll), sehingga diperoleh sinergisitas kegiatan pembangunan
kehutanan. Dengan banyaknya aktivitas kegiatan kehutanan di lokasi KPH, maka
secara otomatis akan menarik para rimbawan muda untuk bekerja dilapangan.
Pembiayaan pelaksanaan program dan kegiatan yang diusulkan diharapkan
tersedia sesuai kebutuhan baik jumlahnya maupun waktu pelaksanaan kegiatan,
akan tetapi hal ini selalu menjadi masalah, karena sumber sumber pendanaan
pembangunan tidak pernah mencukupi dan selalu terbatas. Selama jangka waktu
pengelolaan 2014-2023 sumber pendanaan pembangunan KPHP Gularaya unit
XXIV diharapkan berasal dari APBN ( Konvergensi kegiatan , Dekonsentrasi), DAK
bidang kehutanan, DAU ( pendamping DAK ), APBD murni Prov Sultra.
Penggalian sumber pembiayaan dari sumber lain yang syah dan tidak
mengikat sangat dimungkinkan, dengan menyampaikan program peluang investasi
yang telah disusun sesuai dengan rencana pengelolaan jangka panjang kepada
lembaga donor. Cukup banyak lembaga donor yang bersedia membantu
pembangunan KPH karena diyakni dengan adanya KPH akan memberikan dampak
positip dalam pengelolaan hutan lestari. Organisasi KPH harus pandai membuat
jejaring dengan berbagai intitusi untuk mempromosikan atau menjual potensi yang
dimilikinya.
L. Penyediaan Sarana dan Prasarana
Untuk menjalankan tugas dan fungsinya, KPH memerlukan sarana prasarana
guna menunjang kegiatan KPH. Berdasarkan Permenhut No 41 tahun 2011 psal 3
dan PP 45 pasal 10 bahwa sarana prasarana KPH terdiri dari :
a. Bangunan kantor.
b. Kendaraan operasional yang meliputi kendaraan roda empat, kendaraan
roda dua dan atau kendaraan perairan.
c. Peralatan kantor yang meliputi : meja dan kursi kerja, lemari kantordan
peralatan elektronik kantor.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 139
d. Peralatan operasional meliputi alat komuknikasi dan perangkat lunak
computer.
e. Perangkat keras computer dan peralatan survey.
f. Sarana pendukung kegiatan pengelolaan hutan misalnya pembuatan pal
batas blok atau petak.
g. Pembuatan jalan pendukung pengelolaan hutan.
h. Perangkat yang berhubungan dengan penglolaan hutan antara lain pal
batas hutan, pos jaga, papan informasi, menara pengawas, sarana
komunikasi dan sarana transportasi.
i. Sarana perlindungan hutan dapat berupa alat pemadam kebakaran
hutan baik perangkat lunak maupun perangkat keras, alat komunikasi,
perlengkapan satuan pengaman hutan, tanda batas kawasan hutan
plang/tanda tanda larangan.
j. Prasarana perlindungan hutan dapat berupa asrama satuan pengaman
hutan, rumah jaga, jalan jalan pemeriksaan, menara pengawas dan parit
batas.
Rencana Kegiatan Penyediaan Sarana dan Prasarana selama jangka 2014 -
2023 di KPHP Gularaya disajikan pada tabel dibawah ini :
Tabel 51. Rekapitulasi Rencana Kegiatan Penyediaan Sarana dan
Prasarana KPH Gularaya Jangka 2014– 2023
No Uraian Kegiatan Target
(satuan) Anggaran
(Rp)
1. Pembuatan kantor KRPH 5 unit Pm
2. Sarana Perlindungan hutan Pm Pm
3.. Prasarana perlindungan hutan pm Pm
4. Peralatan Kantor (Meja,kursi, Lemari kantor, elektronik Kantor)
Pm Pm
5.. Peralatan Operasional (alat komunikasi, Perangkat lunak Komputer,Perangkat Keras Komputer, Laptop dan Peralatan Survey)
pm Pm
6.
