Upload
gresmita-rindi
View
38
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Radiologi
Citation preview
Referat
MULTIPLE MYELOMA
Disusun Oleh :
Farchan Azzumar G99151007
Lauraine W Sinuraya G99151008
Ida Ayu Sinthia Pradnya S G99151009
Pembimbing:
dr. Amelia Tjandra, M.Kes., Sp.Rad
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN / SMF RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2015
BAB I PENDAHULUAN
Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari sel plasma
yang abnormal berkembang biak membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan
sejumlah besar antibodi yang abnormal yang terkumpul di dalam darah atau air kemih.
Multiple myeloma merupakan keganasan sel plasma yang ditandai dengan penggantian
sumsum tulang, kerusakan tulang, dan formasi para protein. Multiple myeloma menyebabkan
gejala-gejala klinik dan tanda-tanda klinis melalui mekanisme yang bervariasi. Tumor
menghambat sumsum tulang memproduksi cukup sel darah. Hal ini dapat menyebabkan
masalah kesehatan pada ginjal, saraf, jantung, otot dan traktus digestivus.
Di Amerika Serikat, insiden multiple myeloma sekitar 4 kasus dari 100.000 populasi.
Pada tahun 2004, diperkirakan ada 15.000 kasus baru multiple myeloma di Amerika Serikat.
Insidennya ditemukan dua kali lipat pada orang Afro Amerika dan pada pria. Meskipun
penyakit ini biasanya ditemukan pada lanjut usia, usia rata-rata orang yang didiagnosis adalah
62 tahun, dengan 35% kasus terjadi di bawah usia 60 tahun. Secara global, diperkirakan lebih
dari 20.000 kasus baru dari multiple myeloma didiagnosis di Amerika Serikat setiap tahun,
dengan sebagian besar kasus terjadi pada pasien yang lebih tua.
Multiple myeloma merupakan penyakit usia tua, dengan rata-rata usia 66 tahun, hanya
10% didapat pada usia >50 tahun dan 2% pada usia >40 tahun. Multiple myeloma dapat
terjadi pada semua ras di seluruh dunia. Insiden pada kulit hitam hampir 2x lipat lebih banyak
dari kulit putih, sementara itu insiden pada orang Asia lebih rendah dibandingkan kelompok
kulit putih dan orang kulit hitam. Pada multiple myeloma insiden laki-laki : wanita = 1,4:1.
Risiko terjadi multiple myeloma hampir 3,7 kali lipat pada orang yang merupakan keturunan
pertama penderita multiple myeloma.
Penyebab multiple myeloma belum jelas. Multiple myeloma telah dilaporkan pada
anggota keluarga dari dua atau lebih keluarga inti dan pada kembar identik. Beragam
perubahan kromosom telah ditemukan pada pasien multiple myeloma seperti delesi 13q14,
delesi 17q13, dan predominan kelainan pada 11q. Gejala yang muncul dari tindakan meliputi
sakit kepala, perdarahan, penurunan tinggi badan, nyeri tulang yang hebat dan konstan,
splenomegali, patah tulang, hepatomegali, deformasi otot rangka, tulang rusuk, tulang dada,
dan batu ginjal.
Ada beberapa landasan penegakan diagnosis multiple myeloma antara lain kadar sel
plasma pada sumsum tulang minimal 10-15%, pada bone survey ditemukan adanya lesi litik
dan adanya imunoglobulin monoklonal pada darah atau urin. Pada dasarnya multiple
myeloma non-operabel namun dengan penanganan yang tepat dapat membantu
menghilangkan keluhan nyeri pada tulang dan mengalami remisi.
Salah satu diagnosis banding yang paling mirip dengan multiple myeloma adalah
metastasis tulang sehingga tujuan penulisan laporan kasus ini adalah mempelajari gambaran
multiple myeloma pada bone survey dan membedakannya dengan metastasis tulang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Multiple myeloma dikenal juga dengan istilah Plasma cell myeloma, Plasma cell
dyscrasia, Plasmacytoma, Plasmacytoma of bone, Plasma cell neoplasm, Extraosseous
plasmacytoma.
