14
REFLEKS PATOLOGIS Refleks patologis merupakan respon yang tidak umum dijumpai pada individu normal. Refleks patologis pada ekstremitas bawah dinilai leih konstan, lebih mudah muncul, dan lebih mempunyai nilai klinis dibandingkan pada ekstremitas atas. Refleks patologis dapat dibangkitkan dengan bermacam cara yang diberi nama (dikenal) sesuai dengan penemunya. 1 Refleks patologis pada ekstremitas bawah adalah sebagai berikut. 1 1. Refleks Babinski. Pasien berbaring dengan tungkai diluruskan. Untuk merangsang dapat digunakan benda yang agak runcing. Goresan harus dilakukan secara cepat dan tidak menimbulkan nyeri karena dapat menimbulkan refleks menarik kaki (flight reflex). Goresan dilakukan pada telapak kaki bagian lateral, mulai dari tumit menuju pangkal ibu jari. Positif: terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari kaki, yang dapat disertai pemekaran jari-jari lain. 2. Refleks Chaddock. Rangsangan diberikan dengan menggoreskan lateral malleolus pasien. Positif: terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari kaki, yang dapat disertai pemekaran jari-jari lain. 3. Refleks Gordon. Dibangkitkan dengan memencet (mencubit) betis. Positif: terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari kaki, yang dapat disertai pemekaran jari-jari lain.

Refleks Patologis Dan n. v, Vii, Viii

Embed Size (px)

DESCRIPTION

refleks

Citation preview

Page 1: Refleks Patologis Dan n. v, Vii, Viii

REFLEKS PATOLOGIS

Refleks patologis merupakan respon yang tidak umum dijumpai pada individu

normal. Refleks patologis pada ekstremitas bawah dinilai leih konstan, lebih

mudah muncul, dan lebih mempunyai nilai klinis dibandingkan pada ekstremitas

atas. Refleks patologis dapat dibangkitkan dengan bermacam cara yang diberi

nama (dikenal) sesuai dengan penemunya.1

Refleks patologis pada ekstremitas bawah adalah sebagai berikut.1

1. Refleks Babinski. Pasien berbaring dengan tungkai diluruskan. Untuk

merangsang dapat digunakan benda yang agak runcing. Goresan harus

dilakukan secara cepat dan tidak menimbulkan nyeri karena dapat

menimbulkan refleks menarik kaki (flight reflex). Goresan dilakukan pada

telapak kaki bagian lateral, mulai dari tumit menuju pangkal ibu jari. Positif:

terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari kaki, yang dapat disertai pemekaran jari-

jari lain.

2. Refleks Chaddock. Rangsangan diberikan dengan menggoreskan lateral

malleolus pasien. Positif: terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari kaki, yang

dapat disertai pemekaran jari-jari lain.

3. Refleks Gordon. Dibangkitkan dengan memencet (mencubit) betis. Positif:

terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari kaki, yang dapat disertai pemekaran jari-

jari lain.

4. Refleks Oppenheim. Dengan mengurut kuat tibia dan otot tibialis anterior.

Arah mengurut dari atas (proksimal) ke bawah (distal). Positisf: terdapat

gerakan dorsofleksi ibu jari kaki, yang dapat disertai pemekaran jari-jari lain.

Gambar 1. Refleks Babinski, refleks Chaddock, refleks Gordon dan refleks Oppenheim

Page 2: Refleks Patologis Dan n. v, Vii, Viii

5. Refleks Gonda. Dengan memencet jari manis kaki dan kemudian

melepaskannya dengan tiba-tiba. Positif: terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari

kaki, yang dapat disertai pemekaran jari-jari lain.

6. Refleks Schaefer. Dengan memencet (mencubit) tendon Achilles. Positif:

terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari kaki, yang dapat disertai pemekaran jari-

jari lain.

7. Refleks Bing. Dengan memberikan rangsang tusuk pada kulit yang menutupi

metatarsal ke lima (jari telunjuk kaki). Positif: terdapat gerakan dorsofleksi

ibu jari kaki, yang dapat disertai pemekaran jari-jari lain.

8. Refleks Rossolimo. Dengan melakukan pengetukan pada telapak kaki bagian

terdepan atau atas menggunakan hammer reflex. Positif: terdapat gerakan jari-

jari kaki yang berfleksi sejenak pada sendi-sendi interfalangealnya (plantar

fleksi).

9. Refleks Mendel-Bechtrew. Melakukan pengetukan pada kulit dorsum pedis

yang menutupi os. cuboideum. Positif: terdapat gerakan jari-jari kaki yang

berfleksi sejenak pada sendi-sendi interfalangealnya (plantar fleksi).