Sarpras Pendukung Kegiatan Pengelolaan Hutan :
- Pembuatan Pal Batas blok atau petak
- Pembuatan Jalan Pendukung pengelolaan hutan, pembuatan petak
- Pembuatan Pos Jaga, asrama satuan pengaman hutan,Papan Informasi
- Pembuatan menara pengawas
Pm Pm
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 140
M. Pengembangan Data Base
Berdasarkan pasal 14, Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2004 tentang
Perencanaan Kehutanan, System Informasi Kehutanan disusun secara berjenjang
yang meliputi nasional, provinsi, kabupaten/kota dan unit pengelolaan atau KPH.
Pengembangan data base KPHP Gularaya merupakan bagian integral dari
pengembangan system informasi kehutanan melalui sinkronisasi dan integras data
kabupaten/kota dan provinsi.
(a) Pengelolaan Data Base KPHP Gularaya
Strategi pengembangan data base KPHP Gularaya adalah mengembangkan
system informasi wilayah kelola KPHP Gularaya yang cepat, akurat dan integratif
dan didukung oleh perangkat system informasi dan data base berbasis web yang
dapat diakses dengan mudah oleh seluruh stakeholders. Dengan demikian, data
base KPHP Gularaya akan menjadi pusat informasi mengenai kekayaan
sumberdaya hutan yang ada dalam wilayah kelola KPHP Gularaya. Dalam
penyelenggaraannya, pengelolaan data base KPHP Gularaya diarahkan menurut
peruntukan sebagai berikut :
a. Date base untuk mendukung system informasi kehutanan secara
berjenjang sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 44
Tahun 2004.
b. Date base dengan peruntukan penyelenggaran pengelolaan hutan
ditingkat tapak sesuai tugas dan fungsi KPHP Gularaya.
Jenis data dan informasi wilayah kelola KPHP Gularaya untuk mendukung
system informasi kehutanan secara berjenjang dan terintegrasi meliputi jenis data
sebagaimana disajikan pada tabel 52 berikut ini
Tabel 52. Pengembangan Data Base KPHP Gularaya Dalam Mendukung System Informasi Kehutanan di Tingkat KPH
No Jenis Data Uraian Jenis Data
1. Kawasan dan Potensi Hutan
1. Luas dan letak wilayah kelola KPHP Gularaya 2. Potensi Hasil Hutan Kayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu 3. Luas areal tertutup dan tidak tertutup hutan 4. Luas dan letak areal penggunaan kawasan hutan dan
pemanfaatan hutan 5. Jenis flora dan fauna 6. Gangguan kemanan hutan 7. Lokasi dan luas areal kebakaran hutan 8. Perlindungan hutan
2. RehabilitasiLahan Kritis 1. Lokasi dan luas Lahan kritis berdasarkan DAS
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 141
No Jenis Data Uraian Jenis Data
2. Laju deforestasi dan degradasi 3. Hasil rehabilitasi hutan dan Lahan 4. Luas dan kegiatan reklamasi hutan 5. Pengembangan kegiatan perbeniHan
3. Pemberdayaan Masyarakat
1. Lokasi dan luas hutan desa 2. Jumlah, letak dan luas areal HTR, HKm. 3. Pengembangan PHBM dan Jasa Lingkungan 4.Pengelolaan ekonomi dan peningkatan usaha
masyarakat disekitar hutan. 4. Tata Kelola Kehutanan 1. Jumlah Personil (Pns Dan Non Pns)
2. Alokasi Dan Realisasi Anggaran 3. Sarana Dan Prasarana Pegelolaan Hutan 4. Pelaksanaan dan Pelaporan Audit Kinerja 5. PenyuluHan Kehutanan 6. Hasil Hasil Penelitian
Pengembangan date base dengan peruntukan penyelenggaran pengelolaan
hutan ditingkat tapak sesuai tugas dan fungsi KPHP Gularaya, meliputi jenis data
yang disajikan pada tabel 53 dibawah ini :
Tabel 53.Pengembangan Data Base KPHP Gularaya Untuk Mendukung Pengelolaan Hutan di Tingkat Tapak