Multiple myeloma merupakan penyakit neoplasma primer sistem skeletal yang paling
sering ditemui dan merupakan keganasan hematologi sel plasma yang ditandai dengan
proliferasi sel plasma yang berasal dari sel B limfosit, serta diikuti dengan peningkatan kadar
immunoglobulin monoklonal Ig A dan Ig G secara berlebihan yang dikenal dengan istilah M-
protein.
B. ANATOMI
Multiple myeloma merupakan kelainan difus pada sumsum tulang di mana hampir
90% pasien multiple myeloma dengan keterlibatan tulang. Walaupun seluruh tulang dapat
terkena, ada 4 pola radiografi yang dapat ditemukan pada multiple myeloma yaitu: 1.
mineralisasi tulang normal tanpa lesi litik yang khas, 2. demineralisasi difus tanpa lesi litik, 3.
lesi tunggal (plasmacytoma) dan 4. lesi litik yang menyebar luas. Lokasi dominan multiple
myeloma adalah tulang axial dan kolumna vertebralis, costa, cranium, pelvis dan femur.
Sebagian besar pasien dengan demineralisasi yang litik baik fokal ataupun difus dan kurang
dari 10% dengan plasmasitoma pada temuan radiografi. Menariknya, deposit myeloma diluar
tulang kadang ditemukan di ginjal, paru, nasofaring atau sinus paranasalis.
Gambar 1. Merupakan Anatomi sistem tulang di seluruh tubuh manuisa, sedangkan
gambar yang dibawah menggambarkan susnan tulang dari lapisan yang terluar
hingga terdalam yaitu sumsum tulang.
C. EPIDEMIOLOGI
Multiple myeloma menempati urutan kedua dari kelompok kanker darah. Pada
beberapa literatur disebutkan bahwa kejadian multiple myeloma kurang dari 1% dari seluruh
keganasan, kurang dari 10% dari seluruh keganasan hematologi dan sekitar sepertiga dari
seluruh keganasan tulang primer. Berdasarkan American Cancer Society (ACS), pada akhir
tahun 2009 diperkirakan ada 20.000 kasus baru dan pada 2010 diperkirakan hampir 11.000
kematian akibat MM. Berdasarkan pusat riset United Kingdom (UK) yang terdiagnosis
multiple myeloma hanya kurang dari 4000 orang selama setahun atau kurang dari 1% dari
seluruh keganasan. Di Indonesia belum ada laporan secara pasti berapa jumlah kasus multiple
myeloma. Frekuensi laki-laki dengan perempuan sekitar 2:1 dan seiring dengan
meningkatnya angka harapan hidup, kasus multiple myeloma semakin meningkat karena
multiple myeloma cenderung terjadi pada dekade 5-7 kehidupan.
D. ETIOLOGI
Penyebab pasti multiple myeloma tidak diketahui secara pasti tetapi ada beberapa
faktor risiko yang dapat menyebabkan timbulnya multiple myeloma. Para ahli tidak dapat
memastikan bahwa DNA dalam sel plasma yang mengalami mutasi yang menyebabkan
terjadinya kanker. Mereka mengemukakan beberapa faktor risiko terjadinya multiple
myeloma yaitu: 1. usia, 96% kasus multiple myeloma didiagnosis pada usia diatas 45 tahun
dan 75% pada usia diatas 70 tahun, 2. genetika, orang yang mempunyai hubungan erat
dengan penderita multiple myeloma mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk terkena
multiple myeloma, 3. obesitas, 4. diet, beberapa penelitian mengindikasikan bahwa diet
rendah ikan atau sayuran hijau mempunyai risiko lebih tinggi untuk terkena multiple
myeloma, 5. HIV/AIDS, 6. pekerjaan tertentu misalnya orang yang bekerja dibidang
agrikultural, industri kulit, kosmetologi, dan penambang minyak, 7. paparan bahan kimia dan
produknya misalnya logam berat, pewarna rambut, plastik, bermacam debu misalnya debu
kayu, asbestos, herbisida, insektisida, produk minyak bumi, 8. paparan radiasi, orang-orang
yang survive dari bom atom Hiroshima dan Nagasaki secara bermakna mempunyai risiko
yang lebih tinggi menderita multiple myeloma, 9. beberapa penyakit autoimun misalnya
rheumatoid arthritis, 10. riwayat Monoclonal Gammopathy of Undetermined Significance
(MGUS), sekitar 20-25% orang dengan MGUS berkembang menjadi multiple myeloma atau
limfoma. MGUS adalah suatu kondisi dengan protein M yang rendah, tapi tidak terjadi
kerusakan tubuh. Hal ini menjadi alasan orang dengan MGUS dilakukan monitor yang ketat
terhadap kesehatannya.