Pada refleks patologis ekstremitas atas, mekanisme refleks fleksor jari-jari tangan

sama sekali berbeda dengan jari-jari kaki. Refleks tersebut merupakan refleks

regang otot, dapat positif pada lesi pyramidal atau akibat peningkatan refleks yang

fungsional. Bila refleks pada sisi kanan berbeda dengan sisi kiri, maka hal ini

dianggap sebagai keadaan patologis.

1. Refleks Hoffman. Tangan pasien dalam posisi pronasi relaks. Tangan pasien

dipegang dengan pergelangan dan jari-jarinya dilemaskan. Kemudian jari

tengah pasien dijepit diantara telunjuk dan jari tengah pemeriksa. Ibu jari

pemeriksa menggores-kuat (snap) ujung jari tengah pasien. Positif: jari-jari

tangan fleksi sejenak.

2. Refleks Tromner. Posisi tangan sama seperti ketika akan memeriksa refleks

Hoffman, lalu dirangsang dengan mencolek kuat jari tengah pasien dari bawah

ke atas. Positif: jari-jari tangan fleksi sejenak.

Page 3: Refleks Patologis Dan n. v, Vii, Viii

Gambar 2. Refleks Hoffman dan Tromner1

3. Refleks Leri. Lengan pasien diluruskan dengan bagian ventralnya menghadap

ke atas. Kemudian jari-jari dan pergelangan tangan pasien ditekukkan dengan

kuat (fleksi). Pada orang normal, gerakan ini akan diikuti oleh fleksi lengan

bawah dan lengan atas pada siku. Refleks akan negatif bila terdapat lesi

piramidal. Tidak adanya refleks ini dinyatakan sebagai gejala Leri positif.

Gambar 3. Refleks Leri1

4. Refleks Mayer. Pasien diminta untuk mensupinasikan tangannya, telapak

tangan ke atas dan jari-jari difleksikan ringan serta ibu jari diabduksikan.

Kemudian jari tengah pasien ditekukkan dan ditekan pada telapak tangan

(fleksi maksimal). Pada orang normal, akan terjadi gerakan adduksi dan

oposisi ibu jari. Refleks akan negatif bila terdapat lesi piramidal. Tidak adanya

refleks ini dinyatakan sebagai gejala Mayer positif.

Gambar 4. Refleks Mayer1

Page 4: Refleks Patologis Dan n. v, Vii, Viii

PEMERIKSAAN NERVUS KRANIALIS

Nervus Trigeminus (N. V)

Pemeriksaan nervus trigeminus meliputi fungsi motorik dan fungsi sensorik.

A. Pemeriksaan Motorik

Pasien diminta untuk menggigit giginya sekuat mungkin. Selama pasien

melakukannya, pemeriksa melakukan palpasi pada kontraksi otot maseter dan

otot temporalis sisi kanan dan kiri. Bila ada kelumpuhan unilateral, maka pada

sisi ipsilateral tidak terjadi kontraksi atau kelemahan kontraksi.

Pasien lalu diminta membuka mulut. Pemeriksa berdiri di depan pasien lalu

mengawasi rahang bawah pasien. Pada kelumpuhan unilateral, rahang bawah

akan menyimpang ke sisi ipsilateral pada waktu mulut dibuka karena m.

pterigoideus eksterna yang sehat mendorong kondilus mandibular dan rahang

bawah ke depan tanpa dorongan yang mengimbangi dari sisi yang lain.

Selanjutnya pasien diminta untuk menggerakkan rahang bawahnya ke

samping, sewaktu pasien melakukan, pemeriksa menahan gerakan rahang

tersebut. Jika terdapat kelumpuhan sesisi, maka gerakan ke samping yang

lumpuh kuat sedangkan gerakan ke samping yang sehat lemah atau tidak ada

sama sekali. Tindakan ini untuk menilai kekuatan kontraksi bersama otot-otot

pterigoideus interna dan eksterna.

Untuk menilai kekuatan otot maseter, pasien diminta menggigit spatel kayu

sekuat-kuatnya pada salah satu sisi geraham dan dibandingkan bekas cetakan

gigitan pada spatel kayu masing-masing sisi.

B. Pemeriksaan Sensorik

Sensibilitas yang harus diperiksa adalah sensibilitas kulit dan mukosa dalam

kawasan nervus trigeminus. Modalitas sensorik yang harus diteliti mencakup

rasa nyeri, panas, dingin dan raba dilakukan sesuai pola sensorik nervus

trigeminus, yaitu cabang optalmik, maksilaris dan mandibularis bila

mencurigai terdapat kelainan pada nervus trigeminus tipe perifer. Bila didapat

pola onion skin pada pemeriksaan sensorik, maka terdapat kelainan pada

nervus trigeminus tipe sentral dan letak lesi pada batang otak.