No Jenis Data Uraian Jenis Data
1 Kegiatan Pengelolaan Hutan
1. Informasi dan Data Spasial Tata Hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan.
2. Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) 3. Informasi Neraca Sumber Daya Hutan (INSDH) 4. Realisasi dan kemajuan Rencana Pengelolaan
Hutan Jangka Panjang 5. Realisasi dan kemajuan Rencana Pengelolaan
Hutan Jangka Pendek 2 Pencatatan kegiatan fisik
pengelolaan sumber daya hutan
Fungsi ini mengakomodasi pencatatan proses, prosedur dan pelaksanaan pengelolaan hutan baik yang dilaksanakan sendiri KPHP Gularaya atau pun pemegang izin, meliputi seluruh tindakan silvikultur pengelolaan hutan dan tindakan lainya menurut kaidah dan atau tujuan pengelolaan hutan lestari
3 Pencatatan pembiayaan pengelolaan sumber daya hutan
Fungsi ini melakukan pencatatan sumber-sumber pembiayaan dan realisasi, proses perhitungan biaya pengelolaan sumber daya hutan, penerimaan dan pengeluaran pada seluruh pemanfaatan hutan/penggunaan hutan
4 Laporan pelaksanaan pengelolaan sumber daya hutan
Fungsi ini menghasilkan laporan kegiatan fisik dan laporan keuangan dari proses pengelolaan sumber daya hutan yang menjamin akuntabilitas pengelolaan hutan dan keuangan.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 142
(b) Arahan dan Pencapaian Pengembangan Data Base KPHP Gularaya
Tujuan umum pengembangan sistem database dan informasi KPHP
Gularaya adalah :
1. Untuk menyediakan data dan informasi yang dapat diakses dengan
mudah oleh para stakeholders untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pembangunan kehutanan.
2. Sebagai materi promosi investasi dengan menyediakan data potensi
wilayah kelola KPHP Gularaya serta peluang investasi.
3. Untuk menyediakan data dan informasi dalam rangka penelitian dan
pengembangan wilayah kelola KPHP Gularaya.
Pencapaian pengembangan data base dalam rencana pengelolaan hutan
selama 10 tahun KPHP Gularaya diselenggarakan melalui kegiatan sebagai berikut :
Tabel54. Kegiatan Pengembangan Data Base KPHP Gularaya
No
Ruang Lingkup Kegiatan
Target Pencapaian Tahun Ke Indikator
I II
III
IV V VI
VII
VIII IX X
1.
Persiapan
Pembiayaan dan sarana Prasarana
2.
Pembuatan Website KPHP Gularaya
Website KPHP Gularaya
3
Pembuatan Perangkat Sistem Infor masi Teknologi Data Base KPHP Gularaya
Tersedianya system Informasi Teknologi pada KPHP Gularaya
4.
Pembuatan data base, sinkronisasi data dan Pelaporan
Data dan Laporan
Pencapaian pengembangan data base KPHP Gularaya pada aspek system data
dan informasi akan dikembangkan sampai pada tingkat informasi dan data setiap
pohon meliputi jenis, spesies, tempat tumbuh dan perkembangan
pertumbuhanannya, serta mutasi dan neraca sumberdaya hutan.
N. Rasionalisasi Wilayah Kelola
Permasalahan pada wilayah kelola KPHP Gularaya dapat dikatakan belum ada
karena lembaga ini baru akan beroperasi setelah ada alokasi dan mobilisasi
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 143
suberdaya misalnya alokasi sumberdaya pendanaan, sumberdaya manusia,
mobilisasi sarana dan prasarana serta adanya rugulasi yang mengatur tentang
administrasi dan kegiatan KPH.
Strategi yang ditempuh adalah proaktif dalam melakukan koordinasi
penjemputan program dan alokasi sumberdaya tersebut. sehinga pemerintah
pusat, provinsi dan kabupaten/kota memaHami peran dan fungsi serta kebutuhan
KPHP yang mendesak. Namun demikian tantangannya adalah bahwa masih
kurangnya pemahaman tentang peran strategis dan pentingnya KPH terhadap
pembangunan daerah dan nasional. Disisi lain keterbatasan dana menjadi kendala
klasik yang harus senantiasa dicarikan solusinya.