E. PATOFISIOLOGI
Sel-sel darah dibentuk dari sel-sel di sumsum tulang yang disebut stem cells. Stem
cells yang matang berubah menjadi sel darah yang mempunyai perannya masing-masing. Sel
darah putih membantu mengatasi infeksi. Ada beberapa tipe sel darah putih. Sel plasma
adalah sel darah putih yang membentuk antibodi. Antibodi adalah bagian dari sistem imun
yang bekerja bersama system imunitas lainnya membantu melindungi tubuh dari kuman dan
substansi yang merugikan. Masing-masing sel plasma membentuk antibodi yang berbeda.
Normalnya tubuh membentuk lima tipe imunoglobulin yang berbeda yaitu IgG, IgM, IgA,
IgE dan IgD yang masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda terhadap sistem imun.
Masing-masing tipe imunoglobulin terdiri atas empat rantai protein, 2 rantai berat (panjang)
dan 2 rantai ringan (lebih pendek). Rantai berat terdiri dari satu dari lima tipe yang cocok
dengan tipe produk imunoglobulin yaitu: gamma (IgG), mu (IgM), alpha (IgA), epsilon (IgE)
dan delta (IgG). Rantai ringan terdiri dari satu dari dua tipe yaitu kappa dan lambda. Dengan
sel plasma, dua rantai berat dari satu tipe dan dua rantai ringan dari satu tipe akan bersatu
membentuk satu imunoglobulin utuh. Masing-masing partikel sel plasma hanya akan
menghasilkan satu tipe imunoglobulin.
Pada pasien multiple myeloma, sel plasma hanya memproduksi satu tipe
imunoglobulin utuh dalam jumlah yang banyak atau memproduksi secara berlebihan hanya
satu tipe rantai ringan, jarang dari rantai berat, imunoglobulin ini disebut protein monoklonal
atau protein M. Protein M yang dihasilkan ini selanjutnya disebut rantai ringan bebas atau
protein Bence Jones. Kelebihan protein Bence Jones ini dilepas ke dalam aliran darah karena
merupakan molekul yang relatif kecil, protein ini disaring oleh ginjal dan diekskresikan ke
dalam urin sehingga protein Bence Jones dapat dideteksi dalam darah dan urin. Sel-sel
plasma yang abnormal disebut sel myeloma. Sel-sel myeloma ini terkumpul di sumsum
tulang, menyebabkan kerusakan pada tulang. Sel plasma yang terkumpul di beberapa tulang
disebut multiple myeloma, bila hanya pada satu tulang disebut plasmacytoma soliter.
Tipe myeloma pada seorang pasien sering mengarah pada tipe protein yang
dihasilkan, apakah imunoglobulin utuh atau rantai ringan. Pasien dengan myeloma IgG dan
IgA yang paling sering ditemui, tipe IgG sekitar 60-70% myeloma dan tipe IgA sekitar 20%
myeloma. Kasus dengan myeloma IgE dan IgD jarang dilaporkan. Beberapa pasien mungkin
mempunyai hubungan dengan IgM namun kondisi ini mungkin berhubungan dengan
makroglobulinemia Waldenstrom.
F. DIAGNOSIS Diagnosis multiple myeloma dapat ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan patologi anatomi. Namun, pada
makalah ini hanya akan dibahas melalui aspek pemeriksaan radiologisnya saja.
a. Gejala klinis Gejala yang umum pada multiple myeloma adalah lemah, nyeri pada tulang,
dan infeksi yang berulang. Anemia terjadi pada sekitar 70% pasien yang terdiagnosis.
Nyeri pada tulang merupakan gambaran paling sering pada multiple myeloma dengan
persentasi sekitar 70%. Lokasi yang paling sering terjadi pada tulang vertebra
lumbalis (Rajkumar, 2005).
