REGULASI MARPOL 73

Embed Size (px)

Citation preview

REGULASI MARPOL 73/78 ANNEX I OIL SPILL (KM Asita III, KMT. Kharisma) REGULASI MARPOL 73/78 ANNEX II NOXIOUS LIQUID REGULASI MARPOL 73/78 ANNEX III HARMFULL PACKAGE REGULASI MARPOL 73/78 ANNEX IV - SEWAGE REGULASI MARPOL 73/78 ANNEX V GARBAGE Menggunakan material alternatif selain plastik Menghindari pengepakan atau pembungkusan yang berlebihan Menggunakan bahan-bahan yang mudah di daur ulang Memberikan pendidikan, penyebaran informasi, dan promosi tentang permasalahan marine debris. Memasang rambu-rambu peringatan secara lebih komprehensif di tempat-tempat strategis di kapal Mempertegas peraturan dengan sangsi yang memadai REGULASI MARPOL 73/78 ANNEX VI AIR POLLUTION Regulation 2 - MEPC 46 IMO - Code of Practice for Antifouling yang disusun oleh ANZECC. (Beberapa persyaratan umum pengendalian pencemaran laut akibat penggunaan cat yang mengandung bahan anti-fouling beracun). SPILL ATTACK ! 1. DISPERSION (dengan mengumpulkan ( collecting ) minyak tersebut) 2. COLLECTION 3. CHEMICAL memecah ikatan antar slick. Begitu pecah, slick akan larut kedalam air). 4. IN-SITU BURNING 5. MECHANICAL.

4. Meningkatnya pembuangan limbah ke tanah. 5. Semakin banyaknya produk yang mengandung CFCs seperti aerosol sprays dan refrigerators. 6. Meningkatnya penggunaan nitrogen-based fertilisers. 7. Semakin banyaknya kendaraan di jalanan.1. Cat & Bahan anti-fouling beracun 2. Polusi akibat operasional kapal * Pembuangan limbah air * Sewage water * Marine debris * Kontaminasi minyak pada air * Ballast water * Dumping waste, incinerator output 3. Maritime Accident * Oil spill * Bangkai kapal * Bekas Platform offshore

adalah fenomena peningkatan temperatur rata-rata bumi yang diukur di permukaan air dan laut sejak pertengahan abad ke-20 dan bagaimana proyeksi dampaknya kedepan. Rata-rata temperatur Global didekat permukaan bumi meningkat 0.74 0.18C (1.33 0.32 F) selama 100 tahun terakhir sampai akhir 2005. Lembaga bernama Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa sebagian besar dari peningkatan temperatur global sejak pertengahan abad ke-20 adalah disebabkan oleh ulah manusia (anthropogenic) dan konsentrasi gas dari greenhouse effects. Fenomena alam seperti Variasi sinar matahari yang dikombinasikan dengan volkanologi kemungkinan hanya memberikan efek pemanasan yang selama masa pra-industri sampai 1950 dan efek pendinginan yang juga kecil dari 1950 seterusnya. GREENHOUSE EFFECT secara efektif menyerap radiasi panas dari infrared lalu diemisika oleh permuka- an bumi, juga atmosfer yang memiliki gas yang sama, dan oleh awan. Radiasi Atmospheric diemisikan kese- mua arah termasuk kembali turun ke permukaan bumi. Gas Greenhouse mem-perangkap pa- nas didalam surface-troposphere sys-tem. Kondisi ini yang dinamakan greenhouse effect. Fenomena ini analog dengan Greenhouse. Greenhouse effect ditemukan oleh Joseph Fourier pada tahun 1824 dan pertama kali diteliti secara kwantitatif oleh Svante Arrhenius pada tahun1896. Tidak semua panas dari matahari yang masuk ke atmosfer bumi diradiasikan balik ke angkasa luar. Greenhouse gases di atmosphere, menjebak panas dari sinar matahari dengan mengabsorbsinya dan memantulkannya kembali ke bumi. Secara aktualnya, sebuah proses alami yang menjaga bumi agar cukup hangat untuk kehidupan agar bisa survive. Selama bertahun-tahun jumlah greenhouse gases di atmosphere kita meningkat secara tajam. Carbon dioxide, Methane, Nitrous Oxide dan chlorofluorocarbons (CFCs) merupakan contoh dari of greenhouse gases. PENYEBAB DARI PENINGKATAN GREENHOUSE GASES : 1. Industrial revolution dan industrialisation. * Pembakaran fossil fuels seperti batubara untuk energy/electricity. 2. Peningkatan penebangan hutan. * Cepatnya pertumbuhan population * Pembakaran hutan tropis menambah jumlah CO2 atmosphere. 3. Meningkatnya agricultural production seperti beras dan berkurangnya peternakan seperti sapi.

Secara internasional pengaturan penggunaan anti-fouling ini juga masih dalam tahap perundingan dan berkategori urgent. IMO resolution A.895(21) yang diadopsi oleh Assem- bly of the International Maritime Organisation tertang- gal 25 Nopember 1999 merupakan desakan terhadap Maritime Environment Protection Committee (MEPC) untuk segera bertindak cepat mengembangkan sebuah instrumen legal yang berlaku global untuk mengatur dan menanggulangi efek-efek berbahaya akibat sistem anti-fouling yang digunakan di kapal. Anti-fouling adalah bahan kimia yang dicampurkan pada cat yang digunakan untuk melapisi, surface treatment, maupun berupa perlengkapan yang digunakan oleh kapal untuk mengontrol atau mencegah agar organisme laut tidak menempel pada dindingdindingnya.