O. Review Rencana Pengelolaan (minimal 5 tahun sekali)
Sesuai dengan ketentuan maka kegiatan ini dilakukan minimal 5 (lima) tahun
sekali dalam rangka penyusunn rencana pengelolaan dan peroleHan data terkini.
Kegiatan ini dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Kegiatan ini bertujuan untuk
memperoleh data update dan akurat pada masing-masing unit pengelolaan, blok
dan petak, Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah kegiatan dilaksanakan
sesuai arah kebijakan pengelolaan yang telah ditetapkan dan perkembangan yang
dicapai.
Kegiatan review Rencana Pengelolaan ini diarahkan untuk mengevaluasi :
1. Bagaimana tingkat keberhasilan kelas perusahaan hutan tanaman jati unggul
seluas 31.024,61Ha, dalam mendukung kemandirian KPH, meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, mendukung upaya pelestarian hutan dan
menciptakan iklim investasi yang kondusif.
2. Mengevaluasi keberhasilan kelas perusahaan bambu 10.136,87Ha.
3. Mengevaluasi keberhasilan kegiatan usaha jasa lingkungan terapi kesehatan
tropis Wallacea berbasis lebah dalam mendukung pelestarian lingkungan dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kemandirian KPH.
4. Mengevaluasi Rencana pengelolaan Pemanfaatan Kawasan, HHBK,Jasa
Lingkungan dan carbon trade pada Blok Pemanfaatan Hutan Lindung.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 144
5. Mengevaluasi Rencana pengelolaan Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam
Restorasi Ekosistem, Carbon Trade pada Blok Pemanfaatan HHK-HA Hutan
Produksi.
6. Mengevaluasi Pengelolaan HTR terhadap pemegang Izin (KHJL).
7. Mengevaluasi Terwujudnya Pemberdayaan masyarakat melaui skim HTR
terhadap araeal yang sudanh dicadangkan seluas 2.872,95 Ha.
8. Mengevaluasi terwujudnya Fasilitasi Pemberdayaan Masyarakat melalui skema
HTR dan HKm/HD pada areal Blok Pemberdayaan Hutan Produksi seluas
2.822,51Ha.
9. Mengevaluasi prospek penjualan karbon (carbon trading).
10. Mengevaluasi Penyelesaian masalah konflik tenurial yang berhasil difasilitasi
melalui pemberdayaan yang telah dilakukan oleh KPH.
11. Mengevaluasi pelaksanaan PPK BLUD dengan core buseness hutan tanaman
jati eks HTI, hutan bambu, terapi tropis Wallacea.
12. Mengevaluasi, aktifitas pembinaan dan kemitraan KPH Gularaya dengan
pemegang ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan.
13. Mengevaluasi efektifitas dan keberhasilan perlindungan dan pengamanan
hutan dalam wilayah kelola KPHP Gularaya yang telah dilakukan selama 5
tahun.
P. Pengembangan investasi
Pengembangan investasi diarahkan kepada para pemegang izin skala besar
maupun skala kecil seperti,IUPHHK-HTR. Disamping peserta HKm, Hutan Desa,
pelaku ekonomi lainnya terutama pelaku ekonomi berbasis kehutanan skala kecil,
dapat kami uraikan sebagai berikut :
a. Masalah
• Indikasi masih adanya praktek illegal dalam pemanfaatan hasil hutan.
• Peluang dan prospek investasi pada kawasan KPH belum diketahui luas
oleh calon investor.
• Kebijakan Investasi bidang usahapemanfaatan hasil hutan dan
penggunaan kawasan tertentu kurang menarik minat investor karena
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 145
prosedur perijinan yang berbelit-belit dan biaya tinggi, lemahnya insentif
dan rendah kapastian hukum.
b. Sasaran
• Peningkatan investasi sektor usaha kehutanan yang dikelola secara
menguntungkan, lestari dan berkelanjutan.
• Menyerap investasi baik internal maupun eksternal (pihak ketiga) guna
pengembangan dan pengelolaan hutan pada wilayah tertentu.
c. Prioritas Arah Kebijakan
• Mengurangi biaya transaksi dan praktek ekonomi biaya tinggi baik untuk
tahap memulai maupun operasinal bisnis.