Fraktur patologis sering ditemukan pada multiple myeloma. Kompresi tulang
belakang terjadi pada 10- 20% pasien. Gejala-gejala yang dapat dipertimbangkan
kompresi tulang belakang berupa nyeri punggung, kelemahan, mati rasa, atau
disestesia pada ekstremitas.
Kadang ditemukan pasien datang dengan keluhan perdarahan yang
diakibatkan oleh trombositopenia. Gejala-gejala hiperkalsemia berupa somnolen,
nyeri tulang, konstipasi, nausea, dan rasa haus dapat ditemukan pada 30% pasien.
Imunitas humoral yang abnormal dan leukopenia dapat berdampak pada infeksi yang
melibatkan infeksi pneumococcus, shingles dan Haemophilus.
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan :
Pucat yang disebabkan oleh anemia
Ekimosis atau purpura sebagai tanda dari thrombositopeni
Gambaran neurologis seperti perubahan tingkat sensori, lemah, atau carpal tunnel
syndrome.
Amiloidosis dapat ditemukan pada pasien multiple myeloma.
b. LaboratoriumAnemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus. Jumlah
leukosit umumnya normal. Thrombositopenia ditemukan pada sekitar 15% pasien
yang terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan darah tepi jarang; proporsi plasma
sel jarang mencapai 5%, kecuali pada pasien dengan leukemia sel plasma. Formasi
Rouleaux ditemukan pada 60% pasien. Hiperkalsemia ditemukan pada 30% pasien
saat didiagnosis. Sekitar seperempat hingga setengah yang didiagnosis akan
mengalami gangguan fungsi ginjal dan 80% pasien menunjukkan proteinuria, sekitar
50% proteinuria Bence Jones yang dikonfirmasi dengan imunoelektroforesis atau
imunofiksasi.
c. Gambaran radiologi
1. Foto polos x-rayGambaran foto x-ray dari multiple myeloma berupa lesi litik multiple,
berbatas tegas, punch out, dan bulat pada calvaria, vertebra, dan pelvis. Lesi
terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di
rongga medulla mengikis tulang, dan secara progresif menghancurkan tulang
kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien myeloma, dengan sedikit
pengecualian, mengalami demineralisasi difus. Pada beberapa pasien,
ditemukan gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi.
Saat timbul gejala sekitar 80-90% di antaranya telah mengalami
kelainan tulang. Film polos memperlihatkan:
Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekular tulang, terutama
vertebra yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan myeloma.
Hilangnya densitas vertebra mungkin merupakan tanda radiologis satu-
satunya pada myeloma multiple. Fraktur patologis sering dijumpai.
Fraktur kompresi pada corpus vertebra , tidak dapat dibedakan dengan
osteoprosis senilis.
Lesi-lesi litik “punch out lesion” yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi
yang berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping.
Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks, menghasilkan massa
jaringan lunak.
Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan
pada suatu penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra 66%,
costa 44%, calvaria 41%, pelvis 28%, femur 24%, clavicula 10% dan scapula
10%.
Gambar 2. Foto cranium lateral yang menggambarkan sejumlah lesi litik “punch out
lesion” yang khas pada calvaria, yang merupakan karakteristik dari gambaran multiple
myeloma.
e
Gambar 3. Foto pelvis yang menunjukkan fokus litik kecil yang sangat banyak sepanjang
tulang pelvis dan femur yang sesuai dengan gambaran multiple myeloma.
Gambar 4. Foto femur menunjukkan adanya endosteal scalloping (erosi pada cortex
interna) pada pasien dengan multiple myeloma.
Gambar 5. Foto lumbal lateral menggambarkan deformitas pada CV lumbal 4 akibat
plasmacytoma.
Gambar 6. Gambaran radiologi pada os femur dekstra. Tampak gambaran khas suatu lesi
myeloma tunggal berupa gambaran lusen berbatas tegas pada regio interocanter. Lesi-lesi
lebih kecil tampak pada trocanter mayor.
2. CT-ScanCT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada myeloma serta
menilai resiko fraktur pada tulang yang kerusakannya sudah berat. Diffuse
osteopenia dapat memberi kesan adanya keterlibatan myelomatous sebelum
lesi litik sendiri terlihat. Pada pemeriksaan ini juga dapat ditemukan gambaran
sumsum tulang yang tergantikan oleh sel tumor, osseous lisis, destruksi
trabekular dan korteks. Namun, pada umumnya tidak dilakukan pemeriksaan
kecuali jika adanya lesi fokal.