Ada 2 mode yang mendasar dari cara kerja anti fouling, yaitu : Coating akan melepaskan zat kimia yang mencegah settlement dari biota laut, misalnya beraksi sebagai sebuah antifoulant Coating akan membunuh biota laut yang telah menempel ( attachment ) 1. Acrylics : terdiri dari copolymer yg dibuat dari berbagai acrylic monomers, yg bersama-sama menentukan properties masing-masing ikatan. Acrylics seringkali mengandung plasticizer. 2. Alkyds : jika slowdrying oils (e.g. linseed oils) dicampur hydroxyl-compounds dan acids, maka akan berubah menjadi faster-drying alkyds. Ada 3 macam Alkyds: short-, medium-, long-oil alkyds, yang bereaksi dengan oxygen dari udara. 3. Chlorinated Rubber : dibuat dengan menambah 65% chlorine ke isoprene polymers yg berasal dari oil industry. Cat yang berbasis hanya chlorinated rubber akan membentuk lapisan keras dan brittle saat kering. Karenanya plasticizing agent harus selalu ditambahkan. 4. Polyurethane : berupa polymer yg dibentuk oleh isocyanates dan polyalcohols. Proses pencampuran harus dilakukan pada suhu dibawah -10C. 5. Silicone : Silica-based resins yang berupa cairan pada suhu kamar namun akan bertahan saat suhu dinaikkan. Pada 200C mereka bereaksi membentuk ikatan kuat melalui crosslinking molecule. 6. Tar and Bitumen : Natural products. Tar dari hasil distillasi coal (coal tar), dan bitumen merupakan distilled residue dari crude oil. Texture bervariasi mulai dari cairan sampai padatan.

7. Vinyl : ikatan cat seringkali dibuat dari copolymer dari vinyl chloride dan vinyl acetate, atau monomers. Semua vinyl copolymers memerlukan plasticizer untuk dapat digunakan di cat. 8. Zinc silicate : ada 2-pack product yang mana metallic zinc dust ditambahkan terhadap solvent-borne silicate solution tergantung pada kebutuhan. Merekan menahan absorpsi air dari ambient udara Pencegahan menetapnya ( settlement ) biota laut dicapai oleh adanya proses leaching dari coating yang mengandung bahan kimia beracun, misal Tributyltin atau Copper, sedangkan pencegahan penempelan biota laut dapat dicapai dengan menggunakan material non-stick surface bond yang mengandung bahan kimia seperti silikon dan PTFE yang merupakan residu dari bahan coating. Fungsi utama dari produk-produk tersebut adalah sebagai lapisan luar tambahan pada dinding kapal maupun bangunan laut lainnya, untuk melawan potensi aksi perusakan oleh biota laut. Produk tersebut sering dikenal sebagai : " marine protective coating - MPC ". Jenis-jenis Limbah hasil operasional kapal : 2.1. Pembuangan waste water dan water treatment 2.2. Sewage water dari media transportasi laut 2.3. Marine Debris 2.4. Kontaminasi minyak pada air laut 2.5. Ballast Water 2.6. Dumping waste, Incinerator output Ada beberapa kegiatan pembuangan limbah air dan air sisa kegiatan operasional kapal yang meskipun terjadi secara insidensial namun beresiko dapat mencemari laut. Yaitu : Boiler blowdown Deck runoff Air laut buangan dari desalinator (distiller atau reverse osmosis ) Gas turbine water wash Sistem pemadam kebakaran Grey water Penyimpanan air tawar Kondensat dari refrigerator ataupun air conditioning Kondensat dari steam turbine Pembuangan sirkulasi air pendingin mesin induk. Air bilga merupakan akumulasi air laut di dalam kapal yang diakibatkan oleh sumber-sumber seperti; kebocoran normal dari permesinan, pengembunan pada dinding plat kapal, pembilasan air tawar di dalam kapal, kebocoran normal dari sistem stern-tube bertipe pelumasan air laut, dan lain-lain. Untuk sistem pengolahan air bilge yang bersumber dari kamar mesin ataupun tempat-tempat yang terkontaminasi minyak maka air bilga tersebut harus di treatment dahulu melalui sebuah oily water separator sebelum dibuang ke laut. Sludge dari separator dapat dimusnahkan jika di kapal tersedia sebuah incinerator, atau disimpan dalam tangki khusus yang selanjutnya dibuang di fasilitas pengolahan sludge di pelabuhan atau di darat. Berdasarkan Environmental Protection ( Sea Dumping ) Act 1981 - Annex 1 dari pemerintah Australia, beberapa limbah dari kapal atau perahu yang tergolong sebagai dumping waste adalah : a) Dredge material dari kapal keruk atau drilling-ship b) Sewage sludge c) Fish waste atau material lain dari hasil pemrosesan ikan di kapal pengolah ikan d) Vessel, platform atau struktur buatan manusia lain di lautan e) Inert, inorganic geological material f) Benda-benda besar yang mengandung besi, baja, atau beton Poin d dan f dikategorikan sebagai dumping material karena material-material tersebut dapat menghasilkan debris terapung dalam kurun waktu yang mungkin lama atau sebaliknya meskipun kontribusinya terhadap polusi lingkungan laut dapat diminimalkan namun masih dapat mengganggu penangkapan ikan bahkan pada navigasi pelayaran secara umum. Dampak dari polusi minyak akibat oil-spill terhadap ekologi dari pantai dan ekosistem laut adalah sangat besar dan sangat merusak, antaranya : 1. Pertukaran gas dan oksigen dari laut ke atmosfer akan terhambat dengan adanya lapisan minyak di permukaan air laut 2. Kematian terumbu karang akibat minyak yang melekat pada permukaannya 3. Lapisan licin dari minyak akan mempengaruhi burung laut dan binatang laut lainnya bahkan sering mematikan

4.

Akumulasi tar di pantai sangat mengganggu dan merusak potensi turisme dan daerah pantai