• Menata aturan main yang jelas dan pemangkasan birokrasi dengan
prinsip transparansi dan tata pemerintahan yang baik.
d. Kegiatan Pokok yang akan dilaksanan
1. Peningkatan iklim investasi dan realisasi investasi meliputi:
• Penyerderhanaan prosedur pelayanan penanaman modal.
• Pemberian insentive yang menarik.
• Konsolidasi perencanaan peluang investasi.
• Pengembangan sistim informasi peluang investasi pada KPHP
Gularaya.
• Pengkajian regulasi bidang investasi sektor kehutanan.
• Melakukan kontrak kerjasama investasi pengelolaan hutan pada
wilayah tertentu.
2. Peningkatan Promosi dan Kerjasama Investasi meliputi:
• Penyediaan saran dan prasana daerah terkait investasi di sektor
usaha kehutanan.
• Fasilitasi terwujudnya kerjasama antara usaha besar dan UKM.
• Promosi Peluang dan Prospek investasi pada kawasan KPHP
Gularaya.
• Mendorong dan menfasilitasi peningkatan koordinasi dan kerjasama
di bidang investasi sektor usaha kehutanan dengan instansi terkait
dan dunia usaha.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 146
Berdasarkan PP 44 tahun 2004 pasal 32 menyatakan bahwa pada unit
pengelolaan hutan dibentuk institusi pengelola yang bertanggungjawab terhadap
penyelenggaraan pengelolaan hutan yang meliputi perencanaan pengelolaan,
pengorganisasian,pelaksanaan pengelolaan dan pengendalian dan pengawasan.
Organisasi KPH adalah organisasi pemerintah daerah yang mempunyai fungsi
pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan hutan
diwilayahnya. Disisi lain organisasi KPH adalah organisasi pengelolaan hutan
ditingkat tapak yang perlu dibina oleh institusi pengurusan yaitu Kementrian
Kehutanan,Gubernur dan Bupati/Walikota.
Kepala KPHP Gularaya wajib melaksanakan pembinaan, pemantauan dan
evaluasi atas pelaksanaan pengelolaan hutan yang dilakukan oleh pemegang izin
seperti izin pemanfaatan hutan, izin penggunaan kawasan hutan,pelaksanaan
rehabilitasi hutan, pelaksanaan reklamasi hutan diwilayah KPHnyadan wajib
melaporkan setiap 3 (tiga) bulan kepada menteri dengan tembusan kepada
gubernur dan bupati/walikota. Disamping itu kepala KPHP Gularaya juga
berkewajiban melakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap
kegiatan sebagaimana tugas pokok dan fungsi dari organisasi KPH.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 147
Sistem monitoring dan evaluasi dalam wilayah pengelolaan hutan dalam suatu
wadah KPH merupakan salah satu komponen utama dalam system pemantauan
dan pengendalian. Sistem pemantauan dan pengendalian itu sendiri merupakan
suatu perangkat system yeng bertugas untuk membangkitkan dan menyediakan
informasi sehingga data dan informasi tersebut dapat digunakan untuk
memberikan umpan balik sehingga seluruh dinamika system manajemen dapat
dijaga pada status dan kondisi yang diinginkan.
Sebagaimana dijelaskan pada tujuan, tugas pokok dan fungsi KPH, maka
system monitoring dan evaluasi yang dikembangkan Haruslah merupakan bentuk
umpan balik yang positip yaitu perangkat pemantauan dan pengendalian yang
mempunyai kapasitas untuk mengakses system manajemen dan melakukan
perubahanterhadap sitemnya sendiri apabila memang diperlukan.Dengan demikian
maka system monitoring dan evaluasi akan mencakup; (i) Seluruh tingkat (level)
dan perangkat organisasi, (ii)input,proses dan output yang dilaksanakan oleh KPH
(iii) fungsi fungsi yang dijalankan KPH.