Page 5: Refleks Patologis Dan n. v, Vii, Viii

Gambar 1. Pola sensorik N. V

Nervus Fasialis (N. VII)

Pemeriksaan terhadap fungsi N. fasialis mencakup: (a) pemeriksaan motorik, (b)

pemeriksaan sensoris dan sensoris khusus (viserosensorik dan viseromotorik).

A. Pemeriksaan Motorik

Inspeksi (kondisi diam). Perhatikan kerutan dahi, kedipan mata, lipatan

nasolabialis dan sudut mulut. Pada sisi yang lumpuh, kedipan mata lambat dan

tidak kuat, sudut mulut letaknya lebih rendah dan lipatan nasolabialis lebih

datar.

Observasi gerakan otot wajah volunter (kondisi bergerak). Kontraksi otot

fasialis masing-masing diteliti dengan meminta pasien melakukan gerakan:

‒ Mengangkat alis

‒ Mengerutkan alis

‒ Menutup mata

‒ Meringis

‒ Memperlihatkan gigi atas

‒ Mengembungkan pipi

‒ Mengerucutkan bibir

‒ Bersiul

‒ Mengetatkan kulit dagu

Gambar 2. Gerakan otot wajah volunter

Page 6: Refleks Patologis Dan n. v, Vii, Viii

Tanda khas dari lesi N. VII tipe perifer adalah adanya lagoftalmus (kelopak

mata tidak dapat menutup ketika pasien memejamkan mata) dan terdapat

Bell’s sign (bola mata berguling ke atas ketika pasien memejamkan mata), jadi

kelumpuhannya separuh wajah. Sedangkan lesi N. VII tipe sentral

kelumpuhan di bawah mata ke bawah.

Gambar 3. Lesi N. VII tipe perifer (kiri) dan tipe sentral (kanan)

B. Pemeriksaan Sensorik dan Sensorik Khusus (Viserosensorik dan

Viseromotorik)

Pemeriksaan sensorik dan sensorik khusus dilakukan dengan tujuan untuk

menentukan letak tinggi lesi pada segmen mana lesi pada N. VII perifer.

Makin tinggi letak lesi, makin buruk prognosanya.

Viserosensorik. Perasaan viserosensorik khusus, yaitu pengecapan rasa.

Untuk menilainya, digunakan 4 perasaan pengecapan pokok, yaitu: manis,

asin, asam dan pahit. Bagian yang akan diteliti adalah 2/3 bagian depan lidah.

Bahan yang digunakan adalah:

‒ Glukosa 4% (manis)

‒ NaCl 2.5% (asin)

‒ Larutan asam sitrat (asam)

‒ HCl quinine 0.0075% (pahit)

Caranya: pasien menjulurkan lidah selama pemeriksaan, dengan lidi kapas

bahan tersebut disentuhkan pada 2/3 bagian depan. Kemudian pasien

menunjukkan kertas yang bertuliskan manis, asin, asam, atau pahit. Tiap

selesai pemeriksaan, pasien berkumur dahulu dengan air hangat kemudian

dilanjutkan pemeriksaan dengan bahan lain.

Page 7: Refleks Patologis Dan n. v, Vii, Viii

Gambar 4. Area perasa lidah

Viseromotorik. Pemeriksaan viseromotorik dapat dilakukan dengan uji

lakrimasi dan refleks stapedius.

‒ Uji lakrimasi (Schirmer test). Kertas lakmus merah ukuran 5x50mm, salah

satu ujungnya dilipat dan diselipkan pada conjunctiva sac di dekat sudut

mata medial kanan dan kiri. Biarkan 5menit dengan mata terpejam.

Interpretasi: normal jika airmata membasahi kertas lakmus merah dan

menjadi biru sepanjang 20-30mm dalam waktu 5menit, jika < 20mm atau

tidak ada berarti produksi air mata berkurang.

‒ Refleks stapedius (Stethoscope Loudness Balance Test). Letakkan

stetoskop pada telinga pasien kemudian diafragma stetoskop diketuk

lembut atau dengan garpu tala 256Hz di dekatkan pada diafragma

stetoskop. Interpretasi: bila terjadi hiperakusis pada salah satu telinga,

maka terdapat lesi pada N. VII sisi tersebut.

Nervus Akustikus (N. VIII)

Fungsi nervus akustikus dibagi dua, yaitu fungsi pendengaran (nervus kokhlearis)

dan fungsi keseimbangan (nervus vestibularis).