Gambar 7. CT Scan sagital T1 – gambaran weighted pada vertebra lumbalis me-
nunjukkan adanya infiltrasi difus sumsum yang disebabkan oleh multiple
myeloma.
Gambar 8. Lytic expansile mass dari C5. Pada CT Scan tranversal C5
menunjukkan adanya perluasan massa jaringan lunak (expansile soft-tissue mass)
pada sepanjang sisi kanan Vertebra Cervikal 5 dengan kerusakan tulang terkait.
3. MRIMRI potensial digunakan pada multiple myeloma karena modalitas ini
baik untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada
deposit myeloma berupa suatu intensitas bulat , sinyal rendah yang fokus di
gambaran T1, yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2.
Namun, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan
pola menyerupai myeloma. MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit
namun tidak spesifik. Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple
myeloma seperti pengukuran nilai gamma globulin dan aspirasi langsung
sumsum tulang untuk menilai plasmasitosis. Pada pasien dengan lesi
ekstraosseus, MRI dapat berguna untuk menentukan tingkat keterlibatan dan
untuk mengevaluasi kompresi tulang.
Gambar 9. Foto potongan sagital T1 weighted-MRI pada lumbar-sakral memperlihatkan
adanya diffusely mottled marrow yang menunjukkan adanya diffuse involvement pada
sumsum tulang dengan multiple myeloma. Juga didapatkan gambaran fraktur kompresi
pada seluruh vertebra yang tervisualisasi. Pada V-T10 terdapat adanya focal mass-like
lesion yang menunjukkan suatu plasmacytoma.
Gambar 10. Foto potongan koronal T1 weighted-MRI pada suatu lesi myeloma di
humerus. Gambaran ini menunjukkan lesi dengan intensitas rendah. Batas korteks luar
terkikis tetapi intak ; namun, lesi telah melewati korteks bagian dalam
4. Radiologi NuklirMyeloma merupakan penyakit yang menyebabkan overaktifitas pada
osteoklas. Scan tulang radiologi nuklir mengandalkan aktifitas osteoblastik
(formasi tulang) pada penyakit dan belum digunakan rutin, pemeriksaan ini
menggunakan radiofarmaka Tc-99m senyawa kompleks fosfat yang
diinjeksikan secara intravena. Tingkat false negatif skintigrafi tulang untuk
mendiagnosis multiple myeloma tinggi. Scan dapat positif pada radiograf
normal, membutuhkan pemeriksaan lain untuk konfirmasi (Besa, 2011).
Gambar 11. FDG PET scan pada pasien multiple myeloma dengan difuse yang berat
disertai focal disease.
G. DIAGNOSIS BANDING Diagnosis multiple myeloma seringkali jelas karena kebanyakan pasien
memberikan gambaran klinis khas atau kelainan hasil laboratorium, termasuk trias
berikut (Syahrir, 2006).
a. Protein M serum atau urin (99% kasus)
b. Peningkatan jumlah sel plasma sumsum tulang
c. Lesi osteolitik dan kelainan abnormal lain pada tulang.
Keadaan yang dapat menjadi diagnosis banding multiple myeloma berupa
metastasis tumor ke tulang (Susworo, 2011). Delapan puluh persen penyebaran tumor
ganas ke tulang disebabkan oleh keganasan primer payudara, paru, prostat, ginjal dan
kelenjar gondok. Penyebaran ini ternyata ditemukan lebih banyak di tulang skelet
daripada ekstremitas. Bone Survey atau pemeriksaan tulang-tulang secara radiografik
konvensional adalah pemeriksaan semua tulang-tulang yang paling sering dikenai
lesi-lesi metastatik yaitu skelet ekstremitas bagian proksimal. Sangat jarang lesi
megenai sebelah distal siku atau lutut. Bila ada lesi pada bagian tersebut harus
dipikirkan kemungkinan multiple myeloma (Susworo, 2011).