Didalam proses manajemen monitoring dan evaluasi dapat mengambil
bagiandihampirseluruhtingkatan baikditingkat perencanaan,tingkatan operasional
kegiatan (implementasi) maupun tingkatan pasca implementasi. Evaluasi ditujukan
untuk membuat justifikasi terhadap rencana yang dibuat, pencapaian tujuan dan
pelaksanaan rencana serta dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan maupun
kinerja manajemen dilingkup KPH sendiri.
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 148
Rencana Pengelolaan Hutan KPHP Gularaya tahun 2014 -2023 inidiharapkan
dapat menjadi arah atau pedoman pengurusan/pembangunan kehutanan untuk
dapat mencapai kondisi dimana tahun 2023 nanti dapat terbangun sesuai dengan
visi dan misi pembangunan KPHP Gularaya.
Diawal beroperasinya KPHP Gularaya tentu banyak menjumpai berbagai
kendala seperti Sarpras yang kurang memadai, SDM handal masih minim,regulasi
yang belum lengkap disamping belum memiliki pengalaman dalam tindakan
pengelolaan hutan lestari.
Kondisi areal wilayah kerja seluas 115.363,01 hektar disamping menyimpan
potensi yang menjanjikan manfaat untuk pembangunan daerah,peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan menjaga keseimbangan lingkungan hidup,ternyata
juga berpotensi untuk terjadinya degradasi fungsi lahan, deforestasi sebagai akibat
dari kegiatan pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan untuk non
kehutanan dan aktifitas illegal dibidang kehutanan lainnya.
Arahan dalam Rencana Pengelolaan Hutan KPHP Gularaya tahun 2014 -
2023ini sangat diharapkan dapat mewujudkan lembaga KPH yang mandiri, menjadi
KPHP percontoHan sesuai dengan SK-nya sebagai KPH Model di Indonesia dan,
dapat mewujudkan kawasan hutan yang mantap, pemanfaatan dan penggunaan
kawasan hutan yang optimal, Laju rehablitasi yang harus melebihi laju
degradasi/deforestasi, menurunnya angka degradasi dan deforestasi, optimalnya
pengelolaan kawasan konservasi, dengan kesetaraan antara perlindungan hutan,,
pengawetan dan pemanfaatan,terinternaliasinya komitmen dan kesepakatan
daerah, nasional sektor kehutanan dalam kebijakan dan pelaksanaan pembanguan
kehutanan di pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
Proses penyusunan rencana pengeloloaan hutan ini yang melibatkan berbagai
pihak dan sektor diharapkan dapat terbangun dukungan kuat dari para pihak dan
sektor terkait dalam implementasinya
RPHJP KPHP Model Gularaya 2014– 2024 149
PUSTAKA ACUAN
KementerianKehutanan(Kemenhut),2010.Rencana Kehutanan Tinkat Nasional Tahun 2010-2029. Kementerian Kehutanan. Jakarta.
___________________ 2009a. kebijakan Pembangunan Hutan Tanaman rakyat. Direktorat Bina Pembangunan HutanTanaman. Kementrian Kehutanan. Jakarta.
DKN (Dewan Kehutanan Nasional), 2008. Meniti Langkah Membangun Pilar Kehutanan:prioritas Revisi Regulasi Pengelolaan Hutan Alam dan Hutan Tanaman.Jakarta
___________________2009b.Kebijakan Pembangunan Hutan Tanaman Industri. Direktorat Bina Pembangunan Hutan Tanaman. Kementrian Kehutana.Jakarta.
___________________________, 2009. Prioritas Pembangunan Kehutanan: Menyelamatkan Kekayaan Multi-fungi Hutan dan Mewujudkan Keadilan Alokasi Pemanfaatan Hutan. Jakarta
Ribot,J.C.and N. Peluso,2003. A Theory ofAccess. Rural Sociology 68 (2): 152-181.
Hawitt, sally. 2009. Discoure Analysis and Public policy research. Centre For Rural Economy, Discussion Paper series No. 24, 2009. New Castle University.
Shore,Crish dan Susan Wright. 1997. Policyfield of anthopology. Di dalam:logy of Policy; Critical Perspecive on Governan and power, (Cris Shore dan Susan Wright ,eds). Routledge. London and New York.