A. Pemeriksaan Pendengaran

Pemeriksaan pendengaran dapat dilakukan dengan menggunakan suara

gesekan jari ataupun garpu tala. Dengan menutup salah satu lubang telinga

secara bergantian, pasien disuruh untuk mendengarkan gesekan jari pemeriksa

yang didekatkan pada lubang telinga yang tidak ditutup. Untuk memastikan

apakah pasien menderita tuli konduksi atau tuli persepsi, maka diperlukan

pemeriksaan menggunakan garpu tala. Garpu tala yang sering digunakan

adalah frekuensi 512Hz.

1. Tes Schwabach. Setelah garputala digetarkan, garpu tala didekatkan pada

lubang telinga. Bila getaran garpu tala sudah berhenti, tanyakan pada

Page 8: Refleks Patologis Dan n. v, Vii, Viii

pasien apakah masih mendengar, kemudian alihkan garpu tala ke telinga

pemeriksa. Bila pemeriksa masih dapat mendengar bunyi garpu tala, maka

pasien mengalami tuli persepsi. Bila pemeriksa tidak mendengar, maka

pasien normal atau tuli konduksi.

2. Tes Rinne. Pemeriksaan ini adalah untuk membandingkan suara melalui

konduksi tulang dengan udara. Secara normal, konduksi suara melalui

udara lebih baik daripada melalui tulang. Garpu tala digetarkan dan

kakinya diletakkan tegak lurus diatas tulang mastoid pasien. Tanyakan

pasien apakah sudah tidak terdengar suara lagi, lalu dekatkan garputala di

depan lubang telinga pasien ipsilateral. Bila masih terdengar, maka Rinne

positif dan kemungkinan pasien normal atau tuli persepsi. Bila tidak

terdengar, maka Rinne negatif, kemungkinan pasien tuli konduksi.

3. Tes Weber. Tes ini untuk membandingkan pendengaran telinga kanan dan

kiri pasien. Garpu tala digetarkan dan kakinya diletakkan di verteks.

Normal jika suara garpu tala terdengar sama di kedua telinga. Bila ada

lateralisasi ke arah telinga yang sakit maka pasien tuli konduksi dan

sebaliknya, bila ada lateralisasi ke arah telinga yang sehat maka pasien tuli

persepsi.

Tabel 1. Interpretasi pemeriksaan garpu tala

Pemeriksaan Normal Tuli persepsi Tuli konduksiTes Rinne + + -Tes Schwabach - + -Tes Weber Sama Lateralisasi telinga

sehatLateralisasi telinga

sakit

B. Pemeriksaan Keseimbangan

1. Observasi sikap berdiri atau sikap badan sewaktu bergerak.

Tes Romberg. Pasien diminta untuk berdiri dengan kedua kaki dekat satu

dengan yang lain, mata tetap terbuka. Pada pasien dengan kelainan

vestibular, pasien akan terhuyung dan jatuh ke belakang.

Tes berjalan (stepping test). Pasien berjalan di tempat 50langkah, bila

tempat berubah melebihi jarak 1meter dan badan berputar lebih dari 30º

maka terdapat gangguan vestibular.

2. Observasi nistagmus spontan

3. Observasi nistagmus yang dibangkitkan.

Page 9: Refleks Patologis Dan n. v, Vii, Viii

Tes kalori. Untuk mengetes kelainan pada kanalis semisirkularis vertikalis

maka kepala harus tunduk 60º, sedangkan untuk mengetes kelainan pada

kanalis semisirkularis horizontalis maka kepala harus menengadah 30º.

Spuit 20cc, jarum ukuran 15 ujung dilindungi karet diisi dengan air suhu

30º untuk rangsangan dingin dan air suhu 44º untuk rangsangan panas.

Semprotkan ke liang telinga 1cc/detik, amati gerak nistagmus, frekuensi

dan lamanya. Normalnya, pada suhu dingin nistagmus akan berlawanan

dengan tempat rangsangan, pada suhu panas nistagmus akan searah

dengan tempat rangsangan.

Hallpike Maneuver. Pasien duduk diatas tempat tidur, tangan kanan dan

kiri pemeriksa memegang samping kepala pasien, kemudian pasien

dibaringkan diusahakan kepala menggantung di sisi ujung atas tempat

tidur dan kemudian kepala ditolehkan ke kiri dan dilihat adakah

nistagmusnya. Kemudian duduk kembali dan lihat nistagmusnya. Diulangi

lagi dan ditolehkan ke kanan.

Gambar 5. Hallpike Maneuver