Gambaran radiologik dari metastasis tulang terkadang bisa memberi petunjuk
dari mana asal tumor. Sebagian besar proses metastasis memberikan gambaran “lytic”
yaitu bayangan radiolusen pada tulang. Sedangkan gambaran "blastic" adalah apabila
kita temukan lesi dengan densitas yang lebih tinggi dari tulang sendiri. Keadaan yang
lebih jarang ini kita temukan pada metastasis dari tumor primer seperti prostat,
payudara, lebih jarang pada karsinoma kolon, paru, pankreas. Sedangkan pada
multiple myeloma ditemukan gambaran lesi litik multiple berbatas tegas, punch out,
dan bulat. Selain gambaran radiologik, ditemukannya proteinuri Bence Jones pada
pemeriksaan urin rutin dapat menyingkirkan adanya metastasis tumor ke tulang
(Susworo, 2011).
Gambar 12. Foto pelvis pada metastasis tumor payudara ke tulang memberikan
gambaran osteolytic
Gambar 13. Foto pelvis pada multiple myeloma menunjukkan adanya multiple lytic
lesions pada sepanjang pelvis dan femur
BAB IIIPENUTUPAN
Multiple myeloma adalah penyakit keganasan hematologi yang ditandai dengan
proliferasi sel plasma yang berasal dari sel B limfosit. Pada pasien multiple myeloma, sel
plasma hanya memproduksi satu tipe imunoglobulin utuh dalam jumlah yang banyak yang
disebut protein monoklonal atau protein M. Sel-sel plasma yang abnormal ini disebut sel
myeloma. Sel-sel myeloma ini terkumpul di sumsum tulang, menyebabkan kerusakan pada
tulang.
Kriteria penegakkan diagnosis multiple myeloma adalah bila: pada aspirasi sumsum
tulang ditemukan sel plasma minimal 10-15%, bone survey memperlihatkan adanya lesi litik
dan ditemukannya imunoglobulin monoklonal (protein Bence Jones) dalam darah atau urin.
Penting untuk dapat membedakan gambaran radiologi lesi litik pada multiple myeloma
dengan lesi litik pada metastasis tulang. Perlu pemeriksaan bone scan untuk membedakan
multiple myeloma dengan lesi metastasis pada tulang.
DAFTAR PUSTAKA
Glass J, Munker R. 2007. Multiple myeloma and related paraproteinemia. In : MunkerR,
HillerE, GlassJ, PaquetteR, editors. Modern hematology biology and clinical
management. 2nd ed. Totowa New Jersey: HumanaPress. p.271-93.
Multiple Myeloma. Available from http://emedicine.medscape.com
Rajkumar, S. Vincent, Robert A. Kyle. 2005. Multiple Myeloma : Diagnosis and
Treatment [online]. Mayo Clin Proc. 2005;80(10):1371-1382
Patel, Pradip R. 2005. Lecture Notes Radiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga. p. 205-206
Longo, Dan L., Kenneth C. Anderson,Dennis L. Kasper,dkk.2005. Plasma Cell Discrasia in
Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th ed. New York : McGraw Hill
Medical Publishing Division
Besa, Emmanuel C, M.D. Multiple Myeloma. Medscape Reference, [online] 2011 [cited
2011 April 5]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/204369-
overview
Kumar, Cotran, Robbins. Mieloma Multipel dan Gangguan Sel Plasma Terkait – Buku
Ajar Patologi Edisi 7, Robbins volume 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta: 2004.
Ki Yap, Dr. Multiple Myeloma. Radiopaedia.org, [online]. 2010 [cited 2011 April 5].
Available from: http://radiopaedia.org/articles/multiple-myeloma-1
Berquist, Thomas H. Musculoskeletal Imaging Companion. Lippincott Williams &
Wilkins. 2007
Syahrir, Mediarty. Mieloma Multipel dan Penyakit Gamopati Lain. Buku Ajar – Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
FKUI. Jakarta: 2006
Susworo, dr. Penyebaran Tumor Ganas di Tulang: Aspek Diagnostik dan Terapi.
Cermin Dunia Kedokteran, [online]. 1981 [cited 2011 April 16]. Available from:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08 Penyebaran Tumor Ganas di Tulang 023.
pdf/08 Penyebaran Tumor Ganas di Tulang 023.html